124746557-anestesi-LAPSUSrev

download 124746557-anestesi-LAPSUSrev

of 23

Transcript of 124746557-anestesi-LAPSUSrev

  • 7/27/2019 124746557-anestesi-LAPSUSrev

    1/23

    LAPORAN KASUS

    MODERAT HI + CLOSE FRAKTUR AVULSI FRONTAL SINISTRA

    Disusun untuk memenuhi syarat kepaniteraan klinik stase Anestesi

    Rumah Sakit Umum Tasikmalaya

    Disusun :

    Fajrul Munawar.S 08310110

    Rien Novia.M 08310259

    Rina Nurapriyanti 08310262

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

    BANDAR LAMPUNG

    2012

  • 7/27/2019 124746557-anestesi-LAPSUSrev

    2/23

    I. IDENTITAS PASIENNama : Tn. G

    Usia : 17 tahun

    Agama : Islam

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Status : Belum Menikah

    Pekerjaan : Pelajar

    Alamat : Tambakan, Margajaya, Mangunrejo

    Diagnosis pre operasi : Moderat HI + close fraktur avulsi frontal orbita sinistra

    Tanggal Masuk RS : 21 Desember 2012

    Jam Masuk : 02.20 WIB

    II. PERSIAPAN PRE OPERASI1. Anamnesis (Allonamnesis21-12-2012)

    A (Alergy) : Tidak ada riawayat alergi obat-obatan,makanandan asma

    M (Medication) : Tidak sedang menjalani pengobatan penyakittertentu

    P (Past Medical History) : Riwayat DM (-), Hipertensi (-), sakit yangsama dan riwayat operasi (-)

    L (Last Meal) : Pasien terakhir makan 6 jam yang lalu E (Elicit History) : Tn.G (17 tahun) masuk UGD dengan

    kecelakaan lalu lintas, ditemukan pingsan, GCS 10, gelisah, mata lebam

    dan luka pada frontal kanan. CT-scan polos potongan axial: tampak

    perdarahan subdural minimal sinistra, CT-scan bone window potongan

    axial dan coronal:tampak close fraktur avulsi fronto orbita sinistra

    2. Pemeriksaan Fisik- Keadaan Umum : Sakit berat (GCS:E2M5V4)- Kesadaran : Delirium- Tekanan Darah : 135/76 mmHg- Nadi : 73x/menit

  • 7/27/2019 124746557-anestesi-LAPSUSrev

    3/23

    - RR : 22x/menit- Suhu : 36,70C- Tinggi Badan : 158 cm- Berat Badan : 50 kg- Jalan napas, gigi geligi dalam batas normal.

    3. Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium Pre operasi CT- Scan

    CT-scan polos potongan axial: tampak perdarahan subdural minimal sinistra

    CT-scan bone window potongan axial dan coronal:tampak close fraktur avulsi

    fronto orbita sinistra

    Laboratoriumo Hb : 11,2 gr/dlo Ht : 32%o Leukosit : 6.700/mm3o Trombosit : 187.000/mm3o Ureum : 23 mg/dlo Kreatinin : 0,79 mg/dlo Gol darah : B. rhesus (+)o GDS : 99 mg/dl

    Berdasarkan Pemeriksaan fisik dan laboratorium, maka pasien ini

    dikategorikan kedalam ASA2 dengan penurunan kesadaran.

    III. DURANTE OPERATIF (21 Desember 2012)1. Laporan Anestesi

    - Tindakan Operasi : Craniotomi- Tindakan Anestesi : Anestesi umum- Lama Anestesi : 3 jam 25 menit- Lama Operasi : 3 jam- Posisi : Supine- Premedikasi : Ondansetron 4 mg IV- Obat Anestesi : 1. Propofol: 1,5-2,5 mg/kgBB IV 100 mg

    2. Fentanyl: 2-150 mcg/kgBB IV 100 mcg

    3. Atracurium: 0, 5 mg/kgBB IV 25 mg

  • 7/27/2019 124746557-anestesi-LAPSUSrev

    4/23

    2. Tindakan Anestesi Umum Dengan Intubasi

    - Pasien diposisikan pada posisi supine- Memastikan kondisi pasien stabil dengan vital sign dalam batas normal- Obat Ondansetron 4 mg IV dimasukan untuk tujuan premedikasi- Obat berikut dimasukkan secara intravena: Fentanil 100 g

    Propofol 80 mg

    - Pasien diberi oksigen 100% 10 liter dengan metode over face mask- Pemberian oksigen (preoksigenasi) 100% 10 liter dilanjutkan dengan

    metode face mask selama 2-5 menit

    - Dipastikan apakah airway pasien paten- Dimasukkan muscle relaxant atracurium 25mg intravena dan diberi

    bantuan nafas dengan ventilasi mekanik

    - Dipastikan pasien sudah berada dalam kondisi tidak sadar dan stabiluntuk dilakukan intubasi ETT

    - Dilakukan ventilasi dengan oksigenasi, dilakukan intubasi ETT- Cuff dikembangkan, lalu cek suara nafas pada semua lapang paru dan

    lambung dengan stetoskop, dipastikan suara nafas dan dada

    mengembang ETT difiksasi agar tidak lepas dan disambungkan secara

    simetris dengan ventilator

    - Maintenance dengan inhalasi oksigen 3 lpm, N2O 3 lpm, dan isofluranMAC 1%

    - Monitor tanda-tanda vital pasien, produksi urin, saturasi oksigen,tanda-tanda komplikasi (pendarahan, alergi obat, obstruksi jalan nafas,

    nyeri)

    - Dilakukan ekstubasi apabila pasien mulai sadar, nafas spontan dan adareflek-reflek jalan napas atas, dan dapat menuruti perintah sederhana.

  • 7/27/2019 124746557-anestesi-LAPSUSrev

    5/23

    3. Pemberian Cairan

    - Pre operatif

    2cc/kgBB/jam lama puasa 2cc x 50 kg x 6 jam = 600 cc

    - Peri Operatif

    Maintenance = Jenis operasi x kgBB x lama operasi

    8 (Berat) x 50 kg x 3 jam = 1200 cc

    Perdarahan = Suchtion + Kassa (kecil dan besar) + ceceran

    500 cc + [(7x10) + (3x100)] + 5 = 875 cc

    EBV = BB x EBV Laki-laki Dewasa

    50 x 75 = 3750 cc

    Perdarahan 10 % = 375 cc

    20 % = 750 cc

    30 % = 1125 cc

    40 % = 1500 cc

    Perdarahan 875 cc (30 % EBV)

    Jadi pergantian cairan = 1125 cc

    Kristaloid 1250 cc = 2,5 kolf

    Koloid 500 cc = 1 kolf

    Darah 350 cc = 1kolf

    Jam ke I : 750 cc (M+O) = Kristaloid + Kristaloid

    Jam ke II: 500 cc (M+O) = Koloid

    Jam ke III: 850 cc (M+O) = Kristaloid + Darah

  • 7/27/2019 124746557-anestesi-LAPSUSrev

    6/23

    4. Monitoring- Cek vital sign setiap 15 menitTime sistole Diastole rate

    12.35 145 97 8312.50 105 68 72

    13.05 119 75 62

    13.20 117 73 68

    13.35 109 82 63

    13.50 150 90 79

    14.05 135 79 75

    14.35 112 78 72

    14.50 126 80 67

    15.00 134 84 71

    - Bila RR 10 x/mnt berikan O2 2-3 L/mnt- Bila nadi 50 x/mnt berikan Sulfas Atropin 0,5 mg IV- JikaTD Sistole < 90 mmHg berikan RL 500 cc dalam 30 menit

    Efedrin 5-10 mg IV

    - Pindah ruangan jika alderate score > 8

    5. Pemeriksaan Fisik- Airway Paten, nafas spontan, RR 20 x/mnt, Rh (-), Wh (-)

    - Somnolen (E2M5V3) Akral hangat, kering, merah, nadi 92 x /mnt, TD

    130/75, CRT < 2, S1S2 single regular, murmur (-)

    - Pupil isokor, reflek cahaya +/+

    - Terpasang kateter 16 fr, BAK spontan (+), urin warna kuning (+)

    - Soefl, BU (+) N

    - Edema (-)

    6. Terapi Pasca BedahInfus : RL 20 tpm

    Antibiotika : sesuai TS bedah

  • 7/27/2019 124746557-anestesi-LAPSUSrev

    7/23

    Inj. Tramadol 1100 mg iv

    Inj. Ketolorac 2 x 30 mg iv bila nyeri

    Bila muntah, kepala dimiringkan, head down dan suction aktif

    Makan/minum dapat dimulai bila pasien sadar penuh sekitar 6 jam (BU +)

    mual (-), muntah (-) berikan ondasetron 4mg.

  • 7/27/2019 124746557-anestesi-LAPSUSrev

    8/23

    PEMBAHASAN

    Sebelum dilakukan tindakan operasi sangat penting untuk dilakukan persiapan pre

    operasi terlebih dahulu untuk mengurangi terjadinya kecelakaan anastesi. Kunjungan

    terhadap pasien sebelum pasien dibedah harus dilakukan sehingga dapat mengetahui adanya

    kelainan diluar kelainan yang akan di operasi, menentukan jenis operasi yang akan di

    gunakan serta melihat kelainan yang berhubungan dengan anestesi. Selain itu, dengan

    mengetahui keadaan pasien secara keseluruhan, dokter anestesi bisa menentukan cara

    anestesi dan pilihan obat yang tepat bagi pasien.

    Kunjungan pre operasi pada pasien juga bisa menghindari kejadian salah identitas dan

    salah operasi. Evaluasi pre operasi meliputi history taking (AMPLE), pemeriksaan fisik, dan

    pemeriksaan laboratorium yang berhubungan. Evaluasi tersebut juga harus dilengkapi

    klasifikasi status fisik pasien berdasarkan skala ASA. Operasi yang elektif dan anestesi lebih

    baik tidak dilanjutkan sampai pasien mencapai kondisi medis optimal.

    Selanjutnya dokter anestesi harus menjelaskan dan mendiskusikan kepada pasien

    tentang manajemen anestesi yang akan dilakukan, hal ini tercermin dalam inform consent.

    History taking bisa dimulai dengan menanyakan adakah riwayat alergi terhadap makanan dan

    obat-obatan, alergi (manifestasi dispneu atau skin rash) harus dibedakan dengan dengan

    intoleransi (biasanya manifestasi gastrointestinal). Riwayat penyakit sekarang dan dahulu

    juga harus digali begitu juga riwayat pengobatan (termasuk obat herbal), karena adanya

    potensi terjadi interaksi obat dengan agen anestesi. Riwayat operasi dan anestesi sebelumnya

    bisa menunjukkan komplikasi anestesi bila ada. Pertanyaan tentang review sistem organ juga

    penting untuk mengidentifikasi penyakit atau masalah medis lain yang belum terdiagnosa.

  • 7/27/2019 124746557-anestesi-LAPSUSrev

    9/23

    Pemeriksaan fisik dan history taking melengkapi satu sama lain. Pemeriksaan fisik

    dapat membantu mendeteksi abnormalitas yang tidak muncul pada history taking, sedangkan

    history taking membantu memfokuskan pemeriksaan pada sistem organ tertentu yang harus

    diperiksa dengan teliti. Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien yang sehat dan asimtomatik

    setidaknya meliputi tanda-tanda vital (tekanan darah, heart rate, respiratory rate, suhu) dan

    pemeriksaan airway, jantung, paru-paru, dan system musculoskeletal.

    Pemeriksaan neurologis juga penting terutama pada anestesi regional sehingga bisa

    diketahui bila ada defisit neurologis sebelum diakukan anestesi regional.

    Pentingnya pemeriksaan airway tidak boleh diremehkan. Pemeriksaan gigi geligi, tindakan

    buka mulut, lidah relatif besar, leher pendek dan kaku sangat penting untuk diketahui apakah

    akan menyulitkan dalam melakukan intubasi. Kesesuaian masker untuk anestesi yang jelek

    harus sudah diperkirakan pada pasien dengan abnomalitas wajah yang signifikan.

    Mikrognatia (jarak pendek antara dagu dengan tulang hyoid), insisivus bawah yang besar,

    makroglosia, Range of Motion yang terbatas dari Temporomandibular Joint atau vertebrae

    servikal, leher yang pendek mengindikasikan bisa terjadi kesulitan untuk dilakukan intubasi

    trakeal.

    Pemeriksaan laboratorium rutin tidak direkomendasikan pada pasien yang sehat dan

    asimtomatik bila history taking dan pemeriksaan fisik gagal mendeteksi adanya abnormalitas.

    Namun, karena legitimasi hukum banyak dokter yang tetap memeriksa kadar hematokrit atau

    hemoglobin, urinalisis, serum elekrolit, tes koagulasi, elektrokardiogram, dan foto polos

    toraks pada semua pasien.

    Klasifikasi status fisik ASA bukan alat perkiraan risiko anestesi, karena efek samping

    anestesi tidak dapat dipisahkan dari efek samping pembedahan. Penilaian ASA

    diklasifikasikan menjadi 5 kategori. Kategori ke-6 selanjutnya ditambahkan untuk ditujukan

    terhadap brain-dead organ donor. Status fisik ASA secara umum juga berhubungan dengan

  • 7/27/2019 124746557-anestesi-LAPSUSrev

    10/23

    tingkat mortalitas perioperatif. Karena underlying disease hanyalah satu dari banyak faktor

    yang berkontribusi terhadap komplikasi periopertif, maka tidak mengherankan apabila

    hubungan ini tidak sempurna.

    Meskipun begitu, klasifikasi satus fisik ASA tetap berguna dalam perencanaan

    manajemen anestesi, terutama teknik monitoring.

    Kelas I : Pasien sehat tanpa kelainan organik, biokimia, atau psikiatri.

    Kelas II Pasien dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang, tanpa limitasi

    aktivitas sehari-hari.

    Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, yang membatasi aktivitas normal.

    Kelas IV : Pasien dengan penyakit berat yang mengancam nyawa dan memerlukan

    terapi intensif, dengan limitasi serius pada aktivitas sehari-hari.

    Kelas V : Pasien sekarat yang akan meninggal dalam 24 jam, dengan atau tanpa

    pembedahan.

    Hal penting lainnya pada kunjungan pre operasi adalah inform consent. Inform

    consent yang tertulis mempunyai aspek medikolegal dan dapat melindungi dokter bila ada

    tuntutan. Dalam proses consent perlu dipastikan bahwa pasien mendapatkan informasi yang

    cukup tentang prosedur yang akan dilakukan dan resikonya.

    Tujuan kunjungan pre operasi bukan hanya untuk mengumpulkan informasi yang

    penting dan inform consent, tetapi juga membantu membentuk hubungan dokter-pasien.

    Bahkan pada interview yang dilakukan secara empatis dan menjawab pertanyaan penting

    serta membiarkan pasien tahu tentang harapan operasi menunjukkan hal tersebut setidaknya

    dapat membantu mengurangi kecemasan yang efektivitasnya sama dengan regimen obat

    premedikasi.

    Manajemen Pre-Operatif

  • 7/27/2019 124746557-anestesi-LAPSUSrev

    11/23

    Sebelum tindakan Craniotomy, ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk

    mencegah efek-efek insuflasi CO2 yang tidak diinginkan ke organ-organ sekitarnya, seperti

    penekanan ke gas ke arah cephalad menekan diafragma, ke kaudal menekan vesika urinaria,

    ke anterior menekan peritoneum, dan ke posterior menekan vena cava inferior dan aorta

    abdominalis. Efek penekanan yang dapat dicegah adalah kolaps vena cava inferior yang dapat

    menyebabkan penurunan venous return dan curah jantung. Untuk mencegahnya, maka

    pembuluh-pembuluh darah tersebut harus diisi terlebih dahulu dengan infus cairan sehingga

    pembuluh darah memiliki tahanan (tidak obstruksi karena penekanan). Pada pasien ini

    diberikan infus RL.

    Manajemen Intra-Operatif

    Pasien mengalami cedera kepala berat dan dilakukan tindakan operatif yaitu

    craniotomi. Tindakan craniotomi menggunakan anestesi umum (anestesi general) karena

    tindakan ini memerlukan insuflasi CO2 dan relaksasi otot yang tidak memungkinkan pasien

    untuk bernapas spontan. Oleh karena itu, untuk menjamin adekuatnya difusi CO2 ke luar

    tubuh, respiratory rate harus diatur menggunakan mechanical ventilator dengan RR yang

    cepat (hiperventilasi) dan volume tidal yang tidak terlalu besar.

    Pemberian obat-obat untuk pasien ini selama operasi adalah sebagai berikut :

    -Propofol (1,52,5 mg/kgBB: 150 mg )

    sedasi, menurunkan refleks

    saluran napas, inhibisi transmisi sinaps melalui efek terhadap reseptor

    GABA, pemulihan cepat, menurunkan rasa muntah dan mual, memiliki efek

    bronkodilatasi.

    - Fentanyl (2-10 mcg/kg: 100 mcg) bekerja pada reseptor (paling efektifuntuk menghasilkan analgesia), terdapat efek depresi napas, penurunan

    denyut jantung, dan aliran darah ke otak.

  • 7/27/2019 124746557-anestesi-LAPSUSrev

    12/23

    - Atracurium ( 0,5 mg/ kgbb)- Torasic (ketorolac tromethamine-30mg)NSAID

    Terapi Cairan Perioperatif

    Terapi cairan perioperatif termasuk penggantian defisit cairan sebelumnya, kebutuhan

    maintenance dan luka operasi seperti pendarahan. Dengan tidak adanya intake oral, defisit

    cairan dan elektrolit bisa terjadi cepat karena terjadinya pembentukan urin, sekresi

    gastrointestinal, keringat dan insensible losses yang terus menerus dari kulit dan paru.

    Kebutuhan maintenance normal dapat diperkirakan dari tabel dibawah:

    Tabel 2.4 Perkiraan CairanMaintenance Berdasarkan Berat Badan

    Berat Badan Kadar

    10 kg pertama 4 mL/kg/jam

    10 kg berikutnya + 2 mL/kg/jam

    Tiap kg di atas 20 kg + 1 mL/kg/jam

    Pasien yang puasa tanpa intake cairan sebelum operasi akan mengalami deficit cairan

    karena durasi puasa. Defisit bisa dihitung dengan mengalikan kebutuhan cairan maintenance

    dengan waktu puasa.

    Pada pasien ini, telah diberikan cairan maintenance sebanyak 600cc cairan RL

    sebelum operasi. Berat badan pasien adalah 50kg dimana kebutuhan cairan maintenance

  • 7/27/2019 124746557-anestesi-LAPSUSrev

    13/23

    adalah 90cc/jam dan pasien ini telah puasa selama 6 jam sebelum operasi. Jadi defisit cairan

    pasien ini secara total adalah 540cc.

    Terapi cairan intravena dapat terdiri dari infus kristaloid, koloid, atau kombinasi

    keduanya. Cairan kristaloid adalah cairan dengan ion low molecular weight(garam) dengan

    atau tanpa glukosa, sedangkan cairan koloid juga mengandung zat-zat high molecular weight

    seperti protein atau glukosa polimer besar. Cairan koloid menjaga tekanan onkotik koloid

    plasma dan untuk sebagian besar intravaskular, sedangkan cairan kristaloid cepat

    menyeimbangkan dengan dan mendistribusikan seluruh ruang cairan ekstraseluler (Morgan).

    Cairan dipilih sesuai dengan jenis kehilangan cairan yang digantikan. Untuk

    kehilangan terutama yang melibatkan air, penggantian dengan cairan hipotonik, juga disebut

    cairan jenis maintenance. Jika kehilangan melibatkan baik air dan elektrolit, penggantian

    dengan cairan elektrolit isotonik, juga disebut cairan jenis replacement.

    Karena kebanyakan kehilangan cairan intraoperatif adalah isotonik, cairan jenis

    replacement yang umumnya digunakan. Cairan yang paling umum digunakan adalah larutan

    Ringer laktat. Meskipun sedikit hipotonik, menyediakan sekitar 100 mL free water per liter

    dan cenderung untuk menurunkan natrium serum 130 mEq / L, Ringer laktat umumnya

    memiliki efek yang paling sedikit pada komposisi cairan ekstraseluler danmerupakan menjadi

    cairan yang paling fisiologis ketika volume besar diperlukan. Kehilangan darah durante

    operasi biasanya digantikan dengan cairan RL sebanyak 3 hingga empat kali jumlah volume

    darah yang hilang (Morgan, 2006).

    Titik transfusi dapat ditentukan saat preoperasi dari hematokrit dan estimated blood

    volume (EBV). Pasien dengan hematokrit normal biasanya ditransfusi hanya apabila

    kehilangan lebih dari 10-20% dari volume darah. Waktu yang tepat untuk transfusi

  • 7/27/2019 124746557-anestesi-LAPSUSrev

    14/23

    ditentukan oleh kondisi pasien dan prosedur operasi yang dilakukan. Jumlah kehilangan

    darah yang dibutuhkan untuk menurunkan hematokrit ke 30% dihitung seperti berikut:

    1.

    Estimate Blood Volume

    Pada orang dewasa, EBV dapat dihitung rata-rata 70 cc/kgBB. Tetapi ada sumber yang

    menyebutkan bahwa EBV pria dihitung dengan 75 cc/kgBB dan wanita 65 cc/kgBB.

    2. Estimate the red blood cell volume (RBCV) pada RBCV pre operasi3. Perkiraan RBCV pada heatokrit 30% (RBCV30%), menunjukkan volume darah normal

    telah dicapai.

    4. Menghitung kehilangan sel darah merah jika hematokrit 30% dengan cara RBCVlost =RBCVpreopRBCV30%.

    5. Kehilangan darah yang terjadi = RBCVlost x 3.Kehilangan cairan tambahan diperhitungkan sesuai dengan jenis operasi apakah ringan,

    sedang atau berat (Morgan, 2006).

    Tabel 2.7 Kebutuhan cairan berdasarkan derajat trauma

    Derajat Trauma Kebutuhan cairan tambahan

    Ringan (herniorrhaphy) 0-2 ml/kg

    Sedang (cholecystectomy) 2-4 ml/kg

    Berat (bowel resection) 4-8 ml/kg

  • 7/27/2019 124746557-anestesi-LAPSUSrev

    15/23

    Pada pasien ini, estimated blood volume (EBV) adalah sebanyak 3750 mL (50kg x 75

    mL/kg). Allowable blood loss diperkirakan sebanyak 750 mL (20% dari EBV pasien). Selain

    itu, pasien ini membutuhkan cairan maintenance sebanyak 90cc/jam. Selama peri operasi,

    terdapat perdarahan sebanyak 875 cc,

    Monitoring

    Salah satu tugas utama dokter anestesi adalah menjaga pasien yang dianestesi selama

    operasi. Karena proses monitoring sangat membantu dalam mempertahankan kondisi pasien,

    oleh karena itu perlu standard monitoring intraoperatif yang diadopsi dari ASA, yaitu

    Standard Basic Anesthetic Monitoring.

    Standard ini diterapkan di semua perawatan anestesi walaupun pada kondisi emergensi,

    appropriate life support harus diutamakan. Standar ini ditujukan hanya tentang monitoring

    anestesi dasar, yang merupakan salah satu komponen perawatan anestesi. Pada beberapa

    kasus yang jarang atau tidak lazim (1) beberapa metode monitoring ini mungkin tidak praktis

    secara klinis dan (2) penggunaan yang sesuai dari metode monitoring mungkin gagal untuk

    mendeteksi perkembangan klinis selanjutnya.

    Standard I

    Personel anestesi yang kompeten harus ada di kamar operasi selama general anestesi,

    regional anestesi berlangsung, dan memonitor perawatan anestesi.

    Standard II

    Selama semua prosedur anestesi, oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, dan temperature pasien harus

    dievalusi terus menerus.

  • 7/27/2019 124746557-anestesi-LAPSUSrev

    16/23

    Parameter yang biasanya digunakan untuk monitor pasien selama anestesi adalah:

    Frekuensi nafas, kedalaman dan karakter Heart rate, nadi, dan kualitasnya Warna membran mukosa, dan capillary refill time Kedalaman/stadium anestesi (tonus rahang, posisi mata, aktivitas reflek palpebra) Kadar aliran oksigen dan obat anestesi inhalasi Pulse oximetry: tekanan darah, saturasi oksigen, suhu.

    Pemakaian Obat Anestesi Umum

    Masukan obat anestesi umum meliputi induksi dan rumatan anestesi. Induksi anestesi

    adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga

    memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi anstesi dapat dilakukan dengan

    intravena, inhalasi, intramuskular atau rektal. Setelah induksi anestesi maka dilanjutkan

    dengan rumatan atau pemeliharaan anestesisampai tindakan pembedahan selesai. Untuk

    persiapan induksi dilakukan dengan penyiapan STATICS:

    S (Scope) : Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung, laringoscope (dipilih

    sesuai usia pasien

    T (Tubes) : Pipa trachea (ETT) yang dipilih sesuai usia (< 5 tahun tanpa balon dan > 5

    tahun dengan balon)

    A (Airway) : Pipa orofaring atau pipa nasofaring. Aalat ini berfungsi menahan lidah pasien

    agar tidak jatuh dan menyumbat jalan nafas.

    T (tape) : Plester fiksasi.

    I (Introducer) : Stilet sebagai pemandu agar pipa ETT mudah dimasukkan.

    C (Connector) : Penyambung antara pipa dan peralatan anestesi.

  • 7/27/2019 124746557-anestesi-LAPSUSrev

    17/23

    S (Suction)

    Pada kasus ini induksi anestesi menggunakan propofol. Mekanisme induksi general

    anestesi dengan propofol melibatkan fasilitasi dari inhibisi neurotransmitter yang dimediasi

    oleh GABA. Propofol bisa mempotensiasi Nondepolarizing neuromuscular blocking agents

    (NMBA) yang juga digunakan pada kasus ini (atracurium). Penggunaan propofol bersamaan

    dengan fentanyl dapat meningkatkan konsentrasi fentanyl. Pada kasus ini analgetik yang

    digunakan adalah fentanyl. Beberapa klinisi memberikan midazolam (pada kasus ini

    diberikan untuk premedikasi) dengan jumlah kecil (misal 30g/kg) sebelum induksi dengan

    propofol, karena mereka percaya bahwa kombinasi tersebut mempunyai efek sinergis (onset

    lebih cepat dan kebutuhan dosis total menjadi turun).

    Tabel 2.8 Dosis Propofol

    Propofol Induction IV 12.5 mg/kg

    Maintenance infusion IV 50200 g/kg/min

    Sedation infusion IV 25100 g/kg/min

    Tabel 2.9 Dosis Fentanyl

    Fentanyl Intraoperative anesthesia IV 2150 g/kg

    Postoperative analgesia IV 0.51.5 g/kg

    Pada general anestesi dibutuhkan kadar obat anestesi yang adekuat yang bisa dicapai

    dengan cepat di otak dan perlu di pertahankan kadarnya selama waktu yang dibutuhkan untuk

  • 7/27/2019 124746557-anestesi-LAPSUSrev

    18/23

    operasi. Hal ini merupakan konsep yang sama baik pada anestesi yang dicapai dengan

    anestesi inhalasi, obat intravena, atau keduanya.

    Pada kasus ini maintenance anestesi diberikan dengan anestesi inhalasi. Obat anestesi

    inhalasi yang dipakai adalah isoflurane. Isoflurane tidak memiliki kontraindikasi khusus.

    Isofluran juga dapat mempotensiasi NMBA (pada pasien ini dipakai atracurium).

    Pada kasus ini jenis anestesi yang digunakan adalah general anestesi dengan intubasi.

    Sebelum dilakukan intubasi diperlukan muscle relaxantsehingga proses intubasi lebih mudah

    dilakukan.

    Tidak ada nondepolarizing muscle relaxants yang sekarang tersedia menyamai onset

    yang cepat dan durasi pendek dari succinylcholine; tetapi meskipun begitu onset dari

    nondepolarizing relaxants bisa dipercepat dengan menggunakan baik dosis yang lebih besar

    atau dengan priming dosis. ED95 adalah dosis efektif obat pada 95% individu. Satu kali datau

    dua kali lipat ED95 biasanya digunakan untuk intubasi. Meskipun dosis untuk intubasi yang

    lebih besar dapat mempercepat onset, dosis ini dapat mengeksaserbasi efek samping dan

    memperlama durasi. Prinsip umumnya adalah semakin besar potensi nondepolarizing muscle

    relaxant semakin lama kecepatan onsetnya.

    Pengenalan agen short- dan intermediate-acting telah menghasilkan penggunaan

    priming dosis yang lebih besar. Secara teoritis, pemberian 1015% dosis intubasi 5 menit

    sebelum induksi akan menempati cukup reseptor sehingga paralisis akan cepat mengikuti

    ketika keseimbangan relaxant sudah diberikan. Penggunaan priming dosis bisa menghasilkan

    kondisi yang sesuai untuk intubasi segera setelah 60 detik bila mneggunakan rocuronium dan

    90 detik menggunakan agen intermediate-acting nondepolarizers seperti atracurium.

  • 7/27/2019 124746557-anestesi-LAPSUSrev

    19/23

    Setelah intubasi, paraslisis otot mungkin perlu diteruskan untuk memfasilitasi operasi

    misal operasi abdominal atau untuk manajemen anestesi atau untuk kebutuhan mengontrol

    ventilasi. Dosis maintenance bisa dicapai dengan intermittent bolus atau continuous infusion,

    diberikan dengan monitor menggunakn nerve stimulator atau tanda klinis (usaha atau gerakan

    nafas spontan). Pada kasus ini atracurium diulang setelah 45 menit pemberian atracurium

    yang pertama karena operasi masih dalam proses, sehigga intubasi masih tetap dipertahankan

    (supaya ventilasi terkontrol).

    Dru

    g

    ED95 for

    Adductor

    Pollicis

    During

    N2/O2

    Anesthesia

    (mg/kg)

    Intubat

    ion

    Dose

    (mg/kg

    )

    Onset

    of

    Action

    for

    Intubat

    ing

    Dose

    (min)

    Duratio

    n of

    Intubati

    ng Dose

    (min)

    Maintena

    nce

    Dosing by

    Boluses

    (mg/kg)

    Maintena

    nce

    Dosing by

    Infusion (

    g/kg/min)

    Atracur

    ium

    0.2 0.5 2.5

    3.0

    30

    45

    0.1 512

  • 7/27/2019 124746557-anestesi-LAPSUSrev

    20/23

    Recovery dari General Anestesi

    Pemeriksaan tekanan darah, nadi, frekuensi nafas, patensi jalan nafas, dan oksigenasi

    harus diperiksa tiap 5 menit selama 15 menit atau sampai pasien stabil. Pulse oximetry harus

    dimonitor terus menrus pada pasien yang masih berada dalam proses recovery dari general

    anestesi, paling tidak sampai pasien mulai sadar. Fungsi neuromuskuler juga harus dinilai

    misalnya mengangkat kepala. Monitoring tambahan berupa penilaian nyeri (skala deskriptif

    atau numerik), ada atau tidak mual atau muntah, input dan output cairan termasuk produksi

    urin, drainase, dan perdarahan.

    Semua pasien yang masih recovery dari general anestesi harus mendapatkan oksigen

    30-40% karena bisa terjadi transient hypovemia pada pasien yang sehat sekalipun. Resiko

    hipoksemia meningkat pada pasien-pasien yang menjalani operasi di daerah upper

    abdomninal adau toraks, sehingga harus terus dimonitor dengan pulse oxymeter dan mungkin

    memerlukan oksigenasi dalam waktu yang lebih lama. Keputusan rasional untuk meneruskan

    suplementasi oksigen ketika mengeluarkan pasien dari Post Anesthesia Care Unit (PACU)

    bisa dibuat berdasarkan SpO2 dengan udara ruangan. Pasien dimotivasi untuk nafas dalam

    dan batuk (Morgan).

    Kriteria Discharge dari PACU

    Semua pasien harus dievaluasi sebelum dikeluarkan dari PACU berdasarkan criteria

    discharge yang diadopsi. Kriteria yang digunakan adalah Aldrete Score. Kriteria ini akan

    menentukan apakah pasien akan di-discharge ke Intensive Care Unit (ICU) atau ke ruangan

    biasa.

  • 7/27/2019 124746557-anestesi-LAPSUSrev

    21/23

    Tabel 2.10Aldrete Recovery Score

    Postanesthetic Aldrete Recovery Score

    Original Criteria Modified Criteria Point

    Value

    Color Oxygenation

    Pink SpO2 > 92% on room air 2

    Pale or dusky SpO2 > 90% on oxygen 1

    Cyanotic SpO2 < 90% on oxygen 0

    Respiration

    Can breathe deeply and

    cough

    Breathes deeply and

    coughs freely

    2

    Shallow but adequate

    exchange

    Dyspneic, shallow or

    limited breathing

    1

    Apnea or obstruction Apnea 0

    Circulation

  • 7/27/2019 124746557-anestesi-LAPSUSrev

    22/23

    Blood pressure within 20%

    of normal

    Blood pressure 20 mm

    Hg of normal

    2

    Blood pressure within 20

    50% of normal

    Blood pressure 2050

    mm Hg of normal

    1

    Blood pressure deviating >

    50% from normal

    Blood pressure more than

    50 mm Hg of normal

    0

    Consciousness

    Awake, alert, and oriented Fully awake 2

    Arousable but readily drifts

    back to sleep

    Arousable on calling 1

    No response Not responsive 0

    Activity

    Moves all extremities Same 2

    Moves two extremities Same 1

    No movement Same 0

    Based on Aldrete JA, Kronlik D: A postanesthetic recovery score. Anesth Analg

    1970;49:924 and Aldrete JA: The post-anesthesia recovery score revisited. J Clin

    Anesth 1995;7:89.

    Idealnya, pasien di-discharge bila total skor 10 atau minimal 9.

  • 7/27/2019 124746557-anestesi-LAPSUSrev

    23/23

    Kontrol nyeri postoperative, mual dan muntah, dan mempertahankan normotermia

    sebelum pasien di-discharge sangat dibutuhkan. Sistem scoring untuk discharge digunakan

    secara luas. Kebanyakan criteria yang dinilai adalah SpO2 (atau warna kulit), kesadaran,

    sirkulasi, respirasi, dan aktivitas motorik. Kebanykan pasien memenuhi criteria discharge

    dalam waktu 60 menit di PACU. Sebagai tambahan dari kriteria diatas, pasien dengan

    regional anestesi seharusnya juga menunjukkan adanya resolusi dari blokade sensoris dan

    motoris.

    v