ALIRAN UTILITARIANISME

download ALIRAN UTILITARIANISME

of 6

Transcript of ALIRAN UTILITARIANISME

  • 7/29/2019 ALIRAN UTILITARIANISME

    1/6

    ALIRAN UTILITARIANISME,

    KRITIK ATAS KEKABURAN FILSAFAT JERAMY BENTHAM

    Oleh : Khairul Fahmi

    A.PENDAHULUAN

    Saat ini kita sering menggunakan asas manfaat sebagai landasan argumentasi yangdibangun dalam sebuah perdebatan hukum. Apakah perdebatan tersebut dalam proses

    pembuatan hukum maupun pada ranah pelaksanaan hukum. Asas manfaat hukum

    nyaris tidak pernah kita lupakan. Dalam proses pembentukan, hukum yang akan

    dibuat dan diberlakukan selalu dengan pertimbangan kemanfaatan dari hukum itu

    sendiri. Begitu juga dengan penerapan hukum oleh hakim melalui peradilan, juga

    mempertimbangkan asas manfaat dari penjatuhan hukum tersebut. Terlepas, mana

    yang lebih banyak kadar atau keseimbangan antara penerapan asas manfaat atau asas

    kepastian hukum, yang pasti, manfaat hukum tetap menjadi bagian yang

    dipertimbangkan, sekalipun sedikit. Bentham sebagai tokoh pendiri aliran ini

    berkeyakinan bahwa hukum mesti dibuat secara utilitaristik. Hukum yang seperti ini

    dapat dicapai dengan menggunakan seni dari legislasi yang membuat kita bisameramalkan hal mana yang akan memaksimalkan kebahagiaan dan meminimalkan

    kepedihan masyarakat.

    Aliran Utilitarian juga memperkenalkan kemanfaatan hukum sebagai tujuan hukum

    yang ketiga, disamping keadilan dan kepastian hukum. Tujuan hukum bukan hanya

    untuk kepastian hukum dan keadilan, tetapi juga ditujukan untuk memberikan

    manfaat bagi masyarakat. Disamping memfatwakan tentang tujuan hukum yang ketiga

    tersebut, aliran ini juga berbicara tentang keadilan. Mereka mendefenisikan keadilan

    dalam arti luas, bukan untuk perorangan atau sekedar pendistribusian barang seperti

    pendapat Aristoteles. Adil atau tidaknya suatu kondisi diukur dari seberapa besar

    dampaknya bagi kesejahteraan manusia (human welfare). Ajaran tentang keadilan

    inilah yang mendapatkan kritikan tajam dari ahli hukum Amerika beraliran Realisme

    Hukum Skandinavia, John Rawls melalui teori keadilan yang dikeluarkannya.

    Tidak hanya pendapat tentang keadilan yang mendapatkan sorotan dari berbagai

    pihak, teori kemanfaatan hukum juga mendapatkan kritikan. Terutama yang

    berkenaan dengan bagaimana hubungan pencapaian kebahagiaan individu dan

    pencapaian kebahagiaan umum pada saat yang bersamaan. Kebahagiaan bersama

    akan tercapai dengan sendirinya apabila kebahagiaan individu sudah diwujudkan.

    Dari uraian di atas, apa sebenarnya kondisi yang mempengaruhi serta melandasifilsafat Bentham sehingga muncul teori utilitarianisme tersebut? Benarkah

    kebahagiaan umum/bersama akan terwujud apabila kebahagiaan individu sudah

    tercapai? Serta bagaimana pula sebenarnya Bentham merumuskan tentang tujuan dan

    bagaimana cara mewujudkannya? Lalu, apa sesungguhnya yang terjadi dengan

    kerangka filsafat yang dibangun Bentham tersebut? Inilah beberapa pertanyaan yang

    hendak dibahas dan diulas dalam makalah sederhana ini.

    B.PEMBAHASAN

    1.Latar Belakang dan Pemikiran yang Mempengaruhi Bentham

    Jeremy Bentham, yang terkenal sebagai salah seorang tokoh positivisme hukum,

    dilahirkan di London pada 15 Februari 1748. Ia merupakan keturunan praktisi hukum,ayah dan kakeknya merupakan jaksa. Pemikiran rasional ala abad pencerahan yang

  • 7/29/2019 ALIRAN UTILITARIANISME

    2/6

    diwariskan ayahnya sangat mempengaruhi. Berbeda dengan apa yang ditulis Hendry J.

    Schmandt dalam Buku Filsafat Politik Kajian Historis dari Zaman Kuno Sampai

    Zaman Modern, bahwa ayah Bentham adalah seorang pengacara (bukan jaksa) kaya

    yang ingin sekali melihat anaknya duduk di Woolsack. Setelah lulus dari Oxford,

    Bentham mengambil studi hukum dan diizinkan menjalani profesi pada tahun 1769 .

    Rasionalitas lingkungan yang membesarkan, akhirnya membentuk Bentham yang

    sangat rasional. Menonjolnya rasionalitas Bentham dalam bidang hukum merupakan

    dampak dari lingkungan yang membesarkannya tersebut. Ia menyadari bahwa tugas

    pokoknya dalam hidup adalah menjalani kehidupan yang diinginkannya. Sementara

    tugas pokoknya sebagai individu dalam hidup adalah melakukan reformasi hukum.

    Oleh karena itulah ia banyak menghabiskan waktunya untuk mengkaji cacat-cacat dari

    sistem hukum yang ada.

    Pemikiran hukum Bentham banyak diilhami oleh karya David Hume (1711-1776).

    Hume merupakan seorang pemikir dengan kemampuan analisis luar biasa, yang

    meruntuhkan dasar teoritis dari hukum alam. Hume pernah mengajarkan bahwasesuatu yang berguna akan memberikan kebahagiaan, dan mengapa demikian,

    secara eksplisit dikemukan sendiri oleh Hume, dia menjawab : sepertinya adalah

    sesuatu yang nyata bahwa keadaan yang memberi kegunaan, dalam semua subjek,

    merupakan sumber dari pujian dan sambutan baik; bahwa ini selalu diserukan dalam

    semua keputusan moral tentang kebaikan dan kelemahan suatu tindakan: bahwa ini

    merupakan sumber tunggal penghargaan tinggi yang diberikan kepada keadilan,

    ketaatan, penghormatan, kesetiaan, dan kesucian: bahwa ini tidak bisa dipisahkan dari

    semua kebajikan sosial yang lain, kemanusiaan, kemurahhatian, kedermawanan,

    kesantunan, toleran, dan sikap tidak berlebihan; dan boleh dikatakan bahwa ini

    merupakan landasan moral, yang mengacu kepada umat manusia dan kepada sesama

    makhluk.

    Oleh karena Hume belum merumuskan filsafat hukum yang ekplisit dalam pengertian

    yang tegas, maka Benthamlah yang kemudian membangun sebuah teori hukum

    komprehensif di atas landasan yang sudah diletakkan Hume. Dari Hume Bentham

    belajar tentang azas manfaat. Selain Hume, Betham dan alirannya juga memperoleh

    filsafat mereka dari Locke, Hartley, dan Helvetius.

    2.Kerangka Filsafat yang Dibangun Bentham

    a.Landasan Filsafat Bentham

    Filsafat hukum Bentham didasarkan atas semangat individualisme dan utilitarianisme.Bertrand Russell mengatakan bahwa Bentham mendasarkan filsafatnya pada dua

    prinsip, yaitu prinsip asosiasi (association prinsiple) dan prinsip kebahagiaan-terbesar

    (greatest-happiness principle). Prinsip asosiasi yang dimaksudkan Russell adalah

    asosiasi antara ide dan bahasa, asosiasi antara ide dan ide. Prinsip ini lebih dekat

    dengan pemeriksaan terhadap mental individu (faktor psikologidari penulis). Dengan

    prinsip ini, tujuannya adalah untuk melaporkan kejadian mental secara deterministik.

    Lebih lanjut Russell menjelaskan bahwa perlunya determinisme dalam psikologi

    (sebagai prinsip pertama filsafat Bentham adalah dalam rangka menegakkan suatu

    peraturan hukum. Sementara perlunya prinsip kedua adalah untuk mendefenisikan

    kebajikan.

    Semangat individualisme yang melandasi filsafat hukum tidak terlepas dari pengaruh

  • 7/29/2019 ALIRAN UTILITARIANISME

    3/6

    pandangan antroposentris yang menguasai pandangan masyarakat barat pasca era

    renaissance pada abad ke- 16 ketika terjadi peristiwa humanisme reformasi pada tahun

    1517. Manusia merupakan pusat alam semesta yang menjadi sumber perhatian dalam

    melihat dan mengkaji apapun. Penghormatan terhadap nilai-nilai individu sangat di-

    tuhan-kan. Sampai saat ini, individualisme masih menjadi bagian tidak terpisah dari

    budaya dan kerangka berfikir masyarakat barat dalam melihat berbagai aspekkehidupan, termasuk hukum.

    Secara umum aliran Utilitarianisme menghendaki bahwa kebahagiaan selayaknya

    dapat dirasakan oleh setiap individu. Tetapi jika tidak tercapai, diupayakan agar

    kebahagiaan itu dinikmati oleh sebanyak mungkin individu dalam masyarakat

    tersebut. Memberikan kebahagiaan bagi individu merupakan prioritas utama yang

    mesti diwujudkan. Bentham menginginkan agar hukum pertama-tama dapat

    memberikan jaminan kebahagiaan kepada individu-individu, bukan langsung kepada

    masyarakat secara keseluruhan.

    Utilitarian yang menjadi landasan pokok filsafat hukum Bentham merupakanpengejawantahan dari apa yang dibaca Bentham dari ajaran Hume. Ia menolak

    pandangan hukum kodrat yang begitu yakin akan nilai-nilai subyektif dibalik hukum

    yang harus dicapai. Ia sangat percaya bahwa hukum harus dibuat secara

    utilitarianistik, melihat gunanya dengan patokan-patokan yang didasarkan pada

    keuntungan, kesenangan dan kepuasan manusia.

    b.Pokok-pokok Ajaran Bentham

    Bentham mengatakan bahwa yang baik adalah kesenangan atau kebahagiaan, yang

    buruk adalah penderitaan atau kesengsaraan. Oleh karena itu, suatu keadaan, jika

    mencakup kesenangan lebih besar daripada kesenangan, adalah lebih baik dari

    penderitaan, penderitaan yang lebih kecil daripada kesenangan, adalah lebih baik dari

    keadaan lainnya. Kebaikan adalah kebahagiaan, kejahatan adalah kesusahan. Ada

    keterkaitan yang erat antara kebaikan dan kejahatan dengan kebahagiaan dan

    kesusahan. Diantara semua keadaaan yang mungkin itu, yang terbaik adalah yang

    mencakup kesenangan yang lebih besar dari penderitaan.

    Kebaikan atau kebahagiaan di satu ranah, berdiri secara vis a vis dengan kejahatan

    dan kesusahan yang berada di ranah lain. Keduanya selalu dalam kondisi yang saling

    tarik-menarik. Yang satu jelas tidak akan pernah menghabisi yang lain, karena kedua-

    duanya mesti dan pasti selalu ada. Keadaan yang mungkin adalah yang satu akan

    mendominasi atau mengalahkan yang lain dari sisi pengaruhnya terhadap kehidupanmanusia. Kondisi yang diinginkan dan diharapkan adalah bagaimana kejahatan dan

    kesusahan selalu dikalahkan atau lebih kecil dibandingkan kebaikan dan kebahagiaan

    bagi setiap individu dalam masyarakat.

    Untuk menciptakan kondisi dimana kebahagiaan itu selalu lebih besar daripada

    kesengsaraan, maka menurut Bentham disinilah peranan hukum. Tugas hukum adalah

    memelihara kebaikan dan mencegah kejahatan. Tegasnya, memelihara kegunaan.

    Bagaimana hukum menjadi alat untuk menciptakan kondisi dimana kebahagiaan jauh

    lebih mewarnai kehidupan sebanyak mungkin individu dalam masyarakat

    dibandingkan kesengsaraan. Selain itu, bagi Bentham, hukum juga mesti berperan

    sebagai penjaga keseimbangan dari berbagai macam kepentingan (balance of intersts).Dalam konteks inilah sebenarnya Bentham menganggap hukum itu harus memberikan

  • 7/29/2019 ALIRAN UTILITARIANISME

    4/6

    manfaat (utility) kepada manusia. Baik buruk atau adil tidaknya suatu hukum,

    bergantung kepada apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau

    tidak.

    Lalu, bagaimana sebenarnya Bentham meletakkan hubungan antara pencapaian

    kebahagiaan individu dan masyarakat dalam filsafatnya? Ia meletak individu sebagaisesuatu yang utama dalam filsafatnya. Kesenangan individu atau asas manfaat bagi

    individu merupakan hal pokok yang terlebih dahulu harus diwujudkan hukum.

    Sementara masyarakat baginya hanyalah lembaga fiktif yang terdiri dari individu-

    individu yang menjadi anggotanya. Oleh karena itu, kepentingan masyarakat tidak

    lebih dari jumlah kepentingan beberapa orang yang membentuknya. Namun formulasi

    utilitarian mengenai kebahagiaan tertinggi bagi sebagian besar orang

    mengimplikasikan bahwa sudah menjadi kewajiban individu untuk memberikan

    kesenangan pada orang lain sebagaimana ia mencari kesenangan tersebut bagi dirinya

    sendiri.

    Apa yang terkandung dalam ajarannya ini memperlihatkan bahwa utilitariansebenarnya adalah sebuah doktrin yang egois. Namun sebenarnya Betham juga tidak

    menyangkal bahwa disamping kepentingan individu, ada kepentingan masyarakat yang

    juga mesti diperhatikan. Oleh sebab itulah, usaha individu untuk mengejar

    kebahagiaan harus dibatasi. Agar kepentingan individu dengan kepentingan

    masyarakat bisa diselaraskan, maka dibutuhkan simpati. Bentham meyakini bahwa

    dengan adanya simpati, jika setiap orang mementingkan dirinya sendiri, maka

    kebahagiaan umum dengan sendirinya akan terwujud. Dalam penyelarasan

    kepentingan individu dengan masyarakat tersebut, titik berat perhatian mesti tetap

    pada individu. Sebab, apabila setiap individu telah memperoleh kebahagiaannya,

    dengan sendirinya kebahagiaan masyarakat akan daapt diwujudkan secara simultan.

    c.Tujuan Hukum dan Cara Pencapaiannya

    Bentham mengatakan bahwa tujuan hukum adalah untuk melengkapi penghidupan,

    mengendalikan kelebihan, memajukan persamaan dan menjaga kepastian. Hukum

    baginya harus ditujukan untuk mencapai kebahagiaan tertinggi dengan cara

    melengkapi kehidupan, mengendalikan kelebihan, mengedepankan persamaan dan

    menjaga kepastian. Dengan demikian, hukum itu pada prinsipnya ditujukan untuk

    menciptakan ketertiban masyarakat, disamping untuk memberikan manfaat yang

    sebesar-besarnya kepada jumlah orang yang terbanyak.

    Lalu bagaimanakah cara mencapai tujuan hukum yang telah dirumuskan Benthamtersebut? Ia berpendapat bahwa peranan proses legislasi sangat menentukan dapat

    atau tidaknya dicapai tujuan hukum tersebut. Bagaimana setiap produk perundang-

    undangan yang dihasilkan memberikan ruang bagi setiap orang untuk mengejar

    kebahagiaannya. Dalam hal ini, tugas legislator adalah menghasilkan keserasian antara

    kepentingan publik dan kepentingan pribadi.

    Dengan demikian, legislasi merupakan proses kunci untuk mewujudkan hukum yang

    dapat mendatangkan manfaat bagi individu. Proses legislasi akan menghasilkan hukum

    yang akan dipatuhi oleh semua warga negara, termasuk penyelenggara negara sendiri.

    Hukum inilah nantinya yang akan dijadikan alat untuk memberikan ruang bagi

    individu mencapai kebahagiaannya.

  • 7/29/2019 ALIRAN UTILITARIANISME

    5/6

    3.Kritik Atas Filsafat Bentham

    Banyak kelemahan bawaan doktrin utilitarianisme yang diajarkan Bentham. Sekalipun

    ini merupakan ajarannya yang menginspirasi banyak orang tentang tujuan hukum dan

    keadilan, namun beberapa point ajaran Bentham mestilah tetap dikritisi. Pertama,berkenaan dengan bagaimana ia menjelaskan dan mendudukkan hubungan antara

    individu dengan masyarakat. Ia menekankan bahwa hukum mestilah ditujukan untuk

    mendatangkan manfaat kepada individu, sehingga individu tersebut akan memperoleh

    kesenangan dan kebahagian. Lalu, kesenangan dan kebahagian individu tersebut akan

    menciptakan kebahagiaan dan kesenangan umum secara bersamaan atau menciptakan

    kebahagiaan dengan sendirinya.

    Ini jelas sebuah doktrin yang tidak begitu bijak dan tidak mungkin diterapkan. Sebab

    tidak jelas batasan sampai dimana kepentingan individu dan sampai dimana pula batas

    kepentingan masyarakat. Kapan individu mesti membatasi kepentingannya dan kapan

    pula ia mesti melebur dalam kepentingan bersama. Jika hukum merupakan alat untukmendatangkan manfaat atau kebahagian yang setinggi-tingginya bagi individu, maka

    yang akan terjadi adalah persaingan bebas yang tidak menguntungkan bagi semua

    orang. Tetapi hanya akan menguntungkan individu-individu tertentu yang hanya

    beberapa orang saja. Persaingan bebas ala Darwinian, dimana mereka-mereka yang

    belum beruntung jangan berharap akan dapat memperbaiki nasib mereka. Dengan

    demikian, masih mungkinkah kebahagian umum akan tercipta, sementara individu

    mustahil diharapkan akan bersimpati dalam sebuah persaingan bebas?

    Selain itu, kalaulah setiap orang pada kenyataannya dan secara tak terelakkan

    memburu kesenangan sendiri, tidak ada gunanya mengatakan ia seharusnya

    melakukan seharusnya, seperti bersimpati.

    Begitu juga dengan proses pembentukan hukum yang akan dijadikan alat untuk

    mencapai tujuan hukum itu sendiri. Yang membuat hukum adalah orang-orang yang

    secara individu merupakan warga negara yang sama dengan warga negara lain dan

    sama-sama punya keinginan untuk menggapai kebahagiaan individunya. Disisi lain ia

    adalah orang yang diberikan kuasa untuk membuat hukum. Dalam pembuatan hukum

    jelas akan terjadi konflik kepentingan. Terjadi dilema antara membuat hukum yang

    menguntungkan bagi individu-indivdu mereka yang ada di lembaga legislatif atau

    individu-individu masyarakat umum? Sebab, tidak ada jaminan bahwa para legislator

    akan berfikir untuk kepentingan individu masyarakat. Jika pilihannya adalahmerumuskan hukum untuk kepentingan individu mereka, lalu bagaimanakah filsafat

    Bentham akan menjelaskan tujuan hukum yang dirumuskannya tersebut? Toh,

    akhirnya hukum bukannya akan mendatangkan manfaat, malahan akan menjadi alat

    untuk melegitimasi kejahatan dan kesengsaraan individu yang tidak memiliki

    kekuasaan serta masyarakat luas.

    C.PENUTUP

    Kesimpulan bahwa kebahagian umum akan terwujud dengan sendirinya apabila

    kebahagiaan individu sudah tercapai merupakan sebuah kekeliruan Bentham dalam

    menyusun dan menyimpulkan premis-premis filsafat utilitariannya. Bentham bahkan

    tidak memberikan penjelasan yang rinci dan jelas tentang bagaimana ia menempatkanindividu dalam masyarakat dalam filsafatnya. Inilah persoalan utama dalam ajaran

  • 7/29/2019 ALIRAN UTILITARIANISME

    6/6

    utilitatianisme.

    Selain itu, cara pencapaian tujuan hukum yang dirumuskan Bentham juga terdapat

    kelemahan fundamental. Sebab, tidak ada jaminan bahwa para legislator akan

    menyusun hukum yang memberikan ruang yang seimbang bagi semua individu

    masyarakat untuk mendapatkankebahagiaannya. Simpati yang diajarkan Bentham tidaklah mencukupi untuk

    menyelesaikan persoalan hukum yang muncul sebagai dampak dari ajarannya sendiri.

    DAFTAR PUSTAKA

    Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat Kaitannya dengan Kondisi Sosio Politik

    Zaman Kuno Hingga Sekarang, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004

    Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Kerjasama Penerbit

    Nuansa dengan Penerbit Busamedis, Bandung, 2004

    Cahyadi, Antonius & E. Fernando M. Manullang, Pengantar ke Filsafat Hukum,

    Kencana, Jakarta, 2007

    Darmodihardjo, Darji dan Shidarta, Pokok-Pokok Fisafat Hukum Apa dan Bagaimana

    Filsafat Hukum Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006

    Hendry J. Schmandt, Filsafat Politik Kajian Historis Dari Zaman Kuno Sampai Zaman

    Modern, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005

    Huijbers, Theo, Fisafaat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Penerbit Kanisius,

    Yogyakarta, 1982

    Roestandi, Achmad, Responsi Filsafat Hukum, CV. Armico, Bandung, 1992

    W. Friedmann, Teori dan Filsafat Hukum Telaah Kritis Atas Teori-Teori Hukum,

    Rajawali Pers, Jakarta, 1990