ABALABAL
-
Upload
rian-ahmad -
Category
Documents
-
view
94 -
download
0
description
Transcript of ABALABAL
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab pendahuluan ini, penulis akan membahas: Latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, pentingnya penulisan, hipotesis,
ruang lingkup penulisan, metode penelitian dan penulisan, penjelasan judul, dan
sistematika penulisan.
A. Latar Belakang Masalah
Mengajarkan tanggung jawab bagi anak merupakan hal yang urgen, karena
setiap anak dituntut untuk bertanggung jawab terhadap dirinya sebagai individu
yang secara terus menerus mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Seiring
dengan perkembangan kepribadian anak, anak diberi tanggung jawab yang sesuai
dengan tingkat usia dan kemampuannya supaya anak dapat percaya diri, mandiri,
dan bertanggung jawab.
Harris Clemes dan Reynold Bean mengemukakan, "melatih anak
bertanggung jawab adalah hadiah paling penting yang kita berikan kepadanya.
Dari situ akan tumbuh kemampuan untuk mengurus diri sendiri dan melakukan
fungsinya kelak sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab".1 Jika anak tidak
dilatih memikul tanggung jawab, akan tetap bergantung pada orang lain dan tidak
dapat mandiri.2 Dari pernyataan ini, pengaruh tanggung jawab orangtua dalam
1 Harris Clemes dan Reynold Bean, Melatih Anak Bertanggung Jawab. (Jakarta BPK Gunung Mulia, 2001), hlm. ix
2 M. S. Hadisubrata, Mengembangkan Kepribadian anak Balita. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), hlm 79
1
1
menentukan pola hidup anak dikemudian hari.
Berhubungan dengan hal di atas, sejak usia dini anak diberi tanggung jawab.
Karena masa ini merupakan masa yang paling penting bagi seorang anak dalam
pembentukan kepribadiannya.
Oswari menyatakan, "anak yang sejak kecil diberi tanggung jawab tentu
akan berkembang dengan penuh kemantapan dalam menghadapi persoalan yang
timbul pada dirinya".3 Sangat disayangkan bila di usia ini anak tidak diberi
tanggung jawab karena "tanggung jawab bukanlah sesuatu hal yang di bawah
sejak lahir melainkan di pelajari melalui pengalaman hidup sehari-hari".4 Dengan
kata lain tanggung jawab yang dimiliki oleh setiap anak diperoleh melalui
pengarahan dan pemupukan dari sistem nilai-nilai positif dalam lingkungan di
mana anak dibesarkan.
Dalam hal mengajarkan tanggung jawab bagi anak sangat dipengaruhi oleh
faktor lingkungan khususnya lingkungan keluarga. Yang mana, keluarga
merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh anak untuk mendapat
pendidikan informal serta pengalaman-pengalaman hidup lainnya. Seperti yang
dikemukakan oleh Thamrin Nasution dan Nurhalijah Nasution,
Pengalaman anak dalam rumah tangga akan turut mewarnai tingkah
lakunya dalam masa kehidupannya di luar rumah tangga kelak. Dalam rumah
tangga anak mudah sekali memperoleh pendidikan, yaitu melalui ibunya dan
3 E Oswari DPH, Keluarga Idaman. (Jakarta BPK Gunung Mulia, 1982), hlm. 24 4 Harris Clemes dan Reynold Bean, Op Cit, hlm 9
2
anggota keluarga lainnya. Pendidikan rumah tangga adalah sekolah yang pertama
dan utama yang dialami oleh anak semenjak kelahirannya ke dunia ini.5
Pernyataan di atas benar, namun realita membuktikan tidak semua
orangtua Kristen menyadari akan tugasnya khususnya dalam hal mengajarkan
nilai-nilai positif bagi anak. Ini dapat disebabkan oleh karena, "orangtua acap kali
terlalu mempercayakan perkembangan dan pendidikan anak kepada orang lain".6
Mary Go Setiawani juga menyatakan,
Pada zaman ini banyak para ibu yang berkarir untuk meningkatkan taraf kehidupan atau untuk membangun usaha sendiri, yang kemudian melepaskan tanggung jawab dalam membimbing anak-anak Sejak kecil sedang bayi sudah diserahkan dan dipelihara oleh pembantu atau perawat, sehingga orang lain lebih mengenal anak dan pada ibunya sendiri.7
Di pihak lain, ada juga orangtua yang enggan memberikan tanggung jawab
bagi anak balita, karena adanya paradigma yang mengklaim bahwa "anak di usia
ini masih kecil.8 dan belum mampu untuk bertanggung jawab. Di samping itu,
yang menyebabkan orangtua tidak merealisasikan tugas untuk mengajarkan
tanggung jawabnya bagi anak usia 7-15 tahun adalah keterbelakangan pendidikan
Di mana orangtua tidak mengetahui dan mengerti tugas perkembangan anak.
Dengan demikian, karena begitu pentingnya peranan orang tua dalam
mengajarkan tanggung jawab bagi anak usia 7-15 tahun, maka penulis tertarik
untuk menulis skripsi ini.
B. Rumusan Masalah
5 Thamrin Nasution dan Nurhalijah Nasution, Anak Balita Dalam Keluarga. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998), hlm 44
6 Singgih D Gunarsa, Psikologi Praktis Anak. Remaia. dan Keluarga. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), hlm. 105
7 Mary Go Setiawani, Menerobos Duma Anak, (Bandung. Kalani Hidup, 2000), hlm. 108 Alex Sobur. Butir-Butir Mutiara Rumah Tangga. (Jakarta. BPK Gunung Mulia. 1987).
hlm. 257
3
Dari uraian latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah
dalam beberapa pertanyaan. Pertama, bagaimana gambaran umum tentang anak
usia 7-15 tahun. Kedua, bagaimana landasan teologis tentang peranan orangtua
Kristen dalam mengajarkan tanggung jawab bagi anak usia 7-15 tahun? Ketiga,
bagaimana peranan orangtua Kristen dalam mengajarkan tanggung jawab bagi
anak usia 7-15 tahun?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk: Pertama, menjelaskan gambaran
umum tentang anak usia 7-15 tahun. Kedua, menguraikan landasan teologis
tentang peranan orangtua Kristen dalam mengajarkan tanggung jawab bagi anak
usia 7-15 tahun. Ketiga, menjelaskan peranan orangtua Kristen dalam
mengajarkan tanggung jawab bagi anak usia 7-15 tahun.
D. Pentingnya Penulisan
Adapun pentingnya penulisan skripsi ini yaitu: Pertama, memberikan
kontribusi kepada orangtua Kristen untuk dapat memahami perannya dalam
mengajarkan tanggung jawab bagi anak usia 7-15 tahun Kedua, memberikan
kontribusi bagi gereja, khususnya Guru Sekolah Minggu supaya dapat
mengajarkan tanggung jawab bagi anak usia 7-15 tahun Ketiga, memperlengkapi
penulis dalam pelayanan pada masa yang akan datang.
E. Hipotesis
Jika orangtua Kristen dapat memahami dan mengerti peran mereka dalam
mengajarkan tanggung jawab bagi anak usia 7-15 tahun, maka orangtua dapat
mengajar anak untuk selalu bertanggung jawab
F. Ruang Lingkup Penulisan
4
Mengingat peranan orang tua Kristen sangat luas, maka penulis membatasi
penulisan skripsi ini dengan memfokuskan pada pengajaran tanggung jawab bagi
anak usia 7-15 tahun.
G. Metode Penelitian Dan Penulisan
Penulisan skripsi ini dilakukan dengan metode deskriptif Analisis. Disebut
deskriptif karena penulis memaparkari suatu keadaan dengan apa adanya.9 Disebut
analisis karena pandangan-pandangan tentang masalah yang dihadapi akan
dianalisis. Hasil analisis itu semua akan membentuk rangkaian pemahaman atau
pengertian.10 Penulis juga menggunakan metode studi pustaka (library recearch)
yang berarti menggunakan buku-buku sebagai pedoman dalam penulisan.11
H. Penjelasan judul
Skripsi ini berjudul: "PERANAN ORANG TUA KRISTEN DALAM
MENGAJARKAN TANGGUNG JAWAB BAGI ANAK USIA 7-15 TAHUN".
Ada beberapa kata yang perlu diketahui definisinya supaya tidak terjadi
kesalahpahaman dari pembaca.
Kata peranan berarti "tindakan yang dilakukan seseorang di suatu
peristiwa".12 "Orangtua adalah angkat pria dan wanita yang menjadi ayah dan ibu
seseorang berdasarkan adat atau hukum yang berlaku".13 Istilah Kristen dari
bahasa Yunani "Kristianos" yang berarti pengikut Kristus.14 Menanamkan berarti
9 Tim Penyusun, KBBI. (Jakarta Balai Pustaka, 2002), hlm. 25810 10 Winarno Surakhmat, Pengantar Penelitian llmiah Dasar Melode Teknik. (Bandung:
Tarsito, 1989), hlm 4811 F L Whetney, Metode Penelitian. (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 29312 12 Tim Penyususn, KBBI (Jakarta Balai Pustaka, 2002), hlm. 258
13 Tim Penyusun, KBBI Edisi ke-3 (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hlm 80214 H R Soedarmo, Karnus Istilah Teologi. (Jakarta: BPK Gumung Mulia, 2001), hl 49
5
menaburkan (paham, ajaran, dsb); memasukkan, membangkitkan, atau
memelihara (perasaan, cinta kasih, semangat, dsb).15 Tanggung jawab dapat
diartikan sebagai kesadaran untuk melakukan, kesediaan untuk
melakukan, dan kemampuan untuk melakukan.16
Jadi yang dimaksud dengan peranan orangtua Kristen dalam mengajarkan
tanggung jawab bagi anak usia 7-15 tahun adalah suatu tindakan yang dilakukan
oleh ayah dan ibu sebagai pengikut Kristus dalam memberi masukan kepada anak
di usia 7-15 tahun supaya dapat memiliki kesadaran, kesediaan dan kemampuan
untuk melakukan sesuatu.
I. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
Bab II Gambaran Umum Tentang Anak Usia 7-15 Tahun
Bab III Landasan Teologis Tentang Peranan Orangtua Kristen
Dalam Mengajarkan Tanggung Jawab Bagi Anak Usia 7-15
Tahun Bab IV Peranan Orangtua Kristen Dalam Mengajarkan
Tanggung Jawab Bagi Anak Usia 7-15 Tahun
Bab V Kesimpulan Dan Saran
15 Tim Penyusun, Op Cit, hl 100116 Alex Sobur, Op. Cit, hl. 245
6
BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG ANAK USIA 7-15 TAHUN
Dalam pembahasan ini penulis akan menguraikan secara umum ciri khas
anak usia 7-15 tahun, kebutuhan anak, dan kendala yang dihadapai orangtua
Kristen dalam mengajarkan tanggung jawab bagi anak usia 7-15 tahun.
A. Ciri Khas Anak Usia 7-15 tahun
Dalam setiap periode, anak memiliki tingkat perkembangan yang berbeda-
beda Baik itu dari aspek fisik, sosial, mental, moral, emosi, dan rohani Keenam
aspek ini memiliki keterkaitan satu sama lain dan tak dapat dipisahkan Orangtua
perlu menyadari bahwa anak adalah pribadi yang utuh Dalam setiap usaha untuk
mengajarkan segala sesuatu membutuhkan pemahaman yang benar tentang anak
Di bawah ini penulis akan memaparkan beberapa aspek perkembangan yang
dialami oleh anak usia 7-15 tahun. 1. Aspek Fisik
Seorang anak pada usia 7-15 tahun mengalami pertumbuhan fisik yang
sangat pesat, walaupun pertumbuhan tersebut tidak merata Anak berusia ini mulai
berlari, inemanjat dan melompat Kegiatan-kegiatan yang dilakukannya dapat
melatih otot-ototnya Ruth Lauter menyatakan, "dalam berlari, melompat dan
memakai sepeda anak kecil memperlihatkan koordinasi tubuh yang baik yang
terus dilatih. Tiap aktifitas yang dikuasai membawa kesenangan karena meningkat
otonomi: bias sendiri, sanggup sendiri".1 Anak pada usia ini dalam melakukan
1 Ruth Laufer, Pedoman Pelavanan Anak. (Malang: YPII Depertemen Pembinaan Anak & Pemuda. 1993). hl. 49
7
7
kegiatannya tidak peraah diam dan tenang. Anak tidak merasa capak dan lelah
tetapi selalu merasa senang dan gembira Mary Go Setiawani menyatakan,
a. Tubuh berkembang menjadi besar dan sehat dan dapat mengikuti lebih banyak aktivitas serta tidak mudah lelah. b. Gigi susu mulai tanggal, lalu tumbuh gigi baru. c. Mudah terserang penyakit d. Sering peristiwa yang tak terduga terjadi Misalnya tangan dan kulit
terluka, patah tulang, terkilir. dan sebagainya.2
Anak-anak dalam usia ini tidak tepat berlaku tenang tetapi membutuhkan
tempat bermain yang luas untuk melakukan berbagai aktivitas.
Pada usia ini seorang anak cenderung melatih badannya dengan bermain secara
aktif Kesempatan ini dapat dimanfaatkan untuk memberikan kegiatan-kegiatan
yang sesuai dengan tingkat kemampuannya, sehingga pertumbuhan dan
pembentukan otot-ototnya menjadi lebih kokoh dan sehat.
Pada masa ini anak mulai menampakkan kemandiriannya dengan
menunjukkan kemampuan-kemampuan fisiknya. Seperti, makan, berpakaian
sendiri, buang air kecil, buang air besar, menyisir rambut, bahkan mandi sendiri.
"Kadang-kadang mereka tidak mau dibantu karena merasa dirinya kuat dan
mampu, walaupun pada akhirnya minta bantuan dari orang dewasa".3 Dengan
demikian, anak pada usia ini perlu diberikan tanggung jawab agar dia mulai
belajar untuk bertanggung jawab dengan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan
umurnya.
2. Aspek Sosial
Dunia anak yang berusia 7-15 tahun sangat terbatas. Mereka merasa aman
2 Mary Go Setiawani, Menerobos Dunia Anak. (Bandung: Kalam Hidup. 2000). hl. 2033 Elizabet B. Hurlock, Psikologi Perkembangan. (Jakarta: Erlangga, 1980). hl. 111
8
dan terlindung jika berada dalam lingkungan keluarganya. Mereka sangat
tergantung kepada orangtuanya Keluarga merupakan tempat yang sangat istimewa
bagi mereka.
Lingkungan keluarga juga merapakan tempat latihan pertama dan terutama
untuk belajar mengenal dunia sekitarnya, belajar bergaul dan berkomunikasi
dengan anggota keluarga (seperti; ayah, ibu, kakak, kakek, nenek, dsb). Sejalan
dengan perkembangan yang dialami oleh anak, dunia sosial mereka semakin !uas
Mereka mulai tertarik dengan anak-anak yang lain, khususnya anak yang seusia
dengannya, karena cara berpikir dan kemauan hampir sama. Mereka sudah dapat
beradaptasi satu dengan yang lain. Singgih D. Gunarsa bersama Ny. menyatakan,
"dunia pergaulan anak menjadi bertambah luas, ketrampilan dan penguasaan
dalam bidang fisik, motorik, mental, emosi sudah lebih meningkat".4 Dalam
buku yang lain ia menyatakan, "dengan bertambahnya umur anak (7-15 tahun)
dan bertambahnya kemampuan berbicara dan ketrampilan, maka perilakunya juga
lebih bersifat sosial ia lebih banyak bergaul dengan anak lain, dan terlibat dalam
kegiatan bersama anak lain (koopetatit). Anak bersahabat dengan anak-anak yang
kira-kira sama sifat dan kecakapannya".5
Pernyataan di atas diperlihatkan bahwa perkembangan sosial anak usia 7-
15 tahun semakin maju Pernyataan lain yang senada dengan hal di atas, J Omar
Brubaker dan Robert E Clark menyatakan, "dalam segi sosial, anak usia 4-5
menyesuaikan diri dengan orang lain Kenalan-kenalannya sudah bertambah
4 Singgih D. Gunarsa dan Ny. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. (Jakarta BPK Gunung Mulia, 1995). hl 12-13
5 Singgih D. Gunarsa dan Ny., Op Cit, him. 9
9
dengan orang luar yang dahulu hanya terbatas kepada anggota-anggota
keluarganya sendiri.6 Dia tidak hanya mengenal orang-orang yang ada di
rumahnya, melainkan dia mulai bergaul dengan orang-orang yang ada disekitar
rumahnya, bahkan dia mulai mengenal kerabat orangtuanya dan teman-teman
kakaknya Melalui interaksi dengan kelompok social lainnya akan membentuk
seluruh kecenderungan, sifat, sikap, dan kepribadiannya Faktor sosial merupakan
faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi seorang anak kecil. Anak akan
menemukan bermacam-macam karakter dalam lingkungannya Anak dapat meniru
yang baik tetapi juga yang buruk dari setiap orang yang berhadapan dengannya
setiap saat Singgih D Ciunarsa dan Ny. menyatakan, di lingkunganlah terdapat
sufnber rangsangan yang mempengaruhi perkembangan anak, mempengaruhi
sebagian atau keseluruhan ciri-ciri kepribadian yang terbentuk".7
Sifat egosentris mereka masih terlihat kuat dan ini mengganggu
berlangsungnya permainan mereka, akan tetapi sedikit demi sedikit sifat
egosentris itu akan mereka tinggalkan Sebab ia mulai memperhatikan dampaknya
yaitu dapat menyebabkan ketertolakan dengan kelompok bermain. Tetapi jika
terjadi pertengkaran, sifatnya hanya sementara. Bagi mereka pertengkaran tidak
terlalu dipersoalkan. Dengan kata lain apabila ada perselisihan di antara mereka,
biasanya mereka cepat berdamai kembali dan mereka cepat melupakan serta tidak
menaruh dendam satu sama lain.
6 J Omar Brubaker dan Robert E Clark. Op Cit, hlm 467 Singgih D. Gunarsa & Ny., Op. Cit., hlm. 24
10
Anak usia 4 dan 5 tahun sudah dapat bermain bersama tanpa selalu
diawasi oleh orang dewasa. Dalam kelompok bermain mereka mulai membedakan
jenis kelamin, sehingga lambat laun mereka hanya senang bermain dengan teman
sejenis, bahkan menghina lawan jenisnya. Mary Go Setiawani menyatakan, "anak
laki-laki kalau bemain dengan anak perempuan merasa masih kekanak-kanakan
atau masih menyusun sehingga tekanan ini begitu kuat, banyak anak laki-laki
berusaha ingin menjadi laki-laki jantan dengan menyerang anak perempuan".8
Selain itu mereka juga senang bermairr dengan orang di atas usia mereka dengan
syarat apabila orang tersebut menerima keberadaannya, mengasihi bahkan mau
bermain dengan mereka. Anak usia 7-15 tahun juga senang keluar rumah, ia ingin
bergaul dengan teman-temannya.
3. Aspek Mental
Selain aspek fisik dan sosial, aspek mental memegang peranan penting bagi
orangtua dalam mendidik dan membesarkan anak di usia dini. Pada usia ini
perkembangan mental berkembang secara pesat. Realita membuktikan bahwa
anak pada usia ini mulai memiliki kemampuan berbicara yang semakin maju dan
pembendaharaan kata bertambah banyak Sri Rumini dan Siti Sundari menyatakan,
"anak berumur 3 tahun menguasai kosa kata sekitar 900, pada umur 4 tahun
menguasai kosa kata 1600, pada usia 7 tahun menguasai sekitar 2100 kosa
8 Mary Go Setiawan, Op. Cit, him. 22
11
kata"9 Penguasaan bahasa berkembang berdasarkan kepekaan panca indra.
Margaret B J menyatakan.
la (anak usia 4 tahun) melihat dan menilai benda-benda dari ciri-ciri benda
yang ditangkap oleh panca indranya ia menyukai kata-kata baru, namun
pengertian akan kata-kata tersebut hanya seluas apa yang telah dilakukan dan
dialami olehnya Apabila ia sudah berusia empat setengah tahun, hampir semua
ucapannya dapat dimengerti oleh orang di luar keluarganya"10
Rasa ingin tahu anak usia ini sangat besar Oleh sebab itu ketika mereka
menemukan dunianya yang lebih luas, mereka akan terus menerus mengajukan
pertanyaan Bentuk pertanyaan mereka adalah, apa itu, kenapa, untuk apa,
bagaimana, dan sebagainya Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat
membantu pengembangan mental mereka jika dijawab oleh orangtua atau orang
yang sedang bersama-sama dengan anak. Bermain juga dapat membantu
pengembangan mental anak. Adapun manfaat bermain bagi anak usia ini yaitu.
a. Mengubah kemampuan yang lantent menjadi kemampuan dan ketrampilan yang nyata.
b. Mengenal hukum-hukum alam dan akibatnya. c. Mengenal hubungan-hubungan dengan orang lain, d. Melatih penyesuaian terhadap situasi frustasi sehingga akibat dari keinginan yang tidak terpenuhi.11
Perkembangan mental lainnya dapat dilihat dari kemampuan
mereka berimajinasi Kesanggupan ini mengisi kekurangan mereka dalam
pengertian dan pengalaman Ruth Laufer dan Anni Dyck menyatakan,
"mereka haus akan pengalaman baru tetapi masih terbatas dalam pengertian akan
9 Sri Rukmini dan Siti Sundari, Perkembangan Anak dan Remaia. (Jakarta: Rineka Cipta,2004), hLm. 4610 Singgih D. Gunarsa dan Ny., Op. Cit., hLm. 1011 Margaret B. J., Ketika Anak Anda Bertumbuh. (Bandung. Kalam Hidup, 1997), hLm.
91
12
realitas. Mereka sulit membedakan antara kenyataan dan khayal".12 Itulah
sebabnya, segala sesuatu yang dipikirkan, ia mencoba untuk menggambarkan
secara khayal. Melalui bermain gambaran-gambaran khayal itu menjadi
kenyataan. Margaret B. J., menyatakan, "ketika mereka bermain pada umumnya
anak-anak usia 4 tahun mempunyai teman khayal, seperti boneka sebagai
teman bermain, yang menurut anggapannya mempunyai sifat-sifat tertentu"13
Menjelang usia 7 tahun daya khayalnya mulai berkurang dan mulai mengerti hal-
hal yang nyata dalam lingkungan di mana ia berada. Dari pengalaman-
pengalaman seperti di atas dapat memberikan rasa percaya diri kepada anak-anak,
sehingga ia berani mengambil inisiatif
4. Aspek Moral
Setiap aspek perkembangan individu, baik fisik, emosi, mental, sosial, rohani
maupun moral, satu sama lainnya saling mempengaruhi. Terdapat hubungan atau
kolerasi yang positif di antara aspek tersebut Apabila seorang anak dalam
pertumbuhan fisiknya mengalami gangguan, maka dia akan mengalami hambatan
dalam perkembangan aspek lainnya, seperti kecerdasannya kurang berkembang
dan mengalami kelabilan emosional.
J Piaget dan L. Kohlberg yang dikutip oleh Singgih D. Gunandar dan Ny.
menyatakan, "perkembangan moral seorang anak sejalan dengan perkembangan
aspek kognitifhya. Dengan makin bertambahnya tingkat pengertian anak, makin
12 Ruth Laufer dan Anni Dyck, Op Cit, hLm 4113 Margaret B J, Op Cit, hLm 90
13
banyak pula nilai-nilai moral yang dapat ditangkap dan dimengerti oleh anak".14
Ini membuktikan bahwa perkembangan moral tidak dapat dipisahkan dari aspek
lainnya Artinya seiring dengan bertambahnya pengertian tentang sesuatu yang
bam bagi anak, maka ia semakin banyak pula perilaku moral yang dapat diketahui
dan dimengerti.
Dalam periode ini anak masih berada pada tahap meniru. Perilaku moral
mereka banyak dipengaruhi oleh lingkungan di mana ia berada. Singgih D.
Gunarsa dan Ny. menyatakan, "anak belajar dan diajar oleh lingkungannya
mengenai bagaimana ia harus bertingkah laku yang baik dan tingkah laku yang
bagaimana yang dikatakan salah atau tidak baik".15 Lingkungan yang
dimaksudkan di sini bukan saja keluarga (orangtua), tetapi juga lingkungan
masyarakat sekelilingnya termasuk teman sebaya. Jadi, dapat dikatakan bahwa
orangtua bukanlah satu-satunya faktor penentu bagi perkembangan moral anak.
Karena itu tidak etis bila anak gagal berperilaku baik diidentikkan dengan
kekagagalan orangtua dalam mendidiknya, sebab moral anak juga dapat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosial lainnya, seperti lingkungan masyarakat
(teman bermain, tetangga, dll).
Pada usia ini anak sudah memiliki dasar-dasar moralitas terhadap
kelompok sosialnya Yulia Nurani Sujiono menyatakan,
Kelompok mereka (anak usia 7715 tahun) tidak lagi terus meneras diterangkan mengapa perbuatan ini salah atau benar, tetapi ia ditunjukkan bagaimana ia harus bertingkahlaku Untuk mengetahui perbuatan itu benar atau salah, hanya disesuaikan dengan akibat dari pada perbuatan itu sendiri Karena itu anak usia ini mematuhi setiap peraturan yang ada hanya sebatas
14 Singgih D Gunandar dan Ny., Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1995), hLm 66
15 Ibid, hLm 61
14
untuk menghindari hukuman yang mungkin akan dialami dari lingkungan sosial, atau untuk memperoleh puj ian.16
Dapat dikatakan bahwa anak dalam usia 7-15 tahun tidak perlu untuk
diajarkan tentang perbuatan yang benar atau salah. Namun melihat pada
konsekuensi perbuatan mereka. Seperti yang Kohlberg klasifikasikan tentang
perkembangan moral, pada tingkat pra-konvesional tahap I (anak usia 0-7 tahun)
yang dikutip Singgih. D. Gunarsa dan Ny. Mehyatakan.
Berorientasi pada hukuman dan kepatahun, ketaatan. Hukuman fisik terhadap suatu perbuatan dipakai oleh anak untuk menentukan apakah suatu perbuatan baik atau buruk. Perbuatan baik oleh anak dirumuskan sebagai perbuatan yang tidak mengakibatkan hukuman baginya. Menghindari hukuman dan kepatuhan terhadap otoritas yang berkuasa akan dinilai positif oleh anak.17
Seiring dengan bertambahnya usia, kemampuan kognitif, dan pengalaman
sosialnya, maka sedikit demi sedikit ketaatannya terhadap norma-norma yang ada
dapat disesuikan dengan tuntutan dari lingkungan masyarakat setempat.
5. Aspek Emosi
Semua manusia memiliki emosi, termasuk anak usia 7-15 tahun Masa ini biasa
juga dikenal dengan masa menyulitkan, karena mereka cenderung melawan
disiplin yang ditetapkan orangtua atau terhadap suatu tekanan.
Secara umum jenis-jenis emosi yang terjadi pada masa ini (masa awal
kanak-kanak) adalah, seperti yang dipaparkan oleh Sri Rumini dan Siti Sundari
menyatakan,
16 Yulu Nurani Sujtono. Mencerdaskan Perilaku Anak Usia Dini. (Jakarta Elex Media Kompulindo. 2(X)5). hLm 11
17 Singgih D. Gunarsa dan Ny., Psikologi Praktis: Anak. Remaia dan Keluarga. (Jakarta BPK GunungMulia, 1999), hLm 18
15
a. Marah Penyebab marah ini, paling umum ialah pertengkaran karena berebut mainan, tidak tercapainya keinginan, dan serangan dari anak lain Ungkapan marah ialah menangis, berteriak, menggertak, menendang, melompat, memukul
b. Takut Anak takut mendengar cerita, melihat gambar, melihat TV, mendengar radio, melihat orang marah-marah. Reaksi anak terhadap marah ialah panik, kemudian lari, menghindar, bersembunyi menangis
c. Cemburu Anak cemburu karena perhatian orangtua beralih kepada orang lain, misalnya adiknya yang baru lahir Ungkapan cemburu anak pura-pura sakit, anak menjadi nakal, regresi, yaitu melakukan hal-hal yang dulu pernah dilakukan dan menarik perhatian misalnya ngompol lagi setelah lama tidak mengompol
d. Ingin tahu. Anak ingin mengetahui hal-hal yang baru, juga ingin mengetahui tubuhnya sendiri. Reaksinya ia banyak bertanya.
e. Iri hati. Anak sering iri hati mengenai kemampuan atau barang yang dimiliki orang lain. Ungkapan iri hati ialah: mengelu tentang hal-hal yang dimiliki, mengungkapkan keinginan untuk memiliki barang orang lain, mengambil benda yang ingin dimilikinya
f. Gembira. Anak merasa gembira karena sehat, situasi yang tidak layak, bunyi yang tiba-tiba, bencana yang ringan, membohongi orang lain, berhasil melakukan tugas yang dianggapnya sulit. Anak mengungkapkan kegembiraannya dengan: tersenyum, tertawa, bertepuk tangan, melompat-lompat, memeluk benda atau orang yang membuatnya bahagia.
g. Sedih. Anak sedih karena kehilangan sesuatu yang disayanginya. Ungkapan sedih pada anak ialah: menangis, kehilangan gairah mengerjakan kegiatan sehari-hari.
h. Kasih sayang. Anak belajar mencintai sesuatu yang ada disekitarnya. Ungkapan kasih sayang yang dilakukan anak: memeluk, menepuk, mencium obyek yang disayangi, mengajak bicara dengan mesra, mengelus-elus binatang yang disayangi dan menggendongnya.18
Pada dasarnya emosi mereka sangat kuat dan sulit dikendalikan. Mereka
mudah terbawa ledakan-ledakan emosional sehingga sulit dibimbing dan
diarahkan. Ada beberapa faktor penyebabnya Soesilowindradini menyatakaan,
Pertama, pada umumnya anak-anak pada umur ini terlalu lama bermain dan permainannya sangat ribur, kasar, ramai, sehingga akhirnya menjadi capai. Kedua, mereka menentang untuk tidur siang. Ketiga, mereka menentang untuk makan hanya, sehingga sebenarnya mereka kurang makanannya daripada yang mereka butuhkan Keempat, pada hakekatnya disebabkan oleh hal-hal yang bersifat psikologik Kelima, bila mereka tidak
18 Sri Rununi dan Siti Sundan, Op Cit., him 48-50
16
dapat mengerjakan sesuatu hal yang dikiranya dapat dikerjakan dengan mudah dan berhasil.19
Emosi anak usia ini masih labil dan cepat berubah Mereka cepat marah,
tetapi juga cepat memaafkan, cepat tertawa, tetapi juga cepat menangis, mudah
senang dan juga mudah sedih Cara-cara seperti ini mereka pakai untuk
mengekspresikan setiap gejolak emosi yang ada dalam dirinya.
6. Aspek Rohani
Aspek rohani merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam
perkembangan seorang anak, termasuk usia 7-15 tahun Jika berbicara mengenai
kerohanian anak usia 7-15 tahun maka pertanyaan yang muncul adalah "apakah
mungkin anak usia 7-15 tahun sudah mampu untuk mengerti hal-hal yang sifatnya
abstrak?". Ketika Allah menciptakan manusia, Allah memperlengkapinya dengan
segala potensi baik yang bersifat jasmani maupun rohani supaya setiap individu
termasuk anak usia 7-15 tahun dapat mengenai Tuhan sebagai penciptanya dan
pada akhirnya nama-Nya dipermuliakan. Judith Alien Selly menyatakan,
"perkembangan rohani anak-anak mulai pada masa konsepsi (proses pembuahan),
diprakasai oleh Roh Kudus Sejak semula Allah tidak hanya membentuk tubuh
jasmani manusia semata-mata, tetapi juga menanamkan arti dan tujuan dalam
hidup kita (Mzm. 139:13-16)".20 Berdasarkan pernyataan di atas, tidak dapat
19 Soesilowindradini, Psikologi Perkembangan Masa Kini. (Surabaya: Usaha Nasional. t. Th }. hLm 92-93
20 Judith Alien Sclly, Kebutuhan Rohani Anak. (Bandung: Kalam Hidup, 1982). hLm 27
17
dipungkiri bahwa mereka juga membutuhkan adanya pengajaran yang dapat
mempengaruhi perkembangan rohaninya Selain itu, anak juga adalah orang
berdosa. Daud berkata "sesungguhnya dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam
dosa aku dikandung ibuku (Mzm 517)". Karena itu anak juga perlu dituntun untuk
hidup dalam pengenaJan akan Allah.
Oleh sebab kemampuan anak usia 7-15 tahun, untuk memahami akan hal-
hal yang nyata masih sangat terbatas, niaka gagasan-gagasan abstrak
hendaknya diterjemahkan menjadi istilah-istilah fisik supaya mereka dapat
memahami konsep-konsep yang abstrak tersebut J Omar B dan Robert E C.
menyatakan, "seorang anak dapat belajar mencintai Allah sebagaimana ia belajar
mencintai orang-orang dalam rumahnya".21 Di usia ini mereka senang mendengar
cerita tentang Allah sebagai pencipta alam semesta "Mereka ingin tahu siapa
Allah dan apa yang diperbuatnya".22 Sekalipun pada usia ini anak belum sanggup
mengerti hal-hal yang abstrak, tetapi mereka mudah percaya segalah sesuatu yang
dikatakan kepadanya. Nehemiah Mimery menyatakan, "... anak kecil memiliki
iman kepercayaan yang sejati. Seorang anak kecil percaya tanpa ragu apa yang
bapak dan ibunya katakan kepadanya".23 Oleh sebab itu, penting sekali untuk
selalu mengatakan hal yang sebenarnya ketika mengajar dan menjawab setiap
pertanyaan mereka.
21 J. Omar Brubaker dan Robert E Clark. Memahami Sesama Kita. (Malang: Gandum Mas, 1972). hLm 48
22 Ruth Laufer dan Anni Dyck, Pedoman Pelavanan Anak. (Malang: Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia. I Th.), hLM 41
23 Nehemiah Mimery. Komentar Praktis InJil Sinopsis. (Jakarta: Mimery Press, 1999), hLm. 136
18
Pada usia ini seorang anak mulai belajar untuk mengetahui dan
membedakan apa yang benar dan apa yang salah. Mereka mulai mengerti apa
yang dapat mereka lakukan dan apa yang perlu mereka hindari, asalkan dituntun
dengan ajaran kekristenan dan orangtua yang baik. Ruth Laufer menyatakan,
Melalui belajar mengenai Allah dan melalui pendidikan orangtua yang Kristen, anak kecil belajar membedakan di antara yang benar dan yang salah, "bukan hanya dalam konteks kebudayaan, melainkan khususnya menurut ajaran Alkitab. Perkembangan hati kecil suatu hal yang sangat perlu dialami seorang anak keluar dari lingkungan rumah tangga dan masuk ke dalam sekolah Dasar.24
Jika orangtua dan orang-orang yang terbeban untuk pelayanan anak
memahami perkembangan rohani anak maka dalam setiap pengajarannya tentu
disesuaikan dengan tingkat kemampuan anak. Dengan demikian tujuan pengajaran
dapat tercapai secara maksimal Jika rohani anak sudah diajarkan dan ditanamkan
sejak anak usia dini, maka kehidupan rohaninya akan memiliki dasar yang kuat,
dan dapat bertumbuh dengan dinamis.
B. Kebutuhan Anak Usia 7-15 Tahun
Secara umum manusia memiliki beberapa kebutuhan yang mendasar
dalam hidupnya Kebutuhan dasar anak perlu dipenuhi, sehingga anak mengalami
pertumbuhan jiwa yang baik Kebutuhan dasar yang dimaksudkan di sini meliputi,
kebutuhan fisik, rasa aman. rasa dimiliki dan dikasihi. penghargaan diri dan
aktualisasi diri.
24 Ruth Laufer, Op. Cit. Hlm.55
19
1. Kebutuhan Fisik (physiological needs)
Kebutuhan fisik merupakan kebutuhan yang paling urgen dari sekian banyak
kebutuhan manusia. Kebutuhan fisik sangat vital demi kelangsungan hidup setiap
individu yang ada Dan kebutuhan ini sering disebut kebutuhan primer yang di
dalamnya pangan, sandang dan papan Fisik anak pada usia 7-15 tahun, sangat
membutuhkan perhatian khusus dari orangtua, terutama kebutuhan gizi dan
istirahat yang cukup. Margaret B. J. menyatakan,
Sebaiknya kebiasaan tidur siang penting untuk dipertahankan, karena apabila ia sudah bersekolah di TK, ada kemungkinan ia membutuhkan tidur siang untuk mengimbangi tekanan emosional tambahan yang dirasakannya sebagai akibat perjumpaan-perjumpaannya dengan bermacam-macam orang dan lingkungan-lingkungan yang baru baginya.25
Pernyataan di atas memberikan indikasi bahwa anak usia 7-15 tahun
sangat membutuhkan istirahat yang cukup untuk menjaga keseimbangan antara
fisik dengan perasaan-perasaannya akibat pergaulannya di lingkungan baru di luar
keluarganya. Anak usia ini juga sangat membutuhkan gizi empat sehat lima
sempurna untuk membangun sel-sel tubuhnya. Mereka membutuhkan protein,
karbihodrat, vitamin dan mineral untuk kesehatan serta pembentukan struktur
tubuhnya. Seorang anak pada usia ini juga membutuhkan rumah yang layak untuk
tempat tinggalnya, bahkan pakaian yang bersih untuk dipakai sehingga tidak
mudah diserang penyakit. Kondisi fisik usia ini sangat rawan dan pekah terhadap
udara atau cuaca dan segala sesuatu yang ada dilingkungannya Dengan demikian
25 Margaret B.J., Loc. Cit
20
anak-anak usia ini perlu diperhatikan dengan baik sehingga fisik mereka dapat
bertumbuh dengan normal dan baik menuju masa depan.
2. Kebutuhan Rasa Aman (safety needs)
Selain kebutuhan fisik, anak juga membutuhkan pemenuhan kebutuhan
psikis atau biasa disebut kebutuhan sekunder, seperti, kebutuhan rasa aman,
diterima dan dikasihi, penghargan diri dan aktualisasi diri. Kebutuhan ini
merupakan faktor yang turut menentukan tercapainya taraf kesejahteraan yang
baik dan sehat baik secara jasmani, rohani, maupun sosial. Dalam bagian ini
penulis fokuskan pada kebutuhan rasa aman.
Setiap orang membutuhkan rasa aman dalam hidupnya, termasuk anak
usia 7-15 tahun Usia ini sangat bergantung kepada kedua orangtuanya atau
lingkungan yang membesarkannya Jika lingkungan kondusif, maka anak-anak
pun akan merasa aman Daniel Fung dan Cai Yi-Ming menyatakan, "anak
membutuhkan keamanan dalam sebuah tempat yang akrab, seperti dalam
lingkungan keluarganya Orangtua yang bahagia akan memberikan poin penting
bagi anak-anak untuk merasa aman, hanuat, dan mempunyai rasa dicintai"26
Lingkungan keluarga berperan penting dalam memberikan rasa aman bagi
anak Singgih D. Gunarsa dan Ny. menyatakan, "keluarga dengan ikatan yang
abadi merupakan tempat yang memberi rasa aman - terlindung bagi anak".27
26 Daniel Fung dan Cai Yi - Ming. Mengembangakan Kepribadian Anak dengan Tepat. (Jakarta: Prestasi Pustaka. 2003). hlm. 98
27 Singgih D. Gunarsa. him. 25-26
21
Pernyataan di atas memberikan indikasi bahwa, jika ikatan perkawinan orangtua
kuat, maka anak pun tetap akan merasa aman Keluarga adalah faktor pertama dan
terutama yang dapat memberikan rasa aman bagi anak Dengan kata lain,
keamanan tercipta dari suatu kestabilan pada hubungan ayah-ibu atau suami-istri.
Seperti yang John M. Drescher nyatakan, rasa aman bagi anak dapat tercipta
dengan melalui beberapa taktor yaitu,
a. Ada rasa aman antara ayah dan ibu
b. Cinta orangtua yang kaya dan tents menerus bagi anak. Cinta yang
mengikat ini berarti menerima anak dalam keadaan baik maupun nakal.
c. Kebersamaan keluarga. Anak merasa stabil dan aman bila
mereka mengalami kuatnya kesatuan keluarga.
d. Kebiasaan rutin yang teratur. Ini tidak berarti diberlakukannya aturan
kaku yang tidak pernah berubah. Yang dimaksudkan adalah bahwa
jadual yang teratur untuk makan, mengerjakan hal bersama sebagai
keluarga, dan pergi tidur adalah baik dan membangun hubungan yang
sehat.
e. Disiplin yang tepat. Disiplin, diterapkan secara benar dan dalam cinta
kasih, akan membawa damai dan keteraturan bagi hidup si anak.
f. Sentuhlah anak Anda.
g. Perasaan dimiliki.28
Dari pernyataan di atas dapat menyatakan bahwa orangtua seyogianya
memberikan suasana yang aman bagi anak-anaknya, sehingga pada akhirnya anak
dapat merasa aman Dan sebaliknya, bila kebutuhan ini tidak terpenuhi dapat
mengakibatkan anak menjadi neuritik, bersikap agresif dan asertif. Anak juga
dapat menjadi minder dan tidak dapat bergaul dengan baik dengan lingkungannya.
28 John M Drescher. Tuiuh Kebutuhan Anak. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1997). hlm. 43-48
22
3. Kebutuhan rasa dimiliki dan kasih (belongingnes end love)
Setiap manusia membutuhkan rasa dimiliki dan dikasihi. Menurut
Maslow, yang dikutip oleh Moh All dan Moh, Asrori menyatakan, "cinta dan
kasih sayang merupakan sesuatu yang hakiki dan sangat berharga dalam
kehidupan manusia karena di dalamnya menyangkut suatu hubungan erat, sehat,
dan penuh kasih antara dua orang atau lebih, serta menumbuhkan sikap saling
percaya".29 Pernyataan di atas
menegaskan bahwa relasi dan komunikasi antar sesama manusia perlu
dilandasi oleh rasa memiliki dan kasih sayang. Demikian pula dengan anak-anak,
mereka membutuhkan kasih dan penerimaan dari setiap anggota keluarga Bukan
karena ia telah melakukan sesuatu yang baik, tetapi karena mereka memiliki nilai-
nilai kebenaran Allah Karena itu, dalam segala keberadaannya apakah itu cantik
atau jelak, pandai atau bodoh, berbakat atau tidak berbakat. bahkan baik atau
nakal sekalipun, hendaknya orangtua tetap menerima dan mengasihi mereka,
bahkan orangtualah yang akan mengarahkan dan menuntun mereka dengan penuh
kasih sayang.
Pada hakekatnya anak membutuhkan kasih sayang yang tulus dari orang
lain, khususnya dari orangtua Orangtua perlu menunjukkan bahwa pribadi anak
diterima dengan baik Carl Roges yang dikutip Moh Ali dan Moh. Asrari
menyatakan, "cinta dan kasih sayang sebagai keadaan dimengerti secara
mendalam dan diterima dengan sepenuh hati".30 Kasih memberi rasa harga did dan
martabat, suatu perasaan memiliki dan dimiliki Bila seorang anak sejak kecil
29 Moh Ali dan Moh. Asrori. Psikologi Remaja. (Jakarta: Bumi Aksara, 2004). hlm. 155-156
30 Ibid
23
diperlakukan dengan penuh cinta kasih sayang, maka secara tidalc langsung ia
sudah dilatih untuk dapat menerima dan mengasihi orang lain Mereka akan lebih
percaya diri dengan segala keberadaannya Yulia Singgih D. Gunarsa menyatakan,
"anak-anak yang mengalami rasa sayang dan memiliki keterikatan yang aman,
akan mempunyai harga diri yang tinggi, memiliki rasa ingin tahu dan ingin
menyelidiki hubungan sosial yang positif dengan teman sebaya".31
Namun sebaliknya, anak-anak yang merasa tidak diterima dan dikasihi, ia
akan menjadi rapuh, tidak percaya diri, berkelakuan buruk, membangkang dan
banyak menuntut. Semuanya itu dilakukan dengan tujuan untuk menarik perhatian
orang lain supaya mereka dapat diterima Judith Alien Shelly menyatakan,
"seorang anak yang tidak merasa dikasihi cenderung merasa kesepian dan
terasing. Jika kasih itu hanya diungkapkan tetapi tidak disetai dengan tindakan
maka tidak berarti apa-apa bagi pertumbuhan seorang anak balita".32 Kasih sayang
merupakan kebutuhan yang hakiki dan sangat dibutuhkan oleh anak-anak. Begitu
banyak masa depan anak hancur akibat kurangnya kasih sayang dan orangtuanya.
4. Kebutuhan Penghargaan Diri (estem needs)
Manusia adalah ciptaan Allah yang paling unik dan mulia. Semua manusia
tanpa terkecuali butuh untuk diperhatikan, dihargai, dan dicintai sebagaimana
adanya. Kebutuhan penghargaan diri meliputi konsep diri, nilai diri, rupa diri, dan
harga diri.
31 Yulia Singgih D. Gunarsa, Asas-Asas Psikologi Keluarga Idaman. (Jakarta. BPK. Gungung Mulia, 2002), hlm. 60
32 Judith Alien Shelly, Op. Cit, hlm.87
24
Penghargaan diri berkembang melalui penerimaan diri anak. Bila keluarga
menerima dan menghargai anak maka anak merasa puas dan merasa dihargai.
Elissiti.J. dalam bukunya menyatakan,
Biasanya perasan akan harga diri anak dapat dibangun atas dasar kepercayaan dan penghargaan orangtua Adanya penghargaan yang tulus dari orangtua kepada anak merupakan awal timbulnya perasaan berharga dalam diri anak penghargaan ini bisa dimulai dari pengakuan keberadaan mereka dalam kelurga.33
Setiap anak perlu mengetahui bahwa ia berharga dan berarti. Karena itu
hendaknya orangtua dapat membiasakan diri untuk menanamkan keyakinan
kepada diri anak, bahwa ia memiliki berbagai potensi dalam dirinya. Dengan
demikian, mereka akan memiliki konsep diri yang positif dan merasa tidak
diremehkan, bahkan tidak akan merasa asing dan minder terhadap orang lain
Kepercayaan kepada kemampuan diri sendiri yang terus menerus dipupuk dapat
memampukan anak menyelesaikan pekerjaannya dengan hasil yang baik Anak
dapat bertanggung jawab ? dan mandiri dalam mengerjakan semua tugas yang
dipercayakan kepadanya.
Cara yang lain dapat dipakai untuk melindungi dan mengemhangkan harga
diri anak adalah menghindari kritikan yang tidak membangun Supaya mereka
tidak rendah diri karena gagal, ditolak, dan tidak mampu Orangtua perlu
menghindari teguran dan omelan di hadapan umum, sebab hal itu akan melukai
harga diri anak. Orangtua juga tidak perlu membandingkan anaknya dengan anak-
anak lain, tetapi mengakui dia sebagai individu yang unik, yang baik, cerdas,
33 Elissiti J.,hlm.l05
25
mampu, sehingga anak tersebut dapat menerima baik keunikan dirinya maupun
keunikan orang lain.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri (self-actualization needs)
Dalam hirarki kebutuhan mansia seperti yang digambarkan Maslow,
kebutuhan aktualisasi diri menempati posisi paling akhir.34 ini menunjukkan
bahwa aktualisasi diri merupakan puncak dari kebutuhan manusia. Pengertian
aktualisasi diri menurut Maslow yahg dikutip Moh. Ali dan Moh. Asrori
menyatakan "aktualisasi diri adalah kebutuhan psikologis untuk menumbuhkan,
mengembangkan, dan menggunakan kemampuan secara penuh'.35 Sedangkan
menurut Mary Go Setiawani menyatakan, "aktualisasi diri berarti suatu keinginan
yang tertinggi di bawah sadar kita, yang dengan aktif menuntut suatu
pengembangan bakat diri, menurut kebenaran, kebaikan, dan keindahan".36 Dari
pengertian di atas, dapat dipahami bahwa dalam pengakttialisasian diri setiap
individu sebaiknya mengembangkan seluruh potensinya secara bebas sehingga ia
34 Endang S. Hartanto. Diktat Psikologi Pendidikan. hlm. 935 Moh Ali dan Moh. Asrori, Op Cit, hlm. 15836 Mary, Go Setiawani. Op Cit. hlm 34
26
Aktualisasi diri
Pengahargaan diri
Rasa dimiliki
Rasa Aman
Kebutuhan Fisik
mencapai puncak dari aktualisasi dirinya. Apabila kebutuhan-kebutuhan
sebelumnya terpenuhi, maka pengaktualisaian diri dapat dicapai secara maksimal.
Berhubungan dengan perkembangan anak yang semakin maju khususnya di usia
ini, orangtua perlu memberikan kebebasan kepada mereka untuk mengembangkan
seluruh potensi yang ada pada diri anak-anaknya, sehingga ia akan memiliki rasa
kepuasan dalam mengaktualisasikan dirinya.
C. Kendala yang Dihadapi Orangtua Kristen dalam Mengajarkan
Tanggung Jawab bagi Anak Usia 7-15 Tahun
Di era modern dengan teknologi yang serba canggih saat ini, anak-anak
usia 7-15 tahun sangat membutuhkan pengawasan dan perhatian dari orangtua
atau keluarga yang membesarkan Anak dalam usia seperti ini tidak mungkin akan
dibiarkan dan dilepaskan untuk bebas melakukan apa saja yang menjadi
kesenangan mereka Ralita membuktikan bahwa sekalipun peraturan atau norma
ajaran agama dan nasihat orangtua mengikat mereka tetapi kebutuhan yang paling
urgen adalah kehadiran orang-orang yang mereka cintai selalu mendampingi
mereka setiap saat dengan kasih sayang secara tulus.
Masa usia ini sangat membutuhkan bimbingan orangtuanya dalam segala
aspek hidupnya Dengan demikian anak akan bertumbuh secara dinamis dengan
kepribadian yang baik dan harmonis di masa depan, bahkan anak tersebut dapat
menjadi teladan dalam setiap tanggung jawab yang di per cay akan kepadanya.
Setiap orangtua mengharapkan anak-anaknya kelak menjadi orang yang sukses
Tetapi pada kenyataannya bahwa harapan ini tidak selamanya terwujud. Adapun
27
beberapa faktor yang menjadi kendala bagi orangtua dalam mengajar tanggung
jawab antara lain:
1. Faktor Kerohanian
Mendidik anak bukanlah memikirkan tentang bagaimana melakukan
kehendak diri sendiri, melainkan memikirkan apa yang Tuhan kehendaki, karena
keluarga ada dalam rencana Allah. Orangtua Kristen bertanggung jawab
membantu anak-anaknya untuk dapat mengerti dan memahami apa yang perlu
mereka lakukan. Sebagai orang percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juru
selamat maka dasar pengajaran adalah Alkitab.
Anak pada usia 7-15 tahun cenderung untuk meniru. Dengan meniru,
mereka akan maksimal melakukan sesuatu dibandingkan dengan melakukan apa
yang diwajibkan untuk dilakukan. Anak tidak hanya diperintah begitu saja untuk
melakukan sesuatu tetapi mereka juga perlu diberi contoh bagaimana caraf
melakukannya Karena itu-di dalam mendidik anak usia 7-15 tahun dituntut
adanya keteladanan dari orangtua. Stephen Tong menyatakan, "pendidikan yang
baik bukan hanya dikerjakan melalui perkataan, tetapi juga harus menerjunkan
seluruh pengajaran hidup yang menggerakkan hati mereka (anak-anak) masing-
masing. Jika hati nurani mereka kagum, hormat dan betul-betul melihat
orangtuanya sebagai contoh, maka pendidikan Anda sukses".37 Pernyataan ini
benar, tetapi yang menjadi persoalan tidak semua orangtua Kristen sudah
menjalankan tugasnya sesuai dengan apa yang Tuhan kehendaki. Hal ini ditandai
dengan munculnya berbagai masalah bagi anak. Stanley Heath menyatakan,
37 Stephen Tong. Membesarkan Anak Dalam Tuhan. (Jakarta: LRII. 2003). hlm 6
28
Pada zaman ini manusia menghadapi bermacam-macam masalah. Misalnya, anak nakal, hubungan suami istri yang renggang, kakak tertipu adik, depresi, ancaman bunuh diri, hamil di luar nikah, dan sebagainya. Umumnya, masalah-masalah itu disebabkan kegagalan dalam pendidikan anak, yaitu pembentukan kepribadian dan pola hidup yang seharusnya tuntas pada masa kecil. Orangtua kurang membaca firman Allah dan tidak mengerti bahwa mereka sendirilah yang bertanggung jawab untuk mendidik dan mengarahkan anak mereka.38
Kegagalan yang seperti dikemukakan di. atas dapat dipahami bahwa
semuanya itu disebabkan karena pengajaran orangtua Kristen tidak berpedoman
kepada firman Tuhan, tetapi berdasarkan keinginannya sendiri.
2. Faktor Pendidikan
Semua orangtua menginginkan kesuksesan anaknya di masa depan Tidak
ada orangtua yang mendidik anaknya supaya tidak berhasil dalam hidupnya. Akan
tetapi orangtua seringkali tidak memahami apa yang perlu diajarkan kepada anak
Oleh sebab itu tidak menutup kemungkinan ada orangtua yang hanya
memaksakan keinginannya kepada anak atau terlalu memanjakan dan
membiarkan anak melakukan apa saja yang mereka inginkan "Ada orangtua
termasuk orangtua Kristen terlalu melindungi anaknya".39 Memang tidak dapat
dipungkiri bahwa. anak-anak sangat membutuhkan perlindungan dan perhatian
untuk mendapatkan rasa aman, tetapi jika memberikan perlindungan yang
berlebihan juga akan membawa dampak buruk pada anak, seperti, anak menjadi
38 W Stanley Heath. Teologi Pendidikan Anak. (Bandung: Kalam Hidup. 2(K)5). hlm. 939 Ny. Y. Singgih D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa. Psikologi Unluk Mcmbimbine.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2000), hlm 83
29
manja, tidak dapat mandiri, kurang percaya diri bahkan tidak bertanggung jawab.
"Ada juga orangtua yang terlalu khawatir akan keadaan anak-anaknya
Kekhawatiran bisa disertai pemanjaan dan kasih sayang yang berlebihan".40
Senada dengan pernyataan di atas, Alex Sobur menyatakan, barangkali orangtua
semacam ini belum mengerti, bahwa anaknya harus mendapat kesempatan
berkembang dengan lingkungannya".41 Kebiasaan anak sering dibantu atau
dilayani akan dapat mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dan tidak akan
mandiri. Karena itu, anak tidak perlu diberi perlindungan atau pemanjaan yang
berlebihan.
Roy Lessin menyatakan, "untuk mendidik anak-anak dalam jalan yang
ditunjuk Allah kita perlu memberi perhatian lebih dari satu hal. Kasih dan disiplin,
pengajaran dan teladan semuanya bekerja sama menghasilkan pendidikan yang di
butuhkan anak-anak".42 Orangtua bukan saja mengasihi anak secara berlebihan
sehingga anak menjadi manja tetapi orangtua perlu juga mendisiplin anak agar ada
keseimbangan dalam pendidikan tersebut. Salomo berkata dalam Amsal bahwa,
"Hajarlah anakmu selama ada harapan, tetapi jangan engkau menginginkan
kematiannya" (Ams. 19:18). Baverly La Haye menyatakan, "Alkitab memberikan
petunjuk-petunjuk yang cukup tentang bagaimana mendisiplinkan seorang anak,
Alkitab perlu selalu menyinggung tongkat apabila sedang membicarakan soal
40 Ny. Singgih D. Gunarsa dan Singgih Dengan. Gunarsa. Op. Cit., hlm. 8741 Alex Sobur, Butir-Butir Rumah Tangea. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1987). hlm. 25342 Roy Lessin, Disiplin Keluarga. (Making: Gandum Mas. 1978). hlm 61
30
menegur anak-anak".43 Roy Lessin menyatakan, "kasih tanpa disiplin
menghasilkan anak-anak yang manja. Disiplin tanpa kasih menghasilkan anak-
anak yang tak bersemangat dan mudah putus asa. Pengajaran tanpa teladan
menghasilkan anak-anak yang mudah tersinggung dan tidak mantap".44 Dengan
demikian apabila sedang mendidik anak, disiplin tidak boleh diabaikan.
3. Faktor Psikologi
Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalarn upaya
mengembangkan kepribadian seorang anak Mary Go Setiawani menyatakan,
"keluarga yang hangat membuat anak tumbuh dalam suasana kasih sebab kasih
dan perhatian merupakan hal yang vital bagi anak yang sehat memberikan
kestabilan jiwa pada seorang anak, ketenangan dalam emosi, dan kesukaan dalam
belajar".45 Senada dengan pernyataan di atas, Djawad Dahlan menyatakan,
"peralatan orangtua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai
kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan
faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota
masyarakat yang sehat".46 Pernyataan-pernyataan di alas menjelaskan bahwa
keluarga yang harmonis dan bahagia menjadi cermin dan teladan bagi
perkembangan kepribadian seorang anak. Sebaliknya, jika seorang anak
43 Djawad Dahlan. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaia. (Bandung Remaja Rosdakana. 2004). him. 37
44 Baverly La Haye. Mengenai Tingkah Laku Anak-Anak. (Bandung Kalam Hidup. \977). hl. 48
45 Roy Lassin. Op Cil. hl. 6146 Mary Go Setiawani. Op Cit, hl. 11
31
dibesarkan dalam keluarga yang broken home dan selalu ada percekcokan di
antara orangtua, tidak ada hubungan yang akrab, ataupun perceraian dapat
menyebabkan ketidakstabilan emosional dan ketidakmampuan anak untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungannya Alex Sobur menyatakan, "bila
keadaannya tidak menguntungkan misalnya dalam situasi broken home di mana
orangtuanya hidup beipisah, ia akan berkembang sebagai pribadi yang akan
menghindarkan diri dari kehidupan normal, menjadi anti sosial, agresif serta
cenderung melakukan hal-hal yang sifatnya destruktif.47
Dampak lain dari keluarga yang tidak harmonis adalah keberadaan anak
tidak lagi diperhatikan. Gary Snalley mengutip perkataan Nicholi yang
memberikan empat alasan utama mengapa anak-anak tak diperdulikan atau
diabaikan yaitu salah satu di antaranya adalah, "tingkat perceraian yang tinggi".48
la melihat bahwa perceraian umumnya menuntut orangtua tunggal bekerja di luar
rumah, membuat lebih sedikit waktu untuk perkembangan emosi dari anak-anak.
Keadaan keluarga seperti di atas dapat mengakibatkan orangtua tidak lagi
memperdulikan pendidikan anaknya, sehingga jiwa dan kepribadian anakpun
bertumbuh dengan tidak wajar.
4. Faktor Sosial
47 Alex Sobur. Op Cit.. hlm 28448 Gari Smalley, Kunci ke Hati Anak Anda. (Batam: Interaksara. 2001). hlm. 65
32
Faktor sosial merupakan salah satu faktor yang sangat penting yang tidak
bisa diabaikan khususnya jika berhubungan dengan dunia anak. Faktor sosial
sangat mempengaruhi kehidupan seorang anak di masa depan. Keluarga berperan
aktif untuk mengajarkan nilai-nilai positif bagi anak sebagai bekal menuju ke
dunia luar (masyarakat umum). Nilai-nilai positif yang dimaksudkan di sini yaitu
kejujuran, kedisiplinan, rasa tanggung jawab, ketaatan dan lain-lain.
Jika hal ini terus dipupuk dan dikembangkan oleh orangtua maka akan
terinternelais dalam diri anak. Tetapi sebaliknya, ini tidak dapat bertahan lama
tanpa ada pengawasan secara kontinu dari orangtua Seiring dengan perkembangan
sosial anak usia 7-l5 tahun yang semakin meluas maka tidak menutup
kemungkinan anak dapat terkontaminasi dengan orang-orang yang menentang,
nilai-nilai yang sudah diajarkan oleh orangtua. Oleh sebab itu pengaruh sosial
anak khususnya teman sebaya bukan hanya berlaku pada anak remaja tetapi juga
bagi anak usia 7-15 tahun.
Pada umumnya usia 7-15 tahun cenderung untuk meniru perilaku orang-
orang di sekelilingnya Akibatnya, anak akan mengembangkan nilai-nilai yang
berbeda dengan apa yang sudah diajarkan orangtua dalam keluarga Apa yang
dilihat, itu yang dilakukan tanpa memikirkan apakah itu baik atau tidak Dengan
demikian, jika kehidupan sehari-harinya banyak dipengaruhi oleh orang-orang
yang moralnya baik maka pada akhirnya anak itu bertumbuh menjadi anak yang
33
baik pula Tetapi jika ia hidup dalam lingkungan yang tidak baik, maka anak
tersebut akan sulit diatur, bahkan menjadi anak yang tidak bertanggung jawab.
5. Faktor Ekonomi
Tekanan ekonomi yang semakin mendesak dapat mengakibatkan tugas
mengurus rumah tangga, mengasuh dan merawat anak diabaikan oleh orangtua
dan diganti oleh kerabat keluarga lainnya atau pengasuh (baby sister) "Tak sedikit
orangtua yang lebih mementingkan pekerjaan daripada keluarga. Ini semua
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan material".49
Dengan mereka berkecimpung dalam dunia pekerjaan sadar atau tidak
sadar mereka membuka jerat bagi dirinya sendiri untuk mengabaikan tanggung
jawabnya dalam mendidik anak. Waktu orangtua yang terlalu banyak disita oleh
tugas dan kesibukan membuat mereka tidak mempunyai waktu yang cukup untuk
bersama anak di rumah, sehingga komunikasi tidak lancar. Quentin J. Schultze
juga menyatakan, "separoh dari penduduk Amerika Serikat mengungkapkan
kekurangan waktu mereka untuk keluarga ... Banyak keluarga yang tidak
mempunyai waktu untuk saling memperhatikan dewasa ini menurutnya, salah satu
penyebabnya ialah terlalu banyak pekerjaan".50
6. Faktor Audio-Visual
49 Elissiti J., Spiritual Parenting. (Curiosia. 2004). hlm. 1450 Quentin J Schulzec. Menangkan Anak-Anak dari Media. (Jakarta: Metanoia. 1996).
hlm 21
34
Media audio visual tidak dapat dipisahkan dari dunia anak. Perkembangan
media elektronik yang semakin canggih membawa pengaruh besar bagi pola asuh
orangtua kepada anak-anaknya. Tak dapat disangkal bahwa disatu sisi media
memberi manfaat bagi anak. Seperti Televisi, menjadi sumber informasi yang
cukup etektif untuk memperkaya pengetahuan dan pengalaman anak. Beverly La
Haya menyatakan, "banyak eksperimen sudah dilakukan di seluruh Amerika
Serikat untuk melihat akibat televisi pada anak-anak yang menontonnya selama
20 atau 25 jam seminggu. Dari segi positif ada yang mengatakan bahwa televisi
itu memperluas kosa kata dan menambah pengetahuan akan dunia sekelilingnya.51
Di sisi lain, kehadiran media dalam keluarga dapat menimbulkan persaingan
secara implisit dengan orangtua sebagai tokoh-tokoh yang berotoritas bagi anak-
anak. Quentin J. Schultze menyatakan,
Di dunia media massa /aman sekarang, kasus menyibukkan anak-anak dengan media sedang mengarah kepada krisis orangtua yang sangat merugikan hubungan orangtua-anak Orangtua merasa seolah-olah mereka mengasihi anak mereka dengan cara memenuhi waktu si anak dengan teknologi (media)... Orangtua bukan lagi menjadi pengasuh yang sejati.52
Orangtua yang memakai media sebagai pengasuh anak secara tidak
langsung ia membuat tembok pemisah dengan anak-anak mereka. Tidak jarang
anak akan merasa bahwa media lebih penting daripada orangtuanya Quentiin J
Schultze menyatakan,
Terlalu banyak anak-anak yang merasa seakan-akan teman mereka yang sejati ialah bayangan-bayangan teknologi tinggi. Dengan cara mereka yang kekanak-kanakan, mereka merasa bahwa para tokoh media menerima
51 Beverly La Have, Memahami Temperamen Anak Anda. (Bandung Kalam Hidup. 2002). him. 103
52 Qurentin J Schultze. Op Cit. him. 116
35
mereka dan bersedia bermaln dengan mereka setiap hari Sebaliknya, orangtua tidak selalu bersedia atau terlalu sibuk dengan hal-hal lain ketimbang memberi perhatian kepada si anak.53
Media dapat membawa pengaruh negatif bagi anak bila orangtua memakai
media untuk mengganti posisinya dalam mendidik anak tanpa mempertimbangkan
akibatnya bagi pertumbuhan anak yang wajar Sejak usia dini anak-anak perlu
didampingi oleh orang dewasa saat menonton televisi Terangkan pada mereka apa
yang mereka lihat, agar mereka dapat melatih did untuk bersikap kritis pada media
tersebut. Orangtua perlu memperhatikan secara teliti acara apa yang boleh
ditonton dan yang tidak boleh ditonton oleh anak.
53 Ibid,hlm.ll5
36
BAB III
LANDASAN TEOLOGI TENTANG PERANAN ORANGTUA KRISTEN
DALAM MENGAJARKAN TANGGUNGJAWAB BAGI
ANAK USIA 7-15 TAHUN
Setiap keluarga Kristen perlu meletakkan dasar pengertian yang benar
dalam setiap pengajarannya Pengertian yang benar dimaksudkan di sini adalah
pengertian yang berpaut pada Aikitab Dengan tujuan supaya pengajaran orangtua
kepada anak-anaknya tidak menyimpang dari apa yang dikehendaki oleh Allah
Menurut William E. Candace Backus, "pendidikan anak yang paling berhasil
adalah jika orangtua berjalan seiring dengan standar yang ditetapkan Tuhan".1
Untuk lebih jelasnya di bawah ini penulis akan memaparkan landasan teologis
tentang peranan orangtua Kristen dalam mengajarkan tanggung jawab bagi anak
usia 7-15 tahun
A. Perjanjian Lama
Alkitab mencatat secara jelas bahwa ahak-anak adalah anugerah dari Allah
yang diberikan kepada para orangtua. Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah
milik pusaka dari pada TUHAN dan buah kandungan adalah suatu upah (Mzm.
127:3). Alkitab secara jelas dalam Perjanjian Lama menceritakan bahwa,
kehadiran anak dalam keluarga diidentikkan dengan diberkati Tuhan, sehingga
ada keluarga yang tidak dikarunai anak dianggap kutukan (Kej. 30:2,18; 33:5;
1 William E. Candade Backus, Menjadi Orangtua Yang Berwibawa. (Jakarta. Imanuel, 1995),
hl. 45
37
37
48:9' Ul. 7:13). Jadi salah satu faktor yang menentukan suatu keluarga diberkati
atau tidak diberkati Tuhan tergantung pada ada dan tidak adanya anak. Hal ini
secara tidak langsung menggambarkan bahwa orang-orang di zaman Perjanjian
Lama telah memandang anak sebagai anugerah dari Allah. Seperti dalam keluarga
Adam. Ketika Hawa melahirkan Kain anak pertamanya, ia berkata "aku telah
mendapat seorang anak laki-laki dengan pertolongan dari Tuhan" (Kejadian 4: Ib).
Perkataan ini lebih menegaskan bahwa anak adalah pemberian Allah.
Karena anak adalah pemberian dari Allah kepada orangtua, maka orangtua
dituntut untuk bertanggung jawab dalam mengajar, mendidik dan mengasuh anak-
anaknya. Stephen long menyatakan, "anak-anak adalah anugerah Tuhan,
pemberian dari Tuhan: maka terimalah dengan balk berdasarkan pengertian yang
benar mengenai posisi anak-anak dalam keluarga".2 Jika orangtua memahami
pribadi anak dengan jelas, tentu orangtua dapat mendidik dan mengajar serta
mengarahkan anak dengan baik.
Mendidik anak merupakan tugas utama yang diamanatkan Allah kepada
orangtua sebagai wakil Allah Sebagaimana Allah rnengamanatkan kepada hamba-
Nya Musa dan diteruskan kepada bangsa Israel hingga sekarang. Alkitab secara
gamblang menuliskan:
Inilah perintah,' yakni ketetapan dan peraturan, yang aku ajarkan kepadamu atas perintah Tuhan, Allahmu, untuk dilakukan di negeri, ke mana kamu pergi untuk mendudukinya, supaya seumur hidupmu engkau dan anak cucumu takut akan Tuhan, Allahmu, dan berpegang pada segala ketetapan dan perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu, dan supaya lanjut umurmu Maka dengarlah, hai orang Israel! Lakukan itu dengan setia, supaya baik keadaanmu, dan supaya kamu menjadi sangat banyak, seperti yang dijanjikan TUHAN, Allah nenek moyangmu, kepadamu di suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya (UI 6 1-3).
2 Stephen Tong, Membesarkan Anak Dalam Tuhan. (Jakarta: LRII, 2003), hl. 4
38
Allah menghendaki orangtua Israel supaya mengajarkan kebenaran dengan
tekun kepada anak-anak mereka, tentang pengenalan akan Allah yaitu Allah
Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub Firman Tuhan mengatakan dengan jelas
bahwa,
Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hati dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruskah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu (UI. 6:4-9).
Bagian firman Tuhan di atas biasa disebut dengan "istilah shema, yang
berarti syahadat iman yang harus dipelajari dan dihafal oleh setiap anak-anak
Israel".3 Shema bukan suatu intruksi yang khusus bagi kaum Israel tetapi juga
berlaku sebagai kewajiban bagi keluarga masa kini. Anak-anak sangat
memerlukan pengajaran yang benar supaya mereka bertumbuh dan hidup untuk
menyenangkan Allah. Orangtua mempunyai tugas yang agung untuk mengajar
mereka. Karena itu para orangtua dituntut agar memberi pengajaran berdasarkan
perintah-Nya secara berulang-ulang.
Secara eksplisit Musa menegaskan agar ketetapan-Nya (UI. 6:4-9)
diajarkan kepada anak-anak secara berulang-ulang. Ensiklopedi Fakta Alkitab
menjelaskan,
3 Stanley Heath, Teologi Pendidikan. (Bandung: Kalam Hidup, 2005), hl. 37
39
Frase mengajarkannya berulang-ulang berasal dan sebuah kata Ibrani yang biasanya mengacu kepada hal menajamkan sebuah alat atau mengasah sebilah pisau. Apa yang dilakukan batu asa untuk mata pisau demikian pula dilakukan pendidikan untuk anak itu. Pendidikan mempersiapkan anak-anak untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna dan produktif.4
Pernyataan di atas memberikan penjelasan bahwa secara sederhana pesan yang
ingin disampaikan melalui kutipan di atas ialah, jikalau batu berfungsi untuk
menajamkan pisau demikian juga orangtua berperan dalam mempertajam setiap
pengajarajan dengan mengajarkannya secara terus-menerus Orangtua perlu untuk
mengajar dan mendidik anak-anaknya dengan tidak terbatas pada waktu dan
tempat tertentu, melainkan disetiap kesempatan dalam kehidupan mereka sehari-
hari.
Hal yang serupa juga diungkapkan oleh I. J. Cairns yang menyatakan,
"istilah mengajar berulang-ulang mempunyai arti harafiah yaitu: meruncingkan,
mempertajam. Israel dianjurkan supaya berusaha sekuat tenaga dan dengan
memakai segala keahlian yang ada, supaya penyataan kehendak Tuhan dihayati
oleh generasi mendatang".5 Dalam hal ini orangtua seyogyanya mengajar anak
dengan tekun, sabar, berulang-ulang dan konsisten Setiap orangtua dituntut untuk
mengorbankan waktu, tenaga, materi, pikiran dan keinginan pribadi maupun
ketekunan yang besar, supaya ajaran yang diberikan kepada anaknya tidak hanya
sekedar dipahami dengan akal atau pikiran tetapi mereka dapat melaksanakannya
dengan baik dan benar Jika anak dididik terus-menerus sesuai dengan kehendak-
4 J. I. Packer, Merrill C. Tenney dan William. Jr.. Ensiklopedi Fakta Alkitab 2. (Malang: Gandum Mas. 2001). him 937
5 J. Cairns, Tafsiran Alkitab Kitab Ulangan Ps. 1-11. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997). him. 134-135
40
Nya, maka lambat laun didikan tersebut dapat terinternalisasi dalam diri anak dan
akhirnya anak menjadi generasi yang mendatangkan kebahagiaan dan sukacita
bagi orangtuanya (Ams 29:17) dan terlebih mempermuliakan Tuhan.
Sehubungan dengan mandat yang diberikan Allah kepada orangtua sebagai
wakil-Nya, maka orangtua perlu menyadari bahwa peranannya bukan hanya
memenuhi kebutuhan jasmani anak, tetapi orangtua juga berkompoten untuk
memperhatikan rohani dan karakter anak, serta melatih anak-anak untuk bertindak
dengan baik. Orangtua memiliki tugas ganda Satu tugas yang sangat penting
adalah memperkenalkan kasih dan kuasa Bapa di sorga yang .telah menciptakan
dunia beserta isinya kepada anak-anak dan tugas ini adalah tanggung jawab
orangtua untuk mengajarkannya Allah secara benar kepada anak-anaknya,
sehingga rohani anak bertumbuh secara benar. Judith Alien Shelly menyatakan,
"orangtualah yang terutama bertanggung jawab penuh terhadap perkembangan
rohani dan konsep diri anaknya".6 Allah menetapkan tugas utama orangtua untuk
mengajar dan mendidik anak-anaknya mengenai kebenaran finnan Tuhan dengan
bergantung sepenuhnya kepada pimpinan Roh Kudus.
Orangtua memegang peranan penting di dalam perkembangan dan
pertumbuhan rohani anak. Seluruh eksistensi orangtua memberi pengaruh besar
bagi anak terutama anak usia 7-15 tahun. Oleh sebab itu, Allah menghendaki
kehidupan para orangtua sebagai orang yang pertama dan terutama memberi
pengaruh dan teladan bagi anak-anaknya. Way Haystead menyatakan, "pengajaran
iman yang efektif pertama-tama harus dinyatakan melalui tindakan dan
keteladanan, baru kemudian dengan kata-kata. Keteladanan orangtua, pengalaman
6 Judith Alien Shelly, Kebutuhan Rohani Anak. (Jakarta. BPK Gunung Mulia,), hlm. 32
41
sehari-hari dan keikutsertaan dalam kegiatan ibadah merupakan bahan dasar untuk
memperkenalkan anak pada konsep-konsep berkenaan dengan Allah".7
Pada awal shema Israel dituliskan "Dengarlah, hai orang Israel. TUHAN
itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hati
dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu" (UI 6:4-5), ini
merupakan suatu petunjuk bagi orangtua untuk dapat membimbing anak-anaknya
datang kepada Tuhan. Bagian ini sangai penting untuk dilaksanakan oleh orangtua
dalam setiap tugas dan tanggung jawabnya sehari-hari. Bagaimana mungkin
orangtua dapat meyakinkan anak-anaknya bahwa pengenalan akan Allah sangat
penting, jika orangtua sendiri tidak pernah meluangkan waktunya untuk datang
kepada Tuhan Oleh sebab itu, penting sekali bagi orangtua untuk memiliki relasi
yang baik dengan Tuhan sebelum mengajarkannya kepada anak-anaknya.
Abraham sebagai contoh dalam Alkitab yang menunjukkan kasih sayang bagi
keluarga. la diakui sebagai orang yang berhasil dalam membina dan menuntun
anak-anaknya supaya tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan Tuhan, dengan
menerapkan kebenaran dan keadilan (Kej 18:19) Kunci keberhasilan yang dimiliki
oleh Abraham adalah ia membangun persekutuan yang akrab dengan Allah (Kej.
1833, 2440, 41:15) Hidupnya dijadikan teladan karena imannya kepada Allah
ketika mempersembahkan Ishak di bukit Mona (Kej 22) Teladan yang sama
hendaknya dapat dimiliki oleh para orangtua yang hidup di zaman ini. Roy Lessin
menyatakan, "apabila saudara ingin melihat anak-anak saudara memiliki Yesus
sebagai Tuhan di dalam hidup mereka, maka haruslah jelas bagi mereka bahwa
7 Wes haystcad, Mengenalkan Allah Kepada Anak. (Yogyakarta: yayasan Gloria. 2000). hlm 25
42
Yesus benar-benar adalah Tuhan dalam hidup saudara".8 Ini berarti bahwa
sebelum orangtua mengajarkan kepada anak tentang pengenalan akan Tuhan,
terlebih dahulu orangtua memiliki tingkat kerohanian yang jauh lebih baik.
Secara psikolojgi anak usia 7-15 tahun pada umumnya sebagai peniru
yang ulung. Apa yang didengar diucapkan, apa yang dilihat dilakukan oleh
mereka. Jorat Wijanarko menyatakan, "tanpa keteladanan ajaran kita (orangtua)
kehilaugan otoritasnya, kita dicemooh oleh anak, dianggap munafik. Tanpa
keteladanan justru membuat anak akan kecewa, kehilangan figur, atau anak akan
melakukan bukan apa yang kita ajarkan, tetapi apa yang kita lakukan, sebab anak
adalah peniru yang ulung".9
Orangtua perlu mengajar anak dengan memberikan suatu teladan akan
lebih berhasil daripada sekedar memberitahukan segala peraturan dan nasihat
tanpa member! contoh langsung dari orangtuanya. Sebaliknya, orangtua tidak
akan berhasil dalam mendidik seorang anak, jika isi perkataannya bertentangan
dengan sikap dan perbuatannya. Oleh karena itu keteladanan merupakan cara
efektif dalam mendidik anak karena mudah dimengerti. "Cara efektif merubah dan
mempengaruhi orang lain dalam jangka panjang adalah memberi teladan".10
Lingkungan sosial yang pertama dikenal oleh anak adalah lingkungan keluarga
yang di dalamnya terdapat orangtua "Apabila orang dewasa atau orangtua yang
bergaul dengan anak-anak menunjukkan sikap masa txxloh, tidak bisa dipercaya,
8 Roi Lessinm. Disiplin Keluarga. (Making Gandum Mas. 2002). hlm 149 Jorat Wijanarko. Mendidik Anak. (Jakarta Suara Pemulihan. t. Thn ). hlm. 3810 Ibid
43
akibatnya mungkin anak akan menganggap bahwa begitulah sitat Allah dan anak
sulit mengembangkan hubungan yang sehat dengan Allah".11
Karena itu, sikap dan cara hidup orangtua hendaknya tidak bertentangan
dengan firman Tuhan, sehingga dapat dicontoh atau ditiru oleh anak mulai sejak
dini dan terlebih di masa yang akan datang.
Anak-anak memerlukan keteladanan lebih daripada sekedar penjelasan.
Tetapi, suatu keteladanan yang disertai dengan penjelasan sangat efektif dalam
mempengaruhi pengertian dan perasaan anak Selain dari keteladanan yang
diberikan, orangtua juga perlu membimbing dan mengarahkan anak karena anak-
anak membutuhkan bimbingan. Billy Graham menyatakan, "alam pikiran anak-
anak merindukan akan tangan yang membimbing dan suara yang memerintah
Orangtualah satu-satunya atasan yang diangkat Allah sebagai pengawas anak-
anak yang sedang bertumbuh itu".12 Penjelasan di atas menjelaskan bahwa, peran
orangtua sangat penting dalam pertumbuhan seorang anak.
Judith Alien Shelly menyatakan, "bila anak-anak secara teratur dipupuk
dalam iman, melalui doa serta pengajaran Alkitab dalam keluarga yang penuh
kasih, dan hidup dalam lingkungan Kristen yang membangun, kemungkinan besar
mereka akan bertemu dengan Allah yang hidup dan imannya berkembang secara
mendalam serta mantap".13 Seorang anak tidak niungkm atau mustahil akan
bertumbuh dengan sendirinya Alkitab tidak memandang balm a pada dasarnya
tabiat manusia termasuk anak adalah baik adanya Sesungguhnya, dalam kesalahan
11 Ibid, hlm 1512 Billy Graham, Keluarga Yang Berpusatkan Kristus. (Bandung: Kalam Hidup, 1993).
hlm. 3713 Judith Alien Shelly, Op. Cit, hlm. 22
44
aku diperanakan dalam dosa aku dikahdung ibuku (Mzm 517) Ayat ini
menjelaskan bahwa setiap orang telah tercemar oleh dosa sejak dalam kandungan,
memiliki kecenderungan untuk mengikuti kesenangan dan keinginan diri sendiri
Karena itu orangtua perlu membimbing dan membekali anak untuk dengan
pengalaman-pengalaman rohani sehingga anak dapat memiHki pengenalan yang
benar tentang Allah yang mereka sembah. Terlepas dari itu di dalam
pengenalannya akan Dia hendaknya disertai dengan adanya rasa takut kepada
Allah John MacArthur menyatakan, "rasa takut ini memiliki dua aspek. Aspek
pertama adalah penghormatan yang berarti kekaguman yang suci akan kekudusan
mutlak dari Tuhan, yang di dalamnya tercakup rasa hormat dan pemujaan yang
menghasilkan rasa takut ketika berhadapan yang mulia. Aspek kedua adalah rasa
takut akan apa yang tidak disukai Tuhan".14
Jelas dalam pernyataan di atas bahwa, takut akan Allah berarti memandang
Dia dengan penuh kekaguman dan menghormati-Nya sebagai Allah karena
kemuliaan, kekudusan, keagungan dan kuasanya yang besar. Dengan demikian
orangtua perlu mengajarkan kepada anak agar takut akan Allah. Dengan kata lain
orangtua perlu mengajar anak untuk melakukan kehendak-Nya dan menjauhi
larangan-Nya. Jika anak dididik sejak usia dini, maka pada akhirnya anak akan
hidup takut akan Allah, berpaling dari kejahatan, membenci dosa dan mencintai
kebenaran bahkan teguh dalam iman percayanya kepada Allah (UI. 10:12; Ams.
3:7, 8:13; 16:6). Musa diperkirakan sudah sejak kecil didik oleh ibunya dengan
14 John MacArthur. Kiat Sukses Mendidik Anak Dalam Tuhan. (Jakarta: Imanuel, 2004). hlm.65
45
iman secara baik, sehingga ia tetap kokoh dalam iman percayanya sekalipun hidup
di lingkungan yang tidak percaya. Stephen Tong menyatakan,
Musa mungkin menyusu sampai sekitar dua tahun. Lalu setelah itu, mungkin pada usia tiga atau empat tahun sudah kembali ke istana. Jadi ibunya harus memakai waktu 7-15 tahun permulaan hidup Musa untuk menanamkan iman keparcayaan Allah yang sejati, bukan Allah orang Mesir, ilah-ilah dan dewa-dewa Mesir, tetapi Allah yang sejati adalah Yahweh yang telah mengeluarkannya dari rahim ibunya, yaitu Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah yakub. Dari penanaman iman sejak masa kecil ini menjadikan Musa memiliki beton iman yang kuat, yang tidak iasangkal sampai mati.15
Pernyataan di atas menegaskan bahwa dari usia dini pun Musa sudah
hidup dalam takut akan Allah bahkan seumur hidupnya ia tidak meninggalkan
Allah nenek moyangnya. Sekalipun Musa hidup di tengah-tengah orang yang
tidak percaya di istana Mesir, ia tetap memiliki iman yang begitu kuat.
Seiring dengan hal mendidik anak hidup takut kepada Allah, orangtua dapat
mengajar anak untuk taat dan hormat pada otoritas yang telah Allah anugerahkan
kepada para orangtua Sebagaimana sudah dibahas pada bab sebelumnya bahwa
anak usia 7-15 tahun belum mampu memahami sesuatu yang abstrak, karena itu
rasa takut akan Allah dapat diwujudkan dalam sikap taat dan normal pada
orangtua "Anak wajib menaati orangtuanya Sebab hal itu merupakan bagian yang
tak dapat dipisahkan dan ketaatan anak terhadap Tuhan".16
Ketaatan kepada Tuhan yang tidak kelihatan dipelajari dalam ketaatan
kepada orangtua sebagai wakil Allah yang kelihatan. Oleh sebab itu, Tuhan
dihormati ketika anak-anak menaati orangtua mereka Dalam perintah kelima
15 Stephen long, Arsitek Jiwa I. (Jakarta: LRII, 2003). hlm. 20-2116 Ayah dan Ibu Tercinta, hlm. 42
46
hukum Taurat menghimbau anak-anak agar menghormati orangtua mereka (Kel.
20:12; UI. 5:16) Selain daripada itu Salomo memberi peringatan kepada anaknya
supaya taat kepada setiap didikan orangtuanya (Ams 1:8, 41-4, 6:20-23).
Berdasarkan beberapa ayat tersebut merupakan ketetapan bagi anak-anak untuk
hormat kepada orangtuanya. Tetapi orangtua juga perlu mengetahui bahwa sikap
taat dan hormat itu tidak datang dengan sendirinya, melainkan diajarkan dan
dipelajari.
John Mac Arthur menyatakan, "jika kita ingin membesarkan sebuah
generasi anak-anak yang bertekat untuk hidup dalam kebenaran, mereka harus
mulai dengan mempelajari bagaimana menaati orangtua mereka. Dan hal itu
merupakan tanggunng jawab orangtua...".17 Orangtua menjadi wakil Allah di bumi
bagi keluarga di dalam segala sesuaru. Berdasarkan hal ini maka orangtua
berkewajiban untuk mengajar anak untuk hidup dalam ketaatan demi kebaikan
anak itu sendiri. Maksud dari semuanya ini supaya pada waktunya mereka dengan
sendirinya dapat melakukan apa yang menjadi tanggung jawabnya sebagai anak
dalam keluarga bahkan tanggung jawabnya bagi Tuhan. Akan tetapi anak-anak
yang tidak pernah dituntut taat dan belajar taat, sukar mematuhi Tuhan
dikemudian hari.
Perintah yang lain diberikan Allah kepada para orangtua, yakni dalam
Amsal Salomo mengatakan: didiklah orang muda menurut jalan yang patut
baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan
17 John MacArthur, Op. Cit., hlm. 70
47
itu (22:6). "Kata Ibrani untuk "mendidik berarti mengabdikan".18 Tidak ada alasan
bagi orangtua untuk mengelak dari tugas dan tanggung jawabnya untuk
mengajarkan ketetapan-Nya kepada anak-anaknya. Karena itu orangtua dituntut
mengabdikan dirinya untuk mengajar dan mendidik anak-anak mereka. Sikap
orangtua yang demikian menjadi teladan bagi anak, sehingga mereka juga dapat
mengabdikan din kepada Allah.
Selanjutnya Wes Haystead menyatakan, "kata Ibrani yang diterjemahkan
sebagai didiklah mengandung pengertian disiplin. suatu proses pengajaran yang di
dalamnya terdapat unsur keteladanan yang konsisten. Pengertian menurut jalan
yang patut baginya adalah sesuatu yang tepat dan sesuai dengan keunikan masing-
masing anak".19 Pernyataan ini mengandung makna bahwa mendidik anak
mencakup disiplin. Karena dosa sudah melekat pada seorang anak dari kecil,
sehingga ia cenderung untuk berbuat dosa. Ruth Laufer & Anni Dyck
menyatakan, "anak tidak perlu diajar untuk berdusta atau marah, mungkin juga
anak tidak melihat hal ini pada diri orangtua mereka, namun pada suatu hari
mereka akan berdusta, marah dll".20 Amsal Salomo menyatakan "kebodohan
melekat pada hati orang muda, tetapi tongkat didikan akan mengusir itu dari
padanya" (Ams 22:15). Firman Tuhan menyatakan bahwa kemauan melawan
sudah ada di dalam hati seorang anak, sehingga dibutuhkan tongkat didikan untuk
mengusir itu dari padanya Amsal 3:12 mengatakan, "karena Tuhan memberi 18 LAI. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. (Malang: Gandum Mas. 2004), hlm. 99419 Wes Haystead, Mengenalkan Allah Kepada Anak. (Yogyakarta: Yayasan Gloria. 2000),
hlm. 2320 Rulh Laufer & Anni Dyck, Pedoman Pelavanan Anak. (Malang: YPPII Depertemen
Pembinaan Anak dan Pemuda. t thn ). hlm. 6
48
ajaran kepada yang dikasihi-Nya, seperti seorang ayah kepada anak yang
disayangi". Dan siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya (Amsal
13:24b).
Ayat di atas mengarahkan orangtua untuk mendisiplin anak di saat
menunjukkan sikap tidak mau taat dan normal kepada orangtua Larry Christenson
menyatakan, "pendidikan yang tidak ditopang dengan tata tertib alkitabiah tidak
mengandung kasih dan pengertian terhadap anak".21 Orangtua yang sungguh-
sungguh mengasihi anak mereka akan menegur dan mendisiplin mereka ketika
mereka tidak taat. Karena "anak yang tumbuh tanpa mengenal peraturan yang
mengharuskan kemauan dan kelakuannya sendiri tunduk ialah seorang anak
malang".22 Ini berarti bahwa memberikan disiplin pada anak begitu penting.
Pada dasarnya disiplin yang perlu dilakukan oleh orangtua berrujuan untuk
mengatur dan mengubah perilaku anak dari yang negatif menjadi positif, sehingga
anak dapat hidup disiplin, taat dan bertanggung jawab. Larry Christenson
menyatakan, "kalau kebiasaan semacam itu (mendidik anak dengan disiplin) telah
dimulai dilaksanakan waktu ia masih kecil dan secara tetap, anak itu segera tahu
bahwa wewenang orangtuanya tidak boleh dianggap ringan... la akan menjadi
anak yang bahagia, mantap, patuh - hidup di bawah wewenang ayahnya
(orangtuanya), hidup selaras dengan peraturan Allah".23
21 Larry Christenson, Op. Cit, hlm. 9022 Ibid. hlm. 73
23 Ibid. hlm. 95
49
Namun, Tanpa disiplin, anak akan terbiasa hidup tidak tertib, tidak mau
diatur, menjadi pembuat masalah dan mempermalukan orangtuanya (Ams. 29:15).
Dalam arti anak tidak hidup dalam ketaatan menjadi anak yang memberontak,
tidak hormat kepada orangtua dan ketika sudah dewasa menjadi orang yang tidak
baik. Dalam mendisiplin anak hendaknya orangtua melaksanakannya dengan
dasar kasih dan sikap tenang. Dengan berbuat dernikian tidak memberi kesan
yang negatif terhadap anak, tetapi dapat menolong anak untuk menyadari
kesalahannya dan mendorong dia memperbaikinya.
Disiplin dan kasih berjalan bergandengan. Disiplin tidak mungkin menjadi
efektif tanpa kasih. Dan kasih tanpa disiplin itu lemah dan tidak murni, sedangkan
disiplin tanpa kasih itu dingin dan kaku. Namun bila keduanya berjalan bersama
(disiplin dan kasih), maka hasihiya menjadi maksimal. Alex Sobur menyatakan,
"marah-marah waktu mendisiplin hanya membuat anak kehilangan harga diri di
mata orangtuanya. Atau dapat membuat si anak merasa kebingungan dan tidak
dapat mengubahkan perbuatan yang salah".24 Oleh karena itu, dalam hal
mendisiplinkan anak hendaknya orangtua dapat bersikap tenang, dan tidak maiah,
sehingga anak menjadi yakm bahwa orangtua tidak hanya sekedar menghukum
tetapi ini adalah wujud nyata kasihnya kepadanya.
Selam mendisiplin dengan kasih, orangtua juga perlu memahami bahwa
dalam mendisiplin anak hendaknya selektif dan kreatif sebab setiap anak unik
adanya Mary Setiawani dan Stephen long menyatakan, "kata jalan yang terdapat
24 Alex Sobur, Butir-Butir Mutiara Rumah Tangga. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1987). hlm. 45
50
dalam Amsal 22:6 yang merupakan suatu jalan yang telah Tuhan sediakan
menurut rencana penciptaan Allah sendiri".25 Penjelasan ini memberikan indikasi
supaya dalam mendidik anak orangtua mengetahui bahwa sifat dan karakter setiap
anak berbeda satu dengan yang lain. Larry Christenson "agar orangtua berhati-hati
dalam mendidik anak. Jangan sampai orangtua memaksakan keinginan dan cita-
citanya sendiri kepada salah seorang anaknya".26 Perbedaan-perbedaan yang ada
dalam tabiat anak menandakan adanya perbedaan arah kehidupan yang telah
ditentukan Allah untuk mereka masing-masing. Jika orangtua mengerti secara
baik tentang perbedaan tersebut maka orangtua dapat menolong anak untuk
mengembangkan potensinya dengan efektif Dengan maksud supaya segala potensi
yang dimiliki oleh anak dapat dipakai untuk hormat dan kemulian nama-Nya.
Allah berjanji jika anak dididik menurut jalan yang patut baginya, maka
pada masa tuanyapun tidak akan menyimpang dari pada jalan yang Tuhan telah
tetapkan untuk mereka (Ams. 22:6).
25 Mary Setiawani dan Stephen long, Seni Membentuk Karakter Kristen. (Jakarta: LRII. 1995), hlm. 8
26 Larry Christenson, Keluarga Kristen. (Semarang: Persekutuan Benania, 1994). hlm. 6
51
B. Perjanjian Baru
Di dalam Perjanjian Baru memaparkan secara gamblang tentang kehadiran
seorang anak yang dipandang sebagai sesuatu yang berharga di mata Tuhan.
Keberadaan seorang anak kecil selalu mendapat perhatian yang istimewa
dari Yesus Kristus. Pada saat murid-murid-Nya bertanya kepada Yesus, "siapakah
yang terbesar dalam Kerajaan Surga?" (Mat. 18:1). Yesus menjawab dengan
memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka dan
mengajak para pendengar-Nya untuk menjadi seperti anak kecil tersebut (Mat.
18:3). Anak kecil seringkali diumpamakan sebagai orang yang layak masuk ke
dalam Kerajaan Allah (sorga) dan la mengidentikkan anak-anak
dengan diri-Nya. Yesus berkata"barangsiapa menyambut seorang anak kecil
seperti ini dalam nama-Ku, la menyambut Aku (Mat, 18:5)". Bukan berarti bahwa
anak-anak tidak berdosa, masih polos, tetapi karena mereka mudah menerima dan
mau bergantung kepada orang lain serta mereka mempunyai iman kepercayaan
yang sejati Anak-anak mengasihi Tuhan dengan hati yang tuliis.
Anak usia 7-15 tahun pada umumnya mereka mudah percaya segala
sesuatu, dan mudah untuk dipengaruhi oleh lingkungan di mana ia berada. Yesus
bukan hanya ingin menjadikan seorang anak kecil sebagai suatu perumpamaan
Tetapi di pihak lain la mau mengingatkan kepada orang dewasa pada saat itu
termasuk murid-murid-Nya supaya mereka sadar akan tanggungjawab untuk
mendidik anak pada jalan kebenaran. Di tengah-tengah kesibukan Yesus
sekalipun, la tidak pernah menolak anak-anak yang datang kepada-Nya. Oleh
sebab itu pada saat orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus supaya
52
meletakkan tangan-Nya alas mereka dan mendoakan mereka maka la berkata
"biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka,
sebab orang-orang seperti itulah yang empunya Kerjaan sorga (Mat 19:13-14)
Jelas bahwa, la menghargai anak-anak, tetapi juga mengasihi mereka (Mrk.
10:16). Sikap teladan yang diberikan oleh Yesus, hendaknya dijadikan acuan oleh
para orangtua dalam mendidik anak-anaknya Oleh sebab itu, sebagaimana Yesus
memandang anak-anak, demikian hendaknya orangtua memandang mereka.
Dalam masa pelayanan Yesus selama di bumi, Yesus tidak memandang
rendah seorang anak. Yesus berkata "ingatlah, jangan menganggap rendah
seorang dari anak-anak kecil ini" (Mat. 18:10) Karena itu pada saat murid-murid-
Nya berusaha menghalangi orangtua yang ingin membawa anak-anak mereka
kepada Yesus (Mat. 19:13; Mrk. 10:13, Luk. 18.15), maka la sangat marah.
Nehemiah Mimery menyatakan, "murid-murid melihat bahwa anak-anak yang
dibawa oleh orang-orang tua itu, bukan dalam keadaan sakit sehingga
memerlukan pertolongan Yesus, melainkan anak-anak itu kelihatan riang Murid-
murid membuat kesimpulan bahwa anak-anak itu tidak perlu dibawa kepada
Yesus yang rupanya sedang sibuk melayani orang-orang sakit".27 Murid-murid
Yesus seakan-akan menganggap bahwa pelayanan Yesus hanya diperuntukkan
kepada orang-orang yang susah. Pernyataan yang sama memberi penafsiran,
"murid-murid-Nya barangkali memarahi orang-orang itu bukan karena berpikir
bahwa itu bukan sesuatu yang baik dilakukan, tapi karena mereka merasa la
terlalu sibuk".28 Secara tidak langsung murid-murid Yesus mengesampingkan
27 Nehemiah Mimen. Komentar Praktis Iniil Synopsis. (Jakarta: Mimery Press. 1999), hlm. 145
28 LAI,Op.Cit.,hlm. 104
53
akan pelayanan bagi anak-anak kecil. Atau dengan kata lain pelayanan untuk anak
kecil tidak terlalu begitu penting.
Paradigma seperti di atas diientang oleh Yesus la menganggap bahwa
keselamatan bukan hanya diperuntukkan bagi orang dewasa saja tetapi juga untuk
anak- anak, karena semua orang termasuk anak-anak telah berbuat dosa dan telah
kehilangan kemuliaan Allah (Rom. 3:23). Tidak ada seorang pun dilahirkan dalam
keadaan sempurna. Hal ini hendaknya dapat membuka cakrawala pemikiran para
orangtua bahwa sesungguhnya anak-anak tidak hanya membutuhkan pengajaran
yang teliti, tetapi mereka juga perlu dibimbing untuk datang kepada Yesus Sang
Penebus dosa dan Juruslamat manusia.
Mengajarkan tentang Tuhan kepada anak merupakan tugas penting dan
merupakan kewajiban bagi orang dewasa Tugas ini seharusnya dimulai sejak dini,
supaya dalam perjalanan hidupnya ia tidak mudah diombang-ambingkan oleh
pengajaran-pengajaran yang tidak bertanggung jawab atau ajaran yang tidak
sesuai dengan Firman-Nya. 'Seperti contoh yang dituliskan oleh rasul Paulus yaitu
Timotius, anak rohaninya, karena sejak kecil ia sudah diajar tentang pengenalan
akan Tuhan oleh neneknya dan ibunya (II Tim 1:5). Paulus berkata, "ingatlah juga
bahwa dari kecil engkau sudah mengenal kitab suci yang dapat memberi hikmat
kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus
Yesus" (II Tim 3:15). Bagaian ini membuktikan betapa pentingnya memberikan
pengajaran tentang Juruselamat kepada anak sejak usia dini.
Karena sifat seorang anak kecil adalah mudah sekali memberi respon
terhadap apa yang diajarkan kepada mereka Artinya mereka bersedia menerima
54
apa yang diberikan kepadanya Dengan adanya sifat dasar mereka yang demikian
dapat memudahkan para orangtua membimbing mereka untuk hidup bertumbuh
secara rohani. Satu hal yang tidak dapat dilalaikan atau lupakan oleh orang
dewasa, yakni anak-anak dapat menangkap kasih Tuhan kalau mereka mengenal
siapa Tuhan Dan orangtua juga perlu memahami bahwa seorang anak kecil tidak
secara alami bertumbuh mengasihi Tuhan. Tanpa pengarahan yang tepat mereka
tidak dapat datang kepada Tuhan. Kerusakan moral mereka yang sudah tercemar
oleh dosa akan menarik mereka makin jauh dari hadapan-Nya. Oleh sebab itu,
orangtua diharapkan untuk berperan aktif dalam membimbing anak untuk hidup di
dalam Dia.
Anak-anak yang ada di bawah wewenang orangtua perlu mendapat didikan
atau pengajaran yang baik, sehingga mereka dapat mengenal Tuhan dan
Juruslamatnya. Karena itu, mengasuh dan mendidik anak merupakan suatu
kewajiban bagi para orangtua. Seperti yang telah disinggung dalam Perjanjian
Lama orangtua adalah sebagai pewaris wewenang Allah dalam mendidik anak-
anaknya. Mandat yang sama juga dijelaskan dalam Perjanjian Baru. Di dalam
Efesus dituliskan suatu perintah khusus bagi orangtua supaya mereka mendidik
anak-anaknya dalam nasihat dan ajaran Tuhan, bukan sebaliknya. "Dan kamu,
bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi
didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan (Ef. 6:4)".
Ayat di atas seolah-olah hanya ditujukan kepada para kaum bapa.
"Mungkin karena bapa-bapa Paulus anggap sebagai kepala rumah tangga
55
(keluarga) yang memikul dan mewakili wibawa orangtua",29 maka ia hanya
menyebut bapa-bapa. Pernyataan ini mungkin benar mungkin salah, karena -
Abineno sendiri masih ragu-ragu dalam pernyataannya. Sedangkan John
MacArthur menyatakan.
Kata yang diterjemahkan "bapa-bapa" dalam Ef. 6:4 adalah patera, yang
dapat mengacu kepada para ayah secara khusus tetapi seringkali digunakan
untuk membicarakan kedua orangtua. Ibrani 11.28, sebagai contoh,
berkata, "karena iman, setelah lahirlah Musa disembunyikan selama tiga
bulan oleh orangtuanya {patera}. Di situ jelas kata tersebut berkaitan
dengan kedua orangtua. Saya yakin Ef 6:4 menggunakan patera di dalam
cara yang sama, yang meliputi ayah dan ibu. Tentu saja, prinsip di' dalam
ayat ini berlaku secara rata bagi kedua orangtua. Dan tanggung jawab
pengasuhan, pendidikan dan peringatan dengan jelas termasuk para ibu
seperti juga para ayah.30
Jadi berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa perintah
yang disebutkan dalam Etesus 6:4 berlaku bagi kedua orangtua yakni, ayah dan
ibu. Etesus 6:4 ini, dikomentari oleh Ralph P Martin dengan menyatakan,
"kewajiban sang ayah diperlihatkan baik secara negatif maupun secara positif.
Pertama, peringatan jangan menyakiti hati anak-anak (dengan mencari-cari
kesalahan mereka) sehingga membuat
29 J.L. Ch. Abineno, Tafsiran Alkilab Surat Efesus. (Jakarta. BPK Gunung Mulia, 1997), hlm. 223
30 John MacArthur. Op. Cil., hlm. 110
56
mereka jengkel; kedua, perintah untuk melatih anak-anak dalam pendidikan
disiplin hidup Kristen (inilah arti dan ajaran dan nasihat Tuhan).31
Perintah yang rasul Paulus tunjukkan kepada para orangtua sangat konkret,
yaitu baik secara negatif maupun secara positif Perintah ini diawali 'dengan
peringatan supaya janganlah membangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu
"Kata dalam bahasa Yunani yang diterjemahkan membangkitkan kemarahan
adalah parorgizo, yang berarti marah atau marah sekali".32 Kemarahan anak-
anak ditunjukkan dengan sikap memberontak atau sikap tidak man taat pada
orangtua. Dan hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti, karena sikap
orangtua yang terlalu melindungi, terlalu mamanjakan, adanya anak kesayangan
dalam keluarga, sasaran pengajaran yang tidak wajar atau membebani anak-anak
dengan tugas yang tidak sesuai dengan tingkat usia dan kemampuan anak, sikap
merendahkan anak atau memberi kritikan yang berlebihan kepada anak, kasih
yang berkurang dan disiplin yang berlebihan.
Jika orangtua mendidik anak dengan cara yang salah, maka hal itu dapat
berdampak negatif bagi kepribadian anak. Ted Ward menyatakan, "mendidik anak
dengan paksa adalah berbahaya".33 Mengingat bahwa anak-anak usia 7-15 tahun
pada dasarnya mereka masih labil dalam pertumbuhan dan perkembangannya
maka bila orangtua tidak mengajar, mendidik dan membimbing anak sebagaimana
mestinya psikologi anak akan terganggu. Misalnya, bagi anak yang selalu dikritik
secara terus-menerus, maka pada akhirnya anak tersebut akan menjadi anak yang
31 Donald Guthrie, Tafsiran Alkilab Masa Kini 3 Matius-Wahvu. (Jakarta: OMF, 2003), hlm. 604-605 .
32 John MacArthur, Op. Cit., hlm. 11333 Ted Ward. Nilai-Nilai Hidup Dimulai dari Keluarga. (Malang: Gandum Mas. 1979).
hlm. 107
57
kurang percaya diri. Karena itu Paulus menasihati orangtua supaya
menghindarkan didikan seperti yang sudah di bahas di atas.
Selanjutnya rasul Paulus memberikan petunjuk kepada orangtua tentang
pola didikan yang berdasarkan ajaran dan nasihat Tuhan. Dalam bahasa aslinya
kata " (paideia) berarti disiplin, didikan"34 dan kata "
(nouthesid) berarti peringatan"35 Jadi mendidik anak menurut ajaran dan nasihat
Tuhan adalah melatih anak dengan disiplin untuk melakukan apa yang Tuhan
perintahkan kepada mereka. Seperti yang tercantum dalam ringkasan rasul Paulus
tentang kewajiban keluarga Xristen. Ada satu perintah yang diberikan khusus
kepada anak-anak yaitu dalam Etesus 6:1-3, "hai anak-anak, taatilah orangtuamu
di dalam Tuhan, karena haruslah demikian, hormatilah ayah dan ibumu ini adalah
suatu perintah yang nyata dan janji ini; supaya kamu bahagia dan panjang
umurmu di bumi". Dan dalam Kolose 3:20, "hai anak taatilah orangtuamu dalam
segala hai, karena itulah yang indah di dalam Tuhan".
Anak adalah titipan Allah kepada orangtua, karena itu orangtua hendaknya
mendidik mereka untuk hidup dalam ketaatan. Didikan orangtua kepada anak dari
hari ke hari merupakan wujud nyata tanggung jawabnya di hadapan Tuhan
sebagai orang yang telah diberi wewenang.
34 BarcLay M. Newman. Kamus Yunani-Indonesia. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2002). hlm. 122
35 Ibid, hlm 113
58
BAB IV
PERANAN ORANG TUA KRISTEN DALAM MENGAJARKAN
TANGGUNG JAWAB BAGI ANAK USIA 7-15 TAHUN
Dalam bab sebelumnya penulis sudah menguraikan landasan teologis
tentang peranan orangtua Kristen dalam mengajarkan tanggung jawab bagi anak
usia 3-5 tahun, baik dalam Perjanjian lama maupun Perjanjian Baru. Selanjutnya
dalam bab ini penulis akan membahas tentang tanggung jawab orangtua Kristen
sebagai imam, pelindung, pendidik, motivator, tasilitator, dan taiiggung jawab
yang diajarkan kepada anak usia 3-5 tahun yang meliputi, kerohanian, moral,
disiplin kebersihan, ketrampilan dan materi.
A. Tanggung Jawab Orangtua Kristen
1. Sebagai Imam
Dalam Perjanjian Lama tugas seorang imam adalah menjadi perantara
untuk membawa umat Allah datang kehadirat-Nya untuk menyampaikan segala
pergumulan dan ucapan syukur umat-Nya serta mempersembahkan korban (Imt.
6:8-23; 8:1-10:20). Lukas Tjandra menyatakan, "tugas imam dalam Perjanjian
Lama adalah mempersembahkan korban, sebagai pengantara yang mewakili
manusia datang kehadapan Allah untuk memohon pengampunan-Nya, juga
membawakan berkat Allah kepada manusia".1 Tugas menjadi imam bukan hanya
diperuntukkan kepada suku Lewi, tetapi juga kepada para orangtua khususnya 1 Lukas Tjandra, Latar Belakang Perjanjian Bam II. (Malang: Seminar Alkitab Tenggara,
1994), hlm. 34
59
59
ayah sebagai wakil Allah di tengah-tengah keluarganya pendoa syafaat dan
mengajar anak-anaknya untuk hidup takut akan Tuhan Ayub merupakan teladan
imam dalam keluarganya, ia hidup dengan saleh dan jujur (Ayb. 1:1). Alkitab
jelas berkata,
Setiap kali, apabila hari-hari pesta telah berlalu, Ayub memanggil mereka
(anak-anaknya), dan menguduskan mereka; keesokan harinya, pagi-pagi,
bangunlah Ayub, lalu mempersembahkan korba bakaran sebanyak jumlah mereka
sekalian, sebab pikirnya: "Mungkin anak-anakku Sudah berbuat dosa dan telah
mengutuki Allah di dalam hati." Demikianlah dilakukan Ayub senantiasa (Ayb.
1:5).
Ayub memperhatikan kerohanian anak-anaknya. ia mendoakan mereka
agar terhindar dari perbuatan-perbuatan yang jahat dan tidak menyimpang dari
kehendak-Nya Ayat di atas menjelaskan bahwa, Ayub menjadi contoh seorang
ayah yang memiliki hati yang tertuju kepada anak-anaknya dengan menyediakan
waktu dan perhatian agar mereka terhindari dari tindakan-tindakan yang tidak
terpuji atau yang tidak memuliakan Tuhan.
Tugas keimaman ini masih relevan hingga saat ini, secara khusus bagi
orangtua dalam keluarga Orangtua dipanggil dan ditabiskan oleh Allah untuk
berperan sebagai imam bagi anak-anaknya Sekarang ayah, berperan sebagai imam
dan berkewajiban mengajarkan kebenaran firman Tuhan kepada anak-anaknya
agar sejak dini anak dapat mengenal dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan
dan Juruslamatnya Orangtua bukan hanya mengajar secara teori saja tetapi benar-
benar merealisasikannya dalam praktika hidup sehari-hari Dengan kata lain,
60
setiap pengajarannya dapat diwujud nyatakan melalui tutur kata, sikap dan
perbuatannya.
Orangtua juga bertanggungjawab untuk menjadi pendoa syafaat Di dalam
tugasnya sebagai pendoa syafaat, orangtua berkewajiban menyerahkan anak-anak
mereka agar dipimpin oleh Allah, sehingga masa depan anak tersebut sukses dan
berhasil menjadi pilar-pilar gereja yang tangguh.
2. Sebagai Pelindung
Menurut KBBI, pengertian "pelindung adalah orang yang melindungi".2
Melindungi yang dimaksudkan di sini yaitu "menjaga, merawat, memelihara,
menyelamatkan anak supaya terhindar dari mara bahaya".3 Berdasarkan
pengertian ini dapat dikatakan bahwa peranan orangtua sebagai pelindung adalah
bertanggung jawab untuk memberi perlindungan kepada orang-orang yang ada di
bawah otoritasnya.
Setiap anak merupakan ciptaan Allah, yang diciptakan menurut peta dan
teladan-Nya dan merupakan ciptaan yang termulia dari semua ciptaan Allah.
Itulah sebabnya mereka juga berhak untuk mendapatkan perlindungan yang layak
dari pihak yang bertanggung jawab atas kehidupan mereka. Orangtua perlu
menyadari bahwa perlindungan yang diberikan kepada anak tidak hanya secara
fisik tetapi juga melindungi anak dari pengaruh lingkungan, ajaran-ajaran yang
menyesatkan dan dari penyimpangan norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat setempat.
2 Tim Penyusun, KBBI. (Jakarta Balai Pustaka, 2002). him. 6743 Ibid
61
Menurut Maslow, "anak memiliki lima kebutuhan dasar dan salah satu di
antaranya ialah kebutuhan akan rasa aman".4 Rasa aman pertama-tama diperoleh
anak dari lingkungan di mana ia berada, yaitu keluarga. Jika keluarga memberikan
rasa aman yang cukup kepada anak, maka anak tersebut tidak ragu-ragu membuka
diri untuk membangun relasi yang baik dengan orang lain. Oleh karena itu,
penting sekali orangtua memberikan perlinduugan kepada anak "Orangtua yang
tidak terlalu melindungai atau terlalu pcsesif terhadap anak, mendorong anak
untuk mandiri dan percaya diri".5 Akan tetapi perlindungan yang berlebihan (over
protaction) akan memberikan dampak yang negatif bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak di kemudian hari. Contort negatif ialah anak akan menjadi
seorang pemberontak, sulit bertanggung jawab, tidak percaya diri dan tidak
mandiri. Soelaeman menyatakan, "perlindungan yang tidak diarahkan kepada
lahirnya rasa aman pada anak, ditinjau dari segi pendidikan tidak baik".6 Bila
perlindungan yang diberikan orangtua bersifat memanjakan anak-anaknya atau
dalam arti segala sesuatunya dikerjakan oleh orangtuanya dan jika kebiasaan ini
terus-menerus dipupuk, maka lama kelamaan anak tersebut bergantung kepada
mereka Oleh sebab itu dalam memberi perlindungan kepada anak hendaknya
dibarengi dengan disiplin supaya perlindungan yang orangtua berikan tidak
mengurangi rasa aman anak tetapi sebaliknya, bahkan tidak mengurangi
pengalaman bagi anak untuk bertanggung jawab.
4 May Go Setiawani, Menerobos Dunia Anak. (Bandung: Kalam Hidup. 2000), hlm. 285 Monty P. Satiadama dan Fidelis E. W., Mendidik Kecerdasan. (Jakarta: Pustaka Popular
Obor. 2003). Hlm 1186 M. I. Soelaeman, Pendidikan Dalam Keluarga. (Bandung: CV. ALFABETA, 1994),
hlm. 93
62
3. Sebagai Pendidik
Anak adalah karunia Tuhan yang perlu dipertanggungjawabkan oleh
orangtua di hadapan-Nya. Orangtua berwajiban mendidik anak dengan kebenaran
yang berdasarkan pada kebenaran Alkitab (Ef 6 4) Stephen Tong menyatakan,
"jangan mendidik anak karena mengharapkan mereka menunjang saat kita tua
renta, tetapi didiklah anak dengan baik berdasarkan prinsip-prinsip Alkitab".7
Anak-anak perlu dididik dalam kebenaran-Nya supaya di dalamnya mereka
mempunyai dasar yang kokoh, pendirian yang kuat, bertanggung jawab dan tidak
bersandar kepada manusia tetapi terus mengandalkan Tuhan dalam kehidupannya.
Leatha Humas dan Lieke Simanjuntak menyatakan, "pendidikan yang sejati
mencakup dua hal yaitu; pertama, anak diperkenalkan kepada Allah melalui
Anak-Nya Yesus Kristus sebagai satu-satunya sumber kehidupan yang
memuaskan dan kedua, anak dibimbing supaya hidup sesuai dengan ajaran
firman-Nya".8 Anak-anak yang sudah dibekali dengan ajaran firman Tuhan dan
dibimbing untuk hidup dalam kepercayaan dan kesetiaan kepada Tuhan, ini dapat
menjadi dasar yang kuat untuk perkembangan rohani dan moral anak di masa
sekarang dan akan datang. Toci dalam bukunya menyatakan, "dalam hikmat-Nya,
Tuhan telah memerintahkan supaya keluarga menjadi alat-alat pendidikan yang
paling ampuh dan yang paling penting dari semuanya. Rumah tangga inilah
sekolah pertama dan para bapak ibu adalah guru-gurunya".9 Sebelum anak
memasuki lingkungan yang lebih luas, seperti lingkungan sekolah, lingkungan
7 Stephen Tong, Membesarkan Anak Dalam Tuhan. (Jakarta: LRII, 2003), hlm. 138 Reatha Humas dan Lieke Simanjuntak. Penuntun Guru PAK Sekolah Minggu dan
Sekolah Dasar I dan 2. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998), hlm IV9 Toci R Sakwane. Ajariah Runuh Tangga Anda Bahagia. (Bandung: Kalam Hidup.
1989). hlm 182
63
keluarga sebagai media yang pertama berfungsi untuk menerima kehadiran,
merawat, mendidik dan membesarkan anak sekaligus peletakan dasar kepribadian
bagi anak untuk masa yang akan datang.
Orangtua sebagai pendidik memiliki andil yang sangat besar terhadap diri
anak, sebab orangtualah yang memiliki banyak waktu untuk bersama-sama
dengan mereka.
Singgih D. Gunarsa dan Ny. menyatakan, "lingkungan keluarga acapkali
disebut lingkungan pendidikan informal yang mempengaruhi berbagai aspek
perkembangan anak".10 Pendidikan rohani anak adalah tanggung jawab orangtua
yang sangat besar.
Masa-masa pra-sekolah merupakan masa pendidikan paling primer karena
dari kepribadian (perrumbuhan seutuhnya yaitu (phisik, psikis, moral, mental,
emosi, sosial, intelektual dsb), sudah terbentuk ketika anak pada masa balita.
Dengan demikian seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan anak, orangtua
hendaknya mulai memberikan tanggung jawab kepada anak. Dan tanggung jawab
tersebut perlu disesuaikan dengan tingkat usia dan kemampuan anak, sehingga
mereka dapat melakukankan.
10 Singgih D Gunarsa dan Ny., Psikologi Praktis: Anak Remaia dan Keluarga. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 199S). hlm 104
64
Pendidikan anak bukanlah suatu tanggung jawab orangtua yang sederhana
Yakub Susabda menyatakan, "tentu kita telah mendengar dan mengamati begitu
banyak orangtua Kristen yang 'kurang berhasil' dalam mengemban tugas dari
Allah Bahkan kadang-kadang orangtua Kristen yang 'selalu berusaha ’ menerapkan
panggilan Allah pun tidak berhasil mengadakan famili altar yang benar".11 Oleh
sebab itu, masalah mendidik anak usia berapapun menjadi masalah yang sangat
sensitif dalam kehidupan keluarga, karena ini menyangkut kehidupan masa depan
sangat dipengaruhi oleh kehidupan masa kecilnya.
Pendidikan dalam keluarga dapat dikomunikasikan secara verbal dan non-
verbal kepada anak. Pendidikan yang diberikan secara verbal dapat dilakukan
dengan membenkan perintah secara langsung kepada anak untuk menunjukkan
apa yang perlu dilakukan dan melarang apa yang tidak boleh mereka lakukan.
Dalam hal ini dibutuhkan adanya prinsip yang tegas, penegasan serta metode yang
konsisten. Jika anak dilarang oleh orangtua melakukan kesalahan pada suatu
waktu, perlu pula dilarang apabila dilakukan kembali pada waktu yang lain, dan
begitu sebaliknya. Sikap konsisten pada diri orangtua dalam mendidik dapat
menjadi teladan bagi anak untuk bertanggung jawab atas setiap perkataan mereka.
Akan tetapi tanpa ada konsistensi dapat mengaburkan pengertian anak tentang apa
yang boleh dan tidak boleh dilakukan bahkan dapat menimbulkan konflik dalam
diri anak dan anak akan menggunakan hal tersebut sebagai alasan untuk tidak
melakukan tugas dan tanggung jawab yang telah diajarkan orangtuanya.
Pendidikan secara non-verbal yang dimaksudkan di sini adalah melalui sikap atau
11 Yakub Susabda. Pembinaan Keluarga Kristen 2. (Malang: Lembaga Bina Keluarga Kristen, 1990). hlm 90
65
tindakan orangtua sebagai patokan, contoh atau model agar ditiru oleh anak.
Misalnya; dalam hal kerohanian orangtua mempunyai persekutuan yang indah
dengan Tuhan, dalam hal pekerjaan orangtua selalu mengerjakan apa yang
menjadi tugasnya sampai tuntas, dalam hal materi ia mernpergunakannya sesuai
dengan fiingsinya. Melalui contoh-contoh ini anak dapat menjadikannya sebagai
pengalaman yang baik yang tidak terlupakan bahkan sampai pada akhirnya
mereka dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan melalui proses meniru yang terjadi secara langsung pada diri anak
dapat membantu mereka untuk mengembangkan dirinya. Oleh sebab itu, orangtua
diharapkan dapat menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya. Alex Sobur
menyatakan, "dalam mengajarkan tanggung jawab kepada anak akan lebih
berhasil dengan memberikan suatu teladan yang baik".12 Jadi, orangtua tidak
hanya mengajarkan apa yang perm dilakukan dan bagaimana melakukan, tetapi
juga memberi contoh. Adanya contoh atau teladan yang baik yang diberikan
orangtua, dapat membangkitkan motivasi bagi anak untuk belajar bertanggung
jawab.
Orangtua Sebagai pendidik, tidak pernah lepas dari kekurangan dan
kelemahan, karena orangtua juga merupakan manusia biasa yang penuh dengan
keterbatasan Untuk itu orangtua perlu mengandalkan Tuhan dan memohon
pimpinan Roh Kudus untuk menolong dalam mendidik anak, karena hanya
melalui pertolongan Roh Kudus orangtua akan memperoleh hikmat dan
kebijaksanaan untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya Dan hanya
12 Alex Sobur, Butir-Butir Mutiara Rumah Tangga. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 19X7). him. 246
66
Dialah yang dapat memberikan pencerahan dan membuka mata hati setiap orang
untuk memahami kebenaran-Nya (Ef. 316-18).
4. Sebagai Motivator
Untuk memahami dan mengerti tentang orangtua sebagai motivator
terlebih dahulu dijelaskan apa arti dari motivator itu sendiri. Motivator sangat
berhubungan erat dengan motivasi Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang
berarti menggerakkan Menurut Mil Gard yang dikutip oleh Pasaribu menyatakan,
"motivasi adalah suatu keadaan dalam individu yang menyebabkan seseorang
melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu"13 Dan pengertian
motivator menurut KBB1 adalah, "orang (perangsang) yang menyebabkan
timbulnya motivasi pada orang lain untuk melaksanakan sesuatu".14 Jadi,
berdasarkan pengertian ini maka motivator dapat diartikan sebagai orang yang
memberi dorongan atau pemberi stimulus kepada orang lain agar dapat melakukan
suatu aktivitas tertentu.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pemberian motivasi bertujuan untuk
menggerakkan atau mendorong seseorang agar dapat melakukan sesuatu yang
ingin dicapai. Bersamaan dengan itu, Syaiftil Bahri Djamah menyatakan, "fungsi
motivasi terpenting adalah sebagai pendorong timbulnya aktivitas, sebagai
pengarah dan sebagai penggerak untuk melakukan suatu pekerjaan".15
Berdasarkan fungsi motivasi ini, hendaknya dapat menjadi panutan bagi para
13 I. L Pasaribu & B. Simanjuntak, Proses Belajar Mengajar. (Bandung: Tarsito. 1983). hlm. 51
14 Tim Penyusun, KBBI. (Jakarta: Balai Pustaka. 1991). hlm. 66615 Syaiful Bahri Djamah, Psikologi Belaiar. (Jakarta: PT Rineka Cipta. 2(M)2). hlm. 63
67
orangtua dalam memotivasi anak-anak mereka untuk melakukan apa yang
menjadi tanggung jawabnya sebagai anak.
Anak-anak memerlukan lebih banyak dorongan untuk melakukan
perbuatan yang positif daripada kritikan terhadap perbuatan yang negatif. Untuk
itu orangtua hendaknya memberikan dorongan positif pula kepada anak
supaya mereka termotivasi untuk melakukan apa yang dibebankan kepadanya.
Thamrin & Nurhalijah Nasution menyatakan, "Dunia anak akan lebih cemerlang
dan mengairahkan bila orangtua selalu memberikan dorongan dan semangat
kepada mereka dalam bentuk pujian, yang dapat membangkitkan keberaniannya
dalam mengarungi kehidupan ini".16 Dorongan atau motivasi yang diberikan
kepada anak dapat berupa pujian. Misalnya, anak telah berhasil melakukan suatu
pekerjaan dengan baik, orangtua hendaknya memberikan pujian kepada anak
tersebut Karena jika orangtua mengkritik anak maka itu akan merugikan diri anak
dan anak tidak dapat memperhatikan apa yang perlu ditingkatkan dan yang perlu
ditinggalkan. Akan tetapi jika seorang anak belum berhasil, orangtua bertanggung
jawab untuk menyatakan kekurangan dan kelemahan mereka dengan tidak
mengendorkan semangat anak tersebut Contohnya, jikalau anak sudah melakukan
sesuatu dengan hasil yang belum maksimal, orangtua dapat menyatakan bahwa
"Bagus sekali pekerjaanmu, tetapi akan lebih bagus lagi jikalau lebih
ditingkatkan."
16 Thamrin & Nurhalijan Nasution, Anak Balita Dalam Keluarea. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998).
68
Cara yang lain yang dapat dilakukan orangtua sebagai motivator adalah
memberi kejelasan tujuan kepada anak tentang tanggung jawab yang akan
diajarkan kepada mereka Jika anak mengetahui apa yang menjadi tujuan dari
tanggung jawab yang diajarkan orangtuanya baik saat itu maupun di masa yang
akan datang, maka anak itu sendiri akan termotivasi untuk melakukannya karena
ia akan menyadari bahwa semua itu mendatangkan kebaikan bagi dirinya.
Selain itu orangtua juga perlu memperkenalkan talenta dan bakat anak,
sehingga anak dapat menyadari bahwa sesungguhnya dia mempunyai kelebihan
dan melaluinya anak tersebut termotivasi untuk mengembangkannya. Orangtua
hendaknya tidak hanya sampai pada taraf memperkenalkan tetapi perlu juga
mendampingi dan mengarahkan anak dalam mengembangkan talenta dan
bakatnya.
Semua bentuk-bentuk motivasi yang diberikan orangtua kepada anak
diharapkan dapat -membangkitkan rasa tanggung jawab bagi anak dalam
merealisasikan apa yang telah orangtua ajarkan.
5. Sebagai Fasilitator.
Orangtua yang berperan sebagai fasilitator berarti ia memiliki kemampuan
yang dapat diandalkan untuk menyediakan fasilitas bagi anak-anaknya dalam
mengembangkan tanggung jawab mereka. Pengertian fasilitator menurut KBBI
adalah "orang yang menyediakan fasilitas, penyedia dalam konsep belajar
sendiri".17 Sehubungan dengan pengertian di atas, sebagai fasilitator, orangtua
17 Tim Penyusun, Op. Cit. hlm 314
69
bertanggung jawab dalam menyediakan segala sesuatunya baik berupa sarana dan
prasarana untuk dipakai dalam memaksimalkan potensi yang ada pada diri anak.
Orangtua perlu menyadari bahwa setiap anak diciptakan secara unik dan
diperlengkapi dengan berbagai potensi yang unik pula. Dengan adanya bakat dan
potensi anak yang berbeda-beda, maka diharapkan orangtua dapat cermat dalam
melihat apa yang menjadi kebutuhan anak. Dalam arti orangtua sebagai fasilitator
dapat menyediakan fasilitas yang disesuaikan dengan bakat dan potensi yang
dimiliki oleh setiap anak. Dengan demikian segala fasilitas yang disediakan
orangtua benar-benar dapat menunjang anak untuk mengembangkan bakat dan
potensinya.
Hal lain yang dapat dimiliki oleh orangtua sebagai fasilitator adalah
kerelaan dan ketulusannya dalam memberi diri menjadi sukarelawan untuk
menolong anak dalam menjalani proses pellgembangan setiap keahlian yang
dimilikinya. Dengan demikian orangtua sebagai fasilitator perlu juga menfasilitasi
dirinya dengan berbagai keahlian sehingga ia benar-benar dapat menjadi fasilitator
yang baik.
Jadi orangtua sebagai fasilitator yang dimaksudkan di sini adalah orangtua
yang dapat memahami pribadi setiap anak, menyediakan fasilitas yang sesuai
dengan kebutuhan serta menjadi sukarelawan untuk membantu anak dalam
mengembangkan potensi dan bakat mereka.
70
B. Jenis-Jenis Tanggung Jawab Yang Diajarkan Kepada Anak Usia 7-15
Tahun
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dan
beberapa orang yaitu ayah, ibu dan anak. Setiap anggota keluarga mempunyai
tanggung jawab masing-masing dan sifatnya saling mempengaruhi satu sama lain
Soelaeman menyatakan. "tanggimg jawab masing-masing anggota keluarga
seyogyanya berjalan seirama, saling mengisi dan melengkapi, searah dan
setujuan".18 Prinsip ini sangat penting untuk dimiiiki oleh setiap keluarga sehingga
di dalam msnjalankan tungsinya masing-masing tidak terjadi suatu ketimpangan,
melainkan dapat saling menopang satu dengan yang lainnya.
Namun perlu diketahui bahwa tanggung jawab yang diemban oleh anak
khususnya usia 7-15 tahun tentu berbeda dengan tanggung jawab orang dewasa.
Sebab pada hakikatnya anak usia 7-15 tahun masih bergantung kepada orangtua
atau yang dekat dengan mereka. "Tanggung jawab pada anak sebenarnya harus
diartikan sebagai belajar bertanggung jawab".19 Berangkat dari pemahaman ini,
orangtua hendaknya dapat termotivasi untuk meluangkan waktunya dan tenaganya
dalam mengajarkan berbagai tanggung jawab kepada anak-anaknya. Adapun
jenis-jenis tanggung jawab yang perlu diajarkan kepada anak antara lain;
1. Kerohanian
Salah satu tanggung jawab yang hakiki dalam kehidupan setiap manusia
tennasuk anak usia 7-15 tahun yang berhubungan dengan masalah rohani adalah
hidup takut akan Tuhan (UI 6:2, 13; 10:12). Tetapi yang menjadi persoalan
18 Soelaeman, Pendidikan Dalam Keluarga. (Bandung: Kalam Hidup.), hlm. 15319 Ibid, hlm. 155
71
kemampuan anak usia 7-15 tahun untuk mengerti sesuatu sangat terbatas.
Meskipun demikian bukan berarti bahwa anak akan bebas dari tanggung jawab
atas kerohanian mereka Orangtua perlu menyadari tentang tanggung jawab untuk
kerohanian anak-anak, pertama-tama akan dituntut dari orangtua mereka, bukan
Pendeta, guru sekolah minggu atau petugas-petugas rohani lainnya. Untuk itu
orangtua wajib mengajar, mendidik dan membimbing anak-anaknya sesuai
dengan ajaran dan nasihat Tuhan (Ef. 6:4). Mendidik anak untuk hidup takut akan
Tuhan merupakan suatu prioritas yang utama dari setiap pengajaran yang lain
dalam keluarga.
Dalam pengajaran orangtua, pertama-tama yang perlu mereka tekankan
adalah memberi kesadaran kepada anak bahwa dirinya adalah orang berdosa.
Firman Tuhan berkata: Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah
kehilangan kemuliaan Allah (Rom 3:23) dan upah dosa adalah maul (Rom. 6:23)
Allah mengutus anak-Nya datang ke dunia demi menebus dosa-dosa manusia
(Yoh 3:4).
Orangtua perlu memperhatikan pengajaran yang benar tentang anugerah
dan kebesaran kasih Allah kepada orang yang mengasihi Dia Jika anak menyadari
bahwa dirinya adalah orang berdosa dan mengetahui tentang anugerah dan
kebesaran kasih Allah, maka anak tersebut akan dituntut untuk mengakui dosa dan
meminta pengampunan Yesus Sane Juruselamat Alkitab secara jelas berkata "jika
kita mengaku dosa kita, maka la adalah setia dan, sehingga la akan mengampuni
segala
72
dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan" (1 Yoh 1 9) Dan jika
seorang anak menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruslamatnya, anak
tersebut akan menerima pengampunan dari Dia Di saat itu juga Roh Kudus akan
selalu menyertai dia disepanjang kehidupannya, sehingga ia akan semakin
bertumbuh dengan benar di dalam Kristus.
Jadi sebagai orang percaya atau anak yang sudah ditebus dan
diselamatkan, pasti memiliki tanggung jawab secara rohani di hadapan Tuhan,
yaitu hidup takut akan Dia Tetapi perlu dibimbing dan diarahkan oleh orangtua
secara benar.
2. Moral
Istilah moral berasal dari "kata Latin, mos (moris), yang berarti adat
istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tata cara kehidupan".20 Dan
pengertian moralitas adalah "kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan,
nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral".21 Sedangkan menurut Singgih D. Gunarsa
dan Ny. Menyatakan, "pengertian moralitas berhubungan dengan keadaan nilai-
nilai moral yang berlaku dalam suatu kelompok sosial atau masyarakat".22 Jadi,
dari beberapa pandangan tentang moral di atas maka dapat dipahami bahwa suatu
tingkah laku bermoral apabila tingkah laku tersebut sesuai dengan nilai moral
yang berlaku dalam lingkungan di mana seseorang berada.
20 H. Syamsu Yusuf. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. (Bandung: PT RemajaRosdakarya. 2004). hlm 13221 Ibid
22 Singgih D. Gunarsa dan Ny. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaia. (Jakarta: BPK Gunun
73
Ketika seorang anak berusia 7-15 tahun, anak sudah memiliki dasar
tentang sikap moralitas terhadap kelompok sosialnya. Anak mulai belajar
memahami kegiatan atau perilaku tentang sifat yang diterima atau ditolak oleh
kelompok sosialnya. Melalui pengalaman interaksinya dengan orang lain konsep
anak usia ini tentang perbuatan baik dan buruk hanya sebatas pada pemuasan
dirinya sendiri. Menurut pendapat Kohlberg yang dikutip oleh Phil. Eka
Darmaputera menyatakan, "nilai moral yang berlaku pada jenjang ini (pra-
konversional) bersitat instumental. Artinya, sebagai alat untuk mencapi
kenikmatan yang sebanyak-banyaknya dan mengurangi kesakitan sedapat-
dapataya".23
Pernyataan di atas menegaskan bahwa anak di usia 7-15 tahun menaati
peraturan karena takut dihukum, ia juga bersikap baik kepada orang lain karena
anak ingin orang lain bersikap baik kepadanya Anak usia ini sangat egois, semua
berpusat pada diri sendiri. Dengan demikian tidak ada alasan bagi orang tua untuk
menghindari peranannya menasihati dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan
yang benar supaya anak memiliki nilai moral yang baik Adapun nilai-nilai moral
yang dimaksud yaitu," (a) berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban
dan keamanan. memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, (b)
larangan mencuri, bernama, membunu. minum-minuman keras dan berjudi".24
Melalui pengajaran dan nasihat orangtua, anak diharapkan dapat membawa anak
untuk hidup bertanggung jawab di dalam memelihara moral yang baik.
23 Phil Eka Darmaputera. Etika Sederhana Untuk Semua. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1993), hlm 28
24 H. Syamsu Yusuf, Op. Cit.
74
3. Disiplin
Manusia membutuhkan peraturan atau norma-norma hidup Karena
manusia hidup dan diatur oleh norma dan peraturan yang berlaku di dalam
keluarganya maupun lingkungannya Jika manusia hidup dengan bebas dan tidak
dibatasi dengan aturan-aturan yang berlaku maka kehidupan manusia akan kacau
dan hancur, Alex Sobur menyatakan, "manusia yang tidak dapat mengendaiikan
hidupnya dengan aturan-aturan yang baik, tidak dapat mencapai sukses".25
Demikian halnya dalam keluarga, kehidupan yang teratur memegang peranan
penting. Sebab tanpa keteraturan, keluarga akan kacau dan anggota-anggotanya
tidak akan merasa tenang dan bahagia. Tuhan menghendaki supaya segala sesuatu
di dunia ini berlangsung dengan sopan dan teratur (1 Kor. 44:40). Karena itu
orangrua di harapkan untuk melatih anak-anaknya agar hidup secara teratur,
sehingga kapanpun, di manapun dan kondisi bagaimanapun anak dapat hidup
secara teratur. Hal ini dapat dimulai dengan cara menegakkan disiplin dalam
mendidik anak. "Orangtua yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai
penanggungjawab anak-anaknya dalam rumah tangga, akan selalu menerapkan
suatu disiplin supaya mereka dapat mengikuti secara wajar pertumbuhan dan
perkembangan dirinya".26
25 Alex Sobur, Op. Cit.. hlm. 6026 Thamrin Nasution. Pendidikan Remain Dalam Keluarga. (Jakarta Gama Cipta. 1984).
hlm 140
75
Jika orangtua menerapkan disiplin dengan benar kepada anak, maka dapat
menolong anak untuk mengetahui dan memahami perilaku yang benar untuk
dapat dilakukan Thamrin & Nurhalijah Nasution menyatakan, "bila para
orangtua mengadakan suatu peraturan disiplin dalam rumah tangga, maka dengan
sendirinya anak-anak pun akan dapat mengetahui dan menjalankan kebajikan-
kebajikan yang diinginkan dengan baik".27 Berdasarkan pemahaman ini maka
orangtua perlu sehati dan bersikap konsisten dalam memberikan disiplin kepada
anak, sehingga anak benar-benar dapat memahami bahwa apa yang mereka
lakukan itu terpuji atau sebaliknya. Tetapi jika orangtua tidak konsisten dalam
mendisiplin anak, dalam arti selalu berubah-ubah, maka anak akan bingung, tidak
tahu apa yang akan dilakukan dan siapa yang akan ditaati serta tidak jelas apa
yang diharapkan darinya Oleh sebab itu sikap konsistensi dari pihak orangtua
dalam mendisiplin anak benar-benar sangat diharapkan.
Anak usia 7-15 tahun perlu dibiasakan hidup dalam berdisiplin, seperti; anak
makan pada waktunya, tidur pada waktunya, demikian juga bermain, belajar,
menonton TV dan sebagainya. Alex sobur menyatakan,
Bagi anak-anak yang masih kecil, tidur siang sangat perlu, untuk itu jam-
jam tidur harus ditemukan Dan waktu-wakil tidur malampun demikian,
bila anak-anak sudah sepakat pada setiap jam sembilan malam, biarlah itu
ditaati.. Dalam hal makan, harus pula ada keteraturan waktu, makan pagi,
makan siang dan makan sore Karena itu dapat membantu dan memelihara
kesehatan mereka.28
27 Thamrin Nurhalijah Nasution. Op. Cit, hlm. 4728 Alex Sobur. Op. Cit. hlm. 62
76
Jadi, jika sejak dini seorang anak telah dilatih untuk hidup disiplin, maka
dengan sendirinya dikemudian hari anak akan terbiasa disiplin bahkan akan
menyukai kehidupan yang berdisiplin pula.
4. Kebersihan
Setiap orang mendambahkan lingkungan yang bersih dan sehat.
Lingkungan yang bersih dan sehat selain pangkal kesehatan juga dapat
memberikan suasana aman, damai, sejuk, dan menyenangkan dalam did
seseorang.
Sejak kecil ariak dapat dilatih untuk hidup bersih. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara membiasakan anak untuk bertanggung jawab atas kebersihan dirinya,
seperti; cuci tangan sebelum makan, gosok gigi sebelum tidur dan setelah bangun
pagi, mandi bersih, cuci kaki sebelum tidur, membuang sampah pada tempatnya
dan merapikan kembali mainannya yang sudah dipakai bermain.
Hal yang lain dapat dilakukan orangtua untuk mengajarkan anak
bertanggung jawab dalam hal kebersihan adalah melibatkan anak untuk turut
berpartisipasi dalam menjaga kebersihan lingkungan rumah. Pada umumnya anak
usia 7-15 tahun belum maksimal untuk melakukan sesuatu yang diharapkan dari
mereka, tetapi hal ini tidak menjadi alasan untuk tidak memberikan tanggung
jawab kepada anak khususnya dalam hal kebersihan. Alex Sobur menyatakan,
Harus diakui, bahwa umumnya pekerjaan yang dilakukan oleh anak tidak sebaik hasil pekerjaan orang dewasa, karena bentuk fisik yang belum sempurna dan tangan yang belum terampil, dengan demikian kemungkinan-kemungkinan untuk gagal memang besar sekali. Yang penting di sini Anda harus selalu ingat tujuan dari latihan-latihan itu bukanlah hasil yang dicapai anak pada saat itu yaitu hasil jangka panjang,
77
yaitu membekali anak untuk mencintai kebersihan, menanamkan rasa gotong royong dan rasa tanggung jawab terhadap keluarga.29
Dengan demikian, jika seorang anak gagal melakukan tanggung jawabnya,
orangtua hendaknya tidak berkecil hati. Tetapi sebaiknya orangtua meyakinkan
anak tersebut, sehingga anak tidak minder tetapi tetap termotivasi untuk
bertanggung jawab dalam hal kebersihan.
5. Ketrampilan
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa setiap anak diciptakan unik dengan
diperlengkapi dengan berbagai potensi yang unik pula untuk dipertanggung
jawabkan di hadapan Tuhan. Seperti perumpamaan Tuhan Yesus menyatakan,
Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing mereka kesanggupannya, lalu ia berangkat Segera pergilah hamba yang menerima lima talenta itu la menjalankan uang itu lalu beroleh laba lima talenta Hamba sang memerima dua talenta itu pun berbuat demikian juga dan berlaba dua talenta Tetapi hamba yang menerima satu talenta itu pergi dan menggali fobang di dalam tanah lalu meneyembunyikan uang tuannya Lama sesudah itu pulanglah tuan hamba-hamba itu lalu mengadakan perhitungan dengan mereka (Mat 25:15-19)
Dan perumpamaan di atas, jelas bahwa setiap orang mempunyai talenta
dan Tuhan menghendaki agar setiap talenta atau potensi tersebut hendaknya
dikembangkan sehingga pada akhirnya dapat berguna bagi diri sendiri, keluarga,
gereja, dan masyarakat terlebih untuk kemuliaan bagi Nama Tuhan Hal yang sama
diungkapkan oleh Rasul Paulus yang menyatakan, "Jangan lalai dalam
29 Ibid, hlm.256
78
mempergunakan karunia yang ada padamu oleh nubuat dan penumpangan tangan
sidang penatua (I Tim. 4:14) Ayat ini memberikan pernyataan tentang pentingnya
pengembangan suatu kemampuan yang dimiliki oleh setiap manusia.
Anak perlu menyadari bahwa segala sesuatu yang ada padanya adalah
anugerah dari Allah semata. Karena itu anak tidak perlu menjadi sombong dengan
adanya kemampuan atau pdtens yang dimilikinya. Tetapi anak perlu bertanggung
jawab untuk mempergunakan potensi tersebut untuk hormat dan kemuliaan Nama
Tuhan.
6. Materi
Kebutuhan materi adalah salah satu kebutuhan yang sangat periling dalam
menunjang kelangsungan hidup manusia, maka tidak mengherankan jika manusia
menghabiskan waktunya untuk mengumpulkan materi dan mengaibaikan
tanggung jawab yang lainnya. Akan tetapi orangtua yang baik adalah orangtua
yang mau menolong anaknya untuk bertanggung jawab atas berkat dan anugerah
Tuhan khususnya dalam hal materi.
Salah satu jenis tanggung jawab yang perlu dimiliki oleh setiap anak
adalah bertanggung jawab atas materi yang dimilikinya. Orangtua hendaknya
dapat memberikan pengertian kepada anak tentang nilai barang dan sekaligus
mengajar mereka membiasakan diri bertanggung jawab memelihara dan memakai
setiap barang dengan baik dan benar. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh
para orangtua untuk menolong anak supaya makin mengerti tentang nilai barang
dan bertanggung jawab terhadap setiap barang. Paul Lewis menyatakan,
79
1. Batasilah jumlah barang yang haras dipelihara dan dijaga oleh anak Anda. Jika ia diberi terlalu banyak mainan, tidaklah mungkin bagi anak itu untuk memandang setkp mainan ku sebagai barang yang berharga: Usahakanlah untuk menggilir mainan-mainannya, sebagaina disimpan untuk sementara waktu sehingga mainan-mainan itu terasa "baru" lagi bila kemudian dikeluarkan kembali.
2. Tolong anak itu untuk dapat membeli barang-barang yang diingininya dengan uangnya sendiri Jika anak itu mengerti upaya yang diperlukan agar dapat membeli sesuatu, ia akan dapat lebih menghargai barang itu.
3. Jika suatu barang rusak atau hancur karena perlakuan yang kasar atau karena kelalaiannya, suruhlah anak itu membayar dengan uangnya sendiri untuk perbaikan atau untuk mengganti yang diperlukan.
4 Ajarkanlah untuk menghormati barang-barang kepunyaan orang lain dengan cara menetapkan pedoman-pedoman di dalam keluarga Anda tentang penggunaan barang-barang milik orang lain Masukkan juga aturan-aturan tentang meminta izin untuk meminjam dan memperbaiki atau mengganti barang-barang pinjaman yang rusak atau yang habis terpakai.30
Dengan demikian orangtua dapat mengajar anak-anaknya untuk
bertanggung jawab atas berkat Tuhan berupa materi Misalnya, makanan yang
sudah diambil untuk dimakan perlu dihabiskan, uang jajan yang dipakai untuk
hal-hal yang bermanfaat atau menjaga dan merawat mainan dan perabotan rumah,
membuang sampah pada tempatnya, tidak mencoret tembok atau dinding rumah,
tidak bermain di atas tempat tidur dan menjaga semua kerapian di dalam rumah
Dengan demikian anak telah dagpat bertanggung jawab untuk berkat-berkat yang
Tuhan berikan.
30 Paul Lewis. 40 Cara Mengarahkan Anak. (Bandung: Kalam Hidup. t,th ). him 181-182
80
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dalam setiap jenjang. usia memiliki ciri khas tersendiri. Seorang anak
yang berusia 3-5 tahun tidak dapat disamakan dengan anak usia akhir kanak-
kanak. Semua itu dapat terlihat dengan memperhatikan berbagai aspek yaitu,
aspek fisik, sosial, mental, moral, emosi dan rohani. Setiap orangtua diharapkan
perlu memperhatikan akan hal ini supaya orangtua dapat memperlengkapi anak
sesuai dengan kebutuhannya. Realita yang ada tidak semua orangtua manipu
memaksimalkan dirinya untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Hal
mi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti; kerohanian, pendidikan
orangtua yang kurang mendukung, psikologi, ekonomi, sosial dan pengaruh audio
visual.
Berdasarkan landasan teologis tentang peranan orangtua dalam
mengajarkan tanggung jawab bagi anak usia 3-5 tahun yang dijelaskan dalam PL
dan PB, khusus dalam Ulangan 6.4-4. Amsal 22 6 dan Injil Matius 18 & 19,
Markus 10; Lukas 19 ; II Timotius 1:5; 3:15), orangtua dituntut untuk terus-
menerus mengajar, mendidik dan membimbing anak dari sejak dim sesuai dengan
ajaran firman Tuhan, dan mengarahkan mereka ke jalan yang benar, agar anak
dapat hidup menurut Firman Tuhan.
Peranan orangtua dalam mengajarkan tanggung jawab kepada anak adalah
sebagai imam, pelindung, pendidik, motivator, fasilitator. Tanggung jawab yang
81
81
perlu diajarkan orangtua kepada anak antara lain, masalah kerohanian, moral,
disiplin, kebersihan, ketrampilan dan materi (benda, barang).
B. Saran
1. Orangtua Kristen perlu memahami secara jelas tentang ciri perkembangan
anak dan hambatan-hambatan dalam mengajarkan tanggung jawab kepada
mereka.
2. Orangtua Kristen sebagai wakil Allah perlu menyadari tanggung jawabnya
untuk mengajar dan mendidik anak menurut kebenaran Firman Tuhan.
3. Orangtua Kristen hendaknya dapat menjadi teladan dalam mengajarkan
tanggung jawab kepada anak.
4. Orangtua Kristen perlu memahami peranannya yang dapat dilakukan di
dalam mengajarkan tanggung jawab kepada anak.
5. Bagi setiap pengajar perlu memiliki kualifikasi dan pemahaman tentang
karakteristik anak.
Akhirnya penulis menyarankan kepada pembaca untuk menambahkan
setiap kekurangan dalam penulisan skripsi ini agar dapat bermanfaat bagi para
pembaca terlebih kepada penulis.
82
DAFTAR PUSTAKA
Alkitab.TB-LAl.1996
Abineno, J. L. Ch., Tafsiran Alkitab Surat Efesus. Jakarta: BPK Guriung Mulia, 1997
All, Moh dan Asrori, Moh, Psikologi Remaia. Jakarta. Bumi Aksara, 2004
Backus, William E Candade, Menjadi Orangtua Yang Berwibawa. Jakarta: Imanuel, 1995
Brubaker, J Omar dan Clark, Robert E, Memahami Sesarna Kita. Malang Gandum Mas, 1972
Cairns, I J, Tafsiran Alkitab Kitab Ulangan Ps 1-11. Jakarta BPK Gunung Mulia, 1997
Christenson, Larry, Keluarga Kristen, Semarang Persekutuan Benania, 1994
Clemes, Harris dan Bean, Reynold, Melatih Anak Bertanggung Jawab. Jakarta BPK Gunung Mulia, 2001
Dahlan, Djawad, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaia. Bandung Remaja Rosdakarya, 2004 '
Darmaputera, Phil. Eka, Etika Sederhana Untuk Semua. Jakarta BPK Guming Mulia, 1993
Djamah, Syaiful Bahri, Psikologi Belaiar. Jakarta. PT Rineka Cipta, 2002
Drescher, John M., Tuiuh Kebutuhan Anak. Jakarta. BPK Gunung Mulia, 1997
Fung, Daniel dan Ming,Cai Yi , Mengembangkan Kepribadian Anak denean Tepat, Jakarta. Prestasi Pustaka, 2003
Graham, Billy, Keluarga Yang Berpusatkan Kristus. Bandung. Kalam Hidup, 1993
Gunarsa, Ny. Y. Singgih D dan Gunarsa, Singgih D., Psikologi Untuk Membimbing. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000
Gunarsa, Singgih D. dan Ny., Psikologi Praktis: Anak. Remaia dan^Keluarga. Jakarta. BPK Gunung Mulia, 1999
83
................................................. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.Jakarta. BPK Gunung Mulia, 1995
................................................. Asas-Asas Psikologi Keluarga Idaman. JakartaBPK Gunung Mulia, 2002
Guthrie, Donald, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3 Matius-Wahyu. Jakarta. OMF, 2003
Hadisubrata, M. S, Mengembangkan Kepribadian Anak Balita. Jakarta. BPK Gunung Mulia, 1997
Hartanto, Endang S., Diktat Psikologi Pendidikan Have, Baverlv La. l^engerti Tingkah Laku Anak-Anak. Bandung. Kalam Hidup, 1977
Heath, W. Stanley, Teologi Pendidikan Anak. Bandung: Kalam Hidup, 2005
Humas, Reatha dan Simanjuntak, Lieke, Penuntun Guru PAK Sekolah Minggu dan Sekolah Dasar 1 dan 2. Jakarta. BPK Gunung Mulia, 1998
Hurlock, Elizabet B., Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga, 1980
J, Margaret B., Ketika Anak Anda Bertumbuh. Bandung. Kalam Hidup, 1997
J., Elissiti, Spiritual Parenting. Curiosia, 2004
LAI, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Malang. Gandum Mas, 2004
Laufer, Ruth dan Dyck, Anni, Pedoman Pelavanan Anak. Malang: Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia, t th
..........................Pedoman Pelavanan Anak. Malang YPII Depertemen Pembinaan Anak & Pemuda, 1993
Lessm, Roy, Disiplin Keluarga. Malang Gandum Mas, 1978
Lewis, Paul, 40 Cara Mengarahkan Anak. (Bandung: Kalam Hidup, t th MacArthur, John, Kiat Sukses Mendidik Anak Dalam Tuhan. Jakarta Imanuel, 2004
Mimery. Nehemiah, Komentar Praktis Injil Sinopsis. Jakana Mimery Press, 1999
Nasution, Thamrin, Pendidikan Remaja Dalam Keluarga. Jakarta Gama Cipta, 1984
Newman, Barclay M , Kamus Yunani-Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002
84
Oswari, E DPH , Keluarga Idaman. Jakarta. BPK Gunung Mulia, 1982
Packer, J I, dkk, Ensiklopedi Fakta Alkitab 2. Malang: Gandum Mas, 200T Pasaribu, I. L. & Simanjuntak, B, Proses Belaiar Mengaiar. Bandung Tarsito, 1983
Rukmini, Sri dan Sundari, Siti, Perkembangan Anak dan Remaia. Jakarta: Rineka Cipta, 2004
Salawane, Toci R., Ajarlah Rumah Tangga Anda Bahagia. Bandung. Kalam Hidup, 1989
Satiadarna, Monty P. dan W., Fidelis E., Mendidik Kecerdasa. Jakarta Pustaka Populer Obor, 2003
Schultze, Quentin J., Menanekan Anak-Anak dari Media. Jakarta: Metanoia, 1996
Selly, Judith Alien, Kebutuhan Rohani Anak. Bandung. Kalanj Hidup, 1982
Setiawani, Mary dan Tong, Stephen, Seni Membentuk Karakter Kristen. Jakarta. LRII, 1995
Setiawani, Mary Go, Menerobos Dunia Anak. Bandung. Kalam Hidup, 2000
Smalley, Gary,'Kunci ke Hati Anak Anda. Batam: Interaksara, 2001
Sobur, Alex, Butir-Butir Rumah Tangga. Jakarta. BPK Gunung Mulia, 1987
Soedarmo, R., Kamus Istilah Teoloei. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001
Soelaeman, M. I., Pendidikan Dalam Keluarga. Bandung: CV. ALFABETA, 1994
Sujiono, Yulia Nurani, Mencerdaskan Perilaku Anak Usia Dini. Jakarta. Elex Media Komputindo, 2005
Surakhmat, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Teknik, Bandung: Tarsito, 1989
Susabda, Yakub, Pembinaan Keluarga Kristen 2. Malang; Lembaga Bina Keluarga Kristen, 1990
Thamrin & Nasution, Nurhaliian. Anak Balita Dalam Keluarga. Jakarta. BPK Gunung Mulia, 1998
Tim Penyusun, KBBI. Jakarta: Balai Pustaka, 1991
85
............... KBBI. Jakarta: Balai Pustaka. 2002
Tjandra, Lukas, Latar Belakang Penanjian Baru 11 Malang Seminar Alkitab Tenggara, 1994
Tong. Stephen. Arsitek Jiwa I. Jakarta, LRIL2003
……….., Stephen, Membesarkan Anak Dalam Tuhan. Jakana: LRII, 2003
Ward, Ted, Nilai-Nilai Hidup Dimulai dari Keluarga. Malang Gandum Mas, 1979
Whetney, F L, Metode Penelitian. Jakana Balai Pustaka, 1990
Wijanarko. Jorat. Mendidik Anak. Jakana Suara Pemulihan, t th
Windradini, Soesilo, Psikologi Perkembangan Masa Kini. Surabaya Usaha Nasional t.th
Yusuf, H Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja: Ban|ung PT Remaja Rosdakarya, '2004.
86
PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING Pembimbing menerima hasil penelitian yang berjudul “PERANAN ORANG
TUA KRISTEN DALAM MENGAJARKAN TANGGUNG JAWAB BAGI
ANAK USIA 7-15 TAHUN (STUDI ALKITABIAH)” yang telah dipersiapkan
dan diserahkan oleh : Nober Buttu Langgi, untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna mamperoleh gelar Sarjana Pendidikan Agama Kristen di Sekolah Tinggi
Theologia Abdi Filadelfia Internasional ( STTAFI ) Jakarta.
Jakarta,...............2013
Dosen pembimbing I Dosen pembimbing II
( Pdt.Dr.Linda Latuputty,M.pd.k ) ( Dani jhoni,M.pd.k,M.pd.k, )
87
i
HASIL PERSIDANGAN
Setelah melalui pengajuan komprehensif skripsi, maka team penguji skripsi
sekolah Tinggi Theologia Abdi Filadelfia Internasional ( STTAFI ) JAKARTA
menyatakan bahwa :
Nama : Nober Buttu LanggiN.I.M : 992311Judul Skripsi : “PERANAN ORANG TUA KRISTEN DALAM
MENGAJARKAN TANGGUNG JAWAB BAGI ANAK USIA 7-15 TAHUN (STUDI ALKITABIAH)”
Dinyatakan :
L U L U S / T I D A K L U L U S
Dengan Nilai :
Dan telah memenuhi persyaratan Akademik Sekolah Tinggi Theologia Abdi
Filadelfia Internasional untuk memperoleh gelar: SARJANA PENDIDIKAN
AGAMA KRISTEN (S.pd.K)
Team Penguji
88
ii
PENGESAHAN LEMBAGA PENDIDIKANSEKOLAH TINGGI THEOLOGI ABDI FILADELFIA
INTERNASIONAL JAKART ( STTAFI )
Dengan pemeriksaan dan penelitian secara akurat dan seksama terhadap karya
ilmiah yang berjudul : “PERANAN ORANG TUA KRISTEN DALAM
MENGAJARKAN TANGGUNG JAWAB BAGI ANAK USIA 7-15 TAHUN
(STUDI ALKITABIAH)”, yang ditulis oleh : Nober Buttu Langgi dengan
Nim : 992311 pada program : Strata Satu (S-1) Pendidikan Agama Kristen, ini
telah dibaca, diterima dan disahkan oleh: Dosen Pembimbing, penguji, Ketua I
Bidang Akademik, maka sebagai Ketua Sekolah Tinggi Theologia Abdi Filadelfia
Jakarta, menyatakan : menerima dan disahkan pada : ............................2013
Jakarta..........................2013
KETUA SEKOLAH TINGGI THEOLOGIABDI FILADELFIA INTERNASIONAL JAKARTA
Prof.DR. Rita Sihotang-Cussoy, M.A
89
iii
KATA PENGATAR
Dengan hormat puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasihnya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai syarat Akademik
dalam menyelesaikan program Strata I (S1) Sarjana Pendidikan Kristen (S.Pd.K).
Dalam Proses Penulisan karya Ilmiah ini, tentu tidak lepas dari material dan
moril dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Pdt. Prof. Dr. Rita Sihotang-Cussoy sebagai pemimpin Sekolah Tinggi
Abdi Filadelfia yang selalu mengarahkan penulis selama menuntut ilmu
di STTAFI.
2. Bpk. Kardinal B. Sihotang sebagai Ketua Yayasan Cinta Kasih yang
selalu memotivasi serta mengarahkan penulis dalam menyelesaikan
karya ilmiah ini.
3. Pdt. Dr. Linda Latuputty, M.Pd. dan Dani jhoni,M.pd.k,M.pd.k, sebagai
Pembimbing yang selalu memberi masukan dan membantu penulis
dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
4. Puket I, II, III yang selalu mendukung penulis selama penyusunan karya
ilmiah ini.
5. Staff da dosen STTAFI yang selalu mengarahkan dan memotivasi
penulis selama menempuh pendidikan di STTAFI.
6. Mama dan papa yang selalu setia dalam memberikan nasehat serta
dukungan kepada penulis baik itu secara materi maupun spiritual.
90
iv
7. Semua keluarga yang selalu memotivasi penulis
8. Mahasiswa yang selalu memberikan dorongan serta masukkan kepada
penulis
9. Semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan karya
Ilmiah ini.
Akhir kata dari penulis ialah semoga karya ilmiah ini dapat berguna bagi
pendidikan agama Kristen terutama pengembangan bagi Kerajaan Allah.
Jakarta,………………2013
Penulis
91
v
DAFTAR ISI
PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING.........................................................i
HASIL PERSIDANGAN...................................................................................ii
PENGESAHAN LEMBAGA PENDIDIKAN..............................................iiiKATA PENGANTAR.....................................................................................iv
DAFTAR ISI ....................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah......................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................4
C. Tujuan Penulisan.....................................................................4
D. Pentingnya Penulisan..............................................................4
E. Hiposkripsi..............................................................................4
F. Ruang Lingkup Penulisan.. ....................................................5
G. Metode Penulisan ...................................................................5
H. Penjelasan Judul .....................................................................5
I. Sistematika Penulisan..............................................................6
BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG ANAK USIA 7-15
TAHUN
A. Ciri Khas Anak Usia 7-15 Tahun........................................7
1. Aspek Fisik ........................................................................8
2. Aspek Sosial .......................................................................9
3. Aspek Mental ...................................................................11
4. Aspek Moral .....................................................................13
5. Aspek Emosi.....................................................................15
6. Aspek Rohani....................................................................17
B. Kebutuhan Anak Usia 7-15 Tahun ...................................19
92
vi
iii
1. Kebutuhan Fisik (Psysiological needs) ............................20
2. Lebutuhan Rasa Aman (Safety needs)..............................21
3. Kebutuhan Rasa Dimiliki dan Kasih (Belongingnes
and love)...........................................................................23
4. Kebutuhan penghargaan Diri (estem needs).....................24
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri (self-actualization needs).....26
C. Kendala Yang dihadapi Orang Tua Kristen Dalam
Mengajarkan Tanggung Jawab Bagi Anak Usia 7-15
Tahun ................................................................................27
1. Faktor Kerohanian.........................................................28
2. Faktor Pendidikan..........................................................29
3. Faktor Psikologi.............................................................31
4. Faktor Sosial..................................................................33
5. Faktor Ekonomi.............................................................34
6. Faktor Audio Visual......................................................35
BAB III LANDASAN TEOLOGIS TENTANG PERANAN
ORANGTUA KRISTEN DALAM MENGAJARKAN
TANGGUNG JAWAB BAGI ANAK USIA 7-15 TAHUN
A. Perjanjian Lama ................................................................37
B. Perjanjian Baru..................................................................52
BAB IV PERANAN ORANGTUA KRISTEN DALAM
MENGAJARKAN TANGGUNG JAWAB BAGI
ANAK USIA 7-15 TAHUN
A. Tanggung Jawab Orangtua Kristen.......................................59
1. Sebagai Imam ...............................................................59
2. Sebagai Pelindung.........................................................61
93
vii
3. Sebagai Pendidik...........................................................63
4. Sebagai Motivator.........................................................67
5. Sebagai Fasilitator.........................................................69
B. Jenis-Jenis Tanggung Jawab Yang Diajarkan kepada
Anak Usia 7-15 Tahun.......................................................71
1. Kerohanian....................................................................71
2. Moral.............................................................................73
3. Disiplin..........................................................................75
4. Kebersihan ....................................................................77
5. Ketrampilan...................................................................78
6. Materi............................................................................79
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan........................................................................81
B. Saran..................................................................................82
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................83
BIODATA PENULIS
94
viii