Bab 22

21
Bab 22 Halaman 388 – 393

description

a

Transcript of Bab 22

Page 1: Bab 22

Bab 22

Halaman 388 – 393

Page 2: Bab 22

• Femoral-femoral bypass grafting biasa digunakan untuk menatalaksana penyakit oklusi iliaka unilateral simptomatik

• Aneurisma perifer, seperti aneurisma popliteal, jarang terjadi ruptur tapi berkaitan dengan tingginya kejadian tombosis dan emboli.

• Axillofemoral bypass grafting menyediakan aliran darah arteri untuk ekstremitas bawah. Teknik ini dipilih jika terdapat infeksi abdominal aktif atau suatu bypass aorta graft yang terinfeksi, atau pasien secara medis tidak layak untuk bedah aorta abdominal.

Page 3: Bab 22

• Bedah vaskular ekstremitas atas ; embolektomi distal & repair luka trauma. Pembedahan lokal, tapi mungkin perlu graft vena yg jauh dari lokasi repair vaskular. Anestesi ; field block, regional atau GA. Prosedur bedah vaskular proksimal (thoracic outlet syndrome & stenosis vertebra) mungkin perlu pendekatan intratorakal dan/ atau interupsi aliran darah karotis.

• Tatalaksana postoperatif. kontrol hemodinamik yg teliti & analgesik adekuat. Oklusi graft bisa terjadi segera setelah pembedahan eksplorasi ulang. Kateter epidural dipasang selama periode postoperatif.

• Pecutaneous ballon angioplasty dan stenting telah diakui luas dalam tatalaksana aterosklerotik & penyakit stenosis vaskular yang lain. Prosedur-prosedur pada ekstremitas atas & bawah umumnya dalam kamar khusus angiografi dibawah sedasi atau GA. Prosedur ini perlu pemberian IV dye (pewarna kontras), dan perlu manuver untuk mencegah contrast-induced nephropathy (CIN). Pada suatu institusi medis, pasien secara rutin diberi N-asetilsistein dan infus natrium bikarbonat (Bab 4).

Page 4: Bab 22

BEDAH AORTA ABDOMINALA. Bedah aorta infrarenal1. Bedah aorta abdominal • indikasi relatif pada pembesaran aneurisma atau

penyakit oklusi aterosklerotik yg memicu iskemia, ruptur dan eksanguisasi.

• Sebesar 95% dari semua lokasi abdominal aortic aneurysms (AAAs) terletak di bawah dari arteri ginjal.

• diameter AAAs > 5 cm memiliki prognosis yang lebih baik jika dilakukan reseksi elektif.

• Risiko ruptur tahunan dari aneurisma yang meluas > 5 cm sekitar 4%.

• Mortalitas operasi reseksi AAAs elektif < 2%• mortalitas total dari ruptur aneurisma sekitar 70-80%.

Page 5: Bab 22

BEDAH AORTA ABDOMINAL• Teknik bedah. risiko ileus, komplikasi pulmonal &

kardiovaskular, fluid shifts postoperatif dari pendekatan retroperitonial lebih kecil dibandingkan pendekatan transabdominal & lebih baik bagi pasien morbid obese dan pasien dengan riwayat prosedur abdominal.

• Monitoring. Selain peralatan monitoring umum, ditambah IV perifer yang besar (14 gauge), ECG (lead II & V5), kateter vena sentral, arterial line, Foley kateter. Kateter PA disesuaikan indikasi. Kateter monitor (kecuali Foley) dimasukkan sebelum induksi, dan nilai baseline inisial diukur untuk memandu manajemen anestesi. Kateter vena sentral bisa dimasukkan setelah induksi sesuai komorbiditas pasien. Agen vasoaktif (nitrogliserin & fenilefrin) harus selalu tersedia. Agen vasoaktif lain disesuaikan kondisi pasien.

Page 6: Bab 22

Teknik anestesiPertimbangan umum• Sebagian besar pasien mendapat kombinasi anestesi general &

epidural menggunakan kateter epidural midtorakal. Walaupun anestesi general saja cukup, teknik kombinasi mengurangi kebutuhan anestesi, membantu intubasi yang cepat, dan menyediakan analgesia postoperatif.

Induksi• Kateter epidural disuntikkan lidokain 2% dan level sensorik

ditentukan sebelum general anestesi dilakukan. Penurunan tekanan darah sebagai dampak onset anestesi epidural ditangani dengan fenilefrin. Induksi general anestesi dilakukan dengan cara pelan dan terkontrol, titrasi obat dilakukan hingga tercapai efek hemodinamik dan anestesi yang diinginkan. Karena umumnya direncanakan ekstubasi postoperatif yang cepat, teknik dengan opioid dosis tinggi umumnya dihindari.

Page 7: Bab 22

Pemeliharaan• Anestesi primer dengan blokade epidural menggunakan

lidokain 2% ditunjang N2O, muscle relaxant, dan konsentrasi rendah volatile anestesi (inhalan). Larutan 0,1% bupivakain dan opioid (dilaudid atau fentanil) sebagai infus epidural kontinu dimulai selama prosedur ini.

• Pemeliharaan panas (heat conservation). Hilangnya panas selama prosedur bedah aorta bisa diperkirakan. Pembahasan mengenai hal ini pada Bab 18.

• Manipulasi usus diperlukan untuk memperoleh akses terhadap aorta selama pendekatan transabdominal dan bisa disertai dengan pembilasan kulit (skin flushing), penurunan tahanan vaskular sistemik, dan hipotensi profunda. Perubahan-perubahan ini bisa disebabkan oleh pelepasan prostaglandin dan peptida vasoaktif dari usus yang akan bertahan selama 20-30 menit. Tatalaksana meliputi fenilefrin IV, ekspansi volume, dan pengurangan kedalaman anestesi.

Page 8: Bab 22

Manajemen cairan.Volume intravaskular menurun karena perdarahan, insensible losses pada usus dan rongga peritonial, serta penguapan terkait insisi luas pada abdomen.•Larutan kristaloid digunakan untuk mengganti kehilangan volume yang berkisar 10-15 mL/kg/jam•Larutan koloid jarang diperlukan dan diberikan pada pasien yang tidak respon atau intoleran terhadap sejumlah besar kristaloid.•Serum hemoglobin harus dijaga diatas 10 g/dL. Pada kehilangan darah > 2000 mL , status koagulasi, platelet, faktor pembekuan, dan penggantian kalsium harus diawasi dengan evaluasi laboratorium.•Alat-alat autotransfusi sebaiknya digunakan intraoperatif untuk menampung (scavenge) darah yang tumpah. Darah autotransfusi kekurangan plasma, faktor pembekuan dan platelet.

Page 9: Bab 22

Aortic cross-clamping

• Heparin (5000 unit IV) diberikan beberapa menit sebelum dilakukan prosedur aortic cross-clamp.

• Peningkatan afterload seiring aortic cross-clamping cukup ditoleransi dengan baik oleh pasien dengan jantung yang normal. Pasien dengan gangguan ventrikel kiri bisa menunjukkan penurunan cardiac output dan/ atau iskemia miokardium. Pemberian nitrogliserin atau nitroprusid (jarang) bisa meningkatkan keseimbangan pemenuhan kebutuhan oksigen miokardium (myocardial oxygen suply-demand balance).

Page 10: Bab 22

Perlindungan ginjal• Insidensi gagal ginjal mencapai 1-2% pada bedah aorta

infrarenal. Pewarnaan angiografi preoperatif dan penyakit ginjal sebelumnya meningkatkan risiko ini. Pasien dengan peningkatan kronis kreatinin (> 2 mg/dL) secara bermakna memiliki morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi setelah bedah vaskular. Aliran darah kortikal renal dan output urin bisa menurun karena aortic cross-clamping infrarenal, kemungkinan karena kekacauan (derangement) sirkulasi, efek pada sistem renin-angiotensin, dan mikroembolisasi. Pemeliharaan hidrasi dan aliran urin yang adekuat sangat penting. Jika aliran urin menurun padahal hidrasi adekuat, bisa diberikan manitol IV, furosemid, atau fenoldopam (3 mcg/kg/menit).

Page 11: Bab 22

Aortic unclamping• Volume intravaskular harus dijaga dalam rentang normal

sampai hipervolemik, untuk antisipasi penurunan tahanan sistemik vaskular dan aliran balik vena setelah pelepasan aortic cross-clamp. Volume loading, pengurangan kedalaman anestesi, penghentian vasodilator, pemberian infus vasopresor, dan pelepasan aortic cross-clamp secara pelan dan terkontrol, akan meminimalisir hipotensi. Reperfusi dari ekstremitas bawah, menyebabkan washout dari produk anaerob dan asidosis sistemik, bisa menghasilkan efek inotropik negatif, yang dihubungkan dengan lamanya durasi aortic cross-clamp dan derajat collateral flow. Pemberian natrium bikarbonat jarang diperlukan. Jika dianggap perlu, minute ventilation bisa disesuaikan agar lebih banyak eliminasi CO2.

Page 12: Bab 22

Emergence & Transport

• Emergence (reanimasi/ recovery). Sebagian besar pasien diekstubasi pada akhir prosedur. Tapi pada pasien dengan fungsi kardio atau pulmonal yang tidak stabil, ongoing bleeding, atau hipotermi yang parah (<33 C) dibiarkan terintubasi. Hipertensi, takikardi, nyeri dan menggigil harus diantisipasi dan ditangani.

• Transport. Semua pasien harus mendapat suplementasi O2 dan monitoring tensi serta EKG yang kontinu.

Page 13: Bab 22

Bedah aorta abdominal suprarenalProsedur bedah mungkin melibatkan cross-clamp pada aorta di berbagai tingkatan di atas arteri renal. Pertimbangan anestesi mirip dengan anaestesi untuk bedah aorta infrarenal dengan perbedaan:1.Kateter PA lebih sering digunakan2.Risiko perdarahan lebih besar 3.Perfusi renal mengalami risiko lebih besar karena waktu cross-clamp pada aorta lebih lama dan risiko embolisasi kolesterol4.cross-clamping di atas arteri celiaca dan mesenterica superior bisa menyebabkan iskemia viseral dan asidosis profunda. Natrium bikarbonat diberikan secara rutin selama cross-clamping berlangsung sampai sebelum pembukaan (opening).5.Manitol dan fenoldopam IV diberikan sebelum cross-clamping dengan tujuan meminimalisir cedera iskemia ginjal

Page 14: Bab 22

Bedah arteri renal

• Stenosis atau aneurisma arteri renal diperbaiki dengan teknik yang bervariasi. Teknik bypass aortorenal dan transaortic endarterectomy memerlukan aortic cross-clamping; prosedur bypass hepatorenal (kanan) dan splenorenal (kiri) menghindari cross-clamping. Pertimbangan anestesi sama seperti pada bedah aorta abdominal. Perhatian postoperatif meliputi ongoing hipertensi dan fungsi ginjal yang memburuk.

Page 15: Bab 22

Endovascular abdominal aneurysm repair (EVR)

• EVR dari suatu AAA meliputi penanaman (deployment) suatu graft prostetik yang bisa dikembangkan (expandable) dalam lumen aneurisma sehingga menyingkirkan aneurisma dari sirkulasi dan mengurangi risiko ruptur. Graft ditanam dipandu fluroskopi, dari selubung yang ditempatkan dalam arteri femoral melalui cut-down arteriotomi. Dibandingkan dengan repair AAA konvensional, perdarahan pada EVR lebih sedikit & insidensi morbiditas perioperatif yang lebih jarang, termasuk komplikasi pulmonal, kardiovaskular dan ginjal. Pelaksanaan EVR menyebabkan perawatan ICU postoperatif yang lebih sedikit, ambulasi yang lebih awal dan rawat inap yang lebih singkat.

Page 16: Bab 22

• Seleksi pasien dan penentuan ukuran (sizing) stent graft bergantung pada pencitraan yang detail sebelum operasi. Lebih dari 60% pasien yang diketahui menderita AAAs infrarenal bisa menerima EVR.

• Monitoring. Sebagai tambahan alat monitor standar (Bab 10) digunakan juga IV perifer yang besar (14-16 gauge), kateter arteri, dan kateter Foley. Konversi menjadi prosedur terbuka relatif jarang, tapi tiap kasus harus disiapkan untuk kemungkinan repair AAAs darurat.

• Teknik anestesi. Sebagian besar pasien mendapat epidural atau kombinasi spinal dan epidural anestesi. Sedasi IV menggunakan propofol dan/ atau benzodiazepin dan titrasi narkotika short-acting sampai pasien merasa nyaman.

• Komplikasi EVR meliputi kegagalan menyingkirkan AAA dari sistem arteri (endoleak), terjadi emboli, cedera arteri, graft kinking (terjepit), iskemia ekstremitas, dan infeksi. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal berisiko terkena CIN, sehingga infus N-asetilsistein dan Na bikarbonat diberikan secara rutin seperti dijelaskan sebelumnya.

Page 17: Bab 22

Bedah aorta abdominal emergensi

Pasien-pasien yang menunjukkan tanda dan gejala dengan spektrum yang luas dapat dibagi menjadi 2 kelompok:1.Pasien dengan hemodinamik stabil2.Pasien dengan hemodinamik tidak stabil

Page 18: Bab 22

Pasien dengan hemodinamik stabilPasien dengan hemodinamik stabil yang belum mengalami ruptur atau melebar (expanding contained rupture) ditangani dengan pertimbangan anestesi yang sama seperti dijelaskan sebelumnya, tapi persiapan preoperatif harus dilakukan dengan cepat.•Pemasangan kateter Foley dan nasogastric tube harus ditunda sampai induksi selesai untuk menghindari manuver Valsava (atau hipertensi) yang bisa memicu perdarahan atau menyebabkan ruptur. Pemasangan jalur PA atau tekanan vena sentral dilakukan saat pasien sadar.•Induksi dilakukan setelah preoksigenasi, menggunakan pemasangan tekanan krikoid dan titrasi agen hipnotik, opioid dan muscle relaxants yang hati-hati. Hipertensi harus dihindari dan anestesi bisa disuplementasi dengan obat-obat vasoaktif.

Page 19: Bab 22

Pasien dengan hemodinamik tidak stabil

Pasien dengan hemodinamik tidak stabil (aneurisma yang ruptur) memerlukan tidakan resusitasi. Kematian bisa dihindari dengan restorasi volume intravaskular, penggunaan vasokonstriktor yang bijaksana, dan kontrol bedah segera. Pada situasi paling baik, mortalitas mencapai 40-50%, umumnya karena konsekuensi fisiologis dari hipotensi dan transfusi darah masif. Insidensi MI, gagal ginjal akut, gagal nafas dan koagulopati juga tinggi.

Pertimbangan umum1.Akses IV ukuran besar (large-bore) sangat penting2.Sampel darah harus segera dikirim untuk cross-matching dan pemeriksaan laboratorium lain yang terkait. Komponen darah harus segera dipesan, tapi donor darah universal (golongan darah O negatif pada wanita usia subur, dan golongan darah O positif pada yang lain) harus ada jika golongan darah yang sesuai tidak tersedia. Koloid harus tersedia. Tim autotransfusi harus diberitahu dan peralatan disiapkan.

Page 20: Bab 22

Teknik bedah & Monitoring

Teknik bedah• Prioritas bedah yang segera adalah untuk

mengendalikan perdarahan dengan melakukan cross-clamping pada aorta di dada atau perut.

Monitoring• Standar minimal monitoring sebaiknya dilakukan

selama resusitasi volume inisial, diikuti dengan pemasangan monitoring invasif jika waktu dan hemodinamik memungkinkan. Pemasangan monitor dan resusitasi cairan tidak boleh menunda kontrol bedah yang definitif terhadap ruptur pada pasien yang tidak stabil.

Page 21: Bab 22

Teknik anestesiInduksi• Pada pasien sekarat (moribund), intubasi enditrakeal

harus segera dilakukan• Pada pasien hipotensi, diindikasikan induksi yang cepat

dan hati-hati, tapi pasien mungkin hanya bisa menoleransi dosis kecil skopolamin, ketamin, etomidat, dan/ atau benzodiazepin serta relaksan.

Pemeliharaan • Sekali aorta dijepit (clamped) untuk mengendalikan

perdarahan, upaya resusitasi harus terus berlanjut hingga stabilitas hemodinamik tercapai. Dosis tambahan dari opioid dan anestesi suplemental diberikan sesuai kemampuan toleransi.