ABALABAL

152
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini, penulis akan membahas: Latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, pentingnya penulisan, hipotesis, ruang lingkup penulisan, metode penelitian dan penulisan, penjelasan judul, dan sistematika penulisan. A. Latar Belakang Masalah Mengajarkan tanggung jawab bagi anak merupakan hal yang urgen, karena setiap anak dituntut untuk bertanggung jawab terhadap dirinya sebagai individu yang secara terus menerus mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Seiring dengan perkembangan kepribadian anak, anak diberi tanggung jawab yang sesuai dengan tingkat usia dan kemampuannya supaya anak dapat percaya diri, mandiri, dan bertanggung jawab. Harris Clemes dan Reynold Bean mengemukakan, "melatih anak bertanggung jawab adalah hadiah paling 1

description

ABALABAL

Transcript of ABALABAL

Page 1: ABALABAL

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini, penulis akan membahas: Latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, pentingnya penulisan, hipotesis,

ruang lingkup penulisan, metode penelitian dan penulisan, penjelasan judul, dan

sistematika penulisan.

A. Latar Belakang Masalah

Mengajarkan tanggung jawab bagi anak merupakan hal yang urgen, karena

setiap anak dituntut untuk bertanggung jawab terhadap dirinya sebagai individu

yang secara terus menerus mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Seiring

dengan perkembangan kepribadian anak, anak diberi tanggung jawab yang sesuai

dengan tingkat usia dan kemampuannya supaya anak dapat percaya diri, mandiri,

dan bertanggung jawab.

Harris Clemes dan Reynold Bean mengemukakan, "melatih anak

bertanggung jawab adalah hadiah paling penting yang kita berikan kepadanya.

Dari situ akan tumbuh kemampuan untuk mengurus diri sendiri dan melakukan

fungsinya kelak sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab".1 Jika anak tidak

dilatih memikul tanggung jawab, akan tetap bergantung pada orang lain dan tidak

dapat mandiri.2 Dari pernyataan ini, pengaruh tanggung jawab orangtua dalam

1 Harris Clemes dan Reynold Bean, Melatih Anak Bertanggung Jawab. (Jakarta BPK Gunung Mulia, 2001), hlm. ix

2 M. S. Hadisubrata, Mengembangkan Kepribadian anak Balita. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), hlm 79

1

1

Page 2: ABALABAL

menentukan pola hidup anak dikemudian hari.

Berhubungan dengan hal di atas, sejak usia dini anak diberi tanggung jawab.

Karena masa ini merupakan masa yang paling penting bagi seorang anak dalam

pembentukan kepribadiannya.

Oswari menyatakan, "anak yang sejak kecil diberi tanggung jawab tentu

akan berkembang dengan penuh kemantapan dalam menghadapi persoalan yang

timbul pada dirinya".3 Sangat disayangkan bila di usia ini anak tidak diberi

tanggung jawab karena "tanggung jawab bukanlah sesuatu hal yang di bawah

sejak lahir melainkan di pelajari melalui pengalaman hidup sehari-hari".4 Dengan

kata lain tanggung jawab yang dimiliki oleh setiap anak diperoleh melalui

pengarahan dan pemupukan dari sistem nilai-nilai positif dalam lingkungan di

mana anak dibesarkan.

Dalam hal mengajarkan tanggung jawab bagi anak sangat dipengaruhi oleh

faktor lingkungan khususnya lingkungan keluarga. Yang mana, keluarga

merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh anak untuk mendapat

pendidikan informal serta pengalaman-pengalaman hidup lainnya. Seperti yang

dikemukakan oleh Thamrin Nasution dan Nurhalijah Nasution,

Pengalaman anak dalam rumah tangga akan turut mewarnai tingkah

lakunya dalam masa kehidupannya di luar rumah tangga kelak. Dalam rumah

tangga anak mudah sekali memperoleh pendidikan, yaitu melalui ibunya dan

3 E Oswari DPH, Keluarga Idaman. (Jakarta BPK Gunung Mulia, 1982), hlm. 24 4 Harris Clemes dan Reynold Bean, Op Cit, hlm 9

2

Page 3: ABALABAL

anggota keluarga lainnya. Pendidikan rumah tangga adalah sekolah yang pertama

dan utama yang dialami oleh anak semenjak kelahirannya ke dunia ini.5

Pernyataan di atas benar, namun realita membuktikan tidak semua

orangtua Kristen menyadari akan tugasnya khususnya dalam hal mengajarkan

nilai-nilai positif bagi anak. Ini dapat disebabkan oleh karena, "orangtua acap kali

terlalu mempercayakan perkembangan dan pendidikan anak kepada orang lain".6

Mary Go Setiawani juga menyatakan,

Pada zaman ini banyak para ibu yang berkarir untuk meningkatkan taraf kehidupan atau untuk membangun usaha sendiri, yang kemudian melepaskan tanggung jawab dalam membimbing anak-anak Sejak kecil sedang bayi sudah diserahkan dan dipelihara oleh pembantu atau perawat, sehingga orang lain lebih mengenal anak dan pada ibunya sendiri.7

Di pihak lain, ada juga orangtua yang enggan memberikan tanggung jawab

bagi anak balita, karena adanya paradigma yang mengklaim bahwa "anak di usia

ini masih kecil.8 dan belum mampu untuk bertanggung jawab. Di samping itu,

yang menyebabkan orangtua tidak merealisasikan tugas untuk mengajarkan

tanggung jawabnya bagi anak usia 7-15 tahun adalah keterbelakangan pendidikan

Di mana orangtua tidak mengetahui dan mengerti tugas perkembangan anak.

Dengan demikian, karena begitu pentingnya peranan orang tua dalam

mengajarkan tanggung jawab bagi anak usia 7-15 tahun, maka penulis tertarik

untuk menulis skripsi ini.

B. Rumusan Masalah

5 Thamrin Nasution dan Nurhalijah Nasution, Anak Balita Dalam Keluarga. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998), hlm 44

6 Singgih D Gunarsa, Psikologi Praktis Anak. Remaia. dan Keluarga. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), hlm. 105

7 Mary Go Setiawani, Menerobos Duma Anak, (Bandung. Kalani Hidup, 2000), hlm. 108 Alex Sobur. Butir-Butir Mutiara Rumah Tangga. (Jakarta. BPK Gunung Mulia. 1987).

hlm. 257

3

Page 4: ABALABAL

Dari uraian latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah

dalam beberapa pertanyaan. Pertama, bagaimana gambaran umum tentang anak

usia 7-15 tahun. Kedua, bagaimana landasan teologis tentang peranan orangtua

Kristen dalam mengajarkan tanggung jawab bagi anak usia 7-15 tahun? Ketiga,

bagaimana peranan orangtua Kristen dalam mengajarkan tanggung jawab bagi

anak usia 7-15 tahun?

C. Tujuan Penulisan

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk: Pertama, menjelaskan gambaran

umum tentang anak usia 7-15 tahun. Kedua, menguraikan landasan teologis

tentang peranan orangtua Kristen dalam mengajarkan tanggung jawab bagi anak

usia 7-15 tahun. Ketiga, menjelaskan peranan orangtua Kristen dalam

mengajarkan tanggung jawab bagi anak usia 7-15 tahun.

D. Pentingnya Penulisan

Adapun pentingnya penulisan skripsi ini yaitu: Pertama, memberikan

kontribusi kepada orangtua Kristen untuk dapat memahami perannya dalam

mengajarkan tanggung jawab bagi anak usia 7-15 tahun Kedua, memberikan

kontribusi bagi gereja, khususnya Guru Sekolah Minggu supaya dapat

mengajarkan tanggung jawab bagi anak usia 7-15 tahun Ketiga, memperlengkapi

penulis dalam pelayanan pada masa yang akan datang.

E. Hipotesis

Jika orangtua Kristen dapat memahami dan mengerti peran mereka dalam

mengajarkan tanggung jawab bagi anak usia 7-15 tahun, maka orangtua dapat

mengajar anak untuk selalu bertanggung jawab

F. Ruang Lingkup Penulisan

4

Page 5: ABALABAL

Mengingat peranan orang tua Kristen sangat luas, maka penulis membatasi

penulisan skripsi ini dengan memfokuskan pada pengajaran tanggung jawab bagi

anak usia 7-15 tahun.

G. Metode Penelitian Dan Penulisan

Penulisan skripsi ini dilakukan dengan metode deskriptif Analisis. Disebut

deskriptif karena penulis memaparkari suatu keadaan dengan apa adanya.9 Disebut

analisis karena pandangan-pandangan tentang masalah yang dihadapi akan

dianalisis. Hasil analisis itu semua akan membentuk rangkaian pemahaman atau

pengertian.10 Penulis juga menggunakan metode studi pustaka (library recearch)

yang berarti menggunakan buku-buku sebagai pedoman dalam penulisan.11

H. Penjelasan judul

Skripsi ini berjudul: "PERANAN ORANG TUA KRISTEN DALAM

MENGAJARKAN TANGGUNG JAWAB BAGI ANAK USIA 7-15 TAHUN".

Ada beberapa kata yang perlu diketahui definisinya supaya tidak terjadi

kesalahpahaman dari pembaca.

Kata peranan berarti "tindakan yang dilakukan seseorang di suatu

peristiwa".12 "Orangtua adalah angkat pria dan wanita yang menjadi ayah dan ibu

seseorang berdasarkan adat atau hukum yang berlaku".13 Istilah Kristen dari

bahasa Yunani "Kristianos" yang berarti pengikut Kristus.14 Menanamkan berarti

9 Tim Penyusun, KBBI. (Jakarta Balai Pustaka, 2002), hlm. 25810 10 Winarno Surakhmat, Pengantar Penelitian llmiah Dasar Melode Teknik. (Bandung:

Tarsito, 1989), hlm 4811 F L Whetney, Metode Penelitian. (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 29312 12 Tim Penyususn, KBBI (Jakarta Balai Pustaka, 2002), hlm. 258

13 Tim Penyusun, KBBI Edisi ke-3 (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hlm 80214 H R Soedarmo, Karnus Istilah Teologi. (Jakarta: BPK Gumung Mulia, 2001), hl 49

5

Page 6: ABALABAL

menaburkan (paham, ajaran, dsb); memasukkan, membangkitkan, atau

memelihara (perasaan, cinta kasih, semangat, dsb).15 Tanggung jawab dapat

diartikan sebagai kesadaran untuk melakukan, kesediaan untuk

melakukan, dan kemampuan untuk melakukan.16

Jadi yang dimaksud dengan peranan orangtua Kristen dalam mengajarkan

tanggung jawab bagi anak usia 7-15 tahun adalah suatu tindakan yang dilakukan

oleh ayah dan ibu sebagai pengikut Kristus dalam memberi masukan kepada anak

di usia 7-15 tahun supaya dapat memiliki kesadaran, kesediaan dan kemampuan

untuk melakukan sesuatu.

I. Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan

Bab II Gambaran Umum Tentang Anak Usia 7-15 Tahun

Bab III Landasan Teologis Tentang Peranan Orangtua Kristen

Dalam Mengajarkan Tanggung Jawab Bagi Anak Usia 7-15

Tahun Bab IV Peranan Orangtua Kristen Dalam Mengajarkan

Tanggung Jawab Bagi Anak Usia 7-15 Tahun

Bab V Kesimpulan Dan Saran

15 Tim Penyusun, Op Cit, hl 100116 Alex Sobur, Op. Cit, hl. 245

6

Page 7: ABALABAL

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG ANAK USIA 7-15 TAHUN

Dalam pembahasan ini penulis akan menguraikan secara umum ciri khas

anak usia 7-15 tahun, kebutuhan anak, dan kendala yang dihadapai orangtua

Kristen dalam mengajarkan tanggung jawab bagi anak usia 7-15 tahun.

A. Ciri Khas Anak Usia 7-15 tahun

Dalam setiap periode, anak memiliki tingkat perkembangan yang berbeda-

beda Baik itu dari aspek fisik, sosial, mental, moral, emosi, dan rohani Keenam

aspek ini memiliki keterkaitan satu sama lain dan tak dapat dipisahkan Orangtua

perlu menyadari bahwa anak adalah pribadi yang utuh Dalam setiap usaha untuk

mengajarkan segala sesuatu membutuhkan pemahaman yang benar tentang anak

Di bawah ini penulis akan memaparkan beberapa aspek perkembangan yang

dialami oleh anak usia 7-15 tahun. 1. Aspek Fisik

Seorang anak pada usia 7-15 tahun mengalami pertumbuhan fisik yang

sangat pesat, walaupun pertumbuhan tersebut tidak merata Anak berusia ini mulai

berlari, inemanjat dan melompat Kegiatan-kegiatan yang dilakukannya dapat

melatih otot-ototnya Ruth Lauter menyatakan, "dalam berlari, melompat dan

memakai sepeda anak kecil memperlihatkan koordinasi tubuh yang baik yang

terus dilatih. Tiap aktifitas yang dikuasai membawa kesenangan karena meningkat

otonomi: bias sendiri, sanggup sendiri".1 Anak pada usia ini dalam melakukan

1 Ruth Laufer, Pedoman Pelavanan Anak. (Malang: YPII Depertemen Pembinaan Anak & Pemuda. 1993). hl. 49

7

7

Page 8: ABALABAL

kegiatannya tidak peraah diam dan tenang. Anak tidak merasa capak dan lelah

tetapi selalu merasa senang dan gembira Mary Go Setiawani menyatakan,

a. Tubuh berkembang menjadi besar dan sehat dan dapat mengikuti lebih banyak aktivitas serta tidak mudah lelah. b. Gigi susu mulai tanggal, lalu tumbuh gigi baru. c. Mudah terserang penyakit d. Sering peristiwa yang tak terduga terjadi Misalnya tangan dan kulit

terluka, patah tulang, terkilir. dan sebagainya.2

Anak-anak dalam usia ini tidak tepat berlaku tenang tetapi membutuhkan

tempat bermain yang luas untuk melakukan berbagai aktivitas.

Pada usia ini seorang anak cenderung melatih badannya dengan bermain secara

aktif Kesempatan ini dapat dimanfaatkan untuk memberikan kegiatan-kegiatan

yang sesuai dengan tingkat kemampuannya, sehingga pertumbuhan dan

pembentukan otot-ototnya menjadi lebih kokoh dan sehat.

Pada masa ini anak mulai menampakkan kemandiriannya dengan

menunjukkan kemampuan-kemampuan fisiknya. Seperti, makan, berpakaian

sendiri, buang air kecil, buang air besar, menyisir rambut, bahkan mandi sendiri.

"Kadang-kadang mereka tidak mau dibantu karena merasa dirinya kuat dan

mampu, walaupun pada akhirnya minta bantuan dari orang dewasa".3 Dengan

demikian, anak pada usia ini perlu diberikan tanggung jawab agar dia mulai

belajar untuk bertanggung jawab dengan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan

umurnya.

2. Aspek Sosial

Dunia anak yang berusia 7-15 tahun sangat terbatas. Mereka merasa aman

2 Mary Go Setiawani, Menerobos Dunia Anak. (Bandung: Kalam Hidup. 2000). hl. 2033 Elizabet B. Hurlock, Psikologi Perkembangan. (Jakarta: Erlangga, 1980). hl. 111

8

Page 9: ABALABAL

dan terlindung jika berada dalam lingkungan keluarganya. Mereka sangat

tergantung kepada orangtuanya Keluarga merupakan tempat yang sangat istimewa

bagi mereka.

Lingkungan keluarga juga merapakan tempat latihan pertama dan terutama

untuk belajar mengenal dunia sekitarnya, belajar bergaul dan berkomunikasi

dengan anggota keluarga (seperti; ayah, ibu, kakak, kakek, nenek, dsb). Sejalan

dengan perkembangan yang dialami oleh anak, dunia sosial mereka semakin !uas

Mereka mulai tertarik dengan anak-anak yang lain, khususnya anak yang seusia

dengannya, karena cara berpikir dan kemauan hampir sama. Mereka sudah dapat

beradaptasi satu dengan yang lain. Singgih D. Gunarsa bersama Ny. menyatakan,

"dunia pergaulan anak menjadi bertambah luas, ketrampilan dan penguasaan

dalam bidang fisik, motorik, mental, emosi sudah lebih meningkat".4 Dalam

buku yang lain ia menyatakan, "dengan bertambahnya umur anak (7-15 tahun)

dan bertambahnya kemampuan berbicara dan ketrampilan, maka perilakunya juga

lebih bersifat sosial ia lebih banyak bergaul dengan anak lain, dan terlibat dalam

kegiatan bersama anak lain (koopetatit). Anak bersahabat dengan anak-anak yang

kira-kira sama sifat dan kecakapannya".5

Pernyataan di atas diperlihatkan bahwa perkembangan sosial anak usia 7-

15 tahun semakin maju Pernyataan lain yang senada dengan hal di atas, J Omar

Brubaker dan Robert E Clark menyatakan, "dalam segi sosial, anak usia 4-5

menyesuaikan diri dengan orang lain Kenalan-kenalannya sudah bertambah

4 Singgih D. Gunarsa dan Ny. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. (Jakarta BPK Gunung Mulia, 1995). hl 12-13

5 Singgih D. Gunarsa dan Ny., Op Cit, him. 9

9

Page 10: ABALABAL

dengan orang luar yang dahulu hanya terbatas kepada anggota-anggota

keluarganya sendiri.6 Dia tidak hanya mengenal orang-orang yang ada di

rumahnya, melainkan dia mulai bergaul dengan orang-orang yang ada disekitar

rumahnya, bahkan dia mulai mengenal kerabat orangtuanya dan teman-teman

kakaknya Melalui interaksi dengan kelompok social lainnya akan membentuk

seluruh kecenderungan, sifat, sikap, dan kepribadiannya Faktor sosial merupakan

faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi seorang anak kecil. Anak akan

menemukan bermacam-macam karakter dalam lingkungannya Anak dapat meniru

yang baik tetapi juga yang buruk dari setiap orang yang berhadapan dengannya

setiap saat Singgih D Ciunarsa dan Ny. menyatakan, di lingkunganlah terdapat

sufnber rangsangan yang mempengaruhi perkembangan anak, mempengaruhi

sebagian atau keseluruhan ciri-ciri kepribadian yang terbentuk".7

Sifat egosentris mereka masih terlihat kuat dan ini mengganggu

berlangsungnya permainan mereka, akan tetapi sedikit demi sedikit sifat

egosentris itu akan mereka tinggalkan Sebab ia mulai memperhatikan dampaknya

yaitu dapat menyebabkan ketertolakan dengan kelompok bermain. Tetapi jika

terjadi pertengkaran, sifatnya hanya sementara. Bagi mereka pertengkaran tidak

terlalu dipersoalkan. Dengan kata lain apabila ada perselisihan di antara mereka,

biasanya mereka cepat berdamai kembali dan mereka cepat melupakan serta tidak

menaruh dendam satu sama lain.

6 J Omar Brubaker dan Robert E Clark. Op Cit, hlm 467 Singgih D. Gunarsa & Ny., Op. Cit., hlm. 24

10

Page 11: ABALABAL

Anak usia 4 dan 5 tahun sudah dapat bermain bersama tanpa selalu

diawasi oleh orang dewasa. Dalam kelompok bermain mereka mulai membedakan

jenis kelamin, sehingga lambat laun mereka hanya senang bermain dengan teman

sejenis, bahkan menghina lawan jenisnya. Mary Go Setiawani menyatakan, "anak

laki-laki kalau bemain dengan anak perempuan merasa masih kekanak-kanakan

atau masih menyusun sehingga tekanan ini begitu kuat, banyak anak laki-laki

berusaha ingin menjadi laki-laki jantan dengan menyerang anak perempuan".8

Selain itu mereka juga senang bermairr dengan orang di atas usia mereka dengan

syarat apabila orang tersebut menerima keberadaannya, mengasihi bahkan mau

bermain dengan mereka. Anak usia 7-15 tahun juga senang keluar rumah, ia ingin

bergaul dengan teman-temannya.

3. Aspek Mental

Selain aspek fisik dan sosial, aspek mental memegang peranan penting bagi

orangtua dalam mendidik dan membesarkan anak di usia dini. Pada usia ini

perkembangan mental berkembang secara pesat. Realita membuktikan bahwa

anak pada usia ini mulai memiliki kemampuan berbicara yang semakin maju dan

pembendaharaan kata bertambah banyak Sri Rumini dan Siti Sundari menyatakan,

"anak berumur 3 tahun menguasai kosa kata sekitar 900, pada umur 4 tahun

menguasai kosa kata 1600, pada usia 7 tahun menguasai sekitar 2100 kosa

8 Mary Go Setiawan, Op. Cit, him. 22

11

Page 12: ABALABAL

kata"9 Penguasaan bahasa berkembang berdasarkan kepekaan panca indra.

Margaret B J menyatakan.

la (anak usia 4 tahun) melihat dan menilai benda-benda dari ciri-ciri benda

yang ditangkap oleh panca indranya ia menyukai kata-kata baru, namun

pengertian akan kata-kata tersebut hanya seluas apa yang telah dilakukan dan

dialami olehnya Apabila ia sudah berusia empat setengah tahun, hampir semua

ucapannya dapat dimengerti oleh orang di luar keluarganya"10

Rasa ingin tahu anak usia ini sangat besar Oleh sebab itu ketika mereka

menemukan dunianya yang lebih luas, mereka akan terus menerus mengajukan

pertanyaan Bentuk pertanyaan mereka adalah, apa itu, kenapa, untuk apa,

bagaimana, dan sebagainya Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat

membantu pengembangan mental mereka jika dijawab oleh orangtua atau orang

yang sedang bersama-sama dengan anak. Bermain juga dapat membantu

pengembangan mental anak. Adapun manfaat bermain bagi anak usia ini yaitu.

a. Mengubah kemampuan yang lantent menjadi kemampuan dan ketrampilan yang nyata.

b. Mengenal hukum-hukum alam dan akibatnya. c. Mengenal hubungan-hubungan dengan orang lain, d. Melatih penyesuaian terhadap situasi frustasi sehingga akibat dari keinginan yang tidak terpenuhi.11

Perkembangan mental lainnya dapat dilihat dari kemampuan

mereka berimajinasi Kesanggupan ini mengisi kekurangan mereka dalam

pengertian dan pengalaman Ruth Laufer dan Anni Dyck menyatakan,

"mereka haus akan pengalaman baru tetapi masih terbatas dalam pengertian akan

9 Sri Rukmini dan Siti Sundari, Perkembangan Anak dan Remaia. (Jakarta: Rineka Cipta,2004), hLm. 4610 Singgih D. Gunarsa dan Ny., Op. Cit., hLm. 1011 Margaret B. J., Ketika Anak Anda Bertumbuh. (Bandung. Kalam Hidup, 1997), hLm.

91

12

Page 13: ABALABAL

realitas. Mereka sulit membedakan antara kenyataan dan khayal".12 Itulah

sebabnya, segala sesuatu yang dipikirkan, ia mencoba untuk menggambarkan

secara khayal. Melalui bermain gambaran-gambaran khayal itu menjadi

kenyataan. Margaret B. J., menyatakan, "ketika mereka bermain pada umumnya

anak-anak usia 4 tahun mempunyai teman khayal, seperti boneka sebagai

teman bermain, yang menurut anggapannya mempunyai sifat-sifat tertentu"13

Menjelang usia 7 tahun daya khayalnya mulai berkurang dan mulai mengerti hal-

hal yang nyata dalam lingkungan di mana ia berada. Dari pengalaman-

pengalaman seperti di atas dapat memberikan rasa percaya diri kepada anak-anak,

sehingga ia berani mengambil inisiatif

4. Aspek Moral

Setiap aspek perkembangan individu, baik fisik, emosi, mental, sosial, rohani

maupun moral, satu sama lainnya saling mempengaruhi. Terdapat hubungan atau

kolerasi yang positif di antara aspek tersebut Apabila seorang anak dalam

pertumbuhan fisiknya mengalami gangguan, maka dia akan mengalami hambatan

dalam perkembangan aspek lainnya, seperti kecerdasannya kurang berkembang

dan mengalami kelabilan emosional.

J Piaget dan L. Kohlberg yang dikutip oleh Singgih D. Gunandar dan Ny.

menyatakan, "perkembangan moral seorang anak sejalan dengan perkembangan

aspek kognitifhya. Dengan makin bertambahnya tingkat pengertian anak, makin

12 Ruth Laufer dan Anni Dyck, Op Cit, hLm 4113 Margaret B J, Op Cit, hLm 90

13

Page 14: ABALABAL

banyak pula nilai-nilai moral yang dapat ditangkap dan dimengerti oleh anak".14

Ini membuktikan bahwa perkembangan moral tidak dapat dipisahkan dari aspek

lainnya Artinya seiring dengan bertambahnya pengertian tentang sesuatu yang

bam bagi anak, maka ia semakin banyak pula perilaku moral yang dapat diketahui

dan dimengerti.

Dalam periode ini anak masih berada pada tahap meniru. Perilaku moral

mereka banyak dipengaruhi oleh lingkungan di mana ia berada. Singgih D.

Gunarsa dan Ny. menyatakan, "anak belajar dan diajar oleh lingkungannya

mengenai bagaimana ia harus bertingkah laku yang baik dan tingkah laku yang

bagaimana yang dikatakan salah atau tidak baik".15 Lingkungan yang

dimaksudkan di sini bukan saja keluarga (orangtua), tetapi juga lingkungan

masyarakat sekelilingnya termasuk teman sebaya. Jadi, dapat dikatakan bahwa

orangtua bukanlah satu-satunya faktor penentu bagi perkembangan moral anak.

Karena itu tidak etis bila anak gagal berperilaku baik diidentikkan dengan

kekagagalan orangtua dalam mendidiknya, sebab moral anak juga dapat

dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosial lainnya, seperti lingkungan masyarakat

(teman bermain, tetangga, dll).

Pada usia ini anak sudah memiliki dasar-dasar moralitas terhadap

kelompok sosialnya Yulia Nurani Sujiono menyatakan,

Kelompok mereka (anak usia 7715 tahun) tidak lagi terus meneras diterangkan mengapa perbuatan ini salah atau benar, tetapi ia ditunjukkan bagaimana ia harus bertingkahlaku Untuk mengetahui perbuatan itu benar atau salah, hanya disesuaikan dengan akibat dari pada perbuatan itu sendiri Karena itu anak usia ini mematuhi setiap peraturan yang ada hanya sebatas

14 Singgih D Gunandar dan Ny., Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1995), hLm 66

15 Ibid, hLm 61

14

Page 15: ABALABAL

untuk menghindari hukuman yang mungkin akan dialami dari lingkungan sosial, atau untuk memperoleh puj ian.16

Dapat dikatakan bahwa anak dalam usia 7-15 tahun tidak perlu untuk

diajarkan tentang perbuatan yang benar atau salah. Namun melihat pada

konsekuensi perbuatan mereka. Seperti yang Kohlberg klasifikasikan tentang

perkembangan moral, pada tingkat pra-konvesional tahap I (anak usia 0-7 tahun)

yang dikutip Singgih. D. Gunarsa dan Ny. Mehyatakan.

Berorientasi pada hukuman dan kepatahun, ketaatan. Hukuman fisik terhadap suatu perbuatan dipakai oleh anak untuk menentukan apakah suatu perbuatan baik atau buruk. Perbuatan baik oleh anak dirumuskan sebagai perbuatan yang tidak mengakibatkan hukuman baginya. Menghindari hukuman dan kepatuhan terhadap otoritas yang berkuasa akan dinilai positif oleh anak.17

Seiring dengan bertambahnya usia, kemampuan kognitif, dan pengalaman

sosialnya, maka sedikit demi sedikit ketaatannya terhadap norma-norma yang ada

dapat disesuikan dengan tuntutan dari lingkungan masyarakat setempat.

5. Aspek Emosi

Semua manusia memiliki emosi, termasuk anak usia 7-15 tahun Masa ini biasa

juga dikenal dengan masa menyulitkan, karena mereka cenderung melawan

disiplin yang ditetapkan orangtua atau terhadap suatu tekanan.

Secara umum jenis-jenis emosi yang terjadi pada masa ini (masa awal

kanak-kanak) adalah, seperti yang dipaparkan oleh Sri Rumini dan Siti Sundari

menyatakan,

16 Yulu Nurani Sujtono. Mencerdaskan Perilaku Anak Usia Dini. (Jakarta Elex Media Kompulindo. 2(X)5). hLm 11

17 Singgih D. Gunarsa dan Ny., Psikologi Praktis: Anak. Remaia dan Keluarga. (Jakarta BPK GunungMulia, 1999), hLm 18

15

Page 16: ABALABAL

a. Marah Penyebab marah ini, paling umum ialah pertengkaran karena berebut mainan, tidak tercapainya keinginan, dan serangan dari anak lain Ungkapan marah ialah menangis, berteriak, menggertak, menendang, melompat, memukul

b. Takut Anak takut mendengar cerita, melihat gambar, melihat TV, mendengar radio, melihat orang marah-marah. Reaksi anak terhadap marah ialah panik, kemudian lari, menghindar, bersembunyi menangis

c. Cemburu Anak cemburu karena perhatian orangtua beralih kepada orang lain, misalnya adiknya yang baru lahir Ungkapan cemburu anak pura-pura sakit, anak menjadi nakal, regresi, yaitu melakukan hal-hal yang dulu pernah dilakukan dan menarik perhatian misalnya ngompol lagi setelah lama tidak mengompol

d. Ingin tahu. Anak ingin mengetahui hal-hal yang baru, juga ingin mengetahui tubuhnya sendiri. Reaksinya ia banyak bertanya.

e. Iri hati. Anak sering iri hati mengenai kemampuan atau barang yang dimiliki orang lain. Ungkapan iri hati ialah: mengelu tentang hal-hal yang dimiliki, mengungkapkan keinginan untuk memiliki barang orang lain, mengambil benda yang ingin dimilikinya

f. Gembira. Anak merasa gembira karena sehat, situasi yang tidak layak, bunyi yang tiba-tiba, bencana yang ringan, membohongi orang lain, berhasil melakukan tugas yang dianggapnya sulit. Anak mengungkapkan kegembiraannya dengan: tersenyum, tertawa, bertepuk tangan, melompat-lompat, memeluk benda atau orang yang membuatnya bahagia.

g. Sedih. Anak sedih karena kehilangan sesuatu yang disayanginya. Ungkapan sedih pada anak ialah: menangis, kehilangan gairah mengerjakan kegiatan sehari-hari.

h. Kasih sayang. Anak belajar mencintai sesuatu yang ada disekitarnya. Ungkapan kasih sayang yang dilakukan anak: memeluk, menepuk, mencium obyek yang disayangi, mengajak bicara dengan mesra, mengelus-elus binatang yang disayangi dan menggendongnya.18

Pada dasarnya emosi mereka sangat kuat dan sulit dikendalikan. Mereka

mudah terbawa ledakan-ledakan emosional sehingga sulit dibimbing dan

diarahkan. Ada beberapa faktor penyebabnya Soesilowindradini menyatakaan,

Pertama, pada umumnya anak-anak pada umur ini terlalu lama bermain dan permainannya sangat ribur, kasar, ramai, sehingga akhirnya menjadi capai. Kedua, mereka menentang untuk tidur siang. Ketiga, mereka menentang untuk makan hanya, sehingga sebenarnya mereka kurang makanannya daripada yang mereka butuhkan Keempat, pada hakekatnya disebabkan oleh hal-hal yang bersifat psikologik Kelima, bila mereka tidak

18 Sri Rununi dan Siti Sundan, Op Cit., him 48-50

16

Page 17: ABALABAL

dapat mengerjakan sesuatu hal yang dikiranya dapat dikerjakan dengan mudah dan berhasil.19

Emosi anak usia ini masih labil dan cepat berubah Mereka cepat marah,

tetapi juga cepat memaafkan, cepat tertawa, tetapi juga cepat menangis, mudah

senang dan juga mudah sedih Cara-cara seperti ini mereka pakai untuk

mengekspresikan setiap gejolak emosi yang ada dalam dirinya.

6. Aspek Rohani

Aspek rohani merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam

perkembangan seorang anak, termasuk usia 7-15 tahun Jika berbicara mengenai

kerohanian anak usia 7-15 tahun maka pertanyaan yang muncul adalah "apakah

mungkin anak usia 7-15 tahun sudah mampu untuk mengerti hal-hal yang sifatnya

abstrak?". Ketika Allah menciptakan manusia, Allah memperlengkapinya dengan

segala potensi baik yang bersifat jasmani maupun rohani supaya setiap individu

termasuk anak usia 7-15 tahun dapat mengenai Tuhan sebagai penciptanya dan

pada akhirnya nama-Nya dipermuliakan. Judith Alien Selly menyatakan,

"perkembangan rohani anak-anak mulai pada masa konsepsi (proses pembuahan),

diprakasai oleh Roh Kudus Sejak semula Allah tidak hanya membentuk tubuh

jasmani manusia semata-mata, tetapi juga menanamkan arti dan tujuan dalam

hidup kita (Mzm. 139:13-16)".20 Berdasarkan pernyataan di atas, tidak dapat

19 Soesilowindradini, Psikologi Perkembangan Masa Kini. (Surabaya: Usaha Nasional. t. Th }. hLm 92-93

20 Judith Alien Sclly, Kebutuhan Rohani Anak. (Bandung: Kalam Hidup, 1982). hLm 27

17

Page 18: ABALABAL

dipungkiri bahwa mereka juga membutuhkan adanya pengajaran yang dapat

mempengaruhi perkembangan rohaninya Selain itu, anak juga adalah orang

berdosa. Daud berkata "sesungguhnya dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam

dosa aku dikandung ibuku (Mzm 517)". Karena itu anak juga perlu dituntun untuk

hidup dalam pengenaJan akan Allah.

Oleh sebab kemampuan anak usia 7-15 tahun, untuk memahami akan hal-

hal yang nyata masih sangat terbatas, niaka gagasan-gagasan abstrak

hendaknya diterjemahkan menjadi istilah-istilah fisik supaya mereka dapat

memahami konsep-konsep yang abstrak tersebut J Omar B dan Robert E C.

menyatakan, "seorang anak dapat belajar mencintai Allah sebagaimana ia belajar

mencintai orang-orang dalam rumahnya".21 Di usia ini mereka senang mendengar

cerita tentang Allah sebagai pencipta alam semesta "Mereka ingin tahu siapa

Allah dan apa yang diperbuatnya".22 Sekalipun pada usia ini anak belum sanggup

mengerti hal-hal yang abstrak, tetapi mereka mudah percaya segalah sesuatu yang

dikatakan kepadanya. Nehemiah Mimery menyatakan, "... anak kecil memiliki

iman kepercayaan yang sejati. Seorang anak kecil percaya tanpa ragu apa yang

bapak dan ibunya katakan kepadanya".23 Oleh sebab itu, penting sekali untuk

selalu mengatakan hal yang sebenarnya ketika mengajar dan menjawab setiap

pertanyaan mereka.

21 J. Omar Brubaker dan Robert E Clark. Memahami Sesama Kita. (Malang: Gandum Mas, 1972). hLm 48

22 Ruth Laufer dan Anni Dyck, Pedoman Pelavanan Anak. (Malang: Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia. I Th.), hLM 41

23 Nehemiah Mimery. Komentar Praktis InJil Sinopsis. (Jakarta: Mimery Press, 1999), hLm. 136

18

Page 19: ABALABAL

Pada usia ini seorang anak mulai belajar untuk mengetahui dan

membedakan apa yang benar dan apa yang salah. Mereka mulai mengerti apa

yang dapat mereka lakukan dan apa yang perlu mereka hindari, asalkan dituntun

dengan ajaran kekristenan dan orangtua yang baik. Ruth Laufer menyatakan,

Melalui belajar mengenai Allah dan melalui pendidikan orangtua yang Kristen, anak kecil belajar membedakan di antara yang benar dan yang salah, "bukan hanya dalam konteks kebudayaan, melainkan khususnya menurut ajaran Alkitab. Perkembangan hati kecil suatu hal yang sangat perlu dialami seorang anak keluar dari lingkungan rumah tangga dan masuk ke dalam sekolah Dasar.24

Jika orangtua dan orang-orang yang terbeban untuk pelayanan anak

memahami perkembangan rohani anak maka dalam setiap pengajarannya tentu

disesuaikan dengan tingkat kemampuan anak. Dengan demikian tujuan pengajaran

dapat tercapai secara maksimal Jika rohani anak sudah diajarkan dan ditanamkan

sejak anak usia dini, maka kehidupan rohaninya akan memiliki dasar yang kuat,

dan dapat bertumbuh dengan dinamis.

B. Kebutuhan Anak Usia 7-15 Tahun

Secara umum manusia memiliki beberapa kebutuhan yang mendasar

dalam hidupnya Kebutuhan dasar anak perlu dipenuhi, sehingga anak mengalami

pertumbuhan jiwa yang baik Kebutuhan dasar yang dimaksudkan di sini meliputi,

kebutuhan fisik, rasa aman. rasa dimiliki dan dikasihi. penghargaan diri dan

aktualisasi diri.

24 Ruth Laufer, Op. Cit. Hlm.55

19

Page 20: ABALABAL

1. Kebutuhan Fisik (physiological needs)

Kebutuhan fisik merupakan kebutuhan yang paling urgen dari sekian banyak

kebutuhan manusia. Kebutuhan fisik sangat vital demi kelangsungan hidup setiap

individu yang ada Dan kebutuhan ini sering disebut kebutuhan primer yang di

dalamnya pangan, sandang dan papan Fisik anak pada usia 7-15 tahun, sangat

membutuhkan perhatian khusus dari orangtua, terutama kebutuhan gizi dan

istirahat yang cukup. Margaret B. J. menyatakan,

Sebaiknya kebiasaan tidur siang penting untuk dipertahankan, karena apabila ia sudah bersekolah di TK, ada kemungkinan ia membutuhkan tidur siang untuk mengimbangi tekanan emosional tambahan yang dirasakannya sebagai akibat perjumpaan-perjumpaannya dengan bermacam-macam orang dan lingkungan-lingkungan yang baru baginya.25

Pernyataan di atas memberikan indikasi bahwa anak usia 7-15 tahun

sangat membutuhkan istirahat yang cukup untuk menjaga keseimbangan antara

fisik dengan perasaan-perasaannya akibat pergaulannya di lingkungan baru di luar

keluarganya. Anak usia ini juga sangat membutuhkan gizi empat sehat lima

sempurna untuk membangun sel-sel tubuhnya. Mereka membutuhkan protein,

karbihodrat, vitamin dan mineral untuk kesehatan serta pembentukan struktur

tubuhnya. Seorang anak pada usia ini juga membutuhkan rumah yang layak untuk

tempat tinggalnya, bahkan pakaian yang bersih untuk dipakai sehingga tidak

mudah diserang penyakit. Kondisi fisik usia ini sangat rawan dan pekah terhadap

udara atau cuaca dan segala sesuatu yang ada dilingkungannya Dengan demikian

25 Margaret B.J., Loc. Cit

20

Page 21: ABALABAL

anak-anak usia ini perlu diperhatikan dengan baik sehingga fisik mereka dapat

bertumbuh dengan normal dan baik menuju masa depan.

2. Kebutuhan Rasa Aman (safety needs)

Selain kebutuhan fisik, anak juga membutuhkan pemenuhan kebutuhan

psikis atau biasa disebut kebutuhan sekunder, seperti, kebutuhan rasa aman,

diterima dan dikasihi, penghargan diri dan aktualisasi diri. Kebutuhan ini

merupakan faktor yang turut menentukan tercapainya taraf kesejahteraan yang

baik dan sehat baik secara jasmani, rohani, maupun sosial. Dalam bagian ini

penulis fokuskan pada kebutuhan rasa aman.

Setiap orang membutuhkan rasa aman dalam hidupnya, termasuk anak

usia 7-15 tahun Usia ini sangat bergantung kepada kedua orangtuanya atau

lingkungan yang membesarkannya Jika lingkungan kondusif, maka anak-anak

pun akan merasa aman Daniel Fung dan Cai Yi-Ming menyatakan, "anak

membutuhkan keamanan dalam sebuah tempat yang akrab, seperti dalam

lingkungan keluarganya Orangtua yang bahagia akan memberikan poin penting

bagi anak-anak untuk merasa aman, hanuat, dan mempunyai rasa dicintai"26

Lingkungan keluarga berperan penting dalam memberikan rasa aman bagi

anak Singgih D. Gunarsa dan Ny. menyatakan, "keluarga dengan ikatan yang

abadi merupakan tempat yang memberi rasa aman - terlindung bagi anak".27

26 Daniel Fung dan Cai Yi - Ming. Mengembangakan Kepribadian Anak dengan Tepat. (Jakarta: Prestasi Pustaka. 2003). hlm. 98

27 Singgih D. Gunarsa. him. 25-26

21

Page 22: ABALABAL

Pernyataan di atas memberikan indikasi bahwa, jika ikatan perkawinan orangtua

kuat, maka anak pun tetap akan merasa aman Keluarga adalah faktor pertama dan

terutama yang dapat memberikan rasa aman bagi anak Dengan kata lain,

keamanan tercipta dari suatu kestabilan pada hubungan ayah-ibu atau suami-istri.

Seperti yang John M. Drescher nyatakan, rasa aman bagi anak dapat tercipta

dengan melalui beberapa taktor yaitu,

a. Ada rasa aman antara ayah dan ibu

b. Cinta orangtua yang kaya dan tents menerus bagi anak. Cinta yang

mengikat ini berarti menerima anak dalam keadaan baik maupun nakal.

c. Kebersamaan keluarga. Anak merasa stabil dan aman bila

mereka mengalami kuatnya kesatuan keluarga.

d. Kebiasaan rutin yang teratur. Ini tidak berarti diberlakukannya aturan

kaku yang tidak pernah berubah. Yang dimaksudkan adalah bahwa

jadual yang teratur untuk makan, mengerjakan hal bersama sebagai

keluarga, dan pergi tidur adalah baik dan membangun hubungan yang

sehat.

e. Disiplin yang tepat. Disiplin, diterapkan secara benar dan dalam cinta

kasih, akan membawa damai dan keteraturan bagi hidup si anak.

f. Sentuhlah anak Anda.

g. Perasaan dimiliki.28

Dari pernyataan di atas dapat menyatakan bahwa orangtua seyogianya

memberikan suasana yang aman bagi anak-anaknya, sehingga pada akhirnya anak

dapat merasa aman Dan sebaliknya, bila kebutuhan ini tidak terpenuhi dapat

mengakibatkan anak menjadi neuritik, bersikap agresif dan asertif. Anak juga

dapat menjadi minder dan tidak dapat bergaul dengan baik dengan lingkungannya.

28 John M Drescher. Tuiuh Kebutuhan Anak. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1997). hlm. 43-48

22

Page 23: ABALABAL

3. Kebutuhan rasa dimiliki dan kasih (belongingnes end love)

Setiap manusia membutuhkan rasa dimiliki dan dikasihi. Menurut

Maslow, yang dikutip oleh Moh All dan Moh, Asrori menyatakan, "cinta dan

kasih sayang merupakan sesuatu yang hakiki dan sangat berharga dalam

kehidupan manusia karena di dalamnya menyangkut suatu hubungan erat, sehat,

dan penuh kasih antara dua orang atau lebih, serta menumbuhkan sikap saling

percaya".29 Pernyataan di atas

menegaskan bahwa relasi dan komunikasi antar sesama manusia perlu

dilandasi oleh rasa memiliki dan kasih sayang. Demikian pula dengan anak-anak,

mereka membutuhkan kasih dan penerimaan dari setiap anggota keluarga Bukan

karena ia telah melakukan sesuatu yang baik, tetapi karena mereka memiliki nilai-

nilai kebenaran Allah Karena itu, dalam segala keberadaannya apakah itu cantik

atau jelak, pandai atau bodoh, berbakat atau tidak berbakat. bahkan baik atau

nakal sekalipun, hendaknya orangtua tetap menerima dan mengasihi mereka,

bahkan orangtualah yang akan mengarahkan dan menuntun mereka dengan penuh

kasih sayang.

Pada hakekatnya anak membutuhkan kasih sayang yang tulus dari orang

lain, khususnya dari orangtua Orangtua perlu menunjukkan bahwa pribadi anak

diterima dengan baik Carl Roges yang dikutip Moh Ali dan Moh. Asrari

menyatakan, "cinta dan kasih sayang sebagai keadaan dimengerti secara

mendalam dan diterima dengan sepenuh hati".30 Kasih memberi rasa harga did dan

martabat, suatu perasaan memiliki dan dimiliki Bila seorang anak sejak kecil

29 Moh Ali dan Moh. Asrori. Psikologi Remaja. (Jakarta: Bumi Aksara, 2004). hlm. 155-156

30 Ibid

23

Page 24: ABALABAL

diperlakukan dengan penuh cinta kasih sayang, maka secara tidalc langsung ia

sudah dilatih untuk dapat menerima dan mengasihi orang lain Mereka akan lebih

percaya diri dengan segala keberadaannya Yulia Singgih D. Gunarsa menyatakan,

"anak-anak yang mengalami rasa sayang dan memiliki keterikatan yang aman,

akan mempunyai harga diri yang tinggi, memiliki rasa ingin tahu dan ingin

menyelidiki hubungan sosial yang positif dengan teman sebaya".31

Namun sebaliknya, anak-anak yang merasa tidak diterima dan dikasihi, ia

akan menjadi rapuh, tidak percaya diri, berkelakuan buruk, membangkang dan

banyak menuntut. Semuanya itu dilakukan dengan tujuan untuk menarik perhatian

orang lain supaya mereka dapat diterima Judith Alien Shelly menyatakan,

"seorang anak yang tidak merasa dikasihi cenderung merasa kesepian dan

terasing. Jika kasih itu hanya diungkapkan tetapi tidak disetai dengan tindakan

maka tidak berarti apa-apa bagi pertumbuhan seorang anak balita".32 Kasih sayang

merupakan kebutuhan yang hakiki dan sangat dibutuhkan oleh anak-anak. Begitu

banyak masa depan anak hancur akibat kurangnya kasih sayang dan orangtuanya.

4. Kebutuhan Penghargaan Diri (estem needs)

Manusia adalah ciptaan Allah yang paling unik dan mulia. Semua manusia

tanpa terkecuali butuh untuk diperhatikan, dihargai, dan dicintai sebagaimana

adanya. Kebutuhan penghargaan diri meliputi konsep diri, nilai diri, rupa diri, dan

harga diri.

31 Yulia Singgih D. Gunarsa, Asas-Asas Psikologi Keluarga Idaman. (Jakarta. BPK. Gungung Mulia, 2002), hlm. 60

32 Judith Alien Shelly, Op. Cit, hlm.87

24

Page 25: ABALABAL

Penghargaan diri berkembang melalui penerimaan diri anak. Bila keluarga

menerima dan menghargai anak maka anak merasa puas dan merasa dihargai.

Elissiti.J. dalam bukunya menyatakan,

Biasanya perasan akan harga diri anak dapat dibangun atas dasar kepercayaan dan penghargaan orangtua Adanya penghargaan yang tulus dari orangtua kepada anak merupakan awal timbulnya perasaan berharga dalam diri anak penghargaan ini bisa dimulai dari pengakuan keberadaan mereka dalam kelurga.33

Setiap anak perlu mengetahui bahwa ia berharga dan berarti. Karena itu

hendaknya orangtua dapat membiasakan diri untuk menanamkan keyakinan

kepada diri anak, bahwa ia memiliki berbagai potensi dalam dirinya. Dengan

demikian, mereka akan memiliki konsep diri yang positif dan merasa tidak

diremehkan, bahkan tidak akan merasa asing dan minder terhadap orang lain

Kepercayaan kepada kemampuan diri sendiri yang terus menerus dipupuk dapat

memampukan anak menyelesaikan pekerjaannya dengan hasil yang baik Anak

dapat bertanggung jawab ? dan mandiri dalam mengerjakan semua tugas yang

dipercayakan kepadanya.

Cara yang lain dapat dipakai untuk melindungi dan mengemhangkan harga

diri anak adalah menghindari kritikan yang tidak membangun Supaya mereka

tidak rendah diri karena gagal, ditolak, dan tidak mampu Orangtua perlu

menghindari teguran dan omelan di hadapan umum, sebab hal itu akan melukai

harga diri anak. Orangtua juga tidak perlu membandingkan anaknya dengan anak-

anak lain, tetapi mengakui dia sebagai individu yang unik, yang baik, cerdas,

33 Elissiti J.,hlm.l05

25

Page 26: ABALABAL

mampu, sehingga anak tersebut dapat menerima baik keunikan dirinya maupun

keunikan orang lain.

5. Kebutuhan Aktualisasi Diri (self-actualization needs)

Dalam hirarki kebutuhan mansia seperti yang digambarkan Maslow,

kebutuhan aktualisasi diri menempati posisi paling akhir.34 ini menunjukkan

bahwa aktualisasi diri merupakan puncak dari kebutuhan manusia. Pengertian

aktualisasi diri menurut Maslow yahg dikutip Moh. Ali dan Moh. Asrori

menyatakan "aktualisasi diri adalah kebutuhan psikologis untuk menumbuhkan,

mengembangkan, dan menggunakan kemampuan secara penuh'.35 Sedangkan

menurut Mary Go Setiawani menyatakan, "aktualisasi diri berarti suatu keinginan

yang tertinggi di bawah sadar kita, yang dengan aktif menuntut suatu

pengembangan bakat diri, menurut kebenaran, kebaikan, dan keindahan".36 Dari

pengertian di atas, dapat dipahami bahwa dalam pengakttialisasian diri setiap

individu sebaiknya mengembangkan seluruh potensinya secara bebas sehingga ia

34 Endang S. Hartanto. Diktat Psikologi Pendidikan. hlm. 935 Moh Ali dan Moh. Asrori, Op Cit, hlm. 15836 Mary, Go Setiawani. Op Cit. hlm 34

26

Aktualisasi diri

Pengahargaan diri

Rasa dimiliki

Rasa Aman

Kebutuhan Fisik

Page 27: ABALABAL

mencapai puncak dari aktualisasi dirinya. Apabila kebutuhan-kebutuhan

sebelumnya terpenuhi, maka pengaktualisaian diri dapat dicapai secara maksimal.

Berhubungan dengan perkembangan anak yang semakin maju khususnya di usia

ini, orangtua perlu memberikan kebebasan kepada mereka untuk mengembangkan

seluruh potensi yang ada pada diri anak-anaknya, sehingga ia akan memiliki rasa

kepuasan dalam mengaktualisasikan dirinya.

C. Kendala yang Dihadapi Orangtua Kristen dalam Mengajarkan

Tanggung Jawab bagi Anak Usia 7-15 Tahun

Di era modern dengan teknologi yang serba canggih saat ini, anak-anak

usia 7-15 tahun sangat membutuhkan pengawasan dan perhatian dari orangtua

atau keluarga yang membesarkan Anak dalam usia seperti ini tidak mungkin akan

dibiarkan dan dilepaskan untuk bebas melakukan apa saja yang menjadi

kesenangan mereka Ralita membuktikan bahwa sekalipun peraturan atau norma

ajaran agama dan nasihat orangtua mengikat mereka tetapi kebutuhan yang paling

urgen adalah kehadiran orang-orang yang mereka cintai selalu mendampingi

mereka setiap saat dengan kasih sayang secara tulus.

Masa usia ini sangat membutuhkan bimbingan orangtuanya dalam segala

aspek hidupnya Dengan demikian anak akan bertumbuh secara dinamis dengan

kepribadian yang baik dan harmonis di masa depan, bahkan anak tersebut dapat

menjadi teladan dalam setiap tanggung jawab yang di per cay akan kepadanya.

Setiap orangtua mengharapkan anak-anaknya kelak menjadi orang yang sukses

Tetapi pada kenyataannya bahwa harapan ini tidak selamanya terwujud. Adapun

27

Page 28: ABALABAL

beberapa faktor yang menjadi kendala bagi orangtua dalam mengajar tanggung

jawab antara lain:

1. Faktor Kerohanian

Mendidik anak bukanlah memikirkan tentang bagaimana melakukan

kehendak diri sendiri, melainkan memikirkan apa yang Tuhan kehendaki, karena

keluarga ada dalam rencana Allah. Orangtua Kristen bertanggung jawab

membantu anak-anaknya untuk dapat mengerti dan memahami apa yang perlu

mereka lakukan. Sebagai orang percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juru

selamat maka dasar pengajaran adalah Alkitab.

Anak pada usia 7-15 tahun cenderung untuk meniru. Dengan meniru,

mereka akan maksimal melakukan sesuatu dibandingkan dengan melakukan apa

yang diwajibkan untuk dilakukan. Anak tidak hanya diperintah begitu saja untuk

melakukan sesuatu tetapi mereka juga perlu diberi contoh bagaimana caraf

melakukannya Karena itu-di dalam mendidik anak usia 7-15 tahun dituntut

adanya keteladanan dari orangtua. Stephen Tong menyatakan, "pendidikan yang

baik bukan hanya dikerjakan melalui perkataan, tetapi juga harus menerjunkan

seluruh pengajaran hidup yang menggerakkan hati mereka (anak-anak) masing-

masing. Jika hati nurani mereka kagum, hormat dan betul-betul melihat

orangtuanya sebagai contoh, maka pendidikan Anda sukses".37 Pernyataan ini

benar, tetapi yang menjadi persoalan tidak semua orangtua Kristen sudah

menjalankan tugasnya sesuai dengan apa yang Tuhan kehendaki. Hal ini ditandai

dengan munculnya berbagai masalah bagi anak. Stanley Heath menyatakan,

37 Stephen Tong. Membesarkan Anak Dalam Tuhan. (Jakarta: LRII. 2003). hlm 6

28

Page 29: ABALABAL

Pada zaman ini manusia menghadapi bermacam-macam masalah. Misalnya, anak nakal, hubungan suami istri yang renggang, kakak tertipu adik, depresi, ancaman bunuh diri, hamil di luar nikah, dan sebagainya. Umumnya, masalah-masalah itu disebabkan kegagalan dalam pendidikan anak, yaitu pembentukan kepribadian dan pola hidup yang seharusnya tuntas pada masa kecil. Orangtua kurang membaca firman Allah dan tidak mengerti bahwa mereka sendirilah yang bertanggung jawab untuk mendidik dan mengarahkan anak mereka.38

Kegagalan yang seperti dikemukakan di. atas dapat dipahami bahwa

semuanya itu disebabkan karena pengajaran orangtua Kristen tidak berpedoman

kepada firman Tuhan, tetapi berdasarkan keinginannya sendiri.

2. Faktor Pendidikan

Semua orangtua menginginkan kesuksesan anaknya di masa depan Tidak

ada orangtua yang mendidik anaknya supaya tidak berhasil dalam hidupnya. Akan

tetapi orangtua seringkali tidak memahami apa yang perlu diajarkan kepada anak

Oleh sebab itu tidak menutup kemungkinan ada orangtua yang hanya

memaksakan keinginannya kepada anak atau terlalu memanjakan dan

membiarkan anak melakukan apa saja yang mereka inginkan "Ada orangtua

termasuk orangtua Kristen terlalu melindungi anaknya".39 Memang tidak dapat

dipungkiri bahwa. anak-anak sangat membutuhkan perlindungan dan perhatian

untuk mendapatkan rasa aman, tetapi jika memberikan perlindungan yang

berlebihan juga akan membawa dampak buruk pada anak, seperti, anak menjadi

38 W Stanley Heath. Teologi Pendidikan Anak. (Bandung: Kalam Hidup. 2(K)5). hlm. 939 Ny. Y. Singgih D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa. Psikologi Unluk Mcmbimbine.

(Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2000), hlm 83

29

Page 30: ABALABAL

manja, tidak dapat mandiri, kurang percaya diri bahkan tidak bertanggung jawab.

"Ada juga orangtua yang terlalu khawatir akan keadaan anak-anaknya

Kekhawatiran bisa disertai pemanjaan dan kasih sayang yang berlebihan".40

Senada dengan pernyataan di atas, Alex Sobur menyatakan, barangkali orangtua

semacam ini belum mengerti, bahwa anaknya harus mendapat kesempatan

berkembang dengan lingkungannya".41 Kebiasaan anak sering dibantu atau

dilayani akan dapat mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dan tidak akan

mandiri. Karena itu, anak tidak perlu diberi perlindungan atau pemanjaan yang

berlebihan.

Roy Lessin menyatakan, "untuk mendidik anak-anak dalam jalan yang

ditunjuk Allah kita perlu memberi perhatian lebih dari satu hal. Kasih dan disiplin,

pengajaran dan teladan semuanya bekerja sama menghasilkan pendidikan yang di

butuhkan anak-anak".42 Orangtua bukan saja mengasihi anak secara berlebihan

sehingga anak menjadi manja tetapi orangtua perlu juga mendisiplin anak agar ada

keseimbangan dalam pendidikan tersebut. Salomo berkata dalam Amsal bahwa,

"Hajarlah anakmu selama ada harapan, tetapi jangan engkau menginginkan

kematiannya" (Ams. 19:18). Baverly La Haye menyatakan, "Alkitab memberikan

petunjuk-petunjuk yang cukup tentang bagaimana mendisiplinkan seorang anak,

Alkitab perlu selalu menyinggung tongkat apabila sedang membicarakan soal

40 Ny. Singgih D. Gunarsa dan Singgih Dengan. Gunarsa. Op. Cit., hlm. 8741 Alex Sobur, Butir-Butir Rumah Tangea. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1987). hlm. 25342 Roy Lessin, Disiplin Keluarga. (Making: Gandum Mas. 1978). hlm 61

30

Page 31: ABALABAL

menegur anak-anak".43 Roy Lessin menyatakan, "kasih tanpa disiplin

menghasilkan anak-anak yang manja. Disiplin tanpa kasih menghasilkan anak-

anak yang tak bersemangat dan mudah putus asa. Pengajaran tanpa teladan

menghasilkan anak-anak yang mudah tersinggung dan tidak mantap".44 Dengan

demikian apabila sedang mendidik anak, disiplin tidak boleh diabaikan.

3. Faktor Psikologi

Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalarn upaya

mengembangkan kepribadian seorang anak Mary Go Setiawani menyatakan,

"keluarga yang hangat membuat anak tumbuh dalam suasana kasih sebab kasih

dan perhatian merupakan hal yang vital bagi anak yang sehat memberikan

kestabilan jiwa pada seorang anak, ketenangan dalam emosi, dan kesukaan dalam

belajar".45 Senada dengan pernyataan di atas, Djawad Dahlan menyatakan,

"peralatan orangtua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai

kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan

faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota

masyarakat yang sehat".46 Pernyataan-pernyataan di alas menjelaskan bahwa

keluarga yang harmonis dan bahagia menjadi cermin dan teladan bagi

perkembangan kepribadian seorang anak. Sebaliknya, jika seorang anak

43 Djawad Dahlan. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaia. (Bandung Remaja Rosdakana. 2004). him. 37

44 Baverly La Haye. Mengenai Tingkah Laku Anak-Anak. (Bandung Kalam Hidup. \977). hl. 48

45 Roy Lassin. Op Cil. hl. 6146 Mary Go Setiawani. Op Cit, hl. 11

31

Page 32: ABALABAL

dibesarkan dalam keluarga yang broken home dan selalu ada percekcokan di

antara orangtua, tidak ada hubungan yang akrab, ataupun perceraian dapat

menyebabkan ketidakstabilan emosional dan ketidakmampuan anak untuk

menyesuaikan diri dengan lingkungannya Alex Sobur menyatakan, "bila

keadaannya tidak menguntungkan misalnya dalam situasi broken home di mana

orangtuanya hidup beipisah, ia akan berkembang sebagai pribadi yang akan

menghindarkan diri dari kehidupan normal, menjadi anti sosial, agresif serta

cenderung melakukan hal-hal yang sifatnya destruktif.47

Dampak lain dari keluarga yang tidak harmonis adalah keberadaan anak

tidak lagi diperhatikan. Gary Snalley mengutip perkataan Nicholi yang

memberikan empat alasan utama mengapa anak-anak tak diperdulikan atau

diabaikan yaitu salah satu di antaranya adalah, "tingkat perceraian yang tinggi".48

la melihat bahwa perceraian umumnya menuntut orangtua tunggal bekerja di luar

rumah, membuat lebih sedikit waktu untuk perkembangan emosi dari anak-anak.

Keadaan keluarga seperti di atas dapat mengakibatkan orangtua tidak lagi

memperdulikan pendidikan anaknya, sehingga jiwa dan kepribadian anakpun

bertumbuh dengan tidak wajar.

4. Faktor Sosial

47 Alex Sobur. Op Cit.. hlm 28448 Gari Smalley, Kunci ke Hati Anak Anda. (Batam: Interaksara. 2001). hlm. 65

32

Page 33: ABALABAL

Faktor sosial merupakan salah satu faktor yang sangat penting yang tidak

bisa diabaikan khususnya jika berhubungan dengan dunia anak. Faktor sosial

sangat mempengaruhi kehidupan seorang anak di masa depan. Keluarga berperan

aktif untuk mengajarkan nilai-nilai positif bagi anak sebagai bekal menuju ke

dunia luar (masyarakat umum). Nilai-nilai positif yang dimaksudkan di sini yaitu

kejujuran, kedisiplinan, rasa tanggung jawab, ketaatan dan lain-lain.

Jika hal ini terus dipupuk dan dikembangkan oleh orangtua maka akan

terinternelais dalam diri anak. Tetapi sebaliknya, ini tidak dapat bertahan lama

tanpa ada pengawasan secara kontinu dari orangtua Seiring dengan perkembangan

sosial anak usia 7-l5 tahun yang semakin meluas maka tidak menutup

kemungkinan anak dapat terkontaminasi dengan orang-orang yang menentang,

nilai-nilai yang sudah diajarkan oleh orangtua. Oleh sebab itu pengaruh sosial

anak khususnya teman sebaya bukan hanya berlaku pada anak remaja tetapi juga

bagi anak usia 7-15 tahun.

Pada umumnya usia 7-15 tahun cenderung untuk meniru perilaku orang-

orang di sekelilingnya Akibatnya, anak akan mengembangkan nilai-nilai yang

berbeda dengan apa yang sudah diajarkan orangtua dalam keluarga Apa yang

dilihat, itu yang dilakukan tanpa memikirkan apakah itu baik atau tidak Dengan

demikian, jika kehidupan sehari-harinya banyak dipengaruhi oleh orang-orang

yang moralnya baik maka pada akhirnya anak itu bertumbuh menjadi anak yang

33

Page 34: ABALABAL

baik pula Tetapi jika ia hidup dalam lingkungan yang tidak baik, maka anak

tersebut akan sulit diatur, bahkan menjadi anak yang tidak bertanggung jawab.

5. Faktor Ekonomi

Tekanan ekonomi yang semakin mendesak dapat mengakibatkan tugas

mengurus rumah tangga, mengasuh dan merawat anak diabaikan oleh orangtua

dan diganti oleh kerabat keluarga lainnya atau pengasuh (baby sister) "Tak sedikit

orangtua yang lebih mementingkan pekerjaan daripada keluarga. Ini semua

dilakukan untuk memenuhi kebutuhan material".49

Dengan mereka berkecimpung dalam dunia pekerjaan sadar atau tidak

sadar mereka membuka jerat bagi dirinya sendiri untuk mengabaikan tanggung

jawabnya dalam mendidik anak. Waktu orangtua yang terlalu banyak disita oleh

tugas dan kesibukan membuat mereka tidak mempunyai waktu yang cukup untuk

bersama anak di rumah, sehingga komunikasi tidak lancar. Quentin J. Schultze

juga menyatakan, "separoh dari penduduk Amerika Serikat mengungkapkan

kekurangan waktu mereka untuk keluarga ... Banyak keluarga yang tidak

mempunyai waktu untuk saling memperhatikan dewasa ini menurutnya, salah satu

penyebabnya ialah terlalu banyak pekerjaan".50

6. Faktor Audio-Visual

49 Elissiti J., Spiritual Parenting. (Curiosia. 2004). hlm. 1450 Quentin J Schulzec. Menangkan Anak-Anak dari Media. (Jakarta: Metanoia. 1996).

hlm 21

34

Page 35: ABALABAL

Media audio visual tidak dapat dipisahkan dari dunia anak. Perkembangan

media elektronik yang semakin canggih membawa pengaruh besar bagi pola asuh

orangtua kepada anak-anaknya. Tak dapat disangkal bahwa disatu sisi media

memberi manfaat bagi anak. Seperti Televisi, menjadi sumber informasi yang

cukup etektif untuk memperkaya pengetahuan dan pengalaman anak. Beverly La

Haya menyatakan, "banyak eksperimen sudah dilakukan di seluruh Amerika

Serikat untuk melihat akibat televisi pada anak-anak yang menontonnya selama

20 atau 25 jam seminggu. Dari segi positif ada yang mengatakan bahwa televisi

itu memperluas kosa kata dan menambah pengetahuan akan dunia sekelilingnya.51

Di sisi lain, kehadiran media dalam keluarga dapat menimbulkan persaingan

secara implisit dengan orangtua sebagai tokoh-tokoh yang berotoritas bagi anak-

anak. Quentin J. Schultze menyatakan,

Di dunia media massa /aman sekarang, kasus menyibukkan anak-anak dengan media sedang mengarah kepada krisis orangtua yang sangat merugikan hubungan orangtua-anak Orangtua merasa seolah-olah mereka mengasihi anak mereka dengan cara memenuhi waktu si anak dengan teknologi (media)... Orangtua bukan lagi menjadi pengasuh yang sejati.52

Orangtua yang memakai media sebagai pengasuh anak secara tidak

langsung ia membuat tembok pemisah dengan anak-anak mereka. Tidak jarang

anak akan merasa bahwa media lebih penting daripada orangtuanya Quentiin J

Schultze menyatakan,

Terlalu banyak anak-anak yang merasa seakan-akan teman mereka yang sejati ialah bayangan-bayangan teknologi tinggi. Dengan cara mereka yang kekanak-kanakan, mereka merasa bahwa para tokoh media menerima

51 Beverly La Have, Memahami Temperamen Anak Anda. (Bandung Kalam Hidup. 2002). him. 103

52 Qurentin J Schultze. Op Cit. him. 116

35

Page 36: ABALABAL

mereka dan bersedia bermaln dengan mereka setiap hari Sebaliknya, orangtua tidak selalu bersedia atau terlalu sibuk dengan hal-hal lain ketimbang memberi perhatian kepada si anak.53

Media dapat membawa pengaruh negatif bagi anak bila orangtua memakai

media untuk mengganti posisinya dalam mendidik anak tanpa mempertimbangkan

akibatnya bagi pertumbuhan anak yang wajar Sejak usia dini anak-anak perlu

didampingi oleh orang dewasa saat menonton televisi Terangkan pada mereka apa

yang mereka lihat, agar mereka dapat melatih did untuk bersikap kritis pada media

tersebut. Orangtua perlu memperhatikan secara teliti acara apa yang boleh

ditonton dan yang tidak boleh ditonton oleh anak.

53 Ibid,hlm.ll5

36

Page 37: ABALABAL

BAB III

LANDASAN TEOLOGI TENTANG PERANAN ORANGTUA KRISTEN

DALAM MENGAJARKAN TANGGUNGJAWAB BAGI

ANAK USIA 7-15 TAHUN

Setiap keluarga Kristen perlu meletakkan dasar pengertian yang benar

dalam setiap pengajarannya Pengertian yang benar dimaksudkan di sini adalah

pengertian yang berpaut pada Aikitab Dengan tujuan supaya pengajaran orangtua

kepada anak-anaknya tidak menyimpang dari apa yang dikehendaki oleh Allah

Menurut William E. Candace Backus, "pendidikan anak yang paling berhasil

adalah jika orangtua berjalan seiring dengan standar yang ditetapkan Tuhan".1

Untuk lebih jelasnya di bawah ini penulis akan memaparkan landasan teologis

tentang peranan orangtua Kristen dalam mengajarkan tanggung jawab bagi anak

usia 7-15 tahun

A. Perjanjian Lama

Alkitab mencatat secara jelas bahwa ahak-anak adalah anugerah dari Allah

yang diberikan kepada para orangtua. Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah

milik pusaka dari pada TUHAN dan buah kandungan adalah suatu upah (Mzm.

127:3). Alkitab secara jelas dalam Perjanjian Lama menceritakan bahwa,

kehadiran anak dalam keluarga diidentikkan dengan diberkati Tuhan, sehingga

ada keluarga yang tidak dikarunai anak dianggap kutukan (Kej. 30:2,18; 33:5;

1 William E. Candade Backus, Menjadi Orangtua Yang Berwibawa. (Jakarta. Imanuel, 1995),

hl. 45

37

37

Page 38: ABALABAL

48:9' Ul. 7:13). Jadi salah satu faktor yang menentukan suatu keluarga diberkati

atau tidak diberkati Tuhan tergantung pada ada dan tidak adanya anak. Hal ini

secara tidak langsung menggambarkan bahwa orang-orang di zaman Perjanjian

Lama telah memandang anak sebagai anugerah dari Allah. Seperti dalam keluarga

Adam. Ketika Hawa melahirkan Kain anak pertamanya, ia berkata "aku telah

mendapat seorang anak laki-laki dengan pertolongan dari Tuhan" (Kejadian 4: Ib).

Perkataan ini lebih menegaskan bahwa anak adalah pemberian Allah.

Karena anak adalah pemberian dari Allah kepada orangtua, maka orangtua

dituntut untuk bertanggung jawab dalam mengajar, mendidik dan mengasuh anak-

anaknya. Stephen long menyatakan, "anak-anak adalah anugerah Tuhan,

pemberian dari Tuhan: maka terimalah dengan balk berdasarkan pengertian yang

benar mengenai posisi anak-anak dalam keluarga".2 Jika orangtua memahami

pribadi anak dengan jelas, tentu orangtua dapat mendidik dan mengajar serta

mengarahkan anak dengan baik.

Mendidik anak merupakan tugas utama yang diamanatkan Allah kepada

orangtua sebagai wakil Allah Sebagaimana Allah rnengamanatkan kepada hamba-

Nya Musa dan diteruskan kepada bangsa Israel hingga sekarang. Alkitab secara

gamblang menuliskan:

Inilah perintah,' yakni ketetapan dan peraturan, yang aku ajarkan kepadamu atas perintah Tuhan, Allahmu, untuk dilakukan di negeri, ke mana kamu pergi untuk mendudukinya, supaya seumur hidupmu engkau dan anak cucumu takut akan Tuhan, Allahmu, dan berpegang pada segala ketetapan dan perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu, dan supaya lanjut umurmu Maka dengarlah, hai orang Israel! Lakukan itu dengan setia, supaya baik keadaanmu, dan supaya kamu menjadi sangat banyak, seperti yang dijanjikan TUHAN, Allah nenek moyangmu, kepadamu di suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya (UI 6 1-3).

2 Stephen Tong, Membesarkan Anak Dalam Tuhan. (Jakarta: LRII, 2003), hl. 4

38

Page 39: ABALABAL

Allah menghendaki orangtua Israel supaya mengajarkan kebenaran dengan

tekun kepada anak-anak mereka, tentang pengenalan akan Allah yaitu Allah

Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub Firman Tuhan mengatakan dengan jelas

bahwa,

Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hati dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruskah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu (UI. 6:4-9).

Bagian firman Tuhan di atas biasa disebut dengan "istilah shema, yang

berarti syahadat iman yang harus dipelajari dan dihafal oleh setiap anak-anak

Israel".3 Shema bukan suatu intruksi yang khusus bagi kaum Israel tetapi juga

berlaku sebagai kewajiban bagi keluarga masa kini. Anak-anak sangat

memerlukan pengajaran yang benar supaya mereka bertumbuh dan hidup untuk

menyenangkan Allah. Orangtua mempunyai tugas yang agung untuk mengajar

mereka. Karena itu para orangtua dituntut agar memberi pengajaran berdasarkan

perintah-Nya secara berulang-ulang.

Secara eksplisit Musa menegaskan agar ketetapan-Nya (UI. 6:4-9)

diajarkan kepada anak-anak secara berulang-ulang. Ensiklopedi Fakta Alkitab

menjelaskan,

3 Stanley Heath, Teologi Pendidikan. (Bandung: Kalam Hidup, 2005), hl. 37

39

Page 40: ABALABAL

Frase mengajarkannya berulang-ulang berasal dan sebuah kata Ibrani yang biasanya mengacu kepada hal menajamkan sebuah alat atau mengasah sebilah pisau. Apa yang dilakukan batu asa untuk mata pisau demikian pula dilakukan pendidikan untuk anak itu. Pendidikan mempersiapkan anak-anak untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna dan produktif.4

Pernyataan di atas memberikan penjelasan bahwa secara sederhana pesan yang

ingin disampaikan melalui kutipan di atas ialah, jikalau batu berfungsi untuk

menajamkan pisau demikian juga orangtua berperan dalam mempertajam setiap

pengajarajan dengan mengajarkannya secara terus-menerus Orangtua perlu untuk

mengajar dan mendidik anak-anaknya dengan tidak terbatas pada waktu dan

tempat tertentu, melainkan disetiap kesempatan dalam kehidupan mereka sehari-

hari.

Hal yang serupa juga diungkapkan oleh I. J. Cairns yang menyatakan,

"istilah mengajar berulang-ulang mempunyai arti harafiah yaitu: meruncingkan,

mempertajam. Israel dianjurkan supaya berusaha sekuat tenaga dan dengan

memakai segala keahlian yang ada, supaya penyataan kehendak Tuhan dihayati

oleh generasi mendatang".5 Dalam hal ini orangtua seyogyanya mengajar anak

dengan tekun, sabar, berulang-ulang dan konsisten Setiap orangtua dituntut untuk

mengorbankan waktu, tenaga, materi, pikiran dan keinginan pribadi maupun

ketekunan yang besar, supaya ajaran yang diberikan kepada anaknya tidak hanya

sekedar dipahami dengan akal atau pikiran tetapi mereka dapat melaksanakannya

dengan baik dan benar Jika anak dididik terus-menerus sesuai dengan kehendak-

4 J. I. Packer, Merrill C. Tenney dan William. Jr.. Ensiklopedi Fakta Alkitab 2. (Malang: Gandum Mas. 2001). him 937

5 J. Cairns, Tafsiran Alkitab Kitab Ulangan Ps. 1-11. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997). him. 134-135

40

Page 41: ABALABAL

Nya, maka lambat laun didikan tersebut dapat terinternalisasi dalam diri anak dan

akhirnya anak menjadi generasi yang mendatangkan kebahagiaan dan sukacita

bagi orangtuanya (Ams 29:17) dan terlebih mempermuliakan Tuhan.

Sehubungan dengan mandat yang diberikan Allah kepada orangtua sebagai

wakil-Nya, maka orangtua perlu menyadari bahwa peranannya bukan hanya

memenuhi kebutuhan jasmani anak, tetapi orangtua juga berkompoten untuk

memperhatikan rohani dan karakter anak, serta melatih anak-anak untuk bertindak

dengan baik. Orangtua memiliki tugas ganda Satu tugas yang sangat penting

adalah memperkenalkan kasih dan kuasa Bapa di sorga yang .telah menciptakan

dunia beserta isinya kepada anak-anak dan tugas ini adalah tanggung jawab

orangtua untuk mengajarkannya Allah secara benar kepada anak-anaknya,

sehingga rohani anak bertumbuh secara benar. Judith Alien Shelly menyatakan,

"orangtualah yang terutama bertanggung jawab penuh terhadap perkembangan

rohani dan konsep diri anaknya".6 Allah menetapkan tugas utama orangtua untuk

mengajar dan mendidik anak-anaknya mengenai kebenaran finnan Tuhan dengan

bergantung sepenuhnya kepada pimpinan Roh Kudus.

Orangtua memegang peranan penting di dalam perkembangan dan

pertumbuhan rohani anak. Seluruh eksistensi orangtua memberi pengaruh besar

bagi anak terutama anak usia 7-15 tahun. Oleh sebab itu, Allah menghendaki

kehidupan para orangtua sebagai orang yang pertama dan terutama memberi

pengaruh dan teladan bagi anak-anaknya. Way Haystead menyatakan, "pengajaran

iman yang efektif pertama-tama harus dinyatakan melalui tindakan dan

keteladanan, baru kemudian dengan kata-kata. Keteladanan orangtua, pengalaman

6 Judith Alien Shelly, Kebutuhan Rohani Anak. (Jakarta. BPK Gunung Mulia,), hlm. 32

41

Page 42: ABALABAL

sehari-hari dan keikutsertaan dalam kegiatan ibadah merupakan bahan dasar untuk

memperkenalkan anak pada konsep-konsep berkenaan dengan Allah".7

Pada awal shema Israel dituliskan "Dengarlah, hai orang Israel. TUHAN

itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hati

dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu" (UI 6:4-5), ini

merupakan suatu petunjuk bagi orangtua untuk dapat membimbing anak-anaknya

datang kepada Tuhan. Bagian ini sangai penting untuk dilaksanakan oleh orangtua

dalam setiap tugas dan tanggung jawabnya sehari-hari. Bagaimana mungkin

orangtua dapat meyakinkan anak-anaknya bahwa pengenalan akan Allah sangat

penting, jika orangtua sendiri tidak pernah meluangkan waktunya untuk datang

kepada Tuhan Oleh sebab itu, penting sekali bagi orangtua untuk memiliki relasi

yang baik dengan Tuhan sebelum mengajarkannya kepada anak-anaknya.

Abraham sebagai contoh dalam Alkitab yang menunjukkan kasih sayang bagi

keluarga. la diakui sebagai orang yang berhasil dalam membina dan menuntun

anak-anaknya supaya tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan Tuhan, dengan

menerapkan kebenaran dan keadilan (Kej 18:19) Kunci keberhasilan yang dimiliki

oleh Abraham adalah ia membangun persekutuan yang akrab dengan Allah (Kej.

1833, 2440, 41:15) Hidupnya dijadikan teladan karena imannya kepada Allah

ketika mempersembahkan Ishak di bukit Mona (Kej 22) Teladan yang sama

hendaknya dapat dimiliki oleh para orangtua yang hidup di zaman ini. Roy Lessin

menyatakan, "apabila saudara ingin melihat anak-anak saudara memiliki Yesus

sebagai Tuhan di dalam hidup mereka, maka haruslah jelas bagi mereka bahwa

7 Wes haystcad, Mengenalkan Allah Kepada Anak. (Yogyakarta: yayasan Gloria. 2000). hlm 25

42

Page 43: ABALABAL

Yesus benar-benar adalah Tuhan dalam hidup saudara".8 Ini berarti bahwa

sebelum orangtua mengajarkan kepada anak tentang pengenalan akan Tuhan,

terlebih dahulu orangtua memiliki tingkat kerohanian yang jauh lebih baik.

Secara psikolojgi anak usia 7-15 tahun pada umumnya sebagai peniru

yang ulung. Apa yang didengar diucapkan, apa yang dilihat dilakukan oleh

mereka. Jorat Wijanarko menyatakan, "tanpa keteladanan ajaran kita (orangtua)

kehilaugan otoritasnya, kita dicemooh oleh anak, dianggap munafik. Tanpa

keteladanan justru membuat anak akan kecewa, kehilangan figur, atau anak akan

melakukan bukan apa yang kita ajarkan, tetapi apa yang kita lakukan, sebab anak

adalah peniru yang ulung".9

Orangtua perlu mengajar anak dengan memberikan suatu teladan akan

lebih berhasil daripada sekedar memberitahukan segala peraturan dan nasihat

tanpa member! contoh langsung dari orangtuanya. Sebaliknya, orangtua tidak

akan berhasil dalam mendidik seorang anak, jika isi perkataannya bertentangan

dengan sikap dan perbuatannya. Oleh karena itu keteladanan merupakan cara

efektif dalam mendidik anak karena mudah dimengerti. "Cara efektif merubah dan

mempengaruhi orang lain dalam jangka panjang adalah memberi teladan".10

Lingkungan sosial yang pertama dikenal oleh anak adalah lingkungan keluarga

yang di dalamnya terdapat orangtua "Apabila orang dewasa atau orangtua yang

bergaul dengan anak-anak menunjukkan sikap masa txxloh, tidak bisa dipercaya,

8 Roi Lessinm. Disiplin Keluarga. (Making Gandum Mas. 2002). hlm 149 Jorat Wijanarko. Mendidik Anak. (Jakarta Suara Pemulihan. t. Thn ). hlm. 3810 Ibid

43

Page 44: ABALABAL

akibatnya mungkin anak akan menganggap bahwa begitulah sitat Allah dan anak

sulit mengembangkan hubungan yang sehat dengan Allah".11

Karena itu, sikap dan cara hidup orangtua hendaknya tidak bertentangan

dengan firman Tuhan, sehingga dapat dicontoh atau ditiru oleh anak mulai sejak

dini dan terlebih di masa yang akan datang.

Anak-anak memerlukan keteladanan lebih daripada sekedar penjelasan.

Tetapi, suatu keteladanan yang disertai dengan penjelasan sangat efektif dalam

mempengaruhi pengertian dan perasaan anak Selain dari keteladanan yang

diberikan, orangtua juga perlu membimbing dan mengarahkan anak karena anak-

anak membutuhkan bimbingan. Billy Graham menyatakan, "alam pikiran anak-

anak merindukan akan tangan yang membimbing dan suara yang memerintah

Orangtualah satu-satunya atasan yang diangkat Allah sebagai pengawas anak-

anak yang sedang bertumbuh itu".12 Penjelasan di atas menjelaskan bahwa, peran

orangtua sangat penting dalam pertumbuhan seorang anak.

Judith Alien Shelly menyatakan, "bila anak-anak secara teratur dipupuk

dalam iman, melalui doa serta pengajaran Alkitab dalam keluarga yang penuh

kasih, dan hidup dalam lingkungan Kristen yang membangun, kemungkinan besar

mereka akan bertemu dengan Allah yang hidup dan imannya berkembang secara

mendalam serta mantap".13 Seorang anak tidak niungkm atau mustahil akan

bertumbuh dengan sendirinya Alkitab tidak memandang balm a pada dasarnya

tabiat manusia termasuk anak adalah baik adanya Sesungguhnya, dalam kesalahan

11 Ibid, hlm 1512 Billy Graham, Keluarga Yang Berpusatkan Kristus. (Bandung: Kalam Hidup, 1993).

hlm. 3713 Judith Alien Shelly, Op. Cit, hlm. 22

44

Page 45: ABALABAL

aku diperanakan dalam dosa aku dikahdung ibuku (Mzm 517) Ayat ini

menjelaskan bahwa setiap orang telah tercemar oleh dosa sejak dalam kandungan,

memiliki kecenderungan untuk mengikuti kesenangan dan keinginan diri sendiri

Karena itu orangtua perlu membimbing dan membekali anak untuk dengan

pengalaman-pengalaman rohani sehingga anak dapat memiHki pengenalan yang

benar tentang Allah yang mereka sembah. Terlepas dari itu di dalam

pengenalannya akan Dia hendaknya disertai dengan adanya rasa takut kepada

Allah John MacArthur menyatakan, "rasa takut ini memiliki dua aspek. Aspek

pertama adalah penghormatan yang berarti kekaguman yang suci akan kekudusan

mutlak dari Tuhan, yang di dalamnya tercakup rasa hormat dan pemujaan yang

menghasilkan rasa takut ketika berhadapan yang mulia. Aspek kedua adalah rasa

takut akan apa yang tidak disukai Tuhan".14

Jelas dalam pernyataan di atas bahwa, takut akan Allah berarti memandang

Dia dengan penuh kekaguman dan menghormati-Nya sebagai Allah karena

kemuliaan, kekudusan, keagungan dan kuasanya yang besar. Dengan demikian

orangtua perlu mengajarkan kepada anak agar takut akan Allah. Dengan kata lain

orangtua perlu mengajar anak untuk melakukan kehendak-Nya dan menjauhi

larangan-Nya. Jika anak dididik sejak usia dini, maka pada akhirnya anak akan

hidup takut akan Allah, berpaling dari kejahatan, membenci dosa dan mencintai

kebenaran bahkan teguh dalam iman percayanya kepada Allah (UI. 10:12; Ams.

3:7, 8:13; 16:6). Musa diperkirakan sudah sejak kecil didik oleh ibunya dengan

14 John MacArthur. Kiat Sukses Mendidik Anak Dalam Tuhan. (Jakarta: Imanuel, 2004). hlm.65

45

Page 46: ABALABAL

iman secara baik, sehingga ia tetap kokoh dalam iman percayanya sekalipun hidup

di lingkungan yang tidak percaya. Stephen Tong menyatakan,

Musa mungkin menyusu sampai sekitar dua tahun. Lalu setelah itu, mungkin pada usia tiga atau empat tahun sudah kembali ke istana. Jadi ibunya harus memakai waktu 7-15 tahun permulaan hidup Musa untuk menanamkan iman keparcayaan Allah yang sejati, bukan Allah orang Mesir, ilah-ilah dan dewa-dewa Mesir, tetapi Allah yang sejati adalah Yahweh yang telah mengeluarkannya dari rahim ibunya, yaitu Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah yakub. Dari penanaman iman sejak masa kecil ini menjadikan Musa memiliki beton iman yang kuat, yang tidak iasangkal sampai mati.15

Pernyataan di atas menegaskan bahwa dari usia dini pun Musa sudah

hidup dalam takut akan Allah bahkan seumur hidupnya ia tidak meninggalkan

Allah nenek moyangnya. Sekalipun Musa hidup di tengah-tengah orang yang

tidak percaya di istana Mesir, ia tetap memiliki iman yang begitu kuat.

Seiring dengan hal mendidik anak hidup takut kepada Allah, orangtua dapat

mengajar anak untuk taat dan hormat pada otoritas yang telah Allah anugerahkan

kepada para orangtua Sebagaimana sudah dibahas pada bab sebelumnya bahwa

anak usia 7-15 tahun belum mampu memahami sesuatu yang abstrak, karena itu

rasa takut akan Allah dapat diwujudkan dalam sikap taat dan normal pada

orangtua "Anak wajib menaati orangtuanya Sebab hal itu merupakan bagian yang

tak dapat dipisahkan dan ketaatan anak terhadap Tuhan".16

Ketaatan kepada Tuhan yang tidak kelihatan dipelajari dalam ketaatan

kepada orangtua sebagai wakil Allah yang kelihatan. Oleh sebab itu, Tuhan

dihormati ketika anak-anak menaati orangtua mereka Dalam perintah kelima

15 Stephen long, Arsitek Jiwa I. (Jakarta: LRII, 2003). hlm. 20-2116 Ayah dan Ibu Tercinta, hlm. 42

46

Page 47: ABALABAL

hukum Taurat menghimbau anak-anak agar menghormati orangtua mereka (Kel.

20:12; UI. 5:16) Selain daripada itu Salomo memberi peringatan kepada anaknya

supaya taat kepada setiap didikan orangtuanya (Ams 1:8, 41-4, 6:20-23).

Berdasarkan beberapa ayat tersebut merupakan ketetapan bagi anak-anak untuk

hormat kepada orangtuanya. Tetapi orangtua juga perlu mengetahui bahwa sikap

taat dan hormat itu tidak datang dengan sendirinya, melainkan diajarkan dan

dipelajari.

John Mac Arthur menyatakan, "jika kita ingin membesarkan sebuah

generasi anak-anak yang bertekat untuk hidup dalam kebenaran, mereka harus

mulai dengan mempelajari bagaimana menaati orangtua mereka. Dan hal itu

merupakan tanggunng jawab orangtua...".17 Orangtua menjadi wakil Allah di bumi

bagi keluarga di dalam segala sesuaru. Berdasarkan hal ini maka orangtua

berkewajiban untuk mengajar anak untuk hidup dalam ketaatan demi kebaikan

anak itu sendiri. Maksud dari semuanya ini supaya pada waktunya mereka dengan

sendirinya dapat melakukan apa yang menjadi tanggung jawabnya sebagai anak

dalam keluarga bahkan tanggung jawabnya bagi Tuhan. Akan tetapi anak-anak

yang tidak pernah dituntut taat dan belajar taat, sukar mematuhi Tuhan

dikemudian hari.

Perintah yang lain diberikan Allah kepada para orangtua, yakni dalam

Amsal Salomo mengatakan: didiklah orang muda menurut jalan yang patut

baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan

17 John MacArthur, Op. Cit., hlm. 70

47

Page 48: ABALABAL

itu (22:6). "Kata Ibrani untuk "mendidik berarti mengabdikan".18 Tidak ada alasan

bagi orangtua untuk mengelak dari tugas dan tanggung jawabnya untuk

mengajarkan ketetapan-Nya kepada anak-anaknya. Karena itu orangtua dituntut

mengabdikan dirinya untuk mengajar dan mendidik anak-anak mereka. Sikap

orangtua yang demikian menjadi teladan bagi anak, sehingga mereka juga dapat

mengabdikan din kepada Allah.

Selanjutnya Wes Haystead menyatakan, "kata Ibrani yang diterjemahkan

sebagai didiklah mengandung pengertian disiplin. suatu proses pengajaran yang di

dalamnya terdapat unsur keteladanan yang konsisten. Pengertian menurut jalan

yang patut baginya adalah sesuatu yang tepat dan sesuai dengan keunikan masing-

masing anak".19 Pernyataan ini mengandung makna bahwa mendidik anak

mencakup disiplin. Karena dosa sudah melekat pada seorang anak dari kecil,

sehingga ia cenderung untuk berbuat dosa. Ruth Laufer & Anni Dyck

menyatakan, "anak tidak perlu diajar untuk berdusta atau marah, mungkin juga

anak tidak melihat hal ini pada diri orangtua mereka, namun pada suatu hari

mereka akan berdusta, marah dll".20 Amsal Salomo menyatakan "kebodohan

melekat pada hati orang muda, tetapi tongkat didikan akan mengusir itu dari

padanya" (Ams 22:15). Firman Tuhan menyatakan bahwa kemauan melawan

sudah ada di dalam hati seorang anak, sehingga dibutuhkan tongkat didikan untuk

mengusir itu dari padanya Amsal 3:12 mengatakan, "karena Tuhan memberi 18 LAI. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. (Malang: Gandum Mas. 2004), hlm. 99419 Wes Haystead, Mengenalkan Allah Kepada Anak. (Yogyakarta: Yayasan Gloria. 2000),

hlm. 2320 Rulh Laufer & Anni Dyck, Pedoman Pelavanan Anak. (Malang: YPPII Depertemen

Pembinaan Anak dan Pemuda. t thn ). hlm. 6

48

Page 49: ABALABAL

ajaran kepada yang dikasihi-Nya, seperti seorang ayah kepada anak yang

disayangi". Dan siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya (Amsal

13:24b).

Ayat di atas mengarahkan orangtua untuk mendisiplin anak di saat

menunjukkan sikap tidak mau taat dan normal kepada orangtua Larry Christenson

menyatakan, "pendidikan yang tidak ditopang dengan tata tertib alkitabiah tidak

mengandung kasih dan pengertian terhadap anak".21 Orangtua yang sungguh-

sungguh mengasihi anak mereka akan menegur dan mendisiplin mereka ketika

mereka tidak taat. Karena "anak yang tumbuh tanpa mengenal peraturan yang

mengharuskan kemauan dan kelakuannya sendiri tunduk ialah seorang anak

malang".22 Ini berarti bahwa memberikan disiplin pada anak begitu penting.

Pada dasarnya disiplin yang perlu dilakukan oleh orangtua berrujuan untuk

mengatur dan mengubah perilaku anak dari yang negatif menjadi positif, sehingga

anak dapat hidup disiplin, taat dan bertanggung jawab. Larry Christenson

menyatakan, "kalau kebiasaan semacam itu (mendidik anak dengan disiplin) telah

dimulai dilaksanakan waktu ia masih kecil dan secara tetap, anak itu segera tahu

bahwa wewenang orangtuanya tidak boleh dianggap ringan... la akan menjadi

anak yang bahagia, mantap, patuh - hidup di bawah wewenang ayahnya

(orangtuanya), hidup selaras dengan peraturan Allah".23

21 Larry Christenson, Op. Cit, hlm. 9022 Ibid. hlm. 73

23 Ibid. hlm. 95

49

Page 50: ABALABAL

Namun, Tanpa disiplin, anak akan terbiasa hidup tidak tertib, tidak mau

diatur, menjadi pembuat masalah dan mempermalukan orangtuanya (Ams. 29:15).

Dalam arti anak tidak hidup dalam ketaatan menjadi anak yang memberontak,

tidak hormat kepada orangtua dan ketika sudah dewasa menjadi orang yang tidak

baik. Dalam mendisiplin anak hendaknya orangtua melaksanakannya dengan

dasar kasih dan sikap tenang. Dengan berbuat dernikian tidak memberi kesan

yang negatif terhadap anak, tetapi dapat menolong anak untuk menyadari

kesalahannya dan mendorong dia memperbaikinya.

Disiplin dan kasih berjalan bergandengan. Disiplin tidak mungkin menjadi

efektif tanpa kasih. Dan kasih tanpa disiplin itu lemah dan tidak murni, sedangkan

disiplin tanpa kasih itu dingin dan kaku. Namun bila keduanya berjalan bersama

(disiplin dan kasih), maka hasihiya menjadi maksimal. Alex Sobur menyatakan,

"marah-marah waktu mendisiplin hanya membuat anak kehilangan harga diri di

mata orangtuanya. Atau dapat membuat si anak merasa kebingungan dan tidak

dapat mengubahkan perbuatan yang salah".24 Oleh karena itu, dalam hal

mendisiplinkan anak hendaknya orangtua dapat bersikap tenang, dan tidak maiah,

sehingga anak menjadi yakm bahwa orangtua tidak hanya sekedar menghukum

tetapi ini adalah wujud nyata kasihnya kepadanya.

Selam mendisiplin dengan kasih, orangtua juga perlu memahami bahwa

dalam mendisiplin anak hendaknya selektif dan kreatif sebab setiap anak unik

adanya Mary Setiawani dan Stephen long menyatakan, "kata jalan yang terdapat

24 Alex Sobur, Butir-Butir Mutiara Rumah Tangga. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1987). hlm. 45

50

Page 51: ABALABAL

dalam Amsal 22:6 yang merupakan suatu jalan yang telah Tuhan sediakan

menurut rencana penciptaan Allah sendiri".25 Penjelasan ini memberikan indikasi

supaya dalam mendidik anak orangtua mengetahui bahwa sifat dan karakter setiap

anak berbeda satu dengan yang lain. Larry Christenson "agar orangtua berhati-hati

dalam mendidik anak. Jangan sampai orangtua memaksakan keinginan dan cita-

citanya sendiri kepada salah seorang anaknya".26 Perbedaan-perbedaan yang ada

dalam tabiat anak menandakan adanya perbedaan arah kehidupan yang telah

ditentukan Allah untuk mereka masing-masing. Jika orangtua mengerti secara

baik tentang perbedaan tersebut maka orangtua dapat menolong anak untuk

mengembangkan potensinya dengan efektif Dengan maksud supaya segala potensi

yang dimiliki oleh anak dapat dipakai untuk hormat dan kemulian nama-Nya.

Allah berjanji jika anak dididik menurut jalan yang patut baginya, maka

pada masa tuanyapun tidak akan menyimpang dari pada jalan yang Tuhan telah

tetapkan untuk mereka (Ams. 22:6).

25 Mary Setiawani dan Stephen long, Seni Membentuk Karakter Kristen. (Jakarta: LRII. 1995), hlm. 8

26 Larry Christenson, Keluarga Kristen. (Semarang: Persekutuan Benania, 1994). hlm. 6

51

Page 52: ABALABAL

B. Perjanjian Baru

Di dalam Perjanjian Baru memaparkan secara gamblang tentang kehadiran

seorang anak yang dipandang sebagai sesuatu yang berharga di mata Tuhan.

Keberadaan seorang anak kecil selalu mendapat perhatian yang istimewa

dari Yesus Kristus. Pada saat murid-murid-Nya bertanya kepada Yesus, "siapakah

yang terbesar dalam Kerajaan Surga?" (Mat. 18:1). Yesus menjawab dengan

memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka dan

mengajak para pendengar-Nya untuk menjadi seperti anak kecil tersebut (Mat.

18:3). Anak kecil seringkali diumpamakan sebagai orang yang layak masuk ke

dalam Kerajaan Allah (sorga) dan la mengidentikkan anak-anak

dengan diri-Nya. Yesus berkata"barangsiapa menyambut seorang anak kecil

seperti ini dalam nama-Ku, la menyambut Aku (Mat, 18:5)". Bukan berarti bahwa

anak-anak tidak berdosa, masih polos, tetapi karena mereka mudah menerima dan

mau bergantung kepada orang lain serta mereka mempunyai iman kepercayaan

yang sejati Anak-anak mengasihi Tuhan dengan hati yang tuliis.

Anak usia 7-15 tahun pada umumnya mereka mudah percaya segala

sesuatu, dan mudah untuk dipengaruhi oleh lingkungan di mana ia berada. Yesus

bukan hanya ingin menjadikan seorang anak kecil sebagai suatu perumpamaan

Tetapi di pihak lain la mau mengingatkan kepada orang dewasa pada saat itu

termasuk murid-murid-Nya supaya mereka sadar akan tanggungjawab untuk

mendidik anak pada jalan kebenaran. Di tengah-tengah kesibukan Yesus

sekalipun, la tidak pernah menolak anak-anak yang datang kepada-Nya. Oleh

sebab itu pada saat orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus supaya

52

Page 53: ABALABAL

meletakkan tangan-Nya alas mereka dan mendoakan mereka maka la berkata

"biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka,

sebab orang-orang seperti itulah yang empunya Kerjaan sorga (Mat 19:13-14)

Jelas bahwa, la menghargai anak-anak, tetapi juga mengasihi mereka (Mrk.

10:16). Sikap teladan yang diberikan oleh Yesus, hendaknya dijadikan acuan oleh

para orangtua dalam mendidik anak-anaknya Oleh sebab itu, sebagaimana Yesus

memandang anak-anak, demikian hendaknya orangtua memandang mereka.

Dalam masa pelayanan Yesus selama di bumi, Yesus tidak memandang

rendah seorang anak. Yesus berkata "ingatlah, jangan menganggap rendah

seorang dari anak-anak kecil ini" (Mat. 18:10) Karena itu pada saat murid-murid-

Nya berusaha menghalangi orangtua yang ingin membawa anak-anak mereka

kepada Yesus (Mat. 19:13; Mrk. 10:13, Luk. 18.15), maka la sangat marah.

Nehemiah Mimery menyatakan, "murid-murid melihat bahwa anak-anak yang

dibawa oleh orang-orang tua itu, bukan dalam keadaan sakit sehingga

memerlukan pertolongan Yesus, melainkan anak-anak itu kelihatan riang Murid-

murid membuat kesimpulan bahwa anak-anak itu tidak perlu dibawa kepada

Yesus yang rupanya sedang sibuk melayani orang-orang sakit".27 Murid-murid

Yesus seakan-akan menganggap bahwa pelayanan Yesus hanya diperuntukkan

kepada orang-orang yang susah. Pernyataan yang sama memberi penafsiran,

"murid-murid-Nya barangkali memarahi orang-orang itu bukan karena berpikir

bahwa itu bukan sesuatu yang baik dilakukan, tapi karena mereka merasa la

terlalu sibuk".28 Secara tidak langsung murid-murid Yesus mengesampingkan

27 Nehemiah Mimen. Komentar Praktis Iniil Synopsis. (Jakarta: Mimery Press. 1999), hlm. 145

28 LAI,Op.Cit.,hlm. 104

53

Page 54: ABALABAL

akan pelayanan bagi anak-anak kecil. Atau dengan kata lain pelayanan untuk anak

kecil tidak terlalu begitu penting.

Paradigma seperti di atas diientang oleh Yesus la menganggap bahwa

keselamatan bukan hanya diperuntukkan bagi orang dewasa saja tetapi juga untuk

anak- anak, karena semua orang termasuk anak-anak telah berbuat dosa dan telah

kehilangan kemuliaan Allah (Rom. 3:23). Tidak ada seorang pun dilahirkan dalam

keadaan sempurna. Hal ini hendaknya dapat membuka cakrawala pemikiran para

orangtua bahwa sesungguhnya anak-anak tidak hanya membutuhkan pengajaran

yang teliti, tetapi mereka juga perlu dibimbing untuk datang kepada Yesus Sang

Penebus dosa dan Juruslamat manusia.

Mengajarkan tentang Tuhan kepada anak merupakan tugas penting dan

merupakan kewajiban bagi orang dewasa Tugas ini seharusnya dimulai sejak dini,

supaya dalam perjalanan hidupnya ia tidak mudah diombang-ambingkan oleh

pengajaran-pengajaran yang tidak bertanggung jawab atau ajaran yang tidak

sesuai dengan Firman-Nya. 'Seperti contoh yang dituliskan oleh rasul Paulus yaitu

Timotius, anak rohaninya, karena sejak kecil ia sudah diajar tentang pengenalan

akan Tuhan oleh neneknya dan ibunya (II Tim 1:5). Paulus berkata, "ingatlah juga

bahwa dari kecil engkau sudah mengenal kitab suci yang dapat memberi hikmat

kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus

Yesus" (II Tim 3:15). Bagaian ini membuktikan betapa pentingnya memberikan

pengajaran tentang Juruselamat kepada anak sejak usia dini.

Karena sifat seorang anak kecil adalah mudah sekali memberi respon

terhadap apa yang diajarkan kepada mereka Artinya mereka bersedia menerima

54

Page 55: ABALABAL

apa yang diberikan kepadanya Dengan adanya sifat dasar mereka yang demikian

dapat memudahkan para orangtua membimbing mereka untuk hidup bertumbuh

secara rohani. Satu hal yang tidak dapat dilalaikan atau lupakan oleh orang

dewasa, yakni anak-anak dapat menangkap kasih Tuhan kalau mereka mengenal

siapa Tuhan Dan orangtua juga perlu memahami bahwa seorang anak kecil tidak

secara alami bertumbuh mengasihi Tuhan. Tanpa pengarahan yang tepat mereka

tidak dapat datang kepada Tuhan. Kerusakan moral mereka yang sudah tercemar

oleh dosa akan menarik mereka makin jauh dari hadapan-Nya. Oleh sebab itu,

orangtua diharapkan untuk berperan aktif dalam membimbing anak untuk hidup di

dalam Dia.

Anak-anak yang ada di bawah wewenang orangtua perlu mendapat didikan

atau pengajaran yang baik, sehingga mereka dapat mengenal Tuhan dan

Juruslamatnya. Karena itu, mengasuh dan mendidik anak merupakan suatu

kewajiban bagi para orangtua. Seperti yang telah disinggung dalam Perjanjian

Lama orangtua adalah sebagai pewaris wewenang Allah dalam mendidik anak-

anaknya. Mandat yang sama juga dijelaskan dalam Perjanjian Baru. Di dalam

Efesus dituliskan suatu perintah khusus bagi orangtua supaya mereka mendidik

anak-anaknya dalam nasihat dan ajaran Tuhan, bukan sebaliknya. "Dan kamu,

bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi

didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan (Ef. 6:4)".

Ayat di atas seolah-olah hanya ditujukan kepada para kaum bapa.

"Mungkin karena bapa-bapa Paulus anggap sebagai kepala rumah tangga

55

Page 56: ABALABAL

(keluarga) yang memikul dan mewakili wibawa orangtua",29 maka ia hanya

menyebut bapa-bapa. Pernyataan ini mungkin benar mungkin salah, karena -

Abineno sendiri masih ragu-ragu dalam pernyataannya. Sedangkan John

MacArthur menyatakan.

Kata yang diterjemahkan "bapa-bapa" dalam Ef. 6:4 adalah patera, yang

dapat mengacu kepada para ayah secara khusus tetapi seringkali digunakan

untuk membicarakan kedua orangtua. Ibrani 11.28, sebagai contoh,

berkata, "karena iman, setelah lahirlah Musa disembunyikan selama tiga

bulan oleh orangtuanya {patera}. Di situ jelas kata tersebut berkaitan

dengan kedua orangtua. Saya yakin Ef 6:4 menggunakan patera di dalam

cara yang sama, yang meliputi ayah dan ibu. Tentu saja, prinsip di' dalam

ayat ini berlaku secara rata bagi kedua orangtua. Dan tanggung jawab

pengasuhan, pendidikan dan peringatan dengan jelas termasuk para ibu

seperti juga para ayah.30

Jadi berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa perintah

yang disebutkan dalam Etesus 6:4 berlaku bagi kedua orangtua yakni, ayah dan

ibu. Etesus 6:4 ini, dikomentari oleh Ralph P Martin dengan menyatakan,

"kewajiban sang ayah diperlihatkan baik secara negatif maupun secara positif.

Pertama, peringatan jangan menyakiti hati anak-anak (dengan mencari-cari

kesalahan mereka) sehingga membuat

29 J.L. Ch. Abineno, Tafsiran Alkilab Surat Efesus. (Jakarta. BPK Gunung Mulia, 1997), hlm. 223

30 John MacArthur. Op. Cil., hlm. 110

56

Page 57: ABALABAL

mereka jengkel; kedua, perintah untuk melatih anak-anak dalam pendidikan

disiplin hidup Kristen (inilah arti dan ajaran dan nasihat Tuhan).31

Perintah yang rasul Paulus tunjukkan kepada para orangtua sangat konkret,

yaitu baik secara negatif maupun secara positif Perintah ini diawali 'dengan

peringatan supaya janganlah membangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu

"Kata dalam bahasa Yunani yang diterjemahkan membangkitkan kemarahan

adalah parorgizo, yang berarti marah atau marah sekali".32 Kemarahan anak-

anak ditunjukkan dengan sikap memberontak atau sikap tidak man taat pada

orangtua. Dan hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti, karena sikap

orangtua yang terlalu melindungi, terlalu mamanjakan, adanya anak kesayangan

dalam keluarga, sasaran pengajaran yang tidak wajar atau membebani anak-anak

dengan tugas yang tidak sesuai dengan tingkat usia dan kemampuan anak, sikap

merendahkan anak atau memberi kritikan yang berlebihan kepada anak, kasih

yang berkurang dan disiplin yang berlebihan.

Jika orangtua mendidik anak dengan cara yang salah, maka hal itu dapat

berdampak negatif bagi kepribadian anak. Ted Ward menyatakan, "mendidik anak

dengan paksa adalah berbahaya".33 Mengingat bahwa anak-anak usia 7-15 tahun

pada dasarnya mereka masih labil dalam pertumbuhan dan perkembangannya

maka bila orangtua tidak mengajar, mendidik dan membimbing anak sebagaimana

mestinya psikologi anak akan terganggu. Misalnya, bagi anak yang selalu dikritik

secara terus-menerus, maka pada akhirnya anak tersebut akan menjadi anak yang

31 Donald Guthrie, Tafsiran Alkilab Masa Kini 3 Matius-Wahvu. (Jakarta: OMF, 2003), hlm. 604-605 .

32 John MacArthur, Op. Cit., hlm. 11333 Ted Ward. Nilai-Nilai Hidup Dimulai dari Keluarga. (Malang: Gandum Mas. 1979).

hlm. 107

57

Page 58: ABALABAL

kurang percaya diri. Karena itu Paulus menasihati orangtua supaya

menghindarkan didikan seperti yang sudah di bahas di atas.

Selanjutnya rasul Paulus memberikan petunjuk kepada orangtua tentang

pola didikan yang berdasarkan ajaran dan nasihat Tuhan. Dalam bahasa aslinya

kata " (paideia) berarti disiplin, didikan"34 dan kata "

(nouthesid) berarti peringatan"35 Jadi mendidik anak menurut ajaran dan nasihat

Tuhan adalah melatih anak dengan disiplin untuk melakukan apa yang Tuhan

perintahkan kepada mereka. Seperti yang tercantum dalam ringkasan rasul Paulus

tentang kewajiban keluarga Xristen. Ada satu perintah yang diberikan khusus

kepada anak-anak yaitu dalam Etesus 6:1-3, "hai anak-anak, taatilah orangtuamu

di dalam Tuhan, karena haruslah demikian, hormatilah ayah dan ibumu ini adalah

suatu perintah yang nyata dan janji ini; supaya kamu bahagia dan panjang

umurmu di bumi". Dan dalam Kolose 3:20, "hai anak taatilah orangtuamu dalam

segala hai, karena itulah yang indah di dalam Tuhan".

Anak adalah titipan Allah kepada orangtua, karena itu orangtua hendaknya

mendidik mereka untuk hidup dalam ketaatan. Didikan orangtua kepada anak dari

hari ke hari merupakan wujud nyata tanggung jawabnya di hadapan Tuhan

sebagai orang yang telah diberi wewenang.

34 BarcLay M. Newman. Kamus Yunani-Indonesia. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2002). hlm. 122

35 Ibid, hlm 113

58

Page 59: ABALABAL

BAB IV

PERANAN ORANG TUA KRISTEN DALAM MENGAJARKAN

TANGGUNG JAWAB BAGI ANAK USIA 7-15 TAHUN

Dalam bab sebelumnya penulis sudah menguraikan landasan teologis

tentang peranan orangtua Kristen dalam mengajarkan tanggung jawab bagi anak

usia 3-5 tahun, baik dalam Perjanjian lama maupun Perjanjian Baru. Selanjutnya

dalam bab ini penulis akan membahas tentang tanggung jawab orangtua Kristen

sebagai imam, pelindung, pendidik, motivator, tasilitator, dan taiiggung jawab

yang diajarkan kepada anak usia 3-5 tahun yang meliputi, kerohanian, moral,

disiplin kebersihan, ketrampilan dan materi.

A. Tanggung Jawab Orangtua Kristen

1. Sebagai Imam

Dalam Perjanjian Lama tugas seorang imam adalah menjadi perantara

untuk membawa umat Allah datang kehadirat-Nya untuk menyampaikan segala

pergumulan dan ucapan syukur umat-Nya serta mempersembahkan korban (Imt.

6:8-23; 8:1-10:20). Lukas Tjandra menyatakan, "tugas imam dalam Perjanjian

Lama adalah mempersembahkan korban, sebagai pengantara yang mewakili

manusia datang kehadapan Allah untuk memohon pengampunan-Nya, juga

membawakan berkat Allah kepada manusia".1 Tugas menjadi imam bukan hanya

diperuntukkan kepada suku Lewi, tetapi juga kepada para orangtua khususnya 1 Lukas Tjandra, Latar Belakang Perjanjian Bam II. (Malang: Seminar Alkitab Tenggara,

1994), hlm. 34

59

59

Page 60: ABALABAL

ayah sebagai wakil Allah di tengah-tengah keluarganya pendoa syafaat dan

mengajar anak-anaknya untuk hidup takut akan Tuhan Ayub merupakan teladan

imam dalam keluarganya, ia hidup dengan saleh dan jujur (Ayb. 1:1). Alkitab

jelas berkata,

Setiap kali, apabila hari-hari pesta telah berlalu, Ayub memanggil mereka

(anak-anaknya), dan menguduskan mereka; keesokan harinya, pagi-pagi,

bangunlah Ayub, lalu mempersembahkan korba bakaran sebanyak jumlah mereka

sekalian, sebab pikirnya: "Mungkin anak-anakku Sudah berbuat dosa dan telah

mengutuki Allah di dalam hati." Demikianlah dilakukan Ayub senantiasa (Ayb.

1:5).

Ayub memperhatikan kerohanian anak-anaknya. ia mendoakan mereka

agar terhindar dari perbuatan-perbuatan yang jahat dan tidak menyimpang dari

kehendak-Nya Ayat di atas menjelaskan bahwa, Ayub menjadi contoh seorang

ayah yang memiliki hati yang tertuju kepada anak-anaknya dengan menyediakan

waktu dan perhatian agar mereka terhindari dari tindakan-tindakan yang tidak

terpuji atau yang tidak memuliakan Tuhan.

Tugas keimaman ini masih relevan hingga saat ini, secara khusus bagi

orangtua dalam keluarga Orangtua dipanggil dan ditabiskan oleh Allah untuk

berperan sebagai imam bagi anak-anaknya Sekarang ayah, berperan sebagai imam

dan berkewajiban mengajarkan kebenaran firman Tuhan kepada anak-anaknya

agar sejak dini anak dapat mengenal dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan

dan Juruslamatnya Orangtua bukan hanya mengajar secara teori saja tetapi benar-

benar merealisasikannya dalam praktika hidup sehari-hari Dengan kata lain,

60

Page 61: ABALABAL

setiap pengajarannya dapat diwujud nyatakan melalui tutur kata, sikap dan

perbuatannya.

Orangtua juga bertanggungjawab untuk menjadi pendoa syafaat Di dalam

tugasnya sebagai pendoa syafaat, orangtua berkewajiban menyerahkan anak-anak

mereka agar dipimpin oleh Allah, sehingga masa depan anak tersebut sukses dan

berhasil menjadi pilar-pilar gereja yang tangguh.

2. Sebagai Pelindung

Menurut KBBI, pengertian "pelindung adalah orang yang melindungi".2

Melindungi yang dimaksudkan di sini yaitu "menjaga, merawat, memelihara,

menyelamatkan anak supaya terhindar dari mara bahaya".3 Berdasarkan

pengertian ini dapat dikatakan bahwa peranan orangtua sebagai pelindung adalah

bertanggung jawab untuk memberi perlindungan kepada orang-orang yang ada di

bawah otoritasnya.

Setiap anak merupakan ciptaan Allah, yang diciptakan menurut peta dan

teladan-Nya dan merupakan ciptaan yang termulia dari semua ciptaan Allah.

Itulah sebabnya mereka juga berhak untuk mendapatkan perlindungan yang layak

dari pihak yang bertanggung jawab atas kehidupan mereka. Orangtua perlu

menyadari bahwa perlindungan yang diberikan kepada anak tidak hanya secara

fisik tetapi juga melindungi anak dari pengaruh lingkungan, ajaran-ajaran yang

menyesatkan dan dari penyimpangan norma-norma yang berlaku dalam

masyarakat setempat.

2 Tim Penyusun, KBBI. (Jakarta Balai Pustaka, 2002). him. 6743 Ibid

61

Page 62: ABALABAL

Menurut Maslow, "anak memiliki lima kebutuhan dasar dan salah satu di

antaranya ialah kebutuhan akan rasa aman".4 Rasa aman pertama-tama diperoleh

anak dari lingkungan di mana ia berada, yaitu keluarga. Jika keluarga memberikan

rasa aman yang cukup kepada anak, maka anak tersebut tidak ragu-ragu membuka

diri untuk membangun relasi yang baik dengan orang lain. Oleh karena itu,

penting sekali orangtua memberikan perlinduugan kepada anak "Orangtua yang

tidak terlalu melindungai atau terlalu pcsesif terhadap anak, mendorong anak

untuk mandiri dan percaya diri".5 Akan tetapi perlindungan yang berlebihan (over

protaction) akan memberikan dampak yang negatif bagi pertumbuhan dan

perkembangan anak di kemudian hari. Contort negatif ialah anak akan menjadi

seorang pemberontak, sulit bertanggung jawab, tidak percaya diri dan tidak

mandiri. Soelaeman menyatakan, "perlindungan yang tidak diarahkan kepada

lahirnya rasa aman pada anak, ditinjau dari segi pendidikan tidak baik".6 Bila

perlindungan yang diberikan orangtua bersifat memanjakan anak-anaknya atau

dalam arti segala sesuatunya dikerjakan oleh orangtuanya dan jika kebiasaan ini

terus-menerus dipupuk, maka lama kelamaan anak tersebut bergantung kepada

mereka Oleh sebab itu dalam memberi perlindungan kepada anak hendaknya

dibarengi dengan disiplin supaya perlindungan yang orangtua berikan tidak

mengurangi rasa aman anak tetapi sebaliknya, bahkan tidak mengurangi

pengalaman bagi anak untuk bertanggung jawab.

4 May Go Setiawani, Menerobos Dunia Anak. (Bandung: Kalam Hidup. 2000), hlm. 285 Monty P. Satiadama dan Fidelis E. W., Mendidik Kecerdasan. (Jakarta: Pustaka Popular

Obor. 2003). Hlm 1186 M. I. Soelaeman, Pendidikan Dalam Keluarga. (Bandung: CV. ALFABETA, 1994),

hlm. 93

62

Page 63: ABALABAL

3. Sebagai Pendidik

Anak adalah karunia Tuhan yang perlu dipertanggungjawabkan oleh

orangtua di hadapan-Nya. Orangtua berwajiban mendidik anak dengan kebenaran

yang berdasarkan pada kebenaran Alkitab (Ef 6 4) Stephen Tong menyatakan,

"jangan mendidik anak karena mengharapkan mereka menunjang saat kita tua

renta, tetapi didiklah anak dengan baik berdasarkan prinsip-prinsip Alkitab".7

Anak-anak perlu dididik dalam kebenaran-Nya supaya di dalamnya mereka

mempunyai dasar yang kokoh, pendirian yang kuat, bertanggung jawab dan tidak

bersandar kepada manusia tetapi terus mengandalkan Tuhan dalam kehidupannya.

Leatha Humas dan Lieke Simanjuntak menyatakan, "pendidikan yang sejati

mencakup dua hal yaitu; pertama, anak diperkenalkan kepada Allah melalui

Anak-Nya Yesus Kristus sebagai satu-satunya sumber kehidupan yang

memuaskan dan kedua, anak dibimbing supaya hidup sesuai dengan ajaran

firman-Nya".8 Anak-anak yang sudah dibekali dengan ajaran firman Tuhan dan

dibimbing untuk hidup dalam kepercayaan dan kesetiaan kepada Tuhan, ini dapat

menjadi dasar yang kuat untuk perkembangan rohani dan moral anak di masa

sekarang dan akan datang. Toci dalam bukunya menyatakan, "dalam hikmat-Nya,

Tuhan telah memerintahkan supaya keluarga menjadi alat-alat pendidikan yang

paling ampuh dan yang paling penting dari semuanya. Rumah tangga inilah

sekolah pertama dan para bapak ibu adalah guru-gurunya".9 Sebelum anak

memasuki lingkungan yang lebih luas, seperti lingkungan sekolah, lingkungan

7 Stephen Tong, Membesarkan Anak Dalam Tuhan. (Jakarta: LRII, 2003), hlm. 138 Reatha Humas dan Lieke Simanjuntak. Penuntun Guru PAK Sekolah Minggu dan

Sekolah Dasar I dan 2. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998), hlm IV9 Toci R Sakwane. Ajariah Runuh Tangga Anda Bahagia. (Bandung: Kalam Hidup.

1989). hlm 182

63

Page 64: ABALABAL

keluarga sebagai media yang pertama berfungsi untuk menerima kehadiran,

merawat, mendidik dan membesarkan anak sekaligus peletakan dasar kepribadian

bagi anak untuk masa yang akan datang.

Orangtua sebagai pendidik memiliki andil yang sangat besar terhadap diri

anak, sebab orangtualah yang memiliki banyak waktu untuk bersama-sama

dengan mereka.

Singgih D. Gunarsa dan Ny. menyatakan, "lingkungan keluarga acapkali

disebut lingkungan pendidikan informal yang mempengaruhi berbagai aspek

perkembangan anak".10 Pendidikan rohani anak adalah tanggung jawab orangtua

yang sangat besar.

Masa-masa pra-sekolah merupakan masa pendidikan paling primer karena

dari kepribadian (perrumbuhan seutuhnya yaitu (phisik, psikis, moral, mental,

emosi, sosial, intelektual dsb), sudah terbentuk ketika anak pada masa balita.

Dengan demikian seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan anak, orangtua

hendaknya mulai memberikan tanggung jawab kepada anak. Dan tanggung jawab

tersebut perlu disesuaikan dengan tingkat usia dan kemampuan anak, sehingga

mereka dapat melakukankan.

10 Singgih D Gunarsa dan Ny., Psikologi Praktis: Anak Remaia dan Keluarga. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 199S). hlm 104

64

Page 65: ABALABAL

Pendidikan anak bukanlah suatu tanggung jawab orangtua yang sederhana

Yakub Susabda menyatakan, "tentu kita telah mendengar dan mengamati begitu

banyak orangtua Kristen yang 'kurang berhasil' dalam mengemban tugas dari

Allah Bahkan kadang-kadang orangtua Kristen yang 'selalu berusaha ’ menerapkan

panggilan Allah pun tidak berhasil mengadakan famili altar yang benar".11 Oleh

sebab itu, masalah mendidik anak usia berapapun menjadi masalah yang sangat

sensitif dalam kehidupan keluarga, karena ini menyangkut kehidupan masa depan

sangat dipengaruhi oleh kehidupan masa kecilnya.

Pendidikan dalam keluarga dapat dikomunikasikan secara verbal dan non-

verbal kepada anak. Pendidikan yang diberikan secara verbal dapat dilakukan

dengan membenkan perintah secara langsung kepada anak untuk menunjukkan

apa yang perlu dilakukan dan melarang apa yang tidak boleh mereka lakukan.

Dalam hal ini dibutuhkan adanya prinsip yang tegas, penegasan serta metode yang

konsisten. Jika anak dilarang oleh orangtua melakukan kesalahan pada suatu

waktu, perlu pula dilarang apabila dilakukan kembali pada waktu yang lain, dan

begitu sebaliknya. Sikap konsisten pada diri orangtua dalam mendidik dapat

menjadi teladan bagi anak untuk bertanggung jawab atas setiap perkataan mereka.

Akan tetapi tanpa ada konsistensi dapat mengaburkan pengertian anak tentang apa

yang boleh dan tidak boleh dilakukan bahkan dapat menimbulkan konflik dalam

diri anak dan anak akan menggunakan hal tersebut sebagai alasan untuk tidak

melakukan tugas dan tanggung jawab yang telah diajarkan orangtuanya.

Pendidikan secara non-verbal yang dimaksudkan di sini adalah melalui sikap atau

11 Yakub Susabda. Pembinaan Keluarga Kristen 2. (Malang: Lembaga Bina Keluarga Kristen, 1990). hlm 90

65

Page 66: ABALABAL

tindakan orangtua sebagai patokan, contoh atau model agar ditiru oleh anak.

Misalnya; dalam hal kerohanian orangtua mempunyai persekutuan yang indah

dengan Tuhan, dalam hal pekerjaan orangtua selalu mengerjakan apa yang

menjadi tugasnya sampai tuntas, dalam hal materi ia mernpergunakannya sesuai

dengan fiingsinya. Melalui contoh-contoh ini anak dapat menjadikannya sebagai

pengalaman yang baik yang tidak terlupakan bahkan sampai pada akhirnya

mereka dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan melalui proses meniru yang terjadi secara langsung pada diri anak

dapat membantu mereka untuk mengembangkan dirinya. Oleh sebab itu, orangtua

diharapkan dapat menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya. Alex Sobur

menyatakan, "dalam mengajarkan tanggung jawab kepada anak akan lebih

berhasil dengan memberikan suatu teladan yang baik".12 Jadi, orangtua tidak

hanya mengajarkan apa yang perm dilakukan dan bagaimana melakukan, tetapi

juga memberi contoh. Adanya contoh atau teladan yang baik yang diberikan

orangtua, dapat membangkitkan motivasi bagi anak untuk belajar bertanggung

jawab.

Orangtua Sebagai pendidik, tidak pernah lepas dari kekurangan dan

kelemahan, karena orangtua juga merupakan manusia biasa yang penuh dengan

keterbatasan Untuk itu orangtua perlu mengandalkan Tuhan dan memohon

pimpinan Roh Kudus untuk menolong dalam mendidik anak, karena hanya

melalui pertolongan Roh Kudus orangtua akan memperoleh hikmat dan

kebijaksanaan untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya Dan hanya

12 Alex Sobur, Butir-Butir Mutiara Rumah Tangga. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 19X7). him. 246

66

Page 67: ABALABAL

Dialah yang dapat memberikan pencerahan dan membuka mata hati setiap orang

untuk memahami kebenaran-Nya (Ef. 316-18).

4. Sebagai Motivator

Untuk memahami dan mengerti tentang orangtua sebagai motivator

terlebih dahulu dijelaskan apa arti dari motivator itu sendiri. Motivator sangat

berhubungan erat dengan motivasi Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang

berarti menggerakkan Menurut Mil Gard yang dikutip oleh Pasaribu menyatakan,

"motivasi adalah suatu keadaan dalam individu yang menyebabkan seseorang

melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu"13 Dan pengertian

motivator menurut KBB1 adalah, "orang (perangsang) yang menyebabkan

timbulnya motivasi pada orang lain untuk melaksanakan sesuatu".14 Jadi,

berdasarkan pengertian ini maka motivator dapat diartikan sebagai orang yang

memberi dorongan atau pemberi stimulus kepada orang lain agar dapat melakukan

suatu aktivitas tertentu.

Secara umum dapat dikatakan bahwa pemberian motivasi bertujuan untuk

menggerakkan atau mendorong seseorang agar dapat melakukan sesuatu yang

ingin dicapai. Bersamaan dengan itu, Syaiftil Bahri Djamah menyatakan, "fungsi

motivasi terpenting adalah sebagai pendorong timbulnya aktivitas, sebagai

pengarah dan sebagai penggerak untuk melakukan suatu pekerjaan".15

Berdasarkan fungsi motivasi ini, hendaknya dapat menjadi panutan bagi para

13 I. L Pasaribu & B. Simanjuntak, Proses Belajar Mengajar. (Bandung: Tarsito. 1983). hlm. 51

14 Tim Penyusun, KBBI. (Jakarta: Balai Pustaka. 1991). hlm. 66615 Syaiful Bahri Djamah, Psikologi Belaiar. (Jakarta: PT Rineka Cipta. 2(M)2). hlm. 63

67

Page 68: ABALABAL

orangtua dalam memotivasi anak-anak mereka untuk melakukan apa yang

menjadi tanggung jawabnya sebagai anak.

Anak-anak memerlukan lebih banyak dorongan untuk melakukan

perbuatan yang positif daripada kritikan terhadap perbuatan yang negatif. Untuk

itu orangtua hendaknya memberikan dorongan positif pula kepada anak

supaya mereka termotivasi untuk melakukan apa yang dibebankan kepadanya.

Thamrin & Nurhalijah Nasution menyatakan, "Dunia anak akan lebih cemerlang

dan mengairahkan bila orangtua selalu memberikan dorongan dan semangat

kepada mereka dalam bentuk pujian, yang dapat membangkitkan keberaniannya

dalam mengarungi kehidupan ini".16 Dorongan atau motivasi yang diberikan

kepada anak dapat berupa pujian. Misalnya, anak telah berhasil melakukan suatu

pekerjaan dengan baik, orangtua hendaknya memberikan pujian kepada anak

tersebut Karena jika orangtua mengkritik anak maka itu akan merugikan diri anak

dan anak tidak dapat memperhatikan apa yang perlu ditingkatkan dan yang perlu

ditinggalkan. Akan tetapi jika seorang anak belum berhasil, orangtua bertanggung

jawab untuk menyatakan kekurangan dan kelemahan mereka dengan tidak

mengendorkan semangat anak tersebut Contohnya, jikalau anak sudah melakukan

sesuatu dengan hasil yang belum maksimal, orangtua dapat menyatakan bahwa

"Bagus sekali pekerjaanmu, tetapi akan lebih bagus lagi jikalau lebih

ditingkatkan."

16 Thamrin & Nurhalijan Nasution, Anak Balita Dalam Keluarea. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998).

68

Page 69: ABALABAL

Cara yang lain yang dapat dilakukan orangtua sebagai motivator adalah

memberi kejelasan tujuan kepada anak tentang tanggung jawab yang akan

diajarkan kepada mereka Jika anak mengetahui apa yang menjadi tujuan dari

tanggung jawab yang diajarkan orangtuanya baik saat itu maupun di masa yang

akan datang, maka anak itu sendiri akan termotivasi untuk melakukannya karena

ia akan menyadari bahwa semua itu mendatangkan kebaikan bagi dirinya.

Selain itu orangtua juga perlu memperkenalkan talenta dan bakat anak,

sehingga anak dapat menyadari bahwa sesungguhnya dia mempunyai kelebihan

dan melaluinya anak tersebut termotivasi untuk mengembangkannya. Orangtua

hendaknya tidak hanya sampai pada taraf memperkenalkan tetapi perlu juga

mendampingi dan mengarahkan anak dalam mengembangkan talenta dan

bakatnya.

Semua bentuk-bentuk motivasi yang diberikan orangtua kepada anak

diharapkan dapat -membangkitkan rasa tanggung jawab bagi anak dalam

merealisasikan apa yang telah orangtua ajarkan.

5. Sebagai Fasilitator.

Orangtua yang berperan sebagai fasilitator berarti ia memiliki kemampuan

yang dapat diandalkan untuk menyediakan fasilitas bagi anak-anaknya dalam

mengembangkan tanggung jawab mereka. Pengertian fasilitator menurut KBBI

adalah "orang yang menyediakan fasilitas, penyedia dalam konsep belajar

sendiri".17 Sehubungan dengan pengertian di atas, sebagai fasilitator, orangtua

17 Tim Penyusun, Op. Cit. hlm 314

69

Page 70: ABALABAL

bertanggung jawab dalam menyediakan segala sesuatunya baik berupa sarana dan

prasarana untuk dipakai dalam memaksimalkan potensi yang ada pada diri anak.

Orangtua perlu menyadari bahwa setiap anak diciptakan secara unik dan

diperlengkapi dengan berbagai potensi yang unik pula. Dengan adanya bakat dan

potensi anak yang berbeda-beda, maka diharapkan orangtua dapat cermat dalam

melihat apa yang menjadi kebutuhan anak. Dalam arti orangtua sebagai fasilitator

dapat menyediakan fasilitas yang disesuaikan dengan bakat dan potensi yang

dimiliki oleh setiap anak. Dengan demikian segala fasilitas yang disediakan

orangtua benar-benar dapat menunjang anak untuk mengembangkan bakat dan

potensinya.

Hal lain yang dapat dimiliki oleh orangtua sebagai fasilitator adalah

kerelaan dan ketulusannya dalam memberi diri menjadi sukarelawan untuk

menolong anak dalam menjalani proses pellgembangan setiap keahlian yang

dimilikinya. Dengan demikian orangtua sebagai fasilitator perlu juga menfasilitasi

dirinya dengan berbagai keahlian sehingga ia benar-benar dapat menjadi fasilitator

yang baik.

Jadi orangtua sebagai fasilitator yang dimaksudkan di sini adalah orangtua

yang dapat memahami pribadi setiap anak, menyediakan fasilitas yang sesuai

dengan kebutuhan serta menjadi sukarelawan untuk membantu anak dalam

mengembangkan potensi dan bakat mereka.

70

Page 71: ABALABAL

B. Jenis-Jenis Tanggung Jawab Yang Diajarkan Kepada Anak Usia 7-15

Tahun

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dan

beberapa orang yaitu ayah, ibu dan anak. Setiap anggota keluarga mempunyai

tanggung jawab masing-masing dan sifatnya saling mempengaruhi satu sama lain

Soelaeman menyatakan. "tanggimg jawab masing-masing anggota keluarga

seyogyanya berjalan seirama, saling mengisi dan melengkapi, searah dan

setujuan".18 Prinsip ini sangat penting untuk dimiiiki oleh setiap keluarga sehingga

di dalam msnjalankan tungsinya masing-masing tidak terjadi suatu ketimpangan,

melainkan dapat saling menopang satu dengan yang lainnya.

Namun perlu diketahui bahwa tanggung jawab yang diemban oleh anak

khususnya usia 7-15 tahun tentu berbeda dengan tanggung jawab orang dewasa.

Sebab pada hakikatnya anak usia 7-15 tahun masih bergantung kepada orangtua

atau yang dekat dengan mereka. "Tanggung jawab pada anak sebenarnya harus

diartikan sebagai belajar bertanggung jawab".19 Berangkat dari pemahaman ini,

orangtua hendaknya dapat termotivasi untuk meluangkan waktunya dan tenaganya

dalam mengajarkan berbagai tanggung jawab kepada anak-anaknya. Adapun

jenis-jenis tanggung jawab yang perlu diajarkan kepada anak antara lain;

1. Kerohanian

Salah satu tanggung jawab yang hakiki dalam kehidupan setiap manusia

tennasuk anak usia 7-15 tahun yang berhubungan dengan masalah rohani adalah

hidup takut akan Tuhan (UI 6:2, 13; 10:12). Tetapi yang menjadi persoalan

18 Soelaeman, Pendidikan Dalam Keluarga. (Bandung: Kalam Hidup.), hlm. 15319 Ibid, hlm. 155

71

Page 72: ABALABAL

kemampuan anak usia 7-15 tahun untuk mengerti sesuatu sangat terbatas.

Meskipun demikian bukan berarti bahwa anak akan bebas dari tanggung jawab

atas kerohanian mereka Orangtua perlu menyadari tentang tanggung jawab untuk

kerohanian anak-anak, pertama-tama akan dituntut dari orangtua mereka, bukan

Pendeta, guru sekolah minggu atau petugas-petugas rohani lainnya. Untuk itu

orangtua wajib mengajar, mendidik dan membimbing anak-anaknya sesuai

dengan ajaran dan nasihat Tuhan (Ef. 6:4). Mendidik anak untuk hidup takut akan

Tuhan merupakan suatu prioritas yang utama dari setiap pengajaran yang lain

dalam keluarga.

Dalam pengajaran orangtua, pertama-tama yang perlu mereka tekankan

adalah memberi kesadaran kepada anak bahwa dirinya adalah orang berdosa.

Firman Tuhan berkata: Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah

kehilangan kemuliaan Allah (Rom 3:23) dan upah dosa adalah maul (Rom. 6:23)

Allah mengutus anak-Nya datang ke dunia demi menebus dosa-dosa manusia

(Yoh 3:4).

Orangtua perlu memperhatikan pengajaran yang benar tentang anugerah

dan kebesaran kasih Allah kepada orang yang mengasihi Dia Jika anak menyadari

bahwa dirinya adalah orang berdosa dan mengetahui tentang anugerah dan

kebesaran kasih Allah, maka anak tersebut akan dituntut untuk mengakui dosa dan

meminta pengampunan Yesus Sane Juruselamat Alkitab secara jelas berkata "jika

kita mengaku dosa kita, maka la adalah setia dan, sehingga la akan mengampuni

segala

72

Page 73: ABALABAL

dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan" (1 Yoh 1 9) Dan jika

seorang anak menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruslamatnya, anak

tersebut akan menerima pengampunan dari Dia Di saat itu juga Roh Kudus akan

selalu menyertai dia disepanjang kehidupannya, sehingga ia akan semakin

bertumbuh dengan benar di dalam Kristus.

Jadi sebagai orang percaya atau anak yang sudah ditebus dan

diselamatkan, pasti memiliki tanggung jawab secara rohani di hadapan Tuhan,

yaitu hidup takut akan Dia Tetapi perlu dibimbing dan diarahkan oleh orangtua

secara benar.

2. Moral

Istilah moral berasal dari "kata Latin, mos (moris), yang berarti adat

istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tata cara kehidupan".20 Dan

pengertian moralitas adalah "kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan,

nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral".21 Sedangkan menurut Singgih D. Gunarsa

dan Ny. Menyatakan, "pengertian moralitas berhubungan dengan keadaan nilai-

nilai moral yang berlaku dalam suatu kelompok sosial atau masyarakat".22 Jadi,

dari beberapa pandangan tentang moral di atas maka dapat dipahami bahwa suatu

tingkah laku bermoral apabila tingkah laku tersebut sesuai dengan nilai moral

yang berlaku dalam lingkungan di mana seseorang berada.

20 H. Syamsu Yusuf. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. (Bandung: PT RemajaRosdakarya. 2004). hlm 13221 Ibid

22 Singgih D. Gunarsa dan Ny. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaia. (Jakarta: BPK Gunun

73

Page 74: ABALABAL

Ketika seorang anak berusia 7-15 tahun, anak sudah memiliki dasar

tentang sikap moralitas terhadap kelompok sosialnya. Anak mulai belajar

memahami kegiatan atau perilaku tentang sifat yang diterima atau ditolak oleh

kelompok sosialnya. Melalui pengalaman interaksinya dengan orang lain konsep

anak usia ini tentang perbuatan baik dan buruk hanya sebatas pada pemuasan

dirinya sendiri. Menurut pendapat Kohlberg yang dikutip oleh Phil. Eka

Darmaputera menyatakan, "nilai moral yang berlaku pada jenjang ini (pra-

konversional) bersitat instumental. Artinya, sebagai alat untuk mencapi

kenikmatan yang sebanyak-banyaknya dan mengurangi kesakitan sedapat-

dapataya".23

Pernyataan di atas menegaskan bahwa anak di usia 7-15 tahun menaati

peraturan karena takut dihukum, ia juga bersikap baik kepada orang lain karena

anak ingin orang lain bersikap baik kepadanya Anak usia ini sangat egois, semua

berpusat pada diri sendiri. Dengan demikian tidak ada alasan bagi orang tua untuk

menghindari peranannya menasihati dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan

yang benar supaya anak memiliki nilai moral yang baik Adapun nilai-nilai moral

yang dimaksud yaitu," (a) berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban

dan keamanan. memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, (b)

larangan mencuri, bernama, membunu. minum-minuman keras dan berjudi".24

Melalui pengajaran dan nasihat orangtua, anak diharapkan dapat membawa anak

untuk hidup bertanggung jawab di dalam memelihara moral yang baik.

23 Phil Eka Darmaputera. Etika Sederhana Untuk Semua. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1993), hlm 28

24 H. Syamsu Yusuf, Op. Cit.

74

Page 75: ABALABAL

3. Disiplin

Manusia membutuhkan peraturan atau norma-norma hidup Karena

manusia hidup dan diatur oleh norma dan peraturan yang berlaku di dalam

keluarganya maupun lingkungannya Jika manusia hidup dengan bebas dan tidak

dibatasi dengan aturan-aturan yang berlaku maka kehidupan manusia akan kacau

dan hancur, Alex Sobur menyatakan, "manusia yang tidak dapat mengendaiikan

hidupnya dengan aturan-aturan yang baik, tidak dapat mencapai sukses".25

Demikian halnya dalam keluarga, kehidupan yang teratur memegang peranan

penting. Sebab tanpa keteraturan, keluarga akan kacau dan anggota-anggotanya

tidak akan merasa tenang dan bahagia. Tuhan menghendaki supaya segala sesuatu

di dunia ini berlangsung dengan sopan dan teratur (1 Kor. 44:40). Karena itu

orangrua di harapkan untuk melatih anak-anaknya agar hidup secara teratur,

sehingga kapanpun, di manapun dan kondisi bagaimanapun anak dapat hidup

secara teratur. Hal ini dapat dimulai dengan cara menegakkan disiplin dalam

mendidik anak. "Orangtua yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai

penanggungjawab anak-anaknya dalam rumah tangga, akan selalu menerapkan

suatu disiplin supaya mereka dapat mengikuti secara wajar pertumbuhan dan

perkembangan dirinya".26

25 Alex Sobur, Op. Cit.. hlm. 6026 Thamrin Nasution. Pendidikan Remain Dalam Keluarga. (Jakarta Gama Cipta. 1984).

hlm 140

75

Page 76: ABALABAL

Jika orangtua menerapkan disiplin dengan benar kepada anak, maka dapat

menolong anak untuk mengetahui dan memahami perilaku yang benar untuk

dapat dilakukan Thamrin & Nurhalijah Nasution menyatakan, "bila para

orangtua mengadakan suatu peraturan disiplin dalam rumah tangga, maka dengan

sendirinya anak-anak pun akan dapat mengetahui dan menjalankan kebajikan-

kebajikan yang diinginkan dengan baik".27 Berdasarkan pemahaman ini maka

orangtua perlu sehati dan bersikap konsisten dalam memberikan disiplin kepada

anak, sehingga anak benar-benar dapat memahami bahwa apa yang mereka

lakukan itu terpuji atau sebaliknya. Tetapi jika orangtua tidak konsisten dalam

mendisiplin anak, dalam arti selalu berubah-ubah, maka anak akan bingung, tidak

tahu apa yang akan dilakukan dan siapa yang akan ditaati serta tidak jelas apa

yang diharapkan darinya Oleh sebab itu sikap konsistensi dari pihak orangtua

dalam mendisiplin anak benar-benar sangat diharapkan.

Anak usia 7-15 tahun perlu dibiasakan hidup dalam berdisiplin, seperti; anak

makan pada waktunya, tidur pada waktunya, demikian juga bermain, belajar,

menonton TV dan sebagainya. Alex sobur menyatakan,

Bagi anak-anak yang masih kecil, tidur siang sangat perlu, untuk itu jam-

jam tidur harus ditemukan Dan waktu-wakil tidur malampun demikian,

bila anak-anak sudah sepakat pada setiap jam sembilan malam, biarlah itu

ditaati.. Dalam hal makan, harus pula ada keteraturan waktu, makan pagi,

makan siang dan makan sore Karena itu dapat membantu dan memelihara

kesehatan mereka.28

27 Thamrin Nurhalijah Nasution. Op. Cit, hlm. 4728 Alex Sobur. Op. Cit. hlm. 62

76

Page 77: ABALABAL

Jadi, jika sejak dini seorang anak telah dilatih untuk hidup disiplin, maka

dengan sendirinya dikemudian hari anak akan terbiasa disiplin bahkan akan

menyukai kehidupan yang berdisiplin pula.

4. Kebersihan

Setiap orang mendambahkan lingkungan yang bersih dan sehat.

Lingkungan yang bersih dan sehat selain pangkal kesehatan juga dapat

memberikan suasana aman, damai, sejuk, dan menyenangkan dalam did

seseorang.

Sejak kecil ariak dapat dilatih untuk hidup bersih. Hal ini dapat dilakukan

dengan cara membiasakan anak untuk bertanggung jawab atas kebersihan dirinya,

seperti; cuci tangan sebelum makan, gosok gigi sebelum tidur dan setelah bangun

pagi, mandi bersih, cuci kaki sebelum tidur, membuang sampah pada tempatnya

dan merapikan kembali mainannya yang sudah dipakai bermain.

Hal yang lain dapat dilakukan orangtua untuk mengajarkan anak

bertanggung jawab dalam hal kebersihan adalah melibatkan anak untuk turut

berpartisipasi dalam menjaga kebersihan lingkungan rumah. Pada umumnya anak

usia 7-15 tahun belum maksimal untuk melakukan sesuatu yang diharapkan dari

mereka, tetapi hal ini tidak menjadi alasan untuk tidak memberikan tanggung

jawab kepada anak khususnya dalam hal kebersihan. Alex Sobur menyatakan,

Harus diakui, bahwa umumnya pekerjaan yang dilakukan oleh anak tidak sebaik hasil pekerjaan orang dewasa, karena bentuk fisik yang belum sempurna dan tangan yang belum terampil, dengan demikian kemungkinan-kemungkinan untuk gagal memang besar sekali. Yang penting di sini Anda harus selalu ingat tujuan dari latihan-latihan itu bukanlah hasil yang dicapai anak pada saat itu yaitu hasil jangka panjang,

77

Page 78: ABALABAL

yaitu membekali anak untuk mencintai kebersihan, menanamkan rasa gotong royong dan rasa tanggung jawab terhadap keluarga.29

Dengan demikian, jika seorang anak gagal melakukan tanggung jawabnya,

orangtua hendaknya tidak berkecil hati. Tetapi sebaiknya orangtua meyakinkan

anak tersebut, sehingga anak tidak minder tetapi tetap termotivasi untuk

bertanggung jawab dalam hal kebersihan.

5. Ketrampilan

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa setiap anak diciptakan unik dengan

diperlengkapi dengan berbagai potensi yang unik pula untuk dipertanggung

jawabkan di hadapan Tuhan. Seperti perumpamaan Tuhan Yesus menyatakan,

Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing mereka kesanggupannya, lalu ia berangkat Segera pergilah hamba yang menerima lima talenta itu la menjalankan uang itu lalu beroleh laba lima talenta Hamba sang memerima dua talenta itu pun berbuat demikian juga dan berlaba dua talenta Tetapi hamba yang menerima satu talenta itu pergi dan menggali fobang di dalam tanah lalu meneyembunyikan uang tuannya Lama sesudah itu pulanglah tuan hamba-hamba itu lalu mengadakan perhitungan dengan mereka (Mat 25:15-19)

Dan perumpamaan di atas, jelas bahwa setiap orang mempunyai talenta

dan Tuhan menghendaki agar setiap talenta atau potensi tersebut hendaknya

dikembangkan sehingga pada akhirnya dapat berguna bagi diri sendiri, keluarga,

gereja, dan masyarakat terlebih untuk kemuliaan bagi Nama Tuhan Hal yang sama

diungkapkan oleh Rasul Paulus yang menyatakan, "Jangan lalai dalam

29 Ibid, hlm.256

78

Page 79: ABALABAL

mempergunakan karunia yang ada padamu oleh nubuat dan penumpangan tangan

sidang penatua (I Tim. 4:14) Ayat ini memberikan pernyataan tentang pentingnya

pengembangan suatu kemampuan yang dimiliki oleh setiap manusia.

Anak perlu menyadari bahwa segala sesuatu yang ada padanya adalah

anugerah dari Allah semata. Karena itu anak tidak perlu menjadi sombong dengan

adanya kemampuan atau pdtens yang dimilikinya. Tetapi anak perlu bertanggung

jawab untuk mempergunakan potensi tersebut untuk hormat dan kemuliaan Nama

Tuhan.

6. Materi

Kebutuhan materi adalah salah satu kebutuhan yang sangat periling dalam

menunjang kelangsungan hidup manusia, maka tidak mengherankan jika manusia

menghabiskan waktunya untuk mengumpulkan materi dan mengaibaikan

tanggung jawab yang lainnya. Akan tetapi orangtua yang baik adalah orangtua

yang mau menolong anaknya untuk bertanggung jawab atas berkat dan anugerah

Tuhan khususnya dalam hal materi.

Salah satu jenis tanggung jawab yang perlu dimiliki oleh setiap anak

adalah bertanggung jawab atas materi yang dimilikinya. Orangtua hendaknya

dapat memberikan pengertian kepada anak tentang nilai barang dan sekaligus

mengajar mereka membiasakan diri bertanggung jawab memelihara dan memakai

setiap barang dengan baik dan benar. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh

para orangtua untuk menolong anak supaya makin mengerti tentang nilai barang

dan bertanggung jawab terhadap setiap barang. Paul Lewis menyatakan,

79

Page 80: ABALABAL

1. Batasilah jumlah barang yang haras dipelihara dan dijaga oleh anak Anda. Jika ia diberi terlalu banyak mainan, tidaklah mungkin bagi anak itu untuk memandang setkp mainan ku sebagai barang yang berharga: Usahakanlah untuk menggilir mainan-mainannya, sebagaina disimpan untuk sementara waktu sehingga mainan-mainan itu terasa "baru" lagi bila kemudian dikeluarkan kembali.

2. Tolong anak itu untuk dapat membeli barang-barang yang diingininya dengan uangnya sendiri Jika anak itu mengerti upaya yang diperlukan agar dapat membeli sesuatu, ia akan dapat lebih menghargai barang itu.

3. Jika suatu barang rusak atau hancur karena perlakuan yang kasar atau karena kelalaiannya, suruhlah anak itu membayar dengan uangnya sendiri untuk perbaikan atau untuk mengganti yang diperlukan.

4 Ajarkanlah untuk menghormati barang-barang kepunyaan orang lain dengan cara menetapkan pedoman-pedoman di dalam keluarga Anda tentang penggunaan barang-barang milik orang lain Masukkan juga aturan-aturan tentang meminta izin untuk meminjam dan memperbaiki atau mengganti barang-barang pinjaman yang rusak atau yang habis terpakai.30

Dengan demikian orangtua dapat mengajar anak-anaknya untuk

bertanggung jawab atas berkat Tuhan berupa materi Misalnya, makanan yang

sudah diambil untuk dimakan perlu dihabiskan, uang jajan yang dipakai untuk

hal-hal yang bermanfaat atau menjaga dan merawat mainan dan perabotan rumah,

membuang sampah pada tempatnya, tidak mencoret tembok atau dinding rumah,

tidak bermain di atas tempat tidur dan menjaga semua kerapian di dalam rumah

Dengan demikian anak telah dagpat bertanggung jawab untuk berkat-berkat yang

Tuhan berikan.

30 Paul Lewis. 40 Cara Mengarahkan Anak. (Bandung: Kalam Hidup. t,th ). him 181-182

80

Page 81: ABALABAL

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dalam setiap jenjang. usia memiliki ciri khas tersendiri. Seorang anak

yang berusia 3-5 tahun tidak dapat disamakan dengan anak usia akhir kanak-

kanak. Semua itu dapat terlihat dengan memperhatikan berbagai aspek yaitu,

aspek fisik, sosial, mental, moral, emosi dan rohani. Setiap orangtua diharapkan

perlu memperhatikan akan hal ini supaya orangtua dapat memperlengkapi anak

sesuai dengan kebutuhannya. Realita yang ada tidak semua orangtua manipu

memaksimalkan dirinya untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Hal

mi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti; kerohanian, pendidikan

orangtua yang kurang mendukung, psikologi, ekonomi, sosial dan pengaruh audio

visual.

Berdasarkan landasan teologis tentang peranan orangtua dalam

mengajarkan tanggung jawab bagi anak usia 3-5 tahun yang dijelaskan dalam PL

dan PB, khusus dalam Ulangan 6.4-4. Amsal 22 6 dan Injil Matius 18 & 19,

Markus 10; Lukas 19 ; II Timotius 1:5; 3:15), orangtua dituntut untuk terus-

menerus mengajar, mendidik dan membimbing anak dari sejak dim sesuai dengan

ajaran firman Tuhan, dan mengarahkan mereka ke jalan yang benar, agar anak

dapat hidup menurut Firman Tuhan.

Peranan orangtua dalam mengajarkan tanggung jawab kepada anak adalah

sebagai imam, pelindung, pendidik, motivator, fasilitator. Tanggung jawab yang

81

81

Page 82: ABALABAL

perlu diajarkan orangtua kepada anak antara lain, masalah kerohanian, moral,

disiplin, kebersihan, ketrampilan dan materi (benda, barang).

B. Saran

1. Orangtua Kristen perlu memahami secara jelas tentang ciri perkembangan

anak dan hambatan-hambatan dalam mengajarkan tanggung jawab kepada

mereka.

2. Orangtua Kristen sebagai wakil Allah perlu menyadari tanggung jawabnya

untuk mengajar dan mendidik anak menurut kebenaran Firman Tuhan.

3. Orangtua Kristen hendaknya dapat menjadi teladan dalam mengajarkan

tanggung jawab kepada anak.

4. Orangtua Kristen perlu memahami peranannya yang dapat dilakukan di

dalam mengajarkan tanggung jawab kepada anak.

5. Bagi setiap pengajar perlu memiliki kualifikasi dan pemahaman tentang

karakteristik anak.

Akhirnya penulis menyarankan kepada pembaca untuk menambahkan

setiap kekurangan dalam penulisan skripsi ini agar dapat bermanfaat bagi para

pembaca terlebih kepada penulis.

82

Page 83: ABALABAL

DAFTAR PUSTAKA

Alkitab.TB-LAl.1996

Abineno, J. L. Ch., Tafsiran Alkitab Surat Efesus. Jakarta: BPK Guriung Mulia, 1997

All, Moh dan Asrori, Moh, Psikologi Remaia. Jakarta. Bumi Aksara, 2004

Backus, William E Candade, Menjadi Orangtua Yang Berwibawa. Jakarta: Imanuel, 1995

Brubaker, J Omar dan Clark, Robert E, Memahami Sesarna Kita. Malang Gandum Mas, 1972

Cairns, I J, Tafsiran Alkitab Kitab Ulangan Ps 1-11. Jakarta BPK Gunung Mulia, 1997

Christenson, Larry, Keluarga Kristen, Semarang Persekutuan Benania, 1994

Clemes, Harris dan Bean, Reynold, Melatih Anak Bertanggung Jawab. Jakarta BPK Gunung Mulia, 2001

Dahlan, Djawad, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaia. Bandung Remaja Rosdakarya, 2004 '

Darmaputera, Phil. Eka, Etika Sederhana Untuk Semua. Jakarta BPK Guming Mulia, 1993

Djamah, Syaiful Bahri, Psikologi Belaiar. Jakarta. PT Rineka Cipta, 2002

Drescher, John M., Tuiuh Kebutuhan Anak. Jakarta. BPK Gunung Mulia, 1997

Fung, Daniel dan Ming,Cai Yi , Mengembangkan Kepribadian Anak denean Tepat, Jakarta. Prestasi Pustaka, 2003

Graham, Billy, Keluarga Yang Berpusatkan Kristus. Bandung. Kalam Hidup, 1993

Gunarsa, Ny. Y. Singgih D dan Gunarsa, Singgih D., Psikologi Untuk Membimbing. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000

Gunarsa, Singgih D. dan Ny., Psikologi Praktis: Anak. Remaia dan^Keluarga. Jakarta. BPK Gunung Mulia, 1999

83

Page 84: ABALABAL

................................................. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.Jakarta. BPK Gunung Mulia, 1995

................................................. Asas-Asas Psikologi Keluarga Idaman. JakartaBPK Gunung Mulia, 2002

Guthrie, Donald, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3 Matius-Wahyu. Jakarta. OMF, 2003

Hadisubrata, M. S, Mengembangkan Kepribadian Anak Balita. Jakarta. BPK Gunung Mulia, 1997

Hartanto, Endang S., Diktat Psikologi Pendidikan Have, Baverlv La. l^engerti Tingkah Laku Anak-Anak. Bandung. Kalam Hidup, 1977

Heath, W. Stanley, Teologi Pendidikan Anak. Bandung: Kalam Hidup, 2005

Humas, Reatha dan Simanjuntak, Lieke, Penuntun Guru PAK Sekolah Minggu dan Sekolah Dasar 1 dan 2. Jakarta. BPK Gunung Mulia, 1998

Hurlock, Elizabet B., Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga, 1980

J, Margaret B., Ketika Anak Anda Bertumbuh. Bandung. Kalam Hidup, 1997

J., Elissiti, Spiritual Parenting. Curiosia, 2004

LAI, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Malang. Gandum Mas, 2004

Laufer, Ruth dan Dyck, Anni, Pedoman Pelavanan Anak. Malang: Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia, t th

..........................Pedoman Pelavanan Anak. Malang YPII Depertemen Pembinaan Anak & Pemuda, 1993

Lessm, Roy, Disiplin Keluarga. Malang Gandum Mas, 1978

Lewis, Paul, 40 Cara Mengarahkan Anak. (Bandung: Kalam Hidup, t th MacArthur, John, Kiat Sukses Mendidik Anak Dalam Tuhan. Jakarta Imanuel, 2004

Mimery. Nehemiah, Komentar Praktis Injil Sinopsis. Jakana Mimery Press, 1999

Nasution, Thamrin, Pendidikan Remaja Dalam Keluarga. Jakarta Gama Cipta, 1984

Newman, Barclay M , Kamus Yunani-Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002

84

Page 85: ABALABAL

Oswari, E DPH , Keluarga Idaman. Jakarta. BPK Gunung Mulia, 1982

Packer, J I, dkk, Ensiklopedi Fakta Alkitab 2. Malang: Gandum Mas, 200T Pasaribu, I. L. & Simanjuntak, B, Proses Belaiar Mengaiar. Bandung Tarsito, 1983

Rukmini, Sri dan Sundari, Siti, Perkembangan Anak dan Remaia. Jakarta: Rineka Cipta, 2004

Salawane, Toci R., Ajarlah Rumah Tangga Anda Bahagia. Bandung. Kalam Hidup, 1989

Satiadarna, Monty P. dan W., Fidelis E., Mendidik Kecerdasa. Jakarta Pustaka Populer Obor, 2003

Schultze, Quentin J., Menanekan Anak-Anak dari Media. Jakarta: Metanoia, 1996

Selly, Judith Alien, Kebutuhan Rohani Anak. Bandung. Kalanj Hidup, 1982

Setiawani, Mary dan Tong, Stephen, Seni Membentuk Karakter Kristen. Jakarta. LRII, 1995

Setiawani, Mary Go, Menerobos Dunia Anak. Bandung. Kalam Hidup, 2000

Smalley, Gary,'Kunci ke Hati Anak Anda. Batam: Interaksara, 2001

Sobur, Alex, Butir-Butir Rumah Tangga. Jakarta. BPK Gunung Mulia, 1987

Soedarmo, R., Kamus Istilah Teoloei. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001

Soelaeman, M. I., Pendidikan Dalam Keluarga. Bandung: CV. ALFABETA, 1994

Sujiono, Yulia Nurani, Mencerdaskan Perilaku Anak Usia Dini. Jakarta. Elex Media Komputindo, 2005

Surakhmat, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Teknik, Bandung: Tarsito, 1989

Susabda, Yakub, Pembinaan Keluarga Kristen 2. Malang; Lembaga Bina Keluarga Kristen, 1990

Thamrin & Nasution, Nurhaliian. Anak Balita Dalam Keluarga. Jakarta. BPK Gunung Mulia, 1998

Tim Penyusun, KBBI. Jakarta: Balai Pustaka, 1991

85

Page 86: ABALABAL

............... KBBI. Jakarta: Balai Pustaka. 2002

Tjandra, Lukas, Latar Belakang Penanjian Baru 11 Malang Seminar Alkitab Tenggara, 1994

Tong. Stephen. Arsitek Jiwa I. Jakarta, LRIL2003

……….., Stephen, Membesarkan Anak Dalam Tuhan. Jakana: LRII, 2003

Ward, Ted, Nilai-Nilai Hidup Dimulai dari Keluarga. Malang Gandum Mas, 1979

Whetney, F L, Metode Penelitian. Jakana Balai Pustaka, 1990

Wijanarko. Jorat. Mendidik Anak. Jakana Suara Pemulihan, t th

Windradini, Soesilo, Psikologi Perkembangan Masa Kini. Surabaya Usaha Nasional t.th

Yusuf, H Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja: Ban|ung PT Remaja Rosdakarya, '2004.

86

Page 87: ABALABAL

PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING Pembimbing menerima hasil penelitian yang berjudul “PERANAN ORANG

TUA KRISTEN DALAM MENGAJARKAN TANGGUNG JAWAB BAGI

ANAK USIA 7-15 TAHUN (STUDI ALKITABIAH)” yang telah dipersiapkan

dan diserahkan oleh : Nober Buttu Langgi, untuk memenuhi sebagian persyaratan

guna mamperoleh gelar Sarjana Pendidikan Agama Kristen di Sekolah Tinggi

Theologia Abdi Filadelfia Internasional ( STTAFI ) Jakarta.

Jakarta,...............2013

Dosen pembimbing I Dosen pembimbing II

( Pdt.Dr.Linda Latuputty,M.pd.k ) ( Dani jhoni,M.pd.k,M.pd.k, )

87

i

Page 88: ABALABAL

HASIL PERSIDANGAN

Setelah melalui pengajuan komprehensif skripsi, maka team penguji skripsi

sekolah Tinggi Theologia Abdi Filadelfia Internasional ( STTAFI ) JAKARTA

menyatakan bahwa :

Nama : Nober Buttu LanggiN.I.M : 992311Judul Skripsi : “PERANAN ORANG TUA KRISTEN DALAM

MENGAJARKAN TANGGUNG JAWAB BAGI ANAK USIA 7-15 TAHUN (STUDI ALKITABIAH)”

Dinyatakan :

L U L U S / T I D A K L U L U S

Dengan Nilai :

Dan telah memenuhi persyaratan Akademik Sekolah Tinggi Theologia Abdi

Filadelfia Internasional untuk memperoleh gelar: SARJANA PENDIDIKAN

AGAMA KRISTEN (S.pd.K)

Team Penguji

88

ii

Page 89: ABALABAL

PENGESAHAN LEMBAGA PENDIDIKANSEKOLAH TINGGI THEOLOGI ABDI FILADELFIA

INTERNASIONAL JAKART ( STTAFI )

Dengan pemeriksaan dan penelitian secara akurat dan seksama terhadap karya

ilmiah yang berjudul : “PERANAN ORANG TUA KRISTEN DALAM

MENGAJARKAN TANGGUNG JAWAB BAGI ANAK USIA 7-15 TAHUN

(STUDI ALKITABIAH)”, yang ditulis oleh : Nober Buttu Langgi dengan

Nim : 992311 pada program : Strata Satu (S-1) Pendidikan Agama Kristen, ini

telah dibaca, diterima dan disahkan oleh: Dosen Pembimbing, penguji, Ketua I

Bidang Akademik, maka sebagai Ketua Sekolah Tinggi Theologia Abdi Filadelfia

Jakarta, menyatakan : menerima dan disahkan pada : ............................2013

Jakarta..........................2013

KETUA SEKOLAH TINGGI THEOLOGIABDI FILADELFIA INTERNASIONAL JAKARTA

Prof.DR. Rita Sihotang-Cussoy, M.A

89

iii

Page 90: ABALABAL

KATA PENGATAR

Dengan hormat puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasihnya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai syarat Akademik

dalam menyelesaikan program Strata I (S1) Sarjana Pendidikan Kristen (S.Pd.K).

Dalam Proses Penulisan karya Ilmiah ini, tentu tidak lepas dari material dan

moril dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Pdt. Prof. Dr. Rita Sihotang-Cussoy sebagai pemimpin Sekolah Tinggi

Abdi Filadelfia yang selalu mengarahkan penulis selama menuntut ilmu

di STTAFI.

2. Bpk. Kardinal B. Sihotang sebagai Ketua Yayasan Cinta Kasih yang

selalu memotivasi serta mengarahkan penulis dalam menyelesaikan

karya ilmiah ini.

3. Pdt. Dr. Linda Latuputty, M.Pd. dan Dani jhoni,M.pd.k,M.pd.k, sebagai

Pembimbing yang selalu memberi masukan dan membantu penulis

dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

4. Puket I, II, III yang selalu mendukung penulis selama penyusunan karya

ilmiah ini.

5. Staff da dosen STTAFI yang selalu mengarahkan dan memotivasi

penulis selama menempuh pendidikan di STTAFI.

6. Mama dan papa yang selalu setia dalam memberikan nasehat serta

dukungan kepada penulis baik itu secara materi maupun spiritual.

90

iv

Page 91: ABALABAL

7. Semua keluarga yang selalu memotivasi penulis

8. Mahasiswa yang selalu memberikan dorongan serta masukkan kepada

penulis

9. Semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan karya

Ilmiah ini.

Akhir kata dari penulis ialah semoga karya ilmiah ini dapat berguna bagi

pendidikan agama Kristen terutama pengembangan bagi Kerajaan Allah.

Jakarta,………………2013

Penulis

91

v

Page 92: ABALABAL

DAFTAR ISI

PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING.........................................................i

HASIL PERSIDANGAN...................................................................................ii

PENGESAHAN LEMBAGA PENDIDIKAN..............................................iiiKATA PENGANTAR.....................................................................................iv

DAFTAR ISI ....................................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah......................................................... 1

B. Rumusan Masalah...................................................................4

C. Tujuan Penulisan.....................................................................4

D. Pentingnya Penulisan..............................................................4

E. Hiposkripsi..............................................................................4

F. Ruang Lingkup Penulisan.. ....................................................5

G. Metode Penulisan ...................................................................5

H. Penjelasan Judul .....................................................................5

I. Sistematika Penulisan..............................................................6

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG ANAK USIA 7-15

TAHUN

A. Ciri Khas Anak Usia 7-15 Tahun........................................7

1. Aspek Fisik ........................................................................8

2. Aspek Sosial .......................................................................9

3. Aspek Mental ...................................................................11

4. Aspek Moral .....................................................................13

5. Aspek Emosi.....................................................................15

6. Aspek Rohani....................................................................17

B. Kebutuhan Anak Usia 7-15 Tahun ...................................19

92

vi

iii

Page 93: ABALABAL

1. Kebutuhan Fisik (Psysiological needs) ............................20

2. Lebutuhan Rasa Aman (Safety needs)..............................21

3. Kebutuhan Rasa Dimiliki dan Kasih (Belongingnes

and love)...........................................................................23

4. Kebutuhan penghargaan Diri (estem needs).....................24

5. Kebutuhan Aktualisasi Diri (self-actualization needs).....26

C. Kendala Yang dihadapi Orang Tua Kristen Dalam

Mengajarkan Tanggung Jawab Bagi Anak Usia 7-15

Tahun ................................................................................27

1. Faktor Kerohanian.........................................................28

2. Faktor Pendidikan..........................................................29

3. Faktor Psikologi.............................................................31

4. Faktor Sosial..................................................................33

5. Faktor Ekonomi.............................................................34

6. Faktor Audio Visual......................................................35

BAB III LANDASAN TEOLOGIS TENTANG PERANAN

ORANGTUA KRISTEN DALAM MENGAJARKAN

TANGGUNG JAWAB BAGI ANAK USIA 7-15 TAHUN

A. Perjanjian Lama ................................................................37

B. Perjanjian Baru..................................................................52

BAB IV PERANAN ORANGTUA KRISTEN DALAM

MENGAJARKAN TANGGUNG JAWAB BAGI

ANAK USIA 7-15 TAHUN

A. Tanggung Jawab Orangtua Kristen.......................................59

1. Sebagai Imam ...............................................................59

2. Sebagai Pelindung.........................................................61

93

vii

Page 94: ABALABAL

3. Sebagai Pendidik...........................................................63

4. Sebagai Motivator.........................................................67

5. Sebagai Fasilitator.........................................................69

B. Jenis-Jenis Tanggung Jawab Yang Diajarkan kepada

Anak Usia 7-15 Tahun.......................................................71

1. Kerohanian....................................................................71

2. Moral.............................................................................73

3. Disiplin..........................................................................75

4. Kebersihan ....................................................................77

5. Ketrampilan...................................................................78

6. Materi............................................................................79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan........................................................................81

B. Saran..................................................................................82

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................83

BIODATA PENULIS

94

viii