--suhaiba-8985-1-12-suha-a
-
Upload
si-sari-wisholic -
Category
Documents
-
view
224 -
download
0
Transcript of --suhaiba-8985-1-12-suha-a
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
1/125
i
SKRIPSI
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT
PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PERAWATAN
PASCA OPERASI KATARAK DI POLI MATARSUD DR H CHASAN BOSOIRIE
TERNATE
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sar jana Keperawatan (S.Kep)
OLEH :
SUHAIBA
NIM : C121 11 656
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
2/125
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT
PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PERAWATAN
PASCA OPERASI KATARAK DI POLI MATARSU DR H CHASAN BOSOIRIE
TERNATE
Oleh
SUHAIBA
C 121 11 656
Skripsi ini diterima dan disetujui untuk dipertahankan di depan tim penguji
Dosen Pembimbing:
Pembimbing I,
(Silvia Malasari, S.Kep.,Ns.,MN)
Pembimbing II,
(Andi Masyitha Irwan,S.Kep.,Ns.,MAN)
Mengetahui:
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan,
Dr. Dra. Werna Nontji, S.Kp.,M.Kep
NIP. 19500114 197207 2 001
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
3/125
iii
HALAMAN PENGESAHAN
SKRIPSI
“PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKATPENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PERAWATANPASCA OPERASI KATARAK DI POLI MATA
RSUD DR H CHASAN BOSOIRIETERNATE”
Telah dipertahankan dihadapan Sidang Tim Penguji Akhir
Hari/Tanggal : Rabu, 23 Januari 2013
Pukul : 10.00-12.00
Tempat : Ruang GA 402 Lantai 4 PSIK Unhas
Oleh:
SUHAIBA
C121 11 656
Dan yang bersangkutan dinyatakan
LULUS
Tim Penguji Akhir
Penguji I : Yuliana Syam,S.Kep.,Ns.,M.Kes ..................................
Penguji II : Sahrul Ningrat,S.Kep.,Ns ..................................
Penguji III : Silvia Malasari, S,Kep.,Ns.,MN ..................................
Penguji IV :Andi Masyitha Irwan,S.Kep,Ns.MAN ..................................
Mengetahui:
A.n. Dekan
Wakil Dekan Bidang Akademik
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin,
Prof. dr. Budu, Ph.D.,Sp.M.,KVR NIP. 19661231 199503 1 009
Ketua Program Studi Keperawatan
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin,
Dr. Dra. Werna Nontji, S.Kp.,M.Kep NIP. 19500114 197207 2 001
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
4/125
iv
Pernyataan Keaslian Skripsi
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Suhaiba
NIM : C121 11 656
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan atau
pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa
sebagian atau keseluruhan skripsi ini merupakan hasil karya orang lain, maka saya
bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi yang
seberat-beratnya atas perbuatan tidak terpuji tersebut.
Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan sama
sekali.
Makassar, Januari 2013
Yang membuat pernyataan,
(Suhaiba)
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
5/125
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang tiada terkira penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul “Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat
pengetahuan keluarga tentang perawatan pasca operasi katarak di Poli Mata RSUD
Dr H Chasan Bosoirie Ternate”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK)
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar. Penulis menyadari bahwa
dalam penyusunan skripsi ini tak lepas dari petunjuk, bantuan, bimbingan dan arahan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu perkenankanlah penulis menyampaikan rasa
terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Irawan Yusuf, Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin Makassar.
2. Bapak Prof. dr. Budu, Ph.D.,Sp.M.,KVR selaku wakil dekan bidang akademik
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.
3. Ibu Dr. Dra. Werna Nontji, S.Kp.,M.Kep selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.
4. Ibu Silvia Malasari, S.Kep.,Ns.,MN selaku pembimbing I dan Ibu Andi Masyitha
Irwan, S.Kep.,Ns.,MAN selaku pembimbing II yang telah memberikan petunjuk,
bimbingan, arahan dan motivasi sehingga skripsi ini selesai tepat pada waktunya.
5. Ibu Yuliana Syam, S.Kep.,Ns.,M.Kes dan Bapak Sahrul Ningrat, S.Kep.,Ns.
selaku tim penguji skripsi yang telah memberikan arahan, kritik dan sarannya
demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
6/125
vi
6. Direktur RSUD Dr H Chasan Bosoirie Ternate, yang telah memberikan izin
untuk penelitian.
7. Koordinator Poli Mata RSUD Dr H Chasan Bosoirie Ternate beserta staf yang
telah banyak memberikan bantuan dalam proses penelitian.
8. Segenap dosen dan staf Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin Makassar yang telah memberikan pengetahuan, motivasi
dan bimbingan selama penulis menyelesaian pendidikan di Program Studi Ilmu
Keperawatan.
9. Rekan-rekan Ners B angkatan 2011 yang telah memberikan bantuan, semangat
dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.
10. Teristemewa pernyataan terima kasih yang tak ternilai harganya dengan ikhlas
saya persembahkan kepada kedua orang tuaku, suami dan anakku tersayang,
saudara-saudaraku serta seluruh keluarga atas segala doa, pengorbanan dan
motivasi selama penulis mengikuti pendidikan.
Semoga segala bantuan dan dukungan dari semua pihak yang telah membantu
penulis, kiranya mendapat pahala yang setimpal dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Olehnya
itu segala kritik dan saran yang konstruktif penulis harapkan untuk kesempurnaan
skripsi ini. Semoga skripsi ini bernilai dan dapat memberikan sumbangan serta
bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Makassar, Januari 2013
Penulis
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
7/125
vii
ABSTRAK
Suhaiba, C12111656 “PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKATPENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PERAWATAN PASCA OPERASI KATARAK DI
POLI MATA RSUD Dr H C HASAN BOSOIRIE TERNATE” di bimbing oleh Silvia Malasari
dan Andi Masyitha Irwan.(Xiv + 79 halaman + 3 bagan + 1 gambar + 4 tabel + 11 lampiran ).
Latar belakang : Katarak kini masih menjadi penyakit yang paling dominan pada mata penyebab
paling utama kebutaan. Paling sedikit 50% dari semua kebutaan diantaranya terdapat di Negara
berkembang. Tidak terkecuali Indonesia, dimana berdasarkan hasil suevei kesehatan indera
penglihatan dan pendengaran 1993-1996, prevalensi kebutaan 1,5% dan lebih separuhnya di sebabkan
pleh katarak yang belum dioperasi (Depkes, 1998).Metode: Rangcangan penelitian yang di gunakan pada penelitian ini adalah eksperimental semu
(Quasi eksperimental design), dengan desain Nonequivalent control group design. Metode sampling
yang di gunakan adalah purposive sampling dan sampel yang dimiliki adalah 36 orang yaitu 18 orang
untuk kelompok perlakuan dan 18 orang untuk kelompok intervensi. Data dianalisa secara univariat
dan bivariat dengan menggunakan uji t- test berpasangan (untuk variabel dependen) dan uji Man
whitney utuk kelompok kontrol dengan tingkat kemaknaan p < α (0,05). Penelitian ini berlangsungkuranglebih 1 bulan mulai dari tanggal 17 Juli- 23 Agustus 2012.
Hasil: Pengetahuan keluarga tentang perawatan pasca operasi katarak di poli mata RSUD Dr H Chsan
Bosoirie sebelum di berikan pendidikan kesehatan (pre test) dan setelah di berikan pendidikan
kesehatan (post test) mengalami peningkatan, didapatkan nilai p =
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
8/125
viii
ABSTRACT
Suhaiba, C12111656 ”THE INFLUENCES OF HEALTH EDUCATION AND THE FAMILIES
UNDERSTANDING OF CARE ABOUT CATARACT AFTER OPERATION AT THE EYES
CLINIC IN Dr.H.CHASAN BOSOIRIE HOSPITAL” guided by, Silvia Malasari and Andi
Masyitha Irwan.
(xiv + 79 pages + 3 chart + 1 picture + 4 tables + 11attachment).
Background: Cataract is one of disease that still dominate on eyes, which it causes for the blind.
It’s happened for 50 % ( fifty percent ) on the development country. Mean while, based on healthassessment for sense of sight and hearing 1993 – 1996, the blind prevalence 1,5 % and the rest ofthem were caused by Cataract who did ne operated ( Health Department 1998 ).
Methods: The researcher used Quasi experimental Design with Nonequivalent Control Group
Design. The sampling method used in this research was Purposive Sampling and the sample
collected were 36 people. They were classified into ; 18 were treatment group and 18 wereintervention group. In analyzing data, the researcher used Univariate and Bevariate by using
Wilcoxon ( for dependent variable ) and man whitney for group control by mean p < a ( 0,05 ). Theresearch has been starting for one month, it’s 17 July until 23 August 2012. Results: The families understanding the care of post operation of cataract at RSUD Dr. H Chasan
Bosoirie before the pre test and after the post test was getting higher it’s reached on p = < 0, 001 bymean there was an influence of health education families the understanding about how to carecataract after operation. Conclusion and suggestion: There was a meaningful influences of health
education to the families understanding about how to care the Cataract after operation. From this
research, hopefully the Public Hospital officials and the staff make the permanent standard
procedure, to support the health education, especially, how to care the patients after received the
operation of cataract.
Key Word : Health Education, The Families Understanding, Cataract.
Reference : 28 ( 1998 – 2011 )
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
9/125
ix
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………... i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ..................................................... iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………… ix
DAFTAR BAGAN .............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………… xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………
A. Latar Belakang …………………………………………………
B. Rumusan Masalah ………………………………………….......
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………
D. Manfaat Penelitian ……………………………………………..
1
1
4
5
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………..
A. Tinjauan umum tentang katarak .................................................
B. Tinjauan umum tentang pendidikan kesehatan...........................
C. Tinjauan umum tentang pengetahuan …………………………
D. Tinjauan umum tentang keluarga ..............................................
7
8
25
35
42
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
10/125
x
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ……………………..
A. Kerangka Konsep .......................................................................
B. Hipotesis .....................................................................................
49
50
BAB IV METODE PENELITIAN …………………………………............
A. Rangcangan Penelitian ……………………………………….
B. Waktu dan Tempat Penelitian ………………………………....
C. Populasi, Sampel dan Sampling ……………………………….
D. Alur Penelitian ............................................................................
E. Cara kerja……………………………………………………….
F. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional …………….....
G. Instrumen Penelitian …………………………………………...
H. Pengolahan dan Analisa data ……………………………….....
I. Etika Penelitian ..…………………………………………........
51
51
53
53
57
58
59
60
61
63
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ...........................................................................
B. Pembahasan ................................................................................
C. Keterbatasan Penelitian .............................................................
65
65
69
76
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................
B. Saran ...........................................................................................
77
77
78
DAFTAR PUSTAKA
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
11/125
xi
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR BAGAN
Hal
Bagan 1 Kerangka Konsep .............................................................................. 49
Bagan 2 Rangcangan penelitian……………………………………………... 52
Bagan 3 Alur Penelitian .................................................................................. 57
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
12/125
xii
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1 Lensa mata normal dan mata katarak……………………………… 8
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
13/125
xiii
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 5.1 Distribusi karakteristik responden berdasarkan data demografi
pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol……………….. 66
Tabel 5.2 Distribusi frekwensi berdasarkan tingkat pengetahuan keluarga
pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol……………...... 67
Tabel 5.3 Perbedaan pengetahuan antara kelompok ibtervensi dan
kelompok kontrol………………………………………………… 68
Tabel 5.4 Hasil analisa uji wilcoxon pada pengukuran pengetahuan pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol……………………... 69
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
14/125
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat izin penelitian dari PSIK Unhas
Lampiran 2 : Surat izin penelitian dari Kesbang Penelitian dan Pengembangan
Kota Ternate
Lampiran 3 : Surat izin penelitian dari RSUD DR H Chasan Bosoirie
Lampiran 4 : Lembar permohonan menjadi responden
Lampiran 5 : Lembar persetujuan menjadi responden
Lampiran 6 : Kuesiner penelitian
Lampiran 7 : SAP perawatan pasca operasi katarak
Lampiran 8 : Leaflet perawatan pasca operasi katarak
Lampiran 9 : Master tabel
Lampiran 10 : Hasil uji validitas dan reliabilitas
Lampiran 11 : Hasil uji statistic dengan program SPSS 16,0
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
15/125
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau kedua-
duanya (Ilyas, 2009). Katarak kini masih menjadi penyakit paling dominan pada
mata dan penyebab paling utama kebutaan. Paling sedikit 50% dari semua
kebutaan diantaranya terdapat di negara berkembang. Tidak terkecuali
Indonesia, dimana berdasarkan hasil survei kesehatan indera penglihatan dan
pendengaran tahun 1993-1996, prevalensi kebutaan 1,5 % dan lebih separuhnya
di sebabkan oleh katarak yang belum di operasi (Depkes RI, 1889).
Berdasarkan data yang di peroleh di Medical Record di Rumah Sakit
Umum Daerah Dr H Chasan Bosorie Ternate Proponsi Maluku Utara Tahun
2010-2011, katarak menempati urutan pertama dari kasus penyakit mata dengan
tindakan pembedahan Ekstra Kapsuler Ekstraksi Katarak. Pada tahun 2011
pasien katarak berjumlah 3280 orang dan yang menjalani pembedahan 309
orang, sedangkan dari bulan januari sampai dengan maret 2012 dengan pasien
berjumlah 1022 orang dan yang menjalani pembedahan 66 orang.
Penyebab utama katarak adalah proses penuaan, tapi ada banyak faktor
yang dapat mempengaruhinya, antara lain sinar ultraviolet B, trauma, toksin,
penyakit sistemik (seperti Diabetes), merokok, dan keturunan (Ilyas, 2003 :
Vaughan 2007). Tidak ada perawatan sederhana, Satu-satunya penyembuhan
adalah melalui operasi pembedahan yang di sebut ekstraksi lensa. Pada 90
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
16/125
xvi
persen kasus cara ini dapat memperbaiki penglihatan secara dramatis (Knight,
yang di kutip dalam Darmiati, 2010).
Katarak hanya dapat diangkat dengan jalan operasi pembedahan. Untuk
mencapai keberhasilan dalam program operasi pembedahan maka memerlukan
persiapan dan tindakan yang mencakup 3 fase : pre operatif, intra operatif dan
pasca operatif. Pasien katarak pasca operasi akan mengalami ketidakmampuan
dalam beberapa aktifitas karena prosedur yang harus dilakukan dan hasilnya
akan sangat berpengaruh pada proses kesembuhan serta keberhasilan setelah
operasi (Ilyas,2004).
Berdasarkan tingginya prevalensi penyakit katarak dan tindakan yang
dilakukan di RS ( rata-rata 1-2 hari), maka akan sangat memerlukan bantuan dari
anggota keluarga untuk melanjutkan perawatan di rumah. Dari hasil observasi
dan wawancara dengan salah satu perawat di poli mata RSUD Dr H Chasan
Bosoeri Ternate Propinsi Maluku Utara (Maret 2012), didapatkan informasi
bahwa pendidikan kesehatan telah dilaksanakan secara lisan dan singkat tanpa
terencana dengan baik. Pendidikan kesehatan yang di berikan tidak
menggunakan protap serta alat pendukung atau bahan ajar, ini di karenakan
belum adanya protap tentang perawatan pasca operasi katarak, belum
tersedianya sarana prasarana pendidikan kesehatan, sehingga ps dan keluarga
tidak dapat melakukan tahapan penyembuhan dengan baik dan benar sesuai
dengan prosedur yang telah di tetapkan, hal ini di tunjang dengan kurangnya
sosialisasi dari perawat tentang langkah-langkah tentang perawatan pasca
operasi katarak untuk mencapai penyembuhan yang tepat waktu.
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
17/125
xvii
Pendidikan kesehatan merupakan proses perubahan perilaku secara
terencana dalam mencapai tujuan hidup sehat. Pendidikan kesehatan yang baik
akan sangat berperan dalam mencegah kemungkinan komplikasi, menciptakan
lingkungan yang aman dengan pembatasan aktifitas yang di berlakukan untuk
pasien di rumah dan rujukan yang di perlukan untuk perawatan selanjutnya dapat
di buat dengan tepat (Monica, 2005).
Peran perawat sangat penting dalam mempersiapkan kepulangan pasien
serta keluarga dalam pemberian pendidikan kesehatan atau perencanaan
pemulangan dengan memperhatikan masalah pasien dan keluarga di dalam
pemberian perawatan klien bedah katarak yang di lakukan di rumah (Ester,
2005). Discharge planning atau perencanaan pulang yang berhasil adalah proses
interdisiplin terkoordinasi yang memastikan bahwa klien atau keluarga
mempunyai rencana untuk melanjutkan perawatan setelah meninggalkan rumah
sakit, klien dan keluarga harus mempunyai pengetahuan, ketrampilan dan
sumber-sumber penting untuk memenuhi keutuhan diri mereka, dimana
perencanaan pulang harus di sesuaikan dengan kebutuhan klien, di mulai sejak
awal masuk rumah sakit, disusun oleh tim kesehatan dan di evaluasi program
perencanaan pulang (Perry & Potter, 2002).
Pengetahuan yang mendalam dan deteksi secara dini memberikan
kesempatan kepada keluarga untuk dapat mengetahui tentang tindakan
perawatan post operasi katarak dengan baik dan benar serta menambah wawasan
dan informasi bagi keluarga mengenai kesehatan. Salah satu wujud dukungan
keluarga dengan pengetahuan yang sudah di milikinya adalah dengan selalu
memberikan dukungan dan mengingatkan penderita tentang proses
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
18/125
xviii
penyembuhan. Peran keluarga sangat di butuhkan yaitu sebagai pemberian
asuhan memelihara kesehatan keluarga serta pengambilan keputusan tindakan
yang tetap bagi anggota keluarga yang sakit (Nyimasi, yang di kutip dalam
Maryani, 2008).
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul. Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat
pengetahuan keluarga tentang perawatan pasca operasi katarak di ruang poli
mata RSUD Dr H Chasan Bosoeri Ternate Propinsi Maluku Utara tahun 2012.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan terdapat masalah belum
adanya protap tentang perawatan pasca operasi katarak, belum tersedianya
sarana prasarana pendidikan kesehatan, sehingga pasien dan keluarga tidak dapat
melakukan tahapan penyembuhan dengan baik dan benar sesuai dengan prosedur
yang telah di tetapkan, hal ini di tunjang dengan kurangnya sosialisasi dari
perawat tentang langkah-langkah tentang perawatan pasca operasi katarak untuk
mencapai penyembuhan yang tepat waktu, maka perumusan masalah dari
penelitian ini adalah apakah ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan pasca operasi Katarak di poli
mata RSUD Dr H Chasan Bosoeri Ternate Propinsi Maluku Utara ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Diketahuinya pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan
keluarga perawatan pasca operasi katarak di poli mata RSU Dr H Chasan
Bosoeri Ternate Proponsi Maluku Utara.
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
19/125
xix
2. Tujuan Khusus
a. Teridentifikasinya tingkat pengetahuan keluarga pasien pasca operasi
katarak sebelum pemberian pendidikan kesehatan.
b. Teridentifikasinya tingkat pengetahuan keluarga pasien pasca operasi
katarak sesudah pemberian pendidikan kesehatan.
c. Diketahuinya perbedaan tingkat pengetahuan keluarga sebelum dan
sesudah di berikan pendidikan kesehatan tentang perawatan pasca katarak
di poli mata RSUD Dr H Chasan Bosoeri Ternate Propinsi Maluku Utara.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitiaan ini di harapkan dapat membeikan manfaat kepada :
1. Institusi Rumah Sakit
Sebagai dasar pertimbangan dalam pembuatan prosedur tetap tentang
pemberian pendidikan kesehatan khususnya pendidikan kesehatan pada
pasien pasca operasi katarak.
2. Keluarga pasien pasca operasi katarak
Adanya pemberian pendidikan kesehatan akan meningkatkan pengetahuan
keluarga tentang perawatan pasien pasca operasi katarak yang lebih baik dan
selanjutnya untuk dapat di terapkan.
3. Profesi keperawatan
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
20/125
xx
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada tenaga kesehatan
khususnya perawat dalam memberikan perawatan pasca operasi katarak
terutama menyusun strategi atau rencana pemberian pendidikan kesehatan.
4. Manfaat Keilmuan
a. Hasil penelitian ini mampu memberikan manfaat sebagai referensi agar
para perawat selalu mengembangkan kemampuan dan ketrampilan dalam
memberikan pendidikan kesehatan guna meningkatkan pelayanan
kesehatan.
b. Sebagai bahan penelitian peneliti, untuk mendapatkan pengalaman dan
meningkatkan kemampuan dalam menganalisa pengaruh pemberian
pendidikan kesehatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Katarak
1. Pengertian
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat mengetahui
terjadinya akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denotrasi protein lensa
atau akibat kedua-keduanya di sebabkan oleh berbagai keadaan (Ilyas, 2006).
Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa
atau kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada
semua orang lebih dari 65 tahun (Doengoes, 2000).
2. Anatomi lensa mata
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
21/125
xxi
Mata adalah indera penglihatan di bentuk untuk menerima rangsangan
cahaya pada retina dengan perantaraan serabut-serabut nervos options
mengalihkan rangsangan ini ke pusat penglihatan pada otak, bagian mata
yang berfungsi menfokuskan rangsangan cahaya keretina adalah lensa
(Pearce, 2002 ).
Penglihatan yang baik adalah penglihatan yang di hasilkan dari suatu
bayangan dari suatu objek yang di terima yang ada di mata bagian belakang
melalui suatu system optic. Sistim optic terdiri dari : kornea, pupil, iris, lensa
dan vitreous dimana jika semua komponen itu baik maka objek yang di
tangkap retina adalah objek yang bisa di lihat dengan tajam.
Katarak adalah suatu jenis penyakit pada mata karena lensa mata
menjadi keruh sehingga menghalangi cahaya yang masuk. Penglihatan
penderita katarak menjadi terganggu dan bahkan bisa menjadi buta bila
semakin parah dan tidak di tangani secara baik. (Ilyas, 2001).
Gambar 2.1. Lensa mata normal dan lensa keruh karena katarak
3. Etiologi
a) Usia lanjut
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
22/125
xxii
b) Terjadi secara congenital akibat infeksi virus
c) Kelainan sistemik atau metabolic (Diabetes Melitus)
d) Genetik dan gangguan perkembangan
e) Rokok dan komsumsi alcohol (Mansjoer, 2003)
Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Anak dapat
mengalami katarak yang biasanya merupakan penyakit yang di turunkan,
peradangan di dalam kehamilan, keadaan ini di sebut sebagai katarak
congenital. Penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti Diabetes Melitus
dapat menyebabkan timbulnya kekeruhan lensa yang dapt menyebabkan
katarak komplikatif (Ilyas, 2006).
4. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih
transparan, berbentuk kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat
nucleus, di perifer ada korteks dan yang mengelilingi kedisik dan kimia
keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Perubahan fisik dan kimia
dalam lensa mengakibatkan perubahan pada serabut halus multiple yang
memanjang dari badan ke sekitar daerah lensa misalnya dapat menyebabkan
penglihatan mengalami perubahan kimia dan protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalan cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan
terputusnya lensa normal terjadi air kedalam lensa.
Proses ini mematahkan serabut lensa yang dapat tegang dan dapat
menganggu transmisi sinar. Katarak biasanya terjadi bilateral, namun
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
23/125
xxiii
mempunyai kecepatan yang berbeda, dapat di sebabkan oleh kejadian trauma
maupun siatematis, seperti DM. Sebenarnya merupakan konsekuensi dari
proses penuaan yang normal. Katarak dapat bersifat congenital dan dapat di
identifikasi awal, karena bila tidak dapat di diagnosa dapat menyebabkan
kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang sering berperan dalam
terjadinya katarak meliputi sinar ultraviolet obat-obatan, alcohol, merokok,
DM, dan asupan vitamin anti oksida yang kurang dalam jangka waktu lama
(Brunner & Suddarth, 2002).
5. Jenis-jenis Katarak
Menurut Doherty & Way, 2006 klasifikasi katarak dibagi menjadi:
a. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia dibawah 1 tahun.
b. Katarak yang berhubungan dengan gangguan lainnya, meliputi Diabetes
Mellitus, hipokalsemia dan beberapa obat sistemik dan tetes mata yang
mengandung kortikosteroid.
c. Katarak senil, katarak setelah usia 50 tahun.
Adapun klasifikasi katarak berdasarkan usia menurut Ilyas & Yulianti,
2011 dibagi menjadi:
1) Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau
segera setela lahir dan bayai berusia kurang dari 1 tahun.
Katarak kongenital digolongkan dalam katarak :
a) Kapsulolentikular dimana pada golongan ini termasuk katarak
kapsular dan katarak polaris.
b) Katarak lentikular termasuk dalam golongan ini katarak yang
mengenai korteks atau nukleus lensa saja.
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
24/125
xxiv
2) Katarak juvenil, katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda,
yang mualai terbentuk pada usia kurang dari 9 tahun yang lebih dari 3
bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan katarak kelanjutan katarak
kongenital(Ilyas,& Yulianti, 2011).
3) Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak
diketahui secara pasti.
Karatak senil secara klinik dikenali dalam beberapa stadium yaitu:
a) Katarak insipien
Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut :
Kekerahan mulai dari tepi akuator berbentuk jeriji menuju korteks
anterior dan posterior (Katarak kortikal). Katarak subkapsular
posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkabsular posterior,
celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan
degeneratif (benda morgagni) pada katarak insipien. Kekeruhan
ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refaksi yang
tidak sama pada semua bagian lensa(Ilyas,& Yulianti, 2011).
b) Katarak intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang
degeneratif menyerap air. Masuknya air kedalam celah lensa
mengakibatkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan
mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding
dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat
memberikan penyulit glaukoma(Ilyas, & Yulianti, 2011).
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
25/125
xxv
c). Katarak imatur
Sebagaian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum
mengenai lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah
volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa
yang degeneratif pada keadaan lensa mencembung akan dapat
menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma
sekunder(Ilyas, & Yulianti, 2011).
d). Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluru masa lensa.
Kekeruhan ini bisa terjadi deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila
katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan
lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang
normal. Akan terjadi kekeruhan lensa yang bila lama akan
mengakibatkan kalsifikasi lensa.
e). Katarak Hipermatur
Katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat
menjadi keras, lembek dan mencair.
Masa lensa yang berdegerasi keluar dari kapsul lensa sehingga
lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada
pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa.
Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan
dengan zonula zinn menjadi kendor. Bila proses katarak
berjanlan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
26/125
xxvi
yang bergenerasi dan cair tidak dapat keluar. Maka korteks
akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai
dengan nukleus yang terbenam didalam korteks lensa karena
lebih berat. Keadaan ini disebut katarak morgagmi(Ilyas,2006).
f). Katarak Brunesen
Katarak berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama
pada nulkeus lensa,juga dapat terjadi pada katarak pasien
katarak diabetes melitus dan miopia tinggi. Sering tajam
penglihatan lebih baik dari pada dugaan sebelumnya dan
biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih dari 65 tahun
yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior
(Ilyas,2006).
g). Katarak Komplikata
Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata
lain seperti radang, dan proses degenerasi seperti ablasi retina,
retinitis pigmentosa, glukoma, tumor intra okular, iskimia
okular, nekrosis anterior segmen, buftalmos, akibat suatu trauma
dan paska bedah mata, katarak komplikata dapat juga
disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin (diabetes melitus,
hipoparatiroid, galaktosemia dan miotonia distropi) dan
keracunan obat (tiotepa intra vena, steroid lokal lama, steroid
sistemik, oral kontraseptik dan meotika antikolinesterase).
Katarak komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai
katarak selamanya didaerah bawah kapsul atau pada lapis
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
27/125
xxvii
korteks, kekeruhan dapat difus, pungtata ataupun linear dapat
berbentuk rosete, retikulum dan biasanya terlihat vakuol
(Ilyas,2006).
h). Katarak Diabetes
Merupakan katarak yang terjadi akibat penyakit diabetes
melitus. Katarak diabetes melitus dapat terjadi dalam tiga
bentuk:
1) Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia
nyata, pada lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis
akibat kapsul lensa berkerut. Bila dehidrasi lama akan
terjadi kekeruhan lensa, kekeruhan akan hilang bila terjadi
rehidrasi dan kadar gula normal kembali.
2) Pasien diabetes juvenil dan tua tidak terkontrol, dimana
terjadi katarak serentak pada kedua mata dalam 48 jam,
bentuk dapat snow flake atau bentuk piring subkapsular.
3) Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran
secara histologik dan biokimia sama dengan katarak
pasien nondiabetik.
i). Katarak Sekunder
Katarak sekunder terjadi akibat terbentuknya jaringan
fibrosis pada sisa lensa yang tertinggal, paling cepat keadaan ini
terlihat sesudah 2 hari EKEK. Bentuk lain yang merupakan
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
28/125
xxviii
proliferasi epitel lensa pada katarak sekunder berupa mutiara
Elschingn dan cincin Soemmering (Ilyas & Yulianti, 2011).
6. Gegala Klinis
Gejala klinis pasien katarak antara lain :
a) Rasa nyeri pada mata
b) Penglihatan kabur
c) Rasa silau karena terjadi pembiasan tidak teratur oleh lensa yang keruh
d) Penglihatan akan berkurang secara perlahan
e) Pada pupil terdapat bercak putih
f) Bertambah tebal nucleus dengan berkembangnya lapisan kortek lensa
Katarak akan menimbulkan penyakit mata menjadi merah di sertai
rasa sakit yang kemudiaan akan berakhir dengan kebutaan. Secara klinis
proses sudah tampak dalam pengurangan kekuatan akomodasi lensa, akibat
mulai terjadi sklerosis lensa yang di manifestasikan dalam bentuk presbiopi
(Soetomo, 2001).
Selain itu gejala berupa keluhan penurunan ketajaman penglihatan
secara progresif (seperti rabun jauh memburuk secara progresif).
Penglihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan-akan tampak
benar-benar putih, sehingga reflek cahaya pada mata menjadi negative (-).
Bila di biarkan akan mengganggu penglihatan dan akan menimbulkan
komplikasi berupa glaucoma dan uveitis.
7. Komplikasi
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
29/125
xxix
Adapun komplikasi dari penyakit katarak setelah pembedahan adalah sebagai
berikut :
a. Glaukoma
Kelainan yang diakibatkan oleh peningkatan intra okuler di dalam bola
mata, sehingga lapang mengalami gangguan visus mata menurun.
b. Kerusakan retina/ablasi retina
Ablasi ini dapat terjadi setelah pasca bedah , akibat ada robekan pada
retina , cairan masuk ke belakang dan mendorong retina atau menjadi
penimbunan eksudat retina sehingga retina terangkat.
c. Infeksi atau pertumbuhan kekamera okuli anterior
Ini bisa terjadi setelah pasca bedah karena kurangnya perawatan yang
tidak adekuat.
8. Faktor-Faktor Mempengaruhi Terjadinya Katarak
a) Faktor Resiko
Diabetes Melitus merupakan faktor resiko terjadinya katarak, pada
hiperglikemi terjadi peningkatan aktifitas reduktase sehingga meningkat.
Berbagai macam pengamatan di klinik, katarak pada orang muda sering
di jumpai pada Diabetes Melitus tipe tergantung insulin. Pada diabetes
sering terjadi peningkatan kadar melondialdehid. Kadar melondialdehid
meningkat secara serempak dalam lensa manusia sesuai usia. Tekanan
bola mata yang meninggi (>22 mmhg), juga menimbulkan resiko
terjadinya katarak dengan resiko nisbi dengan interval konfiden.
Meksanisme terjadinya katarak akibat kenaikan asam urat serum tetap
belum jelas, karena reaksi foto kimia antara obat-obatan seperti
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
30/125
xxx
allupurinol di dalam lensa dengan protein lensa dapat menimbulkan
kataraak (Leske, 2002).
Faktor resiko lain yang sampai saat ini memberikan hasil yang
kontoversi antara lain indeks penggunaan alkohol, dan kaum laki-laki
dengan indeks masa beban tertinggi yang tertinggi mempunyai resiko
terjadinya katarak (Gynn, 2008), Selain itu faktor diare dianggap sebagai
factor resiko terjadinya katarak, dengan prevalensi katarak 3-4 kali.
Penumpukan ureum dan ammonium sinat serta berakibat terjadi
peningkatan tekanan osmotic lensa yang berakhir denaturasi protein
sebagai awal timbulnya katarak (Harding, 2003).
b) Faktor Protektif
Faktor-faktor resiko terdapat timbulnya katarak, didapatkan pada
faktor-faktor protektif. Faktor-faktor dengan nisbi
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
31/125
xxxi
menfokuskan matanya pada salah satu tempat atau suatu titik di
hadapnya.
b. Pemeriksaan tajam penglihatan
Dapat menggunakan snellns charts dan test brightrees atau dilakukan
untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang.
c. Tonometri
Dilakukan untuk mengetahui tekanan bola mata. Nilai normal dengan
memakai tonometri adalah 10-15 mmhg.
d. Shadow test (Uji bayangan iris)
Dilakukan untuk melakukan derajat atau beratnya kekeruhan lensa,
shadow test (+) bila bayangan iris pada lensa terlihat besar dan
letaknya jauh terhadap pupil, berat lensa belum keruh seluruhnya
(katarak imatur). Shadow test (-) bila bayangan iris pada lensa kecil
dan dekat terhadap pupil, berarti lensa sudah keruh seluruhnya.
e. Test anel
Dilakukan untuk mengetahui fungsi ekresi sistim lakrimal, normal
bila terlihat adanya menelan, tetapi bila di test anel negative atau
fungsi lakrimal tidak normal, maka keadaan ini mudah sekali terjadi
infeksi dan di bolehkan pembedahan operasi katarak (Ilyas, 2003).
10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penyakit katarak yaitu sebagai berikut :
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
32/125
xxxii
a) Penatalaksanaan Medis
Satu-satunya penanggulangan katarak adalah dengan jalan operasi atau
pembedahan, tindakan operasi katarak, ada 2 macam tehnik pembedahan
untuk pengangkatan katarak (Brunner&Suddart, 2001).
1) Ekstraksi Katarak Intrakapsuler
Ekstraksi Katarak intrakapsuler (ICCE, intracapsuler cataract
axtraction) adalah pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan.
Setelah zonula di pisahkan, lensa diangkat dengan cryoprobe, yang
diletakan secara langsung pada kapsula dentis. Bedah beku berdasar
pada suhu pembekuan untuk mengangkat suatu lesi atau abnormalitas.
Instrument bedah beju bekerja dengan prinsip bahwa logam dingin
akan melekat pada benda yang lembab. Ketika cryoprobe diletakan
secara langsung pada kapsula dentis, kapsul akan melekat pada probe.
Lensa kemudian diangkat secara lembut. Pada operasi ini sayatan
selaput bening yang cukup luas. Jahitan yang banyak (14-15 mm),
sehingga penyembuhan lukannya memakan waktu yang lama.Yang
dahulu merupakan cara pengangkatan katarak utama, ICCE sekarang
jarang di lakukan karena tersedianya tehnik bedah yang lebih
cannggih.
2) Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler
Ekstraksi katarak ekstrakapsuler (ECCE, extracapsuler cataract
extraction) sekarang merupakan tehnik yang lebih di sukai dan
mencapai sampai 98% pembedahan katarak. Miksroskop di gunakan
untuk melihat mata selama pembedahan. Prosedur ini meliputi
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
33/125
xxxiii
pengambilan kapsula anterior, menekan keluar nukleus lentis , dan
menghisap sisa fragmen kortikal lunak menggunakan irigasi dan alat
hisap. Dengan meninggalkan kapsula posterior dan zonula lentis tetap
utuh, dapat mempertahankan arsitektur bagian posterior mata, jadi
mengurangi insidensi komplikasi yang serius. Bedah ini
mengurangkan penyulit yang sering terjadi pada pada teknik EKIK.
Dengan teknik ini sayatan lebih kecil, sedikit jahitan, dengan waktu
penyembuhan yang lebih pendek.
3) Fakoemolsifikasi
Merupakan penemuan terbaru pada ekstraksi kapsuler. Cara ini
memungkinkan pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil
dengan menggunakan alat utrason frekwensi tinggi untuk memecah
nucleus dan korteks lensa menjadi partikel kecil yang kemudian
diaspirasi melalui alat yang sama yang juga memberikan irigasi
kontinus. Tehnik ini memberikan waktu penyembuhan yang lebih
pendek dan penurunan insidensi astigmatisme pascaoperasi. Kedua
tehnik irigasi-aspirasi dan facoemolsifikasi dapat mempertahan
kapsula posterior, yang nantinya di gunakan untuk menyangga IOL.
Fakoemolsifikasi merupakan tehnik EKEK baru dimana lensa yang
keruh di keluarkan melalui sayatan yang sangat kecil yaitu 2-3 mm.
Bedah katarak tanpa jahitan merupakan tehnik bedah yang terbaru
(Ilyas, 2003).
b) Penatalaksanaan Keperawatan
1) Peningkatan nutrisi
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
34/125
xxxiv
Penderita katarak dianjurkan banyak mengkomsumsi makanan yang
banyak mengandung serat, untuk menghindari terjadinya konstipasi
yang dapat menyebabkan hubungan dengan katarak.
2) Memaksimalkan cara perawatan mata dengan indera yang lain (
Long., 2003 ).
c) Penalaksanaan Pasca operasi katarak
Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dan
penggantian lensa dengan implan plastik. Saat ini pembedahan semakin
banyak dilakukan dengan anestesi lokal daripada anestesi umum. Anestesi
lokal diinfiltrasikan disekitar bola mata dan kelopak mata atau diberikan
secara topikal. Jika keadaan sosial memungkinkan, pasien dapat dirawat
sebagai kasus perawatan sehari dan tidak memerlukan perawatan rumah
sakit. untuk mencegah infeksi dan terbukanya luka post operasi serta
komplikasi lain sehingga pasien di minta untuk menghindari untuk
sementara larangan-larangan seperti jangan tidur pada sisi yang baru di
operasi untuk mengurangi edema, Mata di tutup selama beberapa hari
atau di lindungi dengan kaca mata pelindung pada siang hari. Selama
beberapa minggu harus di lindungi dengan pelindung logam pada malam
hari. Kaca mata permanen di berikan kurang lebih 6-8 minggu setelah
operasi (Mansjoer, 2008). Selain itu terkait larangan-larangan di anjurkan
untuk mengurangi peningkatan tekanan intra okuler (TIO), di mana TIO
terjadi dari keseimbangan antara pembntukan humor aqueus. TIO selalu
konsttan. TIO akan berfluktuasi sepanjang hari dan dapat di pengaruhi
oleh musim sepanjang tahun, latihan, perubahan posisi, gerakan kelopak
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
35/125
xxxv
mata, makanan dan obat-obatan. Keadaan yang meningkatkan TIO dapat
mengakibatkan kerusakan struktur dan fungsi mata yang progresif, selain
itu juga mempertahankan posisi yang di anjurkan agar gelembung udara
yang telah di letakan dalan badan vitreus dapat memperbaiki perlengketan
kembali retina dan mengurangi resiko pembentukan katarak baru atau
kerusakan endotel kornea, selain itu juga mempercepat penyembuhan dan
menghindari kerusakan lebih lanjut pada mata yang cedera, dapat
mengakibatkan komplikasi seperti prolaps vitreus atau dehidensi luka
akibat peningkatan tekanan luka pada jahitan yang sangat halus
(Brunner&Suddart, 2001)
Adapun penatalaksanaan pasca bedah, seperti pembatasan aktifitas (Ilyas,
2006, Brunner&Suddart, 2002).
a. Pembatasan aktivitas:
Diperbolehkan
1) Boleh menonton TV, membaca bila perlu jangan terlalu lama.
2) Boleh mengerjakan aktivitas biasa, tapi dikurangi
3) Pada awal mandi was lap, selanjutnya menggunakan bak mandi atau
pancuran dengan bantuan.
4) Tidak boleh menunduk pada wastafel atau bak mandi : condongkan
kepala sedikit kebelakang saat mencuci rambut.
5) Tidur dengan pelindung mata berlubang pada malam hari, mengunakan
kaca mata pada siang hari.
6) Boleh tidur berbaring terlentang atau miring, tidak boleh telungkup.
7) Boleh melakukan aktivitas dengan duduk.
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
36/125
xxxvi
8) Menggunakan kaca mata hitam untuk kenyamanan.
9) Boleh berlutut atau jongkok saat mengambil sesuatu di lantai.
Dihindari (paling tidak selama 1minggu)
1) Jangan tidur pada sisi mata yang baru di bedah.
2) Jangan menggosok mata, menekan kelopak mata untuk menutup.
3) Jangan membungkuk terlalu dalam atau sujud selama 3 minggu
4) Jangan mengejan saat buang air besar.
5) Jangan mengangkat benda lebih dari 7 kg
6) Jangan memakai sabun mendekati mata
7) Jangan mengendarai kendaraan.
8) Jangan batuk, bersin, dan muntah.
9) Jangan menggosok gigi pada minggu pertama, coba cuci mulut saja
10) Jangan menundukan kepala sampai bawah pinggang : melipat lutut saja
dan punggung tetap lurus untuk mengambil sesuatu dilantai.
b. Obat dan Perawatan mata:
1) Pergunakan obat sesuai aturan.
2) Cuci tangan sebelum dan setelah memakai obat.
3) Membersihkan sekitar mata dengan bola kapas steril atau kasa yang
dibasahi dengan air steril atau larutan salin dengan lembut dari sudut
dalam keluar.
4) Untuk meneteskan obat mata, duduk dan kepala condong
kebelakangdengan lembut tarik kebawah batas kelopak mata bawah.
5) Gunakan pelindung mata berlubang pada malam hari dan kaca mata
pada siang hari.
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
37/125
xxxvii
c. Waktu kontrol ulang setelah operasi
a) Minggu pertama : setiap hari
b) Minggu kedua : 3x seminggu
c) Minngu ketiga : 2x seminggu
d) Minggu keempat : 1x seminggu
d. Melaporkan tanda dan gejala yang tidak biasa.
1) Rasa sakit yang tidak hilang bahkan setelah minum obat penghilang
rasa nyeri.
2) Nyeri disertai merah, bengkak, keluar cairan : inflamasi dan cairan dari
mata.
3) Nyeri dahi dengan onset mendadak
4) Perubahan ketajaman penglihatan, kabur, pandangan ganda, selaput
pada lapang pandang penglihatan, kilatan cahaya, percikan atau bintik
di depan mata.
5) Pusing, muntah atau batuk terus menerus
6) Adanya cedera pada mata.
B. Tinjauan Umum Tentang Pendidikan Kesehatan
1. Pengertian
Pendidikan kesehatan adalah suatu proses pada perubahan pada diri
seseorang yang dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu,
dan masyarakat. Pendidikan kesehatan tidak dapat di berikan kepada
seseorang atau orang lain, bukan seperangkat prosedur yang harus
dilaksanakan atau suatu produk yang harus di capai, tetapi sesungguhnya
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
38/125
xxxviii
merupakan suatu proses perkembangan yang berubah secara dinamis, yang
di dalamnya seseorang menerima atau menolak informasi, sikap, maupun
praktek baru yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat.
Menurut Committee President on Health education , yang dikutip
oleh Notoatmojo (2007), pendidikan kesehatan adalah proses yang
menjembatani kesenjangan antara informasi kesehatan dan praktek
kesehatan, yang memotivasi seseorang untuk memperoleh informasi dan
berbuat sesuatu sehingga dapat menjaga dirinya menjadi lebih sehat dengan
menghindari kebiasaan yang buruk dan membentuk kebiasaan yang
menguntungkan kesehatan.
Dari beberapa defenisi yang di kemukakan di atas, maka
kesimpulannya pendidikan kesehatan merupakan proses perubahan perilaku
secara terencana pada diri individu, kelompok atau masyarakat untuk dapat
lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat. Pendidikan kesehatan
merupakan proses belajar pada individu, kelompok atau masyarakat dari
yang tidak tahu tentang nilai kesehatan menjadi tau, dan dari tidak mampu
mengaatasi masalah kesehatan sendiri menjadi mandiri. Dengan demikian
pendidikan kesehatan merupakan usaha/kegiatan untuk membantu individu,
kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuan baik
pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan untuk mencapai hidup sehat
secara optimal.
Dalam keperawatan, pendidikan kesehatan merupakan suatu bentuk
intervensi keperawatan yang mandiri untuk membantu klien baik individu,
kelompok maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
39/125
xxxix
melalui kegiatan pembelajaran, yang di dalamnya perawat berperan sebagai
perawat pendidik.
2. Tujuan Pendidikan Kesehatan
Secara umum tujuan pendidikan kesehatan ialah merubah perilaku
individu/masyarakat di bidang kesehatan ( WHO, yang dikutip oleh
Notoatmodjo 2007), Tujuan ini dapat di perinci lebih lanjut menjadi :
1) Menjadikan kesehatan sebagai suatu yang bernilai di masyarakat.
2) Menolong individu dan keluarga agar mampu secara mandiri atau
secara berkelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup
sehat.
3) Menolong mengembangkan dan menggunakan secara tepat sarana
pelayanan kesehatan yang ada.
Dari uraian tentang tujuan pendidikan kesehatan tersebut diatas, dapat
di simpulkan bahwa pada dasarnya pendidikan kesehatan bertujuan untuk
mengubah pemahaman individu, kelompok dan masyarakat di bidang
kesehatan agar menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai, mandiri
dalam mencapai tujuan hidup sehat, serta dapat menggunakan fasilitas
pelayanan kesehatan yang ada dengan tepat dan sesuai.
3. Metode Pendidikan Kesehatan
Pada hakikatnya metode pendidikan kesehatan adalah suatu usaha
menyampaikan pesan kesehatan pada masyarakat, kelompok, atau individu
dengan harapan dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
40/125
xl
lebih baik untuk sasaran tersebut, maka metodenya berbeda (Notoatmodjo,
2007) yaitu :
a. Metode pendidikan individual
Metode ini bersifat individual di gunakan untuk membina seseorang yang
telah mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Dasar
digunakan pendekatan individu ini karena setiap orang mempunyai
masalah yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan/perilaku
baru. Bentuk pendekatan ini antara lain :
1) Bimbingan dan penyuluhan
Dengan cara ini kontak antara keluarga dengan petugas lebih
intensive. Setiap masalah dapat di korek dan di bantu
penyelesaiannya, akhirnya keluarga dengan sukarela berdasarkan
kesadaran dan penuh pengertian akan menerima perlakuan.
2) Interview (Wawancara)
Cara ini merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan,
wawancara untuk menggali informasi mengapa ia tidak atau belum
menerima perubahan. Apakah belum atau kurang , maka perlu
penyuluhan yang lebih mendalam lagi.
b. Metode pendidikan kelompok
1) Kelompok besar
Yang di maksud kelompok besar disini adalah apabila peserta
penyuluhan lebih dari 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok
besar adalah :
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
41/125
xli
a) Ceramah
Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun
rendah. Ceramah akan berhasil apabila penceramah itu sendiri
menguasai materi yang akan yang akan diceramahkan, kunci dari
keberhasian pelaksanaan ceramah adalah penceramah tersebut
dapat menguasai sasaran ceramah.
b) Seminar
Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan
pendidikan menengah keatas. Seminar adalah cara penyajian
(presentasi) dari satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik
yang dianggap hangat oleh masyarakat.
2) Kelompok kecil
Apabila peserta penyuluhan kurang dari 15 orang, metode yang
cocok untuk kelompok ini adalah :
a) Diskusi kelompok
Dalam diskusi kelompok agar semua anggota kelompok dapat
bebas berpartisipasi maka formasi duduk para peserta di atur
sedemikian rupa. Sehingga mereka dapat duduk berhadap-
hadapan atau saling memandang satu sama lain misalnya dalam
bentuk lingkaran atau segi empat.
b) Curah pendapat
Metode ini merupakan modifikasi dari diskusi kelompok .
Bedanya pada permulaannya pemimpin kelompok memancing
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
42/125
xlii
dengan dengan salah satu masalah kemudian setiap peserta
memberikan jawaban atau tanggapan . Tanggapan atau jawaban
tersebut di tampung dan di tulis dalam bentuk flip chart atau
papan tulis, sebelum semua peserta mencurahkan pendapatnya
tidak boleh diberi komentar oleh siapapun.
c) Bola salju
Kelompok di bagi dalam pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang)
kemudian di lontarkan satu pertanyaan atau masalah, setelah lebih
kurang dari 5 menit tiap 2 pasangan bergabung menjadi 1.
Mereka tetap mendiskusikan masalah tersebut dan mencari
kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasangan yang sudah
beranggotakan 4 orang tadi bergabung lagi dengan pasangan
lainnya demikian seterusnya akhirnya terjadi diskusi seluruh
kelas.
d) Kelompok kecil-kecil
Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil
kemudian di lontarkan suatu permasalahan-permasalahan yang
sama atau tidak dengan kelompok lain dan masing-masing
kelompok mendiskusikan masalah tersebut.
e) Memainkan peran
Dalam metode ini beberapa anggota kelompok di tunjuk sebagai
pemegang peran untuk memainkan peran tertentu.
f) Permainan simulasi
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
43/125
xliii
Metode ini adalah merupakan gabungan antara bermain peran
dengan diskusi kelompok. Pesan-pesan kesehatan di sajikan
dalam bentuk permainan seperti permainan monopoli, beberapa
orang menjadi pemain dan sebagian lagi berperan sebagai nara
sumber.
c. Metode pendidikan masa
Metode ini untuk mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang di
tujukan untuk masyarakat yang sifatnya masa atau publik. Pada
umumnya pendekatan ini tidak langsung, biasanya menggunakan atau
melalui media masa, beberapa metode ini antara lain :
1) Ceramah umum
Biasanya pada acara tertentu misalnya Hari Kesehatan Nasional,
Mentri Kesehatan atau pejabat lain berpidato untuk menyampaikan
pesan-pesan kesehatan.
2) Pidato-pidato kesehatan melalui media elektronik baik TV maupun
radio.
3) Simulasi, dialog antara pasien dan dokter atau petugas kesehatan
lainnya tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan melalui TV.
4) Sinetron tentang kesehatan
5) Tulisan-tulisan di majalah atau Koran tentang kesehatan atau
penyakit.
6) Bill Bord yang di pasang di pinggir jalan, spanduk, poster, dan
sebagainya.
d. Media pendidikan kesehatan
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
44/125
xliv
Menurut Notoatmodjo (2007), media pendidikan kesehatan pada
hakekatnya adalah alat bantu pendidikan, media ini di bagi menjadi 3
bagian yaitu :
1) Media cetak
a) Booklet, Suatu media untuk menyampaikan informasi atau pesan-
pesan kesehatan dalam bentuk buku baik tulisan maupun gambar.
b) Leafleat, Bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan
kesehatan melalui lembaran yang di lipat.
c) Selebaran seperti leafleat tetapi tidak dalam bentuk llipatan.
d) Flip Chart, Media penyampaian pesan atau informasi kesehatan
dalam bentuk lembar balik biasanya dalam bentuk buku di mana
tiap lembar berisi gambar peragaan dan dibaliknya berisi kalimat
pesan yang berkaitan dengan gambar tersebut.
e) Rubrik atau tulisan-tulisan ; Pada surat kabar atau majalah
mengenai pembahasan suatu masalah kesehatan atau hal-hal yang
berkaitan dengan masalah kesehatan.
f) Poster, Bentuk media cetak berisi pesan-pesan atau informasi
kesehatan, biasanya di tempel di tembok-tembok, di tempat-
tempat umum atau kendaraan umum.
g) Foto, Yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.
2) Media elektronik
a) Televisi, Penyampaian pesan atau informasi melalui media
televisi dapat dalam bentuk sandiwara, sinetron, forum diskusi
atau Tanya jawab, pidato dan sebagainya.
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
45/125
xlv
b) Radio, Penyampaian informasi/pesan kesehatan melalui radio
dalam bentuk antara lain obrolan (Tanya jawab), sandiwara radio,
ceramah dan sebagainya.
c) Video
3) Media papan
Papan yang di pasang di tempat umum dapat di pakai /diisi dengan
pesan-pesan atau informasi kesehatan. Media papan ini juga
mencakup pesan-pesan yang di tulis pada lembaran seng dan di
tempel pada kendaraan umum.
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyuluhan
1) Faktor penyuluh
a) Kurang persiapan
b) Kurang menguasai materi yang di jelaskan
c) Bahasa yang di gunakan kurang dapat di mengerti oleh sasaran
karena terlalu banyak menggunakan istilah asing.
d) Suara terlalu kecil
e) Penyampaian materi penyuluhan monoton sehingga
membosankan.
2) Faktor sasaran
a) Tingakat pendidikan terlalu rendah
b) Tingkat sosial ekonomi terlalu rendah
c) Kepercayaan dan adat kebiasaan yang telah tertanam sehingga
sulit untuk di ubah.
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
46/125
xlvi
d) Kondisi tempat tinggal sasaran yang tidak mungkin terjadi
perubahan perilaku.
3) Faktor yang mempengaruhi proses dalam penyuluhan
a) Waktu penyuluhan tidak sesuai dengan waktu yang di inginkan
sasaran.
b) Tempat penyuluhan dilakukan dekat tempat keramaian sehingga
mengganggu proses penyuluhan.
c) Jumlah sasaran yang terlalu banyak.
d) Alat peraga dalam memberikan penyuluhan kurang.
e) Metode yang dipergunakan kurang tepat.
f) Bahasa yang dipergunakan sulit di mengerti oleh sasaran.
C. Tinjauan Tentang Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan adalah hasil tahu yang terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia yakni indera penglihatan, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia di peroleh oleh mata ( Notoatmodjo, 2010 ).
Pengetahuan adalah sebagai gejala yang di temukan di peroleh
manusia melalui pengamatan indrawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang
menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenal benda atau kejaadian
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
47/125
xlvii
tertentu yang belum pernah di lihat atau di rasakan sebelumnya ( Kamus
Bahasa Indonesia, 2009 ).
2. Faktor yang mempengaruhi Pengetahuan
Rendahnya pengetahuan dapat di sebabkan karena tingkat pendidikan
yang beragam, faktor pendididikan turut mempengaruhi bagaimana
informasi baru bisa di terima dan di pergunakan ( Azwar, 2000).
a) Faktor Internal
1) Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Pendidikan mempengaruhi proses belajar, maka tinggi pendidikan
seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi.
Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk
mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa.
Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula
pengetahuan yang di dapat tentang kesehatan .
Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana di
harapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut
semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu di tekankan bahwa
seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak
berpengetahuan rendah pula.
2) Umur
Menurut Elizabeth BH yang di kutip Nursalam (2003), usia adalah umur
individu yang terhitung mulai saat di lahirkan sampai berulang tahun.
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
48/125
xlviii
Sedangkan menurut Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir
dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang akan lebih
dewasa dan di percaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal
ini merupakan sebagian dari pengalaman dan kematangan jiwa.
b) Faktor Eksternal
1) Faktor Lingkungan
Menurut Ann.Mariner yang dikutip dari Nursalam (2003),
lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia
dan pengaruhnya dapat mempengaruhi perkembangan dan prilaku
orang atau kelompok.
2) Sosial budaya
Sistem sosial yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari
sikap dalam menerima informasi.
3. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita
ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan domain diatas
(Notoatmodjo, 2007). Beberapa teori lain yang telah dicoba untuk
mengungkapkan determinan perilaku dari analisis faktor – faktor yang
mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan, antara lain teori Lawrence Green (Green, dalam
Notoatmodjo,2007) mencoba menganalisa perilaku manusia dari tingkat
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
49/125
xlix
kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi perilaku
( non behaviour causes).
Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau dibentuk dari 3 faktor,
yaitu :
a. Faktor – faktor pengaruh ( predisposing factor ) yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, dan nilai – nilai.
b. Faktor – faktor pendukung (enabling factor) yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas – fasilitas atau
sarana – sarana kesehatan.
c. Faktor – faktor penguat ( reinforcing factor ) yang terwujud dalam sikap
dan perilaku petugas kesehatan.
4. Tingkat Pengetahuan
Notoatmodjo ( 2010 ) membedakan tingkat pengetahuan di dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu :
a) Tahu ( know )
Tahu adalah mengingat suatu materi yang di pelajari sebelumnya termasuk
kedalam pengetahuan ini adalah mengingat kembali (recall ) terhadap sesuatu
yang spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari atau rangsangan yang telah
di terima.
b) Memahami ( comprehension )
Memahami adalah kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang
telah di ketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
Orang yang telah paham dengan objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyimpulkan, meramalkan dan lain sebagainya.
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
50/125
l
c) Aplikasi ( application )
Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah di pelajari
pada kondisi dan situasi sebelumnya.
d) Analisis ( analysis )
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau memisahkan,
kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat
dalam suatu masalah atau objek yang di ketahui.
e) Sintesis ( synthesis )
Suatu kemampuan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan bentuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f) Evaluasi ( evaluation )
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap materi atau objek. Penilaian-penilaian ini di dasarkan
suatu keterial yang telah ada ( Notoatmojo, 2010 ).
5. Unsur-unsur pengetahuan
Menurut Notoatmodjo ( 1994 ), ada tiga macam unsur pengetahuan
a) Pengamatan yaitu menggunakan indera lahir dan batin untuk menangkap
objek.
b) Sasaran yaitu sesuatu yang menjadi bahan pengamatan.
c) Kesadaran yaitu salah satu yang ada pada diri manusia.
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
51/125
li
6. Batasan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo ( 1994 ),
a) Pengetahuan Indera
b) Lapangan segala sesuatu yang dapat di sentuh oleh panca indera secara
langsung, batasnya segala sesuatu yang dapat di tangkap oleh panca
indera.
a) Pengetahuan ilmu
Lapangan segala sesuatu yang dapat di teliti, biasanya segala sesuatu
yang tidak dapat di lakukan oleh penelitian.
b) Pengetahuan Filsafat
Lapangan segala sesuatu yang dapat difikirkan oleh manusia yang alami
relatif ( Gazalba, 2001 ).
7. Cara Memperoleh Pengetahuan
a) Cara tradisional atau non ilmiah
Cara kuno atau tradisional ini di pakai orang untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan, sebelum di temukannya metode ilmiah secara
sistomatik dan logis adalah cara non ilmiah, tanpa melalui penelitian.
1) Cara coba salah ( trial and error )
Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam
memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak
berhasil maka di coba kemungkinan lain.
2) Cara kekuasaan atau otoritas
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
52/125
lii
Sumber pengetahuan dapat merubah pemimpinan-pemimpinan
masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang
pemerintahan.
3) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi dapat di gunakan sebagai upaya untuk
memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengalaman yang di peroleh dalam memecahkan masalah yang
dihadapi, maka untuk masalah yang lain, yang sama, orang dapat
menggunakan cara tersebut.
4) Melalui jalan pikiran
Data memperoleh kebenaran, pengetahuan manusia telah
menggunakan jalan pikirannya baik melalui induksi maupun deduksi.
Apabila proses pembuatan kesimpulan dari umum ke khusus di
namakan deduksi, sedangkan induksi adalah perbuatan kesimpulan
dari pernyataan dari khusus ke umum.
5) Cara Moderen atau Ilmiah
Merupakan proses penggabungan antara proses berpikir deduktif dan
induktif yang di jadikan dasar untuk pengembangan metode
penelitian ( Notoatmodjo, 2006). Pengetahuan salah satunya dapat
diperoleh dari pendidikan yang berlangsung dalam satu lingkaran
atau dimana pendidikan itu berlangsung, baik pendidikan formal
maupun informal. Hasil itu di sampaikan oleh pendidik guna
mencapai tingkah laku. Pendidikan tentunya tidak lepas untuk
memperoleh hal-hal baru dalam tingkah laku dengan aktivitas
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
53/125
liii
kejiwaan. Kegiatan belajar di pengaruhi oleh proses yang bersifat
internal dan eksternal yang menghasilkan perubahan-perubahan
dalam pengetahuan, sikap, dan ketrampilan. Namun demikian, tidak
semua perubahan itu terjadi karena proses belajar. Untuk belajar yang
efektif tidak cukup dengan hanya memberikan informasi saja , tetapi
perlu di berikan pengalaman ( Notoatmodjo, 2006 ).
D. Tinjauan Umum Tentang Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah sekumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama
dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peranan
masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga ( Notoatmodjo, 2006
).
Keluarga adalah suatu ikatan/pesekutuan hidup atas dasar perkawinan
antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama seorang
laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa
anak, baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah
tangga (Sayekti, 1994).
Sesuai dengan pegertian di atas maka dapat di simpulkan bahwa
karakteristik keluarga adalah sebagai berikut :
a) Terdiri dari dua orang atau lebih individu yang terikat oleh hubungan
darah, perkawinan, dan adopsi.
b) Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka
tetap memperhatikan satu sama lain.
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
54/125
liv
c) Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain, dan masing-masing
mempunyai peran sosial sebagai suami, istri, anak, kakak dan adik.
d) Mempunyai tujuan menciptakan, mempertahankan budaya,
meningkatkan perkembangan fisik, psikologis dan sosial anggota.
2. Tipe/Bentuk Keluarga
a) Tipe keluarga tradisional, terdiri dari
1) The nuclear family ( keluarga inti ) yaitu, keluarga yang terdiri
dari suami, istri dan anak yang di peroleh dari keturunan
keduanya.
2) The dyad family yaitu keluarga yang terdiri dari suami dan istri
tanpa anak yang hidup yang hidup bersama dalam satu rumah.
3) Keluarga usil yaitu keluarga yang terdiri dari suami istri yang
sudah tua dengan anak yang memisahkan diri.
4) The children family yaitu keluarga tanpa anak karena terlambat
menikah karena mengejar karir/pendidikan yang terjadi pada
wanita .
b) Tipe Keluarga Non Tradisional, terdiri dari :
1) Theumamarried teenang mother yaitu keluarga yang terdiri dari
orang tua ( terutama ibu ) dengan hubungan tanpa nikah.
2) The stepparent yaitu keluarga dengan orang tua tiri.
3) Commune family yaitu beberapa pasangan keluarga ( dengan
anaknya ) yang tidak ada hubungan saudara, hidup bersama dalam
satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, sosialisai anak
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
55/125
lv
dengan melakukan aktifitas kelompok membesarkan anak
bersama.
4) The nonmarital heteroseksual cohabiliting family yaitu keluarga
yang hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui
pernikahan.
5) Gay and lesbian familles yaitu seseorang mempunyai kesamaan
sex hidup bersama sebagai mana pasangan suami istri.
6) Cohabiliting cauple yaitu orang dewasa yang hidup bersama di
luar ikatan perkawinan karena ikatan tertentu ( Setiawati,
Dermawan, 2008)
3. Fungsi Dan Keluarga Kesehatan
Menurut ( Friedman, 1998 ) ada lima fungsi keluarga kesehatan yaitu :
1) Fungsi afektif yaitu Menciptakan lingkungan yang menyenangkaan,
rasa aman, sehat secara mental saling mengasuh, menghargai, terikat
dan berhubungan dan mengenal identitas individu.
2) Fungsi sosialisasi yaitu Proses perubahan dan perkembangan individu
untuk menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan, fungsi dan
peran di masyarakat serta sasaran untuk kontak sosial di dalam atau di
luar rumah.
3) Fungsi reproduksi yaitu Menjamin kelangsungan generasi dan
kelangsungan hidup masyarakat.
4) Fungsi ekonomi yaitu untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara
ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu
meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
56/125
lvi
5) Fungsi perawatan kesehatan yaitu untuk mempertahankan keadaan
kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktifitas tinggi.
4. Tugas Keperawatan Keluarga
Menurut Friedman (1998 ) , yang di kutip Setiawati, dermawan (2008),
ada lima tugas keperawatan keluarga yaitu :
1) Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota
keluarga.
2) Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat
3) Memberi perawatan pada keluarga yang sakit
4) Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan untuk
kesehatan dan memperkembangkan kepribadian anggota keluarga.
5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan
lembaga-lembaga kesehatan. Hal ini menunjukan kemampuan
keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan atau fasilitas-fasilitas
kesehatan dengan baik.
E. Tinjauan Umum Tentang Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap
Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Pasca Operasi Katarak
Menurut Craven dan Hirnle (1996) yang di kutip Suliha dkk (2002),
Pendidikan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan
seseorang melalui tehnik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk
mengingat fakta atau kondisi nyata, dengan cara memberi dorongan terhadap
pengarahan diri (self direction), aktif memberikan informasi-informasi atau ide
baru.
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
57/125
lvii
Menurut Notoatmodjo ( 2002 ), Pengetahuan adalah merupakan hasil dari
tau dan ini melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia di
peroleh tata cara perawatan yang baik diantaranya mata tidak boleh kena air,
jangan menonton TV dalam jarak yang dekat, tidak boleh membaca dalam
waktu yang lama, mata tidak boleh di garuk-garuk, dan menggunakan kaca mata
setiap hari untuk melindungi mata.
Dalam upaya pencapaian tingkat perawatan yang baik pada post operasi
katarak sangat di perlukan peran keluarga yang optimal dalam merawatnya, hal
ini sesuai dengan salah satu fungsi keperawatan keluarga yaitu memberi
perawatan pada anggota keluarga yang sakit. Untuk mempertahankan keadaan
kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi juga tidak
terlepas dari pengetahuan yang di miliki oleh keluarga, semakin tinggi
pengetahuan yang di miliki keluarga maka semakin baik perawatan yang di
berikan oleh keluarga (Friedman, 1998), sehingga dengan adanya pendidikan
kesehatan di harapkan keluarga dapat melakukan langkah-langkah positif dalam
mencegah terjadinya sakit, mencegah sakit menjadi lebih parah, dan mencegah
ketergantungan melalui rehabilitasi cacat yang di sebabkan oleh penyakit (Wong
yang di kutip Tafal, dalam Suliha, 2002)
Menurut Nyimasi yang di kutip dalam Maryani (2008), bahwa
pengetahuan yang mendalam dan deteksi secara dini dapat memberikan
kesempatan kepada keluarga untuk dapat mengetahui tentang tindakan
perawatan post operasi katarak dengan baik dan benar serta menambah wawasan
dan informasi bagi keluarga mengenai kesehatan. Salah satu wujud dukungan
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
58/125
lviii
keluarga dengan pengetahuan yang sudah di milikinya adalah dengan selalu
memberikan dukungan dan mengingatkan penderita tentang proses
penyembuhan. Peran keluarga sangat di butuhkan yaitu sebagai pemberi asuhan
dan memelihara kesehatan keluarga.
Penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro Semarang ( 2007), tentang hubungan pengetahuan dengan sikap
operasi katarak pada pasien katarak senilis diRSUP Dr. Kariadi semarang,
didapatkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan
sikap terhadap operasi katarak pada pasien katarak senilis di Unit Rawat Jalan
SMF Mata RS Dr Kariadi Semarang.
Pendidikan kesehatan merupakan proses perubahan yang dinamis dengan
tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia yang salah satu
komponennya adalah pengetahuan, ini sesuai dengan penelitian yang pernah di
lakukan oleh Darmiati (2010) tentang pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien, dalam hal ini hasilnya
menunjukan tingkat pengetahuan keluarga setelah di berikan pendidikan
kesehatan tentang perawatan pasien mengalami peningkatan di banding sebelum
dilakukan pendidikan kesehatan, sehingga dapat di simpulkan bahwa ada
pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan keluarga tentang
perawatan pasien.
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
59/125
lix
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
A. Kerangka konsep
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
Skema 3.1
Kerangka Konsep
Variabel Independen
Pendidikan kesehatan
tentang perawatan pasca
operasi katarak
Variabel Dependen
Tingkat pengetahuan
keluarga
Variabel Kontrol
Umur
Pendidikan
Lingkungan
Sosial Budaya
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
60/125
lx
B. Hipotesis
Berdasarkan permasalahan dan landasan teori yang sudah di kemukakan
hipotesis dari penelitian ini :
Ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan
keluarga tentang perawatan pasca operasi katarak di Ruang Poli Klinik Mata
RSUD Dr H Chasan Bosorie Ternate Propinsi Maluku Utara.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
61/125
lxi
Desain penelitian adalah rancangan yang mencerminkan langkah-langkah
teknis dan operasional penelitian. Berdasarkan tujuan penelitian rancangan
penelitian yang di gunakan adalah rangcangan penelitian eksperimental semu
(quasi ekperimental design), dengan desain Nonequivalent Control Group
Design yaitu terdapat suatu kelompok yang di gunakan untuk penelitian , tetapi
di bagi menjadi dua yaitu setengah kelompok untuk eksperimen (yang di beri
perlakuan) dan setengah untuk kelompok control (yang tidak di beri perlakuan)
yang sebelumnya di beri pretest dan selanjutnya posttest. Pada desain ini
kelompok eksperiment maupun kelompok control tidak di pilih secara random.
(Notoatmodjo, 2010 : Sugiono, 2011). Keuntungan dari desain ini sangat baik
bila di gunakan untuk evaluasi program pendidikan kesehatan dan
membandingkan hasil intervensi program kesehatan di suatu tempat.
A
B
XA
XB
O1
O2
X
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
62/125
lxii
Skema 4.1
Rancangan Penelitian
Keterangan :
A = Kelompok intervensi, yaitu kelompok yang di berikan
pendidikan kesehatan dari peneliti
B = Kelompok kontrol
XA = Tindakan yang diberikan pada kelompok intervensi
XB = Tidak di berikan tindakan
O1 = Rata- rata skala tingkat pengetahuan kelompok intervensi
setelah diberikan pendidikan kesehatan
O2 = Rata- rata skala tingkat pengetahuan kelompok kontrol
X = Perbedaan rata- rata skala tingkat pengetahuan antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Ruang Polik Klinik Mata RSUD Dr H Bosoirie
Ternate Propinsi Maluku Utara. Penelitian ini akan dilaksanakan pada tgl 17
juli- 23 agustus 2012. Alasan dilakukan Penelitian ini karena RSUD Dr H
Chasan Boesoerie merupakan satu-satunya RS terbesar di propinsi Maluku
Utara dan sebagai pusat rujukan khususnya pasien dengan gangguan penglihatan
( katarak).
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
63/125
lxiii
Berdasarkan data medical record RSUD Dr H Chasan Bosoirie Ternate
Propinsi Maluku Utara jumlah penderita katarak pada tahun 2012 data 3 bulan
terakhir menunjukan adanya peningkatan kasus katarak sebesar 24,3% (1022
penderita).
C. Populasi dan sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : objek/subjek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh
peneliti untuk di pelajari dan kemudian di tarik kesimpulannya (Sugiyono,
2012). Populasi penelitian ini adalah semua keluarga pasien pasca operasi
katarak yang mendampingi pasien selama dan sesudah operasi katarak yang
melakukan kontrol ulang di poli klinik RSUD Dr H Chasaan Bosoirie
Ternate Propinsi Maluku Utara yang berjumlah 66 responden.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang di miliki oleh dan
populasi tersebut ( Sugiyono, 2012). Sampel dalam penelitian ini adalah 36
keluarga pasien pasca operasi katarak yang mendampingi pasien selama dan
sesudah operasi katarak, ini di tentukan berdasarkan kriteria inklusi dan
eksklusi.
a) Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau dan akan di teliti. Pertimbangan ilmiah harus
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
64/125
lxiv
menjadi pedoman saat menentukan kriteria inklusi ( Nursalam, 2008).
Kriteria inklusi dalam sampel ini adalah sebagai berikut :
1) Keluarga yang bersedia menjadi responden
2) Keluarga yang tinggal serumah dan menetap dengan klien
3) Keluarga yang memiliki anggota keluarga yang akan dan telah menjalani
operasi katarak
4) Keluarga yang nantinya merawat klien di rumah
5) Keluarga dengan umur diatas 20 – 45 tahun
6) Pendidikan terakhir Sekolah Menengah Umum (SMU)
b) Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi adalah mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi
karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian.
1). Keluarga yang yang tidak bisa membaca dan memahami pertanyaan yang
diberikan.
c) Estimasi besar sampel
Besar sampel adalah banyaknya anggota yang akan dijadikan sampel.
Pada penelitian ini tekhnik sampling yang digunakan adalah nonpropability
sampling yaitu pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau
kesempatan sama bagi setiap unsur populasi untuk dipilih menjadi anggota
sampel. Tekhnik yang digunakan adalah Purposive sampling yaitu suatu
metode pemilihan sampel yang dilakukan dengan pertimbangan tertentu
yang di buat oleh peneliti sendiri berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi
yang sudah di ketahui sebelumnya ( Notoatmodjo, 2011). Berdasarkan
tujuan penelitian maka menentukan besar sampel menggunakan rumus :
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
65/125
lxv
λ2. N. P. Q
S =
d
2
(N-1) + λ
2
.P.Q
Keterangan :
S : Jumlah sampel
N : Jumlah populasi
P : Proporsi prevalensi sebelumnya ( nilai baku 0,5 )
d : Presisi / taraf kesalahan
12. 66. 0,5. 0,5
S =
0,012 (66-1) + 12.0,5.0,5
66 X 0,25
S =
0,65 + 0,25
16,5
S = = 18,33
0,9
-
8/16/2019 --suhaiba-8985-1-12-suha-a
66/125
lxvi
Jumlah sampel yang di dapatkan adalah 18 orang untuk kelompok intervensi dan
18 orang untuk kelompok kontrol, total sampel yang di ambil adalah 36 orang.
D. Alur Penelitian
Penentuan populasi Keluarga dengan pasien pasca operasi katarak (N= 66 0rang)
Penentuan sampel dengan tekhnik non propability sampling dengan pendekatan purposive
sampling sesuai kriteria inklusi dan ekslusi dengan jumlah sampel (n= 36 orang)
Pengajuan Inform consentTidak bersedia (n=1)
Bersedia Penetapan sampel pada dua kelompok (n=36)
Kelompok intervensi (n=18) Kelompok kontrol (n=18)
Pre test setelah post oper