1.1.Kartinah

8
25 ASSESSMENT FOR LEARNING (AfL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA FPMIPA IKIP PGRI SEMARANG PADA MATA KULIAH KALKULUS II Kartinah, S.Si., M.Pd. 1) Muhtarom, S.Pd., M.Pd. 2) 1,2) Dosen Pendidikan Matematika IKIP PGRI Semarang Jln. Lontar No. 1 Semarang, email: [email protected] Abstrak Tujuan penelitian ini adalah mengetahui peningkatkan kemampuan pemecahan masalah mahasiswa pada mata kuliah Kalkulus II setelah mendapatkan pembelajaran berbasis AfL dan mengetahui profil kemampuan pemecahan masalah mahasiswa dalam memecahkan masalah pada mata kuliah Kalkulus II. Subjek penelitian tindakan ini adalah mahasiswa kelas 2A semester II Prodi Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP PGRI Semarang 2011/2012. Penelitian ini dirancang dalam enam siklus, masing masing siklus dengan tahapan perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi. Pembelajaran berbasis AfL dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah mahasiswa kelas 2A pada mata kuliah Kalkulus II. Hal ini dapat dilihat pada peningkatan rata-rata kemampuan mahasiswa dalam memahami masalah; rata-rata kemampuan mahasiswa dalam melaksanakan rencana pemecahan masalah; rata-rata kemampuan mahasiswa dalam mengecek kembali hasil pemecahan masalah. Selain itu, dengan pembelajaran berbasis AfL pada mata kuliah Kalkulus II dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Hal ini terlihat dari hasil tes evaluasi yang meningkatkan pada tiap siklus. Data pendukung lainnya adalah pada siklus I, mahasiswa yang tuntas belajar atau yang mendapat nilai ≥ 70,00 sebanyak 28% dari 40 mahasiswa, kemudian pada siklus VI mahasiswa yang tuntas belajar atau yang mendapat nilai ≥ 70,00 sebanyak 40 siswa atau 100% dari 40 mahasiswa dengan nilai rata-rata kelas mencapai 92,25. Kata Kunci: AfL, Pemecahan Masalah, Kalkulus II. Pendahuluan Dalam pembelajaran, soal dibedakan menjadi dua yaitu latihan yang diberikan dengan tujuan agar pebelajar terampil untuk mengaplikasikan pengertian yang baru saja dipelajari dan masalah yang menghendaki pebelajar untuk menganalisis atau mensintesis terhadap apa yang telah dipelajari sebelumnya. Untuk dapat memecahkan masalah, pebelajar harus menguasai hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya, yaitu mengetahui, memahami serta terampil menggunakan suatu konsep, dalil, teorema tertentu. Memiliki kemampuan, pemahaman dan keterampilan menggunakan konsep saja tidaklah cukup, ia harus juga dapat menghubungkan dan menggunakan apa yang dimilikinya secara tepat pada situasi baru yang dihadapinya. Meskipun pemecahan masalah membutuhkan pemikiran tingkat tinggi, akan tetapi kemampuan pemecahan masalah sebenarnya dapat dilatihkan. Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam memecahkan suatu masalah sangat penting bagi dosen. Dengan mengetahui kemampuan mahasiswa, dosen dapat melacak letak dan jenis kesalahan yang dilakukan mahasiswa. Kesalahan yang diperbuat mahasiswa dapat dijadikan sumber informasi belajar dan pemahaman bagi mahasiswa. Yang tak kalah pentingnya adalah dosen dapat merancang pembelajaran yang baik. Oleh karena itu pengungkapan kemampuan mahasiswa dalam memecahkan masalah perlu untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. Mata kuliah Kalkulus II merupakan mata kuliah dasar yang menjadi prasyarat beberapa mata kuliah pada semester selanjutnya. Jika mahasiswa tidak lulus, pada mata kuliah ini maka mahasiswa yang bersangkutan tidak dapat menempuh mata kuliah yang mensyaratkan kalkulus II sebagai materi prasyarat. Banyak permasalahan yang penyelesaiannya membutuhkan konsep dan materi dalam mata kuliah Kalkulus II, misalnya mata kuliah pada semester selanjutnya. Dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan Kalkulus II, mahasiswa dapat menggunakan langkah pemecahan masalah yang salah satunya dikemukan oleh Polya. Polya (1973) dalam Suparni (2010) mengembangkan empat langkah pemecahan masalah yaitu memahami masalah (understand problem), menyusun rencana pemecahan (make a plan), melaksanakan rencana pemecahan (carry out a plan), memeriksa kembali hasil pemecahan (look back at the completed solution). Dengan menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah oleh Polya, diharapkan mahasiswa dapat lebih runtut dan terstruktur dalam memecahkan masalah. Berdasarkan data hasil Ujian Akhir Semester pada tahun sebelumnya didapatkan data sebagai berikut: 10% mahasiswa mendapatkan nilai A, 35% mahasiswa mendapatkan nilai B, 50% mahasiswa mendapatkan nilai C, 5% mahasiswa mendapatkan nilai D. Data tersebut menunjukkan bahwa rata-rata mahasiswa mendapatkan nilai C. Walaupun nilai C dapat dikatakan mahasiswa tersebut lulus, tapi kenyataannya kemampuan penguasaan

Transcript of 1.1.Kartinah

Page 1: 1.1.Kartinah

25

ASSESSMENT FOR LEARNING (AfL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN

MASALAH MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA FPMIPA IKIP PGRI SEMARANG PADA

MATA KULIAH KALKULUS II

Kartinah, S.Si., M.Pd.1)

Muhtarom, S.Pd., M.Pd.2)

1,2) Dosen Pendidikan Matematika IKIP PGRI Semarang

Jln. Lontar No. 1 Semarang, email: [email protected]

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui peningkatkan kemampuan pemecahan masalah mahasiswa pada mata

kuliah Kalkulus II setelah mendapatkan pembelajaran berbasis AfL dan mengetahui profil kemampuan

pemecahan masalah mahasiswa dalam memecahkan masalah pada mata kuliah Kalkulus II. Subjek penelitian

tindakan ini adalah mahasiswa kelas 2A semester II Prodi Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP PGRI

Semarang 2011/2012. Penelitian ini dirancang dalam enam siklus, masing – masing siklus dengan tahapan

perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi. Pembelajaran berbasis AfL dapat meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah mahasiswa kelas 2A pada mata kuliah Kalkulus II. Hal ini dapat dilihat pada

peningkatan rata-rata kemampuan mahasiswa dalam memahami masalah; rata-rata kemampuan mahasiswa

dalam melaksanakan rencana pemecahan masalah; rata-rata kemampuan mahasiswa dalam mengecek kembali

hasil pemecahan masalah. Selain itu, dengan pembelajaran berbasis AfL pada mata kuliah Kalkulus II dapat

meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Hal ini terlihat dari hasil tes evaluasi yang meningkatkan pada tiap

siklus. Data pendukung lainnya adalah pada siklus I, mahasiswa yang tuntas belajar atau yang mendapat nilai ≥

70,00 sebanyak 28% dari 40 mahasiswa, kemudian pada siklus VI mahasiswa yang tuntas belajar atau yang

mendapat nilai ≥ 70,00 sebanyak 40 siswa atau 100% dari 40 mahasiswa dengan nilai rata-rata kelas mencapai

92,25.

Kata Kunci: AfL, Pemecahan Masalah, Kalkulus II.

Pendahuluan

Dalam pembelajaran, soal dibedakan menjadi dua yaitu latihan yang diberikan dengan tujuan agar

pebelajar terampil untuk mengaplikasikan pengertian yang baru saja dipelajari dan masalah yang menghendaki

pebelajar untuk menganalisis atau mensintesis terhadap apa yang telah dipelajari sebelumnya. Untuk dapat

memecahkan masalah, pebelajar harus menguasai hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya, yaitu mengetahui,

memahami serta terampil menggunakan suatu konsep, dalil, teorema tertentu. Memiliki kemampuan,

pemahaman dan keterampilan menggunakan konsep saja tidaklah cukup, ia harus juga dapat menghubungkan

dan menggunakan apa yang dimilikinya secara tepat pada situasi baru yang dihadapinya.

Meskipun pemecahan masalah membutuhkan pemikiran tingkat tinggi, akan tetapi kemampuan

pemecahan masalah sebenarnya dapat dilatihkan. Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam memecahkan suatu

masalah sangat penting bagi dosen. Dengan mengetahui kemampuan mahasiswa, dosen dapat melacak letak dan

jenis kesalahan yang dilakukan mahasiswa. Kesalahan yang diperbuat mahasiswa dapat dijadikan sumber

informasi belajar dan pemahaman bagi mahasiswa. Yang tak kalah pentingnya adalah dosen dapat merancang

pembelajaran yang baik. Oleh karena itu pengungkapan kemampuan mahasiswa dalam memecahkan masalah

perlu untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.

Mata kuliah Kalkulus II merupakan mata kuliah dasar yang menjadi prasyarat beberapa mata kuliah pada

semester selanjutnya. Jika mahasiswa tidak lulus, pada mata kuliah ini maka mahasiswa yang bersangkutan

tidak dapat menempuh mata kuliah yang mensyaratkan kalkulus II sebagai materi prasyarat. Banyak

permasalahan yang penyelesaiannya membutuhkan konsep dan materi dalam mata kuliah Kalkulus II, misalnya

mata kuliah pada semester selanjutnya. Dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan Kalkulus II,

mahasiswa dapat menggunakan langkah pemecahan masalah yang salah satunya dikemukan oleh Polya. Polya

(1973) dalam Suparni (2010) mengembangkan empat langkah pemecahan masalah yaitu memahami masalah

(understand problem), menyusun rencana pemecahan (make a plan), melaksanakan rencana pemecahan (carry

out a plan), memeriksa kembali hasil pemecahan (look back at the completed solution). Dengan menggunakan

langkah-langkah pemecahan masalah oleh Polya, diharapkan mahasiswa dapat lebih runtut dan terstruktur dalam

memecahkan masalah.

Berdasarkan data hasil Ujian Akhir Semester pada tahun sebelumnya didapatkan data sebagai berikut:

10% mahasiswa mendapatkan nilai A, 35% mahasiswa mendapatkan nilai B, 50% mahasiswa mendapatkan nilai

C, 5% mahasiswa mendapatkan nilai D. Data tersebut menunjukkan bahwa rata-rata mahasiswa mendapatkan

nilai C. Walaupun nilai C dapat dikatakan mahasiswa tersebut lulus, tapi kenyataannya kemampuan penguasaan

Page 2: 1.1.Kartinah

26

materi Kalkulus II oleh mahasiswa yang bersangkutan lemah. Hal ini berakibat, nilai mahasiswa pada semester

selanjutnya menjadi dibawah standart. Keadaan ini sejalan dengan apa yang dikemukan oleh dosen pengampu

mata kuliah lain yang mensyaratkan mata kuliah Kalkulus II bahwa kemampuan penguasaan materi Kalkulus II

rendah.

Rendahnya kualitas penguasaan materi Kalkulus II oleh mahasiswa, dimungkinkan terjadi karena

mahasiswa kurang mendapatkan latihan dalam memecahkan masalah pada mata kuliah Kalkulus II. Kalaupun

mahasiswa mendapatkan latihan pemecahan masalah, biasanya dosen yang bersangkutan tidak memberikan

balikan terhadap hasil pekerjaan mahasiswa. Akibatnya, mahasiswa tidak pernah mengetahui kebenaran tugas

yang dikerjakan. Mahasiswa selalu beranggapan bahwa apa yang dikerjakan telah “benar” karena dosen

pengampu mata kuliah tidak pernah memberikan balikan terhap hasil pekerjaannya.

Berdasarkan kajian di atas, jika kemudian dikehendaki mahasiswa dituntut untuk dapat menempuh mata

kuliah pada semester selanjutnya dengan kemampuan penguasaan materi yang baik, maka permasalahan yang

kemudian muncul seperti bagaimanakah kerangka pembelajaran yang mampu untuk meningkatkan pengusaan

materi Kalkulus II. Pengusaan materi Kalkulus II, biasanya identik dengan sejauh mana mahasiswa mampu

menggunakan semua konsep, teorema, prinsip yang ada dalam memecahkan masalah pada mata kuliah Kalkulus

II. Oleh karena itu, pertanyaan mendasar dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kerangka pembelajaran yang

mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah mahasiswa pada mata kuliah Kalkulus II.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang muncul dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah pembelajaran yang berbasis AfL dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah mahasiswa

pada mata kuliah Kalkulus II

2. Bagaimanakah profil kemampuan pemecahan masalah mahasiswa dalam memecahkan masalah pada mata

kuliah Kalkulus II.

Telaah Pustaka

Asesmen kadang diartikan berbeda tergantung konteks dan siapa yang mengartikannya. Garfield (1994)

mengartikan asesmen sekedar pemberian tes, pemberian nilai, kegiatan asesmen hanyalah kegiatan melakukan

skoring pada ujian untuk memberikan nilai pada mahasiswa. Pengertian ini menunjukkan bahwa asesmen

digunakan untuk memberitahukan kepda mahasiswa seberapa baik mereka menguasai mata kuliah yang telah

diajarkan oleh dosennya. Sedangkan Young (2005) mengatakan bahwa asesmen digunakan untuk meningkatkan

hasil belajar. Asesmen digunakan sebagai wahana untuk memberikan balikan kepada mahasiswa terhadap

kesalahan yang dilakukan selama pembelajaran. Asesmen yang seperti ini dikenal sebagai Assessment for

Learning (AfL).

Stiggin dan Chappuis (2006) menyatakan bahwa AfL dapat meningkatkan kesusksesan mahasiswa.

Diungkapkan bahwa AfL adalah proses untuk mencari dan menginterpretasikan bukti-bukti yang ada untuk

digunakan bagi mahasiswa dan dosen dalam menentukan posisi mana mahasiswa telah belajar, apa yang harus

dikerjakan kemudian dan bagaimana cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan. AfL dikembangkan atas

dasar bahwa kemampuan mahasiswa dapat meningkat secara optimal, jika mereka mengerti tujuan

pembelajaran, mengetahui posisi mereka dalam kaitannya dengan tujuan pembelajaran dan mengerti cara

mencapai tujuan pembelajaran tersebut.

Polya (1973) dalam (Darminto, 2010); (Suparni, 2010); Dewiyani, 2008) terdapat dua masalah didalam

matematika yaitu: masalah mencari (problem to find) dan masalah membuktikan (problem to solve). Polya

(1973) dalam Suherman (2003) mengembangkan empat langkah pemecahan masalah yaitu (a) memahami

masalah (understand problem), (b) menyusun rencana pemecahan (make a plan), (c) melaksanakan rencana

pemecahan (carry out our plan), (d) memeriksa kembali hasil pemecahan (look back at the completed solution);

yang dijabarkan secara rinci sebagai berikut:

1. Memahami masalah (understand problem)

Dalam tahap ini, masalah harus dibaca dengan sebaik mungkin, dan kemudian yakinkan bahwa

masalah sudah dipahami dengan benar, tanyakan sendiri beberapa hal seperti apa yang diketahui, apa yang

tidak diketahui, bagaimana hubungan antara yang diketahui adan apa yang tidak diketahui.

2. Menyusun rencana pemecahan (make a plan)

Sesudah mahasiswa memahami masalah dengan baik, maka mahasiswa diarahkan untuk membuat

rencana pemecahan masalah. Langkah yang harus dilakukan pada tahap ini adalah mencari hubungan antara

informasi yang diberikan dengan yang tidak diketahui, dan memungkinkan untuk dihitung variabel yang

tidak diketahui tersebut.

3. Melaksanakan rencana pemecahan (carry out our plan)

Dalam melaksanakan rencana tertuang pada langkah kedua, maka harus diperiksa tiap langkah dalam

rencana dan menuliskannya secara detail untuk memastikan bahwa tiap langkah sudah benar.

Page 3: 1.1.Kartinah

27

4. Memeriksa kembali hasil pemecahan (look back at the completed solution)

Dalam tahap ini, setiap jawaban ditinjau kembali apakah sudah diyakini kebenaran dari solusi

masalah tersebut (dengan melihat kelemahan dari solusi yang didapatkan, seperti langkah-langkah yang

tidak benar), apakah ada solusi atau pemecahan dengan cara lain atau mungkin hasil atau cara ini juga dapat

memecahkan permasalahan lain.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan di pada mahasiswa semester 2 Program Studi Pendidikan Matematika FPMIPA

IKIP PGRI Semarang yang menempuh mata kuliah Kalkulus II di kelas 2A tahun ajaran 2011/2012 yang

berjumlah 40 mahasiswa. Agar mampu menjawab permasalahan dalam penelitian ini, ada beberapa variabel

yang akan diselidiki yaitu: faktor mahasiswa berupa peningkatan kemampuan pemecahan masalah mahasiswa

semester 2 Program Studi Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP PGRI Semarang yang menempuh mata kuliah

Kalkulus II setelah mendapatkan pembelajaran berbasis AfL dan faktor dosen dengan melihat cara dosen

merencanakan pembelajaran serta bagaimana pelaksanaan didalam kelas “apakah sesuai dengan pelaksanaan di

dalam kelas serta tujuan pembelajaran yang ingin dicapai atau belum”.

Hasil penelitian dititik beratkan pada kemampuan pemecahan masalah mahasiswa dalam memecahkan

masalah pada mata kuliah Kalkulus II. Alur dalam penelitian tindakan kelas diawali dengan perencanaan

tindakan (planning), penerapan tindakan (action), mengobservasi dan mengevaluasi proses dan hasil tindakan,

dan melakukan refleksi, dan seterusnya sampai perbaikan atau peningkatan yang diharapkan (kriteria

keberhasilan). Data dalam penelitian ini berupa data kualitatif yang memuat hasil analisis tentang profil

kemampuan pemecahan masalah mahasiswa pada mata kuliah Kalkulus II yang disajikan secara deskriptif; data

kuantitatif memuat hasil belajar mahasiswa yang tercermin dalam lembar penilaian mahasiswa saat mengerjakan

soal tahap II di setiap siklus pembelajaran. data profil kemampuan pemecahan masalah mahasiswa didapatkan

dari hasil analisis secara deskriptif terhadap pekerjaan mahasiswa dan data hasil belajar mahasiswa diambil dari

hasil analisis soal tahap II di setiap siklus pembelajaran. Sedangkan data tentang refleksi serta perubahan-

perubahan yang terjadi di kelas diambil dari hasil pengamatan dan hasil evaluasi.

Data yang diperoleh dari hasil belajar mahasiswa dapat ditentukan ketuntasan belajar individu

menggunakan analisis deskriptif presentasi dengan menggunakan perhitungan.

%100xmaksimumskor

didapatyangskorketuntasanTingkat

Data yang diperoleh dari hasil belajar mahasiswa dapat ditentukan ketuntasan belajar klasikal

menggunakan analisis deskriptif presentasi dengan menggunakan perhitungan.

%100xtesmengikutiyangmahasiswajumlah

belajartuntasyangmahasiswajumlahketuntasanTingkat

Keberhasilan kelas dilihat dari jumlah mahasiswa yang mampu menyelesaikan atau minimal 70%

sekurang-kurangnya 85 % dari jumlah mahasiswa yang ada di kelas tersebut. Sedangkan analisis profil

kemampuan pemecahan masalah disajikan dalam bentuk deskriptif presentase dengan berpedoman kepada

indikator pemecahan masalah dan rubrik penilaian kemampuan pemecahan masalah yang telah dikembangkan

oleh peneliti.

Hasil dan Pembahasan

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan selama 6 kali pertemuan pada mata kuliah Kalkulus II.

Setiap pertemuan merupakan satu siklus karena dalam setiap pertemuan selalu diadakan evaluasi diakhir

pembelajaran. Oleh karena itu, penelitian ini dirancang dalam enam siklus dan tiap siklus terdiri atas tahapan

perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi.

1. Perencanaan

Sebelum melaksanakan pembelajaran pada setiap siklus, dosen mempersiapkan perangkat

pembelajaran yang dibutuhkan misalnya materi ajar, media, satuan acara perkuliahan, soal latihan dan soal

evaluasi, menyediakan lembar observasi kemampuan dosen dalam pembelajaran.

2. Tindakan

Sebelum pembelajaran dikelas, dosen (peneliti) menyiapkan soal tahap I (soal latihan) dan soal tahap

II (soal evaluasi). Perbedaan soal tahap I dan tahap II disajikan dalam Tabel 1 berikut ini.

Page 4: 1.1.Kartinah

28

Tabel1 Perbandingan Soal Tahap I dan Tahap II

No Aspek Soal Tahap I Soal Tahap II

1 Tingkat

kesulitan

Mudah Sedang atau sukar

2 Lama

pengerjaan

15 menit 30 menit – 60 menit

3 Waktu

pengerjaan

Di kelas Di Kelas

4 Waktu

penyerahan ke

dosen

Diserahkan di kelas setelah

selesai mengerjakan

Diserahkan di kelas setelah

selesai mengerjakan

5 Waktu

pemeriksaan

pekerjaan

mahasiswa

Diperiksa langsung oleh dosen

dikelas atau bersama

mahasiswa yang lain dan

dikembalikan kepada

mahasiswa saat itu juga

Diperiksa oleh dosen tidak

dikelas, dikembalikan pada

mahasiswa pada pembelajaran

berikutnya

6 Pemberian

umpan balik dan

motivasi

Diberikan umpan balik bagi

yang melakukan kesalahan dan

pujian bagi yang benar untuk

memotivasi

Diberikan umpan balik bagi yang

melakukan kesalahan dan pujian

bagi yang benar untuk

memotivasi

7 Jenis pujian dan

balikan

Pada lembar pekerjaan

mahasiswa ditulis:

- excellent: jika benar

dikerjakan dengan

sempurna

- good: jika hampir benar

dan ditunjukkan letak

kesalahannya

- perbaiki: jika salah dan

ditunjukkan cara

memperbaikinya

Pada lembar pekerjaan mahasiswa

ditulis:

- excellent: jika benar

dikerjakan dengan sempurna

- good: jika hampir benar dan

ditunjukkan letak

kesalahannya

- perbaiki: jika salah dan

ditunjukkan cara

memperbaikinya

atau berupa nilai sesuai dengan

hasil pekerjaan mahasiswa

Dalam melaksanakan pembelajaran dengan AfL dengan alokasi waktu 3 jam pelajaran (3x50 menit),

dilakukan pengorganisasian pembelajaran yang disusun dalam Tabel 2.

Tabel 2 Pengorganisasian Pembelajaran

No Kegiatan Dosen Kegiatan Mahasiswa Lama

1 - Memberikan apersepsi dan motivasi

- Menuliskan tujuan dan kriteria sukses

di papan tulis

- Menjelaskan tujuan pembelajaran dan

kriteria sukses pada mahasiswa

Memahami dengan baik tujuan

pembelajaran dan kriteria

sukses yang disampaikan dosen

5 menit

2 Melaksanakan pembelajaran sesuai

dengan RPP yang dibuat dosen

Melaksanakan pengalaman

belajar sesuai dengan RPP yang

dibuat oleh dosen

80

menit

3 Memberikan soal tahap I (soal latihan) Mengerjakan soal tahap I di

kelas

10

menit

4 Memeriksa jawaban mahasiswa untuk

soal tahap I dan memberikan balikan

pada kertas jawaban (oleh dosen maupun

bersama-sama dengan mahasiswa lain)

dan mengembalikan kertas jawaban

kepada masing-masing mahasiswa

- Berdiskusi dengan teman

mengenai jawaban soal tahap I

- Beberapa mahasiswa, misalnya

2 mahasiswa diminta untuk

menuliskan jawaban soal tahap

I di papan tulis sebagai hasil

diskusi.

10

menit

5 - Memberikan balikan kepada mahasiswa - Mendengarkan dan mencatat 15

Page 5: 1.1.Kartinah

29

secara klasikal terhadap pengerjaan

soal tahap I

- Menannggapi kesulitan-kesulitan yang

dialami oleh mahasiswa dalam

mengerjakan soal

balikan yang diberikan oleh

dosen

- Mengemukakan kesulitan yang

dialami oleh mahasiswa dalam

mengerjakan soal

menit

6 Memberikan soal tahap II (soal evaluasi) Mencatat soal tahap II 30

menit

3. Pengamatan dan Refleksi

Berdasarkan analisis hasil tes kemampuan pemecahan masalah pada mahasiswa pada siklus I dalam

proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran berbasis AfL diperoleh:

Keterangan

Siklus I

Jumlah

Mahasiswa

Persentase

Mahasiswa yang tuntas belajar

(Nilai ≥ 70,00) 11 28 %

Mahasiswa yang tidak tuntas belajar

(Nilai < 70,00) 29 72 %

Rata – Rata Nilai Mahasiswa 51, 125

Kemampuan Mengajar Dosen Mata Kuliah Baik

Sedangkan profil kemampuan pemecahan masalah pada siklus I, disajikan pada Gambar 1.

Gambar 4.1 Profil Kemampuan Pemecahan Masalah pada Siklus I

Pada dasarnya pelaksanaan pembelajaran siklus I berjalan sesuai dengan pengorganisasian

pembelajaran yang direncanakan. Namun jika dilihat dari nilai rata-rata, ketuntasan belajar dan profil

kemampuan pemecahan masalah maka pada Siklus I belum menunjukkan indikator keberhasilan

pembelajaran berbasis AfL. Hal ini dikarenakan rata-rata nilai mahasiswa hanya 51,125; persentase

ketuntasan klasikal hanya 28% (batas minimal adalah 85%) dan rata-rata kemampuan pemecahan masalah

mahasiswa belum mencapai harapan. Hasil pada siklus I menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan

mahasiswa dalam memahami masalah sebesar 2,5; rata-rata kemampuan mahasiswa dalam merencanakan

pemecahan masalah sebesar 2,1; rata-rata kemampuan mahasiswa dalam melaksanakan rencana pemecahan

masalah sebesar 1,95; rata-rata kemampuan mahasiswa dalam mengecek kembali hasil pemecahan masalah

sebesar 1,8. Rendahnya rata-rata kemampuan pemecahan masalah ini dikarenakan, mahasiswa kurang

terbiasa dalam menyelesaikan soal yang tidak rutin dan tidak mampu membuat kaitan antar informasi yang

ada pada soal. Upaya perbaikan yang dilakukan sebelum pelaksanaan siklus selanjutnya adalah dengan

memberikan penjelasan tentang tahap pemecahan masalah sebelum perkuliahan dimulai dan memberikan

bahan tentang pemecahan masalah berdasarkan pendapat Polya (diberikan diluar jam pembelajaran).

Berdasarkan analisis hasil tes kemampuan pemecahan masalah pada mahasiswa pada siklus VI dalam

proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran berbasis AfL diperoleh:

00.5

11.5

22.5

33.5

44.5

5

MemahamiMasalah

MerencanakanPemecahan

MelaksanakanRencana

MengecekKembali

PROFIL KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

Rata-Rata Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus I

Rata-Rata

Page 6: 1.1.Kartinah

30

Keterangan

Siklus VI

Jumlah

Mahasiswa

Persentase

Mahasiswa yang tuntas belajar

(Nilai ≥ 70,00) 40 100 %

Mahasiswa yang tidak tuntas belajar

(Nilai < 70,00) 0 0 %

Rata – Rata Nilai Mahasiswa 92,25

Kemampuan Mengajar Dosen Mata Kuliah Sangat Baik

Sedangkan profil kemampuan pemecahan masalah pada siklus VI disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Profil Kemampuan Pemecahan Masalah pada Siklus VI

Pada siklus VI didapatkan nilai rata-rata, ketuntasan belajar dan profil kemampuan pemecahan masalah

yang sudah menunjukkan keberhasilan pembelajaran berbasis AfL. Pada siklus ini didapatkan rata-rata nilai

mahasiswa 92,25; persentase ketuntasan klasikal menjadi 100% (batas minimal adalah 85%). Hasil pada siklus

VI menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan mahasiswa dalam memahami masalah sebesar 4,95; rata-rata

kemampuan mahasiswa dalam merencanakan pemecahan masalah sebesar 4,725; rata-rata kemampuan

mahasiswa dalam melaksanakan rencana pemecahan masalah sebesar 4,675; rata-rata kemampuan mahasiswa

dalam mengecek kembali hasil pemecahan masalah sebesar 4,65. Hasil analisis pada siklus VI menunjukkan

bahwa rata-rata kemampuan pemecahan masalah masih berada pada tingkat baik dan tidak berubah jika

dibandingkan dengan siklus sebelumnya.

Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan hasil belajar tersebut dikarenakan mahasiswa sudah

mampu memahami dan menyesuaikan diri dengan pembelajaran berbasis AfL yang diterapkan oleh dosen.

Selain itu proses tanya jawab selama pembelajaran telah memunculkan ide-ide kreatif (proses berpikir yang

lebih kaya) dari mahasiswa untuk menyelesaikan soal latihan. Pembelajaran berbasis AfL ternyata mampu

meningkatkan semangat bersaing untuk mendapatkan nilai baik di akhir pembelajaran dan untuk mendapatkan

nilai terbaik dalam tes uji kompetensi (siklus VI). Hal ini terlihat dari keantusiasan mahasiswa untuk

bersungguh-sungguh dalam mengikuti pembelajaran dan mengerjakan soal latihan dengan mandiri. Bimbingan

dosen yang secara aktif terlibat dalam setiap tahapan pembelajaran menambah nilai positif dari pembelajaran

berbasis AfL ini.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa:

1. Pembelajaran berbasis AfL dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah mahasiswa kelas 2A pada

mata kuliah Kalkulus II. Hal ini dapat dilihat pada rata-rata kemampuan memahami masalah sebesar 2,5;

rata-rata kemampuan mahasiswa dalam merencanakan pemecahan masalah sebesar 2,1; rata-rata

kemampuan mahasiswa dalam melaksanakan rencana pemecahan masalah sebesar 1,95; rata-rata

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

5

5.5

MemahamiMasalah

MerencanakanPemecahan

MelaksanakanRencana

MengecekKembali

PROFIL KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

Rata-Rata Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus VI

Rata-Rata

Page 7: 1.1.Kartinah

31

kemampuan mahasiswa dalam mengecek kembali hasil pemecahan masalah sebesar 1,8 pada siklus I dan

meningkat menjadi rata-rata kemampuan memahami masalah sebesar 4,95; rata-rata kemampuan mahasiswa

dalam merencanakan pemecahan masalah sebesar 4,725; rata-rata kemampuan mahasiswa dalam

melaksanakan rencana pemecahan masalah sebesar 4,675; rata-rata kemampuan mahasiswa dalam mengecek

kembali hasil pemecahan masalah sebesar 4,65 pada siklus VI.

2. Pembelajaran berbasis AfL pada mata kuliah Kalkulus II dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Hal

ini terlihat dari hasil tes evaluasi siklus I yang menunjukkan bahwa mahasiswa rata-rata hasil belajar pada

siklus I hanya 51,125 menjadi 92,25 pada siklus VI. Data pendukung lainnya adalah pada siklus I,

mahasiswa yang tuntas belajar atau yang mendapat nilai ≥ 70,00 sebanyak 11 mahasiswa atau 28 % dari 40

mahasiswa, kemudian pada siklus VI mahasiswa yang tuntas belajar atau yang mendapat nilai ≥ 70,00

sebanyak 40 siswa atau 100% dari 40 mahasiswa dengan nilai rata-rata kelas mencapai 92,25.

Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat dikemukakan peneliti adalah sebagai berikut:

1. Dalam pembelajaran Kalkulus II hendaknya dosen menerapkan pembelajaran berbasis AfL karena dapat

dipakai sebagai alternatif pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan pemecahan

masalah dalam menyelesaikan masalah.

2. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut dengan mengambil mata kuliah lainnya sehingga diperoleh hasil yang

lebih menyakinkan tentang pembelajaran berbasis AfL.

Daftar Pustaka

Abbas N. 2000. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Berorientasi Model Pembelajaran

Berdasarkan Masalah (Problem Based-Instruction). Surabaya: PPs Universitas Negeri Surabaya.

Bambang Priyo Darminto. 2010. Peningkatan Kreativitas dan Pemecahan Masalah Bagi Calon Guru

Matematika Melalui Pembelajaran Model Treffinger. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional

Matematika dan Pendidikan Matematika di UNY pada tanggal 27 November 2010.

Clarke, S. 2005. Formative Assessment in The Secondary Classroom. London: Hoddey Murray.

Dewiyani. 2008. Mengajarkan Pemecahan Masalah dengan Menggunakan Langkah Polya. Jurnal STIKOM,

Volume 12 Nomor 2.

Erman Suherman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Universitas Pendidikan

Indonesia.

Garfield, J, B. 1994. Beyond Testing and Grading: Using Asessment to Improve Student Learning. Journal of

Statistics Education. 2(1).

Herman Hudoyo. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.

Lexy J Moleong. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.

Maarten W. van Someren, Yvonne F. Barnard, dan Jacobijn A.C. Sandberg. 1994. The Think Aloud Method: A

Pratical Guide to Modelling Cognitive Processes. London: Academic Press.

Mahardi Saputro. 2011. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan Langkah Polya

ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa. Tesis. Surakarta: PPs Universitas Sebelas Maret Surakarta.

National Council of Teacher Mathematics. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston,

Virginia: National Council of Teachers of Mathematics. (Online). http://www.netm.org/. diakses

tanggal 3 Mei 2011.

Robert L Solso. 1988. Cognitive Psychology. Boston: Allyn and Bacon.

Rudi Kurniawan. 2010. Pemahaman Dan Pemecahan Masalah Matematis (Artikel Kajian Pendidikan

Matematika. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika

di UNY pada tanggal 27 November 2010.

Page 8: 1.1.Kartinah

32

Stiggins, R dan Chapuis, J. 2006. What a Difference a word Makes: Assessment for Learning Rather than

Assessment of Learning Help Students Succeed. Diambil dari

http://www.nsdc.org/library/publications/jsd pada 11 Juli 2011.

Suparni. 2010. Membangun Karakter Bangsa dengan Teori Polya pada Pembelajaran Matematika. Makalah

disampaikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika di UNY pada tanggal

27 November 2010.

Tatag Yuli Eko Siswono. 2007. Penjenjangan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Identifikasi Tahap Berpikir

Kreatif Siswa dalam Memecahkan dan Mengajukan Masalah Matematika. Disertasi. Surabaya:

Universitas Negeri Surabaya.

Young, E. 2005. Assessment for Learning: Embedding and Extending. Diambil dari

http://www.ltcotland.org.uk/assess/for/index.asp pada 11 Juli 2011.