Adab Dalam Islam

download Adab Dalam Islam

of 86

description

adab dalam islam

Transcript of Adab Dalam Islam

Adab2 wajib dalam ISLAMPage79

Niat Mandi Wajib dan Tata Cara Mandi WajibMandi Junubataumandi wajibadalah mandi untuk membersihkan seseorang muslim dari hadas besar yang dilaksanakan ketika telah mimpi basah ataupun setelah berhubungan dengan istri. Hukum dari mandi wajib ini atau mandi junub atau mandi hadas besar adalah wajib bagi seorang muslim yang telah mimpi basah ataupun setelah berhubungan dengan istri (tidak dalam keadaan suci atau sedang berhadas besar).Penyebabmandi wajibitu sendiri antara lain Jimak atau persetubuhan antara suami dan istri meskipun tidak keluar sperma, Keluarnya air mani/sperma meski tidak dalam keadaan bersenggama atau dikenal dengan istilah onani, Haid (bagi wanita), Nifas, Wiladah, Mati, Seorang kafir yang masuk Islam. Mandi wajib itu sendiri tidaklah boleh ditunda sehingga waktu mencapai waktu siang hari, oleh karenanya mandi wajib dikerjakan sebelum mengerjakan sholat subuh. Seseorang boleh melewatkan mandi wajibnya saat berpuasa jika terjadi (mimpi basah) sampai masuk waktu shalat berikutnya, dan wajib untuk mandi junub ketika sebelum dan akan menunaikan sholat.Niat Mandi Wajib Dan Tata CaranyaAdapun Tata Cara Mandi Wajib antara lain :1. NiatSebelum memulai tentu setiap pekerjaan di awali dengan niat, adapun lafadz Niat tersebut ada beberapa jenis antara lain :a. Mandi Dikarenakan Keluar Mani Dengan Sengaja, Mimpi basah, dan senggama maka niat mandi besarnya adalahBISMILLAHI RAHMANI RAHIM NAWAITUL GHUSLA LIRAFIL HADATSIL AKBAR MINAL JANABATI FARDLON LILLAHI TAALAArtiya Dengan menyebut nama Allah Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari jinabah, fardlu karena Allah Taalab. Jika mandi besarnya disebabkan karena haid maka niat mandi besarnya adalahBISMILLAHI RAHMANI RAHIM NAWAITUL GHUSLA LIRAFIL HADATSIL AKBAR MINAL HAIDI FARDLON LILLAHI TAALAArtinya Dengan menyebut nama Allah Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari haidl, fardlu karena Allah Taalac. Jika mandi besarnya disebabab karena nifas, maka niyat mandi besarnya adalahBISMILLAHI RAHMANI RAHIM NAWAITU GHUSLA LIRAFIL HADATSIL AKBAR MINAN NIFASI FARDHAN LILLAHI TAALAArtinya Dengan menyebut nama Allah Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari nifas, fardlu karena Allah Taala2. Mencuci Kedua Telapak TanganSetidaknya aktifitas mencuci telapak tangan ini dilakukan setidaknya 2 (dua) sampai 3 (tiga) kali sebelum membasuh seluruh tubuh kita dengan air, hal ini dikuatkan dengan riwayat Aisyah Radiallahuanha yaitu :Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik dari Hisyam bin Urwah dari Bapaknya dari Aisyah isteri Nabi shallallahu alaihi wasallam, bahwa jika Nabi shallallahu alaihi wasallam mandi karena janabat, beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya, kemudian berwudlu sebagaimana wudlu untuk shalat, kemudian memasukkan jari-jarinya ke dalam air lalu menggosokkannya ke kulit kepalanya, kemudian menyiramkan air ke atas kepalanya dengan cidukan kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali, kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh kulitnya.(HR Bukhari no. 240, Muslim no. 474)3. Mencuci Kemaluan dengan Tangan Kiri dan kemudian menggosokkannya ke tanahSetelah mencuci telapak tangan hendak lah terlebih dahulu memcuci kemaluan dengan tangan kiri, hal ini diriwayatkan oleh Maimunah Radiallahu anha yaitu :Telah menceritakan kepadaku Ali bin Hujras-Sadi telah menceritakan kepadaku Isa bin Yunus telah menceritakan kepada kami al-Amasy dari Salim bin Abi al-Jadi dari Kuraib dari Ibnu Abbas dia berkata, Bibiku, Maimunah telah menceritakan kepadaku, dia berkata, Aku pernah membawa air mandi kepada Rasulullah Shallallahualaihiwasallam karena junub, Lalu beliau membasuh dua tapak tangan sebanyak dua atau tiga kali. Kemudian beliau memasukkan tangan ke dalam wadah berisi air, lalu menyiramkan air tersebut ke atas kemaluan serta membasuhnya dengan tangan kiri. Setelah itu, beliau menggosokkan tangan kiri ke tanah dengan pijatan yang kuat, lalu berwudhu sebagaimana yang biasa dilakukan untuk mendirikan shalat. Kemudian beliau menuangkan air yang diciduk dengan dua telapak tangan ke kepala sebanyak tiga kali sepenuh telapak tangan. Lalu beliau membasuh seluruh tubuh, lalu beralih dari tempat tersebut dan membasuh kedua kaki, kemudian aku mengambilkan handuk untuk beliau, tetapi beliau menolaknya. Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ash-Shabbah, Abu Bakar bin Abi Syaibah, Abu Kuraib, al-Asyajj, dan Ishaq semuanya dari Waki lewat jalur periwayatan lain, dan telah menceritakan kepada kami tentangnya Yahya bin Yahya dan Abu Kuraib keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Muawiyah keduanya dari al-Amasy dengan sanad ini, dan tidaklah dalam hadits keduanya lafazh, Menyiramkan air tiga kali sepenuh telapak tangan pada kepala. Dan dalam hadits Waki terdapat gambaran wudhu seluruhnya. Dia menyebutkan berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidung. Dan dalam hadits Abu Muawiyah tidak menyebutkan handuk.(HR. Muslim no. 476)

4. BerwudhuWudhu adalah salah satu aktifitas yang menurut sebagian besar para ulama hukumnya sunnah, namun ada beberapa perbedaan pendapat dari para ulama tentang tata cara berwudhu dalam prosesi mandi junub, ada yang berpendapat bahwa saatmandi wajibmencuci kedua telapak kaki adalah untuk mengakhiri mandi junub. Namun di telaah secara teliti berwudhu sempurna adalah wudhu yang dilakukan ketika hendak shalat, namun dalam mandi junub terkadang mencuci kaki dalam wudhu dilakukan saat akan mengakhiri mandi junub.5. Menyela-nyela pangkal rambut dan membasuhnyaRasulullah melaksanakan mandi junub/mandi besar melakukan hal ini, Beliau memasukkan jari-jari kedalam air dan menggosokkannya kepada kulit kepala. ini dimaksudkan bahwa Beliau mempergunakan air untuk membasahi kulit kepala agar semua bagian tubuh terkena airmandi wajib. setelah itu Rasulullah menuangkan air ke kepala beliau setidaknya tiga kali. hal ini diriwayatkan oleh Aisyah Radiallahu anha yaituTelah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik dari Hisyam bin Urwah dari Bapaknya dari Aisyah isteri Nabi shallallahu alaihi wasallam, bahwa jika Nabi shallallahu alaihi wasallam mandi karena janabat, beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya, kemudian berwudlu sebagaimana wudlu untuk shalat, kemudian memasukkan jari-jarinya ke dalam air lalu menggosokkannya ke kulit kepalanya, kemudian menyiramkan air ke atas kepalanya dengan cidukan kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali, kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh kulitnya.(HR. Bukhari No. 240)6. Mandi dan mencuci KakiPada bagian akhir ini setelah menyela rambut dan membasuhnya kita kemudian mandi seperti mandi pada umumnya namun perlu di ingatkan bahwa mandi junub diwajibkan agar air mengenai seluruh permukaan tubuh, setelah itu kemudian mencuci kakiTelah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya at-Tamimi telah menceritakan kepada kami Abu Muawiyah dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya dari Aisyah dia berkata,Dahulu apabila Rasulullah Shallallahualaihiwasallam mandi hadas karena junub, maka beliau memulainya dengan membasuh kedua tangan. Beliau menuangkan air dengan menuangkan air dengan tangan kanan ke atas tangan kiri, kemudian membasuh kemaluan dan berwudhu dengan wudhu untuk shalat. Kemudian beliau menyiram rambut sambil memasukkan jari ke pangkal rambut sehingga rata. Hingga ketika selesai, beliau membasuh kepala sebanyak tiga kali, lalu beliau membasuh seluruh tubuh dan akhirnya membasuh kedua kaki. Dan telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Said dan Zuhair bin Harb keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Jarir lewat jalur periwayatan lain, dan telah menceritakan kepada kami Ali bin Hujr telah menceritakan kepada kami Ali bin Mushir lewat jalur periwayatan lain, dan telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair semuanya dari Hisyam dalam sanad ini, dan dalam lafazh mereka tidak ada ungkapan, Membasuh kedua kakinya, dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah telah menceritakan kepada kami Waki telah menceritakan kepada kami Hisyam dari bapaknya dari Aisyah bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam mandi karena junub, maka beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya tiga kali, kemudian menyebutkan sebagaimana hadits Abu Muawiyah, namun tidak menyebut, membasuh kedua kakinya.(HR. Muslim no. 474)Demikianlah artikel tentangNiat Mandi Wajib dan Tata Cara Mandi Wajib, Anda juga dapat menyimak artikel lainnya tentangNiat Shalat Jenazah dan Tata Cara Shalat Jenazah. Terima kasih, semoga bermanfaat.

Adab-Adab WudhuTulisan berikut ini akan menerangkan tata cara wudhu lengkap dengan ikhtilaf/perbedaan pendapat ulama di dalamnya. Untuk sekedar mengingatkan saja, bahwa perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan ulama ahlus sunnah dan ahli ilmu adalah bukan suatu hal yang tercela, dan tidak ada yang salah serta berdosa di dalamnya, Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda : . Apabila seorang hakim menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan benar, baginya dua pahala. Dan apabila ia menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan keliru, baginya satu pahala.( Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy 13/268 dan Muslim no. 1716 dari hadits Amru bin Al-Aash radliyallaahu anhu.)Hal ini selaras dengan firman Allah (QS 33;5) : dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.Yang Wajib DI Dalam Wudhu1. NIAT

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Semua amalan itu dengan niat-niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan. (HR. Al-Bukhari no. 1 dan Muslim no. 3530)Hanya saja dalam menetapkan wajibnya niat atau tidaknya,agar amalan itu menjadi sah, maka ada perselisihan pendapat para imam mujtahidin.Imam Syafii,Maliki dan Hanbali mewajibkan niat itu dalam segala amalan, baik yang berupa wasilah yakni perantaraan seperti wudhu, tayammum dan mandi wajib, atau dalam amalan yang berupa maqshad (tujuan) seperti shalat, puasa, zakat, haji dan umrah.Tetapi imam Hanafi hanya mewajibkan adanya niat itu dalam amalan yang berupa maqshad atau tujuan saja sedang dalam amalan yang berupa wasilah atau perantaraan tidak diwajibkan dan sudah dianggap sah.Adapun dalam amalan yang berdiri sendiri, maka semua imam mujtahidin sependapat tidak perlunya niat itu, misalnya dalam membaca al-Quran, menghilangkan najis dan lain-lain.2. Membaca Basmalah Tidak ada sholat bagi orang yang tidak berwudhu, dan tidak ada wudhu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah Taala (bismillah) ketika hendak berwudhu.( HR. Ibnu Hibban no. 399, At Tirmidzi no. 26, Abu Dawud no. 101, Al Hakim no. 7000, Ad Daruquthni no. 232.)Terjadi khilaf diantara para ulama. Imam Ahmad dan pengikutnya berpendapat akan wajibnya mengucapkan bismilah ketika akan berwudlu Mereka berdalil dengan hadits iniSedangkan jumhur ulama (Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Abu Hanifah, serta satu riwayat dari Imam Ahmad) bahwa membaca bismillah ketika akan berwudlu hukumnya hanyalah mustahab, tidak wajib. (Taudihul Ahkam 1/193).Hadist tersebut di atas ada yang menilai lemah (dhoif), tetapi banyak juga yang menilai hasan bahkan shahih dikarenakan punya syawahid yang banyak, salah satunya hadits di bawah ini : : : : , . : : : Dari Anas berkata : Sebagian sahabat Nabi mencari air, maka Rosulullah berkata : Apakah ada air pada salah seorang dari kalian?. Maka Nabi meletakkan tangannya ke dalam air (tersebut) dan berkata :Berwudlulah (dengan membaca) bismillah.. Maka aku melihat air keluar dari sela-sela jari-jari tangan beliau hingga para sahabat seluruhnya berwudlu hingga yang paling akhir daari mereka. Berkata Tsabit :Aku bertanya kepada Anas, Berapa jumlah mereka yang engkau lihat ?, Beliau berkata : Sekitar tujuh puluh orang. (Hadits riwayat Bukhori no 69 dan Muslim no 2279)Dari hadits shahih di atas, salah satu kalimat berbunyi :: ..Berwudlulah (dengan membaca) bismillah..3. Membasuh bagian-bagian wudhu yang tersebut di dalam QS Al Maidah;6 Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki,a. Basuh Muka b. Basuh Kedua Tangan Hingga Sikut c. Mengusap Kepala d. Mengusap Kaki Hingga 2 Mata Kaki 4. Banyaknya basuhan anggota wudhu, jumhur ulama mengatakan wajibnya cukup satu kali saja.Imam an-Nawawi telah berkata: Para ulama semua sepakat bahawa yang wajib dalam membasuh anggota wudhu hanya sekali saja. (Majmu Syarh al-Muhadzzab, 1/385).Hal ini sesuai dengan hadits Nabi :Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhuma, dia berkata, Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah berwudhu sekali-sekali untuk tiap anggota badan yang dibersihkan- . (HR. Bukhari dalam Kitab al-Wudhuno.153) dari Atha` bin Yasar dari Ibnu Abbas dia berkata; Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang wudhu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam? Lalu dia berwudhu satu kali satu kali. (HR Abu Daud 119, HR Tirmidzi no. 40 semua perawinya tsiqoh)Boleh juga dengan dua kali dua kali, ini pun sesuai hadits dari Abdullah bin Zaid radhiyallahuanhu Nabi shallallahu alaihi wa sallam berwudhu dua kali-dua kali (HR. Bukhari dalam Kitab al-Wudhuno.154).Dari Abu Hurairah : bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah berwudlu dua kali dua kali. (HR Abu Daudno.117, tetapi ada yg diperselisihkan dari perawinya, yakni Abdur Rahman bin Tsabit bin Tsauban yang oleh Nasai dikatakan dhaif walau yang lainnya mengatakan laisa bihi ba`s dan tsiqah, akan tetapi hadits dari Imam Bukhari di atas menjadi penguatnya)Ataupun tiga kali tiga kali, seperti hadits dari Humron maula Utsman riwayat Bukhori no. 159,Muslim no. 423 yang akan kita bahas saat mengupas bab anggota tubuh yang dibasuh air wudhu. Selain itu sesuai pula dengan hadits Dari Ali bin Abi Thalib : Nabi shallallahu alaihi wasallam berwudlu tiga kali-tiga kali. (HR Tirmidzino.42,HR.AbuDaud no. 101, sanad hadits shahih)Anggota Tubuh Yang DibasuhUntuk mengetahui angota tubuh yang dibasuh di dalam aktifitas berwudhu, maka kita akan mencoba membahas salah satu dari beberapa hadits yang membahasnya.Hadits Humron Maula Utsman bin Affan yang diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim dalam kedua Shahihnya. : , , , , , , , : : , , Dari Humran Maula Utsman bin Affan, suatu saat ia melihat Utsman meminta air wudlu. Ia menumpahkan air dari bejana membasuh kedua telapak tangannya tiga kali, lalu beliau masukkan telapak tangan kannya ke dalam air (menciduknya) kemudian berkumur dan menghisap air dengan hidung dan mengeluarkannya, kemudian membasuh wajahnya tiga kali. Lalu membasuh kedua tangannya hingga siku-siku tiga kali. Kemudian mengusap kepalanya, lalu membasuh kakinya hingga kedua mata kaki tiga kali. Kemudian ia berkata: Saya melihat Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam berwudlu seperti wudlu-ku ini dan bersabda: Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini kemudian ia shalat dua rakaat dan ia khusyu pada keduanya niscaya Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (Bukhori no. 159,Muslim no. 423)Berdasarkan hadits tersebut di atas, kami akan mengupas bagian demi bagian anggota tubuh yang harus terkena air wudhu.1.Membasuh tangan ..Ia menumpahkan air dari bejana membasuh kedua telapak tangannya tiga kali..Jadi air yang ada di bejana dituang ke tangan untuk membasuhnya, sehingga basuhan pertama dilakukan dengan menuang air dan bukan memasukkan tangan ke dalam air.2. berkumur, istinsyaq dan istintsar ..lalu beliau masukkan telapak tangan kannya ke dalam air (menciduknya) kemudian berkumur dan menghisap air dengan hidung dan mengeluarkannya..Cara mengambil air berikutnya yaitu tangan dimasukkan ke dalam bejana dan kemudian menciduknya. Urutan berikutnya adalah melakukan kumur-kumur, memasukkan air ke dalam hidung dan kemudian mengeluarkannya.Ada beberapa cara yang berlaku saat melakukan hal tersebut, yaitu :a. ada yang dipisahkan antara berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung serta mengeluarkannya.Dalil yang digunakan adalah : : ( ) Dari Thalhah Ibnu Musharrif dari ayahnya dari kakeknya dia berkata: Aku melihat Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam memisahkan antara berkumur dan hirup air melalui hidung. Riwayat Abu DawudTetapi ada yang menganggap sanad hadits tersebut dhoif, seperti diterangkan di dalam kitab subulus salaam bahwa Imama An Nawawi berkata : para ulama telah sepakat mengenai kedhoifannya, dan dikarenakan musharif yaitu ayah Thalhah itu majhul (tidak dikenal identitasnya). Abu Dawud sendiri yg meriwayatkannya juga mengatakan hadits tersebut dhoif dengan mengutip perkataan Imam Ahmad tentang Musharif ayah Thalhah.b. ada pula yang menjadikan hal tersebut (berkumur, istinsyaq dan istintsar) dalam satu sapuan/cidukan tangan.Dalil yang digunakan : - - ( ) Dari Abdullah Ibnu Zaid Radliyallaahu anhu tentang cara berwudlu: Kemudian beliau memasukkan tangannya lalu berkumur dan menghisap air melalui hidung dari satu tangan. Beliau melakukannya tiga kali. Muttafaq Alaihi. - - ( ) Dari Ali Radliyallaahu anhu tentang cara wudlu: Kemudian Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam berkumur dan menghisap air melalui hidung dengan telapak tangan yang digunakan untuk mengambil air. Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Nasai.atau hadits lain juga dari Ali radliyallahu anhu yang lebih jelas menyebutkan : kemudian berkumur bersamaan dengan beristinsyaq dengan air yang sama (HR Abu Daudno.99)Tetapi menurut penulis kitab Subulus Salam (Ash-Shonani), ulama kebanyakan sepakat untuk membolehkan cara memisahkan antara kumur-kumur dengan istinsyaq serta istintsar, karena itu adalah pilihan saja. Selain itu penggunaan kata wa di dalam hadits dari Humron di atas bisa ditafsirkan bahwa gerakan tersebut terpisah.Tentang berapa kali melakukan kumur-kumur dan istinsyaq serta istintsar, bisa dilakukan satu kali sesuai hadits dari Humron di atas, ataupun bisa juga tiga kali sesuai hadits dari Abdullah bin Zaid di atas. Hadits dari Humron khusus untuk kumur-kumur, istinsyaq dan istintsar di lakukan hanya sekali. Sedangkan hadits dari Abdullah bin Zaid hal tersebut dilakukan tiga kali.Cara berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) dengan tangan kanan kemudian istintsar (mengeluarkan air dari hidung) dengan tangan kiri. Sebagaimana dalam sebuah hadits,Dari Abdi Khoir berkata : Suatu ketika kami duduk-duduk sembari melihat Ali yang sedang berwudhu. Lalu Ali memasukkan tangan kanannya, memenuhi mulutnya kemudian berkumur dan memasukkan air ke dalam hidung dan mengeluarkan air dengan mengunakkan tangan kirinya. Dia melakukan hal itu sebanyak tiga kali lantas mengatakan, siapa yang suka untuk melihat tatacara wudhunya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maka inilah sifat wudhunya beliau. (HR. Ad-Darimi dari Abdi Khair)3. membasuh wajahnya tiga kali.

firman Allah : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan sholat, maka basuhlah mukamu (QS. Al-Maidah : 6)Ada perbedaan pendapat mengenai batasan wajah, apakah sampai ujung jenggot ataukah hanya sebatas dagu. Imam Syafii, Maliki dan Hambali berpendapat bahwa batas wajah dimulai dari tempat biasa tumbuhnya rambut sampai ujung dagu (janggut) bagi yang tidak mempunyai jenggot, dan sampai ujung rambut jenggot bagi orang yang mempunyainya, meskipun panjang. Bedanya, Imam SyafiI menganggap wajib menyela-nyela jenggot tetapi Imam Maliki dan Hambali serta Ahli Madinah, Hasan Al-Bashri, Ibnu Siriin dan lain-lain mengatakan hanya sunnah saja.Sedangkan Hanafi berpendapat, sesungguhnya batas wajah mulai tempat biasa tumbuhnya rambut kepala hingga ujung dagu. Orang yang memiliki jenggot yang menjulur dari kulit dagu, sehingga tidak wajib membasuhnya.Tentang menyela-nyela jenggot hal ini tercantum di dalam hadits Nabi : Dari Utsman Radliyallaahu anhu bahwa Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam menyela-nyelai jenggotnya dalam berwudlu..(HR. At-Tirmidzi : 31 dan dia mengatakan hadits hasan shahih dari shahabat Utsman bin Affan)Dan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik rodhiyallahu anhu, beliau menuturkan : Bahwasanya jika Nabi shallallahu alaihi wasallam berwudhu maka beliau mengambil air dengan telapak tangannya lalu memasukkannya di bawah langit-langit mulut kemudian menyela-nyela jengot beliau dengannya, lalu beliau bersabda : Demikianlah Rabb-ku subhaanahu wataala memerintahkanku. (HR. Abu Daud, Al-Baihaqi, Al-Hakim dan dishahihkan oleh syaikh Al-Albani di dalam Shahihul Jami :4572)4. Membasuh tangan hingga ke siku ..dan kedua tangannya hingga ke siku 3 kali..Berkenaan dengan hal tersebut ada juga hadits dari riwayat Bukhori no. 186 dan Muslim no. 235 dari Abdullah bin Zaid yang berbunyi : ..kemudian memasukkan kedua tangannya lalu mencuci kedua tangannya tersebut dua kali hingga kedua sikunya..Dari kedua dalil di atas diketahui bahwa membasuh kedua tangan bisa dilakukan 2 kali dan bisa juga tiga kali, kedua-duanya benar karena sudah sesuai dengan dalil shahih yang ada. Jadi 2 kali atau 3 kali basuhan adalah pilihan bagi kita.Membasuh kedua tangan yang diterangkan di dalam hadits tersebut di atas adalah merupakan penjabaran dari Q.S. Al Maidah ayat 6. dan basuhlah tanganmu sampai dengan siku..Di dalam hadits riwayat Bukhori no. 1832 dan Muslim no. 226 diterangkan tentang tata cara membasuh secara bergantian tangan kanan dan tangan kiri sebagai berikut : Lalu membasuh tangan kanannya hingga siku-siku tiga kali dan tangan kirinya pun begitu pulaDari hadits tersebut kita bisa mengetahui secara jela bahwa cara membasuh tangan yang sesuai dengan ajaran Nabi adalah membasuh tangan kanan hingga ke siku sebanyak tiga kali setelah itu baru membasuh tangan kiri hingga ke siku tiga kali juga. Jadi bukan dengan cara membasuh tangan kanan-kiri-kanan-kiri dan seterusnya hingga tiga kali.Perbedaan penafsiran di dalam tata cara membasuh tangan terjadi pada kata pada ayat dan hadits di atas, ada yang menafsirkan kata berarti /maa dan ada yang menafsirkan denagan makna /al-ghayah. Yang menafsirkan dengan makna /maa berarti siku juga termasuk bagian yang dibasuh, tetapi yang memaknai /al-ghayah berarti siku adalah batas dan dia tidak termasuk yang dibasuh (Fathul Bari, 1/366, Subulus Salam, 1/65).Tetapi jumhur ulama, termasuk di dalamnya para Imam madzhab seperti Imam SyafiI, Imam Maliki, Imam Hanafi memaknai dengan makna /maa. Adapun yang memaknai dengan makna /al-ghayah adalah para fuqaha ahli dzahir, beberapa murid madzhab Maliki, juga Imam Ath Thabari.Di dalam hadits diriwayatkan dari Muslim dari Abu Huroiroh : Abu Huroiroh berwudlu maka dia mencuci tangannya hingga naik ke lengan atas dan dia mencuci kakinya hingga naik ke betisnya, lalu dia berkata : Demikianlah aku melihat Rosulullah berwudlu (Hadits shohih riwayat Muslim:149)Atau hadits : : Dari Jabir radliallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu alaihi wasallam bila berwudlu mengedarkan air atas kedua sikunya (HR Daruquthni 1:15, Baihaqi 1:56, dan selain dari keduanya Ibnu Hajar berkata Hadits ini hasan)5. Mengusap Kepala

..kemudian mengusap kepalanya..Atau hadits lain yang semakna di dalam riwayat Al Bukhori no. 186 dan Muslim no. 235 dari Abdullah bin Zaid yang berbunyi : ..Kemudian beliau memasukkan kedua tangannya dan mengusap kepalanya dengan kedua tangannya itu (yaitu) membawa kedua tangannya itu ke depan dan kebelakang satu kali..firman Allah azza wa jalla, Dan sapulah kepalamu. (QS Al Maidah [5] : 6).Perbedaan terjadi adalah tentang batas mengusap kepala, Hanabilah dan Malikiyah sepakat bahwa mengusap semua bagian kepala adalah fardlu, sementara Hanafiyah dan Syafiiyah berpendapat bahwa yang diwajibkan adalah mengusap sebagian kepala, adapun mengusap semua bagian adalah sunnah.Hanya saja menurut Syafiiyah yang diwajibkan hanyalah sebagian, sedangkan Hanafiyah mengatakan bahwa yang diwajibkan adalah mengusap seperempat bagian kepala.Perbedaan-perbedaan tersebut disebabkan isytirak yang terkandung dalam huruf bi (..), karena di dalam bahasa Arab kata bi bisa berarti bi zaidah berfungsi sebagai taqid (penguat) kata .. saja tanpa memiliki arti, sehingga memaknai kata bi ruuwsikum di atas adalah seluruh kepala tanpa kecuali. Tetapi ada pendapat yang mengatakan bi bermakna at tabidh atau sebagian.Menurut pendapat Imam Ahmad bin Hambal (madzhab Hambali) dan Imam Malik (madzhab Maliki) di dalam hukum mengusap kepala adalah seluruh bagian kepala. Hal ini berdasarkan hadits : Kemudian beliau membasuh mengusap kepala dengan tangannya, menyapunya ke depan dan ke belakang. Beliau memulainya dari bagian depan kepalanya ditarik ke belakang sampai ke tengkuk kemudian mengembalikannya lagi ke bagian depan kepalanya (HR. Bukhori no. 185, Muslim 235).Adapaun menurut pendapat kelompok yang mengatakan harus mengusap seluruh kepala saat berwudhu di dalam menanggapi hadits Rasulullah pernah mengusap sebagian kepala dan atas sorbannya adalah saat kondisi-kondisi tertentu saja, seperti pada saat safar (perjalanan) atau saat udara yang sangat dingin sehingga masih diperbolehkan berwudhu dengan menggunakan sorban dan khuf (sepatu). Hal tersebut akan diterangkan lebih lanjut saat pembahasan bab tentang mengusap kaki dan khuf di dalam berwudhu.Adapun Imam Hanafi dan Imam Syafii berpendapat, bahwa kata bi bermakna tabidh (sebagian), dalil yang digunakan adalah : ( ) Dari Mughirah Ibnu Syubah Radliyallaahu anhu bahwa Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam berwudlu lalu beliau mengusap ubun-ubunnya, dan bagian atas sorbannya dan kedua sepatunya. (HR. Muslim dalam kitaabuth-thahaarah: bab mengusap ujung rambut dan imamah No. 274)Berdasarkan hadits tersebut di atas juga, kita bisa mengetahui di dalam kondisi tertentu semisal di dalam safar (perjalanan) atau di saat udara yang amat sangat dingin sehingga terjadi keengganan untuk melepas sorban sebagai penutup kepala, diperbolehkan untuk tidak melepas kain yang dipakai untuk menutup kepalanya (sorban) tersebut dengan hanya mengusap sorban bagian atasnya saja. Tetapi menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari jumhur ulama berpendapat bahwa selain mengusap bagian atas sorbannya, diharuskan juga mengusap sebagian rambutnya, berdasarkan hadits dari Imam Muslim di atas yang menerangkan mengusap ubun-ubunnya baru kemudian mengusap sorbannya. Hal tersebut di perkuat sebuah hadits dari Abu Daud dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu beliau berkata, Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berwudhu, sedang beliau memakai surban dari Qatar. Maka beliau menyelipkan tangannya dari bawah surban untuk menyapu kepala bagian depan, tanpa melepas surban itu.Tetapi ada pula pendapat yang mengatakan bahwa boleh hanya sekedar mengusap atas kain sorbannya saja. Untuk kehati-hatian sebaiknya mengusap sebagian rambutnya/bagian dari kepala baru kemudian mengusap atas kain sorbannya.Bagaimana untuk wanita yang menggunakan kerudung/jilbab..? berdasarkan dalil dan keterangan tersebut di atas, maka diperbolehkan bagi wanita khususnya yang sedang safar untuk tidak melepas kerudung/jilbabnya sama halnya dengan laki-laki yang tidak perlu melepas sorbannya saat kondisi-kondisi tertentu tersebut di atas.Ibnu Mundzir rahimahullah dalam Al-Mughni (1/132) mengatakan, Adapun kain penutup kepala wanita (kerudung) maka boleh mengusapnya karena Ummu Salamah sering mengusap kerudungnya.Sesuai keterangan tentang mengusap sorban di atas, maka untuk kehati-hatian dan sesuai dengan pendapat jumhur ulama, sebaiknya mengusap sebagian kepala dengan memasukkan tangan ke dalam kerudungnya.Untuk mengusap telinga, mengusap telinga termasuk bagian di dalam menngusap kepala sesuai sabda Nabi alaihish sholatu was salam, Kedua telinga merupakan bagian dari kepala.[ HR. Abu Dawudno.134, At Tirmidzi no. 37, Ibnu Majah no. 478, dan lain-lain]Lalu cara menyapu kedua telinga adalah sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi was sallam, . Kemudian beliau mengusap kepalanya dan memasukkan kedua jari telunjuknya ke dalam kedua telinganya dan mengusap bagian luar kedua telinganya dengan ibu jarinya. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasai. Ibnu Khuzaimah menggolongkannya hadits shahih.Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama juga mengenai jumlah membasuh kepala, ada yang mengatakan hanya sekali tetapi ada juga yang mengatakan tiga kali.Dalil yang digunakan untuk mengatakan bahwa mengusap kepala hanya cukup sekali adalah : Dan beliau mengusap kepalanya sekali. (HR. Abu Dawud no. 100)Atau hadits lain yang semakna di dalam riwayat Al Bukhori no. 186 dan Muslim no. 235 dari Abdullah bin Zaid yang berbunyi : ..Kemudian beliau memasukkan kedua tangannya dan mengusap kepalanya dengan kedua tangannya itu (yaitu) membawa kedua tangannya itu ke depan dan kebelakang satu kali..Adapun ulama yang berpendapat bahwa mengusap kepala tiga kali adalah hadits dari Abu Hayyah berikut : Saya pernah melihat Ali radliallahu anhu berwudhu, kemudian dia menyebutkan semua gerakan wudhunya tiga kali tiga kali, lalu Abu Hayyah; Kemudian dia mengusap kepalanya, lalu membasuh kedua kakinya hingga dua mata kaki, kemudian berkata; Sesungguhnya saya hanya ingin memperlihatkan kepada kalian cara bersuci Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. (HR.AbuDaud no. 101 sanad hadits shahih dan riwayat yang sama dari Tirmidzino.42sanadnya juga shahih)atau hadits dari Syaqiq bin Salamah : Saya pernah melihat Utsman bin Affan membasuh dua lengannya tiga kali tiga kali dan mengusap kepalanya tiga kali, (HR ABu Daudno.98, akan tetapi ada perawi hadits yg masih dipersilisihkan kedhaifannya, yakni Amir bin Syaqiq bin Jamrah)salah satu riwayat hadits yang diriwayatkan Humroon tentang cara wudhu Utsman bin Affan rodhiyallahu anhu ketika beliau melihat cara wudhu Nabi shollallahu alaihi was sallam, - - Beliau (Utsman bin Affan pent.)menyapu kepalanya tiga kali kemudian membasuh kakinya tiga kali, kemudian beliau berkata, Aku melihat Rosulullah shallallahu alaihi was sallam berwudhu dengan wudhu seperti ini (HR. Abu Dawud no. 107 dengan sanad hasan shahih)6. Membasuh/Mengusap Kaki

Mengapa diberikan judul membasuh atau mengusap kaki..? di dalam bab ini, akan dibahas pula perbedaan pendapat di kalangan ulama yang ada mengenai membasuh dan mengusap. Kemudian membasuh kedua kakinya tiga kali.Di dalam hadits riwayat Bukhori no. 1832 dan Muslim no. 226 diterangkan tentang tata cara membasuh secara bergantian kaki kanan dan kaki kiri sebagai berikut :: ..lalu membasuh kaki kanannya hingga kedua mata kaki tiga kali dan kaki kirinya pun begitu pula.Berdasarkan dalil-dalil tersebut di atas kita ketahui sesuai dengan sunnah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bahwa, membasuh kedua kaki dimulai dari kaki kanan hingga kedua mata kaki tiga kali setelah itu baru kemudian memasuh kaki kiri tiga kali.Ada terjadi perbedaan di kalangan ulama adalah antara membasuh dan mengusap, hal tersebut dikarenakan ada sedikit perbedaan pada cara membaca QS Al MAidah ;6 di kalimat : .. .. Ada yang membaca wa arjulakum dan ada yang membaca wa arjulikum. Ibn Katsir, Hamzah, Abu Amr, dan Ashim-menurut riwayat Abu Bakar-membacanya dengan jarr (yakni, arjulikum). Sedangkan Nafi, Ibn Amir. dan Ashim- menurut riwayat Hafsh- membacanya dengan nashab (yakni, arjulakum).jika mengikuti bacaan wa arjulikum, berarti kata tersebut di athof-kan kepada berarti wajibnya adalah diusap, karena kata di jar kan.adapun Ibnu Hazm berpendapat, Al-Quran menyatakan mengusap. Allah swr berfirman, Dan usaplah kepalamu dan kakimu baik lam dibaca kasrah menjadi arjulikum maupun dibaca fathah menjadi arjulakum. Bagaimanapun, kata itu di atahaftan kepada ru us, baik kepada lafaz maupun kepada kedudukannya. Selain itu, tidak diperbolehkan. Sebab, antara kata yang di athafkan (mathufj) dan kata yang menjadi sandaran athaf (mathuf alayh) tidak boleh diselingi oleh kata yang lain.Demikian pula, Ibn Abbas mengatakan, Al-Quran menetapkan mengusap yakni kedua kaki-di dalam wudhu.Pendapat tentang mengusap kedua kaki ini juga dikemukakan sejumlah ulama salaf. Di antara mereka ada1ah Ali bin Abi Tha1ib, Ibn Abbas, al-Hasan, Ikrimah, asy-Syabi, dan lain-lain.Ulama yang berpendapat wajibnya mengusap dan bukan membasuh di dalam menanggapi hadits yang menggunakan pilihan kata seperti tertulis di awal pembahasan bab mengusap/membasuh kaki, mereka mengatakan wajibnya adalah mengusap dan sunnahnya adalah membasuh. Adapun jika sekedar mengusap kaki, maka gugurlah kewajiban di QS Al Maidah;6 tersebut di atas, artinya sudah sah wudhunya.Adapun yang membaca wa arjulakum berpendapat bahwa kata tersebut di-athof-kan kepada kata .. .. berarti dibasuh dan bukan sekedar diusap. Hal tersebut sesuai dengan hadits Nabi di atas ..: ,, artinya ..lalu membasuh kakinya.., menggunakan kata dan bukan menggunakan kata .al-Hasan al-Bashri dan Muhammad bin Jarir ath-Thabari berkata, Mukallaf boleh memilih antara mengusap dan membasuh.wallahu alam..Diperbolehkan memanjangkan anggota wudhu saat membasuh/mengusap kaki hingga ke betis, berdasarkan hadits shohih dari Muslim dari Abu Huroiroh : Abu Huroiroh berwudlu maka dia mencuci tangannya hingga naik ke lengan atas dan dia mencuci kakinya hingga naik ke betisnya, lalu dia berkata : Demikianlah aku melihat Rosulullah berwudlu (Hadits shohih riwayat Muslim:149)Pada saat membasuh atau mengusap kaki, jangan lupa menyela-nyela jari kaki. Hal ini sesuai dengan perintah Nabi shollallohu alaihi wa sallam : Sempurnakanlah wudhu dan sela-selahilah antara jari-jari kalian. (HR. Abu Dawud, At-Tirmidziy, An-Nasaiy, Ibnu Majah, dan selain mereka)Adapun di dalam kondisi-kondisi khusus yang menyulitkan kita untuk membuka sepatu (khuf) semisal di dalam perjalanan (safar) atau di saat udara yang sangat dingin, maka diperbolehkan kita mengusap sepatu tersebut. Hal ini sesuai hadits rasulullah dari Al-Mughirah bin Syubah -radhialahu anhu- dia berkata: : Aku pernah bersama Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam ketika beliau berwudlu aku membungkuk untuk melepas kedua sepatunya lalu beliau bersabda: Biarkanlah keduanya sebab aku dalam keadaan suci ketika aku mengenakannya Kemudian beliau mengusap bagian atas keduanya khufnya. (HR. Al-Bukhari no. 206 dan Muslim no. 274)atau hadits dengan lafadz yang lainnya tetapi pengertiannya tetap sama dari Al-Mughirah bin Syubah, radhialahu anhu dia berkata: Rasulullah berwudhu seperti halnya ketika beliau hendak melaksanakan shalat, dan beliau mengusap atas khuf-nya kemudian beliau shalat. (HR. Al-Bukhari no. 350, Muslim no. 405)Berdasarkan pengertian hadits tersebut di atas bagian yang diusap adalah bagian atas khuf (sepatu) dikarenakan penggunaan kata (atas) saat mengusap khuf (sepatu). Hal ini juga diperjelas dengan hadits yang berasal dari Ali bin Abu Tholib radhialahu anhu : Jikalau agama itu cukup dengan pikiran maka bagian bawah sepatu lebih utama untuk diusap daripada bagian atas Aku benar-benar melihat Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam mengusap punggung kedua sepatunya (HR. Abu Daud no. 162)berdasarkan hadits riwayat Al-Bukhari no. 206 dan Muslim no. 274 di atas juga kita mendapatkan pengertian bahwa syarat untuk diperbolehkannya mengusap khuf adalah dalam keadaan suci (wudhu) saat menggunakan khuf (sepatu) tersebut. Biarkanlah keduanya sebab aku dalam keadaan suci ketika aku mengenakannyaSarat lainnya adalah, diperbolehkan berwudhu dengan hanya mengusap khuf adalah dikarenakan hadats kecil dan bukan hadats besar, berdasarkan hadits dari Shofwan Ibnu Assal : Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam pernah menyuruh kami jika kami sedang bepergian untuk tidak melepas sepatu kami selama tiga hari tiga malam lantaran buang air besar kencing dan tidur kecuali karena jinabat (HR. At-Tirmidzi no. 96, An-Nasai no. 127, Ibnu Majah no. 478, Ahmad no. 17396)Di dalam masalah mengusap khuf (sepatu) ini dibatasi untuk musafir 3 hari tiga malam dan untuk muqimin 1 hari satu malam berdasarkan hadits dari Shofwan di atas dan hal ini diperkuat juga oleh hadits lainnya dari Ali bin Abi Tholib : : Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam menetapkan tiga hari tiga malam untuk musafir (orang yang bepergian) dan sehari semalam untuk orang yang menetap yakni dalam hal mengusap kedua sepatu ((HR. Muslim no. 414, An-Nasai no. 128)Para ulama berbeda pendapat tentang rincian batasan waktu mengusap khuf:Pendapat pertama; Dimulai sejak kedua kaki mengenakan khuf. Misalnya; seorang mengenakan khuf pada pukul 08:00 pagi, maka penentuan batas awal waktu mengusap khuf dimulai sejak saat itu. Demikian pendapat yang dipilih oleh Al-Hasan Al-Bashri.Pendapat kedua; Dimulai sejak pertama kali mengalami hadats kecil saat mengenakan khuf, seperti kentut, buang air, dan yang semisalnya. Misalnya; seorang mengenakan khuf pukul 08.00 pagi, kemudian pada pukul 10.30 ia buang air kecil. Maka penentuan batas awal waktu mengusap khuf dimulai sejak pukul 10.30, awal mula ia mengalami hadats. Demikian pendapat yang dipilih oleh mayoritas ulama, seperti Abu Hanifah, Asy-Syafii, dan riwayat yang sah dari Ahmad bin Hambal.Pendapat ketiga; Dimulai sejak pertama kali mengusap khuf saat berwudhu setelah mengalami hadats. Misalnya; seorang mengenakan khuf pada pukul 08:00 pagi, kemudian pada pukul 10:30 ia buang air kecil. Setelah itu, pada pukul 11:00 ia berwudhu. Maka batas awal waktu mengusap khuf dimulai sejak pukul 11:00, ketika pertama kali ia melakukan wudhu di saat sedang mengenakan khuf. Demikian pendapat yang dipilih oleh Al-Auzai, Abu Tsaur, Ibnul Mundzir, An-Nawawi, dan satu riwayat lainnya dari Ahmad bin Hambal,Diperbolehkan pula mengusap kaos kaki, jika tidak sedang memakai khuf berdasarkan hadits dari Al-Mughirah bin Syubah, ia berkata: Suatu ketika Rasulullah berwudhu, beliau mengusap kaos kaki beserta sandal yang sedang dikenakannya.( HR Ahmadno.18167, Abu Dawudno.159, Tirmidzino.99, Ibnu Majahno.559)Mengusap kaos kaki saat berwudhu pernah dicontohkan oleh enam belas shahabat Nabi, seperti Ali bin Abi Thalib, Ammar bin Yasir, Abu Masud, Anas bin Malik, Ibnu Umar, Al-Barra bin Azib, Bilal, Abu Umamah, Sahl bin Sad, Abdullah bin Abi Aufa, Amr bin Huraits, Umar bin Al-Khatthab, Ibnu Abbas, Sad bin Abi Waqqash, Al-Mughirah bin Syubah, dan Abu Musa Al-Asyari. Demikian pendapat yang dipilih oleh Al-Imam Abu Hanifah, Asy-Syafii, dan juga Ahmad bin Hambal.An-Nawawi berkata, Para sahabat kami (dari mazhab Asy-Syafiiyah) membawakan pendapat Umar dan Ali -radhiallahu anhuma- bahwa keduanya membolehkan mengusap di atas kaos kaki walaupun kaosnya tipis. Mereka juga membawakan pendapat dari Abu Yusuf, Muhammad, Ishaq, Daud.7. Berdoa ketika telah selesai berwudhuHal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi was sallam, dari Uqbah bin Amir al-Juhani bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. (HR. Muslim no. 345.)ADAB-ADAB MENDIRIKAN SHALAT

A. ADAB MASUK KEDALAM SHALAT

Shalat adalah tiang agama Islam, batas yang menceraikan antara Islam dengan selainnya. Sudah seharusnya kita berikan perhatian penuh kepada permasalahan tentang shalat ini. Dengan demikian inilah, dia, menjadi pembuka gapura kesenangan dunia dan akhirat.

Apabila kita mau mendirikan shalat yang dapat mencegah Fahsyaa dan Munkar, dapat menyampaikan kita kepada kemenangan yang sempurna dan memperoleh keridhaan Allah SWT, Maka:

1.Hendaklah kita laksanakan shalat sebagaimana yang ditentukan oleh nabi SAW, menurut Kaifat-kaifat dan sifat sifat yang telah beliau laksanakan, dan memerintahkan ummatnya melaksanakannya menurut jangka yang telah beliau jangkakan dan kadar yang telah beliau kadarkan

2.Hendaklah tiap-tiap sesuatu dari perbuatan-perbuatan shalat, disesuaikan benar-benar dengan cara yang telah dilaksanakan oleh Rasulullah SAW

3.Hendaklah kita pahamkan baik-baik makna-makna yang kita baca, hikmat pembacaan dan rahasia-rahasia yang kita laksanakan. Tegasnya, hendaklah kita memenuhi segala adab-adabnya

Persiapan untuk shalat

Sudah dimaklumi, bahwa adab-adab yang dilaksanakan untuk mempersiapkan diri buat mendirikan shalat, ialah: berthaharah atau berwudhu dan berpakaian indah yang layak dengan keadaan seseorang hamba yang hendak berdiri tegak menghadap Allah SWT. Untuk menyatakan kehambaan, kerendahan, kehajatan dan keperluannya kepada yang Maha Esa yang Maha Kuasa atas segala sesuatu itu. Setelah Selesai menyiapkan yang demikian marilah kita ketempat shalat.

B. ADAB SEBELUM TAKBIRATUL IKHRAM

Sebelum kita memasuki shalat (sebelum bertakbiratul ikhram) tunaikanlah dan peliharalah dengan sebaik-baiknya akan adab-adab yang dinukilkan ini:

1.Berdiri dengan lurus, menghadapkan muka ke Kiblat (Kearah sujud) dengan menundukan kepala dan memandang ke tampat sujud. Merenggangkan kaki kira-kira 15cm, jangan direnggangkan sekali dan jangan pula dirapatkan sekali. Dilakukan demikian adalah untuk menyatakan kehambaan diri kita kepada Allah yang tempat kita mengadukan segala perasan, tempat kita bermunajat denganNya.

2.Baharuilah taubat dari segala dosa yang telah dikerjakan. Jagalah serta peliharalah hati kita dari berbagai-bagai gurisan, dari bermacam-macam lintasan yang memalingkan hati kepada selain Allah SWT. Kita memperbaharui penyelasan disaat ini, adalah supaya janganlah sampai shalat yang kita persembahkan kepada Zat yang Muthlaq itu ditolak, lantasan kemaksiatan yang boleh jadi telah kita lakukan sebelum kita bershalat itu. Dan kita memelihara hati kita sejak dari ketika itu, adalah supaya dikala masuk kedalam shalat, hati kita dengan sepenuhnya hadir bulat kepada Allah SWT. Tuhan yang kita sembah

3.Ber Iqamatlah dan berdoalah sesudahnya, hadirkanlah niat, yakni: Ingatlah baik-baik akan apa yang hendak dikerjakan, dan Ikhlaskanlah pekerjaan itu untuk Allah SWT, artinya: tanamkanlah didalam jiwa, bahwa pekerjaan tiu dikerjakan semata-mata kerena Allah SWT, karena mengharap pahalaNya, karena takut kepada siksanya, karena mengakui KebesaranNya, karena nikmat dan karuniaNya yang amat banyak. Kalau kita hitung-hitung nikmatNya. Ingatlah:

Dengan siapa kita bermunajat?Dengan apa kita bermunajat?Sudah benarkah cara kita bermunajat?

Janganlah sekali-kali kita masuk kedalam shalat dengan tergesa-gesa, Janganlah kita turuti adab kebanyakan orang, yaitu: tergesa-gesa masuk kedalam shalat, tergesa-gesa pula keluar dari padanya. Sehingga dia tidak mengetahui apa maksud daripada shalat yang ia lakukan. Masuklah kedalam shalat sesudah mewujudkan adab-adabnya, dan janganlah adab-adab didalam shalat dengan sebaik-baiknya. Begitu juga adab-adabnya sesudah shalat.

C. ADAB-ADAB DALAM SHALAT

Untuk mewujudkan shalat yang diridhai Allah SWT. Hendaklah dipenuhi adab-adab dalam shalat itu. Adab-adab dalam shalat dibagi dua:Pertama:Adab-adabUmum,yaitusegalaadabyangmestidilaksanakandiseluruhshalat,tidak ditentukan dengan sesuatu rukun, atau perbuatanKedua: Adab-adab khusus,yaitusegalaadabyangditentukandengansesuaturukun,baikperbuatan ataupun bacaan

Adab-adab umum dibagi kepada Empat, yaitu:

1.Membesarkan Allah SWT dan memuliakanNya. Yakni Hendaklah sesuatu yang dikerjakan, disertai dengan rasa membesarkan Allah SWT yang berhak menerima Ibadah. Hal ini dapat kita lakukan apabila kita mengingat benar-benar bahwa diri kita adalah hamba Allah dan Allah adalah Khaliq yang menjadikan kita.

2.Mewujudkan khusyu dan takut kepda Allah SWT. Yakni Hendaklah shalat itu dilaksanakan dengan Khusyu dan takut akan Allah SWT shalat itu adalah tali perhubungan antara hamba dengan Tuhannya Allah SWT. Karena itu menjadilah sesuatu kewajiban mewujudkan Khusyu dan Takut Kepada Allah SWT didalamnya. Sebenarnya Khusyu dan takut akan Allah SWT bukanlah hal yang sulit kita peroleh. Dia dapat dicapai oleh mereka yang meyakini benar-benar akan Qudarad dan IradatNya.

3.Menghadirkan hati, yaitu Hendaklah kita hadapkan segala pikiran kita kepada Allah SWT.

4.Memahamkan makna yang diucapkan dan yang di kerjakan, yakni Hendaklah hati memahamkan sesudah mengetahui akan makna yang dilafadzkan oleh lidah dan makna yang dikerjakan oleh anggota jasmani dan Rohani.

Adab-adab Khash (khusus) dibagi kepad Dua, yaitu:

1.Adab khash yang dhahir, dikerjakan oleh anggota-anggota lahir dibawah perintah anggota bathin.

Adab bertakbiratul Ikhram, Hendaklah kita angkat kedua belah tangan kita kedaun telinga kita, bertentangan tangan-tangan itu dengan bahu, dengan menghadapkan anak-anak jari kedua tangan kekiblat serta mengembangkan keduanya. Sesudah itu, Ucapkanlah takbiratul Ikhram, YaituAllah Maha Besar.

Diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Umar R.A Ujarnya:KANA RASULULLAHI IDZA QAMA LISHSHALATI BAFAA YADAIHI TSUMMA KABBARAArtinya: Adakah Rasulullah Apabila Telah Berdiri Untuk Shalat, Beliau Mengangkat Kedua Tangannya, Kemudian Baru Bertakbir.(H.R Muslim 1:145)

2.Adab khash bathin, dikerjakan oleh anggota bathin, lahir bekasannya pada anggota lahir.

Dan Janganlah kita melafadhkan, lafadh niat sebelum bertakbir itu, Kerena Nabi SAW, Khulafaur Rasyidin, Para sahabat tidak melafadhkan dan tidak pula menyuruh melafadhkan.

Al Imam Ibnul Hajj dalam Kitabnya Al-Madkhal berkata:Tidak boleh imam dan makmum, begitu pula orang yang bershalat sendiri, menjaharkan niat (membaca lafadh niat), karena tidak ada diriwayatkan dari Nabi SAW, Khulafaur Rasyidin, Para sahabatnya Bahwa beliau-beliau itu mengerjakannya. Lantaran demikian, menjaharkan niat bidah adanya.

Nabi SAW diwaktu hendak berikhram, hanya membacaAllahu Akbar. Buku Zadul Maad 1:50. Pengarang Al-Ibda (Asy-Syaikh Ali Mahfudh), Berkata:yang lebih buruk lagi ialah meng Ulang-ulangi lafadh niat hingga terkadang memakan waktu shalat dan mengganggu orang di kelilingnya.

Imam Ahmad berkata: Jika seseorang keluar dari rumah (ke Masjid) untuk mengerjakan shalat, maka itu sudah merupakan niat (Buku Al-Furu 1/347 dan Al-Inshaf, Al-Mardawi 2/23)

Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyyah dalam Al-Fatawa Al-Kubra, 1/495, mengatakan:Niat shalat atau ibadah-ibadah lainnya, tidak perlu diucapkan. Para ulama sepakat bahwa tempat niat adalah hati dan bukannya lidah. Jika seseorang secara tidak sengaja mengucapkan apa yang bertentangan dengan apa yang diniatkan didalam hati, maka yang shah adalah niatnya didalam hati, bukan ucapannya.

Orang yang shalat sendirian atau shalat dibelakang Imam boleh mengubah niat shalat Fardhunya menjadi shalat sunnah jika waktu shalat masih panjang. Misalnya dia bertakbiratul Ikhram degan niat shalat Fardhu sendirian, kemudian dia mengetahui orang-orang shalat berjamaah, maka dia dianjurkan untuk melakukan hal yang lebih sempurna. Tapi, niat shalat sunnah tidak boleh di ubah menjadi shalat fardhu.

Sholat

BERDIRIRasulullah shallallahu alaihi wasallam mengerjakan sholat fardhu atau sunnah berdiri karena memenuhi perintah Allah dalam QS. Al Baqarah : 238. Apabila bepergian, beliau melakukan sholat sunnah di atas kendaraannya. Beliau mengajarkan kepada umatnya agar melakukan sholat khauf dengan berjalan kaki atau berkendaraan.Peliharalah semua sholat dan sholat wustha dan berdirilah dengan tenang karena Allah. Jika kamu dalam ketakutan, sholatlah dengan berjalan kaki atau berkendaraan. Jika kamu dalam keadaa aman, ingatlah kepada Allah dengan cara yang telah diajarkan kepada kamu yang mana sebelumnya kamu tidak mengetahui (cara tersebut). (QS. Al Baqarah : 238).

MENGHADAP KABAHRasulullah shallallahu alaihi wasallam bila berdiri untuk sholat fardhu atau sholat sunnah, beliau menghadap Kabah. Beliau memerintahkan berbuat demikian sebagaimana sabdanya kepada orang yang sholatnya salah:Bila engkau berdiri untuk sholat, sempurnakanlah wudhumu, kemudian menghadaplah ke kiblat, lalu bertakbirlah.(HR. Bukhari, Muslim dan Siraj).Tentang hal ini telah turun pula firman Allah dalam Surah Al Baqarah : 115:Kemana saja kamu menghadapkan muka, disana ada wajah Allah.Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah sholat menghadap Baitul Maqdis, hal ini terjadi sebelum turunnya firman Allah:Kami telah melihat kamu menengadahkan kepalamu ke langit. Kami palingkan kamu ke kiblat yang kamu inginkan. Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu ke sebagian arah Masjidil Haram. (QS. Al Baqarah : 144).Setelah ayat ini turun beliau sholat menghadap Kabah.Pada waktu sholat subuh kaum muslim yang tinggal di Quba kedatangan seorang utusan Rasulullah untuk menyampaikan berita, ujarnya,Sesungguhnya semalam Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah mendapat wahyu, beliau disuruh menghadap Kabah. Oleh karena itu, (hendaklah) kalian menghadap ke sana. Pada saat itu mereka tengah menghadap ke Syam (Baitul Maqdis). Mereka lalu berputar (imam mereka memutar haluan sehingga ia mengimami mereka menghadap kiblat). (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Siraj, Thabrani, dan Ibnu Saad. Baca Kitab Al Irwa, hadits No. 290).

MENGHADAP SUTRAHSutrah (pembatas yang berada di depan orang sholat) dalam sholat menjadi keharusan imam dan orang yang sholat sendirian, sekalipun di masjid besar, demikian pendapat Ibnu Hani dalam Kitab Masail, dari Imam Ahmad.Beliau mengatakan, Pada suatu hari saya sholat tanpa memasang sutrah di depan saya, padahal saya melakukan sholat di dalam masjid kami, Imam Ahmad melihat kejadian ini, lalu berkata kepada saya, Pasanglah sesuatu sebagai sutrahmu! Kemudian aku memasang orang untuk menjadi sutrah.Syaikh Al Albani mengatakan, Kejadian ini merupakan isyarat dari Imam Ahmad bahwa orang yang sholat di masjid besar atau masjid kecil tetap berkewajiban memasang sutrah di depannya.Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:Janganlah kamu sholat tanpa menghadap sutrah dan janganlah engkau membiarkan seseorang lewat di hadapan kamu (tanpa engkau cegah). Jika dia terus memaksa lewat di depanmu, bunuhlah dia karena dia ditemani oleh setan.(HR. Ibnu Khuzaimah dengan sanad yang jayyid (baik)).Beliau juga bersabda:Bila seseorang di antara kamu sholat menghadap sutrah, hendaklah dia mendekati sutrahnya sehingga setan tidak dapat memutus sholatnya.(HR. Abu Dawud, Al Bazzar dan Hakim. Disahkan oleh Hakim, disetujui olah Dzahabi dan Nawawi).Dan hendaklah sutrah itu diletakkan tidak terlalu jauh dari tempat kita berdiri sholat sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam.Nabi shallallahu alaihi wasallam berdiri shalat dekat sutrah (pembatas) yang jarak antara beliau dengan pembatas di depannya 3 hasta.(HR. Bukhari dan Ahmad).Adapun yang dapat dijadikan sutrah antara lain: tiang masjid, tombak yang ditancapkan ke tanah, hewan tunggangan, pelana, tiang setinggi pelana, pohon, tempat tidur, dinding dan lain-lain yang semisalnya, sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

NIATNiat berarti menyengaja untuk sholat, menghambakan diri kepada Allah Taala semata, serta menguatkannya dalamhati.Nabishallallahu alaihi wasallam bersabda:Semua amal tergantung pada niatnya dan setiap orang akan mendapat (balasan) sesuai dengan niatnya.(HR. Bukhari, Muslim dan lain-lain. Baca Al Irwa, hadits no. 22).Niat tidak dilafadzkanDan tidaklah disebutkan dari Nabi shallallahu alaihi wasallam dan tidak pula dari salah seorang sahabatnya bahwa niat itu dilafadzkan.Abu Dawud bertanya kepada Imam Ahmad. Dia berkata, Apakah orang sholat mengatakan sesuatu sebelum dia takbir? Imam Ahmad menjawab, Tidak. (Masaail al Imam Ahmad hal 31 dan Majmuu al Fataawaa XXII/28).AsSuyuthi berkata, Yang termasuk perbuatan bidah adalah was-was (selalu ragu) sewaktu berniat sholat. Hal itu tidak pernah diperbuat oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam maupun para shahabat beliau. Mereka dulu tidak pernah melafadzkan niat sholat sedikitpun selain hanya lafadz takbir.Asy Syafii berkata, Was-was dalam niat sholat dan dalam thaharah termasuk kebodohan terhadap syariat atau membingungkan akal. (Lihat al Amr bi al Itbaa wa al Nahy an al Ibtidaa).

TAKBIRATUL IHROMNabi shallallahu alaihi wasallam selalu memulai sholatnya (dilakukan hanya sekali ketika hendak memulai suatu sholat) dengan takbiratul ihrom yakni mengucapkan Allahu Akbar () di awal sholat dan beliau pun pernah memerintahkan seperti itu kepada orang yang sholatnya salah. Beliau bersabda kepada orang itu:Sesungguhnya sholat seseorang tidak sempurna sebelum dia berwudhu dan melakukan wudhu sesuai ketentuannya, kemudian ia mengucapkan Allahu Akbar.(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Thabrani dengan sanad shahih).Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:Apabila engkau hendak mengerjakan sholat, maka sempurnakanlah wudhumu terlebih dahulu kemudian menghadaplah ke arah kiblat, lalu ucapkanlah takbiratul ihrom.(Muttafaqun alaihi).Takbirotul ihrom diucapkan dengan lisanTakbirotul ihrom tersebut harus diucapkan dengan lisan (bukan diucapkan di dalam hati).Muhammad Ibnu Rusyd berkata, Adapun seseorang yang membaca dalam hati, tanpa menggerakkan lidahnya, maka hal itu tidak disebut dengan membaca. Karena yang disebut dengan membaca adalah dengan melafadzkannya di mulut.An Nawawi berkata, adapun selain imam, maka disunnahkan baginya untuk tidak mengeraskan suara ketika membaca lafadz tabir, baik apakah dia sedang menjadi makmum atau ketika sholat sendiri. Tidak mengeraskan suara ini jika dia tidak menjumpai rintangan, seperti suara yang sangat gaduh. Batas minimal suara yang pelan adalah bisa didengar oleh dirinya sendiri jika pendengarannya normal. Ini berlaku secara umum baik ketika membaca ayat-ayat al Qur-an, takbir, membaca tasbih ketika ruku, tasyahud, salam dan doa-doa dalam sholat baik yang hukumnya wajib maupun sunnah beliau melanjutkan, Demikianlah nash yang dikemukakan Syafii dan disepakati oleh para pengikutnya. Asy Syafii berkata dalam al Umm, Hendaklah suaranya bisa didengar sendiri dan orang yang berada disampingnya. Tidak patut dia menambah volume suara lebih dari ukuran itu.. (al Majmuu III/295).

MENGANGKAT KEDUA TANGANDisunnahkan mengangkat kedua tangannya setentang bahu ketika bertakbir dengan merapatkan jari-jemari tangannya,

berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar radiyallahu anhuma, ia berkata:Rasulullah shallallahu alaihi wasallam biasa mengangkat kedua tangannya setentang bahu jika hendak memulai sholat, setiap kali bertakbir untuk ruku dan setiap kali bangkit dari rukunya.(Muttafaqun alaihi).Atau mengangkat kedua tangannya setentang telinga,

berdasarkan hadits riwayat Malik bin Al-Huwairits radhiyyallahu anhu, ia berkata:Rasulullah shallallahu alaihi wasallam biasa mengangkat kedua tangannya setentang telinga setiap kali bertakbir (didalam sholat).(HR. Muslim).Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Tamam dan Hakim disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya dengan membuka jari-jarinya lurus ke atas (tidak merenggangkannya dan tidak pula menggengamnya). (Shifat Sholat Nabi).

BERSEDEKAPKemudian Nabi shallallahu alaihi wasallam meletakkan tangan kanan di atas tangan kirinya (bersedekap). Beliau bersabda:Kami, para nabi diperintahkan untuk segera berbuka dan mengakhirkan sahur serta meletakkan tangan kanan pada tangan kiri (bersedekap) ketika melakukan sholat.(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Ibnu Hibban dan Adh Dhiya dengan sanad shahih).Dalam sebuah riwayat pernah beliau melewati seorang yang sedang sholat, tetapi orang ini meletakkan tangan kirinya pada tangan kanannya, lalu beliau melepaskannya, kemudian orang itu meletakkan tangan kanannya pada tangan kirinya. (Hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad yang shahih).Meletakkan atau menggenggamBeliau shallallahu alaihi wasallam meletakkan lengan kanan pada punggung telapak kirinya, pergelangan dan lengan kirinya

berdasar hadits dari Wail bin Hujur:Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bertakbir kemudian meletakkan tangan kanannya di atas telapak tangan kiri, pergelangan tangan kiri atau lengan kirinya.(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Nasai, Ibnu Khuzaimah, dengan sanad yang shahih dan dishahihkan pula oleh Ibnu Hibban, hadits no. 485).Beliau terkadang juga menggenggam pergelangan tangan kirinya dengan tangan kanannya,

berdasarkan hadits Nasai dan Daraquthni:Tetapi beliau terkadang menggenggamkan jari-jari tangan kanannya pada lengan kirinya.(sanad shahih).Bersedekap di dadaMenyedekapkan tangan di dada adalah perbuatan yang benar menurut sunnah berdasarkan hadits:Beliau meletakkan kedua tangannya di atas dadanya.(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Ahmad dari Wail bin Hujur).Cara-cara yang sesuai sunnah ini dilakukan oleh Imam Ishaq bin Rahawaih. Imam Mawarzi dalam Kitab Masail, halaman 222 berkata: Imam Ishaq meriwayatkan hadits secara mutawatir kepada kami. Beliau mengangkat kedua tangannya ketika berdoa qunut dan melakukan qunut sebeluim ruku. Beliau menyedekapkan tangannya berdekatan dengan teteknya. Pendapat yang semacam ini juga dikemukakan oleh Qadhi Iyadh al Maliki dalam bab Mustahabatu ash Sholat pada Kitab Al Ilam, beliau berkata: Dia meletakkan tangan kanan pada punggung tangan kiri di dada.

MEMANDANG TEMPAT SUJUDPada saat mengerjakan sholat, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menundukkan kepalanya dan mengarahkan pandangannya ke tempat sujud. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anha:Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak mengalihkan pandangannya dari tempat sujud (di dalam sholat).(HR. Baihaqi dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).Larangan menengadah ke langitRasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang keras menengadah ke langit (ketika sholat). Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:Hendaklah sekelompok orang benar-benar menghentikan pandangan matanya yang terangkat ke langit ketika berdoa dalam sholat atau hendaklah mereka benar-benar menjaga pandangan mata mereka.(HR. Muslim, Nasai dan Ahmad).Rasulullah juga melarang seseorang menoleh ke kanan atau ke kiri ketika sholat, beliau bersabda:Jika kalian sholat, janganlah menoleh ke kanan atau ke kiri karena Allah akan senantiasa menghadapkan wajah-Nya kepada hamba yang sedang sholat selama ia tidak menoleh ke kanan atau ke kiri.(HR. Tirmidzi dan Hakim).Dalam Zaadul Maaad ( I/248 ) disebutkan bahwa makruh hukumnya orang yang sedang sholat menolehkan kepalanya tanpa ada keperluan. Ibnu Abdil Bar berkata, Jumhur ulama mengatakan bawa menoleh yang ringan tidak menyebabkan shalat menjadi rusak.Juga dimakruhkan shalat dihadapan sesuatu yang bisa merusak konsentrasi atau di tempat yang ada gambar-gambarnya, diatas sajadah yang ada lukisan atau ukiran, dihadapan dinding yang bergambar dan sebagainya.

MEMBACA DOA ISTIFTAHDoa istiftah yang dibaca oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam bermacam-macam. Dalam doa istiftah tersebut beliau shallallahu alaihi wasallam mengucapkan pujian, sanjungan dan kalimat keagungan untuk Allah.Beliau pernah memerintahkan hal ini kepada orang yang salah melakukan sholatnya dengan sabdanya:Tidak sempurna sholat seseorang sebelum ia bertakbir, mengucapkan pujian, mengucapkan kalimat keagungan (doa istiftah), dan membaca ayat-ayat al Qur-an yang dihafalnya (HR. Abu Dawud dan Hakim, disahkan oleh Hakim, disetujui oleh Dzahabi).Adapun bacaan doa istiftah yang diajarkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam diantaranya adalah:

ALLAHUUMMA BAID BAINII WA BAINA KHATHAAYAAYA KAMAA BAAADTA BAINAL MASYRIQI WAL MAGHRIBI, ALLAAHUMMA NAQQINII MIN KHATHAAYAAYA KAMAA YUNAQQATS TSAUBUL ABYADHU MINAD DANAS. ALLAAHUMMAGHSILNII MIN KHATHAAYAAYA BIL MAAI WATS TSALJI WAL BARADIartinya:Ya, Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya, Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya, Allah cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, salju dan embun. (HR. Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah).Atau kadang-kadang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga membaca dalam sholat fardhu:

WAJJAHTU WAJHIYA LILLADZII FATARAS SAMAAWAATI WAL ARDHA HANIIFAN [MUSLIMAN] WA MAA ANA MINAL MUSYRIKIIN. INNA SHOLATII WANUSUKII WAMAHYAAYA WAMAMAATII LILLAHI RABBIL ALAMIIN. LAA SYARIIKALAHU WABIDZALIKA UMIRTU WA ANA AWWALUL MUSLIMIIN. ALLAHUMMA ANTAL MALIKU, LAA ILAAHA ILLA ANTA [SUBHAANAKA WA BIHAMDIKA] ANTA RABBII WA ANA ABDUKA, DHALAMTU NAFSII, WATARAFTU BIDZAMBI, FAGHFIRLII DZAMBI JAMIIAN, INNAHU LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLA ANTA. WAHDINII LI AHSANIL AKHLAAQI LAA YAHDII LI AHSANIHAA ILLA ANTA, WASHRIF ANNII SAYYI-AHAA LAA YASHRIFU ANNII SAYYI-AHAA ILLA ANTA LABBAIKA WA SADAIKA, WAL KHAIRU KULLUHU FII YADAIKA. WASY SYARRULAISA ILAIKA. [WAL MAHDIYYU MAN HADAITA]. ANA BIKA WA ILAIKA [LAA MANJAA WALAA MALJA-A MINKA ILLA ILAIKA. TABAARAKTA WA TAAALAITA ASTAGHFIRUKA WAATUUBU ILAIKAyang artinya:Aku hadapkan wajahku kepada Pencipta seluruh langit dan bumi dengan penuh kepasrahan dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku semata-mata untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sesuatu pun yang menyekutui-Nya. Demikianlah aku diperintah dan aku termasuk orang yang pertama-tama menjadi muslim. Ya Allah, Engkaulah Penguasa, tiada Ilah selain Engkau semata-mata. [Engkau Mahasuci dan Mahaterpuji], Engkaulah Rabbku dan aku hamba-Mu, aku telah menganiaya diriku dan aku mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah semua dosaku. Sesungguhnya hanya Engkaulah yang berhak mengampuni semua dosa. Berilah aku petunjuk kepada akhlaq yang paling baik, karena hanya Engkaulah yang dapat memberi petunjuk kepada akhlaq yang terbaik dan jauhkanlah diriku dari akhlaq buruk. Aku jawab seruan-Mu, sedang segala keburukan tidak datang dari-Mu. [Orang yang terpimpin adalah orang yang Engkau beri petunjuk]. Aku berada dalam kekuasaan-Mu dan akan kembali kepada-Mu, [tiada tempat memohon keselamatan dan perlindungan dari siksa-Mu kecuali hanya Engkau semata]. Engkau Mahamulia dan Mahatinggi, aku mohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu.(Hadits diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah)

MEMBACA TAAWWUDZMembaca doa taawwudz adalah disunnahkan dalam setiap rakaat, sebagaimana firman Allah taala:Apabila kamu membaca al Qur-an hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk. (An Nahl : 98).Dan pendapat ini adalah yang paling shahih dalam madzhab Syafii dan diperkuat oleh Ibnu Hazm (Lihat al Majmuu III/323 dan Tamaam al Minnah 172-177).Nabi biasa membaca taawwudz yang berbunyi:

AUUDZUBILLAHI MINASY SYAITHAANIR RAJIIM MIN HAMAZIHI WA NAFKHIHI WANAFTSIHIartinya:Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, dari semburannya (yang menyebabkn gila), dari kesombongannya, dan dari hembusannya (yang menyebabkan kerusakan akhlaq).(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, Daraquthni, Hakim dan dishahkan olehnya serta oleh Ibnu Hibban dan Dzahabi).Atau mengucapkan:

AUUZUBILLAHIS SAMIIIL ALIIM MINASY SYAITHAANIR RAJIIMartinya:Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Tirmidzi dengan sanad hasan).

MEMBACA AL FATIHAHHukum Membaca Al-FatihahMembaca Al-Fatihah merupakan salah satu dari sekian banyak rukun sholat, jadi kalau dalam sholat tidak membaca Al-Fatihah maka tidak sah sholatnya berdasarkan perkataan Nabi shallallahu alaihi wa sallam (yang artinya):Tidak dianggap sholat (tidak sah sholatnya) bagi yang tidak membaca Al-Fatihah(Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Jamaah: yakni Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa-i dan Ibnu Majah).Barangsiapa yang sholat tanpa membaca Al-Fatihah maka sholatnya buntung, sholatnya buntung, sholatnya buntungtidak sempurna(Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Muslim dan Abu Awwanah).Kapan Kita Wajib Membaca Surat Al-FatihahJelas bagi kita kalau sedang sholat sendirian (munfarid) maka wajib untuk membaca Al-Fatihah, begitu pun pada sholat jamaah ketika imam membacanya secara sirr (tidak diperdengarkan) yakni pada sholat Dhuhur, Ashr, satu rokaat terakhir sholat Mahgrib dan dua rokaat terakhir sholat Isyak, maka para makmum wajib membaca surat Al-Fatihah tersebut secara sendiri-sendiri secara sirr (tidak dikeraskan).Lantas bagaimana kalau imam membaca secara keras?Tentang ini Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa pernah Rasulullah melarang makmum membaca surat dibelakang imam kecuali surat Al-Fatihah:Betulkah kalian tadi membaca (surat) dibelakang imam kalian? Kami menjawab: Ya, tapi dengan cepat wahai Rasulallah. Berkata Rasul: Kalian tidak boleh melakuka

MEMBACA AMINHukum Bagi Imam:Membaca amin disunnahkan bagi imam sholat.Dari Abu hurairah, dia berkata: Dulu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, jika selesai membaca surat Ummul Kitab (Al-Fatihah) mengeraskan suaranya dan membaca amin.(Hadits dikeluarkan oleh Imam Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ad-Daraquthni dan Ibnu Majah, oleh Al-Albani dalam Al-Silsilah Al-Shahihah dikatakan sebagai hadits yang berkualitas shahih)Bila Nabi selesai membaca Al-Fatihah (dalam sholat), beliau mengucapkan amiin dengan suara keras dan panjang.(Hadits shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Abu Dawud)Hadits tersebut mensyariatkan para imam untuk mengeraskan bacaan amin, demikian yang menjadi pendapat Al-Imam Al-Bukhari, As-Syafii, Ahmad, Ishaq dan para imam fikih lainnya. Dalam shahihnya Al-Bukhari membuat suatu bab dengan judul baab jahr al-imaan bi al-ta-miin (artinya: bab tentang imam mengeraskan suara ketika membaca amin). Didalamnya dinukil perkataan (atsar) bahwa Ibnu Al-Zubair membaca amin bersama para makmum sampai seakan-akan ada gaung dalam masjidnya.Juga perkataan Nafi (maula Ibnu Umar): Dulu Ibnu Umar selalu membaca aamiin dengan suara yang keras. Bahkan dia menganjurkan hal itu kepada semua orang. Aku pernah mendengar sebuah kabar tentang anjuran dia akan hal itu.Hukum Bagi Makmum:Dalam hal ini ada beberapa petunjuk dari Nabi (Hadits), atsar para shahabat dan perkataan para ulama.Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata: Jika imam membaca amiin maka hendaklah kalian juga membaca amiin.Hal ini mengisyaratkan bahwa membaca amiin itu hukumnya wajib bagi makmum. Pendapat ini dipertegas oleh Asy-Syaukani. Namun hukum wajib itu tidak mutlak harus dilakukan oleh makmum. Mereka baru diwajibkan membaca amiin ketika imam juga membacanya. Adapun bagi imam dan orang yang sholat sendiri, maka hukumnya hanya sunnah. (lihat Nailul Authaar, II/262).Bila imam selesai membaca ghoiril maghdhuubi alaihim waladhdhooolliin, ucapkanlah amiin [karena malaikat juga mengucapkan amiin dan imam pun mengucapkan amiin]. Dalam riwayat lain: (apabila imam mengucapkan amiin, hendaklah kalian mengucapkan amiin) barangsiapa ucapan aminnya bersamaan dengan malaikat, (dalam riwayat lain disebutkan: bila seseorang diantara kamu mengucapkan amin dalam sholat bersamaan dengan malaikat dilangit mengucapkannya), dosa-dosanya masa lalu diampuni.(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa-i dan Ad-Darimi)Syaikh Al-Albani mengomentari masalah ini sebagai berikut:Aku berkata: Masalah ini harus diperhatikan dengan serius dan tidak boleh diremehkan dengan cara meninggalkannya. Termasuk kesempurnaan dalam mengerjakan masalah ini adalah dengan membarengi bacaan amin sang imam, dan tidak mendahuluinya. (Tamaamul Minnah hal. 178)

BACAAN SURAT SETELAH AL FATIHAHMembaca surat Al Qur-an setelah membaca Al Fatihah dalan sholat hukumnya sunnah karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam membolehkan tidak membacanya. Membaca surat Al-Qur-an ini dilakukan pada dua rokaat pertama. Banyak hadits yang menceritakan perbuatan Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang itu.Panjang pendeknya surat yang dibacaPada sholat munfarid Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam membaca surat-surat yang panjang kecuali dalam kondisi sakit atau sibuk, sedangkan kalau sebagai imam disesuaikan dengan kondisi makmumnya (misalnya ada bayi yang menangis maka bacaan diperpendek).Rasulullah berkata:Aku melakukan sholat dan aku ingin memperpanjang bacaannya akan tetapi, tiba-tiba aku mendengar suara tangis bayi sehingga aku memperpendek sholatku karena aku tahu betapa gelisah ibunya karena tangis bayi itu.(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim)Cara membaca suratDalam satu sholat terkadang beliau membagi satu surat dalam dua rokaat, kadang pula surat yang sama dibaca pada rokaat pertama dan kedua. (berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Ahmad dan Abu Yala, juga hadits shahih yang dikeluarkan oleh Al-Imam Abu Dawud dan Al-Baihaqi atau riwayat dari Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim, disahkan oleh Al-Hakim disetujui oleh Ad-Dzahabi)Terkadang beliau membolehkan membaca dua surat atau lebih dalam satu rokaat.(Berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan At-Tirmidzi, dinyatakan oleh At-Tirmidzi sebagai hadits shahih)Tata cara bacaan Nabi shallallahu alaihi wa sallamNabi shallallahu alaihi wa sallam biasanya membaca surat dengan jumlah ayat yang berimbang antara rokaat pertama dengan rokaat kedua. (berdasar hadits shahih dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)Dalam sholat yang bacaannya di-jahr-kan Nabi membaca dengan keras dan jelas. Tetapi pada sholat dzuhur dan ashar juga pada sholat maghrib pada rokaat ketiga ataupun dua rokaat terakhir sholat isya Nabi membacanya dengan lirih yang hanya bisa diketahui kalau Nabi sedang membaca dari gerakan jenggotnya, tetapi terkadang beliau memperdengarkan bacaannya kepada mereka tapi tidak sekeras seperti ketika di-jahr-kan. (Berdasarkan hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, Muslim dan Abu Dawud)Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sering membaca suatu surat dari awal sampai selesai selesai. Beliau shallallahu alaihi wa sallam berkata:Berikanlah setiap surat haknya, yaitu dalam setiap (rokaat) ruku dan sujud.(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ibnu Abi Syaibah, Ahmad dan Abdul Ghani Al-Maqdisi)Dalam riwayat lain disebutkan:Untuk setiap satu surat (dibaca) dalam satu rokaat.(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ibnu Nashr dan At-Thohawi)Dijelaskan oleh Syaikh Al-Albani: Seyogyanya kalian membaca satu surat utuh dalam setiap satu rokaat sehingga rokaat tersebut memperoleh haknya dengan sempurna. Perintah dalam hadits tersebut bersifat sunnah bukan wajib.Dalam membaca surat Al-Qur-an Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melakukannya dengan tartil, tidak lambat juga tidak cepat -sebagaimana diperintahkan oleh Allah- dan beliau membaca satu per satu kalimat, sehingga satu surat memerlukan waktu yang lebih panjang dibanding kalau dibaca biasa (tanpa dilagukan). Rasulullah berkata bahwa orang yang membaca Al-Qur-an kelak akan diseru:Bacalah, telitilah dan tartilkan sebagaimana kamu dulu mentartilkan di dunia, karena kedudukanmu berada di akhir ayat yang engkau baca.(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dishahihkan oleh At-Tirmidzi)Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam membaca surat Al-Qur-an dengan suara yang bagus, maka beliau juga memerintahkan yang demikian itu:Perindahlah/hiasilah Al-Qur-an dengan suara kalian [karena suara yang bagus menambah keindahan Al-Qur-an].(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari , Abu Dawud, Ad-Darimi, Al-Hakim dan Tamam Ar-Razi)Bukanlah dari golongan kami orang yang tidak melagukan Al-Qur-an.(Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Al-Hakim, dishahihkan oleh Al-Hakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi)

RUKURasulullah shallallahu alaihi wa sallam setelah selesai membaca surat dari Al-Qur-an kemudian berhenti sejenak, terus mengangkat kedua tangannya sambil bertakbir seperti ketika takbiratul ihrom (setentang bahu atau daun telinga) kemudian rukuk (merundukkan badan kedepan dipatahkan pada pinggang, dengan punggung dan kepala lurus sejajar lantai). Berdasarkan beberapa hadits, salah satunya adalah:Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: Aku melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam apabila berdiri dalam sholat mengangkat kedua tangannya sampai setentang kedua bahunya, hal itu dilakukan ketika bertakbir hendak rukuk dan ketika mengangkat kepalanya (bangkit) dari ruku .(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari, Muslim dan Malik)Cara Ruku> Bila Rasulullah ruku maka beliau meletakkan telapak tangannya pada lututnya, demikian beliau juga memerintahkan kepada para shahabatnya.Bahwasanya shallallahu alaihi wa sallam (ketika ruku) meletakkan kedua tangannya pada kedua lututnya.(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Abu Dawud)> Menekankan tangannya pada lututnya.Jika kamu ruku maka letakkan kedua tanganmu pada kedua lututmu dan bentangkanlah (luruskan) punggungmu serta tekankan tangan untuk ruku.(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan Abu Dawud)> Merenggangkan jari-jemarinya.

Beliau merenggangkan jari-jarinya.(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Hakim dan dia menshahihkannya, Adz-Dzahabi dan At-Thayalisi menyetujuinya)> Merenggangkan kedua sikunya dari lambungnya.Beliau bila ruku, meluruskan dan membentangkan punggungnya sehingga bila air dituangkan di atas punggung beliau, air tersebut tidak akan bergerak.(Hadits di keluarkan oleh Al Imam Thabrani, Abdullah bin Ahmad dan ibnu Majah)> Antara kepala dan punggung lurus, kepala tidak mendongak tidak pula menunduk tetapi tengah-tengah antara kedua keadaan tersebut.

Beliau tidak mendongakkan kepalanya dan tidak pula menundukkannya.(Hadits ini diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Bukhari)Sholat seseorang sempurna sebelum dia melakukan ruku dan sujud dengan meluruskan punggungnya.(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Awwanah, Abu Dawud dan Sahmi dishahihkan oleh Ad-Daraquthni)> Thuma-ninah/Bersikap TenangBeliau pernah melihat orang yang ruku dengan tidak sempurna dan sujud seperti burung mematuk, lalu berkata: Kalau orang ini mati dalam keadaan seperti itu, ia mati diluar agama Muhammad [sholatnya seperti gagak mematuk makanan] sebagaimana orang ruku tidak sempurna dan sujudnya cepat seperti burung lapar yang memakan satu, dua biji kurma yang tidak mengenyangkan.(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Yala, Al-Ajiri, Al-Baihaqi, Adh-Dhiya dan Ibnu Asakir dengan sanad shahih, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)> Memperlama RukuNabi shallallahu alaihi wa sallam menjadikan ruku, berdiri setelah ruku dan sujudnya juga duduk antara dua sujud hampir sama lamanya.(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)Yang Dibaca Ketika RukuDoa yang dibaca oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam ada beberapa macam, semuanya pernah dibaca oleh beliau jadi kadang membaca ini kadang yang lain.1. SUBHAANA RABBIYAL ADHZIM 3 kali atau lebih (Berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan lain-lain).

Yang artinya:Maha Suci Rabbku, lagi Maha Agung.2. SUBHAANA RABBIYAL ADHZIMI WA BIHAMDIH 3 kali (Berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud, Ad-Daroquthni dan Al-Baihaqi).

Yang artinya:Maha Suci Rabbku lagi Maha Agung dan segenap pujian bagi-Nya.3. SUBBUUHUN QUDDUUSUN RABBUL MALA-IKATI WAR RUUH (Berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu Awwanah).

Yang artinya:Maha Suci, Maha Suci Rabb para malaikat dan ruh.4. SUBHAANAKALLAHUMMA WA BIHAMDIKA ALLAHUMMAGHFIRLII

Yang artinya:Maha Suci Engkau ya, Allah, dan dengan memuji-Mu Ya, Allah ampunilah aku.Berdasarkan hadits dari A-isyah, bahwasanya dia berkata:Adalah Nabi shallallahu alaihi wa sallam memperbanyak membaca Subhanakallahumma Wa Bihamdika Allahummaghfirlii dalam rukunya dan sujudnya, beliau mentakwilkan Al-Qur-an.(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim).Doa ini yang paling sering dibaca. Dikatakan bahwa ada riwayat dari A-isyah yang menunjukkan bahwa Rasulullah sejak turunnya surat An-Nashr -yang artinya: Hendaklah engkau mengucapkan tasbih dengan memuji Rabbmu dan memohon ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima taubat. (TQS. An-Nashr 110:3)-, waktu ruku dan sujud beliau shallallahu alaihi wa sallam selalu membaca doa ini hingga wafatnya.5. Dan lain-lain sesuai dengan hadits-hadits dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam.Yang Dilarang Ketika RukuLarangan disini adalah larangan dari Rasulullah bahwa sewaktu ruku kita tidak boleh membaca Al-Qur-an. Berdasarkan hadits:Bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang membaca Al-Qur-an dalam ruku dan sujud.(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu Awwanah)Ketahuilah bahwa aku dilarang membaca Al-Qur-an sewaktu ruku dan sujud(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu Awwanah).

ITIDAL DARI RUKUCara itidal dari rukuSetelah ruku dengan sempurna dan selesai membaca doa, maka kemudian bangkit dari ruku (itidal). Waktu bangkit tersebut membaca(SAMIALLAAHU LIMAN HAMIDAH) disertai dengan mengangkat kedua tangan sebagaimana waktu takbiratul ihrom. Hal ini berdasarkan keterangan beberapa hadits, diantaranya:Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: Aku melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam apabila berdiri dalam sholat mengangkat kedua tangannya sampai setentag kedua pundaknya, hal itu dilakukan ketika bertakbir mau rukuk dan ketika mengangkat kepalanya (bangkit ) dari ruku sambil mengucapkan SAMIALLAAHU LIMAN HAMIDAH(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim dan Malik).Yang Dibaca Ketika Itidal dari RukuSeperti ditunjuk hadits di atas ketika bangkit (mengangkat kepala) dari ruku itu membaca:(SAMIALLAHU LIMAN HAMIDAH)Kemudian ketika sudah tegak dan selesai bacaan tersebut disahut dengan bacaan:

RABBANAA LAKAL HAMD (Rabbku, segala puji kepada-Mu)atau

RABBANAA WA LAKAL HAMD (Rabbku dan segala puji kepada-Mu)atau

ALLAAHUMMA RABBANAA LAKAL HAMD (Ya, Allah, Rabbku, segala puji kepada-Mu)atau

ALLAAHUMMA RABBANAA WA LAKAL HAMD (Ya, Allah, Rabbku dan segala puji kepada-Mu)Dalilnya adalah hadits dari Abu Hurairah:Apabila imam mengucapkan SAMIALLAHU LIMAN HAMIDAH, maka ucapkanlah oleh kalian ALLAHUMMA RABBANA WA LAKALHAMD, barangsiapa yang ucapannya tadi bertepatan dengan ucapan para malaikat diampunkan dosa-dosanya yang telah lewat.(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Ztirmidzi, An-Nasa-i, Ibnu Majah dan Malik)Kadang ditambah dengan bacaan:

MIL-ASSAMAAWAATI, WA MIL-ALARDHL, WA MIL-A MAA SYI-TA MIN SYAI-IN BAD(Mencakup seluruh langit dan seluruh bumi dan segenap yang Engkau kehendaki selain dari itu)berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah.Dan Doa lain-lainCara ItidalAdapun dalam tata cara itidal ulama berbeda pendapat menjadi dua pendapat, pertama mengatakan sedekap dan yang kedua mengatakan tidak bersedekap tapi melepaskannya. Tapi yang rajih menurut kami adalah pendapat pertama. Bagi yang hendak mengerjakan pendapat yang pertama tidak apa-apa dan bagi siapa yang mengerjakan sesuai dengan pendapat kedua tidak mengapa.Keterangan untuk pendapat pertama: Kembali meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri atau menggenggamnya dan menaruhnya di dada, ketika telah berdiri.

Hal ini berdasarkan nash dibawah ini:Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam An-Nasa-i yang artinya: Ia (Wa-il bin Hujr) berkata: Saya melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam apabila beliau berdiri dalam sholat, beliau memegang tangan kirinya dengan tangan kanannya.Berkata Al-Imam Al-Bukhari dalam shahihnya: Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah, ia berkata dari Malik, ia berkata dari Abu Hazm, ia berkata dari Sahl bin Sad ia berkata: Adalah orang-orang (para shahabat) diperintah (oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam ) agar seseorang meletakkan tangan kanannya atas lengan kirinya dalam sholat. Komentar Abu Hazm: Saya tidak mengetahui perintah tersebut kecuali disandarkan kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam .Komentar dari Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz (termaktub dalam fatwanya yang dimuat dalam majalah Rabithah Alam Islamy, edisi Dzulhijjah 1393 H/Januari 1974 M, tahun XI): Dari hadits shahih ini ada petunjuk diisyaratkan meletakkan tangan kanan atas tangan kiri ketika seorang Mushalli (orang yang sholat) tengah berdiri baik sebelum ruku maupun sesudahnya. Karena Sahl menginformasikan bahwa para shahabat diperintahkan untuk meletakkan tangan kanannya atas lengan kirinya dalam sholat. Dan sudah dimengerti bahwa Sunnah (Nabi) menjelaskan orang sholat dalam ruku meletakkan kedua telapak tangangnya pada kedua lututnya, dan dalam sujud ia meletakkan kedua telapak tangannya pada bumi (tempat sujud) sejajar dengan keddua bahunya atau telinganya, dan dalam keadaan duduk antara dua sujud begitu pun dalam tasyahud ia meletakkannya di atas kedua pahanya dan lututnya dengan dalil masing-masing secara rinci. Dalam rincian Sunnah tersebut tidak tersisa kecuali dalam keadaan berdiri. Dengan demikian dapatlah dimengerti bahwasanya maksud dari hadits Sahl diatas adalah disyariatkan bagi Mushalli ketika berdiri dalam sholat agar meletakkan tangan kanannya atas lengan kirinya. Sama saja baik berdiri sebelum ruku maupun sesudahnya. Karena tidak ada riwayat dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam membedakan antara keduanya, oleh karena itu barangsiapa membedakan keduanya haruslah menunjukkan dalilnya. (Kembali pada kaidah ushul fiqh: asal dari ibadah adalah haram kecuali ada penunjukannya -per.)Disamping itu ada pula ketetapan dari hadits Wa-il bin Hujr pada riwayat An-Nasa-i dengan sanad yang shahih: Bahwasanya apabila Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berdiri dalam sholat beliau memegang tangan kirinya dengan tangan kanannya.Wallaahu alamu bishshawab.Thuma-ninah dan Memperlama Dalam ItidalKemudian angkatlah kepalamu sampai engkau berdiri dengan tegak [sehingga tiap-tiap ruas tulang belakangmu kembali pata tempatnya]. (dalam riwayat lain disebutkan: Jika kamu berdiri itidal, luruskanlah punggungmu dan tegakkanlah kepalamu sampai ruas tulang punggungmu mapan ke tempatnya).(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim, dan riwayat lain oleh Ad-Darimi, Al-Hakim, As-Syafii dan Ahmad)Beliau shallallahu alaihi wa sallam berdiri terkadang dikomentari oleh shahabat: Dia telah lupa [karena saking lamanya berdiri].(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, Muslim dan Ahmad)

SUJUDSujud dilakukan setelah itidal thuma-ninah dan jawab tasmi (Rabbana Lakal Hamddst).CaranyaDengan tanpa atau kadang-kadang dengan mengangkat kedua tangan (setentang pundak atau daun telinga) seraya bertakbir, badan turun condong kedepan menuju ke tempat sujud, dengan meletakkan kedua lutut terlebih dahulu

baru kemudian meletakkan kedua tangan. (abu zalfa: Dalam hal ini ada perbedaan pendapat, Lihatdisini)

pada tempat kepala diletakkan dan kemudian meletakkan kepala kepala dengan menyentuhkan/menekankan hidung dan jidat/kening/dahi ke lantai (tangan sejajar dengan pundak atau daun telinga).Dari Wail bin Hujr, berkat, Aku melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ketika hendak sujud meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya dan apabila bangkit mengangkat dua tangan sebelum kedua lututnya.(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud, Tirmidzi An-Nasai, Ibnu Majah dan Ad-Daarimy)Terkadang beliau mengangkat kedua tangannya ketika hendak sujud.(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasai dan Daraquthni)Terkadang Nabi shallallahu alaihi wa sallam meletakkan tangannya [dan membentangkan] serta merapatkan jari-jarinya dan menghadapkannya ke arah kiblat.(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud, Al-Hakim, Al-Baihaqi)Beliau meletakkan tangannya sejajar dengan bahunya(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Tirmidzi)Terkadang beliau meletakkan tangannya sejajar dengan daun telinganya.(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasai)Cara Sujud> Bersujud pada 7 anggota badan,

yakni jidat/kening/dahi dan hidung (1), dua telapak tangan (3), dua lutut (5) dan dua ujung kaki (7). Hal ini berdasar hadits:Dari Ibnu Abbas berkata: Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata: Aku diperintah untuk bersujud (dalam riwayat lain; Kami diperintah untuk bersujud) dengan tujuh (7) anggota badan; yakni kening sekaligus hidung, dua tangan (dalam lafadhz lain; dua telapak tangan), dua lutut, jari-jari kedua kaki dan kami tidak boleh menyibak lengan baju dan rambut kepala.(Hadits dikeluarkan oleh Al-Jamaah)> Dilakukan dengan menekanApabila kamu sujud, sujudlah dengan menekan.(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad)Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menekankan kedua lututnya dan bagian depan telapak kaki ke tanah.(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Baihaqi)> Kedua lengan/siku tidak ditempelkan pada lantai, tapi diangkat dan dijauhkan dari sisi rusuk/lambung.Dari Abu Humaid As-Sadiy, bahwasanya Nabi shalallau alaihi wasallam bila sujud maka menekankan hidung dan dahinya di tanah serta menjauhkan kedua tangannya dari dua sisi perutnya, tangannya ditaruh sebanding dua bahu beliau.(Diriwayatkan oleh Al Imam At-Tirmidzi)Dari Anas bin Malik, dari Nabi shalallau alaihi wasallam bersabda:Luruskanlah kalian dalam sujud dan jangan kamu menghamparkan kedua lengannya seperti anjing menghamparkan kakinya.(Diriwayatkan oleh Al-Jamaah kecuali Al Imam An-Nasa-i, lafadhz ini bagi Al Imam Al-Bukhari)Beliau mengangkat kedua lengannya dari lantai dan menjauhkannya dari lambungnya sehingga warna putih ketiaknya terlihat dari belakang(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)> Menjauhkan perut/lambung dari kedua pahaDari Abi Humaid tentang sifat sholat Rasulillah shallallahu alaihi wa sallam berkata: Apabila dia sujud, beliau merenggangkan antara dua pahanya (dengan) tidak menopang perutnya.(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud)> Merapatkan jari-jemariDari Wa-il, bahwasanya Nabi shalallau alaihi wasallam jika sujud maka merapatkan jari-jemarinya.(Diriwayatkan oleh Al Imam Al-Hakim)> Menegakkan telapak kaki dan saling merapatkan/menempelkan antara dua tumitBerkata A-isyah isteri Nabi shalallau alaihi wasallam: Aku kehilangan Rasulullah shalallau alaihi wasallam padahal beliau tadi tidur bersamaku, kemudian aku dapati beliau tengah sujud dengan merapatkan kedua tumitnya (dan) menghadapkan ujung-ujung jarinya ke kiblat, aku dengar(Diriwayatkan oleh Al Imam Al-Hakim dan Ibnu Huzaimah)> Thuma-ninah dan sujud dengan lamaSebagaimana rukun sholat yang lain mesti dikerjakan dengan thuma-ninah. Juga Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kalau bersujud baiasanya lama.Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjadikan ruku, berdiri setelah ruku dan sujudnya juga duduk antara dua sujud hampir sama lamanya.(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)Sujud Langsung Pada Tanah atau Boleh Di Atas AlasPara shahabat sholat berjamaah bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada cuaca yang panas. Bila ada yang tidak sanggup menekankan dahinya di atas tanah maka membentangkan kainnya kemudian sujud di atasnya(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim)Bacaan SujudRasulullah membaca

SUBHAANA RABBIYAL ALAA 3 kali(berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dll)atau kadang-kadang membaca

SUBHAANA RABBIYAL ALAA WA BIHAMDIH, 3 kali(berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dll)atau

SUBHAANAKALLAAHUMMA RABBANAA WA BIHAMDIKA ALLAAHUMMAGHFIRLII(berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)Bacaan Yang Dilarang Selama SujudKetahuilah bahwa aku dilarang membaca Al-Qur-an sewaktu ruku dan sujud(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu Awwanah).

BANGUN DARI SUJUD PERTAMASetelah sujud pertama -dimana dalam setiap rokaat ada dua sujud- maka kemudian bangun untuk melakukan duduk diantara dua sujud. Dalam bangun dari sujud ini disertai dengan takbir dan kadang mengangkat tangan (Berdasar hadits dari Ahmad dan Al-Hakim).Nabi shallallahu alaihi wa sallam bangkit dari sujudnya seraya bertakbir(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)

DUDUK ANTARA DUA SUJUDDuduk ini dilakukan antara sujud yang pertama dan sujud yang kedua, pada rokaat pertama sampai terakhir. Ada dua macam tipe duduk antara dua sujud, duduk iftirasy (duduk dengan meletakkan pantat pada telapak kaki kiri dan kaki kanan ditegakkan)

dan duduk iqak (duduk dengan menegakkan kedua telapak kaki dan duduk diatas tumit). Hal ini berdasar hadits:Dari A-isyah berkata: Dan Nabi shallallahu alaihi wa sallam menghamparkan kaki beliau yang kiri dan menegakkan kaki yang kanan, baliau melarang dari duduknya syaithan.(Diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim)*Komentar Syaikh Al-Albani: duduknya syaithan adalah dua telapak kaki ditegakkan kemudian duduk dilantai antara dua kaki tersebut dengan dua tangan menekan dilantai.Dari Rifaah bin Rafi -dalam haditsnya- dan berkata Rasul shallallahu alaihi wa sallam : Apabila engkau sujud maka tekankanlah dalam sujudmu lalu kalau bangun duduklah di atas pahamu yang kiri.(Hadits dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dengan lafadhz Abu Dawud)Nabi shallallahu alaihi wa sallam terkadang duduk iqak, yakni [duduk dengan menegakkan telapak dan tumit kedua kakinya].(Hadits dikeluarkan oleh Muslim)Waktu duduk antara dua sujud ini telapak kaki kanan ditegakkan dan jarinya diarahkan ke kiblat:Beliau menegakkan kaki kanannya (Al-Bukhari)Menghadapkan jari-jemarinya ke kiblat (An-Nasa-i)Bacaannya

RABBIGHFIRLII, RABBIGHFIRLIIDari Hudzaifah, bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengucapkan dalam sujudnya (dengan doa): Rabighfirlii, Rabbighfirlii.(Hadits dikeluarkan oleh At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan lafadhz Ibnu Majah)

ALLAAHUMMAGHFIRLII WARHAMNII WA AAFINII WAHDINII WARZUQNII(Abu Dawud)

ALLAAHUMMAGHFIRLII WARHAMNII WAJBURNII WARZUQNII WARFANII(Ibnu Majah)

ALLAAHUMMAGHFIRLII WARHA