BAB I
-
Upload
nyoman-dewi-saptari -
Category
Documents
-
view
272 -
download
3
description
Transcript of BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan teknologi, perkembangan di dunia
farmasi pun tidak ketinggalan. Semakin hari semakin banyak jenis dan ragam penyakit yang
muncul dan perkembangan pengobatan pun terus dikembangkan. Berbagai macam turunan
obat telah dibuat untuk meningkatkan efektifitas obat. Selain memodifiksi senyawa obat,
upaya yang banyak dilakukan adalah memodifikasi bentuk sediaan dan sistem penghantaran
obat.
Bermacam sistem mucosal dalam tubuh manusia (nasal, pulmonal, rectal dan vaginal)
dapat dimanfaatkan untuk titik masuk sistem penghantaran obat. Dengan sendirinya pada
sistem mucosal tersebut terdapat perbedaan dan persamaan dalam hal penghantaran obat.
Sistem penghantaran obat nasal telah berlangsung sejak lama, dikenal dalam pengobtan
Ayurvedi di India dan oleh orang Indian di AmerikaSelatan, melalui cara penghisapan (snuff)
obat untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Pemberian obat secara intranasal merupakan alternatif ideal untuk menggantikan sistem
penghantaran obat sistematik parenteral. Keuntungan pemberian obat secara nasal ini
meliputi: pencegahan eliminasi lintas pertama hepatic, profil konsentrasi obat versus waktu
relatif sebanding dengan pengobatan secara intravena, keberadaan vaskulator yang besar dan
struktur yang sangat permeabel mukosa nasal ideal untuk absorpsi sistematik, dan kemudian
obat secara intranasal memberikan kenyamanan kepada pasien.
Berdasarkan atas latar belakang di atas, maka disusunlah makalah ini untuk mengetahui
tentang sistem penghantaran obat intranasal dan hal-hal yang berkaitan dengan penghantaran
sediaan tersebut serta berbagai faktor yang mempengaruhi proses farmakokinetik dan
biofarmasetik mulai dari penetrasi hingga menghasilkan efek pada tubuh.
Page | 1
I.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan makalah dari makalah ini adalah:
1) Apa yang dimaksud dengan penghantaran obat intranasal ?
2) Bagaimana sistem penghantaran obat intranasal ?
3) Apa keuntungan dan kerugian pemberian obat intranasal ?
4) Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi sediaan obat intranasal?
I.3 Tujuan Penulisan Makalah
Adapun yang menjadi tujuan pembuatan makalah ini adalah:
Untuk mengetahui sistem penghantaran obat intranasal.
Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian pemberian obat intranasal
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sediaan obat intranasal
Page | 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi Drug Delivery System
Drug Delivery System (DDS) adalah istilah yang terkait erat dengan penghantaran(delivery) senyawa
farmasetik (obat) pada manusia atau binatang. Hampir semua metode umum dalam penghantaran adalah
metode yang tidak infasif secara oral (via mulut), nasal/hidung,hirupan (paru-paru) dan rute rectal/dubur.
Secara sejarah, bidang farmasetika klasik mendasari DDS. Seiring dengan berkembang dan banyak
diketahuinya patologi molekularberdasarkan ilmu dasar: biologi molekular, komunikasi sel dan signal
transduksi target penyakitsemakin spesifik dan jelas. Sehingga DDS tidak sekedar penggunaan bahan-bahan
lazimcelophan, siklodekstrin dan derivat karbohidrat lain, aerosol, sediaan uap/gas saja namunsekarang
pendayaagunaan semua bahan yang ada di sekitar kita yang mampu menghantarkan obat ke target obat
secara spesifik termasuk hal yang dipelajari oleh DDS.
Drug delivery system atau sistem penghantaran obat intranasal adalah suatu teknologi penyampaian
obat alternative, diciptakan agar obat dapat mencapai tempat kerja yang optimal.
II.2 Anatomi Hidung
Untuk mengetahui penyakit dan kelainan hidung, perlu diingat kembali tentang anatomi
hidung. Anatomi dan fisiologis normal harus diketahui dan diingat kembali sebelum terjadi
perubahan anatomi dan fisiologi yang dapat berlanjut menjadi suatu penyakit atau kelainan.
(Soetjipto D & Wardani RS,2007)
1. Embriologi hidung
Page | 3
Perkembangan rongga hidung secara embriologi yang mendasari pembentukan
anatomis intranasal dapat dibagi menjadi dua proses. Pertama, embrional bagian kepala
berkembang membentuk dua bagian rongga hidung yang berbeda; kedua adalah bagian
dinding lateral hidung yang kemudian berinvaginasi menjadi kompleks padat, yang
dikenal dengan konka (turbinate), dan membentuk ronga-rongga yang disebut sebagai
sinus. (Walsh WE, 2002)
2. Anatomi hidung luar
Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian luar
menonjol padagaris tengah di antara pipi dan bibir atas; struktur hidung luar dibedakan
atas tiga bagian : yang paling atas : kubah tulang yang tak dapat digerakkan; di bawahnya
terdapat kubah kartilago yangsedikit dapat digerakkan; dan yang paling bawah adalah
lobulus hidung yang mudah digerakkan.Bentuk hidung luar seperti piramid dengan
bagian-bagiannya dari atas ke bawah :
a. pangkal hidung (bridge),
b. batang hidung (dorsum nasi),
c. puncak hidung
3. Anatomi hidung dalam
Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os.internum di
sebelahanterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari naso
faring. Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka superior, konka
media, dan konka inferior. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan
meatus inferior, berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut meatus media
dan sebelah atas konka media disebut meatus superior. (Ballenger JJ,1994 ; Dhingra PL,
2007; Hilger PA,1997)
Page | 4
4. Fungsi Dari Hidung
Fungsi dari hidung adalah untuk menghangatkan, membersihkan, dan melembabkan
udara yang anda napas serta membantu anda untuk membaui dan mencicipi. Seorang
yang normal akan menghasilkan kira-kira dua quarts (1 quart = 0,9 liter) cairan setiap
hari (lendir), yang membantu dalam mempertahankan saluran pernapasan bersih dan
lembab. Rambut-rambut mikroskopik yang kecil (cilia) melapisi permukaan-permukaan
dari rongga hidung, membantu menghapus partikel-partikel. Akhirnya lapisan lendir
digerakan ke belakang tenggorokan dimana ia secara tidak sadar ditelan. Seluruh proses
ini diatur secara ketat oleh beberapa sistem-sistem tubuh.
II.3 Konsep Dasar Penghantaran Obat
Ketika obat digunakan oleh pasien akan menghasilkan efek tertentu yang disebut efek biologis. Efek
biologis ini merupakan hasil interaksi obat dengan reseptor tertentu dari obat. Meskipun demikian obat yang
dihantarkan ke tempat kerja diatas pada kecepatan dan konsentrasi tertentu dimana efek samping minimal
dan efek terapeutik maksimal. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi obat:
Kelarutan Obat
Agar dapat diabsorpsi obat harus dalam bentuk larutan. Obat yang diberikan dalam bentuk larutan akan
mudah diabsorpsi dibandingkan obat yang harus larut dahulu dalam cairanbadan sebelum diabsorpsi.
Kemampuan Obat
Page | 5
Difusi melintasi membrane selobat yang berdifusi melintasi pori-pori membrane lipid kebanyakan obat
diabsorpsidengan pasif.
Kadar Obat
Semakin tinggi kadar obat dalam larutan semakin cepat obat diabsorpsi..
Sirkulasi Darah
Pada tempat absorpsisemakin cepat sirkulasi darah maka obat yang diabsorpsi akan semakin besar.
Luas Permukaan Kontak Obat
Untuk mempercepat absorpsi dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel obat.
Bentuk Sediaan Obat
Untuk memperlambat absorpsi obat dapat dilakukan dengan penggunaan obat bentuk kerja panjang.
Rute Penggunaan Obat
Rute pemakaian obat dapat mempengaruhi kecepatan absorpsi obat.
Perkembangan obat akhir-akhir ini diarahkan pada bentuk sediaan obat alternative dariparenteral
dimana obat masuk ke dalam sirkulasi sistemik melalui rute bukal, sublingual, nasal, pulmunory dan vaginal.
Rute ini juga digunakan untuk pengobatan lokal dimana dosis obat dapat dikurangi dan juga mengurangi efek
samping sistemik. Untuk memahami teknologi penghantar obat terdapat beberapa hal yang harus dimengerti,
antara lain :
1) Konsep Bioavaibilitas
2) Proses Absorpsi obat
3) Proses Farmakokinetik
4) Waktu untuk terapi yang optimal
5) Penghantaran obat yang cocok untuk “ New Biotherapeutis
6) Keterbatasan dari terapi konvensional
II.4 Penghantaran Obat Intranasal
Sistem penghantaran obat (Drug Delivery System) Intranasal adalah suatu teknologi
penyampaian obat alternatif yang diciptakan untuk mencapai tempat kerja yang optimal di
intranasal.
Obat diberikan secara intranasal untuk efek lokal seperti obat tetes hidung atau spray,rongga hidung
digunakan untuk pelepasan obat sistemik. Beberapa perusahaan farmasi bahkan mengembangkan pemberian
Page | 6
insulin melalui hidung. Selain itu pemberian obat secara intranasal dikembangkan juga untuk vaksin,
contohnya vaksin antraks yang menggunakan teknologi nano dapat diberikan melalui nasal, pemberian ini
menguntungkan pasien yang takut terhadap jarum suntik, yang mana umumnya vaksin diberikan dalam
bentuk injeksi.
Pada pemberian obat intranasal dibandingkan obat sistemik atau oral, yang perlu diperhatikan adalah
ukuran partikel yang didistribusikan dengan alat semprot atau spraynya. Ukuran yang paling umum adalah
20 – 50 µm, ukuran lebih kecil akan membawa obat sampaitrachea, sedangkan ukuran yang lebih besar
dapat digunakan bila obat ingin disimpan dalam saluran hidung, tetapi bisa jadi malah keluar dari lubang
hidung atau bahkan tertelan.
II.5 Faktor yang Mempengaruhi DDSIntranasal
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas sistemik dari obat yang
diberikan melalui rute hidung. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi terhadap sifat
physiochemical dari obat, sifat anatomi dan fisiologis dari rongga hidung dan jenis dan
karakteristik dari sistem pengiriman obat yang dipilih hidung. Faktor-faktor ini memainkan
peran kunci untuk sebagian besar obat untuk mencapai tingkat darah terapi efektif setelah
pemberian hidung. Faktor yang mempengaruhi penyerapan obat hidung dijelaskan sebagai
berikut.
1. Sifat fisiko kimia obat
a. KeseimbanganLipofilik-hidrofilik
Sifat HLB dari obat mempengaruhi proses penyerapan. Dengan meningkatkan
lipofilisitas, permeasi senyawa biasanya meningkat melalui mukosa hidung.Meskipun
mukosa hidung ditemukan memiliki beberapa karakter hidrofilik, tampak bahwa
mukosa ini terutama lipofilik di alam dan domain lipid memainkan peran penting
dalam fungsi penghalang membran ini.Obat lipofilik seperti nalokson, buprenorfin,
testosteron dan etinilestradiol hampir sepenuhnya diserap bila diberikan rute
intranasal.
Page | 7
b. Degradasi enzimatik dalam rongga hidung
Obat seperti peptida dan protein memilikibioavailabilitas yang rendah di rongga
hidung, sehingga obat ini mungkin memiliki kemungkinan untuk mengalami
degradasi enzimatik dari molekul obat dalam lumen rongga hidung atau sewaktu
melewati penghalang epitel.Pada ke dua bagian initerjadi exo-peptidases dan endo-
peptidases, exo-peptidases adalah mono-aminopeptidases dan di-aminopeptidases. Ini
memiliki kemampuan untuk membelah peptida pada mereka N dan C termini dan
endo-peptidases seperti serin dan sistein, yang dapat menyerang ikatan peptida
internal.
c. Ukuran molekul
Penyerapan obat melalui rute hidung dipengaruhi oleh ukuran molekul. Obat lipofilik
memiliki hubungan langsung antara MW dan permeasi obat sedangkan senyawa yang
larut dalam air menggambarkan hubungan terbalik. Tingkat permeasi sangat sensitif
terhadap ukuran molekul untuk senyawa dengan MW ≥ 300 Dalton.
2. Karakteristik sediaan Obat Intranasal
a. Formulasi (Osmolaritas, pH, Konsentrasi)
o Osmolaritas bentuk sediaan mempengaruhi penyerapan obatdi hidung. Sebagai
contoh ialahnatrium klorida yang mempengaruhi penyerapan hidung. Penyerapan
maksimum dicapai dengan konsentrasi natrium klorida 0.462 M, konsentrasi yang
lebih tinggi tidak hanya menyebabkan bioavailabilitas meningkat tetapi juga
mengarah pada toksisitas pada epitel hidung.
o pHsediaan obat dan permukaan hidung dapat mempengaruhi permeasi obat ini.
Untuk menghindari iritasi hidung, pH sediaan obat harus disesuaikan dengan pH
4,5 - 6,5 karena lisozim ditemukan di sekret hidung, yang bertanggung jawab
untuk menghancurkan bakteri tertentu pada pH asam. Dalam kondisi basa, lisozim
tidak aktif dan jaringan yang rentan terhadap infeksi mikroba. Selain menghindari
iritasi, itu menghasilkan memperoleh permeasi obat efisien dan mencegah
pertumbuhan bakteri.
o Gradien konsentrasi memainkan peran yang sangat penting dalam proses
penyerapan/permeasi obat melalui membran hidung karena kerusakan mukosa
hidung. Contoh untuk ini adalah penyerapan L-Tirosin, dimana konsentrasi obat
Page | 8
dalam percobaan perfusi hidung. Sedangkanpada absorpsi asam salisilat
konsentrasi obatnyamenurun. Penurunan ini kemungkinan karena kerusakan
mukosa hidung yang permanen.
b. Distribusi Obat dan deposisi
Distribusi obat dalam rongga hidung merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi efisiensi penyerapan hidung. Modus pemberian obat dapat
mempengaruhi distribusi obat di rongga hidung yang pada gilirannya akan
menentukan efisiensi penyerapan obat. Penyerapan dan bioavailabilitas bentuk
sediaan hidung terutama tergantung pada lokasi disposisi. Bagian anterior hidung
menyediakan waktu perumahan berkepanjangan hidung untuk disposisi dari
formulasi, hal ini akanmeningkatkan penyerapan obat. Dan ruang posterior dari
rongga hidung akan digunakan untuk pengendapan bentuk sediaan, melainkan
dihilangkan oleh proses pembersihan mukosiliar dan karenanya menunjukkan
bioavailabilitas rendah. Situs disposisi dan distribusi bentuk sediaan terutama
tergantung pada pengiriman perangkat, cara pemberian, sifat fisikokimia molekul
obat.
c. Viskositas
Viskositas yang lebih tinggi dari formulasi meningkatkan waktu kontak antara obat
dan mukosa hidung sehingga meningkatkan waktu untuk permeasi. namun, formulasi
sangat kental akan mengganggu fungsi normal seperti pergerakan silia atau clearance
mukosiliar dan dengan demikian mengubah permeabilitas obat.
3. Sifat anatomi dan fisiologis dari rongga hidung
a. Izin mukosiliar
Partikel terperangkap dalam lapisan lendir yang yang akan terbersihkan dari rongga
hidung. Aksi gabungan lapisan lendir dan silia disebut kliren mukosiliar.Ini
adalahmekanisme pertahanan fisiologis saluran pernapasan untuk melindungi tubuh
terhadap bahan berbahaya yang telah dihirup.Waktu transit yang normal mukosiliar
pada manusia telah dilaporkan 12 sampai 15 menit. Faktor-faktor yang
mempengaruhi izin mucocilliary meliputi faktor fisiologis (umur, jenis kelamin,
postur, tidur, olahraga, polusi lingkungan umum (sulfur dioksida dan asam sulfat,
nitrogen dioksida, ozon, hairspray, dan asap tembakau, penyakit (silia sindrom
Page | 9
immotile, primary ciliary dyskinesia-Kartagener.s syndrome, asma, bronkiektasis,
bronkitis kronis, cystic fibrosis, infeksi saluran pernapasan akut dan obat-obatan.
b. Rhinitis
Rhinitis adalah penyakit umum yang paling sering dikaitkan pada pengobatan
intranasal, penyakit ini akan mempengaruhi bioavailabilitas obat. Hal ini terutama
diklasifikasikan ke dalam rhinitis alergi dan umum, gejalanya adalah hipersekresi,
gatal dan bersin terutama disebabkan oleh virus, bakteri atau iritan.Alergi rhinitis
adalah penyakit alergi saluran napas, yang mempengaruhi 10% dari populasi.Hal ini
disebabkan oleh peradangan kronis atau akut selaput lendir hidung.Kondisi ini
mempengaruhi penyerapan obat melalui selaput lendir akibat peradangan.
c. Permeabilitas membran
Permeabilitas membran hidung adalah faktor yang paling penting, yang
mempengaruhi penyerapan obat melalui rute hidung.Obat yang larut air dengan berat
molekul yang besar seperti peptida dan protein memiliki permeabilitas membran yang
rendah. Jadi senyawa seperti peptida dan protein yang utama diserap melalui proses
transportasi endocytotic dalam jumlah rendah. Obat yang larut dalam air dengan berat
molekul yang besar melintasi mukosa hidung secara difusi pasif melalui pori-pori
berair (persimpangan ketat).
d. pH Lingkungan
PH lingkungan memainkan peran penting dalam efisiensi penyerapan obat
intranasal.Senyawayang larut dalam air seperti asam benzoat, asam salisilat, dan
alkaloid menunjukkan bahwa penyerapan obat bergantungkepada nilai-nilai pH
dimana senyawa ini dalam bentuk tidak terionisasi. Namun, pada nilai pH dimana
senyawa ini sebagian terionisasi, penyerapan substansial ditemukan.Ini berarti bahwa
bentuk lipofilik tidak terionisasi melintasi penghalang epitel hidung melalui rute
transelular, dimana bentuk terionisasi yang lebih lipofilik melewati rute paracellular
berair.
Page | 10
BAB III
PEMBAHASAN
III.1 Pelepasan dan Perjalanan Obat Intranasal
III.1.1 Bentuk Sediaan Obat Dan Pembawa
Bentuk sediaan obat yang ideal diantaranya harus meliputi hal-hal berikut ini :
kenyamanan pasien, reproducibility, mudah di absorpsi, biokompabilitas dan tidak
ada reaksi tambahan, luas efektif area kontak, dan waktu kontak yang di perpanjang.
Klasifikasi rute sistem penghantaran obat diantaranya: system saluran cerna,
parenteral, transmukosa, transnasal, pelepasan obat lewat paru-paru, pelepasan obat
melalui kulit, dan pelepasan obat transvagina. Hal-hal yang mempengaruhi masuknya
obat kedalam sirkulasi sistemik :
a) Besarnya luas permukaan; contoh villi dan microcilli pada usus kecil memperluas
permukaan sehingga memudahkan absorpsi obat.
b) Aktivitas metabolik yang rendah, enzim dapat mendealtifas obat yang akan
diabsorpsi, bioavaibilitas rendah dapat disebabkan oleh aktivitas enzim yang
tinggi.
c) Waktu kontak; waktu kontak dengan jaringan pengabsorpsi akan mempengaruhi
jumlah obat yang melalui mukosa.
Page | 11
d) Suplai darah, darah yang cukup akan memindahkan obat dari tempat kerja ke
tempat absorpsinya.
e) Aksebilitas, variasi rute penghantaran obat menunjukan berbagai daerah tertentu
yang membutuhkan bahan tambahan atau kondisi tertentu untuk membantu obat
mencapai tempat kerja.
f) Variabilitas yang rendah.
g) Permeabilitas, semakin permiabel suatu epitel maka daya absorpsinyapun
semakin tinggi.
Sistem penghantaran obat dan penargetan obat yang ideal, diantaranya :
a) Obat mempunyai target yang spesifik
b) Menjaga obat pada jaringan yang bukan target
c) Meminimalisasi pengurangan kadar obat ketika mencapai target
d) Melindungi obat dari metabolisme
e) Melindungi obat dari klirens dini
f) Menahan obat pada tempat kerja selama waktu yang dikehendaki
g) Memfasilitasi transport obat kedalam sel
h) Menghantarkan obat ke target intraseluler
i) Harus biokompatibel, biodegradable dan non antigenic
II1.2 Mekanisme Penyerapan Obat
Beberapa mekanisme telah diusulkan tetapi ada 2 mekanisme penyerapan obat yang
digunakan:
1) Mekanisme pertama
Melibatkan rute berair transportasi, yang juga dikenal sebagai rute paracellular. Rute ini
lambat dan pasif. Ada korelasi log-log terbalik antara intranasal penyerapan dan berat
molekul senyawa larut dalam air. Kurang bioavailabilitas diamati untuk obat dengan
berat molekul lebih besar dari 1000 Dalton.
Page | 12
2) Mekanisme kedua
Melibatkan transportasi melalui rute lipoidal juga dikenal sebagai proses transelular dan
bertanggung jawab untuk pengangkutan lipofilik obat yang menunjukkan tingkat
ketergantungan pada lipofilisitas mereka. Obat juga lintas membran sel dengan rute
transpor aktif melalui carrier-dimediasi berarti atau transportasi melalui pembukaan
persimpangan ketat. Sebagai contoh, kitosan, suatu biopolimer alami dari kerang,
membuka sambungan yang erat antara epitel sel untuk memfasilitasi transportasi obat.
Adapun perjalanan sistem penghantaran obat ( DDS ) intranasal dalam tubuh, adalah sebagai berikut :
a) Bentuk sediaan obat nasal dengan zat aktif
Sediaan nasal diformulasikan atau dirancang dengan sedemikian rupa untuk penggunaan efek
lokal.
b) Fase biofarmasetik
Obat dihisap melalui rongga hidung masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Fase ini meliputi waktu
mulai penggunaan sediaan obat melalui hidung hingga pelepasan zat aktifnya ke dalam cairan
tubuh.
c) Ketersediaan farmasi
Obat siap untuk diabsorbi obat dalam bentuk zat aktif terlarut siap untuk diabsorpsi yang
selanjutnya zat aktif akan di distribusikan keseluruh tubuh (sistemik).
d) Fase farmakokinetik
Tidak terjadi ADME fase ini meliputi waktu selama obat diangkut ke organ yang ditentukan
setelah obat dilepas dari bentuk sediaan.
e) Ketersediaan hayati
Obat untuk memberi efek pada tahap ini obat mulai memberikan efek pada pasien dengan cara
berikatan dengan reseptor-reseptor yang ada pada tubuh.
f) Fase farmakodimanik
Interaksi dengan reseptor ditempat kerjabila obat telah berinteraksi dengan sisi reseptor biasanya
protein membrane akan menimbulkan respon biologik. Tujuan utama pada fase ini adalah
optimisasi dari efek biologik.
g) Efek terapi
Obat pada akhirnya memberikan efek terapi atau pengobatan pada pasien.Yang diharapkan
dapat memberikan kesembuhan pada pasien.
Page | 13
III.3 Proses Penggunaan Intranasal
Proses penggunaan DDS Intranasal dapat melalui penghantaran dua arah dengan laju nafas, sebagai
berikut :
Ketika nafas dikeluarkan ke dalam alat, langit-langit lunak secara otomatis menutup rapat rongga hidung.
Nafas memasuki satu lubang hidung lewat mulut pipa yang menyegel.
Dan memicu pengeluaran partikel ke dalam aliran, memajukan partikel melewati klep hidung untuk
menuju tempat sasaran.
Aliran udara melewati communication posterior ke sekat hidung dan keluar melalui bagian hidung yang
lain di jurusan berlawanan.
Sehingga proses tersebut akan menghasilkan :
90 % dosis obat didepositkan melalui katup nasal.
> 70 % dosis didepositkan di bawah posterior 2/3 rongga nasal.
Reproducibility tinggi dari pendepositan melalui katup nasal.
Tidak ada endapan pada paru - paru.
III.4 Kelebihan dan Kekurangan DDS Intranasal
Seperti halnya obat yang diberikan secara intranasal adalah untuk efek lokal seperti
obat tetes hidung atau dalam bentuk spray yang biasa digunakan penderita untuk
menghentikan serangan sebagai tindakan pencegahan dengan cara pemberian obat secara
langsung kedalam saluran nafas melalui penghisapan yang memungkinkan obat langsung
mencapai sistemik sehingga memberikan efek lebih cepat untuk mengatasi serangan. Selain
itu dosis yang diperlukan lebih rendah untuk mendapatkan efek yang sama efek samping obat
minimal karena konsentrasi obat di dalam rendah. Lain halnya jika pemberian obat secara
parenteral atau oral sering menimbulkan efek samping seperti gangguan gastrointestinal atau
efek samping lainnya.
Melihat mekanisme kerja obat seperti uraian diatas tersebut, maka kelebihan dan
kekurangan penghantaran untuk lokal pada pemberian obat intranasal, adalah sebagai
berikut:
Page | 14
Kelebihan:
Dosis yang diperlukan untuk efek farmakologinya dapat dikurangi
Konsentrasi rendah dalam sirkulasi sistemik dapat mengurangi efek samping sistemik
Area permukaan untuk absorpsi luas ( 160 cm3 )
Onset of action yang cepat
Aktivitas metabolisme yang rendah dibandingkan peroral, menghindari reaksi saluran
cerna metabolisme hati
Bentuk sediaan alternative, jika tidak dapat digunakan obat saluran cerna
Mudah diakses untuk penghantaran obat
Kekurangan :
Difusi obat terhalang oleh mucus dan ikatan mucus
Mukosa nasal dan sekresinya dapat mendegradasi obat
Iritasi lokal dan sensitivisasi obat harus diperhatikan
Mucociliary clearance mengurangi waktu retensi obat dalam rongga hidung
Kurang reproduksibilitas pada penyakit yang berhubungan dengan rongga hidung
Hanya untuk obat yang poten (dosis kecil) dengan ukuran partikel 5 – 10 µm
Biasanya penbawa obat intranasal berupa spray dengan menggunakan motered dosis spraymisalnya
berupa aerosol yaitu system koloid bahan padat atau cair dalam gas, sedangkan drop menggunakan penetes.
III.5 Contoh Sediaan Intranasal
Beberapa kategori dari sediaan hidung dapat dibedakan:
Nasal drops and liquid nasal sprays. Contoh obat dipasaran : Sterimar Nasal Hygiene,
Iliadin Nasal Spray, Flixonase Nasal Spray
Nasal powders / bedak hidung
Semisolid nasal preparations / sediaan hidung semisolid
Nasal washes / pencuci hidung
Nasal sticks
Page | 15
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
1. Sistem penghantaran obat (Drug Delivery System) Intranasal adalah suatu teknologi
penyampaian obat alternatif yang diciptakan untuk mencapai tempat kerja yang optimal
di intranasal.
2. Kelebihan dari sistem penghantaran obat intranasal, antara lain:
Untuk pengobatan lokal dan sistemik
Kerja obat optimal, langsung pada target obat
Dosis obat saluran nasal dapat diabsorpsi secara maksimal ( > 90 % ).
3. Kekurangan dari sistem penghantaran obat intranasal, antara lain:
Difusi obat terhalang oleh mucus dan ikatan mucus
Mukosa nasal dan sekresinya dapat mendegradasi obat
Iritasi lokal dan sensitivisasi obat harus diperhatikan
Mucociliary clearance mengurangi waktu retensi obat dalam rongga hidung
Kurang reproduksibilitas pada penyakit yang berhubungan dengan rongga hidung
Hanya untuk obat yang poten (dosis kecil) dengan ukuran partikel 5 – 10 µm
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi DDS intranasal:
1. Sifat Fisiko kimia Obat
a. Lipofilik-hidrofilik keseimbangan
b. Degradasi enzimatik dalam rongga hidung
Page | 16
c. Ukuran molekul
2. Karakteristik sediaan Obat Intranasal
a. Formulasi (Konsentrasi, pH, osmolaritas)
b. Obat distribusi dan deposisi
c. Viskositas
3. Sifat anatomi dan fisiologis dari rongga hidung
a. Mukosiliar izin
b. Dingin, rhinitis
c. Permeabilitas membran
d. pH lingkungan
5. Adapun perjalanan sistem penghantaran obat ( DDS ) intranasal dalam tubuh, adalah sebagai berikut :
a) Bentuk sediaan obat nasal dengan zat aktif
Sediaan nasal diformulasikan atau dirancang dengan sedemikian rupa untuk penggunaan efek lokal.
b) Fase biofarmasetik
Obat dihisap melalui rongga hidung masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Fase ini meliputi waktu
mulai penggunaan sediaan obat melalui hidung hingga pelepasan zat aktifnya ke dalam cairan tubuh.
c) Ketersediaan farmasi
Obat siap untuk diabsorbi obat dalam bentuk zat aktif terlarut siap untuk diabsorpsi yang selanjutnya
zat aktif akan di distribusikan keseluruh tubuh (sistemik).
d) Fase farmakokinetik
Tidak terjadi ADME fase ini meliputi waktu selama obat diangkut ke organ yang ditentukan setelah
obat dilepas dari bentuk sediaan.
e) Ketersediaan hayati
Obat untuk memberi efek pada tahap ini obat mulai memberikan efek pada pasien dengan cara
berikatan dengan reseptor-reseptor yang ada pada tubuh.
f) Fase farmakodimanik
Interaksi dengan reseptor ditempat kerjabila obat telah berinteraksi dengan sisi reseptor biasanya
protein membrane akan menimbulkan respon biologik. Tujuan utama pada fase ini adalah optimisasi
dari efek biologik.
g) Efek terapi
Page | 17
obat pada akhirnya memberikan efek terapi atau pengobatan pada pasien. Yang
diharapkan dapat memberikan kesembuhan pada pasien.
Page | 18