Post on 15-Oct-2021
REMEDIASI LAHAN SAWAH TERCEMAR TIMBAL
DI KAWASAN INDUSTRI TANJUNG
MORAWA- DELI SERDANG
DISERTASI
Oleh:
BENNY HIDAYAT
NIM: 108104007
PROGRAM DOKTOR ILMU PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Diuji pada Ujian Desertasi Terbuka (Promosi Doktor)
Tanggal : 12 April 2019
Ujian Tertutup : 25 Januari 2019
PANITIA PENGUJI DISERTASI
Pimpinan Sidang:
Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS (Wakil Rektor 1)
Ketua : Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP USU Medan
Anggota : Prof. Ir. T. Sabrina, M.Sc., Ph.D USU Medan
Ir. Ali Jamil, MP., Ph.D BALITBANG Pertanian
Dr. Ir. Mukhlis, MP USU Medan
Dr. Khadijah El Ramija, S.Pi., MI BPTP- SU
Prof. Dr. Ir. Dwi suryantoro, MS USU Medan
Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN
“Remediasi Lahan Sawah Tercemar Timbal di Kawasan Industri
Tanjung Morawa- Deli Serdang”
Dengan ini penulis menyatakan bahwa disertasi ini sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Doktor (S3) Ilmu Pertanian pada
Program Studi Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara adalah
benar merupakan karya penulis sendiri. Adapun pengutipan yang penulis lakukan
pada bagian bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan desertasi ini,
telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma kaidah dan
etika penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian disertasi
ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya flagiat dalam bagian bagian tertentu,
penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang
dan sanksi lainnya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, April 2019
Penulis
Benny Hidayat
Universitas Sumatera Utara
i
SUMMARY
BENNY HIDAYAT, Remediation of Lead Polluted Paddy Field in Tanjung
Morawa Industrial Area - Deli Serdang, Supervised by Abdul Rauf MP, T.
Sabrina, and Ali Jamil
Rice is the food of the majority of the Indonesian people who have not been
replaced, hence production and quality have become a system of national security.
Recently and most surprising and worrying thing is that rice turns out to be a hyper
accumulator plant, which is a plant that can accumulate heavy metals in parts of the
plant tissue without disturbing its physiological processes, it has become concerned
about the accumulation of heavy metals in the grain to be consumed in the form of rice
. The establishment of a factory in the rice field area complements the concern. Lead
(Pb) is a heavy metal that is commonly used in various industries and is always present
in various wastes. The purpose of this study was to obtain a technology package for
increasing production of paddy rice without Lead (Pb) on polluted land using biochar
and azolla.
This research consists of 3 stages of research. The first study was the
identification of the potential of biochar in absorbing Lead from 4 types of biomass
sources, namely; rice straw, rice husk, coconut fiber and oil palm empty bunches. This
potential is based on the analysis of biochar morphology, surface area, biochar porosity
and functional groups and the chemical properties of biochar. This research was
conducted at McGill University Mc Donald campus, Faculty of Agricultural and
Environmental Science, Saint Anne De Bellevue Canada, in September - December
2013 as a comparison of azolla compost used. The results of the study, showed that
biochar and azolla are very potential as absorbers of Pb, the most potent biochar in Pb
uptake is rice husk biochar.
The second study was testing and evaluating several types of biochar and azolla
in soil and contaminated Lead water in the growth of lowland rice in greenhouses. This
research conducted in the Greenhouse Kopertis Region I Growth Center in April 2014-
September 2015. The study used a factorial group randomized design with 3
replications. The first factor is the application of 4 types of biochar namely; rice straw
biochar, rice husk, coconut fiber and oil palm empty bunches. The second factor is the
use of 2 azollas, namely; Azolla pinnata and Azolla microphylla. The results showed
that the best biochar in increasing fertility and growth of paddy rice in greenhouses was
rice husk biochar and Azolla microphylla, rice husk biochar and Azolla microphylla
were able to stabilize soil pH, increase soil organic C content, N, P, K , CEC and total
soil respiration. Biochar rice husk and Azolla microphylla are also reduced Pb available
by increasing the Pb absorbed on the surface of biochar.
The third study was the best application of biochar and azolla in the second
study on Lead polluted land in Dagang Klambir village Tanjung Morawa, namely rice
husk biochar and Azolla microphylla with a factorial randomized design with 4
replications. The results showed that the application of biochar and Azolla microphylla
on Pb polluted land was able to increase the productivity of Pb polluted rice fields by
stabilizing pH, increasing soil C organic content, stabilizing total Pb, decreasing
Universitas Sumatera Utara
ii
available soil Pb, increasing soil height, number of productive tillers, canopy weight ,
root weight, filled grain, 1000 grain weight, and reduced Pb content in roots, stems,
husks and rice paddy grain.
The highest production increase was in the combination treatment of rice husk
and Azolla microphylla (B1A2) up to 16.53%, from 6.35 tons / ha to 7.4 tons / ha. The
lowest Pb concentration in rice is in the combination treatment of rice husk and Azolla
microphylla (B1A2), down until 43.92% from 16.28 ppm to 9.13 ppm. Azolla
microphylla significantly increases production up to 7.1 tons / ha and decrease Pb
concentration to 9.86 ppm
Universitas Sumatera Utara
iii
RINGKASAN
BENNY HIDAYAT, Remediasi Lahan Sawah Tercemar Timbal di Kawasan
Industri Tanjung Morawa- Deli Serdang, dibawah bimbingan Prof. Dr. Abdul
Rauf MP, Prof. T. Sabrina,M.Sc. Ph.D dan Ir, Ali Jamil, MP, Ph.D .
Beras merupakan makanan mayoritas masyarakat Indonesia yang belum dapat
tergantikan, sehingga produksi dan kualitasnya telah menjadi sistem dalam ketahanan
nasional. Hal yang terbaru dan sangat mengejutkan serta mengkhawatirkan adalah
bahwa padi ternyata merupakan tanaman hiperakumulator, yaitu tanaman yang dapat
mengakumulasi logam berat pada bagian jaringan tanamannya tanpa menganggu
proses fisiologisnya, sehingga telah menjadi kehawatiran akan adanya akumulasi
logam berat pada bagian gabah yang akan dikonsumsi dalam bentuk beras. Berdirinya
pabrik di kawasan persawahan melengkapi kerisauan tersebut. Timbal (Pb) merupakan
logam berat yang umum digunakan pada berbagai industri dan selalu hadir dalam
berbagai limbah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan paket teknologi
peningkatan produksi padi sawah tanpa Timbal (Pb) di lahan tercemar dengan
menggunakan biochar dan azolla .
Penelitian ini terdiri atas 3 tahap penelitian. Penelitian pertama adalah
identifikasi potensi biochar dalam menjerap Timbal dari 4 jenis sumber biomassa yaitu;
jerami padi, sekam padi, serabut kelapa dan tandan kosong kelapa sawit. Potensi ini
didasarkan pada analisis morfologi biochar, luas permukaan, porositas biochar dan
gugus fungsional serta sifat sifat kimia pada biochar. Penelitian ini dilaksanakan di
Universitas McGill kampus Mc Donald, Fakultas Agricultural and Environmental
Science, Saint Anne De Bellevue Kanada, pada bulan September - Desember 2013
sebagai pembanding digunakan kompos azolla. Berdasrakan hasil penelitian dapat
diketahui secara fisik bahwa biochar dan azolla sangat berpotensi sebagai penjerap Pb,
biochar yang paling berpotensi dalam penjerapan Pb adalah biochar sekam padi.
Penelitian kedua adalah menguji dan mengevaluasi beberapa jenis biochar dan
azolla di tanah dan air tercemar Timbal pada pertumbuhan padi sawah di rumah kaca.
Penelitian ini dilaksanakan rumah kaca Growth Center Kopertis Wilayah I pada bulan
April 2014- September 2015. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok
factorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah pemberian 4 jenis biochar yaitu;
biochar jerami padi, sekam padi, serabut kelapa dan tandan kosong kelapa sawit. Faktor
kedua pengunaan 2 azolla, yaitu ; Azolla pinnata dan Azolla microphylla. Hasil
penelitian menunjukan bahwa biochar yang terbaik dalam meningkatkan kesuburan
dan pertumbuhan padi sawah di rumah kaca adalah biochar sekam padi dan Azolla
terbaik adalah Azolla microphylla, biochar sekam padi dan Azolla microphylla mampu
menstabilkan pH tanah, meningkatkan kandungan C organik tanah, N, P, K, KTK dan
total respirasi tanah. Biochar sekam padi dan Azolla microphylla juga mampu
menurunkan Pb tersedia dengan meningkatkan Pb yang terjerap pada permukaan
biochar.
Penelitian ketiga adalah aplikasi biochar dan Azolla terbaik pada penelitian
kedua di lahan tercemar Timbal di Desa Dagang Klambir Tanjung Morawa yaitu
biochar sekam padi dan Azolla microphylla dengan rancangan acak factorial dengan 4
Universitas Sumatera Utara
iv
ulangan. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pemberian biochar dan Azolla
microphylla pada lahan tercemar Pb mampu meningkatkan produktiftas lahan sawah
tercemar Pb dengan cara menstabilkan pH, meningkatkan kandungan C organik tanah,
menstabilkan Pb total, menurunkan Pb tersedia tanah, menaikkan tinggi tananaman,
jumlah anakan produktif, bobot tajuk, bobot akar, gabah isi, bobot 1000 butir, dan
menurunkan kandungan Pb pada akar, batang, sekam dan gabah padi sawah.
Peningkatan Produksi tertinggi ada pada perlakuan sekam padi dan Azolla
microphylla (B1A2) sebesar 16.53%, dari 6.35 ton/ ha menjadi 7,4 ton/ha. Nilai
konsentrasi Pb pada beras terendah pada perlakuan sekam padi dan Azolla microphylla
(B1A2), dengan penurunan sebesar 43.92% dari 16.28 ppm menjadi 9.13 ppm. Azolla
microphylla nyata meningkatkan produksi sebesar 7.1 ton/ ha dan konsentrasi Pb
sebesar 9.86 ppm
Universitas Sumatera Utara
v
KATA PENGANTAR
Segala Puji Bagi Allah SWT yang telah memudahkan penulis untuk
menyelesaikan Desertasi yang berjudul Remediasi Lahan Sawah Tercemar di
Kawasan Industri Tanjung Morawa, pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Ibu Prof. Rosmayati, MS selaku Wakil Rektor Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Dr. Ir Hasanuddin, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara
3. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rauf, MP, selaku Promotor yang telah memberikan
semangat dan bimbingan dalam penulisan ini.
4. Ibu T. Sabrina, M.Agr.Sc., Ph.D, dan Ir.Ali Jamil, MP., Ph.D selaku Co-Promotor
yang terus mendorong dan memberikan masukan yang berharga dalam penelitian
ini.
5. Bapak Dr. Ir. Mukhlis, MP., Dr. Khadijah El Ramija, S.Pi., MI., dan Prof. Dr. Ir.
Dwi Suryantoro selaku penguji luar komisi
6. Ucapan terimakasih dan rasa hormat juga penulis sampaikan kepada orang tua,
istri, kakak dan adek serta anak anak tersayang atas doa dan dukungannya
7. Prof. Joan Whalen, Kiara Sage, Ph.D dan Julie Major, Ph.D departemen Natural
Resource Science universitas McGill Kanada yang memberikan masukan dan
bimbingan dalam penelitian dan penulisan Jurnal Internasional
8. Dr. Suzanne Beuchamine, Dr. Joice dan Ted Maccinon di Departemen CanMet
Mining Kanada yang telah memberikan banyak masukan pada penelitian.
9. Serta rekan-rekan di Pascasarjana FP USU dan McGill University yang tidak dapat
saya sebutkan satu persatu, saya ucapkan banyak terimakasih.
Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam meningkatkan
produktivitas padi sawah nasional dan bagi pihak yang membutuhkannya
Penulis
Benny Hidayat
Universitas Sumatera Utara
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BENNY HIDAYAT, dilahirkan di Medan pada tanggal 05 Juni 1976, anak ke tiga dari Bapak Alm.
H. Marwan Syabirin dan Hj. Yusnimar. Penulis menikah dengan Nursiti Pasaribu dan memiliki sembilan
anak yang bernama; Fatimatuzzahro, Rabiatul Adawiyah, Aisyah Humairo, Hasan Abdurrahman Haqqoni,
Ummu Salamah, Husain Abdurrohim, Nusaibah Al Hauro dan Atika Assidiqoh.
Penulis lulus Sekolah Dasar Negeri 060909 di Medan tahun 1988, SMP Al Ulum Medan tahun
1991 dan SMAN 6 Medan tahun 1994. Lulus Sarjana Pertanian Jurusan Ilmu Tanah di Universitas
Sumatera Utara tahun 2000 dan pada tahun 2002 melanjutkan pendidikan Magister Pertanian Jurusan Ilmu
Tanah di Universitas Sumatera Utara dan lulus tahun 2004 dan melanjutkan pendidikan Program Doktor
Ilmu Pertanian pada tahun 2010 di Universitas Sumatera Utara dan mendapatkan beasiswa Sandwich ke
Kanada pada tahun 2013.
Penulis pernah menjadi staf pengajar di Universitas Muslim Nusantara Sejak tahun 2000 hingga
2010 dan pada tahun 2010 penulis diterima sebagai staf pengajar di Universitas Sumatera Utara hingga
sekarang pada Fakultas Pertanian program studi Agroekoteknologi. Penulis juga aktif dalam bidang dakwah
dan mendirikan pesantren Tahfizh Utsman bin Affan pada beberapa tempat.
Universitas Sumatera Utara
vii
DAFTAR ISI
SUMMARY ……………………………………………………………
RINGKASAN …………………………………………………………...
KATA PENGANTAR …………………………………………………………..
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……………………………………………………….
i
iii
v
vi
DAFTAR ISI ………………………………………………………….. vii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………. x
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………… xv
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ……………………….……..…….
2. Perumusan Masalah Penelitian …………………………………….
3. Tujuan Umum Penelitian ……………………………………
4. Hipotesis Umum Penelitian ……………………………………
5. Keluaran yang dihasilkan …………………………………….
6. Sistematika Penelitian ……………………………………
1
1
4
5
5
5
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................
1 Defenisi Logam berat ..…………………………………..
2. Sifat-Sifat Logam Timbal (Pb) .……………………………………
3. Sumber Timbal ..…………………….…………….
4. Persenyawaan Timbal ..………………………………….
5. Sumber Pencemaran Timbal ……………………..……………
6. Pencemaran Lahan Pertanian oleh Timbal (Pb) ………………………
7. Dampak Pb terhadap Kesehatan ………………………………........
8. Remediasi Logam berat ...……………………………….
9. Biochar dan Pertumbuhan Tanaman ………………….…………......
9.1 Defenisi Biochar …………………………………
9.2 Pengaruh biochar pada pertumbuhan Tanaman…………………….
10. Potensi Biochar dalamMenyerap Logam Berat ………………….…
10.1. Pemanfaatan Biomassa Sebagai Bahan Baku Biochar………....
7
7
8
9
10
12
14
21
24
25
25
27
30
30
Universitas Sumatera Utara
viii
10.2. Pirolisi Biomassa …..……………………………..
10.3. Karakteristik Fisk dan Kimia Biochar ……………………………
10.4. Penjerapan Logam Berat oleh Biochar …………..………………
10.5. Mekanisme Interaksi Biochar dan Logam Berat…………………..
11.Potensi Azolla Dalam Menyerap Logam Berat ………………………..
11.1. Karakteristik Azolla …………………………….....
11.2. Kandungan Nutrisi Azola ……………………………..………….
11.3. Tumbuhan Hiperakumulator …………………………..………....
11.4. Mekanisme Penyerapan Logam oleh Tumbuhan ……………….
34
37
44
51
54
54
56
57
60
BAB III PENELITIAN I ………………………………………………………….
POTENSI BEBERAPA JENIS BIOCHAR SEBAGAI PENJERAP
LOGAM BERAT
66
ABSTRAK .............................................................................................
PENDAHULUAN …………………………………………..…………
Tujuan Penelitian …………………………………………………….
Hipotesis Penelitian …………………………………………………
BAHAN DAN METODE .....................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………
Morfologi Biochar ………………………………………..…………
Luas Permukaan Biochar ……………………………………………
Gugus Fungsional pad Biochar ……………..……………………….
Kemasaman (pH) Biochar …………………………………………….
Persentase Karbon …………………………………………………..
Kapasitas Tukar Kation ……………………………………………..
KESIMPULAN ………………………………………………………
66
67
70
70
71
73
73
74
77
80
81
82
83
Universitas Sumatera Utara
ix
PENELITIAN II ……………………………………………………..
EVALUASI PEMBERIAN BEBERAPA JENIS BIOCHAR
DAN AZOLLA PADA STATUS TIMBAL DAN SERAPAN
HARA SERTA PERTUMBUHAN PADI SAWAH DI TANAH
DAN AIR TERCEMAR
ABSTRAK ……………………………………………………………
PENDAHULUAN ……………………………………………………
Tujuan Penelitian …………………………………………..………
Hipotesis Penelitian ………………………………………..………
BAHAN DAN METODE ....................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................
Masa 2 Minggu Inkubasi …………………………………………..
Penanaman di Rumah Kaca ……………………………….………
KESIMPULAN ………………………………………………………
PENELITIAN III
84
84
85
88
88
89
98
98
121
139
PENINGKATAN PRODUKTIFITAS PADI SAWAH PADA LAHAN
TERCEMAR TIMBAL DENGAN PEMANFAATAN BIOCHAR
SEKAM PADI DAN AZOLLA DI DESA DAGANG KLAMBIR
TANJUNG MORAWA DELI SERDANG
ABSTRAK …………………………………………………………
PENDAHULUAN …………………………………………………
Tujuan Penelitian ……………………………………………….
Hipotesis Penelitian ……………………………………………...
BAHAN DAN METODE ………………………………………….
HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………….....
KESIMPULAN ...............................................................................
BAB IV. PEMBAHASAN UMUM ……………………………………………….
BAB V . KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………
Kesimpulan ………………………………………………….………
Saran ………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………..
140
140
141
145
145
147
154
174
176
190
190
191
192
210
Universitas Sumatera Utara
x
DAFTAR TABEL
NO JUDUL HAL
1. Jenis-jenis industri pembuangan limbah yang mengandung logam berat …... 13
2. Kandungan Logam berat secara alamaiah ( µg/g …………………………… 13
3. Nilai ambang batas konsentrasi limbah logam berat yang dapat dibuang ke
lahan pertanian……………………………………………………………….
16
4. Konsentrasi umum logam berat pada berbagai pupuk………………………. 17
5. Batas kritis logam berat dalam tanah, air dan tanaman……………………… 18
6. Hasil pengukuran logam berat Pb air irigasi di Tj. Morawa………………… 18
7. Daftar kriteria logam berat untuk air kualitas golongan D ………………….. 20
8. Kisaran logam berat sebagai pencemar dalam tanah dan tanaman………….. 21
9. Standar biochar menurut EBC dan IBI ……………………………………... 27
10. Komposisi kimia beberapa biomassa ………..……………………………... 31
11. Analisis kimia Serabut kelapa ……………………………………................ 33
12. Komposisi Kimia Tandan Kosong Kelapa Sawit ……….. ………………… 33
13. Daftar sejumlah hara yang dapat disuplay pada temperatur pirolisis yag
berbeda dari berbagai jenis biochar ………………………………………...
43
14. Susunan hara yang terkandung di dalam Azolla 56
15. Kandungan Asam amino pada azolla …………..…………………………... 57
16. Nilai nilai koefisen pengalihan (T) dari beberapa tumbuhan ………………. 58
17. Nilai Bioakumulasi dan Nilai Biokonsentrasi pada tumbuhan
Hiperakumulator 20 hari setelah tanam (HST) pada logam Timbal ………..
59
18. Pertumbuhan dan Bioakumulasi konsentrasi faktor (BCF)beberapa jenis
Azolla pada berbagai konsentrasi Cromium …………………………..
65
19. Perbedaan Adsorpsi Fisik (BET) dan Adsorpsi Kimia ……………………... 71
20. Hasil Analisis Luas Permukaan, Volume pori dan ukuran pori pada
Beberapa metode. ……………………………………………………………
77
21. Hasil Analisis Biochar jerami, Sekam padi, Serabut Kelapa dan Tandan
Kosong Kelapa sawit ………………………………………………………..
80
22. Fraksionasi Pb ………………………………………………………………. 96
Universitas Sumatera Utara
xi
23. Pengaruh biochar dan azolla pada nilai pH Tanah pada tanah dan air
tercemar Pb …………………………………………………………………..
98
24. Pengaruh Biochar dan Azolla pada nilai Total C organik Tanah (%) ……… 100
25. Pengaruh Biochar dan Azolla pada nilai N total Tanah (%) ………………... 101
26. Pengaruh Biochar dan Azolla pada nilai P tersedia tanah (ppm) …………... 103
27. Pengaruh Biochar dan Azolla pada Nilai K Tukar………………………….. 105
28. Pengaruh Biochar dan Azolla pada nilai KTK tanah (me/ 100g)…………… 106
29. Pengaruh Biochar dan Azolla pada nilai Kejenuhan Basa tanah (%)……….. 108
30. Pengaruh Aplikasi Biochar dan Azolla pada nilai rasio C/N di tanah
tercemar ……………………………………………………………………...
110
31. Pengaruh aplikasi Biochar dan Azolla pada perubahan nilai respirasi tanah
dan air tercemar Pb ………………………………………………………….
112
32. Pengaruh Biochar dan Azolla pada nilai Pb total tanah tercemar Pb (ppm)
………………………………………………………………………………..
114
33. Pengaruh Biochar dan Azolla pada nilai Pb larutan tanah (ppm) pada tanah
dan air tercemar Pb ………………………………………………………….
116
34. Pengaruh Biochar dan Azolla pada nilai Pb tukar tanah (ppm) pada tanah dan
air tercemar Pb ………………………………………………………………
118
35. Pengaruh Biochar dan Azolla pada nilai Pb organik tanah (ppm) pada tanah
dan air tercemar Pb …………………………………………………...………
119
36. Pengaruh Biochar dan Azolla pada perubahan Pb terikat karbonat tanah
(ppm) pada tanah dan air tercemar Pb ……………………………………….
120
37. Pengaruh Biochar dan Azolla pada nilai pH panen padi di rumah kaca pada
tanah dan air tercemar Pb …………………………………………………….
122
38. Pengaruh Biochar dan Azolla pada tinggi padi di rumah kaca (cm) pada tanah
dan air tercemar Pb ………………………………………………………….
123
39. Pengaruh Biochar dan Azolla pada jumlah anakan padi di rumah kaca pada
tanah dan air tercemar Pb …………………………………………………….
125
40. Pengaruh Biochar dan Azolla pada bobot kering tajuk (g) padi di rumah kaca
pada tanah dan air tercemar Pb ……………………………………………….
126
Universitas Sumatera Utara
xii
41. Pengaruh Biochar dan Azolla pada bobot kering akar (g) padi di rumah kaca
pada tanah dan air tercemar Pb ……………………………………………….
127
42. Tabel 42. Pengaruh Biochar dan Azolla pada Serapan N tanaman padi Sawah
di tanah dan air tercemar Pb (mg)…………………………………………….
129
43. Tabel. 43. Pengaruh Biochar dan Azolla pada Serapan P tanaman padi Sawah
di tanah dan air tercemar Pb (mg)…………………………………………….
130
44. Tabel 44. Pengaruh Biochar dan Azolla pada Serapan K tanaman padi Sawah
di tanah dan air tercemar Pb (mg)…………………………………………….
132
45. Pengaruh Biochar dan Azolla pada konsentrasi Pb total di tanah dan air
tercemar Pb (ppm) ……………………………………………………………
134
46. Pengaruh Biochar dan Azolla pada konsentrasi Pb tersedia di tanah dan air
tercemar Pb (ppm) ……………………………………………………………
135
47. Pengaruh Biochar dan Azolla pada konsentrasi Pb pada akar padi (ppm) ….. 136
48. Pengaruh Biochar dan Azolla pada konsentrasi Pb pada daun padi (ppm) …. 137
49. Pengaruh Biochar dan Azolla pada perubahan pH tanah di lapangan ……… 154
50. Nilai rataan pengaruh Biochar dan Azolla pada kandungan karbon organik
tanah di lahan sawah tercemar Pb (%)……………………………………….
155
51. Nilai rataan pengaruh Biochar dan Azolla pada total Pb tanah di lahan
tercemar Pb (ppm) …………………………………………………………...
157
52. Nilai Rataan pengaruh Biochar dan Azolla pada Pb tersedia tanah di lahan
sawah tercemar Pb……………………………………………………………
158
53. Pengaruh Biochar dan Azolla pada tinggi padi di lahan sawah tercemar Pb
(cm) ………………………………………………………………………..
159
54. Nilai rataan pengaruh Biochar dan Azolla pada jumlah anakan di lahan
sawah tercemar Pb …………………………………………………………...
160
55. Pengaruh Biochar dan Azolla pada peningkatan jumlah anakan produktif di
lahan tercemar pb …………………………………………………………….
161
56. Nilai rataan pengaruh Biochar dan Azolla pada bobot kering tajuk padi di
lahan sawah tecemar Pb ……………………………………………………
162
Universitas Sumatera Utara
xiii
57. Nilai rataan pengaruh Biochar dan Azolla pada peningkatan berat kering akar
(g) padi sawah di lahan tercemar Pb …………………………………………
163
58. Nilai rataan pengaruh Biochar dan Azolla pada jumlah gabah berisi per
rumpun di lahan tercemar Pb …………………………………………………
164
59. Pengaruh Biochar dan Azolla pada Jumlah gabah hampa per rumpun di lahan
tercemar Pb …………………………………………………………………..
165
60. Pengaruh Biochar dan Azolla pada bobot gabah 1000 gabah kering giling
(GKG) (g) …………………………………………………………………...
166
61. Pengaruh Biochar dan Azolla pada peningkatan produksi padi sawah di lahan
tercemar Pb ………………………………………………………………….
167
62. Pengaruh Biochar dan Azolla pada perubahan nilai konsentrasi Pb pada
akar padi di lahan sawah tercemar …………………………………………..
168
63. Pengaruh Biochar dan Azolla pada perubahan konsentrasi Pb pada batang
padi dilahan tercemar Pb …………………………………………………….
169
64. Pengaruh Biochar dan Azolla pada perubahan konsentrasi Pb pada daun
padi di lahan sawah tercemar Pb …………………………………………….
170
65. Rataan konsentrasi Pb pada sekam padi di lahan sawah tercemarPb ……….. 171
66. Rataan nilai konsentrasi Pb pada gabah di lahan tercemar Pb ……………..
172
Universitas Sumatera Utara
xiv
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
1. Peta pencemaran Pb pada tanah sawah di desa Tanjung Morawa B Kabupaten Deli
Serdang ………………………………………………….…………………………
20
2. Jenis konversi biomassa…………………………………..………………………… 35
3. Termogravimetrik (TGA) untuk Sellulosa, Hemisellulosa dan Lignin …………… 37
4. Grafik kandungan Hara Biochar pada temperatur yang berbeda ………………… 42
5. Mekanisme penjerapan logam berat oleh Biochar ………………………… 47
6. Pelepasan Ca akibat penyerapan fosfat dan pemukaan biochar …………………… 48
7. X Ray Diffraction biochar dari kotoran burung yang diberikan Pb pada beberapa
taraf …………………………………………………………………………………
49
8. X Ray Diffraction biochar dari pohon willow yang diberikan Pb pada beberapa
taraf …………………………………………………….…………………………
50
9. Gambar Azolla pinnata dan Azolla microphylla …………….……………………… 55
10. Vakuola tempat akumulasi Pb …………………………….………………….…… 63
11. Konsentrasi Pb pada akar azolla …………………………….……………………… 64
12. Alat Pirolisis sederhana BT01……………………………………………………… 72
13. Scanning Electron Microcope (SEM) Jerami padi (a), Sekam padi (b), Serabut
kelapa (c), Tandan kosong kelapa sawit (d), Azolla (e) …………………………
73
14. FTIR Jerami, Sekam, Serabut Kelapa, Tandan Kosong Kelapa dan Azolla ………. 79
15. Kolam Azolla ……………………………………………………………………… 95
16. Bagan penelitian dan Sistem pengaturan air ………………..……………………… 151
17. Hasil FTIR biochar jerami, sekam pad, serabut kelapa, dan tandan kosong kelapa
sawit dan Azolla ……………………………………………………………………
176
18. Scaning Electron Macroscopy (SEM) biochar sekam padi ………………………… 178
19. Fraksionasi Pb pada tanah tercemar Pb pada 2 minggu masa inkubasi ………..….. 181
20. Ilustrasi peran Biochar sekam padi dalam mereduksi ketersediaan Pb 183
21. Konsentrasi kandungan hara pada azolla ….…………………………………..… 188
Universitas Sumatera Utara
xv
DAFTAR LAMPIRAN
NO JUDUL HAL
1. Nilai pH tanah setelah 2 minggu masa inkubasi …………………...…… 210
2. Nilai C organik Tanah setelah inkubasi 2 minggu …………………...…. 211
3. Nilai N total Tanah setelah inkubasi 2 minggu …….………………...… 212
4. Nilai P- tersedia setelah inkubasi 2 minggu ……………………………. 213
5. Nilai K Tukar tanah (me/100gr) setelah 2 minggu inkubasi ……………. 214
6. Nilai Kapasitas Tukar Kation (me/100gr) setelah inkubasi 2 minggu …. 215
7. Data Kejenuhan Basa setelah masa inkubasi 2 minggu ………………… 216
8. Data Rasio C/N tanah setelah inkubasi 2 minggu ……..………………... 217
9. Data Respirasi tanah setelah masa inkubasi 2 minggu………….............. 218
10. Nilai Pb Total pada tanah (ppm) setelah inkubasi 2 minggu …………... 219
11. Nilai Pb tersedia pada tanah ( ppm) setelah inkubasi 2 minggu ………... 220
12. Nilai Kandungan Pb Tukar pada tanah ( ppm) setelah inkubasi 2 minggu
…………………………………………………………………….……...
221
13. Kandungan Pb terikat Organik pada tanah (ppm) setelah inkubasi 2
minggu…………………………………………………………………...
222
14. Nilai konsentrasi Pb terikat Karbonat pada tanah (ppm) setelah inkubasi
2 minggu ……………………………………………………...........……
223
15. Nilai pH tanah saat Panen rumah kaca ……………………………….. 224
16. Nilai Tinggi Tanaman Saat Panen (cm) di rumah kaca ………………… 225
17. Nilai Jumlah anakan padi saat panen di rumah kaca .…………………... 226
18. Nilai Bobot kering tajuk padi saat panen di rumah kaca ……………….. 227
19. Bobot kering akar saat panen di rumah kaca di rumah kaca ……………. 228
20. Nilai Serapan N pada padi sawah di rumah kaca (mg) di rumah kaca …. 229
21. Nilai Serapan P pada padi sawah di rumah kaca (mg) di rumah kaca ….. 230
22. Nilai Serapan K padi sawah di rumah kaca (mg) di rumah kaca ……….. 231
23. Nilai Pb total pada tanah tercemar Pb di rumah kaca ………………….. 232
Universitas Sumatera Utara
xvi
24. Nilai Pb Tersedia pada tanah sawah tercemar Pb di rumah kaca …….… 233
25. Nilai Konsentrasi Pb pada akar padi (ppm) pada tanah tercemar di
rumah kaca ………...…………………………………………………….
234
26. Nilai Konsentrasi Pb pada Daun padi (ppm) pada tanah tercemar di
rumah kaca ……………………………………………………………....
235
27. Nilai Data pH tanah saat panen padi sawah di lapangan (100 Hst) ……. 236
28. Data Kandungan Bahan Organik Tanah saat panen di lapangan
(100 Hst) ...................................................................................................
237
29. Data Pb total pada tanah di lahan sawah tercemar (100 Hst…………… 238
30. Data Pb tersedia tanah sawah di lapangan (100 Hst) …………………… 239
31. Tinggi padi di lahan sawah tercemar Pb (100 Hst) …………………….. 240
32. Data Jumlah anakan per rumpun ……………………………………….. 241
33. Jumlah anak produktif tanaman padi di lapangan ………………………. 242
34. Data berat kering tajuk (g) padi sawah di lahan tercemar Pb …………. 243
35. Data berat kering akar (g) padi sawah di lahan tercemar Pb …………... 244
36. Data Jumlah gabah berisi per rumpun padi sawah di lahan sawah
tercemar Pb ……………………………………………………………..
245
37. Data Jumlah gabah hampa per rumpun padi sawah di lahan sawah
tercemar Pb ……………….…………………………………………….
246
38. Data bobot gabah 1000 butir saat panen di lapangan ………………… 247
39. Data Produksi padi sawah per hektar (kg) …………………………….. 248
40. Konsentrasi Pb pada akar padi di lapangan (ppm) ……………………… 249
41. Konsentrasi Pb pada batang padi di lahan tercemar Pb (ppm) ………… 250
42. Konsentrasi Pb pada daun padi di lahaan tercemar Pb (ppm) ………….. 251
43. Konsentrasi Pb pada sekam padi di lapangan (ppm) …………………… 252
44. Konsentrasi Pb pada gabah padi di lapangan (ppm) ……………………. 253
45. SEM dan Edax Jerami …………………………………………………. 254
46. SEM dan EDAX Sekam Padi …………………………………………... 255
47. SEM dan EDAX Serabut kelapa ……………………………………….. 256
48. SEM dan EDAX Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKS) ……………….. 257
Universitas Sumatera Utara
xvii
49. SEM dan EDAX AZOLLA …………………………………………… 258
50. FTIR Jerami, Sekam, Serabut Kelapa, Tandan Kosong Kelapa Sawit dan
Azolla……………………………………………………………………..
259
51. Brunauer–Emmett–Teller (BET) . Jerami (B1), Sekam (B2), Serabut
Kelapa (B3), Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKS) (B4) dan Azolla …...
260
52. Analisis Awal Tanah, air, Biochar dan azolla …………………...……… 261
53. Peta Jenis Tanah dan Lokasi Penelitian …………………………………. 262
54. PembacaanTafsir Grafik FTIR ………………………………………….. 263
55. Kriteria Hara tanah ……………………………………………………… 264
56.
57.
Deskripsi varietas Ciherang ……………………………………………...
Nilai Standar Biochar Menurut IBI dan EBC ………………………........
265
266
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pencemaran lingkungan didefenisikan menurut undang undang No. 23 tahun
1997 adalah masuknya/dimasukannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau
komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga
kualitasnya turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak
dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya defenisi diperbaharui pada undang
undang No.32 tahun 2009 dengan mempertegas dengan adanya baku mutu/ ambang
batas. Terjadinya pencemaran dengan melewati baku mutu/ ambang batas dapat
menyebabkan terjadinya degradasi.
Degradasi lahan merupakan konsekuensi logis dari peruntukan lahan yang
tidak sesuai dengan fungsinya, ditandai dengan penurunan kualitas lahan terutama
karena kerusakan fisik dan kimiawi lahan serta penurunan keragaman hayati,
memunculkan kekhawatiran segolongan masyarakat akan terjadinya
ketidakberlanjutan produksi pertanian akibat penerapan revolusi hijau. Selain itu
bermunculan pabrik-pabrik yang berdekatan dengan lahan pertanian, khususnya lahan
sawah, dengan limbahnya logam yang tidak dapat terurai mempercepat proses
degradasi yang akhirnya menurunkan kualitas padi karena terkontaminasi dengan
logam berat.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi produktifitas lahan sawah, salah
satu diantaranya adalah logam berat seperti yang dilaporkan oleh Suganda et al
1
Universitas Sumatera Utara
2
(2003) bahwa lahan- lahan yang tercemar khususnya oleh logam berat ternyata hasil
panennya lebih rendah dibandingkan lahan yang tidak tercemar logam berat.
Simangunsong (2009) melaporkan bahwa lahan padi kawasan pabrik Kim
Star Tanjung Morawa telah tercemar Pb logam Pb hingga melewati ambang batas.
Skandal keracunan Timbal di provinsi Shaanxi Cina tahun 2009 cukup menjadi
pelajaran akan bahaya timbal bila terkamulasi pada manusia, selain itu padi juga
merupakan tanaman yang mampu menyerap logam berat (Norihari dan Tomohito,
2002), sehingga kemungkinan terjadinya akamulasi timbal pada padi cukup besar,
maka perlu di lakukan suatu upaya untuk dapat meremediasi/memulihkan lahan
sawah yang tercemar tersebut dengan penggunaan teknologi yang sederhana dan
berkelanjutan.
Remediasi merupakan upaya pemulihan lahan yang degradasi/tercemar
dengan mengunakan bahan yang hidup atau pun benda mati, pengunaan bahan hidup
untuk memulihkan disebut dengan bioremediasi, dapat menggunakan mikroba
ataupun tanaman yang dapat mengurangi bahkan menghilangkan logam berat. Azolla
dan biochar merupakan dua komponen yang berbeda dan merupakan kombinasi yang
tepat dalam meremediasi lahan sawah yang tercemar logam berat
Biochar merupakan hasil dari thermolisis bahan organik tanpa atau dengan
menggunakan oksigen yang terbatas (Sohi et al. 2009), memiliki strustur yang sangat
porous, luas area permukaan yang tinggi, dan mengandung bermacam gugus
fungsional yang menunjukkan bahwa biochar dapat digunakan sebagai amandemen
yang baik dalam memperbaiki sifat-sifat tanah, biochar juga dapat mensuplay
beberapa hara seperti K, Ca, dan Mg dan juga meningkatkan ketersedian hara ( Sika,
Universitas Sumatera Utara
3
2012; Lehmann et al. 2006; Hossain et al. 2010), Biochar juga memiliki kemampuan
menstabilkan logam berat pada tanah yang tercemar dengan menurunkan secara nyata
penyerapan logam berat oleh tanaman dan dapat meningkatkan kualitasnya dengan
memperbaiki sifat sifat fisik kimia dan biologi tanah (Ippolito et al. 2012; Komarek et
al. 2013).
Azolla merupakan tumbuhan air yang telah lama dikenal bersimbiosis
dengan bakteri penambat N (Anabaena azollae) sebagai pensuplay hara nitrogen
bebas dari udara pada padi sawah, ternyata memiliki kemampuan ganda selain
sebagai pensuplai hara nitrogen (N) juga dapat menyerap logam berat dalam jumlah
yang tinggi tanpa terjadi efek toksisitas pada pertumbuhannya. Azolla mampu
menyerap timbal (Pb) 4680 ppm dengan nilai bioakumulasi 18,39, tingginya nilai
bioakumulasi logam berat Pb pada azolla menjadikan azolla berpotensi sebagai
hayati pembersih logam berat Pb (2013). Pb yang terakumulasi pada azolla jika
diberikan kepada tanah dapat meningkatkan Pb total tanah tetapi tidak meningkatkan
Pb tersedia pada tanah, sehingga biomassa azolla tidak memindahkan Pb pada air ke
dalam tanah tetapi dapat mempertahankan ikatan Pb dengan membentuk ikatan
organometalik yang akhirnya tidak tersedia bagi tanaman (Abror et al. 2012).
Melihat besarnya kebutuhan akan padi yang belum tergantikan dan banyaknya
pabrik-pabrik yang didirikan berdekatan dengan areal persawahan ,dan bahayanya
jika padi terkontaminasi logam berat serta luasnya sumber pencemaran Pb
dibandingkan logam lainnya, Maka di perlukan upaya peningkatan produktifitas
lahan padi yang bebas tercemar Pb penggunaan biochar sebagai amandemen tanah
dan azolla pensuplay nitrogen sekaligus sebagai tumbuhan hiperakumultor di
Universitas Sumatera Utara
4
harapkan dapat mereduksi status Pb pada tanah dan tanaman, dan meningkatkan
ketersediaan hara sehingga dapat meningkatkan produksi tanaman padi sawah yang
tidak tercemar logam berat Pb.
2. Perumusan Masalah Penelitian
Pencemaran tanah oleh logam berat jauh lebih luas dibandingkan pencemaran
lainnya, khususnya pada Timbal (Pb), selain kelimpahan sumbernya pada alam, juga
luasnya pemanfaatan Pb pada kehidupan manusia sehingga limbah yang dihasilkan
akan berpotensi untuk mencemari tanah air dan udara secara luas ( Hu et al. 2013).
Penurunan kualitas lahan sawah akibat pencemaran logam berat
mengakibatkan kerusakan fisik dan kimiawi serta biologi pada lahan serta penurunan
keragaman hayati, memunculkan kekhwatiran segolongan masyarakat akan terjadinya
ketidakberlanjutan produksi pertanian akibat penerapan revolusi hijau. Selain itu
bermunculan pabrik-pabrik yang berdekatan dengan lahan pertanian, khususnya lahan
sawah, dengan limbahnya dapat mempercepat proses degradasi lahan yang akhirnya
menurunkan produksi dan menghasilkan padi yang terkontaminasi dengan logam
berat.
Upaya meremediasi lahan sawah tercemar dengan pemberian biochar yang
berasal dari tanaman sebagai sumber limbah biomassa yang berlimpah masih masih
sangat langka. Biochar sangat baik digunakan sebagai amandemen tanah karena
memiliki struktur yang sangat porous, luas permukaan yang tinggi dan mengandung
berbagai gugus fungsional yang dapat memperbaiki sifat-sifat tanah, dan juga dapat
menyuplai beberapa hara makro dan mikro, sehingga diharapkan dapat digunakan
Universitas Sumatera Utara
5
dalam mereduksi ketersediaan Pb di lahan sawah serta meningkatkan ketersediaan
hara bagi tanaman dan akhirnya meningkatkan produksi padi sawah.
Azolla yang memiliki kemampuan dalam mengikat N udara bebas yang dapat
digunakan tanaman sebagai sumber N, tenyata memiliki kemampuan menyerap Pb
0.46% tanpa menunjukkan efek toksisitas (keracunan), dan tidak melepaskannya saat
proses terdekomposisi.
Berdasarkan data dan fakta diatas maka diperlukan penelitian untuk teknologi
pemanfaatan biochar dan azolla dan untuk mengetahui sumber biochar dan azolla
terbaik dalam mereduksi Pb dan meningkatkan ketersedian hara bagi tanaman
sehingga meningkatkan produksi padi sawah bebas Timbal (Pb).
3. Tujuan Umum Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapat paket teknologi peningkatan produksi
padi sawah tanpa timbal (Pb) di lahan tercemar dengan menggunakan biochar dan
azolla .
4. Hipotesis Umum Penelitian
Biochar dan azolla memiliki kemampuan dalam mengurangi Pb tersedia dan
meningkatkan ketersediaan hara bagi padi sawah sehingga dapat meningkatkan
produktifitas lahan sawah tercemar Pb.
5. Keluaran yang dihasilkan
Keluaran yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah paket teknologi
peningkatan produktifitas dan kualitas padi di lahan sawah tercemar dengan
memanfaatkan biochar dan azolla.
Universitas Sumatera Utara
6
6. SistematikaPenelitian
Universitas Sumatera Utara
7
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Defenisi Logam berat
Logam berat umumnya didefnisikan sebagai unsur logam transisi yang
memiliki nomor atom lebih besar dari 20 dan berat jenis yang lebih besar dari 5 g.cm-
3 (Dufus, 2002). Logam berat dalam dalam sistem biologis dikelompokan pada
esensial dan non esensial, logam berat yang esensial dibutuhkan pada fisiologis dan
biokimia seperti Fe, Mn, Cu, Zn, dan Ni. Logam berat non esensial adalah logam
berat yang tidak dibutuhkan oleh organisme dalam proses biologisnya dan memiliki
efek toksisitas bila terakumulasi pada makhluk hidup meskipun dalam konsentrasi
yang rendah seperti Kadmiun (Cd), Merkuri (Hg), Kromiun (Cr), Arsen (Ar) (
Handayanto et al. 2017).
Penggunaan Timbal oleh manusia sudah sejak ribuan tahun yang lalu (sekitar
6400 SM) hal ini disebabkan logam timbal terdapat diberbagai belahan bumi, selain
itu timbal mudah di ekstraksi da n mudah dikelola. Unsur ini telah lama diketahui dan
disebutkan di kitab Exodus. Para ahli kimia mempercayai bahwa timbal merupakan
unsur tertua dan diasosiasikan dengan planet Saturnus. Timah dalam bahasa Inggris
disebut sebagai “Lead” dengan simbol kimia “Pb”. Simbol ini berasal dari nama latin
timbal yaitu “Plumbum” yang artinya logam lunak. Timbal memiliki warna putih
kebiruan yang terlihat ketika logam Pb dipotong akan tetapi warna ini akan segera
berubah menjadi putih kotor atau abu-abu gelap ketika logam Pb yang baru dipotong
tersebut terekspos oleh udara (Lars Järup, 2003).
7
Universitas Sumatera Utara
8
Timbal atau dalam lebih bahasa keseharian dikenal dengan nama timah hitam
dalam bahasa ilmiahnya dinamakan Plumbum (Pb). Logam ini termasuk ke dalam
kelompok logam-logam golongan IV-A pada Tabel Periodik unsur kimia.
Mempunyai nomor atom (NA) 82 atau berat atom (BA) 207,2. Logam timbal atau Pb
mempunyai sifat-sfat khusus sebagai berikut : merupakan logam yang lunak, tahan
terhadap peristiwa korosi atau karat, mempunyai titik lebur rendah, hanya 327,50
celcius mempunyai kerapatan yang lebih besar, merupakan penghantar listrik yang
tidak baik (Palar, 1994).
2. Sifat-Sifat Logam Timbal (Pb)
Timah Hitam atau Plumbum (Pb) adalah unsur yang bersifat logam dan
bersifat anomali karena unsur-unsur diatasnya (Gol IV) yakni karbon dan silikon
bersifat non-logam. Di alam, timbal ditemukan dalam mineral Galena (PbS), Anglesit
(PbSO4 ) dan Kerusit (PbCO3,), juga dalam keadaan bebas. Memiliki sifat khusus
seperti berwarna putih kebiru-biruan dan mengkilap, lunak sehingga sangat mudah
ditempa, tahan asam, karat dan bereaksi dengan basa kuat, daya hantar listrik kurang
baik. (konduktor yang buruk), massa atom relatif 207,2, memiliki valensi 2 dan 4 dan
tahan radiasi (Nozaki dan Sakai, 1995)
Berbagai macam timbal oksida mudah direduksi menjadi logamnya. Hal ini
bisa dilakukan dengan menggunakan reduktor glukosa, atau mencampur antara PbO
dengan PbS kemudian dipanaskan.
2PbO + PbS 3 Pb 2+ + SO2-2
Timbal bila dipanaskan dengan nitrat dari logam alkali maka logam timbal akan
membentuk PbO yang umumnya disebut sebagai litharge. PbO adalah contoh dari
Universitas Sumatera Utara
9
timbal dengan bilangan oksidasi 2. PbO larut dalam asam nitrat dan asam asetat. PbO
juga larut dalam larutan basa membentuk garam plumbit. PbO2 adalah contoh dari
timbal dengan biloks 4 dan merupakan agen pengoksidasi yang kuat, hal ini karena
PbO larut dalam asam dan basa maka PbO bersifat amfoter. Senyawa timbal dengan
dua macam biloks juga ada yaitu Pb3O4 yang dikenal dengan nama minium ( Surani,
2002).
Ada empat isotop Timbal yang stabil yaitu 204Pb, 206Pb, 207Pb, dan 208Pb. Nilai
massa atom Pb rata-rata adalah 207,2. Timbal memiliki 38 isotop Pb telah ditemukan
termasuk isotop sintesis yang bersifat tidak stabil. Isotop timbal dengan waktu paruh
yang terpanjang dimiliki oleh 205Pb yang waktu paruhnya adalah 15,3 juta tahun
dan 202Pb yang memiliki waktu paruh 53.000 tahun (Lars Järup, 2003).
3. Sumber Timbal
Timbal tidak ditemukan bebas dialam akan tetapi biasanya ditemukan sebagai
biji mineral bersama dengan logam lain misalnya seng, perak, dan tembaga. Sumber
mineral timbal yang utama adalah “Galena (PbS)” yang mengandung 86,6% Pb
dengan proses pemanggangan, “Cerussite (PbCO3)”, dan “Anglesite” (PbSO4).
(Nozaki dan Sakai, 1995)
Galena
Galena adalah mineral timbal yang amat penting dan paling banyak tersebar di
penjuru belahan bumi dan umumnya berasosiasi dengan mineral lain seperti
sphalerite, calcite. Deposit galena biasanya mengandung sejumlah tertentu perak dan
juga terdapat seng, kadmium, antimoni, arsen, dan bismuth, sehingga umumnya
produksi timbal dari galena menghasilkan juga logam-logam tersebut. Warna galena
Universitas Sumatera Utara
10
adalah abu-abu mengkilap dan formulanya adalah PbS. Struktur kristalnya kubik dan
oktahedral dan spesifik graviti 7,2 – 7,6 (Nozaki dan Sakai, 1995)
Cerrusite
Cerrusite merupakan salah satu mineral timbal yang mengandung timbal
karbonat dan menjadi sumber timbal yang utama setelah galena. Mineral ini juga
terdapat dalam bentuk granular yang padat atau benbentuk fibrous. Warnanya
umumnya tidak berwarna, hingga putih, abu-abu, biru, atau hijau dengan penampakan
dari transparan hingga translusen. Mineral ini bersifat tidak larut dalam air akan tetapi
larut dalam asam encer seperti asam nitrat. Dan spesifik gravitinya 6,53-6,57 (Nozaki
dan Sakai, 1995)
Anglesite
Anglesite merupakan mineral timbal yang mengandung timbal sulfat PbSO4.
Mineral ini terjadi sebagai hasil oksidasi mineral gelena akibat pengaruh cuaca.
Warna mineral ini dari putih, abu-abu, hingga kuning, jika tidak murni maka
warnanya abu-abu gelap. Mineral ini memiliki spesifik graviti 6,3 dengan kandungan
timbal sekitar 73% (Nozaki dan Sakai, 1995)
4. Persenyawaan Timbal
Timbal di secara umum memiliki 5 jenis persenyawaan yaitu Tetra Etil Lead
(TEL), PbO2, Timbal(II) Klorida (PbCl2), Timbal tetroksida(Pb3O4), dan Timbal(II)
Nitrat. Tetra etil lead disingkat dengan TEL yaitu persenyawaan jenis organometalik
yang memiliki rumus Pb(CH3CH2). Senyawa ini dihasilkan dengan mereaksikan
antara alloy NaPb dengan etil klorida dengan reaksi sebagai berikut:
4 NaPb + 4 CH3CH2Cl (CH3CH2)4Pb + 4 NaCl + 3 Pb
Universitas Sumatera Utara
11
TEL yang dihasilkan berupa cairan kental tidak berwarna, tidak larut
dalam air akan tetapi larut dalam benzena, petroleum eter, toluena, dan gasoline. TEL
dipakai sebagai zat “antiknocking” pada bahan bakar. TEL jika terbakar tidak hanya
menghasilkan CO2 akan tetapi juga Pb. PbCl2 merupakan salah satu reagen berbasis
timbal yang sangat penting disebabkan dari senyawa ini dapat dibuat berbagai macam
senyawa timbale. Banyak digunakan sebagai bahan untuk mensintesis timbal titanat
dan barium-timbaltitanat, untuk produksi kaca yang menstransimisikan inframerah,
dipakai untuk memproduksi kaca ornament, untuk bahan cat dan sebagainya.
PbCl2 dibuat dari beberapa metode yaitu dengan proses pengendapan senyawa
Pb2+ dengan garam klorida, atau dengan mereaksikan PbO2 dengan HCl.
PbO2 (s) + 4 HCl PbCl2 (s) + Cl2 + 2 H2O
Atau dibuat dari logam Pb yang direaksikan dengan gas Cl2
Pb + Cl2 PbCl2
Plumbi oksida atau Timbal (IV) oksida merupakan timbal yang bersifat
amfoter yaitu dapat larut dalam air dan basa berbilangan oksida 4. PbO2 ada di alam
sebagai mineral plattnerite, pada basa kuat akan terbentuk ion plumbat dengan rumus
Pb(OH)62-, dan kondisi asam maka biasanya tereduksi menjadi ion Pb2+. PbO2 yang
utama adalah sebagai katoda dalam accu.
Timbal tetroksida (Pb3O4), minium, atau triplumbi tetroksida, merupakan zat
padat berwarna merah atau jingga, timbal ini banyak dipergunakan oleh industri
penghasil baterai, kaca timbal, dan cat anti korosi. Senyawa timbal ini tidak larut
dalam air akan tetapi larut dalam asam kuat seperti HCl, asam asetat glacial.
Universitas Sumatera Utara
12
Timbal(II) nitrat umumnya merupakan kristal yang tidak berwarna atau
berbentuk bubuk putih dengan rumus kima Pb(NO3)2, dibandingkan dengan garam
timbal yang lain maka gram timbal ini sangat mudah larut dalam air. Timbal(II) nitrat
sangat bersifat racun terhadap manusia dan merupakan oksidator (Nozaki dan Sakai,
1995).
5. Sumber Pencemaran Timbal
Limbah industri yang bisa menyebabkan pencemaran tanah berasal dari:
pabrik, manufaktur, industri kecil, industri perumahan, bisa berupa limbah padat dan
cair.
1. Limbah industri yang padat atau limbah padat yang adalah hasil buangan
industri berupa padatan, lumpur, bubur yang berasal dari proses pengolahan.
Misalnya sisa pengolahan pabrik gula, pulp, kertas, rayon, plywood,
pengawetan buah, ikan daging dll.
2. Limbah cair yang adalah hasil pengolahan dalam suatu proses produksi,
misalnya sisa-sisa pengolahan industri pelapisan logam dan industri kimia
lainnya. Tembaga, timbal, perak, khrom, arsen dan boron adalah zat hasil dari
proses industri pelapisan logam. (Sadrach, 2008).
Logam berat dapat masuk kedalam lingkungan hidup karena : (1) longgokan
alami di dalam bumi tersingkap, sehingga berada di permukaan bumi; (2) pelapukan
batuan yang mengandung logam berat yang melonggokkan logam berat secara
residual di dalam saprolit dan selanjutnya berada di dalam tanah; (3) penggunaan
Universitas Sumatera Utara
13
bahan alami untuk pupuk atau pembenah tanah (soil conditioner) dan atau (4)
pembuangan sisa dan limbah pabrik serta sampah (Notohadiprawiro,1993).
Tabel 1. Jenis-jenis industri pembuangan limbah yang mengandung logam berat
No Limbah Logam Berat
1 Kertas Cr, Hg, Pb, Zn, Cu, Ni
2 Pupuk Cr, Hg, Pb, Zn, Cd, Cu,Ni
4 Petro-chemical Cr, Hg, Pb, Zn, Cd, Sn
6 Baja Cr, Hg, Pb, Zn, Cd, Cu, Ni, Sn
7 Logam Bukan Besi Cr, Hg, Pb, Zn, Cu
8 Kendaraan Bermotor, Pesawat
Terbang
Cr, Hg, Pb, Zn, Cd, Cu, Sn
( Hidayat, 2011b)
Secara alami Pb juga ditemukan di udara yang kadarnya berkisar antara
0,0001 - 0,001 μg/m3. Tumbuh-tumbuhan termasuk sayur-mayur dan padi-padian
dapat mengandung Pb, penelitian yang dilakukan di USA kadarnya berkisar antara
0,1 -1,0 μg/kg berat kering. Logam berat Pb yang berasal dari tambang dapat berubah
menjadi PbS (golena), PbCO3 (cerusite) dan PbSO4 (anglesite) dan ternyata golena
merupakan sumber utama Pb yang berasal dari tambang.
Tabel. 2. Kandungan Logam berat secara alamiah ( µg/g)
Jenis Logam Berat Kandungan ( Rata Rata) Kisaran Non Populasi
As 100 5- 3000
Co 8 1-40
Cu 20 2- 300
Pb 10 2- 200
Zn 50 10- 300
Cd 0.06 0.005- 0.7
Hg 0.03 0.01- 0.3
( Peterson dan Alloway, 1979)
Pemasok logam berat dalam tanah pertanian antara lain bahan agrokimia
(pupuk dan pestisida), asap kendaraan bermotor, bahan bakar minyak, pupuk organik,
buangan limbah rumah tangga, industri, dan pertambangan. Selain itu sumber logam
Universitas Sumatera Utara
14
berat dalam tanah berasal dari bahan induk pembentuk tanah itu sendiri, seperti Cd
banyak terdapat pada batuan sedimen schales (0,22 ppm berat), Cr pada batuan beku
ultrafanik (2, 980 ppm berat), Hg pada batuan sedimen pasir (0,29 ppm berat), Pb
pada batuan granit (24 ppm berat) (Alloway, 1990).
Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa pupuk fosfat mengandung logam
berat Pb antara 5 – 156 ppm (Kurnia et al. 2009) dan 7 ppm Cd untuk tanah netral.
Apabila pupuk tersebut digunakan secara terus menerus dengan dosis dan intensitas
yang tinggi dapat meningkatkan Pb dan Cd yang tersedia dalam tanah sehingga
meningkatkan serapan Pb dan Cd oleh tanaman (Charlena, 2004).
Timbal di dalam tubuh memiliki reaksi sebagaimana kalsium (Ca), timbal
yang masuk kr dalam tubuh, akan dimasukan ke plasma dan jaringan lunak dimana
kalsium memiliki peranan penting seperti pada tulang dan gigi bayi. Janin dalam
kandungan dan anak anak lebih sensisitif karena timbal lebih mudah diserap pada
tubuh yang sedang berkembang. Timbal dapat masuk melalui makanan dan
pernafasan, paparan timbal yang berlebih pada bayi dan anak dapat menyebabkan
kerusakan otak, dan menghambat pertumbuhan dan kerusakan syaraf, Nilai PTWI
(Provisional Tolerable Weekly Intake) pada pakan serelia seperti padi adalah 0,025
ppm dikali dengan 60 sama dengan 1,5 mg/minggu dan perhari 0,21 mg (SNI 7387:
2009).
6. Pencemaran Lahan Pertanian oleh Timbal (Pb)
Pencemaran dapat terjadi pada tanah, tanaman yaitu dengan masuknya unsur
organik maupun unorganik yang melampaui baku mutu sehingga mengakibatkan
Universitas Sumatera Utara
15
rusaknya rantai dari tatanan lingkungan hidup atau penghancuran suatu jenis
organisme yang pada akhirnya dapat menghancurkan ekosistem (Charlena, 2004).
Air merupakan tempat mengendapnya semua residu yang tidak dimanfaatkan
oleh tumbuhan dan hewan maupun manusia baik berupa limbah pabrik, manufaktur,
industri kecil, limbah perumahan yang akhirnya menimbulkan pencemaran air,
hingga akhirnya sangat sulit untuk mencari air bersih bagi kehidupan manusia. Setiap
tahunnya danau, sungai dan delta menerima beban setara dengan seluruh populasi
manusia di dunia, yakni sekitar 7 milyar jiwa. Setiap tahunnya, semakin banyak
orang yang meninggal sebagai konsekuensi dari unsafe water dan dampak terbesar
menimpa balita. Maka diperlukan suatu upaya untuk membersihkan air dari polutan
yang sangat berbahaya bagi kehidupan manusia (Darmono, 2001).
Tanah merupakan bagian dari siklus logam berat. Pembuangan limbah ke
tanah apabila melebihi kemampuan tanah dalam mencerna limbah akan
mengakibatkan pencemaran tanah. Jenis limbah yang potensial merusak lingkungan
hidup adalah limbah yang termasuk dalam Bahan Beracun Berbahaya (B3) yang di
dalamnya terdapat logam logam berat (Charlena, 2004).
Penetapan nilai ambang batas limbah logam berat yang dapat dibuang ke
lahan pertanian masih sangat tinggi, sebagai contoh United State Departement
Agriculture (USDA) telah membuat standar nilai ambang untuk industri yang
limbahnya akan dibuang ke lahan pertanian untuk logam sebesar 4300 ppm ( Tabel
3), dan memiliki besar potensi untuk mencemarkan lahan pertanian bila tidak
dilakukan pengendalian .Limbah tersebut dibuang dalam bentuk padatan (sludge),
Universitas Sumatera Utara
16
karena lebih mudah dalam pencegahan dan membersihkan lahan dari kontaminasi
logam berat ( Ferguson, 1990)
Tabel 3. Nilai ambang batas konsentrasi limbah logam berat yang dapat dibuang ke
lahan pertanian
Logam berat
Konsentrasi
maksimum bahan
pencemar (ppm)
Rata-rata tahunan
bahan pencemar
(kg/ha/th)
Kumulatif bahan
pencemar (kg/ha)
Arsenic
Cadmium
Copper
Lead
Mercury
Molybdenum
Nickel
Selenium
Zinc
75
85
3000
4300
420
840
57
75
100
2
1,9
150
75
21
15
0,85
0,90
5
41
39
3000
1500
420
300
17
18
100
( Ferguson, 1990)
Tinggi konsentrasi limbah pabrik yang dibuang ke lahan pertanian menjadikan
lahan pertanian tercemar logam berat ( Hidayat, 2015). Selain limbah, penggunaan
pupuk kimia ke lahan pertanian dalam jangka yang lama akan mengakibatkan
akumulasi logam berat, karena logam berat tidak dapat terdegradasi, maka logam
tersebut akan terakumulasi pada lahan dan masuk kedalam jaringan tanaman.
Pemupukan sangat di perlukan untuk meningkatkan produksi pertanian
khususnya pada tanah sawah dan tetapi bila diberikan secara terus tanpa batas
dikhawatirkan akan meningkatkan kandungan logam berat pada tanah dan tanaman,
hasil penelitian pada tanah sawah di daerah pantai utara Jawa Barat menunjukkan
bahwa kandungan Pb lebih tinggi dari pada kontrol 13, 96 ppm hingga 88,60 ppm dan
Cd sebesar 0,62 ppm sampai 2,89 ppm menunjukkan bahwa adanya peningkatan
Universitas Sumatera Utara
17
Kadmiun di atas ambang batas (Surtipanti et al. 1995) dan ini baru tahun 1995
apalagi sekarang ini dengan peningkatan industri dan urbanisasi yang tinggi, mungkin
kandungan kedua logam ini akan terus bertambah.
Tabel 4. Konsentrasi umum logam berat pada berbagai jenis pupuk
Unsur Pupuk Fosfat Pupuk
Nitrat
Pupuk
Kandang
Kapur Kompos
Cd 0.1 – 170 0.05 – 8.5 0.1- 0.8 0.004- 0.1 0.01- 100
Co 1 – 12 5.4- 12 0.3- 24 0.4- 3 -
Cr 66 – 245 3.2- 2.9 1.1- 55 10- 15 1.8- 410
Cu 1 – 300 - 2- 172 2- 125 13- 3580
Hg 0.01- 1.2 0.3- 2.9 0.01- 0.36 0.005 0.09- 21
Ni 7- 38 7- 34 2.1- 30 10- 20 0.9- 279
Pb 7-225 2- 27 1.1- 27 20- 1250 1.3- 2240
(Charlena, 2004).
Hidayat (2013) melaporkan hasil penelitian, bahwa padi sawah yang ditanam
berdekatan dengan kawasan pabrik, seluruh bagian tanaman tercemar logam berat
termasuk pada gabahnya dengan kriteria yang yang sangat tinggi terutama pada Pb
karena sumber Pb bukan hanya dari limbah tapi juga dari asap pabrik.
Atafar et al. (2008) menyajikan data pemupukan kimia selama satu tahun pada
lahan pertanian dengan peningkatan dari 1,80 ppm sebelum pengolahan menjadi 6,83
ppm setelah panen, meningkat hampir 300 persen dari sebelum pengolahan dan dapat
dibayangkan jika pemupukan dilakukan pada setelah 10, 20, 30 tahun, akan terjadi
akumulasi Pb pada bahan pangan yang akan membahayakan kesehatan manusia.
Hasil analisis air irigasi di desa Tanjung morawa B bahwa kandungan logam
berat Pb dalam air irigasi sudah melewati ambang batas maksimum yang
diperbolehkan dalam air yang akan digunakan untuk keperluan pertanian dan
termasuk dalam kriteria yang sangat tinggi (Tabel 6).
Universitas Sumatera Utara
18
Tabel 5. Batas kritis logam berat dalam tanah, air dan tanaman padi
Jenis Logam berat Tanah1
(ppm)
Air2
(ppm)
Padi3
(ppm)
Pb
Cd
As
Hg
Sn
20,0
1,0
6,03
0,098
-
1,0
0.01
1,0
0,005
0,05
0,4
0,1
0,5
0,05
0,3
1. Ferguson, 1990 2. PP. No. 20 Th. 1990 3. SNI No. 7387 Th. 2009
Hal ini menunjukkan bahwa air yang digunakan untuk mengairi sawah sudah
tidak baik lagi dan ini sangat berbahaya bagi tanah dan tanaman khususnya tanaman
padi karena dapat segera mencemari tanah sekaligus tanaman padinya. Hal ini terjadi
karena adanya pabrik yang membuang limbah ke badan air, adapun pabrik tersebut
adalah pabrik pengolahan kayu, pabrik mie instan, pabrik sabun mandi dan sabun
cuci, pabrik kaca, besi dan juga pabrik kelapa sawit (Simangunsong, 2009).
Tabel 6. Hasil pengukuran logam berat Pb Air irigasi di Tj. Morawa B
No Nilai (ppm) *Kriteria
A 3.512 Sangat Tinggi
B 3.037 Sangat Tinggi
C 2.075 Sangat Tinggi
D 3.099 Sangat Tinggi
*Sumber: PP. No. 20 Th. 1990. (Simangunsong 2009).
Semua nilai kandungan logam berat Pb ini termasuk dalam kriteria yang
sangat tinggi menurut PP. No. 20 Th. 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air
yaitu keriteria kualitas air golongan D (Air yang dapat digunakan untuk keperluan
pertanian) (Tabel 7)
Universitas Sumatera Utara
19
Tanah sawah di tanjung morawa B di laporkan juga mulai tercemar logam
Timbal hingga 30,69 ppm, hal dapat dilihat dari sebaran warna kuning dan merah
menunjukkan tingkat pencemaran dari sedang hingga tinggi. Hal ini disebabkan
karena pada sekitar wilayah sawah sampel tersebut terdapat pabrik yang pembuangan
limbahnya ke sungai irigasi sawah. Berdasarkan informasi dari masyarakat setempat
diperoleh beberapa pabrik yang ada disekitar wilayah Tanjung Morawa B tersebut
yang membuang limbahnya ke sungai yang digunakan masyarakat untuk mengairi
sawahnya. Hal ini terbukti dengan matinya ikan yang dipelihara masyarakat dalam
kolam ikan yang airnya dari sungai irigasi tersebut. Adapun pabrik tersebut adalah
pabrik pengolahan kayu, pabrik mie instan, pabrik sabun mandi dan sabun cuci, dan
juga pabrik kelapa sawit. Sedangkan pada wilayah sampel tanah 8 terdapat pabrik
KIM STAR yang juga pembuangannya mengarah ke sungai yang digunakan untuk
mengairi sawah masyarakat (Simangunsong, 2009).
Adanya pabrik di wilayah persawahan menyebabkan pencemaran
(Simangunsong, 2009). Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa tanah sawah sampel 5
dan 8 yang mengandung kadar logam berat Pb tinggi. Hal ini disebabkan karena pada
sekitar wilayah sawah sampel tersebut terdapat pabrik yang membuang limbahnya ke
sungai irigasi sawah. Berdasarkan informasi dari masyarakat setempat diperoleh
beberapa pabrik yang ada disekitar wilayah Tanjung Morawa B tersebut membuang
limbahnya ke sungai yang digunakan masyarakat untuk mengairi sawahnya. Hal ini
terbukti dari matinya ikan yang dipelihara masyarakat dalam kolam ikan yang airnya
dari sungai irigasi tersebut. Adapun pabrik tersebut adalah pabrik pengolahan kayu,
pabrik mie instan, pabrik sabun mandi dan sabun cuci, dan juga pabrik kelapa sawit.
Universitas Sumatera Utara
20
Sedangkan pada wilayah sampel tanah 8 terdapat pabrik KIM STAR yang juga
pembuangannya mengarah ke sungai yang digunakan untuk mengairi sawah
masyarakat.
Tabel 7. Daftar kriteria logam berat untuk air kualitas golongan D (PP No.82. tahun
2001)
No Parameter Satuan Kadar
Maksmum
Keterangan
1 Air Raksa (Hg) mg/l 0.005
2. Arsen (As) mg/l 1
3 Boron (Bo) mg/l 1
4. Kadmium (Cd) mg/l 0.01
5 Kobalt (Co) mg/l 0,2
6 Kromium (Cr) Val 6 mg/l 1
8 Natrium (Na) mg/l 60
12 Tembaga (Cu) mg/l 0,2
13 Timbal (Pb) mg/l 1
477000
477000
478000
478000
479000
479000
480000
480000
481000
481000
388000 388000
389000 389000
390000 390000
391000 391000
PETA TINGKAT PENCEMARAN Pb PADA TANAH SAW AH
DI DESA TANJUNG MORAW A B
KABUPATEN DELI SERDANG
N
EW
S
200 0 200400600 Meters
D EP AR T EM EN ILM U TAN A H
FA KU L TAS PE R TA N IAN
U N IV ER S IT AS S U M ATE R A U TAR A
M ED A N
200 9
Desa Tj Morawa B
Pemukiman
Sungai
Jalan
Rendah
Sedang
Tinggi
KETERANGAN:
Sudah Bukan Sawah
Gambar 1. Peta pencemaran Pb pada tanah sawah di desa Tanjung Morawa B Kabupaten
Deli Serdang (Simangunsong, 2009)
8
6,7
5
3,4
1,2
Universitas Sumatera Utara
21
Tabel 8. Kisaran logam berat sebagai pencemar dalam tanah dan tanaman.
Unsur Kisaran Kadar Logam Berat (ppm)
Tanah Tanaman
Cd 0,1-7 0,2-0,8
Mn 100-4000 15-200
Ni 10-1000 1
Zn 10-300 15-200
Cu 2-100 4-15
Pb 2-200 0,1-10
(Pickering, 1980).
7. Dampak Pb terhadap Kesehatan
Menurut ketentuan WHO, kadar Pb dalam darah manusia yang tidak terpapar
oleh Pb adalah sekitar 10 -25 μg/100 ml. Pada penelitian yang dilakukan di industri
proses daur ulang aki bekas, Suwandi (1995) menemukan bahwa kadar Pb udara di
daerah terpapar pada malam hari besarnya sepuluh kali lipat kadar Pb di daerah tidak
terpapar pada malan hari (0,0299 mg/m 3 vs 0,0028 mg/m3), sedangkan rerata kadar
Pb Blood ( Pb -B ) di daerah terpapar 170,44 μg/100 ml dan di daerah tidak terpapar
sebesar 45,43 μg/100 ml. Juga ditemukan bahwa semakin tinggi kadar Pb -B,
semakin rendah kadar Hb nya (Sudarmaji et al. 2006)
Dampak dari timbal sendiri sangat mengerikan bagi manusia, utamanya bagi
anak-anak. Di antaranya adalah mempengaruhi fungsi kognitif, kemampuan belajar,
memendekkan tinggi badan, penurunan fungsi pendengaran, mempengaruhi perilaku
dan intelejensia, merusak fungsi organ tubuh, seperti ginjal, sistem syaraf, dan
reproduksi, meningkatkan tekanan darah dan mempengaruhi perkembangan otak.
Universitas Sumatera Utara
22
Dapat pula menimbulkan anemia dan bagi wanita hamil yang terpajan timbal akan
mengenai anak yang disusuinya dan terakumulasi dalam ASI.
Pada jaringan atau organ tubuh logam Pb akan terakumulasi pada tulang.
Karena dalam bentuk ion Pb2+, logam ini mampu menggantikan keberadaan ion Ca2+
(kalsium) yang terdapat pada jaringan tulang. Disamping itu pada wanita hamil logam
Pb dapat dapat melewati plasenta dan kemudian akan ikut masuk dalam sistem
peredaran darah janin dan selanjutnya setelah bayi lahir Pb akan dikeluarkan bersama
air susu. Meskipun jumlah Pb yang diserap oleh tubuh hanya sedikit ternyata logam
Pb ini sangat berbahaya. Hal itu disebabkan senyawa-senyawa Pb dapat memberikan
efek racun terhadap berbagai macam fungsi organ tubuh (Mukono, 2009).
Sudarmaji et al. 2006 menjelaskan bahwa paparan bahan tercemar Pb dapat
menyebabkan gangguan pada organ sebagai berikut :
a. Gangguan neurologi.
Gangguan neurologi (susunan syaraf) akibat tercemar oleh Pb dapat berupa
encephalopathy, ataxia, stupor dan coma. Pada anak- anak dapat menimbulkan kejang
tubuh dan neuropathy perifer. Gangguan terhadap fungsi ginjal logam berat Pb dapat
menyebabkan tidak berfungsinya tubulus renal, nephropati irreversible, sclerosis
vaskuler, sel tubulus atropi, fibrosis dan sclerosis glumerolus. Akibatnya dapat
menimbulkan aminoaciduria dan glukosuria, dan jika paparannya terus berlanjut
dapat terjadi nefritis kronis.
b.Gangguan terhadap sistem reproduksi .
Logam berat Pb dapat menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi berupa
keguguran, kesakitan dan kematian janin. Logam berat Pb mempunyai efek racun
Universitas Sumatera Utara
23
terhadap gamet dan dapat menyebabkan cacat kromosom. Anak -anak sangat peka
terhadap paparan Pb di udara. Paparan Pb dengan kadar yang rendah yang
berlangsung cukup lama dapat menurunkan IQ .
c. Gangguan terhadap sistem hemopoitik .
Keracunan Pb dapat dapat menyebabkan terjadinya anemia akibat penurunan
sintesis globin walaupun tak tampak adanya penurunan kadar zat besi dalam serum.
Anemia ringan yang terjadi disertai dengan sedikit peningkatan kadar ALA ( Amino
Levulinic Acid) urine. Pada anak – anak juga terjadi peningkatan ALA dalam darah.
Efek dominan dari keracunan Pb pada sistem hemopoitik adalah peningkatan ekskresi
ALA dan CP (Coproporphyrine). Dapat dikatakan bahwa gejala anemia merupakan
gejala dini dari keracunan Pb pada manusia. Anemia tidak terjadi pada karyawan
industri dengan kadar Pb-B (kadar Pb dalam darah) dibawah 110 ug/100 ml.
Dibandingkan dengan orang dewasa, anak -anak lebih sensitif terhadap terjadinya
anemia akibat paparan Pb. Terdapat korelasi negatif yang signifikan antara Hb dan
kadar Pb di dalam darah.
d. Gangguan terhadap sistem syaraf .
Efek pencemaran Pb terhadap kerja otak lebih sensitif pada anak-anak
dibandingkan pada orang dewasa. Paparan menahun dengan Pb dapat menyebabkan
lead encephalopathy. Gambaran klinis yang timbul adalah rasa malas, gampang
tersinggung, sakit kepala, tremor, halusinasi, gampang lupa, sukar konsentrasi dan
menurunnya kecerdasan. Pada anak dengan kadar Pb darah (Pb-B) sebesar 40-80
μg/100 ml dapat timbul gejala gangguan hematologis, namun belum tampak adanya
gejala lead encephalopathy. Gejala yang timbul pada lead encephalopathy antara lain
Universitas Sumatera Utara
24
adalah rasa cangung, mudah tersinggung, dan penurunan pembentukan konsep.
Apabila pada masa bayi sudah mulai terpapar oleh Pb, maka pengaruhnya pada profil
psikologis dan penampilan pendidikannya akan tampak pada umur sekitar 5-15 tahun.
Akan timbul gejala tidak spesifik berupa hiperaktifitas atau gangguan psikologis jika
terpapar Pb pada anak berusia 21 bulan sampai 18 tahun. Untuk melihat hubungan
antara kadar Pb -B dengan IQ (Intelegance Quation) telah dilakukan penelitian pada
anak berusia 3 sampai 15 tahun dengan kondisi sosial ekonomi dan etnis yang sama.
8. Remediasi
Remediasi adalah usaha pemulihan kembali keadaan lingkungan yang telah
rusak kepada keadaan semula dengan mengunakan komponen lingkungan itu sendiri
yaitu secara biotik ataupun abiotik. Remediasi yang di lakukan secara biotik disebut
dengan bioremediasi, yaitu usaha pemulihan lingkungan yang terdegradasi dengan
menggunakan makhluk hidup seperti mikroba dan juga tumbuhan. Bioremediasi
berbeda dengan biodegradasi. Bioremediasi hanya berupaya menghilangkan
kontaminan dan memindahkannya, sedangkan biodegradasi bisa menghilangkan dan
menjadikannya terdegradasi kepada senyawa yang lebih sederhana (Dadrasnia et al.
2013).
Teknik bioremediasi awalnya digunakan untuk mendegradasi senyawa
Hidrokarbon minyak bumi dan menghilangkan senyawa kontaminan dan
mengubahnya menjadi bentuk yang tidak berbahaya khususnya pada permukaan air,
tanah dan bawah tanah sehingga tidak meracuni kehidupan manusia dan tidak
menimbulkan risiko signifikan terhadap pasokan air atau badan air permukaan (Baker
dan Conradi, 1994).
Universitas Sumatera Utara
25
Teknologi bioremediasi secara umum dibagi kepada 2 yaitu ex situ dan in
situ. Teknologi ex situ adalah pemulihan dengan memindahkan bahan yang
terkontaminasi dengan mengunakan biaya yang sangat besar kemudian diberikan
perlakuan dan dalam sekala yang sempit, sehingga senyawa kontaminan hilang atau
berubah pada bentuk lain yang tidak berbahaya. Teknik ex situ yang biasa digunakan
adalah ; landfarming, Composting, biosorpsi, biofile. Sebaliknya teknik in situ
mengendalikan senyawa kontaminan di tempat terjadinya pencemaran dengan
memanfaatkan faktor biotik ataupun abiotic atau kombinasi keduanya. Penggunakan
teknik in situ mempunyai banyak kelebihan, selain berbiaya murah juga dapat pada
sekala yang luas. Teknik in situ yang biasa digunakan adalah; Biostimulasi,
Bioaugmentasi, Bioventing, Biospaging dan Fitoremediasi (Dadrasnia et al. 2013).
9. Biochar dan Pertumbuhan Tanaman
9.1 Defenisi Biochar
Biochar adalah kata baru bagi banyak orang, namun teknologi ini adalah merupakan
teknologi tradisional di beberapa wilayah dunia. Biochar mengacu pada jenis arang yang
terbuat dari biomassa organik. Tidak seperti charcoal, yaitu arang yang di buat untuk bahan
bakar, biochar memiliki kemampuan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah (amandemen)
menjadi lebih baik (Major, 2012)
Biochar dapat dibuat dari berbagai bahan baku biomassa termasuk limbah
tanaman, kehutanan, sampah halaman, dan pupuk kandang. Bahan baku ini
mengalami proses yang disebut pirolisis, yang menghasilkan penataan ulang molekul
yang biomassa, menghasilkan biochar hitam dan produk lainnya. Arang, yang
Universitas Sumatera Utara
26
merupakan bahan bakar yang terbuat dari biomassa, juga diproduksi oleh pirolisis.
Namun, arang memiliki sifat khusus yang membuatnya menjadi bahan bakar yang
baik, dan sementara sampai saat ini tidak ada klasifikasi dan sistem standardisasi
yang ada untuk biochar, para ilmuwan percaya bahwa karakteristik biochar yang
akan membuat pembenahan (amandemen) pada tanah dan akan berbeda dari apa yang
dibuat untuk bahan bakar . Karakteristik ini akan dieksplorasi lebih jauh (Major,
2012).
Standarisasi biochar belum dapat dilakukan secara umum, karena adanya
perbedaan alat, bahan dan proses pembuatannya, meskipun beberapa group termasuk
Initiative Biochar Internasional (IBI) dan Eropean Biochar Certificate (EBC) telah
mengeluarkan standar dengan yang berbeda. Standar tersebut diperlukan untuk
melindungi industri biochar, karena pada saat ini siapa pun bisa menjual apa-pun
sebagai biochar. Banyak industri berminat dalam mengembangkan standar mereka
sendiri sebelum memiliki standart yang sebenarnya yang dibebankan pada mereka,
yang dikembangkan di luar industri.
Karakterisasi biochar diperlukan untuk klasifikasi skema standarisasi dan
penentuan metode untuk analisis biochar.(Major et al. 2010). Dalam kasus metode
analisis tanah, modifikasi mungkin diperlukan karena biochar tidak berperilaku
seperti tanah dan beberapa tanah analitis sederhana tidak bisa dilakukan dengan
biochar. Misalnya, pH tanah dapat diukur dengan perbandingan 1:2,5 dengan air,
tetapi untuk biochar tertentu rasio tersebut perlu diperlebar, misalnya untuk 1:10
(Major et al. 2010b). Eropean Biochar Certificate (EBC) mengguna pembanding 1:5
Universitas Sumatera Utara
27
dengan pelarut CaCl2, tetapi International Biochar Initiative (IBI) menggunakan
perbandingan 1:20 dengan pelarut air (EBC-IBI, 2014)
Tabel 9. Standar biochar menurut EBC dan IBI
Parameter Eropean Biochar Certificate
(EBC)1
Internasional Biochar
Inisiative (IBI)2
C organic (%) 50 Kelas 1: ≥ 60
Kelas 2: ≥ 30-60
Kelas 3: ≥ 10-30
Rasio H/C (molar) 0,7 0,7
Rasio O/C 0,4 Tidak
Total N Tidak ditentukan Tidak ditentukan
Makro Nutrient (Jumlah
tidak ditentukan
P, K, Mg, Ca P dan K
Daya Hantar Listrik Tidak ditentukan Tidak ditentukan
pH Tidak ditentukan Tidak ditentukan
Kerapatan lindak Tidak ditentukan Tidak diperlukan
Distribusi Ukuran Partikel Tidak diperlukan Tidak ditentukan
Kadar Air (%) Kadar air Tidak ditentukan Tingkat kelembaban tidak
ditentukan
Luas permukaan (m2/gr_ Sebaiknya 150 Tidak dipersyaratkan
luasnya
Kemampuan memegang
Air
tidak ditentukan Tidak ditentukan
(EBC-IBI, 2014)
9.2. Pengaruh biochar pada Pertumbuhan Tanaman
Berbagai publikasi melaporkan secara umum nilai positif penggunaan biochar
sebagai amandemen tanah pada pertumbuhan tanaman di rumah kaca atau pun
dilapangan. Studi awal melaporkan bahwa biochar yang ditambahkan ke tanah dapat
meningkatkan hasil kedelai dan kacang-kacangan (Iswaran et al. 1980), dan kedelai
(Kishimoto dan Sugiura, 1985). Pucuk dan biomassa akar dari birch dan pinus
menjadi lebih besar dengan penambahan biochar di tanah (Wardle et al. 1998).
Universitas Sumatera Utara
28
Demikian pula, lima tahun setelah aplikasi biochar biomassa produksi pohon sugi
(Cryptomeria japonica) secara substansial meningkat (Kishimoto dan Sugiura, 1985).
Sebuah aplikasi tunggal 20 t ha-1 biochar ke tanah sabana Kolombia mengakibatkan
peningkatan produksi jagung sebesar 28 sampai 140% dibandingkan dengan kontrol
dalam 2 hingga 4 tahun setelah aplikasi (Mayor et al. 2010).
Penambahan biochar ke dalam tanah secara sigifikan meningkatkan
perkecambahan benih, pertumbuhan tanaman dan hasil tanaman sebesar 13- 30%
dibandingkan tanpa diberikan biochar. Penggunaan biochar dari sekam jerami sangat
potensial karena ketersediaan sekam yang sangat berlimpah, dimana pengolahan satu
ton gabah padi menghasilkan limbah sekam padi sebanyak 220 kg. Sekam padi terdiri
dari 20% bahan inorganik, dan 80 % bahan organik. Fraksi bahan organik terdiri dari
sellulosa dan hemisellulosa (50%), lignin (26%), dan komponen lain seperti minyak
dan protein (4%) (Glaser et al. 2002).
Pengaruh biochar pada pertumbuhan tanaman bervariasi dengan tingkat perlakuan
dan jenis asal biochar. Peningkatan jumlah aplikasi biochar tidak proporsional meningkatkan
biomassa kering tunas dan akar. Matovic (2010) memperkirakan bahwa penambahan
biochar yang optimal di tanah pertanian berkisar antara 1% dan 5%. Data dalam penelitian
ini menunjukkan bahwa dalam hal produktivitas tanaman, aplikasi biochar 1% dianggap
ideal. Park et al. (2011), melaporkan bahwa biochar yang berasal dari bahan organik
limbah asam dan sampah rumputan keduanya meningkatkan secara nyata pada pucuk
dan biomassa akar sawi, yang mungkin disebabkan keracunan logam dikurangi melalui
imobilisasi dan pasokan nutrisi.
Universitas Sumatera Utara
29
Sebuah aplikasi tunggal 20 t ha-1 biochar ke tanah sabana Kolombia
menghasilkan peningkatan produksi jagung sebesar 28 sampai 140% dibandingkan
dengan kontrol dalam 2 hingga 4 tahun setelah aplikasi (Mayor et al. 2010a). Dengan
penambahan biochar (pada 90 g kg-1) ke, tropis rendah kesuburan Ferralsol, proporsi
N ditetapkan oleh tanaman kacang (Phaseolus vulgaris) meningkat dari 50% (di
bandingkan tanpa biochar) menjadi 72%, dan biomassa produksi dan kacang hasil
secara signifikan meningkat (Rondon et al. 2007).
Pada jenis tanah yang sama , Pemulihan N total dalam tanah, pemberian
kompos dari sisa tanaman, dan biji-bijian secara signifikan lebih tinggi (16,5%),
biochar (18,1%), dan arang kompos ditambah perawatan (17,4%) dibandingkan
pemberian pupuk mineral (10,9%) (Steiner et al, 2008). Aplikasi tanah biochar
mengakibatkan dalam padi gogo lebih tinggi (Oryza sativa) menghasilkan gabah di
lokasi di utara Laos dengan ketersediaan P yang rendah, dan meningkatkan respon
terhadap N dan NP kimia pupuk perawatan (Asai et al. 2009).
Hasil gabah meningkat secara nyata pada pemberian biochar 0.21 t/ha in
2010 and 0.75 t/ha in 2011. Interaksi antara pemupukan dan biochar tidak nyata pada
peningkatan produksi , peningkatan hasil pada perlakuan dilihat dari gabah kering
giling , dan juga pada peningkatan rataan penggunaan pupuk (Slavich, 2011),
Pemberian biochar sekam padi 1 kg/plot (1m2) pada padi gogo dapat
meningkatkan pertumbuhan rata-rata 4,4 % - 12,72 % untuk tinggi tanaman , 13,8 % -
46,2 % untuk jumlah anakan, dan 9,8 % - 17,5 % untuk jumlah klorofil serta
peningkatan kadar air tanah yaitu 7,3% - 95,8 % bila dibandingkan dengan tanpa
pemberian biochar sekam padi (Mayly dan Hidayat, 2012)
Universitas Sumatera Utara
30
10. Potensi Biochar Dalam Menyerap Logam Berat
10.1 Pemanfatan Biomassa sebagai bahan baku biochar
Biomassa adalah istilah yang sangat luas untuk menjelaskan asal materi baru
yang dapat digunakan sebagai sumber energi atau untuk komponen komponen kimia.
Biomassa berbahan dasar karbon dan terdiri dari campuran molekul organik yang
mengandung atom hidrogen, Oksigen, Nitrogen dan juga sejumlah kecil bahan lain
seperti bahan alkali, alkali tanah dan logam berat. Adapun pembagian biomassa
adalah sebagai berikut :
1. Virgin Kayu : dari Kehutanan, kegiatan agrocultural, atau pengolahan kayu
2. Tanaman : Tanaman hasil tinggi yang ditumbuhkan khusus untuk aplikasi
energi
3. Residu pertanian : Residu dari panen atau pengolahan
4. Sisa Makanan : dari makanan dan minuman, persiapan dan pengolahan dan
limbah konsumen
5. Industri : Industri manufaktur dan proses ( Nurrohmi, 2011)
Jerami padi merupakan limbah pertanian terbesar di Indonesia. Jumlahnya
sekitar 20 juta per tahun. Menurut data BPS tahun 2015 , luas sawah di Indonesia
adalah 8,08 ha juta ha (BPS, 2018). Produksi per hektar sawah bisa mencapai 12-15
ton bahan kering setiap kali panen, tergantung lokasi dan varietas tanaman. Rasio
gabah dan jerami adalah 1 : 2, jika gabah yang dihasilkan perhectar sebanyak 7
ton/ha, maka jerami yang dihasilkan adalah 14 ton, Sejauh ini, pemanfaatan jerami
Universitas Sumatera Utara
31
padi sebagai pakan ternak baru mencapai 31-39 %, sedangkan yang dibakar atau
dimanfaatkan sebagai pupuk 36-62 %, dan sekitar 7-16 % digunakan untuk keperluan
industri (Sa’adah et al. 2008).
Tabel 10. Komposisi kimia beberapa biomassa
Biomassa Lignoselulosa Selulosa
(%berat)
Hemiselulosa
(%berat)
Lignin
(% berat)
Abu
(% berat)
Sekam Padi
Jerami Padi
Tandan Kosong Kelapa
Sawit
Ampas Tebu
Bambu
Kayu Keras
Kayu Lunak
58,852
28-36
36-42
32-44
26-43
40-45
38-49
18,03
23-28
25-27
27-32
15-26
7-14
19-20
20,9
12-16
15-17
19-24
21-31
26-34
23-30
0,16-1
15-20
0,7-6
1,5-5
1,7-5
1
1
Sumber: Mulder (1996)
Jerami padi merupakan bagian dari batang padi tanpa akar yang tertinggal
setelah diambil butir buahnya. Peningkatan produksi padi juga diiringi peningkatan
limbah jerami padi. Banyaknya jerami padi yang belum dimanfaatkan secara optimal
mendorong para peneliti mengembangkan potensi jerami padi menjadi sesuatu yang
mempunyai nilai ekonomi tinggi. Berikut ini adalah komponen yang ada dalam
jerami padi : - Selulosa 39 % - Hemiselulosa 27 % - Lignin 12 % - Abu 11 %
(Sa’adah et al. 2008).
Sekam padi merupakan lapisan keras yang menutupi kariopsis yang terdiri
dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses
penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau
limbah penggilingan sekitar 20-30% dari bobot awal. Sekam dikategorikan sebagai
biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku
Universitas Sumatera Utara
32
industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar, kandungan silika sekam yang
tinggi menjadikannya bernilai ekonomi yang tinggi dan Balitbangtan telah
mengembangkan teknologi sol-gel energi rendah skala semi pilot untuk memproduksi
silika dari sekam padi dengan ukuran partikel berskala nanometer (20 – 200nm) yang
kemudian dinamakan nanobiosilika (Litbang Pertanian, 2017).
Sabut kelapa adalah salah satu biomassa yang mudah didapatkan dan
merupakan hasil samping pertanian yang belum dimanfaatkan secara optimal.
Komposisi sabut dalam buah kelapa sekitar 35% dari berat keseluruhan buah kelapa.
Sabut kelapa terdiri dari serat (fiber) dan gabus (pitch) yang menghubungkan satu
serat dengan serat yang lainnya. Sabut kelapa terdiri dari 75% serat dan 25% gabus
(Carrijo et al. .2002).
Potensi penggunaan serat sabut kelapa sebagai biosorben untuk
menghilangkan logam berat dari perairan cukup tinggi karena serat sabut kelapa
mengandung lignin (35% – 45%) dan selulosa (23%–43%) .Serat sabut kelapa sangat
berpotensi sebagai biosorben karena mengandung selulosa yang di dalam struktur
molekulnya mengandung gugus karboksil serta lignin yang mengandung asam
phenolat yang ikut ambil bagian dalam pengikatan logam. Selulosa dan lignin adalah
biopolimer yang berhubungan dengan proses pemisahan logam-logam berat (Carrijo
et al. .2002).
Universitas Sumatera Utara
33
Tabel 11. Analisis kimia Serabut kelapa
Jenis Analisis Serat (%) Debu (%)
Abu
SiO2
Sari
Lignin
C & B selulosa
Alfa Selulosa
Pentosa
Kelarutan
- air panas
- Air dingin
NaOH 1%
4,49
0,75
6,62
37,00
49,62
33,74
15,63
12,51
10,29
34,78
5,62
0,67
6,70
43,04
-
-
11,51
22,18
17,22
45,57
(Carrijo et al. .2002).
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKS) merupakan limbah padat terbesar yang
dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit (PKS). Setiap pengolahan 1 ton TBS
(Tandan Buah Segar) akan menghasilkan TKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit)
sebanyak 22 – 23% TKS atau sebanyak 220 – 230 kg TKS. Jika PKS berkapasitas
100 ton/jam maka dihasilkan sebanyak 22 – 23 ton TKS. Jumlah limbah TKS seluruh
Indonesia pada tahun 2004 diperkirakan mencapai 18.2 juta ton.(Aryafatta, 2008).
Tabel 12. Komposisi Kimia Tandan Kosong Kelapa Sawit
Komposisi Kadar (%)
Kadar Air
Lignin
Holosellulosa
α-Sellulosa
Hemisellulosa
Zat Ekstraktif
8,56
25,83
56,49
33,25
23,24
4, 19
( Nurrohmi, 2011)
Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah berlignoselulosa yang belum
termanfaatkan secara optimal. Selama ini pemanfaatan tandan kosong hanya sebagai
Universitas Sumatera Utara
34
bahan bakar boiler, kompos dan juga sebagai pengeras jalan di perkebunan kelapa
sawit .(Aryafatta, 2008).
10.2 Pirolisis Biomassa
Biomassa adalah padatan yang dihasilkan oleh aktifitas mahluk hidup seperti
tumbuhan, hewan dan lainnya, yang terbentuk dengan cepat sebagai hasil aktifitas
metabolisme, berbeda dengan fosil yang dibentuk membutuhkan waktu yang sangat
lama sampai ribuan tahun. Seperti tanaman menggunakan sinar matahari untuk
merubah karbon dioksida di atmorfer dan air untuk pertumbuhannya sehingga
terbentuk biomassa dan biomassa ini dimakan hewan dan menghasilkan biomassa,
tidak seperti fosil, biomassa dapat diproduksi kembali dan ini lah dasar utama bahwa
biomassa dapat diperbaharui dan sebagai sumber energi (Verheijen, 2010).
Biomassa yang dihasilkan akan mengalami konversi baik secara biokimia
maupun secara termokimia. Konversi secara biokimia telah lama digunakan terutama
sebagai sumber energi diberbagai negara seperti di china dan India seperti pada
pemanfaatan etanol. Konversi secara termokimia berlangsung secara cepat dan
mendapat energi yang cukup banyak lebih dari konversi secara biokimia (Nachenius,
2013).
Pirolisis adalah dekomposisi secara termokimia dalam keadaan tanpa atau
oksigen terbatas. Istilah termolisis berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata “pyro”
artinya api dan “lysis” , yang artinya penghancuran menjadi bagian kecil. Dalam
prakteknya, tidak mungkin menciptakan lingkungan bebas oksigen sepenuhnya
karena selalu ada sejumlah kecil oksigen. Namun, tingkat oksidasi bahan organik
relatif kecil bila dibandingkan dengan pembakaran dimana oksidasi bahan organik
Universitas Sumatera Utara
35
hampir selesai terjadi, dan dengan demikian proporsi karbon yang jauh lebih besar
dan sebagian kecil yang terlepas ke udara dalam bentuk CO2, tetapi konversi bahan
baku tidak hanya menjadi arang tetapi juga menjadi gas dan minyak.
Pirolisis adalah suatu proses dekomposisi kimia biomassa organik melalui
pemanasan tanpa atau sedikit oksigen, di mana material mentah akan mengalami
pemecahan struktur kimia menjadi fase gas. Pirolisis adalah kasus khusus termolisis.
Pirolisis ekstrim, yang hanya meninggalkan karbon sebagai residu, disebut
karbonisasi. Pirolisis terbagi mejadi dua tahap, yaitu pirolisis primer dan pirolisis
sekunder. Pirolisis primer adalah proses pirolisis yang terjadi pada bahan baku
(umpan), sedangkan pirolisis sekunder adalah pirolisis yang terjadi pada partikel dan
agas atau uap hasil pirolisis primer. Pirolisis primer terjadi pada suhu di bawah 600
OC dan produk penguraian yang utama adalah karbon (arang). Sedangkan pirolisis
sekunder terjadi pada suhu lebih dari 600OC, berlangsung cepat, dan produk
penguraian yang dihasilkan adalah gas karbon monoksida (CO), hidrogen (H2),
Konversi biomassa
Biokimia Thermokimia
Digestion Fermentasi Pyrolisis Gasificas
i
Liquifa
ction
pembakaran
Anaerob Aerob Super critical
water
Oksigen steam
Gambar 2. Jenis konversi biomassa ( Basu, 2013)
Universitas Sumatera Utara
36
senyawa-senyawa hidrokarbon berbentuk gas, serta tar. Pirolisis sekunder ini
merupakan dasar proses yang digunakan pada sistem gasifikasi (gas producer)
dimana biomassa diuraikan untuk memperoleh gas bahan bakar karbon monoksida
(CO). (Lehman, 2007; Basu, 2013).
Mutu arang ditentukan antara lain oleh kadar abu, kadar karbon, kadar
“volatile matter”, tingkat kekerasan dan kilap arang. Pada percobaan yang di laporkan
oleh Verheijen (2010) dapat diketahui bahwa kualitas arang didasarkan pada
penampakan fisik arang yaitu tingkat kekerasan, kilap dan kadar air. Rendemen arang
dihitung sebagai perbandingan antara berat arang yang dihasilkan dengan berat awal
bahan baku. Pirolisis terjadi secara spontan pada suhu tinggi (umumnya di atas
sekitar 300 ° C untuk kayu, dengan suhu spesifik bervariasi dengan bahan). Hal ini
terjadi di alam saat vegetasi terkena kebakaran hutan atau bersentuhan dengan lahar
dari letusan gunung berapi. Paling ekstrim, pirolisis hanya menyisakan karbon
sebagai residu dan disebut karbonisasi. Suhu tinggi yang digunakan dalam pirolisa
dapat menyebabkan polimerisasi molekul di dalam bahan baku, dimana molekul yang
lebih besar juga diproduksi (termasuk senyawa aromatik dan alifatik), serta
dekomposisi termal beberapa komponen bahan baku menjadi molekul yang lebih
kecil. (Verheijen et al. 2010 ).
Biomassa terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang merupakan
biopolimer kompleks yang mengalami berbagai transformasi karena suhu reaksi
meningkat. Hal ini dapat dilihat dengan hasil analisis thermogravimetrik (TGA)
untuk konstituen biomassa yang berbeda. Massa biomassa menurun karena
Universitas Sumatera Utara
37
penguapan air selama tahap pemanasan awal ketika suhu biomassa meningkat
menjadi sekitar 100 C. Karena suhu meningkat menjadi sekitar 160 C, air terikat
dikeluarkan dari biomassa. Uap pirolisis pada tahap ini menunjukkan nilai pemanasan
yang dapat diabaikan. Pada suhu di atas 180 C, kompleks selulosa, hemiselulosa, dan
polimer lignin memecah dan membebaskan campuran gas yang tidak dapat
dikondensasi dan uap yang dapat dikondensasi .Uap tar terkondensasi yang
mengandung air, asam asetat, metanol, aseton, fenol, dan butir yang lebih berat
kadang disebut asam pyroligneous. (Tumuluru 2011).
10.3 Karekteristik Fisik dan Kimia Biochar
Biochar dibuat oleh “pemanggangan” biomassa dengan menggunakan sedikit
atau tidak ada oksigen. Ini benar-benar berbeda dari pembakaran biomassa pada api
terbuka, banyak oksigen yang tersedia untuk sepenuhnya mengoksidasi C dalam
biomassa untuk CO2, sehingga hampir semua C daun abu sebagai CO2 dan hanya dan
Gambar 3 . Termogravimetrik (TGA) untuk Sellulosa, Hemisellulosa dan Lignin, (Yang, et al. 2007)
Universitas Sumatera Utara
38
sejumlah kecil C tertinggal. Membatasi ketersediaan oksigen menghasilkan retensi C
lebih besar , namun efisiensi proses dalam pembentukan C biasanya 50% atau
kurang, yaitu hanya setengah C dalam bahan baku atau sisa kurang dalam biochar .
Hal ini karena tidak hanya biochar hasil dari proses pirolisis: gas mudah terbakar dan
senyawa volatil juga menguap dari biomassa (Lehmann, 2007).
Ketika biomassa dipanaskan dan mulai kering, maka proses pertama yang
terjadi adalah kelembaban dalam biomassa didorong keluar dan ini membutuhkan
pasokan energi karena kapasitas panas air yang tinggi, sejumlah besar energi yang
dibutuhkan untuk menguapkan air Hal ini merupakan konsekuensi dalam penggunaan
bahan baku basah untuk membuat biochar, biomassa idealnya harus pasif kering
(misalnya di bawah sinar matahari) pada kelembaban 10-15% sebelum mengalami
pirolisis, setelah biomassa kering, proses torrefaction dimulai (Taylor, 2011).
Selama torrefaction, biomassa di “panggang”", dan menjadi berwarna gelap
sebagai hasil perubahan kimia dan beberapa gas dan senyawa volatil keluar dari
biomassa. Sebagai biomassa selanjutnya dipanaskan dan mencapai ~ 300 ° C,
pirolisis benar dimulai dan proses menjadi eksotermik. Biomassa benar-benar menata
kembali dirinya menjadi biochar padat, gas mudah terbakar, dan senyawa volatil
(Taylor dan Mason, 2010). Secara keseluruhan, pirolisis menghasilkan panas serta
bahan bakar yang dapat dibakar sekaligus untuk menghasilkan lebih banyak energi
dalam bentuk panas dan berpotensi listrik, atau gas volatil dan dapat disempurnakan
dan digunakan sebagai bahan bakar dalam aplikasi lainnya. Dengan demikian, proses
Universitas Sumatera Utara
39
pirolisis dimana biochar dibuat menghasilkan energi terbarukan yang dapat
digunakan untuk menggantikan bahan bakar fosil.
Pirolisis lebih lanjut dapat dibagi menjadi pirolisis cepat dan lambat, dan
proses gasifikasi juga dapat menghasilkan biochar, dalam kondisi tertentu. Perbedaan
antara kedua jenis pirolisis umum termasuk waktu di mana pirolisis terjadi, tetapi
kondisi lain dari proses pirolisis dapat bervariasi dan berdampak pada karakteristik
biochar yang dihasilkan. Ini termasuk tetapi tidak terbatas pada suhu maksimum
dicapai dan tekanan di dalam ruang pirolisis. Jenis bahan baku yang digunakan untuk
membuat biochar memiliki dampak pada kualitas dari biochar yang dihasilkan (Major
et al. 2010).
Biochar umumnya disebut dengan arang bahan organik (charred organic
matter), bertujuan untuk khusus untuk aplikasi ke tanah dalam hal menjaga
simpanan karbon dan memperbaiki sifat- sifat tanah (Lehmann and Joseph, 2009).
Satu-satunya perbedaan antara biochar dan arang adalah dalam tujuan
pemanfaatannya; Arang diproduksi karena alasan lain (misalnya pemanasan,
barbeque, dll.) berbeda dengan biochar. Dalam arti fisikokimia, biochar dan arang
pada dasarnya adalah bahan yang sama. Bisa dikatakan bahwa biochar adalah istilah
yang digunakan untuk tujuan lain secara ilmiah, yaitu untuk mengarahkan kembali
arang menjadi sesuatu yang lebih menarik dan untuk melayani tujuan komersial.
Namun, dari perspektif ilmu tanah, bermanfaat untuk membedakan jenis bahan arang
yang dapat memperbaiki sifat sifat tanah (Major et al. 2010)
Universitas Sumatera Utara
40
Meningkatnya pH melalui aplikasi biochar adalah disebabkan karena ada
bahan kapur pada Biochar seperti kapur kalsit, sekam padi dan tongkol jagung
memiliki kejenuhan basa yang tinggi sehingga meningkatkan pH, jika komponen
basa ditambahkan (seperti . CaCO3), ion H+ akan dinetralkan . Dengan penambahan
basa yang berketerusan akan menjadi bufer pada hydrolisis Al3+ yang banyak
melepaskan H+ dan akhirnya pH tanah tidak meningkat sampai pada batas yang
sesuai pada penambahan komponen basa pada Biochar yang akan mengurangi
kelarutan Al3+, akhirnya Al(OH)3 akan mngendap pada pH 6,5 jumlah kelarutan Al 3+
akan berkurang dan pH tanah akan meningkat (Plaster, 2004).
Rata rata peningkatan pH tanah dari tiga jenis amandemen kapur kalsit,
sekam padi dan biochar adalah 23%, 20%, 23%. Ini mengindikasikan bahwa kapur
kalsit dan biochar memiliki efektifitas yang sama dan memperbaiki pH tanah
(Nurhidayati dan Mariati, 2014).
Peningkatan pada pH tanah terjadi karena penurunan jumlah Al 3+ yang dapat
dipertukarkan, dan penambahan amandemen seperti bahan organik dan biochar pada
tanah masam akan memberikan efect positif yaitu meningkatkan kapasitas tukar
kation dan menurunkan toksisitas logam, hal ini disebabkan adan sumbangan ion
negatif dari ikatan karboksil dengan cara demikian menurunkan kelarutan logam
berat. (Glaser et al. (2002; Havlin et al. 2005).
Hunt et al. (2010) mengatakan bahwa biochar adalah karbon anorganik yang
resisten terhadap proses pelapukan, sehingga biochar dapat bertahan pada masa yang
lama di dalam tanah, dengan menambahkan biochar dapat meningkatkan produksi
dengan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Chan et al. 2007), dan juga
Universitas Sumatera Utara
41
banyak dilaporkan bahwa biochar meningkatkan pH tanah dan kapasitas tukar kation.
(Liang et al. 2006; Yamato et al. 2006) . biochar juga memberikan sumbangan ion
negatif pada tanah, dan ion dapat bertindak sebagai bufer bagi tanah sehingga
pemberianya dapat meningkatkan efesiensi pemupukan Nitrogen (Chan et al. 2007).
Pemanfaatan biochar sekam padi sebagai pupuk an organik memiliki fungsi
ganda yaitu sebagai suplay hara juga dapat membaiki sifat sifat tanah dan
mempertahankan hara dengan mengurangi jumlah hara yang hilang dari proses
pencucian pada tanah (Chan et al. 2007). Zhang et al. 2012 melaporkan bahwa
pemberian biochar jerami gandum pada 2 tahun berturut turut (2009- 2010) pada
padi, meningkatkan pH sebesar 0,36 point pada dosis 40 ton/ ha, peningkatan
kandungan organik tanah (SOC) pada dosis 10 hingga 40 ton, juga total Nitrogen
meningkat secara dari 2,27 (kontrol) menjadi 2,27 pada perlakuan 40 ton/ ha, tetapi
menurunkan kerapatan lindak tanah secara nyata mulai dosis 20 ton/ ha hingga 40
ton/ ha, hal ini membuktikan bahwa pemanfaatan biochar tanah dapat memberikan
perbaikan pada sifat sifat tanah
Biochar memberikan sumbangan ion negatif pada tanah, dan ion dapat
bertindak sebagai bufer bagi tanah sehingga pemberianya dapat meningkatkan
efesiensi pemupukan Nitrogen (Chan et al. 2007).
Peningkatan suhu pirolisis dapat mempengaruhi kualitas biochar, pada Tabel
8, dapat dilihat bahwa peningkatan suhu menurunkan ketersediaan hara kecuali pada
K tetapi tidak menghilangkan semua hara pada biochar ( Novak et al. 2009). Biochar
yang berasal dari kotoran babi secara umum memiliki kandungan hara yang lebih
Universitas Sumatera Utara
42
tinggi dari sumber lainnya pada NPK, sedang biochar lainya tinggi pada unsur Ka,
Ca, Mg. ini menunjukkan pemanfaatan biochar sebagai amandemen sangat
tergandung pada jenis biomassa dan suhu pirolisisnya, jika pemanfaatanya untuk
meningkatkan sifat kimia khususnya ketersediaan hara NPK, maka biochar yang
berasal dari kotoran hewan dengan suhu yang rendah jauh lebih baik tetapi jika
pemanfaatan pada sifat fisik dan remediasi biochar dari sisa tanaman dan sampah
organik lainnya jauh lebih baik (Cao dan haris, 2010; Zheng et al. 2013). Karbon
pada biochar juga dapat menyerap Ammonium 60 kali lipat dibanding pada karbon
tanpa proses biochar (Seredych and Bandosz 2007; Taghizadeh-Toosi et al. 2011; R.
Zornoza et al. (2015 ).
Biochar juga mengandung sejumlah hara yang dapat diserap tanaman,
Zornoza et al (2015) menyebutkan bahwa biochar yang berasal dari kotoran babi dan
sampah padat kota, sisa tanaman dapat menyediakan sejumlah hara N, P, K, Ca, Mg
dan Cu bagi tanaman .
Gambar 4. Grafik kandungan hara biochar pada temperatur yang berbeda (Zhang
2013).
Universitas Sumatera Utara
43
Suhu pirolisis juga menentukan karakteristik biochar yang dihasilkan, slow
pirolisis (200-350)0C menghasilkan biochar yang kaya akan hara ( terutama Nitrogen)
tetapi luas permukaan lebih kecil dibanding dengan fast pirolisis ( suhu 400-650)
yang mengandung hara lebih sedikit terutama Nitrogen, tetapi Kalium (K) cenderung
meningkat dengan meningkatnya suhu pirolisis (Zheng et al. 2013).
Tabel. 13. Daftar sejumlah hara yang dapat disuplay pada temperatur pirolisis yang
berbeda dari berbagai jenis biochar
Ket : BB=Biochar kotoran babi, BST = Biochar sisa tanaman, BSK (Biochar
Sampah Kota) (Zornoza et al. 2015)
Karakter biochar yang berasal dari tanaman dianggap sebagai kondisioner
tanah, bukan pupuk, karena status nutrisi yang rendah tetapi mudah larut, paling
efektif bila digunakan dengan kombinasi dengan pupuk NPK sintetis.(Steiner et al.
Universitas Sumatera Utara
44
2007). Sebaliknya, char yang diturunkan dari pupuk kandang dapat melepaskan
kandungan dan fungsi NPK-nya baik sebagai pupuk dan kondisioner tanah (Chan et
al. 2008). Uji coba percobaan menunjukkan hasil lobak yang meningkat sebagai hasil
amandemen biochar yang diturunkan dari pakan unggas pada Chromosol asam (Chan
et al. 2008). Peningkatan pertumbuhan lobak dikaitkan dengan pelepasan nutrien (N)
dan perubahan sifat tanah seperti peningkatan pH dan KTK dan penurunan Al nilai
tukar (Chan et al. 2008).
10.4 Penjerapan Logam Berat Oleh Biochar
Biochar diketahui memiliki struktur yang sangat berpori, mengandung
berbagai kelompok fungsional dan terbukti efektif dalam adsorpsi logam berat,
terutama di sistem perairan (Liu dan Zhang 2009). Penggunaan biochar dapat
meningkatkan KTK tanah dan efisiensi pemupukan, meningkatkan pertumbuhan dan
hasil tanaman, mengurangi erosi tanah. Biochar juga mampu meningkatkan
kemampuan menahan air, yang sangat penting dalam proses adaptasi terhadap
perubahan iklim global dimana berhubungan dengan mitigasi terhadap kekeringan,
kehilangan unsur hara dan erosi (Sohi et al. 2009; Liang et al. 2006; Wolf, 2008;
Steiner et al. 2007 ).
Imobilisasi logam dapat dicapai dengan adsorpsi logam pada permukaan
biochars. Adsorpsi kation bahan organik dan mineral tanah liat dapat dikelompokkan
menjadi dua kategori, adsorpsi nonspesifik dan spesifik. Adsorpsi spesifik
menunjukkan adsorpsi logam pada lapisan dalam membentuk ikatan koordinasi ke
Universitas Sumatera Utara
45
permukaan, sementara adsorpsi nonspesifik mengacu pada adsorpsi logam oleh
interaksi coulombic sederhana dalam lapisan difusi listrik ganda (Abd-Elfattah dan
Wada 1981). Sebagian muatan kation bumi yang alkali dan alkali bersifat non-
spesifik adsorpsi, dan Cd, Pb dan Zn khusus berinteraksi dengan bahan organik (Abd-
Elfattah dan Wada 1981; Namgay et al. 2010.). Oleh karena itu, imobilisasi logam
oleh biochar mungkin terjadi oleh kedua adsorpsi spesifik dan nonspesifik.
Park et al. (2011) menyimpulkan bahwa aplikasi biochar ke tanah
terkontaminasi logam memiliki potensi pemulihan dengan immobilisai logam ,
sehingga mengurangi ketersediaan logam untuk tanaman.Selain itu, biochar
meningkatkan faktor agronomi tanaman dengan meningkatnya ketersediaan hara
dan aktivitas mikroba.
Biochar dipostulasikan untuk berfungsi sebagai kondisioner tanah dan pupuk
dengan meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK), pH, dan retensi air, dan dengan
menyerap logam berat beracun dan secara bertahap melepaskan nutrisi yang
membatasi (Steiner et al. 2007). Penyerapan pada mikro dan mesopori, dan interaksi
spesifik dengan kelompok fungsional permukaan (terutama ligan oksigen-donor
seperti karboksilat) memainkan peran penting dalam pemupukan tanah dengan
amandemen biochar (Glaser et al. 2002).
Biochar memiliki kemampuan menstabilkan logam berat pada tanah yamg
tercemar dan menurunkan secara nyata penyerapan logam berat oleh tanaman dan
dapat meningkatkan kualitasnya dengan memperbaiki sifat sifat fisik kimia dan
biologi tanah (Ippolito et al. 2012; Komarek et al. 2013) Oleh karena itu, penerapan
biochar berpotensi untuk dapat memberikan solusi baru untuk perbaikan dari tanah
Universitas Sumatera Utara
46
yang tercemar oleh logam berat. Stabilisasi logam berat dalam tanah dengan
penerapan biochar dapat melibatkan sejumlah mekanisme mungkin, karena
diilustrasikan pada Gambar. 1 (Lu et al. 2012). Park et al (2011), mengatakan bahwa
biochars efektif dalam imobilisasi logam berat meskipun efektivitas ini dapat
bervariasi tergantung pada jenis biochar. Kemungkinan mekanisme untuk imobilisasi
logam berat oleh biochars adalah: (a) pembentukan logam (hydr) oksida, karbonat,
fosfat atau endapan, (b) interaksi elektrostatik antara logam kation, dan kelompok
fungsional diaktifkan dengan meningkatkan pH seperti yang ditunjukkan pada FT-IR
spektrum, dan (c) permukaan chemisorption antara d-elektron dari logam dan
terdelokalisasi π-elektron dari karakter (Cao et al 2009;. Uchimiya et al 2010b).
Imobilisasi logam dapat dicapai dengan adsorpsi logam pada permukaan
biochars. Adsorpsi kation bahan organik dan mineral tanah liat dapat dikelompokkan
menjadi dua kategori, adsorpsi nonspesifik dan spesifik. Adsorpsi spesifik
menunjukkan adsorpsi logam dalam lapisan dalam membentuk ikatan koordinasi ke
permukaan, sementara adsorpsi nonspesifik mengacu pada adsorpsi logam oleh
interaksi coulombic sederhana dalam lapisan difusi listrik ganda (Abd-Elfattah dan
Wada 1981). Sebagian muatan kation bumi yang alkali dan alkali bersifat non-
spesifik adsorpsi, dan Cd, Pb dan Zn khusus berinteraksi dengan bahan organik (Abd-
Elfattah dan Wada 1981; Namgay et al 2010.). Oleh karena itu, imobilisasi logam
oleh biochar mungkin terjadi oleh kedua adsorpsi spesifik dan nonspesifik.
Lu et al (2012) pada gambar di bawah memberikan contoh mekanisme
penyerapan Pb2+ oleh lumpur biochar yang dapat mencakup :
Universitas Sumatera Utara
47
1. Bursa Pb 2+ dengan Ca2 +, Mg2 +, dan kation lainnya yang ada pada biochar,
yang terpresipitasi bersama dan kompleksasi innersphere dengan kompleks
materi humat dan oksida- oksida mineral dari biochar;
2. Kompleksasi permukaan logam berat dengan gugus fungsional yang berbeda,
dan kompleksasi dengan mineral oksida hidroksil bebas dan mengendap pada
permukaan lainnya;seperti pembentukan Pb Oksalat dan Pyromorphite
(Beauchemin et al. 2013)
3. Fisik adsorpsi innersphere dan presipitasi permukaan yang berkontribusi
terhadap stabilisasi Pb2
Gambar 5.Gambaran mekanisme penjerapan logam berat oleh biochar (Lu et al. 2012
Beauchemin et al. 2013, menyebutkan bahwa kation- kation tukar berperan
dalam penyerapan Pb, seperti Ca, pada penelitian dengan metode Bath Sorption
dengan menggunakan biochar dari kotoran burung dan pohon willow, menunjukkan
bahwa pada perlakuan dengan menggunakan biochar kotoran burung pada setiap
Universitas Sumatera Utara
48
penjerapan 1mmol.kg-1 Pb melepaskan 17.8 mmol.kg-1 Ca dan pada willow 28.81
mmol.kg-1Ca.
Komponen lain yang memegang peranan penting adalah keberadaan mineral
seperti fosfat dan karbonat dalam aplikasi biochar memainkan peran penting dalam
stabilisasi berat logam dalam tanah karena garam-garam ini dapat berikatan dengan
berat logam dan mengurangi bioavailabilitas mereka (Cao et al. 2009).
Gambar 6. Pelepasan Ca akibat penyerapan fosfat dan pemukaan biochar
(Beauchemin et al. 2013)
Cao dan Harris (2010) mengusulkan bahwa mekanisme utama biochar yang
efektif untuk menahan Pb adalah dengan presipitasi Pb fosfat. Umumnya, selama
pembuatan biochar, P, Ca, dan Mg yang dapat terlarut meningkat ketika dipanaskan
sampai 200 °C, tapi menurun pada suhu yang lebih tinggi, mungkin karena
peningkatan pembentukan kristalisasi Ca-Mg-P, seperti dibuktikan dengan
y = 0.3022x + 17.499R² = 0.9978
0
20
40
60
80
100
-20 10 40 70 100 130 160 190 220
Dissol
ved Ca
(mmo
l kg-1)
Sorbed Pb (mmol kg-1)
Poultry Manure
y = 0.571x + 28.24R² = 0.992
0
50
100
150
200
250
-20 80 180 280 380
Dissol
ved Ca
(mmo
l kg-1)
Sorbed Pb (mmol kg-1)
Willow
Universitas Sumatera Utara
49
pembentukan whitlockite (Ca, Mg) 3 (PO4) 2 saat suhu pirolisis meningkat menjadi
500 °C, sehingga memfasilitasi pengendapan Pb (Cao dan Harris 2010).
Beauchemin et al. 2013, menambahkan bahwa biochar yang berasal dari kotoran
burung yang kaya akan mineral fosfat akan membentuk pyromorphite ( Pb5(PO4)3Cl
lebih banyak dibandingkan biochar yang berasal dari tanaman yang sedikit
kandungan fosfatnya, dengan terbentuknya pyromorphite akan sedikit Pb yang dapat
dipertukarkan dan di serap tanaman karena akan mengendap, tetapi biochar yang
berasal dari pohon willow kaya akan Oxalat (H2C204 ) sehingga membentuk Pb
Oksalat dan akan mengendap.
Bioccc
Gambar 7. X Ray Diffraction biochar dari kotoran burung yang diberikan Pb pada
beberapa taraf (Beauchemin et al. 2013)
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70
Inte
nsity
(C
PS
)
Two-Theta
PM_50
PM_150
PM_300
PM_600
pypy = pyromorphitema = magnetiteca = calcite
py
ma
py
pyca
cama
py
ca
ca
pypy py
pyma
ma
Universitas Sumatera Utara
50
Gambar 8. X Ray Diffraction biochar dari pohon willow yang diberikan Pb pada
beberapa taraf (Beauchemin et al. 2013)
Alkalinitas biochar juga mengambil peran pada presipitasi logam berat di
tanah. Chan dan Xu (2009) melapor dalam literatur bahwa rata- rata nila pH biochar
dari berbagai bahan baku adalah pH 8.1. Dengan bahan baku yang sama, nilai pH
biochar akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu pirolisis karena
peningkatan kadar abu di biochar. Oleh karena itu, sebagian besar biochars adalah
bahan alkali dan memiliki efek pengapuran, yang dapat berkontribusi pada
pengurangan mobilitas dari logam berat dalam tanah yang tercemar (Sheng et
al.2005; Wu et al. 2012). Namun, kemampuan adsorpsi dari jenis yang sama dari
biochar bervariasi dengan berbagai jenis logam berat.
Park et al. (2011) mengatakan bahwa aplikasi biochar ke tanah terkontaminasi
logam memiliki potensi pemulihan dengan immobilisai logam , sehingga mengurangi
ketersediaan logam untuk tanaman, selain itu, biochar meningkatkan faktor agronomi
tanaman dengan meningkatnya ketersediaan hara dan aktivitas mikroba.
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70
Inte
nsity
(CPS
)
Two-Theta
W_50
W_150
W_300
W_600
py
py = pyromorphitema = magnetitepox = lead oxalate
ma
py
py
pypoxpy
pox pypy
pox pox
ma
Universitas Sumatera Utara
51
10.5 Mekanisme interaksi antara biochar dan logam berat
Karakteristik biochar merupakan fungsi dari beberapa faktor, termasuk jenis
bahan baku, ukuran partikel bahan baku dan suhu dan kondisi pirolisis. Berbagai
karakteristik yang mungkin dimiliki biochar membuat beberapa bahan tertentu lebih
sesuai daripada yang lain untuk mereduksi logam yang berbeda. Oleh karena itu,
ketika memilih biochar untuk tujuan remediasi, ilmuwan harus menyadari tidak hanya
tipe dan karakteristik tanah tetapi juga pada sifat biochar. Selain itu, juga harus
dipertimbangkan bahwa sifat biochar utama seperti luas permukaan, pH, abu dan
kandungan karbon dengan demikian meningkatkan kemampuan biochar untuk
mereduksi logam berat (Lima et al. 2014).
Sebelum meninjau mekanisme yang tersirat dalam interaksi antara biochar
dan logam berat, perlu dicatat bahwa biochar bekerja pada fraksi bioavailable logam
berat tanah dan juga dapat mengurangi kemungkinan pelepasannya. Salah satu
karakteristik biochars memiliki luas permukaan yang besar, yang menyiratkan
kapasitas tinggi untuk logam berat kompleks di permukaannya. Permukaan
penyerapan logam berat pada biochar telah ditunjukkan pada banyak kesempatan
menggunakan mikroskop elektron scanning (Beesley dan Marmiroli, 2011; Lu et al.
2012).
Penyerapan ini dapat disebabkan oleh kompleksasi logam berat dengan
kelompok fungsional yang berbeda yang ada dalam biochar, karena pertukaran logam
berat dengan kation yang terkait dengan biochar, seperti Ca2+ dan Mg 2+ (Lu et al.
2012) , K +, Na + dan S (Uchimiya et al. 2011c), atau karena adsorpsi fisik (Lu et al.
2012). Juga kelompok fungsional oksigen diketahui menstabilkan logam berat di
Universitas Sumatera Utara
52
permukaan biochar, terutama untuk logam seperti Pb 2+ dan Cu 2+ (Uchimiya et al.
2011c). Selain itu, Méndez et al. (2009) mengamati bahwa penyerapan Cu2+
berhubungan dengan kelompok permukaan teroksigenasi tinggi dan juga dengan
diameter pori rata-rata tinggi, kepadatan muatan superfisial yang tinggi dan
kandungan pertukaran H+ Mg 2+ dari biochar. Mungkin, mekanisme penyerapan
sangat bergantung pada jenis tanah dan kation-kationnya ada pada Biochar dan tanah.
Beberapa senyawa lain yang ada di dalam abu, seperti karbonat, fosfat atau
sulfat juga dapat membantu menstabilkan logam berat dengan pengendapan senyawa
ini dengan polutan (Cao et al. 2009; Karimi et al. 2011; Park et al. 2013). Alkalinitas
biochar juga dapat menjadi bagian yang bertanggung jawab atas rendahnya
konsentrasi logam berat yang ada yang ditemukan di tanah yang telah diubah dengan
biochar. Nilai pH yang lebih tinggi setelah penambahan biochar dapat menyebabkan
presipitasi logam berat di tanah. Nilai pH biochar meningkat dengan suhu pirolisa
(Wu et al. 2012), yang telah dikaitkan dengan proporsi kadar abu yang lebih tinggi
(Cantrell et al. 2012). Biochar juga dapat mengurangi mobilitas logam berat,
mengubah keadaan redoks mereka (Choppala et al. 2012). Sebagai contoh,
penambahan biochar dapat menyebabkan transformasi Cr 6+ menjadi Cr 3+ yang
kurang mobile (Choppala et al. 2012). Kontribusi relatif dari mekanisme yang
berbeda untuk immobilisation logam berat oleh biochar yang berbeda tetap tidak
diketahui, walaupun beberapa penelitian menghubungkan dengan perubahan pH
(Houben et al. (2013a)
Mekanisme penghapusan logam berat dengan amandemen biochar dapat
dikaitkan dengan interaksi elektrostatik, presipitasi dan reaksi lainnya sesuai dengan
Universitas Sumatera Utara
53
penelitian saat ini. Dengan penggabungan biochar, ada muatan negatif pada
permukaan tanah akibat menurunnya potensi zeta dan meningkatnya KTK, Oleh
karena itu, daya tarik elektrostatik antara logam berat dengan muatan positif dan
tanah akan meningkatkan. Sehubungan dengan presipitasi, pH tanah yang meningkat
secara nyata yang timbul dari amandemen biochar dapat menyebabkan penurunan
mobilisasi logam berat. Berbagai oksidasi, fosfat atau karbonat akan terbentuk dalam
kondisi yang berbeda, misalnya, endapan baru diamati pada SDH sludge (sludge
derived Biochar) sebagai 5PbOP2O5 SiO2 (timbal fosfat silikat) pada pH awal 5 (47) .
Beberapa mekanisme lain yang lebih kompleks juga bisa ikut bermain selama
interaksi biochar dan logam berat. Karena ada banyak kelompok fungsional
(kelompok karboksilat, alkohol dan hidroksil dll) di permukaan biochar, mudah untuk
membentuk kompleks antara logam berat dan kelompok ini. Jiang et al. (2012)
menggunakan metode batch untuk menyelidiki pengaruh biochar di tanah muatan
permukaan dan adsorpsi Pb (II). Meskipun mekanisme elektrostatik dan non-
elektrostatik berkontribusi terhadap peningkatan adsorpsi Pb (II), mekanisme non-
elektrostatik di mana pembentukan kompleks antara Pb2+ dan kelompok fungsional
didominasi.
Mekanisme di atas tidak bertindak secara terpisah ketika biochar digunakan
untuk menghilangkan logam berat, mereka bekerja sama untuk mencapai efek
remediasi. Liu et al (2009),. menunjukkan bahwa kombinasi dengan gugus fungsi
hidroksil dan karboksil organik menyumbang 38,2 - 42,3% dari total Pb yang diserap
dengan pH, sementara co-presipitasi atau penggabungan pada permukaan mineral
menyumbang 57.7- 61.8%. Penghapusan Cr (VI) dengan adanya Biochar juga
Universitas Sumatera Utara
54
disebabkan oleh aksi gabungan atraksi elektrostatik, partisipasi dan kombinasi (Tang
et al. 2013).
11. Potensi Azolla Dalam Menyerap Logam Berat
11.1 Karakteristik Azolla
Azolla adalah asal kata dari bahasa latin yaitu Azollaceae, yang merupakan
tumbuhan paku air yang termasuk ordo Salviniales, famili Azollaceae. dan
mempunyai enam spesies. Sangat mudah berkembang terkadang dianggap petani
sebagai gulma atau limbah pertanian, di daerah Sumatera umumnya disebut
kiambang. Azolla pada daerah persawahan akan mengambang diatas permukaan air
dan bila air surut akan menempel pada tanah yang lembab. Pemanfatan azolla sebagai
pupuk pengganti urea telah banyak dilaporkan oleh karena dapat mengikat nitrogen
yang cukup besar. Spesies yang banyak terdapat di Indonesia terutama di pulau Jawa
adalah Azolla pinnata, dan biasa tumbuh bersama-sama padi di sawah (Hidayat,
2011).
Azolla memiliki banyak kegunaan. Hal ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk
hayati pada padi dan banyak tanaman lain, pakan ternak, makanan manusia, obat, dan
alat pembersih air. Mungkin juga digunakan untuk produksi bahan bakar hidrogen,
produksi biogas, pengendalian gulma,pengendalian nyamuk, dan pengurangan
penguapan amonia yang menyertai aplikasi pupuk nitrogen kimia (Wagner, 1997).
Universitas Sumatera Utara
55
Azolla merupakan tumbuhan kelas paku-pakuan (Ptriodopyta) ordo
Salviniales (dinyatakan oleh Lamarck pada tahun 1783).Sebelumnya, pandangan
yang paling luas diterima adalah bahwa Azolla milik keluarga Salviniaceae dan
terdiri dari dua subgenera dan enam spesies hidup (Lumpkin & Plucknett, 1980).
Tan et al. (1986) telah memisahkan azolla dari genus salvinia, kepada Azollaceae
.Dengan dua Subgenus yaitu : 1) Euazolla (Azolla), ditandai oleh kepemilikan papila
hanya pada daun dan beberapa cabang, kehadiran tiga megaspora mengapung, dan
berkembang dengan baik, glochidia septate dengan struktur jangkar seperti terminal,
termasuk empat spesies: A. filiculoides Lain, A. carolininia WiUd, A. microphylla
Kaulf, dan. A. Mexicana Presl. 2) subgenus Rhizosperma dicirikan oleh adanya
papila seluruh tubuh vegetatif, kehadiran sembilan megaspora mengapung, dan
keberadaan glochidia sederhana, termasuk dua spesies: A. pinnata R. Br, dengan
glochidia sederhana, dan A..nilotica Decne, dengan tidak memiliki glochidia .
Perkembangan terbaru dalam taksonomi Azolla. Saunders dan Fowler (1992)
merevisi taksonomi azolla. Rhizosperma berdasarkan statistik multivariat analisis
karakteristik ultra, morfologi, dan anatomi dan memisahkan A. pinnata dan A.
nilotica. dalam taksonomi supraspecific Azolla, dengan subg. Azolla yang dibagi
menjadi dua bagian yaitu bagian azolla dan rhizosperma. Bagian azolla harus
mencakup lima jenis (A. filiculoides Lain, A. rubra R. Br.., A. mexicana Presl, A.
carolininia auct WiUd non..,dan A. microphylla auct. non Kaulf.). Bagian
Gambar 9. Gambar Azolla pinnata (A) dan Azolla microphylla (B) (Foto, Hidayat)
A B
Universitas Sumatera Utara
56
Rhizosperma seharusnya hanya berisi A.pinnata R. Br. Selain itu, mereka
mengusulkan bahwa A. nilotica Decne. ex Mett. ditempatkan di baru subgenus,
Tetrasporocarpia. Mereka membenarkan pemisahan A. nilotica ke subgenus tersendiri
dengan dasar bahwa ia memiliki kebiasaan unik memproduksi sporocarps dalam
posisi merangkak, dengan jumlah kromosom yang berbeda 2n = 52 (sedangkan A.
pinnata memiliki 2n = 44 seperti spesies Azolla lain), dan evolusinya lebih panjang
daripada A. Pinnata (Wagner,1997).
Azolla berdaun pakis berkisar antara 1 cm sampai 2,5 cm dalam spesies
seperti A. pinnata, A.microphylla dan pada spesies A. nilotica berukuran 15 cm atau
lebih. Morfologi terdiri dari sebuah rimpang utama, bercabang menjadi rimpang
sekunder, semua yang memiliki daun kecil diatur secara bergantian. Tidak bercabang,
akar adventif menggantung ke air dari node pada permukaan ventral rimpang. Akar
menyerap nutrisi langsung dari air, dalam air yang sangat dangkal yang dapat
menyentuh tanah mendapatkan hara nutrisi . Setiap daun terdiri dari dua lobus:
sebuah lobus punggung udara, yang chlorophyllous, dan ventral lobus yang sebagian
terendam, yang tidak berwarna dan berbentuk cangkir dan menyediakan daya apung.
Setiap lobus punggung berisi rongga daun yang merupakan tempat azollae Anabaena
simbiosis (Peters,1977; Lumpkin & Plucknett, 1980).
11.2 Kandungan Nutrisi Azolla.
Tabel 14. Susunan hara yang terkandung di dalam Azolla (%)
Susunan hara azolla
berdasarkan berat kering
Kandungan
Unsur Kandungan
Abu 10.50 Magnesium 0.5 – 0.6
Lemak Kasar 3.0 – 3.30 Mangan 0.11 – 0.16
Protein Kasar 24 – 30 Zat Besi 0.06 – 0.26
Nitrogen 4.5 Gula Terlarut 3.5
Fosfor 0.5 – 0.9 Kalsium 0.4 – 1.0
Kalium 2.0 – 4.5 Serat Kasar 9.1
Pati 6.54 Klorofil 0.34 – 0.55
(Maffuchah, 1998)
Universitas Sumatera Utara
57
Tabel 15. Kandungan Asam Amino Azolla sp ( Maffuchah, 1998)
Asam Amino g/100 g Protein
- Treonine 4,40
- Valine 6,75
- Methionine 1,88
- Isoleucine 5,38
- Leucine 9,05
- Phenilalanine 5,64
- Lysine 6,45
- Histidine 2,31
- Arginine 6,62
- Tryptophan 2,01
- Asam Aspartat 9,39
- Asam Glutamat 12,72
- Alanine 6,45
- Cystine 2,26
-Tyrosine 4,10
Protein (% berat kering) 23,42
11.3 Tumbuhan hiperakumulator
Tumbuhan Hiperakumulator adalah tumbuhan yang memiliki kemampuan
dalam menyerap logam tanpa mengalami tokksisitas yang nyata. Ada beberapa
kriteria agar tanaman dapat disebut sebagai suatu hiperakumulator, misalnya tanaman
yang mampu mentranslokasikan unsur (baik tunggal ataupun berbagai macam unsur)
ke pucuk tanaman lebih tinggi dari translokasi yang terjadi di akar, sehingga tanaman
yang hanya dapat beradaptasi baik pada tanah-tanah tercemar tidak tergolong
tanaman hiperakumulator, karena tidak adanya kemampuan tanaman ini
mentranslokasikan serapan unsur ke pucuk tanaman (Aiyen,2005).
Tanaman hiperakumulator harus mampu mentranslokasikan unsur-unsur
tertentu tersebut dengan konsentrasi sangat tinggi ke pucuk dan tanpa membuat
Universitas Sumatera Utara
58
tanaman tumbuh dengan tidak normal dalam arti kata tidak kerdil dan tidak
mengalami fitotoksisitas. Tanaman juga dikriteriakan sebagai hiperakumulator jika
nilai bioakumulasi unsur tersebut adalah lebih besar dari nilai 1, di mana "nilai
bioakumulasi" dihitung dari konsentrasi unsur tersebut di pucuk (shoot
concentration) di bagi konsentrasi unsur di dalam tanah (defined as shoot
concentration/total soil concentration) (Priyanto dan Prayitno, 2006). Tanaman,
misalnya, dapat dikatakan hiperakumulator Mn, Zn, Ni jika mampu menyerap lebih
dari 10.000 ppm unsur- unsur tersebut, lebih dari 1.000 ppm untuk Cu dan Se, dan
harus lebih dari 100 ppm untuk Cd, Cr, Pb, dan Co.
Kadar logam berat tinggi di dalam tanah belum tentu menandakan fitosisitas
tinggi pula karena laju serapan oleh tumbuhan tidak bernisbah langsung dengan laju
peningkatan kadar dalam tanah. Dengan menggunakan besaran koefisien pengalihan
(transfer coefisient) yaitu :
(Notohadiprawiro,1993).
TANAMAN NILAI T
Cd Cu Ni Pb Zn
Avena setiva (tanaman segar) 1,54 0,05 0,69 0,02 1.18
Avena setiva (jerami) 0,53 0,01 0,19 0.02 1,79
Avena setiva (biji) 0.09 0,02 0,49 0,02 0.35
Jagung (tanaman segar) 1,05 0,07 0,07 - 0.63
Bayam 5,22 0,51 0,54 - 2,04
Radis (tanaman segar) 5,20 0,68 0,74 - 1,74
Umbi 0,66 0,13 0,10 - 0,42
(Verloo, 1993).
T =
Tabel 16. Nilai-nilai koefisien pengalihan (T) dari beberapa tumbuhan
Jumlah peningkatan kadar dalam tumbuhan
Jumlah peningkatan kadar dalam tanah
Universitas Sumatera Utara
59
Nilai T sangat beragam antar logam berat antar tanaman dan antar bagian
tanaman, dan dipengaruhi oleh KTK dan pH tanah. Nilai T diatas satu menandakan
bahwa logam berat bersangkutan dalam asosiasinya dengan tumbuhan dan tanah yang
ada, berpotensi pencemaran besar. Potensi pencemaran kecil dalam hal di bawah satu
(Verloo 1993).
Hidayat (2011) telah melakukan skrining tumbuhan air yang mampu
menyerap logam berat dengan konsentrasi yang tinggi (Hiperakumulator) dan azolla
mempunyai nilai bioakumulasi dan biokonsentrasi yang cukup tinggi yaitu sebesar
18.139. Nilai bioakumulasi adalah kemampuan azolla dalam mengakumulasi
sejumlah logam berat dari air kejaringan akar dan nilai biokonsentrasi adalah
kemampuan azolla dalam mengkonsentrasikan logam berat pada bagian tubuh yang
lain, dan ini membuktikan bahwa azolla memiliki kemampuan 18 kali lebih tinggi
dari pada yang ada dilarutan.
Tabel 17. Nilai Bioakumulasi dan Nilai Biokonsentrasi pada tumbuhan
Hiperakumulator 20 hari setelah tanam (HST) pada logam Timbal
Jenis Tumbuhan Nilai Bioakumulasi * Nilai
Biokonsentrasi**
Pb Pb
Azolla pinnata 18.139 18.139
Enceng Gondok 46,240 1.65
Kiambang 37.170 4.38
*Total konsetrasi logam berat pada tanaman dibagi konsentrasi di larutan
**Konsentrasi logam berat pada daun (shoot) dibagi dengan konsentrasi logam berat
pada akar (Hidayat, 2011)
Universitas Sumatera Utara
60
11.4 Mekanisme Penyerapan Logam oleh Tumbuhan
Penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tumbuhan dapat dibagi menjadi
tiga proses yang sinambung, yaitu penyerapan logam oleh akar, translokasi logam
dari akar ke bagian tumbuhan lain, dan lokalisasi logam pada bagian sel tertentu
untuk menjaga agar tidak menghambat metabolisme tumbuhan tersebut (Priyanto dan
Prayitno, 2006)
a. Penyerapan oleh akar. Telah diketahui, bahwa agar tumbuhan dapat menyerap
logam maka logam harus dibawa ke dalam larutan di sekitar akar (rhizosfer) dengan
beberapa cara bergantung pada spesies tumbuhannya, kemudian penyerapan terdiri
dari 2 proses :
1. Ekskresi zat khelat. Mekanisme penyerapan lewat pembentukan suatu zat
khelat yang disebut fitosiderofor telah diketahui secara mendalam pada jenis
rumput-rumputan. Molekul fitosiderofor yang terbentuk ini akan mengikat
(mengkhelat) besi dan membawanya ke dalam sel akar melalui peristiwa
transport aktif. Selain aktif terhadap besi, fitosiderofor dapat mengikat logam
lain seperti seng, tembaga dan mangan. Sekarang diketahui, bahwa berbagai
molekul lain berfungsi serupa, misalnya histidin yang meningkatkan
penyerapan nikel pada Alyssum sp. suatu senyawa peptida khusus,
fitokhelatin, yang mengikat selenium pada Brassica juncea dan logam lain
seperti timbal, kadmium dan tembaga (Gove et al, 2002).
Universitas Sumatera Utara
61
Khelasi dari phytosiderophores dapat membantu dalam transportasi
ion logam di membran plasma sebagai kompleks logam-siderophore melalui
pengangkut khusus. Dengan mengurangi chelated Fe (III) dengan reduktase
khelat besi akar, tanaman dapat rilis larut Fe (II) untuk penyerapan oleh akar
(Gove et al. 2002). Tanaman juga dapat melarutkan besi dan logam lain
(Gove et al, 2002). Oleh karena itu mungkin untuk meningkatkan
bioavailabilitas polutan logam oleh memanipulasi proses root. Setelah logam
adalah ketersediaan hayati ke tempat penyimpanan, masuknya ion logam di
dalam tempat penyimpanan, baik melalui symplast (antar sel) atau apoplast
(Ekstraselular), tergantung pada jenis logam dan jenis tanaman. apoplast
kelanjutan dari epidermis akar dan korteks yang permeable untuk zat
terlarut. Apoplastic jalur relatif tidak diatur, karena air dan zat terlarut dapat
mengalir dan berdifusi tanpa memotong membran. Dinding sel dari lapisan
endodermal bertindak sebagai penghalang untuk difusi apoplastic ke dalam
sistem vascular dan transportasi Apoplastic dibatasi oleh kapasitas
pertukaran kation tinggi dinding sel (Raskin et al, 1997). Dalam transportasi
symplastic, ion logam bergerak melintasi membran plasma, yang biasanya
memiliki potensi yang besar bermuatan negatif sekitar 170 mV (negatif
dalam membran). Potensial membran ini memberikan elektrokimia kuat
gradien untuk gerakan yang lembut dari ion logam (Raskin et al, 1997).
Kebanyakan ion logam masuk ke sel tanaman tergantung oleh proses energi
melalui ion tertentu atau ion logam pembawa (Carier) pada saluran
(Bromilow dan Chamberlain, 1995). Dahmani et al 2000, menemukan
bahwa besar fraksi Cd diambil oleh jaringan melalui penyerapan pertukaran,
Universitas Sumatera Utara
62
dan melalui difusi digabungkan dengan karantina, tanpa serapan aktif
bersamaan metabolik
2. Pembentukan reduktase spesifik logam. Di dalam meningkatkan
penyerapan besi, tumbuhan membentuk suatu molekul reduktase di membran
akarnya. Reduktase ini berfungsi mereduksi logam yang selanjutnya diangkut
melalui kanal khusus di dalam membran akar (Dahmani et al, 2000).
b. Translokasi di dalam tubuh tumbuhan. Setelah logam dibawa masuk ke dalam
sel akar, selanjutnya logam harus diangkut melalui jaringan pengangkut, yaitu xilem
dan floem, ke bagian tumbuhan lain. Untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan,
logam diikat oleh molekul khelat. Berbagai molekul khelat yang berfungsi mengikat
logam dihasilkan oleh tumbuhan, misalnya histidin yang terikat pada Ni dan
fitokhelatin-glutation yang terikat pada Cd, laju translokasi ditentukan oleh
konsentrasi logam pada akar (Hardiman et al. 1984).
c. Lokalisasi logam pada jaringan.
Untuk mencegah peracunan logam terhadap sel, tumbuhan mempunyai
mekanisme detoksifikasi, misalnya dengan menimbun logam di dalam organ tertentu
seperti akar, trikhoma untuk Cd, dan lateks untuk Ni pada Serbetia acuminata
(Collins, 1999).
Benaroya et al.(2004), melaporkan bahwa gudang penyimpanan Pb pada
azolla adalah di vakuala daun.
Universitas Sumatera Utara
63
Penelitian tentang potensi tumbuhan perairan untuk fitoremediasi, ternyata
A.pinnata juga mampu menyerap sianida 4.62 ppm dan Pb dalam jumlah yang cukup
tinggi (Juhaeti et al. 2004). Pertumbuhan Azolla pinnata pada kosentrasi Pb 50 ppm
lebih baik dibandingkan pada air tanpa kandungan Pb (Juhaeti dan Syarif, 2003). Hal
ini menunjukan bahwa Azolla pinnata mempunyai adaptasi yang tinggi dan azola
juga memiliki kemampuan menyerap Cromium (Cr(IV), maksimum Cr (VI) adalah
sekitar 14,7 × 103 logam mg / kg berat kering biomassa . Rakhshaee dkk (2005),
Melaporkan bahwa pertumbuhan A. filiculoides, pada pemberian 5 mg/liter Pb
dengan medium pertumbuhan dapat mengurangi konsentrasi hingga 0,7 mg/liter
pada pH 8.
Azolla mampu menyerap 4.68% Pb, atau sebanyak 4680 ppm logam Pb dapat
di serap oleh azolla (Hidayat, 2011) kemampuan ini dikatakan Cohen et al. (2002).
Karena adanya pektin berupa gugus heteropolisakarida dalam jumlah besar pada
Gambar 10. Vakuola tempat akumulasi Pb (Benaroya et al. 2004)
Ket:
A. Vakuola pada daun muda
B. Vakuola pada daun tua
C. Ujung sel Azolla dan sel
Anabena
D. ICS (intraceluler space)
E. Vakuola tanpa Pb daun muda
F. Vakuola tanpa Pb daun muda
Universitas Sumatera Utara
64
dinding sel yang berperan sebagai fitokhelatin. Arora (2006), menyatakan adanya
sejumlah anion yang dihasilkan oleh gugus ini sehingga terdapat sejumlah besar
konsentrasi Pb dapat diserap (rhizofiltasi) dan membentuk mekanisme detoksifikasi
sehingga tidak merusak jaringan sel pada tanaman. Mekanisme detoksifikasi dapat
melalui kompleksasi atau transformasi, compartmentalisation Intraselular seperti
penyimpanan vakuola (Meharg, 2004).
Gambar 11. Konsentrasi Pb pada akar azolla (Hidayat, 2011)
Azolla berpotensi sebagai hiperakumlator pada logam Pb, hal ini dapat dilihat
dari besarnya nilai bioakumulasi yaitu sebesar 18.139 artinya konsentrasi logam pada
azolla lebih tinggi 18.139 kali dari media tanaman (air) tanpa mengalami
efektoksisitas (Hidayat, 2011). Nilai Biokonsentrasi belum dapat diketahui karena
kecilnya berat untuk akar dan daun bila dilakukan pemisahan sehingga tidak
dilakukan, tetapi pada Cu dan Cd masih diperlukan penelitian dosis konsentrasi
maksimum bagi pertumbuhan azolla sehingga tidak mengalami efek letal (toksisitas)
(Hidayat, 2011).
Hidayat dan Rusdi (2012), mengemukan bahwa pemberian azolla yang
terakumulasi Pb pada tanah inceptisol meningkatkan Pb total tetapi tidak
meningkatkan Pb tersedia, hal ini terjadi karena Pb pada azolla terikat dengan asam
Universitas Sumatera Utara
65
organik yang resisten terhadap pelapukan sehingga tidak terbebaskan saat proses
dekomposisi hal ini seperti yang dilaporkan oleh Rakhshaee et al. 2006, dengan
penelitian metode bath sorption mengatakan bahwa Azolla yang sudah
membusuk menjadi bahan organic memiliki kemampuan kuat untuk menjerap
Pb dan dengan ikatan (–COO)2M dan (–COO)2M atau –COOMOOC dan terikat
dengan kuat sebagai organometalik.
Biomassa azolla mempunyai kemampuan dalam menyerap logam berat
(Shoel, 2001; Umali 2006). Mekanisme yang terjadi adalah pertukaran ion positif Ca,
Mg, dengan logam berat, dan Kation Ca dan Mg dilepaskan dari permukaan
biomassa kemudian terjadi pengikatan logam. Untuk logam Sr sebanyak 0.43 me/ g
Azolla (Shoel, 2001).
Tabel 18. Pertumbuhan dan Bioakumulasi konsentrasi faktor (BCF)beberapa jenis
Azolla pada berbagai konsentrasi Cromium
(Arora et al. 2006)
Konsentrasi
Cr (ppm)
A. Microphylla A. Pinnata A.filiculoides
Cr in dry mass
(ppm)
BCF
Cr in dry mass
(ppm
BCF Cr in dry
mass (ppm
BCF
Kontrol
1
5
10
15
20
34.3±1.6
4617.7±235.2
6156.7±379.1
9213.5±1043
12874.3±154.9
14931.7±2006.2
-
4617
1231
921
858
746
36.6± 1.1
528.1±24.1
15547.7±538.8
2434.3±1663.1
5507.7±320.5
9125.3±901.3
-
528
311
243
367
456.2
21.9±2.3
2977.9±26.1
4122±476.3
6567±537
9994.6±899.1
12383.6±2025
-
2977
824
657
666
619
Universitas Sumatera Utara
66
BAB III
1. Penelitian I :
POTENSI BEBERAPA JENIS BIOCHAR SEBAGAI
PENJERAP LOGAM BERAT
ABSTRAK
Keberadaan kation- kation basa, asam organik, luas permukaan, ruang pori dan
morfologi biochar adalah sebagai penentu kualitas penjerapan logam oleh biochar
dan ini sangat tergantung pada jenis biomassa dan proses pirolisisnya. Penelitian
ini bertujuan untuk mencari jenis biomassa yang terbaik dengan proses
pembakaran sederhana (Kiln) dalam menghasilkan karbon, kation basa, asam
organik, luas permukaan dan pori pori tertinggi serta morfologi yang lebih porous.
Jenis biomassa yang digunakan adalah jerami padi (B1), sekam padi (B2), serabut
kelapa (B3), tanda kosong kelapa sawit (B4). Alat untuk melihat morfologi,
kandungan karbon dan sejumlah basa biochar dengan menggunakan Scanning
Electron Microscope (SEM- EDAX), untuk melihat permukaan dan pori- pori
(m2/g) dengan Brunauer Emmet Teller (BET), dan untuk melihat jenis gugus
fungsional dengan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa biomassa serabut kelapa memiliki permukaan
yang luas tertinggi yaitu sebesar 23.9145 m2/g. Persentase karbon tertinggi
terdapat pada biochar sekam padi senilai 77,18% dengan persen atom 86,43%.
Gugus fungsional didominasi oleh gugus Fenolik (OH), Karboksil, Eter dan Ester
dengan frekwensi 1050- 1300 dan frekwensi tertinggi pada biochar Sekam padi.
Kation pada biochar didominasi oleh K+ dengan persentase tertinggi pada sekam
padi sebesar 2,75%, Na+ juga terdapat pada sekam padi sebesar 1,07%, sedang
Mg2+ terdapat pada biochar tandan kelapa sawit sebesar 0,63%. Morfologi yang
porous terlihat pada sekam padi dengan pembesar ˃ 1000 kali,sehingga biochar
sekam padi memiliki potensi yang terbaik sebagai penjerap logam berat
Kata kunci: Biochar, logam berat,SEM, FTIR, BET
66
Universitas Sumatera Utara
67
PENDAHULUAN
Pencemaran logam berat merupakan efek negatif dari pemanfaatan logam
berat dalam kehidupan manusia. Logam berat yang secara alamiah terdapat di
alam, telah di manfaatkan dal am berbagai produk industri sehingga limbah yang
dihasilkan mencemari lingkungan khususnya lahan pertanian, pencemaran pada
lahan pertanian dapat diakibatkan oleh pemupukan kimia yang berkelanjutan dan
juga limbah kimia pabrik yang berhampiran dengan lahan pertanian (Atafar et al.
2010).
Masuknya logam berat khususnya Timbal (Pb) dapat bersumber dari
limbah non pertanian atau limbah pertanian (Kurnia et al. 2009). Limbah non
pertanian seperti industri dan pertambangan telah memberikan kontribusi pada
pencemaran pada lahan pertanian, seperti yang di laporkan oleh Suganda et al.
(2003) bahwa telah terjadi kerusakan lahan akibat limbah indutri tekstil di
Rancaekek Bandung sehingga mengakibatkan gagal panen khususnya di musim
kemarau. Hidayat (2015), mengatakan bahwa yang paling dikhawatirkan adalah,
terjadinya pencemaran logam berat lalu logam tersebut terakumulasi pada
tanaman padi dengan tidak menganggu proses fisiologisnya, hal ini berhubungan
dengan kemampuan padi sebagai tanaman hiperakumulator, sehingga berbahaya
bagi manusia. Timbal merupakan logam yang mempunyai efek negatif yang
dapat merusak system saraf, darah,dan tulang bila terakumulasi pada tubuh
manusia.
Akhir akhir ini pengunaan biomassa organik yang melimpah banyak
dikonversi menjadi biochar, dan telah memberikan harapan akan terjadinya
67
Universitas Sumatera Utara
68
pengurangan emisi Karbon. Biochar adalah bahan yang kaya akan karbon yang
dibentuk dari proses pirolisis (Thermal decomposition) dari biomassa organik
dengan reaksi sebagai berikut :
Biomass(solid)
Pirolisis + Energi --˃ biochar + cairan atau minyak (air, tar) + volatile gas (CO2,
CO, H2)
Hasil akhir reaksi selain biochar juga menghasilkan bio-oil dan gas- gas
seperti Hidrogen yang dapat digunakan sebagai sumber energi. Penambahan
biochar dalam tanah sebagai amandemen merupakan simpanan karbon organik
yang dapat bertahan sangat lama dalam tanah tanpa terjadi proses dekomposisi,
hal disebabkan ikatan karbon yang recalsitran dan tidak berikatan dengan
oksigen,tetapi dengan K,Na, Mg, karena keberadaan oksigen pada karbon
menunjukkan terjadi proses oksidasi atau proses pelapukan, (Stoyle, 2011; Kurt,
2012).
Berdasarkan tingkat kecepatan reaksinya, pirolisis primer dibedakan
menjadi pirolisis primer lambat dan pirolisis primer cepat. Pirolisis primer lambat
terjadi pada kisaran suhu 150 – 300 OC, merupakan proses yang digunakan
sebagai teknologi pembuatan arang. Pada proses ini reaksi utama yang terjadi
adalah dehidrasi. Sedangkan hasil reaksi keseluruhan proses adalah karbon, uap
air, karbon monoksida, dan karbon dioksida. Semakin lambat proses, semakin
banyak dan semakin baik mutu karbon yang dihasilkan. Oleh karenanya untuk
memproduksi arang dalam jumlah besar dan baik mutunya diperlukan waktu
berhari-hari bahkan berminggu-minggu. Pada pirolisis primer cepat (diatas
300OC), reaksi keseluruhan menghasilkan uap air, arang, gas, dan 50% - 70% uap
Universitas Sumatera Utara
69
minyak pirolisis (PPO = primary pyrolisis oil) yang menyusun ratusan senyawa
monomer, oligomer, monomer penyusun selulosa dan lignin. Sumber energi panas
untuk proses pirolisis dapat diberikan dari luar sistem atau berasal dari sistem itu
sendiri, yaitu dengan cara membakar sebagian bahan baku atau membakar
sebagian produk pirolisis (tar atau gas yang dihasilkan). Alat pirolisis yang
menggunakan panas berasal dari pembakaran sebagian bahan baku disebut “kiln”.
Sedangkan alat pirolisis yang menggunakan panas yang berasal dari luar sistem
disebut “retort” ( Major et al. 2012).
Kualitas biochar sangat ditentukan oleh jenis bahan dan proses pirolisisnya
(Zheng, 2013). Biochar yang berasal dari bambu pada suhu 5000C kandungan
asam organik yang lebih tinggi dibandingkan pada suhu 7000C, dan biomassa
yang kaya akan lignin memiliki kandungan senyawa fenolik, eter, asam
karboksilat dan ester yang lebih tinggi dibanding dengan yang kaya selulosa
(Nieman, 1998), sebaliknya biomassa yang kaya akan sellulosa akan mudah
terfirolisis pada suhu yang relatif rendah sehingga akan menghasilkan biochar
yang kaya akan hara dan asam asam organik yang belum teruapkan sehingga
meninggkatkan penjerapan logam hal ini dapat terlihat pada analisis FTIR
(Fourier Transform Infrared Spectroscopy) (Asada 2002).
Biochar merupakan bahan karbon stabil yang dapat mengurangi
ketersediaan logam berat (Park et al. 2011; Uchimiya et al.2011; Zhang et al.
2013). Biochar memiliki kemampuan untuk mengurangi ketersediaan logam
dengan potensi fisik dan kimianya (Uchimiya et al.2011; Zhang et al. 2013).
Secara fisik biochar mempunyai luas pemukaan adsorpsi yang tinggi, sehinga
memungkin terjadinya penjerapan fisik dengan ikatan van der wall, selain itu
Universitas Sumatera Utara
70
permukaan biochar yang luas dan memiliki asam asam organiksehingga kapasitas
tukar kation yang tinggi dan memiliki kemampuan yang baik dalam menstabilkan
logam berat pada tanah yang tercemar dengan menurunkan secara nyata
penyerapan logam berat dengan memperbaiki sifat fisik kimia dan biologi pada
tanah. (Ippolito et al .2012).
Biochar juga mengandung kation kation basa yang tinggi terutama K+,
Mg2+ yang bertanggung jawab pada proses pertukaran kation bada biochar dengan
logam berat (Lu et al. 2012). Proses pertukaran bursa Pb 2+ dengan Ca2 +, Mg2 +,
dan kation lainnya yang ada pada biochardengan terpresipitasi bersama dan
kompleksasi innersphere dengan kompleks materi humat dan oksida- oksida
mineral dari biochar (Lu et al. 2012).
Berdasarkan keterangan diatas maka diperlukan suatu penelitian untuk
mendapatkan biochar yang terbaik dari berbagai jenis biomassa dalam menjerap
logam berat.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui jenis biomassa yang menghasilkan biochar yang terbaik dalam
menjerap Pb
Hipotesis Penelitian
Ada biomassa yang menghasilkan biochar yang memiliki karakteristik terbaik
yang mampu menjerap logam Pb
Universitas Sumatera Utara
71
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Universitas McGill kampus Mc Donald,
Fakultas Agricultural and Environmental Science, Saint anne De Bellevue
Kanada, pada bulan September - Desember 2013. Alat yang digunakan adalah
drum pirolisis BT01, termoliser untuk mengukur suhu bara biochar, AAS, alat
melihat morfologi biochar dengan Scanning Electron Electron Microscope (SEM)
serie LEO1530VP (Jerman), alat mengukur luas permukaan digunakaan Nova
Quantachrome 4200e dengan analisis Brunauer Emmet Teller (BET) dan Barrett-
Joyner-Halenda Method (BJH), alat mengukur Gugus Fungsional dengan Fourier
Transform Infrared Spectroscopy (FTIR).
Biomassa yang digunakan untuk pembuatan biochar adalah sekam dan
jerami padi, di ambil di daerah pantai labu, Tandan kosong diambil di Pabrik
kelapa sawit Perbaungan, serabut kelapa dari pasar aksara. Biochar di pirolisis
dengan menggunakan alat BT 01 (Gambar ) dengan suhu 450 0C dengan system
Klin yaitu pembakaran langsung kemudian di tutup agar tidak terjadi proses
oksidasi sempurna yang akan menghilangkan banyak karbon, setelah terbentuk
bara maka disiram dengan air dan dikeringkan hingga berat tidak berubah.
Sebagai pembanding kualitas biochar digunakan kompos azolla, yang diperoleh
dari Laboratorium Biologi Tanah FP USU.
71
Universitas Sumatera Utara
72
Gambar 12. Alat pirolisis sederhana BT01.
Analisis biochar meliputi :
1. Analisis morfologi biochar dengan Scanning Electron Microscope (SEM)
yaitu sampel dilapisi denganlapisan tipis emas dan dipasang pada
lempengan tembaga menggunakan pita karbon ganda-stick dan kemudian
dipindai oleh model ScanningElectron Microscope LEO 1530
VP(Jerman).
2. Luas Permukaan biochar (m2/g) dengan Brunauer Emmet Teller (BET) ,
sampel 0.1g diletakan dalam dalam tabung degas dan dipanaskan selama
lebih dari 6 jam dengan suhu berkisar antara 200 – 300C, kemudian
setelah dilakukan degassing maka bahan uji dapat dianalisa secara
otomatatis dengan BET.
3. Gugus Fungsional dengan Fourier Transform Infrared Spectroscopy
(FTIR), 1mg biochar dicampur dengan 200mg tanah kering oven (BTKO)
(di 105-1100C) kemudian campuran ditekan menjadi pelet dan direkam
menggunakan Nicolet 380 spektrofotometer (ThermoFisher Scientific,
USA ).
4. Kandungan (%) karbon dan unsur lainnya dalam biochar dengan Energy
Dispersive X-Ray Analysis (EDAX)
5. Kemasan biochar (pH) dengan elektrometri dengan ratio 1:20 (IBI, 2012).
6. Kapasitas Tukar Kation dengan metode Ekstraksi NH4OAc, pH 7 diukur
dengan AAS
Universitas Sumatera Utara
73
HASIL DAN PEMBAHASAN
Morfologi Biochar
Proses pirolisis beberapa biomassa dengan menggunakan BT01 pada suhu
450-5000C menghasilkan morfologi yang berbeda dari berbagai jenis biomassa,
morfologi yang terbaik adalah yang memiliki porositas dengan persentase karbon
yang tinggi ( Brewer 2012)
Gambar 13. Scanning Electron Microcope (SEM) Jerami padi (a), Sekam padi
(b), Serabut kelapa (c), Tandan kosong kelapa sawit (d), Azolla (e)
Berdasarkan Gambar 13 dapat diketahui bahwa biochar memiliki
morfologi yang lebih porous dibandingkan dengan azolla. Biochar jerami (A) dan
sekam padi (B) memiliki morfologi yang lebih porous dibandingkan dengan
biochar serabut kelapa dan tandan kosong kelapa sawit dengan pembesaran 1000
73
a b c
d e
Universitas Sumatera Utara
74
kali lipat, dengan ukuran pori sebesar 63.6994 (4V/A), ini menunjukkan bahwa
jerami padi dan sekam padi memiliki potensi untuk terjadi presipitasi logam pada
pori pori ( Lu et al. 2012).
Berdasarkan analisis BJH (Lampiran 51) yang dilakukan bahwa, pori pori
dari seluruh biochar yang dihasilkan BT01 merupakan pori pori meso dengan
ukuran 17- 3000(4V/Ă) atau berdasarkan IUPAC (International Union of Pure
and Applied Chemistry) mempunyai ukuran 2- 50 nm (Zdravkov et al. 2007),
berbeda dengan Azolla yang memiliki pori pori makro
Salah satu mekanisme penurunan kosentrasi logam adalah dengan
presipitasi logam berat pada permukaan biochar, sehingga logam dapat tersemat
pada pori pori biochar dan tersekap untuk beberapa lama dan dapat terikat dengan
gaya Van der Walls pada dinding biochar sehingga menahan Timbal lebih lama
(Lu et al. 2012).
Luas Permukaan Biochar
Analisis luas permukaan material adalah analisis yang didasarkan jumlah
gas yang dapat dijerap suatu permukaan padatan pada tekanan dan suhu tertentu,
maka jika kita mengetahui berapa volume gas spesifik yang dapat dijerap oleh
suatu permukaan material pada tekanan dan suhu tertentu dan kita mengetahui
secara teoritis luas permukaan suatu molekul gas yang dijerap, maka luas total
padatan tersebut dapat dihitung (Zdravkov et al. 2007)
Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat bahwa luas permukaan tertinggi pada 2
metode penjerapan adalah pada biochar serabut kelapa (B3) dengan nilai 24.08
m2/g (BET) dan 32.71 m2/g (Langmuir) dan terendah pada biochar tandan kosong
kelapa sawit (TKS) senilai 8,78 m2/g (BET) dan 11,72 m2/g (Langmuir) tetapi
Universitas Sumatera Utara
75
luas permukaan (biochar TKS) lebih tinggi dibandingkan dengan kompos Azolla
senilai 6,14 m2/g (BET) dan 8,12 m2/g (Langmuir)
Nilai isotherm Langmuir yang bersifat penjerapan secara kimia memiliki
nilai lebih tinggi dibandingkan nilai isotherm BET yang bersifat fisik walaupun
penjerapan secara kimia memerlukan energi yang tinggi untuk bereaksi, hal ini
menunjukkan bahwa adsoprsi kimia pada biochar lebih berperan dibandingkan
dengan adsoprsi fisiknya, dan ini menunjukkan juga bahwa biochar banyak
memiliki asam asam organik yang tinggi akibat proses termolisis, untuk jelasnya
perbedaan dua isotherm dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 19. Perbedaan Adsorpsi Fisik (BET) dan Adsorpsi Kimia
Adsoprsi Fisik (BET) Adsorpsi Kimia (Langmuir)
1. Molekul terikat pada Adsorben
oleh ikatan fisik akibat gaya
Van der Walls
1. Molekul terikat pada
Adsorben oleh ikatan Kimia
2. Mempunyai Entalpi reaksi -4
sampai 40 Kj/mol
2. Mempunyai Entalpi reaksi -
40 sampai 800 Kj/mol
3. Dapat membentuk lapisan
multilayer
3. Membentuk lapisan
monolayer
4. Tidak melibatkan energi
aktifasi tertentu
4. Melibatkan energi aktifasi
tertentu
5. Bersifat tidak spesifik 5. Bersifat spesifik
Thommes M. 2010.
Berdasarkan Tabel 20 volume pori tertinggi ada pada sekam padi (B2)
sebesar 0,027 m3/g dan terendah pada TKS senilai 0,0056 m3/g. Nilai penjerapan
dan pelepasan dengan metode Barrett-Joyner-Halenda (BJH) yang tertinggi
terdapat pada biochar sekam padi masing masing 0,036 m3/g untuk penjerapan
dan 0,036 m3/g untuk pelepasan. Penggunaan BJH sebagai metode pengukuran
adsoprsi dan Desorpsi karena BJH dapat mengukur penyerapan fisik secara lapis
ganda (Zdravkov et al. 2007).
Universitas Sumatera Utara
76
Berdasarkan Tabel 20, ukuran pori biochar lebih besar dibandingkan
dengan kompos azolla. Ukuran pori biochar terbesar terdapat pada biochar sekam
padi (B2) senilai 63,70 4V/A, dan terkecil pada biochar serabut kelapa (B3)
senilai 20,74 4V/A tetapi lebih besar bila dibandingkan dengan pori Azolla yang
hanya sebesar 13,34 4V/A. Pori pori biochar merupakan pori pori meso dengan
ukuran 17- 3000Ă dan berdasar IUPAC (International Union of Pure and
Applied Chemistry) setara dengan satuan nano mempunyai ukuran 2- 50 nm,
sementara Azolla termasuk pori pori mikro dengan ukuran lebih kecil dari 17
(Zdravkov et al. 2007).
Besarnya ukuran pori dan volume penjerapan pada biochar sekam padi
menunjukkan porositas dan potensi yang tinggi dalam penjerapan logam berat. Lu
et al (2012), menyatakan bahwa salah satu mekanisme dalam menurunkan
konsentrasi logam berat adalah dengan proses presipitasi yaitu terjadinya
pengendapan logam berat pada pori pori biochar, semakin besar ukuran pori maka
semakin banyak logam berat yang dapat terendapkan walau pun terikat lemah
oleh ikatan Van der Walls, dan pada biochar bukan hanya ikatan Van Der Walls
tetapi asam organik juga berperan dalam menahan logam berat yang terpresipitasi
pada biochar dan dapat tertahan lama. Asam asam organik yang terdapat pada
biochar akan berikatan dengan logam dan membentuk ikatan organometalik yang
kuat dan terpresipitasi pada permukaan biochar dan akan bertahan dalam jangka
yang lama (Lu et al. 2012).
Perilaku serapan di micropores (lebar pori <2 nm) didominasi hampir
seluruhnya oleh interaksi antara molekul fluida dan dinding pori, potensi adsorpsi
terdapat pada dinding pori yang berlawanan saling tumpang tindih. Peningkatan
Universitas Sumatera Utara
77
energi interaksi adsorben-adsorbat di pusat pori sangat kecil dan peningkatan
adsorpsi terutama disebabkan adanya adsorbat-adsorbat yang berinteraksi secara
kooperatif, dan hal yang sebalikya terjadi pada pori makro sehingga potensi
interaksi adsorben- adsorbat pada dinding pori sangat besar (Thommes, 2010)
Tabel 20 . Hasil Analisis Luas Permukaan, Volume pori dan ukuran pori dengan
Beberapa metode pada beberapa biochar dan kompos azolla
Brunauer–Emmett–
Teller
(BET)
Biochar
Jerami
(B1)
Biochar
Sekam
(B2)
Biochar
Serabut
kelapa
(B3)
Biochar
TKS
(B4)
Kompos
Azolla
Luas Permukaan
BET Surface Area
(m2/g)
17.82 17.65 24.08 8.78 6,15
Langmuir Surface
Area (m2/g)
24.17 24.73 32.70 11.72 8,12
Volume Pori
Single point
adsorption total pore
volume of pores
(m3/g)
0.026179 0.026962 0.012485 0.005597 0,00678
BJH Adsorption
cumulative volume of
pores (m3/g)
0.032944 0.035826 0.015206 0.009590 0,009323
BJH Desorption
cumulative volume of
pores (m3/g)
0.030523 0.036414
0.014867
0.01017 0,00943
Ukuran Pori
Adsorption average
pore width (4V/A )
58.7539 63.6994 20.7401 25.5092 13,3454
Gugus fungsional pada biochar
Kandungan gugus fungsional pada biochar dapat dilihat dengan
menggunakan alat Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), yaitu dengan
menembakan energy berupa sinar infrared dan mengakibatkan molekul molekul
bervibrasi dimana besarnya energy vibrasi tiap komponen berbeda tergantung
pada atom dan kekuatan ikatan molekulnya sehingga menghasilkan frekwensi
yang berbeda yang baca dengan menggunakan tabel ( Nicolet, 2001).
Universitas Sumatera Utara
78
Pada Gambar 14 dapat dilihat bahwa terdapat 2 kelompok gugus
fungsional yang dominan pada biochar secara kualitatif, yaitu kelompok
gelombang A dengan frekwensi 1500-1600 dan kelompok gelombang B dengan
frekwensi 1050- 1300. Berdasarkan Lampiran 54, tentang pembacaan grafik FTIR
berdasarkan Skoog et al. 1989 dapat diketahui bahwa gugus fungsional yang
terbentuk dapat dibagi kepada 2 kelompok yaitu; kelompok gelombang A dengan
frekwensi 1500-1600 menunjukkan adanya kandungan karbon aromatik dengan
intensitas yang berubah ubah. Hal ini menunjukan bahwa biochar menghasilkan
karbon yang rekalsitran sehingga tahan akan proses dekomposisi dan dapat
menjadi simpanan karbon yang sangat lama bahkan sampai ribuan tahun (Lehman
2007).
Kelompok gelombang B yaitu biochar yang memiliki gelombang 1050-
1300, berdasarkan Lampiran 54, tentang cara pembacaan grafik FTIR berdasarkan
Skoog et al. 1989 dapat dipahami bahwa kelompok gelombang A dengan
frekwensi 1050- 1300 menunjukkan adanya gugus fungsional fenolik, eter, asam
karboksilat, sster, dengan intensitas tertinggi pada biochar sekam padi.
Kehadiran gugus fungsional menjadi biochar memiliki KTK yang tinggi,
sehingga meningkatkan daya adsorpsi pada logam berat, dan dengan adanya
gugus fenolik, eter, asam karboksilat, ester juga menjadi biochar bukan
merupakan karbon mineral tetapi juga karbon organic seperti mana bahan organic
(BO), sehingga biochar juga memiliki sifat sifat seperti bahan organik lainnya
(Conte, 2014).
Universitas Sumatera Utara
79
Gambar 14. FTIR Jerami, Sekam, Serabut Kelapa, Tandan Kosong Kelapa dan
Azolla
Berdasarkan Gambar 14, dapat dilihat bahwa gugus fungsional yang
dimiliki oleh kompos azolla juga dimiliki oleh biochar kecuali gugus amida-amina
(C-N) pada frekwensi 1180- 1360 yang menandakan tingginya kandungan
nitrogen pada azolla dan ini merupakan keistimewaan kompos azolla yang berasal
dari Azolla pinnata yang memiliki kemampuan khusus dalam menfiksasi N
sehingga mampu mensuplay hara N hingga 45 ton / Ha setara dengan 100 Kg
Urea, sehingga pemanfaatan azolla pada tanah sawah yang berkelanjutan akan
mengurangi pemakaian pupuk urea (Kannaiyan, 1982).
A
B
Universitas Sumatera Utara
80
Kemasaman (pH) biochar
Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui bahwa pH tertinggi terdapat pada
jerami padi senilai 8,52 kemudian tandan kosong kelapa sawit senilai 8,23 serta
serabut kelapa senilai 8,13 dan terendah adalah sekam padi senilai 6,74.
Biochar merupakan karbon organik yang kaya akan bahan kapur seperti
kalsit sehingga bereaksi basa dan menaikkan pH (Plaster, 2004). Nurhidayati
dan Mariati(2014) melaporkan bahwa peningkatan pH tanah dari pemberian
biochar memiliki efektifitas yang sama dengan pemberian kapur kalsit yaitu
sebesar 23%.
Proses pirolisis sangat menentukan pH biochar yaitu dengan keberadaan
oksigen, semakin banyak oksigen yang masuk saat proses pirolisi maka
kandungan pH akan semakin tinggi hal ini disebabkan terjadi proses oksidasi pada
biomassa dan menghasilkan sejumlah abu yang memiliki reaksi basa dan ini
umumnya terjadi pada proses fast firolisis dengan menggunakan metode Kiln.
Jenis biomassa yang mudah terbakar juga akan menghasilkan pH yang
tinggi.Maka pembuatan biochar disesuaikan dengan pemanfaatannya ( Brewer,
2012).
Tabel 21. Hasil analisis biochar jerami, sekam padi, serabut kelapa dan tandan
kosong kelapa sawit
No Jenis Analisis
Biochar
Jerami
Sekam Serabut
Kelapa
TKS
1 pH(Gravimetri) 8,52 6,74 8,13 8,23
2 Karbon (%) EDAX 52,32 77,18 38,54 58,81
4 P (%) EDAX 0,00 0,00 0,00 0,00
5 K (%) EDAX 1,77 2,75 1,06 7,20
6 KTK (me/100g)(AAS) 22 ,23 35,45 30,26 33,13
7 Pb Total (AAS) ppm 0,000 0,000 0,00 0,00
11 Na (%) (EDAX) - 1,07 - -
12 K (%) (EDAX) 1,77 2,75 1,06 7,20
13 Ca (EDAX) - - - -
14 Mg (EDAX) - - - 0,63
Universitas Sumatera Utara
81
Biochar merupakan karbon organik yang bersifat buffer karena memiliki
asam asam organik yang tinggi, seperti mana bahan organik, biochar mampu
mempertahankan pH pada setiap perubahan, pada saat pH larutan tinggi maka
proton pada gugus fungsional akan lepas dan menetralkan OH pada larutan,
begitupula sebalik pada saat pH turun maka kation- kation yang terjerap
dipermukaan akan terlepas ke larutan sehingga pH dapat di pertahankan.
Persentase Karbon
Berdasarkan analisis SEM-EDAX biochar (Lampiran 45- 48) dapat
diketahui bahwa konsentrasi karbon tertinggi terdapat pada biochar sekam padi
(B1) senilai 77,18%, kemudian biochar tanda kosong kelapa sawit (B4) 58,81%,
biochar jerami padi (B2) senilai 52,32%, dan terendah serabut kelapa (B3) senilai
38,54%. Berdasarkan IBI (2014), biochar sekam padi termasuk biochar kelas 1
karena memiliki karbon ≥ 60%, sedangkan biochar jerami padi, serabut kelapa
dan tandan kosong termasuk biochar kelas 2 dengan persen karbon 30%- 60%.
Kation yang terdapat pada permukaan biochar banyak didominasi oleh
K+ dengan persentase tertinggi pada sekam padi sebesar 2,75% dan terendah pada
biochar serabut kelapa (B3) senilai 1,06%, Na+ juga terdapat pada sekam padi
sebesar 1,07%, sedang Mg2+ terdapat pada biochar tandan kelapa sawit sebesar
0,63%.
Tingginya nilai karbon pada biochar ditentukan oleh jenis biomassa dan
proses pirolisis. Biomassa yang mengandung lignin yang tinggi memiliki karbon
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan biomassa yang banyak mengadung
sellulosa dan hemisellosa, hal in disebabkan karena proses awal pirolisis yang
dikeluarkan dari biomassa adalah unsur H dan O dalam bentuk uap air yang
Universitas Sumatera Utara
82
banyak terkandung sellulosa dan hemisellulosa, dengan rantai karbon yang
bersifat Alifatik sedangkan lignin memiliki kandungan karbon yang, karbon yang
dihasilkan bersifat rekalsitran hal ini terlihat pada analisis SEM EDAX, pada
analisis SEM tidak terlihat Karbon berikatan dengan oksigen dalam jumlah besar
(satuan %) sehingga tidak terditeksi, Rekalsitran juga terlihat dengan adanya klor
(Cl) pada setiap biochar aromatik (Brewer, 2012).
Kapasitas Tukar Kation
Biochar hasil pirolisis BT 01 umumnya memiliki memiliki Kapasitas Tukar
Kation (KTK) yang cukup tinggi hal ini terlihat pada Tabel 21. Nilai KTK yang
tertinggi terdapat pada biochar sekam padi sebesar 35,45 me/100g dan terendah
pada jerami padi 22,23 me/ 100 g) dengan kriteria sedang hingga tinggi. Besarnya
nilai KTK pada biochar disebabkan karena tingginya kandungan kandungan
asam asam organik yang seperti yang dilihat hasil pengukuran FTIR seperti asam
karboksil, gugus eter dan ester serta asam fenolik yang kaya akan muatan negatif,
selain itu biochar merupakan karbon yang kaya akan muatan negatif sehingga
biochar memiliki kemampuan yang sangat tinggi dalam mereduksi ketersediaan
logam (Azorgohar dan Dalai, 2006; Park et al 2011). bila dibandingkan dengan
kompos azolla, biochar mampu mengimbangi keberadaan asam asam organik
seperti yang terlihat pada analisis FTIR hanya saja biochar tidak memiliki gugus
Amina- Amida yang kaya akan nitrogen yang merupakan ciri khas dari kompos
Azolla (Kannaiyan, 1993).
Universitas Sumatera Utara
83
KESIMPULAN
1. Biochar mengandung gugus karboksil, eter, ester dan fenolik dengan
intensitas yang tinggi.
2. Biochar serabut kelapa memiliki luas permukaan tertinggi senilai 24.08
m2/g dengan metode BET dan 32,70 m2/g dengan motode Langmuir.
3. Biochar sekam padi memiliki permukaan lebih porous dibandingkan
dengan biochar lainnya karena miliki volume pori terbesar senilai
0,0269 m3/g dan ukuran pori terbesar senilai 63.69 4V/A
4. Biochar sekam padi termasuk biochar kelas 1 karena memiliki karbon ≥
60%, sedangkan biochar jerami padi, serabut kelapa dan tandan kosong
termasuk biochar kelas 2 dengan persen karbon 30%- 60%.
83
Universitas Sumatera Utara
84
2. Penelitian II
EVALUASI PEMBERIAN BEBERAPA JENIS BIOCHAR DAN
AZOLLA PADA PERTUMBUHAN DAN SERAPAN HARA PADI
SAWAH DI TANAH DAN AIR TERCEMAR TIMBAL
ABSTRAK
Potensi pencemaran timbal bukan hanya bersumber dari pabrik tetapi juga dari udara
bahkan dari efek negatif dari pemupukan yang berkelanjutan. Padi merupakan
tumbuhan Hiperkumulator memiliki kemampuan menyimpan logam berat tanpa
mengalami gangguan pada fisiologisnya, dan hal ini sangat berbahaya karena padi
merupakan makan pokok masayarakat khususnya di Indonesia. Biochar dan azolla
merupakan salah satu solusi untuk menghasilkan padi yang berkualitas walaupun di
lahan tercemar logam berat karena kemampuannya dalam menjerap logam logam
berat khususnya Pb sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Penelitian ini bertujuan
untuk mengali potensi beberapa biochar dari kelimpahan biomassa dan
mengabungkannya dengan azolla yang dikenal sebagai sumber Nitrogen dan bahan
organik yang terbaik. Penelitian ini menggunakan metode Rancang Acak Kelompok
Faktorial (RAK) dengan 2 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan pertama penggunaan
berbagai jenis biochar yaitu; tanpa biochar ( B0), biochar jerami padi (B1), biochar
sekam padi (B2), biochar serabut kelapa (B3) dan biochar tandan kosong kelapa sawit
(B4). Perlakuan kedua menggunakan Azolla yaitu; Tanpa Azolla (A0), Azolla pinnata
(A1) dan Azolla mycrophylla (A2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa biochar
yang terbaik dalam meningkatkan kesuburan dan pertumbuhan padi sawah di rumah
kaca adalah biochar sekam padi dan Azolla terbaik adalah Azolla microphylla,
biochar sekam padi dan Azolla microphylla mampu menstabilkan pH tanah,
meningkatkan kandungan C organik tanah, N, P, K, KTK dan total respirasi tanah.
Biochar sekam padi dan Azolla microphylla juga mampu menurunkan Pb tersedia
dengan meningkatkan Pb yang terjerap pada permukaan biochar.
Kata kunci : Biochar, Azolla,Pertumbuhan, Serapan Hara, Padi Sawah
84
Universitas Sumatera Utara
85
PENDAHULUAN
Berdirinya pabrik pabrik di kawasan pertanian khususnya persawahan
menjadi suatu ancaman akan terjadinya penurunan kualitas lahan di sebabkan oleh
limbah yang secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi kualitas
produksi pertanian yang dihasilkan. Limbah tersebut berupa senyawa organik atau
pun anorganik. Senyawa organik akan terdekomposisi menjadi bentuk yang lebih
sederhana atau hilang ke udara, tetapi senyawa anorganik seperti logam berat tidak
dapat terdekomposisi tapi akan terakumulasi. Jika terakumulasi pada tanaman pangan
seperti padi maka akan menjadi suatu permasalahan yang besar terutama bagi
manusia karena merupakan konsumen universal dan puncak piramida makanan.
Beras saat ini masih merupakan makanan pokok masyarakat Asia khususnya
Indonesia,dan merupakan kebijakan stategis nasional untuk menyukseskan
ketersediaan beras. Jika lahan sawah tercemar logam berat, maka beras yang tercemar
akan beredar di pasaran dan akan menjadi masalah besar. Jika padi yang tercemar
mati maka tidak menjadi masalah, tetapi padi memiliki sifat hiperakumulator, yaitu
mampu menyerap logam berat logam tertentu tanpa ada gangguan pada proses
fisiologisnya, dan ini merupakan masalah yang besar karena padi akan
mengakumulasikan logam berat dan di konsumsi oleh masyarakat.
Logam berat seperti Timbal (Pb) merupakan unsur yang sangat berbahaya
bila terakumulasi dalam tubuh manusia dapat merusak sistem syaraf manusia dan
85
Universitas Sumatera Utara
86
mempengaruhi fungsi kognitif, kemampuan belajar, memendekkan tinggi badan,
penurunan fungsi pendengaran, mempengaruhi perilaku dan intelejensia, hingga
dapat merusak fungsi organ tubuh, seperti ginjal, (Sudarmaji, 2006). Logam ini
memiliki sumber yang sangat banyak yaitu dari limbah cair, padatan, ataupun dalam
bentuk gas (TEL), dan juga banyak digunakan sebagai pelapis berbagai pupuk dan
secara alami juga berada di alam dalam bentuk batuan, sehingga upaya
mengendalikan pencemaran Pb sangat dibutuhkan. Hidayat ( 2013) menyatakan
bahwa lahan lahan persawahan yang berhampiran dengan pabrik secara umum
tercemaran akan Pb. Surtipanti et al. 1995, mengatakan bahwa kandungan Pb pada
tanah sawah dengan pemupukan 13,96 ppm hingga 88,60 ppm sedangkan pada tanah
kontrol (tanpa pemupukan) 5 ppm hingga 33,62 ppm.
Biochar berasal dari biomassa yang ditermolisis dengan suhu ≤ 6000C,
sehingga terjadi perubahan struktur yaitu menjadi karbon yang memiliki sifat sifat
yang baik untuk memperbaiki tanah tercemar organik atau pun an organik,
meningkatkan produksi khususnya padi dan mengurangi efek rumah kaca (A. Zhang
et al. 2012. Biochar memiliki permukaan yang luas, bersifat porous,dan mengandung
C negatif yang dapat mengikat logam, sehingga mampu menstabilkan logam berat
pada tanah yamg tercemar dengan menurunkan secara nyata penyerapan logam berat
oleh tanaman dan dapat meningkatkan kualitas tanah dengan memperbaiki sifat sifat
fisik kimia dan biologi tanah (Ippolito et al. 2012; Komarek et al. 2013), kemampuan
biochar sangat ditentukan oleh bahan asal dan proses pirolisisnya, pada biomassa
yang kepadatanya besar diperlukan suhu yang tinggi 400 0C- 600 0C dan biomassa
yang kepadatan bahannya rendah diperlukan suhu ≤ 200 0C, pada biomassa yang
Universitas Sumatera Utara
87
memerlukan suhu tinggi memiliki kelebihan luas permukaan yang lebih tinggi, tetapi
kandungan hara yang rendah (sohi et al. 2010), biochar mudah untuk dibuat dan dapat
diaplikasikan oleh para petani sehingga berpotensi untuk dikembangkan dalam
meningkatan pemanfaatan biomassa organik yang sangat melimpah dan
meningkatkan produksi padi sawah khususnya pada lahan tercemar
Azolla merupakan tumbuhan paku pakuan yang secara umum memiliki
kemampuan mensuplay hara Nitrogen hingga 30-40 ton/ Ha jika digunakan secara ,
tetapi disamping itu azolla juga memiliki kemampuan dalam menyerap logam berat
(Hiperakumulator), tiap jenis azolla memiliki kemampuan yang yang berbeda, Azolla
pinnata mempunyai akar yang lebih halus di bandingkan dengan Azolla microphylla
sehingga memiliki bidang permukaan yang lebih luas sehingga kemampuan
menyerap logam berat jauh lebih besar tetapi Azolla micropylla mempunyai biomassa
yang tinggi dan sangat adaktif terhadap lingkungan sehingga dapat tumbuhan pada
kondisi yang ekstrim sekalipun sehingga berpotensi besar untuk tumbuh pada daerah
yang tercemar ( Hidayat, 2011).
Azolla akan mengakumulasi Pb pada akar lebih banyak dibandingkan pada
bagian lainnya (Hidayat, 2011). Biomassa azolla yang terakumulasi Pb akan
mengalami proses dekomposisi dan melepaskan sejumlah hara khususnya nitrogen
yang dibutuhkan tanaman, ternyata hanya meningkatkan Pb total tanah tidak
meningkatkan jumlah Pb tersedia, karena Pb terikat kuat pada bahan organik Azolla,
sehingga dengan pemakaian azolla yang berkesinambungan akan mempertahankan
ikatan Pb organik sehingga berpotensi menjadi tumbuhan Hiperakumulator bagi
logam berat pada tanah sawah (Abror et al. 2012).
Universitas Sumatera Utara
88
Indonesia merupakan negara yang kaya akan biomassa yang belum
termanfaatkan secara maksimal bahkan berpotensi besar sebagai sumber gas rumah
kaca yang akan meningkatkan suhu bumi. Pemanfatan biomassa dalam bentuk
biochar dan Azolla sp merupakan pilihan yang tepat untuk mengendalikan
pencemaran logam berat, untuk itu diperlukan penelitian tentang biomassa dan azolla
yang terbaik serta kombinasi keduanya dalam mengendalikan pencermaran logam
berat pada tanaman padi sawah.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis biochar dan azolla serta
kombinasinya yang dapat mereduksi Pb tersedia tanah dalam meningkatkan
ketersediaan hara dan pertumbuhan padi sawah
Hipotesis Penelitian :
1. Ada biochar yang terbaik dalam mereduksi ketersediaan Pb dalam
meningkatkan kesuburan tanah dan pertumbuhan padi sawah di tanah dan air
tercemar
2. Ada azolla yang terbaik dalam mereduksi ketersediaan Pb dalam
meningkatkan kesuburan tanah dan pertumbuhan padi sawah di tanah dan air
tercemar
3. Ada interaksi terbaik biochar dan azolla dalam mereduksi ketersediaan Pb dan
meningkatkan kesuburan tanh dan pertumbuhan padi sawah di tanah dan air
tercemar
Universitas Sumatera Utara
89
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Growth Center Kopertis wilayah I Jl. Pancing,
dengan ketinggian 25 Mdpl, dan di laboratorium BPTP SU dan RISPA. Penelitian ini
dimulai bulan April 2014- September 2014. Bahan biochar berupa sekam, jerami
padi, di ambil di daerah pantai labu, tandan kosong diambil di pabrik kelapa sawit
Perbaungan, serabut kelapa dari pasar aksara Medan. Alat yang digunakan adalah
ember besar untuk wadah air irigasi, ember plastik besar tempat tanah, cangkul, GPS,
Pirolisator berupa drum yang di lubangi di bagian bawahnya dan diberi pipa udara
masuk (inlet) dan keluar (outlet) (Gambar 1) dan diberi pendingin air agar kadar abu
tidak tinggi. Analisis karakteristik biochar di lakukan di Universitas Mc Gill Kanada
bulan September- Desember 2013 berupa Analisis Morfologi biochar dengan SEM,
Gugus fungsional dengan FTIR, Luas permukaan dengan BET dan sifat sifat kimia
dengan EDS, yang semuanya menunjang proses penjerapan logam berat oleh biochar.
Metode yang digunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 3
ulangan.
1. Faktor perlakuan berbagai jenis biochar :
a. Tanpa biochar (B0)
b. Aplikasi biochar jerami padi (B1)
c. Aplikasi biochar sekam padi (B2)
d. Aplikasi biochar sabut kelapa (B3)
e. Aplikasi biochar tandan kosong kelapa sawit (B4)
2. Faktor Aplikasi Azolla
Universitas Sumatera Utara
90
a. Tanpa azolla (A0)
b. Azolla pinnata (A1)
c. Azolla Mycrophylla (A2)
Sehingga diperoleh 15 kombinasi perlakuan dengan tiga ulangan.
B0A0 B1A0 B2A0 B3A0 B4A0
B0A1 B1A2 B2A1 B3A1 B4A1
B0A2 B1A2 B2A2 B3A2 B4A2
Model linier untuk Rancangan Acak Kelompok Faktorial :
Yijk = µ + ρi + Bj + Ak + (BA)jk + εijkl
Keterangan :
Y ijk = Nilai pengamatan pada blok ke-i, perlakuan jenis Biochar ke-j, perlakuan
Azolla ke-k.
µ = Nilai tengah umum
ρ i = Pengaruhi blok ke-i
Bj = Pengaruh dari jenis biochar ke-j
Ak = Pengaruh Azolla ke-k
(BA)jk = Pengaruh interaksi perlakuan jenis biochar ke-j dan Azolla ke-k.
εijkl = Pengaruh galat perlakuan jenis biochar ke-j dan Azolla ke-k
Analisis Data
85
Universitas Sumatera Utara
91
Analisis statistik menggunakan SPSS 17, untuk mengetahui pengaruh perlakuan
secara global di gunakan uji F taraf 5% hingga 1% dan jika berbeda nyata maka
dilanjutkan ke Duncan untuk melihat perlakuan terbaik.
Persiapan Penelitian
1. Persiapan tanah
Tanah diambil pada lahan sawah tercemar Pb di desa Dagang Klambir
Tanjung morawa dengan mencatat lokasi pengambilan, diambil dalam
keadaan basah kemudian dihomogenkan di atas hamparan plastik dan diambil
100 g untuk analisa awal, setelah itu ditimbang 15 kg berat basah dan
dimasukan ke dalam 45 ember ukuran 25 kg dan di beri aquadest setinggi 5
cm dan digenangkan selama 2 minggu untuk membentuk lapisan reduksi
seperti di lapangan. Analisis awal meluputi :
1. Pengukuran pH dengan Elektrometri, dengan perbandingan 1: 2,5
2. KTK dengan Metode Atomic Absorption Spectroscopy (AAS)
3. Karbon Organik Tanah Metode Spectrofotometri
4. Pb Total dengan destruksi basah HNO3 dan HClO4 (1:2) diukur dengan
AAS,
5. Pb Tersedia dengan ekstrak HCl 0.1 N diukur dengan Metode Atomic
Absorption Spectroscopy (AAS)
6. Kandungan Total Hara N metode Kjeldahl
7. Kandungan P tersedia Metode Bray 2 diukur Spectrofotometri
Universitas Sumatera Utara
92
8. Kandungan K dd diukur dengan Metode Atomic Absorption
Spectroscopy (AAS)
9. Basa basa tukar dengan Metode Atomic Absorption Spectroscopy (AAS)
2. Persiapan biochar
Jerami dan sekam diambil dari sawah di kawasan Pantai Labu, tandan kosong
diambil di pabrik kelapa sawit Perbaungan, serabut kelapa dari pasar aksara
Medan kemudian semuanya dikeringkan. Pembuatan biochar dengan cara fast
firolisis , yaitu dengan memasukan jerami, sekam, tandan kosong kelapa sawit
dan serabut kelapa yang sudah dikeringkan ke dalam alat termolisator
(Gambar 1) yang dirakit sendiri dengan sumber panas dari bawah, dengan
dengan kondisi udara terbatas , suhu hingga 500-600oC dengan waktu
pembakaran 2-3 jam , kemudian didinginkan. Biochar yang terbentuk di ayak
dengan ayakan 10 mesh.
Analisis awal biochar meliputi :
1. pH dengan elektrometri dengan ratio 1:20 (IBI, 2014)
2. Analisis permukaan biochar dengan Scanning Electron Microscope (SEM)
yaitu sampel dilapisi dengan lapisan tipis emas dan dipasang pada
lempengan tembaga menggunakan pita karbon ganda-stick dan kemudian
dipindai oleh model Scanning Electron Microscope LEO 1530 VP
(Jerman).
Universitas Sumatera Utara
93
3. Luas Permukaan biochar (m2/g) dengan Brunauer Emmet Teller (BET) ,
sampel 0.1g diletakan dalam dalam tabung degas, fungsinya adalah untuk
menghilangkan gas – gas yang terjerap pada permukaan padatan dengan
cara memanaskan dalam kondisi vakum, dilakukan selama lebih dari 6
jam dengan suhu berkisar antara 200 – 300C, kemudian setelah dilakukan
degassing maka bahan uji dapat dianalisa secara otomatatis dengan BET.
4. Gugus Fungsional dengan Fourier Transform Infrared Spectroscopy
(FTIR), 1 mg biochar dicampur dengan 200 mg tanah kering oven
(BTKO) (di 105-1100 C) kemudian Campuran ditekan menjadi pelet dan
direkam menggunakan Nicolet 380 spektrofotometer (Thermo Fisher
Scientific, USA ).
5. Kapasitas Tukar Kation dengan metode Ekstraksi NH4OAc, pH 7 diukur
dengan AAS
6. Kandungan (%) karbon,N,P,K kation tukar dan unsur lainnya dalam
Biochar dengan Energy Dispersive X-Ray (EDAX)
3.Persiapan Azolla
Azolla di ambil dari koleksi Laboratorium biologi dan ekologi tanah fakultas
Pertanian USU dengan jenis Azolla pinnata dan Azolla. macrophylla.
Kemudian diperbanyak dan diaklimatisasi dalam kolam besar di lokasi
penelitian, media pertumbuhan yang digunakan larutan pupuk majemuk
dengan komposisi N: P: K = 5:30:30.
Analisis awal untuk Azolla adalah :
Universitas Sumatera Utara
94
1. Analisis permukaan Azolla kering dengan Scanning Electron Microscope
(SEM) yaitu sampel dilapisi dengan lapisan tipis emas dan dipasang pada
lempengan tembaga menggunakan pita karbon ganda-stick dan kemudian
dipindai oleh model Scanning Electron Microscope LEO 1530 VP
(Jerman).
2. Luas Permukaan Azolla kering (m2/g) dengan Brunauer Emmet Teller
(BET) , sampel 0.1g diletakan dalam dalam tabung degas, fungsinya
adalah untuk menghilangkan gas – gas yang terjerap pada permukaan
padatan dengan cara memanaskan dalam kondisi vakum, dilakukan selama
lebih dari 6 jam dengan suhu berkisar antara 200 – 300C, kemudian
setelah dilakukan degassing maka bahan uji dapat dianalisa secara
otomatatis dengan BET
3. Gugus Fungsional dengan Fourier Transform Infrared Spectroscopy
(FTIR), 1 mg serbuk Azolla dicampur dengan 200 mg tanah kering oven
(BTKO) (di 105-1100 C) kemudian Campuran ditekan menjadi pelet dan
direkam menggunakan Nicolet 380 spektrofotometer (Thermo Fisher
Scientific, USA )
4. Kandungan Hara N Total (Khjeldal) ,P (HCl 25%) dan ,K (HCl 25%)
5. Kandungan Pb tanaman dengan destruksi basah
Universitas Sumatera Utara
95
Gambar 15. Kolam Azolla
Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian di bagi kepada 2 tahap :
1. Masa Inkubasi untuk melihat potensi biochar dan Azolla dalam mereduksi Pb
tersedia pada tanah dan air tercemar
2. Masa penanaman padi untuk melihat pertumbuhan dan konsentrasi Pb pada
tanaman padi hingga akhir fase vegetatif.
Tahap I (Uji Masa inkubasi)
Ember yang yang telah di isi dengan tanah sawah tercemar diberikan biochar
sebanyak 3% karbon tanah (Park, 2011) diinkubasi selama 2 minggu dan ketinggian
dipertahankan untuk membentuk lapisan reduksi pada tanah sehingga menyerupai
keadaan di lapangan dengan menambahkan aquadest, setelah 2 minggu kemudian dan
diaduk hingga rata, setiap ember memiliki batang pengaduk yang tersendiri
kemudian diberi azolla sebanyak 30 gr , dengan jenis sesuai dengan perlakuan dan
Universitas Sumatera Utara
96
dibiakkan selama 1 minggu sehingga menutupi permukaan tanah pada ember,
setelah satu minggu, diaduk kembali dengan membenamankan azolla yang tumbuh,
dan azolla yang tidak terbenam dibiarkan tumbuh dan diinkubasi selama satu minggu
lagi dan diambil sampel untuk dianalisis minggu I dan ke II pembenaman,
Parameter yang diamati setelah inkubasi adalah :
1. pH tanah dengan metode Gravimetri
2. Total Carbon tanah Metode Spectrofotometri
3. N Total tanah (Metode Kjeldhal)
4. P tersedia (Bray 2)
5. K (Metode Ekstraksi NH4OAc)
6. KTK (Metode Ekstraksi NH4OAc, pH 7)
7. Kejenuhan Basa (%)
8. C/N Tanah dengan membandingkan Total karbon tanah dan N tanah
9. Total Respirasi ( Metode Basalt Respiration)
10. Pb tanah Total (Destruksi basah dengan HNO3, HClO4, 1:2)
11. Pb larutan (Destruksi HCl 0,1 N)
12. Fraksionasi Pb (Park, 2011)
Tabel 22. Fraksionasi Pb
No. Fraksionation Reagent Shaking time
1. Mudah dipertukarkan 1 M MgCl2 (pH 7) 1 jam suhu 250C
2. Terikat Karbonat 1 M CH3COOH (pH 5) 5 jam suhu 25 0C
3. Terikat bahan organik 30%H2O2 2 jam,suhu 850C/
Diikuti 20%HNO3 3 jam suhu 850C
Universitas Sumatera Utara
97
Tahap II
Penanaman padi untuk melihat pertumbuhannya di air dan tanah tercemar
Benih direndam dengan air bersih dan diaduk, lalu direndam selama 24 jam
setelah gabah yang terapung dibuang. Setelah itu benih diinkubasikan selama 36 jam
untuk mematahkan priode dormansi benih . Kemudian 3 benih padi ditaburkan di
atas tanah dalam polybag, setelah tanaman berumur 1 minggu, tinggian air
dipertahankan 2 cm hingga akhir vegetatif dengan menambahkan air irigasi yang
sama seperti dilapangan (air tercemar Pb), azolla yang tidak terbenam dibiarkan
tumbuh, tanpa aplikasi pupuk sintetik dan pestisida, pengendalian hama dilakukan
dengan cara manual hingga tanaman berumur 50 hari dan di panen.
Parameter tanaman
1. Tinggi Tanaman saat panen (cm)
2. Jumlah Anakan saat panen
3. Bobot Tajuk (gr)
4. Bobot Akar (gr)
5. Serapan N, P, K (Destruksi basah) (mg/Tanaman)
6. Kandungan Pb Akar (Destruksi basah dengan AAS) (ppm)
7. Kandungan Pb Tajuk (Destruksi basah dengan AAS) (ppm)
Universitas Sumatera Utara
98
HASIL DAN PEMBAHASAN
Masa 2 minggu Inkubasi
1. Perubahan pH tanah akibat aplikasi biochar dan azolla pada tanah dan air
tercemar
Berdasarkan analisis data yang dilakukan (Lampiran 1) dapat diketahui bahwa
aplikasi biochar dan azolla sangat nyata meningkatkan pH tanah. Dari Tabel 23,
dilihat bahwa aplikasi biochar meningkatkan pH tanah tercemar secara sangat,
dengan pH tertinggi adalah pada peralakuan B1 (biochar jerami padi) dengan nilai
pH 8,69 dan terendah pada perlakuan kontrol (B0) senilai 6,66 dan aplikasi biochar
jerami padi (B2) tidak berbeda nyata dengan kontrol dengan nilai pH 6,75
Berdasarkan Tabel 23, aplikasi azolla memberikan pengaruh yang tidak nyata
dalam menurunkan pH tanah tercemar, dengan nilai pH tertinggi pada perlakuan
aplikasi Azolla pinnata senilai 7,67 dan terendah pada (Azolla micropylla) senilai
7,51 .
Tabel 23. Pengaruh biochar dan azolla pada nilai pH Tanah pada tanah dan air
tercemar
Pb
Perlakuan A0
(Tanpa Azolla)
A1
(A.pinnata)
A2
(A.microphylla) Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 6,70 6,69 6,59 6,66A
B1 (Biochar Jerami) 8,53 8,98 8,57 8,69B
B2 (Biochar Sekam) 6,72 6,78 6,74 6,75A
B3 (Biochar Serabut
Kelapa) 7,76 7,99 7,89 7,88B
B4 (Biochar TKKS) 8,12 7,93 7,78 7,95B
Rataan 7,57 7,67 7,51 7,59
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
98
Universitas Sumatera Utara
99
Interaksi antara biochar dan azolla tidak memberikan pengaruh yang nyata
pada perubahan pH tanah. Nilai pH interaksi tertinggi pada perlakuan pemberian
biochar jerami dan Azolla microphylla (B1A2) senilai 8,57 dan terendah pada biochar
sekam padi dan Azolla microphylla (B2A2) senilai 6,74
Meningkatnya pH melalui aplikasi biochar adalah karena biochar memiliki
reaksi basa yaitu adanya kandungan abu dan sebagian besar biochar adalah bahan
alkali dan memiliki efek pengapuran, dan tingginya bahan alkali pada biochar
disebabkan banyak kation kation (Sheng et al.2005; Wu et al. 2012) sehingga
kejenuhan basa menjadi tinggi dan meningkatkan pH, jika komponen basa bertambah
(seperti CaCO3), ion H+ akan dinetralkan. Dengan penambahan basa yang
berketerusan akan menjadi bufer pada hydrolisis Al3+ yang banyak melepaskan H+
dan akhirnya pH tanah tidak meningkat sampai pada batas yang sesuai pada
penambahan komponen basa pada biochar yang akan mengurangi kelarutan Al3+,
akhirnya Al(OH)3 akan mengendap pada pH 6,5 jumlah kelarutan Al 3+ akan
berkurang dan pH tanah akan meningkat (Plaster, 2004).
2. Potensi biochar dan azolla pada nilai total Karbon Organik Tanah
Aplikasi biochar dan azolla secara umum memberikan pengaruh yang sangat
nyata pada perubahan total karbon organik tanah (Lampiran. 2). Pada Tabel 24 dapat
dilihat bahwa pemberian biochar memberikan peningkatan kandungan organik tanah
dibandingkan tanpa pemberian biochar, dengan kandungan karbon tertinggi pada
perlakuan biochar sekam padi senilai 3,4 %. Pemberian azolla meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
100
kandungan C organik tanah dibandingkan dengan kontrol dengan kandungan tertinggi
pada perlakuan Azolla microphylla sebesar 2,8 %.
Interaksi biochar dan azolla memberikan pengaruh yang sangat nyata pada
perubahan total karbon organik tanah, dengan nilai total karbon tanah tertinggi pada
perlakuan sekam padi dan Azolla microphylla (B2A2) dengan nilai karbon organik
4,9 % dan nilai terendah senilai 1,8 % pada perlakuan Biochar jerami dan Azolla
microphylla (B3A2) yang tidak berbeda nyata dengan kontrol sebesar 1,7%.
Tabel 24. Pengaruh biochar dan azolla pada nilai Total C organik Tanah (%)
Perlakuan A0
(Tanpa Azolla)
A1
(A.pinnata)
A2
(A.microphylla) Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 1,7A 2,6B 3,0B 2,5
B1 (Biochar Jerami) 1,6A 2,4A 2,7B 2,2
B2 (Biochar Sekam Padi) 3,0B 2,4A 4,9C 3,4
B3 (Biochar Serabut
kelapa) 2,1A 2,8B 1,8A 2,2
B4 (Biochar TKKS) 2,3A 2,8B 1,7A 2,3
Rataan 2,1 2,6 2,8 2,5
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Pemberian biochar dan azolla pada penelitian ini sangat nyata meningkatkan
kandungan organik tanah, hal ini disebabkan karena penambahan biochar hingga
sebanyak 3% berat tanah sangat sesuai untuk menambah dan mempertahan karbon
tanah apalagi bila aplikasi dikaitkan dengan remediasi tanah tercemar (Park, 2011),
demikian juga dengan azolla, biomassa azolla yang memiliki kemampuan menganda
3- kali lipat dalam seminggu mampu menyumbang karbon yang tinggi bagi tanah,
tetapi pada penelitian ini Azolla microphylla memiliki interaksi yang baik dengan
biochar sekam padi, karena pH pada b iochar lainnya sangat tinggi sehingga tidak
sesuai dengan pertumbuhannya dan akhirnya mengalami kematian dan Azolla
Universitas Sumatera Utara
101
microphylla memiliki adaptasi dan duplikasi yang tinggi berbeda dengan Azolla
pinnata yang memiliki adaptasi yang rendah ( Arora and Singh 2002; Hidayat et al.
2017).
Potensi Biochar dan Azolla pada nilai N total tanah
Aplikasi biochar dan azolla memberikan pengaruh sangat nyata pada
perubahan N
total tanah (Lampiran 3). Pada Tabel 25, dapat dilihat bahwa aplikasi biochar
berpengaruh nyata pada perubahan N total tanah, dengan nilai N tertinggi pada
aplikasi biochar sekam padi (B2) senilai 0,23% dan terendah pada perlakuan kontrol
dan jerami sebesar 0,14%.
Tabel 25. Pengaruh biochar dan azolla pada nilai N total tanah (%)
Perlakuan A0
(Tanpa Azolla)
A1
(A. Pinnata)
A2
(A.microphylla) Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 0,13 0,14 0,16 0,14a
B1 (Biochar Jerami) 0,16 0,12 0,17 0,15a
B2 (Biochar Sekam) 0,15 0,20 0,34 0,23b
B3 (Biochar Serabut
Kelapa) 0,14 0,16 0,19 0,16a
B4 (Biochar TKKS) 0,14 0,21 0,21 0,19a
Rataan 0,15A 0,17A 0,21B 0,18
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Aplikasi azolla memberikan pengaruh nyata pada perubahan nilai N total
Tanah, dengan nilai N tertinggi pada perlakuan tertinggi pada perlakuan A2 (Azolla
microphylla) senilai 0,21% dan terendah pada A0 (kontrol) senilai 0,15%.
Interaksi antara biochar dan azolla tidak nyata meningkatkan perubahan N
total tanah dengan nilai teringgi pada perlakuan Biochar sekam padi dan Azolla
Universitas Sumatera Utara
102
microphylla )B2A2( senilai 0,34 % dan terendah pada perlakuan B1A1 senilai
0,12%.
Biochar merupakan bahan organik yang memiliki kemampuan dalam
menjerap amonium yang tersedia hasil dari dekomposisi bahan organik , bukan hanya
itu tetapi dapat memanipulasi keberadaan N di dalam tanah sehingga lebih bertahan
dengan peningkatan kapasitas tukar kation (Clough and Condron, 2010 ). Azolla
merupakan tumbuhan pakuan yang dikenal sebagai pensuplay hara Nitrogen dengan
adanya simbiosis dengan Anabaena azolla, yang mampu menfiksasi N di udara
menjadi N tersedia bagi tanaman dalam bentuk amonium setelah terjadi proses
dekomposisi dengan suplay mencapai 240 kg/ ha ( Reddy et al. 2002) dan Azolla
microphylla memiliki daya adaptasi yang tinggi dari pada Azolla pinnata sehingga
mampu berkembang dan menduplikatkan diri dan menghasilkan bahan organik dan
nitrogen yang lebih banyak (Arora and Singh, 2002; Arora et al. 2005).
3. Potensi biochar dan azolla pada nilai P tersedia tanah (ppm)
Secara umum aplikasi biochar berpengaruh sangat nyata pada perubahan P
tersedia
Tanah pada (lampiran 4). Pada Tabel 26 dapat dilihat bahwa, aplikasi biochar
berpengaruh sangat nyata pada peningkatan P tersedia tanah, dengan nilai P tersedia
tertinggi pada perlakuan B2 (Sekam padi) senilai 32,17 ppm dan nilai terendah pada
perlakuan kontrol (B0) senilai 23,07 ppm dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan
biochar lainnya. Hal ini disebabkan kemampuan biochar sekam padi yang kaya akan
Universitas Sumatera Utara
103
asam organik dapat dilihat pada analisis FTIR (Lampiran 50) yang akan melepaskan
P terikat oleh Ca dan Pb dalam kondisi basa.
Tabel 26. Pengaruh biochar dan azolla pada nilai P tersedia tanah (ppm)
Perlakuan A0
(Tanpa Azolla)
A1
(A. pinnata)
A2
(A. microphylla) Rataan
B0(Tanpa Biochar) 25,35 17,83 26,02 23,07A
B1(Biochar Jerami) 27,02 25,35 21,54 24,64A
B2 (Biochar Sekam) 31,11 31,04 34,37 32,17B
B3 (Biochar Serabut
Kelapa) 24,17 24,46 27,25 25,29A
B4 (Biochar TKKS) 24,70 26,54 31,88 27,71A
Rataan 26,47 25,04 28,21 26,57
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Aplikasi azolla tidak nyata mempengaruhi perubahan nilai P tersedia tanah,
pada tabel 26 dilihat bahwa nilai tertinggi P tersedia tanah pada perlakuan A2 (
Azolla microphylla) senilai 28,21 ppm dan terendah pada perlakuan A1 (Azolla
pinnata) senilai 25,04 ppm.
Interaksi biochar dan azolla tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada
peningkatan P tersedia tanah (lampiran 4), pada Tabel 23 dilihat bahwa nilai P
tersedia tertinggi pada perlakuan biochar sekam padi dan Azolla mycrophylaa B2A2
senilai 24,4 ppm dan terendah pada perlakuan B1A2 senilai 11,5 ppm.
Meningkatnya ketersedian P pada penambahan biochar sangat tergantung
pada jenis biomassa biochar dan suhu saat proses pirolisis, pada temperatur rendah
(300 0C-400 0C ketersedian P jauh lebih tinggi dari pada suhu yang tinggi ( 500 0C-
600 0C ), peningkatan pH juga mempengaruhi ketersedian P (Zheng et al. 2013).
Universitas Sumatera Utara
104
Azolla merupakan tumbuhan yang sangat membutuhkan P untuk metabolisme
pertumbuhannya seiring dengan peningkatan biomassanya, semakin tinggi percepatan
duplikasi biomassa semakin besar P yang dibutuhkan sehingga dapat menjadi faktor
pembatas pertumbuhan azolla ( Reddy and De Busk, 1984).
4. Potensi biochar dan azolla pada nilai K tukar tanah (me/ 100 g)
Secara umum aplikasi biochar dan azolla memberikan pengaruh nyata pada
perubahan K tukar tanah (Lampiran 5). Pada Tabel 27 dapat dilihat bahwa aplikasi
biochar memberikan pengaruh yang nyata pada peningkatan K tukar tanah, dengan
nilai tertinggi pada perlakuan biochar sekam padi (B2) senilai 3,00 me/100 g dan
terendah pada perlakuan kontrol senilai 1,58 me/ 100 g.
Aplikasi azolla memberikan pengaruh sangat nyata pada perubahan K tukar
tanah, dengan nilai tertinggi pada pemberian Azolla microphylla dengan nilai rataan
2,30 me/100 g dan terendah pada perlakuan kontrol senilai 1,79 me/ 100 g.
Interaksi antara biochar dan azolla tidak menunjukan pengaruh yang nyata pada
perubahan K tukar tanah ( Lampiran 6), pada Tabel 27 dapat dilihat bahwa nilai
tertinggi interaksi pada perlakuan biochar sekam padi dan Azolla microphylla
(B2A2) senilai 2,76 me/ 100g dan terendah pada perlakuan biochar serabut kelapa
dan Azolla microphylla (B1A1) senilai 1,75 me/ 100g.
Biochar pada umumnya memiliki kandungan kalium yang tinggi, dan
ketersediaanya tergantung pada proses pirolisisnya, pada proses pirolisis suhu yang
tinggi (5000C- 6000C), ketersedian kalium jauh lebih tinggi dibandingkan pada
proses suhu yang rendah (Zheng et al. 2013).
Universitas Sumatera Utara
105
Tabel 27. Pengaruh biochar dan azolla pada nilai K tukar tanah (me/ 100g)
Perlakuan A0
(Tanpa Azolla)
A1
(A.pinnata)
A2
(A.microphylla) Rataan
B0
(Tanpa Biochar) 0,94 1,53 2,27 1,58A
B1 (Biochar Jerami) 1,50 1,75 2,09 1,78A
B2 (Biochar Sekam) 2,86 3,39 2,76 3,00B
B3 (Biochar Serabut
Kelapa) 1,59 2,25 2,09 1,98A
B4 (Biochar TKKS) 2,03 2,03 2,30 2,12A
Rataan 1,79a 2,19a 2,30b 2,09
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Zheng et al (2013) melaporkan bahwa ketersedian K akan meningkat dengan
meningkatnya suhu pirolisis dan sebaliknya ketersedian N dan P akan berkurang
seiring dengan peningkatan suhu, dan tanda kosong kelapa sawit ( B4) di produksi
dengan suhu antara 5000C – 6000C sehinga menghasilkan nilai kalium yang tinggi.
5. Potensi biochar dan azolla pada nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah
(me/ 100 g)
Aplikasi biochar dan azolla secara umum memberikan pengaruh sangat nyata
pada perubahan nilai Kapasitas Kukar Kation (KTK) ( Lampiran 6). Pada Lampiran 6
dapat dilihat bahwa pemberian biochar dapat meningkatkan nilai KTK dengan sangat
nyata, dengan nilai KTK tertinggi pada perlakuan sekam padi (B2) sebesar 27,74 me/
100g, dan terendah pada perlakuan kontrol senilai 20,17 me/ 100g dan tidak berbeda
nyata dengan perlakuan biochar lainnya.
Universitas Sumatera Utara
106
Applikasi azolla meningkatkan secara sangat nyata nilai KTK tanah tercemar
(Lampiran 6), dengan nilai KTK tertinggi pada perlakuan Azolla microphylla (A2)
senilai 25,92 me/ 100g dan terendah pada kontrol senilai 21, 26 me/ 100g dan tidak
berbeda nyata dengan aplikasi Azolla pinnata ( A1).
Tabel 28. Pengaruh biochar dan azolla pada nilai KTK tanah (me/ 100g)
Perlakuan A0
(Tanpa Azolla)
A1
(A.pinnata)
A2
(A.microphylla) Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 17,03A 21,21AB 22,27AB 20,17
B1 (Biochar Jerami) 22,94AB 20,97AB 20,73AB 21,55
B2 (Biochar Sekam) 23,42B 24,12B 35,67C 27,74
B3 (Biochar Serabut
Kelapa) 22,43AB 20,85AB 23,21B 22,16
B4 (Biochar TKKS) 20,46AB 21,59AB 27,73B 23,26
Rataan 21,26 21,75 25,92 22,98
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Interaksi biochar dan azolla memberikan pengaruh sangat nyata pada
perubahan nilai kapasitas tukar kation (Lampiran 6), pada Tabel 28 dapat dilihat
bahwa nilai KTK interaksi tertinggi pada Aplikasi Biochar sekam dan Azolla
microphylla (B2A2) senilai 35,67 me/100g berbeda nyata dengan kontrol (17,03)
dan terendah pada Bbochar Jerami dan Azolla microphylla ( B1A2) senilai 20,73
me/100g dan tidak berbeda nyata dengan kontrol.
Penelitian tentang peningkatan KTK dengan penambahan biochar sudah
banyak dilakukan (Mbagwu and Piccolo, 1997; Glasser et al. 2002; Liang et al. 2005)
bahkan bisa meningkat hingga 50% (Tryon 1948; Mbagwu and Piccolo 1997), hal ini
berhubungan dengan peningkatan luas permukaan dari biochar yang bergugus
aromatik dan berpori, sehingga mempercepat proses oksidasi pada permukaan
Universitas Sumatera Utara
107
biochar dan berkorelasi positif dengan bahan organik, dengan bahan menghasilkan
anion bergugus karboksilat dan juga terjadi peningkatan aktfititas mikroba dan
menghasilkan asam asam organik (Liang et al. 2005).
Azolla merupakan tumbuhan pakuan yang dapat digunakan sebagai
biofertilizer pada tanaman padi, azolla cepat terdekomposisi dan menghasilkan
sejumlah bahan organik tanah dan dengan meningkatnya kandungan bahan organik
akan meningkatkan kapasitas tukar kation pada tanah dan juga hara tanaman (Bocchi
and Malgioglio, 2010).
6. Potensi biochar dan azolla pada nilai kejenuhan basa (%)
Aplikasi biochar dan azolla secara umum memberikan pengaruh yang nyata pada
perubahan persentase kejenuhan basa (Lampiran 7). Pada Tabel 29 dapat dilihat
bahwa pemberian biochar cenderung menurunkan persentase kejenuhan basa tukar
walaupun secara statitik tidak berbeda nyata, dengan persentase kejenuhan basa
tertinggi pada perlakuan kontrol(B0) senilai 44,88% dan terendah pada biochar
sekam padi serabut kelapa (B2) senilai 39,22%.
Berdasarkan Tabel 29 dapat dilihat bahwa pemberian azolla memberikan
pengaruh tidak nyata pada perubahan persentase kejenuhan basa dengan nilai
tertinggi pada perlakuan Azolla pinnata (A1) senilai 43,76% dan terendah perlakuan
Azolla microphylla (A2) senilai 40,68%.
Interaksi biochar dan azolla menunjukkan pengaruh yang sangat nyata pada
perubahan persentase kejenuhan basa tanah tercemar ( Tabel 29), dengan nilai
Universitas Sumatera Utara
108
persentase kejenuhan basa tertinggi pada perlakuan biochar jerami padi dan Azolla
pinnata (B1A2) senilai 47,09,0% dan terendah pada perlakuan biochar sekam padi
dan Azolla microphylla (B2A2) senilai 31,31%
Tabel 29. Pengaruh biochar dan azolla pada nilai Kejenuhan Basa tanah (%)
Perlakuan A0
(Tanpa Azolla)
A1
(A.pinnata)
A2
(A. microphylla) Rataan
B0
(Tanpa Biochar) 42,48B 43,89B 48,25B 44,88
B1 (Biochar Jerami) 41,06B 45,63B 47,09B 44,59
B2 (Biochar Sekam) 42,92B 43,43B 31,31A 39,22
B3 (Biochar Serabut
Kelapa) 37,77A 44,28B 40,70AB 40,92
B4 (Biochar TKKS) 40,92AB 41,56B 36,03A 39,50
Rataan 41,03 43,76 40,68 41,82
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Pemberian biochar pada Tabel 29 sepertinya menurunkan kejenuhan basa
pada tanah tercemar Pb, hal ini berhubungan dengan dengan meningkatnya kapasitas
tukar kation pada tanah akibat pemberian biochar dan azolla tetapi tidak
meningkatkan jumlah kation tukar seperti Ca2+, Mg 2+pada permukaan sehingga
memperkecil nilai kejenuhan basa.
Biochar merupakan biomassa yang mengalami peroses firolisis dengan/ tanpa
menggunakan oksigen, kualitas biochar termasuk basa basa tukarnya tergantung pada
jenis bahannya, pada proses firolisis terjadi pemadatan unsur karbon dengan
hilangnya air dan unsur volatile sehingga menyembulkan unsur yang tidak dapat
menguap di permukaan biochar (dapat dilihat pada analisis EDAX) dan terikat secara
Universitas Sumatera Utara
109
electrostatic dan dapat melepaskan diri bila teroksidasi atau masuknya molekul air
dan mempengaruhi pH permukaan biochar ((Liang et al. 2005).
Azolla merupakan tumbuhan pakuan yang kaya akan hara termasuk kation
kation basa (dapat dilihat pada analisis EDAX), sehingga dekomposisi azolla akan
menyumbangkan sejumlah besar hara Na+, K,+ Ca2+ dan Mg2+ pada komplek koloid
tanah dan menyumbang sejumlah besar asam asam organik yang meningkatkan KTK
tanah sehingga merupakan biofertilzer yang sangat baik bagi tanaman padi sawah
(Kannaiyan et al. 1982)
7. Potensi Biochar dan Azolla pada nilai rasio C/N tanah
Pemberian biochar dan azolla secara umum memberikan pengaruh yang nyata
pada perubahan rasio karbon dan Nitrogen tanah (C/N) ( Lampiran 8). Pada Tabel 30
dapat dilihat bahwa pemberian biochar cenderung menurunkan Ration C/N tanah
tercemar walaupun secara statistik tidak berbeda nyata, dengan Rasio C/N tertinggi
pada perlakuan kontrol sebesar 17,29% dan terkecil pada perlakuan biochar tandan
kosong kelapa sawit senilai 14,03 %.
Pada Tabel 30, dapat dilihat bahwa pemberian perubahan nilai C/N walaupun
secara statistik tidak berbeda nyata. Seperti pada pemberian Azolla pinnata
meningkatkan C/N tanah tercemar tetapi pada Azolla microphylla menurunkan
C/N tanah tercemar. Nilai C/N tertinggi pada perlakuan Azolla pinnata (A1) sebesar
17, 19 dan terendah pada pemberiaan Azolla microphylla senilai 14,08 walaupun
secara statistik tidak berbeda nyata.
Universitas Sumatera Utara
110
Tabel 30. Pengaruh biochar dan azolla pada nilai rasio C/N di tanah tercemar
Perlakuan A0
(Tanpa Azolla)
A1
(A. pinnata)
A2
(A.microphylla) Rataan
B0
(Tanpa Biochar) 13,11a 18,76ab 20,01b 17,29
B1 (Biochar Jerami) 10,20a 21,67b 16,17ab 16,01
B2 (Biochar Sekam) 19,30b 12,56a 14,61a 15,49
B3 (Biochar Serabut
Kelapa) 15,38a 17,29ab 9,74a 14,14
B4 (Biochar TKKS) 16,57a 15,68a 9,84a 14,03
Rataan 14,61 17,19 14,08 15,3
Pemberian biochar kedalam tanah adalah seperti pemberian sejumlah karbon
ke dalam tanah yang secara otomatis akan meningkatkan jumlah karbon organik
dalam tanah, tetapi penambahan nitrogen dalam tanah adalah tergantung kemampuan
biochar dalam menyerap Amonium/ Nitrat ataupun aktifitas mikroba alami yang
menfiksasi N dari udara (Kongthod et al. 2015). Dalam penelitian ini biochar sekam
padi memiliki kemampuan dalam menjerap N Amonium atau Nitrat baik dari hasil
aktiftas dekomposisi bahan organik atau hasil aktifitas mikroba alamai yang
menfiksasi N.
Interaksi biochar dan azolla pada Tabel 30, menunjukkan pengaruh yang
nyata pada perubahan nilai N/C tanah, dengan nilai C/N tanah tertinggi pada
perlakuan biochar serabut kelapa dan Azolla pinnata (B3A1) senilai 17,29 dan
terkecil pada perlakuan biochar serabut kelapa dengan Azolla microphylla senilai
9,74.
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Universitas Sumatera Utara
111
Biochar merupakan bahan yang kaya akan karbon negatif tetapi sedikit
kandungan Nitrogen karena pada proses pirolisis unsur hara N yang mudah menguap
akan hilang, kecuali pada alat firolisis yang sempurna kondensasinya untuk
mengembalikan N dan unsur volatile lainnya dalam bentuk cair, sehingga bila
kandungan C yang tinggi di bagi dengan unsur N yang sedikit akan menghasilkan
nilai rasio C/N yang besar, tetapi nilai C/N pada biochar bukan menunjukkan proses
dekomposisi tetapi karena biochar dibuat sebagai simpanan karbon, maka nilai C/N
pada biochar menunjukkan besar Nitrogen dalam bentuk amoium atau nitrat yang
dapat dijebak dan diserap pada permukaan biochar yang porous (Clough and
Condron, 2010).
Clough and Condron, (2010) juga mengemukakan bahwa penambahan
biochar ke dalam tanah berpotensi tidak hanya untuk mempengaruhi siklus C tetapi
juga transformasi Nitrogen, diantaranya ; (i) untuk mempertahankan N di dalam
tanah dengan meningkatkan amonia (NH3) dan amonium (NH4 +) retensi, (ii) untuk
mengurangi nitrous oxide (N2O) dan pelindian nitrat (NO3-) fluks, dan (iii)
meningkatkan kestabilan biologis dan manfaat mengembangkan komunitas mikroba
tanah.
Azolla yang terdekomposisi kaya akan nitogen dalam bentuk Amonium
(NH4+), biochar dengan bantuan asam organik yang pada permukaan biochar akan
mengikat Amonium dan menyimpannya bahkan akan tersemat pada pori pori biochar
dan dapat dikeluarkan secara berlahan lahan (Clough and Condron, 2010).
Universitas Sumatera Utara
112
8. Potensi Biochar dan Azolla pada nilai total respirasi (mg CO2/ 100 g tanah)
Aplikasi biochar dan azolla secara umum memberikan pengaruh yang sangat
nyata pada perubahan nilai total respirasi tanah ( Lampiran 9). Pemberian biochar
pada Tabel 31 menunjukkan hasil yang nyata pada perubahan nilai total respirasi
tanah tercemar, dengan nilai tertinggi pada perlakuan biochar sekam padi (B2) senilai
5,43 mg/ 100 g tanah dan terendah pada perlakuan biochar tandan kosong kelapa
sawit (B4) senilai 3,27 mg/ 100 g tanah.
Tabel 31. Pengaruh aplikasi biochar dan azolla pada perubahan nilai respirasi tanah
dan air tercemar Pb
Perlakuan A0
(Tanpa Azolla)
A1
(A.pinnata)
A2
(A. microphylla) Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 1,65 2,77 5,64 3,35a
B1 (Biochar Jerami) 2,68 3,21 4,95 3,61a
B2 (Biochar Sekam) 4,31 3,75 8,24 5,43b
B3 (Biochar Serabut
Kelapa) 3,35 3,13 3,80 3,43a
B4 (Biochar TKKS) 2,55 4,33 2,93 3,27a
Rataan 2,91A 3,44AB 5,11B 3,82
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Pemberian azolla pada Tabel 31 menunjukan pengaruh yang sangat nyata
pada perubahan nilai respirasi tanah dan air tercemar Pb, dengan nilai tertinggi
terdapat pada perlakuan Azolla microphylla senilai 5,11 mg/ 100 g tanah dan nilai
terendah pada perlakuan kontrol senilai 2,91 mg/100g tanah .
Pada Tabel 31 juga dapat kita lihat bahwa interaksi biochar dan azolla belum
memberikan pengaruh yang nyata pada perubahan nilai respirasi tanah dengan nilai
interaksi tertinggi pada perlakuan B2A2 yaitu pemberian biochar sekam padi dan
Universitas Sumatera Utara
113
Azolla microphylla senilai 8,24 mg 100 g tanah dan terendah pada kontrol dengan
nilai 2,93 mg/ 100 g tanah
Biochar merupakan rumah yang terbaik bagi mikroba tanah karena memiliki
struktur yang porous dan juga relative kaya akan hara dan stabil akan proses
degadasi. (Ladygina and Francois, 2013). Porositas dari biochar dan kandungan hara
sangat tergantung pada jenis biomassa asalnya dan proses pirolisisnya, pada proses
pirolisis yang tinggi > 6000C menghasil luas permukaan yang tinggi, hingga ratusan
m2/ g (Warnock et al. 2007) sehingga mempunyai kemampuan dalam meretensi air
yang tinggi dan mengundang sejumlah mikroba, jamur merupakan mikroba yang
banyak menjadikan biochar sebagai habitatnya karena memiliki range pH yang lebih
toleran dibandingkan bakteri (Ladygina and Francois, 2013)
Azolla yang dibenamkan akan mengalami proses dekomposisi dengan
bantuan sejumlah mikroba yang heterotrop, terdapat hubungan yang berkorelasi
positif antara jumlah mikroba dan dengan banyak jumlah biomassa azolla
(Dommergues and Diem, 1982).
9. Potensi Biochar dan Azolla pada nilai Pb Total tanah (ppm)
Aplikasi biochar dan azolla secara umum memberikan pengaruh tidak nyata
pada perubahan nilai Pb Total tanah ( Lampiran 10). Pada Tabel 32, dapat dilihat
bahwa aplikasi biochar memberikan pengaruh tidak nyata pada perubahan nilai Pb
total tanah, nilai Pb total yang tertinggi pada aplikasi biochar tandan kosong kelapa
sawit (B4) senilai 95,25 ppm dan terendah pada biochar sekam padi (B2) senilai
91,34 ppm.
Universitas Sumatera Utara
114
Aplikasi azolla tidak memberikan pengaruh nyata pada perubahan Pb total
tanah (Lampiran 10), dengan nilai tertinggi pada aplikasi Azolla pinnata (A1) senilai
95,83 ppm dan terendah pada aplikasi Azolla microphylla (A2) senilai 88,79 ppm.
Tabel 32. Pengaruh Biochar dan Azolla pada nilai Pb total tanah tercemar Pb (ppm)
Perlakuan A0
(Tanpa Azolla)
A1
(A. pinnata)
A2
(A.microphylla) Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 98,55 94,56 84,52 92,54
B1 (Biochar Jerami) 90,99 95,95 91,75 92,90
B2 (Biochar Sekam) 90,59 96,56 86,88 91,34
B3 (Biochar Serabut
Kelapa) 95,08 93,21 89,05 92,45
B4 (Biochar TKKS) 95,11 98,88 91,77 95,25
Rataan 94,06 95,83 88,79 92,90
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Interaksi biochar dan azolla memberikan pengaruh yang tidak nyata pada
perubahan nilai Pb total tanah (Lampiran 10), berdasarkan Tabel 32 dapat dilihat nilai
tertinggi untuk interaksi ada pada perlakuan biochar tandan kosong dan Azolla
pinnata (B4A1) senilai 98,88 ppm dan terendah pada perlakuan biochar sekam padi
dan Azolla microphylla (B2A2) 86,88 ppm.
Peningkatan Pb pada tanah disebabkan karena besarnya pemanfaatan Pb pada
kehidupan manusia kemudian menghasilkan limbah dan terangkut serta
terakumulasi dalam tanah dan juga akibat peningkatan aktifitas industri yang
menggunakan timbal sebagai bahan penolong (Darmono, 1995).
Azolla merupakan tumbuhan hiperakumulator yang memiliki nilai
bioakumulasi dan biokonsentrasi yang cukup tinggi dibandingkan dengan kiambang
dan enceng gondok, yaitu sebesar 18.139. Nilai bioakumulasi adalah kemampuan
Universitas Sumatera Utara
115
azolla dalam mengakumulasi sejumlah logam berat dari air kejaringan akar dan nilai
biokonsentrasi adalah kemampuan azolla dalam mengkonsentrasikan logam berat
pada bagian tubuh yang lain, dan ini membuktikan bahwa azolla memiliki
kemampuan menyerap Pb 18 kali lebih tinggi dari pada yang ada di larutan (Hidayat,
2011b). Azolla yang menyerap Pb bila mengalami dekomposisi akan
mempertahankan Pb dalam ikatan organometalik dan menjadi tidak tersedia bagi
tanaman ( Abror et al. 2012).
10. Potensi Biochar dan Azolla pada nilai Pb terlarut pada tanah dan air
tercemar Pb (ppm)
Aplikasi biochar dan azolla secara umum memberikan pengaruh sangat nyata
pada perubahan Pb terlarut pada tanah ( Lampiran 11). Pada Tabel 33, dapat dilihat
bahwa aplikasi biochar memberikan pengaruh sangat nyata dalam menurunkan Pb
terlarut, dengan nilai Pb tersedia yang tertinggi pada aplikasi kontrol (B0) senilai
16,32 ppm dan terendah pada biochar sekam (B2) padi senilai 12,70 ppm.
Aplikasi azolla memberikan pengaruh sangat nyata pada penurunan Pb
terlarut (Lampiran 11), dengan nilai tertinggi pada tanpa aplikasi azolla (A0) senilai
17,96 ppm dan terendah pada aplikasi Azolla microphylla (A2) senilai 12,31 ppm.
Interaksi biochar dan azolla memberikan pengaruh yang tidak nyata pada
perubahan nilai Pb terlarut (Lampiran 11) dengan nilai tertinggi pada perlakuan B4A2
senilai 13,97 ppm dan terendah pada perlakuan B2A2 10,85 ppm.
Universitas Sumatera Utara
116
Tabel 33. Pengaruh Biochar dan Azolla pada nilai Pb larutan tanah (ppm) pada tanah
dan air tercemar Pb
Perlakuan A0
(Tanpa Azolla)
A1
(A.pinnata)
A2
(A. microphylla) Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 20,76 16,37 11,82 16,32B
B1 (Biochar Jerami) 17,74 12,13 12,46 14,11AB
B2 (Biochar Sekam) 15,28 11,98 10,85 12,70A
B3 (Biochar Serabut
Kelapa) 17,26 11,40 12,44 13,70A
B4 (Biochar TKKS) 18,76 11,95 13,97 14,89AB
Rataan 17,96B 12,77A 12,31A 14,34
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Biochar seperti bahan organik memiliki muatan variable, Fungsional group
dari bahan organik dapat bermuatan positif atau negative tergantung pada pH larutan,
oleh karena itu kemampuan menjerap kation juga berubah tergantung pada muatan
pada kompleks tanah (Havlin et al. 2005). Sumarwoto (2004) melaporkan bahwa
pengapuran meningkatkan pH tanah dari 4.20- 5.99, meningkatkan ketersedia Ca dan
Mg, dan pemanfaatan biochar juga memiliki kesamaan dengan kapur kalsit, karena
biochar mempunyai pH antara 8,5 hingga 9 dengan kandungan basa yang tinggi
sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan pH tanah masam. Tingginya pH pada
biochar memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan bakteri dan gulma.
Azolla memiliki kemampuan untuk menyerap 4.68% Pb, atau sebanyak 4680
ppm logam Pb dapat di serap oleh azolla (Hidayat,2011) kemampuan ini dikatakan
Cohen et al (2002). Karena adanya pektin berupa gugus heteropolisakarida dalam
jumlah besar pada dinding sel yang berperan sebagai fitokhelatin. Arora (2006),
menyatakan adanya sejumlah anion yang dihasilkan oleh gugus ini sehingga terdapat
sejumlah besar konsentrasi Pb dapat diserap (rhizofiltasi) dan membentuk mekanisme
Universitas Sumatera Utara
117
detoksifikasi sehingga tidak merusak jaringan sel pada tanaman. Mekanisme
detoksifikasi dapat melalui kompleksasi atau transformasi, compartmentalisation
Intraselular seperti penyimpanan vakuola (Meharg, 2004).
11. Potensi Biochar dan Azolla pada perubahan Pb Tukar tanah (ppm) pada
tanah dan air tercemar Pb
Aplikasi biochar dan azolla secara umum memberikan pengaruh sangat nyata
pada perubahan Pb tukar tanah ( Lampiran 12). Pada Tabel 34, dapat dilihat bahwa
aplikasi biochar memberikan pengaruh sangat nyata pada peningkatan Pb tukar tanah,
nilai Pb tukar yang tertinggi pada aplikasi biochar sekam senilai 22,28 ppm dan
terendah pada biochar sekam jerami senilai 16,62 ppm.
Aplikasi azolla memberikan pengaruh sangat nyata pada perubahan Pb tukar
tanah (Lampiran 12), berdasarkan Tabel 34 dapat diketahui bahwa nilai tertinggi ada
pada perlakuan tanpa aplikasi Azolla microphylla (A2) senilai 20,32 ppm dan
terendah pada kontrol senilai 16,80 ppm.
Interaksi biochar dan azolla memberikan pengaruh yang tidak nyata pada
perubahan nilai Pb tukar tanah (Lampiran 12), berdasarkan tabel 34 dapat dilihat
bahwa interaksi biochar dan azolla yang memiliki nilai yang tertinggi pada
perlakuan pemberian biochar sekam padi dan Azolla microphylla (B2A2) senilai
24,85 ppm dan terendah pada perlakuan biochar jerami padi dan Azolla pinnata
(B1A1) senilai 15,82 ppm.
Kemampuan biochar dan azolla dalam meningkatkan Pb tukanr tanah
disebabkan oleh keberadaan kation kation polivalen seperti Ca dan Mg dan sedikit
peran dari kation monovalen (Lu eat al. 2012). Beauchemin et al. 2013,
Universitas Sumatera Utara
118
menyebutkan bahwa kation- kation tukar berperan dalam penyerapan Pb, seperti Ca,
pada penelitian dengan metode Bath Sorption dengan menggunakan biochar dari
kotoran burung dan pohon willow, menunjukkan bahwa pada perlakuan dengan
menggunakan biochar kotoran burung pada setiap penjerapan 1mmol.kg-1 Pb
melepaskan 17.8 mmol.kg-1 Ca dan pada willow 28.81 mmol.kg-1 Ca.
Tabel 34. Pengaruh biochar dan azolla pada nilai Pb tukar tanah (ppm) pada tanah
dan air tercemar Pb
Perlakuan
A0
(Tanpa
Azolla)
A1
(A.pinnata)
A2
(A.microphylla)
Rataan
B0
(Tanpa Biochar) 14,54 17,37 20,16 17,36A
B1 (Biochar Jerami) 16,16 15,82 17,90 16,62A
B2 (Biochar Sekam) 19,16 22,83 24,85 22,28B
B3 (Biochar Serabut
Kelapa) 16,93 16,07 19,11 17,37A
B4 (Biochar TKKS) 17,20 22,54 19,58 19,78AB
Rataan 16,80A 18,93A 20,32B 18,68
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
12. Potensi biochar dan azolla pada nilai Pb terikat organik tanah (ppm) pada
tanah dan air tercemar Pb
Aplikasi Biochar dan Azolla secara umum memberikan pengaruh nyata pada
perubahan Pb terikat organik tanah ( Lampiran 13). Pada Tabel 35, dapat dilihat
bahwa aplikasi Biochar tidak memberikan pengaruh nyata pada perubahan Pb terikat
organik tanah, nilai Pb terikat organik yang tertinggi pada aplikasi biochar sekam
(B2) senilai 18,75 ppm dan terendah pada biochar jerami senilai 15,40 ppm.
Aplikasi azolla memberikan pengaruh sangat nyata pada perubahan Pb terikat
organik tanah (Lampiran 13), dengan nilai tertinggi pada aplikasi Azolla microphylla
Universitas Sumatera Utara
119
senilai 19,36 ppm dan terendah pada aplikasi tanpa azolla senilai 15,91 ppm dan
tidak berbeda nyata dengan Azolla pinnata.
Interaksi biochar dan azolla memberikan pengaruh yang tidak nyata pada
perubahan nilai Pb terikat organik tanah (Lampiran 13), pada Tabel 35 dilihat bahwa
nilai tertinggi pada perlakuan B2A2 senilai 22,15 ppm dan terendah pada perlakuan
B1A1 12,72ppm
Tabel 35. Pengaruh Biochar dan Azolla pada nilai Pb organik tanah (ppm) pada tanah
dan air tercemar Pb
Perlakuan A0
(Tanpa Azolla)
A1
(A.pinnata)
A2
(A. microphylla) Rataan
B0
(Tanpa Biochar) 13,63 16,12 20,53 16,76
B1 (Biochar Jerami) 16,33 12,72 17,14 15,40
B2 (Biochar Sekam) 16,67 17,40 22,15 18,74
B3 (Biochar Serabut
Kelapa) 16,50 17,01 18,17 17,22
B4 (Biochar TKKS) 16,40 17,95 18,82 17,72
Rataan 15,91A 16,24A 19,36B 17,17
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Azolla yang mengandung 18 jenis asam amino seperti; Trion , asam
glutamat, asam aspatat, Valin, Metionin, Isoleusin, Ferilalanin , Histidin , Serin,
Glycin , Sistein dll, yang mudah terdekomposisi dan menghasilkan kandungan asam
organik yang tinggi akan gugus fungsional amida dan kandungan karboksilat dapat
dilihat pada hasil FTIR ( Lampiran 50) dan berperan besar dalam mengkelat logam
logam berat dengan ikatan organometalik menjadinya stabil yang mengendap (
Hidayat dan Rusdi, 2012).
Universitas Sumatera Utara
120
13. Potensi biochar dan azolla pada nilai Pb terikat karbonat di tanah (ppm)
pada tanah dan air tercemar Pb
Aplikasi biochar dan azolla secara umum memberikan pengaruh sangat nyata
pada perubahan Pb terikat karbonat ( Lampiran 14). Pada Tabel 36, dapat dilihat
bahwa aplikasi biochar memberikan pengaruh sangat nyata pada perubahan Pb
terikat karbonat tanah, nilai Pb yang tertinggi pada aplikasi biochar sekam (B2)
senilai 4,92 ppm dan terendah pada biochar serabut kelapa (B3) senilai 2,71 ppm.
Aplikasi azolla memberikan pengaruh sangat nyata pada perubahan Pb terikat
karbonat tanah (Lampiran 32), berdasarkan Tabel 36 dapat diketahui nilai tertinggi
pada aplikasi Azolla microphylla (A2) senilai 4,16 ppm dan terendah pada tanpa
aplikasi Azolla (A0) senilai 2,60 ppm.
Tabel 36. Pengaruh biochar dan azolla pada perubahan Pb terikat karbonat tanah
(ppm) pada tanah dan air tercemar Pb
Perlakuan A0
(Tanpa Azolla)
A1
(A.pinnata)
A2
(A.microphylla) Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 2,02A 2,57A 3,70A 2,76
B1 (Biochar Jerami) 2,74A 3,17A 2,52A 2,81
B2 (Biochar Sekam) 3,19A 3,63A 7,94B 4,92
B3 (Biochar Serabut
Kelapa) 2,43A 2,51A 3,21A 2,71
B4 (Biochar TKKS) 2,60A 2,38A 3,44A 2,81
Rataan 2,60 2,85 4,16 3,20
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Interaksi biochar dan azolla memberikan pengaruh yang sangat nyata pada
perubahan nilai Pb terikat karbonat tanah (Lampiran 13) dengan nilai tertinggi pada
perlakuan biochar sekam padi dan Azolla microphylla (B2A2) senilai 7,94 ppm dan
terendah pada perlakuan B4A1 senai 2,38 ppm ppm.
Universitas Sumatera Utara
121
Kandungan karbonat pada tanah sangat ditentukan oleh aktifitas mikroba
dalam tanah, biochar merupakan rumah yang terbaik bagi mikroba untuk beratifitas
sehingga hal ini sangat berkorelasi dengan total respirasi, berdasarkan analisis
korelasi yang dilakukan didapat hubungan korelasi senilai 0,8 yang menunjukkan
hubungan yang kuat antara kandungan karbonat dengan aktifitas mikroba dalam
tanah akibat pemberian biochar.
Uchimiya et al. (2010) melaporkan kelompok fungsional oksigen diketahui
menstabilkan logam berat di permukaan biochar, terutama untuk logam seperti Pb2+
dan Cu2+. Selain itu, Méndez et al. (2009) mengamati bahwa penyerapan Cu2+
berhubungan dengan kelompok permukaan teroksigenasi tinggi dan juga dengan
diameter pori rata-rata tinggi, kepadatan muatan superfisial yang tinggi dan
kandungan pertukaran H+ Mg 2+ dari biochar. Mungkin, mekanisme penyerapan
sangat bergantung pada jenis tanah dan kation-kationnya ada pada biochar dan tanah.
Beberapa senyawa lain yang ada di dalam abu, seperti karbonat, fosfat atau sulfat
juga dapat membantu menstabilkan logam berat dengan pengendapan senyawa ini
dengan polutan (Cao et al. 2009; Karimi et al.2011; Park et al. 2013).
Penanaman padi pada tanah dan air tercemar Pb di rumah kaca
1. Pengaruh pemberian biochar dan azolla pada pH tanah panen padi di
rumah kaca
Aplikasi biochar dan azolla secara umum memberikan pengaruh sangat nyata
pada perubahan pH tanah pada masa pertumbuhan vegetatif padi sawah di rumah
kaca (Lampiran 15). Pada Tabel 37, dapat dilihat bahwa aplikasi biochar
memberikan pengaruh sangat nyata pada perubahan pH tanah, nilai pH yang tertinggi
Universitas Sumatera Utara
122
pada aplikasi biochar Jerami (B1) senilai 7,94 dan terendah pada Biochar sekam padi
(B2) senilai 6,61 ppm.
Tabel 37. Pengaruh biochar dan azolla pada nilai pH panen padi di rumah kaca pada
tanah dan air tercemar Pb
Perlakuan A0
(Tanpa Azolla)
A1
(A. pinnata)
A2
(A.microphylla) Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 6,83 7,15 6,97 6,99A
B1 (Biochar Jerami) 7,53 7,82 8,45 7,94B
B2 (Biochar Sekam) 6,85 6,77 6,20 6,61A
B3 (Biochar Serabut
Kelapa) 7,15 7,88 7,84 7,62B
B4 (Biochar TKKS) 7,46 8,32 7,67 7,82B
Rataan 7,16 7,48 7,54 7,39
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Berdasarkan Tabel 37 dapat dilihat bahwa perlakuan kontrol memiliki pH
lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan biochar sekam, hal ini karena
penyiraman yang dilakukan bukan menggunakan air aquadest, tetapi limbah dengan
limbah yang sama dengan dilapangan yang memiliki pH yang tinggi (7,36) dan
kandungan Pb sebesar 31,00 ppm (Lampiran 52 ) Hal ini membuktikan bahwa
biochar yang diaplikasikan memberikan effect buffer terhadap perubahan pH, karena
biochar memiliki sifat amfoter seperti hal nya bahan organik, peningkatan pH pada
larutan akan dikuti peningkatan anion pada permukan biochar sehingga mampu
menjadi penyangga pada perubahan pH (Lu at al. 2012).
Aplikasi azolla memberikan pengaruh tidak nyata pada perubahan pH tanah
(Lampiran 15), dengan nilai tertinggi pada aplikasi Azolla microphylla (A2) senilai
7,54 dan terendah pada tanpa aplikasi Azolla pinnata (A0) senilai 7,16
Universitas Sumatera Utara
123
Interaksi biochar dan azolla memberikan pengaruh yang tidak nyata pada
perubahan nilai pH fase vegetatif di rumah kaca (Lampiran 14) dengan nilai pH
tertinggi pada perlakuan B1A1 senilai 8,45 dan terendah pada perlakuan B2A2 senilai
6,20.
2. Pengaruh pemberian biochar dan azolla pada tinggi padi di rumah kaca
Aplikasi biochar dan azolla secara umum memberikan pengaruh sangat nyata
pada tinggi padi pada masa pertumbuhan vegetatif di rumah kaca ( Lampiran 16).
Pada Tabel 38, dapat dilihat bahwa aplikasi biochar memberikan pengaruh sangat
nyata pada tinggi padi, nilai yang tertinggi pada aplikasi biochar sekam padi (B2)
senilai 108,20 cm tetapi tidak berbeda nyata dengan kontrol, dan terendah pada
biochar serabut kelapa (B1) senilai 40,74 cm.
Tabel 38. Pengaruh biochar dan azolla pada tinggi padi di rumah kaca (cm) pada
tanah dan air tercemar Pb
Perlakuan A0
(Tanpa Azolla)
A1
(A.pinnata)
A2
(A.microphylla) Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 92,93 92,50 98,17 94,53B
B1 (Biochar Jerami) 49,63 33,83 38,77 40,74A
B2 (Biochar Sekam) 95,27 95,47 133,87 108,20B
B3 (Biochar Serabut
Kelapa) 67,20 57,93 65,23 63,46A
B4 (Biochar TKKS) 7,33 46,10 76,13 59,86A
Rataan 72,47a 65,17a 82,43b 73,36
Interaksi biochar dan azolla memberikan pengaruh yang tidak nyata pada fase
vegetatif di rumah kaca (Lampiran 15) dengan nilai tertinggi pada perlakuan biochar
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf besar berbeda
sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Universitas Sumatera Utara
124
sekam padi dan Azolla microphylla (B2A2) senilai 133,87 cm dan terendah pada
perlakuan biochar jerami dan Azolla pinnata (B1A1) senilai 33,83 cm..
Pertumbuhan padi sangat ditentukan oleh pH tanah, hal ini berhubungan
ketersediaan hara terutama Nitrogen yang berhubungan dengan pertumbuhan
tanaman, pada perlakuan biochar jerami, serabut kelapa dan tandan kosong memiliki
pH yang tinggi, diatas 7,5 sehingga kurang sesuai untuk pertumbuhan padi sehingga
menghambat pertumbuhan tanaman karena ketersediaan hara berkurang, pH yang
sesuai dengan pertumbuhan padi berkisar antara 4-7 (Makarim, 2000).
3. Pengaruh pemberian biochar dan azolla pada jumlah anakan
Aplikasi biochar dan azolla secara umum memberikan pengaruh sangat nyata
pada jumlah padi pada fase pertumbuhan vegetatif di rumah kaca( Lampiran 17).
Pada Tabel 39, dapat dilihat bahwa aplikasi biochar mampu memberikan pengaruh
sangat nyata pada jumlah anakan padi, nilai jumlah anakan yang tertinggi pada
aplikasi biochar sekam padi (B2) senilai 32,67 dan terendah pada biochar jerami (B1)
senilai 2,67 cm. Dapat dilihat juga bahwa pemberian biochar sekam padi tidak
berbeda nyata dengan kontrol tetapi berbeda sangat nyata dengan biochar jerami padi,
serabut kelapa dan tandan kosong kelapa sawit, hal ini berhubungan efek
meningkatnya pH akibat biochar pada tanah dan air tercemar, sehingga menghambat
pertumbuhan padi, hal ini seperti yang dinyatakan oleh Jamilah et al. (2012), bahwa
pemberian arang aktif (biochar) tempurung kelapa memiliki efek peningkatan pH
dan mempengaruhi jumlah anakan padi seiring dengan penambahan dosis Nitrogen.
Aplikasi azolla memberikan pengaruh sangat nyata pada jumlah anakan padi di
rumah kaca (Lampiran 16), dengan nilai tertinggi pada aplikasi Azolla microphylla
Universitas Sumatera Utara
125
(A2) senilai 20,67 dan terendah pada tanpa aplikasi azolla (A0) senilai 13,80.
Nitrogen merupakan unsur sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman dan azolla
sebagai biofertilizer Nitrogen yang memiliki kemampuan mensuplay hara N hingga
50% dan menunjang pertumbuhan tanaman terutama pada perbanyakan anakan dan
produksi tanaman padi ( Bassel dan Ghazzi, 1996).
Tabel 39. Pengaruh Biochar dan Azolla pada jumlah anakan padi di rumah kaca pada
tanah dan air tercemar Pb
Perlakuan A0
(Tanpa Azolla)
A1
(A.pinnata)
A2
(A. microphylla) Rataan
B0
(Tanpa Biochar) 21,00c 32,33d 28,00cd 27,11
B1 (Biochar Jerami) 3,33a 1,67a 3,00a 2,67
B2 (Biochar Sekam) 26,67c 30,67d 40,67e 32,67
B3 (Biochar Serabut
Kelapa) 8,67a 8,00a 12,67b 9,78
B4 (biochat TKKS) 9,33a 2,00a 19,00bc 10,11
Rataan 13,80 14,93 20,67 16,47
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Interaksi biochar dan azolla memberikan pengaruh yang nyata pada fase
vegetatif di rumah kaca (Lampiran 16) dengan nilai tertinggi pada perlakuan biochar
sekam padi dengan Azolla microphylla ( B2A2) senilai 40,67 dan terendah pada
perlakuan pemberian biochar jerami padi dengan Azolla pinnata (B1A1) senilai 1,67
cm.
4. Pengaruh pemberian Biochar dan Azolla pada bobot tajuk (g)
Aplikasi biochar dan azolla secara umum memberikan pengaruh sangat nyata
pada bobot tajuk padi pada masa vegetatif di rumah kaca ( Lampiran 18). Pada Tabel
40, dapat dilihat bahwa aplikasi biochar memberikan pengaruh sangat nyata pada
bobot kering tajuk padi, nilai bobot kering tajuk yang tertinggi pada aplikasi biochar
Universitas Sumatera Utara
126
sekam padi (B2) dengan nilai rataan 31,79 g dan terendah pada biochar jerami (B1)
senilai 1 g.
Aplikasi azolla memberikan pengaruh nyata pada bobot tajuk padi di rumah kaca
(Lampiran 18), dengan bobot kering tajuk tertinggi pada aplikasi Azolla microphylla
(A2) senilai 10,35g dan terendah pada tanpa aplikasi Azolla (A0) senilai 17,04 g.
Tabel 40. Pengaruh biochar dan azolla pada bobot kering tajuk (g) padi di rumah kaca
pada tanah dan air tercemar Pb
Perlakuan A0
(Tanpa Azolla)
A1
(A.pinnata)
A2
(A.micrphylla) Rataan
B0
(Tanpa Biochar) 19,63 24,86 28,47 24,32B
B1 (Biochar Jerami) 1,20 0,76 1,03 1,00A
B2 (Biochar Sekam) 24,79 35,21 35,36 31,79B
B3 (Biochar Serabut
Kelapa) 3,85 1,30 5,15 3,43A
B4 (Biochar TKKS) 2,28 0,63 15,19 6,03A
Rataan 10,35A 12,55A 17,04B 13,32
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Interaksi biochar dan azolla memberikan pengaruh nyata pada bobot kering
tajuk pada fase vegetatif di rumah kaca (Lampiran 18) dengan nilai bobot tajuk
tertinggi pada perlakuan biochar sekam padi dengan Azolla micropyhlla (B2A2)
senilai 35,36 g dan terendah pada perlakuan pemberian biochar tandan kosong
dengan Azolla pinnata B4A1 senilai 0,63 g..
Penurunan yang sangat nyata pada pemberian biochar jerami, serabut kelapa,
tandan kosong kelapa sawit pada bobot kering tajuk secara nyata dibandingkan
dengan kontrol, hal ini disebabkan adanya faktor penghambat pertumbuhan yaitu
peningkatan pH yang tidak sesuai dengan pertumbuhan padi sehingga ketersediaan
Universitas Sumatera Utara
127
hara berkurang, Nurhidayati dan Mariati (2014), mengatakan ketersediaan hara
sangat tergantung pada keadaan pH, dan umumnya ketersediaan hara meningkat
ketika pH 6,0-7,0 .
5. Pengaruh pemberian biochar dan azolla pada bobot kering akar (g)
Aplikasi biochar dan azolla secara umum memberikan pengaruh sangat nyata
pada bobot kering akar padi pada masa vegetatif di rumah kaca ( Lampiran 19). Pada
Tabel 41, dapat dilihat bahwa aplikasi biochar memberikan pengaruh yang nyata
pada bobot kering akar padi, nilai bobot kering akar yang tertinggi pada aplikasi
biochar sekam padi (B2) dengan nilai rataan 14,23 g dan terendah pada biochar
jerami (B1) senilai 0,47 g.
Aplikasi azolla memberikan pengaruh tidak nyata pada bobot kering akar padi di
rumah kaca (Lampiran 19), dengan bobot kering akar tertinggi pada aplikasi Azolla
microphylla (A2) senilai 7,17g dan terendah pada tanpa aplikasi Azolla (A0) senilai
4,75 g.
Tabel 41. Pengaruh biochar dan azolla pada bobot kering akar (g) padi di rumah kaca
pada tanah dan air tercemar Pb
Perlakuan A0
(Tanpa Biochar)
A1
(A. pinnata)
A2
(A.microphylla) Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 6,98 8,52 12,60 9,36B
B1 (Biochar Jerami) 0,45 0,23 0,75 0,47A
B2 (Biochar Sekam) 12,10 18,84 11,76 14,23B
B3 (Biochar Serabut
Kelapa) 1,62 0,69 1,74 1,35A
B4 (Biochar TKKS) 2,60 0,51 9,02 4,04A
Rataan 4,75 5,76 7,17 5,89
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Universitas Sumatera Utara
128
Interaksi biochar dan azolla tidak memberikan pengaruh nyata pada bobot
tajuk fase vegetatif di rumah kaca (Lampiran 18) dengan nilai bobot tajuk tertinggi
pada perlakuan interaksi B2A2 senilai 41,76 g dan terendah pada perlakuan
interaksi B1A1 senilai 0,23 g.
Berdasarkan Tabel 41 dapat dilihat bahwa biochar sekam padi memberikan
peningkatan bobot kering akar tertinggi walaupun tidak berbeda nyata dengan
kontrol, hal ini disebakan biochar sekam padi tidak memberikan peningkatan pH
yang tinggi pada tanah tercemar Pb yang telah berpH tinggi, hal ini berhubungan
dengan karakter biochar sekam padi yang berpH 6,74 (Lampiran 52) dan proses
pembuatan biochar sekam padi yang dilakukan dengan berusaha menghasilkan kadar
abu yang lebih sedikit karena keterbatasan oksigen. Major (2012) dan banyak peneliti
lainnya mengatakan bahwa kualitas biochar ditentukan oleh jenis bahan dan proses
pirolisisnya, pada pembakaran secara langsung akan menghasilkan kadar abu yang
lebih tinggi dibandingkan dengan pembakaran tidak langsung dan kadar abu
mempengaruhi pada peningkatan pH tanah.
6. Pengaruh pemberian Biochar dan Azolla pada Serapan N tanaman padi
Sawah (mg)
Aplikasi biochar dan azolla secara umum memberikan pengaruh sangat nyata
pada perubahan nilai serapan N padi pada masa vegetatif di rumah kaca (Lampiran
20). Pada Tabel lampiran 42 tersebut dapat dilihat bahwa aplikasi biochar
memberikan pengaruh yang sangat nyata pada serapan N pada padi sawah di rumah
kaca di tanah tercemar Pb, nilai serapan N yang tertinggi pada aplikasi biochar sekam
Universitas Sumatera Utara
129
padi (B2) dengan nilai rataan 89,51 mg dan terendah pada biochar jerami (B1) senilai
1,80 mg.
Tabel 42. Pengaruh Biochar dan Azolla pada Serapan N tanaman padi Sawah di tanah
dan air tercemar Pb (mg).
Perlakuan A0
(Tanpa Azolla)
A1
(A.pinnata)
A2
(A.microphylla) Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 52,88b 74,35b 88,06bc 71,76
B1 (Biochar Jerami) 2,28a 1,24a 1,88a 1,80
B2 (Biochar Sekam) 77,89b 106,85d 110,79d 98,51
B3 (Biochar Serabut
Kelapa) 7,20a 1,82a 9,39a 6,14
B4 (Biochar TKKS) 4,49a 0,61a 35,74b 13,61
Rataan 28,95 36,97 49,17 38,36
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Aplikasi azolla memberikan pengaruh sangat nyata pada perubahan nilai
serapan N padi di rumah kaca (Lampiran 20), dengan serapan N tertinggi pada
aplikasi Azolla microphylla (A2) senilai 49, 17 mg dan terendah tanpa aplikasi
Azolla (A0) senilai 28,95 mg.
Berdasarkan Tabel 42 dapat dilihat bahwa interaksi biochar dan azolla
memberikan pengaruh yang nyata pada perubahan nilai serapan N, dengan nilai
tertinggi pada pemberian perlakuan biochar sekam padi dengan Azolla microphylla
(B2A2) senilai 110,79 mg dan terendah pada perlakuan biochar jerami dengan Azolla
pinnata (B1A1) senilai 1,24.
Peningkatan serapan N disebabkan oleh meningkatnya ketersedian N pada
tanah akibat pemberian biochar dan azolla, biochar memiliki kemampuan dalam
menjerap N dalam bentuk Nitrat atau amonium pada permukaan biochar yang porous
dan kaya akan aktifitas mikroba (Clough et al. 2013), dia juga menambahkan bahwa
Universitas Sumatera Utara
130
keberadaan biochar mempengaruhi dinamika N dalam tanah, kemampuan ini
berhubungan dengan jenis biomassa dan proses pirolisasi saat pembuatan biocahar.
7. Pengaruh pemberian biochar dan azolla pada serapan P tanaman padi
Sawah (mg)
Aplikasi biochar dan azolla secara umum memberikan pengaruh sangat nyata
pada perubahan nilai serapan P padi pada masa vegetatif di rumah kaca (Lampiran
21). Pada Tabel 43 dapat dilihat bahwa aplikasi biochar memberikan pengaruh yang
sangat nyata pada serapan P pada padi sawah di rumah kaca di tanah tercemar Pb,
nilai serapan P yang tertinggi pada aplikasi biochar sekam padi (B2) dengan nilai
rataan 7,8 mg dan terendah pada biochar jerami (B1) senilai 0,05 mg.
Aplikasi azolla memberikan pengaruh nyata pada perubahan nilai serapan P padi
di rumah kaca (Lampiran 20). Pada Tabel 43 dapat dihat bahwa pemberian azolla
nyata merubah nilai serapan P dengan serapan tertinggi pada aplikasi Azolla
microphylla (A2) senilai 4,12 mg dan terendah tanpa aplikasi Azolla (A0) senilai
1,04 mg.
Tabel. 43. Pengaruh biochar dan azolla pada Serapan P tanaman padi Sawah di tanah
dan air tercemar Pb (mg)
Perlakuan A0
(Tanpa Azolla)
A1
(A.pinnata)
A2
(A.microphylla) Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 1,94 3,97 4,02 3,31AB
B1 (Biochar Jerami) 0,07 0,03 0,03 0,05A
B2 (Biochar Sekam) 2,83 5,59 14,99 7,80B
B3 (Biochar Serabut
Kelapa) 0,24 0,08 0,25 0,19A
B4 (Biochar TKKS) 0,12 0,04 1,29 0,48A
Rataan 1,04a 1,94a 4,12b 2,37
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Universitas Sumatera Utara
131
Berdasarkan Tabel 43 dapat dilihat bahwa interaksi biochar dan azolla
memberikan pengaruh yang tidak nyata pada perubahan nilai serapan P, dengan nilai
interaksi tertinggi pada pemberian perlakuan biochar sekam padi dengan Azolla
microphylla (B2A2) senilai 14,99 mg dan terendah pada perlakuan biochar jerami
dengan Azolla pinnata (B1A1) senilai 0,03 mg.
Pemberian biochar mampu meningkatkan ketersedian fosfor pada, hal selain
dari perubahan pH yang dihasilkan juga karena biochar mampu menahan P dan
melepaskan secara berlahan dan stabil pada larutan tanah, berbeda pada pemberian P
pada tanah yang tidak di beri Biochar P akan mudah terikat oleh Al dan Fe pada pH
rendah dan Ca pada pH yang tinggi (Liang et al. 2014). Pelepasan P dari bahan
organik ke larutan tanah akan lebih cepat seiring dengan peningkatan pH, karena
Kenaikan pH tanah menyebabkan permukaan tanah lebih banyak bermuatan negatif,
sehingga meningkatkan tolakan anion dan penurunan penyerapan P (Abdala et al.,
2012; Xu et al., 2014). Azolla yang terdekomposisi akan melepaskan fosfat lebih
cepat dan akan mudah terikat oleh komplek Ca-P seiring dengan peningkatan pH dan
pemberian amandemen biochar bermuatan negatif akan mengikat Ca dan melepaskan
P secara berlahan lahan dan stabil (Liang et al. 2014)
8. Pengaruh pemberian biochar dan azolla pada Serapan K tanaman padi
Sawah (mg)
Aplikasi biochar dan azolla secara umum memberikan pengaruh sangat nyata
pada perubahan nilai serapan P padi pada masa vegetatif di rumah kaca (Lampiran
Universitas Sumatera Utara
132
22). Pada Tabel 44 dapat kita lihat bahwa pemberian biochar dan azolla memberikan
pengaruh yang sangat nyata pada serapan K pada padi sawah di rumah kaca di tanah
tercemar Pb, nilai serapan K yang tertinggi pada aplikasi biochar sekam padi (B2)
dengan nilai rataan 70,63 mg dan terendah pada biochar jerami (B1) senilai 0,45 mg.
Tabel 44. Pengaruh biochar dan azolla pada serapan K tanaman padi Sawah di tanah
dan air tercemar Pb (mg)
Perlakuan A0
(Tanpa Azolla)
A1
(A.pinnata)
A2
(A.microphylla) Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 30,33b 48,84b 71,74bc 50,30
B1 (Biochar Jerami) 0,54a 0,27a 0,54a 0,45
B2 (Biochar Sekam) 38,64b 74,98cd 98,26d 70,63
B3 (Biochar Serabut
Kelapa) 2,36a 0,68a 1,57a 1,54
B4 (Biochar TKKS) 1,67a 0,09a 10,46a 4,08
Rataan 14,71 24,97 36,51 25,40
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Aplikasi azolla memberikan pengaruh sangat nyata pada perubahan nilai serapan
K padi di rumah kaca (Lampiran 21). Pada Tabel 44 dapat dihat bahwa pemberian
azolla nyata merubah nilai serapan K dengan serapan tertinggi pada aplikasi Azolla
microphylla (A2) senilai 36,51 mg dan terendah tanpa aplikasi Azolla (A0) senilai
14,71 mg.
Pada Tabel 44 dapat dilihat bahwa interaksi antar biochar dengan azolla
memberikan pengaruh yang nyata perubahan nilai serapan K dengan nilai interaksi
tertinggi pada perlakuan biochar sekam padi dengan Azolla microphylla (B2A2)
senilai 98,26 mg dan terendah pada perlakuan interaksi biochar jerami padi dan
Azolla pinnata B1A1 senilai 0,27 mg.
Universitas Sumatera Utara
133
Keberadaan kalium pada biochar sangat tergantung pada proses pirolisis, pada
suhu ≥ 4000C kandungan kalium lebih tinggi dibanding dengan ≤ 4000C, konsentrasi
kalium meningkat dengan meningkatnya suhu (Zheng et al. 2013). Ketersediaan
kalium tergantung pada KTK pada tanah atau biochar, biochar yang memiliki KTK
yang tinggi menyediakan hara kalium yang lebih tinggi dibandingkan tanah mineral
yang tidak diberikan biochar.
9. Pengaruh pemberian biochar dan azolla pada konsentrasi Pb total (ppm)
Aplikasi Biochar dan Azolla secara umum memberikan pengaruh tidak nyata
pada konsentrasi Pb total tanah pada masa vegetatif di rumah kaca ( Lampiran 23).
Pada Tabel 45, dapat dilihat bahwa aplikasi biochar memberikan pengaruh tidak
nyata pada pada konsentrasi total Pb tanah pada masa vegetatif, nilai konsentrasi Pb
total yang tertinggi pada tanpa aplikasi biochar (B0) dengan nilai rataan 155,66 ppm
dan terendah pada biochar sekam (B2) senilai 139,19 ppm.
Aplikasi Azolla memberikan pengaruh tidak nyata pada konsentrasi Pb total
tanah di rumah kaca (Lampiran 23), Pada Tabel 45 dapat dilihat bahwa konsentrasi
Pb total tertinggi pada aplikasi tanpa Azolla (A0) senilai 151,07 ppm dan konsentrasi
Pb total terendah pada aplikasi Azolla microphylla (A2) senilai 148,91 ppm.
Interaksi biochar dan azolla memberikan pengaruh yang tidak nyata pada
konsentrasi Pb total fase vegetatif di rumah kaca (Lampiran 19) dengan nilai Pb total
tertinggi pada perlakuan B4A1 159,83 ppm dan terendah pada perlakuan B2A2
senilai 132,00 ppm.
Universitas Sumatera Utara
134
Tabel 45. Pengaruh biochar dan azolla pada konsentrasi Pb total di tanah dan air
tercemar Pb (ppm)
Perlakuan A0
(Tanpa Azola)
A1
(A.pinnata)
A2
(A.microphylla) Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 160,52 152,78 153,67 155,66
B1 (Biochar Jerami) 146,83 146,18 168,92 153,98
B2 (Biochar Sekam) 138,80 146,78 132,00 139,19
B3 (Biochar Serabut
Kelapa) 160,37 141,82 137,89 146,69
B4 (Biochar TKKS) 148,81 159,83 152,07 153,57
Rataan 151,07 149,48 148,91 149,82
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Kualitas biochar ditentukan oleh jenis bahan dan proses pirolisisnya, bahan
bahan untuk pembuatan yang digunakan dalam penelitian ini di ambil pada daerah
yang tidak tercemar sehingga tidak terjadi penambahan Pb total yang signifikan.
Proses pembakaran yang dilakukan dapat memastikan bahwa Pb akan terbakar dan
terbang ke udara karena titik lebur Pb 327,46 0C, seperti mana Pb yang ada pada
bensin dengan nilai oktan 87 dan 98 mengandung 0,70 senyawa Pb tetra etil da 0,84g
tetrametil dan setiap 1 liter pembakaran bensin akan melepaskan 0,56g Pb (Gusnita,
2012).
10. Pengaruh pemberian biochar dan azolla pada konsentrasi Pb tersedia
(ppm)
Aplikasi biochar dan azolla secara umum memberikan pengaruh nyata pada
konsentrasi Pb tersedia tanah pada masa vegetatif di rumah kaca ( Lampiran 24).
Pada Lampiran tersebut, dapat dilihat bahwa aplikasi biochar memberikan pengaruh
nyata pada konsentrasi Pb tersedia tanah pada masa vegetatif, nilai konsentrasi Pb
Universitas Sumatera Utara
135
yang tertinggi pada aplikasi biochar TKS (B4) dengan nilai rataan 64,98 ppm dan
terendah pada biochar sekam (B2) senilai 50,90 ppm.
Tabel 46. Pengaruh biochar dan azolla pada konsentrasi Pb tersedia di tanah dan air
tercemar Pb (ppm)
Perlakuan A0
(Tanpa Azolla)
A1
(A.pinnata)
A2
(A.microphylla) Rataan
B0 ( Tanpa Biochar) 76,60b 67,85b 37,38a 60,61
B1 (Biochar Jerami) 56,70a 66,66b 59,41a 60,92
B2 (Biochar Sekam) 58,37a 52,18a 42,16a 50,90
B3 (Biochar Serabut
Kelapa) 62,90a 62,37a 67,89b 64,38
B4 (Biochar TKKS) 61,38a 64,19b 69,36b 64,98
Rataan 63,19 62,65 55,24 60,36
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Berdasarkan Tabel 46 dapat dilihat bahwa aplikasi azolla cenderung
menurunkan Pb tersedia tanah di rumah kaca walaupun tidak berpengaruh nyata pada
konsentrasi Pb tersedia tanah, dengan konsentrasi Pb tersedia tertinggi pada perlakuan
tanpa aplikasi azolla (A0) senilai 63,19 ppm dan konsentrasi Pb tersedia terendah
pada perlakuan applikasi Azolla microphylla (A2) senilai 55,24 ppm
Berdasarkan Tabel 46 dapat dilihat bahwa interaksi biochar dan azolla
memberikan pengaruh nyata pada konsentrasi Pb tersedia fase vegetatif di rumah
kaca, dan diketahui bahwa nilai Pb tersedia tertinggi pada perlakuan biochar TKKS
dan Azolla microphylla (B4A2) senilai 69,36 ppm dan terendah pada perlakuan
biochar sekam padi dan Azolla microphylla (B2A2) senilai 42,16 ppm.
Secara faktor tunggal dapat dilihat bahwa seluruh perlakuan biochar
menurunkan Pb tersedia secara nyata dibandingkan control dengan nilai terendah
pada biochar jerami senilai 56,70 ppm dan tidak nyata dibandingkan dengan biochar
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa biochar secara umum memiliki kemampuan
Universitas Sumatera Utara
136
dalam mengurangi ketersediaan logam berat khususnya Pb karena luas permukaan
yang tinggi, kandungan asam asam organik, dan kation kation basa ( Jiang et al.
2012)
11. Pengaruh pemberian biochar dan azolla pada konsentrasi Pb akar
(ppm)
Aplikasi biochar dan azolla secara umum memberikan pengaruh sangat nyata
pada konsentrasi Pb akar padi pada masa vegetatif di rumah kaca ( Lampiran 25).
Pada Tabel 47, dapat dilihat bahwa aplikasi biochar memberikan pengaruh sangat
nyata pada konsentrasi Pb pada akar padi masa vegetatif, nilai konsentrasi Pb yang
tertinggi pada aplikasi biochar jerami (B1) dengan nilai rataan 17 ,72 ppm dan
terendah pada biochar sekam (B2) senilai 10,68 ppm.
Tabel 47. Pengaruh Biochar dan Azolla pada konsentrasi Pb pada akar padi (ppm)
Perlakuan A0
(Tanpa Azolla)
A1
(A.pinnata)
A2
(A.microphylla) Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 29,62BC 12,25AB 9,57AA 17,15
B1 (Biochar Jerami) 17,88B 21,10B 14,20A 17,72
B2 (Biochar Sekam ) 10,41A 12,52A 9,11A 10,68
B3 (Biochar serabut
Kelapa) 20,79B 15,85A 11,15A 15,93
B4 (Biochar TKKS) 14,39A 15,7A 11,26A 13,81
Rataan 18,62 15,50 11,06 15,06
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Aplikasi azolla memberikan pengaruh sangat nyata pada konsentrasi Pb akar
padi di rumah kaca (Lampiran 25), dengan konsentrasi Pb tersedia tertinggi pada
tanpa aplikasi Azolla (A0) senilai 18,62 ppm dan konsentrasi Pb tersedia terendah
pada aplikasi Azolla microphylla (A2) senilai 11,06 ppm
Universitas Sumatera Utara
137
Berdasarkan Tabel 47 dapat diketahui bahwa interaksi biochar dan azolla
memberikan pengaruh sangat nyata pada penurunan konsentrasi Pb akar padi fase
vegetatif di rumah kaca (Lampiran 25), pada Tabel 47 dilihat bahwa nilai konsentrasi
Pb pada akar tertinggi pada perlakuan biochar jerami padi (B1A1) senilai 21,10 ppm
dan terendah pada perlakuan biochar sekam padi dan A.microphylla ((B2A2) senilai
9,11 ppm
12. Pengaruh pemberian biochar dan azolla pada konsentrasi Pb daun
(ppm)
Aplikasi biochar dan azolla secara umum memberikan pengaruh nyata pada
konsentrasi Pb akar daun padi pada masa fase vegetatif di rumah kaca ( Lampiran
26). Pada Tabel 48 dapat dilihat bahwa aplikasi biochar memberikan pengaruh nyata
pada konsentrasi Pb pada daun padi masa vegetatif, nilai konsentrasi Pb yang
tertinggi pada aplikasi biochar jerami padi (B1) dengan nilai rataan 11,73 ppm dan
terendah pada biochar sekam (B2) senilai 7,69 ppm.
Tabel 48. Pengaruh biochar dan azolla pada konsentrasi Pb pada daun padi (ppm)
Perlakuan A0
(Tanpa Azolla)
A1
(A.pi/nnata)
A2
(A.microphylla) Rataan
B0
(Tanpa Biochar) 20,05 7,29 7,55 11,63b
B1 (Biochar Jerami) 10,43 10,58 14,17 11,73b
B2 (Biochar Sekam) 9,95 9,98 3,14 7,69a
B3 (Biochar Serabut
Kelapa) 12,75 13,00 6,99 10,91b
B4 (Biochar TKKS) 10,57 12,00 8,09 10,22b
Rataan 12,75 10,57 7,99 10,44
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Berdasarkan Tabel 48 dapat diketahui bahwa aplikasi azolla secara statistik
tidak berbeda nyata menurunkan konsentrasi Pb pada daun padi, nilai konsentrasi Pb
Universitas Sumatera Utara
138
yang tertinggi pada perlakuan kontrol (B0) senilai 12,75 ppm dan yang terendah pada
aplikasi Azolla microphylla (A2) dengan nilai rataan 7,99 .
Berdasarkan Tabel 48 dapat dilihat bahawa interaksi biochar dan azolla
memberikan pengaruh tidak nyata pada konsentrasi Pb pada daun padi fase vegetatif
di rumah kaca dengan nilai konsentrasi Pb tertinggi pada perlakuan biochar Jerami
dan A.microphylla (B1A2) senilai 14,17 ppm dan terendah pada perlakuan biochar
sekam padi dan A.microphylla (B2A2) senilai 6,99 ppm.
Universitas Sumatera Utara
139
KESIMPULAN
1. Biochar yang terbaik dalam meningkatkan kesuburan dan pertumbuhan padi
sawah pada tanah dan air tercemar di rumah kaca adalah biochar sekam padi.
2. Biochar sekam padi mampu menstabilkan pH tanah, meningkatkan kandungan
C organik tanah, N, P, K, KTK dan total respirasi pada tanah dan air tercemar
Pb di rumah kaca
3. Biochar sekam padi mampu mengurangi Pb tersedia dan meningkatkan Pb yang
terjerap dan terikat karbonat pada tanah dan air tercemar Pb di rumah kaca
4. Azolla yang terbaik dalam meningkatkan kesuburan dan pertumbuhan padi
adalah Azolla microphylla
5. Azolla microphylla mampu meningkatkan C organik tanah, N, P, K, KTK, C/N
tanah dan total Respirasi dan mampu mereduksi Pb tersedia dan meningkatkan
Pb yang terjerap, Pb terikat organik dan terikat karbonat pada tanah dan air
tercemar Pb di rumah kaca.
6. Interaksi terbaik adalah biochar sekam padi dan Azolla microphylla (B2A2)
karena mampu meningkatkan C organik, KTK, Kejenuhan Basa, Pb terikat
karbonat pada biochar mampu mereduksi Pb tersedia dan Pb yang terjerap dan
terikat karbonat pada tanah dan air tercemar Pb di rumah kaca.
139
Universitas Sumatera Utara
140
3. Penelitian Tahap III
PENINGKATAN PRODUKTIFITAS PADI SAWAH PADA LAHAN
TERCEMAR TIMBAL DENGAN PEMANFAATAN BIOCHAR SEKAM
PADI DAN AZOLLA DI DESA DAGANG KLAMBIR TANJUNG
MORAWA DELI SERDANG
ABSTRAK
Penurunan produktifitas lahan sawah disebabkan terjadinya degradasi lahan, salah
satunya akibat akumulasi logam logam berat khususnya timbal. Dengan
berdirinya banyak pabrik di kawasan pertanian khususnya lahan persawahan
bukan hanya produktifitas berkurang tetapi kualitas padi sawah pun menurun
seiring dengan ditemukannya lahan sawah yang tercemar logam berat khususnya
Timbal. Munculnya lahan sawah yang tercemar logam berat menjadikan beras
sebagai ancaman bagi kesehatan manusia, karena padi merupakan salah satu
tumbuhan hiperakumulator. Timbal (Pb) merupakan merupakan unsur yang biasa
diguna dalam berbagai industri dan selalu hadir dalam berbagai bentuk
pencemaran, baik padatan, cairan atau gas (udara) upaya pengurangan kadar
Timbal sangat diperlukan mengingat logam ini memiliki banyak sumber baik
secara alamiah maupun sebagai residu pabrik, pupuk dan pestisida. Maka
penelitian ini bertujuan untuk memulihkan dan meningkatkan produktifitas lahan
sawah tercemar dengan menghasilkan beras yang bebas Pb. Penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Kelompok 2 Faktor dengan 4 ulangan, faktor
pertama aplikasi Biochar; tanpa Biochar (B0) dan dengan Biochar sekam padi
(B1). Faktor kedua dengan menggunakan Azolla yaitu; tanpa Azolla (A0), dengan
Azolla pinnata (A1) dan Azolla mycrophylla. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pemberian Biochar sekam padi dan Azola mampu meningkatkan produksi
hingga 7,10 ton/Ha naik 10 % dari kontrol dan mengurangi Pb hingga 43,9%.
Kata kunci : Padi Sawah, Timbal, Produktifitas, Biochar, Azolla
140
Universitas Sumatera Utara
141
PENDAHULUAN
Padi masih merupakan makan pokok mayoritas masyarakat Asia Tenggara
khususnya Indonesia, peningkatan jumlah penduduk menghendaki peningkatan
produksi padi sawah. Sumatera Utara membutuhkan 1.853.711 ton beras untuk
penduduk sebanyak 13.545.566 jiwa per tahun, sedangkan produksi beras sumut
2.098.760 ton, hanya selisih 24.5049 (Deptansu, 2013) dan kehendak presiden
agar Indonesia menjadi swasembada beras merupakan tantang ke depan dalam
pengelolahaan lahan sawah dan peningkatan produktifitas padi sawah
berkelanjutan.
Produksi padi sawah nasional tahun 2016 sebesar 75.482.556 ton gabah
kering giling dengan pertumbuhan 2,81 ton/ ha/tahun dan sumatera 4.387.036
dengan pertumbuhan 6,44 ton/ ha/ tahun melebihi pertumbuhan padi sawah
nasional tetapi sempat tertinggal dibandingkan Negara Vietnam yang memiliki
luas sawah yang tidak seluas Indonesia. Luas Area sawah Indonesia 4,9 juta
hektar dengan sistem irigasi hanya 48% sisanya tanpa irigasi yang memadai maka
rendah akan produktifitas 53,03 kwintal/ha/tahun dengan pertumbuhan minus 1,74
(Deptan 2017) akan ini akan terus berkurang dengan meningkatnya lahan sawah
yang degradasi oleh berbagai faktor termasuk berdirinya pabrik pabrik dan
konversi lahan lahan menjadi perkebunan maupun perumahan.
Pengelolaan lahan sawah berkelanjutan dan peningkatan produksinya
tertantang dengan munculnya lahan sawah yang terdegradasi, sehinggga
menurunkan kualitas dan produktifitas lahan, selain itu juga banyak konversi
lahan sawah kepada lahan perkebunan yang menjanjikan pendapatan yang besar
141
Universitas Sumatera Utara
142
bagi petani, sehingga menjadi suatu kekhawatiran akan kekurangan pangan beras
dan telah menjadi tujuan nasional untuk swasembada beras di Indonesia.
Munculnya pabrik di kawasan pertanian khususnya di lahan persawahan,
dan pemanfaatan pupuk agrokimia yang berlebihan yang banyak mengandung
senyawa yang mengandung logam berat khususnya timbal (Pb) telah menjadi
kekhawatiran akan terjadinya kontaminasi logam tersebut pada padi sawah seperti
banyak yang dilaporkan sehingga akan memberikan efek negatif bagi manusia.
Timbal (Pb) merupakan logam berat yang memiliki banyak sumber, yaitu
secara alami terdapat pada batuan, yaitu PbS (golena), PbCO3 (cerusite) dan
PbSO4 (anglesite), dan secara antropogenik seperti pada limbah pertanian, limbah
Industri, limbah pertambangan dan asap kendaraan bermotor, dan dapat masuk
kedalam sistem kehidupan manusia melalui media cair, gas, sehingga potensi
keracunan Pb pada manusia sangat besar. Pb juga mempunyai sifat amfoter, yaitu
tersedia dalam keadaan pH yang asam dan basa, dalam asam bentuk Pb2+ dan
Pb4+ dan pada Pb basa dalam bentuk Pb (OH)62 -, Tetapi ion Pb4+ jarang
ditemukan dalam larutan.
Timbal mempunyai dampak yang mengerikan bagi manusia bila melewati
ambang batas sendiri sangat mengerikan bagi manusia (10 -25 μg/100 ml),
terutamanya bagi anak-anak. Di antaranya adalah mempengaruhi fungsi kognitif,
kemampuan belajar, memendekkan tinggi badan, penurunan fungsi pendengaran,
mempengaruhi perilaku dan intelejensia, merusak fungsi organ tubuh, seperti
ginjal, sistem syaraf, dan reproduksi, meningkatkan tekanan darah dan
mempengaruhi perkembangan otak. Dapat pula menimbulkan anemia (Sudarmaji
et al. 2006).
Universitas Sumatera Utara
143
Biochar merupakan hasil dari biomassa yang mengalami proses termolisis
sehingga merubah struktur karbon menjadi aromatis dan tahan akan proses
dekomposisi untuk waktu yang lama dan menjadi simpanan karbon jangka
panjang. Biochar yang memiliki pori pori yang luas, sehingga tempat terbaik bagi
peningkatan aktifitas bakteri, jamur yang menghasilkan banyak asam asam
organik (Steinbeiss et al. 2009), kemampuan biochar menjerap CO2, karbonat,
bikarborbonat dan tinggi kandungan kation kation basa yang dapat dipertukarkan
menjadikan biochar memiliki kemampuan yang terbaik dalam menjerap logam
berat ( Park et al. 2011; Cui et al. 2011; Jiang et al 2012; Moo et al. 2013;
Ferreiro, 2014; Xu et al. 2016)
Biochar memiliki sifat seperti bahan organik yaitu memiliki muatan
variable, fungsional group dari bahan organik dapat bermuatan positif atau
negative tergantung pada pH tanah, oleh karena itu kemampuan menjerap kation
juga berubah tergantung pada muatan pada kompleks tanah (Havlin et al. 2005).
Beliau juga melaporkan bahwa pengapuran meningkatkan pH tanah dari 4.20-
5.99, meningkatkan ketersedia Ca dan Mg, dan pemanfaatan biochar juga
memiliki kesamaan dengan kapur kalsit, karena biochar mempunyai pH antara 8,5
hingga 9 dengan kandungan basa yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk
meningkatkan pH tanah masam..
Hunt et al. (2010) mengatakan bahwa biochar karbon organik yang
resisten terhadap proses pelapukan, sehingga biochar dapat bertahan pada masa
yang lama di dalam tanah, dengan menambahkan biochar dapat meningkatkan
produksi dengan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Chan et al.
2007), dan juga banyak dilaporkan bahwa biochar meningkatkan pH tanah dan
Universitas Sumatera Utara
144
kapasitas tukar kation. (Liang et al. 2006; Yamato et al. 2006) . Biochar juga
memberikan sumbangan ion negatif pada tanah, dan ion dapat bertindak sebagai
bufer bagi tanah sehingga pemberianya dapat meningkatkan efesiensi pemupukan
Nitrogen (Chan et al. 2007).
Biochar sekam padi memiliki luas permukaan cukup luas dan sangat
porous, serta memiliki muatan yang berubah (variable charge) sehingga memiliki
efek buffer pada tanah tanah berpH tinggi (Abrishamkesh et al. 2015), beliau
mengatakan bahwa sekam padi yang diberikan sebanyak 3,3% berat mampu
menurunkan pH tanah alkalin ((Abrishamkesh et al. 2015).
Biochar sekam padi juga mampu meningkatkan produktifitas lahan dan
efisensi pemupukan, seperti yang dilaporkan Slavich et al (2011) bahwa biochar
sekam padi meningkatkan produktifitas lahan di Aceh dari 4,01 ton/Ha menjadi
6,82 ton/ Ha dengan peningkatan eficency pemupukan N dari 20,7 – 24,6 gabah
kering/ kg N pada pertanian 2010- 2011.
Azolla merupakan tumbuhan paku pakuan yang kaya akan Nitrogen bila
diaplikasi secara terus menerus pada lahan sawah mampu mengantikan pemakaian
urea dengan suplay hara hingga 4- 60 kg/ Ha setara, dan mampu meningkatkan
produktifitas lahan ( Talley et al.1981; Kannaiyan 1982)
Terdapat beberapa species azolla yaitu ; A. Pinnata, A. Mycrophylla, A.
Filiculoides, A. Caroliniana, A. Mexicana, A. Africana A. nilotica. A. rubra R. Br
dan yang biasa dijumpai di asia adalah Azolla pinnata dan Azolla microphylla
yang biasa digunakan sebagai bioferlizer, dan Azolla microphylla merupakan
species yang paling adaktif pada suhu yang tinggi (38oC) (Kannaiyan 1982)
Universitas Sumatera Utara
145
Selain memiliki kemampuan dalam mensuplay hara azolla juga memiliki
kemampuan dalam menyerap logam berat Pb, Cd, Cu, Ni, Zn (Rakhshaee et al.
2006; Ganji et al 2005), Cr ( Arora et al. 2006), Cs, Sr (Mashkani dan Ghazvini,
2009), Hg (Bennicelli et al. 2004). Kemampuan ini karena adanya pektin dalam
vakuala spesifik pada azolla yang berisikan protein phtochelatin yang mempunyai
kemampuan menyerap logam berat.
Arora et al. 2006 melakukan pengujian pada beberapa jenis azolla untuk
mengetahui mana yang terbaik dalam menyerap Cr, dari hasil penelitian diketahui
bahwa Azolla microphylla mempunyai kemampuan penyerap Cr lebih tinggi dari
pada Azolla pinnata dan Azolla filiculoides sebesar 14931 ppm dengan nilai BCF
sebesar 4167.
Melihat besarnya potensi pemanfaatanan biochar sekam padi dan azolla
dalam meremediasi lahan sawah yang tercemar sehingga tercapai produksi yang
maksimal maka perlu diupayakan teknologi pemanfaatannya sehingga dapat
meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi lahan sawah tercemar Pb
Tujuan Penelitian :
Untuk mendapatkan paket teknologi yang tepat dalam memulihkan dan
meningkatkan produksi padi sawah tercemar Pb dengan menggunakan biochar
dan azolla.
Hipotesis Penelitian
1. Pemberian biochar sekam padi mampu meningkatkan produktiftas lahan
sawah tercemar Pb di desa Dagang Kelambir Kec. Tanjung Morawa
Universitas Sumatera Utara
146
2. Pemberian azolla microphylla mampu meningkat produktifitas padi sawah
di lahan tercemar Pb di Desa Dagang Kelambir Kec. Tanjung Morawa
3. Interaksi biochar sekam padi dan Azolla microphylla mampu
meningkatkan produktifitas padi sawah di lahan tercemar Pb di Desa
Dagang Kelambir Kec. Tanjung Morawa.
Universitas Sumatera Utara
147
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lahan petani di Desa Dagang Kelambir
Tanjung Morawa, dengan ketinggian 25 M dpl, dengan jenis tanah inseptisol (peta
terlampir) dan analisis di laboratorium BPTP SU. Penelitian ini dimulai bulan
Juli- Februari 2015. Bahan biochar sekam padi yang ditermolisis dengan Alat BT
01. Alat yang di gunakan adalah cangkuk dan Jetor untuk mengolah tanah, Arit,
jetor dan thaser perontok padi, kayu dan lebel untuk pancang sampel. Pirolisator
berupa drum yang di lubangi di bagian bawahnya dan diberi pipa udara masuk
(inlet) dan keluar (outlet) dan diberi pendingin air agar kadar abu tidak tinggi.
Bahan yang digunakan berupa Azolla pinnata dan Azolla microphylla, pupuk
Urea, SP36 dan KCl sebagai pupuk dasar dan lainnya.
Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak kelompok faktorial
dengan perlakuan terpilih hasil penelitian tahap pertama yaitu :
Faktor Biochar (B), terdiri atas dua jenis:
1. Tanpa Biochar (B0)
2. Biochar sekam padi (B1)
Faktor Azolla (A), terdiri atas dua jenis:
1. Tanpa azolla (A0)
2. Azolla pinnata Azolla microphyll (A1)
3. Azolla microphylla (A2)
Sehingga di peroleh 6 kombinasi perlakuan dengan 4 ulangan sebagai berikut:
A0 B0 - A0 B1
A1 B0 - A1 B1
147
Universitas Sumatera Utara
148
A2 B0 - A2 B1
Model liner untuk rancangan acak kelompok faktorial adalah :
Model linier untuk Rancangan Acak Kelompok Faktorial :
Yijk = µ + ρi + Bj + Ak + (BA)jk + εijkl
Keterangan :
Y ijk = Nilai pengamatan pada blok ke-i, perlakuan jenis biocah ke-j, perlakuan
Azolla ke-k.
µ = Nilai tengah umum
ρ i = Pengaruhi blok ke-i
Bj = Pengaruh dari jenis biochar ke-j
Ak = Pengaruh Azolla ke-k
(BA)jk = Pengaruh interaksi perlakuan jenis biochar ke-j dan Azolla ke-k.
εijkl = Pengaruh galat perlakuan jenis biochar ke-j dan dosis ke-k
a. Analisis tanah lahan sawah : pH tanah, BO, KTK, Pb total, Pb tersedia, N,
P, K
b. Analisis air irigasi : pH, Kandungan Pb total, Hara N, P, K,
Pelaksanaan Penelitian.
a. Persiapan Persemaian dan penanaman
Persemaian disiapkan 25-30 hari sebelum tanam. Persemaian dibuat
dengan mengolah tanah sampai melumpur terlebih dahulu, sebelum ditabur, benih
direndam dengan air bersih dan diaduk, lalu direndam selama 24 jam setelah
gabah yang terapung dibuang. Setelah itu benih diinkubasikan selama 36-48 jam
untuk mematahkan priode dormansi benih. Sebelum ditaburkan benih diberi
perlakuan dengan marsal dan regen cair. Kemudian benih ditaburkan di atas
Universitas Sumatera Utara
149
persemaian yang telah disiapkan. Lima hari setelah tabur, persemaian diairi
setinggi lebih kurang 1 cm selama dua hari. Setelah itu diairi terus menerus
setinggi 5 cm. sesekali persemaian perlu dikeringkan agar akar tidak terlalu
panjang. Bibit dapat dipindahkan setelah berumur 15 –17 hari setelah semai dan
ditanam dengan sistem tegel dan jarak tanam 20 x 20 cm
b. Pengolahan Lahan dan pemberian biochar serta azolla
Pengolahan tanah dapat dilakukan paling lambat 2 minggu sebelum bibit
dipindahkan /ditanam disawah, kemudian dibentuk Plot/ petak perlakuan . Tujuan
pengolahan tanah adalah agar tanah yang siap olah mempunyai ciri sebagai
berikut; (1) tanah terolah melumpur sampai sedalam 20-25 cm; (2) air tidak lagi
banyak merembes kedalam tanah; (3) permukaan tanah rata; (4) pupuk tercampur
rata; (5) bersih dari sisa gulma dan tanaman lainnya. Plot perlakuan berukuran 3
m x 4 m dengan sistem tegel 20 cm X 20 cm. sehingga di peroleh ± 234 titik
tanam. Kemudian diberikan Biochar sesuai dengan perlakuan di inkubasi 1 hari
agar air terimbibisi ke dalam Biochar, setelah itu diberikan azolla 3% karbon
sebanyak 100 gr ditumbuhkan selama 2 minggu sehingga permukaan petak
ditutupi dengan azolla. Di buat pacak sampel sebanyak 10 sampel setelah padi
berumur 1 bulan.
c. Penyulaman
Beberapa hari setelah tanam, biasanya ada beberapa rumpun yang mati dan
tidak tumbuh karena adanya kerusakan waktu mencabut, panasnya matahari,
kedalaman tanam dan dimakan keong. Rumpun–rumpun yang mati dapat disulam
dengan menggunakan sisa bibit yang sama, ditanam dipinggir petakan sawah,
dekat pemasukan air. penyulaman dapat dilakukan pada umur 5–8 hari setelah
tanam.
Universitas Sumatera Utara
150
d. Pemupukan
Pemberian pupuk disesuaikan dengan umum yaitu, pupuk urea diberikan
berdasarkan Bagan Warna Daun (BWD) tiga kali yaitu 1/ dosis pada umur 2
MST, 2/5 dosis pada umur 6 MST, 2/5 dosis pada fase primordia bunga. Dosis
Pupuk SP 36 sebanyak 75 Kg/ Ha diberikan 2 MST dan dosis KCl sebayak 75 Kg
diberikan ½ dosis pada umur 2 MST dan ½ dosis 6 MST.
e. Pengendalian Gulma
Gulma dikendalikan dengan beberapa cara seperti ; (1) secara manual
dengan tangan; (2) secara mekanis, dengan menggunakan landak yaitu alat yang
bisa terbuat dari kayu atau besi; Penyiangan dapat dilakukan sesuai dengan
kondisi gulma dilapangan, biasanya pada tanaman berumur 7-17 hari, 30-35 hari
dan 50-60 hari setelah tanam.
f. Pengendalian Hama
Pengendalian Hama dilakukan sejak dari awal pengolahan lahan. Hama
utama padi adalah hama tikus, dan keong mas, pengendalian dapat dilakukan
dengan system tanam serempak sehingga populasi hama dapat di tekan.
g. Pengairan
Air memegang peranan penting dalam pertanaman padi. Kekurangan atau
kelebihan air akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman,
ketersedian unsur hara dalam tanah dan pupuk, gulma, hama dan penyakit serta
zat-zat beracun dalam tanah. Ketersediaan air berkaitan dengan (1) ketersediaan
air terus menerus selalu terjamin; (2) gulma mudah dikendalikan; (3) ketersediaan
unsur hara terutama fospor akan bertambah baik jika pH mendekati normal.
Universitas Sumatera Utara
151
Pengairan harus dapat memastikan tidak terjadinya kontaminasi antar perlakuan
sehingga di buat pengairan dengan system satu saluran air masuk dan satu saluran
air keluar.
Gambar 16. Bagan penelitian dan Sistem pengaturan air
h. Pemanenan
Untuk mendapatkan mutu gabah yang baik, padi harus dipanen pada
tingkat kemasakan yang tepat, yaitu 95 % dari populasi telah menguning, daun
mulai menua, dan sebagian telah kering. Sawah dikeringkan 5 s/d 7 hari sebelum
dipanen, panen padi dengan menggunakan sabit yang tajam.
Parameter yang diamati :
1. pH Tinggi Tanaman (cm)
Pengukuran dilakukan mulai dari pangkal batang sampai ujung malai
tertinggi pada umur 4, 8 dan 12 MST.
ZA
U
A2 B0
20 cm
20
cm
20 cm
A1 B0
20
cm
A2 B1
A1 B1
A0 B1
A2 B0
ZA
A2 B1
A2 B0
20 cm
A2 B0
A0 B0
A1 B1
A0 B1
A1 B0
A0 B1
ZA
A1 B0
A2 B1
A1 B1
A0 B0
ZA
A2 B0 A1 B0 A0 B1
A1 B1
A0 B0
A2 B1 3
m
4m
Universitas Sumatera Utara
152
2. Karbon Organik tanah dengan Metode Spectrofotometri
3. P total Tanah menggunakan metode destruksi basah dengan destruksi
basah HNO3 dan HClO4 (1:2) di Ukur dengan AAS
4. P Tersedia Tanah (ppm)
Menggunakan metode destruksi basah dengan asam lemah HCl 0,1 N dan
diukur dengan AAS
5. Tinggi Tanaman (cm)
Diukur mulai dari pangkal batang hingga ujung daun tertinggi
6. Jumlah anakan (batang)
Jumlah anakan dihitung per tanaman pada umur saat panen.
7. Jumlah anakan produktif (batang)
Jumlah anakan produktif dihitung dengan melihat jumlah anakan yang
memiliki malai
8. Bobot Kering Tajuk (g).
Pengukuran bobot kering tajuk dilakukan pada saat panen, kemudian tajuk
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 ºC sampai bobotnya stabil.
9. Bobot Kering Akar (g).
Pengukuran bobot kering akar dilakukan pada saat panen, kemudian akar
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 ºC sampai bobotnya stabil.
10. Jumlah Gabah Berisi/Malai (butir).
Identifikasi persentase gabah berisi dengan cara menekan gabah
menggunakan jari dan catat jumlah gabah yang berisi. Pengukuran
dilakukan pada saat panen.
11. Jumlah Gabah Hampa/Malai (butir).
Universitas Sumatera Utara
153
Identifikasi fertilitas gabah dengan cara menekan gabah menggunakan
jari dan catat jumlah gabah yang tidak bernas. Pengukuran dilakukan pada
saat panen.
12. Bobot 1000 butir (g)
Sampel secara random dari 1000 butir bernas yang dikeringkan sampai
kadar air 14% dan ditimbang.
13. Hasil gabah kering giling (GKG) (kg/Ha)
Pengamatan hasil gabah dilakukan dengan menimbang semua gabah yang
dipanen dalam satu petak. Gabah yang ditimbang sudah dikering anginkan
sampai memiliki kadar air 14 %.
15. Kandungan Pb pada akar, batang, daun, sekam dan gabah saat panen.
Universitas Sumatera Utara
154
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Reaksi Tanah (pH) Tanah saat panen di lahan tercemar Pb
Pemberian biochar dan azolla memberikan pengaruh yang tidak nyata
pada perubahan pH tanah di lahan sawah tercemar Pb (Lampiran 27). Berdasarkan
Tabel 49 dapat diketahui bahwa pemberian biochar cenderung meningkatkan pH
tanah walaupun secara statistik tidak berbeda nyata dan pH tertinggi pada
perlakuan biochar sekam padi senilai 6,69 dan terendah pada kontrol senilai 6,67
Pemberian azolla berdasarkan Tabel 49, memberikan pengaruh yang
tidak nyata dengan pH tertinggi pada perlakuan Azolla pinnata (A1) senilai 6,69
tidak berbeda nyata dengan kontrol dan terendah pada perlakuan Azolla
mycrophylla (A2) senilai 6,66
Tabel 49. Pengaruh biochar dan azolla pada pH tanah di lapangan
Perlakuan
A0
( Tanpa
Azolla)
A1
(Azolla.
pinnata)
A2
(Azolla
microphylla)
Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 6,68 6,68 6,65 6,67
B1 (Biochar Sekam Padi) 6,70 6,70 6,68 6,69
Rataan 6,69 6,69 6,66 20,04
Interaksi biochar dan azolla memberikan pengaruh yang tidak nyata pada
perubahan pH tanah, dengan nilai tertinggi pada interaksi biochar sekam padi dan
azolla mycrophylla (B1A2), senilai 6,68 dan nilai terendah pada perlakuan
biochar sekam padi dan Azolla pinnata (B1A1) senilai 6,70 dan keduanya tidak
berbeda nyata dengan kontrol.
Pemberian biochar cenderung meningkatkan pH karena adanya kation
kation basa yang memberikan efek pengapuran tetapi sifat sifat ini berkurang
154
Universitas Sumatera Utara
155
karena adanya sifat polaritas dari air yang saling menarik kearah dua kutub yang
berbeda sehingga semakin banyak air yang diberikan akan memberikan efek
kepada penetralan pH (Hillel, 1980).
2. Kandungan Karbon Organik Tanah di Lahan tercemar Pb
Pemberian biochar dan azolla secara umum memberikan pengaruh yang
nyata pada kandungan karbon organik tanah di lahan sawah tercemar Pb
(Lampiran 28). Berdasarkan Tabel 50 dapat diketahui bahwa pemberian biochar
cenderung meningkatkan karbon organik tanah walaupun secara statistik tidak
berpengaruh nyata, pemberian biochar meningkatkan karbon organik dari 1,60
(kontrol ) menjadi 2,02 pada perlakuan biochar sekam padi (B1).
Pemberian Azolla berdasarkan Tabel 50, memberikan pengaruh yang
sangat nyata pada peningkatan karbon organik tanah, dengan nilai tertinggi pada
perlakuan Azolla microphylla (A2) senilai 2,30 ppm dan terendah pada perlakuan
Azolla pinnata (A1) senilai 1,49 ppm
Tabel 50. Nilai rataan pengaruh biochar dan azolla pada kandungan Karbon
Organik tanah di lahan sawah tercemar Pb (%).
Perlakuan
A0
( Tanpa
Azolla)
A1
(Azolla.
pinnata)
A2
(Azolla
microphylla)
Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 1,36 1,25 2,20 1,60
B1 ( Biochar Sekam Padi) 1,90 1,74 2,42 2,02
Rataan 1,62A 1,49A 2,30B 1,81
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Interaksi biochar dan azolla memberikan pengaruh yang tidak nyata pada
peningkatan kandungan organik tanah, dengan nilai tertinggi pada interaksi
biochar sekam padi dan Azolla microphylla (B1A2) senilai 2,42 ppm dan nilai
Universitas Sumatera Utara
156
terendah pada perlakuan biochar sekam padi dan Azolla pinnata (B1A1) senilai
1,74 ppm.
Azolla microphylla mempunyai kemampuan mereplikasi 2-3 lipat dalam
satu minggu, dan azolla ini juga memiliki daya adaptasi yang tinggi sehingga
dengan kemampuan ini Azolla microphylla berpotensi menyumbangkan bahan
organik pada tanah (Arora and Singh 2002; Hidayat et al 2017).
3. Total Pb pada tanah di lahan sawah di lahan tercemar Pb
Pemberian biochar dan azolla memberikan pengaruh yang tidak nyata pada
peningkatan total Pb tanah di lahan sawah tercemar Pb (Lampiran 29).
Berdasarkan Tabel 51 dapat diketahui bahwa pemberian biochar cenderung
menurunkan total Pb tanah walaupun secara statistik tidak berpengaruh nyata,
pemberian biochar menurunkan total Pb tanah dari 63,68 ppm ( kontrol ) menjadi
63,06 ppm pada perlakuan biochar sekam padi (B1).
Pemberian Azolla microphylla berdasarkan Tabel 51, menurunkan total
Pb sebesar 3,31ppm dibandingkan kontrol di lahan tercemar Pb walaupun secara
statistik tidak berbeda nyata, dari nilai 64,15 ppm pada kontrol menjadi 61,02
ppm pada perlakuan biochar sekam padi, tetapi pemberian Azolla pinnata
menaikan nilai Pb total sebesar 0,79 ppm walaupun secara statistik tidak berbeda
nyata.
Interaksi biochar dan Azolla memberikan pengaruh yang tidak nyata pada
kandungan Pb total tanah, dengan nilai tertinggi pada interaksi biochar sekam
padi dan Azolla pinnata (B1A1) senilai 67,61ppm dan nilai terendah pada
perlakuan biochar sekam padi dan Azolla micrphylla (B1A2) senilai 61,97 ppm.
Universitas Sumatera Utara
157
Tabel 51. Nilai rataan pengaruh biochar dan azolla pada total Pb tanah di lahan
tercemar Pb
(ppm)
Perlakuan
A0
( Tanpa
Azolla)
A1
(Azolla.
pinnata)
A2
(Azolla
microphylla)
Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 68,69 62,28 60,07 63,68
B1 (Biochar Sekam Padi) 59,62 67,61 61,97 63,06
Rataan 64,15 64,94 61,02 63,37
Pembuatan biochar dalam proses pirolisis menggunakan suhu yang tinggi
dan menyebabkan Pb pada bahan tersebut akan menguap, sehingga dengan proses
tersebut tidak menyumbangkan Pb pada bahan biochar, suhu penguapan Pb adalah
300-400 0C dan kemudian membentuk timbal oksida ( Palar, 1994).
4. Pb tersedia tanah sawah di lahan sawah tercemar Pb
Pemberian biochar dan azolla memberikan pengaruh yang nyata pada
penurunan Pb tersedia tanah di lahan sawah tercemar Pb (Lampiran 30) ,
berdasarkan Tabel 52 dapat diketahui bahwa pemberian biochar menurunkan Pb
tersedia tanah dari 29,05 ppm (kontrol) menjadi 25,18 ppm pada perlakuan
biochar sekam padi (B1) dengan penurunan yaitu sebesar 3,87 ppm.
Pemberian azolla berdasarkan Tabel 52, memberikan pengaruh yang nyata
pada penurunan Pb tersedia di lahan sawah tercemar Pb, dengan nilai terendah
pada perlakuan Azolla microphylla (A2) senilai 23,34 ppm dan tertinggi pada
perlakuan Azolla pinnata senilai 29,32 ppm dan tidak berbeda nyata dengan
kontrol.
Interaksi biochar dan azolla memberikan pengaruh yang tidak nyata pada
penurunan Pb tersedia tanah di lahan sawah tercemar Pb, dengan nilai Pb
tersedia tertinggi pada perlakuan Biochar sekam padi dan Azolla pinnata (B1A1)
Universitas Sumatera Utara
158
senilai 27,91 ppm dan nilai Pb tersedia terendah pada perlakuan biochar sekam
padi dan Azolla microphylla (B1A2) senilai 21,55ppm
Tabel 52. Tabel Rataan pengaruh biochar dan azolla pada Pb tersedia tanah di
lahan sawah tercemar Pb.
Perlakuan
A0
( Tanpa
Azolla)
A1
(Azolla.
pinnata)
A2
(Azolla
microphylla)
Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 31,30 30,72 25,13 29,05b
B1 (Biochar Sekam Padi) 26,09 27,91 21,55 25,18a
Rataan 28,70b 29,32b 23,34a 27,12
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Kemampuan biochar dalam mereduksi Pb tersedia berhubungan dengan
jumlah kation basa yang dapat dipertukarkan dan sifat biochar yang sama dengan
bahan organik yaitu memiliki muatan variable dan asam asam organik sehingga
dapat menjerap Pb tersedia tanah menjadi tidak tersedia (Havlin et al, 2005).
5. Tinggi padi di lahan tercemar Pb
Pemberian biochar dan azolla memberikan pengaruh yang tidak nyata pada
tinggi padi di lahan sawah tercemar Pb (Lampiran 31). Berdasarkan Tabel 53
dapat diketahui bahwa pemberian biochar cenderung meningkatkan tinggi padi.
Perlakuan tertinggi pada biochar sekam padi senilai 114,11 cm dan terendah pada
kontrol senilai 108,16 cm
Pemberian azolla berdasarkan Tabel 53, memberikan pengaruh yang tidak
nyata namun cenderung meningkatkan tinggi padi. Perlakuan tertinggi pada
pemberian Azolla microphylla (A2) senilai 115,11 cm dan terendah pada
perlakuan Azolla pinnata (A1) senilai 107,93cm
Universitas Sumatera Utara
159
Tabel 53. Pengaruh biochar dan azolla pada tinggi padi di lahan sawah tercemar
Pb (cm)
Perlakuan
A0
( Tanpa
Azolla)
A1
(Azolla.
pinnata)
A2
(Azolla
microphylla)
Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 108,93 103,10 112,45 108,16
B1(Biochar Sekam Padi) 111,80 112,77 117,78 114,11
Rataan 110,37 107,93 115,11 111,14
Interaksi biochar dan azolla memberikan pengaruh yang tidak nyata pada
perubahan tinggi padi, dengan nilai tertinggi pada interaksi biochar sekam padi
dan (B1A2) senilai 117,78 cm dan nilai terendah pada perlakuan biochar sekam
padi dan Azolla pinnata (B1A1) senilai 103,10 cm
Pemberian biochar pada penelitian mempengaruhi tinggi tanaman padi,
hal ini berhubungan dengan kemampuan biochar dalam mempengaruhi dinamika
N dalam tanah, biochar dengan luas permukaannya yang porous mampu
menfiksasi Amonium dan mengurangi pencucian N (Clough et al 2013).
Nitrogen merupakan unsur hara esensial bagi tanaman, kekurangan unsur
N dapat menyebabkan pertumbuhan menjadi kerdil, daun menguning dan sistim
perakaran terbatas. Sedangkan kelebihan unsur hara N dapat menyebabkan
pertumbuhan vegetatif memanjang, mudah rebah, menurunkan kualitas bulir dan
respon terhadap serangan hama dan penyakit (Wahid, 2003)
6. Jumlah anakan per rumpun di lahan tercemar Pb
Pemberian biochar dan azolla memberikan pengaruh yang tidak nyata pada
pertambahan jumlah anakan per rumpun di lahan sawah tercemar Pb (Lampiran
32). Berdasarkan Tabel 54 dapat diketahui bahwa pemberian biochar cenderung
Universitas Sumatera Utara
160
meningkatkan jumlah anakan . Perlakuan tertinggi pada biochar sekam padi
senilai 26,92 dan terendah pada kontrol senilai 26,33.Pemberian Azolla
berdasarkan Tabel 54, memberikan pengaruh yang tidak nyata pada peningkatan
jumlah anakan per rumpun namun ada kecenderung terjadi peningkatan. Jumlah
anakan tertinggi ada perlakuan pemberian Azolla microphylla senilai 27,63
(A2) dan terendah pada perlakuan kontrol (A0) senilai 25,63.
Tabel 54. Nilai rataan pengaruh Biochar dan Azolla pada jumlah anakan di lahan
sawah tercemar Pb
Perlakuan
A0
( Tanpa
Azolla)
A1
(Azolla.
pinnata)
A2
(Azolla
microphylla)
Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 25,25 26,00 27,75 26,33
B1 (Biochar Sekam Padi) 26,00 27,25 27,50 26,92
Rataan 25,63 26,63 27,63 26,63
Interaksi biochar dan azolla memberikan pengaruh yang tidak nyata pada
peningkatan jumlah anak padi di lahan padi sawah tercemar Pb, dengan nilai
tertinggi pada perlakuan interaksi biochar sekam padi dan Azolla microphylla
(B1A2) senilai 27,50 dan nilai terendah pada perlakuan biochar sekam padi dan
Azolla pinnata (B1A1) senilai 27,25.
Pemberian biochar dan azolla memberikan efek tidak langsung pada
pertambahan jumlaha anakan padi sawah, hal ini disebabkan pemberian biochar
memberikan pengaruh positif pada kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman (
Schulz et al 2013).
7. Jumlah anak produktif tanaman padi di lahan tercemar Pb
Pemberian biochar dan azolla memberikan pengaruh tidak nyata pada
peningkatan jumlah anakan produktif padi sawah di lahan tercemar Pb (
Universitas Sumatera Utara
161
Lampiran 33). Pemberian biochar berdasarkan Tabel 50 cenderung meningkatkan
jumlah anak produktif walaupun secata statistik tidak berbeda nyata, peningkatan
yang terjadi sebesar 0,58 dari 13,75 pada perlakuan kontrol menjadi 14.33 pada
perlakuan biochar sekam padi.
Pemberian azolla di lahan lahan tercemar Pb berdasarkan Tabel 55
cenderung meningkatkan jumlah anakan produktif dibandingkan dengan kontrol
walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Jumlah anakan tertinggi pada
perlakuan Azolla microphylla (A2) senilai 14,38 dan terendah 13,63 pada
perlakuan kontrol, sedangkan Azolla pinnata (A1) senilai 14,13.
Tabel 55. Pengaruh biochar dan azolla pada peningkatan jumlah anakan produktif
di lahan tercemar pb
Perlakuan
A0
( Tanpa
Azolla)
A1
(Azolla.
pinnata)
A2
(Azolla
microphylla)
Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 14,00 13,50 13,75 13,75
B1 (Biochar Sekam Padi) 13,25 14,75 15,00 14,33
Rataan 13,63 14,13 14,38 14,04
Interaksi pemberian biochar dan azolla cenderung meningkatkan jumlah
anakan dibandingkan dengan kontrol, dengan interaksi terbaik pada perlakuan
biochar sekam padi dan Azolla microphylla (A2) senilai 15.00 sedang biochar
sekam padi dengan Azolla pinnata (A1) hanya 14,75.
Terdapat peningkatan jumlah anakan produktif akibat pemberian biochar
dan azolla hal ini disebabkan adanya perbaikan pada kesuburan tanah sehingga
meningkatkan ketersediaan hara , Menurut Jumin (2010), tanaman akan tumbuh
dan menghasilkan produksi secara optimal bila ditanam pada tempat yang
memenuhi syarat pertumbuhnya seperti faktor lingkungan, iklim dan sifat tanah.
Universitas Sumatera Utara
162
8. Bobot kering tajuk (g) padi sawah di lahan sawah tercemar Pb
Pemberian biochar sekam padi dan azolla memberikan pengaruh tidak
nyata pada pertambahan bobot kering tajuk padi sawah di lahan tercemar Pb
(Lampiran 34). Pemberian biochar cenderung meningkatkan bobot kering tajuk
padi dilahan sawah tercemar Pb walaupun secara statistik tidak berbeda nyata
(Tabel 56), dengan nilai bobot tertinggi pada perlakuan biochar sekam padi
senilai 58,53g dan terendah pada kontrol senilai 57,13g.
Tabel 56. Nilai rataan pengaruh biochar dan azolla pada bobot kering tajuk padi di
lahan sawah tecemar Pb
Perlakuan
A0
( Tanpa
Azolla)
A1
(Azolla.
pinnata)
A2
(Azolla
microphylla)
Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 55,74 57,76 57,89 57,13
B1 (Biochar Sekam Padi) 55,58 57,96 62,07 58,53
Rataan 55,66 57,86 59,98 57,83
Pemberian azolla berdasarkan Tabel 51 cenderung meningkatkan bobot
kering tajuk padi dilahan tercemar Pb walaupun secara statistik tidak berbeda
nyata, dengan nilai bobot padi tertinggi pada perlakuan Azolla microphylla senilai
59,98g dan terendah pada perlakuan kontrol senilai 55,66g.
Interaksi pemberian biochar dan azolla cenderung meningkatkan bobot
kering tajuk dibandingkan dengan kontrol, dengan interaksi terbaik pada
perlakuan biochar sekam padi dan Azolla microphylla (B1A2) senilai 62,07g
sedang Biochar sekam padi dengan Azolla pinnata (B1A1) hanya 57,96g
9. Berat kering akar (g) padi sawah di lahan tercemar Pb
Pemberian biochar sekam padi dan azolla memberikan pengaruh nyata
pada perubahan nilai berat kering akar padi sawah di lahan tercemar Pb (Lampiran
Universitas Sumatera Utara
163
35). Berdasarkan Tabel 57 dapat diketahui bahwa pemberian biochar cenderung
meningkatkan bobot kering akar padi sawah di lahan tercemar Pb, walaupun
secara statistik tidak berbeda nyata. Nilai bobot kering tertinggi pada perlakuan
biochar sekam padi (B1)senilai 20,34 g, dan nilai bobot akar terendah pada
kontrol senilai 19,73g.
Berdasarkan Tabel 57, dapat diketahui bahwa pemberian azolla cenderung
meningkatkan bobot kering akar pada padi sawah di lahan tercemar, walaupun
secara statistik tidak berbeda nyata. Nilai bobot kering akar tertinggi pada
perlakuan Azolla microphylla (A2) senilai 20,75 g dan terendah pada perlakuan
kontrol senilai 19,59 g, dan bobot kering akar untuk Azolla pinnata senilai 19,77g.
Tabel 57. Nilai rataan pengaruh biochar dan azolla pada peningkatan berat kering
akar (g) padi sawah di lahan tercemar Pb
Perlakuan
A0
( Tanpa
Azolla)
A1
(Azolla.
pinnata)
A2
(Azolla
microphylla)
Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 18,59A 21,18A 19,43A 19,73
B1 ( Biochar Sekam Padi) 20,59A 18,37 A 22,08 B 20,34
Rataan 19,59 19,77 20,75 20,04
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Berdasarkan Tabel 57 dapat kita lihat bahwa interaksi biochar sekam padi
dan azolla memberikan pengaruh sangat nyata pada nilai bobot kering akar padi
sawah di lahan tercemar Pb. Nilai interaksi tertinggi pada perlakuan biochar
sekam padi dengan Azolla microphylla (B1A2) dan nilai terendah pada biochar
sekam padi dengan Azolla pinnata (B1A1).
Pemberian biochar berserta azolla memberikan pengaruh pada peningkatan
bobot kering akar disebabkan oleh adanya peran biochar dalam mempertahankan
Universitas Sumatera Utara
164
N pada azolla yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan akar padi sawah
(Clough et al 2013).
10. Jumlah gabah berisi per rumpun di lahan sawah tercemar Pb
Pemberian biochar dan azolla cenderung meningkatkan jumlah gabah
berisi per rumpun dilahan sawah tercemar Pb walaupun secara statitik tidak
berbeda nyata (Lampiran 36). Berdasarkan Tabel 58, dapat diketahui bahwa
pemberian Biochar meningkatkan jumlah gabah berisi per rumpun dilahan sawah
tercemar Pb, dengan nilai gabah berisi perumpun tertinggi pada perlakuan biochar
sekam padi (B1) senilai 1591,80 dan terendah pada kontrol senilai 1447,75.
Tabel 58. Nilai rataan pengaruh biochar dan azolla pada jumlah gabah berisi per
rumpun di lahan tercemar Pb
Perlakuan
A0
( Tanpa
Azolla)
A1
(Azolla.
pinnata)
A2
(Azolla
microphylla)
Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 1401,93 1496,73 1444,61 1447,75
B1 (Biochar Sekam Padi) 1499,10 1638,05 1638,26 1591,80
Rataan 1450,51 1567,39 1541,44 1519,78
Pemberian azolla berdasarkan Tabel 58 cenderung menunjukkan
peningkatan jumlah gabah berisi perumpun walaupun secara statistik tidak
berbeda nyata, dengan jumlah tertinggi pada perlakuan biochar sekam padi dan
Azolla microphylla (B1A2) senilai 1541,44 dan terendah pada perlakuan kontrol
senilai 1450,51.
Berdasarkan Tabel 58 terlihat bahwa interaksi biochar dan azolla
cenderung meningkatkan jumlah gabah berisi dibandingkan dengan kontrol
dengan jumlah gabah berisi tertinggi pada perlakuan .
Universitas Sumatera Utara
165
11. Jumlah gabah hampa per rumpun padi sawah di lahan tercemar Pb
Pemberian biochar dan azolla secara umum cenderung mengurangi jumlah
gabah hampa di lahan sawah tercemar Pb, walaupun secara statistik tidak berbeda
nyata (Lampiran 37).
Tabel 59. Pengaruh Biochar dan Azolla pada Jumlah gabah hampa per rumpun di
lahan tercemar Pb
Perlakuan
A0
( Tanpa
Azolla)
A1
(Azolla.
pinnata)
A2
(Azolla
microphylla)
Rataan
B0 667,80 476,35 606,30 583,48
B1 599,50 569,60 476,35 548,48
Rataan 633,65 522,98 541,33 565,98
Aplikasi biochar pada Tabel 59, cenderung menurunkan jumlah gabah
hampa, dengan nilai gabah hampa terendah pada biochar sekam padi dengan nilai
548,48 dan terendah 583,48 (kontrol).
Aplikasi Azolla pada Tabel 59, cenderung menurunkan jumlah gabah
hampa walaupun secara statistik tidak beberda nyata. Nilai gabah hampa terkecil
pada perlakuan Azolla microphylla senilai 541,33 dan terbesar pada perlakuan
kontrol senilai 633,65, sedangkan Azolla pinnata senilia 522,98.
12. Bobot gabah 1000 butir saat panen di lahan tercemar Pb
Pemberian biochar dan azolla secara umum memberikan peningkatkan
bobot gabah 1000 butir walaupun secara statitik tidak berbeda nyata di lahan
sawah tercemar Pb (Lampiran 38). Berdasarkan Tabel 60, dapat diketahui bahwa
pemberian Biochar sekam padi memberikan peningkatan pada bobot gabah 1000
butir, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Nilai bobot 1000 butir
Universitas Sumatera Utara
166
tertinggi ada pada perlakuan pemberian biochar sekam padi ( B1) senilai 28,66 g
dan terendah pada tanpa biochar senilai 27,24g
Pemberian azolla berdasarkan Tabel 60 memberikan peningkatan bobot
gabah 1000 butir walaupun secara statitik tidak berbeda nyata. Nilai bobot
tertinggi pada perlakuan pemberian Azolla mycropylla (A2) senilai 29,34g dan
nilai bobot terendah pada perlakuan tanpa Azolla senilai 27,25 g
Tabel 60. Pengaruh biochar dan azolla pada bobot gabah 1000 gabah kering giling
(GKG) (g)
Perlakuan
A0
( Tanpa
Azolla)
A1
(Azolla.
pinnata)
A2
(Azolla
microphylla)
Rataan
B0 27,10 26,71 27,92 27,24
B1 27,40 28,32 30,26 28,66
Rataan 27,25 27,51 29,34 29,09
Interaksi pemberian Biochar dan Azolla menunjukkan adanaya
peningkatan bobot gabah 1000 butir dibandingkan kontrol walaupun secara
statistik tidak berbeda nyata. Nilai interaksi tertinggi terdapat pada perlakuan
Biochar sekam padi dan Azolla microphylla (B1A2) senilai 30,26 g dan terendah
pada tanpa pemberian Biochar sekam (B0) senilai 27,25 g.
13. Data Produksi padi sawah per hektar (kg/Ha) di lahan tercemar Pb
Pemberian Biochar dan Azolla secara umum memberikan pengaruh nyata
pada peningkatan produksi padi sawah tercemar Pb di lapangan ( Lampiran 39).
Berdasarkan Tabel 61, dapat dilihat bahwa pemberian biochar meningkatkan
produksi padi sawah dari 6,56 ton / Ha pada perlakuan kontrol menjadi 6,81 pada
perlakuan biochar sekam padi walaupun secara statistik tidak berbeda nyata.
Universitas Sumatera Utara
167
Tabel 61. Pengaruh Biochar dan Azolla pada peningkatan produksi padi sawah di
lahan tercemar Pb (Ton/ ha)
Perlakuan
A0
( Tanpa
Azolla)
A1
(Azolla.
pinnata)
A2
(Azolla
microphylla)
Rataan
B0 6,35 6,53 6,81 6,56
B1 6,55 6,50 7,40 6,81
Rataan 6,45a 6,51a 7,10b 6,69
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Pemberian azolla berdasarkan pada Tabel 61 mampu meningkatkan
produktifitas lahan tercemar Pb secara nyata, dengan produktifitas tertinggi pada
perlakuan Azolla microphylla (A2) senilai 7,10 ton/ Ha dan terendah pada
perlakuan kontrol senilai 6,45 ton/Ha yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan
pemberian Azolla pinnata sebesar 6.51, Produksi pada Azolla microphylla naik
sebesar 10% bila dibandingkan kontrol.
Peningkatan produksi tertinggi terdapat pada perlakuan interaksi biochar
sekam padi dan Azolla microphylla dari 6,35 ton/ ha pada kontrol menjadi 7,40
ton/ha naik 16,53 % dan ini sangat spektakuler untuk tahun tanam pertama.
Kemampuan azolla dalam meningkatkan produksi tanaman padi sudah
lama diketahui (Bui et al 1976; Liu C C 1979 ; Singh P K 1979), tetapi
kemampuan azolla dalam meningkatkan produksi padi dilahan tercemar
merupakan sesuatu yang sangat baru, hal ini disebabkan karena azolla merupakan
tumbuhan hyperakumulator yang memiliki kemampuan yang sangat tinggi dalam
menyerap logam berat tanpa mempengahui proses fisiologisnya, Hidayat
(2011)mengatakan azolla dapat mengakumulasi 18 kali lebih tinggi dari yang
didalam tanah, kemampuan ini karena ada protein khusus yaitu pythochelatin
yang berperan dalam penjerapan logam dan dan disimpan dalam vakuola khusus
Universitas Sumatera Utara
168
sehingga tidak mempengaruhi kemampuan azolla dalam menfiksasi N (Benaroya
et al 2004: Pal dan Rai , 2010)
14. Konsentrasi Pb pada akar padi di lahan tercemar Pb (ppm)
Pemberian biochar sekam padi dan azolla mampu menurunkan
konsentrasi Pb pada akar padi sawah secara nyata di lahan sawah tercemar Pb (
Lampiran 40). Pada Tabel 62 dapat dilihat bahwa pemberian biochar mampu
menurunkan konsentrasi Pb pakar akar dari 14,50 ppm pada kontrol, menjadi
13,29 ppm walaupun secara statistik tidak berbeda nyata.
Tabel 62. Pengaruh biochar dan azolla pada perubahan nilai konsentrasi Pb pada
akar padi di lahan sawah tercemar
Perlakuan
A0
( Tanpa
Azolla)
A1
(Azolla.
pinnata)
A2
(Azolla
microphylla)
Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 16,39 14,97 12,13 14,50
B1 (Biochar Sekam Padi) 14,41 13,34 12,13 13,29
Rataan 15,40b 14,15b 12,13a 13,89
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Berdasarkan Tabel 62 dilihat bahwa pemberian azolla menurunkan
konsentrasi Pb secara nyata pada akar tanaman padi di lahan sawah tercemar di
bandingkan dengan kontrol, dengan nilai konsentrasi Pb pada akar terendah pada
perlakuan Azolla microphylla (A2)senilai 12,13 ppm dan tertinggi pada perlakuan
tanpa Azolla(A0) senilai 15,40 ppm.
Interaksi Biochar dan Azolla cenderung menurunkan konsentrasi Pb pada
akar tanaman padi dibandingkan dengan kontrol, walaupun secara statistik tidak
berbeda nyata. Nilai konsentrasi Pb pada Interaksi ada pada perlakuan Biochar
Universitas Sumatera Utara
169
sekam padi dan Azolla microphylla (B1A2) senilai 12,13 ppm turun 4,26 ppm
dibandingkan dengan kontrol atau turun sebesar 35 % dibandingkan kontrol.
Azolla microphylla merupakan azolla yang adaktif terhadap lingkungan
dan cepat proses pertumbuhannya dan banyak biomassanya dibandingkan dengan
Azolla pinnata (Hidayat, 2011). Kemampuan penyerapan logam berat Azolla
microphylla pun cukup tingggi dibandingkan dengan A. pinnata, hal ini
berhubungan dengan besarnya biomassa yang dihasilkan dan doubling time
(kemampuan melipat ganda yang cukup tinggi yaitu 3-4 lipat perminggu dari
bobot awal (Hidayat, 2011).
15. Konsentrasi Pb pada batang padi di lahan tercemar Pb (ppm)
Pemberian biochar sekam padi dan azolla cenderung menurunkan
kandungan Pb pada batang padi di sawah lahan tercemar (Lampiran 41) walaupun
secara statistik tidak berbeda nyata, berdasarkan Tabel 63 dapat diketahui bahwa
terjadi penurunan konsentrasi Pb pada batang padi dari 5,15 ppm padaperlakuan
tanpa biochar sekam padi turun menjadi 5,03 ppm pada perlakuan biochar sekam
(B1) walaupun secara statistik tidak berbeda nyata.
Tabel 63. Pengaruh biochar dan azolla pada perubahan konsentrasi Pb pada
batang padi dilahan tercemar Pb
Perlakuan
A0
( Tanpa
Azolla)
A1
(Azolla.
pinnata)
A2
(Azolla
microphylla)
Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 5,48 5,38 4,60 5,15
B1 (Biochar Sekam Padi 4,90 5,63 4,55 5,03
Rataan 5,19 5,50 4,58 5,09
Pemberian azolla berdasarkan Tabel 63 mampu menurunkan dari 5,19
ppm pada perlakuan kontrol menjadi 4,58 ppm pada perlakuan Azolla microphylla
Universitas Sumatera Utara
170
walaupun secara statistik tidak berbeda nyata, dan penurunan yang terjadi sebesar
0,61 ppm.
Berdasarkan Tabel 63, dapat diketahui bahwa interaksi biochar sekam padi
dan azolla mampu menurunkan konsentrasi Pb pada batang padi dibandingkan
kontrol walaupun secara statistik tidak berbeda nyata, Nilai konsentrasi terendah
pada perlakuan interaksi ada pada perlakuan biochar sekam padi dan Azolla
microphylla (B1A2) senilai 455 ppm turun senilai 0,93 ppm dibandingkan dengan
kontrol.
16. Konsentrasi Pb pada daun padi di lahan tercemar Pb (ppm)
Pemberian biochar dan azolla cenderung menurunkan konsentrasi Pb pada
daun padi di lahan tercemar Pb walaupun secara statistik tidak berbeda nyata
(Lampiran 42). Nilai Pb terendah pada pemberian biochar sekam padi senilai
11,57 ppm dan terendah pada perlakuan tanpa biochar senilai 12,01 ppm, selisih
0,44 ppm.
Pemberian azolla berdasarkan Tabel 64 menunjukkan penurunan
konsentrasi Pb pada daun padi di lahan sawah tercemar Pb walaupun secara
statistik tidak berbeda nyata. Nilai konsentrasi terendah pada perlakuan Azolla
microphylla senilai 10,60 ppm dan tertinggi pada Azolla pinnata senilai 12,67
ppm dan tidak berbeda nyata pada perlakuan kontrol senilai 12,11 ppm.
Tabel 64. Pengaruh biochar dan azolla pada perubahan konsentrasi Pb pada daun
padi di lahan sawah tercemar Pb
Perlakuan
A0
( Tanpa
Azolla)
A1
(Azolla.
pinnata)
A2
(Azolla
microphylla)
Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 12,46 12,83 10,76 12,01
B1 (Biochar Sekam Padi) 11,76 12,52 10,44 11,57
Rataan 12,11 12,67 10,60 11,79
Universitas Sumatera Utara
171
Interaksi pemberian azolla dan biochar sekam padi berdasarkan Tabel 64
memberikan pengaruh tidak nyata pada penurunan konsentrasi Pb pada daun padi
di lahan tercemar Pb, dengan konsentrasi terendah pada perlauana biochar sekam
padi dan Azolla microphylla senilai 10,44 ppm dan tertinggi pada biochar sekam
padi dengan Azolla pinnata senilai 12,52 ppm.
17. Konsentrasi Pb pada sekam padi di lahan tercemar Pb(ppm)
Pemberian biochar dan azolla secara umum memberikan penurunan nilai
konsentrasi Pb pada sekam walaupun secara statistik tidak ( Lampiran 43).
Berdasarkan Tabel 65 dapat diketahui bahwa pemberian biochar sekam padi
menurunkan konsentrasi Pb pada sekam padi di lahan sawah tercemar Pb. Nilai
konsentrasi terendah pada perlakuan biochar sekam padi senilai 2,13 ppm turun
0,03 ppm dibandingkan perlakuan tanpa biochar.
Tabel 65. Rataan konsentrasi Pb pada sekam padi di lahan sawah tercemarPb
Perlakuan
A0
( Tanpa
Azolla)
A1
(Azolla.
pinnata)
A2
(Azolla
microphylla)
Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 2,43 2,33 1,71 2,16
B1 (Biochar Sekam Padi) 2,14 2,53 1,73 2,13
Rataan 2,29 2,43 1,72 2,14
Pemberian azolla berdasarkan Tabel 65 menunjukkan adanya penurunan
nilai konsentrasi Pb sekam padi hasil panen di lahan tercemar Pb. Nilai
konsentrasi terendah pada pelakuan Azolla microphylla senilai 1,72 ppm dan
tidak berbeda nyata pada perlakuan Azolla pinnata (2,43 ppm) dan tanpa azolla
(2,29ppm).
Interaksi biochar sekam padi dan azolla berdasarkan Tabel 65,
menunjukkan penurunan konsentrasi Pb pada sekam padi hasil panen di lahan
Universitas Sumatera Utara
172
sawah tercemar Pb. Nilai Konsentrasi Pb terendah terdapat pada perlakuan
biochar sekam padi dan Azolla microphylla (B1A2) senilai 1,73 ppm lebih
rendah dari kontrol yang senilai 2,43 ppm.
18. Konsentrasi Pb pada beras hasil panen dari lahan tercemar Pb (ppm)
Pemberian biochar sekam padi dan Azolla secara umum nyata
menurunkan konsentrasi Pb pada beras hasil panen di lahan tercemar Pb (
Lampiran 44). Berdasarkan Tabel 66 dapat diketahui bahwa pemberian biochar
sekam padi menurunkan konsentrasi Pb pada beras hasil panen di lahan tercemar
Pb, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Konsentrasi terendah pada
perlakuan biochar sekam padi senilai 13,18 ppm dan yang tertinggi pada
perlakuan tanpa Biochar senilai 14,06 ppm.
Tabel 66. Rataan Nilai konsentrasi Pb pada beras hasil panen di lahan tercemar
Pb
Perlakuan
A0
( Tanpa
Azolla)
A1
(Azolla.
pinnata)
A2
(Azolla
microphylla)
Rataan
B0 (Tanpa Biochar) 16,28 15,32 10,59 14,06
B1 (Biochar Sekam Padi) 14,78 15,64 9,13 13,18
Rataan 15,53A 15,48A 9,86B 13,62
Ket : Angka yang diikuti huruf kecil berbeda nyata pada taraf taraf 5% dan huruf
besar berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan (DMRT)
Pemberian azolla pada lahan sawah tercemar Pb berdasarkan Tabel 66
menunjukkan penurunan konsentrasi Pb pada beras secara sangat nyata.
Konsentrasi Pb terendah terdapat pada perlakuan pemberian Azolla microphylla
Universitas Sumatera Utara
173
senilai 9,86 ppm sangat berbeda nyata dengan pemberian Azolla pinnata (15,48
ppm) dan tanpa Azolla.
Penurunan terendah konsetrasi Pb pada beras terdapat pada perlakuan
interaksi Antara biochar sekam dan Azolla microphylla dari 16, 28% pada kontrol
menjadi 9,13 % yaitu turun sebesar 43,91% dan ini sangat spektakuler dengan
kondisi lapangan yang heterogen.
Tinggi kemampuan Azolla mycrophylla disebabkan oleh kemampuan
adaptasi dan pertumbuhannya yang sangat cepat dibandingkan dengan Azolla
pinnata (Arora and Singh, 2002; Arora et al 2005), Azolla ini mampu mereplikasi
2-3 lipat dalam seminggu dan daya biakumulasi yang sangat tinggi yaitu sebesar
18, artinya Azolla mycrophylla dalam menyerap 18 kali lipat konsentrasi lebih
dari yang ada di larutan ( Hidayat, 2011).
Universitas Sumatera Utara
174
KESIMPULAN
1. Pemberian biochar pada lahan tercemar Pb meningkatkan produktiftas
lahan sawah tercemar Pb dengan cara menstabilkan pH, meningkatkan
kandungan C organik tanah, menstabilkan Pb total, menurunkan Pb
tersedia tanah, menaikkan tinggi tananaman, jumlah anakan produktif,
bobot tajuk, bobot akar, gabah isi, bobot 1000 butir, dan menurunkan
kandungan Pb pada akar, batang, sekam dan gabah padi sawah
2. Pemberian azolla pada lahan tercemar Pb meningkatkan produktifitas
sawah lahan tercemar Pb dengan cara menstabilkan pH, meningkatkan
kandungan C organik tanah, menstabilkan Pb total, menurunkan Pb
tersedia tanah, menaikkan tinggi tananaman, jumlah anakan produktif,
bobot tajuk, bobot akar, gabah isi, bobot 1000 butir, dan menurunkan
kandunga Pb pada akar, batang, sekam dan gabah padi sawah
3. Interaksi biochar dan azolla pada lahan tercemar Pb meningkatkan
produktifitas sawah lahan tercemar Pb dengan cara menstabilkan pH,
meningkatkan kandungan C organik tanah, mestabilkan Pb total,
menurunkan Pb tersedia tanah, menaikkan tinggi tananaman, jumlah
anakan produktif, bobot tajuk, bobot akar, gabah isi, bobot 1000 butir,
dan menurunkan kandungan Pb pada akar, batang, sekam dan gabah
padi sawah.
4. Pemberian Biochar sekam padi dan Azolla microphylla menghasilkan
produksi tertinggi senilai 7,40 ton/ ha naik 16,54% dan Pemberian
Azolla microphylla nyata meningkatkan produksi hingga 7,10 ton/ Ha
naik 11,81% dibandingkan perlakuan kontrol
174
Universitas Sumatera Utara
175
5. Pemberian biochar sekam padi dan Azolla microphylla menghasilkan
konsentrasi Pb pada beras terendah dari 16,28% pada kontrol menjadi
9,13 % turun 43,91% dari pemberian .Azolla microphylla mampu
menurunkan konsentrasi Pb secara nyata hingga konsentrasi 9,86%
turun 39,43%
Universitas Sumatera Utara
176
BAB IV
PEMBAHASAN UMUM
1. Karakteristik dan Potensi Biochar
Biochar adalah biomassa organik yang mengalami proses pirolisis dengan
tanpa atau dengan oksigen terbatas, pada penelitian ini proses pembuatan Biochar
adalah dengan membakarnya (klin) di alat BT 01 (gambar 10) drum yang dirakit
secara sederhana dan juga dengan pembakaran tidak langsung (retort). Kualitas
Biochar ditentukan oleh jenis bahan dan proses pembuatanya (Zieli_nska dan
Patryk, 2016; Zheng et al 2013). Biomassa yang kaya akan lignin bila mengalami
proses pirolisis pada suhu ≤ 6000C akan menghasilkan banyak fenol dari pada
yang mengandung selulosa, begitu juga sebaliknya biomassa yang kaya akan
sellulosa akan mudah terfirolisis pada suhu yang relatif rendah sehingga akan
menghasilkan biochar yang kaya akan hara dan asam asam organik yang belum
teruapkan. hal ini dapat terlihat pada analisis FTIR (Fourier Transform Infrared
Spectroscopy).
Gambar 17. Hasil FTIR biochar jerami, sekam pad, serabut kelapa, dan tandan
kosong kelapa sawit dan Azolla
A B
176
Universitas Sumatera Utara
177
Berdasarkan Gambar 17, dapat dilihat puncak penandakan gugus
fungsional pada biochar yang terbagi kepada dua bahagian besar yaitu puncak
kelompok A (1500-1600) dan puncak kelompok B (1050-1300), Puncak
kelompok A yang menandakan adanya cincin aromatik ( Nieman, 1998) dengan
intesitas yang berbeda, intensitas yang tertinggi ada pada biochar tandan kosong
kelapa sawit dan azolla, perbedaan aromatik yang terbentuk pada biochar dengan
azolla adalah aromatik biochar terbentuk dengan proses pirolisis, sedangkan
aromatik yang terbentuk pada azolla dengan proses pengomposan.
Puncak kelompok B (1050- 1300) menandakan adanya senyawa fenol,
eter, asam karboksilat dan ester (Nieman, 1998) dengan intensitas yang berbeda
beda. Intensitas tertinggi terdapat pada biochar sekam padi. Hal ini menunjukkan
bahwa biochar sekam padi memiliki potensi dalam mereduksi Pb dengan bantuan
asam organik dan fenolik menjadi Pb yang tidak tersedia bagi tanaman.
Luas permukaan biochar , volume pori, daya jerap pada permukaan
dengan ikatan vander walls dapat kita ketahui dengan analisis Brunauer–Emmett–
Teller (BET) pada lampiran 51. Berdasarkan lampiran tersebut dapat kita lihat
bahwa dapat diketahui luas permukaan tertinggi pada Biochar serabut kelapa
senilai 23.91 cm2/g, volume pori terbesar pada biochar sekam padi senilai 0.26962
cm3/g dan ukuran pori terbesar pada sekam padi 63.6994 4V/A.
Besarnya luas permukaan menunjukkan potensi biochar melakukan
sentuhan fisik dan terikat dengan ikatan van der walls dan ini menunjukkan
bahwa biochar TTKS berpotensi melakukan penjerapan secara fisik dengan luas
23,91/g, besarnya luasan ini dapat dipahami karena proses pembuatan dengan
metode kiln dan suhu yang tinggi menghasilkan biochar yang halus dengan luas
Universitas Sumatera Utara
178
permukaan yang tinggi dan kaya akan karbon (Kloss et al.2012; Brewer and
Brown, 2012).
Volume pori dan ukuran pori terbesar terdapat pada biochar sekam padi,
sehingga biochar sekam padi merupakan rumah yang terbaik bagi mikroba yang
tahan akan degradasi,
Gambar 18. Scaning Electron Macroscopy (SEM) biochar sekam padi
Pemberian biochar mampu meningkatkan pH secara nyata, dan pH
tertinggi terdapat pada biochar Jerami hal ini disebabkan pada proses pembuatan
biochar jerami dengan metode kiln (pembakaran) dan banyak mengasilkan abu
dan abu ini memiliki efek pengapuran karena kaya akan kation kation basa (Sheng
et al. 2005; Wu et al 2012) kation basa akan mengikat karbonat dan melepaskan
OH sehingga meningkatkan pH tanah, kemudian penambahan basa yang
berketerusan akan menjadi bufer pada hydrolisis Al3+ yang banyak melepaskan H+
dan akhirnya pH tanah tidak meningkat sampai pada batas yang sesuai pada
penambahan komponen basa pada Biochar yang akan mengurangi kelarutan Al3+,
Universitas Sumatera Utara
179
akhirnya Al(OH)3 akan mengendap pada pH 6,5 jumlah kelarutan Al3+ akan
berkurang dan pH tanah akan meningkat (Plaster, 2004). Pada tanah ber pH
alkali, biochar juga berperan sebagai buffer, kation kation yang ada dilarutan akan
dijerap oleh anion yang ada dipermukaan biochar, sehingga pH menuju netral. Hal
ini terbukti pada pemberian biochar jerami sebanyak 3% karbon pada inkubasi
awal berpH 9,25 tetapi setelah akhir masa inkubasi 2 minggu pH telah menjadi
turun senilai 8,69 dan saat panen ber pH 7,94.
Pemberian biochar jerami jerami meningkatkan kandungan C organik
tanah, apalagi pada penelitian ini penambahan biochar sebanyak 5% C sesuai
dengan yang dikatakan oleh Park et al (2011) bahwa penambahan biochar
sebanyak 5% C meningkatkan C organik tanah dan mampu mengurangi
ketersedian Pb secara nyata.
Pemberian biochar meningkatkan ketersedian hara N, P dan K dan
Kapasitas tukar kation (KTK) pada masa inkubasi, dengan nilai tertinggi pada
biochar sekam padi, masing masing N,P,K senilai 2,3%, 22,17 ppm dan K 3
me/100 gr, peningkatan ini disebabkan oleh karekteristik biochar sekam yang
berbeda, karena dibuat dengan sistem terort, yaitu tanpa pembakaran langsung,
sehingga dapat mempertahankan hara dan asam asam organik belum terpolatil.
Sehingga aktivitas mikroba pun meningkat dan biochar dapat juga menjerap N
pada permukaan dalam bentuk amonium (NH4) dan menyimpan nitrat pada pori
porinya (Clough et al. 2013; ). Clough dan Condron (2010) menambahkan bahwa
biochar memiliki potensi untuk mempengaruhi siklus N dalam tanah dengan
meningkatkan amonia (NH3) dalam proses amonifikasi oleh permukaan biochar
yang porous dan meretensi amonium (NH4+), untuk mengurangi nitrous oxide
Universitas Sumatera Utara
180
(N2O) dan pencucian nitrat (NO3), dan untuk meningkatkan fiksasi N karena
pertumbuhan mikroba yang meningkat, hal terlihat pada peningkatan aktivitas
mikroba aerob dengan peningkatan kandungan Total C02 tanah (Tabel 28).
Nilai total CO2 tanah tertinggi terdapat pada biochar sekam padi yaitu
senilai 5,43 mg/100 tanah berbeda nyata dengan kontrol dan biochar lainnya, hal
ini disebabkan karena permukaan biochar sekam padi yang porous, dengan ukuran
dan volume pori yang lebih besar dari biochar lainnya sehingga biochar sekam
padi merupakan rumah terbaik bagi mikroba aerob untuk bergenerasi.
Peningkatan suhu cenderung meningkatkan P total tetapi tidak
meningkatkan P tersedia (Liang et al. 2014), sekam yang diproduksi secara retort
mampu mempertahankan asam asam organik (Asada 2002), seiring dengan
peningkatan suhu maka kuantitas asam organik akan berkurang. Peningkatan
gugus fungsional ini akan melepaskan P yang terikat sehingga meningkatkan
ketersedian fosfat.
Biochar sekam padi yang dibuat dengan cara pemanggangan (Retort)
menghasilkan gugus asam organik yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara
pembakarana (Kiln). Asada (2002) membuktikan bahwa biochar yang berasal dari
bambu pada suhu 5000C memiliki kandungan asam organik yang lebih tinggi
dibandingkan pada suhu 7000C, hal terlihat pada uji FITR yang menunjukkan
adanya intensitas yang tinggi pada gelombang 1050- 1300 (Gambar 10) yang
menunjukkan keberadaan asam senyawa fenol, eter, asam karboksilat dan ester
(Nieman, 1998). Keberadaan asam asam organik ini mempengaruhi peningkatan
KTK pada sekam padi.
Universitas Sumatera Utara
181
Proses pembuatan biochar sekam padi dengan pemanggangan (Retort)
yang sedikit menghasilkan abu, sehinggga lebih sedkit kation basa yang
dihasilkan, hal ini dapat dilihat pada Tabel 39, yang senilai 39,22% , lebih
rendah dari biochar lainnya, tetapi menghasilkan asam asam organik yang lebih
tinggi hal ini terlihat pada analisis FTIR (Gambar 17), hal ini mengakibatkan
rendah nilai kejenuhan basa pada sekam padi dibandingkan dengan biochar yang
lainnya, Hal ini disebabkan karena peningkatan kapasitas tukar kation karena
meningkatnya asam asam oraganik tidak diikuti peningkatan jumlah kation kation
basa.
Kemampuan beberapa jenis biochar dalam mereduksi Pb pada masa
inkubasi 2 minggu dapat dilihat pada gambar diagram fraksional Pb berikut ini:
Gambar 19. Fraksionasi Pb pada tanah tercemar Pb pada 2 minggu masa
inkubasi
Pada Gambar 19 dapat kita lihat bahwa, setiap perlakuan biochar memiliki
kandungan Pb total yang hampir sama karena bersumber dari air dan tanah yang
tercemar, pada tabel 29 dapat dilhat nilai Pb total terendah 91,34% pada sekam
padi (B2) dan tertinggi pada tandan kosong kelapa sawit (B4) senilai 95,25%.
16.32 14.11 12.70 13.70 14.89
17.36 16.62 22.28 17.37 19.78
16.76 15.4018.74
17.2217.72
2.762.81
4.922.71
2.81
39.35 43.9632.70 41.44 40.05
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
1 2 3 4 5
Pb Residual
Pb Karbonat
Pb terikat Organik
Pb Tukar
Pb larutan
B0 B1 B2 B3 B4
Universitas Sumatera Utara
182
Pemberian biochar berdasarkan lampiran 11, mampu menurunkan
ketersedian Pb secara nyata dari 16,32 menjadi 12,7 pada biochar sekam padi
(B2) dan 13,7 pada biochar serabut kelapa (B3). Berdasarkan Gambar 11 diatas,
dapat dilihat bahwa biochar sekam padi merupakan biochar terbaik dalam
mereduksi ketersediaan Pb pada tanah tercemar, hal ini terlihat dengan
meningkatnya jumlah Pb yang teradsorbsi pada permukaan dari 17,36 menjadi
22,28, meningkat 28,35%, dan ini merupakan peningkatan tertinggi yang peroleh
dari aplikasi biochar sekam padi. Biochar sekam padi juga mampu meningkatkan
Pb terikat oleh organik dan dengan karbonat dari 16,76 (B0) menjadi 18,78 (B2)
untuk terikat organik dan 2,76 (B0) menjadi 4,92 (B2).
Besarnya kemampuan biochar sekam padi dalam mereduksi Pb dalam
berbagai bentuk yang tidak tersedia seperti Pb teradsorpsi, Pb terikat asam
organik, terikat karbonat, disebabkan oleh karakteristik yang terbentuk dari
biochar sekam padi dari proses pembuatan biochar sekam padi dengan sistem
retort yang menghasilkan permukaan biochar yang porous dengan ukuran volume
dan pori yang besar sehingga aktifitas serta menghasilkan senyawa fenol, eter,
asam karboksilat dan ester .
Menurut Lu et al (2012), bahwa ada tiga komponen yang menjadi
keunggulan dari biochar sekam padi sehingga mampu mereduksi Pb tersedia
menjadi terikat dalam berbagai bentuk yaitu :
1. Terbentuknya kompleksasi Pb dengan berbagai gugus fungsional seperti
senyawa fenol, eter, asam karboksilat dan ester hal ini terlihat dengan
tingginya intesitas gelombang FTIR 1500-1600 yang menandakan adan
Universitas Sumatera Utara
183
senyawa tersebut dalam jumah yang besar dan juga diakibatkan oleh
aktiftas mikroba
2. Terbentuknya kompleksasi dengan mineral oksida dan karbonat yang
disebabkan karena besarnya potensi oksidasi dari biochar dengan sifat fisik
yang porous ,ukuran dan pori yang besar dan juga aktifitas mikroba yang
tinggi
3. Bursa pertukar kation mono atau polivalen, kation kation K, Na, Ca, Mg,
walaupun dalam penelitian ini masih terlalu sedikit tetapi keberadaan
kation K dalam jumlah yang besar sangat mempengaruhi proses
pertukaran tersebut.
4. Adsorpsi fisik innersphere dan presipitasi permukaan, dengan karakteristik
yang porous, ukuran dan pori yang besar sangat mempengaruhi stabilitas
Pb
Dapat di ilustrasikan sebagai berikut :
Gambar 20. Ilustrasi peran Biochar sekam padi dalam mereduksi ketersediaan Pb
Universitas Sumatera Utara
184
Pertumbuhan padi dan serapan hara yang terbaik diperoleh pada
perlakuan biochar sekam padi, hal ini disebabkan oleh kualitas biochar sekam
yang baik menghasil pH yang tidak terlalu tinggi karena sedikitnya kandungan
abu yang dapat mengakibatkan kenaikkan pH tanah.
Terhambatnya pertumbuhan padi pada perlakuan biochar jerami, serabut
kelapa dan tandan kosong disebabkan tinggi peningkatan pH akibat penambahan
biochar walaupun pada akhirnya terjadi penurunan pH karena biochar memiliki
efek buffer karena adanya asam asam organik yag berperan dalam menstabilkan
pH, efek buffer azolla ini disebabkan adanya kandungan asam asam organik
seperti senyawa fenol, eter, asam karboksilat dan ester yang bermutan tidak tetap
(Liu dan Xing. 2012).
Pemberian biochar mampu meningkatkan kandungan C organik tanah dari
1,60 (kontrol ) menjadi 2,02 pada perlakuan biochar sekam padi (B1) meningkat
sebanyak 20,79 %. Hal disebabkan karena biochar sekam padi yang ditambahkan
memiliki kandungan C organik yang tinggi dapat dilihat pada analisis EDAX
sebanyak 77, 18 % ( Lampiran 46), berdasarkan standar biochar yang dikeluarkan
IBI (2014) termasuk kepada kelas I yang memiliki konsentrasi karbon diatas 60%.
Biochar mempunyai kemampuan dalam menaikkan tinggi tananaman,
jumlah anakan produktif, bobot tajuk, bobot akar, gabah isi, bobot 1000 butir, dan
menurunkan kandungan Pb pada akar, batang, sekam dan gabah padi sawah
walaupun belum maksimal hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi pada
saat penanaman di bulan September 2014- Desember 2015, sehingga
mengakibatkan banyaknya biochar yang terlarut dalam air keluar dari lahan
melalui saluran pembuangan, dan juga dosis biochar dilapangan seharusnya
Universitas Sumatera Utara
185
melebih dosis yang di rumah kaca yaitu 3% menjadi 5% sehingga dapat
memberikan pengaruh yang signifikan pada pertumbuhan dan produksi padi
sawah di lahan tercemar.
2. Potensi Azolla dalam menurunkan Pb tersedia dan meningkatkan
kesuburan tanah dan meningkatkan produktifitas lahan tercemar Pb
Azolla adalah tumbuhan pakuan yang sangat memiliki kemampuan dalam
mensuplayy hara Nitrogen dengan adanya simbiosis dengan Anabaena azolla,
yang mampu menfiksasi N di udara menjadi N tersedia bagi tanaman, setelah
azolla terdekomposisi dalam bentuk amonium dengan suplay mencapai 240 kg/ ha
( Reddy et al. 2002). Azolla mycrophylla merupakan azolla yang memiliki daya
adaptasi yang tinggi dari pada Azolla pinnata sehingga mampu berkembang dan
menduplikatkan diri dengan cepat sehingga dapat menghasilkan bahan organik
dan nitrogen yang lebih banyak (Arora and Singh, 2002; Arora et al. 2005).
Azolla ternyata juga memiliki kemampuan dalam menyerap logam berat
dan mengurangi ketersedian Pb pada tanah dan larutan. Berdasarkan Tabel 29,
dapat dilihat bahwa pemberian azolla tidak meningkatkan Pb total tanah, tetapi
menurunkan Pb total dari 98,55 ppm pada kontrol menjadi 94,56 ppm pada Azolla
pinnata dan 84,52 ppm pada Azolla mycrophyla walaupun secara statistik tidak
berbeda nyata, tetapi pemberian azolla menurunkan Pb tersedia tanah dari 17,96
ppm menjadi 12,31ppm pada Azolla mycrophylla dan 12,77 ppm pada Azolla
pinnata , hal ini disebabkan karena azolla yang diaplikasikan bukan merupakan
sumber Pb dan menurut Abror et al (2013) bahwa aplikasi azolla yang
mengandung Pb tidak meningkatkan Pb tersedia tetapi hanya meningkatkan Pb
total.
Universitas Sumatera Utara
186
Kemampuan azolla dalam menyerap dan menyimpan Pb berhubungan
dengan terbentuk protein khusus pada azolla akibat tingginya konsentrasi logam
berat yaitu yang dikenal dengan nama phytochelatin. Protein Phytochelatin ini
adalah peptida yang bergugus tiol (S-H) yaitu protein yang kaya akan sulfur yang
memiliki affinitas yang tinggi terhadap logam berat. Seperti sistein, dan metionin.
Logam berat tersebut akan diikat oleh protein Phytochelatin dan di simpan dalam
vakuola spesifik sehingga tidak memberikan efek toksisitas pada tanaman,
kemampuan penyimpan logam tergantung pada jenis tumbuhan hyperakumulator,
pada tanaman azolla, Hidayat (2011) mengadakan bahwa dosis 150 ppm Pb dan
50 ppm Cd dan Cu memberikan efek toksisitas pada Azolla pinnata.
Proses masuknya logam berat ke dalam jaringan tanaman selain
disebabkan tinggi konsentrasi logam pada cairan juga disebabkan oleh
terbentuknya eksudat yang diproduksi oleh tanaman yang disebut dengan
phytosiderophores, yang dapat mengikat logam seperti Fe dan memfasilitasi
serapannya. Phytosiderophores disintesis dari nikotinamid, yang terdiri dari tiga
methionines digabungkan melalui ikatan non-peptida (Higuchi et al.1999).
Khelasi dari phytosiderophores dapat membantu dalam pengangkutan ion logam
membran plasma sebagai kompleks logam-siderophore melalui transporter
khusus. Oleh mengurangi Fe (III) chelated dengan root chricate reductase,
tanaman mampu rilis larut Fe (II) untuk penyerapan oleh akar (Salt et al. 1994).
Tanaman juga dapat melarutkan besi dan logam lainnya dengan
mengeluarkan proton dari akar untuk mengasamkan rhizosfer (Salt et al. 1994).
Oleh karena itu mungkin untuk peningkatan bioavailabilitas polutan logam di
sebabkan oleh memanipulasi proses pada akar. Setelah logam tersedia untuk
Universitas Sumatera Utara
187
tanaman, masuklah ion logam ke dalam tanaman, baik melalui symplast
(intersellular) atau apoplast (ekstraseluler), tergantung pada jenis logam,
konsentrasi dan spesies tumbuhan
Apoplast itu jalur epidermis akar dan korteks yang digunakan untuk zat
terlarut yang memiliki konsetrasi yang lebih tinggi. Apoplastik yang jalur relatif
tidak diatur, karena air dan zat terlarut dapat mengalir dan berdifusi tanpa
melintasi membran. Dinding sel dari lapisan endodermal bertindak sebagai
penghalang untuk difusi apoplastik ke dalam sistem vaskular (Ghosh & Singh,
2005). Transportasi apoplastik dibatasi oleh kapasitas pertukaran kation yang
tinggi dari dinding sel (Raskin) et al. 1997).
Dalam transportasi symplastic, ion logam bergerak melintasi membran
plasma, yang biasanya memiliki potensi istirahat negatif yang besar sekitar 170
mV (negatif di dalam membran). Potensi membran ini memberikan elektrokimia
yang kuat gradien untuk gerakan ke dalam dari ion logam (Ghosh & Singh, 2005).
Sebagian besar logam ion masuk ke sel tumbuhan melalui proses yang bergantung
pada energi melalui ion logam tertentu atau generik operator atau saluran (Bubb &
Lester, 1991). Cutler dan Rains (1974) menemukan bahwa besar fraksi Cd diambil
oleh jaringan barley melalui pertukaran penyerapan, dan melalui difusi ditambah
dengan sekuestrasi, tanpa serapan metabolik aktif bersamaan.
Pemanfaatan Azolla dalam meningkatkan kesuburan tanah khususnya pada
lahan sawah sudah tidak diragukan terlebih pada suplay hara Nitrogen (Reddy et
al. 2002). Menurut Reddy et al (2002) bahwa Azolla mampu mensuplay hara
nitrogen pada lahan sawan berkisar 20-150 Kg N/ Ha, sehingga menunjang
pertumbuhan tanaman. Peningkatan pertumbuhan Azolla yang cepat
Universitas Sumatera Utara
188
membutuhkan fosfor yang relatif tinggi, karena itu fosfor dapat menjadi faktor
pembatas pertumbuhan azolla dan kekurangan fosfor dapat ditandai dengan warga
unggu pada azolla.
Azolla selain kaya akan Nitrogen juga kaya akan hara terutama katio
kation basa yang dibutuhkan tanaman, hal ini terlihat pada hasil analisis SEM dan
EDS azolla pada lampiran 39. Shoel et al. (2001) mengemukan bahwa selain hara
N, konstrasi unsur hara K menempati konsentrasi tertinggi hingga 50 ppm dan
jumlahnya lebih banyak pada bagian atas tanaman dari pada akarnya.
Gambar 21. Konsentrasi kandungan hara pada azolla (Shoel et al. 2001)
Peningkatan padi produksi akibat pemberian Azolla telah lama di teliti,
dan pada penelitian ini terjadi peningkatan sebesar 10,12 % dari 6,41 ton/ha
menjadi 7,1 ton/ ha, hal ini disebabkan oleh peningkatan kandungan hara Nitrogen
yang memacu pertumbuhan tanaman dan dimbangi dengan pemberian pupuk P
dan K dan asam asam organik yang dihasilkan azolla sehingga melepaskan
sejumlah hara yang diikat oleh Pb seperti fosfor yang sangat dibutuhkan tanaman.
(Maria et al 2004). Menurut Maria et al (2004), pemberian awal tahun pertama
Akar Batang/daun
Konse
ntr
asi
har
a (p
pm
)
Jenis Unsur hara
Universitas Sumatera Utara
189
dari azolla belum memberikan hasil yang maksimal maka harus dikombinasikan
dengan Urea agar mendapatkan hasil maksimal, tetapi apabila aplikasi azolla
dilakukan secara berkelanjutan akan memberikan hasil yang maksimal pada 3
tahun ke depan, dan mengurangi pemakain pupuk hingga 50% suplay N mencapai
40-50 kg N/ Ha.
Pada penelitian ini, Azolla mampu menurunkan kadar Pb pada tanaman
dan menghasilkan gabah yang berkualitas dengan berkurannya kadar Pb pada
gabah sebesar 36% dari 15,5 ppm menjadi 9,8 ppm. Hal ini disebakan oleh
kemampuan azolla yang luar biasa, khususnya Azolla mycrophylla pertumbuhan
yang cepat menghasilkan banyak biomassa dan dan asam asam organik yang
mampu menstabilkan Pb pada air dan tanah tercemar.
3. Potensi Interaksi Biochar dan Azolla dalam menurunkan Pb tersedia
dan meningkatkan kesuburan tanah dan meningkatkan produktifitas
lahan tercemar Pb
Pemberian biochar dan azolla memiliki potensi sangat besar dalam
menurunkan konsentrasi Pb tersedia dan meningkatkan kesuburan tanah dan
produkstifitas lahan tercemar , hal dapat dapat dilihat pada penelitian ini yaitu
memiliki pengaruh yang nyata dalam meningkatkan kadar bahan organik tanah,
Kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa, Pb terikat karbonat, Rasio C/N pada
masa inkubasi.
Sifat sifat yang baik yang dihasilkan oleh biochar ditambahkan kemampuan
azolla meningkatkan penjerapan Pb dengan penyediaan bahan organik yang besar
menjadikan interaksinya memberikan pengaruh yang terbaik hingga pada saat
panen rumah kaca yaitu meningkatkan secara nyata jumlah anakan , bobot tajuk,
Universitas Sumatera Utara
190
bobot akar, serapan N, K dan menurunkan Pb tersedia sehingga mengurangi
serapan Pb pada akar.
Penambahan biochar dan azolla ke tanah memiliki potensi tidak hanya pada
sekedar siklus C yaitu sekedar penambahan bahan organik tanah tetapi
mempengaruhi sifat kimia fisika dan biologi tanah. Seperti penambahan azolla
pada tanah tidaknya hanya akan meningkatkan kandungan N tanah tetapi jalur
mempenbaruhi transformasi N yang mengakibatkan kerugian atau kehilangan
dapat dihindari, karena keberadaan biochar memiliki kemampuan (i) untuk
mempertahankan N di dalam tanah dengan meningkatkan amonia (NH3) dan
amonium (NH4+) retensi, (ii) untuk mengurangi pembentukan Oksida Nitrate
(N2O) dan pencucian laju nitrat (NO3-), dan (iii) untuk meningkatkan aktfitas
biologis dan mempengaruhi komunitas mikroba tanah (Clough dan Condron,
20110)
Penambahan biochar dan bahan organic tambahan telah terbukti
meningkatkan kation tanah kapasitas tukar (KTK) dan retensi nutrisi dan
ketersediaan di tanah yang tua (Oksisol dan Ultisol) (Glaser et al. 2002; Liang et
al. 2006). Kenaikan KTK tanah dapat meningkat sebagai akibat dari proses
oksidasi yang terjadi pada permukaan biochar menghasilkan sejumlah asam asam
organik yang teradsorpsidi permukaan biochar seperti dengan pemberian azolla
meningkatkan kualitas biochar (Liang et al. 2006). Sebuah penelitian oleh Cheng
et al. (2006) meneliti potensi terjadinya oksidasi pada permukaan biochar pada
dua suhu yaitu 30 dan 70 ° C menemukan bahwa oksidasi terjadi lebih besar
pada 70 ° C dengan peningkatan KTK 53-538% yang dihasilkan dari
pembentukan fungsional kelompok karboksilat kelompok diiringi dengan
Universitas Sumatera Utara
191
peningkatan KTK, dan meningkatknya kemampuannya untuk mempertahankan
kation seperti NH4+ serta meningkatkan kesuburan tanah.
Pemberian bahan organik disertai dengan pengolahan lahan tanpa biochar
akan meningkatkan proses oksidasi bahan organik dan berujung pada kehilangan
karbon ke udara (Karlen et al. 1994), beliau juga melaporkan bahwa pengolahan
pada tanah Virgin Eastern Oregon melepaskan karbon sebanyak 25 % ke udara
pada 20 tahun pertama dan 35%- 40 % pada 40 tahun berikutnya. Hal ini
disebabkan oleh peningkatan aktifitas mikroba pada struktur karbon yang mudah
terdegradasi dan biochar merupakan rumah yang terbaik bagi mikroba karena sulit
terdegradasi dalam jangka yang sangat lama.
Biochar yang merupakan karbon yang recalcitrant karena bersifat karbon
aromatik yaitu karbon yang memiliki cincin Benzene yang tahan akan degradasi.
Chen et al. 2007, melaporkan sebuah penelitian bahwa C yang diproduksi
menggunakan metode kiln secara substansial teroksidasi setelah 130 tahun di
tanah bahkan mencapai ratusan tahun tahun (Suman et al. 1997; Kuhlbusch,
1998). Perubahan utama oleh oksidasi alami biochar termasuk: (1) perubahan
komposisi unsur dengan peningkatan oksigen (O) dari 7,2% menjadi 24,8% dan
penurunan C dari 90,8% menjadi 70,5%; (2) bertambahnya gugus fungsi yang
mengandung oksigen, khususnya gugus fungsi karboksilat dan fenolik, dan (3)
hilangnya muatan positif permukaan dan evolusi permukaan muatan negative
(Chen et al. 2007).
Pemberian biochar dan azolla berdasar paparan potensi diatas ternyata
terbukti dapat meningkatkan produktifitas dan kualitas lahan pertanian padi
Universitas Sumatera Utara
192
sawah yang tercemar Pb, hal dapat dilihat dari peningkatan hasil dari 6,35 ton/ ha
pada perlakuan control menjadi 7,40 ton/ha naik sebesar 14,45% pada aplikasi
tahun pertama, kemudian pengurangan kadar Pb dari 16,28 ppm menjadi 9, 13
ppm turun sebesar 43,90% pada tahun pertama aplikasi, dan diharapkan akan terus
meningkat pada aplikasi berikutnya.
Universitas Sumatera Utara
190
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Biochar memiliki kemampuan dalam mengurangi Pb tersedia pada tanah tercemar,
biochar yang memiliki kemampuan terbaik dalam mengurangi Pb tersedia adalah
biochar sekam padi karena memiliki morfologi yang lebih porous, luas permukaan
yang tinggi, kation basa yang tinggi, gugus fungsional yang tinggi dan di produksi
dengan teknik Retort.
2. Biochar memiliki kemampuan dalam meningkatkan ketersediaan hara, pertumbuhan
tanaman dan produksi padi sawah tercemar Pb. Biochar yang terbaik dalam
meningkatkan ketersedian hara, pertumbuhan tanaman dan produksi padi sawah
adalah biochar sekam padi karena memiliki morfologi yang lebih porous, luas
permukaan yang tinggi, kation basa yang tinggi, gugus fungsional yang tinggi dan di
produksi dengan teknik Retort.
3. Azola memiliki kemampuan untuk mengurangi Pb tersedia pada tanah tercemar.
Azolla yang terbaik dalam mengurangi Pb tersedia adalah Azolla mycrophylla karena
memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi, biomassa yang banyak.
4. Azolla memiliki kemampuan dalam meningkatkan ketersediaan hara, pertumbuhan
tanaman dan produksi padi sawah tercemar Pb. Azolla yang terbaik dalam
meningkatkan ketersedian hara, pertumbuhan tanaman dan produksi padi sawah
adalah Azolla mycrophylla kemampuan adaptasi yang tinggi, biomassa yang banyak.
5. Produktifitas tertinggi terdapat pada perlakuan biochar sekam padi dan Azolla
micropyhlla mampu naik hingga 16,53% dari 6,35 ton/ha menjadi 7,4 ton/ha.
6. Konsentrasi Pb pada beras terendah terdapat pada perlakuan biochar sekam padi dan
Azolla micropyhlla turun hingga 43,91% dari 16,28 ppm turun menjadi 9,13 ppm
190
Universitas Sumatera Utara
191
7. Azolla mampu meningkatkan produktifitas padi sawah secara nyata di lahan tercemar
Pb hingga 11,81% dengan produksi 7,10 ton/ ha dan mengurangi konsentrasi Pb pada
beras hingga 9,86 ppm
Sarana
Untuk peningkatan produktifitas padi sawah di lahan tercemar sebaiknya digunakan
biochar sekam padi dosis 5% Karbon dan Azolla microphylla yang berkelanjutan sehingga
keberadaan limbah yang tak terbatas akan dapat dikendalikan dan menghasilkan produksi
padi yang sehat.
Universitas Sumatera Utara
192
DAFTAR PUSTAKA
Abdala, D.B., A.K. Ghosh, I.R. da Silva, R.F. de Novais, and V.H. Alvarez Venegas.
2012. Phosphorus saturation of a tropical soil and related P leaching caused by
poultry litter addition. Agric. Ecosyst. Environ. 162:15–23.
doi:10.1016/j.agee.2012.08.004
Abd-Elfattah A, Wada K (1981) Adsorption of lead, copper,zinc, cobalt, and
cadmium by soils that differ in cationexchange materials. Eur J Soil Sci
32:271–283
Abror, M., Sabrina, T., Hidayat, B., 2013. Pengaruh Pemberian Biomassa Azolla
terhadap Status Pb Pada Tanah Inceptisol. Jurnal agroekoteknologi
Agunbiade, F., Bamidele I., Olu-Owolabi I., Kayode O., Adebowale. 2009.
Phytoremediation potential of Eichornia crassipes in metal-contaminated
coastal water. Bioresource Technology 100 (2009) 4521–4526
Aiyen. 2005. lmu Remediasi untuk Atasi Pencemaran Tanah di Aceh dan Sumatera
Utara Peneliti Fitoremediasi Dosen pada Fakultas Pertanian Universitas
Tadulako, Palu.Diakses dari .http://pkrlt.ugm.ac.id (Diakses 20 Oktober
2010).
Alexis, M.A., D.P. Rasse., C. Rumpel, G., Bardoux., N. Pechot., P. Schmalzer.,
B.Drake., and A. Mariotti. 2007. Fire impact on C and N losses and charcoal
production in a scrub oak ecosystem. Biogeochemistry 82:201–216.
doi:10.1007/s10533-006-9063-1
Anonimus, Peraturan Mentri Kesehatan No. 416 Tahun 1990, Tentang syarat dan
Pengawasan Kwalitas Air. www.menlh.go.id/i/art/pdf_1038468720.pdf.
Diakses tanggal 5 Maret 2011
Arifin, Z. 2003. Azolla, Pembudidayaan dan Pemanfaatan pada Tanaman Padi.
Jakarta : Penebar Swadaya
Arora, A., and Singh, P.K. 2002. Comparison of biomass productivity and Nitrogen
Fixing Potential of Azolla SPP. Biomass & Bioenergi 24 (2003) 175-178
Arora, A., Sudhir, S and Dinesh KS., 2006. Tolerance ang Phytoaccumulation of
Chromium by Three Azolla Species. Word Journal of Microbiologi &
Biotecnology 22:p. 97-100
Aryafatta. 2008. Mengolah Limbah Sawit Jadi Bioetanol.
192
Universitas Sumatera Utara
193
http://Aryafatta.com/2008/06/01/ mengolah-limbah-sawit-jadi- bioetanol.html.
Diakses pada 20 Februari 2014.
Asai H., Samson B.K., Stephan H.M., Songyikhangsuthor K., Homma K., Kiyono Y.,
Inoue Y., Shiraiwa T., Horie T. (2009) Biochar amendment techniques for
upland rice production in Northern Laos 1. Soil physical properties, leaf
SPAD and grain yield. Field Crops Research 111:81-84. DOI:
10.1016/j.fcr.2008.10.008.
Atafar, Z., Alireza, M., Jafar, N., Mehdi, H., Masoud, Y., Mehdi, A., Amir, H. 2010.
Effect of fertilizer application on soil heavy metal concentration. . Environ
Monit Assess (160) :83–89 DOI 10.1007/s10661-008-0659.
Azorgohar, R., dan A K Dalai, 2006. Biochar As a Precursor of Activated Carbon.
Applied Biochemistry and Biotechnology. Vol. 129–132
Baker, A.J.M. 1999. Metal hyperaccumulator plants: a biological resource for
exploitation in the phytoextraction of metal-polluted soils. URL:
http://lbewww.epfl.ch/COST837/ WG2_abstracts.html (21 April 1999;
diakses Mei 2000
Banerjee, G., Sarker, S. 1997. The role of Salvinia rotundifolia in scavenging aquatic
Pb(II) pollution: a case study. Bioprocess Engineering 17, 295-300.
Barchia, M. F. 2009. 2009. Agroekosistem Tanah Mineral Masam. Universitas Gajah
Mada Press. Yogyakarta.
Bassel, A.A. EL & I.M. Ghazi, 1996. Biological Nitrogen Fixation Associated with
Rice Production. 105-108. Kluwer Academic Publishers.
Basu, P.,2013. Biomass Gasification, Pyrolysis and Torrefaction. Chapter 1, pp1-27..
Published by Elsevier Inc. All rights reserved.
Badan Litbang Pertanian, 2017. Meningkatkan Produksi dengan Nanobiosilikat
Sekam padi. http://www.litbang.pertanian.go.id
Beauchemin, S., J. S. Clemente., B. Hidayat., T. MacKinnon, D. Smith, G.
Marshalland J .,J.Whallen 2014. Biochars as Metal Sorbents for Mine Waste
Management. Mining Department of Canada.
Bennicelli, R., Stepniewska Z, Banach A, Szajnocha K, anf Ostrowski, 2004. The
Ability of Azolla caroliniana to remove heavy Metal (Hg(II), Cr III),Cr(VI)
from municipial Waste Water. Chemosphere 55 (2004) 141-146.
Universitas Sumatera Utara
194
Bilgic S, Caliskan N (2001) An investigation of some Schiff bases as corrosion
inhibitors for
Bioavailability and Phytotoxicity of Heavy Metals. Plant Soil (2011)
348:439–451
biochar increases nitrogen use efficiency of low land rice in Aceh. Asia
Fasifik Biochar
BPS, 2018. Luas Sawah menurut Provinsi 2003-2015.
https://www.bps.go.id/dynamictable/2015/09/10/895/luas-lahan-sawah-
menurut-provinsi-ha-2003-2015.html
Bromilow, R.H., Chamberlain K .1995. Principles governing uptake and transport of
chemicals. In: Trapp S, McFarlane JC (eds) Plant contaminations, modeling
and simulation of organik chemical processes. CRC, Boca Raton, FL, USA,
pp 37–68
Brown, S., Chaney RL., Angel JS., Baker AJM. 1994. Phytoremediation Potensial of
Thalaspi caerulescens for zinc and Cadmium Contaminated Soil, J. Environ
Qual 23.
Bruno, G., Johannes L, Wolfgang Z. 2002. Ameliorating physical and chemical
propertiesof highly weathered soils in the tropics with charcoal – a reviewBiol
Fertil Soils (2002) 35:219–230DOI 10.1007/s00374-002-0466-4
Cao X, Ma L, Gao B, Harris W (2009) Dairy-manure derived biochar effectively
sorbs lead and
atrazine. Environ Sci Technol 43:3285–3291
Carrijo, O.A., Ronaldo S.L., Nozomu M.2002. Fiber of green coconut shell as an
agricultural substrate. Horticultura Brasileira 20(4):533-535
Chan, K., and Z, Xu. 2009. Biochar: Nutrient properties and their enhancement.p. 67–
84. In J. Lehmann and S. Joseph (ed.) Biochar for environmental
management: Science and technology. Earthscan, London.
Chaney RL., Malik M., Li YM., Brown SL., Brewer EP., Angle JS., Baker AJM.
1997. Phytoremediation of soil metals.- Curr. Opin. Biotechnol. 8: 279-284
Charlena, 2004. Pencemaran logam berat Pb dan Cd pada sayur-sayuran.Falsafah
sain. Program Pascasarjana IPB Bogor.
Cheng, C.H., J. Lehmann, J.E. Th ies, S.D. Burton, and M.H. Englehard.2006.
Oxidation of black carbon by biotic and abiotic processes. Org.Geochem.
37:1477–1488.
Universitas Sumatera Utara
195
Cheng, S. 2003. Heavy metals in plants and phytoremediation. Environmental
Science and Pollution Research 10: 335-340.
Clough Tim J. and Leo M. Condron, 2010. Biochar and Soil Nitrogen Dynamic. J.
Environ. Qual. 39:1218–1223 (2010)doi:10.2134/jeq2010.0204
Cobbett, CS. 2000. Phytochelatins and Their Roles in Heavy Detoxification.
Department of Genetic, University of Melbourne Parkville, Victoria p.3052.
Australia.
Collins, CD. 1999. Strategies for minimizing environmental contaminants. Trends
Plant Sci. 4:45.
Conte, P. 2014. Biochar, soil fertility, and environment. Biol Fertil Soils (2014)
50:1175 DOI 10.1007/s00374-014-0973-0
Cui L, Liangqing L, Afeng Z, Genxing P, Dandan Bao, Andrew C, 2011. Biochar
amandment greatly reduces Cd uptake in contaminated paddy soil: atwo year
field experiment. BioResources 6(3), 2605-2618.
Dahmani-Muller., Van Oort, F., Gelie, B., Balabane, M., 2000. Strategies of heavy
metal uptake by three plant species growing near a metal smelter. - Environ.
Pollut. 109: 231- 238,
Darmono., 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Mahluk Hidup. UI Press Jakarta
Deptan, 2017. Produktivitas Padi Sawah1 Menurut Provinsi, 2013 – 2017.
http://www.pertanian.go.id/Data5tahun/TP-ARAM%20II%202017(pdf)/31-
ProdtvPadiSawah.pdf dilihat tgl 17 maret 2018.
Dobermann and Fairhurst, 2000. International rice Research Institute (IRRI) & Potash
Institute of Canada. Printed by oxford Graphic Printers Pelt Ltd DOI
10.1007/s11104-011-0948
Dommergues, Y.R and H.G. Diem, 1982. Microbiology of Tropical Soils and Plant
Productivity in Practical Application of Azolla for Rice Production
Proceedings of an International Workshop, Mayaguez, Puerto Rico,November
17-19, 1982.
Duffus, J.H. 2002. Heavy metals a meaningless term? (IUPAC Technical Report)
Pure Appl. Chem. 74(5): 793-807.
EBC-IBI, 2014. Comparison of European Biochar Certificate Version 4. 8 and IBI
Universitas Sumatera Utara
196
Biochar Standards Version 2.0. https://www.biochar-international.org/wp-
content/uploads/2018/04/IBI-EBC_comparison_Oct2014.pdf
Eddy S. 2008. Kemampuan Tanaman Enceng Gondok sebagai agens Fitoremediasi
Air Tercemar Timbal (Pb). http://blog.unsri.ac.id. Di akses tanggal 20 Oktober
2010
Efendi H. 2003. Telaah Kualitas air. Bagi Pengelolaan Sumber daya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius . Yogyakarta
Erakhrumen & Agbontalor, A. 2007. Phytoremediation: An Environmentally Sound
Technology for Pollution Prevention, Control and Remediation in Developing
Countries, Educational Research and Review , (Online), Vol. 2 (7), (diakses,
28 Oktober 2010).
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius, hal 48
Ferguson, J.E. 1990. The Heavy Elements : Chemistry, Environmental Impact and
Health Effects . Pergamon Press, Oxford.
Ferreiro JP, H. Lu, S. Fu1, A. Méndez, and G. Gascó, 2014. Use of
phytoremediation and biochar to remediate heavy metal polluted soils. Solid
Earth, 5, 65–75, 2014 . doi:10.5194/se-5-65-2014.
Ganji, MT, M. Khosravi, R. Rakhshaee,. 2005. Biosorption of Pb, Cd, Cu and Zn
from the wastewater by treated Azollafiliculoides with H2O2/MgCl2.
International Journal of Environmental Science & Technology Vol. 1, No. 4,
pp. 265-271.
Girrard, J.P., 1992. Technology of Meat and Meat Products. E l l i s
Ho r w o od , Ne w York
Glaser, B., Lehmann, J., Zech, W., 2002. Ameliorating physical and chemical
properties of highly weathered soils in the tropics with charcoal – a review
Biol Fertil Soils (2002) 35:219–230. DOI 10.1007/s00374-002-0466-4
Gove, B. Hutchinson JJ, Young SD, Craigon J, McGrath SP .,2002. Uptake of metals
by plants sharing a rhizosphere with the hyperaccumulator Thlaspi
caerulescens. Int J Phytorem 4:267–281
Gusnita, 2012. Pencemaran logam berat Timbal (Pb) di Udara dan upaya
penghapusan Bensin bertimbal. Jurnal Dirgantara Vol 13.no.3 September
2012.pp. 95-101
Hammer, D.A. and R.K. Bastian. 1989. Wetlands ecosystems : Natural water
Universitas Sumatera Utara
197
purifiers. Pp.5-20. In Constructed wetlands for wastewater treatment. D.A.
Hammer, ed. Lewis publishers, Chelsea, Michigan
Handayanto, E., Yulia, N., Nurul, M., Netty, S., Amrullah F. 2017. Fitoremediasi dan
Phytomining Logam Berat Pencemar Tanah.UB Press Malang.
Hardiman, R. T., B. Jacoby & A. Banin. 1984. Factors affecting the distribution of
cadmium, copper and lead and their effects upon yield and zinc content in
bush bean (Phaseolus vulgaris L.). Plant Soil 81: 17–27.
Hardyanti N., Rahayu SS., 2007. Fitoremediasi Fosfat dengan Pemanfaatan Enceng
Gondok Eichornia Crassipes) (Studi Kasus Pada Limbah Cair Industri Kecil
Laundry), Jurnal Presipitasi. Vol. 2 No.1 Maret 2007, ISSN 1907-187X
Henry, J.R. 2000. An Overview of the phytoremediation of Lead and mercury.
USEPA. Washington, D.C.
Hidayat, B. 2011a. Skrining Tumbuhan Tumbuhan air Hiperakumulator. Kultura
UMN Alwashliyah. Volume 20 September 2011.
Hidayat, B. 2011b. Potensi Azolla sebagai Hiperakumulator Pb, Cd dan Cu. Prosiding
Seminar pertanian. Presisi. Fakultas Pertanian USU Medan.
Hidayat, B., & Rusdi, L., 2012. Evaluasi Pemberian Biomassa Azolla terhadap Status
Logam Berat Timbal (Pb) pada Tanah Inceptisol. Penelitian Dosen Muda.
Dana PNBP.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/65838/13000351.pdf?s
equence=1
Hidayat, B., 2013. Analisis Status Pb Pada lahan dan tanaman Padi di Daerah Pabrik
Tanjung.
Hidayat, B, 2015. Remediasi Tanah Tercemar Logam Berat Menggunakan Biochar.
Jurnal Pertanian Tropik, Vol 2 N0.1. April 2015 (7): 31-41
Hidayati N., dan Saefudin. 2003. Potensi Hipertoleransi dan Serapan Logam
Beberapa Jenis Tumbuhan terhadap Limbah Pengolahan Emas.[Laporan
Teknik]. Bogor: Proyek Pengkajian dan Pemanfaatan Sumberdaya Hayati.
Pusat Penelitian Biologi. LIPI.
Hidayati, N. 2004. Fitoremediasi dan Potensi Tumbuhan Hiperakumulator. Jurnal
Hayati, Vol 12 No.1 hal 35-40.
Hillel D., 1980. Fundamental of soil physics. University of Massachusetts. Academic
Press. New York
Universitas Sumatera Utara
198
Hoffmann, T., Kutter, C., Santamaria, J.M., 2004. Capacity of Salvinia minima Baker
to tolerate and accumulate As and Pb. Engineering Life Science 4, 61-65.
House, C. H. and S. W. Broome. 1990. Constructed Upland-Wetland wastewater
treatment system. In: P. F. Cooper and B. C. Findlater (eds.) Constructed
Wetlands in Water Pollution Control. Proceedings of the International
Conference on the Use of Constructed Wetlands in Water Pollution Control,
Cambridge, U. K. Pergamon Press. London. International Journal of
Agriculture & Biology.
IBI, 2014. Biochar Standards. International Biochar Initiative. https://biochar-
international.org/characterizationstandard/
Ippolito JA, Laird DA, Busscher WJ (2012) Environmental benefits of biochar. J
Environ Qual 41:967–972.
Iswaran, V., K. S. Jauhri, and A. Sen. 1980. Effect of Charcoal, Coal and Peat on the
Yield of Moong, Soybean and Pea. Soil Biology & Biochemistry 12:191-192.
Jabeen, R., Altaf, A., M. Iqbal. 2009. Phytormediation of heavy metals. Physiological
and molecular mechanisms. Bot.Rev. 75: 339- 364. The New York Botanical
Garden.
Jamilah, muyassir, Syukur. 2012. Pertumbuhan dan hasil padi (Oryza sativa L.)
akibat pemberian arang aktif dan urea. Jurnal Manajemen Sumberdaya Lahan.
Volume 1, Nomor 2, Desember 2012: hal. 146-150.
Jiang TY, Jun J, Ren-K X, Zhuo L, 2012. Adsorption of Pb(II) on variable charge
soils amended ith rice-straw derived biochar. Chemosphere 89 (2012) 249–
256
Juhaeti, T. dan F. Syarif. 2003. Studi Potensi Beberapa Jenis Tumbuhan Air untuk
Fitoremediasi.[Laporan Teknik]. Bogor: Proyek Pengkajian dan Pemanfaatan
Sumberdaya Hayati. Pusat Penelitian Biologi. LIPI. Bogor .
Juhaeti,T., Starif,F., Hidayati,N., 2004. Inventarisasi Tumbuhan Tumbuhan Potensia
Untuk Fitoremediasi.Jurnal Biodiversitas.Vol.6 No.1.hal 310-33.
Jumin, H. B. 2010. Dasar-Dasar Agronomi. Rajawali Pers: Jakarta. 249 hlm.
Kannaiyan S, M Thanggaraju, dan G Oblisami. 1982. Azolla and rice : Multiplication
and use of Azolla biofertilizer for rice production.Coimbatore : Tamil Nadu
Agri Univ, pp 1- 56.
Universitas Sumatera Utara
199
Kannaiyan, S., M, Thanggaraju, and G, Oblisami. 1982. Azolla and rice :
Multiplication and use of Azolla biofertilizer for rice production.Coimbatore :
Tamil Nadu Agri Univ, pp 1- 56
Kannaiyan. 1993. Nitrogen Contribution by Azolla to Rice Crop. Proc. Indian natn.
Sci. Acad.B59 Nos.3&4 hal. 309-314.
Kloss, S. Franz, Z., Alex, D., Raad. H., Franz. O., Volker. L. 2011. Characterization
of Slow Pyrolysis Biochars: Eff ects of Feedstocks and Pyrolysis Temperature
on Biochar Properties. J. Environ. Qual. 41 pp.990- 100.
doi:10.2134/jeq2011.0070
Kopittke PM, Asher CJ, Menzies NW (2008) Prediction of Pb speciation in
concentrated and dilute nutrient solutions. Environ Pollut 153:548–554.
Krull. E., J.A. Baldock., J. Skjemstad., and R. Smernik. 2009. Characteristics of
biochar: Organo-chemical properties. p. 53–66. In J. Lehmann and S. Joseph
(ed.) Biochar for environmental management: Science and technology.
Earthscan, London.
Krupa, Z Baszynski, T. 1995. Some aspect of heavy metals toxicity towards
photosynthetic apparatus- direct and indirect effects on light and dark
reaction. Acta Physiol. Plant 17,177-190).
Kurnia U, H. Suganda, R. Saraswati, Nurjaya. 2009. Teknologi Pengendalian Jurnal
Pertanian Tropik Vol.2, No.1. April 2015. (7) : 31- 41
Kurt A , Spokas, Jeff M. N, Rodney T. V. 2012. Biochar’s role as an alternative N-
fertilizer: ammonia capture. Plant Soil (2012) 350:35–42. DOI
10.1007/s11104-011-0930-8.
Ladygina & Francois, 2013. Biochar and Soil biota. CRC Press Taylor & Francis
Group 6000 Broken Sound Parkw
Lehman, 2007. Lehmann J. 2007. Bio-energy in the black. Frontiers in Ecology and
the Environment 5:381.
Liang B., Lehmann J., Solomon D., Kinyangi J., Grossman J., O'Neill B., Skjemstad
J.O., Thies J., Luizao F.J., Petersen J., Neves E.G. (2006) Black Carbon
increases cation exchange
Liao, S.W. &Chang, W.L. 2004. Heavy Metal Phytoremediation by Water Hyacinth
at Constructed Wetlands in Taiwan, J. Aquat. Plant Manage.42, (Online),
(diakses 8 Maret 2008).
Universitas Sumatera Utara
200
Liu Z, Zhang FS (2009) Removal of lead from water using biochars prepared from
hydrothermal liquefaction of biomass. J Hazard Mat 167:933–939
Lu, H., Zhang, Y.Y., Huang, X., Wang, S., Qiu, R., 2012. Relative distribution of
Pb2+ sorption mechanisms by sludgederived biochar. Wat Res 46:854–862
Maftuchah, 1994. Asosiasi Azolla Dengan Anabaena Sebagai Sumber Nitrogen Alami
Dan Manfaatnya Sebagai Bahan Baku Protein. Pusat Bioteknologi Pertanian.
Universitas Muhammadiyah Malang.
Major, J., Lehmann J., Rondon M., Goodale C, (2010a). Fate of soil-applied black
carbon: downward migration, leaching and soil respiration. Global Change
Biology 16:1366-1379. DOI: 10.1111/j.1365-2486.2009.02044.x.
Major J., Rondon M., Molina D., Riha S.J., Lehmann J. (2010b) Maize yield and
nutrition during 4 years after biochar application to a Colombian savanna
oxisol. Plant and Soil 333:117- DOI: 10.1007/s11104-010-0327339.
Major, J., 2012. Biochar for soil quality improvement, climate change mitigation and
more.http://biochar-atlantic.org/assets/pdf/BiocharSoilFertility.pdf di akses
tanggal 25 Desember 2012
Maris, E., 2006. Black is the New Green. Nature442, 624-626 (10 August 2006)
doi:10.1038/ 442624a; Published online 9 August 2006.
Mashkani, S.G., Parisa, T., Mohammad, G, 2009. Biotechnological potential of
Azolla filiculoides for biosorption of Cs and Sr: Application of micro-PIXE
for measurement of biosorption. Bioresource Technology 100 (2009) 1915–
1921.
Mason, P. J. 2010, Biochar Production Fundamentals, in: P. Taylor (Ed.)
Matovic D (2010) Biochar as a viable carbon sequestration option: global and
Canadian
perspective. Energy 36:2011–2016
Mayly, S.D., dan Hidayat, B. 2012. Desain adaptasi padi gogo dalam menghadapi
dampak perubahan Iklim pada beberapa gradient altitude di sumatara Utara.
Laporan hibah bersaing. Penelitian Desentralisasi. Tahun angaran 2012
Mbagwu, J.S.C., & Piccolo, A, (1997) Effects of humic substances fromoxidized coal
on soil chemical properties and maize yield. In:Drozd J, Gonet SS, Senesi N,
Weber J (eds) The role of humicsubstances in the ecosystems and in environmental protection.IHSS, Polish Society of Humic Substances,
Universitas Sumatera Utara
201
Wroclaw, Poland,pp 921–925
Meharg, A, 2005. Mechanisms of plant resistance to metal and metalloid ions and
potential biotechnological applications. Plant and Soil 274: 163-174
Mendoza,,D.G., Fransisco, R.P., Onecimo,G.J., Fernando, E.G., Roberto, S.O.,2011.
Physiological Responses of Azolla caroliniana Exposure to Cadmium. World
Journal of Agriculture Sciences 7 (3) 347- 350
Molisani, M.M., Rocha, R., Machado, W., Barreto, R.C., Lacerda, L.D., 2006.
Mercury contents in aquatic macrophytes from two resevoirs in the paraiba do
sul: Guandu river system, Se Brazil. Brazilian Journal of Biology 66, 101-107.
Moon DH, Jae-WP, Yoon YC, Yong SO, Sang SL, Mahtab A, Agamemnon K, Jeong
HP, Kitae B, 2013. Immobilization of lead in contaminated firing range soil
using biochar. Environ Sci Pollut Res DOI 10.1007/s11356-013-1964-7.
Mousavi HZ, Hosseinifar A, Jahed V (2010) Removal of Cu(II) from wastewater by
waste tire rubber ash. J Serb Chem Soc 75:845–753
Mukherjee S., & Kumar, S., 2005. Adsorptive uptake of arsenic (V) from water by
aquatic fern Salvinia natans. Journal of Water Supply: Research Technology
54, 47-53.
Mukono, 2009. Dampak Pencemaran Logam Berat Pb, Hg dan Cd Terhadap
Kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga,
http://mukono.blog.unair.ac.id/2009/09/09/efek-gas-terhadap-kesehatan-
lingkungan
Mulder, M..1996. Basic Principles of membrane technology. 2nd edition. Kluwer
Academic Publishers Netherlands, London
Nachenius, F. Ronsse, R.H. Venderbosch, W. Prins, 2013. Advances in Chemical
Engineering, Biomass Pyrolysis Volume 42 # 2013 Elsevier Inc. ISSN 0065-
2377 All rights reserved. http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-12-386505-
2.00002-X.
Namgay T, Singh B, Singh BP (2010) Influence of biochar application to soil on the
availability of As, Cd, Cu, Pb, and Zn to maize (Zea mays L.). Aust J Soil Res
48:638–647.
Nicolet, T. (2001). Introduction to fourier transform infrared spectrometry. Retrieved
from: http://mmrc.caltech.edu/FTIR/FTIRintro.pdf
Universitas Sumatera Utara
202
Notohadiprawiro T, 2006. Logam Berat Dalam Pertanian.Seminar di PPKS, Medan
28 Agustus 1993, direpro. Jurusan Ilmu Tanah Gajah Mada, 2006.
Nurhidayati & Mariati, 2014. Utilization of maize cob biochar and rice husk charcoal
as soil amendments for improving acid soil fertility and productivity. Journal
of Degraded and Mining Lands Management. Vol. 2.1: 223-230
DOI:10.15243/jdmlm.2014.021.223.
Norihari, A.E., & A. Tomohito. 2002. Utilization of rice palnts for phytoremediation
in heavy metal polluted soils. Farming Japan 36 (6): 16-21 (Special issue).
Nurrohmi ,O. 2011. Biomassa Tandan Kosong Kelapa Sawit (TTKS) Sebagai
Adsorben ion logam Cd. Skripsi. Program S1 Reguler Biokimia. FMIPA.
Universitas Indonesia.
of As, Cd, Cu, Pb, and Zn to maize (Zea mays L.). Aust J Soil Res 48:638–
647.
Nozaki Y & Sakai H. 1995. Biogeochemical Processes and Ocean Flux in the
Western Pacific.Terra Scientific Publishing Company. University of
California.
Novak, J.M., Isabel, L., , Baoshan, X., Julia, W., Gaskin, Christoph, S., K.C. Das.,
Mohamed, A., Djaafar,R., , Donald, W., Watts, Warren, J.B.,& Harry,
S.,2009. Characterization of designer biochar produced at different
temperatures and their effects on a loamy sand. Annals of Environmental
Science / 2009, Vol 3, 195-206
Olguin, E. J., Rodriguez, D., Sanchez, G., Hernandez, E., Ramirez, M. E., 2003.
Productivity, protein content and nutrient removal from anaerobic effluents of
coffee wastewater in Salvinia minima ponds, under subtropical conditions.
Acta Biotechnology 23, 259-270.
Olguin, J., Hernandez, E., Ramos, I., 2002. The effect of both different light
conditions and the pH value on the capacity of Salvinia minima BAKER for
removing cadmium, lead and chromium. Acta Biotechnology 22, 121-131.
Ouzounidou, 1995. Cu-ions mediated changes in growth, chlorophylII and other ion
contents in a Cu-tolerant Koeleria splendens. Biologia Palntarum 37(1): 71-78
Palar. H. 2004. Pencemaran dan toksikologi logam berat. Jakarta: Rineka cipta.
Park, J.H., Girish. K. C., Nanthi. S. B., Jae. W. C., Thammared. C. 2011. Biochar
reduces the bioavailability and phytotoxicity of heavy metals. Plant Soil
(2011) 348:439–451. DOI 10.1007/s11104011-0948-y
Universitas Sumatera Utara
203
Pellegrino Conte, 2014. Biochar, soil fertility, and environment . Biol Fertil Soils
(2014) 50:1175 DOI 10.1007/s00374-014-0973-0.
Peterson, P.J.& Alloway, B.J. 1979. Cadmium in soils and Vegetation. Ch.2. in: The
Chemistry Biochamistry and biology of Cadmium. Webb..ed. New York.
Elsevier.
Pickering, W.F. 1980. Zinc interaction with soil and sediment compnents. In Nriagu
JO. (Ed.): Zinc in the environment-Part 1: Ecological cycling. John Wiley &
Sons, New York, USA pp 72-112.
Plaster, E.J. 2004. Soil Science and Management .Thomson Delmar Learning.
Australia. 453 p.
Priyanto, B. & Prayitno, J. 2006.Fitoremediasi Sebagai Sebuah Teknologi Pemulihan
Pencemaran, Khususnya Logam berat, (Online).
http://ltl.bppt.tripod.com/sublab/lflora1.htm, diakses 4 Oktober 2010).
Rai, P.K. 2008.Phytoremediation of Hg and Cd from industrial effluent using an
aquatic free floating macrophye Azolla pinnata. International Journal of
Phytoremediation 10: 430-
339.
Rakhshaee Roohan.,Morteza Khosravi., Masoud Ganji.,2006. Kinetic modeling and
Thermodynamic study to remove Pb(II), Cd (II) and Zn (II) from aqueous
Solution using dead and Living Azolla filiculoides. Journal of Hazardous
Material B124 p.120-129.
Rascio N, Vecchia FD, Ferretti M, Merlo L, Ghisi R. 1993). Some effects of
cadmium on maize plants. Arch. Environ. Contam. Toxicol 25, 244-249).
Raskin, I.,1996. Plant Genetic Engineering may help Wih environmental cleanup.
Proc.nat Acad, Sci.USA 93; 3164-3166
Reddy K.R. and W.F. DeBusk, 1984. Phosphorus removal by Azolla caroliniana
cultured in nutrientenriched waters dalam W. S. Silver et al. (eds.), Practical
Application of Azolla for Rice Production© Martinus Nijhoff/Dr W. Junk
Publishers.
Reeves, R.D., Baker, A.J.M., 2000. Metal-accumulating plants. - In:Raskin, I.,
Ensley, B.D. (ed.): Phytoremediation of Toxic Metals. Pp. 193-229. John
Wiley, New York.
Rondon M.A., Lehmann J., Ramirez J., Hurtado M, (2007). Biological nitrogen
fixation by
Universitas Sumatera Utara
204
rubber ash. J Serb Chem Soc 75:845–753
Sa’adah, Z., Ika, N.S & Abdullah. 2008. Produksi enzim selulase oleh Aspergillus
niger menggunakan substrat jerami dengan system fermentasi padat. Skripsi.
Semarang: Universitas Diponegoro
Sanchezm, G.,Viveros., Daniel G.M.,m Alejandro A ., and Ronald F.C. 2010. Cooper
Effect on Photosynthetic activity and membrane leakage of Azolla
filiculoides and A. caroliniana
Schulz H, Gerald D, Bruno G. 2013. Positive effects of composted biochar on plant
growth and soil fertility. Agron. Sustain. Dev. (2013) 33:817–827 DOI
10.1007/s13593-013-0150-0
Sela M, Tel-Or E., Fritz E., Huttermann, A. 1988. Localization and toxic effect of
cadmium, cooper, and uranium in azolla . Plant Physiol.88, 30-46.
Sen, A.K., Bhattacharya, M., 1994. Studies of uptake and toxic effects of Ni on
Salvinia natans. Water, Air and Soil Pollution 78, 141-152.
Sen, A.K., Mondal, N.G., 1990. Removal and uptake of copper by Salvinia natans
from wastewater. Water, Air and Soil Pollution 49, 1-6.
Shiraiwa T., Horie T. (2009) Biochar amendment techniques for upland rice
production
Shoel, N.C., Z. Barkay., D.Ilzycer., I.Gilath and E. Tel;or. 2002. Biofiltration of
Toxic Elements By Azolla Biomass. Water, Air, and Soil Pollution 135 : 93-
104. Kluwe Academic Publisher. Netherlandsiedlecka, A. 1995. Some aspect
of interaction between heavy metals and plant mineral nutrients. Acta Soc.
Bot. Pol.64.265-272.
Sheng GY, Yang YN, Huang MS, Yang K (2005) Influence of pH on pesticide
sorption by soil containing wheat residue-derived char. Environ Pollut
134:457–463
Sika, M.P., 2012. Effect of Biochar on Chemistry Nutrient Uptake adn Fertilizer
Mobility in Sand, a Thesis for Degree Master of Science in Agriculture at The
University of Stellenboch. http://scholar.sun.ac.za
Simangunsong, Y., 2009. Evaluasi Tingkat Pencemaran Tanah Oleh Beberapa Logam
Berat di Desa Tanjung Merawa-B Kecamatan Tanjung Merawa Kabupaten
Deli Serdang. Departemen Ilmu Tanah Universitas Sumatera Utara
Skoog DA, Holler, Nieman. 1998. Principle of Instrumental Analysis. Stanford
University
Universitas Sumatera Utara
205
Skoog., D., Holler. J., and Crouch, S. (2007). Principles of instrumental analysis. (6th
ed.Chapters 7, 16, 17). Belmont, CA: Brooks/Cole
.Slavich, P., Anischan, G., Malem McLeod., Chairunas and Deddy Efrandi, 2011.
Rice husk biochar increases nitrogen use efficiency of low land rice in Aceh.
Asia Fasific Biochar Conference.
Smebye, A, Vanja, A., Rolf , D. V., Tone, C. G., Jan, M., Gerard, C., Sarah, E. H.
2016. Biochar amendment to soil changes dissolved organic matter content
and composition. Chemosphere Vol. 142, January 2016, pp. 100-105.
Sohi, S., Capel, E.L., Krull, E., and Bol, R., 2009. Biochar, climate change and soil:
A review to guide future research. CSIRO Land and Water Science Report
05/09 February 2009.
Sood, A., Perm, L., Uniyal., Radha, P.,Amrik, S.,Ahluwalia. 2011. Phytoremediation
Potential of Aquatic Macrophyte, Azolla. Royal Swedish Academy of
Science. www.kva.se/en.
Srivastav, R. K., Gupta, S. K., Nigam, K. D. P. and Vasudevan, P., 1993. Use of
aquatic plants for the removal of heavy metals from wastewater. International
Journal of Environmental Studies, 45, 43-50.
Steiner C., Teixeira W.G., Lehmann J., Nehls T., de Macedo J.L.V., Blum W.E.H.,
Zech W. 2007 Long term effects of manure, charcoal and mineral fertilization
on crop production and fertility on a highly weathered Central Amazonian
upland soil. Plant and Soil 291:275. DOI: 10.1007/s11104-007-9193-9.
Steiner C., Glaser B., Teixeira W.G., Lehmann J., Blum W.E.H., Zech W. 2008.
Nitrogen retention and plant uptake on a highly weathered central Amazonian
Ferralsol amended with compost and charcoal. Journal of Plant Nutrition and
Soil Science- 171:893. DOI: 10.1002/jpln.200625199.
Stoyle A,.2011. Biochar Production for Carbon Sequestration. A Major Qualifying
Project. Sanghai Jiao Tong University.
Street JJ, Lindsay WL, Sabey BR (1977) Solubility and plant uptake of cadmium in
soil amended with cadmium and sewage sludge. J Environ Qual 6:72–77
Stroinski, A. 1999.Some Physiological and Biochemical Aspect of Plant Resistance
to Cadmium Effect.I. Antioksidative system . Acta Physiologiae Plantarum.
Vol. 21 No. 2. : 175- 188
Universitas Sumatera Utara
206
Stroinski, A., Some Physiological and Biochemical Aspects of Plant Resistence to
Cadmium Effect. I. Antioxidative System. Acta Physiologiae Plantarum
Vil.21 No. 2. 1999 : 175-188.
Sudarmaji, J.Mukono, Corie I.P., 2006. Toksikologi Logam Berat B3. Jurnal
Kesehatan Lingkungan, Vol2, No.2, Hal 129-142
Sudaryadi, I., 1997. Potensi tanaman padi sebagai bioindikator cemaran logam berat
timbal (Pb) di daerah Yogyakarta. Lembaga Penelitian, Universitas Gadjah
Mada, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Suman D O, Kuhlbusch T A J, Lim B. 1997. Marine sediments:A reservoir for black
carbon and their use as spatialand temporal records of combustion. In Clark J
S, CachierH, Goldammer J G, Stocks B. (eds.) Sediment Records ofBiomass
Burning and Global Change. NATO ASI Series I.Global Environmental
Change. Springer-Verlag, Berlin. pp.271–293.
Sumatera Utara
Sun˜e, N., Sa´nchez, G., Caffaratti, S., Maine, M.A., 2007. Cadmium and chromium
removal kinetics from solution by two aquatic macrophytes. Environmental
Pollution 145 467-473.
Surtipanti S., Havid Rasyid, June Mellawati, Yumiarti S., Suwirma S, 1995.
Prosiding pertemuan dan Presentasi Ilmiah Studi tentang kandungan logam
berat di tanah sawah. BATAN Yogyakarta.
Talley NS, , E. Lim, and D. W. Rains. 1981. Application of Azolla in Crop
Production. J. M. Lyons et al. (eds.), Genetic Engineering of Symbiotic
Nitrogen Fixation and Conservation of Fixed Nitrogen © Plenum Press, New
York.
Taylor A, 2011. Biochar Production for Carbon Sequestration . A Major Qualifying
Project Submitted to the faculty ofWorcester Polytechnic InstituteIn partial
fulfillment of the requirements for theDegree of Bachelor of Science in
Chemical Engineering.Worcester Polytechnic Institute
Thommes M. 2010. Physical Adsorption Characterization of Nanoporous Materials.
Chemie Ingenieur Technik 2010, 82, No. 7.
Thommes, M. 2010. Physical Adsorption Characterization of Nanoporous Materials.
Chemie Ingenieur Technik 2010, 82, No. 7.
Thommes, M., Katsumi K, Alexander V. Neimark, James P. Olivier, Francisco R-
Reinoso, Jean R and Kenneth S. W. Sing. 2015. Physisorption of gases, with
Universitas Sumatera Utara
207
special reference to the evaluation of surface area and pore size distribution
(IUPAC Technical Report). Pure Appl. Chem. 2015; 87(9-10): 1051–1069
Tomy,M.P., 2009. Bioremediasi Merkuri (Hg) Dengan Tumbuhan Air Sebagai Salah
Satu lternatif Penanggulangan Limbah Tambang Emas Rakyat.
Tryon EH (1948) Effect of charcoal on certain physical, chemical,and biological
properties of forest soils. Ecol Monogr 18:81–115.
Tumuluru, J. S., 2011, Review on ;Biomass Torefaction Process and Product
properties and Design of Moving Bed Torrefaction System Model
Development”, ASABE Annual International, Meeting, Louisville, Kentucky.
Uchimiya M, Lynda H. Wartelle, K. Thomas K, Chanel A. Fr,Isabel M. L. 2011.
Influence of Pyrolysis Temperature on Biochar Property and Function as a
Heavy Metal Sorbent in Soil. J. Agric. Food Chem. 2011, 59, 2501–2510.
x.doi.org/10.1021/jf104206c
Uchimiya M, Lima IM, Klasson T, Chang S, Wartelle LH, Rodgers JE (2010).
Immobilization of heavy metal ions (CuII, CdII, NiII, and PbII) by
broiler litter-derived biochars in water and soil. J Agric Food Chem 58:5538–
5544.
Uchimiya M, SeChin C, K. Thomas K. 2011. Screening biochars for heavy metal
retention in soil: Role of oxygen functional groups. Journal of Hazardous
Materials 190 (2011) 432–441.
Verheijen F, S. Jeffery, A.C. Bastos, M. van der Velde, I. Diafas. 2010. Biochar
Application to Soil. European Commission, Joint Research Centre Institute for
Environment and Sustainability Luxembourg: Office for Official Publications
of the European CommunitiesISBN 978-92-79-14293-2
Verloo, M. 1993. Chemical Aspect of Soil Pollution. ITC-Gen Publications series No.
4:17-46
Victor, J., O and Isholla O. Fasidi, 2007. Phytoremediation of Heavy Metal by
Eichhornia crassipes. Enviromental Science Volume 27, number 3, 349-355.
Wagner G.M., 1997. Azolla, The Botanical Review. Vol. 63. No.1 The new York
Botanical Garden, USA.
Wahid, A. A. 2003. Peningkatan Efisiensi Pupuk Nitrogen Pada Padi Sawah dengan
Metode Bagan Warna Daun. Jurnal Litbang Pertanian. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Makassar.
Universitas Sumatera Utara
208
Wardhana, W. A., 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi
Yogyakarta.
Wardle, D. A., O. Zackrisson, and M. C. Nilsson. 1998. The Charcoal Effect in
Boreal Forests: Mechanisms and Ecological Consequences. Oecologia
115:419-426.
Warnock, D.D., J. Lehmann, T.W. Kuyper, and M.C. Rillig. 2007. Mycorrhizal
responses tobiochar in soil—concepts and mechanisms, Plant Soil 300: 9–20.
Wolf, D., 2008. Biochar as a soil amendment: A review of the environmental
Implications.http://orgprints.org/13268/1/Biochar_as_a_soil_amendment_-
_a_review.pdf. Tanggal Akses 7 Maret 2012.
Wu W, Yang M, Feng Q, McGrouther K, Wang H, Lu H, Chen Y (2012) Chemical
characterization of rice straw-derived biochar for soil amendment. Biom
Bioene 47:268–276.
Xiaofeng, L., Chen, M., Liu, X.S., Liu, C., 2009. Research on some functions of
Azolla in CELSS system, Acta Astronautica 63 (2008) 1061 – 1066.
Xin Zhang, Ai-Jun Lin, Fang-Jie Zhao, Guo-Zhong Xu, Gui-Lan Duan, Yong-Guan
Zhu , 2005. Arsenic accumulation by the aquatic fern Azolla: Comparison of
arsenate uptake, speciation and efflux by A. caroliniana.Environmental
Pollution, Volume 156, Issue 3, December2008,Pages1149-1155.
Xu P, Cai-XS, Xue-Zhu Y, Wen-DX, Qi Zhang, Qiang W, 2016. The effect of
biochar and crop straws on heavy metal bioavailability and plant accumulation
in a Cd and Pb polluted soil. Ecotoxicology and
EnvironmentalSafety132(2016)94–100
Xu, G., J. Sun, H. Shao, and S.X. Chang. 2014. Biochar had effects on phosphorus
sorption and desorption in three soils with differing acidity. Ecol. Eng. 62:54–
60. doi:10.1016/j.ecoleng.2013.10.027.
Xu, P., Cai-XS., Xue-Zhu. Y., Wen-DX., Qi Zhang., Qiang. W. 2016. The effect of
biochar and crop straws on heavy metal bioavailability and plant accumulation
in a Cd and Pb polluted soil. Ecotoxicology and Environmental Safety132 pp.
94–100
Yip, K., H. Wu, and D.-K. Zhang. 2007. Eff ect of inherent moisture in collie coal
during pyrolysis due to in-situ steam gasifi cation. Energy Fuels 21:2883–
2891. doi:10.1021/ef7002443
Universitas Sumatera Utara
209
Zarnoza, R., F. Moreno- Barriga, J.A. Acosta MA, Munoz, A. Faz, 2016. Stability,
nutrient availability and hydrophobicity of Biochar derived from manure, crop
residues, and mucipal solid waste for their use as soil amendment.
Chemosphere 144 (2016) 122–130.
Zdravkov BD , Jiˇr´ı J. Cerm´ ˇ ak, Martin Sefara, Josef Jank˚ ˇ u. 2007. Pore
classification in the characterization of porous materials: A perspective.
Versita. Central European Journal of Chemistry 5(2) 2007 385–395
Zhang A, Rongjun, B., Genxing, P., Liqiang, C., Qaiser, H., Lianqing, L., Jinwei, Z.,
Jufeng, Z., Xuhui, Z., Xiaojun, H., Xinyan, Y. 2012. Effects of biochar
amendment on soil quality, crop yield and greenhouse gas emission in a
Chinese rice paddy: A field study of 2 consecutive rice growing cycles. Field
Crops Research 127 (2012) 153–160.
Zhang X , Hailong Wang, Lizhi He, Kouping Lu, Ajit Sarmah, Jianwu Li, Nanthi
S. olan, Jianchuan Pei, Huagang . 2013. Using biochar for remediation of
soils contaminated with heavy metals and organic pollutants. Environ Sci
Pollut Re. DOI 10.1007/s11356-013-1659-0
Zheng H, Zhengyu, W., Xia, D., & Baoshan, X, 2013. Impact of Pyrolysis
Temperature on Nutrient Properties of Biochar. Zhejiang University Pressand
Springer Science. China
Zieli_nska A, Patryk, O., 2016. Effect of pyrolysis temperatures on freely
dissolvedpolycyclic aromatic hydrocarbon (PAH) concentrations in sewage
sludge-derivedbiochars
Universitas Sumatera Utara
210
Perlakuan I II III Total Rataan
A0B0 6,61 6,51 6,99 20,11 6,70
A0B1 8,22 8,63 8,73 25,58 8,53
A0B2 6,69 6,69 6,78 20,16 6,72
A0B3 8,11 7,43 7,75 23,29 7,76
A0B4 8,43 7,77 8,16 24,36 8,12
A1B0 6,54 6,69 6,83 20,06 6,69
A1B1 8,81 9,01 9,13 26,95 8,98
A1B2 6,92 6,59 6,84 20,35 6,78
A1B3 8,25 8,38 7,34 23,97 7,99
A1B4 7,62 7,73 8,45 23,80 7,93
A2B0 6,51 6,58 6,68 19,77 6,59
A2B1 8,88 8,40 8,44 25,72 8,57
A2B2 6,59 6,79 6,83 20,21 6,74
A2B3 8,01 8,23 7,42 23,66 7,89
A2B4 8,12 7,77 7,46 23,35 7,78
Total 114,31 113,20 113,83 341,34 113,78
Rataan 7,62 7,55 7,59 22,76 7,59
SK DB JK KT FhIt sig F05 F01
BLOK 2,00 0,04 0,02 0,22 tn 2,34 5,45
PERLAKUAN 14,00 27,71 1,98 20,91 ** 2,06 2,80
A 2,00 0,20 0,10 1,07 tn 2,34 5,45
B 4,00 27,06 6,76 71,45 ** 2,71 4,07
AXB 8,00 0,45 0,06 0,60 tn 2,29 3,23
galat 28,00 2,65 0,09
TOTAL 44,00 30,40
KK = 3,95%
Lampiran 1. Nilai pH tanah setelah 2 minggu masa inkubasi
Universitas Sumatera Utara
211
Lampiran 2. Nilai C organik Tanah setelah inkubasi 2 minggu
Perlakuan I II III Total Rataan
A0B0 1,16 1,89 1,99 5,0 1,7
A0B1 2,09 1,45 1,26 4,8 1,6
A0B2 2,67 2,79 3,40 8,9 3,0
A0B3 2,21 1,93 2,09 6,2 2,1
A0B4 2,90 2,09 1,97 7,0 2,3
A1B0 2,57 2,97 2,38 7,9 2,6
A1B1 2,71 2,36 2,10 7,2 2,4
A1B2 2,02 2,41 2,69 7,1 2,4
A1B3 2,90 2,40 3,17 8,5 2,8
A1B4 2,59 2,84 2,97 8,4 2,8
A2B0 3,12 2,48 3,52 9,1 3,0
A2B1 2,98 2,97 2,00 8,0 2,7
A2B2 4,84 5,15 4,64 14,6 4,9
A2B3 1,50 2,40 1,52 5,4 1,8
A2B4 1,33 2,00 1,72 5,1 1,7
Total 37,6 38,1 37,4 113,1 37,7
Rataan 2,5 2,5 2,5 7,5 2,5
SK DB JK KT FhIt sig F05 F01
BLOK 2,00 0,02 0,01 0,05 tn 2,34 5,45
PERLAKUAN 14,00 27,75 1,98 11,87 ** 2,06 2,80
A 2,00 3,71 1,85 11,11 ** 2,34 5,45
B 4,00 9,17 2,29 13,74 ** 2,71 4,07
AXB 8,00 14,87 1,86 11,13 ** 2,29 3,23
Galat 28,00 4,67 0,17
TOTAL 44,00 32,44
KK= 16,49 %
Universitas Sumatera Utara
212
Lampiran 3. Nilai N total Tanah setelah inkubasi 2 minggu
Perlakuan I II III Total Rataan
A0B0 0,14 0,12 0,13 0,39 0,13
A0B1 0,16 0,17 0,14 0,47 0,16
A0B2 0,14 0,14 0,18 0,46 0,15
A0B3 0,13 0,12 0,16 0,41 0,14
A0B4 0,14 0,14 0,14 0,42 0,14
A1B0 0,17 0,13 0,13 0,43 0,14
A1B1 0,14 0,08 0,13 0,35 0,12
A1B2 0,15 0,26 0,18 0,59 0,20
A1B3 0,17 0,16 0,16 0,49 0,16
A1B4 0,32 0,20 0,12 0,64 0,21
A2B0 0,17 0,17 0,13 0,47 0,16
A2B1 0,25 0,14 0,13 0,52 0,17
A2B2 0,27 0,42 0,34 1,03 0,34
A2B3 0,19 0,18 0,19 0,56 0,19
A2B4 0,14 0,13 0,37 0,64 0,21
Total 2,68 2,56 2,63 7,87 2,62
Rataan 0,18 0,17 0,18 0,52 0,17
SK DB JK KT FhIt sig F05 F01
BLOK 2,00 0,00 0,00 0,08 tn 2,34 5,45
PERLAKUAN 14,00 0,13 0,01 2,81 * 2,06 2,80
A 2,00 0,04 0,02 6,16 ** 2,34 5,45
B 4,00 0,05 0,01 3,63 * 2,71 4,07
AXB 8,00 0,04 0,01 1,57 tn 2,29 3,23
GALAT 28,00 0,09 0,00
TOTAL 44,00 0,22
KK= 18,60%
Universitas Sumatera Utara
213
Lampiran 4. Nilai P- tersedia setelah inkubasi 2 minggu
Perlakuan I II III Total Rataan A0B0 25,54 28,32 22,19 76,1 25,4 A0B1 33,72 24,23 23,11 81,1 27,0 A0B2 32,18 31,38 29,77 93,3 31,1 A0B3 22,51 26,67 23,32 72,5 24,2 A0B4 30,44 22,19 21,48 74,1 24,7 A1B0 5,13 25,14 23,22 53,5 17,8 A1B1 29,92 23,91 22,21 76,0 25,3 A1B2 30,19 31,49 31,43 93,1 31,0 A1B3 26,84 23,93 22,62 73,4 24,5 A1B4 31,66 26,52 21,43 79,6 26,5 A2B0 25,76 26,82 25,47 78,1 26,0 A2B1 21,53 21,44 21,66 64,6 21,5 A2B2 33,19 32,98 36,94 103,1 34,4 A2B3 28,77 24,11 28,87 81,8 27,3 A2B4 33,52 24,67 37,45 95,6 31,9 Total 410,9 393,8 391,2 1195,9 398,6 Rataan 27,4 26,3 26,1 79,7 26,6
SK DB JK KT FhIt sig F05 F01
BLOK 2,00 15,30 7,65 0,37 tn 2,34 5,45
PERLAKUAN 14,00 746,73 53,34 2,55 * 2,06 2,80
A 2,00 75,58 37,79 1,81 tn 2,34 5,45
B 4,00 452,93 113,23 5,42 ** 2,71 4,07
AXB 8,00 218,21 27,28 1,31 tn 2,29 3,23
28,00 584,65 20,88
TOTAL 44,00 1346,68
KK= 17,17%
Universitas Sumatera Utara
214
Lampiran 5. Nilai K Tukar tanah (me/100gr) setelah 2 minggu inkubasi
Perlakuan I II III Total Rataan
A0B0 1,02 1,02 0,78 2,82 0,94
A0B1 1,98 1,31 1,22 4,51 1,50
A0B2 3,05 2,28 3,26 8,59 2,86
A0B3 1,56 2,11 1,11 4,78 1,59
A0B4 1,78 2,18 2,13 6,09 2,03
A1B0 0,88 2,24 1,48 4,60 1,53
A1B1 1,05 2,13 2,08 5,26 1,75
A1B2 3,46 4,48 2,24 10,18 3,39
A1B3 2,99 2,11 1,66 6,76 2,25
A1B4 1,87 2,15 2,08 6,10 2,03
A2B0 2,211 2,39 2,21 6,81 2,27
A2B1 2,08 2,09 2,09 6,26 2,09
A2B2 3,48 2,34 2,45 8,27 2,76
A2B3 2,06 2,09 2,12 6,27 2,09
A2B4 2,11 2,55 2,23 6,89 2,30
Total 31,58 33,47 29,14 94,19 31,40
Rataan 2,11 2,23 1,94 6,28 2,09
SK DB JK KT FhIt Sig F05 F01
BLOK 2,00 0,63 0,31 1,27 tn 2,34 5,45
PERLAKUAN 14,00 15,56 1,11 4,48 ** 2,06 2,80
A 2,00 2,21 1,10 4,45 * 2,34 5,45
B 4,00 10,83 2,71 10,92 ** 2,71 4,07
AXB 8,00 2,52 0,31 1,27 tn 2,29 3,23
GALAT 28,00 6,95 0,25
TOTAL 44,00 23,13
KK = 23, 92 %
Universitas Sumatera Utara
215
Lampiran 6 .Nilai Kapasitas Tukar Kation (me/100gr) setelah inkubasi 2 minggu
Perlakuan I II III Total Rataan
A0B0 18,82 16,82 15,45 51,1 17,0
A0B1 20,64 25,45 22,73 68,8 22,9
A0B2 20,91 23,91 25,45 70,3 23,4
A0B3 21,82 20,91 24,55 67,3 22,4
A0B4 20,91 17,73 22,73 61,4 20,5
A1B0 24,55 17,64 21,45 63,6 21,2
A1B1 19,19 20,27 23,45 62,9 21,0
A1B2 20,27 28,18 23,91 72,4 24,1
A1B3 18,45 19,55 24,55 62,6 20,9
A1B4 19,09 20,18 25,51 64,8 21,6
A2B0 23,64 21,82 21,36 66,8 22,3
A2B1 23,64 16,73 21,82 62,2 20,7
A2B2 34,55 36,91 45,82 117,3 39,1
A2B3 18,18 23,27 28,18 69,6 23,2
A2B4 22,73 26,82 33,64 83,2 27,7
Total 327,4 336,2 370,3 1033,9 344,6
Rataan 21,8 22,4 24,7 68,9 23,0
SK DB JK KT Fhit sig F05 F01
BLOK 2,00 68,60 34,30 4,15 tn 2,34 5,45
PERLAKUAN 14,00 739,22 52,80 6,39 ** 2,06 2,80
A 2,00 197,22 98,61 11,93 ** 2,34 5,45
B 4,00 299,89 74,97 9,07 ** 2,71 4,07
AXB 8,00 242,11 30,26 3,66 ** 2,29 3,23
Galat 28,00 231,42 8,27
TOTAL 44,00 1039,24
KK= 12,50%
Universitas Sumatera Utara
216
Lampiran 7. Data Kejenuhan Basa setelah masa inkubasi 2 minggu
Perlakuan I II III Total Rataan
A0B0 41,76 40,43 45,24 127,43 42,48
A0B1 44,53 34,38 44,26 123,17 41,06
A0B2 50,07 37,35 41,34 128,76 42,92
A0B3 39,18 42,61 31,53 113,32 37,77
A0B4 47,97 47,43 27,36 122,77 40,92
A1B0 31,36 56,92 43,40 131,68 43,89
A1B1 41,38 52,15 43,37 136,89 45,63
A1B2 50,86 40,92 38,52 130,30 43,43
A1B3 54,31 42,05 36,50 132,85 44,28
A1B4 45,63 44,05 35,01 124,69 41,56
A2B0 52,50 47,89 44,37 144,76 48,25
A2B1 45,18 53,02 43,08 141,28 47,09
A2B2 37,80 35,38 20,73 93,92 31,31
A2B3 48,84 39,71 33,53 122,09 40,70
A2B4 41,49 38,78 27,82 108,09 36,03
Total 672,86 653,06 556,07 1882,0 627,3
Rataan 44,86 43,54 37,07 125,5 41,8
SK DB JK KT FhIt sig F05 F01
BLOK 2,00 520,89 260,44 6,20 * 2,34 5,45
PERLAKUAN 14,00 784,53 56,04 1,34 * 2,06 2,80
A 2,00 85,51 42,76 1,02 tn 2,34 5,45
B 4,00 269,69 67,42 1,61 tn 2,71 4,07
AXB 8,00 429,32 53,67 1,28 ** 2,29 3,23
Galat 28,00 1175,31 41,98
TOTAL 44,00 2480,72
KK= 15,50 %
Universitas Sumatera Utara
217
Lampiran 8. Data Rasio C/N tanah setelah inkubasi 2 minggu
I II III Total Rataan
A0B0 8,29 15,75 15,31 39,34 13,11
A0B1 13,06 8,53 9,00 30,59 10,20
A0B2 19,07 19,93 18,89 57,89 19,30
A0B3 17,00 16,08 13,06 46,15 15,38
A0B4 20,71 14,93 14,07 49,71 16,57
A1B0 15,12 22,85 18,31 56,27 18,76
A1B1 19,36 29,50 16,15 65,01 21,67
A1B2 13,47 9,27 14,94 37,68 12,56
A1B3 17,06 15,00 19,81 51,87 17,29
A1B4 8,09 14,20 24,75 47,04 15,68
A2B0 18,35 14,59 27,08 60,02 20,01
A2B1 11,92 21,21 15,38 48,52 16,17
A2B2 17,93 12,26 13,65 43,83 14,61
A2B3 7,89 13,33 8,00 29,23 9,74
A2B4 9,50 15,38 4,65 29,53 9,84
Total 216,82 242,82 233,06 692,7 230,9
Rataan 14,45 16,19 15,54 46,2 15,4
SK DB JK KT FhIt sig F05 F01
BLOK 2,00 22,99 11,50 0,56 tn 2,34 5,45
PERLAKUAN 14,00 589,36 42,10 2,04 * 2,06 2,80
A 2,00 78,04 39,02 1,89 tn 2,34 5,45
B 4,00 66,85 16,71 0,81 tn 2,71 4,07
AXB 8,00 444,47 55,56 2,69 * 2,29 3,23
Galat 28,00 578,78 20,67
TOTAL 44,00 1191,13
KK = 29,52%
Universitas Sumatera Utara
218
Lampiran 9. Data Respirasi tanah setelah masa inkubasi 2 minggu
Perlakuan I II III Total Rataan
A0B0 1,55 2,55 0,85 5,0 1,7
A0B1 2,95 2,85 2,25 8,1 2,7
A0B2 3,12 2,6 7,2 12,9 4,3
A0B3 2,35 4,85 2,85 10,1 3,4
A0B4 2,36 2,15 3,15 7,7 2,6
A1B0 2,25 2,8 3,25 8,3 2,8
A1B1 3,8 3,13 2,7 9,6 3,2
A1B2 2,35 6,45 2,45 11,3 3,8
A1B3 2,5 3,4 3,5 9,4 3,1
A1B4 2,7 2,5 7,8 13,0 4,3
A2B0 4,65 5,5 6,78 16,9 5,6
A2B1 2,95 3,65 8,25 14,9 5,0
A2B2 10,05 6,12 8,55 24,7 8,2
A2B3 5,35 3,5 2,55 11,4 3,8
A2B4 2,05 3,65 3,1 8,8 2,9
Total 51,0 55,7 65,2 171,9 57,3
Rataan 3,4 3,7 4,3 11,5 3,8
SK DB JK KT FhIt Sig F05 F01
BLOK 2,00 7,03 3,51 1,32 * 2,34 5,45
PERLAKUAN 14,00 105,63 7,54 2,84 * 2,06 2,80
A 2,00 39,73 19,86 7,49 ** 2,34 5,45
B 4,00 29,81 7,45 2,81 * 2,71 4,07
AXB 8,00 36,09 4,51 1,70 tn 2,29 3,23
Galat 28,00 74,30 2,65
TOTAL 44,00 186,95
KK= 42,83%
Universitas Sumatera Utara
219
Lampiran 10. Nilai Pb Total pada tanah (ppm) setelah inkubasi 2 minggu
Perlakuan I II III Total Rataan A0B0 100,23 95,88 99,55 295,7 98,6 A0B1 96,55 87,67 88,76 273,0 91,0 A0B2 95,34 89,88 86,55 271,8 90,6 A0B3 97,23 95,45 92,55 285,2 95,1 A0B4 100,23 93,56 91,53 285,3 95,1 A1B0 98,35 94,78 90,55 283,7 94,6 A1B1 92,34 93,97 101,55 287,9 96,0 A1B2 97,25 91,68 100,75 289,7 96,6 A1B3 98,34 90,75 90,55 279,6 93,2 A1B4 97,29 108,81 90,55 296,7 98,9 A2B0 85,23 87,78 80,55 253,6 84,5 A2B1 89,23 95,47 90,55 275,3 91,8 A2B2 81,23 88,85 90,55 260,6 86,9 A2B3 90,73 95,88 80,55 267,2 89,1 A2B4 88,89 95,88 90,55 275,3 91,8 Total 1408,5 1406,3 1365,6 4180,4 1393,5 Rataan 93,9 93,8 91,0 278,7 92,9
SK DB JK KT FhIt sig F05 F01
BLOK 2,00 77,57 38,79 1,67 tn 2,34 5,45
PERLAKUAN 14,00 707,41 50,53 2,18 tn 2,06 2,80
A 2,00 402,25 201,13 2,23 tn 2,34 5,45
B 4,00 74,71 18,68 0,81 tn 2,71 4,07
AXB 8,00 230,45 28,81 1,24 tn 2,29 3,23
Galat 28,00 649,08 23,18
TOTAL 44,00 1434,06
KK= 5,18%
Universitas Sumatera Utara
220
Lampiran 11. Nilai Pb tersedia pada tanah ( ppm) setelah inkubasi 2 minggu
Perlakuan I II III Total Rataan
A0B0 15,99 20,33 25,97 62,3 20,8
A0B1 15,93 20,11 17,17 53,2 17,7
A0B2 12,95 17,81 15,09 45,9 15,3
A0B3 18,03 15,78 17,97 51,8 17,3
A0B4 19,77 17,22 19,28 56,3 18,8
A1B0 16,43 17,35 15,34 49,1 16,4
A1B1 11,57 12,8 12,01 36,4 12,1
A1B2 12,65 12,01 11,27 35,9 12,0
A1B3 11,72 11,27 11,22 34,2 11,4
A1B4 11,97 13,34 10,53 35,8 11,9
A2B0 12,85 13,25 9,35 35,5 11,8
A2B1 12,46 13,399 11,52 37,4 12,5
A2B2 11,08 11,42 10,04 32,5 10,8
A2B3 13,15 12,7 11,47 37,3 12,4
A2B4 13,3 17,15 11,47 41,9 14,0
Total 209,9 225,9 209,7 645,5 215,2
Rataan 14,0 15,1 14,0 43,0 14,3
SK DB JK KT FhIt sig F05 F01
BLOK 2,00 11,61 5,81 1,55 tn 2,34 5,45
PERLAKUAN 14,00 409,62 29,26 7,83 ** 2,06 2,80
A 2,00 295,74 147,87 39,55 ** 2,34 5,45
B 4,00 66,25 16,56 4,43 ** 2,71 4,07
AXB 8,00 47,64 5,95 1,59 tn 2,29 3,23
Galat 28,00 104,69 3,74
TOTAL 44,00 525,92
KK : 13,52 %
Universitas Sumatera Utara
221
Lampiran 12. Nilai Kandungan Pb Tukar pada tanah ( ppm) setelah inkubasi 2 minggu
Perlakuan I II III Total Rataan
A0B0 16,38 15,47 11,78 43,6 14,5
A0B1 16,58 17,35 14,55 48,5 16,2
A0B2 17,56 19,78 20,14 57,5 19,2
A0B3 17,03 15,78 17,97 50,8 16,9
A0B4 15,77 18,56 17,28 51,6 17,2
A1B0 16,43 17,35 18,34 52,1 17,4
A1B1 15,57 12,87 19,01 47,5 15,8
A1B2 15,65 27,56 25,27 68,5 22,8
A1B3 18,72 11,27 18,22 48,2 16,1
A1B4 18,76 23,34 25,53 67,6 22,5
A2B0 16,89 23,25 20,35 60,5 20,2
A2B1 15,78 18,39 19,52 53,7 17,9
A2B2 19,08 26,42 29,04 74,5 24,8
A2B3 18,15 19,7 19,47 57,3 19,1
A2B4 18,13 17,15 23,47 58,8 19,6
Total 256,5 284,2 299,9 840,7 280,2
Rataan 17,1 18,9 20,0 56,0 18,7
SK DB JK KT FhIt sig F05 F01
BLOK 2,00 64,58 32,29 3,99 ** 2,34 5,45
PERLAKUAN 14,00 358,88 25,63 3,17 ** 2,06 2,80
A 2,00 94,31 47,16 5,83 ** 2,34 5,45
B 4,00 196,53 49,13 6,08 ** 2,71 4,07
AXB 8,00 68,04 8,50 1,05 tn 2,29 3,23
Galat 28,00 226,38 8,09
TOTAL 44,00 649,84
KK = 15,21 %
Universitas Sumatera Utara
222
Lampiran 13. Kandungan Pb terikat Organik pada tanah (ppm) setelah inkubasi 2 minggu
Perlakuan I II III Total Rataan
A0B0 13,76 14,78 12,35 40,9 13,6
A0B1 16,46 15,78 16,76 49,0 16,3
A0B2 15,78 16,5 17,73 50,0 16,7
A0B3 15,58 17,35 16,57 49,5 16,5
A0B4 16,95 15,46 16,78 49,2 16,4
A1B0 16,89 15,68 15,78 48,4 16,1
A1B1 5,78 16,74 15,63 38,2 12,7
A1B2 15,85 16,78 19,57 52,2 17,4
A1B3 16,89 15,78 18,35 51,0 17,0
A1B4 17,82 17,68 18,35 53,9 18,0
A2B0 17,86 25,87 17,85 61,6 20,5
A2B1 18,95 16,78 15,69 51,4 17,1
A2B2 18,75 20,35 27,35 66,5 22,2
A2B3 18,37 17,57 18,56 54,5 18,2
A2B4 18,75 18,97 18,75 56,5 18,8
Total 244,4 262,1 266,1 772,6 257,5
Rataan 16,3 17,5 17,7 51,5 17,2
SK DB JK KT FhIt Sig F05 F01
BLOK 2,00 17,66 8,83 1,49 tn 2,34 5,45
PERLAKUAN 14,00 227,86 16,28 2,74 * 2,06 2,80
A 2,00 109,02 54,51 9,18 ** 2,34 5,45
B 4,00 54,80 13,70 2,31 tn 2,71 4,07
AXB 8,00 64,04 8,00 1,35 tn 2,29 3,23
Galat 28,00 166,19 5,94
TOTAL 44,00 411,71
KK= 14,16%
Universitas Sumatera Utara
223
Lampiran 14. Nilai konsentrasi Pb terikat Karbonat pada tanah (ppm) setelah inkubasi 2
minggu
Perlakuan I II III Total Rataan
A0B0 2,35 2,55 1,15 6,1 2,0
A0B1 2,55 2,67 3,01 8,2 2,7
A0B2 3,25 3,15 3,18 9,6 3,2
A0B3 2,12 2,18 2,98 7,3 2,4
A0B4 3,12 2,13 2,56 7,8 2,6
A1B0 2,35 2.65 2,78 5,1 2,6
A1B1 3,55 2,51 3,45 9,5 3,2
A1B2 3,66 2,68 4,56 10,9 3,6
A1B3 2,13 2,55 2,85 7,5 2,5
A1B4 1,88 2,37 2,89 7,1 2,4
A2B0 3,55 3,78 3,78 11,1 3,7
A2B1 2,35 2,56 2,66 7,6 2,5
A2B2 8,56 4,67 10,58 23,8 7,9
A2B3 2,89 2,78 3,95 9,6 3,2
A2B4 2,87 3,67 3,78 10,3 3,4
Total 47,2 40,3 54,2 141,6 48,1
Rataan 3,1 2,9 3,6 9,4 3,2
SK DB JK KT FhIt sig F05 F01
BLOK 2,00 6,45 3,22 3,94 * 2,34 5,45
PERLAKUAN 14,00 87,85 6,27 7,67 ** 2,06 2,80
A 2,00 23,26 11,63 14,21 ** 2,34 5,45
B 4,00 36,10 9,02 11,03 ** 2,71 4,07
AXB 8,00 28,49 3,56 4,35 ** 2,29 3,23
Galat 28,00 22,91 0,82
TOTAL 44,00 117,20
KK = 28,29 %
Universitas Sumatera Utara
224
Lampiran 15. Nilai pH tanah saat Panen rumah kaca
Perlakuan I II III Total Rataan
A0B0 6,1 7,5 6,9 20,5 6,83
A0B1 6,2 8,6 7,8 22,6 7,53
A0B2 6,9 6,9 6,8 20,6 6,85
A0B3 6,7 7,5 7,3 21,5 7,15
A0B4 6,6 8,1 7,7 22,4 7,46
A1B0 6,2 7,4 7,9 21,5 7,15
A1B1 6,4 8,4 8,7 23,5 7,82
A1B2 6,2 7,3 6,8 20,3 6,77
A1B3 7,9 8,2 7,5 23,6 7,88
A1B4 8,5 8,1 8,4 25,0 8,32
A2B0 6,5 6,7 7,7 20,9 6,97
A2B1 8,5 8,2 8,6 25,4 8,45
A2B2 6,7 6,5 5,4 18,6 6,20
A2B3 7,8 7,3 8,4 23,5 7,84
A2B4 8,5 7,5 7,0 23,0 7,67
Total 105,7 114,2 112,7 332,7 110,9
Rataan 7,0 7,6 7,5 22,2 7,4
SK DB JK KT FhIt sig F05 F01
BLOK 2,00 2,74 1,37 3,24 tn 2,34 5,45
PERLAKUAN 14,00 16,25 1,16 2,74 ** 2,06 2,80
A 2,00 1,21 0,61 1,43 tn 2,34 5,45
B 4,00 11,81 2,95 6,96 ** 2,71 4,07
AXB 8,00 3,23 0,40 0,95 tn 2,29 3,23
Galat 28,00 11,87 0,42
TOTAL 44,00 30,86
KK= 8,75%
Universitas Sumatera Utara
225
Lampiran 16. Nilai Tinggi Tanaman Saat Panen (cm) di rumah kaca
Perlakuan I II III Total Rataan
A0B0 86,8 94,0 98,0 278,8 92,9
A0B1 42,2 52,5 54,2 148,9 49,6
A0B2 87,5 96,5 101,8 285,8 95,3
A0B3 72,5 64,0 65,1 201,6 67,2
A0B4 38,0 54,0 80,0 172,0 57,3
A1B0 94,5 98,5 84,5 277,5 92,5
A1B1 37,2 22,0 42,3 101,5 33,8
A1B2 99,2 92,0 95,2 286,4 95,5
A1B3 52,3 60,0 61,5 173,8 57,9
A1B4 49,3 40,0 49,0 138,3 46,1
A2B0 98,5 94,0 102,0 294,5 98,2
A2B1 37,0 32,0 47,3 116,3 38,8
A2B2 103,1 202,5 96,0 401,6 133,9
A2B3 61,4 77,3 57,0 195,7 65,2
A2B4 62,3 97,0 69,1 228,4 76,1
Total 1021,8 1176,3 1103,0 3301,1 1100,4
Rataan 68,1 78,4 73,5 220,1 73,4
SK DB JK KT FhIt sig F05 F01
BLOK 2,00 796,37 398,18 1,24 tn 2,34 5,45
PERLAKUAN 14,00 31998,37 2285,60 7,11 ** 2,06 2,80
A 2,00 2253,63 1126,82 3,50 * 2,34 5,45
B 4,00 27057,40 6764,35 21,03 ** 2,71 4,07
AXB 8,00 2687,33 335,92 1,04 tn 2,29 3,23
Galat 28,00 9005,21 321,61
TOTAL 44,00 41799,95
KK= 24,40%
Universitas Sumatera Utara
226
Lampiran 17. Nilai Jumlah anakan padi saat panen di rumah kaca
Perlakuan I II III Total Rataan
A0B0 21,0 22,0 20,0 63,0 21,0
A0B1 2,0 5,0 3,0 10,0 3,3
A0B2 28,0 27,0 25,0 80,0 26,7
A0B3 10,0 7,0 9,0 26,0 8,7
A0B4 4,0 6,0 18,0 28,0 9,3
A1B0 30,0 35,0 32,0 97,0 32,3
A1B1 3,0 1,0 1,0 5,0 1,7
A1B2 30,0 32,0 30,0 92,0 30,7
A1B3 13,0 7,0 4,0 24,0 8,0
A1B4 3,0 1,0 2,0 6,0 2,0
A2B0 29,0 25,0 30,0 84,0 28,0
A2B1 5,0 1,0 3,0 9,0 3,0
A2B2 35,0 45,0 42,0 122,0 40,7
A2B3 10,0 20,0 8,0 38,0 12,7
A2B4 8,0 35,0 14,0 57,0 19,0
Total 231,0 269,0 241,0 741,0 247,0
Rataan 15,4 17,9 16,1 49,4 16,5
SK DB JK KT FhIt sig F05 F01
BLOK 2,00 51,73 25,87 1,03 tn 2,34 5,45
PERLAKUAN 14,00 6849,20 489,23 19,56 ** 2,06 2,80
A 2,00 406,53 203,27 8,13 ** 2,34 5,45
B 4,00 5861,87 1465,47 58,60 ** 2,71 4,07
AXB 8,00 580,80 72,60 2,90 * 2,29 3,23
Galat 28,00 700,27 25,01
TOTAL 44,00 7601,20
KK= 30.30 %
Universitas Sumatera Utara
227
Lampiran 18. Nilai Bobot kering tajuk padi saat panen di rumah kaca
Perlakuan I II III Total Rataan
A0B0 14,43 22,16 22,31 58,9 19,6
A0B1 0,44 1,13 2,02 3,6 1,2
A0B2 20,01 27,60 26,76 74,4 24,8
A0B3 3,66 5,14 2,75 11,6 3,9
A0B4 0,54 4,32 1,99 6,9 2,3
A1B0 27,42 21,32 25,85 74,6 24,9
A1B1 0,78 1,04 0,47 2,3 0,8
A1B2 36,37 38,77 30,49 105,6 35,2
A1B3 0,56 1,90 1,45 3,9 1,3
A1B4 1,04 0,52 0,32 1,9 0,6
A2B0 27,37 29,35 28,70 85,4 28,5
A2B1 0,71 0,91 1,48 3,1 1,0
A2B2 30,37 32,94 42,77 106,1 35,4
A2B3 3,15 3,68 8,61 15,4 5,1
A2B4 2,42 10,88 32,28 45,6 15,2
Total 169,3 201,7 228,3 599,2 199,7
Rataan 11,3 13,4 15,2 39,9 13,3
SK DB JK KT FhIt sig F05 F01
BLOK 2,00 116,33 58,16 2,68 * 2,34 5,45
PERLAKUAN 14,00 7626,46 544,75 25,09 ** 2,06 2,80
A 2,00 348,79 174,40 8,03 ** 2,34 5,45
B 4,00 6882,78 1720,70 79,25 ** 2,71 4,07
AXB 8,00 394,89 49,36 2,27 tn 2,29 3,23
Galat 28,00 607,96 21,71
TOTAL 44,00 8350,75
KK= 35,03%
Universitas Sumatera Utara
228
Lampiran 19. Bobot kering akar saat panen di rumah kaca di rumah kaca
Perlakuan I II III Total Rataan
A0B0 8,74 7,67 4,53 20,9 6,98
A0B1 0,32 0,43 0,60 1,4 0,45
A0B2 13,08 14,34 8,87 36,3 12,10
A0B3 0,48 1,66 2,72 4,9 1,62
A0B4 0,25 7,03 0,51 7,8 2,60
A1B0 12,58 7,24 5,73 25,6 8,52
A1B1 0,33 0,23 0,12 0,7 0,23
A1B2 19,83 18,58 18,11 56,5 18,84
A1B3 0,40 0,81 0,86 2,1 0,69
A1B4 0,57 0,86 0,10 1,5 0,51
A2B0 14,49 12,55 10,75 37,8 12,60
A2B1 1,72 0,36 0,16 2,2 0,75
A2B2 12,90 11,41 10,96 35,3 11,76
A2B3 0,43 1,10 3,70 5,2 1,74
A2B4 0,18 1,59 25,30 27,1 9,02
Total 86,3 85,9 93,0 265,2 88,39
Rataan 5,8 5,7 6,2 17,7 5,89
SK DB JK KT FhIt Sig F05 F01
BLOK 2,00 2,15 1,07 0,06 tn 2,34 5,45
PERLAKUAN 14,00 1481,72 105,84 5,94 ** 2,06 2,80
A 2,00 44,51 22,26 1,25 tn 2,34 5,45
B 4,00 1214,87 303,72 17,05 * 2,71 4,07
AXB 8,00 222,34 27,79 1,56 tn 2,29 3,23
Galat 28,00 498,69 17,81
TOTAL 44,00 1982,56
KK= 41,65 %
Universitas Sumatera Utara
229
Lampiran 20. Nilai Serapan N pada padi sawah di rumah kaca (mg) di rumah kaca
Perlakuan I II III Total Rataan
A0B0 36,80 62,27 59,57 158,63 52,88
A0B1 0,44 2,08 4,30 6,83 2,28
A0B2 64,23 89,70 79,74 233,68 77,89
A0B3 7,36 9,05 5,20 21,60 7,20
A0B4 0,84 8,38 4,24 13,46 4,49
A1B0 81,71 61,19 80,14 223,04 74,35
A1B1 1,05 1,74 0,93 3,71 1,24
A1B2 104,75 116,70 99,09 320,54 106,85
A1B3 0,70 1,88 2,87 5,45 1,82
A1B4 0,89 0,64 0,28 1,82 0,61
A2B0 81,56 94,21 88,40 264,17 88,06
A2B1 0,84 1,78 3,00 5,63 1,88
A2B2 94,75 106,73 130,88 332,36 110,79
A2B3 4,25 6,88 17,05 28,18 9,39
A2B4 4,89 19,37 82,96 107,21 35,74
Total 485,07 582,60 658,64 1726,31 575,44
Rataan 32,34 38,84 43,91 115,09 38,36
SK DB JK KT FhIt Sig F05 F01
BLOK 2,00 1009,36 504,68 3,15 * 2,34 5,45
PERLAKUAN 14,00 75630,22 5402,16 33,76 ** 2,06 2,80
A 2,00 3111,15 1555,58 9,72 ** 2,34 5,45
B 4,00 69489,21 17372,30 108,55 ** 2,71 4,07
AXB 8,00 3029,85 378,73 2,37 * 2,29 3,23
Galat 28,00 4481,11 160,04
TOTAL 44,00 81120,69
KK= 33,01 %
Universitas Sumatera Utara
230
Lampiran 21. Nilai Serapan P pada padi sawah di rumah kaca (mg) di rumah kaca
Perlakuan I II III Total Rataan
A0B0 1,299 2,438 2,075 5,8 1,94
A0B1 0,022 0,068 0,115 0,2 0,07
A0B2 1,961 3,312 3,211 8,5 2,83
A0B3 0,146 0,360 0,220 0,7 0,24
A0B4 0,016 0,259 0,100 0,4 0,12
A1B0 4,936 3,624 3,361 11,9 3,97
A1B1 0,023 0,052 0,028 0,1 0,03
A1B2 4,001 6,979 5,793 16,8 5,59
A1B3 0,017 0,095 0,131 0,2 0,08
A1B4 0,052 0,036 0,019 0,1 0,04
A2B0 2,491 4,403 5,166 12,1 4,02
A2B1 0,014 0,046 0,044 0,1 0,03
A2B2 30,066 5,929 8,982 45,0 14,99
A2B3 0,221 0,110 0,431 0,8 0,25
A2B4 0,194 0,762 2,905 3,9 1,29
Total 45,5 28,5 32,6 106,5 35,5
Rataan 3,0 1,9 2,2 7,1 2,4
SK DB JK KT FhIt Sig F05 F01
BLOK 2,00 10,47 5,24 0,42 tn 2,34 5,45
PERLAKUAN 14,00 652,51 46,61 3,72 ** 2,06 2,80
A 2,00 75,07 37,53 3,00 * 2,34 5,45
B 4,00 397,05 99,26 7,92 ** 2,71 4,07
AXB 8,00 180,39 22,55 1,80 tn 2,29 3,23
Galat 28,00 350,76 12,53
TOTAL 44,00 1013,74
KK= 64,999%
Universitas Sumatera Utara
231
Lampiran 22. Nilai Serapan K padi sawah di rumah kaca (mg) di rumah kaca
Perlakuan I II III Total Rataan
A0B0 14,430 29,694 46,851 91,0 30,325
A0B1 0,229 0,407 0,970 1,6 0,535
A0B2 20,610 36,432 58,872 115,9 38,638
A0B3 2,708 2,776 1,595 7,1 2,360
A0B4 0,351 3,715 0,955 5,0 1,674
A1B0 57,637 28,142 60,748 146,5 48,842
A1B1 0,179 0,364 0,254 0,8 0,266
A1B2 93,835 89,946 41,162 224,9 74,981
A1B3 0,403 1,026 0,624 2,1 0,684
A1B4 0,239 0,005 0,029 0,3 0,091
A2B0 64,320 61,635 89,257 215,2 71,737
A2B1 0,632 0,519 0,459 1,6 0,536
A2B2 72,281 85,644 136,864 294,8 98,263
A2B3 2,237 0,920 1,550 4,7 1,569
A2B4 2,396 3,808 25,178 31,4 10,461
Total 332,5 345,0 465,4 1142,9 380,962
Rataan 22,2 23,0 31,0 76,2 25,397
SK DB JK KT FhIt sig F05 F01
BLOK 2,00 717,65 358,83 1,66 tn 2,34 5,45
PERLAKUAN 14,00 47003,80 3357,41 15,56 ** 2,06 2,80
A 2,00 3570,60 1785,30 8,27 ** 2,34 5,45
B 4,00 38812,22 9703,05 44,97 ** 2,71 4,07
AXB 8,00 4620,99 577,62 2,68 * 2,29 3,23
Galat 28,00 6041,57 215,77
TOTAL 44,00 53763,02
KK= 57,83%
Universitas Sumatera Utara
232
Lampiran 23. Nilai Pb total pada tanah tercemar Pb di rumah kaca
Perlakuan I II III Total Rataan
A0B0 150,90 174,66 156,00 481,6 160,5
A0B1 121,10 172,38 147,00 440,5 146,8
A0B2 118,50 142,30 155,60 416,4 138,8
A0B3 175,70 152,30 153,10 481,1 160,4
A0B4 158,50 132,34 155,60 446,4 148,8
A1B0 143,40 162,23 152,70 458,3 152,8
A1B1 178,90 142,35 117,30 438,6 146,2
A1B2 170,00 132,33 138,00 440,3 146,8
A1B3 114,50 142,35 168,60 425,5 141,8
A1B4 175,10 152,38 152,00 479,5 159,8
A2B0 149,20 112,31 199,50 461,0 153,7
A2B1 171,80 162,56 172,40 506,8 168,9
A2B2 170,88 112,31 112,80 396,0 132,0
A2B3 137,80 157,57 118,30 413,7 137,9
A2B4 148,10 135,21 172,90 456,2 152,1
Total 2284,4 2185,6 2271,8 6741,8 2247,3
Rataan 152,3 145,7 151,5 449,5 149,8
SK DB JK KT FhIt Sig F05 F01
BLOK 2,00 385,64 192,82 0,36 tn 2,34 5,45
PERLAKUAN 14,00 4191,73 299,41 0,55 tn 2,06 2,80
A 2,00 37,48 18,74 0,03 tn 2,34 5,45
B 4,00 1693,42 423,35 0,78 tn 2,71 4,07
AXB 8,00 2460,84 307,60 0,57 tn 2,29 3,23
Galat 28,00 15113,31 539,76
TOTAL 44,00 19690,68
KK= 15,59%
Universitas Sumatera Utara
233
Lampiran 24. Nilai Pb Tersedia pada tanah sawah tercemar Pb di rumah kaca
Perlakuan I II III Total Rataan
A0B0 75,58 78,52 75,70 229,8 76,6
A0B1 58,30 55,10 65.73 113,4 56,7
A0B2 65,50 53,60 56,00 175,1 58,4
A0B3 68,35 65,11 55,23 188,7 62,9
A0B4 67,89 60,67 55,57 184,1 61,4
A1B0 67,56 57,00 78,98 203,5 67,8
A1B1 65,34 67,98 71.89 133,3 66,7
A1B2 55,98 58,34 42,23 156,6 52,2
A1B3 63,12 57,53 66,45 187,1 62,4
A1B4 56,89 68,35 67,34 192,6 64,2
A2B0 34,21 45,78 32,14 112,1 37,4
A2B1 69,78 55,23 53,21 178,2 59,4
A2B2 45,25 48,98 32,25 126,5 42,2
A2B3 68,98 68,23 66,46 203,7 67,9
A2B4 70,36 69,38 68,34 208,1 69,4
Total 933,1 909,8 749,9 2592,8 905,4
Rataan 62,2 60,7 57,7 172,9 60,4
SK DB JK KT FhIt Sig F05 F01
BLOK 2,00 1325,98 662,99 3,72 tn 2,34 5,45
PERLAKUAN 14,00 6193,43 442,39 2,48 * 2,06 2,80
A 2,00 138,17 69,08 0,39 tn 2,34 5,45
B 4,00 2359,54 589,89 3,31 * 2,71 4,07
AXB 8,00 3695,72 461,97 2,59 * 2,29 3,23
Galat 28,00 4988,45 178,16
TOTAL 44,00 12507,86
KK= 22,09%
Universitas Sumatera Utara
234
Lampiran 25. Nilai Konsentrasi Pb pada akar padi (ppm) pada tanah tercemar di rumah kaca
Perlakuan I II III Total Rataan
A0B0 28,380 35,407 25,086 88,9 29,6
A0B1 16,853 19,630 17,149 53,6 17,9
A0B2 13,468 12,086 5,680 31,2 10,4
A0B3 26,344 16,529 19,490 62,4 20,8
A0B4 15,807 14,384 12,975 43,2 14,4
A1B0 13,172 10,802 12,770 36,7 12,2
A1B1 24,172 18,570 20,560 63,3 21,1
A1B2 9,420 12,890 15,240 37,5 12,5
A1B3 15,430 18,350 13,764 47,5 15,8
A1B4 9,914 18,405 18,980 47,3 15,8
A2B0 5,765 8,666 14,290 28,7 9,6
A2B1 14,357 10,183 18,050 42,6 14,2
A2B2 8,370 10,670 8,296 27,3 9,1
A2B3 10,050 13,670 9,716 33,4 11,1
A2B4 18,900 3,594 11,296 33,8 11,3
Total 230,4 223,8 223,3 677,6 225,9
Rataan 15,4 14,9 14,9 45,2 15,1
SK DB JK KT FhIt sig F05 F01
BLOK 2,00 2,07 1,04 0,07 tn 2,34 5,45
PERLAKUAN 14,00 1268,63 90,62 5,70 ** 2,06 2,80
A 2,00 432,95 216,48 13,62 ** 2,34 5,45
B 4,00 296,75 74,19 4,67 ** 2,71 4,07
AXB 8,00 538,93 67,37 4,24 ** 2,29 3,23
Galat 28,00 445,18 15,90
TOTAL 44,00 1715,88
KK= 26,40%
Universitas Sumatera Utara
235
Lampiran 26. Nilai Konsentrasi Pb pada Daun padi (ppm) pada tanah tercemar di rumah kaca
Perlakuan I II III Total Rataan
A0B0 15,380 25,900 18,870 60,2 20,1
A0B1 16,853 4,110 10,340 31,3 10,4
A0B2 13,890 2,830 13,130 29,9 10,0
A0B3 17,360 15,100 5,780 38,2 12,7
A0B4 12,580 12,380 6,750 31,7 10,6
A1B0 13,390 2,930 5,550 21,9 7,3
A1B1 5,350 11,690 14,690 31,7 10,6
A1B2 10,630 14,350 4,950 29,9 10,0
A1B3 13,520 12,185 13,290 39,0 13,0
A1B4 9,914 14,560 11,530 36,0 12,0
A2B0 4,216 11,880 6,550 22,6 7,5
A2B1 14,357 12,670 15,480 42,5 14,2
A2B2 3,220 2,730 3,470 9,4 3,1
A2B3 13,525 3,770 3,670 21,0 7,0
A2B4 2,630 13,660 7,987 24,3 8,1
Total 166,8 160,7 142,0 469,6 156,5
Rataan 11,1 10,7 9,5 31,3 10,4
SK DB JK KT Fhit Sig F05 F01
BLOK 2,00 22,24 11,12 0,51 tn 2,34 5,45
PERLAKUAN 14,00 630,14 45,01 2,07 * 2,06 2,80
A 2,00 170,51 85,25 3,90 * 2,34 5,45
B 4,00 98,18 24,54 1,12 tn 2,71 4,07
AXB 8,00 361,45 45,18 2,07 tn 2,29 3,23
Galat 28,00 611,76 21,85
TOTAL 44,00 1264,14
KK= 44,94%
Universitas Sumatera Utara
236
Lampiran 27. Nilai Data pH tanah saat panen padi sawah di lapangan (100 Hst)
PERLAKUAN I II III IV TOTAL RATAAN
A0B0 6,8 6,8 6,5 6,6 26,7 6,68
A0B1 6,8 6,7 6,5 6,8 26,8 6,70
A1B0 6,8 6,8 6,5 6,6 26,7 6,68
A1B1 6,7 6,7 6,7 6,7 26,8 6,70
A2B0 6,6 6,5 6,7 6,8 26,6 6,65
A2B1 6,5 6,7 6,7 6,8 26,7 6,68
TOTAL 40,2 40,2 39,6 40,3 160,3
RATAAN 6,70 6,70 6,60 6,72 26,72 6,68
Analisis Varians
SK db JK KT Fh F05 F01
Kelompok 3 0,051 0,017 1,1 3.29 5.42
Perlakuan 5 0,007 0,001 0,09 2.90 4.56
B 1 0,004 0,004 0,23 4.58 8.64
A 2 0,003 0,002 0,10 3.68 6.36
AxB 2 0,000 0,000 0,00 3.68 6.36
Galat 15 0,241 0,016
Total 23 0,300
KK= 1,89%
Universitas Sumatera Utara
237
Lampiran 28. Data Kandungan Bahan Organik Tanah saat panen di lapangan (100 Hst)
PERLAKUAN I II III IV TOTAL RATAAN
A0B0 0,89 1,56 1,11 1,87 5,43 1,36
A0B1 2,13 2,11 1,82 1,53 7,59 1,90
A1B0 1,58 1,32 0,91 1,18 4,99 1,25
A1B1 1,98 1,88 2,11 0,99 6,96 1,74
A2B0 2,56 2,12 1,97 2,13 8,78 2,20
A2B1 2,12 2,21 3,58 1,78 9,69 2,42
TOTAL 11,26 11,2 11,5 9,48 43,44
RATAAN 1,88 1,87 1,92 1,58 7,24 1,81
Analisis Varians
SK Db JK KT Fh F05 F01
Kelompok 3 0,4316 0,143867 2,53677 3.29 5.42
Perlakuan 5 4,2284 0,84568 3,638898* 2.90 4.56
B 1 1,0584 1,0584 4,554217* 4.58 8.64
A 2 3,056575 1,528288 6,57610** 3.68 6.36
AxB 2 0,113425 0,056712 0,24403
Galat 15 3,486 0,2324
Total 23 8,146
KK = 26, 63%
Universitas Sumatera Utara
238
Lampiran 29. Data Pb total pada tanah di lahan sawah tercemar (100 Hst)
Perlakuan I II III IV TOTAL RATAAN
A0B0 73,57 68,75 71,54 60,88 274,74 68,69
A0B1 63,57 66,87 57,9 50,12 238,46 59,62
A1B0 65,6 67,89 57,81 57,83 249,13 62,28
A1B1 65,78 64,78 71,53 68,33 270,42 67,61
A2B0 55,89 58,9 57,65 67,82 240,26 60,07
A2B1 55,57 58,95 65,54 67,83 247,89 61,97
TOTAL 379,98 386,14 381,97 372,81 1520,9
RATAAN 63,33 64,36 63,66 62,14 253,48 63,37
Analisis Varians
SK Db JK KT Fh F05 F01
Kelompok 3 15,5124 5,17081 0,04572tn 3.29 5.42
Perlakuan 5 297,373 59,4745 1,68247tn 2.90 4.56
B 1 2,25707 2,25707 0,06385tn 4.58 8.64
A 2 68,9077 34,4539 0,97466tn 3.68 6.36
AxB 2 226,208 113,104 3,19959tn 3.68 6.36
Galat 15 530,243 35,3495
Total 23 843,128
KK= 9,382 %
Universitas Sumatera Utara
239
Lampiran 30. Data Pb tersedia tanah sawah di lapangan (100 Hst)
PERLAKUAN I II III IV TOTAL RATAAN
A0B0 25,55 35,43 28,56 35,65 125,19 31,30
A0B1 23,56 25,25 30,35 25,21 104,37 26,09
A1B0 26,35 32,97 27,78 35,78 122,88 30,72
A1B1 25,67 35,24 30,21 20,53 111,65 27,91
A2B0 20,27 24,38 30,21 25,67 100,53 25,13
A2B1 21,35 20,12 18,93 25,78 86,18 21,55
TOTAL 142,75 173,39 166,04 168,62 650,8
RATAAN 23,79 28,90 27,67 28,10 108,47 27,12
Analisis Varians
SK Db JK KT Fh F05 F01
Kelompok 3 93,08 31,03 10,37** 3.29 5.42
Perlakuan 5 268,50 53,70 3,06* 2.90 4.56
B 1 89,71 89,71 5,11* 4.58 8.64
A 2 172,82 86,41 4,92* 3.68 6.36
AxB 2 5,98 2,99 0,17
Galat 15 263,53 17,57
Total 23 625,11
KK= 15,45 %
Universitas Sumatera Utara
240
Lampiran 31. Tinggi padi di lahan sawah tercemar Pb (100 Hst)
PERLAKUAN I II III IV TOTAL RATAAN
A0B0 107,3 110,2 110.0 109,3 326,8 108,93
A0B1 109,3 105,3 115,2 117,4 447,2 111,80
A1B0 110,1 98,8 100,4 110.5 309,3 103,10
A1B1 120.5 117,5 105,3 115,5 338,3 112,77
A2B0 115,6 105,4 110,4 118,4 449,8 112,45
A2B1 120,7 125,3 116,4 108,7 471,1 117,78
TOTAL 563 662,5 547,7 569,3 2342,5
RATAAN 112,60 110,42 109,54 113,86 390,42 111,14
Analisis Varians
SK Db JK KT Fh F05 F01
Kelompok 3 1354,411 451,4704 1,188467tn 3.29 5.42
Perlakuan 5 6650,917 1330,183 0,780631tn 2.90 4.56
B 1 1214,104 1214,104 0,712508tn 4.58 8.64
A 2 4677,061 2338,53 1,372389tn 3.68 6.36
AxB 2 759,7525 379,8763 0,222934tn 3.68 6.36
Galat 15 25559,78 1703,985
Total 23 33565,11
KK= 37,14%
Universitas Sumatera Utara
241
Lampiran 32. Data Jumlah anakan per rumpun
PERLAKUAN I II III IV TOTAL RATAAN
A0B0 25 28 23 25 101 25,25
A0B1 22 27 30 25 104 26,00
A1B0 28 25 27 24 104 26,00
A1B1 24 28 27 30 109 27,25
A2B0 25 28 25 33 111 27,75
A2B1 28 22 35 25 110 27,50
TOTAL 152 158 167 162 639
RATAAN 25,33 26,33 27,83 27,00 106,50 26,63
Analisis Varians
SK db JK KT Fh F05 F01
Kelompok 3 20,125 6,708333 5,75 3.29 5.42
Perlakuan 5 20,375 4,075 0,319817 2.90 4.56
B 1 2,041667 2,041667 0,160235 4.58 8.64
A 2 16 8 0,627861 3.68 6.36
AxB 2 2,333333 1,166667 0,091563 3.68 6.36
Galat 15 191,125 12,74167
Total 23 231,625
KK= 13,40%
Universitas Sumatera Utara
242
Lampiran 33. Jumlah anak produktif tanaman padi di lapangan
PERLAKUAN I II III IV TOTAL RATAAN
A0B0 13 15 12 16 56 14,00
A0B1 12 13 13 15 53 13,25
A1B0 14 11 14 15 54 13,50
A1B1 13 15 15 16 59 14,75
A2B0 14 13 13 15 55 13,75
A2B1 17 14 12 17 60 15,00
TOTAL 83 81 79 94 337
RATAAN 13,83 13,50 13,17 15,67 56,17 14,04
Analisis Varians
SK db JK KT Fh F05 F01
Kelompok 3 22,4583 7,48611 2,80tn 3.29 5.42
Perlakuan 5 9,70833 1,94167 1,08tn 2.90 4.56
B 1 2,04167 2,04167 1,14tn 4.58 8.64
A 2 2,33333 1,16667 0,65tn 3.68 6.36
AxB 2 5,33333 2,66667 1,49tn 3.68 6.36
Galat 15 26,7917 1,78611
Total 23 58,9583
KK= 9,52%
Universitas Sumatera Utara
243
Lampiran 34. Data berat kering tajuk (g) padi sawah di lahan tercemar Pb
Perlakuan I II III IV TOTAL RATAAN
A0B0 50,35 62,16 55,56 54,87 222,94 55,74
A0B1 50,5 60,4 55,67 55,75 222,32 55,58
A1B0 54,5 65,5 54,3 56,75 231,05 57,76
A1B1 51,5 67,8 55,67 56,85 231,82 57,96
A2B0 56,7 62,76 54,58 57,51 231,55 57,89
A2B1 65,6 62,35 56,75 63,56 248,26 62,07
TOTAL 329,15 380,97 332,53 345,29 1387,94
RATAAN 54,86 63,50 55,42 57,55 57,83
Analisis Varians
SK Db JK KT Fh F05 F01
Kelompok 3 280,8146 93,60486 8,07599 3.29 5.42
Perlakuan 5 109,6409 21,92819 2,234921 2.90 4.56
B 1 11,84415 11,84415 1,207156 4.58 8.64
A 2 74,61576 37,30788 3,802419 3.68 6.36
AxB 2 23,18102 11,59051 1,181305 3.68 6.36
Galat 15 147,1743 9,811618
Total 23 537,6298
KK= 5,41 %
Universitas Sumatera Utara
244
Lampiran 35 Data berat kering akar (g) padi sawah di lahan tercemar Pb
PERLAKUAN I II III IV TOTAL RATAAN
A0B0 15,55 17,67 18,57 22,56 74,35 18,59
A0B0 20,7 20,8 20,5 20,34 82,34 20,59
A1B0 18,3 19,95 20,76 25,7 84,71 21,18
A1B1 18,6 15,87 18,55 20,45 73,47 18,37
A2B0 17,8 19,75 18,8 21,35 77,7 19,43
A2B1 20,45 18,4 23,78 25,67 88,3 22,08
TOTAL 111,4 112,44 120,96 136,07 480,87
RATAAN 18,57 18,74 20,16 22,68 80,15 20,04
Analisis Varians
SK db JK KT Fh F05 F01
Kelompok 3 65,0151 21,6717 1,21867 3.29 5.42
Perlakuan 5 44,0692 8,81385 3,23591 2.90 4.56
B 1 2,25094 2,25094 0,82641 4.58 8.64
A 2 6,25202 3,12601 1,14768 3.68 6.36
AxB 2 35,5663 17,7831 6,5289 3.68 6.36
Galat 15 40,8564 2,72376
Total 23 149,941
KK= 8,24 %
Universitas Sumatera Utara
245
Lampiran 36. Data Jumlah gabah berisi per rumpun padi sawah di lahan sawah tercemar Pb
PERLAKUAN I II III IV TOTAL RATAAN
A0B0 1324,3 1432,45 1120,45 1730,5 5607,7 1401,93
A0B1 1324,72 1245,5 1782,5 1643,67 5996,39 1499,10
A1B0 1562,4 1324,8 1367,25 1732,45 5986,9 1496,73
A1B1 1732,7 1432,5 1951,35 1435,65 6552,2 1638,05
A2B0 1345,35 1426,52 1582,9 1423,67 5778,44 1444,61
A2B1 1975,35 1567,5 1435,7 1574,5 6553,05 1638,26
TOTAL 9264,82 8429,27 9240,15 9540,44 36474,7
RATAAN 1544,14 1404,88 1540,03 1590,07 1519,78
Analisis Varians
SK Db JK KT Fh F05 F01
Kelompok 3 114880 38293,3 8,20** 3.29 5.42
Perlakuan 5 194102 38820,4 0,76tn 2.90 4.56
B 1 124502 124502 2,44tn 4.58 8.64
A 2 60269 30134,5 0,59tn 3.68 6.36
AxB 2 9330,67 4665,33 0,09tn
Galat 15 765213 51014,2
Total 23 1074195
KK= 14,86 %
Universitas Sumatera Utara
246
Lampiran 37. Data Jumlah gabah hampa per rumpun padi sawah di lahan sawah tercemar Pb
PERLAKUAN I II III IV TOTAL RATAAN
A0B0 788,50 733,50 614,60 534,60 2671,2 667,80
A0B1 698,40 596,20 550,80 552,60 2398 599,50
A1B0 473,20 596,20 418,00 418,00 1905,4 476,35
A1B1 548,40 486,80 670,20 573,00 2278,4 569,60
A2B0 503,40 562,40 590,00 769,40 2425,2 606,30
A2B1 473,20 596,20 418,00 418,00 1905,4 476,35
TOTAL 3485,1 3571,3 3261,6 3265,6 13583,6
RATAAN 580,85 595,22 543,60 544,27 2263,93 565,98
Analisis Varians
SK Db JK KT Fh F05 F01
Kelompok 3 12289,4 4096,47 0,15416 3.29 5.42
Perlakuan 5 116787 23357,4 2,48981 2.90 4.56
B 1 7350 7350 0,78348 4.58 8.64
A 2 56292,2 28146,1 3,00026 3.68 6.36
AxB 2 53144,9 26572,5 2,83251 3.68 6.36
Galat 15 140718 9381,22
Total 23 269795
KK= 17,11 %
Universitas Sumatera Utara
247
Lampiran 38. Data bobot gabah 1000 butir saat panen di lapangan
PERLAKUAN I II III IV TOTAL RATAAN
A0B0 25,35 26,18 28,56 28,29 108,38 27,10
A0B1 27,85 27,54 26,84 27,37 109,6 27,40
A1B0 25,25 26,15 27,78 27,64 106,82 26,71
A1B1 28,56 30,54 27,19 26,98 113,27 28,32
A2B0 27,55 27,47 26,14 30,5 111,66 27,92
A2B1 28,6 30,23 33,66 28,55 121,04 30,26
TOTAL 163,16 168,11 170,17 169,33 670,77
RATAAN 27,19 28,02 28,36 28,22 111,80 27,95
Analisis Varians
SK Db JK KT Fh F05 F01
Kelompok 3 4,92288 1,64096 0,76tn 3.29 5.42
Perlakuan 5 32,2237 6,44474 2,24tn 2.90 4.56
B 1 12,1126 12,1126 4,22tn 4.58 8.64
A 2 15,8393 7,91964 2,76tn 3.68 6.36
AxB 2 4,27181 2,1359 0,74tn 3.68 6.36
Galat 15 42,9883 2,86589
Total 23 80,1349
KK= 6,06 %
Universitas Sumatera Utara
248
Lampiran 39. Data Produksi padi sawah per hektar (kg)
PERLAKUAN I II III IV TOTAL RATAAN
A0B0 5,35 6,30 7,20 6,55 25,4 6,35
A0B1 5,60 7,20 6,60 6,78 26,18 6,55
A1B0 5,50 6,45 7,30 6,85 26,1 6,53
A1B1 6,60 6,65 6,50 6,23 25,98 6,50
A2B0 6,65 6,69 7,20 6,68 27,22 6,81
A2B1 6,69 7,75 8,25 6,89 29,58 7,40
TOTAL 36,39 41,04 43,05 39,98 160,46 40,12
RATAAN 6,07 6,84 7,18 6,66 26,74 6,69
Analisis Varians
SK Db JK KT Fh F05 F01
Kelompok 3 3,89395 1,29798 6,58819 3.29 5.42
Perlakuan 5 2,84808 0,56962 2,90903 2.90 4.56
B 1 0,38002 0,38002 1,94074 4.58 8.64
A 2 2,07403 1,03702 5,29604 3.68 6.36
AxB 2 0,39403 0,19702 1,00616 3.68 6.36
Galat 15 2,93715 0,19581
Total 23 9,67918
KK= 6,62%
Universitas Sumatera Utara
249
Lampiran 40. Konsentrasi Pb pada akar padi di lapangan (ppm)
PERLAKUAN I II III IV TOTAL RATAAN
A0B0 25,6 13,9 12,5 13,56 65,56 16,39
A0B1 17,11 13,36 14,78 12,37 57,62 14,41
A1B0 18,5 12,36 17,35 11,67 59,88 14,97
A1B1 15,35 13,37 12,55 12,08 53,35 13,34
A2B0 12,35 11,35 13,28 11,55 48,53 12,13
A2B1 11,9 12,35 12,6 11,65 48,5 12,13
TOTAL 100,81 76,69 83,06 72,88 333,44
RATAAN 16,80 12,78 13,84 12,15 55,57 13,89
Analisis Varians
SK Db JK KT Fh F05 F01
Kelompok 3 76,4853 25,4951 11,45** 3.29 5.42
Perlakuan 5 56,7634 11,3527 1,78tn 2.90 4.56
B 1 8,76042 8,76042 1,37tn 4.58 8.64
A 2 43,5527 21,7764 3,42tn 3.68 6.36
AxB 2 4,45026 2,22513 0,35tn
Galat 15 95,3191 6,3546
Total 23 228,568
KK= 18,14%
Universitas Sumatera Utara
250
Lampiran 41. Konsentrasi Pb pada batang padi di lahan tercemar Pb (ppm)
PERLAKUAN I II III IV TOTAL RATAAN
A0B0 7,9 3,5 5,4 5,1 21,9 5,48
A0B1 5,7 3,5 3,7 6,7 19,6 4,90
A1B0 4,12 5,34 5,34 6,7 21,5 5,38
A1B1 6,1 5,9 4,9 5,6 22,5 5,63
A2B0 3,1 6,4 4,6 4,3 18,4 4,60
A2B1 5,1 3,7 4,6 4,8 18,2 4,55
TOTAL 32,02 28,34 28,54 33,2 122,1
RATAAN 5,34 4,72 4,76 5,53 20,35 5,09
Analisis Varians
SK Db JK KT Fh F05 F01
Kelompok 3 3,01752 1,00584 2,88tn 3.29 5.42
Perlakuan 5 4,33375 0,86675 0,51tn 2.90 4.56
B 1 0,09375 0,09375 0,05tn 4.58 8.64
A 2 3,5425 1,77125 1,06tn 3.68 6.36
AxB 2 0,6975 0,34875 0,20tn 3.68 6.36
Galat 15 25,0206 1,66804
Total 23 32,3718
KK= 25,39%
Universitas Sumatera Utara
251
Lampiran 42. Konsentrasi Pb pada daun padi di lahaan tercemar Pb (ppm)
PERLAKUAN I II III IV TOTAL RATAAN
A0B0 12,9 11,36 10,25 15,31 49,82 12,46
A0B1 11,79 10,2 12,03 13,01 47,03 11,76
A1B0 12,32 12,39 15,23 17,36 63,3 12,83
A1B1 12,35 14,31 13,26 10,15 50,07 12,52
A2B0 10,13 8,35 11,21 13,36 43,05 10,76
A2B1 10,35 8,25 10,78 12,38 41,76 10,44
TOTAL 69,84 70,86 72,76 81,57 295,03
RATAAN 11,64 11,81 12,13 13,60 49,17 12,29
Analisis Varians
SK Db JK KT Fh F05 F01
Kelompok 3 14,2954 4,76514 0,90tn 3.29 5.42
Perlakuan 5 74,4579 14,8916 3,91* 2.90 4.56
B 1 12,4848 12,4848 3,28tn 4.58 8.64
A 2 51,3977 25,6989 6,76** 3.68 6.36
AxB 2 10,5753 5,28765 1,39tn
Galat 15 57,0074 3,80049
Total 23 145,761
KK= 15,86 %
Universitas Sumatera Utara
252
Lampiran 43. Konsentrasi Pb pada sekam padi di lapangan (ppm)
PERLAKUAN I II III IV TOTAL RATAAN
A0B0 1,15 2,55 1,55 4,48 9,73 2,43
A0B1 2,17 1,27 1,58 3,54 8,56 2,14
A1B0 1,43 2,25 2,05 3,59 9,32 2,33
A1B1 2,36 2,31 1,87 3,56 10,1 2,53
A2B0 1,05 2,32 1,89 1,58 6,84 1,71
A2B1 1,89 2,01 1,24 1,76 6,9 1,73
TOTAL 10,05 12,71 10,18 18,51 51,45
RATAAN 1,68 2,12 1,70 3,09 8,58 2,14
Analisis
Varians
SK Db JK KT Fh F05 F01
Kelompok 3 7,83725 2,61242 21,49tn 3.29 5.42
Perlakuan 5 2,50769 0,50154 1,06tn 2.90 4.56
B 1 0,00454 0,00454 0,009tn 4.58 8.64
A 2 2,26008 1,13004 2,39tn 3.68 6.36
AxB 2 0,24308 0,12154 0,25tn 3.68 6.36
Galat 15 7,08183 0,47212
Total 23 17,4268
KK = 32,05%
Universitas Sumatera Utara
253
Lampiran 44. Konsentrasi Pb pada gabah padi di lapangan (ppm)
PERLAKUAN I II III IV TOTAL RATAAN
A0B0 15,1 10,1 17,7 22,2 65,1 16,28
A0B1 21,9 12,8 13,9 10,5 59,1 14,78
A1B0 18,5 14,8 15,58 12,4 61,28 15,32
A1B1 19,17 15,6 17,68 10,11 62,56 15,64
A2B0 10,11 11,12 10,56 10,57 42,36 10,59
A2B1 10,21 8,9 10,06 7,35 36,52 9,13
TOTAL 94,99 73,32 85,48 73,13 326,92
RATAAN 15,83 12,22 14,25 12,19 54,49 13,62
Analisis Varians
SK db JK KT Fh F05 F01
Kelompok 3 55,763 18,5877 8,60** 3.29 5.42
Perlakuan 5 178,778 35,7555 3,22* 2.90 4.56
B 1 4,6464 4,6464 0,41tn 4.58 8.64
A 2 169,81 84,9049 7,64** 3.68 6.36
AxB 2 4,3216 2,1608 0,19tn
Galat 15 166,539 11,1026
Total 23 401,08
KK= 24,46 %
Universitas Sumatera Utara
254
Lampiran 45. SEM dan Edax Jerami
PPElement Wt% At%
C K 52.32 65.44
O K 28.76 27.01
SiK 11.91 06.37
AuM 04.95 00.38
ClK 00.28 00.12
K K 01.77 00.68
Universitas Sumatera Utara
255
Lampiran 46
SEM DAN EDAX SEKAMPADI
Element Wt% At%
C K 77.18 86.43
O K 12.74 10.71
NaK 01.07 00.63
SiK 00.80 00.38
AuM 03.76 00.26
ClK 01.70 00.65
K K 02.75 00.94
Universitas Sumatera Utara
256
Lampiran 47. SEM dan EDAX Serabut kelapa
Element Wt% At%
C K 38.54 53.35
O K 28.61 29.73
SiK 27.00 15.98
AuM 04.56 00.39
ClK 00.23 00.11
K K 01.06 00.45
Universitas Sumatera Utara
257
Lampiran 48. SEM dan EDAX Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKS)
Element Wt% At%
C K 58.81 73.65
O K 20.33 19.11
MgK 00.63 00.39
SiK 02.81 01.50
AuM 04.49 00.34
ClK 00.72 00.31
K K 07.20 04.69
Universitas Sumatera Utara
258
Lampiran 49. SEM DAN EDAX AZOLLA
Element Wt% At%
C K 55.59 65.60
O K 33.73 29.88
NaK 01.16 00.71
MgK 00.70 00.41
SiK 00.43 00.22
P K 00.00 00.00
ClK 03.93 01.57
K K 03.38 01.23
CaK 01.08 00.38
Universitas Sumatera Utara
259
Lampiran 50. FTIR Jerami, Sekam, Serabut Kelapa, Tandan Kosong Kelapa Sawit dan
Azolla
FTIR
Universitas Sumatera Utara
260
Lampiran 51.
Brunauer–Emmett–Teller (BET) . Jerami (B1), Sekam (B2), Serabut Kelapa (B3), Tandan
Kosong Kelapa Sawit (TKS) (B4) dan Azolla
Brunauer–Emmett–Teller
(BET)
Jerami (B1) Sekam
(B2)
Serabut
kelapa
(B3)
TKS
(B4)
Azolla
Luas Permukaan
Single point surface area at
p/p° = 0.199618801 (m2/g)
17.7638 10.3313 23.9145 8.940 6,4534
BET Surface Area (m2/g) 17.8228 10.6510 24.0785 8.776 6,1457
Langmuir Surface Area (m2/g) 24.1680 14.7317 32.7019 11.719 8,1245
Volume Pori
Single point adsorption total
pore volume of pores (m3/g)
0.026179 0.026962 0.012485 0.005597 0,00678
t-Plot micropore volume
(m3/g)
0.003777 0.000747 0.005341 0.003139 0,001526
BJH Adsorption cumulative
volume of pores (m3/g)
0.032944 0.025826 0.015206 0.009590 0,009323
BJH Desorption cumulative
volume of pores (m3/g)
0.030523 0.026414 0.014867 0.01017 0,00943
Ukuran Pori
Adsorption average pore width
(4V/A )
58.7539 63.6994 20.7401 25.5092 13,3454
BJH Adsorption average pore
width (4V/A)
218.030 140.753 168.424 551.751 15,3732
BJH Desorption average pore
width (4V/A)
150.822 109.306 301.283 581.226 15,4535
Universitas Sumatera Utara
261
Lampiran 52. Analisis Awal Tanah, air, Biochar dan azolla
No Jenis Analisis Tanah
(1:2,5) Air
Biochar
Azolla Jerami
Sekam Serabut
Kelapa
TKS
1 pH
(Gravimetri)
6,84 7,36 8,52 6,74 8,13 8,23 -
2 Karbon (%)
Spectrophotometrt
1,31 - 52,32 77,18 38,54 58,81 55,59
3 N Total (Metode
Kjeldhal) (%)
0,15 0,005 0,00 0,00 0,00 0,00 0,43
4 P (HCl 25%) 0,087 0,045 0,00 0,00 0,00 0,00 0,027
5 K (HCL
25%)/Edx
1,03 19,45 1,77 2,75 1,06 7,20 0.38
6 KTK (me/100g) 16,64 - 22 ,23 35,45 30,26 38,13 -
7 Pb Total (AAS)
ppm
77,21 31,00 0,000 0,000 0,00 0,00 0,00
8 Cd Total (AAS)
ppm
0,61 - - - - - -
9 Cu Total (AAS)
ppm
7,34 - - - - - -
10 Pb tersedia (AAS)
ppm
28,96 31.00 - - - - -
Basa Tukar/hara
11 Na 0,11 - - - - - -
12 K 1,03 - - - - - -
13 Ca 5,65 - - - - - -
14 Mg 1,15 - - - - -
16 Tekstur Lempung Liat berpasir
Universitas Sumatera Utara
262
Lampiran 53. Peta Jenis Tanah dan Lokasi Penelitian
= Lokasi Penelitian
Universitas Sumatera Utara
263
Lampiran 54.PembacaanTafsir Grafik FTIR
NO Frekwensi/Puncak Ikatan TipeSenyawa Intensitas
1 2850- 2970
13401470
C-H Alkana Kuat
Kuat
2 3010-3095
675-995
C-H Alkena Sedang-Kuat
3 3300 C-H Alkuna Kuat 4 3010-3100
690- 995
C-H CincinAromatik Kuat
Sedang
5 3590- 3650
3200- 3600
O-H Fenol, Monomer Alkohol, Berubah- ubah,
terkadang-melebar
6 3500- 3650
2500- 2700
O-H Monomer Asamkarboksilat
Ikatan Hidrogen asam
karboksilat
Sedang
Melebar
7 3300- 3500 N-H Amina, Amida Sedang
8 1610-1680 C=C Alkena Berubah-ubah
9 1500- 1600 C=C CincinAromatik Berubah-ubah
10 2100- 2260 C ≡ C Alkuna Berubah-ubah
11 1180- 1360 C- N Amina, Amida Kuat
12 2210- 2280 C ≡ N Nitril Kuat
13 1050-1300 C-O Alkohol, Eter, Asam
Karboksilat, Ester
Kuat
14 1690- 1760 C=O Aldehid, Keton, Asam
Karboksilat, Ester
Kuat
15 1500- 1570
1300- 1370
NO2 Senyawa Nitro Kuat
Kuat
Sumber :Skoog et al. 1989
Universitas Sumatera Utara
264
Lampiran 55.Kriteria Hara tanah
Universitas Sumatera Utara
265
Lampiran 56. Deskripsi varietas Ciherang
Komoditas : Padi Sawah
Tahun : 2000
Anakan Produktif : 14-17 batang
Anjuran : Cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan
ketinggian di bawah 500 m dpl
Asal Persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-3-1//IR19661-131-3-1-///IR64/////IR64
Bentuk Gabah : Panjang ramping
Bobot : 1000 butir = 27-28 gr
Dilepas Tahun : 2000
Golongan : Cere
Hasil : 5 -8,5 t/ha
Nomor Pedigri : S3383-Id-Pn-41-3-1
Tahan Hama : Wereng coklat biotipe 2 dan 3
Tahan Penyakit: : Bakteri Hawar Daun (HDB) strain III dan IV
Tekstur Nasi: : Pulen
Tinggi Tanaman: : 107-115 cm
Umur Tanaman: : 116-125 hari
Warna Gabah: : Kuning bersih
Keterangan: :Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan biotipe
3. Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan IV. Baik
ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai 5000 m
dpl.
Universitas Sumatera Utara
23
9
Lam
piran
. 57. N
ilai Stan
dar B
ioch
ar Men
uru
t IBI d
an E
BC
Universitas Sumatera Utara
23
9
Universitas Sumatera Utara