BAB I Katarak

download BAB I Katarak

of 45

description

katarak

Transcript of BAB I Katarak

STATUS PASIEN1.1 Identitas Pasien Anamesa Pribadi Nama

: Nurhayati Umur

: 64 tahun Jenis Kelamin

: Perempuan Status Perkawinan: Menikah Agama

: Islam Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga Alamat

: Tanggal MRS

: 13 Maret 2013 No. RM

: 19.81.421.2 Anamnese

Anamnese Penyakit

Keluhan Utama: Mata kanan kabur Telaah: OS datang ke Rumah Sakit Haji Medan dengan keluhan penglihatan kabur pada mata sebelah kanan. OS mengatakan keluhan ini sudah dialami OS 6 tahun yang lalu. Pada awalnya nyeri dirasakan di ulu hati, kemudian berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri dirasakan terus menerus sejak satu hari ini. OS juga mengalami demam tinggi sehari sebelum masuk ke Rumah sakit. OS juga tidak ada BAB selama dua hari, flatus (+), BAK normal.

RPT: ( - ) RPO: ( - )

RPK: ( - )1.3 Pemeriksaan Fisik

a.Status present

Keadaan umum: Compos Mentis

Tekanan darah: 110/70 mmHg

Nadi: 74 x/mnt regulerRR: 24 x/mnt

Suhu: 37,5CBerat Badan: 70 kg

Tinggi Badan: 162 cm

b.Pemeriksaan umum

B1 (Breath) Airway : Clear, snoring, gurgling, crowing (-/-/-) RR : 24 x/i SP : Vesikuler ST : Ronkhi (-), wheezing (-), B2 (Blood) Akral : H/M/K TD: 110/70 mmHg HR: 74 x/i, reguler Pulse: T/V = Kuat/Cukup Temp : 37.5C B3 (Brain) Sensorium : Compos mentis Pupil : Isokor kanan dan kiri, diameter 3mm RC: +/+ Riwayat kejang : - B4 (Bladder) UOP : Sulit dinilai Warna : - Volume : - B5 (Bowel) Abdomen : Soepel, Peristaltik (+) Normal RT: Tidak dilakukan pemeriksaan B6 (Bone) Oedem (-)1.4 Pemeriksaan Penunjang

Hasil Laboratorium

Tanggal 23 Maret 2013Darah Rutin

HB

: 14,1 g/dL

HT

: 36,2 %

Leukosit: 20.500 /uL

Trombosit: 237.000 /uL LED

: 12 mm/jam1.5 Diagnosis

Diagnosa : Katarak Grade III OD1.6 Rencana Tindakan

Tindakan: CEEC + IOL Implant OD Anestesi: GA-ETT

PS-ASA: ASA I Posisi

: Supine Pernafasan: Dikontrol dengan ventilator O2.1.7 Teknik anestesi Suction aktif

Posisi head up 15 Midazolam 2 mg (0,1-0,3 mg/kgBB) Fentanyl 40 g (1-3 g/kgBB) Propofol 40 mg (2-2,5 mg/kgBB) Cricoid pressure (Sellick Manouver) Pre Oksigenasi Rocuronium 20 mg (0.6-1,2 mg) Intubasi ETT no.5 Teknik diatas dilakukan secara cepat untuk menghindari aspirasi lambung (Rapid Sequence Intubation) ( semua pasien emergensi dianggap lambung penuh SP : kanan dan kiri, cuff (+), fiksasi Maintenance Isoflurane 0,5-1% O2 : N2O = 2,5 : 2,5 l/menit

BB = 70 kg

VT= (8-10 ml/kgBB)

= 70 x 10 ml

MV= FGF

MV= VT x RR

= 700 x 16

= 11.200ml

Maintenance cairan dengan RLBB= 70 kg

Kebutuhan cairan per jam berdasar rumus Holiday Segar yaitu 4:2:1, (10 kg pertama BB x 4, 10 kg kedua x 2, dan x 1 setiap penambahan BB di atas 20 kg) ( didapat 110 cc/jam ( 36 tts makro/menit).

1.8 Diskusi Penatalaksanaan

A. Pre-Operatif

Persiapan di ruangan OK telah siap malam sebelumnya, yaitu tanggal 12 April 2013

Dan pada pagi tanggal 13 April 2013, dokter anastesi yang bertanggung jawab mengunjungi pasien yang akan di operasi guna mengetahui kondisi terakhir pasien

B. Durante operatif

Dijumpai katarak pada mata sebelah kanan Dilakukan CEEC dan IOL impkant pada mata sebelah kanan Selesai

Lama Anestesi: 15.40 16.45 (1 jam 5 menit) Lama Operasi: 16.10 - 16.40 Jumlah cairan:

Maintenance operasi besar (4-8 cc/kgBB/jam) :

20 x (4-8) = 80 cc/kgBB/jam

60 + 80 = 140 cc/jam kebutuhan cairan durante operasi

PO

: RL 100 cc

DO

: RL 500 cc

Produksi Urin: Sulit dinilai Perdarahan: Kasa basah

: - Kasa basah: 1 cc x 4 = 4 cc Suction

: - EBV : (65) x BB

= 65 x 70 kg = 4550 EBL (Estimated Blood Lose) 10 % ( 455 ml perdarahan EBL 20% ( 910 ml perdarahan EBL 30% ( 1365 ml perdarahan

C. Post Operatif

B1 (Breath) Airway : Clear, snoring, gurgling, crowing (-/-/-) RR : 22 x/i SP : Vesikuler ST : Ronkhi (-), wheezing (-) SpO2: 97-100% B2 (Blood) Akral : H/M/K TD: 100/60 mmHg HR: 88 x/i Pulse: T/V = Kuat/Cukup Temp : 37C B3 (Brain) Sensorium : Compos mentis Pupil : Isokor kanan dan kiri, diameter 3mm RC: +/+ B4 (Blader) UOP : Sulit dinilai Warna : Volume : B5 (Bowel) Abdomen : Soepel Peristaltik : (+) Normal B6 (Bone)Oedem (-)

Perawatan pasien post operasi dilakukan di RR, setelah dipastikan pasien pulih dari anestesi dan keadaan umum, kesadaran, serta vital sign stabil pasien dipindahkan ke bangsal, dengan anjuran untuk bed rest, tetap diawasi vital sign selama 24 jam post operasi.

Bed rest IVFD RL 30 gtt/i makro Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam IV Inj. Ondancetron 4 mg/ IV (k/p) Ceftriaxone 1 gr/12 jam

Ranitidine 50 mg/12 jam

Acc pindah ruangan bila Aldrete score 9BAB I

PENDAHULUAN

Katarak berasal dari bahasa Yunani (Katarrhakies ), Inggris (Cataract), danLatin (Cataracta) yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bulardimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak ialahsetiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairanlensa) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya (Ilyas, 2005).Katarak kerap disebut-sebut sebagai penyebab kebutaan nomor satu di Indonesia. Menurut WHO di negara berkembang 1-3% penduduk mengalami kebutaaan dan 50% penyebabnya adalah katarak. Sedangakan untuk negara maju sekitar 1,2%penyebab kebutaan adalah katarak. Menurut survei Depkes RI tahun 1982 pada 8 Propinsi, prevalensi kebutaan bilateral adalah 1,2% dari seluruh penduduk, sedangkan prevalensi kebutaan unilateral adalah 2,1% dari seluruh penduduk (Ilham, 2009).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA.

2.1 DEFINISIKatarak termasuk golongan kebutaan yang tidak dapat dicegah tetapi dapat disembuhkan. Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak terjadi karena faktor usia, namun juga dapat terjadi pada anak-anak yang lahir dengan kondisi tersebut. Katarak juga dapat terjadi setelah trauma, inflamasi atau penyakit lainnya. Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,yaitu usia diatas 50 tahun.

2.2 Anatomi Lensa

Anatomi lensa menurut AAO (1997-1998):Lensa berbentuk bikonveks dan transparan. Lensa menyumbang kekuatan refraksi sebanyak 15-20 dioptri dalam penglihatan. Kutub anterior dan posterior lensa dihubungkan oleh garis khayal yang disebut axis, sedangkan equator merupakan garis khayal yang mengelilingi lensa. Lensa merupakan struktur yang tidak memiliki pembuluh darah dan tidak memiliki pembuluh limfe. Di dalam mata, lensa terfiksir pada serat zonula yang berasal dari badan silier. Serat zonula tersebut menempel dan menyatu dengan lensa pada bagian anterior dan posterior dari kapsul lensa. Kapsul ini merupakan membran dasar yang melindungi nukleus, korteks dan epitel lensa.1. KapsulKapsul lensa merupakan membran dasar yang elastis dan transparan tersusun dari kolagen tipe IV yang berasal dari sel-sel epitel lensa. Kapsul inimengandung isi lensa serta mempertahankan bentuk lensa pada saat akomodasi.Bagian paling tebal kapsul berada di bagian anterior dan posterior zona pre-equator dan bagian paling tipis berada di bagian tengah kutub posterior.2. Serat ZonulaLensa terfiksir oleh serat zonula yang berasal dari lamina basal pars planadan pars plikata badan silier. Serat-serat zonula ini menyatu dengan lensa pada bagian anterior dan psterior kapsul lensa.3. Epitel LensaTepat di belakang kapsul anterior lensa terdapat satu lapis sel-sel epitel. Sel-sel epitel ini dapat melakukan aktivitas seperti yang dilakukan sel-sel lainnya, seperti sintesis DNA, RNA, protein dan lipid. Sel-sel tersebut juga dapatmembentuk ATP untuk memenuhi kebutuhan energi lensa. Sel-sel epitel yang baru terbentuk akan menuju equator lalu berdiferensiasi menjadi serat lensa.4. Nukleus dan KorteksSel-sel berubah menjadi serat, lalu serat baru akan terbentuk dan akanmenekan serat-serat lama untuk berkumpul di bagian tengah lensa. Serat-serat paling tua yang terbentuk merupakan lensa fetus yang diproduksi pada fase embrionik dan masih menetap hingga sekarang. Serat-serat yang baru akanmembentuk korteks dari lensa.2.3 Fisiologi Lensa

Fisiologi lensa menurut AAO (1997-1998):Lensa tidak memiliki pembuluh darah maupun sistem saraf. Untukmempertahankan kejernihannya, lensa harus menggunakan aqueous humor sebagai penyedia nutrisi dan sebagai tempat pembuangan produknya. Namun hanya sisi anterior lensa saja yang terkena aqueous humor. Oleh karena itu, sel-sel yang beradadi tengah lensa membangun jalur komunikasi terhadap lingkungan luar lensa dengan membangun low-resistance gap junction antar sel.

1. Keseimbangan Elektrolit dan Air Dalam Lensa

Lensa normal mengandung 65% air, dan jumlah ini tidak banyak berubah seiring bertambahnya usia. Sekitar 5% dari air di dalam lensa berada di ruangan ekstrasel. Konsentrasi sodium di dalam lensa adalah sekitar 20M dan potasium sekitar 120M. Konsentrasi sodium di luar lensa lebih tinggi yaitu sekitar 150M dan potasium sekitar 5M. Keseimbangan elektrolit antara lingkungan dalam dan luar lensa sangat tergantung dari permeabilitas membran sel lensa dan aktivitas pompa sodium, Na+, K+ -ATPase. Inhibisi Na+, K+ -ATPase dapat mengakibatkan hilangnya keseimbangan elektrolit dan meningkatnya air di dalam lensa. Keseimbangan kalsium juga sangat penting bagi lensa. Konsentrasi kalsium di dalam sel yang normal adalah 30M, sedangkan di luar lensa adalahsekitar 2M. Perbedaan konsentrasi kalsium ini diatur sepenuhnya oleh pompakalsium Ca2+-ATPase. Hilangnya keseimbangan kalsium ini dapat menyebabkan depresi metabolisme glukosa, pembentukan protein high-molecular-weightdan aktivasi protease destruktif.Transpor membran dan permeabilitas sangat penting untuk kebutuhan nutrisi lensa. Asam amino aktif masuk ke dalam lensa melalui pompa sodium yangberada di sel epitel. Glukosa memasuki lensa secara difusi terfasilitasi, tidaklangsung seperti sistem transport aktif.2. Akomodasi Lensa

Mekanisme yang dilakukan mata untuk merubah fokus dari benda jauh kebenda dekat disebut akomodasi. Akomodasi terjadi akibat perubahan lensa olehaksi badan silier terhadap serat-serat zonula. Setelah umur 30 tahun, kekakuanyang terjadi di nukleus lensa secara klinis mengurangi daya akomodasi.Saat otot silier berkontraksi, serat zonular relaksasi mengakibatkan lensamenjadi lebih cembung. Ketika otot silier berkontraksi, ketebalan axial lensa meningkat, kekuatan dioptri meningkat, dan terjadi akomodasi. Saat otot silier relaksasi, serat zonular menegang, lensa lebih pipih dan kekuatan dioptri menurun.Tabel 1.Perubahan yang terjadi pada saat akomodasi.

AkomodasiTanpa Akomodasi

Otot silierKontraksiRelaksasi

Ketegangan serat zonularMenurunMeningkat

Bentuk lensaLebih cembungLebih pipih

Tebal axial lensaMeningkatMenurun

Dioptri lensaMeningkat Menurun

Terjadinya akomodasi dipersarafi oleh saraf simpatik cabang nervus III(okulomotorius). Obat-obat parasimpatomimetik (pilokarpin) memicu akomodasi,sedangkan obat-obat parasimpatolitik (atropine) memblok akomodasi. Obat-obatanyang menyebabkan relaksasi otot silier disebut cycloplegik

2.4 Etiologi dan Patofisiologi

Penyebab terjadinya katarak senilis hingga saat ini belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa teori konsep penuaan sebagai berikut:

-Teori putaran biologik (A biologic clock).

-Jaringan embrio manusia dapat membelah diri 50 kali mati.

- Imunologis; dengan bertambah usia akan bertambah cacat imunologik yangmengakibatkan kerusakan sel.- Teori mutasi spontan.

- Terori A free radicalFree radical terbentuk bila terjadi reaksi intermediate reaktif kuat.

Free radical dengan molekul normal mengakibatkan degenerasi.

Free radical dapat dinetralisasi oleh antioksidan dan vitamin E.

- Teori A Cross-link.

Ahli biokimia mengatakan terjadi pengikatan bersilang asam nukleat dan molekul protein sehingga mengganggu fungsi.

Perubahan lensa pada usia lanjut:1. Kapsul

- Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak)

- Mulai presbiopia- Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur- Terlihat bahan granular

2.Epitel makin tipis

- Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat

- Bengakak dan fakuolisasi mitokondria yang nyata

3. Serat lensa:

- Lebih iregular

- Pada korteks jelas kerusakan serat sel

- Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah proteinnukleus (histidin, triptofan, metionin, sistein dan tirosin) lensa, sedang warnacoklet protein lensa nukleus mengandung histidin dan triptofan dibanding normal.- Korteks tidak berwarna karena:

Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi.

Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.Kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut biasanyamulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.

2.5 Klasifikasi Katarak Senil

Katarak senilis secara klinik dikenal dalam empat stadium yaitu insipien,intumesen, imatur, matur dan hipermatur (Ilyas, 2005).

Tabel 2.Perbedaan stadium katarak senilis (Ilyas, 2005).

InsipienImaturMaturHipermatur

KekeruhanRinganSebagianSeluiruh Measif

Cairan lensaNormalBertambahNormalBerkurang

IrisNormal TerdorongNormalTremulans

Bilik mata depanNormalDangkalNormalDalam

Sudut bilik mataNormalSempitNormalTerbuka

Iris shadow testNegatifPositifNegatifPseudopos

Penyulit -Glaukoma-Uveitis + glaukoma

1. Katarak Insipien

Pada katarak stadium insipien terjadi kekeruhan mulai dari tepi ekuatormenuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat didalam korteks. Pada katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringandegeneratif (benda Morgagni) pada katarak isnipien (Ilyas, 2005).Kekeruhan ini dapat menimbulkan polipia oleh karena indeks refraksi yangtidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktuyang lama.

2. Katarak Intumesen.

Pada katarak intumesen terjadi kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensaakibat lensa yang degeneratif menyerap air.Masuknya air ke dalam celah lensa mengakibatkan lensa menjadi bengkakdan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibandingdengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulitglaukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat danmengakibatkan mipopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi kortekshingga lensa akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang memberikanmiopisasi.Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai pereganganjarak lamel serat lensa.

3. Katarak Imatur

Pada katarak senilis stadium imatur sebagian lensa keruh atau katarak yangbelum mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambahvolume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehinggaterjadi glaukoma sekunder (Ilyas, 2005).

4. Katarak Matur

Pada katarak senilis stadium matur kekeruhan telah mengenai seluruh masalensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bilakatarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar,sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruhlensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akanberukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yangkeruh, sehingga uji bayangan iris negatif (Ilyas, 2005).4. Katarak HipermaturPada katarak stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut, dapatmenjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi kelur darikapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Padapemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadangpengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula Zinn menjadi kendor.Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteksyang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkanbentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalamkorteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni(Ilyas, 2005).

2.6 Manifestasi Klinis

Gejala katarak senilis biasanya berupa keluhan penurunan tajam penglihatansecara progresif (seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Penglihatan seakan-akan melihat asap/kabut dan pupil mata tampak berwarna keputihan. Apabila kataraktelah mencapai stadium matur lensa akan keruh secara menyeluruh sehingga pupilakan benar-benar tampak putih. Gejala umum gangguan katarak menurut GOI (2009)dan Medicastore (2009) meliputi:1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.2. Peka terhadap sinar atau cahaya.3. Dapat terjadi penglihatan ganda pada satu mata.4. Memerlukan pencahayaan yang baik untuk dapat membaca.5. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.

2.7 Diagnosis

Diagnosis katarak senilis dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaanfisik. Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanyapenyakit-penyakit yang menyertai (contoh: diabetes melitus, hipertensi, cardiac anomalies). Penyakit seperti diabetes militus dapat menyebabkan perdarahanperioperatif sehingga perlu dideteksi secara dini sehingga bisa dikontrol sebelumoperasi (Ocampo, 2009).Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahuikemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subkapsuler posterior dapatmembaik dengan dilatasi pupil.Pada pemeriksaan slit lamp biasanya dijumpai keadaan palpebra, konjungtiva,dan kornea dalam keadaan normal. Iris, pupil, dan COA terlihat normal. Pada lensapasien katarak, didapatkan lensa keruh. Lalu, dilakukan pemeriksaan shadow testuntuk menentukan stadium pada penyakit katarak senilis. Ada juga pemeriksaan-pemeriksaan lainnya seperti biomikroskopi, stereoscopic fundus examination,pemeriksaan lapang pandang dan pengukuran TIO.

2.8 Penatalaksanaan

Pengobatan pada katarak adalah pembedahan. Untuk menentukan kapankatarak dapat dibedah ditentukan oleh keadaan tajam penglihatan. Tajam penglihatandikaitkan dengan tugas sehari-hari penderita.

1. Pembedahan Katarak Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dan penggantian lensa dengan implan plastik. Saat ini pembedahan semakin banyakdilakukan dengan anestesi lokal daripada anestesi umum. Anestesi lokal diinfiltrasikan di sekitar bola mata dan kelopak mata atau diberikan secara topikal. Jika keadaan sosial memungkinkan, pasien dapat dirawat sebagai kasus perawatan sehari dan tidak memerlukan perawatan rumah sakit. Operasi ini dapat dilakukan dengan:

Insisi luas pada perifer kornea atau sklera anterior, diikuti oleh ekstraksi katarakekstrakapsular (extra-capsular cataract extraction, ECCE). Insisi harus dijahit.

- Likuifikasi lensa menggunakan probe ultrasonografi yang dimasukkan melaluiinsisi yang lebih kecil di kornea atau sklera anterior (fakoemulsifikasi). Biasanyatidak dibutuhkan penjahitan. Sekarang metode ini merupakan metode pilihan dinegara barat.

Kekuatan implan lensa intraokular yang akan digunakan dalam operasidihitung sebelumnya dengan mengukur panjang maata secara ultrasonik dankelengkungan kornea (maka juga kekuatan optik) secara optik. Kekuatan lensaumumnya dihitung sehingga pasien tidak akan membutuhkan kacamata untukpenglihatan jauh. Pilihan lensa juga dipengaruhi oleh refraksi mata kontralateral danapakah terdapat terdapat katarak pada mata tersebut yang membutuhkan operasi.Jangan biarkan pasien mengalami perbedaan refraktif pada kedua mata.

Gambar 1.Pembedahan katarak (Harvard Health Publications, 2007). Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek.Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telahsembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepatdengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi makapasien membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkankacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa intraokular multifokal, lensaintraokular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap pengembangan.

2. Komplikasi Pembedahan Katarak (James et. al., 2006)

a. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasimaka gel vitreousnya dapat masuk ke dalam bilik mata depan yang merupakanresiko terjadinya glaukoma atau traksi pada retina.

b. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protus melalui insisi bedah pada periode paskaoperasi dini. Pupil mengalami distorsi.

c. Endoftalmitis. Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun jarangterjadi (5 tahun dengan balon (cuffed)A= AirwayPipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring ( naso-trachealairway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.

T=Tape :Plester untuk fiksasi pipa supaya pipa tidak terdorong atau tercabut.

I=Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastik (kabel) yang mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.

C=ConnectorPenyambung antara pipa dan peralatan anestesia

S=Suction Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.

1. Induksi Intravena

Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi sudah terpasang jalur vena, karena cepat dan menyenangkan. Induksi intravena hendaknya dikerjakan dengan hati-hati, pelahan-lahan, lembut dan terkendali. Selama induksi anestesia, pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harus diawasi dan selau diberikan oksigen. Induksi ini dikerjakan pada pasien yang kooperatif.

Obat anestesi intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetik maupun pelumpuh otot. Setelah berada didalam pembuluh darah vena, obat obat ini akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi umum, selanjutnya akan menuju target organ masingmasing dan akhirnya diekskresikan sesuai dengan farmakodinamiknya masing-masing.Anestesi yang ideal akan bekerja secara cepat dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan. Selain itu batas keamanan pemakaian harus cukup lebar dengan efek samping yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan efek samping yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan efek yang diharapkan tanpa efek samping, bila diberikan secara tunggal.

Pemilihan teknik anestesi merupakan hal yang sangat penting, membutuhkan pertimbangan yang sangat matang dari pasien dan faktor pembedahan yang akan dilaksanakan, pada populasi umum walaupun regional anestesi dikatakan lebih aman daripada general anestesi, tetapi tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa teknik yang satu lebih baik dari yang lain, sehingga penentuan teknik anestesi menjadi sangat penting.

Pemahaman tentang sirkulasi darah sangatlah penting sebelum obat dapat diberikan secara langsung ke dalam aliran darah, kedua hal tersebut yang menjadi dasar pemikiran sebelum akhirnya anestesi intravena berhasil ditemukan.

William Morton , tahun 1846 di Boston , pertama kali menggunakan obat anestesi dietil eter untuk menghilangkan nyeri selama operasi. Di jerman tahun 1909, Ludwig Burkhardt, melakukan pembiusan dengan menggunakan kloroform dan ether melalui intravena, tujuh tahun kemudian, Elisabeth Brendenfeld dari Swiss melaporkan penggunaan morfin dan skopolamin secara intravena.

Sejak diperkenalkan di klinis pada tahun 1934, Thiopental menjadi Gold Standard dari obat obat anestesi lainnya, berbagai jenis obat-obat hipnotik tersedia dalam bentuk intavena, namun obat anestesi intravena yang ideal belum bisa ditemukan. Penemuan obat obat ini masih terus berlangsung sampai sekarang.

A. Teknik AnestesiTeknik anestesia merupakan suatu teknik pembiusan dengan memasukkan obat langsung ke dalam pembuluh darah secara parenteral, obat-obat tersebut digunakan untuk premedikasi seperti diazepam dan analgetik narkotik. induksi anestesi seperti misalnya tiopenton yang juga digunakan sebagai pemeliharaan dan juga sebagai tambahan pada tindakan analgesia regional.B. Jenis Obat AnesthesiDalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat obat anestesi dan yang digunakan di indonesia hanya beberapa jenis obat saja seperti, Tiopenton, Diazepam , Degidrobenzperidol, Fentanil, Ketamin dan Propofol. Berikut ini akan dijelaskan lebih jauh mengenai obat obat anestesi intravena tersebut.1. Propofol ( 2,6 diisopropylphenol )Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena dan lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi.

Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum, pada pasien dewasa dan pasien anak anak usia lebih dari 3 tahun. Mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg). Mekanisme kerjaMekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui ,tapi diperkirakan efek primernya berlangsung di reseptor GABA A (Gamma Amino Butired Acid).

Dosis dan penggunaana) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.b) Sedasi : 25 to 75 g/kg/min dengan I.V infusec) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 150 g/kg/min IV ( titrate to effect).d) Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.e) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yangminimal 0.2%

f) Profofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri.Efek SampingDapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan dengan menggunakan lidocain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus hati hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis.2.TiopentonPertama kali diperkenalkan tahun 1963. Tiopental sekarang lebih dikenal dengan nama sodium Penthotal, Thiopenal, Thiopenton Sodium atau Trapanal yang merupakan obat anestesi umum barbiturat short acting, tiopentol dapat mencapai otak dengan cepat dan memiliki onset yang cepat (30-45 detik). Dalam waktu 1 menit tiopenton sudah mencapai puncak konsentrasi dan setelah 5 10 menit konsentrasi mulai menurun di otak dan kesadaran kembali seperti semula. Dosis yang banyak atau dengan menggunakan infus akan menghasilkan efek sedasi dan hilangnya kesadaran.

Beberapa jenis barbiturat seperti thiopental [5-ethyl-5-(1-methylbutyl)-2-thiobarbituric acid], methohexital [1-methyl-5-allyl-5-(1-methyl-2-pentynyl)barbituric acid], dan thiamylal [5-allyl-5-(1-methylbutyl)-2-thiobarbituric acid]. Thiopental (Pentothal) dan thiamylal (Surital) merupakan thiobarbiturates, sedangan methohexital (Brevital) adalah oxybarbiturate. Walaupun terdapat beberapa barbiturat dengan masa kerja ultra singkat , tiopental merupakan obat terlazim yang dipergunakan untuk induksi anasthesi dan banyak dipergunakan untuk induksi anestesi.

Mekanisme kerjaBarbiturat terutama bekerja pada reseptor GABA dimana barbiturat akan menyebabkan hambatan pada reseptor GABA pada sistem saraf pusat, barbiturat menekan sistem aktivasi retikuler, suatu jaringan polisinap komplek dari saraf dan pusat regulasi, yang beberapa terletak dibatang otak yang mampu mengontrol beberapa fungsi vital termasuk kesadaran. Pada konsentrasi klinis, barbiturat secara khusus lebih berpengaruh pada sinap saraf dari pada akson. Barbiturat menekan transmisi neurotransmitter inhibitor seperti asam gamma aminobutirik (GABA). Mekanisme spesifik diantaranya dengan pelepasan transmitter (presinap) dan interaksi selektif dengan reseptor (postsinap).DosisDosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk menghindarkan efek negatif dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil dulu 50-75 mg sambil menunggu reaksi pasien.

Efek sampingEfek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan memberikan obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap barbiturat, sebab hal ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang jarang terjadi, barbiturat juga kontraindikasi pada pasien dengan porfiria akut, karena barbiturat akan menginduksi enzim d-aminoleuvulinic acid sintetase, dan dapat memicu terjadinya serangan akut. Iritasi vena dan kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri pada saat pemberian melalui I.V, hal ini dapat diatasi dengan pemberian heparin dan dilakukan blok regional simpatis.

3.KetaminKetamine (Ketalar or Ketaject) merupakan arylcyclohexylamine yang memiliki struktur mirip dengan phencyclidine. Ketamin pertama kali disintesis tahun 1962, dimana awalnya obat ini disintesis untuk menggantikan obat anestetik yang lama (phencyclidine) yang lebih sering menyebabkan halusinasi dan kejang. Obat ini pertama kali diberikan pada tentara amerika selama perang Vietnam.

Ketamin hidroklorida adalah golongan fenil sikloheksilamin, merupakan rapid acting non barbiturate general anesthesia. Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi umum.

Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering menimbulkan takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan muntah muntah , pandangan kabur dan mimpi buruk.

Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi dan mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan emergence phenomena.

Mekanisme kerjaBeberapa kepustakaan menyebutkan bahwa blok terhadap reseptor opiat dalam otak dan medulla spinalis yang memberikan efek analgesik, sedangkan interaksi terhadap reseptor metilaspartat dapat menyebakan anastesi umum dan juga efek analgesik.

Dosis dan pemberianKetamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular apabila akses pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak anak. Ketamin bersifat larut air sehingga dapat diberikan secara I.V atau I.M. dosis induksi adalah 1 2 mg/KgBB secara I.V atau 5 10 mg/Kgbb I.M , untuk dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi untuk mendapatkan efek yang diinginkan.

Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu. Emberian secara intermitten diulang setiap 10 15 menitdengan dosis setengah dari dosis awal sampai operasi selesai.

Efek sampingDapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada mulut,selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan mimpi buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat menimbulkan efek mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin juga dapat meningkatkan tekanan intracranial. Pada mata dapat menyebabkan terjadinya nistagmus dan diplopia.

Kontra indikasiMengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti yang telah disebutkan diatas, maka penggunaannya terbatas pada pasien normal saja. Pada pasien yang menderita penyakit sistemik penggunaanya harus dipertimbangkan seperti tekanan intrakranial yang meningkat, misalnya pada trauma kepala, tumor otak dan operasi intrakranial, tekanan intraokuler meningkat, misalnya pada penyakit glaukoma dan pada operasi intraokuler. Pasien yang menderita penyakit sistemik yang sensitif terhadap obat obat simpatomimetik, seperti ; hipertensi tirotoksikosis, Diabetes militus , PJK dll.4.OpioidOpioid telah digunakkan dalam penatalaksanaan nyeri selama ratusan tahun. Obat opium didapat dari ekstrak biji buah poppy papaverum somniferum, dan kata opium berasal dari bahasa yunani yang berarti getah.

Opium mengandung lebih dari 20 alkaloid opioids. Morphine, meperidine, fentanyl, sufentanil, alfentanil, and remifentanil merupakan golongan opioid yang sering digunakan dalam general anestesi. efek utamanya adalah analgetik. Dalam dosis yang besar opioid kadang digunakan dalam operasi kardiak. Opioid berbeda dalam potensi, farmakokinetik dan efek samping.

Mekanisme kerjaOpioid berikatan pada reseptor spesifik yang terletak pada system saraf pusat dan jaringan lain. Empat tipe mayor reseptor opioid yaitu , ,,,. Walaupun opioid menimbulkan sedikit efek sedasi, opioid lebih efektif sebagai analgesia. Farmakodinamik dari spesifik opioid tergantung ikatannya dengan reseptor, afinitas ikatan dan apakah reseptornya aktif. Aktivasi reseptor opiat menghambat pelepasan presinaptik dan respon postsinaptik terhadap neurotransmitter ekstatori (seperti asetilkolin) dari neuron nosiseptif.

DosisPremedikasi petidin diberikan I.M dengan dosis 1 mg/kgbb atau intravena 0,5 mg/Kgbb, sedangakan morfin sepersepuluh dari petidin dan fentanil seperseratus dari petidin.

5.BenzodiazepinGolongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah Diazepam (valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan lorazepam tidak larut dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol. Diazepam tersedia dalam sediaan emulsi lemak (Diazemuls atau Dizac), yang tidak menyebakan nyeri atau tromboplebitis tetapi hal itu berhubungan bioaviabilitasnya yang rendah, midazolam merupakan benzodiazepin yang larut air yang tersedia dalam larutan dengan PH 3,5.

DosisDosis midazolam bervariasi tergantung dari pasien itu sendiri.

Untuk preoperatif digunakan 0,5 2,5mg/kgbb Untuk keperluan endoskopi digunakan dosis 3 5 mg Sedasi pada analgesia regional, diberikan intravena. Menghilangkan halusinasi pada pemberian ketamin.2 . Induksi Inhalasi

Nitrous oksida (N2O), kloroform, dan eter adalah agen pembiusan umum pertama yang diterima secara universal. Etil klorida, etilen, dan siklopropan kemudian menyusul, dengan zat yang terakhir cukup digemari pada saat itu karena induksinya yang singkat dan pemulihannya yang cepat tanpa disertai delirium. Sayang sekali sebagian besar agen-agen anestetik yang telah disebutkan tadi telah ditarik dari pasaran.

Sebagai contoh, eter sudah tidak digunakan secara luas karena mudah tersulut api dan berisiko mengakibatkan kerusakan hepar. Di samping itu, eter juga mempunyai beberapa kerugian yang tidak disenangi para anestetis seperti berbau menyengat dan menimbulkan sekresi bronkus berlebih. Kloroform juga kini dihindari karena toksik terhadap jantung dan hepar. Etil klorida, etilen, dan siklopropan pun tidak lagi digunakan sebagai anestetik, baik karena toksik ataupun mudah terbakar.

Metoksifluran dan enfluran termasuk agen anestetik generasi baru yang sempat digunakan bertahun-tahun tetapi jarang digunakan lagi karena toksisitas dan efikasinya. Metoksifluran adalah anestetik inhalasi yang paling poten, tetapi induksi dan pemulihannya relatif lambat. Lebih lanjut, sebagian metoksifluran dimetabolisme oleh sitokrom P-450 menghasilkan florida bebas (F), asam oksalat, dan bebrapa komponen lain yang bersifat nefrotoksik. Sementara itu, enfluran mengurangi kontraksi myokardial dan meningkatkan sekresi likuor serebrospinal (CSF). Selama anestesia, enfluran menginduksi perubahan elektroensefalograf yang dapat berprogresi pada pola spike-and-wave yang biasa ditemukan pada kejang tonik-klonik. Oleh karena itulah, dewasa ini baik metoksifluran maupun enfluran penggunaannya telah dibatasi.

Dengan ditariknya berbagai zat anestetik dari peredaran seperti yang dikemukakan di atas, kini terdapat lima agen inhalasi yang masih digunakan dalam praktik anestesi yakni nitrous oksida, halotan, isofluran, desfluran, dan sevofluran. Anestetik inhalasi paling banyak dipakai untuk induksi pada pediatri yang mana sulit dimulai dengan jalur intravena. Di sisi lain, bagi pasien dewasa biasanya dokter anestesi lebih menyukai induksi cepat dengan agen intravena. Meskipun demikian, sevofluran masih menjadi obat induksi pilihan untuk pasien dewasa, mengingat baunya tidak menyengat dan onsetnya segera. Selain induksi, agen inhalasi juga sering digunakan dalam praktik anestesiologi untuk rumatan.

Studi mengenai kaitan antara dosis obat, konsentrasi jaringan, dan waktu kerja obat disebut sebagai farmakokinetik (bagaimana tubuh memengaruhi obat); sedangkan studi mengenai mekanisme aksi obat, termasuk respons toksik, disebut farmakodinamik (bagaimana obat memengaruhi tubuh). Setelah penjelasan secara umum tentang farmakokinetik dan dinamik anestetik inhalasi, akan dibahas farmakologi klinis dari masing-masing agen.

Farmakologi Klinik Anestesi Inhalasi1. Nitrous Oksida (N2O)Merupakan gas yang tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, lebih berat dari udara, serta tidak mudah terbakar dan meledak (kecuali jika dikombinasikan dengan zat anestetik yang mudah terbakar seperti eter). Gas ini dapat disimpan dalam bentuk cair dalam tekanan tertentu, serta relatif lebih murah dibanding agen anestetik inhalasi lain.2.HalotanMerupakan alkana terhalogenisasi dengan ikatan karbon-florida sehingga bersifat tidak mudah terbakar atau meledak (meski dicampur oksigen). Halotan berbentuk cairan tidak berwarna dan berbau enak. Botol berwarna amber dan pengawet timol berguna untuk menghambat dekomposisi oksidatif spontan. Halotan merupakan anestetik kuat dengan efek analgesia lemah, di mana induksi dan tahapan anestesia dilalui dengan mulus, bahkan pasien akan segera bangun setelah anestetik dihentikan. Gas ini merupakan agen anestestik inhalasi paling murah, dan karena keamanannya hingga kini tetap digunakan di dunia.

3.IsofluranMerupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Memiliki struktur kimia yang mirip dengan enfluran, isofluran berbeda secara farmakologis dengan enfluran. Isofluran berbau tajam, kadar obat yang tinggi dalam udara inspirasi menyebabkan pasien menahan napas dan batuk. Setelah premedikasi, induksi dicapai dalam kurang dari 10 menit, di mana umumnya digunakan barbiturat intravena untuk mempercepat induksi. Tanda untuk mengamati kedalaman anestesia adalah penurunan tekanan darah, volume dan frekuensi napas, serta peningkatan frekuensi denyut jantung.

4.DesfluranMerupakan cairan yang mudah terbakar tapi tidak mudah meledak, bersifat absorben dan tidak korosif untuk logam. Karena sukar menguap, dibutuhkan vaporiser khusus untuk desfluran. Dengan struktur yang mirip isofluran, hanya saja atom klorin pada isofluran diganti oleh fluorin pada desfluran, sehingga kelarutan desfluran lebih rendah (mendekati N2O) dengan potensi yang juga lebih rendah sehingga memberikan induksi dan pemulihan yang lebih cepat dibandingkan isofluran (5-10 menit setelah obat dihentikan, pasien sudah respons terhadap rangsang verbal). Desfluran lebih digunakan untuk prosedur bedah singkat atau bedah rawat jalan. Desfluran bersifat iritatif sehingga menimbulkan batuk, spasme laring, sesak napas, sehingga tidak digunakan untuk induksi. Desfluran bersifat kali lebih poten dibanding agen anestetik inhalasi lain, tapi 17 kali lebih poten dibanding N2O.5.SevofluranSama halnya dengan desfluran, sevofluran terhalogenisasi dengan fluorin. Peningkatan kadar alveolar yang cepat membuatnya menajdi pilihan yang tepat untuk induksi inhalasi yang cepat dan mulus untuk pasien anak maupun dewasa. Induksi inhalasi 4-8% sevofluran dalam 50% kombinasi N2O dan oksigen dapat dicapai dalam 1-3 menit.

Kontraindikasi dan Interaksi Obat

Sevofluran dikontraindikasikan pada hipovolemik berat, hipertermia maligna, dan hipertensi intrakranial. Sevofluran juga sama seperti agen anestetik inhalasi lainnya, dapat meningkatkan kerja pelumpuh otot.Obat Pelumpuh OtotA.PengertianObat pelumpuh otot adalah obat yang dapat digunakan selama intubasi dan pembedahan untuk memudahkan pelaksanaan anestesi dan memfasilitas intubasi.

HYPERLINK "http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://www.answers.com/topic/intubation&prev=/search%3Fq%3Dmuscle%2Brelaxant%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a%26channel%3Ds%26rls%3Dorg.mozilla:en-US:official%26sa%3DG&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhgrsJgFSAlmjFsgN2HJBGKwYBzT5Q" \t "_blank"Obat pelumpuh otot dibagi menjadi dua kelas yaitu pelumpuh otot depolarisasi (nonkompetitif, leptokurare) dan nondepolarisasi (kompetitif, takikurare). 1. Pelumpuh Otot DepolarisasiPelumpuh otot depolarisasi bekerja seperti asetilkolin, tetapi di celah sinaps tidak dirusak dengan asetilkolinesterase sehingga bertahan cukup lama menyebabkan terjadinya depolarisasi yang ditandai dengan fasikulasi yang diikuti relaksasi otot lurik. Termasuk golongan ini adalah suksinilkolin (diasetil-kolin) dan dekametonium. Didalam vena, suksinil kolin dimetabolisme oleh kolinesterase plasma,pseudokolinesterase menjadi suksinil-monokolin. Obat anti kolinesterase (prostigmin) dikontraindikasikan karena menghambat kerja pseudokolinesterase.

a. Suksinilkolin (diasetilkolin, suxamethonium)

Suksinilkolin terdiri dari 2 molekul asetilkolin yang bergabung. obat ini memiliki onset yang cepat (30-60 detik) dan duration of action yang pendek (kurang dari 10 menit). Ketika suksinilkolin memasuki sirkulasi, sebagian besar dimetabolisme oleh pseudokolinesterase menjadi suksinilmonokolin. Proses ini sangat efisien, sehingga hanya fraksi kecil dari dosis yang dinjeksikan yang mencapai neuromuscularjunction. Duration of action akan memanjang pada dosis besar atau dengan metabolisme abnormal, seperti hipotermia atau rendanya level pseudokolinesterase. Rendahnya level pseudokolinesterase ini ditemukan pada kehamilan, penyakit hati, gagal ginjal dan beberapa terapi obat. Pada beberapa orang juga ditemukan gen pseudokolinesterase abnormal yang menyebabkan blokade yang memanjang.

Interaksi obat

Kolinesterase inhibitor

Kolinesterase inhibitor memperpanjang fase I block pelumpuh otot depolarisasi dengan 2 mekanisme yaitu dengan menghambat kolinesterase, maka jumlah asetilkolin akan semakin banyak, maka depolarisasi akan meningkatkan depolarisasi. Selain itu, ia juga akan menghambat pseudokolinesterase.

DosisKarena onsetnya yang cepat dan duration of action yang pendek, banyak dokter yang percaya bahwa suksinilkolin masih merupakan pilihan yang baik untu intubasi rutin pada dewasa. Dosis yang dapat diberikan adalah 1 mg/kg IV.Efek samping dan pertimbangan klinisKarena risiko hiperkalemia, rabdomiolisis dan cardiac arrest pada anak dengan miopati tak terdiagnosis, suksinilkolin masih dikontraindikasikan pada penanganan rutin anak dan remaja. Efek samping dari suksinilkolin adalah :

Nyeri otot pasca pemberian

Peningkatan tekanan intraokular

Peningkatan tekakana intrakranial

Peningkatan tekakanan intragastrik

Peningkatan kadar kalium plasma

Aritmia jantung

Salivasi

Alergi dan anafilaksis

2. Obat pelumpuh otot nondepolarisasi

a. Pavulon

Pavulon merupakan steroid sintetis yang banyak digunakan. Mulai kerja pada menit kedua-ketiga untuk selama 30-40 menit. Memiliki efek akumulasi pada pemberian berulang sehingga dosis rumatan harus dikurangi dan selamg waktu diperpanjang. Dosis awal untuk relaksasi otot 0,08 mg/kgBB intravena pada dewasa. Dosis rumatan setengah dosis awal. Dosis Intubasi trakea 0,15 mg/kgBB intravena. Kemasan ampul 2 ml berisi 4 mg pavulon.

b. Atracurium

Struktur fisik

Atracurium mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman Leontice Leontopeltalum. Keunggulannya adalah metabolisme terjadi di dalam darah, tidak bergantung pada fungsi hati dan ginjal, tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulanDosis0,5 mg/kg iv, 30-60 menit untuk intubasi. Relaksasi intraoperative 0,25 mg/kg initial, laly 0,1 mg/kg setiap 10-20 menit. Infuse 5-10 mcg/kg/menit efektif menggantikan bolus. Lebih cepat durasinya pada anak dibandingkan dewasa.

Tersedia dengan sediaan cairan 10 mg/cc. disimpan dalam suhu 2-8OC, potensinya hilang 5-10 % tiap bulan bila disimpan pada suhu ruangan. Digunakan dalam 14 hari bila terpapar suhu ruangan.

Efek samping dan pertimbangan klinisHistamine release pada dosis diatas 0,5 mg/kgc. Vekuronium

Struktur fisik

Vekuronium merupakan homolog pankuronium bromida yang berkekuatan lebih besar dan lama kerjanya singkat Zat anestetik ini tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang dan tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna.DosisDosis intubasi 0,08 0,12 mg/kg. Dosis 0,04 mg/kg diikuti 0,01 mg/kg setiap 15 20 menit. Drip 1 2 mcg/kg/menit.Umur tidak mempengaruhi dosis. Dapat memanjang durasi pada pasien post partum. Karena gangguan pada hepatic blood flow.Sediaan 10 mg serbuk. Dicampur cairan sebelumnya.

d. RekuroniumStruktur Fisik

Zat ini merupakan analog vekuronium dengan awal kerja lebih cepat. Keuntungannya adalah tidak mengganggu fungsi ginjal, sedangkan kerugiannya adalah terjadi gangguan fungsi hati dan efek kerja yang lebih lama.DosisPotensi lebih kecil dibandingkan relaksant steroid lainnya. 0,45 0,9 mg / kg iv untuk intubasi dan 0,15 mg/kg bolus untuk rumatan. Dosis kecil 0,4 mg/kg dapat pulih 25 menit setelah intubasi. Im ( 1 mg/kg untuk infant ; 2 mg/kg untuk anak kecil) adekuat pita suara dan paralisis diafragma untuk intubasi. Tapi tidak sampai 3 6 menit dapat kembali sampai 1 jam. Untuk drip 5 12 mcg/kg/menit. Dapat memanjang pada pasien orang tua.Efek samping dan manifestasi klinisOnset cepat hampir mendekati suksinilkolin tapi harganya mahal. Diberikan 20 detik sebelum propofol dan thiopental.

Rocuronium (0,1 mg/kg) cepat 90 detik dan efektif untuk prekurasisasi sebelum suksinilkolin. Ada tendensi vagalitik.Pemilihan Pelumpuh OtotKarakteristik pelumpuh otot ideal :

1. Nondepolarisasi

2. Onset cepat

3.Duration of action dapat diprediksi, tidak mengakumulasi dan dapat diantagoniskan dengan obat tertentu

4.Tidak menginduksi pengeluaran histamin

5. Potensi

6.Sifat tidak berubah oleh gangguan ginjal maupun hati dan metabolit tidak memiliki aksi farmakologi.Durasi pembedahan mempengaruhi pemilihan pelumpuh otot :

1. Ultra-short acting, contoh : suxamethonium

2. Short duration. Contoh: mivacurium

3.Intermediate duration. Contoh: atracurium, vecuronium, rocuronium, cisatracurium

4.Long duration. Contoh: pancuronium, D-tubocurarine, doxacurium, pipecuronium.

Pelumpuh otot yang disarankan :

1.Untuk induksi yang cepat-suxamethonium, atau apabila dikontraindikasikan dapat dipakai rocuronium

2.Untuk stabilitas hemodinamika (contoh pada hipovolemia atau penyakitjantung parah)-vecuronium

3.Pada gagal ginjal dan hati-atracurium, vekuronium, cisatracurium ataumivacurium

4. Miastenia gravis: jika dibutuhkan dosis 1/10 atrakurium

5. Kasus obstetric: semua dapat diberkan kecuali gallamin

Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot :

1. Cegukan (hiccup)

2. Dinding perut kaku

3. Ada tahanan pada inflasi paru.Penawar Pelumpuh OtotAntikolinesterase bekerja dengan menghambat kolinesterase sehingga asetilkolin dapat bekerja. Antikolinesterase yang paling sering digunakan adalah neostigmin (dosis 0,04-0,08 mg/kg), piridostigmin (dosis 0,1-0,4 mg/kg) dan edrophonium (dosis 0,5-1,0 mg/kg), dan fisostigmin yang hanya untuk penggunaan oral (dosis 0,01-0,03 mg/kg). Penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik sehingga menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardi, kejang bronkus, hipermotilitas usus dan pandangan kabur sehingga pemberiannya harus disertai vagolitik seperti atropine (dosis 0,01-0,02mg/kg) atau glikopirolat (dosis 0,005-0,01 mg/kg sampai 0,2-0,3 mg pada dewasa)

DAFTAR RUJUKAN1. Lafief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi.Edisi kedua. FKUI. 2002

2. Mangku G, Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Indeks.2010

3. Anestesia umum http//.www.scrib.com diakses 27 januari 20134. Clinical of Anesthesiology, 4th Edition. Morgan GE. 2006.