Post on 08-Feb-2021
1
RINGKASAN EKSEKUTIF
Laporan pelaksanaan reformasi birokrasi di Mahkamah Agung disusun dengan mengacu pada
Peraturan Menteri PAN Nomor: PER/15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi
Birokrasi. Hal ini dikarenakan sampai tahun 2010
dan awal 2011 Mahkamah Agung masih
melaksanakan program dan kegiatan sesuai
dengan perencanaan reformasi birokrasi sesuai
Pedoman Umum Reformasi Birokrasi. Dengan
demikian sebagian besar laporan ini berisi
capaian-capaian program dan kegiatan sesuai
Peraturan Menteri PAN Nomor:
PER/15/M.PAN/7/2008. Namun demikian
semester dua tahun 2011 ini, Mahkamah Agung
sudah sepenuhnya melaksanakan reformasi
birokrasi yang secara strategis mengacu pada
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010
Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010
– 2035 dan Peraturan Menteri PAN dan RB
Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Roadmap
Reformasi Birokrasi 2010 – 2014. Secara teknis,
pelaksanaan reformasi birokrasi Mahkamah Agung mengacu pada serangkaian pedoman
berikut ini:
1. (Buku 1) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pengajuan Dokumen Usulan
Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga.
2. (Buku 2) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penilaian Dokumen Usulan dan
Road Map Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga.
3. (Buku 3) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penyusunan Road Map
Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.
4. (Buku 4) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program
Manajemen Perubahan.
5. (Buku 5) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Kriteria dan Ukuran Keberhasilan
Reformasi Birokrasi.
Mulai semester 2 tahun 2011
ini, Mahkamah Agung sudah
sepenuhnya melaksanakan
reformasi birokrasi yang secara
strategis mengacu pada
Peraturan Presiden Nomor 81
Tahun 2010 Tentang Grand
Design Reformasi Birokrasi
2010 – 2035 dan Peraturan
Menteri PAN dan RB Nomor
20 Tahun 2010 Tentang
Roadmap Reformasi Birokrasi
2010 – 2014.
2
6. (Buku 6) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penataan Tata Laksana.
7. (Buku 7) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Quick Wins.
8. (Buku 8) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program
Manajemen Pengetahuan.
9. (Buku 9) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Mekanisme Persetujuan Pelaksanaan
Reformasi Birokrasi dan Tunjangan Kinerja Bagi Kementerian/Lembaga.
Pokok-pokok Bahasan
Laporan ini terdiri dari pokok-pokok bahasan sebagai berikut:
1. Reformasi Birokrasi dalam Reformasi Peradilan.
Pokok bahasan ini menjelaskan latar belakang dan sejarah reformasi peradilan yang
dimulai sejak tahun 2003 kemudian menyusul reformasi birokrasi yang dimulai tahun
2006. Pada bagian ini juga dijelaskan perkembangan kebutuhan Mahkamah Agung
untuk mengintegrasikan reformasi birokrasi ke dalam reformasi peradilan.
2. Reformasi Peradilan Mahkamah Agung
Dalam pokok bahasan ini menjelaskan bagaimana pembaruan atau pembenahan
dilakukan di area tehnis untuk memenuhi TUPOKSI utama Mahkamah Agung dalam
memutus perkara. Pembahasan terutama pada cara-cara Mahkamah Agung dalam
mengikis tunggakan perkara dan percepatan dalam proses penyelesaian penanganan
perkara.
3. Program Quick Wins Mahkamah Agung dan Capaiannya
Program quick wins secara khusus dibahas dalam laporan ini, karena capaian quick
qins yang dicanangkan telah terbukti menjadi pengungkit bagi perkembangan proses
pembaruan peradilan dan memberi manfaat berkelanjutan.
4. Pelaksanaan Program dan Kegiatan Reformasi Birokrasi Mahkamah Agung
Pada pokok bahasan ini ditampilkan secara detil pencapaian dan capaian reformasi
birokrasi Mahkamah Agung.
Reformasi Birokrasi dalam Reformasi Peradilan
Sejalan dengan reformasi birokrasi gelombang kedua, setelah mengevaluasi implementasi
Cetak Biru 2003, Mahkamah Agung mengembangkan Cetak Biru Peradilan 2010 – 2035.
Dalam Cetak Biru ini, reformasi birokrasi menjadi fokus dari upaya-upaya pembaruan
peradilan. Berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor:
071/KMA/SK/V/2011 tentang Tim Reformasi Birokrasi Mahkamah Agung RI. Dalam
3
lampiran Surat Keputusan ini, Ketua Mahkamah Agung menegaskan bahwa setiap kelompok
kerja dalam Tim Pembaruan Peradilan (sebagaimana dituangkan dalam Surat Keputusan
Ketua Mahkamah Agung Nomor : 033/KMA/SK/III/2011 tentang Pembentukan Tim
Pembaruan Peradilan) bertanggungjawab untuk melaksanakan dan menyelesaikan program
dan kegiatan reformasi birokrasi sesuai dengan areanya.
Tim reformasi birokrasi Mahkamah Agung dibentuk dengan mengacu pada struktur
pengelolaan reformasi birokrasi sebagaimana Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 20
Tahun 2010 Tentang Roadmap Reformasi Birokrasi 2010 – 2014. Acuan tersebut
memberikan pemahaman terhadap prinsip mendasar yang disampaikan dalam aturan tersebut,
yaitu bahwa: perubahan yang diinginkan dalam reformasi birokrasi hanya akan terjadi bila
dipimpin langsung oleh pimpinan tertinggi. Selain itu, perubahan tersebut akan terjadi dalam
waktu yang lebih cepat bila seluruh jajaran pimpinan terlibat secara aktif.
Berdasarkan pemahaman terhadap prinsip dasar dan dengan melihat konteks dan karakter
organisasi Mahkamah Agung serta untuk memastikan pengintegrasian reformasi birokrasi
dalam reformasi peradilan, maka dibentuklah tim1 dengan susunan sebagai berikut :
A. Tim Pengarah
Ketua : Ketua Mahkamah Agung RI
Sekretaris : Koordinator Tim Pembaruan Mahkamah Agung RI
Anggota : 1. Wakil Ketua Yudisial Mahkamah Agung RI
2. Wakil Ketua Non Yudisial Mahkamah Agung RI
B. Tim Pelaksana
Penanggung Jawab : Wakil Ketua Non Yudisial Mahkamah Agung RI
Ketua : Koordinator Tim Pembaruan Peradilan
Wakil Ketua : Ketua Muda Pembinaan Mahkamah Agung RI
Sekretaris : Sekretaris Mahkamah Agung RI
Wakil Sekretaris : Kepala Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung RI
1 Lampiran Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: 071/KMA/SK/V/2011Tanggal: 2 Mei 2011
4
Pelaksana Program dan Kegiatan Reformasi Birokrasi:
No Pelaksana Program dan Kegiatan
Reformasi Birokrasi
1 Kelompok Kerja Manajemen
Perkara
a. Penataan dan Penguatan Organisasi
b. Penataan TataLaksana
2 Kelompok Kerja Manajemen
Sumber Daya Manusia,
Perencanaan dan Keuangan
a. Penataan dan Penguatan Organisasi
b. Penataan TataLaksana
c. Penataan SDM aparatur
3 Kelompok Kerja Pendidikan dan
Pelatihan
a. Penataan dan Penguatan Organisasi
b. Penataan Manajemen SDM Aparatur
4 Kelompok Kerja Pengawasan
Internal
a. Penguatan Pengawasan Intern
b. Penguatan Akuntabilitas Kinerja
c. Peningkatan Kualitas Pelayanan
Publik
d. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
5 Kelompok Kerja Akses
Terhadap Keadilan
a. Manajemen Perubahan
b. Penataan Perundang-undangan
c. Peningkatan Kualitas Pelayanan
Publik
Mahkamah Agung percaya bahwa dengan susunan tim seperti tersebut di atas, proses
reformasi birokrasi khususnya dan reformasi peradilan umumnya dapat lebih cepat dicapai.
Reformasi Peradilan Mahkamah Agung
Tunggakan perkara di Mahkamah Agung dan proses penyelesaian perkara adalah dua hal
penting yang berkaitan dengan pelaksanaan TUPOKSI utama Mahkamah Agung dan Badan-
badan peradilan di bawahnya. Berbagai upaya positif dan sistematis dilakukan oleh
Mahkamah Agung memenuhi TUPOKSI tersebut, antara lain :
1. Perbaikan kebijakan dengan meningkatkan sarana dan prasarana.
2. Peningkatan ketrampilan dan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM)
Kepaniteraan secara berkelanjutan.
3. Crash program penyelesaian tunggakan perkara
Salah satu kebijakan yang mendukung pencapaian TUPOKSI utama Mahkamah Agung adalah
menyempurnakan standar kinerja penanganan perkara. Penyempurnaan tersebut dilaksanakan
berdasarkan Surat Keputusan KMA Nomor 138/KMA/SK/IX/2009, tanggal 11 September
2009. Surat Keputusan tersebut memberikan penekanan penyelesaian proses berperkara di
Mahkamah Agung bukan saja kepada administrator yudisial yaitu Kepaniteraan Mahkamah
Agung, akan tetapi juga memberikan batasan waktu kepada Hakim Agung yang menangani
5
perkara. Dengan adanya pedoman ini maka penyelesaian perkara yang semula ditetapkan
paling lama 2 (dua) tahun, dapat ditekan menjadi 1 (satu) tahun dengan batas toleransi 6
(enam) bulan.
Sebagai ilustrasi kondisi tumpukan perkara Mahkamah Agung saat ini
1. Selama tahun 2010, Mahkamah Agung RI menerima perkara sebanyak 13.480
perkara. Jumlah ini naik 7,50 % dari tahun 2009 yang menerima 12.540 perkara.
2. Jumlah perkara masuk tahun 2010 ini merupakan jumlah terbesar dalam enam tahun
terakhir. Sementara itu sisa perkara tahun sebelumnya berjumlah 8.835, sehingga
jumlah perkara yang ditangani Mahkamah Agung selama tahun 2010 berjumlah
22.315 perkara.
3. Sementara itu berdasarkan jenis perkara, jumlah perkara pada Mahkamah Agung
selama tahun 2010 adalah sebagai berikut:
1. Perdata 7.915 perkara (35,47%),
2. Pidana khusus 5.025 (22,52 %),
3. Pidana umum 3.965 (17,77 %),
4. Tata usaha negara 2.475 (11,11 %),
5. Perdata khusus 1.655 (7,42 %),
6. Perdata agama 902 (4,04 %), dan
7. Pidana militer 373 (1,67 %).
Dari jumlah tersebut melalui berbagai upaya seperti yang disebutkan sebelumnya, pada tahun
2010 Mahkamah Agung berhasil memutus sebanyak 13.891 perkara.
Dari angka perkara yang diputus ini menunjukkan bahwa kinerja Mahkamah Agung dalam
memutus perkara naik 15,90 % dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 11.985
perkara.
Sebagaimana perkara masuk, jumlah perkara putus ini merupakan jumlah terbesar dalam
sepuluh tahun terakhir, bahkan dalam sejarah Mahkamah Agung.
Program Quick Wins Mahkamah Agung dan Capaiannya
Program quick wins secara khusus dibahas dalam laporan ini, karena capaian quick qins yang
dicanangkan telah terbukti menjadi pengungkit bagi perkembangan proses pembaruan
peradilan dan memberi manfaat berkelanjutan. Contoh program pengembangan website yang
merupakan salah satu bentuk pengembangan teknologi informasi, mendorong pada
pembangunan sistem-sistem informasi lainnya, seperti Sistem Layanan Informasi Perkara,
Sistem Pengawasan dan Pengaduan Berbasis Teknologi Informasi, dll. Tabel pada halaman
berikut memberikan gambaran bagaimana program quick wins mendorong bergulirnya
perbaikan yang memberikan manfaat berkelanjutan.
6
NO PROGRAM QUICK WINS KELANJUTAN PROGRAM
1 Transparansi Peradilan
Bagi Mahkamah Agung, transparansi peradilan adalah salah satu
bentuk dari keterbukaan informasi publik. Untuk melaksanakan hal
tersebut, Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Keputusan Ketua
Mahkamah Agung Nomor : 144/KMA/SK/VIII/2007 tanggal 28
Agustus 2007. Banyak pihak yang menilai Surat Keputusan
Keterbukaan informasi di Pengadilan ini merupakan lompatan
quantum (quantum leap)2. Hal ini karena lahirnya Surat Keputusan
ini jauh sebelum DPR mensahkan Undang-Undang Keterbukaan
Informasi Publik (Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008) yang
diundangkan 30 April 2008 dan berlaku mulai 1 Mei 2010.
Secara teknis, salah satu bentuk transparansi peradilan adalah
uploading putusan ke website Mahkamah Agung. Sampai dengan
September 2010, telah diupload 18,332 putusan.
Meja Informasi Keterbukaan informasi juga diwujudkan dalam bentuk ketersediaan meja
informasi baik di Mahkamah Agung maupun pengadilan-pengadilan di
bawahnya. Prinsip dasar dari meja informasi adalah sejauhmana Pengadilan
dapat memberikan informasi yang diperlukan pencari keadilan dalam jangka
waktu yang sesuai.
Meja informasi di Mahkamah Agung telah dikunjungi oleh 481 orang dan
sampai Januari - Desember 2010 dikunjungi 2140 orang. Mayoritas
masyarakat menanyakan informasi status perkara (80%). Mengadukan
masalah 18 persen, menanyakan informasi lain 2 persen.
Sampai 2010 sebanyak 218 pengadilan telah memiliki sarana meja
informasi. Sebagian pengadilan yang belum memiliki sarana meja informasi
disebabkan karena kurangnya anggaran untuk mendukung pengadaan
pengembangan teknologi informasi termasuk sarana meja informasi.
2 Pengembangan Teknologi Informasi
Dalam rangka mendukung penerapan SK KMA No.
144/KMA/SK/VII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di
Pengadilan, seluruh pengadilan diharapkan mengembangkan website
atau halaman untuk memberikan pelayanan informasi kepada
masyarakat. Berkat alokasi anggaran pengembangan sistem informasi
pengadilan pada tahun 2009, maka di tahun 2010 sebanyak 729
satuan kerja pengadilan telah memiliki website.
a. Sistem layanan informasi Perkara. Layanan ini memungkinkan publik
untuk mengetahui status perkaranya secara mandiri. Pencarian informasi
bisa dilakukan berdasarkan nomor register perkara di Mahkamah Agung,
asal pengadilan, nama para pihak, jenis perkara maupun nomor surat
pengantar dari pengadilan asal. Jika telah menemukan perkara yang
ingin diketahui statusnya, masyarakat juga bisa melihat detil dari status
perkara tersebut. Jika perkara yang dimaksud telah putus, publik juga
bisa memperoleh dokumen putusannya. Akses terhadap dokumen
putusan bisa dilakukan melalui website Mahkamah Agung, yang juga
bisa diakses dari meja informasi.
2 Sebutan ini disampaikan oleh Ketua Program Studi Humas Depertemen Ilmu Komunikasi Fisip UI, Fauzie Syuaib, pada acara Loka Karya SK KMA 144/2007 di Universitas
Indonesia, tanggal 12 Juni 2008 (lihat : http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1475&Itemid=595)
http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1475&Itemid=595
7
b. Informasi Peraturan Perundang-undangan. Mahkamah Agung telah
mengembangkan aplikasi database peraturan perundang-undangan
berbasis web yang dapat menyimpan dan menampilkan kembali
peraturan perundang-undangan yang diperlukan oleh user yang
membutuhkannya. Aplikasi tersebut dapat diakses melalui website
Mahkamah Agung
c. Sistem Informasi Manajemen Perkara. Manajemen Perkara
merupakan tugas inti di Mahkamah Agung. Proses penyelesaian perkara
di Mahkamah Agung merupakan proses yang mengalir sejak perkara
masuk sampai diputus (alur perkara/caseflow). Teknologi Informasi
selama ini juga telah dimanfaatkan untuk keperluan tersebut.
d. Pengawasan dan Pengaduan Berbasis Teknologi Informasi (TI).
Pada tahun 2009, Badan Pengawasan Mahkamah Agung
mengembangkan suatu aplikasi dasar untuk membantu pelaksanaan
fungsi pengawasan. Aplikasi ini terfokus kepada penanganan pengaduan
masyarakat dan tindak lanjut penanganannya sampai pemeriksaan
selesai dilakukan.
e. Pelaporan Keuangan Perkara. Sejak disahkannya Surat Edaran
Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 09/2008 tentang Pelaporan
Penerimaan dan Penggunaan Biaya Perkara pada Pengadilan,
Mahkamah Agung telah memulai era baru dalam pengumpulan dan
pengelolaan laporan keuangan perkara
f. Manajemen Perencanaan dan Keuangan. Penggunaan aplikasi
komputer untuk manajemen perencanaan dan keuangan di Mahkamah
Agung dilakukan dengan menggunakan rangkaian paket aplikasi yang
telah disediakan oleh Kementerian Keuangan sebagai pengelola
keuangan negara.
8
g. SMS Gateway. Sistem ini dibangun pada tahun 2008 dan hingga kini
masih diimplementasikan. Sistem ini digunakan untuk melakukan
pelaporan penerimaan dan penggunaan biaya perkara, juga melaporkan
besaran dan penyerapan anggaran prodeo dan sidang keliling.
h. Sistem Informasi Kepegawaian (SIKEP). Sistem manajemen
kepegawaian (SIKEP). bertujuan untuk mengintegrasikan data
kepegawaian yang ada di lingkungan Mahkamah Agung. Dengan adanya
SIKEP tersebut, diharapkan Mahkamah Agung akan memiliki database
terintegrasi tentang Sumber Daya Manusia (SDM), menggantikan
aplikasi SDM sektoral yang selama ini ada di masing-masing satuan
kerja tertentu
3 Pengelolaan Penerimaan Bukan Pajak (PNBP)
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dimaksud di sini berkaitan dengan pembayaran biaya perkara. Untuk menjamin kepastian besaran
biaya berperkara dan transparansi pengelolaannya, maka sejak dicanangkan sebagai program quick wins – Mahkamah Agung tidak lagi tidak lagi
mengelola biaya perkara. Uang perkara itu, wajib langsung dibayarkan ke kas negara, sebagaimana Surat Keputusan KMA nomor 144/2007 tentang
transparansi dan keterbukaan informasi di Pengadilan. Selanjutnya keputusan pengelolaan biaya perkara ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 53 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Mahkamah Agung dan Badan
Peradilan yang berada di Bawahnya.
4 Kode Etik Hakim
Pedoman Perilaku Hakim (PPH) ditetapkan melalui SK KMA No.
104AKMA/SK/XII/2006 pada Desember 2006. Sepuluh prinsip
ditetapkan sebagai pedoman bagi hakim, yaitu adil, jujur, arif dan
bijaksana, mandiri, berintegritas tinggi, bertanggung jawab,
menjunjung tinggi harga diri, berdisiplin tinggi, rendah hati, dan
profesional. Sampai saat ini telah lebih dari 2,000 orang hakim dari
7,000 orang hakim yang telah mendapat pelatihan pedoman perilaku
hakim
Pembentukan Majelis Kehormatan Hakim, bersama dengan Komisi
Yudisial
9
5 Manajemen SDM, khususnya Analisa Pekerjaan, Evaluasi Pekerjaan dan Sistem Remunerasi (dalam hal ini yang dimaksud adalah
tunjangan kinerja)
Delapan ratus tujuh puluh lima uraian pekerjaan dan 26 kelas jabatan
Tabel 1
Program Quick Wins dan Kelanjutan Program
Pelaksanaan Program dan Kegiatan Reformasi Birokrasi Mahkamah Agung
Berdasarkan pemahaman terhadap Pedoman Umum Reformasi Birokrasi, sebagaimana telah diuraikan di atas, berikut adalah tabel pencapaian
aktivitas reformasi birokrasi yang dilakukan Mahkamah Agung.
NO PROGRAM DAN
KEGIATAN
CAPAIAN
A ARAHAN STRATEGIS
1. Program Quick Wins Sudah dibahas secara khusus pada pokok bahasan sebelumnya
2. Penilaian Kinerja Organisasi
Melakukan Organization Diagnostic Assessment dengan menggunakan parameter International Framework of Court
Excellence. Kerangka kerja Court Excellence ini sudah digunakan oleh banyak badan peradilan di seluruh dunia. Oleh
karena itu, proses penilaian ini dianggap sebagai benchmarking.
Parameter pengukuran yang digunakan meliputi tujuh area, yaitu:
1. Manajemen dan Kepemimpinan Peradilan
2. Kebijakan Peradilan
3. Sumber Daya Manusia, Material dan Keuangan
4. Proses Pengadilan
5. Kebutuhan dan Kepuasan Pengguna
6. Pengadilan yang Terjangkau
7. Kepercayaan Publik
10
Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam proses ini adalah survei melalui kuesioner dan focus group
discussion.
Dalam proses ini penilaian diberikan, baik internal maupun eksternal. Penilai eksternal terdiri dari akademisi, Lembaga
Swadaya Masyarakat, Dewan Perwakilan Rakyat, Komisi Yudisial, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan,
Kepolisian, Perwakilan Pemerintah Daerah, Pengacara dan Media Massa.
Penilai eksternal menilai hanya pada empat area yaitu: proses pengadilan; kebutuhan dan kepuasan pengguna;
pengadilan yang terjangkau dan kepercayaan publik. Sementara penilai internal menilai ketujuh area tersebut di atas.
Secara umum, hasil dari penilaian3 dengan menggunakan kerangka kerja Court Excellence ini, adalah sebagai berikut:
1. Lembaga peradilan Indonesia baru mencapai kurang dari 50% untuk mewujudkan sebuah Court Excellence, pada ketujuh area Court Excellence.
2. Peradilan masih sangat lemah pada aspek perencanaan. Sementara pada aspek implementasi sedikit lebih baik. 3. Terdapat kesenjangan yang cukup tinggi antara penilaian responden internal dan responden eksternal hampir
pada keempat area yang menjadi kriteria. Hal ini memberikan indikasi bahwa secara umum, badan peradilan
belum dapat memenuhi apa yang dibutuhkan oleh publik
4. Area kebijakan peradilan cenderung dinilai lebih baik dibandingkan nilai pada area-area lainnya. 5. Area kebutuhan dan kepuasan pengguna cenderung dinilai lebih buruk dibandingkan dengan area-area lainnya.
3. Postur Birokrasi 2025 Postur birokrasi Mahkamah Agung 2025 digambarkan dengan jelas pada Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010 –
2035. Cetak biru tersebut dengan jelas menggambarkan postur birokrasi yang diinginkan Mahkamah Agung, antara
lain melalui :
1. Visi dan misi yang baru
2. Sepuluh kondisi badan peradilan yang diinginkan
3. Strategi badan peradilan
4. Disain organisasi badan peradilan
Cetak biru ini juga dengan jelas menggambarkan prioritas dan milestone pencapaian setiap lima tahunan serta
3 Laporan Organizational Diagnostic Assessment Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2009
11
gambaran besar rencana kerjanya.
Salah satu program besar yang merupakan strategi Mahkamah Agung dalam upaya terutama menjaga kepastian hukum,
adalah penerapan sistem kamar. Saat ini pembahasannya sudah rampung sekitar 70%. Direncanakan untuk diujicoba
pelaksanaannya pada tahun 2011 ini. Sistem kamar ini akan mendorong peningkatan kompetensi dan profesionalisme
dari para hakim. Selanjutnya perubahan menjadi sistem kamar ini, akan ditindaklanjuti dengan tinjauan terhadap
restrukturisasi organisasi.
B MANAJEMEN PERUBAHAN
Sosialisasi dan
Internalisasi
Strategi Manajemen Perubahan dan Strategi Komunikasi
Seiring dengan telah selesainya perumusan Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010 – 2035, maka dirumuskan pula
Strategi Manajemen Perubahan dan Strategi Komunikasi. Strategi ini dikembangkan dengan mengenali karakter
dari program-program dan kegiatan-kegiatan perubahan yang dibutuhkan untuk mencapai visinya (kondisi yang
diinginkan) dari kondisinya saat ini. Selain itu juga apa yang harus dilakukan untuk membuat program dan
kegiatan perubahan yang dimaksud menghasilkan suatu dampak perubahan perilaku yang diinginkan, termasuk di
dalamnya adalah strategi komunikasinya. Kondisi yang diinginkan berdasarkan pedoman reformasi birokrasi
adalah yang dimaksud sebagai postur birokrasi 2025. Postur ini secara jelas dituangkan dalam Cetak Biru
Pembaruan Peradilan 2010 – 2035. Dalam cetak biru, postur yang diinginkan secara jelas telah dituangkan dalam
bentuk programprogram dan kegiatan-kegiatan pembaruan/perubahan. Sementara kondisi saat ini sesuai dengan
pedoman diambil dari penilaian kinerja saat ini. Penilaian posisi saat ini didapat melalaui organization diagnostic
assessment.
Dalam perumusan strategi ini, data dikumpulan melalui survey dengan kuesioner dan wawancara serta focus group
discussion. Responden dari kuesioner adalah seluruh Pimpinan, hakim, pejabat dan staf Mahkamah Agung dan
Badan-badan peradilan di Bawahnya. Wawancara dilakukan pada Pimpinan dan pejabat eselon 1 serta focus group
discussion dilakukan pada beberapa eselon 2.
Hasil survey4 menunjukkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Mahkamah Agung dan Badan-badan Peradilan di Bawahnya, secara umum siap menerima dan melakukan
4 Startegi Manajemen Perubahan dan Strategi Komunikasi Mahkamah Agung, 2010
12
perubahan.
2. Program-program dan kegiatan-kegiatan perubahan yang diinginkan sebagian besar bersifat mendasar, dalam
skala besar dengan dampak perubahan signifikan.
3. Dengan budaya organisasi yang ada saat ini, maka untuk sebagian besar program dan kegiatan yang dimaksud
di atas harus dilaksanakan dengan strategi perubahan power coercive
4. Dengan strategi tersebut, maka jelas bahwa peran pimpinan tertinggi Mahkamah Agung untuk mengarahkan
perubahan adalah sebuah keharusan. Selain itu keterlibatan pimpinan di semua jenjang organisasi adalah
mutlak.
5. Strategi dan media komunikasi yang paling banyak dipilih dan dianggap paling efektif adalah rapat-rapat baik
formal maupun informal dan memo-memo.
Selanjutnya strategi ini dibahas dalam rapat strategic plan untuk merumuskan program-program prioritas lima
tahun berikutnya (2010 – 2014). Rapat strategic plan ini dihadiri oleh Ketua dan dua wakil ketua Mahkamah
Agung, Ketua Muda Pembinaan dan Koordinator Pembaruan Mahkamah Agung. Program-program prioritas ini
kemudian diterjemahkan dalam kegiatan-kegiatan perencanaan dan penganggaran. Seluruh kegiatan ini
berlangsung sejak awal hingga pertengahan 2011.
Sosialisasi dan Internalisasi
Kegiatan sosialisasi dan internalisasi sesungguhnya adalah bagian dari setiap program atau kegiatan perubahan
yang dijalankan. Kegiatan-kegiatan sosialisasi yang banyak dilakukan melalui forum-forum khusus, leaflet,
pengumuman-pengumuman yang dipasang di tempat-tempat tertentu, rapat-rapat serta pelatihan-pelatihan untuk
membangun kapabilitas internal organisasi, talkshow, dan media massa.
13
C PENATAAN SISTEM
Analisa Jabatan – Evaluasi
Jabatan – Sistem Remunerasi
Telah dirumuskan 785 uraian pekerjaan dan 26 peringkat jabatan
Tunjangan kinerja telah diterima berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor : 19 Tahun 2008
tentang Tunjangan Khusus Kinerja Hakim dan Pegawai Negeri di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan-
badan Peradilan yang Berada di bawahnya.
Secara operasional PerPres tersebut diperjelas dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor.
070/KMA/SK/V/2008 tentang Tunjangan Khusus Kinerja Pegawai Negeri di Lingkungan Mahkamah Agung dan
Badan Peradilan Yang Berada di Bawahnya. Secara teknis pelaksanaan diatur berdasarkan Surat Sekretaris
Mahkamah Agung Nomor. 315/SEK/ 01/V/2008 tentang Remunerasi/Tunjangan Khusus Kinerja Mahkamah
Agung RI
Sambil menunggu perumusan sistem penilaian kinerja individu, seiring dengan turunnya tunjangan kinerja –
sebagai dasar penghitungan tunjangan kinerja diperhitungkan dengan tingkat kedisiplinan kerja pegawai. Hal ini
sesuai dengan Keputusan Ketua Mahakamah Republik Indonesia Nomor. 071/KMA/SK/V/2008 tentang
Ketentuan Penegakan Disiplin Kerja dalam Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Khusus Kinerja Hakim dan
Pegawai Negeri Pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada di Bawahnya. Selanjutnya
operasionalisasi dilakukan dengan Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor.
035/KMA/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor.071/KMA/SK/V/2008 tentang Ketentuan Penegakan Disiplin Kerja Dalam Pelaksanaan Pemberian
Tunjangan Khusus Kinerja Hakim dan Pegawai Negeri Pada mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada
di Bawahnya.
D PENATAAN ORGANISASI
1. Redefinisi Visi, Misi dan Strategi
Redefinisi Visi dan Misi
Pada tanggal 10 September 2009 telah berhasil dirumuskan visi Mahkamah Agung yang baru, yaitu :
Terwujudnya Badan Peradilan yang Agung.
14
Misi yang baru:
1. Menjaga kemandirian badan peradilan
2. Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan
3. Meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan
4. Meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan
Dalam penterjemahannya, Badan Peradilan Indonesia yang Agung, secara ideal adalah sebuah Badan Peradilan yang:
1. Melaksanakan fungsi kekuasaan kehakiman secara independen, efektif, dan berkeadilan.
2. Didukung pengelolaan anggaran berbasis kinerja secara mandiri yang dialokasikan secara proporsional dalam
APBN.
3. Memiliki struktur organisasi yang tepat dan manajemen organisasi yang jelas dan terukur.
4. Menyelenggarakan manajemen dan administrasi proses perkara yang sederhana, cepat, tepat waktu, biaya
ringan dan proporsional.
5. Mengelola sarana prasarana dalam rangka mendukung lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan kondusif
bagi penyelenggaraan peradilan.
6. Mengelola dan membina sumber daya manusia yang kompeten dengan kriteria obyektif, sehingga tercipta
aparat peradilan yang berintegritas dan profesional.
7. Didukung pengawasan secara efektif terhadap perilaku, administrasi, dan jalannya peradilan.
8. Berorientasi pada pelayanan publik yang prima.
9. Memiliki manajemen informasi yang menjamin akuntabilitas, kredibilitas, dan transparansi.
10. Modern, berbasis Teknologi Informasi terpadu.
Nilai-nilai organisasi Mahkamah Agung dan Badan-badan Peradilan di Bawahnya juga berhasil dirumuskan.
Nilai-nilai ini diharapkan akan membentuk budaya organisasi dan menjadi pedoman perilaku warga badan
peradilan. Nilai-nilai yang dimaksud adalah:
1. Kemandirian Kekuasaan Kehakiman
2. Integritas dan Kejujuran
3. Akuntabilitas
15
4. Responsibilitas
5. Keterbukaan
6. Ketidakberpihakan
7. Perlakuan yang sama di hadapan hukum
2. Restrukturisasi Secara konseptual restrukturisasi organisasi Mahkamah Agung tertuang dalam Cetak Biru Peradilan 2010 – 2035.
Di dalam Cetak Biru tersebut, restrukturisasi organisasi menjadi kebutuhan Mahkamah Agung dan Badan-badan
peradilan di bawahnya, utamanya disebabkan beberapa hal berikut:
1. Adanya pengembangan kebutuhan para pemangku kepentingan, untuk lebih berorientasi pada kepuasan para
pencari keadilan dan pengguna pengadilan.
2. Adanya perubahan visi, misi dan strategi organisasi.
3. Adanya keinginan untuk menumbuhkan budaya organisasi yang baru: profesional dan bebas KKN (Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme).
4. Adanya keinginan untuk menjadi organisasi dengan kinerja yang lebih baik..
5. Adanya kebutuhan untuk menjadi organisasi yang modern dengan memanfaatkan teknologi informasi.
6. Adanya keinginan untuk menyederhanakan rantai birokrasi.
7. Adanya tumpang tindih tugas, pokok dan fungsi antar posisi.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, pengembangan organisasi Mahkamah Agung dan Badan-badan peradilan di
bawahnya mengarah pada dua desain organisasi, yaitu:
Organisasi berbasis kinerja (performance-based organization)
Oganisasi berbasis pengetahuan (knowledge-based organization)
Pengembangan dua desain organisasi tersebut, dapat dianggap sebagai dua fase perkembangan organisasi. Keduanya
memberikan gambaran terjadinya dua kali perubahan/penyesuaian struktur organisasi sebagai konsekuensi logis
terhadap desainnya. Organisasi berbasis kinerja akan menjadi fondasi untuk Mahkamah Agung dan Badan-badan
peradilan di bawahnya, berkembang menjadi organisasi yang berorientasi pada pengembangan pengetahuan dan
keahlian.
16
Syarat yang harus dipenuhi agar Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan di bawahnya dapat berhasil dengan
dua desain organisasi ini, adalah perlunya pemanfaatan teknologi informasi secara maksimal. Pemanfaatan teknologi
informasi ini penting untuk memastikan adanya komunikasi terpadu dan pengelolaan pengetahuan (knowledge
management) yang kuat. Dengan demikian, diperkirakan struktur organisasi Mahkamah Agung dan badan-badan
peradilan di bawahnya akan sungguh-sungguh menjadi organisasi yang modern, tepat fungsi, tepat ukuran dengan
kinerja maksimal.
Selain itu dalam cetak biru juga disampaikan perencanaan sistem pengelolaan organisasi terdesentralisasi. Hal ini
dipandang paling tepat mengingat struktur dan demografi keberadaan pengadilan yang ada, mulai di wilayah pusat
pemerintahan, provinsi, kabupaten dan kota.
Mengenai struktur akan dikembangkan mengikuti disain organisasi di atas setelah strategi sistem kamar disepakati
perumusannya. Dengan demikian struktur organisasi akan berkembang sesuai dengan fungsi-fungsi yang diperlukan
untuk mencapai TUPOKSI utamanya.
3. Analisa Beban Kerja Pada tahun 2009 telah selesai dilaksanakan analisa beban kerja yang kemudian dilanjutkan dengan staffing
assessment. Secara umum Staffing assessment dapat didefinisikan sebagai suatu cara untuk mengetahui kapasitas
ideal (jumlah pegawai ideal) dalam sebuah organisasi berdasarkan pengukuran tingkat kesibukan suatu posisi/jabatan
dalam organisasi relatif terhadap waktu efektif yang tersedia untuk melaksanakan seluruh tugas dan tanggungjawab
dalam rentang waktu satu tahun.
Secara umum, hasil dari analisa beban kerja dan staffing assessment adalah:
1. Beban kerja belum merata. Ada beberapa posisi yang beban kerjanya sangat tinggi tetapi beberapa posisi
lainnya beban kerjanya cenderung rendah
2. Distribusi pegawai dan hakim pada pengadilan-pengadilan di seluruh Indonesia juga masih belum
sepenuhnya seimbang.
Untuk melaksanakan rekomendasi dari aktivitas ini memerlukan pemikiran dan perencanaan yang detil dan matang,
mengingat keterkaitan yang tinggi kebijakan-kebijakan dan aturan-aturan kepegawaian serta kemampuan
17
penganggaran.
Hasil dari analisa beban kerja dan staffing assessment serta uraian pekerjaan menjadi pertimbangan sangat penting
pada saat pengembangan struktur organisasi.
E PENATAAN TATA LAKSANA
1. Penyusunan Business
Process untuk
menghasilkan SOP
Pelaksanaan dari aktivitas Penyusunan Business Process untuk menghasilkan SOP dilakukan secara bertahap. SOP
yang dihasilkan antara lain:
1. Kepaniteraan: prosedur penyelesaian perkara kasasi dan PK pidana maupun perdata serta draft pengesahan
penanganan softcopy putusan dan upload ke situs atau website Mahkamah Agung.
2. Badan urusan Administrasi: telah dibuat SOP yang mencakup Biro perencanaan dan Organisasi, Biro
Keuangan dan Biro perlengkapan
3. Direktorat Jenderal badan peradilan Umum, agama dan Militer dan Tata usaha negara: telah dibuat SOP yang
mengacu pada pola bindalmin bagi lingkungan peradilan umum, Peradilan Agama serta Peradilan Militer dan
tata usaha negara.
4. Badan Pengawasan telah dibuat SOP/pedoman pengawasan dilingkungan badan peradilan ( Pengaduan
Masyarakat)
5. Beberapa pengadilan, baik pengadilan tingkat banding dan pengadilan tingkat pertama juga telah
mengembangkan SOP
2. Elektronisasi
Dokumentasi/ Kearsipan
Elektronisasi Tata Persuratan
Sistem administrasi persuratan juga merupakan tantangan yang dihadapi pada hampir semua tingkatan pegawai di
Mahkamah Agung. Selama ini banyak timbul masalah misalnya penomoran surat, catatan disposisi, pencarian surat
aktif maupun yang sudah tidak aktif yang belum seragam dan sifatnya manual. Aplikasi ini akan memberikan fasilitas
kepada pengguna/user untuk membuat dan mencari kembali surat, baik surat masuk dan surat keluar. Dengan aplikasi
persuratan ini juga akan mengurangi penggunaan kertas khususnya proses disposisi persuratan. Saat ini Aplikasi ini
baru diimplementasikan di lingkungan satuan kerja Badan Urusan Administrasi (BUA) Mahkamah Agung. Secara
bertahap akan diimplementasikan kepada seluruh satuan kerja Mahkamah Agung.
18
F PENATAAN SISTEM MANAJEMEN SDM
1. Asesmen Kompetensi
Individu
Asesmen kompetensi individu untuk pertama kali dilakukan terhadap 6 (enam) orang pejabat eselon 2. Asesmen
dimaksudkan untuk melihat kesiapan dan kecocokan kompetensi keenam orang pejabat ini untuk bisa diajukan
sebagai kandidat pejabat eselon 1 ke TPA (Tim Penilai Akhir). Keenam orang pejabat ini adalah mereka yang sudah
dinyatakan memenuhi persyaratan administrasi sesuai Peraturan Presiden Nomor 100 Tahun 2000 tentang
Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural, serta sudah lulus SesPim 1. Asesmen dilakukan oleh pihak ketiga pada
tanggal 22 Juni 2011.
Asesmen kompetensi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah dirumuskan sebagai profil kompetensi dan disain
asesmen.
2. Membangun Sistem
Penilaian Kinerja
Beberapa aktivitas yang mengarah pada sistem penilaian kinerja sudah dilakukan seperti penyusunan timesheet dan
formulir Catatan Harian Kerja, namun kegiatan ini masih belum menjadi kebijakan umum bagi semua unit kerja.
Dalam pelaksanaannya penggunaan timesheet dan catatan harian kerja masih belum berjalan secara optimal dan
belum pernah ada evaluasi pelaksanaannya.
3. Mengembangkan Sistem
Pengadaan (staffing) dan
Seleksi
Mahkamah Agung melakukan kajian terhadap proses dan sistem rekrutmen yang saat ini berlangsung. Kajian
menghasilkan beberapa rekomendasi, seperti: Mengembangkan profil kompetensi untuk posisi/jabatan atau
kelompok posisi/jabatan; membangun strategi "jemput bola" dalam proses rekrutmen (sourcing strategy) untuk
mendapatkan kandidat-kandidat terbaik; Mempertimbangkan hasil Analisa Beban Kerja (workload analysis dan
staffing assessment) dalam perencanaan kebutuhan SDM (workforce planning) dan rekrutmen; dll.
Meski belum semua rekomendasi di atas dilaksanakan, untuk mengurangi subyektivitas, Mahkamah Agung
bekerjasama dengan pihak ketiga – dalam hal ini Fakultas Psikologi Universitas Indonesia untuk Psikotes dan
Universitas Padjajaran untuk pembuatan dan pengiriman soal ujian serta pemeriksaan dan pemberian
peringkat/ranking hasil ujian. Pengumuman kelulusan disebarluaskan secara transparan melalui situs Mahkamah
Agung, www.mahkamahagung.go.id, www.badilag.net, www.badilum.info, dan pada papan pengumuman yang
berada di Pengadilan Tingkat Banding seluruh Indonesia
http://www.mahkamahagung.go.id/
19
4. Mengembangkan Pola
Pelatihan dan
Pengembangan
Berangkat dari kebutuhan untuk bisa menghasilkan (terutama) hakim-hakim yang berkualitas, Mahkamah Agung
berupaya mendefinisikan hakim ideal. Definisi ini kemudian digunakan untuk mengidentifikasi kompetensi apa
sajakah yang harus dimiliki dan program pengembangan apa sajakah yang diperlukan.
Definisi hakim ideal yang berhasil didefinisikan adalah: “hakim yang adil, teguh, mampu mengendalikan diri,
bijaksana dan berpengetahuan luas, berakhlak mulia, mampu menata dan mengelola proses kerja dan
perlengkapannya, komunikatif, mampu memimpin dan dipimpin, serta menjalankan tugas-tugasnya secara
optimal”.
Berdasarkan definsi tersebut di atas, kompetensi umum yang harus dimiliki seorang hakim untuk mencapai profil ideal tersebut adalah: adil, teguh, pengendalian diri, bijaksana dan berpengetahuan luas, mulia, memiliki kapasitas
administrasi dan manajerial, komunikatif, memiliki jiwa kepemimpinan.
Dengan adanya kompetensi tersebut, memudahkan Mahkamah Agung dalam mengembangkan pola
pengembangan dan pelatihan berbasis kompetensi. Beberapa kegiatan yang dilakukan Mahkamah Agung untuk
merumuskan pola pengembangan dan pelatihan berbasis kompetensi antara lain dengan mengubah strategi
pengembangan dan menyempurnakan kurikulum pendidikan hakim. Saat ini Mahkamah Agung sudah memiliki ;
Program Pendidikan Calon Hakim Terpadu (PPC). Program Pendidikan Calon Hakim Terpadu (PPC) merupakn
program intensif dengan durasi 2 tahun yang memadukan antara metode in-class training dan on-the job training
yang akan meningkatan standar calon hakim dan mempersiapkan calon hakim untuk benar-benar siap
menjalankan tugas sebagai seorang hakim.
5. Memperkuat Pola Rotasi,
Mutasi dan Promosi
Terkait penguatan pola karir, Mahkamah Agung melakukan kajian untuk mengetahui kebutuhannya. Beberapa hasil
rekomendasi dari kajian pola karir, pola rotasi, mutasi dan promosi tersebut, adalah:
1. Membangun model kompetensi (teknis dan non-teknis) dan profil kompetensi untuk seluruh jabatan di
Mahkamah Agung dan menggunakannya sebagai dasar promosi dan pengembangan karir pegawai.
2. Membangun kriteria promosi, mutasi dan pengembangan karir yang lebih spesifik sesuai dengan persyaratan
jabatan.
3. Meningkatkan kepatuhan terhadap pemenuhan persyaratan jabatan
4. Melakukan kajian terhadap kewenangan staf fungsional bagi kemungkinan untuk menjalankan tugas-tugas
6. Memperkuat Pola Karir
20
pejabat struktural.
5. Melakukan kajian proses kerja dan disain struktur organisasi
6. Melakukan kajian kembali mengenai jenjang karir untuk jabatan Kepaniteraan
7. Membangun/memperkuat
database Kepegawaian
Biro Kepegawaian terus melakukan kegiatan pemutakhiran data yang terdapat dalam SIKEP secara berkala. Langkah
ini ditempuh untuk memastikan pemotretan database kepegawaian terkini di lingkungan Mahkamah Agung dan
keempat peradilan di bawahnya. Sistem informasi kepegawaian tidak bisa dilepaskan dari sistem manajemen SDM
yang berbasis kompetensi. Competency based human resources management (CBHRM) ini mengunakan kemajuan
teknologi informasi sehingga memudahkan operasionalisasi baik pengembangan kepegawaian berbasis kinerja
maupun memenuhi tuntutan reformasi birokrasi.
Aplikasi SIKEP dapat menunjukkan secara tepat waktu (realtime) data kepegawaian dalam beberapa kategori. Selama
ini yang banyak dimanfaatkan adalah pencarian berdasarkan kategori kepangkatan, masa kerja, dan riwayat jabatan.
SIKEP yang berjalan dengan baik kan sangat membantu jajaran internal Mahkamah Agung melakukan pengawasan,
pembinaan, pendidikan, bahkan promosi dan mutasi. Melalui SIKEP, pimpinan semua satuan kerja bisa melihat latar
belakang dan riwayat pekerjaan semua karyawan Mahkamah Agung. Sistem semacam ini tentu saja bermanfaat untuk
penentuan jenjang karir yang berbasis pada kinerja dan prestasi. Jika diterapkan pada penanganan perkara oleh hakim,
SIKEP dapat membantu pimpinan Mahkamah Agung untuk melihat kinerja hakim dalam memutus perkara. Pada
tahun 2010 perluasan aplikasi SIKEP bisa mencapai 200 pengadilan lain. Pemeliharaan aplikasi SIKEP di 600
pengadilan tetap dijalankan
G PENGUATAN UNIT ORGANISASI
1. Penguatan Unit
Kerja/Organisasi
Kepegawaian
Penguatan yang dilakukan saat ini masih bersifat pelatihan yang ditujukan sebagai penguatan kapabilitas pengelola
kepegawaian. Salah satu bentuk kegiatan tersebut adalah Pelatihan Sertifikasi Training Officer Course (TOC) bagi
Pejabat dan Pegawai Terkait Pembinaan Administrasi Pengelolaan Kepegawaian di Lingkungan Badan dan
Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung
21
2. Penguatan Unit
Kerja/Organisasi
Kediklatan
Untuk meningkatkan kapasitas di bidang Manajemen Pengelolaan Diklat di lembaga Pendidikan Peradilan,
Mahkamah Agung melakukan studi banding ke sejumlah negara. Beberapa tempat studi banding tersebut antara lain:
National Judicial Institute Canada.
International Cooperation Departement (ICD) Research and Training Institute Minstry of Justice Japan.
Tujuan dari studi banding ini adalah untuk mendapat gambaran dan melakukan observasi aktif terhadap:
Pola pengelolaan Diklat aparat peradilan, khususnya mekanisme dan manajemen online course/distance
learning, yang sangat cocok diterapkan di Indonesia, terutama bagi hakim-hakim yang bertugas didaerah-
daerah;
Manajeman dan organisasi diklat yang profesional
3. Perbaikan Sarana dan
Prasarana
Ketersediaan sarana dan prasarana merupakan syarat mutlak untuk melaksanakan kegiatan. Seiring dengan
perkembangan Mahkamah Agung dan Badan-badan peradilan di bawahnya, kebutuhan terhadap sarana dan prasarana
bertambah. Oleh karena itu, dalam penyusunan angggaran, dialokasikan dana untuk membangun sarana dan prasarana
seperti pengadaan tanah, pembangunan gedung kantor, pengadaan meubelair, pengadaan komputer, penyediaan
jaringan internet, pengadaan kendaraan dinas, dan penyediaan rumah dinas, dll.
Keberhasilan dalam pengadaan website dan jaringan internet di pengadilan2, pengadaan meja informasi, pengadaan
pengadilan tipikor, pembangunan pusat pendidikan dan pelatihan Mahkamah Agung adalah beberapa upaya perbaikan
sarana dan prasarana.
H PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Regulasi – Deregulasi –
Menyusun Regulasi Baru
Dalam upaya melakukan regulasi – deregulasi – menyusun regulasi baru, Mahkamah Agung telah melakukan tahapan
kegiatan sebagai berikut:
A. Kompilasi Peraturan Perundang-Undangan
Penelusuran literatur hukum khususnya peraturan perundang-undnagan merupakan komponen penting dalam
kerja lembaga peradilan. Oleh karenanya akses yang mudah terhadap peraturan perundang-undangan
merupakan salah satu prasarat penting dalam memastikan terlaksananya secara efektif, efisien dan adil. Untuk
memudahkan penelusuran literatur hukum tersebut Mahkamah Agung telah menyusun kompilasi peraturan
22
perundang-undangan. Kompilasi peraturan ini disusun dalam bentuk manual yang berupa buku himpunan
peraturan maupun dalam format elektronik
Beberapa produk kompilasi peraturan perundang-undangan yang sudah dibuat Mahkamah Agung antara lain:
1. Himpunan Peraturan perundang-undangan tentang Kekuasaan kehakiman dan Mahkamah Agung Serta
Badan peradilan di Indonesia (2009)
2. Himpunan Surat Edaran dan Peraturan Mahkamah Agung 1951 – 2009)
3. Informasi Peraturan Perundang-undangan tentang Pemilu (2009)
4. Himpunan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI tahun 2003-2006
5. Informasi Peraturan perundang-undangan (JDI) MA-RI 2007 nomor 35 tahun 2007
6. Informasi Peraturan perundang-undangan (JDI) MA-RI 2007 nomor 36 tahun 2008
7. Informasi Peraturan perundang-undangan (JDI) MA-RI 2009 nomor 37tahun 2007
8. CD Himpunan Peraturan Perundang-undanganan Dan Hukum Lainya Mahkamah Agung-RI 1945
9. CD Himpunan Peraturan Perundang-undangan dan Hukum Lainya Serta Kebijakan Mahkamah Agung RI
(1945-2008)
B. Kajian Peraturan Perundang-undangan
Kegiatan ini dilakukan untuk membahas permasalahan seputar peraturan perundang-undangan yang dinilai
bermasalah. Tujuan kegiatan ini tidak lain adalah untuk mendapatkan informasi seputar peraturan yang dinilai
akan menghambat kinerja atau palaksanaan reformasi birokrasi serta memberikan rekomendasi yang diperlukan
untuk memperbaiki peraturan yang dinilai bermasalah. Untuk melakukan kajian tersebut Mahkamah Agung
telah melakukan serangkaian kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dan kegiatan Kajian Pakar. Pelaksanaan
FGD melibatkan berbagai pihak dilingkungan Mahkamah Agung yang berkepentingan dengan tema
permasalahan. Adapun Tema-tema yang diangkat dalam kegiatan FGD adalah terkait dengan permasalahan:
1. Organisasi
2. Sumber Daya Manusia
3. Manajemen Perkara
4. Anggaran dan Asset
23
5. Transparansi Peradilan
6. Pengawasan
Hasil dari kegiatan kajian peraturan perundang-undangan ini adalah laporan hasil kajian yang berisi:
1. Peta peraturan perundang-undangan
2. Hasil analisis peraturan perundang-undangan
3. Rekomendasi dan rencana tindak lanjut
I PENGAWASAN INTERNAL
1. Menegakkan Disiplin
Kerja
Dalam rangka percepatan penegakan disiplin, Mahkamah Agung telah mengambil kebijakan penegakan disiplin kerja
diantaranya dalam bentuk kegiatan mengefektifkan pengawasan melekat dan penanganan pengaduan dengan mengacu
pada Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1983 jo Inpres No. 1 Tahun 1989 Tentang Pedoman Pengawasan
Melekat, melakukan pengawasan reguler, monitoring dan penilaian kinerja Pengadilan.
Penegakan disiplin kinerja di Mahkamah Agung melalui 6 aspek aktivitas meliputi :
2. Pembentukan aturan yang berkaitan dengan penegakan disiplin.
Untuk mendukung pelaksanaan penegakan disiplin di Mahkamah Agung, maka telah dibuat beberapa aturan
sebagai standar acuan dalam penegakan disiplin kerja, antara lain: SK KMA No. 080/SK/VIII/2006 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Lembaga Peradilan. SK KMA No. 076/KMA/SK/VI/2009
Tentang Pedoman Pelaksanan Penanganan Pengaduan di Lingkungan Lembaga Peradilan; SK Kabawas No.
MA/BP/03/SK/IV/2007 Tentang Norma Perilaku Aparatur Badan Pengawasan; SK KMA No.
KMA/096/SK/X/2006 Tentang Tanggung Jawab Ketua Pengadilan Tingkat Banding dan Ketua Pengadilan
Tingkat Pertama dalam melaksanakan tugas pengawasan.
3. Melakukan Sosialisasi Aturan Tersebut.
Agar aparatur peradilan memahami aturan-aturan yang harus dijalankan dalam melaksanakan tugas pokok
peradilan maka dilakukan sosialisasi dalam bentuk:
1. Rapat koordinasi dan konsultasi pengawasan dengan 4 (empat) lingkungan peradilan
2. Menerbitkan buku saku aturan-aturan terkait dan didistribusikan kepada pengadilan
24
3. Menerbitkan brosur-brosur tentang penanganan pengaduan
4. Penunjukan Pengadilan Tinggi Bandung, Pengadilan Tinggi Agama Bandung, Pengadilan Negeri Bandung
dan Pengadilan Agama Bandung sebagai pilot project pelaksanaan penanganan pengaduan sesuai dengan SK
KMA No. 153/KMA/SK/XI/2009 Tentang Penunjukan Pengadilan sebagai percontohan penanganan
pengaduan.
4. Laporan Pengaduan Masyarakat
Selama ini Mahkamah Agung dan Badan-badan Peradilan di Bawahnya telah memiliki sistem pengaduan
masyarakat. Tujuan dari sistem pengaduan tersebut pada hakekatnya adalah untuk merespon keluhan baik yang
berasal dari masyarakat, instansi lain maupun dari internal pengadilan sendiri terhadap penyelenggaraan peradilan
maupun perilaku aparat pengadilan. Untuk pelaksanaan sistem tersebut, Mahkamah Agung menerbitkan Surat
Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 076/KMA/SK/VI/2009 yang merupakan amandemen dari lampiran ke IV
SK. KMA. No. 080/KMA/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Lembaga
Peradilan. Saat ini setiap anggota masyarakat dapat melaporkan pengaduan pada pengadilan tingkat pertama,
pengadilan tingkat banding atau Badan Pengawasan Mahkamah Agung melalui meja informasi yang berada di
pengadilan bersangkutan maupun tersedia secara online. Pengawasan Internal dilakukan dengan membuka akses
pengaduan online dan segera meresponnya dan mengumumkan penindakannya melalui website. Dalam surat
keputusan tersebut juga ditampilkan Skema Alur Penanganan Pengaduan Masyarakat berdasarkan Surat
Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 076/KMA/SK/VI/2009.
Dalam rangka meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap sistem pengaduan masyarakat yang baru,
Mahkamah Agung menerbitkan brosur tentang informasi layanan pengaduan masyarakat dan prosedur
penyampaian laporan pengaduan yang disebarluaskan melalui Pengadilan Tingkat Pertama maupun Pengadilan
Tingkat Banding. Sebanyak 6700 booklet, 20.100 brosur dan 2010 poster disebarluaskan untuk masyarakat
melalui Pengadilan tingkat banding di seluruh Indonesia.
5. Sistem Administrasi Pengawasan
Pengolahan dan mekanisme kerja bidang pengawasan yang selama ini dilakukan secara manual sekarang telah
25
dibantu oleh Sistem Informasi dan Administrasi Pengawasan (SAP) sehingga bersifat elektronis. Saat ini sistem
tersebut tengah dikembangkan untuk memproduksi dan mengelola keseluruhan dokumen yang berkaitan dengan
pelaksanaan pengawasan guna memberikan dukungan yang lebih komprehensif terhadap pelaksanaan fungsi
Badan Pengawasan.
6. Revisi buku IV tentang Tata Laksana Pengawasan
Pada Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung Tahun 2009 di Palembang telah disampaikan edisi revisi Buku II
tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan. Revisi
Buku II tersebut pada prinsipnya mencakup berbagai perubahan dalam teknis hukum acara. Mengingat obyek
pengawasan internal di lingkungan peradilan juga mencakup permasalahan ini maka sejalan dengan hal tersebut
Badan Pengawasan melakukan Revisi terhadap Buku IV agar materi yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan
pengawasan sejalan dengan ketentuan yang telah diatur dalam Buku II. Hasil revisi terhadap Buku IV tersebut
selanjutnya disosialisasikan dalam Rapat Pembinaan / Koordinasi dan Konsultasi Pengawasan.
7. Pengawasan Reguler
Selama tahun 2009 Pengawasan Mahkamah Agung telah melaksanakan pengawasan reguler yang mencakup 89
obyek pemeriksaan, meliputi Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan
Militer.
8. On the Spot/Inspeksi Langsung
Mahkamah Agung juga melakukan pemeriksaan On The Spot /inspeksi langsung atas pemeriksaan yang dilakukan
atas temuan BPKP dan temuan pengawas eksternal BPK. Pemeriksaan On The Spot (inspeksi langsung) pada
tahun 2009 dilaksanakan pada 30 (tiga puluh) Satuan Kerja diantaranya Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi
Agama, Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Militer, yang
meliputi 10 (sepuluh) wilayah Denpasar, Yogyakarta, Kupang, Makasar, Kendari, Pekanbaru, Medan, Jayapura,
Surabaya dan Banda Aceh. Pemeriksaan tersebut dilakukan sebagai tindak lanjut atas hasil temuan BPKP dan
temuan pengawas eksternal BPK diantaranya mengenai perkembangan atas realisasi kerugian negara berkaitan
dengan penyimpangan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan DIPA dan Tuntutan Ganti Rugi
(TGR) serta laporan tentang manajemen aset.
26
9. Monitoring
Pada tahun 2009 Tim Pemeriksa Badan Pengawasan Mahkamah Agung telah menyelenggarakan monitoring untuk
memantau tindak lanjut hasil Pemeriksaan Reguler pada 17 Obyek Pemeriksaan. Monitoring ini dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana kemajuan atau tindak lanjut yang telah dilakukan atas hasil pengawasan yang telah
dilakukan.
10. Hasil Penanganan Pengaduan
Pada tahun 2009, Badan Pengawasan Mahkamah Agung menerima tembusan surat pengaduan dari masyarakat,
yang diajukan ke pengadilan tingkat banding dan tingkat pertama sebanyak 2.302 surat. Sedangkan surat
pengaduan yang ditujukan langsung kepada Badan Pengawasan adalah sebanyak 2.140 surat, dengan perincian
sebagai berikut :
Diproses sebanyak 891 surat dengan rinciang sebagai berikut :
1. Diperiksa oleh Bawas sebanyak 296 surat;
2. Dijawab melalui surat sebanyak 268;
3. Didelegasikan ke Pengadilan Tingkat Banding sebanyak 327 surat;
Surat yang tidak layak diproses sebanyak 1.249 surat.
Sedangkan Pengaduan yang masuk melalui website secara online antara bulan Maret-Desember 2009 adalah
sebanyak 300 pengaduan dengan perincian sebagai berikut:
1. Bukan kewenangan Bawas sebanyak 45 surat.
2. Dijawab dengan surat sebanyak 97 surat.
3. Ditelaah sebanyak 37 surat.
4. Tidak layak proses sebanyak 121 surat
27
11. Pengawasan Melekat
Mahkamah Agung melalui Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor : KMA/096/SK/X/2006 Tentang
Tanggung Jawab Ketua Pengadilan Tingkat Banding dan Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dalam melaksanakan
tugas pengawasan, telah memberikan kewenangan penuh kepada pimpinan pengadilan melakukan penindakan
dalam rangka memfungsikan pengawasan melekat.
2. Menegakkan Kode Etik Upaya menegakkan kode etik, adalah salah satu kegiatan yang menjadi bagian dari quick wins. Dalam aktivitas ini, Mahkamah Agung telah berhasil, antara lain dalam:
1. Menyusun dan mensosialisasikan Pedoman Perilaku Hakim serta memberikan pelatihan pada lebih dari 2,000 hakim
2. Membentuk Majelis Kehormatan Hakim, bersama dengan Komisi Yudisial 3. Melakukan kerjasama dengan beberapa instansi, salah satunya dengan Kejaksaan Agung
Tabel 2
Program dan Kegiatan Reformasi Birokrasi serta Pencapaiannya
28
BAGIAN PERTAMA
REFORMASI BIROKRASI DALAM REFORMASI PERADILAN
MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan kehakiman serta peradilan negara tertinggi
mempunyai posisi dan peran strategis di bidang kekuasaan kehakiman karena tidak hanya
membawahi 4 (empat) lingkungan peradilan tetapi juga sebagai puncak manajemen di bidang
administratif, personil dan finansial5 serta sarana prasarana. Kebijakan “satu atap”,
memberikan tanggungjawab dan tantangan karena Mahkamah Agung dituntut untuk
menunjukkan kemampuannya guna mewujudkan organisasi sebagai lembaga yang
profesional, efektif, efisien, transparan serta akuntabel.
Penyatuan atap beserta semua konsekuensi
logis yang muncul untuk menjadi lembaga
yang mumpuni dalam bidang peradilan dan
mampu mengelola administratif, personil,
finansial dan sarana prasarana, membuat
Mahkamah Agung melakukan perubahan
atau pembaruan di semua aspek secara
hampir bersamaan. Menyadari keterbatasan
sumber daya dan terus mendesaknya
perkembangan kebutuhan publik akan
perubahan di Mahkamah Agung
dan badan-badan peradilan di bawahnya, maka perencanaan adalah hal mutlak yang harus
dilakukan. Hal ini menjadi latar belakang disusunnya Cetak Biru Peradilan 2004 - 2009 (yang
mulai disusun pada tahun 2003). Cetak Biru ini merupakan sebuah pedoman/arah dan
pendekatan yang akan ditempuh untuk mengembalikan citra Mahkamah Agung serta badan-
badan peradilan di bawahnya sebagai lembaga yang terhormat dan dihormati.
Salah satu rekomendasi cetak biru adalah perlunya dibentuk Tim Pembaruan Peradilan. Tim
Pembaruan Peradilan melalui Surat Keputusan (SK) Ketua Mahkamah Agung (KMA)
bernomor KMA/26/SK/IV/2004. Tim pembaruan Mahkamah Agung ini tidak hanya terdiri
dari internal Mahkamah Agung tetapi juga pihak eksternal. Tim pembaruan terdiri dari 6
(enam) kelompok kerja, yaitu:
1. Kelompok kerja manajemen perkara
2. Kelompok kerja teknologi informasi
3. Kelompok kerja pendidikan dan pelatihan
5 Pasal 21 Undang Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman junctis Pasal 13 ayat (1) Undang
Undang No. 4 Tahun 2004 dan Pasal 11 Undang Undang No. 35 Tahun 1999 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
29
4. Kelompok kerja sumber daya manusia
5. Kelompok kerja manajemen keuangan
6. Kelompok kerja pengawasan
Setiap kelompok kerja terdiri dari unsur Pimpinan Mahkamah Agung, Hakim Agung, pejabat
eselon 1 dan 2 serta perwakilan dari pihak eksternal. Selain berada di dalam setiap pokja,
pihak eksternal juga berperan dalam tim khusus yang disebut sebagai tim asistensi teknis
pembaruan peradilan. Keberadaan tim asistensi teknis, utamanya adalah sebagai akselerator
untuk mendorong percepatan pelaksanaan rekomendasi cetak biru melalui upaya koordinasi
antar instansi dan donor. Selain itu juga berperan dalam menjalankan fungsi monitoring dan
evaluasi serta publikasi.
Berikut adalah gambaran milestone reformasi birokrasi dalam reformasi peradilan
Mahkamah Agung.
Gambar 1.
Milestone Reformasi Birokrasi Mahkamah Agung
30
Pada tahun 2005, Presiden Susilo Bambang Yudoyono berkunjung ke Mahkamah Agung
dan berdialog dengan Pimpinan Mahkamah Agung
dan seluruh Hakim Agung. Dalam kunjungan
tersebut, Presiden menegaskan dukungannya
terhadap reformasi peradilan yang mencakup
reformasi aparatur penegak hukum yang sejatinya
adalah untuk membangun tata kelola pemerintahan
yang bersih. Dukungan ini memberikan semangat
untuk mempercepat pelaksanaan pembaruan.
Sepanjang tahun 2006 hingga 2007, Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan di
bawahnya melalui kelompok kerja pembaruannya melakukan perubahan atau perbaikan
dalam organisasi dan tata kerja, manajemen perkara, pengawasan internal, Sumber Daya
Manusia, pendidikan dan pelatihan, pembinaan karir, dan sistem teknologi informasi serta
manajemen keuangan.
Salah satu perbaikan yang menyangkut organisasi dan tatalaksana adalah Perbaikan Tata
Kerja. Perbaikan ini dimulai dengan memperbaharui Struktur Organisasi Mahkamah Agung
yang diatur dalam Peraturan Presiden RI No. 14 Tahun 2005 tentang Kepaniteraan
Mahkamah Agung dan Peraturan Presiden RI No. 13 Tahun 2005 tentang Sekretariat
Mahkamah Agung untuk kemudian ditindaklanjuti dengan disahkannya Keputusan Ketua
Mahkamah Agung RI Nomor: KMA/018/SK/III/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kepaniteraan Mahkamah Agung RI dan Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung RI Nomor:
MA/SEK/07/SK/III/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Mahkamah Agung
RI.
Pada tahun 2007 diadakan pertemuan antara Tim Pembaruan MA dengan Pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengembangkan kerangka pikir reformasi birokrasi
sebagai upaya mencegah praktek Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Kerangka pikir ini
memperkuat reformasi peradilan, utamanya reformasi aparatur penegak hukum. Pertemuan
tersebut berlanjut pada pembentukan tim kerja reformasi birokrasi yang terdiri dari
perwakilan Departemen Keuangan (DepKeu), Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara (Kemenneg PAN), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), KPK dan MA. Untuk
selanjutnya tim sepakat untuk menjadikan DepKeu, Kemenneg PAN, BPK dan MA sebagai
instansi percontohan reformasi birokrasi. Pada perjalanannya Kemenneg PAN mengundurkan
diri dan selanjutnya berperan sebagai pengelola pelaksanaan reformasi birokrasi.
Masing-masing lembaga yang menjadi percontohan RB merumuskan program quick wins
yang sesuai dengan karakteristik lembaga dan terutama yang menyentuh pada aspek-aspek
kebutuhan/pelayanan publik. Program quick wins ini utamanya bertujuan untuk
meningkatkan kepercayaan publik. Program quick wins Mahkamah Agung adalah:
31
1. Transparansi Putusan
2. Pengembangan Teknologi Informasi
3. Pengelolaan PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak)
4. Kode Perilaku Hakim
5. Manajemen Sumber Daya Manusia, khususnya analisa pekerjaan, evaluasi pekerjaan
dan sistem remunerasi (dalam hal ini yang dimaksud adalah tunjangan kinerja)
Pada tahun 2008 terbit Peraturan Menteri PAN Nomor: PER/15/M.PAN/7/2008 tentang
Pedoman Umum Reformasi Birokrasi. Dengan terbitnya
peraturan menteri PAN ini, maka lembaga yang menjadi
percontohan RB diminta untuk melanjutkan kegiatan RB-
nya sesuai dengan Pedoman Umum Reformasi Birokrasi,
termasuk Mahkamah Agung.
Berdasarkan penilaian atas quick wins, Mahkamah Agung
berhasil mendapatkan tunjangan kinerja berdasarkan
Peraturan Presiden nomor 19 tahun 2008. Sebagai
konsekuensi turunnya tunjangan kinerja, Ketua Mahkamah
Agung mengeluarkan Surat Keputusan Nomor : 071/KMA/SK/V/2008 tertanggal 14 Mei
2008 tentang Ketentuan Penegakan Disiplin Kerja dalam Pelaksanaan Pemberian Tunjangan
Khusus Hakim Dan Pegawai Negeri Pada Mahkamah Agung dan Badan-badan Peradilan
yang di Bawahnya. Surat Keputusan ini disosialisasikan terhadap para Ketua Pengadilan
Tingkat Banding se-Indonesia. Perjalanan reformasi birokrasi Mahkamah Agung pada kurun
waktu 2008 - 2010 beserta capaiannya akan disampaikan pada bagian berikut.
Seiring dengan dilaksanakannya agenda-agenda reformasi birokrasi, Mahkamah Agung
mencatat bahwa pada pidato kenegaraan dalam rangka memperingati ulang tahun
kemerdekaan RI di depan Sidang DPR RI tanggal 14 Agustus 2010, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono menegaskan kembali tekad pemerintah untuk melaksanakan reformasi
gelombang kedua, termasuk di dalamnya reformasi birokrasi. Dengan demikian kami
memahami bahwa perjalanan reformasi birokrasi adalah sebagaimana gambar berikut ini:
32
Gambar 2
Pemahaman Perjalanan Reformasi Birokrasi
Reformasi birokrasi gelombang kedua ini merupakan upaya perbaikan berkelanjutan dari
gelombang sebelumnya dan telah diselaraskan dengan RPJPN dan RPJMN. Grand Design
Reformasi Birokrasi 2010 – 2025 (diterbitkan dengan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun
2010) dan Roadmap Reformasi Birokrasi 2010 - 2014 (diterbitkan dengan Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010)
menandakan dimulainya RB gelombang dua, sekaligus merupakan penyempurnaan Pedoman
Umum Reformasi Birokrasi (Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 15
Tahun 2008).
Sejalan dengan reformasi birokrasi gelombang kedua, setelah mengevaluasi implementasi
Cetak Biru 2003, Mahkamah Agung mengembangkan Cetak Biru Peradilan 2010 – 2035.
Dalam Cetak Biru ini, reformasi birokrasi menjadi fokus dari upaya-upaya pembaruan
peradilan. Berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor:
071/KMA/SK/V/2011 tentang Tim Reformasi Birokrasi Mahkamah Agung RI. Dalam
lampiran Surat Keputusan ini, Ketua Mahkamah Agung menegaskan bahwa setiap kelompok
kerja dalam Tim Pembaruan Peradilan (sebagaimana dituangkan dalam Surat Keputusan
Ketua Mahkamah Agung Nomor : 033/KMA/SK/III/2011 tentang Pembentukan Tim
Pembaruan Peradilan) bertanggungjawab untuk melaksanakan dan menyelesaikan program
dan kegiatan reformasi birokrasi sesuai dengan areanya.
Tim reformasi birokrasi Mahkamah Agung dibentuk dengan mengacu pada struktur
pengelolaan reformasi birokrasi sebagaimana Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 20
Tahun 2010 Tentang Roadmap Reformasi Birokrasi 2010 – 2014. Acuan tersebut
memberikan pemahaman terhadap prinsip mendasar yang disampaikan dalam aturan tersebut,
yaitu bahwa: perubahan yang diinginkan dalam reformasi birokrasi hanya akan terjadi bila
dipimpin langsung oleh pimpinan tertinggi. Selain itu, perubahan tersebut akan terjadi dalam
waktu yang lebih cepat bila seluruh jajaran pimpinan terlibat secara aktif.
33
Berdasarkan pemahaman terhadap prinsip dasar dan dengan melihat konteks dan karakter
organisasi Mahkamah Agung serta untuk memastikan pengintegrasian reformasi birokrasi
dalam reformasi peradilan, maka dibentuklah tim6 dengan susunan sebagai berikut :
A. Tim Pengarah
Ketua : Ketua Mahkamah Agung RI
Sekretaris : Koordinator Tim Pembaruan Mahkamah Agung RI
Anggota : 1. Wakil Ketua Yudisial Mahkamah Agung RI
2. Wakil Ketua Non Yudisial Mahkamah Agung RI
B. Tim Pelaksana
Penanggung Jawab : Wakil Ketua Non Yudisial Mahkamah Agung RI
Ketua : Koordinator Tim Pembaruan Peradilan
Wakil Ketua : Ketua Muda Pembinaan Mahkamah Agung RI
Sekretaris : Sekretaris Mahkamah Agung RI
Wakil Sekretaris : Kepala Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung RI
Pelaksana Program dan Kegiatan Reformasi Birokrasi:
No Pelaksana Program dan Kegiatan
Reformasi Birokrasi
1 Kelompok Kerja Manajemen
Perkara
a. Penataan dan Penguatan Organisasi
b. Penataan TataLaksana
2 Kelompok Kerja Manajemen
Sumber Daya Manusia,
Perencanaan dan Keuangan
a. Penataan dan Penguatan Organisasi
b. Penataan TataLaksana
c. Penataan SDM aparatur
3 Kelompok Kerja Pendidikan dan
Pelatihan
a. Penataan dan Penguatan Organisasi
b. Penataan Manajemen SDM Apartur
4 Kelompok Kerja Pengawasan
Internal
a. Penguatan pengawasan intern
b. Penguatan akuntabilitas kinerja
c. Peningkatan kualitas pelayanan publik
d. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
5 Kelompok Kerja Akses
Terhadap Keadilan
a. Manajemen Perubahan
b. Penataan perundang-undangan
c. Peningkatan Kualitas Pelayanan
Publik
6 Lampiran Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: 071/Kma/Sk/V/2011Tanggal: 2 Mei 2011
34
Dengan kebijakan dan strategi pelaksanaan seperti disebutkan di atas, dapat dipastikan
integrasi antara reformasi peradilan dan reformasi birokrasi dapat dicapai dengan hasil
yang lebih maksimal.
35
BAGIAN KEDUA
REFORMASI PERADILAN MAHKAMAH AGUNG
REPUBLIK INDONESIA
Reformasi peradilan sebagai payung perubahan Mahkamah Agung dan badan-badan
peradilan di bawahnya, mencakup pembaruan dalam tugas pokoknya, yaitu manajemen
perkara. Bila dikaitkan dengan reformasi birokrasi, manajemen perkara erat berhubungan
dengan pelayanan publik, utamanya pihak pencari keadilan dan pengguna pengadilan.
Manajemen perkara dalam hal ini berkaitan dengan kecepatan memutus perkara dan kualitas
putusan. Hal tersebut berkaitan erat dengan transparansi dan akuntabilitas dalam pengikisan
tunggakan perkara.
Sampai dengan tahun 2009 (berdasarkan Laporan Tahunan 2009), berbagai upaya dilakukan
oleh kelompok kerja manajemen perkara untuk mengatasi tunggakan perkara dan upaya
mencegah agar tunggakan perkara tidak terjadi lagi. Program dan kegiatan yang dimaksud,
adalah:
NO PROGRAM KEGIATAN
1 Pengikisan
tunggakan perkara
Penyempurnaan definisi tunggakan perkara
Penyempurnaan sistem pendataan perkara, dilakukan
berdasarkan Surat Keputusan Panitera Mahkamah Agung RI
Nomor 69 PAN/INT/VI/2009 Tentang Tim Penyempurnaan
Sistem Informasi Perkara Kepaniteraan Mahkamah Agung RI
yang intinya membentuk tim untuk menyempurnakan aplikasi
spreadheet yang digunakan selama ini. Cara yang ditempuh
adalah dengan mengkapitalisasi penggunaan spreadsheet yang
lama dan mengembangkan sistem sharing spreadsheet secara
tersentralisir dengan memanfaatkan infrastruktur yang ada. Sistem
baru akan merubah cara kerja staf kepaniteraan dengan
memperpendek mata rantai proses penanganan perkara dalam
penggunaan sistem lebih cepat
Redistribusi perkara dan percepatan minutasi sesuai SK KMA
nomor 056A/KMA/SK/IV/2009 tentang penarikan seluruh berkas
perkara yang terregistrasi tahun 2005 ke bawah untuk dimasukkan
pada tim kikis, sehingga diharapkan pada akhir tahun 2009 tidak
ada lagi perkara-perkara tunggakan di bawah tahun 2005.
Program ini dilanjutkan dengan penarikan semua berkas perkara
tahun 2006 yang masih ada pada majelis untuk diselesaikan oleh
tim Kikis.
36
NO PROGRAM KEGIATAN
2 Penyempurnaan
Sistem Pengelolaan
Keuangan Perkara di
Mahkamah Agung
Biaya proses penyelesaian perkara selanjutnya disebut biaya proses
adalah biaya yang digunakan untuk membiayai kegiatan yang
berkaitan dengan proses penyelesaian perkara dan pendukung lainnya,
dikelola secara efektif, efisien, transparan dan dicatat dalam catatan
atas laporan keuangan laporan Mahkamah Agung, yang
dipertanggungjawabkan kepada pihak - pihak yang berperkara yang
besarnya ditetapkan dalam putusan. Pengelola biaya proses adalah
Panitera pada Mahkamah Agung dan Panitera/Sekretaris pada Badan
Peradilan yang berada di bawahnya. Selanjutnya pengelolaan biaya
proses ini dilaksanakan sesuai dengan SK Panitera Mahkamah Agung
RI Nomor 15A/SK/PAN/IX/2009 tanggal 01 September 2009 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 02
Tahun 2009.
3 Penyempurnaan
Ketentuan Mengenai
Peninjauan Kembali
Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA Nomor 10 Tahun 2009
tersebut di atas, Mahkamah Agung berpendapat bahwa peninjauan
kembali merupakan upaya hukum luar biasa yang dapat diajukan
hanya 1 kali.
Tabel 3
Program dan Kegiatan Mencegah Tunggakan Perkara
Untuk memastikan keberhasilan program dan kegiatan di atas, selama tiga tahun terakhir
Mahkamah Agung RI telah melakukan langkah-langkah yang positif dan sistematis, antara
lain:
1. Perbaikan kebijakan dengan meningkatkan sarana dan prasarana,
2. Peningkatan ketrampilan dan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM)
Kepaniteraan secara berkelanjutan,
3. Crash program penyelesaian tunggakan perkara.
Untuk menghindari terjadinya tunggakan perkara di masa yang akan datang, Mahkamah
Agung menyempurnakan standar kinerja penanganan perkara melalui Surat Keputusan KMA
Nomor 138/KMA/SK/IX/2009, tanggal 11 September 2009. Surat Keputusan tersebut
memberikan penekanan penyelesaian proses berperkara di Mahkamah Agung bukan saja
kepada administrator yudisial yaitu Kepaniteraan Mahkamah Agung, akan tetapi juga
memberikan batasan waktu kepada Hakim Agung yang menangani perkara. Dengan adanya
pedoman ini maka penyelesaian perkara yang semula ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun,
dapat ditekan menjadi 1 (satu) tahun dengan batas toleransi 6 (enam) bulan. Gambar di
bawah memberikan penjelasan secara lebih detil mengenai standar kinerja penanganan
perkara:
37
Gambar 3
Standar Kinerja Penanganan Perkara
Semua upaya yang dilakukan, secara umum mendorong terjadinya peningkatan kinerja dalam
penyelesaian perkara. Detil capaian kinerja dapat dilihat pada Laporan Tahunan Mahkamah
Agung tahun 2009 yang disertakan bersama laporan ini.
38
Sebagai ilustrasi kondisi tumpukan perkara Mahkamah Agung saat ini
4. Selama tahun 2010, Mahkamah Agung RI menerima perkara sebanyak 13.480
perkara. Jumlah ini naik 7,50 % dari tahun 2009 yang menerima 12.540 perkara.
5. Jumlah perkara masuk tahun 2010 ini merupakan jumlah terbesar dalam enam tahun
terakhir. Sementara itu sisa perkara tahun sebelumnya berjumlah 8.835, sehingga
jumlah perkara yang ditangani Mahkamah Agung selama tahun 2010 berjumlah
22.315 perkara.
6. Sementara itu berdasarkan jenis perkara, jumlah perkara pada Mahkamah Agung
selama tahun 2010 adalah sebagai berikut:
a. perdata 7.915 perkara (35,47%),
b. pidana khusus 5.025 (22,52 %),
c. pidana umum 3.965 (17,77 %),
d. tata usaha negara 2.475 (11,11 %),
e. perdata khusus 1.655 (7,42 %),
f. perdata agama 902 (4,04 %), dan
g. pidana militer 373 (1,67 %).
Dari jumlah tersebut melalui berbagai upaya seperti yang disebutkan sebelumnya, pada tahun
2010 Mahkamah Agung berhasil memutus sebanyak 13.891 perkara.
Dari angka perkara yang diputus ini menunjukkan bahwa kinerja Mahkamah Agung dalam
memutus perkara naik 15,90 % dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 11.985
perkara.
Sebagaimana perkara masuk, jumlah perkara putus ini merupakan jumlah terbesar dalam
sepuluh tahun terakhir, bahkan dalam sejarah Mahkamah Agung.
39
BAGIAN KETIGA
PROGRAM QUICK WINS MAHKAMAH AGUNG DAN CAPAIANNYA
Program Quick Wins
Seperti telah disebutkan pada bagian sebelumnya, quick wins Mahkamah Agung ada 5 (lima)
program, yaitu:
1. Transparansi Putusan
2. Pengembangan Teknologi Informasi
3. Pengelolaan PNBP
4. Kode Perilaku Hakim
5. Manajemen Sumber Daya Manusia, khususnya analisa pekerjaan, evaluasi pekerjaan
dan sistem remunerasi (dalam hal ini yang dimaksud adalah tunjangan kinerja)
Dasar pemikirian pemilihan kelima program quick wins tersebut adalah sebagai berikut:
PROGRAM WAKTU DAMPAK
TINGKAT
KEMUDAHAN KETERANGAN
+ / - + / - + / -
Transparansi putusan
Sangat bersentuhan
dengan kebutuhan
publik
Mendorong
transparansi
Pengembangan Teknologi
Informasi
Mendorong transparansi
dan terwujudnya good
governance
Pengelolaan PNBP
Mendorong
transparansi
Meningkatkan
akuntabilitas
Kode etik hakim
Meningkatkan
profesionalisme
Manajemen SDM,
khususnya analisa
pekerjaan, evaluasi
pekerjaan dan sistem
remunerasi (dalam hal ini
yang dimaksud adalah
tunjangan kinerja)
Meningkatkan
akuntabilitas
Meningkatkan
profesionalisme
Tabel 3.
Dasar Pemikiran Program Quick Wins Mahkamah Agung
40
Capaian
Capaian yang dilaporkan pada bagian ini, adalah hasil yang telah dicapai oleh Mahkamah
Agung dalam melaksanakan program quick wins. Secara rinci capaian tersebut di jelaskan
sebagai berikut:
1. Transparansi putusan
1.1 Mengembangkan Landasan Keterbukaan informasi
Langkah pertama yang ditempuh Mahkamah Agung untuk mewujudkan
transparansi peradilan adalah dengan mengeluarkan Surat Keputusan Ketua
Mahkamah Agung Nomor : 144/KMA/SK/VIII/2007 tanggal 28 Agustus 2007.
Banyak pihak yang menilai Surat Keputusan Keterbukaan informasi di Pengadilan
ini merupakan lompatan quantum (quantum leap)7. Hal ini karena lahirnya Surat
Keputusan ini jauh sebelum DPR mensahkan Undang-Undang Keterbukaan
Informasi Publik (Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008) yang diundangkan 30
April 2008 dan berlaku mulai 1 Mei 2010.
Secara umum, keputusan ini mengatur beberapa hal diantaranya:
i. Jenis informasi yang harus diumumkan oleh pengadilan serta mekanisme
pengumumannya;
ii. Jenis informasi yang dapat diminta masyarakat kepada pengadilan;
iii. Prosedur dalam memberikan pelayanan informasi, termasuk biaya dan waktu
pelayanan, hak mengajukan keberatan;
iv. Pihak yang bertugas memberikan pelayanan informasi; serta
v. Sanksi.
Langkah diseminasi Surat Keputusan KMA Nomor : 144/2007 yang merupakan
salah satu aktivitas manajemen perubahan, dimulai pada kesempatan Rakernas
Mahkamah Agung Tahun 2007 di Makassar8 yang dilaksanakan pada tanggal 2-7
September 2007, atau satu minggu setelah ditandatanganinya Surat Keputusan KMA
tersebut. Bentuk diseminasi pada forum Rakernas ini dengan cara mempresentasikan
dan membagikan Surat Keputusan KMA tersebut kepada seluruh peserta rakernas.
7 Sebutan ini disampaikan oleh Ketua Program Studi Humas Depertemen Ilmu Komunikasi Fisip UI,
Fauzie Syuaib, pada acara Loka Karya SK KMA 144/2007 di Universitas Indonesia, tanggal 12 Juni 2008 (lihat
: http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1475&Itemid=595) 8 Rakerna MA Tahun 2007 dilaksanakan di Hotel Clarion Makassar diikuti oleh 470 perserta yang terdiri
dari 117 Peradilan Umum, 44 Peradilan Militer, 121 Peradilan Agama, 94 Mahkamah Agung, 12 Hakim Adhoc,
LSM dan Tim Pembaruan Mahkamah Agung. (lihat:
http://www.mahkamahagung.go.id/rnews.asp?jid=8&bid=574)
http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1475&Itemid=595http://www.mahkamahagung.go.id/rnews.asp?jid=8&bid=574
41
Aktivitas diseminasi Surat Keputusan Keterbukaan Informasi di Pengadilan ini
lebih intensif dilakukan pada tahun 2008-2009, yaitu melalui kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:
a. Loka Karya SK KMA 144/2007 di 7 (tujuh) Perguruan Tinggi
Mahkamah Agung (Ditjen Badilag) bekerja sama dengan IALDF (Indonesia-
Australia Legal Development Facility) menyelenggarakan kegiatan diseminasi
Surat Keputusan KMA 144/2007 dalam bentuk Loka Karya di 7 (tujuh)
Perguruan Tinggi yang diikuti oleh unsur akademisi, praktisi hukum, dan
organisasi/lembaga swadaya masyarakat.
Gambar 4
Kegiatan Loka Karya SK KMA 144/2007 di Universitas Indonesia
Pada Tanggal 12 Juni 2010
Ketujuh tempat penyelenggaraan kegiatan loka karya tersebut adalah sebagai
berikut :
NO TEMPAT
PENYELENGGARAAN WAKTU NARA SUMBER
1 UI Jakarta 12 Juni
2008
Dr. Artidjo Alkostar
2 Unair Surabaya9 24 Juni
2008
Dr. Harifin A. Tumpa
9 http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1490
http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1490
42
NO TEMPAT
PENYELENGGARAAN WAKTU NARA SUMBER
3 Universitas10
Tanjungpura, Pontianak
1 Juli 2008 Atja Sondjaja, SH
4 Universitas Mataram11
8 Juli 2008 Wiwiek Awiati SH,
Mhum dan Drs. H.
Hidayatullah, SH
5 IAIN Sumut, Medan12
15 Juli
2008
Dr. Artijo Alkostar, Prof.
Dr. Ningrum Sirait
6 Unsyiah Aceh 16 Juli
2008
Dr. Artidjo Alkostar
7 Universitas Hasanuddin
Makassar13
29 Juli
2008
Dr. Harifin A. Tumpa
Tabel 4.
Tempat Lokakarya dan Jadwal Pelaksanaan Lokakarya Diseminasi
SK KMA 144/2007
b. Sosialisasi Surat Keputusan KMA 144/2007 untuk 4 Lingkungan Peradilan
Ditjen Badilag bekerja sama dengan IALDF menyelenggarakan kegiatan
sosialisasi SK KMA 144/2007 bagi Seluruh Ketua, Wakil Ketua, dan
Panitera/Sekretaris pengadilan tingkat banding dan tingkat pertama di seluruh
Indonesia. Penyelenggaraan sosialisasi ini dilaksanakan di 14 tempat kegiatan:
Bandung, Banten, Semarang, Surabaya, Mataram, Makassar, Banjarmasin,
Palembang, Jambi, Pekanbaru, Medan, Aceh, Manado, dan Jayapura.
c. Sosialisasi SK KMA 144/2007 Bagi Panitera/Sekretaris 4 lingkungan peradilan.
Biro Hukum dan Humas, pada akhir tahun 2008 menyelenggarakan sosialisasi
SK KMA 144/2007 bagi Panitera/Sekretaris 4 lingkungan peradilan, sebagai
berikut:
NO TEMPAT KETERANGAN
1 Semarang Wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta
2 Surabaya Wilayah Jawa Timur
3 Makassar Wilayah Sulawesi Selatan
10 http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1568 11 http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1577 12 http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1600 13 http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1655
http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1568http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1577http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1600http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1655
43
4 Pontianak Wilayah Kalimantan Barat
5 Bandung Wilayah Jawa Barat
6 Palembang Wilayah Sumatera Selatan
7 Medan Wilayah Sumatera Utara
8 Aceh Wilayah Aceh
Tabel 5
Lokasi Sosialisasi SK KMA 144/2007 bagi Panitera/Sekretaris
Empat lingkungan peradilan
d. Sosialisasi SK KMA 144/2007 Melalui Pencetakan Poster dan Booklet
Selain melalui kegiatan sosialisasi tatap muka, diseminasi Surat Keputusan
Keterbukaan Informasi di pengadilan dilakukan dengan publikasi booklet dan
poster-poster yang didistribusikan ke pengadilan
Gambar 5
Publikasi booklet dan poster-poster terkait sosialisasi SK KMA 144/2007
e. Instruksi Implementasi Keterbukaan Informasi pada Pengadilan
Untuk memastikan terimplementasinya keterbukaan informasi yang diwajibkan
oleh UU Nomor 14 Tahun 2008 dan SK KMA 144/2007, Ketua Mahkamah
Agung RI menerbitkan Surat Edaran Nomor 6 Tahun 2010 tanggal 29 April
2010 tentang Instruksi Implementasi Keterbukaan Informasi pada Pengadilan.
1.2 Publikasi Putusan
a. Aturan/Renja Publikasi Putusan
Sebelum menjadi program quick wins reformasi birokrasi di tahun 2007,
Publikasi Putusan telah tertera dalam Cetak Biru Mahkamah Agung 2003-2009
yang diterbitkan pada tahun 2003. Langkah ini semakin kongkrit dengan
ditandatanganinya dokumen nota kesepahaman (MoU) antara Mahkamah Agung
dengan Federal Court of Australia, dan Family Court of Australia, MoU MA
dengan Millenium Challenge Corporation – Indonesia Control of Corruption
44
Project (MCC-ICCP), dan Surat Kerjasama Mahkamah Agung dengan Asian
Legal Information Institute yang dikelola oleh University Technologi of Sydney
(UTS).
b. Konsep/Sistem Publikasi Putusan
Sistem yang merupakan instrumen bagi pelaksanaan publikasi putusan ini yang
utama adalah Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor
144/KMA/SK/VIII/2007 tanggal 28 Agustus 2007.
Kemudian dalam tingkatan teknis publikasi putusan melalui website, rujukan
sistemnya berdasarkan pada Standard Operating Prosedure (SOP) pengelolaan,
pengiriman (e-mailing), dan uploading putusa