ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

53
ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN BERACUN SKRIPSI Putri Sindangsari Kinasih 1113094000019 PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020 M / 1441 H

Transcript of ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

Page 1: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA

DI LINGKUNGAN BERACUN

SKRIPSI

Putri Sindangsari Kinasih

1113094000019

PROGRAM STUDI MATEMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020 M / 1441 H

Page 2: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA

DI LINGKUNGAN BERACUN

Skripsi

Diajukan kepada

Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta

Fakultas Sains dan Teknologi

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam

Memperoleh Gelar Sarjana Matematika (S.Mat)

Oleh:

Putri Sindangsari Kinasih

1113094000019

PROGRAM STUDI MATEMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020 M / 1441 H

Page 3: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

ii

PERNYATAAN

Page 4: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Page 5: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan untuk orang tuaku tercinta yang selalu

menyayangiku

(Alm)Bapak Ronin Hidayat dan Ibu Siti Afifah

Page 6: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

v

MOTTO

ل تحزن ان الل معنا

(QS At-Taubah 9:40)

Page 7: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala

limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Analisis Kestabilan Mangsa Pemangsa di Lingkungan

Beracun”. Tak lupa shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi

Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabat, serta para pengikutnya yang

selalu istiqomah sampai akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan karena dukungan

dan bantuan dari beberapa pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis

mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah ikut andil

dalam penyelesaian skripsi ini, khususnya kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud, sebagai Dekan Fakultas

Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. IbuDr.Suma’inna,M.Si,sebagaiketuaprogramstudiMatematikaFakultas

Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Irma Fauziah, M.Sc, sebagai Sekretaris Program Studi Matematika

Fakultas Sains dan Teknologi UIN Jakarta dan sebagai motivator penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Irma Fauziah, M.Sc, selaku Pembimbing I yang telah memberikan ilmu

pengetahuan, pengarahan, bimbingan, inspirasi dan motivasi, waktu,

tenaga, serta pikirannya untuk membantu penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

5. Bapak Muhamad Manaqib,M.Sc, selaku Pembimbing II yang telah

memberikan ilmu pengetahuan, pengarahan, bimbingan, inspirasi dan

motivasi, waktu, tenaga, serta pikirannya untuk membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Page 8: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

vii

6. Ibu Yanne Irene,M.Si, selaku Penguji I dan Bapak Muhaza Liebenlito, M.Si

selaku Penguji II yang telah memberikan masukan dan saran yang

membangun dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Segenap ibu dan bapak dosen Program Studi Matematika yang telah

memberikan ilmu dan pengalaman kepada penulis selama masa studi.

8. Kedua orang tua penulis, (Alm) Bapak Ronin Hidayat dan Ibu Siti Afifah

yang tak pernah berhenti memberikan cinta dan kasih sayang. Penulis

ucapkan banyak terima kasih atas semangat dan dukungan baik moril

ataupun materil. Sungguh, gelar ini saya persembahkan untuk kalian yang

amat saya sayangi.

9. Keluarga penulis Mba Khapsoh, Mba Ayu, (Alm) Mba Cika dan Ayi, yang

juga selalu mendampingi, mendoakan dan memberikan motivasi penulis

untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

10. Teman-teman baik penulis saat kuliah Elly Nurmaidah, Ainul Munawaroh,

Ilva Mediana, dan khususnya untuk Mulyanah dan Rafika Puspa Wardana

teman seperjuangan menyelesaikan tugas akhir, terimakasih atas doa,

motivasi dan bantuan yang telah diberikan sehingga penulis dapat

meyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman Himatika tekhusus angkatan 2013 a.k.a Cypress Family.

12. Serta seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, semoga bantuan

dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis dapat dibalas oleh Allah

SWT.

Akhir kata semoga tulisan ini dapat bermanfaat banyak bagi penulis lain

khususnya dan bagi semua pembaca pada umumnya.

Jakarta, April 2020

Penulis

Putri Sindangsari Kinasih

Page 9: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

Page 10: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

ix

ABSTRAK

Putri Sindangsari Kinasih, Analisis Kestabilan Mangsa Pemangsa Di Lingkungan

Beracun. Dibawah bimbingan Irma Fauziah,M.Sc dan Muhamad

Manaqib,M.Sc

Musuh alami merupakan hal terpenting dalam siklus rantai makanan, musuh alami

juga sangat dibutuhkan dalam dunia pertanian, yaitu dalam hal mengendalikan

jumlah populasi hama. Dalam tulisan ini, dibentuk suatu model mangsa pemangsa

pada lingkungan yang beracun. Model matematika terdiri atas empat komponen

spesies yakni populasi hama wereng (mangsa), populasi kumbang (pemangsa),

konsentrasi racun pada organisme, dan konsentrasi racun pada lingkungan.

Menggunakan fungsi Holling Tipe II setelah di bentuk sistem persamaan

diferensialnya kemudian mencari titik ekuilibrium dan menganalisis kestabilan

titik-titiknya. Hasilnya diperoleh 4 titik ekuilibrium yang selanjutnya titik – titik

tersebut dianalisis syarat-syarat nilai parameternya untuk mencapai titik

ekuilibrium yang stabil.

Kata kunci: Mangsa Pemangsa, Fungsi Respons Holling II, Fungsi Logistik

Lingkungan Beracun.

Page 11: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

x

ABSTRACT

Putri Sindangsari Kinasih, Stability Analysis of Predator Prey in Toxic

Environments. Under the guidance of Irma Fauziah, M.Sc and Muhamad

Manaqib, M.Sc

Natural enemies are the most important thing in the food chain cycle, natural

enemies are also very needed in agriculture, namely in terms of controlling the

population of pests. In this paper, a predator model is formed in a toxic

environment. The mathematical model consists of four species components namely

population of plant hopper (prey), beetle population (predator), concentration of

poison in organisms, and concentration of poison in the environment. Using the

Holling Type II function after a differential equation system is formed, it then looks

for equilibrium points and analyzes the stability of the points. The result is obtained

4 equilibrium points which then these points are analyzed the conditions of the

parameter values to reach a stable equilibrium point.

Keywords: Predator Prey, Holling II Response Function, Logistics Function, Toxic

Environment.

Page 12: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………….…………….ii

PERNYATAAN .................................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii

PERSEMBAHAN ................................................................................................ iv

MOTTO ................................................................................................................. v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ................................................. viii

ABSTRAK ............................................................................................................ ix

ABSTRACT ........................................................................................................... x

DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi

DAFTAR LAMBANG ....................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ................................................................................................ 3

1.3 Tujuan Penellitian ................................................................................................... 3

1.4 Batasan masalah ...................................................................................................... 3

1.5 Maanfaat penelitian ................................................................................................. 3

BAB II DASAR TEORI ....................................................................................... 4

2.1 Nilai Eigen dan Vektor Eigen ................................................................................. 4

2.2 Persamaan Diferensial............................................................................................. 4

2.3 Sistem Persamaan Diferensial Linier ...................................................................... 5

2.4 Sistem Persamaan Diferensial Nonlinear ................................................................ 7

2.5 Titik ekuilibrium ..................................................................................................... 7

2.6 Kestabilan Sistem Persamaan Diferensial Non Linear ........................................... 8

2.7 Model Mangsa Pemangsa ..................................................................................... 10

2.8 Fungsi Respons Holling ........................................................................................ 11

2.9 Model Pertumbuhan Logistik ................................................................................ 13

Page 13: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

xii

BAB III MODEL MATEMATIKA MANGSA PEMANGSA DI

LINGKUNGAN BERACUN .............................................................................. 14

3.1 Asumsi Model ....................................................................................................... 14

3.2 Variabel Dan Parameter ........................................................................................ 14

3.3 Titik Ekuilibrium Model ....................................................................................... 20

BAB IV ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA PEMANGSA DI

LINGKUNGAN BERACUN .............................................................................. 24

4.1 Analisis Kestabilan Titik Ekuilibrium .................................................................. 24

4.1.1 Analisis Kestabilan Titik Ekuilibrium 𝑻𝑬𝟏(𝟎, 𝟎, 𝒗∗, 𝒔∗) .................................. 27

4.1.2 Analisis Kestabilan Titik Ekuilibrium 𝑻𝑬𝟐(𝟎, 𝒚∗, 𝒗∗, 𝒔∗)................................. 28

4.1.3 Analisis Kestabilan Titik Ekuilibrium 𝑻𝑬𝟑(��, ��, 𝒗∗, 𝒔∗) .................................. 30

4.1.4 Analsisi Kestabilan Titik Ekuilibrium𝑻𝑬𝟒(��, 𝟎, 𝒗∗, 𝒔∗) ................................... 32

BAB V PENUTUP .............................................................................................. 34

5.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 34

5.2 Saran ..................................................................................................................... 35

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 35

LAMPIRAN ........................................................................................................ 37

Page 14: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

xiii

DAFTAR LAMBANG

𝑋(𝑡) : Jumlah individu populasi mangsa pada waktu ke - 𝑡

𝑌(𝑡) : Jumlah individu populasi pemangsa pada waktu ke - 𝑡

𝑆(𝑡) : Konsentrasi racun pada organisme pada waktu ke - 𝑡

𝑉(𝑡) : Konsentrasi racun pada lingkungan pada waktu ke – 𝑡

𝑟 : Tingkat pertumbuhan relatif mangsa

𝐾 : Daya dukung lingkungan pada populasi mangsa

𝑟𝑦 : Tingkat pertumbuhan relatif pemangsa

𝐾𝑦 : Daya dukung lingkungan pada populasi pemangsa

𝛼 : Tingkat pencarian dan penangkapan mangsa oleh pemangsa

ℎ : Tingkat penangkapan dan pencernaan pemangsa

𝑀 : Laju kematian alami pada populasi mangsa

𝑈 : Laju kematian alami pada populasi pemangsa

𝑄 : Tingkat konsentrasi racun pada lingkungan

𝜌1 :Tingkat kematian populasi mangsa akibat menyerap racun pada

lingkungan

𝑒 : Pengubahan konsumsi mangsa ke dalam kelahiran pemangsa

𝜌2 :Tingkat kematian populasi pemangsa akibat menyerap racun pada

lingkungan

𝛾 : Konsentrasi racun pada lingkungan yang hilang akibat terserap mangsa

dan pemangsa

𝜇 : Konsentrasi racun pada lingkungan yang hilang secara alami

𝑏 : Laju penambahan racun dari proses memakan makanan

𝜃 : Tingkat hilangnya konsentrasi racun setelah memakan makanan secara

alami

Page 15: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

xiv

Page 16: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

اظ الب حربم و الف س ادفىالب ر ه ر الذيع ملوال ع لهمي رجعون ٤١-ك س ب تا يدىالناسليذيق همب عض

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat)

perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar-Rum

30:41)

Dalam hal proses ekologis, predasi adalah salah satu kemungkinan bentuk

transfer energi dari hewan hidup ke hewan hidup yang lain. Dalam hal perilaku,

predasi adalah proses di mana seekor binatang (pemangsa) menangkap dan

membunuh binatang lain (mangsa) sebelum memakan mangsanya sebagian atau

seutuhnya [1]

Perlakuan teoretis definitif pertama mengenai dinamika populasi terdapat pada

Essay on the Principle of Population karya Thomas Malthus (1798), Malthus

berpendapat bahwa walaupun populasi bertumbuh secara logaritma, sumber daya

alam yang menjadi sumber kehidupan mereka, tetap konstan atau hanya bertambah

secara aritmatika. Dengan demikian, tuntutan untuk sumber daya alam pada

akhirnya akan melampaui suplai dan pertumbuhan populasi, karena bergantung

pada suplai sumber daya alam akan berhenti. Kemudian, Verhulst (1838)

mengubah “prinsip populasi” menjadi model matematika, berupa persamaan

logistik. Elements of Physical Biology oleh Lotka (1925) adalah kemajuan

berikutnya dalam teori dinamika populasi. Lotka tidak hanya menurunkan

persamaan logistik yang dia sebut sebagai “hukum pertumbuhan populasi” dari

prinsip pertama, tapi dia juga mengajukan model interaksi tropik (pemangsa-

mangsa) pertama. Namun, bukannya mengembangkan model pemangsa-mangsa

dengan mengembangkan “hukum” logistikmenjadi dua spesies, Lotka, dan tak

Page 17: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

2

lama setelah itu, Volterra (1928), mengadopsi prinsip kimia mengenai tindakan

massal. Dengan kata lain, dia berasumsi bahwa respos populasi akan proposional

dengan produk dari kepadatan biomassa mereka. Kontribusi utama lainnya pada

teori interaksi pemangsa dan mangsa adalah penambahan fungsi respons pemangsa.

Solomon (1949) dan Holling (1959, 1966) berpendapat bahwa, karena pemangsa

hanya dapat menghadapi sejumlah mangsa terbatas pada satu unit waktu, tingkat

kematian mangsa harus merupakan fungsi nonlinear dari kepadatan mangsa [2].

Wereng cokelat (Nilaparvata Lugens stål ) merupakan salah satu hama yang

paling banyak merusak tanaman padi dan merugikan petani. Menurut Baehaki [3]

hama wereng cokelat di samping merusak langsung dengan mengisap cairan sel

tanaman, hama wereng juga sebagai vektor penularan penyakit virus kerdil hampa,

virus kerdil rumput tipe I, virus kerdil rumput tipe II. Salah satu cara yang ditempuh

untuk membasmi hama ini adalah dengan penggunaan pestisida. Namun

penggunaan pestisida sering kali memnyebabkan kematian musuh alami hama

wereng salah satu musuh alaminya yaitu kumbang (Menochilus Sexmaculatus)

Studi tentang mangsa pemangsa telah banyak dipelajari dan dikembangkan.

Berberapa diantaranya mengenai mangsa pemangsa di lingkungan beracun seperti

yang telah dibahas oleh Q.Huang dkk [4] tentang dampak racun lingkungan

terhadap dinamika mangsa pemangsa, Sinha dkk [5] meneliti dengan asumsi

pertumbuhan mangsa dan pemangsa mengikuti pertumbuhan logistik dan infeksi

pada mangsa dipengaruhi dari lingkungan dengan pola SIS (susceptible, infectible,

susceptible) juga penelitian oleh Irham [6],[7] dengan populasi berupa satu mangsa

dan dua pemangsa.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis bermaksud melakukan penelitian serupa

namun membahas tentang interaksi mangsa pemangsa di lingkungan yang beracun

dengan satu mangsa dan satu pemangsa . Penelitian ini bertujuan untuk membentuk

model matematika yang bisa dijadikan alat untuk mengetahui proses dinamika

antara pemangsa dan mangsa serta menganalisa penyebaran hama pada waktu

tertentu.

Page 18: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

3

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana membentuk model mangsa pemangsa dengan satu mangsa dan

satu pemangsa di lingkungsn beracun?

2. Bagaimana menyelidiki kestabilan titik ekuilibrium model tersebut?

1.3 Tujuan Penellitian

Adapun tujuan penelitian ini yaitu:

1. Mengkaji model satu mangsa pemangsa di lingkungan beracun

2. Menyelidiki kestabilan titik ekuilibrium model mangsa pemangsa di

lingkungan beracun

1.4 Batasan masalah

Pada penelitian ini hanya menganalisis model mangsa pemangsa lingkungan yang

beracun dengan satu mangsa dan satu pemangsa dengan menggunakan fungsi

Holling tipe II dan fungsi logistic.

1.5 Maanfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu dijadikan referensi untuk penelitian mengenai

model mangsa pemangsa di lingkungan beracun. Hasil dari penelitian ini semoga

bisa dikembangkan dalam penelitian selanjutnya dengan menambahkan beberapa

data atau metode lainnya

Page 19: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

4

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Nilai Eigen dan Vektor Eigen

Definisi 2.1[8]

Jika 𝐴 adalah sebuah matriks 𝑛 × 𝑛, maka sebuah vector taknol 𝑥 pada 𝑅𝑛 disebut

vector eigen dari 𝐴 jika 𝐴𝑥 adalah sebuah kelipatan skala dari 𝑥; jelasnya

𝐴𝑥 = 𝜆𝑥

untuk skalar sebarang 𝜆. Skalar 𝜆 disebut nilai eigen dari 𝐴, dan 𝑥 disebut sebagai

vector eigen dari 𝐴 yang terkait dengan 𝜆 .

Untuk memperoleh nilai eigen dari sebuah matriks 𝐴, 𝑛 × 𝑛, persamaan 𝐴x =

λx dituliskan kembali sebagai

𝐴x = λIx

atau secara ekuivalen,

(λI − 𝐴)x = 0 (2. 1)

Agar 𝜆 dapat menjadi nilai eigen, harus terdapat solusi taknol. Persamaan (2.1)

memiliki solusi taknol jika dan hanya jika

det(λI − 𝐴) = 0 (2. 2)

Persamaan (2.2) disebut persamaan karakteristik matriks 𝐴. Skalar – scalar

yang memenuhi persamaaan ini adalah nilai-nilai eigen 𝐴. Apabila diperluas lagi,

determinan det(λI − 𝐴) adalah sebuah polinomial 𝑝 dalam variable 𝜆 yang disebut

sebagai polinomial karakteristik matriks 𝐴.

2.2 Persamaan Diferensial

Persamaan Diferensial adalah suatu persamaan yang memuat suatu turunan atau

lebih pada suatu fungsi. Sebuah persamaan differensial dikatakan persamaan

Page 20: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

5

diferensial biasa jika semua turunannya terlibat oleh satu variable bebas. Dan

disebut persamaan diferensial parsial jika terdapat suatu turunan terlibat dengan dua

atau lebih variable bebas[9]

Order pada persamaan differensial adalah turunan tertinggi yang terjadi di

dalam suatu persamaan . Urutan persamaan diferensial adalah sama dengan jumlah

konstanta yang terdapat dalam solusi umumnya [10]

Contoh Persamaan differensial orde 1

𝑑𝑦

𝑑𝑡− 𝑦 = 0

yang mempunyai solusi umum 𝑦 = 𝐶1𝑒𝑡 yang terdapat hanya 1 constanta acak 𝐶1.

Sedangkan contoh persamaan differensial orde kedua

𝑑2𝑦

𝑑𝑡2− 𝑦 = 0

adalah persamaan differensial order 2 yang solusi umumnya adalah 𝑦 =

𝐶1 cosh 𝑡 + 𝐶2 sinh 𝑡 yang memuat 2 konstanta acak

2.3 Sistem Persamaan Diferensial Linier

Sistem persamaan diferensial orde satu dengan 𝑛 persamaan dan 𝑛 buah fungsi

yang tidak diketahui 𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛 dapat ditulis sebagai

��(𝑡) = 𝑓(𝑥(𝑡), 𝑡) (2. 3)

dengan

𝑥 = (𝑥1⋮𝑥𝑛

) , 𝑓(𝑥) = (𝑓1(𝑥(𝑡))

⋮𝑓𝑛(𝑥(𝑡))

)

Jika masing-masing fungsi 𝑓1, 𝑓2, … , 𝑓𝑛 pada persamaan merupakan fungsi

linier dari variabel bebas 𝑡 dan variabel tak bebas 𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛 , maka sistem

tersebut disebut sistem persamaan diferensial linier. Jika 𝑥(𝑡) merupakan variabel

tak bebas dengan variabel bebas 𝑡 , 𝑥′(𝑡) atau ��(𝑡 ) adalah turunan dari 𝑥(𝑡)

terhadap 𝑡 dan 𝑎(𝑡) adalah koefisien dari 𝑥(𝑡) , maka sistem dari 𝑛 persamaan

diferensial linear orde n dapat ditulis dalam bentuk

Page 21: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

6

𝑎11𝑥 + 𝑎12𝑥′ +⋯+ 𝑎1(𝑛−1)𝑥

𝑛−1 + 𝑎1𝑛𝑥𝑛 = 𝑓1(𝑡)

𝑎21𝑥 + 𝑎22𝑥′ +⋯+ 𝑎2(𝑛−1)𝑥

𝑛−1 + 𝑎2𝑛𝑥𝑛 = 𝑓2(𝑡)

𝑎𝑛1𝑥 + 𝑎𝑛2𝑥′ +⋯+ 𝑎𝑛(𝑛−1)𝑥

𝑛−1 + 𝑎𝑛𝑛𝑥𝑛 = 𝑓𝑛(𝑡)

Sistem dari 𝑛 persamaan diferensial linear orde satu adalah

��1(𝑡) = 𝑥′1(𝑡)

= 𝑎11(𝑡)𝑥1(𝑡) + 𝑎12(𝑡)𝑥2(𝑡) + ⋯+ 𝑎1𝑛(𝑡)𝑥𝑛(𝑡)

+ 𝑓1(𝑡)

��2(𝑡) = 𝑥′2(𝑡)

= 𝑎21(𝑡)𝑥1(𝑡) + 𝑎22(𝑡)𝑥2(𝑡) + ⋯+ 𝑎2𝑛(𝑡)𝑥𝑛(𝑡)

+ 𝑓2(𝑡)

��𝑛(𝑡) = 𝑥′𝑛(𝑡)

= 𝑎𝑛1(𝑡)𝑥1(𝑡) + 𝑎𝑛2(𝑡)𝑥2(𝑡) + ⋯+ 𝑎𝑛𝑛(𝑡)𝑥𝑛(𝑡)

+ 𝑓𝑛(𝑡)

(2. 4)

Sistem (2.4) dapat ditulis dalam bentuk matriks

(

��1(𝑡)

��2(𝑡)⋮

��𝑛(𝑡))

= (

𝑎11(𝑡) 𝑎12(𝑡) ⋯

𝑎11(𝑡) 𝑎22(𝑡) ⋯⋮ ⋮ ⋱

) =

(

𝑥1(𝑡)

𝑥2(𝑡)⋮

𝑥𝑛(𝑡))

+

(

𝑓1(𝑡)𝑓2(𝑡)⋮

𝑓𝑛(𝑡))

Yang dapat ditulis dalam bentuk

��(𝑡) = Α(t)x(t) + f(t). (2. 5)

Jika fungsi 𝑓(𝑡) = 0, maka sistem (2.5) dikatakan homogen yang dapat ditulis

��(𝑡) = Α(t)x(t).

Jika koefisien sistem merupakan konstanta, maka Sistem (2.5) dapat ditulis

dalam bentuk

Page 22: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

7

(

��1(𝑡)

��2(𝑡)⋮

��𝑛(𝑡))

= (

𝑎11 𝑎12 ⋯ 𝑎𝑛𝑎11 𝑎22 ⋯ 𝑎𝑛⋮ ⋮ ⋱ 𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑎𝑛 … 𝑎𝑛

)

(

𝑥1(𝑡)

𝑥2(𝑡)⋮

𝑥𝑛(𝑡))

Yang secara singkat dapat ditulis

��(𝑡) = Αx(t).

2.4 Sistem Persamaan Diferensial Nonlinear

Jika masing-masing fungsi 𝑓1, 𝑓2, … , 𝑓𝑛 pada persamaan (2.3) bukan fungsi

linear dari variabel bebas 𝑡 dan variabel tak bebas 𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛 , maka sistem

tersebut disebut sistem persamaan nonlinear. Sistem otonomus yang berisikan

persamaan-persamaan diferensial nonlinear orde satu dapat ditulis dalam bentuk

𝑑𝑥1𝑑𝑡

= 𝑓1(𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛)

𝑑𝑥2𝑑𝑡

= 𝑓2(𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛)

𝑑𝑥𝑛𝑑𝑡

= 𝑓𝑛(𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛)

(2. 6)

2.5 Titik ekuilibrium

Solusi ekuilibrium terhadap sistem persamaan diferensial yang mana setiap

persamaan diferensial tidak secara eksplisit bergantung pada variabel indepent

(biasanya, t) adalah solusi konstan dari sistem tersebut. Sehingga solusi ekuilibrium

dari 𝑥′1 = 𝑓1(𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛), 𝑥′2 = 𝑓2(𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛),… , 𝑥

′𝑛 = 𝑓𝑛(𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛)

ditemukan dengan menyelesaikan sistem 𝑓1(𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛) = 0, 𝑥′2 =

𝑓2(𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛) = 0,… , 𝑓𝑛(𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛) = 0 untuk 𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛 [11]

Definisi 2.5. [12]

Diberikan persamaan differensial orde 1

Page 23: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

8

x = f (x) (2. 7)

solusinya dengan kondisi awal 𝑥(0) = 𝑥0, akan ditunjukkan oleh 𝑥(𝑡, 𝑥0), vector

�� yang menyatakan 𝑓(��) = 0 disebut dengan titik ekuilibrium.

Kestabilan titik ekuilibrium :

1. Sebuah titik ekuilibrium �� dikatakan stabil jika untuk setiap 휀 > 0

terdapat 𝛿 > 0 sedemikian sehingga jika ‖𝑥0 − ��‖ < 𝛿 maka

‖𝑥(𝑡, 𝑥0) − ��‖ < 휀 untuk setiap 𝑡 ≤ 0

2. Sebuah titik ekuilibrium 𝑥 dikatakan stabil asimtotis jika titik tersebut

stabil dan selain itu terdapat 𝛿1 > 0 sedemikian sehingga

lim𝑡→∞

‖𝑥(𝑡, 𝑥0) − ��‖ = 0 memenuhi ‖𝑥0 − ��‖ < 𝛿1

3. Sebuah titik ekuilibrium 𝑥 dikatakan tidak stabil jka titik tersebut tidak

stabil

2.6 Kestabilan Sistem Persamaan Diferensial Non Linear

Misalkan diberikan sistem persamaan nolinear seperti pada (2.6), maka sistem

tersebut dapat diselesaikan dengan menggunakan ekspansi Taylor di sekitar titik

ekuilibrium �� = (��1, ��2, … , ��𝑛), yaitu

𝑑𝑥1𝑑𝑡

= 𝑓1(x) +𝜕𝑓1(x)

𝜕𝑥1(𝑥1 − ��1) + ⋯+

𝜕𝑓1(x)

𝜕𝑥𝑛(𝑥𝑛 − ��𝑛)

+ 1

2

𝜕2𝑓1(x)

𝜕𝑥12(𝑥𝑛 − ��𝑛)

2 +⋯

𝑑𝑥2𝑑𝑡

= 𝑓2(x) +𝜕𝑓2(x)

𝜕𝑥1(𝑥1 − ��1) + ⋯+

𝜕𝑓2(x)

𝜕𝑥𝑛(𝑥𝑛 − ��𝑛)

+ 1

2

𝜕2𝑓2(x)

𝜕𝑥12(𝑥𝑛 − ��𝑛)

2 +⋯

𝑑𝑥𝑛𝑑𝑡

= 𝑓𝑛(x) +𝜕𝑓𝑛(x)

𝜕𝑥1(𝑥1 − ��1) + ⋯+

𝜕𝑓𝑛(x)

𝜕𝑥𝑛(𝑥𝑛 − ��𝑛)

+ 1

2

𝜕2𝑓𝑛(x)

𝜕𝑥12(𝑥𝑛 − ��𝑛)

2 +⋯

Page 24: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

9

Linierisasi Sistem (2.6) di sekitar titik ekuilibrium �� = (��1, ��2, … , ��𝑛)

dilakukan dengan cara mengabaikan suku-suku yang pangkatnya lebih dari satu

pada hasil ekspansi deret Taylor di sekitar titik tersebut. Suku-suku yang

mempunyai pangkat lebih dari satu pada Sistem (2.4) diabaikan, sehingga diperoleh

𝑑𝑥1𝑑𝑡

= 𝑓1(x) +𝜕𝑓1(x)

𝜕𝑥1(𝑥1 − ��1) + ⋯+

𝜕𝑓1(x)

𝜕𝑥𝑛(𝑥𝑛 − ��𝑛)

𝑑𝑥2𝑑𝑡

= 𝑓2(x) +𝜕𝑓2(x)

𝜕𝑥1(𝑥1 − ��1) + ⋯+

𝜕𝑓2(x)

𝜕𝑥𝑛(𝑥𝑛 − ��𝑛)

𝑑𝑥𝑛𝑑𝑡

= 𝑓𝑛(x) +𝜕𝑓𝑛(x)

𝜕𝑥1(𝑥1 − ��1) + ⋯+

𝜕𝑓𝑛(x)

𝜕𝑥𝑛(𝑥𝑛 − ��𝑛)

(2. 8)

Persamaan (2.4) dapat ditulis dalam bentuk

(

𝑑𝑥1

𝑑𝑡𝑑𝑥2

𝑑𝑡

⋮𝑑𝑥𝑛

𝑑𝑡 )

=

(

𝜕𝑓1(x)

𝑑𝑥1

𝜕𝑓1(x)

𝑑𝑥2⋯

𝜕𝑓1(x)

𝑑𝑥𝑛

𝜕𝑓2(x)

𝑑𝑥1

𝜕𝑓2(x)

𝑑𝑥2⋯

𝜕𝑓2(x)

𝑑𝑥𝑛

⋮𝜕𝑓𝑛(x)

𝑑𝑥1

⋮𝜕𝑓𝑛(x)

𝑑𝑥2

⋯𝜕𝑓1(x)

𝑑𝑥1 )

(

𝑥1 − ��1𝑥2 − ��2⋮

𝑥𝑛 − ��𝑛

) (2. 9)

Misalkan

𝑣1 = 𝑥1 − ��1, 𝑣2 = 𝑥2 − ��2, … , 𝑣𝑛 = 𝑥𝑛 − ��𝑛 (2. 10)

sehingga diperoleh

𝑑𝑣1𝑑𝑡

=𝑑𝑥1𝑑𝑡,𝑑𝑣2𝑑𝑡

=𝑑𝑥2𝑑𝑡, … ,

𝑑𝑣𝑛𝑑𝑡

=𝑑𝑥𝑛𝑑𝑡

(2. 11)

Substitusikan Persamaan (2.10) dan (2.11) ke Sistem (2.9), sehingga Sistem (2.12)

dapat ditulis

𝑑𝑣1𝑑𝑡

= 𝑓1(x) +𝜕𝑓1(x)

𝜕𝑥1𝑣1 +⋯+

𝜕𝑓1(x)

𝜕𝑥𝑛𝑣𝑛 (2. 12)

Page 25: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

10

𝑑𝑣2𝑑𝑡

= 𝑓2(x) +𝜕𝑓2(x)

𝜕𝑥1𝑣1 +⋯+

𝜕𝑓2(x)

𝜕𝑥𝑛𝑣𝑛

𝑑𝑣𝑛𝑑𝑡

= 𝑓𝑛(x) +𝜕𝑓𝑛(x)

𝜕𝑥1𝑣1 +⋯+

𝜕𝑓𝑛(x)

𝜕𝑥𝑛𝑣𝑛

atau

𝑑x

𝑑𝑡= 𝐽(��1, ��2,… ,��𝑛)𝑣 (2. 13)

Sistem (2.12) merupakan hasil linierisasi dari Sistem (2.6) di sekitar titik

ekuilibrium �� = (��1, ��2, … , ��𝑛). Matriks 𝐽(��1, ��2,… ,��𝑛) pada Sistem (2.13) disebut

matriks Jacobian di sekitar titik ekuilibrium �� = (��1, ��2, … , ��𝑛).

Sifat kestabilan titik ekuilibrium suatu sistem nonlinier dengan sifat ke

stabilan sistem linierisasinya dijelaskan dalam teorema berikut

Teorema 2.6[13]

Diberikan matriks Jacobian 𝐽(��1, ��2,… ,��𝑛) dari sistem (2.12)

1. Jika semua bagian real nilai eigen dari matriks 𝐽(��1, ��2,… ,��𝑛) bernilai

negatif, maka titik ekuilibrium �� = (��1, ��2, … , ��𝑛) dari Sistem Nonlinier

(2.6) stabil asimtotik lokal.

2. Jika terdapat paling sedikit satu nilai eigen dari matriks 𝐽(��1, ��2,… ,��𝑛)

bernilai positif, maka titik ekuilibrium �� = (��1, ��2, … , ��𝑛) dari Sistem

Nonlinear (2.6) tidak stabil.

2.7 Model Mangsa Pemangsa

Jika 𝑋(𝑡) dan 𝑌(𝑡) adalah jumlah mangsa dan pemangsa, dinamika

populasi dideskripsikan dengan dua persamaan turunan

𝑑𝑋

𝑑𝑇= (𝑟 − 𝛼𝑌)𝑋

Page 26: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

11

𝑑𝑌

𝑑𝑇= (𝑒𝛼𝑋 −𝑚)𝑌

di mana 𝑟 adalah tingkat pertumbuhan mangsa per kapita, 𝛼 adalah tingkat

pencarian dan penangkapan satu pemangsa untuk satu mangsa sehingga 𝛼𝑋 adalah

tingkat konsumsi mangsa per pemangsa, 𝑒 adalah tingkat yang mana tingkat

mangsa yang dikonsumi dikonversi menjadi kelahiran pemangsa, dan 𝑚 adalah

tingkat kematian pemangsa. Model di atas, yang diformulasikan secara independent

oleh Alfred Lotka, kini dikenal sebagai model mangsa-pemangsa Lotka-

Volterra.Untuk jumlah populasi awal 𝑋(0) dan 𝑌(0) , model ini memprediksi

jumlah mangsa 𝑋(𝑡) dan pemangsa 𝑌(𝑡) di masa depan.

Model Lotka-Volterra mengasumsikan bahwa tingkat konsumsi mangsa oleh

pemangsa berkaitan erat dengan jumlah mangsa. Ini berarti pemangsa dibatasi oleh

jumlah mangsa di lingkungan. Meskipun ini mungkin masuk akal jika kepadatan

mangsa rendah, asumsi ini tidak masuk akal jika kepadatan mangsa tinggi dan

jumlah pemangsa terbatas oleh waktu dan hal-hal lain. Kebutuhan untuk deskripsi

yang lebih realistis muncul dari karya eksperimental G. F. Gausee mengenai

interatksi mangsa-pemangsa Protista. Dia mengamati bahwa untuk menjalaskan

pengamatan ekspreimentalnya, kebergantungan fungsi linear model Lotka-Volterra

harus diganti dengan fungsi nonlinear [14].

2.8 Fungsi Respons Holling

C. S. Holling memperkenalkan tiga tipe respons fungsional. Fungsi respons tipe

I adalah yang paling mirip dengan fungsi respons linear Lotka-Volterra, tapi

respons tersebut membuat asumsi batas maksimal pada tingkat konsumsi 𝑓𝐼(𝑋) =

min {𝛼 X, 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡𝑎} di mana konstanta adalah tingkat konsumsi mangsa saat

jumlah mangsa sangat tinggi. Fungsi respons ini ditemukan pada pemangsa pasif

yang tidak aktif berburu.

Fungsi respons tipe II membuat asumsi bahwa pemangsa terbatas oleh jumlah

yang tersedia pada waktu 𝑇 . Selama masa ini, pemangsa diasumsikan sedang

mencari mangsa (untuk 𝑇𝑠 unit) atau menangani mangsa (untuk 𝑇ℎ unit). Jika

tingkat pencarian pemangsa adalah 𝛼 dan X adalah jumlah kepadatan mangsa pada

Page 27: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

12

saat ini, maka tingkat papasan antara pemangsa yang sedang berburu dengan

mangsa adalah 𝛼X. Jika menangani satu mangsa membutuhkan unit waktu ℎ, maka

𝑇ℎ = ℎ 𝛼 X 𝑇𝑠 . Sehingga, 𝑇 = 𝑇𝑠 + 𝑇ℎ = 𝑇𝑠(1 + ℎ 𝛼 X) dan jumlah mangsa yang

dikonsumsi oleh pemangsa selama masa 𝑇 adalah

𝑓II(𝑋) =𝛼 X 𝑇𝑠𝑇

=𝛼X

1 + ℎ𝛼X

yang merupakan fungsi respons Holling tipe II.

Fungsi respons Holling tipe II membuat asumsi bahwa tingkat pencarian

pemangsa 𝛼 independen dengan kepadatan mangsa. Namun, ada beberapa proses

ekologikal yang dapat membuat parameter ini menjadi sebuah fungsi dari

banyaknya mangsa, yaitu 𝛼(X). Proses ini termasuk, misalnya, ketidakmampuan

pemangsa untuk menangkap mangsa secara efektif pada tingkat kepadatan yang

rendah, pemangsa belajar (memangsa), mencari gambaran (mangsa), pemangsa

bergonta-ganti mangsa, dll. Saat disubtitusikan ke fungsi respons Holling tipe II,

kompleksitas ini dapat mengubah bentuk cekungan pada fungsi respons menjadi

bentuk sigmoid. Fungsi respons Sigmond disebut fungsi respons Holling tipe III.

Prototipe fungsi respons tersebut didapatkan saat 𝛼 digantikan oleh 𝛼𝑋𝜇−1 pada

fungsi respons Holling tipe II, yang kemudian mengarah kepada bentuk tertentu

dari fungsi respons Holling tipe III

𝑓𝐼𝐼𝐼(𝑋) = 𝛼𝑋𝜇

1 + 𝛼h𝑋𝜇

Untuk 𝜇 = 1, fungsi respons di atas serupa dengan fungsi respons Holling tipe II,

sementara untuk 𝜇 > 1 tingkat pencarian predator meningkat sejalan dengan

peningkatan kepadatan mangsa [14].

Gambar 2. 1 Tiga tipe fungsi respons Holling (panel kiri (a), Tipe I; (b), Tipe II;

(c), Tipe III) 𝑹𝒄𝒓𝒊𝒕 di panel (c) adalah kepadatan kritis mangsa saat fungsi respons

mulai stabil.

Page 28: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

13

Gambar 2. 2 Bentuk pertumbuhan populasi untuk spesies dengan generasi yang

berkelanjutan.

A: Pertumbuhan populasi eksponensial pada lingkungan dengan sumber daya yang

tidak terbatas.

B: pertumbuhan populasi logistic pada lingkungan dengan sumber daya terbatas.

2.9 Model Pertumbuhan Logistik

Pertumbuhan populasi tidak dapat terus berlanjut hingga tak terbatas karena

sumber daya yang ada pada lingkungan tempatnya tinggal terbatas. Model

pertumbuhan populasi yang menunjukkan pertumbuhan di lingkungan terbatas

yang paling umum adalah persamaan logistik (biasanya disebut persamaan logistik

Verhulst-Pearl) yang memiliki limit maksimal pada kapasitas daya dukung (𝐾) dari

lingkungan tersebut:

𝑑𝑋

𝑑𝑇= 𝑟𝑋(1 −

𝑋

𝐾)

di mana 𝑟 adalah tingkat pertumbuhan intrinsik dan (1 −𝑋

𝐾) mewakili efek

individual pada populasi yang sama bersaing untuk mendapat sumber daya. Kurva

pertumbuhan adalah bentuk sigmoid. Tingkat perubahahn pada ukuran populasi

adalah yang tertinggi pada ukuran populasi rendah dan memiliki nilai nol setelah

populasi mencapai kapasitas daya dukung. Model pertumbuhan logistik Verhulst-

Pearl mengasumsikan ukuran populasi pada waktu 𝑇 hanya tergantung pada

kondisi pada 𝑇, 𝐾 adalah konstanta, dan setiap individual baru mengurangi tingkat

peningkatan popoulasi dengan 1

𝐾, menyebabkan penurunan pada 𝑟 m

enjadi fungsi linear 𝑋. Pada setiap nilai awal 𝑋 model tersebat akan mendekati 𝐾

secara monoton [15]

Page 29: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

14

BAB III

MODEL MATEMATIKA MANGSA PEMANGSA DI

LINGKUNGAN BERACUN

3.1 Asumsi Model

Asumsi pembentukan model mangsa pemangsa dilingkungan beracun dapat

disusun sebagai berikut:

1. Populasi pemangsa dan mangsa diasumsikan tertutup artinya tidak terjadi

migrasi dalam populasi mangsa dan pemangsa.

2. Terjadi interaksi antara mangsa dan pemangsa.

3. Pertumbuhan populasi mangsa dan pemangsa mengikuti pertumbuhan

logistik.

4. Pemangsaan pemangsa pada kelas mangsa menggunakan responsHolling

tipe II.

5. Pertumbuhan populasi pemangsa bergantung pada pertumbuhan populasi

mangsa.

6. Kematian mangsa karena faktor alam diperhitungkan.

7. Populasi mangsa pemangsa dapat berkurang karena menyerap racun.

8. Tingkat masuknya konsentrasi racun pada lingkungan bernilai konstan.

3.2 Variabel Dan Parameter

Variabel dan parameter untuk model mangsa pemangsa dilingkungan beracun

diberikan pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2

Tabel 3. 1. Daftar variabel model mangsa pemangsa di lingkungan

beracun

No Variabel Definisi Syarat Satuan

1 𝑋(𝑡) Jumlah individu populasi mangsa pada

waktu ke - 𝑡 𝑋(𝑡) ≥ 0 Ekor

Page 30: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

15

2 𝑌(𝑡) Jumlah individu populasi pemangsa pada

waktu ke - 𝑡 𝑌(𝑡) ≥ 0 Ekor

3 𝑆(𝑡) Konsentrasi racun pada organisme pada

waktu ke - 𝑡 𝑆(𝑡) ≥ 0 Massa

4 𝑉(𝑡) Konsentrasi racun pada lingkungan pada

waktu ke – 𝑡 𝑉(𝑡) ≥ 0 Massa

Tabel 3. 2 Daftar parameter model mangsa pemangsa di lingkungan

beracun

No Parameter Definisi Syarat Satuan

1 𝑟 Tingkat pertumbuhan relatif mangsa 𝑟 > 0 1

hari

2 𝐾 Daya dukung lingkungan pada mangsa 𝐾 > 0 Ekor

3 𝑟𝑦 Tingkat pertumbuhan relatif pemangsa 𝑟𝑦 > 0 1

hari

4 𝐾𝑦 Daya dukung lingkungan pada pemangsa 𝐾𝑦 > 0 Ekor

5 𝛼 Tingkat pencarian dan penangkapan

mangsa oleh pemangsa 𝛼 ≥ 0

1

hari

6 ℎ Tingkat penangkapan dan pencernaan

pemangsa ℎ ≥ 0

1

hari

7 𝑀 Tingkat kematian alami pada mangsa 𝑀 ≥ 0 1

hari

8 𝑈 Tingkat kematian alami pada pemangsa 𝑈 ≥ 0 1

hari

9 𝑄 Laju penambahan konsentrasi racun pada

lingkungan 𝑞 ≥ 0 Massa

10 𝜌1 Tingkat kematian mangsa karena racun 𝜌1 ≥ 0 1

hari

11 𝑒 Pengubahan konsumsi mangsa ke

kelahiran pemangsa 𝑒 ≥ 0 -

12 𝜌2 Tingkat kematian pemangsa karena racun 𝜌2 ≥ 0 1

hari

Page 31: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

16

13 𝛾

Tingkat konsentrasi racun pada

lingkungan yang hilang akibat terserap

mangsa pemangsa

𝛾 ≥ 0 Massa

14 𝜇 Tingkat konsentrasi racun pada

lingkungan yang hilang secara alami 𝜇 ≥ 0 Massa

15 𝑏 Laju penambahan racun dari proses

memakan makanan oleh orgsnisme 𝑏 ≥ 0 Massa

16 𝜃 Tingkat konsentrasi racun pada organisme

yang hilang secara alami 𝜃 ≥ 0 Massa

Diagram transfer model mangsa pemangsa di lingkungan beracun adalah

sebagai berikut:

Pertumbuhan mangsa diasumsikan mengikuti model logistik ketika tidak ada

interaksi antara mangsa pemangsa, dengan daya dukung sebesar 𝐾 dan tingkat

pertumbuhan relatifnya sebesar r sehingga mangsa mengalami pertumbuhan

dengan laju 𝑟𝑋 (1 −𝑋

𝐾). Ketika terdapat interaksi antara pemangsa dan mangsa

sebesar 𝑓(𝑋), maka pertumbuhan mangsa akan berkurang sebesar 𝑓(𝑋)𝑌 yang

merupakan laju perkalian antara fungsi respons Holling tipe II dengan populasi

pemangsa 𝑌 menjadi 𝑓(𝑋)𝑌 =𝛼𝑋𝑌

1+ℎ𝛼𝑋.

𝑟𝑋(1 −𝑋

𝐾)

𝜌1𝑋𝑆 𝜌2𝑌𝑆 𝛼𝑋𝑌

(1 + ℎ𝛼𝑋)

𝑀𝑋 𝑈𝑌 𝑟𝑦𝑌(1 −

𝑌

𝐾𝑦)

X Y V

𝜇𝑉

𝑞

𝛾𝑉

𝜃𝑆 𝑏 S

Gambar 3. 1 Diagram transfer model mangsa pemangsa di lingkungan

beracun

Page 32: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

17

Selanjutnya populasi mangsa mengalami kematian alami dengan laju 𝑀

mengakbatkan populasi mangsa akan berkurang sebesar 𝑀𝑋.Populasi mangsa dan

pemangsa dapat menyerap racun dari lingkungan sekitarnya dan akibat penyerapan

racun tersebut, populasi mangsa mengalami penurunan dengan tingkat 𝜌1 sehingga

populasi mangsa akan berkurang sebesar 𝜌1𝑋𝑆.

𝑑𝑋

𝑑𝑇= 𝑟𝑋(1 −

𝑋

𝐾) −

𝛼𝑋𝑌

1 + ℎ𝛼𝑋− 𝜌1𝑋𝑆 −𝑀𝑋 (3.1)

Penurunan populasi pemangsa terjadi ketika tidak terdapatnya mangsa,

dengan laju kematian alami pemangsa sebesar 𝑈 , mengakibatkan populasi

pemangsa akan berkurang sebesar 𝑈𝑌 .Populasi pemangsa mengalami kenaikan

ketika terdapat mangsa dan terjadi interaksi antara mangsa pemangsa dengan

pertumbuhan populasi pemangsa diasumsikan mengikuti model logistik dengan

keterbatasan daya dukung lingkungan pemangsa 𝐾𝑦 = 𝛼𝑋 yaitu sebanding

dengan jumlah mangsa yang tersedia. Populasi pemangsa akan bertambah dengan

laju 𝑟𝑦𝑌(1 −𝑌

𝐾𝑦) dengan 𝑟𝑦 =

𝛼𝑋𝑒

(1+ℎ𝛼𝑋) yang merupakan respon numerik

menggunakan fungsi Holling tipe II dan 𝑒 adalah pengubahan konsumsi pemangsa

ke dalam kelahiran pemangsa. Kemudian populasi pemangsa akan mengalami

penurunan sebesar 𝜌2𝑌𝑆 karena menyerap racun di lingkungannya.

𝑑𝑌

𝑑𝑇= −𝑈𝑌 + 𝑟𝑦𝑌 (1 −

𝑌

𝐾𝑦) − 𝜌2𝑌𝑆 (3.2)

Tingkat masuknya konsentrasi racun pada lingkungan diasumsikan bernilai

konstan sebesar 𝑞. Tingkat konsentrasi racun pada lingkungan yang hilang diserap

oleh populasi mangsa dan pemangsa sebesar 𝛾, mengakibatkan konsentrasi racun

pada lingkungan mengalami penurunan sebesar 𝛾𝑉. Kemudian konsentrasi racun

pada lingkungan juga mengalami penurunan sebesar 𝜇𝑉, karena konsentrasi racun

hilang secara alami dengan laju sebesar 𝜇.

𝑑𝑉

𝑑𝑇= 𝑞 − (𝛾 + 𝜇)𝑉 (3.3)

Page 33: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

18

Kemudian konsentrasi racun pada organisme mengalami penambahan dari

proses memakan makanan oleh organisme yang bernilai konstan, yaitu dengan laju

sebesar 𝑏 . Tingkat konsentrasi racun akan mengalami kenaikan karena adanya

konsentrasi racun yang diserap oleh mangsa dan pemangsa sebesar 𝛾𝑉 , dan

mengalami penuruna sebesar 𝜃𝑆, karena racun hilang secara alami sebesar 𝜃.

𝑑𝑆

𝑑𝑇= 𝑏 + 𝛾𝑉 − 𝜃𝑆 (3.4)

Model mangsa pemangsa dengan satu pemangsa dan satu mangsa di

lingkungan beracun berdasarkan persamaan (3.1),(3.2),(3.3),(3.4) berupa sistem

persamaan diferensial nonlinear sebagai berikut:

𝑑𝑋

𝑑𝑇 = 𝑟𝑋(1 −

𝑋

𝐾) −

𝛼𝑋𝑌

1+ℎ𝛼𝑋− 𝜌1𝑋𝑆 −𝑀𝑋

(3.5)

𝑑𝑌

𝑑𝑇 = −𝑈𝑌 + 𝑟𝑦𝑌 (1 −

𝑌

𝐾𝑦) − 𝜌2𝑌𝑆

𝑑𝑉

𝑑𝑇 = 𝑞 − (𝛾 + 𝜇)𝑉

𝑑𝑆

𝑑𝑇 = 𝑏 + 𝛾𝑉 − 𝜃𝑆

Dengan syarat awal 𝑋(0) = 𝑋0 , 𝑌(0) = 𝑌0 , 𝑆(0) = 𝑆0 dan 𝑉(0) = 𝑉0

semua parameter diasumsikan bernilai positif. Selanjutnya subtisusikan 𝑟𝑦𝑌 =

𝛼𝑋𝑒𝑌

(1+ℎ𝛼𝑋) dengan 𝐾𝑦 = 𝛼𝑋 menjadi:

𝑑𝑋

𝑑𝑇 = 𝑟𝑋(1 −

𝑋

𝐾) −

𝛼𝑋𝑌

1+ℎ𝛼𝑋− 𝜌1𝑋𝑆 −𝑀𝑋

(3.6)

𝑑𝑌

𝑑𝑇 = −𝑈𝑌 +

𝛼𝑋𝑒𝑌

(1+ℎ𝛼𝑋)−

𝛼𝑋𝑒𝑌2

(1+ℎ𝛼𝑋) 𝛼𝑋− 𝜌2𝑌𝑆

𝑑𝑉

𝑑𝑇 = 𝑞 − (𝛾 + 𝜇)𝑉

𝑑𝑆

𝑑𝑇 = 𝑏 + 𝛾𝑉 − 𝜃𝑆

Page 34: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

19

Persamaan (3.6) dapat ditulis ke dalam bentuk non-dimensiaonal untuk

mengurangi jumlah parameter dengan mendefinisikan variable dan parameter

menggunakan nilai parameter berdasarkan [16] dan [6]sebagai berikut:

𝑡 = 𝑟𝑇 ⟺ 𝑇 =𝑡

𝑟 , 𝑥 =

𝑋

𝑘 ⇔ 𝑋 = 𝐾𝑥 ,

(3.7)

𝑦 =𝑌

𝛼𝐾⇔ 𝑌 = 𝛼𝐾𝑦 , �� =

𝑒

𝛼⇔ 𝑒 = 𝛼�� ,

𝑢 =𝑈

𝑟⇔ 𝑈 = 𝑟𝑢 , ℎ =

𝑟ℎ

𝛼⇔ ℎ =

𝛼 ℎ

𝑟 ,

��1 =𝑛𝜌1

𝑟⇔ 𝜌1 =

𝑟��1

𝑛, ��2 =

𝑛𝜌2

𝑟⇔ 𝜌2 =

𝑟��2

𝑛 ,

𝑠 =𝑆

𝑛⇔ 𝑆 = 𝑛𝑠 , 𝑚 =

𝑀

𝑟⇔𝑀 = 𝑟𝑚 ,

�� =𝜇

𝑟⟺ 𝜇 = 𝑟�� , �� =

𝛾

𝑟⟺ 𝛾 = 𝑟�� ,

𝑣 =𝑉

𝑛⟺ 𝑉 = 𝑛𝑣 , �� =

𝑞

𝑛𝑟⟺ 𝑞 = 𝑛𝑟�� ,

�� =𝑏

𝑛𝑟⟺ 𝑏 = 𝑛𝑟�� , �� =

𝜃

𝑟⟺ 𝜃 = 𝑟 ��,

𝛼 =𝑟��

𝛼𝐾

Kemudian Sistem (3.7) disubtitusikan ke Sistem (3.6) menjadi

𝑑(𝐾𝑥)

𝑑(𝑡𝑟)

= 𝑟(𝐾𝑥)(1 −𝐾𝑥

𝐾) −

𝑟��

𝛼𝐾(𝐾𝑥)(𝛼𝐾𝑦 )

1+𝛼 ℎ

𝑟.𝑟��

𝛼𝐾 (𝐾𝑥)

−𝑟��1

𝑛(𝐾𝑥)(𝑛𝑠) − (𝑟𝑚)(𝐾𝑥)

𝑑(𝛼𝐾𝑦)

𝑑(𝑡𝑟)

= −(𝑟𝑢)(𝛼𝐾𝑦) +𝑟��

𝛼𝐾 (𝐾𝑥)(𝛼��)(𝛼𝐾𝑦)

1+𝛼 ℎ

𝑟.𝑟��

𝛼𝐾 (𝐾𝑥)

−𝑟��

𝛼𝐾 (𝐾𝑥)(𝛼��)(𝛼𝐾𝑦)2

1+𝛼 ℎ

𝑟.𝑟��

𝛼𝐾 (𝐾𝑥) 𝛼(𝐾𝑥)

𝑟��2

𝑛(𝛼𝐾𝑦)(𝑛𝑠)

𝑑(𝑣𝑟)

𝑑(𝑡𝑟)

= 𝑛𝑟�� − (𝑟�� + 𝑟��)𝑛𝑣

𝑑(𝑛𝑠)

𝑑(𝑡𝑟)

= 𝑛𝑟�� + 𝑟��(𝑛𝑣) − 𝑟 ��(𝑛𝑠)

dan dapat disederhanakan menjadi

𝑟𝐾𝑑𝑥

𝑑𝑡 = 𝑟𝐾(𝑥(1 − 𝑥) −

��𝑥𝑦

1+ℎ𝛼𝑥− ��1𝑥𝑠 − 𝑚𝑥)

𝑟𝛼𝐾𝑑𝑦

𝑑𝑡 = 𝑟𝛼𝐾(−𝑢𝑦 +

��𝛼𝑥𝑦

1+ℎ𝛼𝑥−

���� 𝑦2

1+ℎ𝛼𝑥 − ��2𝑦𝑠)

Page 35: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

20

𝑟𝑛𝑑𝑣

𝑑𝑡

= 𝑟𝑛(�� − (�� + ��)𝑣)

𝑟𝑛𝑑𝑠

𝑑𝑡

= 𝑟𝑛(�� + ��𝑣 − ��𝑠)

Kemudian dengan menghilangkan tanda bar dari semua parameter, maka sistem

menjadi

𝑑𝑥

𝑑𝑡

= (𝑥(1 − 𝑥) −𝛼𝑥𝑦

1+ℎ𝛼𝑥− 𝜌1𝑥𝑠 −𝑚𝑥)

(3.8)

𝑑𝑦

𝑑𝑡 = (−𝑢𝑦 +

𝛼𝑒𝑥𝑦

1+ℎ𝛼𝑥−

𝛼𝑒𝑦2

1+ℎ𝛼𝑥 − 𝜌2𝑦𝑠)

𝑑𝑣

𝑑𝑡

= (𝑞 − (𝛾 + 𝜇)𝑣)

𝑑𝑠

𝑑𝑡

=(𝑏 + 𝛾𝑣 − 𝜃𝑠)

Sehingga dapat ditulis ke dalam himpunan

Γ = {(𝑥, 𝑦, 𝑠, 𝑣)𝜖 ℝ ∶ 𝑥 ≥ 0, 𝑦 ≥ 0, 𝑠 ≥ 0, 𝑣 ≥ 0}

3.3 Titik Ekuilibrium Model

Model mangsa pemangsa di lingkungan beracun berupa system persamaan

differensial nonlinier. Sistem (3.8) diselesaikan dengan perilaku disekitar titik

ekuilibrium. Titik ekuilibrium model mangsa pemangsa diperoleh dengan

menetapkan

(𝑥(1 − 𝑥) −𝛼𝑥𝑦

1 + ℎ𝛼𝑥− 𝜌1𝑥𝑠 − 𝑚𝑥) = 0 (3.9)

(−𝑢𝑦 +𝛼𝑒𝑥𝑦

1 + ℎ𝛼𝑥−𝛼𝑒 𝑦2

1 + ℎ𝛼𝑥 − 𝜌2𝑦𝑠) = 0 (3.10)

(𝑞 − (𝛾 + 𝜇)𝑣) = 0 (3.11)

(𝑏 + 𝛾𝑣 − 𝜃𝑠) = 0 (312)

Dari persamaan (3.9) akan diperoleh nilai 𝑥 sebagai berikut:

(𝑥(1 − 𝑥) −𝛼𝑥𝑦

1+ℎ𝛼𝑥− 𝜌1𝑥𝑠 − 𝑚𝑥) = 0

⇔ 𝑥(1 − 𝑥)(1 + ℎ𝛼𝑥) − 𝛼𝑥𝑦 − (𝜌1𝑥𝑠 + 𝑚𝑥)(1 + ℎ𝛼𝑥) = 0

Page 36: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

21

⟺ 𝑥(1 + ℎ𝛼𝑥 − 𝑥 − ℎ𝛼𝑥2) − 𝛼𝑥𝑦 − 𝑥(𝜌1𝑠 +𝑚)(1 + ℎ𝛼𝑥) = 0

⟺ 𝑥(1 + ℎ𝛼𝑥 − 𝑥 − ℎ𝛼𝑥2 − 𝛼𝑦 − 𝜌1𝑠 − 𝜌1𝑠ℎ𝛼𝑥 − 𝑚 −𝑚ℎ𝛼𝑥) = 0

⟺ 𝑥 = 0

atau

⟺−ℎ𝛼𝑥2 + ℎ𝛼𝑥 − 𝑥 − 𝜌1𝑠ℎ𝛼𝑥 − 𝑚ℎ𝛼𝑥 + 1 − 𝛼𝑦 − 𝜌1𝑠 − 𝑚 = 0

⟺ ℎ𝛼𝑥2 − ℎ𝛼𝑥 + 𝑥 + 𝜌1𝑠ℎ𝛼𝑥 + 𝑚ℎ𝛼𝑥 − 1 + 𝛼𝑦 + 𝜌1𝑠 + 𝑚 =

0

⟺ ℎ𝛼𝑥2 − (ℎ𝛼 − 1 − 𝜌1𝑠ℎ𝛼 −𝑚ℎ𝛼)𝑥 − (1 − 𝛼𝑦 − 𝜌1𝑠 −

𝑚) = 0 (3.13)

Dari persamaan (3.10) akan diperoleh nilai 𝑦 sebagai berikut:

(−𝑢𝑦 +𝛼𝑒𝑥𝑦

1+ℎ𝛼𝑥−

𝛼𝑒𝑦2

1+ℎ𝛼𝑥 − 𝜌2𝑦𝑠) = 0

⇔ −𝑢𝑦 (1 + ℎ𝛼𝑥) + 𝛼𝑒𝑥𝑦 − 𝛼𝑒𝑦2 − 𝜌2𝑦𝑠(1 + ℎ𝛼𝑥) = 0

⟺ 𝛼𝑒𝑥𝑦 − 𝛼𝑒𝑦2 − (𝑢𝑦 (1 + ℎ𝛼𝑥) + 𝜌2𝑦𝑠(1 + ℎ𝛼𝑥)) = 0

⟺ 𝑦(𝛼𝑒𝑥 − 𝛼𝑒y − (𝑢𝑦 (1 + ℎ𝛼𝑥) + 𝜌2𝑠(1 + ℎ𝛼𝑥)) = 0

⟺ 𝑦 = 0

atau

⟺ 𝛼𝑒𝑥 − 𝛼𝑒y − (𝑢 + 𝜌2𝑠)(1 + ℎ𝛼𝑥) = 0

⟺ 𝛼𝑒𝑥 − (𝑢 + 𝜌2𝑠)(1 + ℎ𝛼𝑥) = 𝛼𝑒y

⟺𝛼𝑒𝑥−(𝑢+𝜌2𝑠)(1+ℎ𝛼𝑥)

𝛼𝑒= 𝑦

⟺ 𝑥 −(𝑢+𝜌2𝑠)(1+ℎ𝛼𝑥)

𝛼𝑒= 𝑦 (3.14)

Dari persamaan (3.11) diperoleh

𝑣 =𝑞

(𝛾 + 𝜇) (3.15)

Dari persamaan (3.12) diperoleh

Page 37: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

22

𝑠 =𝑏 + 𝛾𝑣

𝜃 (3.16)

Kemudian persamaan (3.15) disubtitusikan ke dalam persamaan

(3.16),diperoleh

𝑠∗ =𝑏 + 𝛾 (

𝑞(𝛾 + 𝜇)

)

𝜃

(3.17)

Berdasarkan uraian tersebut untuk memperoleh titik ekuilibrium 𝑇𝐸1

subtitusikan 𝑥 = 0 dan 𝑦 = 0 ke dalam persamaan (3.15) dan (3.16) diperoleh

𝑇𝐸1 = (0,0,𝑞

(𝛾 + 𝜇),𝑏 + 𝛾 (

𝑞(𝛾 + 𝜇)

)

𝜃) = (0,0, 𝑣∗, 𝑠∗)

Selanjutnya untuk menentukan titik ekuilibrium 𝑇𝐸2 subtitusi 𝑥 = 0 ke

dalam persamaan (3.16)

𝑦 = 𝑥 −(𝑢 + 𝜌2𝑠)(1 + ℎ𝛼𝑥)

𝛼𝑒

⟺ 𝑦 = 0 −(𝑢 + 𝜌2𝑠)(1 + 0)

𝛼𝑒

⇔ �� = −(𝑢 + 𝜌2𝑠)

𝛼𝑒

Sehingga diperoleh 𝑇𝐸2 = (0, ��,𝑞

(𝛾+𝜇),𝑏+𝛾(

𝑞

(𝛾+𝜇))

𝜃) = (0, ��, 𝑣∗, 𝑠∗)

Selanjutnya persamaan (3.15) dikali dengan 1

ℎ𝛼

𝑥2 − (1 − 𝜌1𝑠 − 𝑚 − 1

ℎ𝛼) 𝑥 − (

1 − 𝛼𝑦 − 𝜌1𝑠 − 𝑚

ℎ𝛼) = 0 (3.18)

Persamaan (3.18) merupakan persamaan kuadrat dan memiliki akar-akar

persamaan yaitu

𝑥1,2 = (1 − 𝜌1𝑠 − 𝑚 − 1

ℎ𝛼) ± √(1 − 𝜌1𝑠 − 𝑚 −

1

ℎ𝛼)2 + 4(

1−𝛼𝑦−𝜌1𝑠−𝑚

ℎ𝛼)

Selanjutnya

�� = (1 − 𝜌1𝑠 − 𝑚 − 1

ℎ𝛼) + √(1 − 𝜌1𝑠 − 𝑚 −

1

ℎ𝛼)2 + 4(

1−𝛼𝑦−𝜌1𝑠−𝑚

ℎ𝛼)

Kemudian 𝑥 = �� disubtitusikan ke persamaan (3.16)

Page 38: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

23

𝑥 −(𝑢+𝜌2𝑠)(1+ℎ𝛼𝑥)

𝛼𝑒

⟺ (1− 𝜌1𝑠 − 𝑚 − 1

ℎ𝛼) + √(1 − 𝜌1𝑠 − 𝑚 −

1

ℎ𝛼)2 + 4 (

1−𝛼𝑦−𝜌1𝑠−𝑚

ℎ𝛼) −

(𝑢+𝜌2𝑠)(1+ℎ𝛼𝑥)

𝛼𝑒

⟺ (1− 𝜌1𝑠 − 𝑚 − 1

ℎ𝛼)2

+ (1 − 𝜌1𝑠 − 𝑚 − 1

ℎ𝛼)2

+ 4(1−𝛼𝑦−𝜌1𝑠−𝑚

ℎ𝛼) −

((𝑢+𝜌2𝑠)(1+ℎ𝛼𝑥)

𝛼𝑒)2

⟺ 2(1 − 𝜌1𝑠 − 𝑚 − 1

ℎ𝛼)2

+ 4(1−𝛼𝑦−𝜌1𝑠−𝑚

ℎ𝛼) − (

(𝑢+𝜌2𝑠)(1+ℎ𝛼𝑥)

𝛼𝑒)2

⇔2(1−𝜌1𝑠−𝑚−1)ℎ𝛼)

2

𝛼2ℎ2+

4

ℎ𝛼−4𝑦

ℎ−4𝜌1𝑠

ℎ𝛼−4𝑚

ℎ𝛼−(𝜌2𝑠(1+ℎ𝛼𝑥)+𝑢(1+ℎ𝛼𝑥))

2

𝛼2𝑒2

⇔ℎ

4(2(1−𝜌1𝑠−𝑚−1)ℎ𝛼)

2

𝛼2ℎ2+

4

ℎ𝛼−4𝜌1𝑠

ℎ𝛼−4𝑚

ℎ𝛼−(𝜌2𝑠(1+ℎ𝛼𝑥)+𝑢(1+ℎ𝛼𝑥))

2

𝛼2𝑒2) = ��

dengan ℎ ≠ 0, 𝛼 ≠ 0, 𝑒 ≠ 0

Sehingga diperoleh 𝑇𝐸3 = (��, ��,𝑞

(𝛾+𝜇),𝑏+𝛾(

𝑞

(𝛾+𝜇))

𝜃) = (��, ��, 𝑣∗, 𝑠∗)

Untuk mendapatkan titik ekuilibrium 𝑇𝐸4 subtitusi 𝑦 = 0 ke dalam

persamaan (3.20)

𝑥1,2 = (1 − 𝜌1𝑠 − 𝑚 − 1

ℎ𝛼) ± √(1 − 𝜌1𝑠 − 𝑚 −

1

ℎ𝛼)2 + 4(

1−𝜌1𝑠−𝑚

ℎ𝛼)

Didapatkan

�� = (1 − 𝜌1𝑠 − 𝑚 − 1

ℎ𝛼) + √(1 − 𝜌1𝑠 − 𝑚 −

1

ℎ𝛼)2 + 4(

1 − 𝜌1𝑠 − 𝑚

ℎ𝛼)

Dengan ℎ ≠ 0, 𝛼 ≠ 0

Sehingga diperoleh 𝑇𝐸4 = (��, 0,𝑞

(𝛾+𝜇),𝑏+𝛾(

𝑞

(𝛾+𝜇))

𝜃) = (��, 0, 𝑣∗,s)

Page 39: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

24

BAB IV

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA PEMANGSA DI

LINGKUNGAN BERACUN

4.1 Analisis Kestabilan Titik Ekuilibrium

Kestabilan titik ekuilibrium model diselidiki dari hasil linearisasi Sistem (3.8)

disekitar titik ekuilibriumnya. Sistem (3.8) ditulis kembali menjadi

𝑓1(𝑥, 𝑦, 𝑣, 𝑠) = (𝑥(1 − 𝑥) −𝛼𝑥𝑦

1+ℎ𝛼𝑥− 𝜌1𝑥𝑠 −𝑚𝑥) (4.1)

Page 40: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

25

𝑓2(𝑥, 𝑦, 𝑣, 𝑠) = (−𝑢𝑦 +𝛼𝑒𝑥𝑦

1+ℎ𝛼𝑥−

𝛼𝑒𝑦2

1+ℎ𝛼𝑥 − 𝜌2𝑦𝑠)

𝑓3(𝑥, 𝑦, 𝑣, 𝑠) = (𝑞 − (𝛾 + 𝜇)𝑣)

𝑓4(𝑥, 𝑦, 𝑣, 𝑠) = (𝑏 + 𝛾𝑣 − 𝜃𝑠)

Kemudian persamaan – persamaan pada Sistem (4.1) diturnkan secara parsial

terhadap 𝑥, 𝑦, 𝑣 dan 𝑠

1. Persamaan 𝑓1(𝑥, 𝑦, 𝑣, 𝑠) = (𝑥(1 − 𝑥) −𝛼𝑥𝑦

1+ℎ𝛼𝑥− 𝜌1𝑥𝑠 − 𝑚𝑥 ) diturnkan

secara parsial terhadap 𝑥, 𝑦, 𝑣 dan 𝑠 yaitu

𝜕𝑓1𝜕𝑥

= 𝑥 (𝛼2ℎ𝑦

(𝛼ℎ𝑥+1)2− 2) −

𝛼𝑦

𝛼ℎ𝑥+1−𝑚 − 𝑠𝜌1 + 1

(4.2)

𝜕𝑓1𝜕𝑦

= −𝛼𝑥

𝛼ℎ𝑥+1

𝜕𝑓1𝜕𝑣

= 0

𝜕𝑓1𝜕𝑠

= −𝑥𝜌1

2. Persamaan 𝑓2(𝑥, 𝑦, 𝑣, 𝑠) = (−𝑢𝑦 +𝛼𝑒𝑥𝑦

1+ℎ𝛼𝑥−

𝛼𝑒𝑦2

1+ℎ𝛼𝑥 − 𝜌2𝑦𝑠 )diturnkan

secara parsial terhadap 𝑥, 𝑦, 𝑣 dan 𝑠 yaitu

𝜕𝑓2𝜕𝑥

=𝑒𝛼𝑦(𝛼ℎ𝑦+1)

(𝛼ℎ𝑥+1)2

(4.3)

𝜕𝑓2𝜕𝑦

=𝑒𝛼(𝑥−2𝑦)

𝛼ℎ𝑥+1+ 𝑠(−𝜌2) − 𝑢

𝜕𝑓2𝜕𝑣

= 0

𝜕𝑓2𝜕𝑠

= −𝑦𝜌2

3. Persamaan 𝑓3(𝑥, 𝑦, 𝑣, 𝑠) = (𝑞 − (𝛾 + 𝜇)𝑣) diturnkan secara parsial

terhadap 𝑥, 𝑦, 𝑣 dan 𝑠 yaitu

∂f3∂x

= 0 (4.4)

Page 41: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

26

∂f3∂y

= 0

∂f3∂v

= −(γ + μ)

∂f3∂s

= 0

4. Persamaan 𝑓4(𝑥, 𝑦, 𝑣, 𝑠) = (𝑏 + 𝛾𝑣 − 𝜃𝑠)diturnkan secara parsial terhadap

𝑥, 𝑦, 𝑣 dan 𝑠 yaitu

𝜕𝑓4𝜕𝑥

= 0

(4.5)

𝜕𝑓4𝜕𝑦

= 0

𝜕𝑓4𝜕𝑣

= 𝛾

𝜕𝑓4𝜕𝑠

= −𝜃

Setelah diturunkan kemudian membentuk matriks Jacobian sebagai berikut

𝐽(𝑓(𝑥, 𝑦, 𝑣, 𝑠)) =

(

𝑓1𝑥 𝑓1𝑦 𝑓1𝑣 𝑓1𝑠𝑓2𝑥 𝑓2𝑦 𝑓2𝑣 𝑓2𝑠𝑓3𝑥 𝑓3𝑦 𝑓3𝑣 𝑓3𝑠𝑓4𝑥 𝑓4𝑦 𝑓4𝑣 𝑓4𝑠)

(4.6)

Dengan

𝑓1𝑥 =𝜕𝑓1𝜕𝑥

𝑓1𝑦 =𝜕𝑓1𝜕𝑦

𝑓1𝑣 =𝜕𝑓1𝜕𝑣

𝑓1𝑠 =𝜕𝑓1𝜕𝑠

(4.7)

𝑓2𝑥 =𝜕𝑓2𝜕𝑥

𝑓2𝑦 =𝜕𝑓2𝜕𝑦

𝑓2𝑣 =𝜕𝑓2𝜕𝑣

𝑓2𝑠 =𝜕𝑓2𝜕𝑠

𝑓3𝑥 =𝜕𝑓3𝜕𝑥

𝑓3𝑦 =𝜕𝑓3𝜕𝑦

𝑓3𝑣 =𝜕𝑓3𝜕𝑣

𝑓3𝑠 =𝜕𝑓3𝜕𝑠

𝑓4𝑥 =𝜕𝑓4𝜕𝑥

𝑓4𝑦 =𝜕𝑓4𝜕𝑦

𝑓4𝑣 =𝜕𝑓4𝜕𝑣

𝑓4𝑠 =𝜕𝑓4𝜕𝑠

Page 42: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

27

Persamaan matriks Jacobian (4.6) digunakan untk menganalisis kestabilan titik

ekuilibrium. Kemudian, titik –titik ekuilibrium 𝑇𝐸1, 𝑇𝐸2, 𝑇𝐸3, 𝑇𝐸4 disubtitusikan

ke Persamaan (4.7) untuk menganalisis kestabilannya

4.1.1 Analisis Kestabilan Titik Ekuilibrium 𝑻𝑬𝟏(𝟎, 𝟎, 𝒗∗, 𝒔∗)

Titik ekuilibrium 𝑇𝐸1(0,0, 𝑣∗, 𝑠∗) disubtitusikan ke Sistem (3.27)

𝑓1𝑥(𝑇𝐸1) = −𝑚 − 𝑠𝜌1 + 1 𝑓1𝑣(𝑇𝐸1) = 0

(4.8)

𝑓2𝑥(𝑇𝐸1) = 0 𝑓2𝑣(𝑇𝐸1) = 0

𝑓3𝑥(𝑇𝐸1) = 0 𝑓3𝑣(𝑇𝐸1) = −(𝛾 + 𝜇)

𝑓4𝑥(𝑇𝐸1) = 0 𝑓4𝑣(𝑇𝐸1) = 𝛾

𝑓1𝑦(𝑇𝐸1) = 0 𝑓1𝑠(𝑇𝐸1) = 0

𝑓2𝑦(𝑇𝐸1) = 𝑠(−𝜌2) − 𝑢 𝑓2𝑠(𝑇𝐸1) = 0

𝑓3𝑦(𝑇𝐸1) = 0 𝑓3𝑠(𝑇𝐸1) = 0

𝑓4𝑦(𝑇𝐸1) = 0 𝑓4𝑠(𝑇𝐸1) = −𝜃

Kemudian persamaan system (4.8) disubtitusikan ke persamaan matriks 𝐽(𝑓(𝑇𝐸1))

diperoleh

𝐽(𝑓(𝑇𝐸1)) = (

−𝑚 − 𝑠𝜌1 + 1 0 0 0

0 𝑠(−𝜌2) − 𝑢 0 0

0 0 −(𝛾 + 𝜇) 00 0 𝛾 −𝜃

) (4.9)

Persamaan karakteristik untuk 𝐽(𝑓(𝑇𝐸1)) adalah

⇔ |𝜆𝐼 − 𝐽(𝑓(𝑇𝐸1))| = 0

⇔ |(

𝜆 0 0 00 𝜆 0 00 0 𝜆 00 0 0 𝜆

) − (

−𝑚 − 𝑠𝜌1 + 1 0 0 0

0 𝑠(−𝜌2) − 𝑢 0 0

0 0 −(𝛾 + 𝜇) 00 0 𝛾 −𝜃

)| = 0

⇔ ||

λ − (−𝑚 − 𝑠𝜌1 + 1) 0 0 0

0 𝜆 + (𝑠𝜌2 + 𝑢) 0 0

0 0 λ + (𝛾 + 𝜇) 00 0 𝛾 𝜆 + 𝜃

|| = 0

Page 43: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

28

⇔ ( λ − (−𝑚 − 𝑠𝜌1 + 1) )(𝜆 + (𝑠𝜌2 + 𝑢))(λ + (𝛾 + 𝜇))(𝜆 + 𝜃) = 0 (4.10)

Berdasarkan persamaan (4.10) diperoleh nilai-nilai eigen yaitu 𝜆1 = 1 − 𝑠𝜌1 −

𝑚 , 𝜆2 = −(𝑠𝜌2 + 𝑢) , 𝜆3 = −(𝛾 + 𝜇) dan 𝜆4 = −𝜃 . Karena

𝑢, 𝑠, 𝜌1, 𝜌2, 𝛾, 𝜇, 𝑚, 𝜃 > 0 maka 𝜆2, 𝜆3, 𝜆4 < 0 . Agar 𝑇𝐸1bersifat asimtotik lokal

haruslah 𝜆1 < 0. Artinya

1 − 𝑠𝜌1 −𝑚 < 0

⇔ 𝑠𝜌1 +𝑚 > 1

Sehingga titik ekuilibrium 𝑇𝐸1bersifat stabil asimtotik jika memenuhi syarat

𝑠𝜌1 +𝑚 > 1

4.1.2 Analisis Kestabilan Titik Ekuilibrium 𝑻𝑬𝟐(𝟎, 𝒚∗, 𝒗∗, 𝒔∗)

Titik ekuilibrium 𝑇𝐸2(0, 𝑦∗, 𝑣∗, 𝑠∗)disubtitusikan ke Sistem (3.27)

𝑓1𝑥(𝑇𝐸2) = 1 − 𝛼 +𝜌2𝑠+𝑢

𝑎𝑒−𝑚 − 𝑠𝜌1 = 𝑘11

(4.11)

𝑓1𝑦(𝑇𝐸2) = 0

𝑓1𝑣(𝑇𝐸2) = 0

𝑓1𝑠(𝑇𝐸2) = 0

𝑓2𝑥(𝑇𝐸2) = −(𝜌2𝑠 + 𝑢) (−(ℎ(𝜌2𝑠+𝑢))

𝑒+ 1) = 𝑘21

𝑓2𝑦(𝑇𝐸2) = 2𝜌2𝑠 + 𝑢 + 𝑠(−𝜌2) = 𝑘22

𝑓2𝑣(𝑇𝐸2) = 0

𝑓2𝑠(𝑇𝐸2) = (𝜌2𝑠+𝑢)𝜌2

𝛼𝑒= 𝑘24

𝑓3𝑥(𝑇𝐸2) = 0

𝑓3𝑦(𝑇𝐸2) = 0

𝑓3𝑣(𝑇𝐸2) = −(𝛾 + 𝜇) = 𝑘33

𝑓3𝑠(𝑇𝐸2) =0

𝑓4𝑥(𝑇𝐸2) = 0

𝑓4𝑦(𝑇𝐸2) = 0

𝑓4𝑣(𝑇𝐸2) = 𝛾 = 𝑘43

Page 44: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

29

𝑓4𝑠(𝑇𝐸2) = −𝜃 = 𝑘44

Kemudian persamaan sistem (4.11) disubtitusikan ke persamaan matriks

𝐽(𝑓(𝑇𝐸2)) diperoleh

𝐽(𝑓(𝑇𝐸2)) = |

𝑘11 0 0 0𝑘21 𝑘22 0 𝑘240 0 𝑘33 00 0 𝑘43 𝑘44

|

Persamaan karakteristik untuk 𝐽(𝑓(𝑇𝐸2)) adalah

⇔ |𝜆𝐼 − 𝐽(𝑓(𝑇𝐸2))| = 0

⇔ |(

𝜆 0 0 00 𝜆 0 00 0 𝜆 00 0 0 𝜆

) − (

𝑘11 0 0 0𝑘21 𝑘22 0 𝑘240 0 𝑘33 00 0 𝑘43 𝑘44

)| = 0

⇔ |

𝜆 − 𝑘11 0 0 0−𝑘21 𝜆 − 𝑘22 0 −𝑘240 0 𝜆 − 𝑘33 00 0 −𝑘43 𝜆 − 𝑘44

| = 0

⇔ (𝜆 − 𝑘11 )(𝜆 − 𝑘22)(𝜆 − 𝑘33)(𝜆 − 𝑘44) = 0 (4.12)

Berdasarkan persamaan (4.12) diperoleh nilai-nlai eigen sebagai berikut

λ1 = 𝑘11 = 1 − 𝛼 +𝜌2𝑠+𝑢

𝑎𝑒−𝑚 − 𝑠𝜌1

λ2 = 𝑘22 = 2𝜌2𝑠 + 𝑢 + 𝑠(−𝜌2)

λ3 = 𝑘33 = −(𝛾 + 𝜇)

λ4 = 𝑘44 = −𝜃

Karena 𝑢, 𝑠, 𝜌1, 𝜌2, 𝛾, 𝜇,𝑚, 𝜃 > 0 maka 𝜆3, 𝜆4 < 0. Agar 𝑇𝐸2 bersifat asimtotik

lokal, haruslah 𝜆1, λ2 < 0, yaitu

𝜆1 < 0

⇔ −𝛼 +𝜌2𝑠+𝑢

𝑎𝑒−𝑚 − 𝑠𝜌1 < 0

⇔ 𝜌2𝑠 + 𝑢 −𝑚 − 𝑠𝜌1 < 𝛼(𝑎𝑒)

Page 45: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

30

λ2 < 0

⇔ 2𝜌2𝑠 + 𝑢 + 𝑠(−𝜌2) < 0

⇔ 3𝜌2𝑠 + 𝑢 < 0

Sehingga TE2 bersifat asimtotik lokal jika memenuhi syarat

𝜌2𝑠 + 𝑢 −𝑚 − 𝑠𝜌1 < 𝛼(𝑎𝑒)

3𝜌2𝑠 + 𝑢 < 0

4.1.3 Analisis Kestabilan Titik Ekuilibrium 𝑻𝑬𝟑(��, ��, 𝒗∗, 𝒔∗)

Titik ekuilibrium 𝑇𝐸3(��, ��, 𝑣∗, 𝑠∗) disubtitusikan ke Sistem (3.27)

𝑓1𝑥(𝑇𝐸3) = �� (𝛼2ℎ��

(𝛼ℎ��+1)2− 2) −

𝛼��

𝛼ℎ��+1−𝑚 − 𝑠𝜌1 + 1 = 𝑔11

(4.13)

𝑓1𝑦(𝑇𝐸3) = −𝛼��

𝛼ℎ��+1= 𝑔12

𝑓1𝑣(𝑇𝐸3) = 0

𝑓1𝑠(𝑇𝐸3) = −��𝜌1 = 𝑔14

𝑓2𝑥(𝑇𝐸3) =𝑒𝛼��(𝛼ℎ��+1)

(𝛼ℎ��+1)2 = 𝑔21

𝑓2𝑦(𝑇𝐸3) =𝑒𝛼(��−2��)

𝛼ℎ��+1+ 𝑠(−𝜌2) − 𝑢 = 𝑔22

𝑓2𝑣(𝑇𝐸3) = 0

𝑓2𝑠(𝑇𝐸3) =−��𝜌2 = 𝑔24

𝑓3𝑥(𝑇𝐸3) = 0

𝑓3𝑦(𝑇𝐸3) = 0

𝑓3𝑣(𝑇𝐸3) = −(𝛾 + 𝜇) = 𝑔33

𝑓3𝑠(𝑇𝐸3) =0

𝑓4𝑥(𝑇𝐸3) = 0

𝑓4𝑦(𝑇𝐸3) = 0

𝑓4𝑣(𝑇𝐸3) = 𝛾 = 𝑔43

𝑓4𝑠(𝑇𝐸3) = −𝜃 = 𝑔44

Kemudian persamaan Sistem (4.13) disubtitusikan ke persamaan matriks

𝐽(𝑓(𝑇𝐸3)) diperoleh

Page 46: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

31

𝐽(𝑓(𝑇𝐸3)) = (

𝑔11 0 0 𝑔14 𝑔21 𝑔22 0 𝑔24 0 0 𝑔33 00 0 𝑔43 𝑔44

) (4.14)

Persamaan karakteristik untuk 𝐽(𝑓(𝑇𝐸3)) adalah

⇔ |𝜆𝐼 − 𝐽(𝑓(𝑇𝐸3))| = 0

⇔ |(

𝜆 0 0 00 𝜆 0 00 0 𝜆 00 0 0 𝜆

) − (

𝑔11 0 0 𝑔14 𝑔21 𝑔22 0 𝑔24 0 0 𝑔33 00 0 𝑔43 𝑔44

)| = 0

⇔ |

𝜆 − 𝑔11 −𝑔12 0 −𝑔14 −𝑔21 𝜆 − 𝑔22 0 −𝑔24 0 0 𝜆 − 𝑔33 00 0 −𝑔43 𝜆 − 𝑔44

| = 0

⇔ (𝜆 − 𝑔44)(𝜆 − 𝑔33)(𝜆2 − 𝜆(𝑔11 − 𝑔22) + 𝑔11𝑔22 − 𝑔12

2) (4.15)

Dari persamaan (4.15) diperoleh nilai-nilai eigen yaitu 𝜆1 = 𝑔11, 𝜆2 = 𝑔33 dan

𝜆 =(𝑔11 − 𝑔22) + √(𝑔11 − 𝑔22)2 − 4(𝑔11𝑔22 − 𝑔122)

2

Sehingga diperoleh nilai-nilai eigen yang memenuhi persamaan karakteristik yaitu

λ1 = 𝑔11

λ2 = 𝑔33 = −(𝛾 + 𝜇)

λ3,4 = (𝑔11−𝑔22)±√(𝑔11−𝑔22)2−4(𝑔11𝑔22−𝑔122)

2

Karena u, s, ρ1, ρ2, γ, μ,m, θ > 0 agar TE3 bersifat asimtotik lokal maka

haruslah λ1 < 0, λ2 < 0dan λ3 < 0

Sehingga disyaratkan

𝜆1 < 0

⇔ 𝑔11 < 0

Agar

λ3,4 =(𝑔11−𝑔22)±√(𝑔11−𝑔22)2−4(𝑔11𝑔22−𝑔122)

2< 0

maka haruslah (𝑔11 − 𝑔22) < 0 dan 𝑔11𝑔22 − 𝑔122 > 0

Page 47: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

32

Jadi agar TE3 bersifat asimtotik lokal maka harus memenuhi syarat

𝑔11 < 0

(𝑔11 − 𝑔22) < 0

𝑔11𝑔22 − 𝑔122 > 0

4.1.4 Analsisi Kestabilan Titik Ekuilibrium𝑻𝑬𝟒(��, 𝟎, 𝒗∗, 𝒔∗)

Titik ekuilibrium 𝑇𝐸4(��, 0, 𝑣∗, 𝑠∗) disubtitusikan ke Sistem (3.27)

𝑓1𝑥(𝑇𝐸4) = −2�� + 1 − 𝑚 − 𝑠𝜌1 = 𝑑11

(4.16)

𝑓1𝑦(𝑇𝐸4) = −𝛼��

𝛼ℎ��+1= 𝑑12

𝑓1𝑣(𝑇𝐸4) = 0

𝑓1𝑠(𝑇𝐸4) = −��𝜌1 = 𝑑14

𝑓2𝑥(𝑇𝐸4) = 0

𝑓2𝑦(𝑇𝐸4) =𝑒𝛼��

𝛼ℎ��+1− 𝑠𝜌2 − 𝑢 = 𝑑22

𝑓2𝑣(𝑇𝐸4) = 0

𝑓2𝑠(𝑇𝐸4) = 0

𝑓3𝑥(𝑇𝐸4) = 0

𝑓3𝑦(𝑇𝐸4) = 0

𝑓3𝑣(𝑇𝐸4) = −(𝛾 + 𝜇) = 𝑑33

𝑓3𝑠(𝑇𝐸4) =0

𝑓4𝑥(𝑇𝐸4) = 0

𝑓4𝑦(𝑇𝐸4) = 0

𝑓4𝑣(𝑇𝐸4) = 𝛾 = 𝑑43

𝑓4𝑠(𝑇𝐸4) = −𝜃 = 𝑑44

Kemudian persamaan sistem (4.16) disubtitusikan ke persamaan matriks

𝐽(𝑓(𝑇𝐸4)) diperoleh

𝐽(𝑓(𝑇𝐸4)) = |

𝑑11 𝑑12 0 𝑑140 𝑑22 0 00 0 𝑑33 00 0 𝑑43 𝑑44

|

Page 48: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

33

Persamaan karakteristik untuk 𝐽(𝑓(𝑇𝐸4)) adalah

⇔ |𝜆𝐼 − 𝐽(𝑓(𝑇𝐸4))| = 0

⇔ |(

𝜆 0 0 00 𝜆 0 00 0 𝜆 00 0 0 𝜆

) − (

𝑑11 𝑑12 0 𝑑140 𝑑22 0 00 0 𝑑33 00 0 𝑑43 𝑑44

)| = 0

⇔ |

𝜆 − 𝑑11 −𝑑12 0 −𝑑140 𝜆 − 𝑑22 0 00 0 𝜆 − 𝑑33 00 0 −𝑑43 𝜆 − 𝑑44

| = 0

⇔ (𝜆 − 𝑑11 )(𝜆 − 𝑑22)(𝜆 − 𝑑33)(𝜆 − 𝑑44) = 0 (4.17)

Berdasarkan persamaan (3.32) diperoleh nilai-nlai eigen sebagai berikut

λ1 = 𝑑11 = −2�� + 1 −𝑚 − 𝑠𝜌1

λ2 = 𝑑22 =𝑒𝛼��

𝛼ℎ��+1− 𝑠𝜌2 − 𝑢

λ3 = 𝑑33 = −(𝛾 + 𝜇)

λ4 = 𝑑44 = −𝜃

Karena 𝑢, 𝑠, 𝜌1, 𝜌2, 𝛾, 𝜇,𝑚, 𝜃 > 0 maka 𝜆1, 𝜆3, 𝜆4 < 0 . Agar 𝑇𝐸4 bersifat

asimtotik lokal, haruslah λ2 < 0, yaitu

λ2 < 0

⇔𝑒𝛼��

𝛼ℎ��+1− 𝑠𝜌2 − 𝑢 < 0

⇔ 𝑒𝛼�� < 𝑠𝜌2 + 𝑢(𝛼ℎ�� + 1)

Jadi agar TE4 bersifat asimtotik lokal lokal maka harus memenuhi syarat

𝑒𝛼�� < 𝑠𝜌2 + 𝑢(𝛼ℎ�� + 1)

Page 49: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

34

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada Bab III dan Bab IV, asumsi-asumsi model mangsa

pemangsa di lingkungan beracun di bentuk sistem persamaan diferensial non linear

seperti pada Sistem (3.8) dan hasil dari pembahasan pada sebelumnya diperoleh

kesimpulan sebagai berikut:

Page 50: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

35

1. Model mangsa pemangsa di lingkungan beracun menggunakan fungsi Holling

tipe II dan fungsi logistic

2. Model mangsa pemangsa di lingkungan beracun menghasilkan 4 titik

ekuilibrium yaitu 𝑇𝐸1, 𝑇𝐸2, 𝑇𝐸3 dan 𝑇𝐸4

3. Analisi kestabilan lokal pada titik – titik ekuilibrium dihasilkan sebagai berikut

a. Jika 𝑠𝜌1 +𝑚 > 1 maka titik ekuilibrium 𝑇𝐸1 bersifat asimtotik lokal

b. Jika 𝜌2𝑠 + 𝑢 −𝑚 − 𝑠𝜌1 < 𝛼(𝑎𝑒) dan 3𝜌2𝑠 + 𝑢 < 0 maka titik

ekuilibrium 𝑇𝐸2 bersifat asimtotik lokal

c. Jika 𝑔11 < 0, (𝑔11 − 𝑔22) < 0 dan 𝑔11𝑔22 − 𝑔122 > 0 maka titik

ekuilibrium 𝑇𝐸3 bersifat asimtotik lokal

d. Jika 𝑒𝛼�� < 𝑠𝜌2 + 𝑢(𝛼ℎ�� + 1) maka titik ekuilibrium 𝑇𝐸1 bersifat

asimtotik lokal

5.2 Saran

Dalam penelitian ini, banyak hal yang mungkin dapat dikembangkan dimasa

yang akan datang, penulis menyarankan melakukan simulasi numerik kestabilan

titik ekuilibrium dengan data di kehidupan nyata atau meneliti model mangsa

pemangsa dengan menambah peubah yang belum terdapat dalam penelitian ini atau

mengembangkannya dengan metode yang lain .

DAFTAR PUSTAKA

[1] A.Minelli,“Predation,”S.E.JørgensenandB.D.B.T.-E. of E. Fath, Eds.

Oxford: Academic Press, 2008, pp. 2923–2929.

[2] A. A. Berryman, “The Orgins and Evolution of Predator-Prey Theory,”

Ecology, vol. 73, no. 5, pp. 1530–1535, 1992, doi: 10.2307/1940005.

[3] B. Se, I. Made, and J. Mejaya, “Wereng Cokelat sebagai Hama Global

Bernilai Ekonomi Tinggi dan Strategi Pengendaliannya,” Iptek Tanam.

Page 51: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

36

Pangan, vol. 9, no. 1, pp. 1–12, 2015.

[4] Q.Huang,H.Wang,andM.A.Lewis,“Theimpactofenvironmentaltoxins

on predator–preydynamics,”J. Theor. Biol., vol. 378, pp. 12–30, 2015, doi:

https://doi.org/10.1016/j.jtbi.2015.04.019.

[5] S.Sinha,O.P.Misra,andJ.Dhar,“Modellingapredator-prey system with

infectedpreyinpollutedenvironment,”Appl. Math. Model., vol. 34, no. 7,

pp. 1861–1872, 2010, doi: 10.1016/j.apm.2009.10.003.

[6] I. Taufiq, I.Solekhudin,andSumardi,“ModelMangsa-Pemangsa Dengan

Dua PemangsaDan SatuMangsaDi Lingkungan Beracun,” Semin. Nas.

Mat. dan Pendidik. Mat. UNY, pp. 281–288, 2015.

[7] A.Mathematics,“IrhamTaufiqandDenikAgustito,”vol.2,no. 1, pp. 41–

50, 2020, doi: 10.15408/inprime.v2i1.14887.

[8] H. Anton, Aljabar Linear Elementer Versi Aplikasi, 8th ed. Jakarta:

Erlangga, 2004.

[9] G. Ledder, Differential Equations: A Modeling Approach. Boston: McGraw-

Hill Higher Education, 2004.

[10] B. Barnes and G. R. Fulford, Mathematical modelling with case studies:

Using mapleTM and MATLAB®, third edition. 2014.

[11] M.L.AbellandJ.P.Braselton,“IntroductiontoDifferentialEquations,”in

Introductory Differential Equations (Fourth Edition), Fourth Edi., M. L.

Abell and J. P. Braselton, Eds. Boston: Academic Press, 2014.

[12] G.J.Olsder, Mathematical Systems Theory, Second. Netherlands: Delft

University Press, 2003.

[13] L. Perko, Differential Equations and Dynamical Systems, 3rd ed. Verlag

New York: Springer, 2001.

[14] V.Křivan,“Prey–PredatorModels,”S.E.JørgensenandB.D.B.T.-E. of E.

Fath, Eds. Oxford: Academic Press, 2008, pp. 2929–2940.

[15] T.M.Swannack,“GrowthModels,”S.E.JørgensenandB.D.B.T.-E. of E.

Fath, Eds. Oxford: Academic Press, 2008, pp. 1799–1805.

[16] J. Alebraheem and Y. Abu-Hasan, “Persistence of predators in a two

predators-one prey model with non-periodicsolution,”Appl. Math. Sci., vol.

Page 52: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

37

6, no. 17–20, pp. 943–956, 2012.

LAMPIRAN

A[2] := Matrix(4, 4, [[k[11], 0, 0, 0], [k[21], k[22], 0, k[24]], [0, 0, k[33], 0], [0, 0,

k[43], k[44]]])

B := Matrix(4, 4, [[lambda, 0, 0, 0], [0, lambda, 0, 0], [0, 0, lambda, 0], [0, 0, 0,

lambda]])

v[2] := Matrix(B - dm)

LinearAlgebra[Determinant]( v[2])

Page 53: ANALISIS KESTABILAN MANGSA PEMANGSA DI LINGKUNGAN …

38

A[3] := Matrix(4, 4, [[g[11], g[12], 0, g[14]], [g[12], g[22], 0, g[24]], [0, 0, g[33],

0], [0, 0, g[43], g[44]]])

B := Matrix(4, 4, [[lambda, 0, 0, 0], [0, lambda, 0, 0], [0, 0, lambda, 0], [0, 0, 0,

lambda]])

v[3] := Matrix(B - A[3])

s:=LinearAlgebra[Determinant]( v[3] )

factor(s)

A[4] := Matrix(4, 4, [[d[11], d[12], 0, d[14]], [0, d[22], 0, 0], [0, 0, d[33], 0], [0, 0,

d[43], d[44]]])

B := Matrix(4, 4, [[lambda, 0, 0, 0], [0, lambda, 0, 0], [0, 0, lambda, 0], [0, 0, 0,

lambda]])

v[4] := Matrix(B - A[4])