Asuhan Keperawatan Spinal Cord Injury

download Asuhan Keperawatan Spinal Cord Injury

of 48

description

Rehabilitasi Medik

Transcript of Asuhan Keperawatan Spinal Cord Injury

Winda Hariyana (Rehabilitasi Medik)

BAB IPENDAHULUAN

1. Latar Belakang Spinal Cord Injury (SCI) dapat didefinisikan sebagai kerusakan atau trauma sumsum tulang belakang yang dapat mengakibatkan kehilangan atau gangguan fungsi yang mengakibatkan berkurangnya mobilitas atau perasaan (sensasi). Spinal cord injury (SCI) terjadi ketika sumsum tulang belakang rusak, sehingga mengakibatkan hilangnya beberapa sensasi dan kontrol motorik. Spinal cord injury (SCI) adalah suatu tekanan terhadap sumsum tulang belakang yang mengakibatkan perubahan, baik sementara atau permanen, di motorik normal, indera, atau fungsi otonom. Efek dari spinal cord injury tergantung pada jenis luka dan tingkat dari cedera. Akibat yang ditimbulkan karena cedera SCI bervariasi, dan yang terparah bisa sampai mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan berkemih.Pada awal tahun 1900, angka kematian 1 tahun setelah trauma pada pasien dengan lesi komplit mencapai 100 %. Namun kini, angka ketahanan hidup 5 tahun pada pasien dengan trauma tetraplegia mencapai 90 %. Pasien dengan trauma spinal cord komplit berpeluang sembuh kurang dari 5 %. Jika terjadi paralisis komplit dalam waktu 72 jam setelah trauma, peluang perbaikan adalah nol. Untuk prognosis trauma spinal cord inkomplit lebih baik jika dibandingkan dengan trauma spinal cord komplit. Jika fungsi sensoris masih ada, peluang pasien untuk dapat berjalan kembali lebih dari 50 %.Angka kejadian dengan spinal cord injury dapat dikatakan masih relatif tinggi. Di U.S. saja, insiden trauma SCI sekitar 5 kasus per satu juta populasi per tahun atau sekitar 14.000 pasien per tahun. Insiden trauma SCI tertinggi terjadi pada usia 16-30 tahun (53,1 %).Laki-laki-wanita rasio individu dengan SCI di Amerika Serikat adalah 4:1; yaitu, laki-laki merupakan sekitar 80% orang dengan SCI. Sekitar 80 % pria dengan trauma SCI rata-rata berusia 18-25 tahun. Laki-laki berusia antara 18-25 tahun lebih cenderung menderita spinal cord injury akibat trauma (kecelakaan atau beberapa tindakan kekerasan). Dan di atas 50 % cedera spinal cord injury ini mengenai daerah servikalis. 60% lebih pasien dengan cedera spinal cord disertai dengan cedera mayor, seperti: cedera pada kepala atau otak, toraks, abdominal, atau vaskuler.Penyebab spinal cord injury meliputi kecelakaan sepeda motor (44 %), tindak kekerasan (24 %), jatuh (22 %) (pada orang usia 65 tahun ke atas), luka karena senjata api (9%), kecelakaan olahraga (rata-rata pada usia 29 tahun) misal menyelam (8 %), dan penyebab lain misalnya infeksi atau penyakit, seperti tumor, kista di tulang belakang, multiple sclerosis, atau cervical spondylosis (degenerasi dari disk dan tulang belakang di leher)(2 %).

1. Identifikasi masalah Tn. S merupakan pasien rawat inap lantai 4 gedung prof. soelarto dengan cidera medulla spinalis. Identifikasi masalah keperawatan dilakukan dengan menggunakan pengkajian keperawatan secara menyuluruh yang dilakukan oleh kelompok pada tanggal 20 desember 2012.

1. Tujuan 1. Tujuan umum Mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan cidera medulla spinalis. 1. Tujuan khusus 1. Mampu memahami definisi, klasifikasi dan penanganan spinal cord injury1. Mampu melakukan asuhan keperawatan pada Tn.S dengan spinal cord injury1. Mampu mengsinergiskan teori dengan kasus pada Tn.S

BAB IITINJAUN TEORI

1. Spinal Cord Injury1. Anatomi vertebra dan spinal cord Tulang vertebrata yang di sertai dengan syaraf tulang belakang berfungsi untuk menyokong kepala. Tulang vertebra terdiri dari 33 bagian, diantaranya : 7 tulang servical di leher, 12 tulang torakal yang berada pada bagian atas punggung belakang yang sesuai dengan pasangan pada tulang rusuk, 5 tulang lumbal yang berada pada bagian belakang bawah, 5 tulang sacral dimana 1 tulangnya di sebut sacrum, 4 tulang coccigis. Penomoran dan penamaan pada tulang servikal mengacu pada penamaan C dimana c adalah cervical. Penomoran di mulai pada C1,C2,C3,C4,C5C7. Pada tulang torakal, penamaan dan penomoran dimulai dengan T1 T12, Penomoran pada lumbal dimulai dengan L1..l5. penomoran pada tulang vertebra tersebut di mulai dari kepala. Saraf Tulang belakang merupakan perpanjangan dari otak yang terakumulasi dan telindungi oleh tulang vertebral coloumn. Tulang belakang juga terdiri dari cairan yang bertindak sebagai buffer untuk melindungi jaringan syaraf yang halus. Syaraf tulang belakang juga terdiri dari serabut syaraf yang berfungsi untuk mengirimkan informasi dari dan ke tungkai hingga organ lain. Serabut syaraf cervical yang berda di leher berfungsi mengatur pergerakan, perasaan pada lengan, leher, dan tubuh bagian atas. Syaraf torakal berfungsi mensupplay tubuh dan perut, syaraf lumbal dan sacrum berfungsi untuk mensupplay kaki, bladder, bowel dan organ seksual.

1. Definisi Spinal Cord injury Spinal Cord Injury (SCI) atau cedera sumsum tulang belakang adalah kerusakan atau trauma pada sumsum tulang belakang yang dapat mengenai elemen tulang, jaingan lunak, dan struktur saraf pada cervicalis, vertebralis dan lumbalis menyebabkan ketidakstabilan kolumna vertebral (fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebra) sehingga mengakibatkan gangguan/defisit fungsi neurologis.

1. Etiologi1. Kecelakaan lalu lintas/jalan raya1. Injuri atau jatuh dari ketinggian.1. Kecelakaan karena olah raga. Di bidang olahraga, tersering karena menyelam pada air yang sangat dangkal1. Luka jejas, tajam, tembak pada daerah vertebra.1. Pergerakan yang berlebih: hiperfleksi, hiperekstensi, rotasi berlebih, stress 1. lateral, distraksi (stretching berlebih), penekanan.1. Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis seperti spondiliosis servikal dengan mielopati, yang menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan cedera progresif terhadap medulla spinalis dan akar; mielitis akibat proses inflamasi infeksi maupun noninfeksi; osteoporosis yang disebabkan oleh fraktur kompresi pada vertebrata; siringmielia; tumor infiltrasi maupun kompresi; dan penyakit vaskuler.

1. Tanda dan Gejala1. Nyeri pada area spinal atau paraspinal1. Nyeri kepala bagian belakang, pundak, tangan dan kaki1. Kelemahan/penurunan/kehilangan fungsi motorik (kelemahan, paralisis)1. Penurunan/kehilangan sensasi (mati rasa/hilang sensasi nyeri, kaku, parestesis, hilang sensasi pada suhu, posisi, dan sentuhan)1. Paralisis dinding dada menyebabkan pernapasan diafragma1. Shock dengan kecepatan jantung menurun1. Priapismus1. Kerusakan kardiovaskuler1. Kerusakan pernapasan1. Kesadaran menurun1. Tanda spinal shock (pemotongan komplit rangsangan), meliputi: Flaccid paralisis di bawah batas luka, hilangnya sensasi di bawah batas luka, hilangnya reflek-reflek spinal di bawah batas luka, hilangnya tonus vasomotor (hipotensi), inkontinensia urine dan retensi feses (apabila berlangsung lama akan menyebabkan hiperreflek/paralisis spastic.

1. Jenis/Klasifikasi (Model) Level Kerusakan dan dampak masing-masing level kerusakan1. Berdasarkan klasifikasi ASIA (American Spinal injury Association)ASIA A : Complete (kehilangan fungsi motoris dan sensoris termasuk pada segmen sacral S4-S5 )ASIA B : Incomplete (kehilangan fungsi motoris, namun fungsi sensoris tidak hanya dibawah level lesi dan termasuk segmen sacral S4-S5)ASIA C: Incomplete (fungsi motoris dan sensoris masih terpelihara tetapi tidak fungsional dengan kekuatan otot < 3)ASIA D: Incomplete (fungsi motoris dan sensoris masih terpelihara dan fungsional dengan kekuatan otot > 3)ASIA E: Normal (fungsi sensoris dan motoris normal)1. Berdasarkan lokasi cedera, antara lain :1. Cedera Cervikal 1. Lesi C1-C4 Pada lesi C1-C4, otot trapezius, sternomastoideus, dan otot platisma masih berfungsi. Otot diafragma dan interkostal mengalami paralisis dan tidak ada gerakan volunter (baik secara fisik maupun fungsional). Kehilangan sensori pada tingkat C1-C3 meliputi oksipital, telinga dan beberapa daerah wajah.Pasien dengan quadriplegia C1, C2 dan C3 membutuhkan perhatian penuh karena ketergantungan terhadap ventilator mekanis dan semua aktivitas kebutuhan sehari-harinya membutuhkan pertolongan. Pasien dengan quadriplegia pada C4 mungkin juga membutuhkan ventilator mekanis tetapi dapat dilepas sehingga penggunaannya secara intermitten saja.1. Lesi C5Bila segmen C5 medulla spinalis mengalami kerusakan, fungsi diafragma rusak sekunder terhadap edema pascatrauma akut. Paralisis intestinal dan dilatasi lambung dapat disertai dengan depresi pernapasan. Quadriplegia pada C5 biasanya mengalami ketergantungan dalam melakukan aktivitas seperti mandi, menyisir rambut, mencukur, tetapi pasien mempunyai koordinasi tangan dan mulut yang lebih baik.1. Lesi C6Pada lesi segmen C6, distress pernapasan dapat terjadi karena paralisis intestinal dan edema asenden dari medulla spinalis. Biasanya akan terjadi gangguan pada otot bisep, trisep, deltoid dan pemulihannya tergantung pada perbaikan posisi lengan. Umumnya pasien masih dapat melakukan aktivitas higiene secara mandiri, bahkan masih dapat memakai dan melepaskan baju.1. Lesi C7Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot diafragma dan aksesoris untuk mengkompensasi otot abdomen dan interkostal. Fleksi jari tangan biasanya berlebihan ketika kerja refleks kembali. Quadriplegia C7 mempunyai potensi hidup mandiri tanpa perawatan dan perhatian khusus. Pemindahan mandiri, seperti berpakaian dan melepas pakaian melalui ekstrimitas atas dan bawah, makan, mandi, pekerjaan rumah yang ringan dan memasak.1. Lesi C8Hipotensi postural bisa terjadi bila pasien ditinggikan pada posisi duduk karena kehilangan control vasomotor. Hipotensi postural dapat diminimalkan dengan pasien berubah secara bertahap dari berbaring ke posisi duduk. Jari tangan pasien biasanya mencengkram. Quadriplegia C8 harus mampu hidup mandiri, mandiri dalam berpakaian, melepaskan pakaian, mengemudikan mobil, merawat rumah, dan perawatan diri.1. Cedera Torakal1. Lesi T1-T5Lesi pada region T1-T5 dapat menyebabkan pernapasan dengan diafragmatik. Fungsi inspirasi paru meningkat sesuai tingkat penurunan lesi pada toraks. Hipotensi postural biasanya muncul. Timbul paralisis parsial dari otot adductor pollici, interoseus, dan otot lumrikal tangan, seperti kehilangan sensori sentuhan, nyeri, dan suhu.1. Lesi T6-T12Lesi pada tingkat T6 menghilangkan semua refleks abdomen. Dari tingkat T6 ke bawah, segmen-segmen individual berfungsi, dan pada tingkat T12, semua refleks abdominal ada. Ada paralisis spastik pada tubuh bagian bawah. Pasien dengan lesi pada tingkat torakal harus befungsi secara mandiri. Batas atas kehilangan sensori pada lesi torakal adalah :1. T2 Seluruh tubuh sampai sisi dalam dari lengan atas1. T3 Aksilla1. T5 Putting susu1. T6 Prosesus xifoid1. T7, T8 Margin kostal bawah1. T10 Umbilikus1. T12 Lipat paha1. Cedera Lumbal1. Lesi L1-L5Kehilangan sensori lesi pada L1-l5 yaitu :L1 : Semua area ekstrimitas bawah, menyebar ke lipat paha & bagian belakang dari bokong.L2 : Ekstremitas bagian bawah kecuali sepertiga atas aspek anterior pahaL3 : Ekstremitas bagian bawah dan daerah sadel.L4 : Sama dengan L3, kecuali aspek anterior paha.L5 : Aspek luar kaki dan pergelangan kaki serta ekstremitas bawah dan area sadel.1. Cedera Sakral1. Lesi S1-S6Pada lesi yang mengenai S1-S5, mungkin terdapat beberapa perubahan posisi dari telapak kaki. Dari S3-S5, tidak terdapat paralisis dari otot kaki. Kehilangan sensasi meliputi area sadel, skrotum, dan glans penis, perineum, area anal, dan sepertiga aspek posterior paha.1. Berdasarkan lengkap dan tidak nya cederaBerdasarkan lengkap dan tidaknya cedera adalah ada dua jenis cedera tulang belakang. cedera tulang belakang lengkap mengacu pada jenis cedera yang mengakibatkan hilangnya fungsi yang lengkap di bawah tingkat cedera, sementara tidak lengkap cedera tulang belakang adalah mereka yang menghasilkan sensasi dan perasaan bawah titik cedera. Tingkat dan derajat fungsi dalam luka yang tidak lengkap sangat individu, dan tergantung pada cara di mana sumsum tulang belakang telah rusak. 1. Cedera Spinal Cord LengkapCedera lengkap berarti bahwa tidak ada fungsi di bawah tingkat cedera, tidak ada sensasi dan tidak ada gerakan sukarela. Kedua sisi tubuh sama-sama terpengaruh. Cedera tulang belakang lengkap menyebabkan paraplegia lengkap atau tetraplegia lengkap. Paraplegia Lengkap digambarkan sebagai kerugian permanen fungsi motorik dan saraf pada tingkat T1 atau bawah, yang mengakibatkan hilangnya sensasi dan gerakan di kaki, usus, kandung kemih, dan wilayah seksual. Lengan dan tangan mempertahankan fungsi normal. Sebuah cedera tulang belakang yang lengkap berarti bahwa tidak ada gerakan atau sensasi di bawah tingkat cedera. Dalam cedera yang lengkap, kedua sisi tubuh sama-sama terpengaruh. Cedera tulang belakang lengkap jatuh di bawah lima klasifikasi yang berbeda: 1. Kabel sindrom anterior: dicirikan oleh kerusakan pada bagian depan tulang belakang, mengakibatkan gangguan suhu, sentuhan, dan sensasi nyeri di bawah titik cedera. Beberapa gerakan nantinya dapat dipulihkan. 1. Kabel pusat sindrom: ditandai oleh kerusakan di tengah dari sumsum tulang belakang yang mengakibatkan hilangnya fungsi dalam pelukan tetapi beberapa gerakan kaki. Pemulihan Beberapa mungkin. 1. Kabel posterior sindrom: ditandai oleh kerusakan bagian belakang sumsum tulang belakang, sehingga kekuatan otot yang baik, rasa sakit, dan sensasi suhu, tetapi koordinasi yang buruk.1. Brown-Sequard sindrom: dicirikan oleh kerusakan pada satu sisi tulang belakang, mengakibatkan hilangnya gangguan pergerakan tapi sensasi diawetkan pada satu sisi tubuh, dan diawetkan gerakan dan hilangnya sensasi di sisi lain tubuh. 1. Cauda equina lesi: ditandai dengan cedera pada saraf yang terletak antara wilayah lumbalis pertama dan kedua tulang belakang, mengakibatkan hilangnya sebagian atau lengkap dari sensasi. Dalam beberapa kasus, saraf tumbuh kembali.Paraplegia lengkap adalah suatu kondisi yang menyebabkan kerugian permanen gerakan dan sensasi di tingkat T1 atau bawah. Pada tingkat T1 ada fungsi tangan normal, dan sebagai tingkat bergerak ke bawah kolom tulang belakang meningkatkan kontrol perut, fungsi pernapasan, dan keseimbangan duduk mungkin terjadi. Beberapa orang dengan paraplegia lengkap memiliki gerakan batang parsial, yang memungkinkan mereka untuk berdiri atau berjalan jarak pendek dengan peralatan bantu. Pada kebanyakan kasus, paraplegics lengkap memilih untuk mendapatkan sekitar melalui self-propelled kursi roda.1. Cedera Spinal Cord Tidak LengkapDalam cedera tidak lengkap, pasien sering dapat memindahkan satu anggota gerak lebih daripada yang lain, mungkin memiliki fungsi yang lebih pada satu sisi dari yang lain, atau mungkin memiliki beberapa sensasi di bagian tubuh yang tidak dapat dipindahkan. Efek dari cedera tidak lengkap tergantung pada apakah bagian depan, belakang, samping, atau pusat sumsum tulang belakang terpengaruh. Ada lima klasifikasi cedera tulang belakang lengkap: kabel sindrom anterior, sindrom kabel pusat, sindrom serabut posterior, Brown-Sequart sindrom, dan cauda equina lesi. 1. Kabel Sindrom Anterior: Cedera terjadi pada bagian depan tulang belakang, meninggalkan orang dengan hilangnya sebagian atau lengkap dari kemampuan untuk nyeri akal, suhu, dan sentuhan di bawah tingkat cedera. Beberapa orang dengan jenis cedera kemudian memulihkan beberapa gerakan.1. Sindrom Kabel Tengah: Cedera terjadi di pusat sumsum tulang belakang, dan biasanya mengakibatkan hilangnya fungsi lengan. Beberapa kaki, usus, dan kontrol kandung kemih dapat dipertahankan. Beberapa pemulihan dari cedera ini dapat mulai di kaki, dan kemudian bergerak ke atas. 1. Sindrom Kabel posterior: Cedera terjadi ke arah belakang sumsum tulang belakang. Biasanya listrik otot, nyeri, dan sensasi suhu diawetkan. Namun, orang tersebut mungkin mengalami kesulitan dengan koordinasi ekstremitas1. Sindrom Brown-Sequard: Cedera ini terjadi pada satu sisi dari sumsum tulang belakang. Nyeri dan sensasi suhu akan hadir di sisi yang terluka, tetapi kerusakan atau kehilangan gerakan juga akan menghasilkan. Sisi berlawanan dari cedera akan memiliki gerakan yang normal, tetapi rasa sakit dan sensasi suhu akan terpengaruh atau hilang.1. Cauda lesi kuda: Kerusakan pada saraf yang keluar dari kipas sumsum tulang belakang pada daerah lumbal pertama dan kedua tulang belakang bisa menyebabkan hilangnya sebagian atau lengkap dari gerakan dan perasaan. Tergantung memperpanjang kerusakan awal, kadang-kadang saraf dapat tumbuh kembali dan melanjutkan fungsi.

1. Patofisiologi Cedera spinal cord terjadi akibat patah tulang belakang, dan kasus terbanyak cedera spinal cord mengenai daerah servikal dan lumbal. Cedera dapat terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi, kompresi atau rotasi pada tulang belakang.Fraktur pada cedera spinal cord dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif, dan dislokasi. Sedangkan kerusakan pada cedera spinal cord dapat berupa memar, kontusio, kerusakan melintang laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, dan perdarahan. Kerusakan ini akan memblok syaraf parasimpatis untuk melepaskan mediator kimia, kelumpuhan otot pernapasan, sehingga mengakibatkan respon nyeri hebat dan akut anestesi. Iskemia dan hipoksemia syok spinal, gangguan fungsi rektum serta kandung kemih. Gangguan kebutuhan gangguan rasa nyaman nyeri, oksigen dan potensial komplikasi, hipotensi, bradikardia dan gangguan eliminasi.Temuan fisik pada spinal cord injury sangat bergantung pada lokasi yang terkena: jika terjadi cedera padaC-1 sampai C-3 pasien akan mengalamitetraplegia dengan kehilangan fungsi pernapasan atau sistem muskular total; jika cedera mengenai sarafC-4 dan C-5 akan terjaditetraplegia dengan kerusakan, menurunnya kapasitas paru, ketergantungan total terhadap aktivitas sehari-hari;jika terjadi cedera padaC-6 dan C-7 pasien akan mengalami tetraplegia dengan beberapa gerakan lengan atau tangan yang memungkinkan untuk melakukan sebagian aktivitas sehari-hari; jika terjadi kerusakan pada spinal C-7 sampai T-1 seseorang akan mengalami tetraplegia dengan keterbatasan menggunakan jari tangan, meningkat kemandiriannya;pada T-2 sampai L-1 akan terjadi paraplegia dengan fungsi tangan dan berbagai fungsi dari otot interkostal dan abdomen masih baik; jika terjadi cedera pada L-1 dan L-2 atau dibawahnya, maka orang tersebut akan kehilangan fungsi motorik dan sensorik, kehilangan fungsi defekasi dan berkemih.

1. Definisi Tetraplegia Tetraplegia merupakan cidera tulang belakang bagian leher yang disebabkan karena kerusakan pada C1 dan T1. Tetraplegia merupakan suatu kondisi kelihangan sensasi pada empat bagian tubuh, bladder, bowel dan organ seksual.

1. Paraplegia Merupakan cidera pada bagian bawah leher yang disebabkan karena kerusakan pada bagian bawah T1. Paraplegia merupakan suatu kondisi yang menyebabkan kelemahan dan kehilangan sensasi pada bagian tubuh, kaki, bowel, bladeer dan organ seksual namun lengan dan tangan normal.

1. Akibat Spinal Cord Injury1. Spinal Shock Pada waktu tertentu setelah terjadi cidera, individu akan memperlihatkan kondisi spinal shock. Kondisi tersebut seperti blackout effect yang terjadi karena kehilangan seluruh fungsi tulang belakang dekat area yang terjadi injury. Kondisi tersebut dapat terjadi selama beberapa hari ataupun beberapa minggu. Sulit untuk menentukan sejauh mana kondisi spinal shock yang dialami. 1. Bagi Tubuh Cedera tulang belakang akan mengakibatkan paralysis dibawah level injury, kehilangan sensasi pada kulit untuk merasakan sensasi nyeri, sentusan, perbedaan dingin dan panas, perubahan bowel dan blader, perubahan fungsi seksual,fertilitas pada laki laki.

1. Tindakan RehabilitatifPenatalaksanaan pertama SCI termasuk imobilisasi eksternal untuk stabilisasi sementara, traksi untuk mendapatkan atau mempertahankan alignment yang baik, dan farmakoterapi untuk meminimalisasi cedera sekunder. Setelah transportasi dan evaluasi awal telah lengkap, extended-external fixation atau intervensi bedah dapat dikerjakan. Terakhir, disfungsi yang berhubungan dapat direhabilitasi.1. Imobilisasi dan TraksiHalo vest (Gambar 2) sering digunakan sebagai alat definitif untuk cedera spina servikal. Philadelphia collar bersifat semirigid, sintetik foam brace dimana pada dasarnya membatasi fleksi dan ekstensi tetapi membebaskan rotasi. Miami-J collar bersifat mi Brace yang secara adekuat melakukan imobilisasi fraktur spina servikal adalah thermoplastic Minerva body jaket (TMBJ) dan halo vest. TMBJ lebih baik dalam membatasi fleksi dan ekstensi dan lebih nyaman dibandingkan halo vest sedangkan halo vest lebih bagus dalam membatasi rotasi dibandingkan TMBJ. 1. Farmakoterapi Farmakoterapi standar pada SCI berupa metilprednisolon 30 mg/kgBB secara bolus intravena, dilakukan pada saat kurang dari 8 jam setelah cedera. Jika terapi tersebut dapat dilakukan pada saat kurang dari 3 jam setelah cedera, terapi tersebut dilanjutkan dengan metilprednisolon intravena kontinu dengan dosis 5,4 mg/kgBB/jam selama 23 jam kemudian. Jika terapi bolus metilprednisolon dapat dikerjakan pada waktu antara 3 hingga 8 jam setelah cedera maka terapi tersebut dilanjutkan dengan metilprednisolon intravena kontinu dengan dosis 5,4 mg/kgBB/jam selama 48 jam kemudian. Terapi ini efektif dimana terjadi peningkatan fungsi sensorik dan motorik secara signifikan dalam waktu 6 minggu pada cedera parsial dan 6 bulan pada cedera total. Efek dari metilprednisolon ini kemungkinan berhubungan dengan efek inhibisi terhadap peroksidasi lipid dibandingkan efek glukokortikoid. Antasid atau H2 antagonis ditujukan untuk mencegah iritasi atau ulkus lambung.

1. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian1. Riwayat kesehatanWaktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.1. Pemeriksaan fisik0. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi, ataksik)0. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK0. Sistem saraf : 1. Kesadaran : GCS1. Fungsi saraf kranial : Trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.1. Fungsi sensori-motor : Adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.0. Sistem pencernaan1. Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar : Tanyakan pola makan?1. Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.1. Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.0. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik : hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.0. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan : disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.0. Psikososial : data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari keluarga.1. Diagnosa1. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan kerusakan tulang punggung, disfungsi neurovaskular, kerusakan sistem muskuloskeletal. 1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi dan perubahan membran alveolar kapiler.1. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan ketidakmampuan untuk membersihkan sekret yang menumpuk.1. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan fungsi motorik dan sesorik.1. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan immobilitas, penurunan sensorik.1. Gangguan BAK berhubungan dengan penurunan isyarat kandung kemih atau kerusakan kemampuan untuk mengenali isyarat kandung kemih sekunder terhadap cedera medulla spinalis.1. Konstipasi berhubungan dengan kurangnya kontrol sfingter volunter sekunder terhadap cedera medulla spinalis di atas T11 atau arkus refleks sakrum yang terlibat (S2-S4).1. Nyeri berhubungan dengan pengobatan immobilitas lama, cedera psikis dan alat traksi1. Risiko tinggi cidera berhubungan dengan stimulasi refleks sistem saraf simpatis sekunder terhadap kehilangan kontrol otonom.1. Risiko tinggi aspirasi yang berhubungan dengan kehilangan kemampuan untuk menelan.1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan sekunder terhadap paralisis. 1. Kurang perawatan diri (mandi, gigi, berpakaian) yang berhubungan dengan paralisis.1. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan prosedur perawatan

1. Fraktur1. PengertianFraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa/ trauma. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah. (Brunner&Suddrath, 2002)Fraktur tibia(Fraktur Colles) adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan akibat jatuh yang bertumpu pada tangan dorsifleksi terbuka. Fraktur ini sering terjadi pada anak- anak dan wanita lanjut usia dengan tulang osteoporesis dan tulang lemah yang tak mampu menahan energi akibat jatuh, (Brunner&Suddrath, 2002)

2. Jenis- Jenis Patah tulang: a. Patah tulang terbuka atau tertutup Patah tulang terbuka yaitu bila tulang yang patah menembus jaringan lunak disekitarnya dan terjadi hubungan antara tulang dan udara. Patah tulang tertutup yaitu patah tulang yang tidak menyebabkan jaringan kulit robek.Klasifikasi patah tulang terbuka: menurut Gustilo1. Tipe ILuka kecil kurang dan 1 cm, terdapat sedikit kerusakan jaringan, tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat simpel, tranversal, oblik pendek atau komunitif1. Tipe IILaserasi kulit melebihi 1 cm tetapi tidak terdapat kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dan jaringan1. Tipe IIITerdapat kerusakan yang hebat pada jaringan lunak termasuk otot, kulit dan struktur neovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Dibagi dalam 3 sub tipe:1. tipe IIIA : jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah1. tipe IIIB : disertai kerusakan dan kehilangan janingan lunak, tulang tidak dapat do cover soft tissue1. tipe IIIC : disertai cedera arteri yang memerlukan repair segera

b. Patah tulang lengkap dan tidak lengkapPatah tulang lengkap (Complete) bila patahan- patahan tulang satu sama lainnya. Patah tulang tidak lengkap yaitu bila antara patahan tulang masih terjadi hubungan sebagian. Patah tulang tidak lengkap sering terjadi pada anak yang tulangnya lebih lentur. c. Tulang Menurut garis patahnya1. Patah tulang melintang 1. Patah tulang oblik atau miring 1. Patah tulang memanjang 1. Patah Tulang bertindih yaitu bagian tulang yang patah saling berhadapan dan berdekatan1. Patah Tulang Baji yaitu kepingan tulang masuk kebagian tulang yang lunak, (Oswari, 1995)

1. EtiologiFraktur dapat terjadi diakibat oleh beberapa hal:1. Kekerasan langsung yaitu tulang patah pada titik terjadinya kekerasan itu sendiri, biasanya bersifat terbuka dengan garis patah melintang atau miring1. Kekerasan tidak langsung yaitu patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan, biasanya terjadi pada bagian paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan, (Oswari, 1995).

1. PatofisiologiTerjadinya trauma yang mengakibatkan fraktur akan dapat merusak jaringan lunak disekitar fraktur mulai dari otot fascia, kulit sampai struktur neuromuskuler atau organ- organ penting lainnya, pada saat kejadian kerusakan terjadilah respon peradangan dengan pembentukan gumpulan atau bekuan fibrin , osteoblas mulai muncul dengan jumlah yang besar untuk membentuk suatu metrix baru antara Fragmen- fragmen tulang. Klasifikasi terjadinya fraktur dapat dibedakan yang terdiri dari fraktur tertutup dan fraktur terbuka, fraktur tertutup yaitu tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan kulit, fraktur terbuka yaitu terdapat luka yang menghubungkan luka dengan kulit,(Potter&Pery, 2006).Setelah terjadinya fraktur periosteum tulang terkelupas dari tulang dan terobek terus kesisi berlawanan dari sisi yang mendapat truma, akibatnya darah keluar melalui celah- celah periosteum dan ke otot disekitarnya dan disertai dengan oedema, selain keluar melalui celah periosteum yang rusak, darah juga keluar akibat terputusnya pembuluh darah didaerah terjadinya fraktur.Infiltrasi dan pembengkakan segera terjadi dan bertambah selam 24 jam pertama, menjelang akhir periode ini otot menjadi hilang elastisitasya, oleh karena itu reposisi lebih mudah dilakukan selama beberapa jam setelah cedera, setelah dilakukan reposisi atau immobilitas maka pertumbuhan atau penyatuan tulang dimulai dengan pembentukan kallus. 1. Gejala klinisMenurut Corwin (2000), gejala klinis fraktur tibia dapat dibedakan sebagai berikut:1. Bentuk anggota badan yang diduga patah tampak berubah 1. Patah lengan atau tungkai bawah, menyebabkan anggota gerak tampak lebih pendek1. Anggota badan yang patah tidak dapat digerakkan 1. Anggota badan yang patah bila digerakkan akan terasa gesekan tulang 1. Daerah yang patah terasa sakit, bengkak dan berubah warna.1. Gejala yang pasti ialah bila dibuat foto rontgent.

1. PenatalaksanaanMenurut Brunner & suddarth (2002). Prinsip penanganan Fraktur meliputi:1. Reduksi fraktur Adalah Mengembalikan fregmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis1. Imobolisasi fraktur Adalah mempertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan, imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi ekterna dan interna.1. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi adalah segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak, reduksi dan imobilisasi harus dipertahan kan sesuai dengan kebutuhan.Prinsip penatalaksanaan fraktur ada 4 R yaitu :1. Recognition : diagnosa dan penilaian frakturPrinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anannesis, pemeriksaan kelinis dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan : lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.1. Reduction : tujuannya untuk mengembalikan panjang & kesegarisan tulang. Dapat dicapai yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka progresi. Reduksi tertutup terdiri dari penggunaan traksimoval untuk menarik fraktur kemudian memanupulasi untuk mengembalikan kesegarisan normal/dengan traksi mekanis.Reduksi terbuka diindikasikan jika reduksi tertutup gagal/tidak memuaskan. Reduksi terbuka merupakan alat frusasi internal yang digunakan itu mempertahankan dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid seperti pen, kawat, skrup dan plat. Reduction internafixation (orif) yaitu dengan pembedahan terbuka dan mengimobilisasi fraktur yang berfungsi pembedahan untuk memasukkan skrup/pen kedalam fraktur yang berfungsi untuk menfiksasi bagian-bagian tulang yang fraktur secara bersamaan.1. Retention, imobilisasi fraktur tujuannya mencegah pengeseran fregmen dan mencegah pergerakan yang dapat mengancam union. Untuk mempertahankan reduksi (ektrimitas yang mengalami fraktur) adalah dengan traksi.Traksi merupakan salah satu pengobatan dengan cara menarik/tarikan pada bagian tulang-tulang sebagai kekuatan dngan kontrol dan tahanan beban keduanya untuk menyokong tulang dengan tujuan mencegah reposisi deformitas, mengurangi fraktur dan dislokasi, mempertahankan ligamen tubuh/mengurangi spasme otot, mengurangi nyeri, mempertahankan anatomi tubuh dan mengimobilisasi area spesifik tubuh. Ada 2 pemasangan traksi yaitu : skin traksi dan skeletal traksi.Rehabilitation, mengembalikan aktiftas fungsional seoptimal mungkin1. Fase Penyembuhan tulangMenurut Brunner&Suddrath (2002) fase penyembuhan tulang meliputi:1. Fase Hematoma ; Proses penyembuhan yang terjadi dari proses perdarahan disekitar patahan tulang, proses ini terjadi secara biologis alami pada setiap patahan tulang.1. Fase jaringan fibrosis : Hematoma akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis, jaringan ini yang menyebabkan fregmen tulang saling menempel.1. Fase Pembentukan Kallus : Jaringan fibrosis yang menempel pada patahan tulang akan membentuk kodroid yang merupakan bahan dasar pembentukan tulang.1. Osifikasi : Terjadi penulangan total yang disebabkan oleh kallus fibrosa menjadi kallus tulang1. Remodelling : Kemampuan tulang unuk menyesuaikan bentuknya seperti bentuk semula.

1. GIPSGips dalam bahasaa latin disebut kalkulus, dalam bahasa ingris disebut plaster of paris , dan dalam belanda disebut gips powder. Gips merupakan mineral yang terdapat di alam berupa batu putih tang mengandung unsur kalsium sulfat dan air.Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang di cetak sesuai dengan kontur tubuh tempat gips di pasang (brunner & sunder, 2000) gips adalah balutan ketat yang digunakan untuk imobilisasi bagian tubuh dengan mengunakan bahan gips tipe plester atau fiberglass (Barbara Engram, 1999). Jadi gips adalah alat imobilisasi eksternal yang terbuat dari bahan mineral yang terdapat di alam dengan formula khusus dengan tipe plester atau fiberglass. Indikasi pemasangaan gips adalah pasien dislokasi sendi , fraktur, penyakit tulang spondilitis TBC, pasca operasi, skliosis, spondilitis TBC, dll2. Jenis-jenis GipsKondisi yang ditangani dengan gips menentukan jenis dan ketebalangips yang dipasang. Jenis-jenis gips sebagai berikut:1. Gips lengan pendek. Gips ini dipasang memanjang dari bawah siku sampai lipatan telapak tangan, dan melingkar erat didasar ibu jari.1. Gips lengan panjang. Gips ini dipasang memanjang. Dari setinggi lipat ketiak sampai disebelah prosimal lipatan telapak tangan. Siku biasanya di imobilisasi dalam posisi tegak lurus.1. Gips tungkai pendek. Gips ini dipasang memanjang dibawah lutut sampai dasar jari kaki, kaki dalam sudut tegak lurus pada posisi netral,1. Gips tungkai panjang, gips ini memanjang dari perbatasan sepertiga atas dan tengah paha sampai dasar jari kaki, lutut harus sedikit fleksi.1. Gips berjalan. Gips tungkai panjang atau pendek yang dibuat lebih kuat dan dapat disertai telapak untuk berjalan1. Gips tubuh. Gips ini melingkar di batang tubuh1. Gips spika.gipsini melibatkan sebagian batang tubuh dan satu atau dua ekstremitas (gips spika tunggal atau ganda)1. Gips spika bahu. Jaket tubuh yang melingkari batang tubuh, bahu dan siku1. Gips spika pinggul. Gips ini melingkari batang tubuh dan satu ekstremitas bawah (gips spika tunggal atau ganda)ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR

1. Farmakoterapi1. Methylprednisolone 1. DefinisiYaitu suatu glukokortikoid alamiah (memiliki sifat menahan garam (salt retaining properties)), digunakan sebagai terapi pengganti pada defisiensi adrenokortikal. Analog sintetisnya terutama digunakan sebagai anti-inflamasi pada sistem organ yang mengalami gangguan. Glukokortikoid menimbulkan efek metabolisme yang besar dan bervariasi. Glukokortikoid merubah respon kekebalan tubuh terhadap berbagai rangsangan.

1. Indikasi

1. Kelainan endokrin : insufisiensi adrenokortikal (hydrocortisone atau cortisone merupakan pilihan pertama, kombinasi methylprednilosolone dengan mineralokortikoid dapat digunakan); adrenal hiperplasia kongenital; tiroid non-supuratif; hiperkalemia yang berhubungan dengan penyakit kanker.1. Penyakit rheumatik : sebagai terapi tambahan dengan pemberian jangka pendek pada arthritis sporiatik, arthritis rheumatoid, ankylosing spondilitis, bursitis akut dan subakut, non spesifik tenosynovitis akut, gouty arthritis akut, osteoarthritis post-trauma, dan epikondilitis.1. Penyakit kolagen : systemik lupus eritematosus, karditis rheumatik akut, dan sistemik dermatomitosis (polymitosis). 1. Penyakit kulit : pemphigus, bullous dermatitis herpetiformis, eritema multiforme yang berat (Stevens Johnson sindrom), eksfoliatif dermatitis, mikosis fungoides, psoriaris, dan dermatitis seboroik . 1. Alergi : seasonal atau perenial rhinitis alergi, penyakit serum, asma bronkhial, reaksi hipersensitif terhadap obat, dermatitis kontak dan dermatitis atopik. 1. Penyakit mata : corneal marginal alergi, herpes zooster opthalmikus, konjungtivitis alergi, keratitis, chorioretinitis, neuritis optik, iritis, dan iridosiklitis. 1. Penyakit pernafasan : sarkoidosis simptomatik, pulmonary tuberkulosis pulminan atau diseminasi. 1. Kelainan darah : idiopatik purpura trombositopenia, trombositopenia sekunder pada orang dewasa, anemia hemolitik, eritoblastopenia, hipolastik anemia kongenital. 1. Penyakit kanker (Neoplastic disease) : untuk terapi paliatif pada leukemia dan lympoma pada orang dewasa, dan leukemia akut pada anak. 1. Edema : menginduksi diuresis atau remisi proteinuria pada syndrom nefrotik. 1. Gangguan saluran pencernaan : kolitis ulseratif dan regional enteritis.1. Sistem syaraf : eksaserbasi akut pada mulitipel sklerosis.1. Lain-lain : meningitis tuberkulosa. 1. KontraindikasiMethylprednisolone dikontraindikasikan pada infeksi jamur sistemik dan pasien yang hipersentitif terhadap komponen obat.1. Dosis Dosis awal bervariasi antara 448 mg/hari tergantung pada jenis dan beratnya penyakit, serta respon penderita. Bila telah diperoleh efek terapi yang memuaskan, dosis harus diturunkan sampai dosis efektif minimal untuk pemeliharaan.Pada situasi klinik yang memerlukan methylprednisolone dosis tinggi termasuk multiple sklerosis : 160 mg/hari selama 1 minggu, dilanjutkan menjadi 64 mg/hari selama 1 bulan menunjukkan hasil yang efektif.Jika selama periode terapi yang dianggap wajar respon terapi yang diharapkan tidak tercapai, hentikan pengobatan dan ganti dengan terapi yang sesuai. Setelah pemberian obat dalam jangka lama, penghentian obat sebaiknya dilakukan secara bertahap. Pemberian obat secara ADT (Alternate-Day Therapy) : adalah rejimen dosis untuk 2 hari diberikan langsung dalam 1 dosis tunggal pada pagi hari (obat diberikan tiap 2 hari sekali). Tujuan dari terapi ini meningkatkan farmakologi pasien terhadap pemberian dosis pengobatan jangka lama untuk mengurangi efek-efek yang tidak diharapkan termasuk supresi adrenal pituitari, keadaan :Cushingoid, simptom penurunan kortikoid dan supresi pertumbuhan pada anak.Pada penderita usia lanjut : Pengobatan pada penderita usia lanjut, khususnya dengan jangka lama harus direncanakan terlebih dahulu, mengingat resiko yang besar dari efek samping kortikosteroid pada usia lanjut, khususnya osteoporosis, diabetes, hipertensi, rentan terhadap infeksi dan penipisan kulit.Pada anak-anak : Dosis umum pada anak-anak harus didasarkan pada respon klinis dan kebijaksanaan dari dokter klinis. Pengobatan harus dibatasi pada dosis minimum dengan periode yang pendek, jika memungkinkan, pengobatan harus diberikan dalam dosis tunggal secara ADT.1. Efek sampingEfek samping berikut adalah tipikal untuk semua kortikosteroid sistemik. Hal-hal yang tercantum di bawah ini tidaklah menunjukkan bahwa kejadian yang spesifik telah diteliti dengan menggunakan formula khusus.1. Gangguan pada cairan dan elektrolit : Retensi sodium, retensi cairan, gagal jantung kongestif, kehilangan kalium pada pasien yang rentan, hipokalemia alkalosis, hipertensi. 1. Jaringan otot : steroid miopati, lemah otot, osteoporosis, nekrosis aseptik, keretakan tulang belakang, keretakan pathologi. 1. Saluran pencernaan : ulserasi peptik dengan kemungkinan perforasi dan perdarahan, pankretitis, ulserasi esofagitis, perforasi pada perut, perdarahan gastrik, kembung perut. Peningkatan Alanin Transaminase (ALT, SGPT), Aspartat Transaminase (AST, SGOT), dan Alkaline Phosphatase telah diteliti pada pengobatan dengan kortikosteroid. Perubahan ini biasanya kecil, tidak berhubungan dengan gejala klinis lain, bersifat reversibel apabila pemberian obat dihentikan. 1. Dermatologi : mengganggu penyembuhan luka, menipiskan kulit yang rentan, petechiae, ecchymosis, eritema pada wajah, banyak keringat. 1. Metabolisme : Keseimbangan nitrogen yang negatif sehubungan dengan katabolisme protein. Urtikaria dan reaksi alergi lainnya, reaksi anafilaktik dan reaksi hipersensitif. dilaporkan pernah terjadi pada pemberian oral maupun parenteral.1. Neurologi : Peningkatan tekanan intrakranial, perubahan fisik, pseudotumor cerebri, dan epilepsi. 1. Endokrin : Menstruasi yang tidak teratur, terjadinya keadaan cushingoid, supresi pada pitutary-adrenal axis, penurunan toleransi karbohidrat, timbulnya gejala diabetes mellitus laten, peningkatan kebutuhan insulin atau hypoglikemia oral, menyebabkan diabetes, menghambat pertumbuhan anak, tidak adanya respon adrenokortikoid sekunder dan pituitary, khususnya pada saat stress atau trauma, dan sakit karena operasi.1. Mata : Katarak posterior subkapsular, peningkatan tekanan intrakranial, glaukoma dan eksophtalmus. 1. Sistem imun : Penutupan infeksi, infeksi laten menjadi aktif, infeksi oportunistik, reaksi hipersensitif termasuk anafilaksis, dapat menekan reaksi pada test kulit.1. Pemberian obat dalam jangka lama dapat menyebabkan katarak subkapsular, glaukoma, dan sekunder infeksi okular yang berhubungan dengan jamur dan virus. 1. Pemberian methylprednisolone dosis tinggi dapat menyebabkan penurunan tekanan darah, retensi garam dan air, peningkatan ekskresi kalium dan kalsium, serta menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi jamur, bakteri dan virus 1. Penderita yang mendapat terapi methylprednisolone jangan diberi vaksinasi cacar. Vaksinasi lain hendaknya tidak diberikan terutama pada pasien yang mendapat terapi methylprednisolone dosis tinggi karena adanya kemungkinan bahaya dari komplikasi neurologik dan berkurangnya respon antibodi. 1. Pemberian obat pada pasien tuberkulosa laten atau reaktivitas tuberkulin, harus disertai observasi lanjutan karena kemungkinan terjadi reaktivasi dari penyakit tersebut. Selama terapi jangka panjang, pasien harus diberi khemoprofilaksis.1. Pemberian pada wanita hamil dan menyusui harus mempertimbangkan besarnya manfaat dibandingkan resikonya. 1. Penggunaan pada penderita sirosis dan hipotiroid dapat meningkatkan efek kortikosteroid.

1. Mecobalamin 14. Definisi Secara Biokimia Mecobalamin adalah Cyanocobalamin yang mengandung co-enzym basa metil aktif. Mecobalamin berperan dalam reaksi transmetilasi dan merupakan homolog B12 yang teraktif di dalam tubuh yang berpengaruh terhadap metabolisme asam nukleat, protein dan lemak.Mecobalamin bekerja memperbaiki jaringan syaraf yang rusak pada gangguan syaraf seperti: degenerasi dan demielinasi aksonal; juga membantu pematangan eritroblast, membantu pembelahan eritroblast dan sintesis heme, sehingga dapat memperbaiki status darah pada anemia megaloblastik.

1. Cefixime Cefixime kapsul 100 mgTiap kapsu mengandung Cefixime trihydrate setara dengan Cefixime.......100 mgCefixime sirup kering 100 mg/5mLTiap 5 mL suspensi mengandung Cefixime trihydrate setara dengan Cefixime...100 mg1. FarmakologiAktivitas antibakteri Cefixime memiliki spektrum antibakteri yang luas terhadap mikroorganisme gram-positif dan gram-negative. Dibandingkan dengan sediaan oral cephalosporin lain, cefixime khususnya memiliki aktivitas yang poten terhadap organisme gram-positif seperti Streptococcus sp, Streptococcus pneumoniae, dan gram-negatif seperti branhamella catarrhalis, Escherichia coli, proteus sp, Haemophillus influenzae. Cara kerjanya adalah sebagai bakterisidal. Cefixime sangat stabil dan memiliki aktiitas yang baik terhadap beta-laktamase yang dihasilkan banyak organisme.1. Mekanisme KerjaCefixime menghambat sintesis dinding sel mikroorganisme. Cefixime memiliki afinitas yang tinggi untuk pembentukan protein penicillin, dengan tempat aktivitas yang bervariasi tergantung pada organismenya.1. FarmakokinetikKonsentrasi serumPemberian Cefixime secara oral dengan dosis tunggal 50, 100, atau 20 mg pada orang dewasa sehat yang berpuasa, konsentrasi maksimum setelah 4 jam berturut-turut adalah: 0,69 ; 1,13 dan 1,95 g/mL. Waktu paruh dalam serum antara 2,3 2,5 jam.Pemberian cefixime secara oral dengan dosis 1,5 ; 3,0 atau 6 mg (potensi)/kg bb pada pasien anak-anak yang fungsi ginjal yang normal, maksimum konsentrasi serum setelah 3-4 jam berturut-turut adalah : 1,14 ;2,01 dan 3,97 g/mL. Waktu paruh dalam serum adalah 3,2-3,7 jam.Penetrasi terhadap jaringanPenetrasi ke dalam air liur, tonsil, jaringan mukosa sinus maksilaris, sekret telinga, cairan empedu, dan jaringan kantong empedu sangat baik.Metabolisme Tidak ditemukan metabolit antibakteri yang aktif pada serum manusia atau urin.EksresiCefixime terutama dieksresi melalui ginjal. Peningkatan eksresi urin (lebih dari 12 jam) setelah pemberian oral sediaan 50, 100 atau 200 mg , pada orang dewasa sehat yang berpuasa, sekitar 20-25%. Konsentrasi maksimum dalam urin berturut-turut adalah : 42,9 ;62,2 dan 82,7 g/mL setelah 4-6 jam. Peningkatan eksresi urin (lebih dari 12 jam), setelah pemberian oral sediaan 1,5 ; 3,0 dan 6,0 mg/kg bb pada pasien anak-anak dengan fungsi ginjal yang normal, sekitar 13-20%1. IndikasiCefixime diindikasikan untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh miroorganisme sebagai berikut: 1. Infeksi saluran urin tanpa komplikasi yang disebabkan oleh Escherichia coli dan Proteus mirabillis.1. Otitis media yang disebabkan oleh Haemophillus influenzae (beta-laktamase strain positif dan negatif), moraxella (Branhamella) catarrhalis (umumnya yang termasuk beta-laktamase strain positif) dan Streptococcus pyogenes.1. Faringitis dan tonsillitis yang disebabkan oleh Streptococcus pyogenes.1. Bronkhitis akut dan eksaserbasi akut bronkhitis kronik yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae dan Haemophillus influenzae (beta-laktamase strain negatif dan positif).1. Pengobatan demam tifoid pada anak dengan multi-resisten terhadap pengobatan standar.1. Dosis dan cara pemberian1. Untuk orang dewasa dan anak dengan berat badan, > 30 kg : dosis yang dianjurkan adalah 50-100 mg (potensi), 2 kali sehari. Dosis harus disesuaikan dengan umur, berat badan dan kondisi pasien. Pada infeksi yang berat atau dapat berinteraksi, dosis dapat ditingkatkan menjadi 200 mg (potensi), 2 kali sehari.1. Cefixime suspensi 100 mg (potensi) : dosis umum untuk anak-anak adalah 1,5 - 3 mg (potensi)/kg, 2 kali sehari. Dosis harus disesuaikan terhadap kondisi pasien. Untuk infeksi yang berat atau dapat berinteraksi, dosis dapat ditingkatkan menjadi 6 mg (potensi)/kg, 2 kali sehari.1. Pada anak-anak, otitis media harus diobati dengan sediaan suspensi. Studi klinik pada otitis media menunjukkan bahwa pada pemberian dosis yang sama, sediaan suspensi memberikan hasil kadar puncak dalam darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan sediaan tablet. Oleh karena itu pada pengobatan otitis media pengoabatan dengan sediaan suspensi tidak boleh diganti dengan sediaan tablet.1. Demam tifoid pada anak-anak : 10-15 mg/kg/hari selama 2 minggu.1. Pasien dengan kerusakan fungsi ginjal memerlukan modifikasi dosis tergantung pada tingkat kerusakan. Apabila bersihan kreatinin antara 21-60 mg mL/min atau pasien mendapat terapi hemodialisa, dosis yang dianjurkan adalah 75% dari dosis standar (misalnya 300 mg sehari). Apabila bersihan kreaatinin kuran dari 20 mL/min atau pasien mendapat terapi rawat jalan peritonial dialisaberkelanjutan, dosis yang dianjurkan adalah 50% dari dosis standar (misalnya 200 mg perhari).1. Pada kasus overdosisLakukan pengosongan lambung karena tidak ada antidot yang spesifik. Cefixime tidak dapat dihilangkan dari sirkulasi dalam jumlah yang signifikan oleh proses hemodialisa atau peritoneal dialisa.1. Perhatian 1. Reaksi hipersensitivitas seperti syok dapat terjadi.Berikan dengan hati-hati pada :1. Pasien dengan riwayat hipersensitif terhadap penicillin.1. Pasien dengan riwayat hipersensitif pribadi atau keluarga, seperti : asma bronkhial, ruam kulit dan urtikaria.1. Pasien dengan kerusakan ginjal yang serius.1. Pasien dengan nutrisi oral yang rendah, pasien yang mendapat nutrisi parenteral, pasien usia lanjut atau pasien dengan keadaan lemah, pengamatan yang teliti perlu dilakukan pada pasien dengan gejala defisiensi Vitamin K.1. Pemberian pada wanita hamil dilakukan hanya bila manfaat lebih besar dibandingkan resikonya.1. Pada wanita yang menyusui, harus dipertimbangkan untuk melakukan penghentian terapi, karena cefixime dieksresikan pada air susu.1. Manfaat dan keamanan pemberian obat pada anak usia kurang dari 6 bulan, bayi baru lahir, dan bayi prematur belum ada data.1. Efek samping:1. SyokPemberian obat harus berhati-hati karena gejala syok dapat terjadi, walaupun jarang jika ada gejala yang berhubungan seperti perasaan tidak sehat, rasa tidak nyaman pada ronggamulut, suara pernafasan yang keras, pening, keinginan buang air besar yang tidak normal, tinnitus atau diaforesis terjadi, pemberian obat harus segera dihentikan.

1. HipersensitivitasJika timbul gejala hipersensitivitas seperti ruam kulit, urtikaria, eritema, pruritus atau demam, pemberian obat harus dihentikan dan dilakukan tindakan perlu.1. HematologiGranulositopenia atau eosinofilia kadang-kadang dapat terjadi. Trombositopenia jarang terjadi. Pemberian obat harus dihentikan jika ditemukan gejala abnormalitas. Dilaporkan pernah terjadi anemia hemolitik pada pemberian cehphem lainnya.1. HatiKadang-kadang terjadi peningkatan GOT, GPT atau alkaline phosphatase.1. Ginjal Monitoring berkala fungsi ginjal disarankan untuk dilakukan karena kerusakan ginjal yang serius seperti insufisiensi ginjal akut dapat terjadi. Jika ditemukan gejala abnormalitas, hentikan pemberian obat dan lakukan tindakan yang perlu.1. Sistem pencernaan Jarang terjadi colitis serius, seperti colitis pseudomonas, yang ditandai adanya darah pada feses. Nyeri abdominal atau sering diare memerlukan penanganan segera termasuk muntah, diare, nyeri perut, rasa tidak enak di perut, rasa terbakar atau anoreksia, mual, kembung dan konstipasi dapat terjadi.1. PernafasanJarang terjadi intestitial pneumonia atau gejala PIE, yang ditandai dengan demam, batuk, dispnea, x-ray rongga dada yang abnormal. Jika timbul gejala, hentikan segera pemberian obat, lakukan tindakan yang perlu seperti pemberian hormon adrenokortikal.1. Perubahan flora bakteriJarang terjadi stomatitis dan candidiasis.1. Defisiensi vitaminJarang terjadi defisiensi Vitamin K (seperti hypotrombinemia atau kecendrungan perdarahan) atau kelompok Vitamin B (seperti glositis, stomatitis, anoreksia atu neuritis).1. Lain-lainJarang terjadi sakit kepala atau pusing. Dilaporkan penelitian pada bayi tikus yang diberi 100 mg/kg bb/hari secara oral, mengurangi spermatogenesis.1. Pengaruh terhadap nilai laboratorium Hasil positif palsu dapat terjadi pada test gula urin dengna larutan Benedicts, larutan fehling dan Clinitest, Positif palsu belum pernah dilaporkan pada penggunaan Testape.Direct Coombs test positif dapat terjadi.1. Kontraindikasi Pasien dengan riwayat syok atau hipersensitivitas yang disebabkan oleh komponen dalam obat.

BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN1. Data Demografi1. Biodata Nama: Tn. S (35 tahun)Diagnosa Medis: SCI Incomplete AIS B SI Setinggi C4 ec Suspect Fraktur C4-C5 ec. Trauma, Fraktur Tibia 1/3 MedialTanggal Masuk: 14 Desember 2012Tanggal Pengkajian: 17 Desember- 20 Desember 2012Terapi Medik: 1. Mecobalamin1. Methylprednisolon 1. Cefixime 1. Keluhan Utama (17 Desember 2012)Klien mengeluh belum buang air besar selama 4 hari, perut terasa kembung dan begah1. Riwayat Kesehatan (17 Desember 2012)1. Riwayat Kesehatan Sekarang1. Waktu timbulnya penyakit, kapan? Jam? Saat di rawat di RS1. Bagaimana awal munculnya? Tiba-tiba? Berangsur-angsur?Tiba-tiba 1. Keadaan penyakit, apakah sudah membaik, parah, atau tetap?Saat ini keadaan pasien mulai membaik, nyeri tidak ada, tangan dan kaki sudah bisa digerakan sedikit1. Usaha yang dilakukan untuk mengurangi keluhan?Banyak minum1. Kondisi saat dikajiKesadaran compos mentis, klien kooperatif, klien mengeluh belum BAB selama 4 hari, perut penuh dan kembung, nafsu makan berkurang karena mual, BAK dengan DC, klien dengan tirah baring terdapat kelemahan pada ke 4 ekstremitas, terdapat luka dekubitus di punggung kiri dan tumit kanan, terpasang gips di kaki kiri1. Riwayat Kesehatan yang Lalu1. Penyakit pada masa anak- anak dan penyakit infeksi yang pernah dialamiTidak ada masalah1. Kecelakaan yang pernah dialami1 bulan yang lalu klien mengalami kecelakaan, klien mengendarai motor kemudian tertabrak tronton, klien langsung tidak sadar1. Prosedur operasi dan perawatan rumah sakitSebelumnya klien tidak pernah dioperasi, klien di rawat di lantai 1 GPS1. AllergiTidak ada alergi makanan/ obat-obatan/ zat1. Pengobatan diniTidak mengkonsumsi obat-obatan tertentu1. Riwayat Kesehatan Keluarga1. Identifikasi berbagai penyakit keturunan yang umumnya menyerangIbu klien menderita hipertensi, tetapi klien tidak menderita hipertensi1. Anggota keluarga yang terkena alergi, asma, hipertensi, penyakit jantung, TBC, stroke, anemia, hemopilia, arthritis, migrain, DM, kanker, dan gangguan emosionalIbu klien menderita hipertensi

1. Buat bagan dengan genogram

Ibu klien menderita hipertensiIstri klien menderita asam urat1. Riwayat Psikososial1. Identifikasi klien tentang kehidupan sosialnyaKlien adalah seorang kepala keluarga dan pencari nafkah. Klien memiliki seorang istri dan 3 orang anak.1. Identifikasi hubungan klien dengan yang lain dan kepuasan diri sendiriKlien mampu membina hubungan yang baik dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya. Klien tetap bersyukur dan menerima keadaannya saat ini1. Tanggapan klien tentang penyakitnyaKlien mulai menerima penyakitnya dan berusaha mengikuti program yang dianjurkan di RS1. Riwayat Spiritual1. Kaji ketaatan klien beribadah dan menjalankan kepercayaannyaSemenjak sakit, klien tidak menjalankan ibadah shalat, karena klien bingung cara melakukan shalat di tempat tidur1. Sistem pendukung dalam keluargaIstri dan anak- anaknya selalu mendampingi klien dan memberikan perhatian/ motivasi pada klien1. Ritual yang biasa dijalankanBerdoa1. Pemeriksaan Fisik1. Keadaan umum klien2. Tanda- tanda dari distresTanda-tanda dari distres masih nampak, klien kadang merasa tidak bisa melakukan apa- apa lagi, akan tetapi klien sudah bisa menerima kondisinya saat ini dan mempunyai semangat untuk sembuh2. Penampilan dihubungkan dengan usiaPenampilan sesuai dengan usia2. Ekspresi wajah, bicara, moodKlien tampak lemas, bicara pelan2. Berpakaian dan kebersihan umumKlien tidak mengenakan baju, karena badannya berkeringat. Secaara umum kebersihan diri klien cukup.2. Tinggi badan, berat badan, gaya berjalanKlien belum mampu berjalan1. Tanda- tanda vital2. Suhu: 36,5 0 C2. Nadi:76 x/ menit2. Pernapasan: 20 x/ menit2. Tekanan darah: 90/ 60 mmHg1. Sistem pernafasan1. HidungTulang hidung simetris, tidak ada pernapasan dengan cuping hidung, tidak ada polip atau sekret1. LeherTidak ada pembesaran kelenjar, tidak ada tumor1. Dada1. Bentuk dadaNormal 1. Perbandingan ukuran anterior-posterior dengan tranversiAnterior-posterior : transversi = 1:21. Gerakan dada kiri dan kananTidak ada gerakan dada, klien menggunakan pernafasan perut1. Keadaan proxecus xipoideusNormal 1. Suara nafasVesikuler 1. Apakah ada suara nafas tambahanTidak ada suara nafas tambahan1. Clubbing fingerTidak ada1. Sistem kardiovaskular1. Conjungtiva, bibirConjungtiva anemis, bibir tidak pucat1. Ukuran jantungNormal 1. Ictus cordis/ apexNormal 1. Suara jantungBunyi S1 dan S2 normal, tidak ada bunyi suara jantung tambahan1. Capillary refil< 3 detik1. Sistem pencernaan1. SkleraTidak ikterik1. BibirKering, sedikit pecah-pecah1. MulutKemampuan menelan baik, mampu menggerakan lidah dengan baik, tidak ada stomatitis1. GasterAda kembung, gerakan peristaltik usus lemah1. AbdomenTerdapat distensi abdomen, bising usus 4x/ menit lemah1. Anus Normal, tidak ada hemmoroid, wink refleks +1. Sistem indra1. Mata1. Kelopak mata, bulu mata, alis, lipatan epikantus dengan ujung atas telingaKelopak mata +/+, bulu mata +/+ tebal, alis +/+ tebal1. VisusMampu melihat dengan jelas1. Lapang pandangKemampuan melihat klien masih baik1. Hidung 1. Penciuman, perih di hidung, trauma, mimisanPenciuman masih berfungsi baik, tidak ada trauma, tidak ada mimisan1. Sekret yang menghalangi penciumanTidak ada sekret1. Telinga1. Keadaan daun telinga, operasi telingaDaun telinga +/+ normal, tidak ada operasi telinga1. Kanal auditorius1. Membran tympani1. Fungsi pendengaranBaik 1. Sistem saraf1. Fungsi cerebral1. Status mentalDaya ingat jangka panjang dan pendek masih baik, orientasi waktu, tempat, dan orang baik1. KesadaranCompos mentis, GCS : E4M6V51. Bicara Bicara pelan dan agak lambat, penggunaan kalimat baik dan dapat dimengerti1. Fungsi kranial1. Saraf kranial I klien mampu membedakan bau minyak kayu putih dengan minyak wangi1. Saraf kranial II klien mampu membaca tulisan pada kertas1. Saraf kranial III pupil isokor, saat diberi cahaya pupil konstriksi dan dilatasi saat tidak diberi cahaya1. Saraf kranial IV klien mampu menggerakan bola mata mengikuti petunjuk1. Saraf kranial V klien mampu mengedipkan mata1. Saraf kranial VI klien mampu membuka dan menutup mata1. Saraf kranial VII klien mampu mengerutkan dahi dan senyum simetris1. Saraf kranial VIII klien mampu mendengar dengan baik1. Saraf kranial IX klien mampu membedakan antara manis dan asin1. Saraf kranial X klien mampu menelan1. Saraf kranial XI klien mampu menggerakkan bahu ke atas dan mampu melawan tahanan1. Saraf kranial XII klien mampu menggerakkan lidahnya

1. Fungsi motorikTerdapat kelemahan pada ke empat ekstremitasNilai kekuatan otot :141111411111NT1. Fungsi sensorikFungsi sensorik +/+Key point sensory :C1- C4 = 2C5-C8 = 1T1-T6 =2T7-T9 = 1T10-T12 = 0S1-S2 = 1. Refleks ekstremitas atas +/+ Ekstremitas bawah +/ NT (gips)1. Iritasi meningen tidak terkaji1. Sistem muskuloskeletal1. Kepala (bentuk kepala) : Normochepal, rambut terdistribusi merata di kepala, di dahi, dan dagu bawah ada luka jaitan1. Vertebrae (gerakan, bentuk, ROM) : Normal1. Pelvis : tidak ada fraktur1. Lutut : kaki kiri pada tibia sinistra terdapat frakturPada hasil rotgen terdapat fraktur terbuka tibia sinistra 1/3 medial, terpasang gips dengan luka pada fraktur grade III B1. Kaki : kaki mengalami kelemahan, ROM pasif1. Bahu : normal, simetris1. Tangan : terdapat kelemahan pada kedua tangan dengan kekuatan otot 1411|11411. Kemampuan aktivitas : ADL dibantu total1. Tonus otot : lemah14111141

1111NT

1. Kekuatan otot:

1. Sistem integumen1. Rambut : warna hitam terdistribusi dibagian tubuh, kebersihan kurang1. Kulit : perubahan warna (-), kulit kering, terdapat luka dekubitus pada bagian tumit kanan dengan grade III dan mid aksila sinistra dengan grade II1. Kuku : warna putih kemerahan, sianosis (-)1. Sistem endokrin1. Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran1. Percepatan pertumbuhan : tidak ada masalah1. Gejala kreatinisme atau gigantisme : tidak ada masalah1. Ekskresi urine berlebih : ekskresi urin dengan DC1. Suhu tubuh yang tidak seimbang, keringat berlebihan, leher kaku : suhu tubuh naik turun (kadang normal,kadang tinggi), ada keringat1. Riwayat bekas air seni dikelilingi semut : tidak pernah1. Sistem perkemihan1. edema palpebra : tidak ada pembesaran1. moon face : tidak ada1. edema anasarka: tidak ada1. keadaan kandung kemih : distensi kandung kemih, tidak ada keinginan untuk buang air kecil, klien terpasang DC, dan mulai dilakukan ICP pada tanggal 20 desember 20121. Nocturia,dysuria, kencing batu : tidak ada1. Penyakit hubungan sexual : tidak ada1. Sistem reproduksi1. Keadaan gland penis (urethra) : normal, tidak ada pembengkakan1. Testis (sudah turun/belum) : normal1. Pertumbuhan rambut (kumis, janggut, ketiak) : normal, terdapat pertumbuhan rambut di kumis, janggut dan ketiak1. Pertumbuhan jakun : normal1. Perubahan suara : ada perubahan suara dari remaja menjelang dewasa1. Sistem imun1. Allergi : tidak ada alergi1. Imunisasi : tidak diimunisasi1. Penyakit yabg berhubungan dengan cuaca : tidak ada1. Riwayat tranfusi dan reaksinya : tidak ada1. Aktivitas Sehari-hari1. Nutrisi1. Selera makan : kurang1. Menu makan dalam 24 jam : nasi, lauk, dan sayur1. Frekuensi makan dalam 24 jam : 3x/hari, klien hanya makan sedikit (1x makan menghabiskan 3-4 sendok maka)1. Makanan yang disukai dan makanan pantangan :1. Pembatasan pola makanan : tidak ada1. Cara makan : dibantu oleh istri, alat makan yang diberikan dari rumah sakit1. Ritual sebelum makan : tidak ada ritual khusus1. Cairan1. Jenis minuman yang dikonsumsi dalam 24 jam : air putih dan susu1. Frekuensi minum : 8-10x/hari (sekitar 2 liter)1. Kebutuhan dalam 24 jam : 2500 cc1. Eliminasi (BAK&BAB)1. Tempat pembuangan : kondisi saat ini, untuk buang air kecil klien menggunakan dower cateter sementara selama di rawat klien belum buang air besar. 1. Frekuensi?kapan?teratur? : belum BAB selama 4 hari dan BAK terpasang D/C1. Konsistensi : BAB = Lembek dan sedikit BAK = Kuning dan keruh 1. Kesulitan dan cara menangani : untuk memperlancar BAB klien mengatasinya dengan cara minum banyak air putih, sementara cara untuk menangani BAK klien masih terpasang D/C1. Obat obatan untuk memperlancar Bab dan Bak : untuk memperlancar BAB klien diberikan obat Laksadin. 1. Istirahat Tidur1. Apakah cepat tertidur : klien sulit tidur 1. Jam tidur (siang /malam) : malam : klien tidur malam selama 6 jam namun setiap 2 jam selalu di bangunkan untuk dilakukan posturing, siang : 2 jam. 1. Bila tidak tidur apa yang dilakukan : memejamkan mata 1. Apakah tidur secara rutin : iya

1. Olahraga 1. Progam olahraga tertentu : Latihan ROM oleh fisioterapi1. Berapa lama melakukan dan jenisnya : ROM pasif pada keempat ekstremitas.1. Perasaan setelah melakukan olahraga : merasa lebih segar dan enak. 1. Rokok/ Alkohol dan Obat obatan1. Apakah merokok? Jenis? berapa banyak? sebelum di rumah sakit klien merokok 1 bungkus perhari.1. Apakah minum minuman keras? berapa minum/hari/minggu? Jenis minuman? Apakah banyak minum ketika stress? Apakah minum minuman keras mengganggu presentasi kerja? Klien tidak mengkonsumsi minuman keras. 1. Kecanduan kopi, alcohol, the atau minuman ringan? berapa banyak per hari ? tidak ada kecanduan terhadap minuman tertentu. 1. Apakah mengkonsumsi obat dari dokter? Marihuana, pil tidur, obat bius? Klien tidak mengkonsumsi obat. 1. Personal Hygiene1. Mandi (frekuensi, cara, alat mandi, mandiri atau dibantu?) ; 2x/hari di bantu. 1. Cuci rambut : selama di RS belum pernah cuci rambut1. Gunting kuku : 1x/mingggu1. Gosok gigi : klien tidak bisa gosok gigi sendiri, oral hyginene dibantu perawat 1 kali per hari. 1. Aktivitas/ mobilitas fisik1. Kegiatan sehari-hari : klien hanya tirah baring di tempat tidur, semua ADL dibantu1. Pengaturan jadwal harian : mengikuti kegiatan di RS1. Penggunaan alat bantu untuk aktivitas : kedua tangan dan kaki terdapat kelemahan dan gangguan fungsi dan saat pengkajian belum dibuatkan alat bantu fungsional1. Kesulitan pergerakan tubuh : masih kesulitan untuk menggerakkan ke 4 ekstremitasnya1. Rekreasi 1. Bagaimana perasaan anda saat bekerja : lelah, tapi klien senang1. Berapa banyak waktu luang : hanya malamdan pada hari minggu1. Apakah puas setelah rekreasi : iya, tapi jarang1. Apakah anda dan keluarga menghabiskan waktu senggang : menghabiskan waktu di rumah1. Bagaimana perbedaan hari libur dan hari kerja : hari libur lebih santai, hari kerja lebih lelah1. Tes Diagnostik1. Laboratorium RSUP FatmawatiTanggal Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

20/12/12Hematologi HemoglobinEritrositKHER11.53.8631.6g/dljuta/uLg/dl12. 17.38. 5.9032.0 36.0

14/12/12UrinalisaUrobilinogenKetonLeukositDarah/ Hb8.0Trace2+3+E.U./dl5015-20Positif

/LPB/LPBNegatif

0-50-2negatif

20/12/12Biakan MOBahan : PusPseudomonas aeruginosa

1. Ro FotoTerdapat fraktur terbuka tibia sinistra 1/3 medial

1. Terapi Saat Ini1. Mecobalamin 3x11. Methylprednisolon 3x11. Cefixime 2x1

DATA FOKUS

NAMA PASIEN: Tn. SA

DATA OBJEKTIFDATA SUBJEKTIF

1. Tingkat hambatan mobilisasi klien adalah 41. Klien terlihat berbaring saja ditempat tidur1. Pada pemeriksaan radiologi di RSUP Fatmawati klien mengalami spinal cord injury incomplete AIS B SI setinggi c4-c51. Pada pemeriksaan key point sensory nilai pada c5-c8 adalah 11. Nilai kekuatan otot 1411 11411111 NT1. Pada hasil rontgen terdapat fraktur ditibia sinistra 1/3 media1. Terlihat luka dekubitus pada permukaan kulit di midaksila sinistra dengan grade II dan di tumit kanan dengan grade III 1. Karakteristik lukaMidaaksila sinistra1. Luas luka: 3x5 cm1. Warna dasar luka 90% merah muda, 10% hitam (pada tepian luka), bau (-), hangat (-), eksudat (-)Tumit kanan1. Luas luka 3x3 cm1. Warna dasar luka 10% merah muda, 90% hitam, kulit tampak menggelembung bau (-), hangat (-), eksudat (-)1. Bising usus 4x/menit, lemah1. Abdomen teraba keras1. Karakteristik feses: konsistensi keras sedikit1. Teraba skibala1. Klien bedrest1. Ada distensi kandung kemih1. Pada pengkajian awal klien terpasang DC, kemudian pada tanggal 20/12/12 DC dilepas, klien menggunakan ICP1. S : 38,0 ; pada tanggal 20 Desember 2012 didapatkan luka pada fraktur yang digips1. Luas luka : 3x3 cm dengan kedalaman 3 cm, eksudat 4 cc berwarna kuning kemerahan1. Warna dasar luka merah 70%, putih 20%, kuning 10%, hangat (+), bengkak sekitar luka (+)1. pada tanggal 20/12/12 dilakukan pemerikasaan biakan MO pada pus di luka fraktur didapatkan hasil : terdapat pseudomanas aeruginosa1. Dan pada pemeriksaan Mikroskopis didapatkan hasil : gram batang ditemukan, leukosit : 3-8/ LPBKlien mengatakan:1. Semenjak kecelakaan lalu lintas 1 bulan yang lalu klien tidak dapat menggerakkan kaki dan tangannya1. Klien hanya tiduran ditempat tidur1. Semua aktivitas klien dibantu1. Ada luka dipunggung karena kelamaan tidur1. Klien belum bisa BAB sejak 4 hari yang lalu1. Perut terasa kembung dan begah1. Klien merasa mual1. Sebelum sakit BAB setiap hari1. Tidak bisa mengeluarkan air kencing sendiri1. Nyeri sudah tidak ada

DIAGNOSA KEPERAWATAN

NAMA PASIEN: Tn. SA

DIAGNOSA KEPERAWATANTGL. DITEMUKAN

1. Retensi urin b.d kerusakan neuromuscular1. Konstipasi b.d immobilisasi1. Kerusakan integritas kulit b.d imobilisasi fisik 1. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular1. Resiko penyebaran infeksi b.d fraktur terbuka pada tibia sinistra17 Desember 2012

17 Desember 2012

17 Desember 2012 17 Desember 2012

20 Desember 2012

ANALISA DATA

NAMA PASIEN: Tn. SANODATAPROBLEMETIOLOGI

1.Data subjektifKlien mengatakan:1. Belum bisa BAK sendiri, keinginan berkemih belum adaData Objektif1. Klien belum mampu mengeluarkan urin sendiri 1. Teraba distensi pada kandung kemih1. Kklien terpasang DC sejak masuk di lantai 4 GPS1. Riwayat kecelakaan dengan spinal cord injury1. Hasil lab urin pada tgl 14 Desember 2012 di fatmawati terdapat gram negative batang, leukosit 1-2/ LPB1. Urinalisa pada tanggal 14 desember 2012 didapatkan hasil:1. Urobilinogen 8,0 E.U/dl1. Keton race1. Leukosit 2+1. Darah /Hb 3+1. Protein urin 2+1. Sedimen urin: leukosit > 50/LPB, eritrosit 15-20 /LPB, bakteri positifRetensi urinKerusakan neuromuscular

2.Data subjektifKlien mengatakan:1. Sejaka kecelakaan 1 bulan yang lalu klien tidak mampu menggerakan keempat ekstremitasnya1. Klien hanya tiduran dan semua aktivitas klien dibantuData objektif1. Tingkat hambatan mobilisasi adalah 41. Klien terlihat bedrest1. Pada pemeriksaan key point sensory nilai pada c5-c8 adalah 11. Pada pemeriksaan radiologi di RSUP Fatmawati klien mengalami spinal cord injury incomplete AIS B SI setinggi c4-c51. Nilai kekuatan otot

14111141

1111NT

1. Pada hasil rontgen didapatkan hasil terdapat fraktur tibia sinisttra 1/3 mediaGangguan mobilitas fisikKerusakan neuromuskular

3.Data subjektifKlien mengatakan:1. Belum bisa BAB selama 4 hari sejak dirawat di lt 4 GPS1. Sebelum sakit klien BAB setiap hari1. Perut terasa begah1. Klien tidak merasakan keinginan untuk BAB

Data objektif1. Bising usus 4x/menit,lemah1. Abdomen bawah teraba keras, terasa skibala1. Karaktersitik fese: keras dan sedikit1. Klien bedrestkonstipasiImobilisasi

4.Data subjektifKlien mengatakan:1. Ada luka dipunggung karena 1 bulan lebih tidak bisa bangun dari tempat tidur1. Ada luka ditumit kanan1. Kulit kering

Data objektif1. Terlihat luka dekubitus pada permukaan kulit di midaksila sinistra dengan grade II dan di tumit kanan dengan grade III1. Karakteristik lukaMidaaksila sinistra :Luas luka: 3x5 cm, Warna dasar luka 90% merah muda, 10% hitam (pada tepian luka), bau (-), hangat (-), eksudat (-)Tumit kanan:Luas luka 3x3 cm,Warna dasar luka 10% merah muda, 90% hitam, kulit tampak menggelembung bau (-), hangat (-), eksudat (-).Kerusakan integritas kulitImobilisasi fisik

5.Data subjektifKlien mengatakan:1. Suhu tubuh berubah-ubah selama 3 hari belakangan kadang normal dan kadang demam

Data objektif1. Pada tanggal 20 desember 2012:Suhu: 38,0 derajat: ada luka pada area fraktur terbuka (tibia sinistra) yang digipsKarakteristik luka:1. Luas luka: 3x3 cm1. Kedalaman 3 cm1. Eksudat 4 cc berwarna kuning kemerahan1. Warna luka 70% merah, 20% putih, 10% kuning1. Hangat (+), bengkak (+)1. pada tanggal 20/12/12 dilakukan pemerikasaan biakan MO pada pus di luka fraktur didapatkan hasil : terdapat pseudomanas aeruginosa1. Dan pada pemeriksaan Mikroskopis didapatkan hasil : gram batang ditemukan, leukosit : 3-8/ LPBResiko penyebaran infeksiFraktur terbuka pada tibia sinistra

Daftar Pustaka 1. Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 3 . Jakarta : EGC.1. Carpenito, Lynda Juall. 2001. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC1. Doengoes, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC1. www.Asia-spinalinjury.org