ADLN-Perpustakaan Universitas Airlanggarepository.unair.ac.id/24879/14/BAB...

25
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alstonia Alstonia merupakan salah satu genus tumbuhan dari famili Apocynaceae yang terdiri dari 40 spesies dengan pusat penyebaran di Asia dan Afrika. Tumbuhan ini mengandung alkaloid dengan kerangka monoterpen indol dan memperlihatkan aktivitas sebagai antikanker, antibakteri, antiinflamatori, dan antimalaria (Chai, XH, 2007; Salim, 2004). Alstonia merupakan salah satu obat tradisional Indonesia (Heyne, 1987). Kulit batang Alstonia consricta digunakan masyarakat untuk penyembuhan sakit gigi, rematik dan gigitan ular sedangkan getahnya digunakan sebagai obat demam, sakit tenggorokan, dan batuk (Raji, et al., 2004). 2.2 Alstonia scholaris Alstonia scholaris (L.) R.Br. merupakan tumbuhan endemik Indonesia dengan sinonim Echites scholaris L., Echites pala Ham. atau Tabernaemontana alternifolia Burn dengan nama daerah pulai. Alstonia scholaris termasuk salah satu tumbuhan obat Indonesia, kulit batang digunakan oleh masyarakat sebagai obat demam, sakit perut, asma, batuk, disentri, dan kanker paru-paru sedangkan daunnya digunakan sebagai antibakteri, antitumor, diabetes militus, tekanan darah tinggi, wasir, beri– beri dan rematik akut (Heyne, 1987). ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri

Transcript of ADLN-Perpustakaan Universitas Airlanggarepository.unair.ac.id/24879/14/BAB...

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alstonia

Alstonia merupakan salah satu genus tumbuhan dari famili Apocynaceae yang

terdiri dari 40 spesies dengan pusat penyebaran di Asia dan Afrika. Tumbuhan ini

mengandung alkaloid dengan kerangka monoterpen indol dan memperlihatkan

aktivitas sebagai antikanker, antibakteri, antiinflamatori, dan antimalaria (Chai, XH,

2007; Salim, 2004). Alstonia merupakan salah satu obat tradisional Indonesia (Heyne,

1987). Kulit batang Alstonia consricta digunakan masyarakat untuk penyembuhan

sakit gigi, rematik dan gigitan ular sedangkan getahnya digunakan sebagai obat

demam, sakit tenggorokan, dan batuk (Raji, et al., 2004).

2.2 Alstonia scholaris

Alstonia scholaris (L.) R.Br. merupakan tumbuhan endemik Indonesia dengan

sinonim Echites scholaris L., Echites pala Ham. atau Tabernaemontana alternifolia

Burn dengan nama daerah pulai. Alstonia scholaris termasuk salah satu tumbuhan

obat Indonesia, kulit batang digunakan oleh masyarakat sebagai obat demam, sakit

perut, asma, batuk, disentri, dan kanker paru-paru sedangkan daunnya digunakan

sebagai antibakteri, antitumor, diabetes militus, tekanan darah tinggi, wasir, beri–

beri dan rematik akut (Heyne, 1987).

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri

6

2.3 Fitokimia Alstonia

Tumbuhan Alstonia mengandung senyawa metabolit sekunder diantaranya

flavonoid, alkaloid, steroid dan triterpenoid (Hirasawa, et al., 2009). Senyawa

alkaloid tumbuhan ini dicirikan oleh adanya alkaloid indol. Senyawa golongan

triterpenoid pada tumbuhan merupakan turunan oleanan, fridelin dan lupan sedangkan

steroid merupakan turunan stigmastan. Senyawa flavonoid pada tumbuhan ini

diantaranya jenis calkon, dihidrocalkon, flavanon, flavon dan flavonol (Hirasawa, et

al., 2009).

2.4. Alkaloid Alstonia

Golongan alkaloid tumbuhan Alstonia dicirikan oleh kandungan kimia berupa

alkaloid indol monoterpen yang dari segi struktur molekul dibedakan atas beberapa

jenis. Kerangka dasar dari masing-masing alkaloid ini diturunkan dari hasil

kondensasi antara asam amino triptofan dan monoterpen sekologanin yang

menghasilkan berbagai kerangka indol monoterpen seperti jenis korinantan, kuran,

kordilofolan, akuamilan, stemadenin, aspidodasikarpin, echitamin, narelin, valesamin,

sekoangustilobin, ajmalicin, dan sebagainya. Alkaloid korinantan yang dihasilkan

oleh kondensasi ini, melalui senyawa antara striktosidin, selanjutnya mengalami

penganekaragaman kerangka dasar seperti tercantum pada Gambar-2.1 (Cordel dan

Geoffrey, 2006). Senyawa-senyawa alkaloid indol monoterpen dari tumbuhan ini

ditemukan pada semua jaringan antara lain daun, bunga, kulit batang, dan akar.

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri

7

Gambar-1. Hubungan kimiawi antara berbagai jenis alkaloid Alstonia berdasarkan reaksi biogenesis melalui kerangka korinantan

Kerangka korinantan

Senyawa alkaloid yang paling sederhana dari segi biogenesis, yaitu

razimanin (1) yang ditemukan pada bunga Alstonia scholaris (Dutta, 1976).

Gambar 2.1 Kerangka dasar senyawa alkaloid monoterpen indol

Kerangka Ajmalicin

Kerangka ajmalicin merupakan siklisasi dari kerangka korinantan. Senyawa

tetraalstonin (2) telah ditemukan pada bagian daun Alstonia scholaris (Rahman, et

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri

8

al.,1987), alstonin (3) ditemukan dalam tanaman A. scholaris dan A. bonnie

(Yamauchi, 1990; Elisabetsky, 2006) sedangkan senyawa yohimbin-17-O-asetat (4)

pada A. angustifolia ( Ghedira, et al., 1988).

(2)

(3) (4)

Gambar 2.2 Kerangka ajmalicin

Kerangka Kuran

Jenis alkaloid yang paling banyak ditemukan dari Alstonia adalah dari jenis

kerangka kuran. Kerangka karbon kuran, secara biogenesis disarankan berasal dari

migrasi ikatan C-3 pada kerangka korinantan dari C-2 ke C-7 diikuti oleh

pembentukan antara C-2 dan C-16.

NH

N

H

H

MeOOC

OAc

HNN

OMeOOC

H

HH

NH

N

OMeOOC

H

HCH3

H

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri

9

Senyawa akumisin (5), dan beberapa beberapa alkaloid sejenis seperti akuamisin

N-metiodida (6), dan akumisin N-oksid (7) yang berhasil dipisahkan dari akar A.

scholaris (Boonchuay, 1976; Buckingham, 1994; Salim, 2004).

Senyawa turunan akumisin lainnya, seperti 18(19)-hidroksi-19,20-

dihidroakuamisin atau disebut juga ekitamidin (8), N-demetilalstogustin (9), (19S),

(20S)-ekitamidin-N-oksid (10), ekitamidin-N-oksid 19-O-β-D-glukopiranosa (11),

dan lochneridin (12) telah berhasil diisolasi dari akar A. scholaris dan kulit batang A.

glaucescens (Benerji, 1984; Salim, 2004). Selanjutnya, alkaloid jenis kuran yang

teroksigenasi pada C-12, yakni scholarisin (13), N-metilscholarisin (14), 12-

metoksiekitamidin atau disebut juga scholarin (15), dan scholarin N-oksid (16) telah

dipisahkan pula dari daun A. scholaris (Benerji, 1981; 1984; Kam, 1997; Rahman,

1990).

(5) (6)

(7) (8)

Gambar 2.3 Kerangka kuran

NH

CO2Me

N

CH3

H NH

CO2Me

N+

CH3

H

CH3I-

NH

CO2Me

N

CH3

H NH

CO2Me

N

CH3

H

O

OHH

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri

10

(9) (10)

(11) (12)

(13) (14)

(15) (16)

Gambar 2.3 Kerangka kuran (Lanjutan)

NH

CO2Me

N

CH3

H NH

CO2Me

N

CH3

H

OHHH

OH

O

NH

CO2Me

N

CH3H N

H

CO2Me

N

H

CH3

HHO

O

O

OH

OH

OH

OH

NH

CO2Me

N

CH3

H NH

CO2Me

N+

CH3

H

OHHH

OH

OH

CH3

OH

NH

CO2Me

N

CH3

H NH

CO2Me

N

CH3

H

OHHH

OH

OCH3 OCH3

O

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri

11

Kerangka Akuamilan

Jenis alkaloid akuamilan yang ditemukan dari daun dan kulit batang A. scholaris

antara lain striktamin (17), pikrinin (18), pikralinal (19), dan N-metilbutnamin (20).

Senyawa alkaloid jenis akuamilan 17-20 mempunyai kerangka karbon yang berasal

dari kerangka korinantan melalui pembentukan ikatan C-16 dan C-17.

(17) (18)

(19) (20)

Gambar 2.4 Kerangka akuamilin

Kerangka Aspidodasikarpin

Alkaloid jenis aspidodasikarpin merupakan pemutusan ikatan N-4 dan C-5 dari

kerangka akuamilan. Abe et.al (1989) berhasil memisahkan jenis alkaloid

aspidodasikarpin dari daun batang A. scholaris yang berasal dari Taiwan antara lain

alskomin (21), dan isoalskomin (22).

NN

CO2CH3H

NH

N

CO2CH3H

O

NN

CO2CH3OHC

NH

N+

CO2CH3HOH2C

OCH3

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri

12

(21) (22)

Gambar 2.5 Kerangka aspidodasikarpin

Kerangka Ajmallin

Alkaloid jenis ajmallin merupakan pembentukan ikatan antara oksigen pada C-17

dan atom karbon pada C-2 dari kerangka akuamilan. Senyawa akuamiginon (23), dan

pseudoakuamiginon (24) telah berhasil dipisahkan dari kulit batang A. scholaris

(Banerji, 1977; Morita, 1977; Salim, 2004).

(23) (24)

Gambar 2.6 Kerangka ajmalin

Kerangka Ekitamin

Dari jaringan tumbuhan A. scholaris telah ditemukan pula alkaloid jenis ekitamin,

yang berasal dari pemutusan ikatan antara C-3 dan C-4 dari kerangka akuamilan dan

NH N

OCH3

CO2CH3H

O O

H

NH N

OCH3

CO2CH3H

O O

H

NH

NCH3

O

CH3

O

COO-

NCH3

NCH3

CH3

O

CO2H

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri

13

pembentukan ikatan antara C-2 dan C-4. Senyawa-senyawa dari jenis ekitamin,

antara lain N-demetilekitamin (25), ekitamin (26), asam ekitaminat (27), dan 17-O-

asetilekitamin (28). Senyawa N-demetilekitamin (25), dan ekitamin (26) merupakan

komponen utama alkaloid A. scholaris (Boonchuay, 1976; Salim, 2004; Yamauchi,

1999).

(25) (26)

(27) (28)

Gambar 2.7 Kerangka ekitamin

Kerangka Narelin

Selanjutnya, telah dilaporkan beberapa alkaloid jenis narelin dari kulit batang A.

scholaris yang berasal dari Indonesia, yakni narelin (29), dan narelin metil eter (30).

NH

N

CO2CH3HOH2C

HO

H3C

NH

N+

CO2CH3HOH2C

HO

H3C

CH3

NH

N

CO2-HOH2C

HO

H3C

NH

N+

CO2CH3HOH2C

H3COCO

H3C

CH3CH3

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri

14

Alkaloid kerangka narelin merupakan kerangka aspidodasikarpin dengan tambahan

ikatan antara C-21 dan C-6 (Kam, 1997; Salim, 2004).

(29) (30)

Gambar 2.8 Kerangka narelin

Kerangka Stemadenin

Dari daun A. scholaris telah ditemukan beberapa alkaloid jenis stemadenin.

Alkaloid jenis stemadenin berasal dari pemutusan ikatan antara C-2 dan C-3 kerangka

korinantan, diikuti pembentukan ikatan antara C-16 dan C-2 menghasilkan kerangka

stemadin, dan selanjutnya pemutusan oksidatif ikatan C-5 dan C-6 kerangka stemadin

dan penyingkiran atom karbon C-5. Senyawa-senyawa turunan stemadenin antara lain

19-20-Z-valesamin (31), 19-20-E-valesamin (32), valesamin N-oksid (33), asam

angustilobin B (34),dan alstonamin (35) (Rahman, 1987; Yamauchi, 1990).

(31) (32)

Gambar 2.9 Kerangka stemadenin

N N

CO2CH3 CH3

OHOH

N N

CO2CH3 CH3

OH3COH

NH

N

H

CH3

CO2CH3HOH2C

NH

N

H

CO2CH3HOH2C CH3

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri

15

(33)

(34) (35)

Gambar 2.9 Kerangka stemadenin (Lanjutan)

Kerangka Secoangustibilosin

Kerangka secoangustibolisin merupakan jenis kerangka valesamin dengan

pemutusan pada atom karbon C-5 dan C-7. Senyawa-senyawa turunan

secoangustibilosin ditemukan pada jaringan tumbuhan A. scholaris, dan A. spatulata

antara lain 6,7-seco-angustilobin B (36), 6,7-seco-19,20-epoksiangustilobin B (37),

6,7-seco-6-nor-angustilobin B atau losbanin (38), dan alstolobin A (39) (Tan, 2010;

Yamauchi, 1990).

(36) (37)

Gambar 2.10 Kerangka secoangustibilosin

NH

N

H

CH3

CO2CH3HOH2C

O

NH

N

H

HOH2C O

NH

N

H

H3CO2C O

NH

CH3

N

H

HOH2C O

NH

H3C

N

H

H3CO2C O

O

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri

16

(38) (39)

Gambar 2.10 Kerangka secoangustibilosin (Lanjutan)

Kerangka Kordilofolan

Senyawa alkaloid jenis kerangka kordilofolan yang ditemukan dari daun dan

kulit batang A. scholaris yaitu 19-hidroksitubotaiwin atau lagunamin (40), (20S)-

19,20-dihidrokondilokarpin atau tubotaiwin (41), dan tubotaiwin N-oksid (42)

sedangkan senyawa alstolusin B (43), dan alstolusin E (44) berhasil dipisahkan pada

daun dan kulit batang A. spatulata (Rahman, 1986; Tan, 2010; Yamauchi, 1990).

(40) (41)

(42)

Gambar 2.11 Kerangka kordilofolan

NH

HN

H

HOH2C O

NH

C2H5O2C

N

H

H3CO2C O

NH

CO2CH3

CH3

N

H

OH

NH

CO2CH3

CH3

N

H

NH

CO2CH3

CH3

N

H

O

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri

17

(43) (44)

Gambar 2.11 Kerangka kordilofolan (Lanjutan)

Kerangka makrolin

Alkaloid jenis kerangka makrolin secara biogenesis merupakan pemutusan ikatan

C-20 dan C-21 dari kerangka korinantan, dan diikuti pembentukan ikatan antara C-5

dan C-20 serta siklisasi antara hidroksi pada C-17 dan C-19.( Kam, et.al. 2003) telah

berhasil memisahkan senyawa alkaloid kerangka makrolin dari daun A. macrophylla,

yakni senyawa 6-oksoalstopillin (45), dan 6-oksoalstopillal (46).

Modifikasi kimia kerangka makrolin melalui pemutusan ikatan C-2 dan C-3,

diikuti pembentukan ikatan C-3 dan C-7 menghasilkan kerangka baru seperti pada

senyawa 16-hidroksialstonisin (47), dan 16-hidroksialstonal (48) yang berhasil

dipisahkan dari daun daun A. macrophylla (Kam, et al., 2003).

(45) (46)

Gambar 2.12 Kerangka makrolin

NCH3

NCH3

O

H

HO

H3CO

CO2CH3

H

H

NCH3

NCH3

O

CH3

CHO

H

H

O

H

H

H3COCH3

NH

OH CO2CH3

CH3

N

HH

H

O

NH

CO2CH3

CH3

N

HH

H

O

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri

18

(47) (48)

Gambar 2.12 Kerangka makrolin (Lanjutan)

Kerangka alsmaporasin

Dua senyawa baru dari kerangka alsmaporasin yang mengandung kromofor 1, 2

oksasinan dan isosasolidin, yakni alsmaporasin A (49) dan B (50) telah ditemukan

pada daun A. pneumatophora (Cai, et al., 2007).

(49): R=OH(50): R=H

Gambar 2.13 Kerangka alsmaporazin

Kerangka korinante

Dua isomer senyawa 19,20-Z-alstoskolarin (51), dan 19,20 E-alstokolarin (52)

telah ditemukan di dalam daun A.scholaris (Banerji dan Shidanta 1981). Kerangka

alkaloid korinante merupakan pengembangan dari kerangka kuran.

NCH3

O

NH O

H3C

H

O

OH

H

N

N

CH3

O

H

H

H

HO

O

CO2CH3

R

NCH3

O

NH O

CHO

CH3

OH

H

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri

19

(51) (52)

Gambar 2.14 Kerangka korinante

Bis Monoterpen Indol

Dua dimer alkaloid monoterpen indol. yang berasal dari ekstrak daun A.

scholaris, yakni villastonin (53), dan makrokarpamin (54). Penemuan ini memberikan

makna bahwa kemampuan tingkat oksidasi dari alkaloid monoterpen (sekologanin)

indol tumbuhan Alstonia memberikan makna pada pengembangan kerangka senyawa

alkaloid (Frederich, et al, 2007).

(53) (54)

Gambar 2.15 Bis monoterpen indol

NH

CO2CH3

N

OHC

NH N

H3C

OHC

CO2CH3

NN

H

CH3H

H3CO2C

H

NCH3

NCH3

H

O

H

HH

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri

20

2.5. Bioaktivitas Alkaloid Alstonia Sebagai Antimalaria

Malaria merupakan salah penyakit endemik tropis yang disebabkan gigitan

nyamuk Plasmodium. Akhir-akhir ini, penyakit yang disebabkan gigitan nyamuk ini

mengalami mutasi dan resisten terhadap klorokuinin. Di samping itu juga, produksi

alkaloid sinkona dalam negeri banyak mengalami penurunan. Salah satu alternatif

yang dikembangkan adalah eksplorasi senyawa bioaktif baru salah satu diantaranya

sebagai antimalaria.

Alstonia merupakan salah satu tanaman Indonesia, baru-baru ini dikembangkan

sebagai obat antiplasmodial. Salah satu senyawa aktif tumbuhan ini adalah senyawa

alkaloid. Keaktifan senyawa alkaloid tersebut memperlihatkan keaktifan yang kuat

sebagai antimalaria. Senyawa villastonin (53), dan makrokarpamin (54) memiliki

nilai IC50 sebesar 0,270 μM dan 0,360 μM yang lebih kuat dibandingkan dengan

kuinin( IC50 0,413 μM) (Frederich, et al., 2007). Senyawa Nb-demethylalstogustine

memiliki aktivitas antimalaria sebesar 6,75 μg/ml, Senyawa 19-O-

methylmacralstonine juga memperlihatkan aktifitas yang kuat terhadap plasmodial

(Liu, 2002). Senyawa alstipillanin A-D masing-masing IC50 adalah 6,85 μg/ml; 0,34

μg/ml; 6,20 μg/ml, dan 2,75 μg/ml. Senyawa dikategorikan tidak aktif jika nilai IC50

> 25 μg/ mL (Hirasawa, et al., 2008).

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri

21

2.6 Ekstraksi Alkaloid Alstonia

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi dari campurannya dengan

menggunakan pelarut yang sesuai. Alkaloid merupakan senyawa metabolit sekunder

yang bersifat basa dan mengunakan pelarut polar untuk mengekstraksi dalam jaringan

tumbuhan, antara lain metanol, etanol, asam asetat dan amonia. Metode ekstraksi

senyawa alkaloid dari tumbuhan Alstonia terlampir pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Metode ekstraksi senyawa alkaloid pada tumbuhan Alstonia

Jenis tanaman Ekstraksi Pustaka

A. Macrophylla(leaf extract)

Ekstraksi dengan etanol pada suhu kamar, diasamkan dengan asam klorida, dan dibasakan dengan amonia kemudian dipartisi dengan EtOAc

Kam, 2003

A. Scholaris(Bark and leaves

extract)

Ekstraksi dengan etanol pada suhu kamar, diasamkan dengan asam klorida, dan dibasakan dengan NaOH kemudian dipartisi dengan CHCl3

Salim, 2004

Ekstraksi dengan metanol pada suhu kamar, diasamkan dengan asam klorida, dan dibasakan dengan NaOH kemudian dipartisi dengan EtOAc

Patrick, 2005

A. Yunnanensis(plants extract)

Ekstraksi dengan metanol pada suhu kamar, diasamkan dengan asam klorida, dan dibasakan dengan NH4OH kemudian dipartisi dengan EtOAc

Feng, 2009

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri

22

A. spatulata(Bark extract)

Ekstraksi dengan etanol pada suhu kamar, diasamkan dengan asam klorida, dan dibasakan dengan NH4OH kemudian dipartisi dengan CHCl3.

Taan, 2010

A. angustifolia(Bark and leaves

extract)

Ekstraksi dengan metanol pada suhu kamar, diasamkan dengan H2SO4, dan dibasakan dengan NH4OH kemudian dipartisi dengan CHCl3

Ghedira, 1988

A. actinophylla(leaves extract)

Ekstraksi dengan CH2Cl2 yang diikuti dengan MeOH pada suhu kamar, lalu dilakukan metode asam-basa, kemudian dipartisi dengan kombinasi CH2Cl2 dan Air

Carroll, 2004

A. villosa(leaves extract)

Ekstraksi dengan metanol pada suhu kamar, lalu dilakukan metode asam-basa, kemudian dipartisi dengan CHCl3

Abe, 1998

2.7 Analisis Spektroskopi 1H dan 13C-NMR, IR, dan UV-Vis Alkaloid Indol

Spektroskopi 1H dan 13C-NMR merupakan alat spektroskopi yang paling

memegang peranan penting dalam penentuan struktur molekul senyawa organik.

(Harbone, 1987).

Senyawa akuamiginon (Gambar 2.16) merupakan salah satu contoh senyawa

alkaloid indol dengan kerangka ajmallin yang berhasil diisolasi dari kulit batang A.

scholaris, spektrum 1H -NMR dalam pelarut CDCl3 memperlihatkan empat sinyal

proton aromatik dari alkaloid indol pada δH 7,39 (1H, dd, J = 7,6 Hz, H-9), 6.79 (1H,

dt, J = 7.6, H-10), δH 7.10(1H, dt, J = 7.6, H-11), δH 6.83 (1H, dd, J = 7.6, H-12) .

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri

23

Sedangkan untuk kerangka ajmalinnya sendiri yaitu kerangka monoterpen, dimana

pada senyawa akuamiginon terdapat dua gugus metil, empat gugus metilen, tujuh

gugus metin dan delapan karbon kuartener.

Spektroskopi IR pada senyawa akuamiginon (Gambar 2.16) berfungsi sebagai

data pendukung, dimana fungsi IR sendiri hanya untuk menentukan gugus fungsi

senyawa organik. Spektroskopi IR pada senyawa akuamiginon menunjukkan adanya

gugus NH yang menyerap pada 3250 cm-1 dan adanya gugus keton pada bilangan

gelombang 1711 cm-1.

Spektroskopi UV-Vis pada senyawa akuamiginon (Gambar 2.16) hanya

memberikan informasi mengenai ikatan rangkap dan aromatik suatu senyawa.

Dengan pelarut metanol, senyawa akuamiginon memberikan λmax pada 221, 232,

dan 286 nm.

Gambar 2.16 Senyawa Akuamiginon

NH

NCH3

O

CH3

O

COO-

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri

24

2.8 Tinjauan tentang Malaria

2.8.1 Penyakit Malaria

Malaria disebabkan oleh infeksi protozoa bersel tunggal yang disebut

Plasmodium, yaitu Plasmodium vivax, P. malariae, P. ovale, dan P.falciparum.

Plasmodium falciparum merupakan penyebab malaria yang paling berbahaya dan

dapat menimbulkan disfungsi otak , gangguan pernafasan berat dan gagal ginjal akut.

Selain itu, juga dapat meningkatkan kematian (Schlesinger et al., 1988).

2.8.2 Plasmodium falciparum

Plasmodium falciparum di permukaan sel darah merah, dapat mengekspor

berbagai jenis protein. Protein tersebut dapat mempengaruhi sistem imun melalui

mekanisme variasi antigen. Selain itu, sel darah merah yang terinfeksi tersebut

melekat (chytoadhesion) pada reseptor sel-sel endhothelial tubuh sehingga terhindar

dalam mekanisme clearance pada sistem host. Hal inilah yang menjadi sifat virulens

P. falciparum terutama dalam kaitannya dengan gejala klinis seperti disfungsi otak

dan gagal ginjal akut (Harijanto,dkk., 2010).

Gambar 2.17 P.falciparum(Laboratorium diagnosis of malaria, USA)

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri

25

Klassifikasi Plasmodium falciparum adalah sebagai berikut ;

Kingdom : Protista

Filum : Apicomplexa

Kelas : Aconoidasida

Ordo : Haemosporida

Famili : Plasmodiidae

Genus : Plasmodium

Spesies : P. falciparum

2.8.3 Morfologi Plasmodium falciparum

P. falciparum mempunyai 4 bentuk, yaitu :

1. Bentuk cincin, mempunyai diameter kurang lebih 1 µm, tipis, mempunyai nucleus

yang berbentuk batang atau terbagi menjadi 2 butiran.

Gambar 2.18. Bentuk cincin Plasmodium falciparum(Laboratorium diagnosis of malaria, USA)

2. Bentuk tropozoit, sangat kecil dan halus dengan ukuran ± seperenam diameter

eritrosit.

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri

26

Gambar 2.19 .Bentuk trofozoit Plasmodium falciparum(Laboratorium diagnosis of malaria, USA)

3. Bentuk skizon, ukuran ± 30 µm pada hari ke-4 setelah infeksi dan skizon

mempunyai titik kasar yang tampak jelas (titik maurer) tersebar pada 2/3 bagian

eritrosit.

Gambar 2.20. Bentuk skizon Plasmodium falciparum(Laboratorium diagnosis of malaria, USA)

4. Gametosit, ada 2 macam bentuk gametosit yaitu makrogamet atau gametosit

betina dan mikrogamet atau gametosit jantan. Makrogamet biasanya lebih

langsing dan panjang daripada mikrogamet, sitoplasmanya lebih biru dengan

pulasan Romanowsky/giemsa. Intinya lebih kecil dan padat, berwarna merah tua

dan butir – butir pigmen tersebar disekitarnya. Mikrogamet berwarna biru lemah

atau kemerahan dan intinya berwarna merah muda, besar, dan tidak padat, butir –

butir pigmen tersebar di sitoplasma sekitar inti. (Pusarawati dan Tantular, 2005).

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri

27

Gambar 2.21. Bentuk gametosit Plasmodium falciparum(Laboratorium diagnosis of malaria, USA)

2.8.4 Siklus Hidup Plasmodium falciparum

Dalam daur hidupnya, Plasmodium mempunyai dua vektor untuk siklus

hidup, yaitu vertebrata dan nyamuk. Siklus aseksual di dalam vektor vertebrata yang

dikenal sebagai skizogoni, sedangkan siklus seksual yang membentuk sporozoit di

dalam nyamuk sebagai sporogoni. Sporozoit yang aktif dapat ditularkan ke dalam

tubuh manusia melalui ludah nyamuk, kemudian menempati jaringan parenkim hati

dan tumbuh sebagai skizon (stadium ekso-ertitrositer atau stadium pra-eritroser).

Sebagian sporozoit tidak tumbuh dan tetap tidur (dormant) yang disebut hipnozoit

(Harijanto, dkk., 2010).

Plasmodium falciparum hanya terjadi satu kali stadium pra-eritrositer

sedangkan spesies lain mempunyai hipnozoit bertahun-tahun sehingga pada suatu

saat dapat aktif dan terjadilah relaps. Sel hati yang berisi parasit akan pecah dan

terjadilah merozoit. Merozoit akan masuk kedalam eritrosit (stadium eritrositer),

tampak sebagai kromatin kecil yang dikelilingi oleh sedikit sitoplasma yang

mempunyai bentuk cincin, disebut trofozoit. Trofozoit membentuk skizon muda dan

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri

28

setelah matang, membelah menjadi merozoit. Setelah proses pembelahan, eritrosit

akan hancur, merozoit, pigmen, dan sel sisa akan keluar dan berada di dalam plasma.

Parasit akan difagositosis oleh RES (Retikulo Endotelial Sistem), Plasmodium yang

dapat menghindar akan masuk kembali ke dalam eitrosit lain untuk mengulangi

stadium skizogoni. Beberapa merozoit tidak membentuk skizon tetapi memulai

dengan bagian gametogoni, yaitu membentuk mikro dan makrogametosit (stadium

seksual). Siklus itu disebut masa tunas intrinsik (Harijanto, dkk., 2010).

Dalam tubuh nyamuk, parasit berkembang secara seksual (sporogoni).

Sporogoni memerlukan waktu 8-12 hari. Dalam lambung nyamuk, makrogametosit

dan mikrogametosit berkembang menjadi makrogamet dan mikrogamet yang akan

membentuk zigot yang disebut ookinet. Ookinet menembus dinding lambung

nyamuk, membentuk ookista yang membentuk banyak sporozoit. Kemudian

sporozoit akan dilepaskan dan masuk kedalam kelenjar liur nyamuk. Siklus itu

disebut masa tunas ekstrinsik (Harijanto, dkk., 2010).

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri

29

Gambar 2.21. Daur hidup Plasmodium falciparum(Strickland dan Hoffman, 1995).

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi Isolasi dan identifikasi ... Ratih Dewi Saputri