ADLN-Perpustakaan Universitas Airlanggarepository.unair.ac.id/24879/14/BAB...
Transcript of ADLN-Perpustakaan Universitas Airlanggarepository.unair.ac.id/24879/14/BAB...
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Alstonia
Alstonia merupakan salah satu genus tumbuhan dari famili Apocynaceae yang
terdiri dari 40 spesies dengan pusat penyebaran di Asia dan Afrika. Tumbuhan ini
mengandung alkaloid dengan kerangka monoterpen indol dan memperlihatkan
aktivitas sebagai antikanker, antibakteri, antiinflamatori, dan antimalaria (Chai, XH,
2007; Salim, 2004). Alstonia merupakan salah satu obat tradisional Indonesia (Heyne,
1987). Kulit batang Alstonia consricta digunakan masyarakat untuk penyembuhan
sakit gigi, rematik dan gigitan ular sedangkan getahnya digunakan sebagai obat
demam, sakit tenggorokan, dan batuk (Raji, et al., 2004).
2.2 Alstonia scholaris
Alstonia scholaris (L.) R.Br. merupakan tumbuhan endemik Indonesia dengan
sinonim Echites scholaris L., Echites pala Ham. atau Tabernaemontana alternifolia
Burn dengan nama daerah pulai. Alstonia scholaris termasuk salah satu tumbuhan
obat Indonesia, kulit batang digunakan oleh masyarakat sebagai obat demam, sakit
perut, asma, batuk, disentri, dan kanker paru-paru sedangkan daunnya digunakan
sebagai antibakteri, antitumor, diabetes militus, tekanan darah tinggi, wasir, beri–
beri dan rematik akut (Heyne, 1987).
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri
6
2.3 Fitokimia Alstonia
Tumbuhan Alstonia mengandung senyawa metabolit sekunder diantaranya
flavonoid, alkaloid, steroid dan triterpenoid (Hirasawa, et al., 2009). Senyawa
alkaloid tumbuhan ini dicirikan oleh adanya alkaloid indol. Senyawa golongan
triterpenoid pada tumbuhan merupakan turunan oleanan, fridelin dan lupan sedangkan
steroid merupakan turunan stigmastan. Senyawa flavonoid pada tumbuhan ini
diantaranya jenis calkon, dihidrocalkon, flavanon, flavon dan flavonol (Hirasawa, et
al., 2009).
2.4. Alkaloid Alstonia
Golongan alkaloid tumbuhan Alstonia dicirikan oleh kandungan kimia berupa
alkaloid indol monoterpen yang dari segi struktur molekul dibedakan atas beberapa
jenis. Kerangka dasar dari masing-masing alkaloid ini diturunkan dari hasil
kondensasi antara asam amino triptofan dan monoterpen sekologanin yang
menghasilkan berbagai kerangka indol monoterpen seperti jenis korinantan, kuran,
kordilofolan, akuamilan, stemadenin, aspidodasikarpin, echitamin, narelin, valesamin,
sekoangustilobin, ajmalicin, dan sebagainya. Alkaloid korinantan yang dihasilkan
oleh kondensasi ini, melalui senyawa antara striktosidin, selanjutnya mengalami
penganekaragaman kerangka dasar seperti tercantum pada Gambar-2.1 (Cordel dan
Geoffrey, 2006). Senyawa-senyawa alkaloid indol monoterpen dari tumbuhan ini
ditemukan pada semua jaringan antara lain daun, bunga, kulit batang, dan akar.
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri
7
Gambar-1. Hubungan kimiawi antara berbagai jenis alkaloid Alstonia berdasarkan reaksi biogenesis melalui kerangka korinantan
Kerangka korinantan
Senyawa alkaloid yang paling sederhana dari segi biogenesis, yaitu
razimanin (1) yang ditemukan pada bunga Alstonia scholaris (Dutta, 1976).
Gambar 2.1 Kerangka dasar senyawa alkaloid monoterpen indol
Kerangka Ajmalicin
Kerangka ajmalicin merupakan siklisasi dari kerangka korinantan. Senyawa
tetraalstonin (2) telah ditemukan pada bagian daun Alstonia scholaris (Rahman, et
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri
8
al.,1987), alstonin (3) ditemukan dalam tanaman A. scholaris dan A. bonnie
(Yamauchi, 1990; Elisabetsky, 2006) sedangkan senyawa yohimbin-17-O-asetat (4)
pada A. angustifolia ( Ghedira, et al., 1988).
(2)
(3) (4)
Gambar 2.2 Kerangka ajmalicin
Kerangka Kuran
Jenis alkaloid yang paling banyak ditemukan dari Alstonia adalah dari jenis
kerangka kuran. Kerangka karbon kuran, secara biogenesis disarankan berasal dari
migrasi ikatan C-3 pada kerangka korinantan dari C-2 ke C-7 diikuti oleh
pembentukan antara C-2 dan C-16.
NH
N
H
H
MeOOC
OAc
HNN
OMeOOC
H
HH
NH
N
OMeOOC
H
HCH3
H
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri
9
Senyawa akumisin (5), dan beberapa beberapa alkaloid sejenis seperti akuamisin
N-metiodida (6), dan akumisin N-oksid (7) yang berhasil dipisahkan dari akar A.
scholaris (Boonchuay, 1976; Buckingham, 1994; Salim, 2004).
Senyawa turunan akumisin lainnya, seperti 18(19)-hidroksi-19,20-
dihidroakuamisin atau disebut juga ekitamidin (8), N-demetilalstogustin (9), (19S),
(20S)-ekitamidin-N-oksid (10), ekitamidin-N-oksid 19-O-β-D-glukopiranosa (11),
dan lochneridin (12) telah berhasil diisolasi dari akar A. scholaris dan kulit batang A.
glaucescens (Benerji, 1984; Salim, 2004). Selanjutnya, alkaloid jenis kuran yang
teroksigenasi pada C-12, yakni scholarisin (13), N-metilscholarisin (14), 12-
metoksiekitamidin atau disebut juga scholarin (15), dan scholarin N-oksid (16) telah
dipisahkan pula dari daun A. scholaris (Benerji, 1981; 1984; Kam, 1997; Rahman,
1990).
(5) (6)
(7) (8)
Gambar 2.3 Kerangka kuran
NH
CO2Me
N
CH3
H NH
CO2Me
N+
CH3
H
CH3I-
NH
CO2Me
N
CH3
H NH
CO2Me
N
CH3
H
O
OHH
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri
10
(9) (10)
(11) (12)
(13) (14)
(15) (16)
Gambar 2.3 Kerangka kuran (Lanjutan)
NH
CO2Me
N
CH3
H NH
CO2Me
N
CH3
H
OHHH
OH
O
NH
CO2Me
N
CH3H N
H
CO2Me
N
H
CH3
HHO
O
O
OH
OH
OH
OH
NH
CO2Me
N
CH3
H NH
CO2Me
N+
CH3
H
OHHH
OH
OH
CH3
OH
NH
CO2Me
N
CH3
H NH
CO2Me
N
CH3
H
OHHH
OH
OCH3 OCH3
O
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri
11
Kerangka Akuamilan
Jenis alkaloid akuamilan yang ditemukan dari daun dan kulit batang A. scholaris
antara lain striktamin (17), pikrinin (18), pikralinal (19), dan N-metilbutnamin (20).
Senyawa alkaloid jenis akuamilan 17-20 mempunyai kerangka karbon yang berasal
dari kerangka korinantan melalui pembentukan ikatan C-16 dan C-17.
(17) (18)
(19) (20)
Gambar 2.4 Kerangka akuamilin
Kerangka Aspidodasikarpin
Alkaloid jenis aspidodasikarpin merupakan pemutusan ikatan N-4 dan C-5 dari
kerangka akuamilan. Abe et.al (1989) berhasil memisahkan jenis alkaloid
aspidodasikarpin dari daun batang A. scholaris yang berasal dari Taiwan antara lain
alskomin (21), dan isoalskomin (22).
NN
CO2CH3H
NH
N
CO2CH3H
O
NN
CO2CH3OHC
NH
N+
CO2CH3HOH2C
OCH3
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri
12
(21) (22)
Gambar 2.5 Kerangka aspidodasikarpin
Kerangka Ajmallin
Alkaloid jenis ajmallin merupakan pembentukan ikatan antara oksigen pada C-17
dan atom karbon pada C-2 dari kerangka akuamilan. Senyawa akuamiginon (23), dan
pseudoakuamiginon (24) telah berhasil dipisahkan dari kulit batang A. scholaris
(Banerji, 1977; Morita, 1977; Salim, 2004).
(23) (24)
Gambar 2.6 Kerangka ajmalin
Kerangka Ekitamin
Dari jaringan tumbuhan A. scholaris telah ditemukan pula alkaloid jenis ekitamin,
yang berasal dari pemutusan ikatan antara C-3 dan C-4 dari kerangka akuamilan dan
NH N
OCH3
CO2CH3H
O O
H
NH N
OCH3
CO2CH3H
O O
H
NH
NCH3
O
CH3
O
COO-
NCH3
NCH3
CH3
O
CO2H
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri
13
pembentukan ikatan antara C-2 dan C-4. Senyawa-senyawa dari jenis ekitamin,
antara lain N-demetilekitamin (25), ekitamin (26), asam ekitaminat (27), dan 17-O-
asetilekitamin (28). Senyawa N-demetilekitamin (25), dan ekitamin (26) merupakan
komponen utama alkaloid A. scholaris (Boonchuay, 1976; Salim, 2004; Yamauchi,
1999).
(25) (26)
(27) (28)
Gambar 2.7 Kerangka ekitamin
Kerangka Narelin
Selanjutnya, telah dilaporkan beberapa alkaloid jenis narelin dari kulit batang A.
scholaris yang berasal dari Indonesia, yakni narelin (29), dan narelin metil eter (30).
NH
N
CO2CH3HOH2C
HO
H3C
NH
N+
CO2CH3HOH2C
HO
H3C
CH3
NH
N
CO2-HOH2C
HO
H3C
NH
N+
CO2CH3HOH2C
H3COCO
H3C
CH3CH3
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri
14
Alkaloid kerangka narelin merupakan kerangka aspidodasikarpin dengan tambahan
ikatan antara C-21 dan C-6 (Kam, 1997; Salim, 2004).
(29) (30)
Gambar 2.8 Kerangka narelin
Kerangka Stemadenin
Dari daun A. scholaris telah ditemukan beberapa alkaloid jenis stemadenin.
Alkaloid jenis stemadenin berasal dari pemutusan ikatan antara C-2 dan C-3 kerangka
korinantan, diikuti pembentukan ikatan antara C-16 dan C-2 menghasilkan kerangka
stemadin, dan selanjutnya pemutusan oksidatif ikatan C-5 dan C-6 kerangka stemadin
dan penyingkiran atom karbon C-5. Senyawa-senyawa turunan stemadenin antara lain
19-20-Z-valesamin (31), 19-20-E-valesamin (32), valesamin N-oksid (33), asam
angustilobin B (34),dan alstonamin (35) (Rahman, 1987; Yamauchi, 1990).
(31) (32)
Gambar 2.9 Kerangka stemadenin
N N
CO2CH3 CH3
OHOH
N N
CO2CH3 CH3
OH3COH
NH
N
H
CH3
CO2CH3HOH2C
NH
N
H
CO2CH3HOH2C CH3
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri
15
(33)
(34) (35)
Gambar 2.9 Kerangka stemadenin (Lanjutan)
Kerangka Secoangustibilosin
Kerangka secoangustibolisin merupakan jenis kerangka valesamin dengan
pemutusan pada atom karbon C-5 dan C-7. Senyawa-senyawa turunan
secoangustibilosin ditemukan pada jaringan tumbuhan A. scholaris, dan A. spatulata
antara lain 6,7-seco-angustilobin B (36), 6,7-seco-19,20-epoksiangustilobin B (37),
6,7-seco-6-nor-angustilobin B atau losbanin (38), dan alstolobin A (39) (Tan, 2010;
Yamauchi, 1990).
(36) (37)
Gambar 2.10 Kerangka secoangustibilosin
NH
N
H
CH3
CO2CH3HOH2C
O
NH
N
H
HOH2C O
NH
N
H
H3CO2C O
NH
CH3
N
H
HOH2C O
NH
H3C
N
H
H3CO2C O
O
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri
16
(38) (39)
Gambar 2.10 Kerangka secoangustibilosin (Lanjutan)
Kerangka Kordilofolan
Senyawa alkaloid jenis kerangka kordilofolan yang ditemukan dari daun dan
kulit batang A. scholaris yaitu 19-hidroksitubotaiwin atau lagunamin (40), (20S)-
19,20-dihidrokondilokarpin atau tubotaiwin (41), dan tubotaiwin N-oksid (42)
sedangkan senyawa alstolusin B (43), dan alstolusin E (44) berhasil dipisahkan pada
daun dan kulit batang A. spatulata (Rahman, 1986; Tan, 2010; Yamauchi, 1990).
(40) (41)
(42)
Gambar 2.11 Kerangka kordilofolan
NH
HN
H
HOH2C O
NH
C2H5O2C
N
H
H3CO2C O
NH
CO2CH3
CH3
N
H
OH
NH
CO2CH3
CH3
N
H
NH
CO2CH3
CH3
N
H
O
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri
17
(43) (44)
Gambar 2.11 Kerangka kordilofolan (Lanjutan)
Kerangka makrolin
Alkaloid jenis kerangka makrolin secara biogenesis merupakan pemutusan ikatan
C-20 dan C-21 dari kerangka korinantan, dan diikuti pembentukan ikatan antara C-5
dan C-20 serta siklisasi antara hidroksi pada C-17 dan C-19.( Kam, et.al. 2003) telah
berhasil memisahkan senyawa alkaloid kerangka makrolin dari daun A. macrophylla,
yakni senyawa 6-oksoalstopillin (45), dan 6-oksoalstopillal (46).
Modifikasi kimia kerangka makrolin melalui pemutusan ikatan C-2 dan C-3,
diikuti pembentukan ikatan C-3 dan C-7 menghasilkan kerangka baru seperti pada
senyawa 16-hidroksialstonisin (47), dan 16-hidroksialstonal (48) yang berhasil
dipisahkan dari daun daun A. macrophylla (Kam, et al., 2003).
(45) (46)
Gambar 2.12 Kerangka makrolin
NCH3
NCH3
O
H
HO
H3CO
CO2CH3
H
H
NCH3
NCH3
O
CH3
CHO
H
H
O
H
H
H3COCH3
NH
OH CO2CH3
CH3
N
HH
H
O
NH
CO2CH3
CH3
N
HH
H
O
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri
18
(47) (48)
Gambar 2.12 Kerangka makrolin (Lanjutan)
Kerangka alsmaporasin
Dua senyawa baru dari kerangka alsmaporasin yang mengandung kromofor 1, 2
oksasinan dan isosasolidin, yakni alsmaporasin A (49) dan B (50) telah ditemukan
pada daun A. pneumatophora (Cai, et al., 2007).
(49): R=OH(50): R=H
Gambar 2.13 Kerangka alsmaporazin
Kerangka korinante
Dua isomer senyawa 19,20-Z-alstoskolarin (51), dan 19,20 E-alstokolarin (52)
telah ditemukan di dalam daun A.scholaris (Banerji dan Shidanta 1981). Kerangka
alkaloid korinante merupakan pengembangan dari kerangka kuran.
NCH3
O
NH O
H3C
H
O
OH
H
N
N
CH3
O
H
H
H
HO
O
CO2CH3
R
NCH3
O
NH O
CHO
CH3
OH
H
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri
19
(51) (52)
Gambar 2.14 Kerangka korinante
Bis Monoterpen Indol
Dua dimer alkaloid monoterpen indol. yang berasal dari ekstrak daun A.
scholaris, yakni villastonin (53), dan makrokarpamin (54). Penemuan ini memberikan
makna bahwa kemampuan tingkat oksidasi dari alkaloid monoterpen (sekologanin)
indol tumbuhan Alstonia memberikan makna pada pengembangan kerangka senyawa
alkaloid (Frederich, et al, 2007).
(53) (54)
Gambar 2.15 Bis monoterpen indol
NH
CO2CH3
N
OHC
NH N
H3C
OHC
CO2CH3
NN
H
CH3H
H3CO2C
H
NCH3
NCH3
H
O
H
HH
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri
20
2.5. Bioaktivitas Alkaloid Alstonia Sebagai Antimalaria
Malaria merupakan salah penyakit endemik tropis yang disebabkan gigitan
nyamuk Plasmodium. Akhir-akhir ini, penyakit yang disebabkan gigitan nyamuk ini
mengalami mutasi dan resisten terhadap klorokuinin. Di samping itu juga, produksi
alkaloid sinkona dalam negeri banyak mengalami penurunan. Salah satu alternatif
yang dikembangkan adalah eksplorasi senyawa bioaktif baru salah satu diantaranya
sebagai antimalaria.
Alstonia merupakan salah satu tanaman Indonesia, baru-baru ini dikembangkan
sebagai obat antiplasmodial. Salah satu senyawa aktif tumbuhan ini adalah senyawa
alkaloid. Keaktifan senyawa alkaloid tersebut memperlihatkan keaktifan yang kuat
sebagai antimalaria. Senyawa villastonin (53), dan makrokarpamin (54) memiliki
nilai IC50 sebesar 0,270 μM dan 0,360 μM yang lebih kuat dibandingkan dengan
kuinin( IC50 0,413 μM) (Frederich, et al., 2007). Senyawa Nb-demethylalstogustine
memiliki aktivitas antimalaria sebesar 6,75 μg/ml, Senyawa 19-O-
methylmacralstonine juga memperlihatkan aktifitas yang kuat terhadap plasmodial
(Liu, 2002). Senyawa alstipillanin A-D masing-masing IC50 adalah 6,85 μg/ml; 0,34
μg/ml; 6,20 μg/ml, dan 2,75 μg/ml. Senyawa dikategorikan tidak aktif jika nilai IC50
> 25 μg/ mL (Hirasawa, et al., 2008).
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri
21
2.6 Ekstraksi Alkaloid Alstonia
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi dari campurannya dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Alkaloid merupakan senyawa metabolit sekunder
yang bersifat basa dan mengunakan pelarut polar untuk mengekstraksi dalam jaringan
tumbuhan, antara lain metanol, etanol, asam asetat dan amonia. Metode ekstraksi
senyawa alkaloid dari tumbuhan Alstonia terlampir pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Metode ekstraksi senyawa alkaloid pada tumbuhan Alstonia
Jenis tanaman Ekstraksi Pustaka
A. Macrophylla(leaf extract)
Ekstraksi dengan etanol pada suhu kamar, diasamkan dengan asam klorida, dan dibasakan dengan amonia kemudian dipartisi dengan EtOAc
Kam, 2003
A. Scholaris(Bark and leaves
extract)
Ekstraksi dengan etanol pada suhu kamar, diasamkan dengan asam klorida, dan dibasakan dengan NaOH kemudian dipartisi dengan CHCl3
Salim, 2004
Ekstraksi dengan metanol pada suhu kamar, diasamkan dengan asam klorida, dan dibasakan dengan NaOH kemudian dipartisi dengan EtOAc
Patrick, 2005
A. Yunnanensis(plants extract)
Ekstraksi dengan metanol pada suhu kamar, diasamkan dengan asam klorida, dan dibasakan dengan NH4OH kemudian dipartisi dengan EtOAc
Feng, 2009
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri
22
A. spatulata(Bark extract)
Ekstraksi dengan etanol pada suhu kamar, diasamkan dengan asam klorida, dan dibasakan dengan NH4OH kemudian dipartisi dengan CHCl3.
Taan, 2010
A. angustifolia(Bark and leaves
extract)
Ekstraksi dengan metanol pada suhu kamar, diasamkan dengan H2SO4, dan dibasakan dengan NH4OH kemudian dipartisi dengan CHCl3
Ghedira, 1988
A. actinophylla(leaves extract)
Ekstraksi dengan CH2Cl2 yang diikuti dengan MeOH pada suhu kamar, lalu dilakukan metode asam-basa, kemudian dipartisi dengan kombinasi CH2Cl2 dan Air
Carroll, 2004
A. villosa(leaves extract)
Ekstraksi dengan metanol pada suhu kamar, lalu dilakukan metode asam-basa, kemudian dipartisi dengan CHCl3
Abe, 1998
2.7 Analisis Spektroskopi 1H dan 13C-NMR, IR, dan UV-Vis Alkaloid Indol
Spektroskopi 1H dan 13C-NMR merupakan alat spektroskopi yang paling
memegang peranan penting dalam penentuan struktur molekul senyawa organik.
(Harbone, 1987).
Senyawa akuamiginon (Gambar 2.16) merupakan salah satu contoh senyawa
alkaloid indol dengan kerangka ajmallin yang berhasil diisolasi dari kulit batang A.
scholaris, spektrum 1H -NMR dalam pelarut CDCl3 memperlihatkan empat sinyal
proton aromatik dari alkaloid indol pada δH 7,39 (1H, dd, J = 7,6 Hz, H-9), 6.79 (1H,
dt, J = 7.6, H-10), δH 7.10(1H, dt, J = 7.6, H-11), δH 6.83 (1H, dd, J = 7.6, H-12) .
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri
23
Sedangkan untuk kerangka ajmalinnya sendiri yaitu kerangka monoterpen, dimana
pada senyawa akuamiginon terdapat dua gugus metil, empat gugus metilen, tujuh
gugus metin dan delapan karbon kuartener.
Spektroskopi IR pada senyawa akuamiginon (Gambar 2.16) berfungsi sebagai
data pendukung, dimana fungsi IR sendiri hanya untuk menentukan gugus fungsi
senyawa organik. Spektroskopi IR pada senyawa akuamiginon menunjukkan adanya
gugus NH yang menyerap pada 3250 cm-1 dan adanya gugus keton pada bilangan
gelombang 1711 cm-1.
Spektroskopi UV-Vis pada senyawa akuamiginon (Gambar 2.16) hanya
memberikan informasi mengenai ikatan rangkap dan aromatik suatu senyawa.
Dengan pelarut metanol, senyawa akuamiginon memberikan λmax pada 221, 232,
dan 286 nm.
Gambar 2.16 Senyawa Akuamiginon
NH
NCH3
O
CH3
O
COO-
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri
24
2.8 Tinjauan tentang Malaria
2.8.1 Penyakit Malaria
Malaria disebabkan oleh infeksi protozoa bersel tunggal yang disebut
Plasmodium, yaitu Plasmodium vivax, P. malariae, P. ovale, dan P.falciparum.
Plasmodium falciparum merupakan penyebab malaria yang paling berbahaya dan
dapat menimbulkan disfungsi otak , gangguan pernafasan berat dan gagal ginjal akut.
Selain itu, juga dapat meningkatkan kematian (Schlesinger et al., 1988).
2.8.2 Plasmodium falciparum
Plasmodium falciparum di permukaan sel darah merah, dapat mengekspor
berbagai jenis protein. Protein tersebut dapat mempengaruhi sistem imun melalui
mekanisme variasi antigen. Selain itu, sel darah merah yang terinfeksi tersebut
melekat (chytoadhesion) pada reseptor sel-sel endhothelial tubuh sehingga terhindar
dalam mekanisme clearance pada sistem host. Hal inilah yang menjadi sifat virulens
P. falciparum terutama dalam kaitannya dengan gejala klinis seperti disfungsi otak
dan gagal ginjal akut (Harijanto,dkk., 2010).
Gambar 2.17 P.falciparum(Laboratorium diagnosis of malaria, USA)
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri
25
Klassifikasi Plasmodium falciparum adalah sebagai berikut ;
Kingdom : Protista
Filum : Apicomplexa
Kelas : Aconoidasida
Ordo : Haemosporida
Famili : Plasmodiidae
Genus : Plasmodium
Spesies : P. falciparum
2.8.3 Morfologi Plasmodium falciparum
P. falciparum mempunyai 4 bentuk, yaitu :
1. Bentuk cincin, mempunyai diameter kurang lebih 1 µm, tipis, mempunyai nucleus
yang berbentuk batang atau terbagi menjadi 2 butiran.
Gambar 2.18. Bentuk cincin Plasmodium falciparum(Laboratorium diagnosis of malaria, USA)
2. Bentuk tropozoit, sangat kecil dan halus dengan ukuran ± seperenam diameter
eritrosit.
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri
26
Gambar 2.19 .Bentuk trofozoit Plasmodium falciparum(Laboratorium diagnosis of malaria, USA)
3. Bentuk skizon, ukuran ± 30 µm pada hari ke-4 setelah infeksi dan skizon
mempunyai titik kasar yang tampak jelas (titik maurer) tersebar pada 2/3 bagian
eritrosit.
Gambar 2.20. Bentuk skizon Plasmodium falciparum(Laboratorium diagnosis of malaria, USA)
4. Gametosit, ada 2 macam bentuk gametosit yaitu makrogamet atau gametosit
betina dan mikrogamet atau gametosit jantan. Makrogamet biasanya lebih
langsing dan panjang daripada mikrogamet, sitoplasmanya lebih biru dengan
pulasan Romanowsky/giemsa. Intinya lebih kecil dan padat, berwarna merah tua
dan butir – butir pigmen tersebar disekitarnya. Mikrogamet berwarna biru lemah
atau kemerahan dan intinya berwarna merah muda, besar, dan tidak padat, butir –
butir pigmen tersebar di sitoplasma sekitar inti. (Pusarawati dan Tantular, 2005).
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri
27
Gambar 2.21. Bentuk gametosit Plasmodium falciparum(Laboratorium diagnosis of malaria, USA)
2.8.4 Siklus Hidup Plasmodium falciparum
Dalam daur hidupnya, Plasmodium mempunyai dua vektor untuk siklus
hidup, yaitu vertebrata dan nyamuk. Siklus aseksual di dalam vektor vertebrata yang
dikenal sebagai skizogoni, sedangkan siklus seksual yang membentuk sporozoit di
dalam nyamuk sebagai sporogoni. Sporozoit yang aktif dapat ditularkan ke dalam
tubuh manusia melalui ludah nyamuk, kemudian menempati jaringan parenkim hati
dan tumbuh sebagai skizon (stadium ekso-ertitrositer atau stadium pra-eritroser).
Sebagian sporozoit tidak tumbuh dan tetap tidur (dormant) yang disebut hipnozoit
(Harijanto, dkk., 2010).
Plasmodium falciparum hanya terjadi satu kali stadium pra-eritrositer
sedangkan spesies lain mempunyai hipnozoit bertahun-tahun sehingga pada suatu
saat dapat aktif dan terjadilah relaps. Sel hati yang berisi parasit akan pecah dan
terjadilah merozoit. Merozoit akan masuk kedalam eritrosit (stadium eritrositer),
tampak sebagai kromatin kecil yang dikelilingi oleh sedikit sitoplasma yang
mempunyai bentuk cincin, disebut trofozoit. Trofozoit membentuk skizon muda dan
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri
28
setelah matang, membelah menjadi merozoit. Setelah proses pembelahan, eritrosit
akan hancur, merozoit, pigmen, dan sel sisa akan keluar dan berada di dalam plasma.
Parasit akan difagositosis oleh RES (Retikulo Endotelial Sistem), Plasmodium yang
dapat menghindar akan masuk kembali ke dalam eitrosit lain untuk mengulangi
stadium skizogoni. Beberapa merozoit tidak membentuk skizon tetapi memulai
dengan bagian gametogoni, yaitu membentuk mikro dan makrogametosit (stadium
seksual). Siklus itu disebut masa tunas intrinsik (Harijanto, dkk., 2010).
Dalam tubuh nyamuk, parasit berkembang secara seksual (sporogoni).
Sporogoni memerlukan waktu 8-12 hari. Dalam lambung nyamuk, makrogametosit
dan mikrogametosit berkembang menjadi makrogamet dan mikrogamet yang akan
membentuk zigot yang disebut ookinet. Ookinet menembus dinding lambung
nyamuk, membentuk ookista yang membentuk banyak sporozoit. Kemudian
sporozoit akan dilepaskan dan masuk kedalam kelenjar liur nyamuk. Siklus itu
disebut masa tunas ekstrinsik (Harijanto, dkk., 2010).
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri