92225345-kecemasan

download 92225345-kecemasan

of 18

Transcript of 92225345-kecemasan

  • 5/26/2018 92225345-kecemasan

    1/18

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    1. Konsep Kecemasan1.1 Pengertian Kecemasan

    Kecemasan adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan

    tidak dapat dibenarkan yang sering disertai dengan gejala fisiologis (Tomb, 2000).

    Stuart (2001) mengatakan kecemasan adalah keadaan emosi yang tidak memiliki

    objek yang spesifik dan kondisi ini dialami secara subjektif. Cemas berbeda

    dengan rasa takut. Takut merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang

    berbahaya. Cemas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut. Menurut

    Wignyosoebroto, 1981 dikutip oleh Purba, dkk. (2009), takut mempunyai sumber

    penyebab yang spesifik atau objektif yang dapat diidentifikasi secara nyata,

    sedangkan cemas sumber penyebabnya tidak dapat ditunjuk secara nyata dan

    jelas.

    Cemas merupakan suatu keadaan yang wajar, karena seseorang pasti

    menginginkan segala sesuatu dalam kehidupannya dapat berjalan dengan lancar

    dan terhindar dari segala marabahaya atau kegagalan serta sesuai dengan

    harapannya. Banyak hal yang harus dicemaskan, salah satunya adalah kesehatan,

    yaitu pada saat dirawat di rumah sakit. Misalnya pada saat anak sakit dan harus

    dirawat di rumah sakit akan menimbulkan dampak bagi orang tua maupun anak

    tersebut. Hal yang paling umum yang dirasakan orang tua adalah kecemasan.

    Suatu hal yang normal, bahkan adaptif untuk sedikit cemas mengenai aspek-aspek

    kehidupan tersebut. Kecemasan merupakan suatu respons yang tepat terhadap

  • 5/26/2018 92225345-kecemasan

    2/18

    ancaman, tetapi kecemasan dapat menjadi abnormal bila tingkatannya tidak sesuai

    dengan proporsi ancaman (Nevid, et al., 2005).

    1.2 Tanda dan Gejala Kecemasan

    Tanda dan gejala kecemasan yang ditunjukkan atau dikemukakan oleh

    seseorang bervariasi, tergantung dari beratnya atau tingkatan yang dirasakan oleh

    idividu tersebut (Hawari, 2004). Keluhan yang sering dikemukakan oleh

    seseorang saat mengalami kecemasan secara umum menurut Hawari (2004),

    antara lain adalah sebagai berikut:

    1. Gejala psikologis : pernyataan cemas/ khawatir, firasat buruk, takut akanpikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang,

    gelisah, mudah terkejut.

    2. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.3. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.4. Gejala somatic : rasa sakit pada otot dan tulang, berdebar-debar, sesak

    nafas, gangguan pencernaan, sakit kepala, gangguan perkemihan, tangan

    terasa dingin dan lembab, dan lain sebagainya.

    Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan

    fisiologis dan perilaku dan secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau

    mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan timbulnya kecemasan (Kaplan

    & Sadock, 1998). Menurut Stuart (2001) pada orang yang cemas akan muncul

    beberapa respon yang meliputi :

  • 5/26/2018 92225345-kecemasan

    3/18

    1. Respon fisiologis

    a. Kardiovasklar : palpitasi, tekanan darah meningkat, tekanan darah

    menurun, denyut nadi menurun.

    b. Pernafasan : nafas cepat dan pendek, nafas dangkal dan terengah-engah

    c. Gastrointestinal : nafsu makan menurun, tidak nyaman pada perut, mual

    dan diare.

    d. Neuromuskular : tremor, gugup, gelisah, insomnia dan pusing.

    e. Traktus urinarius : sering berkemih.

    f. Kulit : keringat dingin, gatal, wajah kemerahan.

    2. Respon perilaku

    Respon perilaku yang muncul adalah gelisah, tremor, ketegangan fisik,

    reaksi terkejut, gugup, bicara cepat, menghindar, kurang kooordinasi,

    menarik diri dari hubungan interpersonal dan melarikan diri dari masalah.

    3. Respon kognitif

    Respon kognitif yang muncul adalah perhatian terganggu, pelupa, salah

    dalam memberikan penilaian, hambatan berfikir, kesadaran diri meningkat,

    tidak mampu berkonsentrasi, tidak mampu mengambil keputusan,

    menurunnya lapangan persepsi dan kreatifitas, bingung, takut, kehilangan

    kontrol, takut pada gambaran visual dan takut cedera atau kematian.

    4. Respon afektif

    Respon afektif yang sering muncul adalah mudah terganggu, tidak sabar,

    gelisah, tegang, ketakutan, waspada, gugup, mati rasa, rasa bersalah dan

    malu.

  • 5/26/2018 92225345-kecemasan

    4/18

    1.3 Tingkat Kecemasan

    Peplau (1963) dikutip oleh Stuart (2001), mengidentifikasi kecemasan

    dalam empat tingkatan dan menggambarkan efek dari tiap tingkatan.

    1. Cemas Ringan

    Cemas ringan merupakan cemas yang normal yang berhubungan dengan

    ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi

    waspada dan meningkatkan lahan persepsinya, seperti melihat, mendengar dan

    gerakan menggenggam lebih kuat. Kecemasan tingkat ini dapat memotivasi

    belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.

    2. Cemas Sedang

    Cemas sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang

    penting dan mengesampingkan hal yang lain, sehingga seseorang mengalami

    perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.

    Kecemasan ini mempersempit lapang presepsi individu, seperti penglihatan,

    pendengaran, dan gerakan menggenggam berkurang.

    3. Cemas Berat

    Cemas berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang

    cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak

    dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi

    ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat

    memusatkan pada suatu area lain.

  • 5/26/2018 92225345-kecemasan

    5/18

    4. Panik

    Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Rincian

    terpecah dari proporsinya. Individu yang mengalami panik tidak mampu

    melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan hal itu dikarenakan individu

    tersebut mengalami kehilangan kendali, terjadi peningkatan aktivitas motorik,

    menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang

    menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Panik melibatkan

    disorganisasi kepribadian. Individu yang mengalami panik juga tidak dapat

    berkomunikasi secara efektif. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan

    kehidupan, dan jika berlangsung terus menerus dalam waktu yang lama, dapat

    terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian.

    Menurut Hawari (2004), tingkat kecemasan dapat diukur dengan

    menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating

    Scale for Anxiety (HRS-A), yang terdiri dari 14 kelompok gejala, antara lain

    adalah sebagai berikut :

    1. Perasaan cemas : cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri danmudah tersinggung.

    2. Ketegangan : merasa tegang, lesu, tidak dapat beristirahat dengan tenang,mudah terkejut, mudah menangis, gemetar dan gelisah.

    3. Ketakutan : pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, pada binatangbesar, pada keramaian lalu lintas dan pada kerumunan orang banyak.

    4. Gangguan tidur : sukar untuk tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidaknyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi, mimpi buruk dan mimpi

    yang menakutkan.

  • 5/26/2018 92225345-kecemasan

    6/18

    5. Gangguan kecerdasan : sukar berkonsentrasi, daya ingat menurun dandaya ingat buruk.

    6. Perasaan depresi (murung) : hilangnya minat, berkurangnya kesenanganpada hobi, sedih, terbangun pada saat dini hari dan perasaan berubah-ubah

    sepanjang hari.

    7. Gejala somatik/ fisik (otot) : sakit dan nyeri di otot, kaku, kedutan otot,gigi gemerutuk dan suara tidak stabil.

    8. Gejala somatik/ fisik (sensorik) : tinnitus (telinga berdenging), penglihatankabur, muka merah atau pucat, merasa lemas dan perasaan ditusuk-tusuk.

    9. Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) : takikardi (denyutjantung cepat), berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi mengeras, rasa

    lesu/ lemas seperti mau pingsan dan detak jantung menghilang/ berhenti

    sekejap.

    10.Gejala respiratori (pernafasan) : rasa tertekan atau sepit di dada, rasatercekik, sering menarik nafas dan nafas pendek/ sesak.

    11.Gejala gastrointestinal (pencernaan) : sulit menelan, perut melilit,gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan

    terbakar di perut, rasa penuh atau kembung, mual, muntah, BAB

    konsistensinya lembek, sukar BAB (konstipasi) dan kehilangan berat

    badan.

    12.Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin) : sering buang air kecil, tidakdapat menahan BAK, tidak datang bulan (tidak dapat haid), darah haid

    berlebihan, darah haid sangat sedikit, masa haid berkepanjangan, masa

  • 5/26/2018 92225345-kecemasan

    7/18

    haid sangat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin

    (frigid, ejakulasi dini, ereksi melemah, ereksi hilang dan impotensi.

    13.Gejala autonom : mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, kepalapusing kepala terasa berat, kepala terasa sakit dan bulu-bulu berdiri.

    14.Tingkah laku/ sikap : gelisah, tidak tenang, jari gemetar, kening/ dahiberkerut, wajah tegang, otot tegang/ mengeras, nafas pendek dan cepar

    serta wajah merah.

    Masing-masing kelompok gejala diberi peilaian angka (score) antara 0-4, dengan

    penilaian sebagai berikut :

    Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan)

    Nilai 1 =gejala ringan

    Nilai 2 = gejala sedang

    Nilai 3 = gejala berat

    Nilai 4 = gejala berat sekali/ panik

    1.4 Rentang Respon Kecemasan

    Menurut Stuart (2001), rentang respon induvidu terhadap cemas

    berfluktuasi antara respon adaptif dan maladaptif. Rentang respon yang paling

    adaptif adalah antisipasi dimana individu siap siaga untuk beradaptasi dengan

    cemas yang mungkin muncul. Sedangkan rentang yang paling maladaptif adalah

    panik dimana individu sudah tidak mampu lagi berespon terhadap cemas yang

    dihadapi sehingga mengalami ganguan fisik dan psikososial.

  • 5/26/2018 92225345-kecemasan

    8/18

    Rentang Respon Kecemasan

    Respon Adaptif Respon Maladaptif

    Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

    1.5 Faktor Predisposisi

    Penyebab kecemasan dapat dipahami melalui beberapa teori seperti yang

    dikemukakan oleh Laraia dan Stuart (1998).

    1. Teori PsikoanalitikPandangan psikoanalitik menyatakan kecemasan adalah konflik emosional

    yang terjadi antara dua elemen kepribadian, yaitu id dan superego. Id mewakili

    dorongan insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego

    mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya

    seseorang. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan,

    dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

    2. Teori Interpersonal

    Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut

    terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga

    berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan,

    yang menimbulkan kelemahan spesifik. Individu dengan harga diri rendah mudah

    mengalami perkembangan kecemasan yang berat.

    Kecemasan yang berhubungan dengan ketakutan ini dapat terjadi pada

    orag tua atau dapat juga pada anak itu sendiri yang mengalami tindakan

    pemasangan infus. Tindakan pemasangan infus akan menimbulkan kecemasan

  • 5/26/2018 92225345-kecemasan

    9/18

    dan ketakutan serta rasa tidak nyaman bagi anak akibat nyeri yang dirasakan saat

    prosedur tersebut dilaksanakan. Keadaan tersebut dapat membuat orang tua cemas

    dan takut jika prosedur invasif pemasangan infus yang dilakukan akan

    memberikan efek yang membuat anak merasa semakin sakit atau nyeri

    (Sulistiyani, 2009).

    3. Teori PerilakuMenurut pandangan perilaku, kecemasan merupakan hasil dari frustasi

    yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai

    tujuan yang diinginkan. Faktor tersebut bekerja menghambat usaha seseorang

    untuk memperoleh kepuasan dan kenyamanan.

    Kecemasan dapat terjadi pada anak yang dirawat di rumah sakit dan

    dipasang infus akibat adanya hambatan untuk mencapai tujuan yang

    diinginkannya, seperti bermain dan berkumpul bersama keluarganya (Supartini,

    2004).

    4. Teori Keluarga

    Teori keluarga menunjukkan bahwa kecemasan merupakan hal yang biasa

    ditemui dalam suatu keluarga. Kecemasan ini terkait dengan tugas perkembangan

    individu dalam keluarga. Anak yang akan dirawat di rumah sakit merasa tugas

    perkembangannya dalam keluarga akan terganggu sehingga dapat menimbulkan

    kecemasan.

    5. Teori BiologisTeori biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus

    untuk benzodiazepin. Reseptor ini mungkin membantu mengatur kecemasan.

    Penghambat asam aminobutirik-gamma neuroregulator (GABA) juga mungkin

  • 5/26/2018 92225345-kecemasan

    10/18

    memainkan peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan

    kecemasan. Selain itu, telah dibuktikan bahwa kesehatan umum seseorang

    mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap kecemasan. Kecemasan

    mungkin disertai gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang

    untuk mengatasi stressor.

    1.6 Faktor Presipitasi

    Stuart (2001) mengatakan bahwa faktor presipitasi/ stressor pencetus

    dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu :

    1. Ancaman Terhadap Integritas FisikAncaman terhadap integritas fisik seseorang meliputi ketidakmampuan

    fisiologis atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.

    Kejadian ini menyebabkan kecemasan dimana timbul akibat kekhawatiran

    terhadap tindakan pemasangan infus yang mempengaruhi integritas tubuh secara

    keseluruhan. Pada anak yang dirawat di rumah sakit timbul kecemasan karena

    ketidakmampuan fisiologis dan menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas

    sehari-hari, seperti bermain, belajar bagi anak usia sekolah, dan lain sebagainya.

    2. Ancaman terhadap Rasa AmanAncaman ini terkait terhadap rasa aman yang dapat menyebabkan terjadinya

    kecemasan, seperti ancaman terhadap sistem diri seseorang yang dapat

    membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial seseorang. Ancaman ini

    dapat terjadi pada anak yang akan yang akan dilakukan tindakan pemasangan

    infus dan bisa juga terjadi pada orang tua. Ancaman yang terjadi pada orang tua

    dapat disebabkan karena orang tua merasa bahwa anak mereka akan menerima

  • 5/26/2018 92225345-kecemasan

    11/18

    pengobatan yang membuat anak bertambah sakit atau nyeri. Orang tua cemas dan

    takut jika prosedur invasif pemasangan infus yang dilakukan akan memberikan

    efek yang membuat anak merasa semakin sakit atau nyeri (Sulistiyani, 2009).

    Sedangkan pada anak, tindakan pemasangan infus mengakibatkan nyeri yang

    dirasakan anak tersebut.

    2. Konsep OrangtuaOrang tua adalah orang yang berperan dalam peran pengasuh anak dalam

    meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial anak. Orang tua

    memberikan perawatan fisik dan perhatian emosional serta mengarahkan

    perkembangan kepribadian anak (Duvall, 1997).

    Pada dasarnya tujuan utama pengasuhan anak adalah mempertahankan

    perkembangan fisik anak dan meningkatkan kesehatannya, memfasilitasi anak

    untuk mengembangkan kemampuannya sejalan dengan tahap pertumbuhan dan

    perkembangan anak dan mendorong peningkatan kemampuan berperilaku sesuai

    dengan nilai agama dan budaya yang diyakininya (Supartini, 2004). Kemampuan

    orang tua dalam menjalankan peran pengasuhan ini tidak dipelajari melalui

    pendidikan formal, melainkan berdasarkan pengalaman dalam menjalankan peran

    tersebut dan mempelajarinya melalui pengalaman orang tua yang lain dan

    terdahulu.

    Orang tua merupakan guru yang utama karena orang tua

    menginterpretasikan dunia masyarakat bagi anak-anak. Lingkungan seperti

    kekuatan-kekuatan dari luar merupakan hal yang penting semata-mata karena

    lingkungan mempengaruhi orang tua. Orang tua adalah orang yang

  • 5/26/2018 92225345-kecemasan

    12/18

    menerjemahkan arti-arti penting yang dimiliki oleh kekuatan-kekuatan luar

    kepada anak (Friedman, 1998).

    2.1 Reaksi Orang Tua selama Perawatan Anak

    Reaksi orang tua terhadap perawatan anak yang dikemukakan oleh

    Supartini (2004) dan Thompson (1995) adalah sebagai berikut :

    1. Perasaan bersalah, cemas, dan takutOrang tua akan merasa bahwa mereka telah melakukan kesalahan karena

    anaknya menjadi sakit. Rasa bersalah orang tua semakin menguat karena orang

    tua merasa tidak berdaya dalam mengurangi nyeri fisik dan emosional anak.

    Orang tua juga akan merasa begitu cemas dan takut terhadap kondisi anaknya dan

    jenis prosedur medis yang dilakukan; sering kali kecemasan yang paling besar

    berkaitan dengan trauma dan nyeri yang terjadi pada anak. Perasaan tersebut

    muncul pada saat orang tua melihat anaknya mendapat prosedur tindakan yang

    menyakitkan seperti pembedahan, pengambilan darah, injeksi, infus dilakukan

    fungsi lumbal dan prosedur invasif lainnya. Perilaku yang sering ditunjukkan

    orang tua berkaitan dengan adanya perasaan cemas dan takut ini adalah sering

    bertanya atau bertanya tentang hal yang sama secara berulang pada orang yang

    berbeda, gelisah, ekspresi wajah tegang, dan bahkan marah (Supartini, 2001

    dalam Supartini, 2004).

  • 5/26/2018 92225345-kecemasan

    13/18

    2. Perasaan sedihPerasaaan ini sering muncul pada orang tua ketika orang tua mengetahui

    diagnosa dari penyakit anaknya dan ketika melihat tindakan invasif yang

    dilakukan pada anaknya yang menimbulkan nyeri, seperti tindakan pemasangan

    infus; apalagi jika anaknya merasakan nyeri dan menangis ketika dipasang infus.

    3. Takut mendapat perawatan yang tidak pantasOrang tua sering mempunyai perasaan takut dan cemas ketika anaknya

    harus mendapatkan suatu perawatan. Ketakutan orang tua timbul dikarenakan

    takut jika anaknya mendapat perawatan yang tidak pantas, seperti perawat

    melakukan pemasangan infus pada anak dengan cara yang kasar dan harus ditusuk

    secara berulang-ulang, sehingga membuat anak menderita.

    4. Takut terbeban biayaOrang tua sering merasa takut dan cemas akan biaya perawatan anak.

    Pembiayaan yang harus dikeluarkan membuat orang tua dituntut untuk bekerja

    agar dapat memenuhi dana yang diperlukan dalam perawatan anak.

    5. Takut bahwa anak akan semakin menderitaOrang tua merasa bahwa anak mereka akan menerima pengobatan yang

    membuat anak bertambah sakit atau nyeri. Orang tua cemas dan takut jika

    prosedur invasif pemasangan infus yang dilakukan akan memberikan efek yang

    membuat anak merasa semakin sakit atau nyeri.

  • 5/26/2018 92225345-kecemasan

    14/18

    3. Konsep Infus

    Infus adalah memasukkan cairan dalam jumlah tertentu melalui vena

    penderita secara terus menerus dalam jangka waktu yang agak lama. Penggunaan

    infus cairan intravena (intravenous fluid infusion) membutuhkan peresepan yang

    tepat dan pengawasan (monitoring) ketat. (Weistein, 2001).

    Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan

    infus yang dikemukakan oleh Arifianto (2008) adalah:

    a. Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponendarah).

    b. Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponendarah).

    c. Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha)(kehilangan cairan tubuh dan komponen darah).

    d. Serangan panas (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi).e. Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi).f. Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh).g. Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan

    tubuh dan komponen darah).

    Indikasi pemasangan infus melalui jalur pembuluh darah vena (peripheral

    venous cannulation) yang dikemukakan oleh Arifianto (2008), adalah sebagai

    berikut :

    a. Pemberian cairan intravena (intravenous fluids).b. Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam

    jumlah terbatas.

  • 5/26/2018 92225345-kecemasan

    15/18

    c. Pemberian kantong darah dan produk darah.d. Pemberian obat yang terus-menerus.e. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya

    pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus

    intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan

    pemberian obat).

    f. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risikodehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum

    pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur

    infus.

    Tujuan pemberian infus menurut Weistein (2001) adalah :

    a. Mencukupi kebutuhan cairan ke dalam tubuh pada penderita yangmengalami kekurangan cairan.

    b. Memberi zat makan pada penderita yang tidak dapat atau tidak bolehmakan dan minum melalui mulut.

    c. Memberi pengobatan yang terus menerus.d. Memulai dan mempertahankan terapi cairan IV.Komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan infus yang dikemukakan

    oleh Priska (2009) adalah :

    a. Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibatpecahnya pembuluh darah arteri vena atau kapiler, terjadi akibat

    penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau tusukan

    berulang pada pembuluh darah.

  • 5/26/2018 92225345-kecemasan

    16/18

    b. Infiltrasi, yaitu masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukanpembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh

    darah.

    c. Trombofeblitis atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadiakibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.

    d. Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadiakibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh

    darah.

    4. Reaksi Anak Pra-Sekolah terhadap Hospitalisasi

    Usia prasekolah merupakan kelompok usia tiga sampai enam tahun.

    Penyakit yang sering ditemukan pada anak usia prasekolah yaitu penyakit menular

    atau infeksi seperti cacar (varicella), parotitis (mumps), konjungtivitis, stomatitis,

    dan penyakit parasit pada usus. Beberapa kondisi penyakit menyebabkan anak

    harus dirawat di rumah sakit dan mendapatkan prosedur invasif (Hockenberry &

    Wilson, 2007).

    Anak usia prasekolah juga mengalami stres apabila mendapatkan

    perawatan di rumah sakit (hospitalisasi) sebagaimana kelompok anak usia lain.

    Perawatan anak prasekolah di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari

    lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan,

    yaitu lingkungan rumah, permainan, dan teman sepermainannya (Supartini, 2004).

    Anak usia prasekolah menganggap hospitalisasi merupakan pengalaman baru dan

    sering membingungkan yang dapat membawa dampak negatif terhadap

    perkembangan normal. Hospitalisasi membuat anak masuk dalam lingkungan

  • 5/26/2018 92225345-kecemasan

    17/18

    yang asing, dimana mereka biasanya dipaksa untuk menerima prosedur yang

    menakutkan, nyeri tubuh dan ketidaknyamanan (Wong, 2009). Perawatan di

    rumah sakit membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya. Perawatan di

    rumah sakit juga mengharuskan adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak

    merasa kehilangan kekuatan diri. Perawatan di rumah sakit sering kali

    dipersepsikan anak prasekolah sebagai hukuman sehingga anak akan merasa

    malu, bersalah, atau takut (Supartini, 2004).

    Respon anak untuk memahami nyeri yang diakibatkan oleh prosedur

    invasif yang menyakitkan bagi anak tergantung pada usia anak, tingkat

    perkembangan anak, dan faktor situasi lainnya (Hockenberry & Wilson, 2007).

    Sebagai contoh adalah bayi tidak mampu mengantisipasi nyeri sehingga

    memungkinkan tidak menunjukkan perilaku yang spesifik terkait dengan respon

    terhadap nyeri. Anak yang lebih kecil tidak mampu menggambarkan dengan

    spesifik nyeri yang mereka rasakan karena keterbatasan kosakata dan pengalaman

    nyeri. Tergantung usia perkembangan, anak menggunakan strategi koping seperti

    melarikan diri, menghindar, penangguhan tindakan, imagery, dan lain-lain. (Ball

    & Blinder, 2003 dalam Sulistiyani, 2009).

    Karakteristik anak usia prasekolah dalam berespon terhadap nyeri

    diantaranya dengan menangis keras atau berteriak; mengungkapkan secara verbal

    aaow uh, sakit; memukul tangan atau kaki; mendorong hal yang

    menyebabkan nyeri; kurang kooperatif; membutuhkan restrain; meminta untuk

    mengakhiri tindakan yang menyebabkan nyeri; menempel atau berpegangan pada

    orangtua, perawat atau yang lain; membutuhkan dukungan emosi seperti pelukan;

    melemah; antisipasi terhadap nyeri aktual (Hockenberry & Wilson, 2007).

  • 5/26/2018 92225345-kecemasan

    18/18

    Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak usia prasekolah adalah

    dengan menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan, dan

    tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan. Ketakutan anak terhadap perlukaan

    muncul karena anak menganggap tindakan dan prosedurnya mengancam integritas

    tubuhnya. Hal ini menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak,

    ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja sama

    dengan perawat, dan ketergantungan pada orangtua (Supartini, 2004). Anak

    prasekolah akan mendorong orang yang akan melakukan prosedur yang

    menyakitkan agar menjauh, mencoba mengamankan peralatan, atau berusaha

    mengunci diri di tempat yang aman. (Wong. 2009). Terkait prosedur yang

    menyakitkan, proses pemasangan infus merupakan salah satu prosedur yang

    menyakitkan bagi anak.