BAB 2 - sinta.unud.ac.id filedibentuk oleh Gereja Katolik di kawasan Kenya dan telah terlibat dalam...

22
2

Transcript of BAB 2 - sinta.unud.ac.id filedibentuk oleh Gereja Katolik di kawasan Kenya dan telah terlibat dalam...

Page 1: BAB 2 - sinta.unud.ac.id filedibentuk oleh Gereja Katolik di kawasan Kenya dan telah terlibat dalam pembangunan ... dan ilmu politik milik Cahyo Seftyono. Seftyono (2012) memberikan

2

Page 2: BAB 2 - sinta.unud.ac.id filedibentuk oleh Gereja Katolik di kawasan Kenya dan telah terlibat dalam pembangunan ... dan ilmu politik milik Cahyo Seftyono. Seftyono (2012) memberikan

9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Kajian Pustaka

Penelitian pertama yang menjadi tinjauan pustaka bagi penulis adalah

tulisan Philista Sang (2013) yang berjudul The Role of NGOs in Conflict

Transformation: A Case Study of the Catholic Justice and Peace Commission in

Lelan Division, West Pokot County, Kenya. Tulisan ini merupakan sebuah penelitian

studi pembangunan, di Universitas Nairobi, Kenya. Penelitian Philista Sang (2013)

ini membahas upaya transformasi konflik yang dilakukan oleh sebuah NGO yang

dibentuk oleh Gereja Katolik di kawasan Kenya dan telah terlibat dalam

pembangunan perdamaian kawasan sejak tahun 1989. NGO tersebut bernama

Chatolic Justice and Peace Commission (CJPC).

Upaya CJPC dalam membangun perdamaian di Lelan dilakukan dengan

cara ikut terlibat dalam beberapa proyek perdamaian kawasan dan terlibat dalam

kelompok-kelompok pemuda dan wanita. Berbagai kegiatan yang dilakukan berfokus

pada menfasilitasi akses sumber daya ekonomi dan sosial. Selain itu, CJCP juga

berfokus pada kegiatan yang mengubah sikap dan perilaku yang dapat memicu

konflik dalam komunitas. Cara yang dilakukan CJPC di Lelan meliputi kegiatan

olahraga bersama, seminar, dan praktik-paktik tradisional seperti berbagi makanan

Page 3: BAB 2 - sinta.unud.ac.id filedibentuk oleh Gereja Katolik di kawasan Kenya dan telah terlibat dalam pembangunan ... dan ilmu politik milik Cahyo Seftyono. Seftyono (2012) memberikan

10

selama pertemuan dengan para tua-tua di Lelan. Itulah keterlibatan CJPC dalam

membangun perdamaian di Lelan, Kenya.

Penelitian Philista Sang (2013) mengenai transformasi konflik di Lelan

menolong penulis dalam meneliti konflik Dongo. Kedua penelitian ini sama-sama

menggunakan jenis pendekatan transformasi konflik. Namun, pendekatan

transformasi konflik dalam penelitian Sang (2013) dilakukan oleh organisasi berbasis

keagamaan, sedangkan organisasi SFCG adalah organisasi sekuler. Organisasi

sekuler tidak memiliki batasan dan motivasi khusus seperti yang biasa dilakukan oleh

organisasi berbasis keagamaan. Meskipun demikian, berbagai kegiatan yang

dilakukan oleh CJPC dalam transformasi konflik sangat membantu penulis dalam

menganalisis upaya-upaya yang dilakukan oleh sebuah NGO. CJPC sendiri

menggunakan kegiatan bersama, seminar-seminar, dan tindakan-tindakan tradisional

sebagai upaya organisasi dalam mentransformasi konflik di Lelan. Sedangkan,

organisasi SFCG menggunakan dialog, media, dan komunitas untuk mentransformasi

konflik dan menciptakan stabilitas berjangka panjang, serta mencegah konflik

kekerasan (sfcg.com).

Penelitian kedua yang menjadi tinjauan pustaka bagi penulis adalah

penelitian Nona Mikhelidze dan Nicoletta Pirozzi (2008) dari A Micro Level

Analysis of Violent Conflict (MICROCON), Institut Studi Pembangunan, Universitas

Sussex, Brighton. Mikhelidze dan Pirozzi ingin memberikan ide-ide dan dokumentasi

dari hasil penelitiannya yang lebih rinci mengenai ‘konflik-konflik di sekitar Eropa’.

Page 4: BAB 2 - sinta.unud.ac.id filedibentuk oleh Gereja Katolik di kawasan Kenya dan telah terlibat dalam pembangunan ... dan ilmu politik milik Cahyo Seftyono. Seftyono (2012) memberikan

11

Sehingga judul yang diangkat dalam penelitian mereka adalah Civil Society and

Conflict Transformation in Abkhazia, Israel/Palestine, Nagorno-Karabakh,

Transnistria and Western Sahara.

Dalam penelitiannya, Mikhelidze dan Pirozzi (2008) melihat kegagalan

aktor-aktor level atas seperti pemerintah dalam mengatasi konflik-konflik di lima

wilayah sekitar Eropa. Kedua peneliti tersebut kemudian melihat peran masyarakat

sipil sebagai aktor grassroots yang memiliki dampak tersendiri bagi dinamika

konflik. Kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat sipil di lima wilayah tersebut

berfokus pada pelatihan perdamaian dan pendidikan, termasuk pendidikan formal dan

informal, seperti penelitian dan melalui media. Dari hal tersebut, kedua peneliti

kemudian tertarik mengukur efektifitas, potensi dan batasan keterlibatan civil society

organizations (CSOs) dalam upaya penyelesaian konflik di lima wilayah konflik.

Penelitian Mikhelidze dan Pirozzi (2008) ini juga sangat membantu

penulis dalam menganalisis berbagai upaya yang dilakukan oleh organisasi SFCG.

Kedua penelitian ini memang memiliki perbedaan dalam hal wilayah dan aktor yang

berperan. Mikhelidze dan Pirozzi (2008) meneliti lima konflik dalam lima wilayah

yang berbeda, sedangkan penulis lebih fokus pada satu wilayah konflik yaitu

Republik Demokratik Kongo. Sedangkan dalam hal aktor yang berperan, penulis

menggunakan NGO sebagai aktor internasional, dan Mikhelidze dan Pirozzi (2008)

meneliti peran masyarakat sipil di masing-masing wilayah konflik. Namun, kedua

penelitian ini juga memiliki persamaan dalam upaya transformasi konflik yang

Page 5: BAB 2 - sinta.unud.ac.id filedibentuk oleh Gereja Katolik di kawasan Kenya dan telah terlibat dalam pembangunan ... dan ilmu politik milik Cahyo Seftyono. Seftyono (2012) memberikan

12

dilakukan oleh kedua aktor dalam penelitian ini. Upaya tersebut adalah

mentransformasi konflik melalui pendidikan perdamaian. Apabila pendidikan

perdamaian dalam penelitian Mikhelidze dan Pirozzi menyangkut penelitian dan

media, organisasi SFCG sendiri lebih menggunakan dialog, media, dan komunitas

dalam mentransformasi konflik di Dongo.

Kajian pustaka yang ketiga dalam penelitian ini adalah jurnal ilmu sosial

dan ilmu politik milik Cahyo Seftyono. Seftyono (2012) memberikan judul dalam

penelitiannya “Pembangunan berbasis Waterfront dan Transformasi Konflik di

Bantaran Sungai: Sebuah Pemikiran Awal”. Penelitian Seftyono ini berfokus pada

pembangunan sumber daya air di wilayah bantaran sungai di kota-kota besar atau

yang dikenal dengan istilah waterfront. Pembangunan ini bertujuan agar masyarakat

dapat melihat fungsi sumber daya air sebagai sesuatu yang bermanfaat dan juga

menarik dipandang.

Dengan pembangunan waterfront di bantaran sungai, masyarakat akan

membentuk sebuah interaksi sosial yang dapat meningkatkan persatuan antar warga

yang hidup di sekitar bantaran sungai tersebut. Masyarakat akan bekerja sama untuk

pembangunan bantaran sungai tersebut karena dampak dari pembangunan tersebut

sangat dirasakan oleh masyarakat seperti kemudahan akses sumber air bersih dan

dalam aspek ekonomi wisata juga memberikan pemasukan bagi masyarakat. Hal ini

akan meminimalisir kecenderungan konflik dalam masyarakat karena kebanyakan

masyarakat yang tinggal di sekitar sungai adalah masyarakat kelas bawah yang hidup

Page 6: BAB 2 - sinta.unud.ac.id filedibentuk oleh Gereja Katolik di kawasan Kenya dan telah terlibat dalam pembangunan ... dan ilmu politik milik Cahyo Seftyono. Seftyono (2012) memberikan

13

dengan segala kekurangannya. Seftyono melihat bahwa wilayah bantaran sungai yang

semula merupakan arena rawan konflik, dengan adanya pembangunan berbasis

waterfront, maka kegiatan-kegiatan positif bersama dapat dimaksimalkan dan konflik

diminimalisasikan (Seftyono,2012).

Penelitian Seftyono (2012) menjadi kajian pustaka bagi penulis karena

sama-sama membahas transformasi konflik dalam masyarakat yang rawan konflik.

Seftyono berfokus pada metode pembangunan berbasis waterfront untuk mencegah

terjadinya konflik kekerasan. Sedangkan organisasi SFCG dalam penelitian penulis,

berfokus pada metode pendidikan perdamaian melalui media, dialog, dan komunitas

dalam mentransformasi konflik di wilayah Dongo. Hal ini dilakukan untuk

menangani masyarakat yang telah mengalami konflik yang berkepanjangan dan hidup

di pedalaman hutan Equateur, RD Kongo.

1.2 Kerangka Konseptual

A. Peace Education

Dalam proses pembangunan perdamaian (peacebuilding), pendidikan

memiliki peran yang sangat penting. Kevin Kester (2010) mengemukakan bahwa

pendidikan dapat menjadi sarana untuk memelihara budaya perdamaian bagi

masyarakat yang mengalami konflik kekerasan, namun juga dapat memelihara

budaya perang. Aspek pendidikan merupakan sebuah sarana sosialisasi dan

pembangunan identitas melalui transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai,

Page 7: BAB 2 - sinta.unud.ac.id filedibentuk oleh Gereja Katolik di kawasan Kenya dan telah terlibat dalam pembangunan ... dan ilmu politik milik Cahyo Seftyono. Seftyono (2012) memberikan

14

dan perilaku masyarakat. Hal ini dapat menghasilkan pengaruh yang negatif seperti

terciptanya prasangka-prasangka buruk dan juga dapat menghasilkan pengaruh yang

positif, seperti mencegah konflik terulang kembali dengan cara menolong masyarakat

memahami penyebab konflik, menguatkan pesan dalam masyarakat tentang dampak

negatif dari konflik kekerasan, serta mendidik masyarakat merespon konflik dengan

cara non-kekerasan (Smith, 2010). Pendidikan seperti ini akan membawa perubahan

terhadap konflik dan berkontribusi besar terhadap pembangunan perdamaian

(peacebuilding) di wilayah konflik.

United Nations Children’s Fund (UNICEF) mendefinisikan pendidikan

perdamaian secara lengkap sebagai proses dalam mempromosikan ilmu pengetahuan,

keterampilan, sikap dan nilai hingga sampai pada perubahan perilaku yang

memungkinkan anak, pemuda, dan orang dewasa melakukan pencegahan konflik dan

kekerasan, memecahkan konflik dengan cara damai, dan menciptakan kondisi yang

kondusif terhadap perdamaian, baik dalam diri sendiri, antar pribadi, antar kelompok

masyarakat, nasional, dan bahkan internasional (Fountain, 1999). Orang yang

mengajar peace education atau educator harus mendorong orang yang diajar untuk

bertanggung jawab melakukan hal-hal di atas. Peace educators akan menyediakan

informasi tentang kerusakan yang diakibatkan oleh konflik kekerasan dan

memberikan informasi tentang strategi perdamaian.

Page 8: BAB 2 - sinta.unud.ac.id filedibentuk oleh Gereja Katolik di kawasan Kenya dan telah terlibat dalam pembangunan ... dan ilmu politik milik Cahyo Seftyono. Seftyono (2012) memberikan

15

Menurut Ian M. Harris (2004) dalam tulisannya mengenai Peace

Education Theory, ada lima patokan yang harus dimiliki oleh peace education, antara

lain:

1. Menjelaskan akar konflik kekerasan. Di sini orang yang diajar akan belajar

memahami orang yang berkonflik dengannya dengan tujuan mendekonstruksi

gambaran musuh.

2. Mengajarkan alternatif-alternatif untuk menghadapi kekerasan. Patokan ini

menunjukan berbagai strategi perdamaian yang dipakai untuk menangani

masalah-masalah kekerasan. Hal ini dapat dicapai dengan pengajaran proses-

proses perdamaian berupa negosiasi, rekonsiliasi, perjuangan non kekerasan,

dan penggunaan perjanjian atau hukum untuk mengurangi jumlah kekerasan.

3. Menyesuaikan dengan berbagai bentuk kekerasan. Patokan ketiga ini

menunjukkan sifat pendidikan perdamaian yang selalu menyesuaikan dengan

tipe konflik yang ditangani.

4. Perdamaian adalah sebuah proses yang sesuai dengan konteksnya. Hal ini

dicocokkan dengan norma-norma budaya yang dianut oleh orang yang

menjadi target pendidikan perdamaian.

5. Konflik itu omnipresent. Ini artinya peace educators tidak bisa mengurangi

konflik tapi mereka bisa mempersiapkan orang-orang dengan keterampilan-

keterampilan khusus dalam mengelola konflik.

Page 9: BAB 2 - sinta.unud.ac.id filedibentuk oleh Gereja Katolik di kawasan Kenya dan telah terlibat dalam pembangunan ... dan ilmu politik milik Cahyo Seftyono. Seftyono (2012) memberikan

16

Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan lima patokan peace

education ini dalam menjelaskan setiap program yang dijalankan oleh organisasi

SFCG satu per satu. Untuk lebih jelas lagi, Ian Harris juga membagi peace education

dalam beberapa tipe yang membantu penulis menjelaskan tipe peace education untuk

kasus konflik kekerasan di Dongo. Dari lima tipe peace education, yaitu international

education, human right education, development education, environmental education,

dan conflict resolution education, penulis hanya menggunakan tiga tipe yang sesuai

dengan penelitian penulis. Tiga tipe tersebut adalah human right education,

development education, dan resolution conflict education.

a. Human Right Education

Tipe peace education ini mengacu pada konflik kekerasan sipil, domestik,

budaya dan etnis. Human right education mencakup pemahaman multikultur yang

bertujuan mengurangi prasangka buruk dan kebencian antar kelompok. Pendekatan

terhadap peace education ini berfokus pada kecenderungan untuk memberikan label

musuh pada orang lain dan kemudian melawan mereka. Dalam hal ini educator akan

mengusahakan mengubah gambaran musuh dengan pemahaman warisan bersama dan

menolak berbagai bentuk kekejaman yang dilakukan dalam konflik kekerasan.

Tujuannya adalah menerima orang lain, menghargai kemanusiaan yang yang ada

dalam setiap manusia dan mengadopsi sifat saling peduli terhadap orang lain yang

memiliki kelompok sosial yang berbeda-beda.

Page 10: BAB 2 - sinta.unud.ac.id filedibentuk oleh Gereja Katolik di kawasan Kenya dan telah terlibat dalam pembangunan ... dan ilmu politik milik Cahyo Seftyono. Seftyono (2012) memberikan

17

Tipe ini dipakai penulis untuk menjelaskan bentuk kegiatan SFCG yang

sesuai dengan prinsip fundamentalnya yaitu memahami perbedaan, bertindak atas

dasar persamaan (sfcg.com). Upaya SFCG dalam menghadapi konflik Dongo

mencakup berbagai kegiatan yang mendidik masyarakat untuk menerima perbedaan

dan menghargai hak asasi orang lain. Ini dilakukan karena prasangka-prasangka

buruk antar komunitas di Dongo sangat tinggi mengingat salah satu penyebab konflik

yang memicu konflik kekerasan terjadi adalah penilaian buruk antara etnis yang satu

terhadap yang lain.

b. Development Education

Peace educators menggunakan pembangunan (development) untuk

mendidik orang yang diajar menyelesaikan kekerasan struktural, yaitu kekerasan

yang muncul akibat ketidakadilan oleh institusi-institusi sosial yang menggunakan

hirarkinya untuk mendominasi dan menindas masyarakat. Educators berfokus

mempromosikan orang-orang yang tertindas untuk terlibat dalam perencanaan,

implementasi, dan mengkontrol pembangunan, dari pada menggunakan srategi

pembangunan pemerintah yang telah dibuat oleh beberapa elit tertentu. Hal ini

memotivasi masyarakat untuk berjuang melawan ketidakadilan. Tujuan yang ingin

dicapai adalah membangun komunitas-komunitas perdamaian dengan cara-cara anti

kekerasan.

Dalam penelitian ini, SFCG menggunakan media, dialog, dan komunitas

dalam menghadapi kekerasan struktural yang terjadi di Dongo. SFCG mendorong

Page 11: BAB 2 - sinta.unud.ac.id filedibentuk oleh Gereja Katolik di kawasan Kenya dan telah terlibat dalam pembangunan ... dan ilmu politik milik Cahyo Seftyono. Seftyono (2012) memberikan

18

masyarakat untuk bersikap aktif dalam menyuarakan aspirasi-aspirasi mereka. Hal itu

dilakukan SFCG dengan berbagai program yang akan dijelaskan lebih rinci dalam

pembahasan.

c. Conflict Resolution Education

Conflict resolution education membantu individu dalam memahami

dinamika-dinamika konflik dan menggunakan keterampilan komunikasi untuk

mengelola hubungan-hubungan damai. Fokusnya terdapat pada hubungan antar

pribadi dan sistem yang membantu pihak-pihak yang berkonflik menyelesaikan

perbedaan mereka dengan dibantu oleh pihak ketiga. Conflict relation educators akan

mengajarkan keterampilan dalam berelasi dengan orang lain seperti cara mengelola

kemarahan, pengendalian diri, kesadaran emosi, pengembangan empati, ketegasan,

dan penyelesaian masalah. Dengan kata lain, educators akan mengajarkan

keterampilan peacemaking kepada orang yang diajar agar mereka dapat

menggunakan hal itu untuk mengelola konflik antar pibadinya, serta tidak menutup

kemungkinan juga beberapa kekerasan lainnya seperti kekerasan sipil, budaya,

lingkungan, dan bahkan global.

Tipe ini dipakai dalam penelitian penulis karena resolusi konflik adalah

fokus utama organisasi SFCG. Masyarakat yang mengalami konflik di Dongo masih

memiliki hubungan konfliktual dalam diri mereka. Walaupun konflik kekerasan

sudah selesai dan kesepakatan damai sudah dilakukan, namun konflik kekerasan

Page 12: BAB 2 - sinta.unud.ac.id filedibentuk oleh Gereja Katolik di kawasan Kenya dan telah terlibat dalam pembangunan ... dan ilmu politik milik Cahyo Seftyono. Seftyono (2012) memberikan

19

sangat mungkin terjadi. Maka dari itu, berbagai program dikembangkan oleh SFCG

untuk mendidik masyarakat menjadi seorang peacemaker atau pencipta perdamaian.

Tiga tipe peace education ini sangat membantu penulis dalam

memposisikan program-program SFCG sesuai dengan sumber-sumber konflik yang

masih berakar di Dongo. Secara lebih luas, penulis menggunakan konsep peace

education untuk menganalisis upaya-upaya SFCG dengan cara menggabungkan tipe-

tipe peace education dengan patokan-patokan peace education yang sudah dijelaskan

di atas.

B. Transformasi Konflik

Konsep berikutnya yang dipakai penulis dalam penelitian ini adalah

transformasi konflik. John Paul Lederach seperti yang dikutip Michael Maise (2003)

dalam artikelnya yang berjudul Conflict Transformation mengatakan bahwa

perdamaian akan dicapai apabila keadilan, struktur dan hubungan sosial dengan cara

menghormati hak asasi dan tindakan anti kekerasan menjadi sebuah gaya hidup setiap

orang. Dengan kata lain, hal-hal yang dapat memperpanjang konflik dan

mengakibatkan kerusakan harus diubah menjadi sesuatu yang konstruktif. Maksud

dari perubahan yang konstruktif adalah mengubah cara pandang terhadap konflik

menjadi positif dengan melihat bahwa konflik bermanfaat bagi pertumbuhan suatu

hubungan. Proses perubahan yang konstruktif inilah yang disebut dengan

transformasi konflik (Maise, 2003)

Page 13: BAB 2 - sinta.unud.ac.id filedibentuk oleh Gereja Katolik di kawasan Kenya dan telah terlibat dalam pembangunan ... dan ilmu politik milik Cahyo Seftyono. Seftyono (2012) memberikan

20

Selain pengertian di atas, Hugh Miall juga menjelaskan dengan rinci

maksud dari transformasi konflik. Menurut Miall (2004), definisi transformasi

konflik adalah sebuah proses perubahan relasi, kepentingan, wacana, dan nilai-nilai

dasar dalam masyarakat yang dapat memicu dan mendukung konflik kekerasan. Ini

merupakan proses jangka panjang karena aktifitas-aktifitasnya lebih berfokus pada

masyarakat dibanding hanya menciptakan mediasi.

Konflik sendiri dipahami sebagai sebuah perbedaan nilai atau tujuan oleh

dua atau lebih orang atau kelompok. Dalam transformasi konflik, konflik dipandang

lebih luas, bukan hanya berfokus pada pihak yang berkonflik, permasalahannya, atau

tujuan yang ingin dicapai, tetapi konflik juga bergantung pada konteksnya. Konteks

konflik yang dimaksud termasuk latar belakang konflik, misalnya sesuai dengan

segitiga konflik menurut Galtung yaitu pertentangan, sikap, dan perilaku. Sikap pihak

yang berkonflik merupakan sebuah aksi yang berorientasi ke dalam diri sendiri

seperti frustasi atau kemarahan. Sikap sangat dipengaruhi oleh hubungan buruk yang

telah tercipta sebelumnya antara satu pihak terhadap pihak yang lain. Perilaku

merupakan sebuah aksi yang orientasinya lebih ke luar diri seseorang atau kelompok,

biasanya dalam bentuk verbal atau fisik. Perilaku pihak yang berkonflik muncul

karena adanya ingatan pada suatu hal yang terjadi di masa lampau dan ekspektasi

yang mungkin dapat terjadi di masa yang akan datang, biasanya terbentuk karena

budaya, wacana, dan kepercayaan. Sedangkan kontradiksi atau pertentangan dapat

digambarkan sebagai sebuah masalah yang tidak dapat diselesaikan. Menurut Jean

Page 14: BAB 2 - sinta.unud.ac.id filedibentuk oleh Gereja Katolik di kawasan Kenya dan telah terlibat dalam pembangunan ... dan ilmu politik milik Cahyo Seftyono. Seftyono (2012) memberikan

21

dan Hildegaard dalam tulisan Nicolaides (2008), pertentangan adalah akar penyebab

sebuah konflik. Sumber-sumbernya meliputi nasionalisme, diskriminasi kelompok

minoritas, pemerintahan otoriter, kemiskinan, terhambatnya pemenuhan kebutuhan

hidup, tekanan politik, dan lain sebagainya.

Dalam pandangan transformasi konflik, terdapat beberapa perubahan yang

muncul akibat sebuah konflik. Empat dimensi perubahan tersebut adalah dimensi

personal, dimensi relasional, struktural, dan budaya. Lederach mengemukakan bahwa

empat dimensi perubahan ini juga yang menjadi perhatian dalam mentransformasi

sebuah konflik (Maise, 2003).

1. Dimensi Personal

Dimensi ini menyangkut perubahan yang terjadi pada aspek kognitif,

emosi, persepsi, dan spiritual akibat pengalaman konflik. Transformasi dibutuhkan

untuk membebaskan individu dari efek-efek destruktif konflik sosial seperti luka fisik

dan mental.

2. Dimensi relasional

Transformasi dibutuhkan untuk memulihkan pola komunikasi dan

interaksi dalam sebuah relasi yang berkonflik. Dengan lebih jelas, transformasi

menunjukan intervensi yang intens untuk mengurangi komunikasi yang buruk dan

meningkatkan sifat saling pengertian.

Page 15: BAB 2 - sinta.unud.ac.id filedibentuk oleh Gereja Katolik di kawasan Kenya dan telah terlibat dalam pembangunan ... dan ilmu politik milik Cahyo Seftyono. Seftyono (2012) memberikan

22

3. Dimensi Struktural

Dimensi ini berkaitan dengan struktur sosial atau aturan-aturan yang

mengatur hubungan antar individu dalam masyarakat. Dimensi ini juga menyangkut

cara orang membangun dan mengelola hubungan sosial, ekonomi, dan institusional

agar kebutuhan dasar manusianya terpenuhi, menyediakan akses kepada masyarakat

dalam pengambilan keputusan-keputusan yang dapat mempengaruhi hidup mereka,

memahami akar penyebab konflik, mempromosikan mekanisme non-kekerasan dalam

menghadapi konflik, dan meminimalisasi kekerasan itu sendiri.

4. Dimensi Budaya

Dimensi budaya mengidentifikasi dan memahami pola budaya yang dapat

memicu kekerasan sebagai ekspresi dari konflik. Selain itu, transformasi juga

dibutuhkan untuk mengidentifikasi nilai-nilai budaya yang dapat menangani konflik

secara konstruktif.

Empat dimensi dalam pendekatan transformasi di atas saling berhubungan

satu dengan yang lainnya. Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisis lebih

dalam aktifitas-aktifitas SFCG yang menggambarkan empat dimensi transformasi

konflik di atas. Upaya SFCG dalam mencapai empat dimensi tersebut dilakukan

dengan tiga cara utamanya yaitu media, dialog dan komunitas (sfcg.org).

Selain hal di atas, penting untuk memahami aktor yang memainkan peran

penting dalam proses transformasi konflik. Aktor-aktor tersebut antara lain negara

dan organisasi antar pemerintah (states and inter-governmental orgnanizations),

Page 16: BAB 2 - sinta.unud.ac.id filedibentuk oleh Gereja Katolik di kawasan Kenya dan telah terlibat dalam pembangunan ... dan ilmu politik milik Cahyo Seftyono. Seftyono (2012) memberikan

23

organisasi kemanusiaan dan pembangunan (humanitarian and development

organizations), organisasi internasional non pemerintah yang memperhatikan

pencegahan dan transformasi konflik (international non-governmental organizations,

NGO), serta pihak-pihak yang berkonflik dan kelompok-kelompok yang ada dalam

masyarakat (Miall, 2004, h.12).

Dalam penelitian ini, peneliti lebih berfokus pada transformasi konflik

yang dilakukan oleh NGO. Non-Governmental Organization (NGO) merupakan

sebuah organisasi yang bukan bagian dari pemerintah, melainkan posisinya berada

diantara pemerintah dan kehidupan pribadi individu, atau biasa dikenal dengan

masyarakat sipil. Pada umumnya NGO memiliki beberapa elemen seperti

mempromosikan kepentingan publik, bersifat non profit, terlibat dalam aksi-aksi non

kekerasan, bebas dari negara, didirikan oleh beberapa individu, dan mengikuti

struktur organisasionalnya sendiri. Kekuatan sebuah NGO hanya berdasarkan

kekuatan moral yang tinggi. Namun dengan dasar ini, NGO dapat melakukan

berbagai pekerjaan baik yang belum tentu dilakukan oleh aktor-aktor lainnya (Lehr-

Lehnardt, 2005).

Dalam artikel Rana Lehr-Lehnardt (2005) yang berjudul NGO Legitimacy:

Reassessing Democracy, Accountability and Transparency, beberapa kelebihan NGO

dibanding aktor-aktor lainnya terlihat dalam hal distribusi bantuan kemanusiaan yang

biasanya lebih cepat dibanding pemerintah karena cara kerja NGO yang lebih

fleksibel, mudah mendapat kepercayaan masyarakat, dan sangat paham bekerja

Page 17: BAB 2 - sinta.unud.ac.id filedibentuk oleh Gereja Katolik di kawasan Kenya dan telah terlibat dalam pembangunan ... dan ilmu politik milik Cahyo Seftyono. Seftyono (2012) memberikan

24

dengan masyarakat kecil yang jauh dari jangkauan pemerintah. Hal lainnya yang

menjadi kelebihan NGO adalah keahliannya dan berfokus pada isu-isu tertentu.

Selain itu, NGO juga merupakan suatu kelompok dengan pendanaan yang baik

karena dana yang diperoleh didedikasikan untuk melaksanakan visi dan misi NGO

tersebut. NGO juga dapat memantau kepatuhan negara dalam mengimplementasi

perjanjian-perjanjian internasional yang telah ditandatngani negara tersebut, seperti

perjanjian untuk menghargai hak asasi manusia, atau perjanjian-perjanjian lainnya.

Kelebihan NGO yang lain juga adalah sifatnya yang netral dan tidak terikat pada

kekuatan politik manapun, serta dapat memberikan suara kepada mereka yang tidak

dapat menyuarakan aspirasinya. NGO hadir ditengah masyarakat yang mengalami

penderitaan dan ketidakadilan dan kemudian membawa permasalahan tersebut ke

tingkat nasional atau bahkan internasional, sehingga permasalahan tersebut menjadi

sebuah isu yang harus ditangani secara bersama-sama dan dapat membawa

perubahan.

Dengan berbagai kelebihan yang dimiliki oleh NGO ini, maka penulis

berfokus meneliti aktor NGO yang bernama Search For Common Ground (SFCG)

dalam melakukan transformasi konflik di Dongo. SFCG sendiri memang

menggunakan pendekatan transformasi konflik dalam tugas dan kerjanya menangani

konflik dalam suatu wilayah. Oleh karena itu, peneliti menggunakan konsep

transformasi konflik ini untuk menjelaskan terlebih dahulu awal mula konflik dan

Page 18: BAB 2 - sinta.unud.ac.id filedibentuk oleh Gereja Katolik di kawasan Kenya dan telah terlibat dalam pembangunan ... dan ilmu politik milik Cahyo Seftyono. Seftyono (2012) memberikan

25

perubahan-perubahan yang terjadi dalam konflik setelah SFCG ikut terlibat dalam

pembangunan perdamaian di Dongo.

C. Perdamaian Positif

Perdamaian positif pertama kali diperkenalkan oleh Johan Galtung (1969)

dalam penelitiannya mengenai kekerasan dan perdamaian. Dirinya membagi konsep

perdamaian ke dalam dua bagian, perdamaian negatif dan perdamaian positif.

Perdamaian negatif merupakan kondisi ketidakhadiran kekerasan, atau ketidakhadiran

perang. Definisi ini muncul akibat banyak peneliti yang berfokus pada kekerasan

langsung, seperti perang atau tindakan agresi lainnya pada masa perang dunia.

Sedangkan Galtung (1969) sendiri melihat bahwa kekerasan juga muncul karena

sebuah struktur, tidak secara langsung. Kekerasan seperti ini meliputi kemiskinan,

kelaparan, diskriminasi, dan segala bentuk ketidakadilan sosial lainnya yang

membuat masyarakat tidak dapat mengembangkan potensinya. Kekerasan ini disebut

kekerasan struktural, yaitu kekerasan yang terjadi ketika struktur masyarakat

diarahkan pada suatu tata cara yang menghambat ide-ide masyarakat itu sendiri untuk

disalurkan (Nicolaides, 2008, h.14). Ketidakhadiran kekerasan struktural ini disebut

Galtung sebagai perdamaian positif (Galtung, 1969, h. 183).

Tahun 1990, Galtung (1990) memperkenalkan konsep kekerasan kultural

yang muncul dari budaya sebagai simbol dari keberadaan seseorang. Kekerasan

kultural adalah aspek-aspek budaya seperti identias agama, ideologi, bahasa, seni

berupa cerita-cerita, doktrin ilmu empiris, dan ilmu formal yang dapat dipakai untuk

Page 19: BAB 2 - sinta.unud.ac.id filedibentuk oleh Gereja Katolik di kawasan Kenya dan telah terlibat dalam pembangunan ... dan ilmu politik milik Cahyo Seftyono. Seftyono (2012) memberikan

26

membenarkan atau mensahkan kekerasan langsung dan kekerasan struktural

(Galtung, 1990, h. 291). Kekerasan kultural membuat kekerasan langsung dan

kekeransan struktural terlihat, bahkan dapat dirasakan. Kekerasan kultural ini menjadi

tambahan bagi kekerasan lainnya dan menjadi tipe konflik ketiga berdampingan

dengan kekerasan langsung dan kekerasan struktural (Galtung, 1990, h. 294).

Galtung (1990) menggambarkan ketiga bentuk kekerasan ini dalam segitiga

kekerasan seperti berikut:

Gambar 2.1 Tipe-tipe konflik menurut Johan Galtung

Kekerasan langsung

Terlihat

Tak Terlihat

Kekerasan kultural Kekerasan struktural

Ketika kekerasan langsung dan kekerasan struktural menjadi kaki segitiga,

maka kekerasan kultural merupakan pembenaran bagi kedua kekerasan. Ketika

kekerasan struktural dan kekerasan kultural menjadi kaki segitiga seperti di gambar

2.1 di atas, maka kekerasan langsung merupakan akibat dari adanya kekerasan

struktural dan kekerasan kultural atau yang disebut kekerasan tidak langsung. Dengan

demikian, keadaan tanpa adanya ketiga kekerasan di atas disebut Galtung sebagai

perdamaian positif.

Page 20: BAB 2 - sinta.unud.ac.id filedibentuk oleh Gereja Katolik di kawasan Kenya dan telah terlibat dalam pembangunan ... dan ilmu politik milik Cahyo Seftyono. Seftyono (2012) memberikan

27

Perdamaian positif lebih ideal dibanding perdamaian negatif. Hal itu

dikarenakan perdamaian itu sendiri tidak hanya sekadar mengakhiri atau mereduksi

kekerasan langsung dan tidak langsung, akan tetapi lebih kepada memahami cara

untuk mencegah konflik terulang kembali (Grewal, 2003). Perdamaian adalah sebuah

proses, bukanlah sebuah tujuan akhir. Itu tidak akan menjamin bahwa konflik tidak

akan muncul kembali, maka dari itu, manusia harus belajar bersepakat dengan konflik

dan menyelesaikannya dengan tindakan yang tenang dan adil (Grewal, 2003).

Dalam upaya transformasi konflik, Lederach dalam tulisan Miall (2003)

mengungkapkan bahwa perdamaian tertanam dalam keadilan di mana hubungan dan

struktur sosial yang baik dengan cara menghargai hak asasi manusia dan tindakan anti

kekerasan menjadi sebuah gaya hidup. Respon yang konstruktif terhadap konflik

kekerasan ini disebutnya sebagai proses transformasi (Miall, 2003). Dalam konflik

Dongo ini, konflik kekerasan yang terlihat di permukaan adalah akibat dari konflik

yang tak terlihat, yang telah berakar dalam. Kekerasan struktural yang paling nyata

dalam konflik Dongo dapat dilihat dari diskriminasi etnis Lobala terhadap etnis-etnis

lain. Selain itu, terdapat juga berbagai bentuk ketidakadilan oleh pemerintah yang

sangat dirasakan oleh masyarakat khususnya masyarakat yang berasal dari etnis non-

Lobala. Hal ini dilihat dari pemerintah Dongo yang membela salah satu pihak yang

terlibat konflik sengketa tanah yaitu desa Enyele karena berasal dari etnis Lobala.

Berbagai tindakan ketidakadilan sosial di Dongo menjadi salah satu pemicu konflik

kekerasan di Dongo.

Page 21: BAB 2 - sinta.unud.ac.id filedibentuk oleh Gereja Katolik di kawasan Kenya dan telah terlibat dalam pembangunan ... dan ilmu politik milik Cahyo Seftyono. Seftyono (2012) memberikan

28

Selain kekerasan struktural yang memicu kekerasan langsung, terdapat

juga kekerasan kultural yang membenarkan dan membuat kekerasan langsung

muncul ke permukaan. Aspek budaya yang paling menonjol dalam konflik Dongo

adalah cerita-cerita berbeda yang muncul dalam masyarakat Munzaya dan Enyele

tentang hak atas tanah yang telah ditentukan oleh nenek moyangnya terdahulu.

Cerita-cerita tersebut diciptakan oleh masing-masing desa yang kemudian berujung

pada kebencian satu sama lain. Kebencian ini yang menunjukan adanya hubungan

konfliktual antara desa Enyele dan desa Munzaya yang sangat memungkinkan

tercetusnya kekerasan langsung.

Dalam menangani bentuk-bentuk kekerasan ini, SFCG bekerjasama

dengan PBB dan pemerintah menangani kekerasan langsung, struktural dan kultural.

Kekerasan langsung seperti pembantaian etnis non-Lobala di Dongo memang lebih

ditangani oleh PBB dan pemerintah RD Kongo dengan mengirim pasukan penjaga

perdamaiannya di wilayah konflik. Namun, dalam menangani kekerasan struktural

dan kultural, SFCG memiliki peran yang besar karena cara kerjanya yang bersifat

langsung kepada masyarakat.

Perdamaian positif bukan menjadi tujuan akhir dari sebuah konflik

melainkan sebuah proses. Program-program transformasi konflik yang digunakan

oleh SFCG dilihat sebagai strategi yang mengarahkan konflik pada perdamaian

positif. Untuk itu, penulis menggunakan konsep perdamaian positif dalam penelitian

ini.

Page 22: BAB 2 - sinta.unud.ac.id filedibentuk oleh Gereja Katolik di kawasan Kenya dan telah terlibat dalam pembangunan ... dan ilmu politik milik Cahyo Seftyono. Seftyono (2012) memberikan