BAB I

40
NEUROBEHAVIOUR 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Trauma kepala meliputi Trauma Kepala, Tengkorak dan Otak. Trauma kepala paling sering terjadi dan merupakan penyakit neurologis yang serius diantara penyakit neurologis lainnya serta mempunyai proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan jalan raya. Lebih dari setengah dari semua pasien dengan trauma kepala berat mempunyai signifikansi terhadap cedera bagian tubuh lainnya. Adanya shock hipovolemik pada pasien trauma kepala biasanya karena adanya cedera bagian tubuh lainnya. Resiko utama pasien yang mengalami trauma kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intra cranial (PTIK). B. Rumusan Masalah Adapun Rumusan masalah yang kami paparkan dalam makalah ini yaitu: 1) Definisi trauma kepala ? 2) Etiologi trauma kepala ? 3) Patofisiologi trauma kepala ? 4) Manifestasi klinik trauma kepala ? Page 1

Transcript of BAB I

NEUROBEHAVIOUR 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Trauma kepala meliputi Trauma Kepala, Tengkorak dan Otak. Trauma kepala paling

sering terjadi dan merupakan penyakit neurologis yang serius diantara penyakit neurologis

lainnya serta mempunyai proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan jalan raya. Lebih dari

setengah dari semua pasien dengan trauma kepala berat mempunyai signifikansi terhadap cedera

bagian tubuh lainnya. Adanya shock hipovolemik pada pasien trauma kepala biasanya karena

adanya cedera bagian tubuh lainnya. Resiko utama pasien yang mengalami trauma kepala adalah

kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan

menyebabkan peningkatan tekanan intra cranial (PTIK).

B. Rumusan Masalah

Adapun Rumusan masalah yang kami paparkan dalam makalah ini yaitu:

1) Definisi trauma kepala ?

2) Etiologi trauma kepala ?

3) Patofisiologi trauma kepala ?

4) Manifestasi klinik trauma kepala ?

5) Komplikasi yang mungkin terjadi pada klien trauma kepala ?

6) Pemeriksaan Penunjang bagi klien trauma Kepala ?

7) Penatalaksanaan medis bagi klien trauma kepala ?

Page 1

NEUROBEHAVIOUR 1

C. Tujuan Masalah

Adapun Tujuan dari Penyusunan Makalah Asuhan keperawatan pada klien Cidera Kepala

adalah:

1.      Tujuan Umum.

a) Agar perawat khususnya Mahasiswa keperawatan mengetahui cara pemberian Asuhan

keperawatan pada klien dengan Cidera kepala.

b) Menambah wawasan akan bagaimana Prosedur dalam penanganan bagi pasien dengan

Cidera Kepala.

2.      Tujuan Khusus.

a) Memberikan Informasi atau pengetahuan kepada Mahasiswa keperawatan Mengenai

Manifestasi klinis serta Komplikasi pada klien Cidera kepala.

b) Sebagai Tugas dari Mata Kuliah Sistem Neurobihavior 1.

Page 2

NEUROBEHAVIOUR 1

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Trauma Kepala

Cedera kepala adalah suatu gangguan trauma dari otak disertai/tanpa perdarahan intestinal

dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya kontinuitas dari otak (Nugroho, 2011).

          Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak

atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala

(Suriadi dan Yuliani, 2001).

          Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala adalah suatu

kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh

serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana

menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

          Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul

maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robekannya subtansia alba, iskemia, dan

pengaruh massa karena hemorogik, serta edema serebral disekitar jaringan otak (Batticaca,

2008).

          Berdasarkan defenisi cedera kepala diatas maka penulis dapat menarik suatu kesimpulan

bahwa cedera kepala adalah suatu cedera yang disebabkan oleh trauma benda tajam maupun

benda tumpul yang menimbulkan perlukaan pada kulit, tengkorak, dan jaringan otak yang

disertai atau tanpa pendarahan.

B. Klasifikasi

       Cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :

       1.    Berdasarkan Mekanisme

a. Trauma Tumpul : adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan

bermotor, kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun

cedera akibat kekerasaan (pukulan).

Page 3

NEUROBEHAVIOUR 1

b. Trauma Tembus : adalah trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan

benda-benda tajam/runcing.

         2.    Berdasarkan Beratnya Cidera

                     The Traumatic Coma Data Bank mengklasifisikan berdasarkan Glasgow Coma

Scale ( Mansjoer, dkk, 2000) :

a. Cedera Kepala Ringan/Minor (Kelompok Risiko Rendah) yaitu, GCS 14-15,

pasien sadar dan berorientasi, kehilangan kesadaran atau amnesia < dari 30 menit,

tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang, klien dapat mengeluh nyeri

kepala dan pusing, tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio, hematom , tidak ada

kriteria cedera sedang sampai berat.

b. Cedera Kepala Sedang (Kelompok Risiko Sedang) yaitu GCS 9-13 (konfusi,

letargi dan stupor), pasien tampak kebingungan, mengantuk, namun masih bisa

mengikuti perintah sederhana, hilang kesadaran atau amnesia > 30 menit tetapi <

24 jam, konkusi, amnesia paska trauma, muntah, tanda kemungkinan fraktur

kranium (tanda battle, mata rabun, hemotimpanum, otorhea atau rinorhea cairan

serebrospinal).

c. Cedera Kepala Berat (Kelompok Risiko Berat) yaitu GCS 3-8 (koma), penurunan

derajat kesadaran secara progresif, kehilangan kesadaran atau amnesia > 24 jam,

tanda neurologis fokal, cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi

cranium.

    

C. Etiologi

Penyebab cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh, cedera olah raga,

kecelakaan kerja, cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh pisau atau peluru (Corwin,

2000).

D. Patofisiologi

          Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada

parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak

seperti  penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler.

Page 4

NEUROBEHAVIOUR 1

          Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala primer dan

cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang terjadi

secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan otat. Pada

cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia,

iskemia dan perdarahan.

          Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural hematoma,

berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter, subdura hematoma akibat

berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan subaraknoid dan intra cerebral,

hematoma adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita

cedera kepala terjadi karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi

menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak (Tarwoto, 2007).

E. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala, yaitu:

1.    Perubahan kesadaran adalah merupakan indikator yang paling sensitive yang dapat dilihat

dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale).

2.    Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti: nyeri kepala karena regangan dura

dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus

optikus;  muntah seringkali proyektil.

F. Komplikasi

       1.    Perdarahan intra cranial

       2.    Kejang

       3.    Parese saraf cranial

       4.    Meningitis atau abses otak

       5.    Infeksi

       6.    Edema cerebri

       7.    Kebocoran cairan serobospinal

Page 5

NEUROBEHAVIOUR 1

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas darah.

2. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,

determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.

3. MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

4. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti perubahan

jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.

5. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis

(perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak maupun thorak.

6. CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.

7. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika

terjadi peningkatan tekanan intrakranial.

8. Kadar Elektrolit:Untuk mengkoreksi  keseimbangan elektrolit sebagai akibat

peningkatan tekanan intrakranial (Musliha, 2010).

H. Penatalaksanaan Medis

                 Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera

otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti hipotensi atau

hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak (Tunner, 2000). Pengatasan nyeri yang adekuat

juga direkomendasikan pada pendertia cedera kepala (Turner, 2000).

      Penatalaksanaan umum adalah:

      1.     Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi

      2.     Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma

      3.     Berikan oksigenasi

      4.     Awasi tekanan darah

      5.     Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik

      6.     Atasi shock

      7.     Awasi kemungkinan munculnya kejang.

Page 6

NEUROBEHAVIOUR 1

      Penatalaksanaan lainnya:

1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai

dengan berat ringannya trauma.

2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi.

3. Pemberian analgetika

4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40 %

atau gliserol 10 %.

5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).

6. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak dapat

diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% , aminofusin, aminofel (18 jam

pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikana makanan lunak.

Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa

5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8

jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui ngt

(2500-3000 tktp). Pemberian protein tergantung nilai urea.

       Tindakan terhadap peningktatan TIK yaitu:

       1.    Pemantauan TIK dengan ketat

       2.    Oksigenisasi adekuat

       3.    Pemberian manitol

       4.    Penggunaan steroid

       5.    Peningkatan kepala tempat tidur

       6.    Bedah neuro.

       Tindakan pendukung lain yaitu:

       1.    Dukungan ventilasi

       2.    Pencegahan kejang

       3.    Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi

       4.    Terapi anti konvulsan

       5.    Klorpromazin untuk menenangkan klien

       6.    Pemasangan selang nasogastrik (Mansjoer, dkk, 2000).

Page 7

NEUROBEHAVIOUR 1

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN NY.M DENGAN CEDERA OTAK BERAT

DI RUANG OBSERVASI INTENSIVE (ROI)

RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

1. PENGKAJIAN:

A. Identitas

Nama : Ny. M.

Umur : 40 tahun

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia.

Agama : Islam

Alamat : Kramat Jegu RT 3 / RW 1 Taman Sidoarjo

Pekerjaan : tidak bekerja

Pendidikan : SLTA

Tgl.MRS : 2 Desember 2012 jam: 02.30

Tgl. Pengkajian : 3 Desember 2012 jam: 11.00

Diagnosa Medik : Cedera Otak Berat, SAH, OF Linear Occipital Sin.,

V. Appertum Frontalis, CF Antebrachii.

B. Alasan MRS :

kecelakaan lalu lintas, naik sepeda motor dibonceng suami ditabrak mobil, sejak kejadian

sampai saat ini klien tidak sadar, kejang (-), muntah (-).

Page 8

NEUROBEHAVIOUR 1

C. Observasi dan pemeriksaan fisik:

1) Pernapasan

Klien menggunakan respirator, Mode: CR Insp MV: 500 Exp MV: - FIO2: : 50%

A:aDO2:

Bentuk dada simetris, tidak ada jejas pada daerah dada, wheezing -/-, Ronchi +/+, RR 17

x/menit. Pada hidung terpasang NGT.

2) Kardiovaskuler/sirkulasi:

S1, S2 tunggal, tidak ada suara tambahan, hasil monitor EKG: irama sinus 75 x/menit,

tekanan darah: 150/100, suhu: 36,5 C

3) Persarafan/neurosensori

Klien tampak gelisah, GCS: 1 – x – 4 , pupil isokor, reaksi cahaya +/+

4) Perkemihan – Eliminasi uri

Terpasang Dower kateter produksi urine 1100 ml/12 jam warna kuning jernih

5) Pencernaan – Eliminasi alvi

Nutrisi Enteral B1 per sonde 6 x 100 cc, infus PZ Dext 1500cc/24 jam. Tidak ada jejas

pada daerah abdomen, bising usus (+), b.a.b (-). Cairan maag slang warna kecoklatan 75

cc.

6) Tulang – otot – integumen:

Kemampuan pergerakan lengan kiri terbatas karena terpasang gip, pergerakan tangan

kanan dan ekstrimitas bawah baik, tidak ada plegi/parese. Pada tungkai kaki kanan ada

luka tertutup pembalut, tidak tampak adanya perdarahan. Pada kepala ada luka operasi

tertutup hipafix, tidak tampak adanya perdarahan, menggunakan drai cairan warna merah

100 cc. Kulit wajah tampak lecet-lecet, kelopak mata odem dan hematoma. Turgor baik,

warna kulit pucat.

Page 9

NEUROBEHAVIOUR 1

D. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium tanggal 3 Desember 2001:

Hb: 7,4 gr/dl.

Leko: 13,6.

Trombo: 195.

PCV: 0,22.

GDA: 178.

Kalium: 4,1

Natrium: 132

Klorida: 109

BUN: 8

S.Creat: 0,90

Blood Gas:

PH: 7,398

PCO2: 30,9

PO2: 190,4

HCO3: 18,6

BE: -6,7

O2 Sat: 99,3

CTCO2: 19,6

CT Scan tanggal 2 Desember 2001:

SAH di Fisurra interhemisphere posterior, Fr. Linear Occipital kiri, curiga Fr. Basis Cranii,

edema cerebri.

Page 10

NEUROBEHAVIOUR 1

E. Terapi:

1. Broadcet 1x2gr IV

2. Toradol 3x 30 mg IV

3. Cedantron 3x 4mg IV

4. Phenitoin 3x 1 amp IV

5. Manitol 6 x 100cc/drip

6. Fisioterapi napas + Suction tiap 3 jam.

2. ANALISA DATA

Data Kemungkinan penyebab Masalah

DS: -

DO:

Klien tampak gelisah,

Kesadaran me , GCS: 1 x

4,

CT Scan : SAH di Fisurra

interhemisphere posterior,

Fr. Linear Occipital kiri,

curiga Fr. Basis Cranii,

edema cerebri.

Trauma kepala

Hematom Subarachnoid

Odema otak

TIK

Aliran darah ke otak

O2

Gangguan perfusi

jaringan cerebral

DS: -

DO:

TIK

Gangguan pola napas

Page 11

NEUROBEHAVIOUR 1

Menggunakan respirator,

Mode: CR Insp MV:

500 Exp MV: - FIO2: :

50% A:aDO2:

Wheezing -/-, Ronchi +/+,

RR 17 x/menit

rangsangan simpatis

tahanan vaskuler

sistemik

terjadi pe tek. pada sist.

pemb. darah pulmonal.

Pe tek.hidrostatik

kebocoran cairan kapiler

Pe hambatan difusi O2 -

CO2

Hipoksemia

DS: -

DO:

GCS: 1x4, terpasang

sonde diiet enteral 6x100

cc, infus PZ Detx 1500

cc/24 jam.

NGT dibuka, cairan

maagslang warna coklat

75 cc.

Trauma kepala

Stress

Pe katekolamin

Pe sekresi asam lambung

Resiko nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

Page 12

NEUROBEHAVIOUR 1

Mual, muntah

Asupan tidak adekuat

DS: -

DO:

Kemampuan pergerakan

lengan kiri terbatas karena

terpasang gip. Pada

tungkai kaki kanan ada

luka tertutup pembalut,

tidak tampak adanya

perdarahan. Pada kepala

ada luka operasi tertutup

hipafix, tidak tampak

adanya perdarahan,

terpasang drain cairan

warna merah 100 cc.

Turgor baik, warna kulit

pucat. Klien terpasang

respirator, dower katheter,

NGT.

Hasil lab: Hb: 7,4 gr/dl.

Leko: 13,6.

Trauma jaringan, kulit

rusak, prosedur invasif.

Resiko tinggi terhadap

infeksi

DS: -

DO:

Kesadaran me , GCS: 1 x

Trauma kepala

Sindroma defisit

perawatan diri

Page 13

NEUROBEHAVIOUR 1

4

Kemampuan pergerakan

lengan kiri terbatas karena

terpasang gip. Terpasang

respirator, dower katheter,

NGT.

Hematom Subarachnoid

TIK

Aliran darah ke otak

O2

Penurunan kesadaran

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d hemoragi/ hematoma; edema cerebral

2. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan

otak).

3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.

4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan yang tidak adekuat

5. Sindroma defisit perawatan diri b.d penurunan kesadaran

4. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

DP 1: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi/ hematoma; edema

cerebral.

Tujuan:

Mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.

Page 14

NEUROBEHAVIOUR 1

Kriteria hasil:

Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK

Tingkat kesadaran membaik

Intervensi Rasional

Pantau /catat status neurologis

secara teratur dan bandingkan

dengan nilai standar GCS.

Evaluasi keadaan pupil, ukuran,

kesamaan antara kiri dan kanan,

reaksi terhadap cahaya.

Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi,

frekuensi nafas, suhu.

Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial

peningkatan TIK dan bermanfaat dalam

menentukan lokasi, perluasan dan

perkembangan kerusakan SSP.

Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial

okulomotor (III) berguna untuk menentukan

apakah batang otak masih baik. Ukuran/

kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara

persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon

terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang

terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan

okulomotor (III).

Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh

penurunan TD diastolik (nadi yang membesar)

merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK,

jika diikuti oleh penurunan kesadaran.

Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan

kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat

mencerminkan kerusakan pada hipotalamus.

Peningkatan kebutuhan metabolisme dan

konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam

Page 15

NEUROBEHAVIOUR 1

Pantau intake dan out put, turgor

kulit dan membran mukosa.

Turunkan stimulasi eksternal dan

berikan kenyamanan, seperti

lingkungan yang tenang.

Bantu pasien untuk

menghindari /membatasi batuk,

muntah, mengejan.

Tinggikan kepala pasien 15-45

derajad.

dan menggigil) yang selanjutnya menyebabkan

peningkatan TIK.

Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total

tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan.

Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan

diabetes insipidus. Gangguan ini dapat

mengarahkan pada masalah hipotermia atau

pelebaran pembuluh darah yang akhirnya akan

berpengaruh negatif terhadap tekanan serebral.

Memberikan efek ketenangan, menurunkan

reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan

istirahat untuk mempertahankan atau

menurunkan TIK.

Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan

intrathorak dan intraabdomen yang dapat

meningkatkan TIK.

Meningkatkan aliran balik vena dari kepala

sehingga akan mengurangi kongesti dan

oedema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.

Pembatasan cairan diperlukan untuk

menurunkan edema serebral, meminimalkan

Page 16

NEUROBEHAVIOUR 1

Batasi pemberian cairan sesuai

indikasi.

Berikan oksigen tambahan sesuai

indikasi.

Berikan obat:

Toradol 3 x 30 mg iv

Phenitoin 3 x 1 amp iv

Cedantron 3 x 4 mg iv

Manitol 6 x 100 cc/drip

fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK.

Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat

meningkatkan vasodilatasi dan volume darah

serebral yang meningkatkan TIK.

Manitol digunakan untuk menurunkan air dari

sel otak, menurunkan edema otak dan TIK.

Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif

digunakan untuk mengendalikan kegelisahan,

agitasi.

DP 2: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat

pernapasan otak).

Tujuan:

Mempertahankan pola pernapasan efektif melalui ventilator.

Kriteria evaluasi:

Tidak ada sianosis, Blood Gas dalam batas normal

Page 17

NEUROBEHAVIOUR 1

Intervensi Rasional

Pantau frekuensi, irama,

kedalaman pernapasan setiap 1

jam. Catat ketidakteraturan

pernapasan.

Pantau / cek pemasangan tube,

selang ventilator sesering

mungkin.

Siapkan ambu bag tetap berada

didekat pasien

Lakukan penghisapan dengan

ekstra hati-hati, jangan lebih

dari 10-15 detik. Catat

karakter, warna dan kekeruhan

dari sekret.

Lakukan fisioterapi dada .

Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi

pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya

keterlibatan otak.

Adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak

adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan

penyebaran udara yang tidak adekuat.

Membantu memberikan ventilasi yang adekuat bila

ada gangguan pada ventilator.

Penghisapan pada trakhea dapat menyebabkan atau

meningkatkan hipoksia yang menimbulkan

vasokonstriksi yang pada akhirnya akan

berpengaruh cukup besar pada perfusi jaringan.

Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien

dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan

ini seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi

untuk memobilisasi dan membersihkan jalan napas

dan menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru

lainnya.

Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru

seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan

Page 18

NEUROBEHAVIOUR 1

Auskultasi suara napas,

perhatikan daerah

hipoventilasi dan adanya suara

tambahan yang tidak normal

misal: ronkhi, wheezing,

krekel.

Pantau analisa gas darah,

tekanan oksimetri

Lakukan ronsen thoraks ulang.

napas yang membahayakan oksigenasi cerebral

dan/atau menandakan terjadinya infeksi paru.

Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan

asam basa dan kebutuhan akan terapi.

Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-

tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi

atau bronkopneumoni.

DP 3:

Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.

Tujuan: tidak terjadi infeksi

Kriteria evaluasi:

Tidak ada tanda-tanda infeksi.

Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.

Page 19

NEUROBEHAVIOUR 1

Intervensi Rasional

Berikan perawatan aseptik dan

antiseptik, pertahankan tehnik cuci

tangan yang baik.

Observasi daerah kulit yang mengalami

kerusakan, daerah yang terpasang alat

invasi, catat karakteristik dari drainase

dan adanya inflamasi.

Pantau suhu tubuh secara teratur, catat

adanya demam, menggigil, diaforesis.

Berikan antibiotik sesuai program dokter.

Cara pertama untuk menghindari

terjadinya infeksi nosokomial.

Deteksi dini perkembangan infeksi

memungkinkan untuk melakukan

tindakan dengan segera dan pencegahan

terhadap komplikasi selanjutnya.

Dapat mengindikasikan perkembangan

sepsis yang selanjutnya memerlukan

evaluasi atau tindakan dengan segera.

Terapi profilatik dapat digunakan pada

pasien yang mengalami trauma, atau

setelah dilakukan pembedahan untuk

menurunkan resiko terjadinya infeksi.

5. TINDAKAN KEPERAWATAN

Tanggal Diagnosa Tindakan Keperawatan

3/ 12/12 1 - Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tanda-

tanda vital setiap 1 jam, GCS: 1 x 4, pupil: isokor reaksi

cahaya +/+, TD 145/90, nadi 76 , RR: 17x/menit, suhu:

37C.

- Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan

Page 20

NEUROBEHAVIOUR 1

2

3

membran mukosa agak kering.

- Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 30

derajad.

- Memberian cairan infus PZ Dext 21 tetes/menit.

- Memberikan obat:

Toradol 3 x 30 mg iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)

Phenitoin 3 x 1 amp iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)

Cedantron 3 x 4 mg iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)

Manitol 6 x 100 cc/drip ( jam 09.00 – 13.00 - 17.00 –

21.00 – 01.00 – 05.00)

- Mengecek pemasangan tube dan selang ventilator.

- Melakukan fisioterapi napas dan melakukan penghisapan

sekret setiap 3 jam (jam 08.00 – 11.00 – 14.00 – 17.00 –

20.00 – 23.00 –02.00 – 05.00) , mencatat karakter warna

lendir putih kental.

- .Mendengarkan suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-.

- Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan,

daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter),

drainase dari drain warna merah, infus tidak ada plebitis,

cateter terfiksasi baik, warna urine kuning jernih. Kulit

kering tidak tampak tanda inflamasi.

- Melakukan perawatan luka secara aseptik.

4/12/12 1 - Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tanda-

tanda vital setiap 1 jam, GCS: 2 x 4, pupil: isokor reaksi

cahaya +/+, TD 145/90, nadi 78 , RR: 20x/menit, suhu:

37C.

- Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan

Page 21

NEUROBEHAVIOUR 1

2

3

membran mukosa agak kering.

- Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 30

derajad.

- Memberikan cairan infus Tutofusi OPS: 14 tetes/menit,

cabang Intrafusin 3,5: 7 tetes/menit

- Memberikan obat:

Cefriaxon 1 x 1 gr iv ( jam 09.00 )

Tradyl 3 x 1 amp iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)

Gastridin 3 x 4 mg iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)

Penythoin 3 x 100 mg ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)

Manitol 6 x 100 cc/drip ( jam 09.00 – 13.00 - 17.00 –

21.00 – 01.00 – 05.00)

- ETT terekstubasi oleh klien, pemasangan ventilator

diganti dengan pemberian O2 T Piece 6 L/menit.

- Melakukan fisioterapi napas, memberikan nebulizer dan

melakukan penghisapan sekret setiap 3 jam (jam 08.00 –

11.00 – 14.00 – 17.00 – 20.00 – 23.00 –02.00 – 05.00) ,

mencatat karakter warna lendir putih kental.

Mendengarkan suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-.

- Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan,

daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter),

drainase dari drain warna merah, infus tidak ada plebitis,

cateter terfiksasi baik, warna urine kuning jernih. Kulit

kering tidak tampak tanda inflamasi.

- Melakukan perawatan luka secara aseptik.

- Melakukan pemeriksaan lab:

Hb: 10,4 Leko: 13,5 Trombo: 156 PCV:

Page 22

NEUROBEHAVIOUR 1

0,31

5/12/12 1

2

- Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tanda-

tanda vital setiap 1 jam, GCS: 2 x 4, pupil: isokor reaksi

cahaya +/+, TD 150/90, nadi 74 , RR: 20x/menit, suhu:

37,5C.

- Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan

membran mukosa agak kering.

- Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 30

derajad.

- Memberikan cairan infus Tutofusin OPS: 14 tetes/menit,

cabang Intrafusin 3,5: 7 tetes/menit

- Memberikan obat:

Cefriaxon 1 x 1 gr iv ( jam 09.00 )

Tradyl 3 x 1 amp iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)

Gastridin 3 x 4 mg iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)

Penythoin 3 x 100 mg ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)

Manitol 6 x 100 cc/drip ( jam 09.00 – 13.00 - 17.00 –

21.00 – 01.00 – 05.00)

- Melakukan fisioterapi napas, memberikan nebulizer dan

melakukan penghisapan sekret setiap 3 jam (jam 08.00 –

11.00 – 14.00 – 17.00 – 20.00 – 23.00 –02.00 – 05.00) ,

mencatat karakter warna lendir putih kental.

Mendengarkan suara napas: ronkhi -/-, wheezing -/-.

- Klien direncanakan untuk dipasang trakheostomi

- Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan,

daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter),

Page 23

NEUROBEHAVIOUR 1

3 drainase dari drain warna merah, infus plebitis diganti

lokasi, cateter terfiksasi baik, warna urine kuning jernih.

- Melakukan perawatan luka secara aseptik. Luka dikaki

merembes cairan warna merah.

6. EVALUASI

TGL DIAGNOSA EVALUASI

4/12/12 1. Perubahan perfusi

jaringan serebral

berhubungan dengan

hemoragi/

hematoma; edema

cerebral.

S: -

O:

Klien masih tampak gelisah, GCS: 2 x 4 pupil

isokor reaksi cahaya +/+

TTV stabil TD berkisar antara 140/80 -

150/100, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22

x/menit, suhu : 36,6 – 37,5 C.

A: masalah belum teratasi

P: rencana tindakan dilanjutkan

4/12/12 2. Pola napas tidak

efektif berhubungan

dengan kerusakan

neurovaskuler

(cedera pada pusat

pernapasan otak).

S: -

O:

TTV stabil TD berkisar antara 140/80 -

150/100, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22

x/menit. ETT terekstubasi oleh klien, klien

napas spontan, tidak tampak sianosis.

Hasil Blood Gas Blood Gas:

PH: 7,415 PCO2: 28,6 PO2: 221,3

Page 24

NEUROBEHAVIOUR 1

HCO3: 17,9 BE: - 6,7

O2 Sat: 99,5 CTCO2: 18,8

A: Masalah belum teratasi

P: Rencana keperawatan dilanjutkan, Ventilator

dihentikan pemberian oksigen diganti melalui T

Piece.

4/12/12 3. Resiko tinggi

terhadap infeksi b.d

trauma jaringan,

kulit rusak, prosedur

invasif.

S:

O:

TTV stabil TD berkisar antara 140/80 -

150/100, nadi: 72 - 80 x/menit, RR: 17 – 22

x/menit. suhu : 36,8 – 37,5 C.

Hasil lab:

Hb: 10,4 Leko: 13,5 Trombo: 156

PCV: 0,31

Cairan drain kepala warna merah, luka

dikaki merembes cairan (serum) warna

kemerahan.

A: masalah belum teratasi

P: rencana tindakan dilanjutkan

5/12/12 Perubahan perfusi

jaringan serebral

berhubungan dengan

hemoragi/

hematoma; edema

S: -

O:

GCS: 2 x 4 pupil isokor reaksi cahaya +/+

TTV stabil TD berkisar antara 140/80 -

150/100, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22

Page 25

NEUROBEHAVIOUR 1

cerebral. x/menit, suhu : 36,6 – 37,5 C.

A: masalah belum teratasi

P: rencana tindakan dilanjutkan

5/12/12 Pola napas tidak

efektif berhubungan

dengan kerusakan

neurovaskuler

(cedera pada pusat

pernapasan otak).

S: -

O:

TTV stabil TD berkisar antara 140/80 -

150/100, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22

x/menit. Napas spontan, tidak tampak sianosis.

Klien dipasang tracheostomi

A: Masalah belum teratasi

P: Rencana keperawatan no 1, 3, 4, 5, 6, 7

dilanjutkan, pemberian oksigen diganti melalui

masker 6 l/menit.

5/12/12 Resiko tinggi

terhadap infeksi b.d

trauma jaringan,

kulit rusak, prosedur

invasif.

S: -

O:

TTV stabil TD berkisar antara 140/80 -

150/100, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22

x/menit.

Klien dipasang tracheostomi

Influs plebitis

A: Masalah belum teratasi

P: Rencana keperawatan dilanjutkan

Page 26

NEUROBEHAVIOUR 1

Catatan:

Tanggal 6/12/2012 klien dipindahkan ke ruang bedah F

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Trauma kepala telah didefinisikan sebagai kerusakan jaringan di kepala yang

diakibatkan oleh benturan kesobekan pada kulit kepala. Dan dari jenisnya dapat dilihat bahwa

trauma kepala dapat bersifat ringan, sedang maupun berat, hal ini dapat dilihat dari jenis

Page 27

NEUROBEHAVIOUR 1

benturan yang terjadi misalnya pada waktu terjadi kecelakaan klien terbentur dan dapat

mengakibatkan luka dalam pada tulang tengkorak otak, hal ini dapat beresiko terjadinya trauma

kepala berat namun kita tidak bisa mendefinisikan hal tersebut sebagai trauma berat apabila

sebelum adanya diagnosa medis dari dokter terkait

B. Saran

Kami sangat menyadari bahwa penyusnan makalah kami ini sangatlah kurag dari

kesempurnaan, oleh karena itu bagai pembaca atau mahasiswa yang membaca makalah ini, kami

mohon maaf apabila ada kata-kata yang salah arti dan kami sebagai manuasia membuka hati

kami untuk kritik dan saran yang membangun demi penyusunan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi I. Jakarta: CV Sagung Seto;

2001.

2. Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta: EGC; 1996.

3. Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000.

4. Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC;

1999.

Page 28

NEUROBEHAVIOUR 1

5. Abdul Hafid, M. Sajid Darmadiputra, Umar Kasan, (1989), Strategy Dasar Penanganan

Cidera Otak, Warta IKABI Cab. Surabaya.

6. Arief, M, Suprohaitta, Wahyu, J.K, Wiewik S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2.

Media Aesculapius FKUI : Jakarta.

7. Mc. Closkey, Joanne C. PHD, RN, FAAN, Bu Lechec Gloria, M, PhD, FAAN 2007.

Diagnosa Keperawatan NOC-NIC INC : St. Louis

8. Santosa, Budi. 2005-2006. Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medika

Page 29