NEUROBEHAVIOUR 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma kepala meliputi Trauma Kepala, Tengkorak dan Otak. Trauma kepala paling
sering terjadi dan merupakan penyakit neurologis yang serius diantara penyakit neurologis
lainnya serta mempunyai proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan jalan raya. Lebih dari
setengah dari semua pasien dengan trauma kepala berat mempunyai signifikansi terhadap cedera
bagian tubuh lainnya. Adanya shock hipovolemik pada pasien trauma kepala biasanya karena
adanya cedera bagian tubuh lainnya. Resiko utama pasien yang mengalami trauma kepala adalah
kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan
menyebabkan peningkatan tekanan intra cranial (PTIK).
B. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan masalah yang kami paparkan dalam makalah ini yaitu:
1) Definisi trauma kepala ?
2) Etiologi trauma kepala ?
3) Patofisiologi trauma kepala ?
4) Manifestasi klinik trauma kepala ?
5) Komplikasi yang mungkin terjadi pada klien trauma kepala ?
6) Pemeriksaan Penunjang bagi klien trauma Kepala ?
7) Penatalaksanaan medis bagi klien trauma kepala ?
Page 1
NEUROBEHAVIOUR 1
C. Tujuan Masalah
Adapun Tujuan dari Penyusunan Makalah Asuhan keperawatan pada klien Cidera Kepala
adalah:
1. Tujuan Umum.
a) Agar perawat khususnya Mahasiswa keperawatan mengetahui cara pemberian Asuhan
keperawatan pada klien dengan Cidera kepala.
b) Menambah wawasan akan bagaimana Prosedur dalam penanganan bagi pasien dengan
Cidera Kepala.
2. Tujuan Khusus.
a) Memberikan Informasi atau pengetahuan kepada Mahasiswa keperawatan Mengenai
Manifestasi klinis serta Komplikasi pada klien Cidera kepala.
b) Sebagai Tugas dari Mata Kuliah Sistem Neurobihavior 1.
Page 2
NEUROBEHAVIOUR 1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Trauma Kepala
Cedera kepala adalah suatu gangguan trauma dari otak disertai/tanpa perdarahan intestinal
dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya kontinuitas dari otak (Nugroho, 2011).
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak
atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala
(Suriadi dan Yuliani, 2001).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh
serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul
maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robekannya subtansia alba, iskemia, dan
pengaruh massa karena hemorogik, serta edema serebral disekitar jaringan otak (Batticaca,
2008).
Berdasarkan defenisi cedera kepala diatas maka penulis dapat menarik suatu kesimpulan
bahwa cedera kepala adalah suatu cedera yang disebabkan oleh trauma benda tajam maupun
benda tumpul yang menimbulkan perlukaan pada kulit, tengkorak, dan jaringan otak yang
disertai atau tanpa pendarahan.
B. Klasifikasi
Cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul : adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan
bermotor, kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun
cedera akibat kekerasaan (pukulan).
Page 3
NEUROBEHAVIOUR 1
b. Trauma Tembus : adalah trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan
benda-benda tajam/runcing.
2. Berdasarkan Beratnya Cidera
The Traumatic Coma Data Bank mengklasifisikan berdasarkan Glasgow Coma
Scale ( Mansjoer, dkk, 2000) :
a. Cedera Kepala Ringan/Minor (Kelompok Risiko Rendah) yaitu, GCS 14-15,
pasien sadar dan berorientasi, kehilangan kesadaran atau amnesia < dari 30 menit,
tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang, klien dapat mengeluh nyeri
kepala dan pusing, tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio, hematom , tidak ada
kriteria cedera sedang sampai berat.
b. Cedera Kepala Sedang (Kelompok Risiko Sedang) yaitu GCS 9-13 (konfusi,
letargi dan stupor), pasien tampak kebingungan, mengantuk, namun masih bisa
mengikuti perintah sederhana, hilang kesadaran atau amnesia > 30 menit tetapi <
24 jam, konkusi, amnesia paska trauma, muntah, tanda kemungkinan fraktur
kranium (tanda battle, mata rabun, hemotimpanum, otorhea atau rinorhea cairan
serebrospinal).
c. Cedera Kepala Berat (Kelompok Risiko Berat) yaitu GCS 3-8 (koma), penurunan
derajat kesadaran secara progresif, kehilangan kesadaran atau amnesia > 24 jam,
tanda neurologis fokal, cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi
cranium.
C. Etiologi
Penyebab cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh, cedera olah raga,
kecelakaan kerja, cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh pisau atau peluru (Corwin,
2000).
D. Patofisiologi
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada
parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak
seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler.
Page 4
NEUROBEHAVIOUR 1
Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala primer dan
cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang terjadi
secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan otat. Pada
cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia,
iskemia dan perdarahan.
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural hematoma,
berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter, subdura hematoma akibat
berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan subaraknoid dan intra cerebral,
hematoma adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita
cedera kepala terjadi karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi
menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak (Tarwoto, 2007).
E. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala, yaitu:
1. Perubahan kesadaran adalah merupakan indikator yang paling sensitive yang dapat dilihat
dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale).
2. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti: nyeri kepala karena regangan dura
dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus
optikus; muntah seringkali proyektil.
F. Komplikasi
1. Perdarahan intra cranial
2. Kejang
3. Parese saraf cranial
4. Meningitis atau abses otak
5. Infeksi
6. Edema cerebri
7. Kebocoran cairan serobospinal
Page 5
NEUROBEHAVIOUR 1
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas darah.
2. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
3. MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
4. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti perubahan
jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
5. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak maupun thorak.
6. CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
7. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
8. Kadar Elektrolit:Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial (Musliha, 2010).
H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera
otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti hipotensi atau
hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak (Tunner, 2000). Pengatasan nyeri yang adekuat
juga direkomendasikan pada pendertia cedera kepala (Turner, 2000).
Penatalaksanaan umum adalah:
1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi
2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma
3. Berikan oksigenasi
4. Awasi tekanan darah
5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik
6. Atasi shock
7. Awasi kemungkinan munculnya kejang.
Page 6
NEUROBEHAVIOUR 1
Penatalaksanaan lainnya:
1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi.
3. Pemberian analgetika
4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40 %
atau gliserol 10 %.
5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).
6. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% , aminofusin, aminofel (18 jam
pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikana makanan lunak.
Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa
5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8
jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui ngt
(2500-3000 tktp). Pemberian protein tergantung nilai urea.
Tindakan terhadap peningktatan TIK yaitu:
1. Pemantauan TIK dengan ketat
2. Oksigenisasi adekuat
3. Pemberian manitol
4. Penggunaan steroid
5. Peningkatan kepala tempat tidur
6. Bedah neuro.
Tindakan pendukung lain yaitu:
1. Dukungan ventilasi
2. Pencegahan kejang
3. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi
4. Terapi anti konvulsan
5. Klorpromazin untuk menenangkan klien
6. Pemasangan selang nasogastrik (Mansjoer, dkk, 2000).
Page 7
NEUROBEHAVIOUR 1
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN NY.M DENGAN CEDERA OTAK BERAT
DI RUANG OBSERVASI INTENSIVE (ROI)
RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
1. PENGKAJIAN:
A. Identitas
Nama : Ny. M.
Umur : 40 tahun
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia.
Agama : Islam
Alamat : Kramat Jegu RT 3 / RW 1 Taman Sidoarjo
Pekerjaan : tidak bekerja
Pendidikan : SLTA
Tgl.MRS : 2 Desember 2012 jam: 02.30
Tgl. Pengkajian : 3 Desember 2012 jam: 11.00
Diagnosa Medik : Cedera Otak Berat, SAH, OF Linear Occipital Sin.,
V. Appertum Frontalis, CF Antebrachii.
B. Alasan MRS :
kecelakaan lalu lintas, naik sepeda motor dibonceng suami ditabrak mobil, sejak kejadian
sampai saat ini klien tidak sadar, kejang (-), muntah (-).
Page 8
NEUROBEHAVIOUR 1
C. Observasi dan pemeriksaan fisik:
1) Pernapasan
Klien menggunakan respirator, Mode: CR Insp MV: 500 Exp MV: - FIO2: : 50%
A:aDO2:
Bentuk dada simetris, tidak ada jejas pada daerah dada, wheezing -/-, Ronchi +/+, RR 17
x/menit. Pada hidung terpasang NGT.
2) Kardiovaskuler/sirkulasi:
S1, S2 tunggal, tidak ada suara tambahan, hasil monitor EKG: irama sinus 75 x/menit,
tekanan darah: 150/100, suhu: 36,5 C
3) Persarafan/neurosensori
Klien tampak gelisah, GCS: 1 – x – 4 , pupil isokor, reaksi cahaya +/+
4) Perkemihan – Eliminasi uri
Terpasang Dower kateter produksi urine 1100 ml/12 jam warna kuning jernih
5) Pencernaan – Eliminasi alvi
Nutrisi Enteral B1 per sonde 6 x 100 cc, infus PZ Dext 1500cc/24 jam. Tidak ada jejas
pada daerah abdomen, bising usus (+), b.a.b (-). Cairan maag slang warna kecoklatan 75
cc.
6) Tulang – otot – integumen:
Kemampuan pergerakan lengan kiri terbatas karena terpasang gip, pergerakan tangan
kanan dan ekstrimitas bawah baik, tidak ada plegi/parese. Pada tungkai kaki kanan ada
luka tertutup pembalut, tidak tampak adanya perdarahan. Pada kepala ada luka operasi
tertutup hipafix, tidak tampak adanya perdarahan, menggunakan drai cairan warna merah
100 cc. Kulit wajah tampak lecet-lecet, kelopak mata odem dan hematoma. Turgor baik,
warna kulit pucat.
Page 9
NEUROBEHAVIOUR 1
D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium tanggal 3 Desember 2001:
Hb: 7,4 gr/dl.
Leko: 13,6.
Trombo: 195.
PCV: 0,22.
GDA: 178.
Kalium: 4,1
Natrium: 132
Klorida: 109
BUN: 8
S.Creat: 0,90
Blood Gas:
PH: 7,398
PCO2: 30,9
PO2: 190,4
HCO3: 18,6
BE: -6,7
O2 Sat: 99,3
CTCO2: 19,6
CT Scan tanggal 2 Desember 2001:
SAH di Fisurra interhemisphere posterior, Fr. Linear Occipital kiri, curiga Fr. Basis Cranii,
edema cerebri.
Page 10
NEUROBEHAVIOUR 1
E. Terapi:
1. Broadcet 1x2gr IV
2. Toradol 3x 30 mg IV
3. Cedantron 3x 4mg IV
4. Phenitoin 3x 1 amp IV
5. Manitol 6 x 100cc/drip
6. Fisioterapi napas + Suction tiap 3 jam.
2. ANALISA DATA
Data Kemungkinan penyebab Masalah
DS: -
DO:
Klien tampak gelisah,
Kesadaran me , GCS: 1 x
4,
CT Scan : SAH di Fisurra
interhemisphere posterior,
Fr. Linear Occipital kiri,
curiga Fr. Basis Cranii,
edema cerebri.
Trauma kepala
Hematom Subarachnoid
Odema otak
TIK
Aliran darah ke otak
O2
Gangguan perfusi
jaringan cerebral
DS: -
DO:
TIK
Gangguan pola napas
Page 11
NEUROBEHAVIOUR 1
Menggunakan respirator,
Mode: CR Insp MV:
500 Exp MV: - FIO2: :
50% A:aDO2:
Wheezing -/-, Ronchi +/+,
RR 17 x/menit
rangsangan simpatis
tahanan vaskuler
sistemik
terjadi pe tek. pada sist.
pemb. darah pulmonal.
Pe tek.hidrostatik
kebocoran cairan kapiler
Pe hambatan difusi O2 -
CO2
Hipoksemia
DS: -
DO:
GCS: 1x4, terpasang
sonde diiet enteral 6x100
cc, infus PZ Detx 1500
cc/24 jam.
NGT dibuka, cairan
maagslang warna coklat
75 cc.
Trauma kepala
Stress
Pe katekolamin
Pe sekresi asam lambung
Resiko nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Page 12
NEUROBEHAVIOUR 1
Mual, muntah
Asupan tidak adekuat
DS: -
DO:
Kemampuan pergerakan
lengan kiri terbatas karena
terpasang gip. Pada
tungkai kaki kanan ada
luka tertutup pembalut,
tidak tampak adanya
perdarahan. Pada kepala
ada luka operasi tertutup
hipafix, tidak tampak
adanya perdarahan,
terpasang drain cairan
warna merah 100 cc.
Turgor baik, warna kulit
pucat. Klien terpasang
respirator, dower katheter,
NGT.
Hasil lab: Hb: 7,4 gr/dl.
Leko: 13,6.
Trauma jaringan, kulit
rusak, prosedur invasif.
Resiko tinggi terhadap
infeksi
DS: -
DO:
Kesadaran me , GCS: 1 x
Trauma kepala
Sindroma defisit
perawatan diri
Page 13
NEUROBEHAVIOUR 1
4
Kemampuan pergerakan
lengan kiri terbatas karena
terpasang gip. Terpasang
respirator, dower katheter,
NGT.
Hematom Subarachnoid
TIK
Aliran darah ke otak
O2
Penurunan kesadaran
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d hemoragi/ hematoma; edema cerebral
2. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan
otak).
3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan yang tidak adekuat
5. Sindroma defisit perawatan diri b.d penurunan kesadaran
4. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
DP 1: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi/ hematoma; edema
cerebral.
Tujuan:
Mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.
Page 14
NEUROBEHAVIOUR 1
Kriteria hasil:
Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Tingkat kesadaran membaik
Intervensi Rasional
Pantau /catat status neurologis
secara teratur dan bandingkan
dengan nilai standar GCS.
Evaluasi keadaan pupil, ukuran,
kesamaan antara kiri dan kanan,
reaksi terhadap cahaya.
Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi,
frekuensi nafas, suhu.
Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIK dan bermanfaat dalam
menentukan lokasi, perluasan dan
perkembangan kerusakan SSP.
Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial
okulomotor (III) berguna untuk menentukan
apakah batang otak masih baik. Ukuran/
kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara
persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon
terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang
terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan
okulomotor (III).
Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh
penurunan TD diastolik (nadi yang membesar)
merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK,
jika diikuti oleh penurunan kesadaran.
Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan
kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat
mencerminkan kerusakan pada hipotalamus.
Peningkatan kebutuhan metabolisme dan
konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam
Page 15
NEUROBEHAVIOUR 1
Pantau intake dan out put, turgor
kulit dan membran mukosa.
Turunkan stimulasi eksternal dan
berikan kenyamanan, seperti
lingkungan yang tenang.
Bantu pasien untuk
menghindari /membatasi batuk,
muntah, mengejan.
Tinggikan kepala pasien 15-45
derajad.
dan menggigil) yang selanjutnya menyebabkan
peningkatan TIK.
Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total
tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan.
Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan
diabetes insipidus. Gangguan ini dapat
mengarahkan pada masalah hipotermia atau
pelebaran pembuluh darah yang akhirnya akan
berpengaruh negatif terhadap tekanan serebral.
Memberikan efek ketenangan, menurunkan
reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan
istirahat untuk mempertahankan atau
menurunkan TIK.
Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan
intrathorak dan intraabdomen yang dapat
meningkatkan TIK.
Meningkatkan aliran balik vena dari kepala
sehingga akan mengurangi kongesti dan
oedema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.
Pembatasan cairan diperlukan untuk
menurunkan edema serebral, meminimalkan
Page 16
NEUROBEHAVIOUR 1
Batasi pemberian cairan sesuai
indikasi.
Berikan oksigen tambahan sesuai
indikasi.
Berikan obat:
Toradol 3 x 30 mg iv
Phenitoin 3 x 1 amp iv
Cedantron 3 x 4 mg iv
Manitol 6 x 100 cc/drip
fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK.
Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat
meningkatkan vasodilatasi dan volume darah
serebral yang meningkatkan TIK.
Manitol digunakan untuk menurunkan air dari
sel otak, menurunkan edema otak dan TIK.
Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif
digunakan untuk mengendalikan kegelisahan,
agitasi.
DP 2: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat
pernapasan otak).
Tujuan:
Mempertahankan pola pernapasan efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi:
Tidak ada sianosis, Blood Gas dalam batas normal
Page 17
NEUROBEHAVIOUR 1
Intervensi Rasional
Pantau frekuensi, irama,
kedalaman pernapasan setiap 1
jam. Catat ketidakteraturan
pernapasan.
Pantau / cek pemasangan tube,
selang ventilator sesering
mungkin.
Siapkan ambu bag tetap berada
didekat pasien
Lakukan penghisapan dengan
ekstra hati-hati, jangan lebih
dari 10-15 detik. Catat
karakter, warna dan kekeruhan
dari sekret.
Lakukan fisioterapi dada .
Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi
pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya
keterlibatan otak.
Adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak
adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan
penyebaran udara yang tidak adekuat.
Membantu memberikan ventilasi yang adekuat bila
ada gangguan pada ventilator.
Penghisapan pada trakhea dapat menyebabkan atau
meningkatkan hipoksia yang menimbulkan
vasokonstriksi yang pada akhirnya akan
berpengaruh cukup besar pada perfusi jaringan.
Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien
dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan
ini seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi
untuk memobilisasi dan membersihkan jalan napas
dan menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru
lainnya.
Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru
seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan
Page 18
NEUROBEHAVIOUR 1
Auskultasi suara napas,
perhatikan daerah
hipoventilasi dan adanya suara
tambahan yang tidak normal
misal: ronkhi, wheezing,
krekel.
Pantau analisa gas darah,
tekanan oksimetri
Lakukan ronsen thoraks ulang.
napas yang membahayakan oksigenasi cerebral
dan/atau menandakan terjadinya infeksi paru.
Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan
asam basa dan kebutuhan akan terapi.
Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-
tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi
atau bronkopneumoni.
DP 3:
Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Kriteria evaluasi:
Tidak ada tanda-tanda infeksi.
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Page 19
NEUROBEHAVIOUR 1
Intervensi Rasional
Berikan perawatan aseptik dan
antiseptik, pertahankan tehnik cuci
tangan yang baik.
Observasi daerah kulit yang mengalami
kerusakan, daerah yang terpasang alat
invasi, catat karakteristik dari drainase
dan adanya inflamasi.
Pantau suhu tubuh secara teratur, catat
adanya demam, menggigil, diaforesis.
Berikan antibiotik sesuai program dokter.
Cara pertama untuk menghindari
terjadinya infeksi nosokomial.
Deteksi dini perkembangan infeksi
memungkinkan untuk melakukan
tindakan dengan segera dan pencegahan
terhadap komplikasi selanjutnya.
Dapat mengindikasikan perkembangan
sepsis yang selanjutnya memerlukan
evaluasi atau tindakan dengan segera.
Terapi profilatik dapat digunakan pada
pasien yang mengalami trauma, atau
setelah dilakukan pembedahan untuk
menurunkan resiko terjadinya infeksi.
5. TINDAKAN KEPERAWATAN
Tanggal Diagnosa Tindakan Keperawatan
3/ 12/12 1 - Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tanda-
tanda vital setiap 1 jam, GCS: 1 x 4, pupil: isokor reaksi
cahaya +/+, TD 145/90, nadi 76 , RR: 17x/menit, suhu:
37C.
- Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan
Page 20
NEUROBEHAVIOUR 1
2
3
membran mukosa agak kering.
- Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 30
derajad.
- Memberian cairan infus PZ Dext 21 tetes/menit.
- Memberikan obat:
Toradol 3 x 30 mg iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)
Phenitoin 3 x 1 amp iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)
Cedantron 3 x 4 mg iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)
Manitol 6 x 100 cc/drip ( jam 09.00 – 13.00 - 17.00 –
21.00 – 01.00 – 05.00)
- Mengecek pemasangan tube dan selang ventilator.
- Melakukan fisioterapi napas dan melakukan penghisapan
sekret setiap 3 jam (jam 08.00 – 11.00 – 14.00 – 17.00 –
20.00 – 23.00 –02.00 – 05.00) , mencatat karakter warna
lendir putih kental.
- .Mendengarkan suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-.
- Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan,
daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter),
drainase dari drain warna merah, infus tidak ada plebitis,
cateter terfiksasi baik, warna urine kuning jernih. Kulit
kering tidak tampak tanda inflamasi.
- Melakukan perawatan luka secara aseptik.
4/12/12 1 - Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tanda-
tanda vital setiap 1 jam, GCS: 2 x 4, pupil: isokor reaksi
cahaya +/+, TD 145/90, nadi 78 , RR: 20x/menit, suhu:
37C.
- Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan
Page 21
NEUROBEHAVIOUR 1
2
3
membran mukosa agak kering.
- Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 30
derajad.
- Memberikan cairan infus Tutofusi OPS: 14 tetes/menit,
cabang Intrafusin 3,5: 7 tetes/menit
- Memberikan obat:
Cefriaxon 1 x 1 gr iv ( jam 09.00 )
Tradyl 3 x 1 amp iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)
Gastridin 3 x 4 mg iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)
Penythoin 3 x 100 mg ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)
Manitol 6 x 100 cc/drip ( jam 09.00 – 13.00 - 17.00 –
21.00 – 01.00 – 05.00)
- ETT terekstubasi oleh klien, pemasangan ventilator
diganti dengan pemberian O2 T Piece 6 L/menit.
- Melakukan fisioterapi napas, memberikan nebulizer dan
melakukan penghisapan sekret setiap 3 jam (jam 08.00 –
11.00 – 14.00 – 17.00 – 20.00 – 23.00 –02.00 – 05.00) ,
mencatat karakter warna lendir putih kental.
Mendengarkan suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-.
- Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan,
daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter),
drainase dari drain warna merah, infus tidak ada plebitis,
cateter terfiksasi baik, warna urine kuning jernih. Kulit
kering tidak tampak tanda inflamasi.
- Melakukan perawatan luka secara aseptik.
- Melakukan pemeriksaan lab:
Hb: 10,4 Leko: 13,5 Trombo: 156 PCV:
Page 22
NEUROBEHAVIOUR 1
0,31
5/12/12 1
2
- Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tanda-
tanda vital setiap 1 jam, GCS: 2 x 4, pupil: isokor reaksi
cahaya +/+, TD 150/90, nadi 74 , RR: 20x/menit, suhu:
37,5C.
- Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan
membran mukosa agak kering.
- Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 30
derajad.
- Memberikan cairan infus Tutofusin OPS: 14 tetes/menit,
cabang Intrafusin 3,5: 7 tetes/menit
- Memberikan obat:
Cefriaxon 1 x 1 gr iv ( jam 09.00 )
Tradyl 3 x 1 amp iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)
Gastridin 3 x 4 mg iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)
Penythoin 3 x 100 mg ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)
Manitol 6 x 100 cc/drip ( jam 09.00 – 13.00 - 17.00 –
21.00 – 01.00 – 05.00)
- Melakukan fisioterapi napas, memberikan nebulizer dan
melakukan penghisapan sekret setiap 3 jam (jam 08.00 –
11.00 – 14.00 – 17.00 – 20.00 – 23.00 –02.00 – 05.00) ,
mencatat karakter warna lendir putih kental.
Mendengarkan suara napas: ronkhi -/-, wheezing -/-.
- Klien direncanakan untuk dipasang trakheostomi
- Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan,
daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter),
Page 23
NEUROBEHAVIOUR 1
3 drainase dari drain warna merah, infus plebitis diganti
lokasi, cateter terfiksasi baik, warna urine kuning jernih.
- Melakukan perawatan luka secara aseptik. Luka dikaki
merembes cairan warna merah.
6. EVALUASI
TGL DIAGNOSA EVALUASI
4/12/12 1. Perubahan perfusi
jaringan serebral
berhubungan dengan
hemoragi/
hematoma; edema
cerebral.
S: -
O:
Klien masih tampak gelisah, GCS: 2 x 4 pupil
isokor reaksi cahaya +/+
TTV stabil TD berkisar antara 140/80 -
150/100, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22
x/menit, suhu : 36,6 – 37,5 C.
A: masalah belum teratasi
P: rencana tindakan dilanjutkan
4/12/12 2. Pola napas tidak
efektif berhubungan
dengan kerusakan
neurovaskuler
(cedera pada pusat
pernapasan otak).
S: -
O:
TTV stabil TD berkisar antara 140/80 -
150/100, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22
x/menit. ETT terekstubasi oleh klien, klien
napas spontan, tidak tampak sianosis.
Hasil Blood Gas Blood Gas:
PH: 7,415 PCO2: 28,6 PO2: 221,3
Page 24
NEUROBEHAVIOUR 1
HCO3: 17,9 BE: - 6,7
O2 Sat: 99,5 CTCO2: 18,8
A: Masalah belum teratasi
P: Rencana keperawatan dilanjutkan, Ventilator
dihentikan pemberian oksigen diganti melalui T
Piece.
4/12/12 3. Resiko tinggi
terhadap infeksi b.d
trauma jaringan,
kulit rusak, prosedur
invasif.
S:
O:
TTV stabil TD berkisar antara 140/80 -
150/100, nadi: 72 - 80 x/menit, RR: 17 – 22
x/menit. suhu : 36,8 – 37,5 C.
Hasil lab:
Hb: 10,4 Leko: 13,5 Trombo: 156
PCV: 0,31
Cairan drain kepala warna merah, luka
dikaki merembes cairan (serum) warna
kemerahan.
A: masalah belum teratasi
P: rencana tindakan dilanjutkan
5/12/12 Perubahan perfusi
jaringan serebral
berhubungan dengan
hemoragi/
hematoma; edema
S: -
O:
GCS: 2 x 4 pupil isokor reaksi cahaya +/+
TTV stabil TD berkisar antara 140/80 -
150/100, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22
Page 25
NEUROBEHAVIOUR 1
cerebral. x/menit, suhu : 36,6 – 37,5 C.
A: masalah belum teratasi
P: rencana tindakan dilanjutkan
5/12/12 Pola napas tidak
efektif berhubungan
dengan kerusakan
neurovaskuler
(cedera pada pusat
pernapasan otak).
S: -
O:
TTV stabil TD berkisar antara 140/80 -
150/100, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22
x/menit. Napas spontan, tidak tampak sianosis.
Klien dipasang tracheostomi
A: Masalah belum teratasi
P: Rencana keperawatan no 1, 3, 4, 5, 6, 7
dilanjutkan, pemberian oksigen diganti melalui
masker 6 l/menit.
5/12/12 Resiko tinggi
terhadap infeksi b.d
trauma jaringan,
kulit rusak, prosedur
invasif.
S: -
O:
TTV stabil TD berkisar antara 140/80 -
150/100, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22
x/menit.
Klien dipasang tracheostomi
Influs plebitis
A: Masalah belum teratasi
P: Rencana keperawatan dilanjutkan
Page 26
NEUROBEHAVIOUR 1
Catatan:
Tanggal 6/12/2012 klien dipindahkan ke ruang bedah F
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Trauma kepala telah didefinisikan sebagai kerusakan jaringan di kepala yang
diakibatkan oleh benturan kesobekan pada kulit kepala. Dan dari jenisnya dapat dilihat bahwa
trauma kepala dapat bersifat ringan, sedang maupun berat, hal ini dapat dilihat dari jenis
Page 27
NEUROBEHAVIOUR 1
benturan yang terjadi misalnya pada waktu terjadi kecelakaan klien terbentur dan dapat
mengakibatkan luka dalam pada tulang tengkorak otak, hal ini dapat beresiko terjadinya trauma
kepala berat namun kita tidak bisa mendefinisikan hal tersebut sebagai trauma berat apabila
sebelum adanya diagnosa medis dari dokter terkait
B. Saran
Kami sangat menyadari bahwa penyusnan makalah kami ini sangatlah kurag dari
kesempurnaan, oleh karena itu bagai pembaca atau mahasiswa yang membaca makalah ini, kami
mohon maaf apabila ada kata-kata yang salah arti dan kami sebagai manuasia membuka hati
kami untuk kritik dan saran yang membangun demi penyusunan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi I. Jakarta: CV Sagung Seto;
2001.
2. Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta: EGC; 1996.
3. Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000.
4. Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC;
1999.
Page 28
NEUROBEHAVIOUR 1
5. Abdul Hafid, M. Sajid Darmadiputra, Umar Kasan, (1989), Strategy Dasar Penanganan
Cidera Otak, Warta IKABI Cab. Surabaya.
6. Arief, M, Suprohaitta, Wahyu, J.K, Wiewik S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2.
Media Aesculapius FKUI : Jakarta.
7. Mc. Closkey, Joanne C. PHD, RN, FAAN, Bu Lechec Gloria, M, PhD, FAAN 2007.
Diagnosa Keperawatan NOC-NIC INC : St. Louis
8. Santosa, Budi. 2005-2006. Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medika
Page 29