Post on 22-Oct-2015
description
PROPOSAL skripsi lompat jauh
KEBERHASILAN LATIHAN TOLAKAN MENGGUNAKAN PAPAN TOLAK MIRING DENGAN PAPAN TOLAK DATAR TERHADAP PRESTASI LOMPAT JAUH DI
KELAS VI SD NEGERI
PELEM I KECAMATAN PARE
KABUPATEN KEDIRI
A. Latar Belakang Masalah
Lompat jauh merupakan salah satu nomor lompat dalam cabang olahraga atletik,
nomor ini meruakan jenis lompatan yaitu pencapaian jarak terjauh menjadi tujuan utama dari
nomor ini. Dengan demikian semua potensi dan aspek teknis penunjang diarahkan untuk
mencapai jarak yang sejauh-jauhnya sebagaimana yang dikemukakan oleh Kosasih (1995:67)
menjelaskan bahwa: yang menjadi tujuan dari lompat jauh adalah mencapai jarak yang
sejauh-jauhnya. Maka untuk dpat mencapai jarak lompatan itu dengan terlebih dahulu harus
sudah memahami unsure-unsur pokok pada lompatan”.
Untuk mencapai hasil lompatan yang optimal. faktor mendasar yang harus dimiliki
oleh pelompat adalah kemampuan kondisi fisik dan kemampuan penguasaan teknik.
Pengaruh kondisi fisik akan terlihat pada kemampuan pelompat ketika melakukan awalan
dan tolakan. Awalan yang cepat dan tolakan yang kuat dipengauhi oleh kecepatan dan power
tungkai si pelompat, sedangkan keserasian gerakan awalan dan tolakan yang baik sangat
tergantung pada penguasaan tekniknya. Apabila kecepatan dan poser menolak ini dilakukan
dengan teknik awalan dan tolakan yang benar maka hasil lompatannya akan jauh.
Unsur-unsur yang mencapai pengaruh terhadap hasil lompatan diantaranya adalah
kecepatan horizontal dan tolakan vertikal. Kecepatan horizontal diperlukan pada saat
melakukan awalan, sedangkan tolakan vertikal diperlukan saat kaki tolak menyentuh papan
tolak untuk melakukan take off. Hal ini sesuai dengan pendapat Ballesteeros (1999:54) yaitu:
“lompat jauh adalah hasil dari kecepatan horizontal yang dibuat sewaktu dari awalan dengan
gaya vertikal yang dihasilkan dari kekuatan kaki tolak. Resultan dari kedua gaya menentukan
gerak parabola dari titik pusat gravitasi”.
Untuk mencapai hasil yang maksimal maka saat take-off diperlukan dorongan
tenaga yang kuat untuk menyelesaikan suatu perpindahan dari kecepatan horizontal menjadi
kekuatan vertikal. Keterampilan mengubah kecepatan horizontal menjadi kecepatan vertikal
yang dihasilkan dari kekuatan toalkan akan mudah dipelajarii di lapangan. Latihan fase
menolak ini lebih banyak ditekankan pada bentuk laihan dinamis yang merupakan kombinasi
lari dan lompat.
Faktor kemampuan fisik yang mempengaruhi hasil loompatan jauh adalah
kecepatan dari tolakan vertikal. Dengan mentransfer kedua unsure tersebut didukung dengan
penguasaan teknik yang sempurna akan mendapatkan lintasan parabola yan menguntungkan
saat melayang. Yang pada akhirnya dapat memperbaiki hasil lompatan. Berbagai cara
dilakukan untuk meningkatkan hasil lompatan seperti mempercepat kecepatan horizontal,
meningkatkan power tungkai agar mendapat tolakan vertikal yang kuat. Demikian pula
penyempurnaan teknik dilakukan terus menerus untuk memperbaiki saat melayang di udara
serta membentuk gaya yang diinginkan. Pengalaman empiric telah banyak dilakukan para
pelatih untuk meningkatkan hasil lompat jauh, seperti meninggikan tempat tolakan,
menggunakan gawang dan tali yang harus dilewati pelompat pada saat sikap melayang di
udara dan menggantungkan sesuatu benda yang harus disentus oleh pelompat, semua upaya
tersebut berdaya guna untuk meningkatkan hasil lompatan. Para pelatih di Australia
menggunakan papan miring atau “inclined Board” (B. yuhechevisth, et all, 1994) sebagai
balok tolakan bagi atlet yang sudah mahir untuk memperbaiki take-off. Sedangkan bagi
pemula belum diketahui secara pasti seberapa jauh pengaruhnya terhadap hasil lompatan.
Berdasarkan informasi tersebut dan untuk mengetahui bagaimana pengaruhnya
terhadap hasil lompatan, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai penggunaan
papan tolak miring dan papan tolak datar dengan tema sentral penelitian adalah perbedaan
pengaruh latihan lompat jauh antara kelompok yang menggunakan npapan tolak miring dan
kelompok yang menggunakan papan tolak datar terhadap peningkatan hasil lompat jauh pada
siswa kelas VI SDN Sudimampir Lor I Kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu.
B. Rumusan masalah
Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang penulis uraikan timbl permasalahan
sebagai berikut yaitu:
1. Apakah latihan menggunakan papan tolak miring berpengaruh terhadap hasil lompatan pada siswa
kelas VI SDN Sudimampir Lor I Kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu?
2. Apakah lathan menggunakan papan tolak datar berpengaruh terhadap hasil lompatan pada siswa
kelas VI SDN Sudimampir Lor I Kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu?
3. Apakah terdapat perbedaan hasil lompat jauh antara kelompok yang berlatih menggunakan papan
tolak miring dan yang menggunakan papan tolak datar pada siswa kelas VI SDN Sudimampir
Lor I Kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu?
C. Tujuan penelitian
Sesuai dengan masalah yang dirumuskan maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh latihan lompat jauh dengan menggunakan papan tolak miring
2. Untuk mengetahui pengaruh latihan lompat jauh dengan menggunakan papan tolak datar
3. Untuk mengetahui berapa perbedaan hasil lompat jauh antara kelompok yang berlatih dengan
menggunakan papan tolak miring dan kelompok yang berlatih dengan menggunakan papan tolak
datar.
D. Fungsi penelitian
Penelitian yang penulis lakukan ini, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Secara teoritis dapat dijadikan sumbangan keilmuan mengenai besarnya perbedaan hasil lompat
jauh antara kelompok yang berlatih dengan menggunakan papan tolak miring dan kelompok
yang menggunakan papan tolak datar.
2. Secara praktis dapat dijadikan acuan bagi para pelatih, guru pendidikan jasmani, pembinda
olahraga, serta bagi siswa itu sendiri untuk meningkatkan hasil lompat jauh.
A. Hipotesis
Berdasarkan anggapan dasar tersebut di atas, maka hipotesis penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Latihan dengan menggunakan papan tolak miring berpengaruh positif terhadap hasil lompat jauh
pada siswa kelas VI SDN Sudimampir Lor I Kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu.
2. Latihan dengan menggunakan papan tolak datar berpengaruh positif terhadap hasil lompat jauh
pada siswa kelas VI SDN Sudimampir Lor I Kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu.
3. Terdapat perbedaan hasil latihan antara latihan menggunakan papan tolak miring dengan latihan
menggunakan papan tolak datar terhadap peningkatan hasil lompat jauh pada siswa kelas VI
SDN Sudimampir Lor I Kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu.
B. Batasan Istilah
Penafsiran seseorang terhada suatu istilah sering berbeda-beda sehingga
menimbulkan kekeliruan dan mengaburkan pengertian oleh karena itu, penulis tentukan
pengertian operasional terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini denga
mengacu pada pendapat ahli, yaitu sebagai berikut:
1. Perbedaan, menurut Purwadarminta (1995:84) adalah perimbangan (antara beberapa benda atau
perkara). Yang dimaksud perbedaan dalam penelitian ini adalah membedakan pengaruh latihan
antara kelompok yang berlatih dengan menggunakan papan tolak miring dan kelompokk yang
menggunakan papan tolak datar terhadap hasil lompat jauh gaya jongkok.
2. Latihan menurut Harsono (1998:10) adalah “Suatu proses yang sistematis dari berlatih atau
bekerja yang dilakukan secara brulang-ulang dengan kian hari kian bertambah jumlah beban
latihannya atau pekerjaannya”.
3. Papan tolak miring, merupakan modifikasi dari papan tolak/balok tumpuan yang dimiringkan
dengan kemiringan 20 derajat.
4. Papan tolak datar, adalah balok tumpuan yang biasa dilakukan pada saat take off pada nomor
lompat jauh.
5. Hasil lompat jauh, adalah lompatan yang dilakukan oleh naracoba/sampel dari kelompok yang
berlatih dengan menggunakan papan tolak miring (inclined board) dan kelompok yang
menggunakan papan tolak datar.
A. Tinjauan Teoritis
1. Lompat Jauh
Lompat jauh merupakan rangkaian gerakan yang dimulai dengan awalan tolaka,
melayang di udara, dan mendarat. Keempat fase teknik yang terdaoat dalam lompat jauh tersebut
diarahkan untuk mencapai hasil lompatan yang sejauh-jauhnya. Keuntungan tersebut
dilaksanakan dengan suatu pendaratan yang mulus agar dapat mencapai jarak lompatan yang
optimal.
Secara jelasnya fase-fase yang merupakan unsur pokok dalam lompat jauh adalah
sebagai berikut:
a. Awalan.
Awalan dilakukan dengan berlari yang kian lama kian mendekati kecepatan
maksimal, tetapi masih terkendali untuk melakukan tolakan. Frekuensi serta panjang
awalan makin meningkat sampai persiapan melakukan tolakan, sementara itu badan
pelompat semakin tegak. Dalam lima sampa tiga langkah terakhir pelompat
mempersiapkan diri untuk mengubah awalan (kecepatan horizontal) kepada tolakan
vertikal (kecepatan vertikal) tanpa mengurangi kecepatannya. Langkah yang sebelum
terakhir diperpanjang, sehingga titik berat badan menjadi lebih rendah dan tenaga
vertikal menjadi besar. Akan tetapi langkah panjang tersebut tidak akan
menguntungkan bila kecepatan lari awalan menjadi berkurang. Oleh karena itu
kecepatan saat awalan harus tetap dipertahankan. Jarak lari awalan yang digunakan
oleh setiap pelompat berbeda-beda tergantung pada kemampuan untuk mencapai
kecepatan maksimalnya. Mereka yang lebih cepat mencapai kecepatan maksimal
akan memerlukan jarak awalan yang lebih pendek ketimbang mereka yang lamban
mencapai kecepatan maksimalnya. Kebanyakan pelompat yang sudah terlatih
menggunakan awalan antara 22 – 23 langkah (putra) dan 17 – 19 langkah (putri).
b. Tolakan
Tolakan dilakukan sebagai tahao pelaksanaan kaki tolak untuk melakukan
take off. Seluruh telapak kaki bergulir ke depan, kaki tolak sedikit dibengkokkan (145
– 150 derajat) dan disusul oleh gerakan kaki ayun, lengan diayunkan tinggi ke depan
berawalan dengan gerak kaki sehingga menunjang gerak take off, badan bagian atas
dipertahankan tetap tegak dan pandangan mengarah ke depan. Pada kaki ayun
sekarang hamper horizontal dan bagian bawahnya bergantung lurus ke bawah badan
tetap tegak lurus, lengan menunjang gerak tolakan (tinggi ke depan kemudian turun
ke belakang). Kaki tolak menolak dengan kuat samai lurus ketika meninggalkan
papan tolakkan sebagai tahap pelaksanaan kaki tolak untuk melakukan take off.
Seluruh telapak kaki bergulir ke depan, kaki tolak sedikit dibengkokkan (145 – 150
derajat) dan disusul oleh gerakan kaki ayun, lengan diayunkan ke depan berlawanan
dengan gerakan kaki sehingga menunjang gerkan take off. Badan bagian atas
dipertahankan tetap tegak dan pandangan mengarah ke depan. Gerakan tolakan
dimulai dengan mengabsopsi tenaga, dan melencangkan tungkai. Pada kaki ayun
sekarang hamper horizontal dan bagian bawahnya bergantung lurus ke bawah, badan
tetap tegak lurus, lengan menunjang gerak tolakan (tinggi ke depan kemudian turun
ke belakang), kaki tolak menolak dengan kuat sampai lutut lurus ketika meninggalkan
papan tolak.
c. Melayang di udara
Melayang di udara pada lompat jauh dapat dilakukan dengan beberapa gaya,
satu diantaranya adalah gaya jongkok. Setelah menolak, kaki ayun segera diayunkan
ke depan atas dengan sikap lutut bengkok ± 900, kemudian dipertahankan lebih dulu
beberapa saat agar lintasan titik berat badan penuh, badan agak sedikit condong ke
depan. Kaki tungkai ditekuk pada lutut, dengan kedua kaki bergantung di bawah dan
pandangan ke depan. Pelompat pada saat melayang di udara harus menjaga
keseimbangan badannya agar tidak berputar ke samping, ke depan atau ke belakang
untuk mempersiapkan pendaratan.
d. Mendarat
Mendarat harus dilakukan sedemikian rupa sehingga kaki yang diayunkan
ke depan tidak menjadi penyebab pendaratan yang meruginak. Untuk itu sewaktu
kaki menyentuh pasir, kepala ditundukkan dan lengan diayunkan ke depan membawa
pinggang ke deoan mendekati titik berat badan melewati titik pendaratan di pasir
sehingga tidak melakukan pendaratan yang dapat merugikan pelompat. Pada saat
mendarat kedua tungkai menjulur ke depan dengan rileks tidak tegang sehingga siap
menekuk pada saat yang tepat.
Dilihat dari faktor fisiologis lompat jauh termasuk dalam olahraga anaeron, dimana
pelepasan energy terjadi secara anaerob (tanpa oksigen) untuk waktu yang singkat. Adanya
proses anaerob memungkinkan tubuh untuk menyediakan energy dalam jumlah yang besar dan
dalam waktu yang singkat, tanpa perlu menunggu tersedianya jumlah oksigen yang mencukupi,
menurut Giriwijoyo (1992: 45 – 46), bahwa: “dalam hal alah daya (metabolism) yaitu upaya
penyediaan tenaga untuk gerak, juga hanya ada dua mekanisme yaitu: olahdaya anaerob, yang
langsung mewujudkan gerak dan merupakan kemampuan endogen ESI khususnya otot. Bila
selama penampilannya, minimal 2/3 (70%) dari seluruh energy dipergunakan disediakan melalui
olahdaya anaerob artinya maksimal hanya 30% olahdaya anaerob yang dapat diliput (discover)
oleh olahdaya anaerob, selebihnya baru akan diliput nanti pada masa pemulihan menyelesaikan
penampilannya”. Waktu yang dapat dipertahankan pada penampilan yang maksimal, khususnya
pada olahdaya dengan intensitas yang homogeny adalah 0 – 2 menit lamanya.
Untuk berkontraksi, otot membutuhkan energy yang berasal dari makanan yang kita
makan. Kemudian makanan tersebut akan dicerna dalam tubuh, dipecahkan untuk membentuk
persenyawaan kimia yang disebut adenosine trifosfat (ATP). ATP merupakan satu-satunya
energy siap pakai untuk keperluan aktivitas fisik.
Walaupun ATP merupakan sumber energy yang langsung digunakan untuk
berkontraksi, namun jumlah ATP yang tersedia di dalam otot amatlah terbatas. Maka untuk
mempertahankan aktivitas otot yang berkelanjutan akan diperlukan regenerasi ATP yang tidak
putus-putus. Menenai pembentukan ATP, Joesoef (1992:2) menjelaskan bahwa: ada 3 proses
sumber pembentukan ATP sebagai berikut (1) system psosphagen, atau system laktat, yaitu
hanya dari 1 komponen, (2) pshosphocreatin (PC) – system ATP-PC, (3) glicolisis anaerobic,
atau system laktat yang berasal dari pemecahan partial glikogen (zat pati) atau gula dengan
menghasilkan 39 ATP.
Proses tidak memerlukan oksigen system oksigen (aerobic) yang terdiri dari dua
bagian yaitu oksidasi lengkap glikogen (zat padat) atau gula dengan menghasilkan 39 ATP dan
oksidasi lemah. Kedua sistem oksidasi ini mempunyai perjalanan akhir proses oksidasi yang
bermuara pada siklus krebs.
Karakteristik dari ketiga sumber pembentukan energy tersebut ditentukan dengan
lamanya kontraksi. Pembentukan ATP melalui system phospinagen (ATP PC) dengan cara
pemecahan phosphocreatin (PC) yang dapat mengubah adenosine diphospat (ADP) menjadi
ATP. System phocpagen ini merupakan pengganti energy yang paling cepat dan segera dapat
digunakan. Namun persendian PC dalam tubuh sangat terbatas, maka energy yang dihasilkan
dari system ini hanya dapat digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang cepat dalam waktu singkat
dan salah satunya adalah pada nomor lompat jauh.
2. Fase-fase penting yang berpengaruh terhadap hasil lompatan
Lompat jauh terbagi dalam beberapa fase yaitu: awalan, tolakan, melaang di udara, dan
mendarat. Keempat fase tersebut mempunyai peranan dalam menentukan hasil lompatan selain
itu diperlukan kondisi fisik yang prima untuk dapat melakukan teknik atau fase-fase tersebut
kemampuan fisik dan teknik seperti tersebut di atas merupakan bagian integral yang tidak dapat
dipisahkan untuk mencapai hasil yang maksimal. Karena unsure-unsur yang mempengaruhi
kemampuan fisik dan teknik penting seklai ditingkatkan.
Dari keempat fase yang telah dijelaskan pad abagian terdahulu hasil lompatan
ditentukan oleh kedua fase terakhir (yaitu apa yang dilakukan di udara dan pada saat mendarat)
sebagai faktor pembatasnya. Namun sempurna atau tidaknya kedua fase terakhir ini sangat
ditentukan oleh dua fase yang lebih awal yaitu awalan dan tolakan. Secara jelasnya, fase-fase
pentingg yang berpengaruh kepada lompat jauh yaitu:
a. Kecepatan horizontal
Awalan pada lompat jauh dilakukan dengan berlari yang kian lama kian
mendekati kecepatan maksimal, tetapi masih terkendali, sebab dalam lompat jauh
tidak hanya dituntut kecepatannya saja, tetapi irama dan ketepatannya pun perlu
diperhatikan. Pada lompat jauh awalan mempunyai kontribusi yang penting dan
merupakan fase pertama yang akan menentukan fase berikutnya. Awalan yang
dilakukan dengan cepat, akan menghasilkan momentum yang sangat besar saat
melakuakn take off. Pendapat schmolinsky (1993:246) tentang hal ini bahwa: :the
Horisontal velocity at take off is mainly a function of momentum, built of during the
approach and maintained raight to the take off board”.
Dari kutipan tersebut, bahwa kecepatan horizontal terhadap atke off
mempunyai fungsi sebagai momentum, karena selama awalan harus dilakukan
dengan gaya dorong yang besar sehingga menimbulkan kekuatan gerak dari suatu
kecepatan untuk menunjang pada saat take off. Oleh karena itu pelompat dituntut
memiliki kecepatan. Lukin (1980) yang dikutip oleh Bruggeman et al (1990:27)
mengemukakan bahwa; “the correlation coefficients between the approsach speed the
length of jump reveral that initial approach speed is very importants factor and that
the importance of this factor decreases as result improve”.
Berdasarkan kutipan di atas, bahwa ada hubungannya antara kecepatan
horizontal sewaktu awalan terhadap hasil lompatan, sehingga kecepatan awalan ini
merupakan factor yang penting dalam lompat jauh.
b. Tolakan vertikal
Tolakan vertikal dalam lompat jauh merupakan fase kedua yang penting
dalam menentukan hasil lompatan. Tolakan merupakan perpindahan dari kecepatan
horizontal menjadi kecepatan vertikal. Resultan dri kedua gaya tersebut uang
menentukan lintasan parabola dari titik pusat gravitasi, untuk lebih jelasnya teori
penjumlahan sederhana dari dua vektor menurut Bauerfeld (1979:21)
Keterangan:
R = resultan merupakan penjumlahan dua vector gaya
V = vektor vertikal, penggambaran kemampuan membawa titik berat badan ke atas
H = vektor horizontal, sebagai gambaran besarnya gaya dorong ke depan..
c. Take off
Take off pada saat kaki tolak menapak di papan tolak dilakukan secara aktif
dengan koordinasi yan baik dan dilakukan dalam waktu yang singkat. Dengan
demikian diperlykan keterampilan untuk mengubah kecepatan menjadi suatu
kekuatan vertikal dalam waktu yang relatif singkat dengan gerakan yang terkendali
sehingga menghasilkan sudut lompat yang tepat untuk memperoleh hasil lompatan
maksimal, Pate et al (1993:180) mengemukakan bahwa: “pada saat tolakan daya
gerak horizontal tubuh diubah bentuknya ke arah atas. Kecepatan lari awalan harus
cukup untuk mendorong tubuh pada arah horizontal tetapi tetap terkendali sehingga
memungkinkan membuat sudut lompat yang tepat.
Gerakan dimulai dengan meluruskan lutut dan pergelangan kaki tolak, paha
kaki ayun didorong ke depan hampir horizontal dan bagian bawahnya tergantung
lurus ke bawah, badan tegak lurus, lengan menunjang gerakan tolakan. Yang perlu
diperhatikan saat menolak adalah sudut elevasinya yang menentukan gerakan lintasan
parabola dari titik berat badan pelompat saat take off. Hal ini dikemukakan Hidayat
(1990:63) sebagai berikut: “pada lompat jauh misalnya, parabola dari titik berat badan
kita ditentukan oleh kecepatan lari, kekuatan tolakan, dan sudut elevasi dari tolakan”.
Sudut yang dibentuk titik berat badan rata-rata pelompat saat take off berkisar antara
18 – 22 derajat sesuai penjelasan Schmolinsky (1963:233) yaitu “white the take off
angle in all jumpers between 18 and 220”.
d. Tolakan vertikal
Tolakan vertikal penting sekali dalam menentukan hasil lompatan didukung
dengan teknik menolak yang sempurna. Denngan kemampuan tolakan yang kuar dan
dipengaruhi gaya dorong yang dihasilkan dari awalan, akan menghasilkan lintasan
parabola yang besar sehingga jaraknyapun akan jauh. Schmolinsky (1993:233)
mengemukakan:
The jumping distance which teorically passibe in mainly oetermined by the take-off zolacity, the take off velocity, the take off heigt, take off the body CG and the take off angle. How ever, the position of the jumpers body at the end of the take off pace will depend on the extent to which he can utilized the length of the flight and the magnitude of the lost on landing.
Berdasarkan kutipan tersebut, bahwa secara teoritis hasil lompatan jelas
ditentukan oleh kecepatan saat take off, ketinggian titik berat badan, dan sudut suatu
take off. Namun posisi tubuh pelompat diakhiri take off akan tergantung pada
penjumlahan dari kecepatan horizontal yang dibentuk dari awalan dengan kekuatan
gaya vertikal dari kekuatan tumpuan. Karena itu pelompat dapat mengatur lamanya
saaat melayang di udara dan terakhir dan terhindar dari kesalahan saat mendarat.
3. Latihan dan prinsip-prinsip latihan
Kenyataan menunjukkan bahwa untuk meraih suatu tujuan orang akan melakukan
apapun agar keinginannya terwujud. Proses tersebut dinyatakan usaha. Usaha yang ditempuh
berbeda-beda sesuai engan tingkat kemampuannya. Dalam olahraga usaha-usaha yang dilakukan
adlah latihan dan hakekat dari hasil latihan tersebut adalah untuk menciptakan hasil yang
maksimal.
Mengenai pengertian latihan ini. Bompa (1990:3) mengatakan: “training above
everything is a systematic athletic activity of long duration, progressively and individually
grade”. Sedangkan menurut Giriwijoyo (1992:78) bahwa:
Latihan ialah upaya sadar dilakukan secara berkelanjutan dan sistematis untuk meningkatkan kemampuan fungsional yang sesuai dengan tuntutanpenampilan cabang olahraga itu baik pada aspek kemampuan dasar (latihan fisik) maupun dalam aspek kemampuan keterampilan (latihan teknik).
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa latihan adalah
upaya sadar yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Latihan terebut harus dilakukan
berulang-ulang dan meningkatkan intensitas latihannya untuk meningkatkan kemampuan fisik
dan pengusaan teknik.
Proses latihan tersebut dilakukan secara bertahap dengan system tangga atau step type
approach yang penulis kutif dari Harsono (1998:105)
Penambahan beban/intensitas latihan secara bertahap .
Susmber Harsono (1998:105)
Penambahan beban latihan atau intensitas latihan pada saat eksperimen dilakukan
secara bertahap pada tiga tangga pertama, sedangkan pada tangga keempat beban latihan
diturunkan untuk memberikan kesempatan kepada organism tubuh melakukan regenerasi. Untuk
lebih jelasnya mengenai penambahan beban latihan secaa bertahap. Harsono (1998:105-106)
mengemukakan sebagai berikut:
Beban latihan pada 3 tangga atau (atau cycle) pertama ditingkatkan secara bertahap. Pada cycle 4 beban diturunkan (ini adalah disebut unloading phase), yang maksudnya adalah untuk member kesempatan kepada organism tubuh untuk melakukan regenerasi. Maksud regenerasi adalah agar atlet dapat mengumpulkan tenaga atau mengakumulasikan fisiologis dan psikologis untuk persiapan beban latihan yang lebih berat lagi di tangga-tangga ke 5-6.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan setiap program latihan yang dilakukan
harus disusun sedemikian rupa yaitu beban letihannya kian hari kian bertambah, latihan tersebut
harus dilakukan secara kontinu, disesuaikan dengan karakteristik individu yang berbeda dan
sesuai dengan kebutuhan latihan agar latihan yang dilakukan memperoleh hasil yang diharapkan.
4. Latihan dengan papan tolak miring
Latihan menolak pada papan tolak miring adalah suatu bentuk latihan yang dirancang
khusus untuk memperbaiki teknik dan mengembangkan power tungkai kaki tolak yang akhirnya
mempengaruhi hasil. Dalam penelitian ini peniliti menggunakan papan tolak miring sebagai
salah satu bentuk latihan untuk memperbaiki teknik sekaligus mengembangkan power kaki
tumpu saat take off. Papan tolak miring merupakan modifikasi balok tumpuan yang ditinggikan
dengan kemiringan 200 terhadap perbaikan teknik dijelaskan oleh Nugraha (1997) dalam artikel
mengemukakan bahwa: bentuk-bentuk latihan dengan awalan pendek dan menolak pada papan
tolak yang ditinggikan, akan sangat membantu untuk merasakan saat melayang di udara atau
membentuk gaya lompat yang diinginkan.
Kemudian pendapat ini diperkuat oleh PASI (1993:80) sebagai berikut: dengan lari
awalan, melompatlah keatas untuk menempatkan kaki penolak pada suatu pati lompat dan
kenudian didorong ke atas kuat-kuat denan mengangkat lutut dari kaki yang bebas, dan gerakan
lengan yang berimbang. Tujuannya untuk memperbaiki teknik bertolak, saat melayang dan
koordinasi umum.
Latihan dengan menggunakan papan tolak miring salin untuk memperbaiki teknik
menolak dan mempertahankan posisi saat melayang di udara, juga berpengaruh terhadap
peningkatan power otot tumpu. Otot-otot yang berkontraksi pada saat menumpu adalah otot-otot
pendoring bagian bawah seperti yang dikemukakan Pate et al (1993:325) mengemukakan bahwa:
Dengan lari awalan melompatlah ke atas untuk menempatkan kaki penolak pada suatu pati lompat dan kemudian didorong ke atas kuat-kuat, dengan menangkat lutut dari kaki yang bebas, dan gerakan lengan yang berimbang tujuannya untuk memperbaiki teknik bertolak saat melayang dan koordinasi umum.
Latihan dengan mengggunakan papan tolak miring selain untuk memperbaiki teknik
menolak dan mempertahankan posisi saat melayang di udara, juga berpengaruh terhadap
peningkatan power otot kaki tumpu. Otot-otot yang berkontraksi pada saat menumpu adalah
otot-otot pendorong seperti yang Pate et al (1993:325) mengemukakan bahwa:
Kelompok otot yang berperan dalam keadaan bertenaga tertentu misalnya pendorong bagian bawah untuk gerakan bertenaga, misalnya lari dan lompat, kekuatan harus dikembangkan pada otot-otot (yaitu otot ektensor sendi panggul dan lutut serta fleksor kaki pada sendi pergelangan kaki).
Dengan bidang tumpuan yang miring menyebabkan otot berkontraksi secara eksentris
pada saat pertama kali telapak kaki menyentuh bidang tersebut dilanjutkan dengan kontraksi otot
secara konsentris pada saat menolakkan kaki tumpu yaitu gerakan fleksi dorsal kemudian secara
flesi plantar. Gerakan fleksi dorsal saat pertama kali kaki tumpu menyentuh papan miring yang
mengakibatkab otot tibialis anterior berkontraksi, demikian juga pada tahap penolakan dua otot
kuat yang terletak pada bagian belakang tungkai bawah berkontraksi, otot-otot ini adalah
gastrocaenmius dan solcus.
Ditinjau secara mekanik sudut sendi pergelanan kaki tumpu ang bertolak pada bidag
miring kurang menguntungkan, namun untuk pengembangan peningkatan kekuatan sangat
menguntungkan sebagaimana dijelaskan oleh Pate et al (1993:321) mengemukakan bahwa
“……..otot menghasilkan puncak hanya apabila sudut sendi berada dalam kedudukan yang
paling tidak menguntungkan secaa mekanik”.
Pelaksanaan latihannya dengan cara lari kemudian menolak di papan tolak miring.
Awalan yang digunakan dalam latihan antara 5-9 langkah. Latihan ini menggunakan system
repitisi (ulangan) yang terbagi dalam beberapa set dengan diselingi dalam setiap setnya. Harsono
(1998:189) mengemukakan bahwa: agar perkembangan otot efektoif setiap bentuk latihan
dilakukan dalam tiga set dengan istirahat 3 – 5 menit. Untuk menambah beban latian menolak
pada papan tolak miring denga cara meningkatkan jumlah repitisi (ulangan) dalam latihannya.
Mekanik latihan yang harus menerus diasumsikan akan menimbulkan power otot
pergelangan kaki tumpu, sehingga tolakan akan lebih kuat. Pada saat menolak kaki tolak harus
menerapkan tenaga ke bawah pada papan tolakan, dengan mendorong tubuh ke atas. Hal ini
sesuai dengan Pate el al (1993:179) mengemukakan tentang hukum aksi reaksi yaitu : hukum
aksi-reaksi untuk setiap penggunaan tenaga terhadap suatu permukaan ada reaksi yang sama dan
berlawanan.
Berdasarkan kutipan diatas, maka semakin kuatt aksi yang ditimbulkan saat take off
maka reaksi yang dihasilkannya pun akan kuat pula, dengan meningkatnya power kaki tumpu
yang didukung oleh penguasaan teknik yang sempurna serta koordinasi gerak yang baik saat take
off, berpengaruh terhadap lintasan titik berat badan saat melayang di udara sehingga dapat
membantu mempersiapkan posisi yang baik untuk mendarat yang akhirnya menghasilkan
jauhnya lompatan.
5. Latihan menggunakan papan tolakan datar
Latihan menolak pada papan tolak datar merupakan bentuk latihan untuk memperbaiki
teknik sekaligus mengembangkan kemampuan fisik khususnya power kaki tumpu. Latihan
menolak ini harus dilakukan dengan kuat dans singkat mulai dari menapakkan kaki,
mengabsorpso tenaga, dan melencangkan tungkai untuk take off. Dengan demikian dari
pelompat dituntut power yang tinggi untuk menunjang pelaksanaan tolakan.
Papan tolakan datar merupakan balok tumpuan yang biasa dipergunakan pada nomor
lompat jauh. Latihan menolak pada papan tolak datar bila ditinjau dari segi mekanik lebih efisien
karena gerakan menolak pada papan tolak datar sesuai dengan gerak anatmis kaki sehingga
persendian bergerak dalam ruang geraknya. Seperi yang dikemukakan oleh Pate et al (1993:179),
“………pola saat kaki tolak menyentuh bidang tumpuan maka otot kaki tumpu brkontraksi seara
eksentris, sehingga otot bisa mengembangkan tenaga maksimal yang dihasilkan oleh otot
tergantung oleh kontraksi otot saat berkontraksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Pate et al
(1993:179) yang mengemukakan bahwa Biasanya sebuah otot dapat mengembangkan tenaga
mengemukakan apabila mendekati panjang maksimalnya pada saat istirahat (PMI). PMI
biasanya sama dengan panjang otot jika sendi yang dilekatinya diluruskan sepenuhnya (tetapi
tidak melampaui batas lurus).
Latihan dinamis negative ini sangat besar pengaruhnya terhadap pengembangan masa
otot, seperti dikemukakan Hidayat (1990:56) latihan dinamis negative atau eksentris ini dapat
meningkatkan puncak tegangan otot lebih baik daripada latihan dinamis positif.
Latihan menolak pada papan datar ketika melakukan take off koordinasi gerakan
terkendali karena tahanan merupakan bidang datar sehingga posisi tubuh saat menolak dalam
keadaan stabil, yang akhirnya akan menghasilkan keseimbangan agar dapat menentukan posisi
badan yang nama yang paling efektif.
Pelaksanaan latihannya dengan cara lari kemudian menolak papan tolak datar. Awalan
yang digunakan dalam latihan antara 5-9 langkah. Latihan ini menggunakan system repitis yang
berbagi dalam beberapa set dnegan diselingi istirahat dalam setiap setnya. Peningkatan beban
latihan diberikan secara bertahap karena peningkatan hasil latihan tergantung dari beban yang
diberikan saat latihan, seperti dikemukakan oleh Jonath et al (1997:29) bahwa peningkatan
prestasi terus menerus hanya dapat dicapai dengan peningkatan beban latihan. Selanjutnya
Harsono (1998:102) mengemukakan sebagai berikut: Meskiipun latihan dilakukan terus menerus
dan berulang-ulang dan meski dilakukan secara sistematik sekalipun, akan tetapi apabila tidak
dibarengi dengan penambahan beban maka prestasinya tidak akan meningkat. Intensitas latihan
lompatan pada papan tolak datar ini dengan cara menambah jumlah repitisi (ulangan) dalam
latihannya sehingga melalui proses latihan yang terus menerus secara sistematik akan
menghasilkan peningkatan yang berarti.
B. Prosedur Penelitian
1. Metode penelitian
Metode penelitian adalah suatu cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan.
Telah diuraikan tentang masalah yang diteliti yaitu perbandinand hasil latihan lompat jauh antara
kelompok yang menggunakan papan tolak miring dnegan yang menggunakan papan tolak datar.
Untuk membuktikan kebenarannya hipotesis yang penulis ajukan, metode yang digunakan
adalah metode eksperimen. Gambaran mengenai metode eksperimen, Surakhmad (1995:149)
memberikan arti bahwa: “eksperimen adalah mengadakan kegiatan percobaan untuk melihat
suatu hasil”. Arikunto (1997:3) berpendapat bahwa: “eksperimen adalah suatu cara untuk
mencapai hubungan sebab akibat (hubungan kausal) antara dua fkctor yang sengaja ditimbulkan
oleh peneliti dengan mengeliminir atau mengurangi atau menyisihkan faktor-faktor yang bisa
mengganggu”.
Dalam penelitian ini yang menjadi faktor penyebab adalah latihan dengan
menggunakan papan tolak miring dan latihan menggunakan papan tolak datar. Sedangkan yang
menjadi faktor akibat adalah peningkatan hasil lompat jauh.
Pelaksanaan penelitian eksperimen ini dilakukan dengan cara memberikan program
latihan kepada dua kelompok eksperimen dengan menggunakan latihan papan tolak miring dan
latihan menggunakan papan tolak datar yang dilakukan selama 16 kali pertemuan. Tujuannya
adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh masing-masing latihan tersebut serta untuk
membandingkan hasil manakah diantara kedua latihan tersebut yang lebih efektif dalam
meningkatkan lompat jauh.
Suatu penelitian dilakukan untuk menguji hipotesis karena hipotesis merupakan
jawaban sementara terhadap masalah penelitian. Hipotesis dapat didefinisikan: “Pernyataan
mengenai keadaan populasi yang akan diuji kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh dari
sampel penelitian”. (Depdikbud, 1992:38).
Untuk hal tersebut Hadi (1990:63) mengemukakan hipotesis adalah dugaan yang
mungkin benar atau mungkin salah, dia akan ditolak jika salah atau palsu, akan diterima jika
fakta-fakta membenarkannya”.
Dari uraian tersebut bahwa eksperimen adalah suatu kegiatan dalam penelitian yang
dilakukan untuk mendapatkan fakta-fakta atau informasi dari data yang terkumpul serta menguji
hipotesis sehingga mendapatkan hasil yang berguna dari persoalan yang dibahas.
2. Populasi dan sampel
Populasi menurut Arikunto (1999:102) adalah keseluruhan subyek penelitiana.
Populasi yang penulis gunakan dalam penelitian ini siswa putra kelas VI Sekolah Dasar Negeri 1
Sudimampir Lor I Kecamatan Balongan Kabupaten Indramayu. Alasan penulis mengambil
populasi tersebut disesuaikan dengan kemampuan penulis dari segi waktu, dana, dan ekonomi.
Dalam penelitian ini populasi yang ada berjumah 40 siswa putra kelas VI. Sedangkan sampel
yang dipergunakan 30 orang. Mengenai besar kecilnya sampel sepengathuan penulis tidak ada
ketentuan yang mutlak namun untuk lebuh jelasnya diungkapkan oleh Nasution (1991:123)
menjelaskan bahwa untuk sederhananya kita jumlah tiap golongan atau kategoiri sedemikian
rupa sehingga populasi berjumlah 100 orang proporsi yang dipilih sebanyak 100 orang atau 10
persen cukup memadai.
Berdasarkan pendapat diatas maka jumlah sampel yang penulis pergunakan dalam
penelitian ini tidaklah menyimpang dari pendapat ahli tersebut. Dalam penelitian ini untuk
memilih sampel terebut menggunakan teknik random sampling. Dalam hal ini Depdikbud
(1992:44) mengemukakan bahwa dalam penentuan sampel secara rambang (random sampling)
semua anggota populasi secara individual atau secara kolektip diberi peluang yang sama untuk
menjadi anggota sampel.
Kriteria pemilihan sampel dengan teknik ini dimaksudkan supaya tidak terjadi
kemungkinan memihak dan memberi kemungkinan yang sama bagi setiap unsur populasi untuk
dipilih. Random sampling dikemukakan oleh Nasution (1992:101) sebagai berikut:
Ciri utama dari sampling acakan atau random sampling adalah bahwa setiap unsure dari keseluruhan populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih. Selain itu kesempatan itu harus independen artinya kesempatan bagi suatu unsur untuk dipilih tidak boleh mempengaruhi unsure-unsur lain untuk dipilih.
Mengenai random sampling Kartono (1993:122) mengemukakan pula sebagai berikut:
Teknik ini memungkinkan cara pengambilan/pemilihan sampel secara random
(random sampling) tanpa dipilih dulu. Dalam random sampling ini setiap anggota dari populasi
mempunyai kemungkinan dan kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel.
Dari kedua pendapat tersebut cukup memberika alas an mengaoa oenulis
menggunakan teknik random sampling ini untuk memilih sampel dari seluruh populasi yang ada.
Cara yang penulis tempuh dalam random sampling ini yaitu dengan system undian. Dan selurug
populasi yang ada diundi dengan cara mengambil kertas undian yang digulung didalamnya
terdapat kata sampel dan bukan sampel. Populasi yang mengambil kertas yang berisikan kata
sampel dengan sendirinya akan menjadi sampel penelitian. Sebaliknya populasi yang mengambil
kertas berisikan bukan sampel berarti orang yang bersangkutan tidak termasuk sampel. Dengan
demikian dapat diberikan hak yang sama kepada setiap subjek untuk memperoleh kesempatan
dipilih menjadi sampel.
Berdasarkan hasil pengambilan gulungan kertas tersebut maka terbentuklah sampel
dengan jumlah 30 orang. Ketiga puluh orang tersebut diundi kembali untuk menentukan
pembagian kelompok yang terbagi menjadi dua kelompok, masing-masin kelomppok sebanyak
15 orang. Kelompok A adalah menggunakan papan tolak miring dan kelompok B adalah latihan
menggunakan papan tolak datar.
3. Prosedur pengumpulan data
Data dikumpulkan berdasarkan data tes awal dan tes akhir dari suatu eksperimen.
Untuk mendapatkan data yang diperlukan ini perlu digunakan alat pengukur sebagai alat
mengumpulkan data, seperti yang dikemukakan oleh Nurhasan (1991:1) sebagai berikut: dalam
proses pengukuran membutuhkan alat pengukur dengan alat ini kita akan mendapatkan data yang
merupakan hasil pengukuran”.
Alat pengumpul data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah tes lompat jauh
gaya jongkok yang dilakukan sebelum pelaksanaan eksperimen dan setelah eksperimen berakhir.
Untuk menghindari kesalahan dalam pelaksanaan tes maka perlu petunjuk pelaksanaan untuk
menghasikan tes yang objektif berhubung sampel yang digunakan masih taraf pemula. Adanya
petunjuk pelaksaan tes adalah agar testi tidak salah dalam melakukan tes dan testor tidak salah
dalam memberikan penjelasan dan pelaksanaan tes sehingga petunjuk dan pelaksanaan tes ini
merupakan pedoman tata cara melakukan tes yang sesungguhnya.
Alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut (a) meteran, (b) bendera kecil. (c)
blanko formulir dan alat tulis.
a. Petunjuk umum
Sebelum tes dilaksanakan kepada para testi diberikan penjelasan mengenai
jenis tes yang akan diberikan. Contoh peragaan serta penjelasan mengenai system
penilaian: (a) para testi diharuskan memakai pakaian olahraga, (b) petugas dharuskan
memakai pakaian olahraga, (c) testi berdiri dilintasan awalan, (d) melakukan awalan
lompatan dengan jarak 20 – 30 meter, (e) menolak pada papan tolak dengan melebihi
batas akhir papan tolak, (f) saat melayang di udara menggunakan gaya jongkok, (g)
perolehan nilai berdasarkan jarak lompatan yang dilakkan oleh testi, setiap testi diberi
kesempatan tiga kali lompatan kemudian diambil satu lompatan terjauh, (h)
pengetesan dilaksanakan pada awal sebelum diberikan eksperimen dan tes akhr
dilaksanakan setelah berakhirnya masa eksperimen. Adapun yang dinilai adalah hasil
berupa jarak yang diperoleh dalam melakukan lompatan dengan menggunakan gaya
jongkok.
b. Pelaksanaan latihan
Masa latihan dalam penelitian ini adalah lima minggu atau 16 kali pertemuan,
yaitu mulai tanggal 1 juli sampai tanggal 6 agustus 2010. Mengenai masa latihan dan
pengaruh tersebut dijelaskan oleh Habbelinck dan Day (1998:28): “The effects of
training can be observed after two or three weeks it is convenient to label them
medium term effects”. Maksud dari kalimat tersebut adalah akibat dari suatu latihan
dapat terlihat setelah dua atau tiga minggu.
Frekuensi tiga kali latihan perminggu berdasarkan pendapat Pate et al
(1994:300) yang mengemukakan: “Three training sessions per week (altemate days)
perform three sets each exercise per session. In each perform as many repetilions as
possible”. Sedangkan Harsono (1998:194) mengemukakan bahwa: “sebaikanya
dilakukan tiga kali dalam seminggu misalnya senin, rabu dan jumat dan diselingi
dengan satu kali istirahat untuk memberikan kesempatan bagi otot untuk berkembang
dan mengadaptasikan dari pada hari istrahat tersebut”.
Bentuk latihan dalam penelitian ini adalah latihan menolak (take off). Latihan
tersebut untuk meningkatkan dhasil lompatan kelompok a melakukan latihan
menggunakan papan tolak miring dan kelompok B melakukan latihan menggunakan
papan tolak datar. Karena dalam penelitian ini latihan yang dilakukan adalah latihan
teknik sekaigus melatih power kaki tumpu. Banyaknya intensitas latihan yang
diberikan pada kelompok A dan kelompok B adalah sama.
Program latihan dengan menggunakan papan tolak miring dan papan tolak
datar terdiri dari:
1) Latihan pendahuluan
Latihan pendahuluan ini berisikan pemanasan (warning Up) berupa peregangan
statis dan dinamis selama 10 menit, yang bertujuan untuk menaikan suhu tubuh
dan mempersiapkan kondisi fisik dan psikis serta untuk menghindari terjadinya
cedera. Untuk lebih jelasnya Omasegaard (1996:53) menjelaskan sebagai berikut
“Both tes practical esperience prove the effect of the warm up to be beneficial: (1)
increased performance of short duration, maximal loads, (2) increased stamina,
(3) improved coordination, (4) increased concentration, (5) increased self esteem.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat pemansan dapat
meningkatkan penampilan dalam waktu yang singkat dengan beban maksimal,
meningkatkan stamina, memperbaiki koordinasi, meningkatkan konsentrasi dan
keperyaan diri. Bentuk pemanasan tersebut menekankan pada otot, dan gerak
persendian pada bagian lenan, pinggang, dan tungkai. Sedangkan jenis latihannya
berupa peregangan statis dan peregangan dinamis.
2) Latihan inti
Latihan ini disesuaikan dengan program latihan yang telah disusun dalam setiap
pertemuan.
3) Latihan penenangan
Latihan penenangan bertujuan untuk mengembalikan kondisi tubuh kepada
keadaan semula seperti sebelum latihan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Omosegaard (1996:54) yaitu “cool down is actually the opposite to the warm up,
as the purpose is to bring thje body temperature down to normal, physically as
phychologically”.
Maksud dari kalimat di atas dapat disimpulkan bahwa penenangan sebenarnya
lawan dari pemanasan, sebagai tujuan untuk membawa tubuh pada temperature
yang normal baik fisik maupun mental. Sedangkan jenis latihannya adalah
peregangan, relaksasi otot dan gerakan-gerakan ringan sambil mengatur
pernafasan. Adapun program latihan secara keseluruhan dituangkan pada
lampiran.
Pada proses latihan penambahan beban latihan dilakukan secara bertahap dengan
system tangga atau step type approach yang telah penulis jelaskan pada bab terdahulu setiap satu
tangga dalam penelitian ini lamanya satu minggu atau tiga kali latihan. Penambahan beban
latihan atau intensitas dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan secara bertahap pada tiga
tangga pertama. Sedangkan pada tangga keempat intensitas diturunkan, maksudnya adalah untuk
memberikan kesempatan pada otot-otot tubuh untuk melakukan regenerasi, dalam penelitian ini
yaitu untuk otot tungkai.
4. Desain penelitian
Dalam suatu penelitian eksperimen harus dipilih desain yang tepat dan sesuai dengan
variable-variabel yang terkandung dalam penelitian tersebut, dan desain yang diterapkan dalam
penelitian ini dapat digambarkan seperti di bawah ini:
RO1 X1 O2 RO3 X2 O4
Keterangan
R : adalah random
X1 : adalah latihan menggunakan papan tolak miring
X2 : adalah latihan menggunakan papan tolak datar
O1 : adalah tes awal kelompok latihan yang menggunakan papan tolak miring
O2 : adalah tes akhri kelompok latihan yang menggunakan papan tolak miring
O3 : adalah tes awal kelompok latihan yang menggunakan papan tolak datar
O4 : adalah tes akhri kelompok latihan yang menggunakan papan tolak datar
Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Menentukan populasi
b. Memilih sampel
c. Mengadakan tes awal
d. Membagi kelompok
e. Memberikan latihan eksperimen sebanyak 16 kali pertemuan
f. Mengadakan tes akhir
g. Hasil tes yang diperoleh diolah secara statistic
h. Menguji hipotesisi
i. Mengambil kesimpulan dari hasil penelitian