61669600-Kad-Atau-Shh

16
KAD atau SHH?? author : Nurina Meiriani Definisi Ketoasidosis diabetikum (KAD)merupakan komplikasi metabolik akut pada diabetes melitus yang ditandai dengan hiperglikemia, hiperketonemia, dan asidosis metabolik. 1 Status hiperosmolar hiperglikemik (SHH) juga merupakan gangguan metabolik akut yang dapat terjadi pada pasien diabetes melitus, yang ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolaritas, dan dehidrasi tanpa adanya ketoasidosis. 2 Istilah SHH merupakan istilah yang sekarang digunakan untuk menggantikan KHH (Koma Hiperosmolar Hiperglikemik) dan HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar non Ketotik) karena koma dapat terjadi lebih dari 50% kasus, dan ketosis ringan juga dapat ditemukan pada pasien dengan SHH. 3 Etiologi Etiologi(disusun berdasarkan frekuensi) Obat-obatan yang dapat memicu KAD/SHH Infeksi, terutama pneumonia, ISK, dan sepsis Terapi insulin yang tidak adekuat Onset baru diabetes Penyakit kardiovaskuler, terutama infark miokard Akantosis nigricans Akromegali Agen antipsikotik atipikal Kortikosteroid Glukagon Interferon Agen simpatomimetik, seperti albuterol, dopamin, dobutamin, dan terbutalin.

Transcript of 61669600-Kad-Atau-Shh

Page 1: 61669600-Kad-Atau-Shh

KAD atau SHH??

author : Nurina Meiriani

Definisi

Ketoasidosis diabetikum (KAD)merupakan komplikasi metabolik akut pada

diabetes melitus yang ditandai dengan hiperglikemia, hiperketonemia, dan

asidosis metabolik.1 Status hiperosmolar hiperglikemik (SHH) juga

merupakan gangguan metabolik akut yang dapat terjadi pada pasien

diabetes melitus, yang ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolaritas, dan

dehidrasi tanpa adanya ketoasidosis.2 Istilah SHH merupakan istilah yang

sekarang digunakan untuk menggantikan KHH (Koma Hiperosmolar

Hiperglikemik) dan HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar non Ketotik) karena

koma dapat terjadi lebih dari 50% kasus, dan ketosis ringan juga dapat

ditemukan pada pasien dengan SHH.3

Etiologi

Etiologi(disusun berdasarkan frekuensi)

Obat-obatan yang dapat memicu KAD/SHH

Infeksi, terutama pneumonia, ISK, dan sepsis

Terapi insulin yang tidak adekuat

Onset baru diabetes

Penyakit kardiovaskuler, terutama infark miokard

Akantosis nigricans

Akromegali

Agen antipsikotik atipikal

Kortikosteroid

Glukagon

Interferon

Agen simpatomimetik, seperti albuterol, dopamin, dobutamin, dan terbutalin.

Page 2: 61669600-Kad-Atau-Shh

Trombosis arteri

Kecelakaan serebrovaskuler

Hemokromatosis

Hipertiroidism

Pankreatitis

Kehamilan

Patofisiologi

KAD ditandai dengan keadaan hiperglikemia, asidosis metabolik, dan peningkatan konsentrasi keton dalam tubuh. Ketoasidosis terjadi karena kurangnya atau tidak efektifnya kerja insulin terhadap peningkatan hormon kontraregulator (glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan). Hubungan antara defisiensi insulin dan peningkatan hormon kontra regulator ini kemudian dapat mempengaruhi produksi glukosa, peningkatan lipolisis, dan produksi badan keton. Keadaan hiperglikemia dan tingginya kadar keton akan menyebabkan diuresis osmotik yang kemudian meembuat pasien mengalami hipovolemia dan penurunan laju filtrasi glomerulus(LFG).1

SHH ditandai dengan defisiensi konsentrasi insulin yang relatif, namun cukup adekuat untuk menghambat terjadinya lipolisis dan ketogenesis. Beberapa studi mengenai perbedaan respon hormon kontra regulator pada KAD dan SHH memperlihatkan hasil bahwa pada SHH pasien memiliki kadar insulin yang cukup tinggi, dan konsentrasi asam lemak bebas, kortisol, hormon pertumbuhan, dan glukagon yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien KAD.1

Walaupun patogenesis terjadinya KAD dan SHH serupa, namun keduanya memiliki perbedaan. Pada SHH akan terjadi keadaan dehidrasi yang lebih berat, kadar insulin yang cukup untuk mencegah lipolisis besar-besaran dan kadar hormon kontra regulator yang bervariasi.3

Page 3: 61669600-Kad-Atau-Shh

Diagnosis Klinis

Diagnosis secara klinis untuk membedakan antara KAD dan SHH tidaklah

mudah. Gejala yang dialami oleh pasien dapat serupa.

Anamnesis

Manifestasi klinis dari KAD biasanya berlangsung dalam waktu singkat, dalam

kurun waktu kurang dari 24 jam. Poliuria, polidipsia dan penurunan berat

badan dapat berlangsung selama beberapa hari, sebelum terjadinya

ketoasidosis, muntah dan nyeri perut. Nyeri perut yang menyerupai gejala

akut abdomen, dilaporkan terjadi pada 40-75% kasus KAD. Dalam suatu

penelitian, didapatkan hasil bahwa kemunculan nyeri perut dapat dikaitkan

dengan kondisi asidosis metabolik, namun bukan karena hiperglikemia atau

dehidrasi. 4

Untuk SHH, manifestasi klinis dapat terjadi dalam beberapa hari hingga

beberapa minggu. Pasien dapat mengalami poliuria, polidipsia, dan

penurunan kesadaran yang progresif akibat osmolalitas darah yang sangat

tinggi.3 Nyeri perut juga jarang dialami oleh pasien SHH.

Page 4: 61669600-Kad-Atau-Shh

Pemeriksaan Fisik

Kriteria KAD SHHTanda dehidrasiStatus mental Kompos mentis - koma Stupor/komaBau nafas aseton + -Pernafasan Kussmaul + -

Pemeriksaan Laboratorium

Walaupun diagnosis KAD dan SHH dapat ditegakkan dari klinis, namun

konfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium harus dilakukan. Hasil

laboratorium yang dapat ditemukan:

Kriteria diagnostik dan klasifikasi

KAD SHH

Glukosa plasma(dalam mg/dL)

> 250 > 600

pH arteri <> > 7,3Bikarbonat serum(dalam mEq/L)

<> > 15

Keton urin ++ + ringan/-Keton serum ++ + ringan/-Osmolalitas serum (dalam mOsm/kg)*

Bervariasi > 320

Anion Gap > 12 <>

* Osmolalitas darah = 2(Na serum) + Glukosa plasma/18.1

Hasil laboratorium yang perlu dipantau pada KAD dan SHH:

Natrium : Efek osmotik dari keadaan hiperglikemia membuat cairan

berpindah dari ekstravaskular ke intravaskular. Untuk setiap 100

mg/dL glukosa (jika kadar glukosa > 100 mg/dL), kadar natrium serum

dapat menurun hingga 1,6 mEq/L. Ketika kadar glukosa turun, maka

natrium serum dapat meningkat.1

Page 5: 61669600-Kad-Atau-Shh

Kalium : Kadar kalium dapat bervariasi. Kondisi asidosis pada pasien

dapat menyebabkan perpindahan kalium dari intraseluler ke

ekstraseluler sehingga akan terjadi hiperkalemia.1 Keadaan defisiensi

insulin yang lama pada pasien DM membuat pasien mengalami

hiperkalemia ringan yang kronik. Pada keadaan akut, pasien dapat

mengalami ekskresi kalium yang berlebih melalui ginjal ataupun

gastrointestinal karena kondisi diuresis osmotik, sehingga terjadi

masking effect yang dapat membuat kadar kalium dalam kisaran

normal.5 Oleh karena itu, pada penatalaksanaan keadaan akut pasien

DM, baik pada pemberian kalium maupun terapi insulin, kadar kalium

harus selalu dievaluasi dengan ketat agar tidak terjadi aritmia

jantung. Elektrokardiogram dapat digunakan sebagai sarana evaluasi

keadaan jantung.1

Peningkatan kadar BUN, sebagai pengaruh dari keadaan dehidrasi

pasien. Kadarnya harus dipantau untuk melihat ada tidaknya

insufusiensi renal.2,6

Urinalisis : Digunakan untuk menilai adanya glukosuria atau ketosis

urin. Selain itu, urinalisis juga dapat digunakan jika dicurigai terjadi

infeksi pada traktus urinarius.2,6

Tata Laksana

Tujuan dari terapi KAD dan SHH, yaitu:

1. Restorasi volume sirkulasi dan perfusi jaringan

2. Penurunan secara bertahap kadar glukosa serum dan osmolalitas plasma

Page 6: 61669600-Kad-Atau-Shh

3. Koreksi ketidakseimbangan elektrolit

4. Perbaikan keadaan ketoasidosis pada KAD

5. Mengatasi faktor pencetus

Terapi Cairan

Pasien dengan KAD memerlukan rehidrasi dengan estimasi cairan yang

diperlukan 100 ml/kgBB. Terapi cairan awal bertujuan mencukupi volume

intravaskular dan restorasi perfusi ginjal.1 Terapi cairan saja dapat

menurunkan kadar glukosa darah.5 Salin normal (NaCl 0,9%) dimasukkan

secara intravena dengan kecepatan 500 – 1000 mL/jam selama dua jam

pertama. Perubahan osmolalitas serum tidak boleh lebih dari 3 mOsm/jam.

Namun, jika pasien mengalami syok hipovolemik, maka cairan isotonik

ketiga atau keempat dapat digunakan untuk memberikan tekanan darah

yang stabil dan perfusi jaringan yang baik.1

Setelah volume intravaskular terkoreksi, terapi dengan normal salin

sebaiknya dikurangi menjadi 250 mL/jam atau diganti dengan salin 0,45%

(250 – 500 mL/jam), tergantung pada konsentrasi natrium serum dan status

hidrasi pasien.1

Jika kadar gula darah mencapai 250 mg/dL pada KAD atau 300 mg/dL

pada SHH, penggantian cairan harus mengandung glukosa 5-10% untuk

mencegah terjadinya hipoglikemia karena pemberian insulin juga akan

dilakukan untuk koreksi keadaan ketonemia.1

Page 7: 61669600-Kad-Atau-Shh

Tujuan dari terapi ini adalah untuk mengganti setengah defisit cairan

selama 12 – 24 jam. Kegagalan koreksi keadaan dehidrasi dapat

mengakibatkan penundaan pada koreksi elektrolit.1

Terapi Insulin

Pemberian insulin dengan dosis yang kecil dapat mengurangi risiko

terjadinya hipoglikemia dan hipokalemia. Fungsi insulin adalah untuk

meningkatkan penggunaan glukosa oleh jaringan perifer, menurunkan

produksi glukosa oleh hati sehingga dapat menurunkan konsentrasi glukosa

darah. Selain itu, insulin juga berguna untuk menghambat keluaran asam

lemak bebas dari jaringan adiposa dan mengurangi ketogenesis.1

Pada pasien dengan klinis yang sangat berat, reguler insulin diberikan

secara kontinu intravena. Bolus reguler insulin intravena diberikan dengan

dosis 0,15 U/kgBB, diikuti dengan infus reguler insulin dengan dosis 0,1

U/kgBB/jam (5-10 U/jam). Hal ini dapat menurunkan kadar glukosa darah

dengan kecepatan 65-125 mg/jam.

Jika glukosa darah telah mencapai 250 mg/dL pada KAD atau 300 mg/dL

pada SHH, kecepatan pemberian insulin dikurangi menjadi 0,05 U/kgBB/jam

(3-5 U/jam) dan ditambahkan dengan pemberian dextrosa 5-10% secara

intravena. Pemberian insulin tetap diberikan untuk mempertahankan

glukosa darah pada nilai tersebut sampai keadaan ketoasidosis dan

hiperosmolalitas teratasi.

Ketika protokol KAD atau SHH berjalan, evaluasi terhadap glukosa darah

kapiler dijalankan setiap 1-2 jam dan darah diambil untuk evaluasi elektrolit

Page 8: 61669600-Kad-Atau-Shh

serum, glukosa, BUN, kreatinin, magnesium, fosfos, dan pH darah setiap 2-4

jam.1

Terapi Kalium

Secara umum, tubuh dapat mengalami defisit kalium sebesar 3-5 mEq/kgBB.

Namun, kadar kalium juga bisa terdapat pada kisaran yang normal atau

bahkan meningkat. Peningkatan kadar kalium ini bisa dikarenakan kondisi

asidosis, defisiensi insulin dan hipertonisitas. Dengan terapi insulin dan

koreksi keadaan asidosis, kadar kalium yang meningkat ini dapat terkoreksi

karena kalium akan masuk ke intraseluler. Untuk mencegah terjadinya

hipokalemia, pemberian kalium secara intravena dapat diberikan.

Pemberian kalium intravena (2/3 dalam KCl dan 1/3 dalam KPO4) bisa

diberikan jika kadar kalium darah kurang dari 5 mEq/L.

Pada pasien hiperglikemia dengan defisit kalium yang berat, pemberian

insulin dapat memicu terjadinya hipokalemia dan memicu terjadinya aritmia

atau kelemahan otot pernafasan. Oleh karena itu, jika kadar kalium kurang

dari 3,3 mEq/L, maka pemberian kalium intravena harus segera diberikan

dan terapi insulin ditunda sampai kadarnya ≥ 3,3 mEq/L.1

Terapi Bikarbonat

Pemberian bikarbonat pada pasien SHH tidak diperlukan, sedangkan pada

KAD masih kontroversial. Asidosis metabolik berat dapat mengakibatkan

kerusakan kontraktilitas jantung, vasodilatasi serebri dan koma, serta

komplikasi gastrointestinal. Akan tetapi, alkalinisasi darah yang agresif juga

dapat mengakibatkan hipokalemia, asidosis SSP paradoks, dan asidosis

intraseluler karena peningkatan produksi CO2.

Page 9: 61669600-Kad-Atau-Shh

Beberapa studi gagal memperlihatkan perbaikan keadaan dengan

pemberian bikarbonat pada pasien KAD dengan pH darah arteri antara 6,9-

7,1. Namun beberapa ahli tetap merekomendasikan pemberian bikarbonat

pada pasien dengan pH darah <>1

Pemberian bikarbonat dapat diberikan secara bolus atau intravena dalam

cairan isotonik dengan dosis 1-2 mEq/kgBB.3

Referensi:

1. Umpierrez GE, Murphy MB, Kitabchi AE. Diabetic ketoacidosis and hyperglycemic

hyperosmolar syndrome. 2002[sitasi 20 Mei 2009] 15:28-36. Diunduh

dari:http://spectrum.diabetesjournals.org/cgi/content/full/15/1/28

2. Sergot PB. Hyperosmolar hyperglycemic states. Emedicine. 2008[sitasi 20 Mei 2009.

Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/766804-overview

3. Kitabchi AE, Fisher JN. Hyperglycemic crises:diabetic ketoacidosis (DKA) and

hyperglycemic hyperosmolar state (HHS). Dalam: Berghe GV. ed. Contemporary

Endocrinology: Acute Cause to Consequence. New York, Humana Press. 119-47.

4. Syahputra MHD. Diabetik ketoasidosis. Diunduh

dari:http://library.usu.ac.id/download/fk/biokimia-syahputra2.pdf

5. Dixon T. Potassium balance. Diunduh dari:

http://www.uhmc.sunysb.edu/internalmed/nephro/webpages/Part_D.htm

6. Rucker DW. Diabetic Ketoacidosis. Emedicine. 2008[sitasi 20 Mei 2009]. Diunduh

dari:http://emedicine.medscape.com/article/766275-overview

Posted by EIDCP at 09:59 0 comments Links to this post Labels: asam basa, asidosis, cairan, diabetes, endokrin, insulin, kalium, keton, metabolik, penyakit dalam, terapi

07 Agustus 2009

Gangguan Kesetimbangan Asam Basa (Pendekatan Henderson-Hasselbalch)

Page 10: 61669600-Kad-Atau-Shh

author: ruly rahadianto

Kesetimbangan Asam-Basa

Perhatikan persamaan berikut

CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-

Persamaan ini akan membantu anda mengingat konsep dasar kesetimbangan asam basa.

Nilai normal

Nilai Analisis Gas Darah (AGD) biasa disebutkan dalam pH, pO2, pCO2, HCO3-, BE, dan SaO2.

Nilai-nilai ini memberikan gambaran homeostasis dari kesetimbangan asam basa, perbedaan

basa, dan oksigenasi darah. AGD bisa didapatkan dari arteri, vena, maupun kapiler. Namun yang

umum digunakan adalah darah arteri.

Page 11: 61669600-Kad-Atau-Shh

Tabel 1. Nilai AGD normal

Pengukuran Nilai normal

(arteri)pH (rentang) 7.4 (7.36-7.44)pO2 (mmHg) (turun

sesuai usia)

80-100

pCO2 (mmHg) 36-44SaO2 (turun sesuai usia) >95HCO3 (mEq/L) 22-26BE -2 s.d +2

Interpretasi

Interpretasi AGD secara praktis mutlak diperlukan terutama di ruang emergensi. Berikut

pendekatan praktis langkah demi langkah menggunakan metode Henderson-Hasselbach.

Langkah 1: uji kelayakan

Gunakan persamaan

[H+] = 24 x pCO2/ [HCO3-]

Bagian kanan dari persamaan tidak boleh berbeda lebih dari 10% dengan persamaan sebelah kiri.

Jika angkanya tidak sesuai maka AGD ini tidak layak baca dan sebaiknya AGD diulang.

Contoh: pH 7.3, pCO2 46, dan [HCO3-] 29 mmol/L

Cara praktis:

(i) untuk pH 7.25-7.48, [H+]= (7.80-pH) x 100

Page 12: 61669600-Kad-Atau-Shh

(ii) untuk pH normal 7.4 maka [H+] = 40,

(iii) tiap perbedaan naik atau turun 0.3 dari pH 7.40 maka [H+] menjadi dua kali atau

setengahnya. Dengan demikian pH 7.1; [H+]=80, sementara pH 7.7; [H+]=20.

Untuk contoh di atas, pH 7.3 maka [H+] = (7.8-7.3) x 100 50

Dengan persamaan langkah 1:

50 = 24 x 46/29 50 = 38 persamaan berbeda lebih dari 10% (AGD tidak layak)

Langkah 2 : tentukan kelainan utama, asidosis atau alkalosis, atau pH normal.

Perhatikan apakah terjadi asidosis (pH <> 7.44) ataukah justru pH normal (pH normal tidak

berarti tidak ada gangguan asam basa).

Langkah 3: tentukan komponen kelainan yg utama apakah respiratorik atau metabolic

Setelah kita menentukan kelainan utamanya maka tugas berikutnya adalah menentukan kelainan

tersebut diakibatkan komponen respiratorik atau metabolic. Bandingkan penyimpangan terbesar

diantara dua komponen pCO2 atau HCO3- yang sejalan dengan pH.

Contoh: pH 7.3; pCO2 56; HCO3- 18

Contoh ini menunjukkan adanya asidosis dengan komponen utamanya respiratorik. Dimana

peningkatan pCO2 jauh lebih besar dibandingkan penurunan HCO3-.

Langkah 4: tentukan derajat kompensasinya apakah sesuai dengan yang diharapkan atau

ada kelainan campuran

Page 13: 61669600-Kad-Atau-Shh

Untuk mengetahui apakah kompensasi sudah sesuai atau belum, anda perlu mengingat tabel

berikut.

Tabel 2. Kompensasi yang diharapkan

Kelainan primer Kompensasi yang

diharapkanAsidosis metabolic pCO2 = 1.25 x ∆HCO3

Alkalosis metabolic pCO2 = 0.75 x ∆HCO3

Asidosis respiratorik akut HCO3= 0.1 x ∆ pCO2

Asidosis respiratorik

kronik

HCO3= 0.4 x ∆ pCO2

Alkalosis respiratorik akut HCO3= 0.2 x ∆ pCO2

Alkalosis respiratorik

kronik

HCO3= 0.4 x ∆ pCO2

Contoh: pH 7.3; pCO2 56; HCO3- 18

Pada kasus ini terdapat asidosis respiratorik akut, untuk menentukan kompensasi metabolic yang

diharapkan, gunakan:

HCO3 = 0.1 x ∆ pCO2

HCO3 = 0.1 x ∆ (56-40) = 1.6

Seharusnya perubahan HCO3- yang terjadi adalah 24+1.6 = 25.6

Namun pada kasus ini justru HCO3 18. Hal ini menunjukkan kompensasi tidak sesuai.

Kompensasi yang tidak sesuai diakibatkan oleh kelainan asam basa campuran selain kelainan

utama. Pada kasus ini ditemukan kelainan utama yaitu asidosis respiratorik dengan kemungkinan

kelainan campuran asidosis metabolic.

Secara ringkas kemungkinan kelainan campuran ditampilkan dalam kesimpulan berikut

Page 14: 61669600-Kad-Atau-Shh

1. jika kompensasi kurang atau melebihi secara signifikan dari yang diharapkan maka

kemungkinan ada dua kelainan

a. pCO2 terlalu rendah alkalosis respiratorik konkomitan

b. pCO2 terlalu tinggi asidosis respiratorik konkomitan

c. HCO3 terlalu rendah asidosis metabolic konkomitan

d. HCO3 terlalu tinggi alkalosis metabolic konkomitan

2. pH normal tapi

a. pCO2 + HCO3 asidosis respiratorik + alkalosis metabolic

b. pCO2 +HCO3 alkalosis respiratorik + asidosis metabolic

c. pCO2, HCO3 normal tapi AG asid metab + alkalosis metab

d. pCO2, HCO3, dan AG normal memang tidak ada gangguan, atau bisa saja asid

metab non AG + alkalosis metab

3. jelas tidak mungkin terjadi asidosis respiratorik (hipoventilasi) dengan alkalosis

respiratorik (hiperventilasi) bersamaan

jika kelainannya berupa asidosis metabolic lanjutkan ke langkah 5

Langkah 5: hitung anion gap (AG). Jika terdapat peningkatan lanjut langkah 6

Anion Gap dihitung dengan rumus berikut

Page 15: 61669600-Kad-Atau-Shh

AGhitung = Na+-(Cl-+HCO3-) normal = 8-12 mmol

Langkah 6: bandingkan perubahan AG dengan perubahan HCO3

∆AG = AGhitung-AGdiharapkan

= {Na+-(Cl-+HCO3-)} – {[Albumin] x 2.5}

∆HCO3 = 24 - HCO3

Jika ∆AG - ∆HCO3

a. 1-2 => asidosis metabolic AG murni

b. <1=> asidosis metabolic AG + asidosis metabolic non AG

c. >2 => asidosis metabolic AG + alkalosis metabolic

Langkah terakhir, selalu bandingkan dengan kondisi klinis pasien.

Untuk tatalaksana dan diferensial akan menyusul di tulisan berikutnya.

Referensi

1. Gomella L, Haist S. Blood Gases and Acid Base Disorders. Dalam: Clinicians Pocket

Reference 10 th ed. New York, McGraww-Hill; 2004:159-164

2. Sabatine M. Acid Base Disturbances. Dalam: Pocket Medicine 3 rd ed. Philadelphia,

Lippincot William & Willkins; 2008

3. Setyohadi B, Salim S. Gangguan Keseimbangan Asam Basa. Dalam: Sudoyo AW,

Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid

Page 16: 61669600-Kad-Atau-Shh

III, edisi keempat. Jakarta, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;

2006: 143-149.