Analisa kemampuan Lahan
-
Upload
agung-setiawan-pribadi -
Category
Documents
-
view
664 -
download
8
description
Transcript of Analisa kemampuan Lahan
KRITERIA PENGGUNAAN LAHAN MENURUT SK MENTAN NO.
837/Kpts/UM/II 1980 dan NO. 683/Kpts/UM/II/1981
Berdasarkan SK tersebut, penggunaan lahan dibagi menjadi 5 kawasan peruntukan, yaitu :1. Kawasan Lindung;2. Kawasan Penyangga;3. Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan;4. Kawasan Budidaya Tanaman Semusim; dan5. Kawasan Permukiman
Faktor pembatas yang digunakan untuk klasifikasi ini adalah : a. Kemiringan Lereng (dinyatakan dalan satuan persen) :
Kelas I = 0 – 8 % (Datar) Nilai Skor 20 Kelas II = 8 – 15 % (Landai) Nilai Skor 40 Kelas III = 15 – 25 % (Agak Curam) Nilai
Skor 60 Kelas IV = 25 – 45 % (Curam) Nilai
Skor 80 Kelas V = > 45 % (Sangat curam) Nilai Skor 100
b. Faktor jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi : Kelas I = Aluvial, tanah Glei, Nilai Skor 15
Planosol, Hidromorf Kelabu, Laterik Air Tanah (Tidak peka)
Kelas II = Latosol (Agak peka) Nilai Skor 30 Kelas III = Brown Forest Soil, Nilai Skor 45
Non Caleic Brown, Mediteran (Agak peka).
Kelas IV = Andosol Laterek, Grumosol, Nilai Skor 60Podsoil, Podsolic (Peka)
Kelas V = Regosol, Litosol, Atnogosol, Nilai Skor 75Renzine (Sangat Peka)
c. Faktor Intensitas Hujan Harian : Kelas I = s/d 13,6 mm/hari (sangat rendah) Nilai Skor 10 Kelas II = 13,6 – 20,7 mm/hari (rendah) Nilai
Skor 20 Kelas III = 20,7 – 27,7 mm/hari (sedang) Nilai
Skor 30 Kelas IV = 27,7 34,8 mm/hari (tinggi) Nilai Skor 40 Kelas V = > 34,8 mm/hari (Sangat tinggi) Nilai Skor 50
Dengan menjumlahkan skor ketiga faktor tersebut maka dapat ditetapkan penggunaan lahan pada setiap kawasan adalah sebagai berikut :
A. Kawasan LindungAreal dengan jumlah nilai skor untuk kemampuan lahan sama dengan atau lebih dari 175. atau memenuhi salah satu atau beberapa syarat berikut :
Mempunyai lereng lapang >45 %; Tanah sangat peka terhadap erosi yaitu jenis tanah Regosol,
Litosol, Organosol, dan Renzine dengan lereng >45 %;
Merupakan jalur pengaman aliran sungai/air sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai/aliran air tersebut;
Mempunyai ketinggian 2000 meter di atas permukaan air laut;
Guna keperluan/kepentingan khusus dan diterapkan oleh pemerintah sebagai kawasan lindung.
B. Kawasan PenyanggaAreal dengan jumlah nilai skor untuk kemampuan lahannya 124 – 174 dan atau memnuhi beberap kriteria umum, sebagai berikut :
Keadaan fisik areal memungkinkan untuk dilakukan budidaya secara ekonomis;
Lokasinya secara ekonomis mudah dikembangkan sebagai kawasan penyangga;
Tidak merugikan segi-segi ekologi lingkungan. C. Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
Areal dengan jumlah nilai skor untuk kemampuan lahannya 124 ke bawah serta cocok atau seharusnya dikembangkan usaha tani tanaman tahunan (kayu-kayuan, tanaman perkebunan dan tanaman industri). Disamping itu areal tersebut harus memenuhi kriteria umum untuk kawasan penyangga.
D. Kawasan Budidaya Tanaman Semusim SetahunAreal dengan kriteria seperti dalam penetapan kawasan budidaya tanaman tahunan akan tetapi areal tersebut cocok atau seharusnya dikembangkan usaha tani tanaman semusim/setahun.
E. Kawasan PermukimanAreal yang memenuhi kriteria budidaya cocok untuk areal permukiman serta secara mikro mempunyai kelerengan 0 – 8 %.
4.1.1.1Analisa Kemampuan Lahan
Analisis ini dilaksanakan untuk memperoleh gambaran tingkat
kemampuan lahan untuk dikembangkan sebagai perkotaan, sebagai
acuan bagi arahan-arahan kesesuaian lahan pada tahap analisis
berikutnya. Data-data yang dibutuhkan meliputi peta-peta hasil analisis
SKL. Keluaran dari analisis ini meliputi:
a. Peta klasifikasi kemampuan lahan untuk pengembangan kawasan
b. Kelas kemampuan lahan untuk dikembangkan sesuai fungsi kawasan
c. Potensi dan kendala fisik pengembangan lahan
Langkah pelaksanaan:
1) Analisis satuan-satuan kemampuan lahan, untuk memperoleh
gambaran tingkat kemampuan pada masing-masing satuan
kemampuan lahan.
2) Menentukan nilai kemampuan setiap tingkatan pada masing-masing
satuan kemampuan lahan, dengan penilaian 5 (lima) untuk nilai
tertinggi dan 1 (satu) untuk nilai terendah.
3) Mengalikan nilai-nilai tersebut dengan bobot dari masing-masing
satuan kemampuan lahan. Bobot ini didasarkan pada seberapa jauh
pengaruh satuan kemampuan lahan tersebut pada pengembangan
perkotaan. Bobot yang digunakan sesuai dengan tabel...
4) Melakukan superimpose semua satuan-satuan kemampuan lahan,
dengan cara menjumlahkan hasil perkalian nilai kali bobot dari seluruh
satuan-satuan kemampuan lahan dalam satu peta, sehingga diperoleh
kisaran nilai yang menunjukkan nilai kemampuan lahan di wilayah
perencanaan.
5) Menentukan selang nilai yang akan digunakan sebagai pembagi kelas-
kelas kemampuan lahan, sehingga diperoleh zona-zona kemampuan
lahan dengan nilai ... - .... yang menunjukkan tingkatan kemampuan
lahan di wilayah perencanaan dan digambarkan dalam satu peta
klasifikasi kemampuan lahan untuk perencanaan tata ruang.
Pembuatan peta nilai kemampuan lahan merupakan penjumlahan
nilai dikalikan bobot, yaitu:
1) Melakukan superimpose setiap satuan kemampuan lahan yang telah
diperoleh hasil pengalian nilai dengan bobotnya secara satu per satu,
sehingga kemudian diperoleh peta jumlah nilai dikalikan bobot seluruh
satuan secara kumulatif.
2) Membagi peta masing-masing satuan kemampuan lahan dalam sistem
grid, kemudian memasukkan nilai dikalikan bobot masing-masing
satuan kemampuan lahan ke dalam grid tersebut. Penjumlahan nilai
dikalikan bobot secara keseluruhan adalah tetap dengan
menggunakan grid, yakni menjumlahkan hasil nilai dikalikan bobot
seluruh satuan kemampuan lahan pada setiap grid yang sama
SKL Morfologi
SKL Kemudaha
n Dikerjakan
SKL Kestabilan
Lereng
SKL Kestabilan
Pondasi
SKL Ketersediaa
n Air
SKL Untuk Drainase
SKL Terhadap
Erosi
SKL Pembuangan Limbah
SKL Bencana
Alam
Kemampuan Lahan
Bobot: 5 Bobot: 1 Bobot: 5 Bobot: 3 Bobot: 5 Bobot: 5 Bobot: 3 Bobot: 0 Bobot: 5 Total Nilai
Bobot x
Nilai
5 1 5 3 5 5 3 0 5 3210 2 10 6 10 10 6 0 10 6415 3 15 9 15 15 9 0 15 9620 4 20 12 20 20 12 0 20 12825 5 25 15 25 25 15 0 25 160
Dari total nilai dibuat beberapa kelas yang memperhatikan nilai minimum dan maksimum total nilai. Dari angka di atas,
nilai minimum yang mungkin diperoleh ada;ah 32 sedangkan nilai maksimum yang dapat diperoleh adalah 160. Dengan
demikian, pengkelasan dari total nilai ini adalah:
1) Kelas a dengan nilai 32 – 58
2) Kelas b dengan nilai 59 – 83
3) Kelas c dengan nilai 84 – 109
4) Kelas d dengan nilai 110 – 134
5) Kelas e dengan nilai 135 – 160
Setiap kelas lahan memiliki kemampuan yang berbeda-beda seperti pada tabel:Total Nilai Kelas Kemampuan Lahan Klasifikasi Pengembangan
32 – 58 Kelas a Kemampuan pengembangan sangat rendah59 – 83 Kelas b Kemampuan pengembangan rendah84 – 109 Kelas c Kemampuan pengembangan sedang
110 – 134 Kelas d Kemampuan pengembangan agak tinggi135 – 160 Kelas e Kemampuan pengembangan sangat tinggi
1) Penentuan klasifikasi kemampuan lahan tidak mutlak berdasarkan
selang nilai, tetapi memperhatikan juga nilai terendah = 1 dari
beberapa satuan kemampuan lahan, yang merupakan nilai penentu
apakah selang nilai tersebut berlaku atai tidak. Dengan demikian
apabila ada daerah atau zona tertentu yang mempunyai selang nilai
cukup tinggi, tetapi karena mempunyai nilai terendah dan
menentukan mungkin saja kelas kemampuan lahannya tidak sama
dengan daerah lain yang memiliki nilai kemampuan lahan yang sama.
2) Klasifikasi kemampuan lahan yang dihasilkan hanya berdasarkan
kondisi fisik apa adanya belum mempertimbangkan hal-hal yang
bersifat non fisik.
4.1.1.1.1 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Morfologi
Tujuan analisis SKL Morfologi adalah memilah bentuk
bentang alam/morfologi pada wilayah dan/atau kawasan
perencanaan yang mampu untuk dikembangkan sesuai dengan
fungsinya. Dalam analisis SKL Morfologi melibatkan data masukan
berupa peta morfologi dan peta kelerengan dengan keluaran peta
SKL Morfologi dengan penjelasannya. Hasil analisis SKL Morfologi
dapat dilihat dalam tabel 4.21 dan Peta 4.9.
Tabel 4.21 Analisis SKL Morfologi
No. Peta Morfologi
Peta Kelerengan
SKL Morfologi Nilai
1. Bergunung > 45 %Kemampuan lahan dari morfologi tinggi
1
2. Berbukit 25 – 45 %Kemampuan lahan dari morfologi cukup
2
3. Bergelombang 15 – 25 %Kemampuan lahan dari morfologi sedang
3
4. Berombak 2 – 15 %Kemampuan lahan dari morfologi kurang
4
5. Landai 0 – 2 %Kemampuan lahan dari morfologi rendah
5
Sumber : Hasil Analisis 2011
Morfologi berarti bentang alam, kemampuan lahan dari
morfologi tinggi berarti kondisi morfologis suatu kawasan
kompleks. Morfologi kompleks berarti bentang alamnya berupa
gunung, pegunungan, dan bergelombang. Akibatnya, kemampuan
pengembangannnya sangat rendah sehingga sulit dikembangkan
dan atau tidak layak dikembangkan. Lahan seperti ini sebaiknya
direkomendasikan sebagai wilayah lindung atau budi daya yang
tak berkaitan dengan manusia, contohnya untuk wisata alam.
Morfologi tinggi tidak bisa digunakan untuk peruntukan ladang dan
sawah. Sedangkan kemampuan lahan dari morfologi rendah berarti
kondisi morfologis tidak kompleks. Ini berarti tanahnya datar dan
mudah dikembangkan sebagai tempat permukiman dan budi daya.
Peta 4.9 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Morfologi
4.1.1.1.2 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kemudahan
Dikerjakan
Tujuan analisis SKL Kemudahan Dikerjakan adalah untuk
mengetahui tingkat kemudahan lahan di wilayah dan/atau kawasan untuk
digali/dimatangkan dalam proses pembangunan/ pengembangan
kawasan. Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa peta
topografi, peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta jenis tanah, peta
penggunaan lahan eksisting, dengan keluaran peta SKL Kemudahan
Dikerjakan dan penjelasannya. Sebelum melakukan analisis SKL
Kemudahan Dikerjakan, terlebih dahulu harus diketahui penjelasan dari
data yang terlibat dalam analisa yaitu jenis tanah (tabel 4.2).
Dalam analisis ini, akan ditinjau faktor pembentukan tanah dari
aspek waktu pembentukkannya di mana tanah merupakan benda alam
yang terus menerus berubah, akibat pelapukan dan pencucian yang terus
menerus. Oleh karena itu tanah akan menjadi semakin tua dan kurus.
Mineral yang banyak mengandung unsur hara telah habis mengalami
pelapukan sehingga tinggal mineral yang sukar lapuk seperti kuarsa.
Karena proses pembentukan tanah yang terus berjalan, maka induk
tanah berubah berturut-turut menjadi tanah muda, tanah dewasa, dan
tanah tua. Tanah Muda ditandai oleh proses pembentukan tanah yang
masih tampak pencampuran antara bahan organik dan bahan mineral
atau masih tampak struktur bahan induknya. Contoh tanah muda adalah
tanah aluvial, regosol dan litosol. Tanah Dewasa ditandai oleh proses
yang lebih lanjut sehingga tanah muda dapat berubah menjadi tanah
dewasa, yaitu dengan proses pembentukan horison B. Contoh tanah
dewasa adalah andosol, latosol, grumosol. Tanah Tua proses
pembentukan tanah berlangsung lebih lanjut sehingga terjadi proses
perubahan-perubahan yang nyata pada horizon-horoson A dan B.
Akibatnya terbentuk horizon A1, A2, A3, B1, B2, B3. Contoh tanah pada
tingkat tua adalah jenis tanah podsolik dan latosol tua (laterit). Hasil
analisis SKL Kemudahan Dikerjakan dapat dilihat dalam tabel 4.22 dan
Peta 4.23.
Tabel 4.22 Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam
Analisis SKL Kemudahan Dikerjakan
No. Jenis Tanah
Sifat Nilai
1. Alluvial Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami perkembangan, berasal dari bahan induk aluvium, tekstur beraneka ragam, belum terbentuk struktur , konsistensi dalam keadaan basah lekat, pH bermacam-macam, kesuburan sedang hingga tinggi. Penyebarannya di daerah dataran aluvial sungai, dataran aluvial pantai dan daerah cekungan (depresi).
5
No. Jenis Tanah
Sifat Nilai
(Suhendar, Soleh)
2. Andosol
Jenis tanah mineral yang telah mengalami perkembangan profil, solum agak tebal, warna agak coklat kekelabuan hingga hitam, kandungan organik tinggi, tekstur geluh berdebu, struktur remah, konsistensi gembur dan bersifat licin berminyak (smeary), kadang-kadang berpadas lunak, agak asam, kejenuhan basa tinggi dan daya absorpsi sedang, kelembaban tinggi, permeabilitas sedang dan peka terhadap erosi. Tanah ini berasal dari batuan induk abu atau tuf vulkanik. (Suhendar, Soleh)
3
3. Gleisol
Tanah yang baru terbentuk, perkembangan horison tanah belum terlihat secara jelas. Tanah entisol umumnya dijumpai pada sedimen yang belum terkonsolidasi, seperti pasir, dan beberapa memperlihatkan horison diatas lapisan batuan dasar. (Djauhari, Noor)
4
4. Grumosol
Tanah mineral yang mempunyai perkembangan profil, agak tebal, tekstur lempung berat, struktur kersai (granular) di lapisan atas dan gumpal hingga pejal di lapisan bawah, konsistensi bila basah sangat lekat dan plastis, bila kering sangat keras dan tanah retak-retak, umumnya bersifat alkalis, kejenuhan basa, dan kapasitas absorpsi tinggi, permeabilitas lambat dan peka erosi. Jenis ini berasal dari batu kapur, mergel, batuan lempung atau tuf vulkanik bersifat basa. Penyebarannya di daerah iklim sub humid atau sub arid, curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun. (Suhendar, Soleh)
2
5. Latosol
Jenis tanah ini telah berkembang atau terjadi diferensiasi horizon, kedalaman dalam, tekstur lempung, struktur remah hingga gumpal, konsistensi gembur hingga agak teguh, warna coklat merah hingga kuning. Penyebarannya di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 300 – 1000 meter, batuan induk dari tuf, material vulkanik, breksi batuan beku intrusi. (Suhendar, Soleh)
2
6. Litosol
Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan profil, batuan induknya batuan beku atau batuan sedimen keras, kedalaman tanah dangkal (< 30 cm) bahkan kadang-kadang merupakan singkapan batuan induk (outerop). Tekstur tanah beranekaragam, dan pada umumnya berpasir, umumnya tidak berstruktur, terdapat kandungan batu, kerikil dan kesuburannya bervariasi. Tanah litosol dapat dijumpai pada segala iklim, umumnya di topografi berbukit, pegunungan, lereng miring sampai curam. (Suhendar, Soleh)
4
7. Mediteran Tanah mempunyai perkembangan profil, solum sedang hingga dangkal, warna coklat hingga merah, mempunyai horizon B argilik, tekstur geluh hingga lempung, struktur gumpal bersudut, konsistensi teguh dan lekat bila basah, pH netral hingga agak basa, kejenuhan basa tinggi, daya absorpsi sedang, permeabilitas sedang dan peka erosi, berasal dari batuan kapur keras (limestone) dan tuf vulkanis bersifat basa. Penyebaran di daerah beriklim sub humid, bulan kering nyata. Curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun, di daerah pegunungan lipatan,
1
No. Jenis Tanah
Sifat Nilai
topografi Karst dan lereng vulkan ketinggian di bawah 400 m. Khusus tanah mediteran merah – kuning di daerah topografi Karst disebut terra rossa. (Suhendar, Soleh)
8. Non Cal 3
9. Regosol
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami diferensiasi horizon, tekstur pasir, struktur berbukit tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH umumnya netral, kesuburan sedang, berasal dari bahan induk material vulkanik piroklastis atau pasir pantai. Penyebarannya di daerah lereng vulkanik muda dan di daerah beting pantai dan gumuk-gumuk pasir pantai. (Suhendar, Soleh)
4
Sumber : Hasil Analisa 2010
IV - 11
Tabel 4.23 Analisis SKL Kemudahan Dikerjakan
No. Peta Morfologi Peta
KelerenganPeta
KetinggianPeta Jenis
Tanah
Peta Penggunaa
n Lahan Eksisting
SKL Kemudahan Dikerjakan
Nilai
1. Perbukitan Terjal > 45 % >3000 m Mediteran Hutan Sangat sulit 1
2.Perbukitan Sedang
25 – 45 % 2000 – 3000 m LatosolPertanian, Perkebunan
Sulit 2
3.Perbukitan Landai
15 – 25 % 1000 – 2000 m Andosolsemak belukar
Cukup mudah 3
4.Medan Bergeombang
2 – 15 % 500 – 1000 m RegosolTegalan, tanah kosong
Mudah 4
5. Landai 0 – 2 % 0 – 500 m Alluvial Permukiman Sangat Mudah 5Sumber : Hasil Analisis 2011
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN & PERDESAANKecamatan Wonorejo & Purwosari
IV - 12
Peta 4.10 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kemudahan Dikerjakan
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN & PERDESAANKecamatan Wonorejo & Purwosari
IV - 13
4.1.1.1.3 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Lereng
Tujuan analisis SKL Kestabilan Lereng adalah untuk mengetahui
tingkat kemantapan lereng di wilayah pengembangan dalam menerima
beban. Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa peta topografi,
peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta jenis tanah, peta
hidrogeologi, peta curah hujan, peta bencana alam (kerentanan gerakan
tanah) dan peta penggunaan lahan, dengan keluaran peta SKL Kestabilan
Lereng dan penjelasannya. Sebelum melakukan analisis SKL Kestabilan
Lereng, terlebih dahulu harus diketahui penjelasan dari data yang terlibat
dalam analisa yaitu jenis tanah (tabel 4.4). Hasil analisis SKL Kestabilan
Lereng dapat dilihat dalam tabel dan Peta 4.24.
Tabel 4.24 Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam
Analisis SKL Kestabilan Lereng
No. Jenis Tanah
Sifat Nilai
1. Alluvial
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami perkembangan, berasal dari bahan induk aluvium, tekstur beraneka ragam, belum terbentuk struktur , konsistensi dalam keadaan basah lekat, pH bermacam-macam, kesuburan sedang hingga tinggi. Penyebarannya di daerah dataran aluvial sungai, dataran aluvial pantai dan daerah cekungan (depresi). (Suhendar, Soleh)
2
2. Andosol
Jenis tanah mineral yang telah mengalami perkembangan profil, solum agak tebal, warna agak coklat kekelabuan hingga hitam, kandungan organik tinggi, tekstur geluh berdebu, struktur remah, konsistensi gembur dan bersifat licin berminyak (smeary), kadang-kadang berpadas lunak, agak asam, kejenuhan basa tinggi dan daya absorpsi sedang, kelembaban tinggi, permeabilitas sedang dan peka terhadap erosi. Tanah ini berasal dari batuan induk abu atau tuf vulkanik. (Suhendar, Soleh)
1
3. Gleisol
Tanah yang baru terbentuk, perkembangan horison tanah belum terlihat secara jelas. Tanah entisol umumnya dijumpai pada sedimen yang belum terkonsolidasi, seperti pasir, dan beberapa memperlihatkan horison diatas lapisan batuan dasar. (Djauhari, Noor)
2
4. Grumosol Tanah mineral yang mempunyai perkembangan profil, agak tebal, tekstur lempung berat, struktur kersai (granular) di lapisan atas dan gumpal hingga pejal di lapisan bawah, konsistensi bila basah sangat lekat dan plastis, bila kering sangat keras dan tanah retak-retak, umumnya bersifat alkalis, kejenuhan basa, dan kapasitas absorpsi tinggi, permeabilitas lambat dan peka erosi. Jenis ini berasal dari batu kapur, mergel, batuan lempung atau tuf vulkanik bersifat basa. Penyebarannya di daerah iklim sub humid atau sub arid, curah hujan
3
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN & PERDESAANKecamatan Wonorejo & Purwosari
IV - 14
No. Jenis Tanah
Sifat Nilai
kurang dari 2500 mm/tahun. (Suhendar, Soleh)
5. Latosol
Jenis tanah ini telah berkembang atau terjadi diferensiasi horizon, kedalaman dalam, tekstur lempung, struktur remah hingga gumpal, konsistensi gembur hingga agak teguh, warna coklat merah hingga kuning. Penyebarannya di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 300 – 1000 meter, batuan induk dari tuf, material vulkanik, breksi batuan beku intrusi. (Suhendar, Soleh)
5
6. Litosol
Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan profil, batuan induknya batuan beku atau batuan sedimen keras, kedalaman tanah dangkal (< 30 cm) bahkan kadang-kadang merupakan singkapan batuan induk (outerop). Tekstur tanah beranekaragam, dan pada umumnya berpasir, umumnya tidak berstruktur, terdapat kandungan batu, kerikil dan kesuburannya bervariasi. Tanah litosol dapat dijumpai pada segala iklim, umumnya di topografi berbukit, pegunungan, lereng miring sampai curam. (Suhendar, Soleh)
4
7. Mediteran
Tanah mempunyai perkembangan profil, solum sedang hingga dangkal, warna coklat hingga merah, mempunyai horizon B argilik, tekstur geluh hingga lempung, struktur gumpal bersudut, konsistensi teguh dan lekat bila basah, pH netral hingga agak basa, kejenuhan basa tinggi, daya absorpsi sedang, permeabilitas sedang dan peka erosi, berasal dari batuan kapur keras (limestone) dan tuf vulkanis bersifat basa. Penyebaran di daerah beriklim sub humid, bulan kering nyata. Curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun, di daerah pegunungan lipatan, topografi Karst dan lereng vulkan ketinggian di bawah 400 m. Khusus tanah mediteran merah – kuning di daerah topografi Karst disebut terra rossa. (Suhendar, Soleh)
3
8. Non Cal 3
9. Regosol
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami diferensiasi horizon, tekstur pasir, struktur berbukit tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH umumnya netral, kesuburan sedang, berasal dari bahan induk material vulkanik piroklastis atau pasir pantai. Penyebarannya di daerah lereng vulkanik muda dan di daerah beting pantai dan gumuk-gumuk pasir pantai. (Suhendar, Soleh)
2
Sumber : Hasil Analisis 2011
Kestabilan lereng artinya wilayah tersebut dapat dikatakan stabil atau
tidak kondisi lahannya dengan melihat kemiringan lereng di lahan
tersebut. Bila suatu kawasan disebut kestabilan lerengnya rendah, maka
kondisi wilayahnya tidak stabil. Tidak stabil artinya mudah longsor,
mudah bergerak yang artinya tidak aman dikembangkan untuk bangunan
atau permukiman dan budidaya. Kawasan ini bisa digunakan untuk hutan,
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN & PERDESAANKecamatan Wonorejo & Purwosari
IV - 15
perkebunan dan resapan air. Sebenarnya satu SKL saja tidak bisa
menentukan peruntukkan lahan apakah itu untuk pertanian, permukiman,
dll. Peruntukkan lahan didapatkan setelah dilakukan overlay terhadap
semua SKL.
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN & PERDESAANKecamatan Wonorejo & Purwosari
IV - 16
Tabel 4.25 Analisis SKL Kestabilan Lereng
No.Peta
Morfologi
Peta Kelerenga
n
Peta Ketinggian
Peta Jenis Tanah
Peta Penggunaan
Lahan Eksisting
Peta Curah Hujan
Peta Hidrogeologi
Peta Kerentanan
Gerakan Tanah
SKL Kestabilan
LerengNilai
1 Bergunung > 45 % >3000 m AndosolTegalan, tanah kosong
> 3000 mm/tahun
Daerah air tanah langka, akifer kecil
Zona I (sangat rawan)
Kestabilan lereng rendah
1
2 Berbukit 25 – 45 %2000 – 3000 m
Regosol, Alluvial
semak belukar1500 –3000 mm/tahun
Setempat akifer produktif
Zona II (rawan)
Kestabilan lereng kurang
2
3Bergelombang
15 – 25 %1000 – 2000 m
Mediteran Hutan1000 – 1500 mm/tahun
Akifer produktif sedang
Zona III (agak rawan)
Kestabilan lereng sedang
3
4 Berombak 2 – 15 % 500 – 1000 m Pertanian, perkebunan
< 1000 mm/tahun
Akifer produktif
Zona IV (aman)
Kestabilan lereng tinggi
4
5 Landai 0 – 2 % 0 – 500 m Latosol PermukimanAkifer produktif tinggi
5
Sumber : Hasil Analisis 2011
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN & PERDESAANKecamatan Wonorejo & Purwosari
IV - 17
Peta 4.11 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Lereng
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN & PERDESAANKecamatan Wonorejo & Purwosari
IV - 18
4.1.1.1.4 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Pondasi
Tujuan analisis SKL Kestabilan Pondasi adalah untuk mengetahui
tingkat kemampuan lahan untuk mendukung bangunan berat dalam
pengembangan perkotaan, serta jenis-jenis pondasi yang sesuai untuk
masing-masing tingkatan. Dalam analisis ini membutuhkan masukan
berupa peta SKL kestabilan lereng, peta jenis tanah, peta kedalaman
efektif tanah, peta tekstur tanah, peta hidrogeologi dan peta penggunaan
lahan eksisting dengan keluaran peta SKL Kestabilan Pondasi dan
penjelasannya. Sebelum melaksanakan analisis SKL Kestabilan pondasi,
harus diketahui terlebih dahulu sifat faktor pendukungnya terhadap
analisis kestabilan pondasi meliputi jenis tanah (tabel 4.26). Hasil analisis
SKL Kestabilan Pondasi dapat dilihat dalam tabel dan Peta 4.27.
Tabel 4.26 Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam
Analisis Kestabilan Pondasi
No. Jenis Tanah
Sifat Nilai
1. Alluvial
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami perkembangan, berasal dari bahan induk aluvium, tekstur beraneka ragam, belum terbentuk struktur , konsistensi dalam keadaan basah lekat, pH bermacam-macam, kesuburan sedang hingga tinggi. Penyebarannya di daerah dataran aluvial sungai, dataran aluvial pantai dan daerah cekungan (depresi). (Suhendar, Soleh)
1
2. Andosol
Jenis tanah mineral yang telah mengalami perkembangan profil, solum agak tebal, warna agak coklat kekelabuan hingga hitam, kandungan organik tinggi, tekstur geluh berdebu, struktur remah, konsistensi gembur dan bersifat licin berminyak (smeary), kadang-kadang berpadas lunak, agak asam, kejenuhan basa tinggi dan daya absorpsi sedang, kelembaban tinggi, permeabilitas sedang dan peka terhadap erosi. Tanah ini berasal dari batuan induk abu atau tuf vulkanik. (Suhendar, Soleh)
2
3. Gleisol
Tanah yang baru terbentuk, perkembangan horison tanah belum terlihat secara jelas. Tanah entisol umumnya dijumpai pada sedimen yang belum terkonsolidasi, seperti pasir, dan beberapa memperlihatkan horison diatas lapisan batuan dasar. (Djauhari, Noor)
2
4. Grumosol Tanah mineral yang mempunyai perkembangan profil, agak tebal, tekstur lempung berat, struktur kersai (granular) di lapisan atas dan gumpal hingga pejal di lapisan bawah, konsistensi bila basah sangat lekat dan plastis, bila kering sangat keras dan tanah retak-retak, umumnya bersifat alkalis, kejenuhan basa, dan kapasitas absorpsi tinggi, permeabilitas lambat dan peka erosi. Jenis ini
3
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN & PERDESAANKecamatan Wonorejo & Purwosari
IV - 19
No. Jenis Tanah
Sifat Nilai
berasal dari batu kapur, mergel, batuan lempung atau tuf vulkanik bersifat basa. Penyebarannya di daerah iklim sub humid atau sub arid, curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun. (Suhendar, Soleh)
5. Latosol
Jenis tanah ini telah berkembang atau terjadi diferensiasi horizon, kedalaman dalam, tekstur lempung, struktur remah hingga gumpal, konsistensi gembur hingga agak teguh, warna coklat merah hingga kuning. Penyebarannya di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 300 – 1000 meter, batuan induk dari tuf, material vulkanik, breksi batuan beku intrusi. (Suhendar, Soleh)
5
6. Litosol
Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan profil, batuan induknya batuan beku atau batuan sedimen keras, kedalaman tanah dangkal (< 30 cm) bahkan kadang-kadang merupakan singkapan batuan induk (outerop). Tekstur tanah beranekaragam, dan pada umumnya berpasir, umumnya tidak berstruktur, terdapat kandungan batu, kerikil dan kesuburannya bervariasi. Tanah litosol dapat dijumpai pada segala iklim, umumnya di topografi berbukit, pegunungan, lereng miring sampai curam. (Suhendar, Soleh)
4
7. Mediteran
Tanah mempunyai perkembangan profil, solum sedang hingga dangkal, warna coklat hingga merah, mempunyai horizon B argilik, tekstur geluh hingga lempung, struktur gumpal bersudut, konsistensi teguh dan lekat bila basah, pH netral hingga agak basa, kejenuhan basa tinggi, daya absorpsi sedang, permeabilitas sedang dan peka erosi, berasal dari batuan kapur keras (limestone) dan tuf vulkanis bersifat basa. Penyebaran di daerah beriklim sub humid, bulan kering nyata. Curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun, di daerah pegunungan lipatan, topografi Karst dan lereng vulkan ketinggian di bawah 400 m. Khusus tanah mediteran merah – kuning di daerah topografi Karst disebut terra rossa. (Suhendar, Soleh)
3
8. Non Cal 3
9. Regosol
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami diferensiasi horizon, tekstur pasir, struktur berbukit tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH umumnya netral, kesuburan sedang, berasal dari bahan induk material vulkanik piroklastis atau pasir pantai. Penyebarannya di daerah lereng vulkanik muda dan di daerah beting pantai dan gumuk-gumuk pasir pantai. (Suhendar, Soleh)
2
Sumber : Hasil Analisa 2010
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN & PERDESAANKecamatan Wonorejo & Purwosari
IV - 20PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN & PERDESAANKecamatan Wonorejo & Purwosari
IV - 21
Tabel 4.27 Analisis SKL Kestabilan Pondasi
No.SKL Kestabilan
LerengPeta Jenis
Tanah Peta HidrogeologiPeta
Tekstur Tanah
Peta Penggunaan
Lahan Eksisting
SKL Kestabilan Pondasi Nilai
1.Kestabilan lereng rendah Alluvial
Daerah air tanah langka, akifer kecil
Kasar (Pasir)
Tegalan, tanah kosong
Daya dukung dan kestabilan pondasi rendah
1
2. Kestabilan lereng kurang
Andosol, Regosol
Setempat akifer produktif
Semak belukar Daya dukung dan kestabilan pondasi kurang
2
3. Kestabilan lereng sedang
Mediteran Akifer produktif sedang
Sedang (lempung)
Hutan 3
4. Kestabilan lereng tinggi
Akifer produktif
Halus (liat)
Pertanian, Perkebunan
Daya dukung dan kestabilan pondasi tinggi
4
5. Latosol Akifer produktif tinggi Permukiman 5
Sumber : Hasil Analisa 2010
Kestabilan pondasi artinya kondisi lahan/wilayah yang mendukung stabil atau tidaknya suatu bangunan atau
kawasan terbangun. SKL ini diperlukan untuk memperkirakan jenis pondasi wilayah terbangun. Kestabilan pondasi tinggi
artinya wilayah tersebut akan stabil untuk pondasi bangunan apa saja atau untuk segala jenis pondasi. Kestabilan
pondasi rendah berarti wilayah tersebut kurang stabil untuk berbagai bangunan. Kestabilan pondasi kurang berarti
wilayah tersebut kurang stabil, namun mungkin untuk jenis pondasi tertentu, bisa lebih stabil, misalnya pondasi cakar
ayam.
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN & PERDESAANKecamatan Wonorejo & Purwosari
IV - 22PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN & PERDESAANKecamatan Wonorejo & Purwosari
IV - 23
Peta 4.12 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Pondasi
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN & PERDESAANKecamatan Wonorejo & Purwosari
IV - 24
4.1.1.1.5 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Ketersediaan Air
Tujuan analisis SKL Ketersediaan Air adalah untuk mengetahui
tingkat ketersediaan air dan kemampuan penyediaan air pada masing-
masing tingkatan, guna pengembangan kawasan. Dalam analisis ini
membutuhkan masukan berupa peta morfologi, peta kelerengan, peta
curah hujan, peta hidrogeologi, peta jenis tanah dan peta penggunaan
lahan eksisting dengan keluaran peta SKL Ketersediaan Air dan
penjelasannya. Sebelum melakukan analisis SKL Ketersediaan Air,
terlebih dahulu harus diketahui penjelasan dari data yang terlibat dalam
analisa yaitu jenis tanah (tabel 4.28). Hasil analisis SKL Ketersediaan Air
dapat dilihat dalam table dan Peta 4.29.
Tabel 4.28 Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam
Analisis SKL Ketersediaan Air
No. Jenis Tanah
Sifat Nilai
1. Aluvial Daya mengikat air kurang,apabila kena hujan akan menjadi lengket dan bila kekeringan akan mengeras. (Rachmiati, Yati).
2
2. Andosol
Tanah Andosol mempunyai sifat fisik yang baik, daya pengikatan air yang sangat tinggi, sehingga selalu jenuh air jika tertutup vegetasi. Sangat gembur, struktur remah atau granuler dengan granulasi yang tak pulih. Permeabilitas sangat tinggi karena mengandung banyak makropori, fraksi lempung sebagian besar alofan dengan berat jenis kurang dari 0,85 dan kandungan bahan organik biasanya tinggi, yaitu antara 8% - 30%.( Sri Damayanti, Lusiana, 2005).
5
3. Gleisol
Jenis tanah ini perkembangannya lebih dipengaruhi oleh faktor lokal, yaitu topografi merupakan dataran rendah atau cekungan, hampir selalu tergenang air, solum tanah sedang, warna kelabu hingga kekuningan, tekstur geluh hingga lempung, struktur berlumpur hingga masif, konsistensi lekat, bersifat asam (pH 4.5 – 6.0), kandungan bahan organik. Ciri khas tanah ini adanya lapisan glei kontinu yang berwarna kelabu pucat pada kedalaman kurang dari 0.5 meter akibat dari profil tanah selalu jenuh air.Penyebaran di daerah beriklim humid hingga sub humid, curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun.(Suhendar, Soleh).
4
4. Grumosol
Tanah Grumosol mempunyai sifat struktur lapisan atas granuler dan lapisan bawah gumpal atau pejal, jenis lempung yang terbanyak montmorillonit sehingga tanah mempunyai daya adsorpsi yang tinggi yang menyebabkan gerakan air dan keadaan aerasi buruk dan sangat peka terhadap erosi. ( Sri Damayanti, Lusiana, 2005).
2
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN & PERDESAANKecamatan Wonorejo & Purwosari
IV - 25
No. Jenis Tanah
Sifat Nilai
5. Latosol
Daya mengikat air kurang,apabila kena hujan akan menjadi lengket dan bila kekeringan akan mengeras dengan struktur remah. (Rachmiati, Yati).
1
6. Litosol
Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan profil, batuan induknya batuan beku atau batuan sedimen keras, kedalaman tanah dangkal (< 30 cm) bahkan kadang-kadang merupakan singkapan batuan induk (outerop). Tekstur tanah beranekaragam, dan pada umumnya berpasir, umumnya tidak berstruktur, terdapat kandungan batu, kerikil dan kesuburannya bervariasi. Tanah litosol dapat dijumpai pada segala iklim, umumnya di topografi berbukit, pegunungan, lereng miring sampai curam. (Suhendar, Soleh).
3
7. Mediteran
Tanah mempunyai perkembangan profil, solum sedang hingga dangkal, warna coklat hingga merah, mempunyai horizon B argilik, tekstur geluh hingga lempung, struktur gumpal bersudut, konsistensi teguh dan lekat bila basah, pH netral hingga agak basa, kejenuhan basa tinggi, daya absorpsi sedang, permeabilitas sedang dan peka erosi, berasal dari batuan kapur keras (limestone) dan tuf vulkanis bersifat basa. Penyebaran di daerah beriklim sub humid, bulan kering nyata. Curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun, di daerah pegunungan lipatan, topografi Karst dan lereng vulkan ketinggian di bawah 400 m. Khusus tanah mediteran merah – kuning di daerah topografi Karst disebut terra rossa. (Suhendar, Soleh).
3
8. Non Cal 2
9. Regosol
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami diferensiasi horizon, tekstur pasir, struktur berbukit tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH umumnya netral, kesuburan sedang, berasal dari bahan induk material vulkanik piroklastis atau pasir pantai. Penyebarannya di daerah lereng vulkanik muda dan di daerah beting pantai dan gumuk-gumuk pasir pantai. (Suhendar, Soleh).
3
Sumber : Hasil Analisis 2010
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN & PERDESAANKecamatan Wonorejo & Purwosari
IV - 26
Tabel 4.29 Analisis SKL Ketersediaan Air
No. Peta Morfologi
Peta Kelerenga
n
Peta Ketinggian
Peta Jenis
Tanah
Peta Penggunaan
Lahan Eksisting
Peta Curah Hujan
Peta Hidrogeologi
SKL Ketersediaan
AirNilai
1. Bergunung > 45 % >3000 m LatosolTegalan, tanah kosong
Daerah air tanah langka, akifer kecil
Ketersediaan air sangat rendah 1
2. Berbukit 25 – 45 % 2000 – 3000 m
Alluvial semak belukar < 1000 mm/tahun
Setempat akifer produktif
Ketersediaan air rendah
2
3.Bergelombang 15 – 25 %
1000 – 2000 m
Mediteran, Regosol Hutan
1000 – 1500 mm/tahun
Akifer produktif sedang
Ketersediaan air sedang 3
4. Berombak 2 – 15 % 500 – 1000 m
Pertanian, perkebunan
1500 –3000 mm/tahun
Akifer produktif Ketersediaan air tinggi
4
5. Landai 0 – 2 % 0 – 500 m Andosol Permukiman > 3000 mm/tahun
Akifer produktif tinggi
5
Sumber : Hasil Analisis 2011
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN & PERDESAANKecamatan Wonorejo & Purwosari
IV - 27
Peta 4.13 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Ketersediaan Air
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN & PERDESAANKecamatan Wonorejo & Purwosari
IV - 28
4.1.1.1.6 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Untuk Drainase
Tujuan analisis SKL untuk Drainase adalah untuk mengetahui
tingkat kemampuan lahan dalam mengalirkan air hujan secara alami,
sehingga kemungkinan genangan baik bersifat lokal maupun meluas
dapat dihindari. Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa peta
morfologi, peta kemiringan lereng, peta topografi, peta jenis tanah, peta
curah hujan, peta kedalaman efektif tanah, dan penggunaan lahan
eksisting dengan keluaran peta SKL untuk Drainase dan penjelasannya.
Sebelum melakukan analisis SKL untuk Drainase, terlebih dahulu harus
diketahui penjelasan dari data yang terlibat dalam analisa yaitu jenis
tanah (tabel 4.30).Hasil analisis SKL untuk Drainase dapat dilihat dalam
tabel dan Peta 4.14.
Tabel 4.30 Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam
Analisis SKL untuk Drainase
No.Jenis
TanahSifat Nilai
1. Aluvial
Merupakan tanah-tanah muda, yang belum mempunyai perkembangan profil, dengan susunan horison A-C atau A-C-R, atau A-R. Tanah ini terbentuk dari bahan aluvium, aluvium-marin, marin, dan volkan. Umumnya pada landform dataran, fluvio-marin, dan volkan. Penampang tanah bervariasi, tekstur lempung berpasir sampai pasir berlempung, dan berlapis-lapis (stratified) atau berselang seling. Adanya perbedaan tekstur berlapis-lapis tersebut menunjukkan proses pengendapan dari limpasan sungai yang berulang; sebagian mengandung kerikil di dalam penampang tanah. Warna tanah coklat tua sampai gelap, drainase buruk sampai cepat, struktur lepas sampai masif, konsistensi gembur dan keras pada kondisi kering. Reaksi tanah umumnya agak netral (pH 7), kadar C organik sangat rendah sampai sedang, kadar P2O5 dan K2O potensial sedang sampai tinggi, basa-basa dapat tukar rendah sampai tinggi dan didominasi oleh Ca dan Mg. KTK tanah rendah, tetapi kejenuhan basanya tinggi. Penggunaan lahan umumnya bervariasi. (Blog TANI MUDA)
1
2. Andosol
Merupakan tanah-tanah muda, yang belum/sedikit mempunyai perkembangan profil, dengan susunan horison A-C, A-C-R. Tanah ini terbentuk dari bahan abu volkan (debu, pasir, dan kerikil). Umumnya terbentuk pada landform volkanik. Penampang tanah dangkal sampai dalam, tekstur lempung berpasir sampai pasir berlempung. Warna tanah coklat tua sampai coklat tua kekuningan, drainase sedang, struktur lepas sampai masif, konsistensi gembur dan keras pada kondisi kering. Reaksi tanah umumnya netral, kadar C organik sangat rendah sampai sedang, kadar P2O5 dan K2O potensial sedang sampai tinggi, basa-basa dapat tukar rendah dan didominasi oleh Ca dan Mg. KTK tanah rendah sampai sedang, tetapi kejenuhan basanya tinggi. Umumnya Andisols di kabupaten Bima beriklim kering (ustic). Penggunaan lahan umumnya tegalan, semak, rumput, belukar, semak, dan hutan. (Blog TANI MUDA)
4
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN & PERDESAANKecamatan Wonorejo & Purwosari
IV - 29
No.Jenis
TanahSifat Nilai
3. Gleisol
Tanah yang baru terbentuk, perkembangan horison tanah belum terlihat secara jelas. Tanah entisol umumnya dijumpai pada sedimen yang belum terkonsolidasi, seperti pasir, dan beberapa memperlihatkan horison diatas lapisan batuan dasar. (Djauhari, Noor)
2
4. Grumosol Jenis tanah grumosol sifat tanahnya mudah longsor dan memiliki drainase buruk. (Kota Probolinggo)
1
5. Latosol
Tanah yang sudah menunjukkan adanya perkembangan profil, dengan susunan horison A-Bw-C pada lahan kering dengan drainase baik, atau susunan horison A-Bg-C pada lahan basah dengan drainase terhambat. Tanah terbentuk dari berbagai macam bahan induk, yaitu tuf volkan masam, tuf volkan intermedier (andesitik), tufa pasiran, dan granodiorit serta skis. Tanah ini mempunyai penyebaran paling luas, menempati grup landform dataran volkan, perbukitan volkan, dan dataran tektonik. Tanah dari bahan volkan intermedier berwarna coklat kemerahan, tekstur lempung berliat sampai liat, penampang dalam, dan struktur cukup baik, konsistensi gembur sampai teguh. Reaksi tanah netral, kadar C dan N organik sangat rendah sampai sedang, kadar P dan K potensial sedang sampai tinggi. Kadar basa-basa dapat tukar didominasi oleh Ca dan Mg, KTK tanah rendah, KTK liat rendah sampai tinggi, dan kejenuhan basa tinggi. Pada landform dataran volkan sifat tanah dipengaruhi oleh bahan induknya. Tanah penampang cukup dalam, berwarna coklat kekuningan sampai kemerahan, drainase baik, tekstur halus sampai agak halus, konsistensi gembur sampai teguh, dan reaksi tanah agak masam sampai masam. Sebagian besar telah diusahakan untuk lahan pertanian, seperti persawahan, tegalan dan kebun campuran. Sisanya masih berupa semak belukar dan hutan. (Blog TANI MUDA)
5
6. Litosol
Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan profil, batuan induknya batuan beku atau batuan sedimen keras, kedalaman tanah dangkal (< 30 cm) bahkan kadang-kadang merupakan singkapan batuan induk (outerop). Tekstur tanah beranekaragam, dan pada umumnya berpasir, umumnya tidak berstruktur, terdapat kandungan batu, kerikil dan kesuburannya bervariasi. Tanah litosol dapat dijumpai pada segala iklim, umumnya di topografi berbukit, pegunungan, lereng miring sampai curam. (Suhendar, Soleh).
3
7. Mediteran Sama dengan inceptisol/latosol 58. Non Cal 2
9. Regosol
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami diferensiasi horizon, tekstur pasir, struktur berbukit tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH umumnya netral, kesuburan sedang, berasal dari bahan induk material vulkanik piroklastis atau pasir pantai. Penyebarannya di daerah lereng vulkanik muda dan di daerah beting pantai dan gumuk-gumuk pasir pantai. (Suhendar, Soleh).
2
Sumber : Hasil Analisa 2010
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN & PERDESAANKecamatan Wonorejo & Purwosari
IV - 30
Tabel 4.31 Analisis SKL Untuk Drainase
No. Peta Morfologi Peta Kelerengan
Peta Ketinggian
Peta Jenis Tanah
Peta Curah Hujan
Peta Penggunaan Lahan Eksisting
SKL Drainase
Nilai
1. Bergunung > 45 % >3000 m Andosol PermukimanDrainase tinggi
5
2. Berbukit 25 – 45 % 2000 – 3000 m Alluvial, Regosol < 1000 mm/tahun
Tegalan, tanah kosong
4
3. Bergelombang 15 – 25 % 1000 – 2000 m Mediteran 1000 – 1500 mm/tahun
Pertanian, perkebunan
Drainase cukup
3
4. Berombak 2 – 15 % 500 – 1000 m 1500 –3000 mm/tahun
HutanDrainase kurang
2
5. Landai 0 – 2 % 0 – 500 m Latosol > 3000 mm/tahun
semak belukar 1
Sumber : Hasil Analisa 2010
Drainase berkaitan dengan aliran air, serta mudah tidaknya air mengalir. Drainase tinggi artinya aliran air mudah
mengalir atau mengalir lancar. Drainase rendah berarti aliran air sulit dan mudah tergenang.
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN & PERDESAANKecamatan Wonorejo & Purwosari
IV - 31
Peta 4.14 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Untuk Drainase
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN & PERDESAANKecamatan Wonorejo & Purwosari
IV - 32
4.1.1.1.7 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Erosi
Tujuan analisis SKL Terhadap Erosi adalah untuk mengetahui daerah-
daerah yang mengalami keterkikisan tanah, sehingga dapat diketahui tingkat
ketahanan lahan terhadap erosi serta antispasi dampaknya pada daerah yang
lebih hilir. Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa peta morfologi,
peta kemiringan lereng, peta jenis tanah, peta hidrogeologi, peta tekstur
tanah, peta curah hujan dan peta penggunaan lahan eksisting dengan
keluaran peta SKL Terhadap Erosi dan penjelasannya. Sebelum melakukan
analisis SKL Terhadap Erosi, terlebih dahulu harus diketahui penjelasan dari
data yang terlibat dalam analisa yaitu jenis tanah. Hasil analisis SKL
Ketersediaan Air dapat dilihat dalam tabel dan Peta 4.15.
Tabel 4.32 Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam
Analisis SKL Terhadap Erosi
No. Jenis Tanah
Sifat Nilai
1. Aluvial Jenis-jenis tanah yang tidak peka terhadap erosi: Aluvial GleisolJenis tanah yang agak peka erosi: LatosolJenis tanah dengan kepekaan sedang: Non Cal MediteranJenis tanah yang peka terhadap erosi: Andosol GrumosolJenis tanah yang sangat peka erosi: Regosol Litosol
5
2. Andosol 2
3. Gleisol 5
4. Grumosol 2
5. Latosol 4
6. Litosol 1
7. Mediteran 3
8. Non Cal 3
9. Regosol 1
Sumber : Hasil Analisa 2010
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN & PERDESAANKecamatan Wonorejo & Purwosari
IV - 33
Tabel 4.33 Analisis SKL Terhadap Erosi
No. Peta Morfologi
Peta Kelerenga
n
Peta Jenis Tanah
Peta Hidrogeologi
Peta Tekstur Tanah
Peta Curah Hujan
Peta Penggunaan
Lahan Eksisting
SKL Erosi Nilai
1. Bergunung > 45 % RegosolDaerah air tanah langka, akifer kecil
Kasar (Pasir)
> 3000 mm/tahun semak belukar Erosi tinggi 1
2. Berbukit 25 – 45 % AndosolSetempat akifer produktif
1500 –3000 mm/tahun
Tegalan, tanah kosong
Erosi cukup tinggi 2
3.Bergelombang 15 – 25 % Mediteran
Akifer produktif sedang
Sedang (lempung)
1000 – 1500 mm/tahun
Pertanian, perkebunan Erosi sedang 3
4. Berombak 2 – 15 % Latosol Akifer produktif
Halus (liat)
< 1000 mm/tahun
Permukiman Erosi sangat rendah
4
5. Landai 0 – 2 % Alluvial Akifer produktif tinggi
Hutan Tidak ada erosi 5
Sumber : Hasil Analisa 2010
Erosi berarti mudah atau tidaknya lapisan tanah terbawa air atau angin. Erosi tinggi berarti lapisan tanah mudah
terkelupas dan terbawa oleh angin dan air. Erosi rendah berarti lapisan tanah sedikit terbawa oleh angin dan air. Tidak
ada erosi berarti tidak ada pengelupasan lapisan tanah.
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN & PERDESAANKecamatan Wonorejo & Purwosari
IV - 34
Peta 4.15 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Erosi
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN & PERDESAANKecamatan Wonorejo & Purwosari
IV - 35
4.1.1.1.8 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Pembuangan Limbah
Tujuan analisis SKL Pembuangan Limbah adalah untuk mengetahui
mengetahui daerah-daerah yang mampu untuk ditempati sebagai lokasi
penampungan akhir dan pengeolahan limbah, baik limbah padat maupun
cair. Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa peta morfologi,
peta kemiringan, peta topografi, peta jenis tanah, peta hidrogeologi, peta
curah hujan dan peta penggunaan lahan eksisting dengan keluaran peta
SKL Pembuangan Limbah dan penjelasannya. Sebelum melakukan
analisis SKL Pembuangan Limbah, terlebih dahulu harus diketahui
penjelasan dari data yang terlibat dalam analisa yaitu jenis tanah. Hasil
analisis SKL Pembuangan Limbah dapat dilihat dalam tabel dan Peta 4.8.
Tabel 4.34 Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam
Analisis SKL Pembuangan Limbah
No. Jenis Tanah
Sifat Nilai
1. Aluvial Dalam penilaian ini digunakan kepekaan terhadap erosi dimana jenis tanah untuk lokais pembuangan limbah harus tidak peka terhadap erosi.
Jenis-jenis tanah yang tidak peka terhadap erosi: Aluvial GleisolJenis tanah yang agak peka erosi: LatosolJenis tanah dengan kepekaan sedang: Non Cal MediteranJenis tanah yang peka terhadap erosi: Andosol GrumosolJenis tanah yang sangat peka erosi: Regosol Litosol
5
2. Andosol 2
3. Gleisol 5
4. Grumosol 2
5. Latosol 4
6. Litosol 1
7. Mediteran 3
8. Non Cal 3
9. Regosol 1
Sumber : Hasil Analisa 2010
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN & PERDESAANKecamatan Wonorejo & Purwosari
IV - 36
Tabel 4.35 Analisis SKL Pembuangan Limbah
No.
Peta Morfologi
Peta Kelerenga
n
Peta Ketinggian
Peta Jenis
Tanah
Peta Hidrogeolo
gi
Peta Curah Hujan
Peta Penggunaan
Lahan Eksisting
SKL Pembuangan
Limbah
Nilai
1. Bergunung > 45 % >3000 m RegosolAkifer produktif tinggi
> 3000 mm/tahun Hutan Kemampuan lahan
untuk pembuangan limbah kurang
1
2. Berbukit 25 – 45 % 2000 – 3000 m
Andosol Akifer produktif
1500 –3000 mm/tahun
Pertanian, perkebunan
2
3. Bergelombang
15 – 25 % 1000 – 2000 m
Mediteran
Akifer produktif sedang
1000 – 1500 mm/tahun
Permukiman
Kemampuan lahan untuk pembuangan limbah sedang
3
4. Berombak 2 – 15 %500 – 1000 m Latosol
Setempat akifer produktif
< 1000 mm/tahun Semak belukar
Kemampuan lahan untuk pembuangan limbah cukup
4
5. Landai 0 – 2 % 0 – 500 m Alluvial
Daerah air tanah langka, akifer kecil
Tegalan, tanah kosong
5
Sumber : Hasil Analisa 2010
SKL pembuangan limbah adalah tingkatan untuk memperlihatkan wilayah tersebut cocok atau tidak sebagai lokasi
pembuangan. Analisa ini menggunakan peta hidrologi dan klimatologi. Kedua peta ini penting, tapi biasanya tidak ada
data rinci yang tersedia. SKL pembuangan limbah kurang berarti wilayah tersebut kurang/tidak mendukung sebagai
tempat pembuangan limbah.
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN & PERDESAANKecamatan Wonorejo & Purwosari
IV - 37PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN & PERDESAANKecamatan Wonorejo & Purwosari
IV - 38
Peta 4.16 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Pembuangan Limbah
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) KAWASAN PERKOTAAN & PERDESAANKecamatan Wonorejo & Purwosari
4.1.1.1.9 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Bencana
Alam
Tujuan analisis SKL terhadap Bencana Alam adalah untuk
mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam menerima bencana alam
khususnya dari sisi geologi, untuk menghindari/mengurangi kerugian dari
korban akibat bencana tersebut. Dalam analisis ini membutuhkan
masukan berupa peta peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta
topografi, peta jenis tanah, peta tekstur tanah, peta curah hujan, peta
bencana alam (kerentanan gerakan tanah) dan peta penggunaan lahan
eksisting dengan keluaran peta SKL Terhadap Bencana Alam dan
penjelasannya. Analisis SKL terhadap Bencana Alam juga
mengikutsertakan analisis terhadap jenis tanah yang sama dengan SKL
Terhadap Erosi. Hasil analisis SKL Terhadap Bencana Alam dapat dilihat
dalam tabel dan Peta 4.9.
Tabel 4.36 Analisis SKL Terhadap Bencana Alam
No.
Peta Morfologi
Peta Kelerenga
n
Peta Ketinggian
Peta Jenis
Tanah
Peta Penggunaa
n Lahan Eksisting
Peta Curah Hujan
Peta Tekstur Tanah
Peta Kerentanan
Gerakan Tanah
SKL Bencana Alam
Nilai
1. Bergunung > 45 % >3000 m Regosol Tegalan, tanah kosong
> 3000 mm/tahun
Kasar (Pasir)
Zona I (sangat rawan)
Potensi bencana alam tinggi
1
2. Berbukit 25 – 45 %2000 – 3000 m Andosol
semak belukar
1500 –3000 mm/tahun
Zona II (rawan) 2
3.Bergelombang 15 – 25 %
1000 – 2000 m Mediteran Hutan
1000 – 1500 mm/tahun
Sedang (lempung)
Zona III (agak rawan)
Potensi bencana alam cukup 3
4. Berombak 2 – 15 % 500 – 1000 m
Latosol Pertanian, perkebunan
< 1000 mm/tahun Halus (liat)
Zona IV (aman) Potensi bencana
alam kurang4
5. Landai 0 – 2 % 0 – 500 m Alluvial Permukiman 5Sumber : Hasil Analisa 2010
SKL bencana alam merupakan overlay dari peta-peta bencana alam, meliputi:
Peta rawan longsor (kerentanan gerakan tanah)
Jadi, morfologi gunung dan perbukitan dinilai tinggi ada peta rawan bencana gunung api dan longsor. Sedangkan lereng
data yang dialiri sungai dinilai tinggi pada rawan bencana banjir. Penentuan kelas pada rawan bencana ini ada lima.
Kelas 1 artinya rawan bencana alam dan kelas 5 artinya tidak rawan bencana alam.
Peta 4.17 Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Bencana Alam