BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/31330/2/BAB I .pdf · Peraturan...

25
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai tubuh bumi merupakan tempat tinggal serta tempat beraktifitas bagi manusia dan juga merupakan kekayaan nasional yang dibutuhkan oleh manusia baik secara individual, badan usaha maupun pemerintah dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional. Jadi dengan demikian tanah mempunyai arti penting dan peranan penting dalam hidup dan kehidupan manusia karena sebagian besar kehidupan manusia tergantung dengan tanah 1 . Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional tanah mempunyai peran yang sangat penting, tanah mempunyai fungsi yang sangat strategis, baik sebagai sumber daya alam maupun sebagai ruang untuk pembangunan. Karena kesediaan tanah yang relatif tetap sedangkan kebutuhan akan tanah terus meningkat, maka diperlukan pengaturan yang baik, tegas, dan cermat mengenai penguasaan pemilikan maupun pemanfaatan tanah, sebagai upaya untuk mewujudkan cita-cita penguasaan dan penggunaan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Permasalahan pembangunan di Indonesia erat kaitannya terhadap permasalahan tanah diantara pihak pembangunan dengan pemilik tanah baik secara fisik maupun non fisik. Pembangunan merupakan upaya manusia dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang dipergunakan bagi pemenuhan kebutuhan dan peningkatan kesejahteraan hidup manusia itu sendiri. Manusia memiliki cipta dan 1 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1977, Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan Khususnya Fiducia Di dalam Praktik dan Pelaksanaannya di Indonesia , (Yogyakarta : Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Bulak Sumur, hlm 6

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/31330/2/BAB I .pdf · Peraturan...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/31330/2/BAB I .pdf · Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA),

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanah sebagai tubuh bumi merupakan tempat tinggal serta tempat

beraktifitas bagi manusia dan juga merupakan kekayaan nasional yang

dibutuhkan oleh manusia baik secara individual, badan usaha maupun pemerintah

dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional. Jadi dengan demikian tanah

mempunyai arti penting dan peranan penting dalam hidup dan kehidupan

manusia karena sebagian besar kehidupan manusia tergantung dengan tanah1.

Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional tanah mempunyai peran yang

sangat penting, tanah mempunyai fungsi yang sangat strategis, baik sebagai

sumber daya alam maupun sebagai ruang untuk pembangunan. Karena kesediaan

tanah yang relatif tetap sedangkan kebutuhan akan tanah terus meningkat, maka

diperlukan pengaturan yang baik, tegas, dan cermat mengenai penguasaan

pemilikan maupun pemanfaatan tanah, sebagai upaya untuk mewujudkan cita-cita

penguasaan dan penggunaan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Permasalahan pembangunan di Indonesia erat kaitannya terhadap permasalahan

tanah diantara pihak pembangunan dengan pemilik tanah baik secara fisik

maupun non fisik.

Pembangunan merupakan upaya manusia dalam mengelola dan

memanfaatkan sumber daya yang dipergunakan bagi pemenuhan kebutuhan dan

peningkatan kesejahteraan hidup manusia itu sendiri. Manusia memiliki cipta dan

1 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1977, Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga

Jaminan Khususnya Fiducia Di dalam Praktik dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Yogyakarta :

Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Bulak Sumur, hlm 6

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/31330/2/BAB I .pdf · Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA),

2

rasa dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam untuk meningkatkan

kemakmuran baik untuk generasi sekarang maupun untuk generasi yang akan

datang. Pemanfaatan sumber daya alam bagi kebutuhan generasi sekarang juga

mempertimbangkan dan memperhatikan generasi mendatang dalam memenuhi

kebutuhan tersebut sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan.

Pembangunan oleh pemerintah, khususnya pembangunan fisik mutlak

memerlukan tanah. Tanah tersebut dapat berupa tanah negara maupun tanah hak.

Pembangunan sangat memerlukan tanah sebagai sarana yang paling penting

sedangkan warga masyarakat memerlukan tanah untuk tempat tinggal serta

mencari nafkah, hal inilah yang merupakan suatu polemik didalam keperluan

pembangunan, namun hal ini harus dilakukan agar terciptanya pembangunan

infrastruktur yang dapat dirasakan masyarakat.

Istilah pengadaan tanah secara substansial lebih luas daripada hanya yang

dimaksud pengadaan tanah2.

Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk

mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan

atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan

dengan tanah. Wujud pelaksanaan pengadaan tanah bagi pelaksanaan

pembangunan merupakan suatu cara yang ditempuh oleh pemerintah dalam

rangka mengambil tanah-tanah warga masyarakat demi suatu pembangunan3.

Dalam pembukaan UUD RI 1945 dengan kata-kata : “memajukan

kesejahteraan umum” dalam Pasal 33 ayat (3) menggariskan kebijakan dasar

mengenai penguasaan dan penggunaan sumber-sumber daya alam yang ada,

dengan kata- kata“ Bumi, air dan Kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

2 Yudhi Setiawan, 2009, Instrumen Hukum Campuran (Gemeenschapelijkrecht) dalam

Konsolidasi Tanah, Raja Grafindo Persada, Jakarta., hlm 2. 3 Ibid, hlm 3

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/31330/2/BAB I .pdf · Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA),

3

dikuasai oleh Negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran

rakyat.” Dalam batang tubuh UUD RI 1945 sendiri tidak terdapat penjelasan

mengenai sifat dan lingkup Hak Menguasai dari Negara tersebut. Dalam

penjelasan ayat (3) pasal tersebut hanya dinyatakan, bahwa: “Bumi, air dan

kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi, adalah pokok-pokok

kemakmuran rakyat, sebab itu harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan

untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Baru dengan kelahiran Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan

Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA), yang pada tanggal 24 September 1960,

diberikan penjelasan resmi (otentik) mengenai sifat dan lingkup Hak Menguasai

dari Negara tersebut, Pegaturan hak atas tanah telah diatur di dalam Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

(Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104).

Dalam pelaksanaan pengadaan tanah, atas hak menguasai negara diatur di

dalam Pasal 2 UUPA : (1) Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-

undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan

ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada

tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh

rakyat. Pasal 6 UUPA menyebutkan bahwa Semua hak atas tanah mempunyai

fungsi sosial, Fungsi sosial hak atas tanah sebagaimana dimaksud Pasal 6 UUPA

mengandung beberapa prinsip keutamaan dimana di dalam UUPA menjamin hak

milik pribadi atas tanah tersebut tetapi penggunaannya yang bersifat untuk

kepentingan pribadi maupun kelompok tidak boleh bertentangan dengan

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/31330/2/BAB I .pdf · Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA),

4

kepentingan masyarakat sehingga timbul keseimbangan, kemakmuran, keadilan,

kesejahteraan bagi masyarakat maupun pribadi yang memiliki tanah.

Pasal 18 UUPA dalam kaitannya terhadap pengadaan tanah juga berperan

penting untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta

kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan

memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-

undang. Pengaturan pengadaan tanah juga diatur oleh Undang-Undang Nomor

12 Tahun 12 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan

Umum, serta Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2015 perubahan ke tiga atas

Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan

Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tanah dibagi menjadi dua

yaitu, tanah hak dan tanah Negara. Tanah hak adalah tanah-tanah yang sudah ada

hak di atasnya, contohnya hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak

pakai, hak sewa seperti hak-hak yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA.,

sedangkan tanah negara merupakan tanah-tanah yang belum dihaki dengan hak-

hak perorangan oleh Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) contohnya tanah

bengkok desa.

Apabila tanah yang diperlukan untuk pembangunan itu berupa tanah negara,

maka pengadaan tanahnya tidaklah sulit, yaitu dengan cara pengajuan

permohonan hak atas tanah secara langsung kepada negara, untuk selanjutnya

digunakan untuk pembangunan. Akan tetapi, tanah negara saat ini jarang

ditemukan, oleh karena itu tanah yang diperlukan untuk pembangunan umumnya

adalah tanah hak yang dapat berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/31330/2/BAB I .pdf · Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA),

5

bangunan, dan hak pakai.

Negara selaku badan penguasa yang memiliki hak menguasai yang

menurut konsep UUPA, pengertian “dikuasai” oleh negara bukan berarti

“dimiliki”, melainkan hak yang member wewenang kepada Negara untuk

menguasai seperti hal tersebut4. Negara akan dapat senantiasa mengendalikan

atau mengarahkan pembangunan sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang

ada, yaitu dalam lingkup penguasaan secara yuridis yang beraspek publik5.

Penguasaan tanah untuk kepentingan publik salah satunya diperlukan untuk

pembentukan pembangunan perkantoran kabupaten Kerinci

Masalah tanah adalah masalah yang menyangkut hak rakyat yang paling

dasar. Tanah disamping mempunyai nilai ekonomis juga berfungsi sosial, oleh

karena itulah kepentingan pribadi atas tanah tersebut dikorbankan guna

kepentingan umum. Ini dilakukan dengan pelepasan hak atas tanah dengan

mendapat ganti rugi yang tidak berupa uang semata akan tetapi juga berbentuk

tanah atau fasilitas lain.

Masalah pembebasan tanah sangat rawan dalam penanganannya, karena di

dalamnya menyangkut hajat hidup orang banyak, apabila dilihat dari kebutuhan

pemerintah akan tanah untuk keperluan pembangunan, dapatlah dimengerti bahwa

tanah negara yang tersedia sangatlah terbatas, oleh karena itu satu-satunya cara

yang dapat ditempuh adalah dengan membebaskan tanah milik masyarakat, baik

yang telah dikuasai dengan hak berdasarkan Hukum Adat maupun hak- hak

lainnya menurut UUPA

4 Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan

Hukum, Djambatan, Jakarta, hlm 234 5 Muhammad Bakri, 2007, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru

Untuk Reformas Agraria), Yogyakarta: Citra Media, 2007 hlm. 5

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/31330/2/BAB I .pdf · Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA),

6

Proses pembebasan tanah tidak akan pernah lepas dengan adanya masalah

ganti rugi, maka perlu diadakan penelitian terlebih dahulu terhadap segala

keterangan dan data- data yang diajukan dalam mengadakan taksiran pemberian

ganti rugi. Apabila telah tercapai suatu kesepakatan mengenai bentuk dan

besarnya ganti rugi, maka baru dilakukan pembayaran ganti rugi kemudian

dilanjutkan dengan pelepasan atau penyerahan hak atas tanah yang bersangkutan.

Apabila pembebasan tanah melalui musyawarah tidak mendapatkan jalan

keluar antara pemerintah dengan pemegang hak atas tanah, sedangkan tanah

tersebut akan digunakan untuk kepentingan umum, maka dapat ditempuh dengan

cara pencabutan hak atas tanah sebagaimana di atur dalam Undang- Undang

Nomor 20 Tahun 1961.

Pembangunan yang diperuntukan bagi kepentingan umum dewasa ini

menuntut adanya pemenuhan kebutuhan akan pengadaan tanah secara cepat.

Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam bentuk Undang – Undang

Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan

Bagi Kepentingan Umum menjadi salah satu payung hukum bagi pemerintah

dalam hal mempermudah penyediaan tanah untuk pembangunan tersebut. Melalui

kebijakan tersebut, melalui mekanisme pencabutan hak atas tanah, pemerintah

mempunyai kewenangan untuk mengambil tanah milik masyarakat yang secara

kebetulan diperlukan untuk pembangunan bagi kepentingan umum.

Mekanisme musyawarah yang seharusnya menjadi sarana untuk mencari

jalan tengah dalam menentukan besarnya ganti kerugian seringkali tidak

mencapai kata sepakat dan karenanya dengan alasan kepentingan umum, maka

pemerintah melalui panitia pengadaan tanah dapat menentukan secara sepihak

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/31330/2/BAB I .pdf · Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA),

7

besarnya ganti rugi dan kemudian menitipkannya ke pengadilan negeri setempat

melalui prosedur konsinyasi.

Hal itulah yang kemudian menjadi permasalahan, bahwa konsinyasi

yang diterapkan dalam Undang – undang ini berbeda dengan konsinyasi yang di

atur dalam KUHPerdata, di mana dalam KUHPerdata konsinyasi dapat dilakukan

jika sebelumnya terdapat hubungan hukum antara para pihak. Sedangkan dalam

Perpres justru sebaliknya, konsinyasi diterapkan disaat kesepakatan antara para

pihak tidak tercapai, tidak ada hubungan hukum sama sekali diantara para pihak

tersebut.

Perbedaan dalam hal konsep penerapan konsinyasi inilah yang

mengindikasikan bahwa Perpres No. 65 Tahun 2006 lebih memihak investor

daripada nasib masyarakat yang tanahnya harus diambil untuk pembangunan yang

seringkali mengatasnamakan kepentingan umum. Penerapan konsinyasi dalam

Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi

Pelaksanaan Pembangunan Bagi Kepentingan Umum ini sebagai alternatif

penyelesaian konflik pengadaan tanah bisa jadi membawa dampak pada

kesewenang - wenangan pemerintah dalam hal penggusuran atau pengusiran

secara paksa. Padahal alternatif terakhir yang dapat ditempuh adalah dengan

pengajuan permohonan pencabutan hak atas tanah berdasarkan UU No. 20 Tahun

1961, dan bukannya dengan mengkonsinyasikan uang ganti rugi ke pengadilan

negeri dan menganggap kewajibannya dalam pembebasan lahan sudah selesai,

dan dengan serta merta melakukan pembangunan di lahan tersebut.

Secara geografis Kabupaten Kerinci berada di ujung paling barat Propinsi

Jambi. Daerah ini berupa dataran tinggi yang berada di antara 500 s/d 1.500 meter

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/31330/2/BAB I .pdf · Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA),

8

dari permukaan laut. Luas Wilayah Kabupaten Kerinci adalah 380.000 Ha dan

merupakan Kabupaten terkecil ketiga di antara Kabupaten/Kota yang ada di

Propinsi Jambi (seluas 7,20% dari total luas Propinsi Jambi). Sementara sejumlah

191.822 Ha (50,37%) merupakan wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat. Hanya

sekitar 189.27 Ha (49,63%) yang menjadi kawasan hunian, hutan konservasi dan

lahan pertanian serta perkebunan. Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS)

dikenal sebagai surga bagi keanekaragaman hayati sekaligus berfungsi sebagai

paru-paru dunia6.

Pada tahun 2010 jumlah penduduk Kabupaten Kerinci tercatat sebanyak

241.067 jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 119.020 jiwa dan

perempuan sebanyak 21.605 jiwa, sedangkan laju pertumbuhan penduduk sebesar

0,83 persen per tahun. Penduduk Kabupaten Kerinci tersebar di 16 kecamatan,

yaitu: Kecamatan Batang Merangin, Kecamatan Gunung Raya, Kecamatan Bukit

Kerman, Kecamatan Danau Kerinci, Kecamatan Keliling Danau, Kecamatan

Sitinjau Laut, Kecamatan Air Hangat, Kecamatan Air Hangat Timur, Kecamatan

Air Hangat Barat, Kecamatan Depati Tujuh, Kecamatan Siulak, Kecamatan Siulak

Mukai, Kecamatan Gunung Kerinci, Kecamatan Kayu Aro, Kecamatan Kayu Aro

Barat, dan Kecamatan Gunung Tujuh. Serta 286 desa dan 2 kelurahan tersebar di

sana.

Secara administratif di sebelah utara Kabupaten Kerinci berbatasan dengan

Kabupaten Solok Selatan, Propinsi Sumatera Barat. Di sebelah selatan berbatasan

dengan Kabupaten Merangin, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bungo

dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Muko-muko, Propinsi Bengkulu.

6 www.pemkab-kerinci.go.id/ Sekilas Tentang Pembangunan Daerah Kabupaten Kerinci

,diakses pada tanggal 1 Maret 2017

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/31330/2/BAB I .pdf · Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA),

9

Sementara di tengah-tengah Kabupaten Kerinci terdapat wilayah administratif

Kota Sungai Penuh yang merupakan hasil pemekaran sebagaimana di atur dalam

Undang – Undang No 25 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kotamadya Sungai

Penuh.7

Atas dasar itulah Pemerintah Kabupaten Kerinci mengadakan pengadaan

tanah untuk pembangunan fasilitas umum untuk kelancaran pemerintahan guna

kelancaran aktivitas pemerintahan, dimana tanahnya berasal dari hibah dengan

cara pelepasan / pembebasan tanah hak atas milik adat yang menjadi tanah

negara. Bahwa selama ini masih banyak terdapat tanah – tanah instansi

pemerintah Kerinci baik itu yang didapat dalam pengadaan tanah yang belum

bersertifikat, untuk itu perlu didaftarkan segera. Berdasarkan informasi dan

laporan dari bagian aset Pemerintah Kabupaten Kerinci dilaporkan aset tanah

Pemerintah Kabupaten Kerinci dilaporkan aset tanah milik Pemkab Kerinci belum

bersertifikat sangat banyak hal ini sesuai dengan yang diterbitkan oleh Sekretaris

Daerah Kabupaten Kerinci Nomor 030/655/VI/DPPKA/2016 tanggal 27 Februari

2016 terdapatnya 37 ( tiga puluh tujuh ) porsil tanah yang belum bersetifika ,

untuk itu pemerintah Kerinci menargetkan akan menyelesaikan secara bertahap,

diantaranya berupa tanah sekolah, puskesmas, gedung kantor, maupun tanah

kosong

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka perlu adanya

perumusan masalah guna mempermudah pembahasan selanjutnya. Adapun

permasalahan yang akan dikemukakan adalah sebagai berikut :

7 Ibid.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/31330/2/BAB I .pdf · Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA),

10

1. Bagaimana pengurusan hak atas tanah pasca pengadaan tanah bagi

pembangunan untuk kepentingan umum di Kabupaten Kerinci?

2. Hambatan – hambatan yang timbul dalam pengurusan atas tanah pasca

pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum di

Kabupaten Kerinci ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan

diatas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengurusan hak atas tanah pasca pengadaan tanah

bagi pembangunan untuk kepentingan umum di Kabupaten Kerinci.

2. Untuk mengetahui hambatan – hambatan yang timbul dalam pengurusan

atas tanah pasca pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan

umum di Kabupaten Kerinci.

D. Manfaat Penelitian

Berangkat dari perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, ada

beberapa manfaat yang ingin penulis peroleh. Adapun manfaat tersebut

penulis kelompokan menjadi 2 ( dua ) kelompok, yaitu :

1. Manfaat Teoritis.

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk

mengembangkan ilmu pengetahuan di Bidang Hukum Agraria

khususnya Hukum Pertanahan terutama bagi praktisi pengadaan

tanah yang terlibat langsung dalam proses pelaksanaan yaitu tim

pelaksana pengadaan tanah dan masyarakat.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/31330/2/BAB I .pdf · Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA),

11

b. Diharapkan dapat membandingkan kebenaran pengetahuan yang

diperoleh pada saat perkulihan dengan pelaksanaan dan kenyataan

yang terjadi di lapangan sehingga dapat dicari persamaan dan

perbedaan yang jelas antar teori dan praktek

2. Manfaat Praktis

a. Melalui penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi

pihak – pihak yang terlibat langsung dalam pelaksanaan pengurusan

hak – hak atas tanah serta pendaftaran dalam hal tanah yang di jual

untuk pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan bagi

kepentingan umum agar dapat menghindari permasalahan -

permasalahan di kemudian hari serta memberikan informasi kepada

masyarakat bagaimana proses pelaksanaan pengurusan hak – hak

atas tanah serta pendaftaran tanah oleh pemerintah daerah Kabupaten

Kerinci dilaksanakan dengan benar sehingga pada akhirnya tercapai

jaminan kepastian hukum.

b. Diharapkan bermanfaat bagi masyarakat dan kaum akademisi dalam

pengetahuan pemahaman hukum Agraria.

E. Keaslian Penelitian

Dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah bagaimana pelaksanaan

Pengurusan Hak Atas Tanah Pasca Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan

Untuk Kepentingan Umum Di Kabupaten Kerinci Sehingga penelitian ini

merupakan satu – satunya dan karya asli dan pemikiran yang objektif dan jujur.

Keseluruhan proses penulisan sampai pada hasilnya merupakan upaya mengkaji

kebenaran ilmiah yang dapat dipertangung jawabkan.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/31330/2/BAB I .pdf · Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA),

12

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang telah dilakukan, diketahui ada

beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan permasalahan Pendaftaran

Tanah, antara lain :

1. Tesis atas nama Sri Lilmardany, Program Studi Magister Kenotariatan

Fakultas Hukum Universitas Andalas, tahun 2013 yang berjudul :

“Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kalinya Menurut Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 di Kota Padang”. Permasalahan

yang diteliti adalah bagaimana pelayanan kantor pertanahan kota

Padang terhadap pendaftaran tanah untuk pertama kalinya terhadap

tanah adat, pendaftaran tanah untuk pertama kali terhadap tanah negara

dan apakah kendala – kendala yang dihadapi kantor pertanahan kota

Padang dalam kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kalinya.

2. Tesis atas nama Dwi Fratmawati, Program Studi Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, tahun 2006

yang berjudul : “ Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembagunan

Untuk Kepentingan Umum di Semarang ( Studi Kasus Pelebaran Jalan

Raya Ngaliyan – Mijen ) “ . Permasalahan yang diteliti adalah

bagaimana proses / pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan

pelebaran jalan Ngaliyen – Mijen Semarang.

F. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Landasan teoritis adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum

atau teori khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, aturan hukum, norma-

norma dan lain-lain yang akan dipakai sebagai landasan untuk membahas

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/31330/2/BAB I .pdf · Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA),

13

permasalahan penelitian. Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-

pemikiran teoritis, oleh karena ada hubungan timbal baik yang erat antara teori

dengan kegiatan pengumpulan dan pengolahan data, analisa, serta kontruksi,

dan data – data.

a. Teori Kepastian Hukum

Kepastian Hukum berarti bahwa dengan adanya hukum setiap orang

mengetahui yang mana dan seberapa haknya dan kewajibannya serta teori

“kemanfaatan hukum”, yaitu terciptanya ketertiban dan ketentraman dalam

kehidupan masyarakat, karena adanya hukum tertib (rechtsorde).

Teori Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu

pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui

perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa

keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena

dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat

mengetahui apa saja yang boleh dibabankan atau dilakukan oleh Negara

terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam

undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim

antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus

yang serupa yang telah diputuskan.

Teori kepastian hukum menegaskan bahwa tugas hukum itu

menjamin kepastian hukum dalam hubungan-hubungan pergaulan

kemasyarakatan. Terjadi kepastian yang dicapai “oleh karena hukum”.

Dalam tugas itu tersimpul dua tugas lain yakni hukum harus menjamin

keadilan maupun hukum harus tetap berguna. Akibatnya kadang-kadang

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/31330/2/BAB I .pdf · Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA),

14

yang adil terpaksa dikorbankan untuk yang berguna. Ada 2 (dua) macam

pengertian “kepastian hukum” yaitu kepastian oleh karena hukum dan

kepastian dalam atau dari hukum.

Kepastian dalam hukum tercapai kalau hukum itu sebanyak-

banyaknya hukum undang-undang dan bahwa dalam undang-undang itu

tidak ada ketentuan-ketentuan yang bertentangan, undang-undang itu dibuat

berdasarkan “rechtswerkelijkheid” (kenyataan hukum) dan dalam undang-

undang tersebut tidak dapat istilah-istilah yang dapat di tafsirkan berlain-

lainan

Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma adalah

pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das sollen, dengan

menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-

norma adalah produk dan aksi manusia yang deliberatif. Undang-Undang

yang berisi aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi

individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan

dengan sesama individu maupun dalam hubungannya dengan masyarakat.

Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau

melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan itu dan pelaksanaan

aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum.8

Menurut Gustav Radbruch, hukum harus mengandung 3 (tiga) nilai

identitas, yaitu sebagai berikut :

1. Asas kepastian hukum (rechtmatigheid). Asas ini meninjau dari sudut

yuridis.

8 Hans Kelsen dalam Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana,

Jakarta, 2008, hlm.158

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/31330/2/BAB I .pdf · Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA),

15

2. Asas keadilan hukum (gerectigheit). Asas ini meninjau dari sudut

filosofis, dimana keadilan adalah kesamaan hak untuk semua orang di

depan pengadilan

3. Asas kemanfaatan hukum (zwechmatigheid atau doelmatigheid atau

utility.9

Tujuan hukum yang mendekati realistis adalah kepastian hukum

dan kemanfaatan hukum. Kaum Positivisme lebih menekankan pada

kepastian hukum, sedangkan Kaum Fungsionalis mengutamakan

kemanfaatan hukum, dan sekiranya dapat dikemukakan bahwa “summum

ius, summa injuria, summa lex, summa crux” yang artinya adalah hukum

yang keras dapat melukai, kecuali keadilan yang dapat menolongnya,

dengan demikian kendatipun keadilan bukan merupakan tujuan hukum satu-

satunya akan tetapi tujuan hukum yang paling substantif adalah keadilan. 10

Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian,

yaitu pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu

mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua,

berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah

karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat

mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara

terhadap individu.11

Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik

9 Gustav Radbruch dalam Dwika,“Keadilan dari Dimensi Sistem Hukum”,

http://hukum.kompasiana.com. (02/04/2011), diak ses pada 24 Januari 2016 10

Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum,

Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2010, hlm 59 11

Utrecht dalam Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Penerbit Citra

Aditya Bakti,Bandung, 1999, hlm.23.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/31330/2/BAB I .pdf · Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA),

16

yang didasarkan pada aliran pemikiran positivistis di dunia hukum, yang

cenderung melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom, yang mandiri,

karena bagi penganut pemikiran ini, hukum tak lain hanya kumpulan aturan.

Bagi penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain dari sekedar menjamin

terwujudnya kepastian hukum. Kepastian hukum itu diwujudkan oleh

hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum yang

bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa

hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan,

melainkan semata-mata untuk kepastian.12

b. Teori Perlindungan Hukum

Teori yang digunakan dalam kasus ini adalah teori perlindungan

hukum oleh Philipus M. Hadjon, dalam kepustakaan hukum berbahasa

Belanda dikenal dengan sebutan “rechtbescherming van de burgers.”

Pendapat ini menunjukkan kata perlindungan hukum merupakan terjemahan

dari Bahasa Belanda yakni “rechtbescherming.” 13

Philipus M Hadjon

membedakan perlindungan hukum bagi rakyat dalam 2 (dua) macam yaitu:

1. Perlindungan hukum reprensif artinya ketentuan hukum dapat

dihadirkan sebagai upaya pencegahan terhadap tindakan pelanggaran

hukum. Upaya ini diimplementasikan dengan membentuk aturan

hukum yang bersifat normatif.

2. Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah

terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap

12

Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Penerbit

Toko Gunung Agung, Jakarta, 2002, hlm.82-83 13

Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia: Sebuah Studi

tentang Prinsip-Prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum

dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara, Bina Ilmu, Surabaya, hal. 1

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/31330/2/BAB I .pdf · Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA),

17

hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi.

Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan

terjadinya sengketa, termasuk penanganannya di lembaga peradilan.

Menurut Soerjono Soekanto fungsi hukum adalah untuk mengatur

hubungan antara negara atau masyarakat dengan warganya, dan hubungan

antara sesama warga masyarakat tersebut, agar kehidupan dalam masyarakat

berjalan dengan tertib dan lancar. Hal ini mengakibatkan bahwa tugas

hukum untuk mencapai kepastian hukum (demi adanya ketertiban) dan

keadilan dalam masyarakat. Kepastian hukum mengharuskan diciptakannya

peraturan umum atau kaidah umum yang berlaku umum. Agar tercipta

suasana aman dan tentram dalam masyarakat, maka kaidah dimaksud harus

ditegakkan serta dilaksanakan dengan tegas. 14

Hukum pada hakikatnya adalah sesuatu yang abstrak, tetapi dalam

manifestasinya bisa berwujud konkrit. Suatu ketentuan hukum baru dapat

dinilai baik jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah

kebaikan, kebahagian yang sebesar-besarnya dan berkurangnya

penderitaan.15

Menurut teori konvensional, tujuan hukum adalah mewujudkan

keadilan (rechtsgerechtigheid), kemanfaatan (rechtsutiliteit) dan kepastian

hukum (rechtszekerheid).16

Menurut Satjipto Raharjo, ”Hukum melindungi

kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan

kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.

14

Soerjono Soekanto, 1999, Penegakkan Hukum, Binacipta, Bandung hlm 15 15

Lili Rasjidi dan I. B. Wyasa Putra, 2003, Hukum Sebagai Suatu Sistem Remaja

Rosdakarya, Bandung, hlm. 79 16

Achmad Ali, 2002, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis),

PT. Gunung Agung Tbk, Jakarta, hlm. 85

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/31330/2/BAB I .pdf · Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA),

18

Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti,

ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah

yang disebut hak. Tetapi tidak di setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa

disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu yang menjadi

alasan melekatnya hak itu pada seseorang.17

Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya

untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh

penguasa tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban

dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati

martabatnya sebagai manusia. Ada pula menurut Muchsin, perlindungan

hukum merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan

menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma

dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam

pergaulan hidup antar sesama manusia.

Pada dasarnya terdapat hubungan antara subjek hukum dengan objek

yang dilindungi oleh hukum yang dapat menimbulkan adanya hak dan

kewajiban dari masing-masing pihak. Hak dan kewajiban di dalam

hubungan hukum tersebut harus mendapatkan perlindungan oleh hukum,

sehingga anggota masyarakat merasa aman dalam melaksanakannya. Hal ini

menunjukkan bahwa arti dari perlindungan hukum itu sendiri adalah

pemberian kepastian atau jaminan bahwa seseorang yang melakukan hak

dan kewajiban telah dilindungi oleh hukum.

Adanya hubungan hukum yang terjadi antara pembeli lelang, debitur

17

Satjipto Rahardjo, 2012, Ilmu hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 53

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/31330/2/BAB I .pdf · Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA),

19

dan kreditur menciptakan adanya perlindungan hukum, dalam hal ini

perlindungan hukum dapat diartikan bahwa hubungan antara kreditur dan

debitur tidaklah mengurangi perlindungan hukum yang seharusnya diterima

oleh pembeli lelang tersebut.

2. Kerangka Konseptual

Selain didukung dengan kerangka teoritis, penulisan ini juga di dukung

oleh kerangka konseptual yang merumuskan defenisi – defenisi tertentu yang

berhubungan dengan judul yang diangkat, yang dijabarkan sebagai berikut :

1. Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh

Pemerintah secara terus – menerus, berkesinambungan dan teratur,

meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta

pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar,

mengenai bidang – bidang tanah dan satuan – satuan rumah susun,

termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang – bidang

tanah yang sudah haknya dan hak milik satuan rumah susun serta hak –

hak tertentu yang membebaninya.18

2. Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali adalah kegiatan

pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap objek pendaftaran tanah

yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10

Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah atau Peraturan Pemerintah

ini.19

3. Pendaftaran Tanah Secara Sistematik adalah kegiatan pendaftaran

tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi

18

Pasal 1 butir 1 , Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah 19

Ibid , Pasal 1 butir 9

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/31330/2/BAB I .pdf · Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA),

20

semua objek pendaftaran tanah yang belum di daftar dalam wilayah

atau bagian wilayah suatu desa / kelurahan.20

4. Pendafataran Tanah Secara Sporadik adalah kegiatan pendaftaran

tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek

pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/ atau

kelurahan secara individual atau massal.21

5. Pejabat Pembuat Akta Tanah , selanjutnya disebut PPAT , adalah

pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta – akta

autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah

atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.22

6. Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara

memberikan ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang

berhak. 23

G. Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan Masalah

Pendekatan penelitian yang peneliti gunakan adalah Hukum yuridis

empiris (sociolegal research). Pendekatan Yuridis digunakan untuk

menganalisis berbagai Peraturan Perundang–undangan berkaitan dengan

permasalahan diatas, Sedangkan Pendekatan Empiris digunakan untuk

20

Ibid, Pasal 1 butir 10. 21

Ibid, Pasal 1 burir 11 22

Pasal 1 butir 1, Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan

Pejabat Pembuat Akta Tanah 23

Pasal 1 ayat 2 UU No, 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan

Kepentingan Umum ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 22, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5280 )

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/31330/2/BAB I .pdf · Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA),

21

menganalisis hukum dengan melihat ke sesuatu kenyataan hukum di dalam

masyarakat. 24

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk

melukiskan tentang keadaan sesuatu hal di daerah tertentu dan pada saat

tertentu. Penelitian ini berdasarkan sifatnya merupakan penelitian bersifat

deskriptif analitis yang bertujuan memaparkan hasil penelitian yang sedetil

mungkin tentang permasalahan diatas, serta kendala yang dihadapi dan

upaya hukum apa yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan masalah

tersebut.

2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini :

1. Data Primer / Data Lapangan

Data Primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari hasil

penelitian di lapangan yang diperoleh langsung dari dan kantor Badan

Pertanahan Nasional (BPN) kabupaten Kerinci yang dilakukan dengan

wawancara / interview, teknik wawancara yang dilakukan adalah

wawancara semi terstruktur maksudnya pertanyaan telah disusun dan

disiapkan sebelumnya, tetapi tidak tertutup kemungkinan untuk

menanyakan suatu hal yang ada kaitannya dengan pertanyaan yang

sedang ditanyakan dengan pertanyaan selanjutnya, wawancara ini

dilakukan dengan pihak – pihak yang terkait dalam masalah.

24

Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm 105

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/31330/2/BAB I .pdf · Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA),

22

2. Data Sekunder

Sumber data sekunder dalam penelitian ini utamanya adalah bahan

hukum yang terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai

kekuatan hukum mengikat yang mencakup perundang –

undangan yang berlaku yang ada kaitannya dengan permasalahan

di atas. Adapun peraturan yang dipergunakan adalah :

1. Kitab Undang – Undang Hukum Perdata.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960

tentang Pokok – Pokok Hukum Agraria.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak

Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah

4. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah

5. Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan

Tanah Untuk Pembangunan Bagi Kepentingan Umum.

6. Undang – Undang Nomor 20 Tahun 1961 ( LN tahun 1961

No. 288 ) tentang Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda –

Benda Yang Ada diatasnya.

7. Peraturan Kepala BPN Nomor 5 Tahun 2012 tentang

Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah.

b. Bahan Hukum Sekunder, bahan hukum memberikan penjelasan

mengenai hal bahan hukum Primer yang terkait dengan penelitian

yang dilakukan, diantaranya :

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/31330/2/BAB I .pdf · Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA),

23

1. Buku – buku yang berkaitan.

2. Makalah – makalah dan hasil penelitian lainnya.

3. Teori – teori hukum dan pendapat sarjana melalui literatur

yang dipakai.

c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder, seperti berasal dari Kamus Hukum dan

Eksiklopedia yang berhubungan dengan penelitian yang

dilakukan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Studi Dokumen

Studi dokumen bagi penelitian hukum meliputi studi bahan – bahan

hukum yang terdiri dari bahan – bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder, dan bahan hukum tertier. Langkah – langkah yang

ditempuh untuk melakukan studi dokumen dimaksud dimulai dari

studi dokumen terhadap bahan hukum primer, kemudian baru bahan

hukum sekunder dan tertier. 25

Setiap bahan itu harus diperiksa ulang validasi dan reabilitasnya,

sebab hal ini sangat menentukan hasil suatu penelitian.

2. Wawancara Mendalam ( Indepth Interview ) yaitu melakukan

pertanyaan tanya jawab / wawancara yang dilakukan berulang kali

dengan responden di lokasi penelitian. Responden terdiri dari para

25

Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995, hlm 13 - 14

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/31330/2/BAB I .pdf · Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA),

24

pejabat pada Kantor Badan Pertanahan Negara ( BPN ) kabupaten

Kerinci.

4. Teknik Pengolahan dan Analisis data

Dari bahan atau data – data yang diperoleh melalui data primer dan data

sekunder tidak semua dimasukkan ke dalam hasil penelitian, akan tetapi

terlebih dahulu dipilih data yang berkaitan dengan permasalahan yang akan

diteliti kemudian dituangkan dalam bentuk logis dan sistematis sehingga

diperoleh data – data yang terstruktur. Untuk menganalisa data yang

diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif yaitu analisa terhadap data –

data untuk menghasilkan data yang tersusun secara sistematis berdasarkan

peraturan perundang – undangan, pendapat para ahli dan hasil penelitian

penulis.

H. Sistematika Penulisan

Agar penulisan tesis ini lebih terarah dan teratur, maka akan dibagi dalam 4

bab yakni :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini akan berisikan uraian – uraian tentang latar

belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, metode penelitian,

sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini membahas tentang teori – teori dan konsep – konsep

mempunyai yang mempunyai relevansi dengan masalah yang

diteliti yaitu membahas tentang Pengadaan Tanah bagi

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/31330/2/BAB I .pdf · Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA),

25

pembangunan untuk kepentingan umum yang berdasarkan dalam

peraturan perundang – undangan.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan membahas tentang uraian permasalahan yang

akan diteliti mengenai Pengadaan Tanah bagi pembangunan

untuk kepentingan umum dan hambatan – hambatan dalam

mengatasi masalahnya yang terdapat di Kabupaten Kerinci

BAB IV PENUTUP

Merupakan bab penutup dari tesis yang mana berisikan tentang

kesimpulan yang ditarik mulai dari bab I sampai dengan bab III.

Pada bab ini juga berisikan tentang saran sebagai sumbangan

pemikiran guna melengkapi tujuan penulisan tesis ini.