BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...

33
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena hidrologi yang terjadi di bumi merupakan siklus yang sangat kompleks. Sebagaimana diketahui, hidrologi diartikan sebagai ilmu pengetahuan alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya dengan lingkungannya (Viessman et al., 1989 dalam Hadi, 2003). Definisi lain Hidrologi dipaparkan oleh (Asdak, 2010) yang menyatakan Hidrologi merupakan ilmu yang mempelajari air dalam segala bentuknya (cairan, gas, padat) pada, dalam, dan di atas permukaan tanah, termasuk di dalamnya penyebaran, daur, dan perilakunya, sifat-sifat kimia dan kimianya, serta hubungannya dengan unsur- unsur hidup dalam air itu sendiri. Hidrologi sebagai sebuah ilmu memiliki rentang bahasan yang sangat banyak, oleh karenanya para ahli hidrologi mengklasifikasikannya ke dalam beberapa cabang, yakni: Geohidrologi, Potamologi, Limnologi, Kriologi, dan Hidrometeorologi. Secara khusus kajian hidrologi juga dapat diterapkan untuk kajian tertentu misalnya hidrologi hutan, hidrologi daerah pasang-surut, dan hidrologi perkotaan. Pada penelitian ini, bahasan kajian akan difokuskan pada air permukaan di kawasan perkotaan. Kajian Potamologi saat ini menjadi perbincangan yang cukup menarik, utamanya studi tentang hidrologi perkotaan yang membahas mengenai hubungan antara hujan dan limpasan sebagai respon Daerah Aliran Sungai (selanjutnya disingkat DAS) terhadap hujan (Lazaro, 1990). Kajian hidrologi kota merupakan pengetahuan yang spesifik pada aplikasi hidrologi di area yang sangat tinggi aktivitas manusianya yang berhubungan dengan proses alam. Berkaitan dengan itu, pada umumnya perkembangan kota yang pesat menyebabkan lahan terbangun (impervious area) menjadi semakin banyak sehingga respon DAS dalam menanggapi hujan yang terjadi akan berbeda karakternya. Respon DAS terhadap hujan pada daerah perkotaan menghasilkan karakteristik DAS yang khas. Kebanyakan daerah-daerah perkotaan memiliki karakter DAS yang mudah banjir. Menurut (Chow, 1964) banjir didefinisikan sebagai setiap aliran yang relatif tinggi dan menimbulkan masalah pada manusia.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fenomena hidrologi yang terjadi di bumi merupakan siklus yang sangat

kompleks. Sebagaimana diketahui, hidrologi diartikan sebagai ilmu pengetahuan

alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta

hubungannya dengan lingkungannya (Viessman et al., 1989 dalam Hadi, 2003).

Definisi lain Hidrologi dipaparkan oleh (Asdak, 2010) yang menyatakan Hidrologi

merupakan ilmu yang mempelajari air dalam segala bentuknya (cairan, gas, padat)

pada, dalam, dan di atas permukaan tanah, termasuk di dalamnya penyebaran, daur,

dan perilakunya, sifat-sifat kimia dan kimianya, serta hubungannya dengan unsur-

unsur hidup dalam air itu sendiri. Hidrologi sebagai sebuah ilmu memiliki rentang

bahasan yang sangat banyak, oleh karenanya para ahli hidrologi

mengklasifikasikannya ke dalam beberapa cabang, yakni: Geohidrologi,

Potamologi, Limnologi, Kriologi, dan Hidrometeorologi. Secara khusus kajian

hidrologi juga dapat diterapkan untuk kajian tertentu misalnya hidrologi hutan,

hidrologi daerah pasang-surut, dan hidrologi perkotaan. Pada penelitian ini,

bahasan kajian akan difokuskan pada air permukaan di kawasan perkotaan.

Kajian Potamologi saat ini menjadi perbincangan yang cukup menarik,

utamanya studi tentang hidrologi perkotaan yang membahas mengenai hubungan

antara hujan dan limpasan sebagai respon Daerah Aliran Sungai (selanjutnya

disingkat DAS) terhadap hujan (Lazaro, 1990). Kajian hidrologi kota merupakan

pengetahuan yang spesifik pada aplikasi hidrologi di area yang sangat tinggi

aktivitas manusianya yang berhubungan dengan proses alam. Berkaitan dengan itu,

pada umumnya perkembangan kota yang pesat menyebabkan lahan terbangun

(impervious area) menjadi semakin banyak sehingga respon DAS dalam

menanggapi hujan yang terjadi akan berbeda karakternya.

Respon DAS terhadap hujan pada daerah perkotaan menghasilkan

karakteristik DAS yang khas. Kebanyakan daerah-daerah perkotaan memiliki

karakter DAS yang mudah banjir. Menurut (Chow, 1964) banjir didefinisikan

sebagai setiap aliran yang relatif tinggi dan menimbulkan masalah pada manusia.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

2

Definisi lain banjir dipaparkan oleh Departemen Permukiman dan Prasarana

Wilayah (Kimpraswil, 2003) yang menyatakan bahwa aliran air di permukaan tanah

(surface water) yang relatif tinggi dan tidak dapat ditampung oleh saluran drainase

atau sungai, sehingga melimpah ke kanan dan kiri serta menimbulkan

genangan/aliran dalam jumlah melebihi normal dan mengakibatkan kerugian pada

manusia. Banjir juga merupakan ancaman alam yang paling sering terjadi dan

paling banyak merugikan, baik dari segi kemanusiaan maupun ekonomi. Menurut

Naryanto (2009), penyebab banjir pada dasarnya disebabkan tiga hal. Pertama,

kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan tata ruang dan

berdampak pada perubahan alam. Kedua, peristiwa alam seperti curah hujan sangat

tinggi, kenaikan permukaan air laut, badai, dan sebagainya. Ketiga, degradasi

lingkungan seperti hilangnya tumbuhan penutup tanah pada daerah aliran sungai,

pendangkalan sungai akibat sedimentasi, penyempitan alur sungai dan sebagainya.

Permasalah banjir cenderung meningkat dari tahun ke tahun yang diakibatkan oleh

adanya perubahan watak banjir serta pesatnya pembangunan berbagai kegiatan

manusia.

Aliran air di sungai merupakan hasil dari beberapa proses yang terjadi pada

alih ragam hujan-limpasan di dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) dan dikenal

sebagai hasil siklus hidrologi DAS. Hasil aliran sungai dalam siklus hidrologi DAS

akan dipengaruhi oleh karakteristik curah hujan, tutupan vegetasi DAS,

penggunaan lahan, dan morfometri DAS.

Karakteristik hujan mempunyai efek yang besar pada pengalihragaman

hujan-limpasan dalam siklus hidrologi DAS. Karakteristik hujan tidak dapat

dipisahkan dengan penggunaan lahan dalam proses pembentukan aliran limpasan.

Semakin besar daya retensi DAS mengindikasikan kondisi DAS yang semakin baik,

dicirikan oleh tutupan vegetasi yang dominan, infiltrasi besar, dan debit puncak

limpasan tidak melebihi kapasitas tampungan sungai. Adapun proses pembentukan

limpasan permukaan dimulai dari sebagian curah hujan yang mencapai permukaan

(throughfall), sebagian yang lain akan menjadi simpanan sementara di dalam

vegetasi (intersepsi). Pada kondisi yang jenuh air, daun pada pepohonan akan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

3

mengakibatkan air jatuh ke permukaan bergabung menjadi limpasan permukaan,

sedangkan sebagian yang lain akan mengalami evapotrasnpirasi setelah hujan reda.

Sebelum menjadi limpasan permukaan, air hujan yang jatuh akan mengalami

infiltrasi sampai pada zona perakaran tanaman (interflow) dan perkolasi hingga

zone lapisan jenuh air (baseflow). Walaupun demikian, air pada zona tak jenuh

(interflow) dan zone jenuh air (baseflow) akan mengumpul pada titik tertentu

sebagai luaran (outlet) sungai.

Selain karakteristik curah hujan, alih ragam hujan menjadi aliran juga

dipengaruhi oleh penggunaan lahan. Penggunaan lahan di daerah perkotaan yang

banyak didominasi oleh permukiman dan lahan terbangun (impervious area)

mengakibatkan dampak negatif terhadap karakteristik hidrologis pada sejumlah

DAS. Perkembangan lahan terbangun yang dinamis menyebabkan volume dan

debit limpasan permukaan meningkat sehingga intensitas banjir akan semakin

tinggi. Kondisi tersebut diperparah dengan meningkatnya pertambahan jumlah

penduduk yang diikuti dengan meningkatnya kebutuhan sarana dan prasarana

permukiman, sosial ekonomi, kesehatan, kawasan industri, pariwisata, dan

perkantoran. Mengingat ketersediaan lahan untuk memenuhi sarana dan prasarana

sudah tidak dapat dipenuhi lagi, maka untuk memenuhinya adalah dengan

menempati lahan yang tidak layak huni yang pada akhirnya menimbulkan bahaya

seperti di daerah bantaran sungai atau di dataran banjir. Perubahan penggunaan

lahan pada daerah perkotaan akan mengakibatkan perubahan karakteristik debit

puncak dan volume aliran sehingga respon hidrologi DAS akan mengalami

gangguan.

Morfometri DAS seperti bentuk DAS, luas DAS, panjang sungai utama,

luas daerah hulu, kerapatan sungai, dan topografi sungai merupakan faktor lain

yang mempengaruhi alir ragam hujan menjadi aliran. Bentuk dan luas DAS yang

berbeda akan berpengaruh terhadap respon DAS dalam menghasilkan volume dan

debit sungai. Pada bentuk DAS yang panjang dan luas yang besar, debit puncak

akan terjadi pada waktu yang relatif lebih lama jika dibandingkan dengan bentuk

DAS yang membulat dan luas yang kecil.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

4

Analisis tanggapan DAS terhadap masukan hujan yang menghasilkan

keluaran berupa aliran sungai pada umumnya mengandung ketidaktelitian

(inaccuracy) dan ketidakpastian (uncertainty) padahal keluaran tersebut biasanya

akan digunakan untuk dasar pertimbangan rancang bangun tanggul banjir (Hadi,

2003). Pelbagai metode dalam penentuan aliran sungai telah dikembangkan oleh

pakar hidrologi, diantaranya yakni: metode rasional, hidrograf aliran, Soil

Conservation Service Curve Number (SCS CN), hidrograf satuan, dan hidrograf

satuan sintetik untuk mengetahui karakterisik aliran yang terjadi pada suatu wilayah

tertentu. Beragamnya metode yang dikembangkan disesuaikan dengan kebutuhan

dan ketersediaan data sehingga masing-masing metode penentuan aliran tersebut

memiliki kelebihan dan kelemahan.

Salah satu metode yang sering dipakai dalam analisis aliran ialah dengan

melihat hidrograf aliran sungai. Hidrograf aliran diperlukan untuk mempelajari

respon hidrologi sungai seperti fluktuasi volume dan waktu debit puncak terutama

selama terjadi banjir. Suatu hidrograf banjir menunjukkan bagaimana perubahan

volume sungai sebelum dan sesudah banjir melanda, melalui kenaikan puncak

hidrograf aliran hingga penurunan hidrograf aliran. Dengan hidrograf aliran akan

diperoleh hubungan antara curah hujan dengan debit sungai dalam rentang waktu

tertentu (Sene, 2008). Hidrograf merupakan metode yang dapat menentukan

karakteristik aliran suatu sungai. Namun demikian, dalam wilayah yang lebih kecil

(DAS kurang dari 2.5 Km2) penentuan aliran biasanya menggunakan metode

rasional (Ponce, 1989 dalam Triatmodjo, 2010) yang dinilai lebih sederhana.

Metode rasional kerap digunakan dalam perencanaan drainase perkotaan mengingat

metode ini menghasilkan debit maksimum sebagai fungsi dari koefisien aliran (C),

intensitas hujan (I), dan luas DAS (A). Namun demikian model prediksi limpasan

metode rasional tidak dapat menerangkan hubungan curah hujan dan aliran

permukaan dalam bentuk hidrograf (Suripin, 2004).

Salah satu daerah yang mengalami permasalahan banjir ialah Kali Belik yang

terletak di sebagian Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Kali Belik memiliki

karakteristik urban dengan sebagian besar lahan terbangun (impervious area).

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

5

Hubungan hujan – limpasan pada Kali Belik menjadi menarik untuk dikaji

mengingat secara morfologi masuk ke dalam daerah perkotaan dengan penggunaan

lahan yang didominasi oleh lahan terbangun. Hal ini ditambah dengan kejadian

banjir kota yang telah berulangkali terjadi sehingga menimbulkan genangan,

bahkan mampu untuk merobohkan sebagian rumah warga sekitar yang dilalui banjir

ini. Banjir yang terjadi di sebagian kali belik menunjukkan kapasitas maksimum

sungai tidak mampu lagi untuk menampung limpasan sehingga kajian mengenai

hubungan antara hujan – limpasan untuk mengetahui sejauh mana karakteristik

hujan berpengaruh terhadap limpasan kali belik.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian sebagaimana yang dipaparkan pada latar belakang di

atas maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimana karakteristik hujan pada DAS Belik Hulu?

b. Bagaimana karakteristik limpasan pada DAS Belik Hulu sebagai respon

dalam menangapi hujan?

c. Bagaimana hubungan antara karakteristik hujan – limpasan pada DAS

Belik Hulu.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, penelitian ini

memiliki tujuan, yakni:

a. Menganalisis Karakteristik Hujan DAS Belik hulu

b. Mendeterminasi karakteristik limpasan pada DAS Belik Hulu sebagai

respon dalam menanggapi hujan

c. Menganalisis hubungan antara karakteristik Hujan – limpasan pada DAS

Belik Hulu.

1.4. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini antara lain:

a. Manfaat Pengembangan Akademis

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

6

Hubungan hujan – limpasan merupakan kajian yang penting dalam

hidrologi, sehingga diharapkan penelitian ini dapat memperkaya kajian

hidrologi utamanya dalam kajian tentang banjir.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini memfokuskan pada hubungan karakteristik hujan – limpasan

permukaan pada Kali Belik yang memiliki penggunaan lahan dominan

perkotaan (urban catchment) sehingga diharapkan penelitian ini dapat

dijadikan sebagai salah pertimbangan dalam pengelolaan DAS Belik Hulu.

1.5. Tinjauan Pustaka

1.5.1. Konsep Daerah Aliran Sungai (DAS)

Istilah Daerah Aliran Sungai (DAS) banyak digunakan oleh beberapa ahli

dengan makna atau pengertian yang berbeda-beda, ada yang menyamakan dengan

cacthment area, watershed, atau drainage basin. Menurut Sudjarwadi (1987),

Daerah Aliran Sungai (DAS) ialah suatu wilayah kesatuan ekosistem yang dibatasi

oleh pemisah topografi yang berfungsi mengumpulkan, menyimpan dan

menyalurkan air beserta sedimen unsur hara dalam sistem sungai dan keluar melalui

outlet tunggal sedangkan menurut Dictionary of Scientific and Technical Term

DAS (Watershed) diartikan sebagai suatu kawasan yang mengalirkan air ke satu

sungai utama (Lapedes, et al., 1974).

Sebagaimana pengertian di atas, DAS merupakan sebuah sistem yang di

dalamnya terdapat banyak interaksi satu dengan yang lainnya. Namun demikian,

pengertian DAS pada penelitian ini dibatasi pada definisi kedua sebagaimana

dipaparkan oleh Lapedes, et al, 1974 karena tinjauan penelitian ini fokus terhadap

masalah hidrologis.

1.5.2. Siklus Hidrologi DAS

Keseluruhan air yang berada di bumi pada dasarnya memiliki satu kesamaan

proses utama yang dinamakan siklus hidrologi. Menurut Triatmodjo (2010) siklus

hidrologi merupakan proses kontinyu dimana air bergerak dari bumi ke atmosfer

dan kemudian ke bumi lagi. Pada siklus hidrologi, air sebagai penyusun utamanya

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

7

mengalami pelbagai perubahan wujud yang bergantung pada proses hidrologi yang

terjadi. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor-faktor iklim lainnya

menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi dan tanah, di

laut atau badan-badan air lainnya. uap air sebagai hasil evaporasi akan terbawa oleh

angin melintasi daratan yang bergunung maupun datar, dan apabila keadaan

atmosfer memungkinkan, sebagian uap air tersebut akan terkondensasi dan turun

sebagai hujan (Asdak, 2010).

Dalam siklus hidrologi, hujan merupakan proses awal yang memungkinkan

air berpindah dari atmosfer menuju ke bumi. Perpindahan air dari atmosfer ke bumi

merupakan awalan dari keseluruhan proses hidrologi yang terjadi dalam Daerah

Aliran Sungai (selanjutnya disingkat DAS). Sebelum mencapai permukaan tanah

air hujan akan tertahan oleh tajuk vegetasi. Sebagian air hujan akan tersimpan di

permukaan tajuk/daun dan sebagian lainnya akan jatuh ke atas permukaan tanah

melalui sela-sela daun (throughfall) atau mengalir ke bawah melalui permukaan

batang pohon (stemflow). Sebagian air hujan tidak akan pernah sampai di

permukaan tanah, melainkan terevaporasi kembali ke atmosfer (dari tajuk dan

batang) selama dan berlangsungnya hujan (interception loss).

Air hujan yang mencapai permukaan tanah sebagian akan masuk (terserap)

ke dalam tanah (infiltration), sedangkan air hujan yang tidak terserap ke dalam

tanah akan tertampung sementara dalam cekungan-cekungan permukaan tanah

(surface detention) untuk kemudian mengalir di atas permukaan tanah ke tempat

yang lebih rendah (runoff) yang selanjutnya masuk ke sungai. Air infiltrasi akan

tertahan di dalam tanah oleh gaya kapiler yang selanjutnya akan membentuk

kelembaban tanah. Apabila tingkat kelembaban airtanah telah cukup jenuh maka

air hujan yang masuk ke dalam tanah akan bergerak secara lateral (horizontal) yang

selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan tanah (subsurface

flow) dan akhirnya mengalir ke sungai. Alternatif lainnya, air hujan yang masuk ke

dalam tanah akan bergerak vertikal ke tanah akan bergerak vertikal ke tanah yang

lebih dalam dan menjadi bagian dari airtanah (groundwater). Airtanah tersebut akan

mengalir pelan-pelan ke sungai (baseflow) (Asdak, 2010). Secara lebih detail, siklus

hidrologi ditunjukkan pada Gambar 1.1.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

8

Gambar 1.1. Siklus Hidrologi DAS

(Tarboton, 2003)

1.5.3. Proses Hujan Menjadi Aliran/Limpasan

Menurut Ariwibowo (2002), hujan didefinisikan sebagai presipitasi

berbentuk cair yang jatuh sampai ke permukaan bumi. Hujan terjadi karena

penguapan air terutama air dari permukaan laut, yang naik ke atmosfer, dan

mendingin kemudian menyuling dan jatuh sebagian di atas laut dan sebagian di

daratan. Hujan yang jatuh pada DAS tidak semuanya akan menjadi limpasan.

Limpasan akan terbentuk apabila hujan yang jatuh di suatu DAS melebihi kapasitas

infiltrasi.

Mekanisme terbentuknya limpasan diawali dengan jatuhnya hujan ke bumi

yang kemudian sebagian akan tertampung pada daun dan batang serta meresap ke

tanah. Air hujan yang tidak dapat tertampung oleh daun, batang, serta tanah

kemudian akan mengalir (melimpas) di atas permukaan tanah menuju parit-parit

dan selokan yang selanjutnya akan bergabung menjadi anak sungai dan akhirnya

menjadi aliran sungai. Air yang meresap ke dalam tanah (infiltrasi) menyebabkan

terjadinya aliran antara (interflow), yakni aliran yang terjadi di bawah permukaan

tanah. Air yang berada pada zona lengas tanah ini dapat bergerak ke elevasi yang

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

9

lebih rendah yang pada akhirnya akan bergabung dengan sungai. Sedangkan air

yang mengalami perkolasi akan membentuk aliran airtanah. Pada kondisi tertentu,

aliran airtanah dapat keluar dalam bentuk mataair (spring) yang menyebabkan

adanya aliran dasar pada sungai (baseflow). Komponen limpasan yang terbentuk

pada sungai (channel) diperlihatkan pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2. Komponen Limpasan (Triatmodjo, 2010)

1.5.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Limpasan

Seperti yang dipaparkan di atas, limpasan terjadi karena adanya hujan yang

tidak dapat tertampung oleh kapasitas infiltrasi. Limpasan sebagai alihragam hujan

dipengaruhi oleh beberapa hal. Asdak (2001) dan Sosrodarsono (2009)

menyebutkan terdapat dua faktor yang mempengaruhi karakteristik limpasan, yakni

faktor iklim dan faktor DAS. Lebih lanjut Seyhan (1990) menyatakan bahwa

terdapat faktor lain yang juga signifikan berpengaruh terhadap limpasan, yakni

faktor manusiawi (struktur hidrolik, teknik pertanian, dan urbanisasi). Masing-

masing faktor memiliki pengaruh yang berbeda dalam pembentukan limpasan,

bergantung pada ciri khas dari DAS yang bersangkutan.

a. Faktor Iklim

Faktor iklim oleh Sosrodarsono (2009) dipaparkan sebagai kelebatan curah

hujan, lamanya curah hujan, dan intensitas curah hujan. Adapun Asdak (2010)

menjelaskan bahwa faktor iklim yang mempengaruhi limpasan ialah durasi hujan,

intensitas hujan, dan distribusi hujan. Secara lebih detail Seyhan (1990)

menyebutkan bahwa faktor iklim yang mempengaruhi limpasan ialah banyaknya

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

10

presipitasi (hujan), evapotrasnpirasi, dan faktor meteorologis (radiasi matahari,

suhu, kelembaban, kecepatan angin, tekanan atmosfer).

Griend (1979 dalam Setyowati 2010) menyebutkan sifat-sifat hujan yang

penting untuk diperhatikan dalam pengalihragaman hujan menjadi limpasan antara

lain (1) jumlah hujan yang menunjukkan tebal hujan selama hujan berlangsung

dalam satuan millimeter; (2) intensitas hujan yang menyatakan jumlah hujan yang

jatuh persatuan waktu; (3) lama hujan yang menunjukkan lama waktu hujan

berlangsung; (4) frekuensi hujan yang menggambarkan jumlah hujan yang

diharapkan terjadi dalam periode ulang tertentu, dan (5) sebaran atau daerah hujan

yang menunjukkan luas daerah yang terwakili oleh suatu penakar hujan.

b. Faktor Daerah Aliran Sungai (DAS)

DAS memiliki karakteristik tertentu yang ditentukan dari kondisi geologi dan

geomorfologinya. Sosrodarsono (2009) menyebutkan bahwa terdapat empat faktor

DAS yang mempengaruhi limpasan. Keempat faktor tersebut antara lain

penggunaan lahan, topografi, jenis tanah, dan kelembaban tanah. Asdak (2010)

menambahkan bahwa faktor DAS yang juga mempengaruhi limpasan ialah bentuk

dan ukuran DAS dan kondisi geologi.

Secara lebih spesifik dalam penelitian ini yang akan lebih ditekankan ialah

faktor DAS dari sisi penggunaan lahan. Mengingat Kali Belik berada di area

perkotaan (urban) maka kondisi penggunaan lahan sangat berpengaruh terhadap

limpasan yang dihasilkannya. Areal perkotaan menjadi menarik untuk dikaji karena

perkotaan merupakan pusat segala aktivitas manusia, sehingga mempelajari aspek

limpasan pada daerah perkotaan sama dengan berusaha untuk mencari sintesis

permasalahan, utamanya dalam aspek hidrologi untuk memecahkan permasalahan

berupa banjir limpasan.

1.5.5. Definisi Urban

Secara luas urban (kota) didefinisikan menjadi enam tinjauan (Yunus,

1982) yang didasarkan pada aspek yuridis administratif, segi morfologikal, jumlah

penduduk, kepadatan penduduk, jumlah penduduk kriteria tertentu, dan segi

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

11

fungsinya dalam suatu organic region. Dari sisi yuridis administratif kota diartikan

sebagai suatu daerah tertentu dalam wilayah Negara dimana keberadaannya diatur

oleh undang-undang (peraturan tertentu) dibatasi oleh batas-batas administratif

tertentu berstastus sebagai kota berpemerintahan tertentu dengan segala hak dan

kewajiban mengatur wilayahnya. Tinjauan berdasar sisi morfologikal sedikit

berbeda dengan definisi berdasar aspek yuridis Administratif. Hal ini didasari

kenyataan bahwa sisi morfologikal melihat kota sebagai suatu daerah tertentu

dengan karakteristik penggunaan lahan non-agraris, dimana sebagian besar tertutup

bangunan (baik residensial maupun non residensial) dan secara umum building

coverage, pola jaringan jalan lebih kompleks, dalam sistem permukiman yang

berada di daerah sekitarnya (Yunus, 2007).

Definisi dari aspek jumlah penduduk menganggap Kota sebagai daerah

yang dihuni oleh penduduk dengan population threshold tertentu. Adapun

pengertian kota menurut tinjauan kepadatan mengacu pada besarnya kepadatan

yang ada pada suatu daerah tertentu sesuai dengan batasan yang ditetapkan. Definisi

Kota berdasar tinjauan gabungan antara batasan jumlah penduduk dengan kriteria

tertentu yang lain melihat bahwa aspek jumlah penduduk saja cenderung tidak

cukup sehingga diperlukan pengertian lebih detail, yakni penambahan kriteria lain

untuk penentuan definisi kota (Yunus, 2007), sedangkan pengertian Kota menurut

tinjauan fungsinya dalam suatu organic region melihat adanya hubungan

fungsional antara berbagai sektor kegiatan dalam wilayah yang luas, saling

berimplikasi satu sama lain dan membentuk satu simpul tertentu yang terpusat pada

titik tertentu. (Clark, 1982).

1.5.6. Penggunaan Lahan (Land Use)

Menurut Vink (1975) lahan ialah suatu wilayah di permukaan bumi, yaitu

semua benda penyusun biosfer yang dapat dianggap bersifat menetap atau

berpindah meliputi atmosfer, tanah, batuan, topografi, air, flora, fauna, serta akibat-

akibat kegiatan manusia pada masa lalu maupun sekarang. Semua itu mempunyai

pengaruh terhadap penggunaan lahan oleh manusia di masa sekarang maupun di

masa mendatang. Adapun penggunaan lahan menurut Malingreau (1978 dalam

Ritohardoyo 2009) ialah segala macam campur tangan manusia, baik secara

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

12

menetap ataupun berpindah-pindah terhadap suatu kelompok sumberdaya alam dan

sumberdaya buatan, yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk

mencukupi kebutuhan baik material maupun spiritual, ataupun kebutuhan kedua-

duanya.

Secara lebih spesifik, penggunaan istilah penutup lahan (land cover) dan

penggunaan lahan (land use) dalam penelitian ini harus dibedakan secara jelas.

Penutup lahan (land cover) dalam pemakaiannya mengacu pada sumberdayanya itu

sendiri sedangkan penggunaan lahan mengacu pada aktivitas yang ada

hubungannya dengan penggunaan sumberdaya itu sendiri.

1.5.7. Penggunaan Lahan Perkotaan

Secara umum penggunaan lahan perkotaan didominasi oleh lahan

terbangun. Penutup lahan berupa vegetasi menjadi hal yang langka mengingat

aktivitas manusia di perkotaan sangat tinggi. Dengan persentase lahan terbangun

(impervous surface) yang tinggi maka kapasitas infiltrasi tanah untuk menangkap

air menjadi semakin sedikit, akibatnya limpasan sebagai hasil alih ragam hujan

menjadi meningkat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penggunaan lahan

perkotaan sangat signifikan berpengaruh terhadap limpasan.

Penggunaan lahan perkotaan erat kaitannya dengan nilai koefisien limpasan

yang tinggi, karena pada hakikatnya penggunaan lahan perkotaan menyebabkan

infiltrasi menjadi berkurang dan persentase volume hujan yang teralihragamkan

menjadi limpasan meningkat. Koefisien limpasan teoritik yang sering digunakan

pada perhitungan debit puncak Rumus Rasional merupakan hasil dari penurunan

dari uji limpasan secara riil di lapangan.

1.5.8. Analisis Frekuensi untuk Pengolahan Data Hujan

Analisis Frekuensi ialah suatu analisis data hidrologi dengan menggunakan

statistika yang bertujuan untuk memprediksi suatu besaran hujan dengan masa

ulang tertentu. Analisis frekuensi didasarkan pada sifat data pada pengukuran yang

lampau untuk menentukan probabilitas curah hujan di masa yang akan datang (Sri

Harto, 1993). Analisis Frekuensi pada hujan rencana dilakukan untuk menentukan

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

13

intensitas hujan tertinggi yang diperoleh dari data hujan otomatis. Data hujan dalam

beberapa tahun secara time series dianalisis sehingga menghasilkan intensitas hujan

maksimum. Dengan memperhitungkan periode ulangnya, maka intensitas hujan

maksimum dapat diperkirakan berdasarkan analisis statistik.

Variabel tebal hujan menerangkan variatnya. Nilai numerik dari kumpulan

curah hujan merupakan deret berkala (time series), menggambarkan sampel dari

populasi tebal hujan yang telah tercatat pada masa lalu dan yang akan datang di

lokasi studi (Triatmodjo, 2010).

1.5.9. Penentuan Besarnya Limpasan

Besarnya limpasan sungai berdasarkan hujan dapat ditentukan dengan

pelbagai metode, seperti metode rasional, hidrograf, Soil Conservation Service

Curve Number (SCS CN), dan Hidrograf Satuan, dan Hidrograf Satuan Sintetik

(HSS). Sebagaimana telah diuraikan terdahulu, besarnya aliran sungai ditentukan

oleh besarnya hujan, intensitas hujan, luas daerah hujan, lama waktu hujan, luas

daerah aliran sungai, dan ciri-ciri daerah aliran itu. (Subarkah, 1980).

Penentuan besarnya limpasan didasarkan pada ketersediaan data dan tujuan

dari sebuah penelitian. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik

limpasan secara mendetail biasanya akan memerlukan data yang sangat banyak

sehingga ketersediaan data yang lengkap merupakan sebuah keharusan yang harus

dipenuhi.

1.5.10. Metode Rasional

Metode Rasional merupakan metode memperkirakan laju aliran permukaan

puncak yang umum dipakai, digunakan sejak tahun 1889 oleh Emil Kuichling

(Needhidasan et al, 2013). Metode ini sangat mudah untuk digunakan, namun

terbatas untuk DAS yang kurang dari 2.5 km2. (Ponce, 1989 dalam Triatmodjo,

2010). Persamaan matematik metode rasional dinyatakan pada persamaan (1.1).

𝑄𝑝 = 0.278. 𝐶. 𝐼. 𝐴 ……………………………………………… (1.1)

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

14

dimana:

Qp : debit Puncak (m3/det)

C : koefisien aliran yang tergantung pada jenis permukaan lahan

I : intensitas hujan (mm/jam)

A : luas DAS (km2)

Metode rasional dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa hujan yang

terjadi memiliki intensitas seragam dan merata di seluruh DAS selama paling

sedikit sama dengan waktu konsentrasi (tc) DAS. Jika hujan yang terjadi lamanya

kurang dari tc maka debit puncak yang terjadi lebih kecil dari Qp karena seluruh

DAS tidak dapat memberikan kontribusi aliran secara bersama pada titik kontrol

(outlet). Sebaliknya, jika hujan yang terjadi lebih lama dari tc, maka debit puncak

aliran permukaan akan tetap sama dengan Qp (Suripin, 2004).

Koefisien aliran (C) permukaan didefinisikan sebagai bilangan yang

menunjukkan perbandingan antara besarnya limpasan permukaan terhadap

besarnya curah hujan (Asdak, 2010). Faktor utama yang mempengaruhi koefisien

aliran ialah laju infiltrasi tanah atau persentase lahan kedap air, kemiringan lahan,

tanaman penutup lahan, dan intensitas hujan. Permukaan kedap air, seperti

perkerasan aspal dan atap bangunan, akan menghasilkan aliran hampir 100%

setelah permukaan menjadi basah, seberapa pun kemiringannya. Koefisien

limpasan juga tergantung pada sifat dan kondisi tanah. Laju infiltrasi menurun pada

hujan yang terus menerus dan juga dipengaruhi oleh kondisi kejenuhan air

sebelumnya. Faktor lain yang mempengaruhi nilai koefisien aliran adalah airtanah,

derajat kepadatan tanah, porositas tanah, dan penggunaan lahan (Suripin, 2004).

Dalam persamaan (1.1), intensitas hujan diperoleh dari kurva IDF (Intensity

Duration Frequency), dimana telah diperhitungkan durasi dan frekuensi (periode

hujan). Adapun waktu konsentrasi merupakan waktu yang diperlukan oleh air hujan

yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke tempat keluaran DAS (titik

kontrol) setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi.

Berdasarkan hasil penelitian ahli hidrologi terdapat banyak rumus untuk

menentukan waktu konsentrasi.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

15

1.5.11. Hidrograf Aliran

Hidrograf adalah suatu grafik yang menggambarkan hubungan antara tinggi

muka air (river stage), debit, kecepatan aliran dan elemen-elemen aliran lainnya

dengan waktu (Chow, 1964 dalam Suyono, 1982). Terdapat tiga macam bentuk

hidrograf yakni hidrograf muka air (stage hydrograph), hidrograf limpasan

(discharge hydrograph), dan hidrograf sedimen (sediment hydrograph). Hidrograf

muka air menunjukkan hubungan antara perubahan muka air sungai terhadap

waktu, hidrograf limpasan menunjukkan hubungan antara debit terhadap waktu,

sedangkan hidrograf sedimen menunjukkan hubungan antara kandungan sedimen

terhadap waktu.

Hidrograf aliran menunjukkan tanggapan menyeluruh DAS terhadap

masukan curah hujan. Sesuai dengan sifat dan perilaku DAS, hidrograf aliran selalu

berubah sesuai dengan besarnya dan waktu terjadinya masukan. Bentuk hidrograf

dipengaruhi oleh sifat hujan dan karakteristik DAS (Harto, 1993). Sebuah hidrograf

aliran menunjukkan informasi mengenai empat sifat pokok limpasan yang meliputi

limpasan langsung (direct runoff, DRO), debit puncak (Qp), waktu puncak (Tp), dan

waktu dasar (Tb) seperti yang disajikan pada Gambar 1.4. Debit puncak ialah debit

maksimum yang ditunjukkan oleh sebuah hidrograf pada kurva puncak, waktu

puncak ialah waktu yang dimulainya aliran awal hingga debit puncak, waktu dasar

adalah waktu yang dimulai dari terbentuknya aliran hingga kembali ke aliran dasar.

1.5.12. Hidrograf Satuan

Hidrograf satuan pertama kali diperkenalkan oleh Sherman pada tahun 1932

dengan konsep transformasi hujan menjadi debit aliran. Menurutnya, hidrograf

satuan didefinisikan sebagai hidrograf limpasan langsung (tanpa aliran dasar).

Hidrograf aliran sungai selalu berubah tergantung dari sifat masukannya. Hal

tersebut terjadi karena sistem DAS yang sebenarnya adalah nonlinear time variant.

Akan tetapi dengan andaian DAS sebagai sistem yang linear time variant

pengalihragaman hujan menjadi aliran menjadi lebih sederhana. Dengan anggapan

yang demikian, maka masukan yang terjadi setiap saat akan mengakibatkan aliran

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

16

yang sama. Dengan demikian, suatu DAS tertentu mempunyai tanggapan yang khas

(specific response) terhadap masukan dengan besaran tertentu (Harto, 1993).

Sherman (1932 dalam Harto, 1993) mengemukakan bahwa dalam suatu

sistem DAS terdapat satu sifat khas yang menunjukkan sifat tanggapan DAS

terhadap suatu masukan tertentu. Tanggapan ini dianalogikan tetap untuk masukan

dengan besaran dan penyebaran tertentu. Tanggapan yang demikian dalam konsep

model hidrologi dikenal dengan hidrograf satuan (unit hydrograph). Hidrograf

satuan adalah hidrograf limpasan langsung (direct runoff hydrograph) yang

dihasilkan oleh hujan efektif yang terjadi merata di seluruh DAS dan dengan

intensitas tetap dalam satu satuan waktu yang ditetapkan. Hidrograf satuan ini

dianggap merupakan hidrograf khas untuk suatu DAS tertentu, misalnya untuk

hujan dengan kedalaman 1 mm (atau kedalaman lain yang ditetapkan). Konsep

hidrograf pertama kali dikemukakan oleh Sherman (1932) dalam Harto (1993)

dalam upayanya untuk mendapatkan perkiraan banjir yang terjadi akibat berbagai

kedalaman hujan dan berbagai agihan jam-jamnya. Akan tetapi disadari pula,

karena anggapan-anggapan yang digunakan, bahwa hidrograf aliran yang

sebenarnya terjadi selalu berbeda untuk setiap masukan yang terjadi pada saat yang

berbeda. Oleh sebab itu, untuk memperoleh hidrograf yang dianggap sebagai

hidrograf khas dan mewakili DAS tersebut diperlukan perata-rataan hidrograf

satuan yang diperoleh dari beberapa kasus banjir. Harto (1989) menunjukkan

bahwa semakin sedikit jumlah kasus banjir yang digunakan maka semakin besar

nilai debit puncak yang diperoleh dibandingkan dengan jumlah kasus banjir yang

banyak.

1.5.13. Hidrograf Satuan Sintetik (HSS)

Pada daerah yang tidak tersedia data hidrologi yang lengkap untuk

menurunkan hidrograf satuan, digunakan Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) yang

didasarkan pada karakteristik fisik dan DAS. Ada berbagai jenis hidrograf satuan

sintetik, diantaranya HSS Snyder, GAMA I, Nakayasu, dan lain-lain. Berbagai HSS

tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

17

Pemilihan HSS pada umumnya disesuaikan dengan kemiripan dari geometri

DAS yang menjadi faktor utama karakter limpasan. Masing-masing model HSS

merupakan hasil penerapan HSS di DAS tertentu yang diturunkan dari Hidrograf

Satuannya. Oleh karena itu, tidak ada HSS yang mampu memprediksi secara tepat

karakter limpasan pada DAS yang berbeda.

1.5.14. Soil Conservation Service Curve Number (SCS CN)

Perkiraan besarnya volume limpasan total dari suatu DAS dapat ditentukan

dengan oleh U.S. Soil Conservation Service (SCS). Metode SCS dikembangkan dari

hasil pengamatan curah hujan selama bertahun-tahun dan melibakan banyak daerah

pertanian di Amerika Serikat. Metode ini baik untuk digunakan pada luas DAS

kurang dari 13 km2 dengan rata-rata kemiringan lereng kurang dari 30%. Metode

SCS mengaitkan karakteristik DAS seperti tanah, vegetasi, dan tataguna lahan

dengan bilangan kurva (curve number) limpasan yang menunjukkan potensi

limpasan untuk curah hujan tertentu (Asdak, 2010). Persamaan yang menunjukkan

potensi limpasan berdasarkan metode SCS ditunjukkan oleh persamaan (1.2)

(Asdak, 2010).

𝑄 =(𝐼−0.2𝑆)2

𝐼+0.8𝑆 ………………………………………..………… (1.2)

dimana:

I : curah hujan (mm)

Q : limpasan dengan satuan kedalaman (mm)

Persamaan (1.2) menunjukkan bahwa besar kecilnya limpasan dipengaruhi

oleh retensi potensial maksimum air (S) oleh tanah, yang sebagian besar adalah

karena infiltrasi. Retensi potensial maksimum memiliki bentuk yang disajikan pada

persamaan (1.3).

𝑆 =25400

𝐶𝑁− 254 ……………………………………………… (1.3)

Bilangan kurva (curve number = CN ) merupakan fungsi dari karakteristik

DAS seperti tipe tanah, tanaman penutup, tataguna lahan, kelembaban dan cara

pengerjaan tanah. Nilai CN bervariasi antara 0 – 100. Untuk CN = 100 ditandai

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

18

dengan permukaan lahan yang kedap air. Apabila lahan terdiri beberapa

penggunaan lahan dan tipe tanah maka dihitung nilai CN komposit.

1.5.15. Karakteristik Limpasan

Limpasan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni: limpasan

permukaan (surface runoff), limpasan bawah permukaan (subsurface runoff), dan

aliran airtanah (groundwater flow) (Seyhan, 1977, Chow, et.al., 1964 dalam

Setyowati, 2010). Limpasan permukaan adalah air yang mencapai sungai melalui

permukaan tanah, berasal dari curah hujan, genangan, dan air yang tertahan.

Limpasan permukaan biasanya mengalir ke dalam channel sungai dengan volume

yang besar dan kecepatan tinggi. Limpasan bawah permukaan (unsaturated)

merupakan limpasan yang menyatu dengan limpasan permukaan sedangkan

limpasan airtanah bergerak ke dalam sungai dalam kurun waktu yang lama,

tergantung dari sifat fisik litologi yang ada.

Lamanya air yang mengalir dari hulu hingga titik pengamatan memerlukan

waktu yang disebut waktu konsentrasi (time of concentration). Hal ini terjadi

manakala cekungan-cekungan yang berada di sepanjang aliran telah jenuh oleh

adanya air (Asdak, 2010, Triatmodjo, 2010).

Koefisien aliran didefinisikan sebagai bilangan yang menunjukkan

perbandingan antara besarnya limpasan terhadap besarnya curah hujan (Asdak,

2010). Definisi tersebut biasanya digunakan untuk menyebutkan koefisien aliran

volumetrik (Cv). Adapun koefisien aliran puncak (Cp) merupakan perbandingan

antara besarnya puncak limpasan terhadap perkalian intensitas curah dan luas

DAS/daerah tangkapan air (Sosrodarsono dan Takeda, 1977). (Arsyad 1989 dalam

Astuti 2008) menyebutkan bahwa koefisien aliran puncak dipengaruhi oleh laju

infiltrasi tanah, tanaman penutup, dan intensitas hujan.

Besarnya intensitas hujan akan berpengaruh terhadap debit puncak dan

waktu konsentrasi. Pada DAS perkotaan, debit puncak dan waktu konsentrasi

diperlukan untuk mengetahui kapasitas sungai dalam menampung limpasan dan

evakuasi apabila terjadi banjr.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

19

Gambar 1.3. Komponen Hidrograf (Triatmodjo, 2010)

Komponen hidrograf aliran terdiri dari sisi naik (rising limb), puncak aliran

(recession limb), sisi resesi (recession limb), dan aliran dasar (baseflow). Hujan

dengan tebal, intensitas, dan lama hujan tertentu akan berpengaruh pada sisi naik

(rising limb) hidrograf. Puncak hidrograf menunjukkan adanya debit maksimum

untuk suatu kejadian hujan sedangkan sisi resesi menunjukkan adanya aliran dasar

(baseflow) yang mengalir ke sungai setelah hujan berhenti. Bentuk lengkung

hidrograf aliran bergantung pada karakteristik hujan. Semakin tinggi intensitas

hujan, semakin tinggi pula puncak hidrografnya. Kejadian hujan dengan intensitas

tetap dengan durasi yang lama akan mengakibatkan terlampainya waktu

konsentrasi, sehingga lama durasi puncak hidrografnya semakin besar (Sobriyah,

(2003 dalam Setyowati, 2010).

1.5.16. Hubungan Hujan – Limpasan

Aliran permukaan pada DAS terjadi dalam bentuk yakni (1) aliran limpasan

pada permukaan tanah, (2) aliran melalui parit/selokan, (3) aliran melalui sungai-

sungai kecil. Ketiga tipe aliran tersebut akan bergabung menjadi aliran sungai.

Dengan demikian terdapat hubungan antara hujan dan debit aliran, yang tergantung

pada karakteristik DAS. Hubungan antara hujan – limpasan dapat ditunjukkan

melalui persamaan (1.4) dan Gambar 1.4 (Triatmodjo, 2010).

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

20

𝑄 = 𝑏 (𝑃 − 𝑃𝑎)…………………..……………………….(1.4)

Q : kedalaman limpasan

P : kedalaman hujan

Pa : kedalaman hujan di bawah nilai tersebut tidak terjadi limpasan

b : kemiringan garis

Gambar 1.4. Hubungan Hujan dan Limpasan (Triatmodjo, 2010)

Apabila curah hujan P lebih kecil dari Pa berarti seluruh hujan tersebut

hilang di DAS yang berupa infiltrasi dan evapotranspirasi, tampungan permukaan;

dan limpasan mulai terjadi setelah P lebih besar dari Pa. Dalam persamaan (1.4), b

dan Pa dihitung dengan analisis regresi berdasar data hujan dan limpasan.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa

intensitas hujan (I) berpengaruh terhadap debit puncak (Qp) secara langsung. Pada

persamaan rasional dapat diperoleh hubungan antara intensitas hujan dan debit

puncak, intensitas yang tinggi menyebabkan DAS mengalami kejenuhan yang

secara tidak langsung juga menunjukkan bahwa intensitas bersama dengan lama

hujan berpengaruh terhadap koefisien limpasan (Setyowati, 2010).

Ponce (1989 dalam Setyowati, 2010) menyatakan bahwa intensitas hujan

dapat diklasifikasikan menjadi hujan kecil, hujan sedang, dan hujan deras. Hujan

kecil memiliki dimensi 3 mm/jam, hujan sedang memiliki dimensi 3 – 10 mm/jam,

sedangkan hujan deras memiliki intensitas hujan lebih dari 10 mm/jam. lebih lanjut

Hadi (2003) menyatakan bahwa jumlah hujan, intensitas hujan, lama hujan, dan

penyebarannya akan berpengaruh pada banyaknya air yang tertimbun dalam

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

21

simpanan DAS (catchment storage), mempengaruhi infiltrasi dan limpasan,

kesemuanya akan mempengaruhi keberadaan sumberdaya.

1.5.17. Penelitian Sebelumnya

Penelitian mengenai hubungan antara karakteristik hujan dan aliran

sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu. Penelitian terebut

memiliki tujuan dan metode yang berlainan. Keberadaan penelitian sebelumnya

dapat dijadikan sebagai acuan dan pengembangan analisis. Tujuan dari penelitian

ini ialah untuk mengetahui karakteristik hujan – limpasan serta mengkaji hubungan

di antara keduanya pada DAS urban dalam hal ini peneliti menggunakan DAS

Belik sebagai lokasi penelitian. Sejumlah penelitian yang dilakukan terdahulu lebih

memfokuskan pada karakteristik hujan dan aliran pada DAS yang masih memiliki

lahan terbangun kecil (bukan wailayah urban), sedangkan pada penelitian kali ini

peneliti mencoba untuk mengetahui karakteristik limpasan sebagai hasil fungsi dari

faktor klimatik dan penggunaan lahan.

Hasil penelitian Nurokhman (1999) menyebutkan bahwa variabel tebal

hujan merupakan variabel yang menentukan nilai koefisien aliran puncak pada dua

penggunaan lahan. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa koefisien aliran pada sub

DAS hutan lebih kecil dibandingkan dengan sub DAS campuran.

Adapun penelitian Komalawati (2000) menyebutkan bahwa variabel tebal

hujan merupakan variabel yang menentukan besarnya koefisien aliran volumetrik,

sedangkan koefisien aliran puncak lebih dipengaruhi oleh variabel lama hujan.

Pendapat yang sama dikemukakan oleh Suhandi (2003). Ia menyatakan bahwa

koefisien aliran volumetrik dipengaruhi oleh variabel tebal hujan. Astuti (2003)

menyatakan bahwa hubungan antara variabel karakteristik hujan terhadap limpasan

ialah positif. Namun demikian secara lebih lanjut ia tidak menjelaskan secara lebih

detail pengaruh karakteristik hujan yang lebih dominan terhadap limpasan.

Abustan, et al (2008) dalam penelitiannya berjudul Determination of Rainfall –

Runoff Characteristics in An Urban Are: Sungai Kerayong Catchment, Kuala

Lumpur mengemukakan bahwa hubungan yang terjadi pada tebal limpasan

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

22

terhadap kedalaman runoff ialah hubungan linear dengan R2 = 0,9405. Dalam

analisis mengenai waktu konsentrasi Abustan, et al (2008) menyebutkan bahwa

rumus waktu konsentrasi terbaik dalam memprediksi Tc ialah rumus yang disusun

oleh NAASRA (1986) dengan tingkat kesalahan 2,8 menit dibandingkan dengan

analisis hidrograf.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Tampubolon (2009) dan Puspitorukmini

(2011) pada area perkotaan menggunakan metode rasional untuk mengevaluasi

drainase menunjukkan bahwa pada masing-masing wilayah kajian hujan dengan

periode ulang 10 tahun menyebabkan drainase tidak mampu untuk menampung

limpasan sehingga menyebabkan banjir. Tampubolon (2009) dalam menganalisis

intensitas hujan menggunakan metode mononobe sedangkan Puspitorukmini

(2011) menggunakan data hujan jangka pendek untuk membangun kurva IDF

(Intensity Duration Frequncy) yang dihasilkan dari data hujan jangka pendek.

Teknik evaluasi dilakukan dengan membandingkan antara kapasitas drainase

dengan debit rencana yang dihasilkan dari hujan rancangan. Kedua penelitian

tersebut menunjukkan bahwa di masing-masing wilayah kajian, saluran drainase

tidak mampu lagi untuk menampung limpasan permukaan pada hujan rancangan

dengan periode ulang tertentu. Namun demikian, mengingat tidak adanya validasi

yang dilakukan dengan menggunakan metode penentuan limpasan yang lain, maka

sulit untuk meyakini secara spesifik bahwa benar adanya saluran drainase yang

tidak mampu lagi untuk menampung limpasan permukaan.

Praja (2013) melakukan penelitian di Daerah Tangkapan Air (DTA) Belik

yang bertujuan untuk mengevaluasi kapasitas drainase Kali Belik dengan

menggunakan metode rasional yang digunakan untuk menganalisis debit puncak

pada berbagai intensitas hujan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan

Tampubolon dan Puspitorukmini, Praja tidak menggunakan hujan rancangan untuk

menentukan intensitas hujan melainkan menggunakan data hujan otomatis untuk

mengetahui curah hujan terbesar yang digunakan untuk menentukan intensitas

hujan tertinggi pada tahun tertentu.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

23

Setiawan (2014) meneliti limpasan pada sebagian DAS Kali Belik Hulu

yang terbentang di dua desa yakni Desa Caturtunggal dan Condongcatur. Tujuan

penelitian ini ialah untuk mengetahui hubungan antara karakteristik hujan dan

limpasan. Metode Rasional dipakai untuk menentukan debit puncak (Qp), kurva

IDF dipakai untuk menentukan intensitas hujan pada kala ulang 2, 5, dan 10 tahun.

Selain itu, waktu konsentrasi (Tc) ditentukan dengan rumus emipiris dari beberapa

ahli hidrologi. Tujuannya ialah untuk menentukan waktu konsentrasi terbaik pada

DAS Belik Hulu. Adapun untuk metode hidrograf dipakai untuk menentukan

karakteristik hujan – limpasan berupa hujan efektif, debit puncak (Qp), waktu

puncak (Tp), memvalidasi waktu konsentrasi (Tc), dan memvalidasi koefisien

aliran (C).

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

24

Tabel 1.1. Penelitian Sebelumnya yang Relevan Dengan Penelitian

Peneliti dan

Tahun Tujuan Metode Variabel Hasil

Nurokhman,

1999

1. Mempelajari hubungan

antara sifat hujan

(intensitas hujan dan tebal

hujan) dengan sifat aliran

(tebal aliran dan debit

puncak)

2. Mempelajari hubungan

antara sifat hujan dengan

koefisien aliran

volumetric

3. Menganalisis aliran

puncak dan tebal aliran

antara sub DAS hutan dan

Sub DAS campuran

1. Analisis hidrograf

2. Model statistik analisis

regresi berganda dan

korelasi

Koefisien aliran (koefisien

aliran volumetrik dan

koefisien aliran puncak)

1. Karakteristik hujan

(tebal hujan,

intensitas hujan,

lama hujan, API)

2. Tebal aliran

langsung (DRO),

debit puncak

1. Tebal hujan merupakan

variabel yang

menentukan nilai

koefisien aliran puncak

pada kedua jenis

penggunaan lahan

2. Koefisien aliran

volumetrik pada sub

DAS hutan lebih kecil

dibandingkan dengan

koefisien aliran puncak

pada sub DAS

campuran. Koefisien

aliran puncak pada sub

DAS campuran lebih

besar dibandingkan

dengan sub DAS hutan

3. Variabel karakteristik

hujan, tebal hujan

sangat berpengaruh

terhadap karakteristik

aliran dan koefisien

aliran baik pada sub

DAS hutan maupun

campuran

Komalawati,

2000

Mempelajari hubungan

koefisien aliran volumetric

1. Metode analisis

hidrograf

1. Koefisien aliran

(koefisien aliran

1. Variabel tebal hujan

merupakan variabel

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

25

Peneliti dan

Tahun Tujuan Metode Variabel Hasil

(Cv) dan koefisien aliran

puncak (Cp) dengan

karakteristik hujan (tebal

hujan, durasi hujan, intensitas

hujan maksimum 30 menitan

dan indeks curah hujan

terdahulu (API)

2. Analisis statistik model

regresi berganda

volumetrik dan

koefisien aliran

puncak)

2. Karakteristik hujan

(tebal hujan, intensitas

hujan, lama hujan, API)

yang menentukan

besarnya koefisien

aliran volumetrik,

sedang koefisien aliran

puncak lebih

dipengaruhi oleh

variabel lama hujan

Suhandi, 2003 1. Mempelajari hubungan

antara koefisien aliran

volumetric dengan tebal

hujan, lama hujan,

intensitas hujan

maksimum dan API

2. Mempelajari hubungan

antara koefisien aliran

puncak dengan tebal

hujan, lama hujan,

intensitas hujan

maksimum dan API

Metode analisis hidrograf

dan stastistik model regresi

berganda dan korelasi

1. Koefisien aliran puncak

dan koefisien aliran

volumetrik

2. Karakteristik hujan

(tebal hujan, lama

hujan, intensitas hujan,

API)

1. Koefisien aliran

volumetrik dipengaruhi

oleh variabel tebal hujan

2. Koefisien aliran puncak

dipengaruhi oleh

variabel lama hujan

Astuti, 2008 1. Mendeskripsikan

karakteristik hujan dan

karakteristik aliran yang

terbentuk dari daerah

penelitian

2. Mengkaji hubungan antara

hujan dan karakteristik

aliran yang terbentuk di

daerah penelitian dan

kaitannya dengan bentuk

1. Metode analisis

hidrograf

2. Analisis grafis

3. Model statistik regresi

berganda dan korelasi

(uji normalitas, uji

bivariate, uji kelinearan,

dan uji koefisien)

1. Karakteristik hujan

(tebal hujan, durasi

hujan, intensitas hujan

(Imak dan Irata), API-7

2. Karakteristik aliran

(debit puncak, tebal

aliran langsung,

koefisien aliran

volumetric, dan

1. hubungan variabel

karakteristik hujan

terhadap DRO, Qp, Qps,

Cv, Cp adalah positif

kecuali durasi hujan

terhadap Qps, P terhadap

Cv, Imak terhadap Cv dan

Cp.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

26

Peneliti dan

Tahun Tujuan Metode Variabel Hasil

penggunaan lahan yang

ada

3. Menentukan faktor

karakteristik hujan apa

yang berpengaruh

terhadap karakteristik

aliran di daerah penelitian

koefisien aliran

puncak)

Abustan, et al

2008

1. Menentukan hubungan

hujan – limpasan antara

hujan efektif dengan besar

runoff yang terjadi

2. Menentukan waktu

konsentrasi (Tc) dengan

membandingkan antara

hasil perhitungan secara

empiris dengan Tc hasil

analisis hidrograf

1. Metode analisis

hidrograf

2. Rumus empiris dalam

perhitungan Tc

(Bransby – William,

1977), (Yen and Chow,

1983), (NAASRA,

1986), dan Kerby

1. Hujan efektif dan tebal

direct runoff

2. Waktu konsentrasi

(Tc)

1. Adanya hubungan yang

kuat antara hujan efektif

dan runoff, ditunjukkan

dengan R2=0,9405

2. Rumus waktu

konsentrasi yang terbaik

dalam menentukan Tc

ialah NAASRA dengan

tingkat kesalahan 2,8

menit

Vickie Igor

Romualdez

Tampubolon,

2009

1. Mengevaluasi kemampuan

saluran drainase di

bandara internasional

Adisucipto untuk

menampng limpasan

maksimum yang

disebabkan hujan dengan

periode ulang 2 tahun, 5

tahun, dan 10 tahun

2. Mengetahui besar volume

genangan dan lama

penggenangan

1. Perhitungan kapasitas

saluran drainase dengan

menggunakan rumus

slope area method

2. Rumus rasional untuk

menghitung limpasan

maksimum

3. Perhitungan hujan

rancangan

menggunakan metode

gumbel

1. Koefisien aliran,

intensitas hujan, luas

daerah kajian,

kapasitas tampung

drainase

1. Sistem saluran drainase

di bandara Adisucipto

Yogyakarta secara umum

tidak mampu menampung

limpasan maksimum

dengan hujan rancagan

periode 2, 5, 10

2. Hanya saluran 9U yang

mampu menampng

limpasan maksimum

dengan hujan rancangan 2

tahun

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

27

Peneliti dan

Tahun Tujuan Metode Variabel Hasil

4. Analisis hujan

rancangan

menggunakan rumus

Mononobe

Arum

Puspitorukmini,

2011

1. Menghitung besar

limpasan maksimum yang

disebabkan oleh hujan

rancangan pada periode

ulang 2, 5, dan 10 tahun

2. Mengetahui kapasitas

maksimum saluran

3. Mengetahui kemampuan

saluran drainase terhadap

besarnya limpasan

1. Slope area method

untuk menghitung debit

saluran

2. Menentukan limpasan

maksimum

menggunakan rumus

rasional

3. Membuat kurva IDF

menentukan kala ulang

banjir 2, 5, dan 10 tahun

Koefisien aliran, intensitas

hujan, luas DTA, dan

kapasitas maksimum

drainase

Kapasitas saluran drainase

di daerah penelitian sudah

tidak mampu menampung

air hujan yang terjadi pada

kala ulang 10 tahun

Shenty Anindya

Praja, 2013

1. Mengetahui kemampuan

saluran existing

2. Mengetahui debit puncak

dengan berbagai intensitas

hujan

3. Mengetahui intensitas

hujan yang dapat

ditampung sistem saluran

drainase

1. Menghitung debit

saluran dengan slope

area method

2. Rumus rasional untuk

menghitung debit aliran

3. Perhitungan intensitas

hujan dari curah hujan

otomatis untuk

mengetahui hubungan

limpasan maksimum

dengan berbagai

intensitas hujan

Koefisien aliran, intensitas

hujan, luas DTA, dan

kapasitas maksimum

drainase

Kapasitas saluran

drainase di lembah

UGM dan jalan batikan

tidak dapat menampung

limpasan karena

kapasitas maksimum

saluran lebih kecil

dibandingkan dengan

limpasan maksimumnya

Intensitas hujan

maksimum yang dapat

ditampung drainase di

elmbah UGM sebesar

40 mm/jam, sedangkan

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

28

Peneliti dan

Tahun Tujuan Metode Variabel Hasil

di daerah Klitren

sebesar 60 mm/jam dan

di jalan batikan sebesar

26 mm/jam

Setiawan, 2014 1. mengetahui karakteristik

hujan pada DAS urban

2. mengetahui karakteristik

limpasan pada DAS urban

3. mengetahui hubungan

antara karakteristik hujan -

limpasan pada DAS urban

1. Membangun hujan

rencana untuk menentukan

Intensitas hujan

2. Rumus rasional untuk

menghitung debit puncak

3. Membangun hidrograf

limpasan langsung untuk

memvalidasi C danTc

4. Membangunhidrograf

satuan untuk

memperkirakan intensitas

hujan yang dapat

menyebabkan banjir

1. Intensitas hujan

2. karakteristik limpasan

(C, Tc, Qp, DRO dan Tp)

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

29

1.6. Kerangka Pemikiran

Karakteristik limpasan merupakan hasil dari masukan karakteristik hujan

dan komponen-komponen DAS. Masukan (input) berupa hujan sesaat dengan

karakteristik tertentu akan menimbulkan keluaran (output) dalam bentuk respon

limpasan tertentu, tergantung pada proses dan interaksi faktor iklim dan komponen

DAS. Pada daerah perkotaan, lahan terbangun yang mendominasi penggunaan

lahan mengakibatkan karakteristik limpasan yang berbeda dengan DAS yang

berpenutup lahan dominan vegetasi. Penggunaan lahan yang dominan lahan

terbangun menjadikan koefisien aliran tinggi, ditandai dengan adanya limpasan

yang semakin besar dan kapasitas infiltrasi yang semakin mengecil. Melimpahnya

limpasan permukaan pada gilirannya menyebabkan banjir yang menggenangi

wilayah dengan topografi yang lebih rendah. Banjir ini memiliki karakteristik yang

khas, dimana ia akan terjadi manakala curah hujan dengan intensitas tertentu turun.

Kajian karakteristik hujan yang saling terkait dengan limpasan akan mempengaruhi

besarnya kali belik dalam menampung debit limpasan. Pada sungai yang lebih besar

dengan potensi banjir yang tinggi kerusakan dapat terjadi dengan parah, sehingga

kajian karakteristik hujan akan menentukan pemasangan sistem peringatan dini

(early warning system) untuk tujuan evakuasi penduduk agar terhindar dari banjir

limpasan.

Karakteristik limpasan berupa debit puncak (Qp) dan waktu konsentrasi (tc)

merupakan gambaran interaksi komponen DAS dan faktor iklim. Pada Kali Belik

dengan kondisi morfologi perkotaan (urban) karakteristik limpasan selain

dipengaruhi oleh faktor iklim, juga dipengaruhi oleh penggunaan lahan. Ini dapat

dipahami bahwa lahan terbangun (impervous area) yang mendominasi penggunaan

lahan menyebabkan kapasitas infiltrasi semakin rendah, sehingga hujan yang jatuh

banyak yang akan menjadi limpasan permukaan karena tidak dapat tertampung

menjadi aliran bawah permukaan (interflow) dan aliran dasar (baseflow). Penelitian

sebelumnya dengan kajian yang serupa menunjukkan bahwa penggunaan lahan

berdampak pada respon limpasan yang dihasilkan. Penggunaan lahan di daerah

perdesaan seperti sawah, tegalan, hutan, dan lain-lain menghasilkan koefisien aliran

yang rendah. Sawah yang memiliki teras, tegalan yang memiliki depresi

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

30

(cekungan), dan hutan yang memiliki banyak seresah akan menghambat hujan

sesaat beralihragam menjadi limpasan karena tertampung dalam teras, depresi, dan

seresah. Kondisi demikian akan berpengaruh pada debit puncak yang relatif lebih

rendah.

Koefisien aliran (C) merupakan faktor yang selalu berubah dari waktu ke

waktu sebagai akibat adanya perubahan penggunaan lahan. Besarnya limpasan

maksimum di daerah perkotaan tidak terlepas dari koefisien aliran yang

mempengaruhinya. Koefisien aliran (C) pada daerah perkotaan yang tinggi

diindikasikan dengan banyaknya lahan terbangun. Hal ini dikarenakan sebagian

besar air permukaan pada saat hujan tidak mampu untuk terserap ke tanah

mengingat adanya lahan yang tertutup oleh beton atau aspal. Walaupun penggunaan

lahan bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi limpasan

permukaan, namun demikian pada daerah perkotaan, penggunaan lahan adalah

faktor yang dominan mempengaruhi limpasan permukaan. Oleh karena itu kajian

hubungan hujan – limpasan permukaan yang melibatkan koefisien aliran

merupakan hal yang penting.

Lebih lanjut, variabel tebal hujan merupakan variabel yang menentukan

karakteristik aliran. Berbagai penelitian yang telah dilakukan menyimpulkan bahwa

intensitas hujan (I) berpengaruh terhadap debit puncak (Qp) secara langsung. Pada

persamaan rasional dapat diperoleh hubungan antara intensitas hujan dan debit

puncak, intensitas yang tinggi menyebabkan DAS mengalami kejenuhan yang

secara tidak langsung juga menunjukkan bahwa intensitas bersama dengan lama

hujan berpengaruh terhadap besarnya limpasan. Dengan membandingkan kapasitas

kali belik terhadap debit puncak maka dapat diketahui hubungan antara besarnya

intensitas hujan yang mampu untuk menghasilkan banjir.

Walaupun demikian, penggunaan hidrograf untuk penentuan karakteristik

aliran merupakan metode yang memiliki ketelitian yang tinggi. Metode ini

menggunakan data primer berupa Tinggi Muka Air (TMA) yang diperoleh dari

Automatic Water Level Recorder (AWLR) atau data logger. Data TMA bersama

dengan data debit aliran digunakan untuk mencari lengkung aliran sehingga

diketahui hubungan antara TMA terhadap debit aliran. Penggunaan metode

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

31

hidrograf satuan untuk penentuan karakteristik aliran pada penelitian ini adalah

untuk memperkaya kajian hubungan hujan – limpasan dan memvalidasi

karakteristik aliran yang ditentukan menggunakan metode rasional.

Analisis hidrograf aliran pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui

respon Kali Belik dalam menanggapi hujan. Hidrograf dipakai karena memiliki

kelebihan yakni ketelitiannya cukup tinggi bila dibandingkan dengan metode lain

yang mengandalkan pada pendekatan model dan rumus matematis. Dalam

hubungannya dengan pemisahan hidrograf, metode yang dipakai ialah penarikan

garis lurus (straight line methods). Metode ini dipilih mengingat penentuan titik

akhir resesi berada paling jauh dibandingkan dengan dua metode yang lain. Alasan

lainnya yakni penggunaan metode satu dengan metode lainnya tidak memberikan

pengaruh yang besar terhadap pemisahan aliran langsung dan aliran dasar. Dalam

memahami hubungan antara karakteristik hujan dan limpasan digunakan analisis

grafis dan analisis statistik. Penggunaan analisis grafis memungkinkan

diketahuinya sifat dasar hubungan antara hujan dan limpasan. Secara konseptual,

kerangka pemikiran penelitian ini dapat disajikan pada Gambar 1.5.

Gambar 1.5. Kerangka Pemikiran Penelitian

Kawasan resapan kecil

(Sebagian besar telah

menjadi kawasan terbangun)

HUJAN

DAS Urban

Limpasan

Permukaan

Banjir

Koefisien

Aliran (C)

tinggi

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

32

1.7. Batasan Penelitian

Untuk mempermudah memahami uraian selanjutnya, di bawah ini disajikan

pengertian batasan penelitian dan istilah penting yang digunakan.

Data logger adalah Suatu komputer mikro yang mempunyai kemampuan

menyimpan/merekam data secara otomatis dengan periode pencatatan

tertentu. (Hadi, 2003)

Debit puncak ialah debit maksimum yang terjadi pada limpasan yang ditandai

dengan adanya bagian hidrograf yang berada di puncak. (Triatmodjo, 2010)

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu kawasan yang mengalirkan air ke satu

sungai utama (Lapedes, et al., 1974).

Durasi hujan adalah lama waktu berlangsungnya hujan, dalam hal ini dapat

mewakili total curah hujan atau periode hujan yang singkat dari curah hujan

yang relatif seragam (Hadi, 2003).

Evaporasi adalah perubahan air dari bentuk cair atau solid ke fase gas serta

difusinya ke atmosfer. (Asdak, 2010).

Hidrograf adalah suatu grafik yang menggambarkan hubungan antara tinggi muka

air (river stage), debit, kecepatan aliran dan elemen-elemen aliran lainnya

dengan waktu (Chow, 1964 dalam Suyono, 1982).

Hujan merupakan presipitasi berbentuk cair yang jatuh sampai ke permukaan bumi

(Tjasyono, 2004).

Intensitas hujan (rainfall intensity) adalah banyaknya hujan (tebal hujan) yang

terkumpul dalam suatu selang satuan waktu (Asdak, 2010).

Kala ulang ialah waktu hipotetik dimana hujan dengan besaran tertentu akan

disamai atau dilampaui (Suripin, 2004).

Limpasan Permukaan (runoff) adalah bagian hujan yang mengalir di permukaan

tanah menuju sungai (Triatmodjo, 2010).

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78772/potongan/S1-2015...alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan sifat air bumi serta hubungannya

33

Tebal aliran langsung adalah aliran yang berasal dari hujan efektif yang tidak

disertai dengan aliran dasar (baseflow) dinyatakan dalam satuan tertentu (Sri

Harto, 2003).

Waktu Dasar ialah waktu dimulainya limpasan langsung hingga batas titik akhir

aliran langsung pada kurva resesi (Triatmodjo, 2010).

Waktu Konsentrasi ialah waktu yang dibutuhkan oleh air hujan yang jatuh pada

titik terjauh DAS sampai outlet/titik kontrol (Suripin, 2004).

Waktu Puncak adalah sebagai waktu yang dibutuhkan aliran untuk mencapai

puncak hidrograf (debit puncak) (Triatmodjo, 2010).