BAB 4 Moral,Etika Dan Akhlak
-
Upload
annas-fauzy -
Category
Documents
-
view
20 -
download
0
description
Transcript of BAB 4 Moral,Etika Dan Akhlak
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................
B. Rumusan Masalah...........................................................................................
C. Tujuan............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Moral,Etika dan Akhlak........................................................................
B. Hubungan Tasawuf dengan Akhlak...................................................................
C. Aktualisasi Akhlak............................................................................................
D. Indikator Manusia Berakhlak............................................................................
E. Fungsi Aktualisasi Akhlak..................................................................................
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.Pendahuluan
Pendidikan akhlak dan moral mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat
pentng dalam pembangunan nasional oleh karena pembangunan nasional kita adalah
pembangunan manusia indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat
indonesia. Keberhasilan segala bidang ini di tentukan oleh faktor manusianya yaitu manusia
pembangungan yang bermoral, beretika dan berakhlak mulia. Disamping itu pendidikan
akhlak dan moral diharapkan dapat berperan sebagai filter terhadap kemungkinan
timbulnya dampak negatif.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep Etika, Moral dan Akhlak?
2. Bagaimana korelasi antara akhlak dan ajaran Tasawuf?
3. Bagaimana cara mengaktualisasikan Akhlak dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim?
4. Indikator apa saja yang dapat menunjukan bahwa seorang manusia dikatakan telah
memiliki akhlak?
5. Mengapa perlu aktualisasi akhlak dalam kehidupan?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian, pembagian dan peranan dari Etika
2. Untuk mengetahui pengertian dari Moral
3. Untuk mengetahui pengertian dan macam-macam dari Akhlak
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Moral, Etika dan Akhlak
Akhlak secara bahasa berasal dari kata khalaqa ( �َق� َل ) yang kata asalnya khuluqun (َخ�
�َق� َل ,yang berarti perangai, tabi’at, adab atau khalaqun yang berarti kejadian, buatan ( َخ�
ciptaan. Jadi sexara etimologi akhlak itu berarti perangai, adab,tabi’at, atau sistem perilaku
yang dibuat.
Akhlak karenanya secara kebahasaan bisa baik atau buruk tergantung pada tata nilai yang
dipakai sebagai landasannya, meskipun sedara sosiologis di Indonesia kata akhlak sudah
mengandung konotasi baik, jadi “Orang yang berakhlak” berarti orang yang berakhlak baik.
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”
“(agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu.“
Akhlak atau sistem perilaku ini terkjadi melalui suatu konsep atau seperangkat
pengertian tentagng apa dan bagaimana sebaiknya akhlak itu harus terwujud. Konsep atau
seperangkat pengertian tentang apa dan bagaimana sebaiknya akhlak itu seharusnya
disusun oleh manusia dalam sitem ideanya. Sistem idea ini adalah hasil proses (penyebaran)
daripada kaidah-kaidah yang sihayati dan dirumuskan sebelumnya (norma yang bersifat
normatif dan bersifat deskriptif). Kaidah atau makna yang merupakan ketentuan ini timbul
dari satu sitem nilai yang rterdaat didalam AL-Qur’an atau sunnah yang telah dirumuskan
melalui wahyu illahi maupun yang disusun manusia sebaga kesimpulan dari hukum-hukum
yang terdapat dalam alam semesta yang diciptaka Allah SWT.
Setelah pola prilaku terbentuk maka sebagi kelanjutannya akan lahir hasil-hasil dari
pola pilaku tersebut yang berbentuk material (artifacts) maupun non mataerial (konsepsi,
idea). Jadi akhlaqul karimah itu ialah pola prilaku yang dilandaskan pada dan
memanifestasikan nilai-nilai iman,islam dan ihsan. Karena ihsan berarti berbuat baik dan
orang yang ihsan disebut muhsin.
Ciri-Ciri Perbuatan Akhlak:
1) Tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya.
2) Dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.
3) Timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari
luar.
4) Dilakukan dengan sungguh-sungguh.
5) Dilakukan dengan ikhlas.
Macam-Macam Akhlak
1. Akhlak kepada Allah
a) Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembahNya sesuai
dengan perintah-Nya. Seorang muslim beribadah membuktikanketundukkan terhadap
perintah Allah.
b) Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi,baik
diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada Allah melahirkan ketenangan
dan ketentraman hati.
c) Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do’a merupakan inti ibadah,
karena ia merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia,
sekaligus pengakuan akan kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu
d) Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil
pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan.
e) Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan Allah. Mengakui bahwa dirinya
rendah dan hina di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, oleh karena itu tidak layak kalau hidup
dengan angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam
melaksanakan ibadah kepada Allah.
2. Akhlak kepada diri sendiri
a) Sabar, yaitu prilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil daripengendalian
nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya.Sabar diungkapkan ketika
melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika ditimpa musibah.
b) Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung
banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan
ucapan adalah memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan syukur dengan
perbuatan dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan
aturan-Nya.
c) Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua,
muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat
iri dan dengki yang menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain.
3. Akhlak kepada keluarga
Akhlak terhadap keluarga adalah mengembangkann kasih sayang di antara anggota
keluarga yang diungkapkan dalam bentuk komunikasi. Akhlak kepada ibu bapak adalah
berbuat baik kepada keduanya dengan ucapan dan perbuatan. Berbuat baik kepada ibu
bapak dibuktikan dalam bentuk-bentuk perbuatan antara lain :
a) Menyayangi dan mencintai ibu bapak sebagai bentuk terima kasih dengan cara bertutur
kata sopan dan lemah lembut
b) Mentaati perintah
c) Meringankan beban, serta
d) Menyantuni mereka jika sudah tua dan tidak mampu lagi berusaha.
4. Akhlak kepada sesama manusia
a) Akhlak terpuji (Mahmudah)
Husnuzan
Berasal dari lafal husnun (baik) dan Adhamu (Prasangka). Husnuzan berarti prasangka,
perkiraan, dugaan baik. Lawan kata husnuzan adalah suuzan yakni berprasangka buruk
terhadap seseorang . Hukum kepada Allah dan rasul nya wajib, wujud husnuzan kepada
Allah dan Rasul-Nya antara lain:
- Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua perintah Allah dan Rasul Nya Adalah untuk
kebaikan manusia.
- Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua larangan agama pasti berakibat buruk.
Hukum husnuzan kepada manusia mubah atau jaiz (boleh dilakukan). Husnuzan kepada
sesama manusia berarti menaruh kepercayaan bahwa dia telah berbuat suatu kebaikan.
Husnuzan berdampak positif berdampak positif baik bagi pelakunya sendiri maupun orang
lain.
Tawaduk
Tawaduk berarti rendah hati. Orang yang tawaduk berarti orang yang merendahkan diri
dalam pergaulan. Lawan kata tawaduk adalah takabur.
Tasamu
Artinya sikap tenggang rasa, saling menghormati dan saling menghargai sesama manusia.
Ta’awun
Ta’awun berarti tolong menolong, gotong royong, bantu membantu dengan sesama
manusia.
b) Akhlak tercela (Mazmumah)
Hasad
Artinya iri hati, dengki. Iri berarti merasa kurang senang atau cemburu melihat orang lain
beruntung..
Dendam
Dendam yaitu keinginan keras yang terkandung dalam hati untuk membalas kejahatan.
Gibah dan Fitnah
Membicarakan kejelekan orang lain dengan tujuan untuk menjatuhkan
nama baiknya. Apabila kejelekan yang dibicarakan tersebut memang
dilakukan orangnya dinamakan gibah. Sedangkan apabila kejelekan yang
dibicarakan itu tidak benar, berarti pembicaraan itu disebut fitnah.
Namimah
Adu domba atau namimah, yakni menceritakan sikap atau perbuatan
seseorang yang belum tentu benar kepada orang lain dengan maksud
terjadi perselisihan antara keduanya.
Istilah-Istilah yang Berkaitan dengan Akhlak
Dalam pengertian sehari-hari, perkataan “akhlak” acapkali disamakan pengertainnya
dengan “etika”, “moral”, dan “susila”. Untuk mendapatkan gambaran masing-masing istilah
tersebut sesuai dengan penggunaannya, maka di sini mari kita kaji istilah-istilah tersebut.
Etika
Perkataan “etika” berasal dari bahasa Yunani “ethos”. Kata ethos dalam bentuk
tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang;
kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha)
artinya adalah: adat kebiasaan. Dan arti terakhir inilah yang menjadi latar belakang
terbentuknya istilah “etika” yang oleh filsuf Yunani Aristoteles (384-322 SM.) sudah dipakai
untuk menunjukkan filsafat moral. (Bertens, 1994:4).
Dalam filsafat moral, etika didefinisikan sebagai berikut:
a. Ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal
perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. (Ya’qub, 1983:13).
b. (1) Ilmu pengetahuan tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak); (2) Kumpulan asa atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; (3)
Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 1998).
Dari pengertian etika tersebut, tampak bahwa terdapat istilah “akhlak” yang menjadi
obyek kajian ilmu etika. Boleh jadi karena itulah, maka ada orang yang beranggapan bahwa
etika sama dengan akhlak. Persamaan itu memang ada, karena keduanya membahas
masalah baik dan buruknya tingkah laku manusia. Tujuan etika dalam pandangan filsafat
ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia di setiap waktu dan tempat tentang
ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran
manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena
pandangan masing-masing golongan di dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran
(kriteria) yang berlainan. Setiap golongan mempunyai konsepsi sendiri-sendiri. Sebagai
cabang dari filsafat, maka etika bertitik tolak dari akal pikiran, tidak dari agama. Di sinilah
letak perbedaannya dengan akhlak dalam pandangan Islam. Dalam pandangan Islam, ilmu
akhlak ialah ilmu yang mengajarkan mana yang baik dan mana yang buruk berdasarkan
ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ajaran etika Islam sesuai dengan fitrah dan akal pikiran yang
lurus.
Untuk menghindari kesamaran tersebut, maka perlulah kiranya diketahui karakteristik etika
Islam yang membedakannya dengan etika filsafat, yaitu sebagai berikut:
a. Etika Islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik dan
menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk.
b. Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik dan buruknya
perbuatan, didasarkan pada ajaran Allah SWT, yaitu Al-Qur’an, dan ajaran Rasul-Nya yaitu
sunnah.
c. Etika Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima oleh seluruh umat
manusia di segala waktu dan tempat.
d. Dengan jaran-ajarannya yang praktis dan tepat, cocok dengan fitrah manusia dan akal
pikiran manusia. Maka etika Islam dapat dijadikan pedoman oleh seluruh umat manusia.
e. Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia ke jenjang akhlak yang luhur dan
meluruskan perbuatan manusia di bawah pancaran sinar petunjuk Allah SWT menuju
keridhaan-Nya. Dengan melaksanakan etika Islam niscaya akan selamatlah manusia dari
pikiran-pikiran dan perbuatan-perbuatan yang keliru dan menyesatkan. (Ya’qub, 1983:14).
Moral
Perkataan “moral” berasal dari bahasa Latin “mores”, kata jamak dari “mos”, yang
berarti adat kebiasaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1998, kata “moral”
diterjemahkan dengan arti susila. Kata moral selalu mengacu pada baik dan buruknya
manusia sebagai manusia. Jadi bukan mengenal baik-buruknya manusia dari satu segi saja,
misalnya sebagai pegawai, sebagai petani, sebagai ustadz, dsb, melainkan sebagai manusia
secara total. Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya
sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolok ukur untuk menentukan betul-salahnya
sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik-buruknya sebagai manusia dan bukan
sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas. (Magnis-Suseno, 1987:18).
Ajaran moral memuat pandangan-pandangan tentang nilai-nilai dan norma-norma moral
yang terdapat di antara sekelompok manusia. Sumber pelbagai moralitas dapat berasal dari
satu atau beberapa sumber berikut: tradisi atau adat, agama, atau sebuah ideologi. (Magnis-
Suseno, et.al, 1996:3).
Patut dicatat di sini, hubungan antara etika dan moralitas. Bahwa etika bukan sumber
tambahan moralitas melainkan merupakan filsafat yang merefleksikan ajaran-ajaran moral.
Pemikiran filsafat mempunyai lima ciri: bersifat rasional, kritis, mendasar, sistematik, dan
normatif.
Maka dengan etika di sini dimaksudkan filsafat moral, atau pemikiran rasional, kritis,
mendasar, dan sistematis tentang ajaran-ajaran moral. Etika menyelidiki mengapa kita harus
mengikuti moralitas tertentu, atau bagaimana kita dapat mengambil sikap yang
bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai moralitas. Perlu diperhatikan bahwa
terkadang kata etika juga dipakai dalam arti yang longgar, yaitu untuk menunjuk pada
keseluruhan pandangan moral kelompok sejauh merupakan kesatuan sistematis (misalnya
“Etika Jawa”).
B. Hubungan Tasawuf dengan Akhlak
Pandangan paling monumental tentang Tasawuf muncul dari Abul Qasim Al-Qusyairy an-
Naisabury, seorang ulama sufi abad ke-4 hijriyah. Al-Qusyairy sebenarnya lebih
menyimpulkan dari seluruh pandangan Ulama Sufi sebelumnya, sekaligus menepis bahwa
Tasawuf atau Sufi muncul dari akar-akar historis, bahasa, intelektual dan filsafat di luar
Islam.Dalam buku Ar-Risalatul Qusyairiyah ia menegaskan bahwa kesalahpahaman banyak
orang terhadap tasawuf semata-mata karena ketidaktahuan mereka terhadap hakikat
Tasawuf itu sendiri. Menurutnya Tasawuf merupakan bentuk amaliyah, ruh, rasa dan pekerti
dalam Islam itu sendiri. Ruhnya adalah firman Allahswt:
“Dan jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)
kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu
dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya.”(QS.Asy-Syams:7-8)
”Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang membersihkan diri dan dia
mendzikirkan nama Tuhannya lalu dia shalat.” (QS. Al-A’laa: 14-15)
Berdasarkan pandangan para Sufi itulah akhirnya Al-Qusayiry menyimpulkan bahwa Sufi
dan Tasawuf memiliki terminologi tersendiri, sama sekali tidak berawal dari etimologi,
karena standar gramatika Arab untuk akar kata tersebut gagal membuktikannya. Alhasil,
dari seluruh definisi itu, semuanya membuktikan adanya adab hubungan antara hamba
dengan Allah swt dan hubungan antara hamba dengan sesamanya. Dengan kata lain,
Tasawuf merupakan wujud cinta seorang hamba kepada Allah dan Rasul-Nya, pengakuan
diri akan haknya sebagai hama dan haknya terhadap sesama di dalam amal kehidupan.
Tasawuf adalah proses pendekatan diri pada tuhan dengan cara mensucikan hati sesuci-
sucinya.Akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk.Jadi
kaitan/hubungan tasawuf dengan akhlak yaitu bahwa orang yang suci hatinya akan
tercermin dalam air muka dan perilakunya yang baik
C. Aktualisasi Akhlak
Dalam kehidupan, akhlak memegang peranan yang sangat besar. Akhlak berhubungan
erat dengan setiap perbuatan manusia yang diukur dengan wahyu apakah suatu perbuatan
dapat dikatakan baik atau buruk. Dalam akhlak ada nilai dasar apakah perbuatan itu baik
atau buruk. Akhlak mengandung pengertian perbuatan yang timbul melalui sebuah ikhtiar
dan kesengajaan. Perbuatan itu meski diketahui waktu ia melakukan apa yang ia perbuat.
Akhlak pada dasarnya menjelaskan kata antara baik dan buruk. Dalam akhlak juga
menerangkan tujuan yang hendak dicapai dari perbuatan manusia. Selanjutnya akhlak juga
membicarakan tentang jalan ataupun proses yang dilalui oleh manusia untuk mencapai
tujuannya.
Dalam kehidupan yang serba modern sekarang tentu banyak kepentingan yang ada
dalam anggota masyarakat. Mewujudkan masyarakat yang harmonis memerlukan aturan-
aturan yang bersifat universal yang dapat dipertanggungjawabkan secara Ilahi dan
kemanusiaan. Dengan kata lain, aturan tersebut haruslah sesuai dengan tuntutan zaman
yang ada dan sesuai dengan akidah agama. Di sinilah letak urgensi pendidikan akhlak yaitu
dalam merumuskan pendidikan agar selalu berada dalam jalur yang benar dan selalu dalam
orientasi yang lebih baik. Selanjutnya dalam masa yang serba modern ini maka urgensi
pendidikan akhlak yang terpenting adalah bagaimana mewujudkan masyarakat yang
madani.
Masyarakat modern tentunya mempunyai tantangan yang lebih kompleks, untuk itulah
pendidikan akhlak sangat penting dan diharapkan dapat menjadi sarana pembentukan
kepribadian manusia. Dengan demikian urgensi pertama dan utama pendidikan akhlak
adalah membentuk pribadi yang berakhlak. Pembentukan pribadi yang berakhlak tidaklah
terlepas dari tujuan pendidikan Islam. Pendidikan Islam itu sendiri bertujuan membentuk
insan kamil yang tentunya sifat dan sikapnya selalu mencerminkan pribadi muslim.
Pembentukan pribadi muslim yang berakhlak mencakup aspek jasmaniah dan ruhaniah.
Keduanya merupakan target pembentukan pribadi yang berakhlak. Pengaruh modernisasi
dan industrialisasi sebagai dampak dari era globalisasi diharapkan dapat dinetralisasi dengan
tetap mempertahankan akhlakul karimah dalam kehidupan keluarga dan lingkungan
masyarakat.
Pendidikan akhlak dalam era globalisasi sangatlah menentukan. Di saat pendidikan
sekarang ini yang semakin sekuler dan materialis sehingga nilai-nilai akhlak dan moralitas
bermasyarakat dalam erosi yang sangat besar. Manusia cenderung hanya mengejar
tuntutan materi saja dan hal ini membawa manusia pada situasi yang dilematis, manusia
telah kehilangan nilai kemanusiaan. Manusia telah menjadi mesin kehidupan yang harganya
bisa diukur dengan uang atau benda lainnya. Di sini terlihat urgensi pendidikan akhlak agar
manusia tidak kehilangan kemanusiaannya dan selanjutnya terwujud sebuah masyarakat
yang madani.
D. Indikator Manusia Berakhlak
Seorang muslim yang telah mampu mengapliksikan dan mengaktualisasikan akhlak
dalam kehidupan pada umumnya memiliki ciri pada setiap perbuatan yang dilakukan selalu
bernafaskan ajaran Islam. Secara general seorang muslim yang dikatakan berakhlak dapat
dilihat dari beberapa hal antara lain:
• Akhlak telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya.
• Akhlak telah diterapkan dengan mudah tanpa melalui proses berpikir yang panjang.
• Akhlak timbul dari kesadaran dari orang tersebut tanpa ada paksaan dan tekanan.
• Akhlak tersebut dilakukan dengan sungguh-sungguh dan ikhlas
E. Fungsi Aktualisasikan Akhlak
Sebagai makhluk sosial manusia tidak bisa menghindar dari berhubungan dengan orang
lain. Dalam berkomunikasi antara satu dengan yang lain, manusia tunduk kepada sistem
komunikasi interpersonal dan komunikasi intrapersonal. Sebagai makhluk psikologis
manusia bukan hanya memotret yang tampak, tetapi juga mempersepsi yang tampak
dengan perangkat kejiwaannya sehingga performance seseorang tidak hanya difahami dari
yang nampak, tetapi juga dari yang di duga berada dibalik yang tampak. Orang kebanyakan,
memang suka menempatkan penampilan luar sebagai ukuran, tetapi bagi orang yang
terpelajar dan beradab, yang paling utama dari kualitas manusia adalah kredibilitas
akhlaknya, kredibilitas moralnya, dan ukuran itulah yang diperhitungkan dalam transaksi
sosial. Kredibilitas akhlak yang dimiliki oleh seseorang akan menjadi kekuatan yang sangat
kuat dalam bernegosiasi dengan orang lain dalam berbagai urusan.
BAB III
PENUTUP
Dengan demikian, akhlak dan Ihsan ialah dua pranata yang berada pada suatu sistem
yang lebih besar yang disebut akhlaqul karimah. Dengan perkataan lain, akhlak adalah
pranata perilaku yang mencerminkan struktur dan pola perilaku manusia dalam segala
aspek kehidupan. Sedang ihsan adalah pranata nilai yang menentukan atribut kualitatif dari
pribadi atau akhlak. Jadi akhlak yang berkualitas ihsan adalah akhlaqul karimah, sedang
pelakunya disebut muhsin, (jamak: muhsinin).
DAFTAR PUSTAKA
Muthtahhari, Murtadha, Falsafah akhlak : kritik atas moralitas Barat; Penerjemah, Faruq bi
Dhiya’. Bandung : Pustaka Hidayah, 1995.
Fakhry, Majid, Etika Dalam Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996.
Al-Jazairi, Syekh Abu Bakar. Mengenal Etika dan Akhlak Islam. Jakarta : Lentera, 2003.
Bakry, Oemar. Akhlak Muslim. Bandung : Angkasa, 1981.
Masyhur, Kahar. Meninjau berbagai Ajaran; Budipekerti/Etika dengan Ajaran Islam. Jakarta :
Kalam Mulia, 1986.
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2003.
Shaqr, Abdul Badi’, Meneladani Akhlak Nabi. Bandung : PT Mizan Pustaka, 2004.
Darajat , Zakiah, dkk. Dasar-Dasar Agama Islam. Jakarta : PT Bulan Bintang, 1984.