BAB I.docx

21
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Pada dasarnya epilepsi merupakan suatu penyakit Susunan Saraf Pusat (SSP) yang timbul akibat adanya ketidakseimbangan polarisasi listrik di otak. Ketidakseimbangan polarisasi listrik tersebut terjadi akibat adanya fokus-fokus iritatif pada neuron sehingga menimbulkan letupan muatan listrik spontan yang berlebihan dari sebagian atau seluruh daerah yang ada di dalam otak. Epilepsi sering dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang berat bagi penyandangnya (pendidikan yang rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial, rasa rendah diri, kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya). Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak- anak. Pada tahun 2000, diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 37 juta orang di antaranya adalah epilepsi primer, dan 80% tinggal di negara berkembang. Laporan WHO (2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi aktif di antara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi dan insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara berkembang. Epilepsi dihubungkan dengan angka cedera yang tinggi, angka kematian yang tinggi, stigma sosial yang buruk,

Transcript of BAB I.docx

2

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANGEpilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Pada dasarnya epilepsi merupakan suatu penyakit Susunan Saraf Pusat (SSP) yang timbul akibat adanya ketidakseimbangan polarisasi listrik di otak. Ketidakseimbangan polarisasi listrik tersebut terjadi akibat adanya fokus-fokus iritatif pada neuron sehingga menimbulkan letupan muatan listrik spontan yang berlebihan dari sebagian atau seluruh daerah yang ada di dalam otak. Epilepsi sering dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang berat bagi penyandangnya (pendidikan yang rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial, rasa rendah diri, kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya).Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak. Pada tahun 2000, diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 37 juta orang di antaranya adalah epilepsi primer, dan 80% tinggal di negara berkembang. Laporan WHO (2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi aktif di antara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi dan insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara berkembang.Epilepsi dihubungkan dengan angka cedera yang tinggi, angka kematian yang tinggi, stigma sosial yang buruk, ketakutan, kecemasan, gangguan kognitif, dan gangguan psikiatrik. Pada penyandang usia anak-anak dan remaja, permasalahan yang terkait dengan epilepsi menjadi lebih kompleks.Penyandang epilepsi pada masa anak dan remaja dihadapkan pada masalah keterbatasan interaksi sosial dan kesulitan dalam mengikuti pendidikan formal. Mereka memiliki risiko lebih besar terhadap terjadinya kecelakaan dan kematian yang berhubungan dengan epilepsi. Permasalahan yang muncul adalah bagaimana dampak epilepsi terhadap berbagai aspek kehidupan penyandangnya. Masalah yang muncul adalah bagaimana hal tersebut bisa muncul, bagaimana manifestasinya dan bagaimana penanganan yang dapat dilakukan untuk kasus ini masih memerlukan kajian yang lebih mendalam.Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan medikamentosa dan perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah bagaimana meminimalisasikan dampak yang muncul akibat penyakit ini bagi penderita dan keluarga maupun merubah stigma masyarakat tentang penderita epilepsi. Pemahaman epilepsi secara menyeluruh sangat diperlukan oleh seorang perawat sehingga nantinya dapat ditegakkan asuhan keperawatan yang tepat bagi klien dengan epilepsi.Berdasarkan pemaparan di atas penulis tertarik untuk membahas asuhan keperawatan pada klien dengan epilepsy.

B. TujuanYang menjadi tujuan dalam penyusunan makalah ini yaitu :a) Menjelaskan tentang Definisi Epilepsib) Mengetahui Etiologi dari Epilepsic) Menjelaskan Patofisiologi Epilepsi

C. Rumusan masalah1. Bagaimana konsep teori dari penyakit Epilepsi ?2. Bagaimana patofisiologi dari penyakit Epilepsi ?

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. PENGERTIAN EPILEPSIEpilepsi atau yang lebih sering disebut ayan atau sawan adalah gangguan sistem saraf pusat yang terjadi karena letusan pelepasan muatan listrik sel saraf secara berulang, dengan gejala penurunan kesadaran, gangguan motorik, sensorik dan mental, dengan atau tanpa kejang-kejang (Ahmad Ramali, 2005 :114).Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan muatan listrik yang abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif Mansjoer , 2000 :27).Epilepsi adalah serangan kehilangan atau gangguan kesadaran rekuren dan paroksimal, biasanya dengan spasme otot tonik-klonik bergantian atau tingkah laku abnormal lainnya (Helson, 2000 : 339-345).Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan dan berkala (Harsono, 2007).Epilepsi adalah gangguan kejang kronis dengan kejang berulang yang terjadi dengan sendirinya, yang membutuhkan pengobatan jangka panjang (Judit M Wilkinson, 2002 : 576).

B. KLASIFIKASI EPILEPSI1. Berdasarkan penyebabnyaa. Epilepsi idiopatik: bila tidak di ketahui penyebabnya.b. Epilepsi simtomatik: bila ada penyebabnya. 2. Berdasarkan letak fokus epilepsi atau tipe bangkitana. Epilepsi partial (lokal, fokal)1) Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran tetap normal.Dengan gejala motorik : Fokal motorik tidak menjalar : epilepsi terbatas pada satu bagian tubuh saja. Fokal motorik menjalar : epilepsi dimulai dari satu bagian tubuh dan menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson. Versif : epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata, tubuh. Postural : epilepsi disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap tertentu. Disertai gangguan fonasi : epilepsi disertai arus bicara yang terhenti atau pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu

Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (epilepsi disertai halusinasi sederhana yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan yang disertai vertigo). Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk jarum. Visual : terlihat cahaya. Auditoris : terdengar sesuatu. Olfaktoris : terhidu sesuatu. Gustatoris : terkecap sesuatu. Disertai vertigoDengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium, pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil).Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur) Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau bagian kalimat. Dimensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya. Mungkin mendadak mengingat suatu peristiwa di masa lalu, merasa seperti melihatnya lagi. Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah. Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut. Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih besar. Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara, musik, melihat suatu fenomena tertentu, dll.2) Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai gangguan kesadaran.Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-mula baik kemudian baru menurun.Dengan gejala parsial sederhana A1-A4. Gejala-gejala seperti pada golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran. Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul dengan sendirinya, misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut muka berubah seringkali seperti ketakutan, menata sesuatu, memegang kancing baju, berjalan, mengembara tak menentu, dll.3) Epilepsi parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik, klonik). Epilepsi parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum. Epilepsi parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum. Epilepsi parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu berkembang menjadi bangkitan umum.b. Epilepsi umum1) Petit mal/ Lena (absence) Lena khas (tipical absence)Pada epilepsi ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak bicara. Biasanya epilepsi ini berlangsung selama menit dan biasanya dijumpai pada anak. Hanya penurunan kesadaran. Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya dijumpai pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya bilateral. Dengan komponen atonik. Pada epilepsi ini dijumpai otot-otot leher, lengan, tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak mengulai. Dengan komponen klonik. Pada epilepsi ini, dijumpai otot-otot ekstremitas, leher atau punggung mendadak mengejang, kepala, badan menjadi melengkung ke belakang, lengan dapat mengetul atau mengedang. Dengan automatisme. Dengan komponen autonom. Lena tak khas (atipical absence)Dapat disertai: Gangguan tonus yang lebih jelas. Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.2) Grand Mal Mioklonik Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur. Klonik Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali pada anak. Tonik Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi tungkai. Epilepsi ini juga terjadi pada anak. Tonik- klonikEpilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu epilepsi. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira menit diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala. Atonik Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Epilepsi ini terutama sekali dijumpai pada anak.c. Epilepsi tak tergolongkanTermasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau pernapasan yang mendadak berhenti sederhana.

BAB IIIPEMBAHASANA. Pathway

Faktor predisposisi:Pascatrauma kelahiran, asfiksia neonatorum, pascacedera kepalaRiwayat bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsiAdanya riwayat penyakit infeksi pada masa kanak-kanakAdanya riwayat keracunan, riwayat gangguan sirkulasi serebralRiwayat demam tinggi, riwayat gangguan metabolisme, dan nutrisi/giziRiwayat tumor otak, abses, kelainan bawaan, dan keturunan epilepsi

Gangguan pada system listrik dari sel-sel saraf pusat pada suatu bagian otak

Sel-sel memberikan muatan listrik yang abnormal, berlebihan, secara berulang, dan tidak terkontrol

Aktivitas kejang umum lama akut, tanpa perbaikan kesadaran penuh di antara seranganPeriode pelepasan impuls yang tidak diinginkan

Status epileptikusKebutuhan metabolic besar

Hipoksia otakGangguan pernapasan

Kerusakan otak permanenEdema serebral

Kejang parsialKejang umumGangguan perilaku, alam perasaan, sensasi, dan persepsi

Peka rangsangRespons pascakejang(postikal)

Kejang berulangRespons psikologis:KetakutanRespons penolakanPenurunan nafsu makanDepresiMenarik diriRespons fisik:Konfusi dan sulit bangunKeluhan sakit kepala atau sakit otot

Risiko tinggi cedera

Penurunan kesadaran

KetakutanKoping individu tidak efektifNyeri akutDeficit perawatan diri

B. Patologi EpilepsiOtak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neuron-neuron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/ anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya influx natrium ke intraseluler. Jika natrium yang seharusnya banyak di luar membran sel itu masuk ke dalam membran sel sehingga menyebabkan ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang. Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :1) Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.2) Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan.3) Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).4) Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.

Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi (proses berkurangnya cairan atau darah dalam tubuh terutama karena pendarahan; kondisi yang diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh berlebihan) selama aktivitas kejang. Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.

C. ETIOLOGI EPILEPSI1. Menurut Pincus Catzel halaman 216-226, penyebab epilepsi yaitu:a. Pra Lahir-genetikaKesalahan metabolisme herediter seperti penyakit penimbunan glikogen dan fenilketonuria. Anomali otak kongenital seperti porensefali, infeksi dalam rahim seperti rubella, penyakit cytomegalo virus, meningoensefalolitis dan toksoplasmosis.b. PerinatalTrauma kelahiran, infeksi, hiperbilirubinemia, hipoglikemia dan hipokalsemia.c. Pasca LahirTermasuk meningitis, trauma, ensefalitis, ensefalopati (misalnya keracunan timah an elektrolit berat, neoplasma dan kelainan degeneratif SSP.

2. Menurut Arif Mansjoer halaman 27, penyebab epilepsi yaitu :a. IdiopatikSebagian epilepsi pada anak adalah epilepsi idiopatik.b. Faktor HerediterAda beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan kejang seperti sklerosis tuberosa, neurofibromatosis, fenilketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemia.c. Faktor GenetikPada kejang demam dan breath holding spell.d. Kelainan Kongenital OtakAtrofi, porensefalie. Gangguan MetabolikPenurunan konsentrasi glukosa darah (Hipoglikemia), hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia.1) Glukosa digunakan dalam metabolisme dari otak. Kekurangan glukosa sama merusak seperti kekurangan oksigen.2) Air dan elektrolit sepanjang membrane sel bertanggungjawab bagi keadaan terangsang (eksitabilitas) neuron dan karena setiap gangguan elektrolit dapat mencetuskan konvulsi.f. InfeksiRadang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan selaputnya, toksoplamosis.g. TraumaCedera kepala, kontusio cerebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural.h. Neoplasma dan selaputnyaTumor otak yang jinak (benigna) lebih sering mengakibatkan epilepsy dibanding tumor ganas. Hal ini didapatkan pada sekitar 25-40 % penderita tumor otak.i. KeracunanTimbal (Pb), kamper (kapur barus), air.

3. Faktor PresipitasiFaktor presipitasi ialah faktor yang mempermudah terjadinya serangan, yaitu :a. Faktor sensoriCahaya, bunyi-bunyi yang mengejutkan, air panas.b. Faktor sistenisDemam, penyakit infeksi, obat-obatan tertentu (misal fenotiazin), hipoglikemia dan kelelahan fisik.c. Faktor mentalStress, gangguan emosi.d. HaidPenelitian menduga bahwa perubahan keseimbangan hormon semasa haid ikut berperan dalam mencetuskan serangan.

Tabel 01. Penyebab-penyebab kejang pada epilepsy

Bayi (0- 2 th)Hipoksia dan iskemia prenatalCedera lahir intrakranialInfeksi akutGangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesmia, defisiensi piridoksin)Malformasi kongenitalGangguan genetic

Anak (2- 12 th)IdiopatikInfeksi akutTraumaKejang demam

Remaja (12-18 th)IdiopatikTraumaGejala putus obat dan alkoholMalformasi anteriovena

Dewasa Muda (18-35 th)TraumaAlkoholismeTumor otak

Dewasa lanjut (> 35 th)Tumor otakPenyakit serebrovaskularGangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll )Alkoholisme

BAB IVPENUTUP

A. KESIMPULANEpilepsi atau yang lebih sering disebut ayan atau sawan adalah gangguan sistem saraf pusat yang terjadi karena letusan pelepasan muatan listrik sel saraf secara berulang, dengan gejala penurunan kesadaran, gangguan motorik, sensorik dan mental, dengan atau tanpa kejang-kejang (Ahmad Ramali, 2005 :114).Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi yang baru lahir. Pengklasifikasian epilepsi atau kejang ada dua macam, yaitu epilepsi parsial dan epilepsi grandmal. Epilepsi parsial dibedakan menjadi dua, yaitu epilepsi parsial sederhana dan epilepsi parsial kompleks. Epilepsi grandmal meliputi epilepsi tonik, klonik, atonik, dan myoklonik. Epilepsi tonik adalah epilepsi dimana keadaannya berlangsung secara terus-menerus atau kontinyu. Epilepsi klonik adalah epilepsi dimana terjadi kontraksi otot yang mengejang. Epilepsi atonik merupakan epilepsi yang tidak terjadi tegangan otot. Sedangkan epilepsi myoklonik adalah kejang otot yang klonik dan bisa terjadi spasme kelumpuhan.

B. SARANSetelah penulisan makalah ini, diharapkan masyarakat pada umumnya dan mahasiswa keperawatan pada khususnya mengetahui pengertian, tindakan penanganan awal, serta mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan epilepsi. Oleh karena penyandang epilepsi sering dihadapkan pada berbagai masalah psikososial yang menghambat kehidupan normal, maka seyogyanya kita memaklumi pasien dengan gangguan epilepsi dengan cara menghargai dan menjaga privasi klien tersebut. Hal itu dilaksanakan agar pasien tetap dapat bersosialisasi dengan masyarakat dan tidak akan menimbulkan masalah pasien yang menarik diri.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.epilepsy.ca/eng/content/sheet.html

http://www.searo.who.int/LinkFiles/Technical_documents_Ment-134.pdf

Octaviana F. Epilepsi. In: Medicinus Scientific Journal of pharmaceutical development and medical application. Vol.21 Nov-Des 2008. p.121-2.

http://epilepsiindonesia.com/pengobatan/epilepsi-dan-anak/pahami-gejala-epilepsi-pada-anak-2

Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit. Ed: 6. Jakarta: EGC

PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Ed. 3. Jakarta. 2008

http://www.medscape.com/viewarticle/726809