BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1 - UKSW II.pdfIlmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1 - UKSW II.pdfIlmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti...
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Minat Belajar
2.1.1.1 Pengertian minat belajar
Minat merupakan kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau
keinginan yang besar terhadap sesuatu (Syah , 2008). Menurut Sukardi (Susanto,
2013 : 57) minat merupakan suatu kesukaan , kegemaran atau kesenangan akan
sesuatu.
Menurut Sardiman (Susanto, 2013) minat adalah suatu kondisi yang terjadi
apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan
dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhan sendiri. Menurut Bernard
dalam Susanto (2013: 57) menyatakan bahwa minat timbul tidak secara tiba-tiba
atau spontan, melainkan timbul akibat dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan
pada waktu belajar atau bekerja.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa minat
merupakan kecenderungan jiwa seseorang terhadap suatu hal atau suatu objek
yang biasanya disertai dengan rasa senang dan rasa suka. Minat menjadi
dorongan bagi seseorang untuk melakukan kegiatan yang menyenangkan yang
lama kelamaan akan mendatangkan kepuasan dalam dirinya.
Menurut William (Susanto, 2013:66) menyatakan bahwa minat belajar
merupakan faktor utama yang menentukan derajat keaktifan belajar siswa.
Bahharudin dan Wahyuni (2010) menyatakan bahwa minat sama halnya dengan
kecerdasan dan motivasi karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar.
Menurut Hartono (Susanto, 2013) minat memberikan sumbangan besar terhadap
keberhasilan belajar peserta didik.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor
minat merupakan faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap
keberhasilan belajar. Bahan pelajaran ataupun metode pembelajaran yang tidak
sesuai dengan minat siswa menyebabkan hasil belajar tidak optimal. Jika
7
seseorang tidak mempunyai minat untuk belajar maka ia tidak akan bersemangat
bahkan tidak mau untuk belajar.
2.1.1.2 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Minat Belajar
Menurut Sukartini (Susanto, 2013 : 63) menyatakan bahwa perkembangan
minat sangat tergantung pada lingkungan dan orang-orang dewasa yang erat
pergaulannya dengan mereka, sehingga secara langsung akan berpengaruh pula
terhadap kematangan psikologisnya.
Lingkungan bermain, teman sebaya, dan pola asuh orangtua merupakan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan minat seseorang dan
disamping itu lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan pola pergaulan akan
merangsang tumbuhnya minat baru secara lebih terbuka (Susanto , 2013).
Adapun menurut Crow dan Crow (1984) minat dipengaruhi oleh:
1) Faktor kebutuhan dari dalam, kebutuhan ini dapat berupa kebutuhan yang
berkaitan dengan jasmani dan kejiwaan, yaitu faktor yang berhubungan
erat dengan kebutuhan fisik, merangsang individu untuk mempertahankan
diri dari rasa sakit, lapar, dan hal yang berkaitan dengan kebutuhan fisik.
2) Faktor motif sosial, merupakan faktor yang dapat membangkitkan minat
melakukan aktivitas-aktivitas sosial demi kebutuhan sosial.
3) Faktor emosional, yaitu faktor emosi perasaan erat hubungnnya dengan
minat terhadap objek tertentu. Suatu aktivitas yang berhubungan dengan
objek tertentu kemudian daat menimbulkan rasa senang atau puas.
Gagne (2013) membedakan sebab timbulnya minat pada diri seseorang
karena 2 hal :
1. Minat spontan, yaitu minat yang timbul secara spontan dari dalam diri
seseorang tanpa dipengaruhi oleh pihak luar.
2. Minat terpola, yaitu minat yang timbul sebagai akibat adanya pengaruh
dari kegiatan-kegiatan yang terencana dan terpola. Sebagai contoh dalam
kegiatan belajar mengajar, baik dilembaga sekolah maupun di luar
sekolah.
8
Susanto (2013 : 61- 62) mengelompokan jenis-jenis minat menjadi sepuluh
macam, yaitu :
1. Minat terhadap alam sekitar, yaitu minat terhadap pekerjaan yang
berhubungan dengan alam, binatang dan tumbuhan.
2. Minat mekanis, yaitu minat terhadap pekerjaan yang berhubungan
dengan mesin atau alat mekanik.
3. Minat hitung menghitung, minat terhadap pekerjaan yang
membutuhkan perhitungan.
4. Minat terhadap ilmu pengetahuan, minat untuk menemukan fakta-fakta
baru dan pemecahan masalah.
5. Minat persuasif, minat terhadap pekerjaan yang berhubungan untuk
memengaruhi orang lain.
6. Minat seni, minat terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan
kesenian, kerajinan, kreasi tangan.
7. Minat leterer, minat yang berhubungan dengan masalah-masalah
membaca dan menulis berbagai kalangan.
8. Minat musik , minat terhadap masalah-masalah musik.
9. Minat layanan sosial, yaitu minat yang berhubungan dengan pekerjaan
untuk membantu orang lain.
10. Minat klerikal, minat yang berhubungan dengan pekerjaan
administratif.
Menurut Bahharudin dan Wahyuni (2010) ada beberapa cara untuk
membangkitkan minat belajar siswa, antara lain :
a. Pertama, dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik
mungkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi,
desain pembelajaran yang membebaskan siswa untuk mengekslor
apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa
(kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif,
maupun performansi guru yang menarik saat mengajar.
9
b. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang studi alangkah baiknya bila
dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya agar hasil belajar
dapat menjadi maksimal.
Dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa
minat dapat muncul dari dalam diri sendiri maupun dari orang lain. Minat yang
diharapkan dalam kegiatan belajar adalah minat yang berasal dari dalam diri siswa
itu sendiri, bukan berasal dari paksaan pihak luar.
2.1.1.3 Ciri-ciri minat
Elizabeth Hurlock (Susanto, 2013:62-63) menyebutkan ada tujuh ciri
minat :
1. Minat tumbuh bersama dengan perkembangan fisik dan mental. Minat di
semua bidang berubah selama tejadi perubahan fisik dan mental, misalnya
perubahan minat dalam hubungannya dengan perubahan usia,
2. Minat tergantung pada kegiatan belajar. Kesiapan belajar merupakan salah
satu penyebab meningkatnya minat seseorang.
3. Minat bergantung pada kesempatan belajar. Kesempatan belajar
merupakan faktor yang sangat berharga, sebab tidak semua orang dapat
menikmatinya.
4. Perkembangan minat mungkin terbatas. Keterbatasan ini mungkin
dikarenakan keadaan fisik yang tidak memungkinkan.
5. Minat dipengaruhi budaya. Budaya sangat mempengaruhi, sebab jika
budaya sudah mulai luntur mungkin minat juga ikut luntur.
6. Minat berbobot emosional. Minat berhubungan dengan perasaan,
maksudnya bila suatu objek dihayati sebagai sesuatu yang sangat berharga,
maka akan timbul perasaan senangyang akhirnya akan diminatinya.
7. Minat berbobot egosentris, artinya jika seseorang senang terhadap sesuatu,
maka akan timbul hasrat untuk memilikinya
10
2.1.2 Hasil Belajar
2.1.2.1 Definisi belajar
Menurut Winkel (Purwanto, 2008:39 ) belajar adalah aktifitas mental/
psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Sedangkan menurut Gagne (Susanto, 2013 :1) mendefinisikan belajar sebagai
suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat
pengalaman.
Hilgard (Susanto:2013) menegaskan bahwa belajar merupakan proses
mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembiasaan,
pengalaman dan sebagainya .
Menurut Suprijono (2011) ada 3 prinsip belajar :
1) Perubahan perilaku sebagai hasil belajar.
2) Belajar merupakan proses yang terjadi karena didorong kebutuhan
dan tujuan yang ingin dicapai.
3) Belajar merupakan bentuk pengalaman yang merupakan hasil dari
interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya.
Menurut Soekamto dan Winataputra (Baharuddin dan Wahyuni 2010:16)
di dalam tugas melaksanakan proses belajar mengajar, seorang guru perlu
memerhatikan beberapa prinsip belajar berikut :
1) Apapun yang dipelajari siswa, dialah yang harus belajar bukan orang
lain.
2) Setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya.
3) Setiap siswa belajar dengan baik bila mendapat penguatan langsung
pada setiap langkah yang dilakukan selama proses belajar.
4) Penguasaan yang sempurna dari setiapp langkah yang dilakukan
siswa akan membuat proses belajar lebih berarti.
5) Motivasi siswa akan lebih meningkat apabila ia diberi tanggung
jawab dan kepercayaan penuh atas belajarnya.
11
Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dikemukakan pada dasarnya
belajar adalah suatu aktivitas yang menyebabkan adanya perubahan perilaku,
pengetahuan, keterampilan dan sikap pada diri individu yang dilakukan secara
sadar karena adanya pengalaman langsung atau interaksi dengan lingkungan .
2.1.2.2 Definisi hasil belajar
Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui
kegiatan belajar ( Susanto:2013). Sedangkan menurut Nawawi (Susanto , 2013:5)
menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa
dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang
diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
ia menerima pengalaman belajar nya (Sudjana:2012). Sedangkan Kingsley dalam
(Sudjana, 2012:22) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (1) keterampilan dan
kebiasaan, (2) pengetahuan dan pengertian, (3) sikap dan cita-cita.
Gagne dalam (Suprijono, 2011:5-6) membagi lima kategori hasil belajar,
yaitu :
1. Informasi verbal yaitu kapasitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk
bahasa, baik lisan maupun tertulis.
2. Keterampilan intelektual yaitu kemanpuan mempresentasikan konsep dan
lambang.
3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas
kognitifnya sendiri.
4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dalam urusan koordinasi sehingga terwujud otomatisme gerak
jasmani.
5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian terhadap objek tersebut.
Menurut Bloom (Suprijono, 2011 : 6-7 ) hasil belajar mencakup ranah
kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.
12
1. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan),
comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh),
application (menerapkan). Analysis (menguraikan,menentukan
hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk
bangunan baru), dan evaluation (menilai).
2. Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding
(memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi),
characterization (karakterisasi).
3. Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized.
Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik,
sosial, manajerial, dan intelektual.
Dari beberapa pendapat tentang hasil belajar dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah hasil akhir atau tingkat keberhasilan siswa dalam
mempelajari materi pelajaran disekolah secara keseluruhan yang mencakup
ranah kofnitif, afektif dan psikomotor dan untuk mengetahui apakah hasil belajar
yang dicapai telah sesuai dengan tujuan yang dikehendaki dapat diketahui
melalui evaluasi atau penilaian berupa tes untuk dijadikan tindak lanjut dan
mengukur tingkat penguasaan siswa.
2.1.2.3 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut teori Gestalt hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua hal, yang
pertama siswa itu sendiri (kemampuan berfikir atau bertingkah laku, motivasi,
minat dan kesiapan siswa baik jasmani maupun rohani) dan yang kedua
lingkungan yaitu sarana dan prasarana, kompetensi guru, kreativitas guru,
sumber-sumber belajar, metode serta dukungan lingkungan, keluarga dan
lingkungan.
Menurut Wasliman (Purwanto:2008) hasil belajar yang dicapai oleh peserta
didik juga merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi
baik faktor internal dan eksternal.
1. Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri
peserta didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor
13
internal ini meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar,
ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.
2. Faktor eksternal merupakan fsktor yang berasal dari luar peserta didik
yang mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah dan
masyarakat. Keluarga yang morat marit keadaan ekonominya, perhatian
orang tua yang kurang terhadap anaknya berpengaruh dalam hasil
belajar peserta didik.
Sekolah merupakan salah satu faktor yang menentukan hasil belajar siswa.
Semakin tinggi kemampuan belajar siswa dan kualitas pengajaran di sekolah
maka semakin tinggi pula hasil belajar siswa (Purwanto : 2008). Selain itu Wina
Sanjaya (Purwanto:2008) juga mengemukakan bahwa guru adalah komponen
yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaan.
Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar seseorang dipengaruhi oleh faktor internal yang berasal dari diri
sendiri dan faktor eksternal yang berasal dari keluarga, lingkungan, masyarakat
dan sekolah. Salah satu faktor eksternal yang sangat berpengaruh untuk siswa
terutama siswa sekolah dasar adalah guru. Peran guru untuk siswa SD tak
mungkin dapat digantikan olek televisi, radio, komputer dan lainnya sebabg
sekolah merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan hasil belajar
siswa.
2.1.3 Pembelajaran IPA
2.1.3.1 Hakikat IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai disiplin
ilmu dari physical sciences dan life sciences. Yang termasuk phycical sciences
adalah ilmu-ilmu astronomi, kimia, geologi, mineralogi, meteorologi, dan fisika,
sedangkan life sciences meliputi biologi (anatomi, fisiologi, zoologi. Citologi, dan
seterusnya) ( Samatowa : 2010).
James Conant (Samatowa, 2010:1) mendefinisikan sains sebagai suatu
deretan konsep serta skema konseptual yang berhubungan satu sama lain, dan
yang tumbuh sebagai hasil eksperimentasi dan observasi, serta berguna untuk
14
diamati dan dieksperimentasikan lebih lanjut. Sedangkan Winaputra (Samatowa,
2010) mengemukakan bahwa IPA tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan
tentang benda atau makhluk hidup, tetapi memerlukan kerja, cara berfikir, dan
cara memecahkan masalah.
Donosepoetro (Triono, 2011) menjelaskan bahwa pada hakikatnya IPA
dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah dan dipandang
pula sebagai proses, produk dan prosedur.
Dari berbagai pendapat yang telah disampaikan, dapat disimpulkan bahwa
IPA merupakan ilmu tentang alam yang mempunyai objek dan menggunakan
metode ilmiah yang memerlukan kerja, cara berfikir dan cara memecahkan
masalah.
2.1.3.2 Hakikat Pembelajaran IPA
Secara umum IPA dipahami sebagai ilmu yang lahir dan berkembang
lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis,
pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan
teori dan konsep.
Menurut Laksmi (Mulyasa, 2011) nilai-nilai IPA yang dapat ditanamkan
dalam pembelajaran IPA antara lain :
1. Kecakapan bekerja dan berfikir secara teratur dan sistematis menurut
langkah-langkah metode ilmiah.
2. Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan,
mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah.
3. Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik
dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan.
Fungsi pelajaran IPA menurut Depdiknas (2006) adalah sebagai berikut:
Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan yang Maha Esa.
Mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah.
Mempersiapkan siswa menjadi warganegara yang melek IPA dan
teknologi.
15
Menguasai konsep IPA untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Menurut Depdiknas (2003) hakikat dan tujuan pembelajaran IPA
diharapkan dapat memberikan antara lain sebagai berikut :
1) Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan
keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2) Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep,
fakta yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan
antara sains dan teknologi.
3) Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan
masalah dan melakukan observasi.
4) Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitive, obyektif, jujur terbuka,
benar dan dapat bekerja sama.
5) Kebiasaan mengembangkan kemampuan berfikir analisis induktif dan
deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk
menjelaskan berbagai peristiwa alam.
6) Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan,
keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi.
Menurut Samatowa (2010) untuk mencapai tujuan dan memenuhi
pendidikan IPA tersebut, pendekatan yang digunakan dalam proses belajar
mengajar IPA antara lain :
Pendekatan lingkungan
Pendekatan keterampilan proses
Pendekatan inquiry (penyelidikan )
Pendekatan Terpadu ( terutama di SD)
16
2.1.3.3 Pembelajaran IPA di SD
IPA sebagai disiplin ilmu dan penerapannya dalam masyarakat membuat
pendidikan IPA menjadi penting. Ilmu Pengetahuan Alam didefinisikan sebagai
kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Pendidikan IPA
memegang peranan yang menentukan bagi perkembangan manusia karena IPA
berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga
bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau
prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Bagi anak usia SD, belajar yang perlu ditekankan adalah melalui
pengalaman langsung, terutama pada mata pelajaran IPA. Pengalaman langsung
akan membuat pengetahuan yang mereka dapat lebih bertahan lama di otak
mereka daripada mendengarkan ceramah dari guru. Sumatowa (2010) mengatakan
bahwa model belajar yang cocok untuk anak Indonesia adalah belajar melalui
pengalaman langsung (learning by doing). Model belajar ini memperkuat daya
ingat anak dan biayanya sangat murah, sebab menggunakan alat-alat dan media
belajar yang ada di lingkungannya sendiri.
Pembelajaran Terpadu sangat bagus diterapkan bagi anak SD karena
dalam pembelajaran ini menekankan pada tindakan nyata dan berpusat pada
siswa. Pembelajaran Terpadu menekankan bahwa anak belajar dengan seluruh
tubuhnya, semua alat indra dilibatkan. Siswa tidak hanya duduk diam, tapi dengan
aktivitas yang menggerakkan seluruh indranya.
Ruang lingkup bahan kajian IPA di SD secara umum meliputi dua aspek
yaitu kerja ilmiah dan pemahaman konsep. Lingkup kerja ilmiah meliputi
kegiatan penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreativitas,
pemecahan masalah, sikap, dan nilai ilmiah. Lingkup pemahaman konsep dalam
Kurikulum KTSP relatif sama jika dibandingkan dengan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) yang sebelumnya digunakan.
Secara terperinci lingkup materi yang terdapat dalam Kurikulum KTSP
adalah:
17
a. makhluk hidup dan proses kehidupannya, yaitu manusia, hewan,
tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
b. benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan
gas.
c. energi dan perubahaannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya, dan pesawat sederhana.
d. bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-
benda langit lainnya. Dengan demikian, dalam pelaksanaan pembelajaran
IPA kedua aspek tersebut saling berhubungan.
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI
merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta
didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap Satuan
Pendidikan. Pencapaian SK dan KD di dasarkan pada pemberdayaan peserta
didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah dan pengetahuan sendiri
yang difasilitasi oleh guru. Dalam penelitian ini, standar kompetensi yang akan
digunakan mengacu pada KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ) 2006
adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
6.Menerapkan sifat- sifat cahaya
melalui kegiatan membuat suatu
karya/ model
6.1 Mendeskripsikan sifat cahaya
6.2 Membuat suatu karya/ model,
misalnya peeriskop atau lensa dari
bahan sederhana dengan
menerapkan sifat-sifat cahaya.
18
2.1.4 Model Pembelajaran SAVI
2.1.4.1 Pengertian model pembelajaran
Model Pembelajaran dapat diartikan sebagai cara, contoh maupun pola,
yang mempunyai tujuan meyajikan pesan kepada siswa yang harus diketahui,
dimengerti, dan dipahami yaitu dengan cara membuat suatu pola atau contoh
dengan bahan-bahan yang dipilih oleh para pendidik/guru sesuai dengan materi
yang diberikan dan kondisi di dalam kelas.Model pembelajaran yang digunakan
guru dalam proses pembelajaran, bertujuan agar tercapai tujuan pembelajaran
yang diinginkan .
Joyce dan Weill (Huda, 2013:73) mendeskripsikan model pembelajaran
sebagai rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum,
mendesain materi-materi instruksional, dan memandu proses pengajaran di ruang
kelas atau di setting yang berbeda.
Menurut Joice (Trianto, 2007:1) menyatakan bahwa“ Each model guides
us as we design intruction to help student achieve various objecticves”. Maksud
dari kutipan tersebut adalah bahwa setiap model mengarahkan kita dalam
merancang pembelajaran untuk membantu peserta didik dalam mencapai tujuan
pembelajaran.
Menurut Syaiful Sagala (2005) menyatakan bahwa “Model pembelajaran
adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorgannisaikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan
belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan
guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas mengajar”.
Joyce dan Weill (2009) mendeskripsikan 5 aspek struktur umum dalam
model pembelajaran, yaitu :
1. Sintak (tahap-tahap) model pengajaran merupakan deskripsi implementasi
model di lapangan. Ia merupakan rangkaian sistematis aktivitas-aktivitas
dalam model tersebut. Setiap model memiliki aliran tahap berbeda.
19
2. Sistem sosial mendeskripsikan peran dan relasi antara guru dan siswa.
Dalam beberapa model, aktivitas ini lebih dipusatkan pada siswa, dan
dalam sebagian yang lain aktivitas tersebut didistribusikan secara merata.
3. Tugas/peran guru mendeskripsikan bagaimana seorang guru harus
memandang siswanya dan merespons apa yang dilakukan siswanya.
Prinsip-prinsip ini merefleksikan aturan-aturan dalam memilih model dan
menyesuaikan respons instruksional dengan apa yang dilakukan siswa.
4. Sistem dukungan mendeskripsikan kondisi-kondisi yang mendukung yang
seharusnya diciptakan atau dimiliki oleh guru dalam menerapkan model
tertentu. Sistem pendukung menggambarkan kondisi-kondisi yang
diperlukan untuk mendukung keterlaksanaan model pembelajaran,
termasuk sarana dan prasarana, misalnya alat dan bahan, kesiapan guru
dan juga kesiapan peserta didik.
5. Pengaruh merujuk pada efek-efek yang ditimbulkan oleh setiap model.
Pengaruh ini bisa terbagi menjadi dua : instruksional dan pengiring.
Pengaruh instruksional merupakan pengaruh langsung dari model tertentu
yang disebabkan oleh konten atau skill yang menjadi dasar pelaksananya.
Pengaruh pengiring mkerupakan pengaruh yang sifatnya implisit dalam
lingkungan belajar.
Dalam penelitian ini, yang dimaksud model pembelajaran adalah kerangka
konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam mengoganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Istilah model pembelajaran
mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode atau prosedur.
2.1.4.2 Fungsi Model Pembelajaran
Joice dan Weil (2007) mengemukakan bahwa “model pembelajaran adalah
suatu perencanaan atau suatu pola yang di pergunakan sebagai upaya dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial dan untuk
menentukan perangkat- perangkat pembelajaran seperti buku - buku, film,
komputer, kurikuler dan lain - lain”. Hal ini menunjukkan bahwa setiap model
20
yang akan di gunakan dalam pembelajaran menentukan perangkat yang dipakai
dalam pembelajaran tersebut.
Fungsi dan sumber model pembelajaran antara lain: (1) pedoman, yaitu
sebagai pedoman guru dalam melaksanakan proses mengajar secara komprehensif
untuk mencapai tujuan pembelajaran; (2) pengembangan kurikulum, yaitu dapat
membantu dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP); (3) menetapkan
bahan-bahan pengajaran, yaitu menetapkan bahan ajar secara khusus yang akan
disampaikan siswa untuk membantu perubahan positif pengetahuan dan
kepribadian siswa; (4) membantu perbaikan dalam mengajar, yaitu mampu
mendorong atau membantu proses belajar-mengajar secara efektif dalam
mencapai tujuan pendidikan; dan (5) mendorong atau memotivasi terjadinya
perubahan tingkah laku pada peserta didik secara maksimal sesuai dengan bakat,
minat atau kemampuan masing-masing.
Fungsi model pembelajaran disini adalah sebagai pedoman perancangan
dan pelaksanaan pembelajaran. Karena itu, pemilihan model sangat dipengaruhi
oleh sifat dari materi yang akan dibelajarkan, tujuan (kompetensi) yang akan
dicapai dalam pembelajaran tersebut, serta tingkat kemampuan peserta didik.
Setiap guru menghadapi beragam masalah di ruang kelas. Guru yang efektif
akan menerapkan model-model ini sekreatif mungkin untuk memecahkan.
Model–model pengajaran memberi kesempatan kepada guru untuk
mengadaptasikannya dengan lingkungan ruang kelas yang mereka huni. Hanya
guru yang kreatif, fleksibel, dan cerdas yang dapat memperoleh keuntungan
maksimal dari model-model pengajaran.
2.1.4.3 Model pembelajaran SAVI
2.1.4.3.1 Prinsip Pembelajaran SAVI
Pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar
haruslah memanfaatkan semua alat indra yang dimiliki siswa. Teori yang
mendukung pembelajaran SAVI adalah Accelerated Learning, teori otak
kanan/kiri; teori otak triune; pilihan modalitas (visual, auditorial dan kinestetik);
21
teori kecerdasan ganda; pendidikan (holistic) menyeluruh; belajar berdasarkan
pengalaman; belajar dengan symbol.
Unsur-unsur yang terdapat dalam “SAVI” adalah somatik, auditori, visual
dan intelektual. Keempat unsur ini harus ada dalam peristiwa pembelajaran,
sehingga belajar bisa optimal.
Cara-cara yang bisa menjadi starting point guru dalam melaksanakan
pembelajaran SAVI (Dave Meier : 2005) adalah:
S Somatic - Learning by Doing
A Auditory - Learning by Hearing
V Visual - Learning by Seeing
I Intellectual - Learning by Thinking
Menurut Dave Meier (2005: 33-34) ada beberapa alasan yang melandasi
perlunya diterapkan pendekatan “SAVI” dalam kegiatan pembelajaran :
1. Dapat terciptanya lingkungan yang positif (lingkungan yang tenang
dan menggugah semangat.
2. Keterlibatan pembelajar sepenuhnya (aktif dan kreatif).
3. Adanya kerja sama diantara siswa.
4. Menggunakan metode yang bervariasi tergantung dari pokok bahasan
yang dipelajari.
5. Dapat menggunakan belajar kontekstual.
6. Dapat menggunakan alat peraga.
Dikarenakan pembelajaran SAVI sejalan dengan gerakan Accelerated
Learning (AL), maka prinsipnya juga sejalan dengan AL yaitu:
a) Pembelajaran melibatkan seluruh pikiran dan tubuh
b) Pembelajaran berarti berkreasi bukan mengkonsumsi.
c) Kerjasama membantu proses pembelajaran
d) Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan
e) Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri dengan umpan
balik
22
f) Emosi positif sangat membantu pembelajaran.
g) Otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.
Jadi pada dasarnya pembelajaran savi ini lebih menonjolkan bagaimana
siswa menciptakan kreativitasnya sendiri. Hal ini akan berpengaruh pada cara
berpikir siswa menjadi lebih terbuka dan mencoba untuk menggali
kemamapuannya dalam memperoleh pengetahuan yang baru. Dalam pembelajaran
SAVI menggunakan seluruh tubuh dan seluruh indra untuk bergerak. Dengan
menggabungkan gerak fisik dan aktifitas intelektual dan penggunaan seluruh indra
dapat berpengaruh besar terhadap pembelajaran. Lewat gerak fisik dan
pembelajaran secara langsung, pembelajaran akan menjadi bermakna untuk
diserap siswa.
2.1.4.3.2 Karakteristik Pembelajaran SAVI
Menurut Henry (2009) sesuai dengan singkatan dari SAVI sendiri yaitu
Somatic, Auditori, Visual dan Intektual, maka karakteristiknya ada empat bagian
yaitu:
a. Somatic
“Somatic” berasal dari bahasa yunani yaitu tubuh – soma. Jika dikaitkan
dengan belajar maka dapat diartikan belajar dengan bergerak dan
berbuat. Sehingga pembelajaran somatic adalah pembelajaran yang
memanfaatkan dan melibatkan tubuh (indera peraba, kinestetik,
melibatkan fisik dan menggerakkan tubuh sewaktu kegiatan
pembelajaran berlangsung).
b. Auditori
Belajar dengan berbicara dan mendengar. Pikiran kita lebih kuat
daripada yang kita sadari, telinga kita terus menerus menangkap dan
menyimpan informasi bahkan tanpa kita sadari. Ketika kita membuat
suara sendiri dengan berbicara beberapa area penting di otak kita menjadi
aktif. Hal ini dapat diartikan dalam pembelajaran siswa hendaknya
23
mengajak siswa membicarakan apa yang sedang mereka pelajari,
menerjemahkan pengalaman siswa dengan suara. Mengajak mereka
berbicara saat memecahkan masalah, membuat model, mengumpulkan
informasi, membuat rencana kerja, menguasai keterampilan, membuat
tinjauan pengalaman belajar, atau menciptakan makna-maknan pribadi
bagi diri mereka sendiri.
c. Visual
Belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Dalam otak kita
terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual
daripada semua indera yang lain. Setiap siswa yang menggunakan
visualnya lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang sedang
dibicarakan seorang penceramah atau sebuah buku atau program
computer. Secara khususnya pembelajar visual yang baik jika mereka
dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon dan
sebagainya ketika belajar.
d. Intelektual
Belajar dengan memecahkan masalah dan merenung. Tindakan
pembelajar yang melakukan sesuatu dengan pikiran mereka secara
internal ketika menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu
pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari
pengalaman tersebut. Hal ini diperkuat dengan makna intelektual adalah
bagian diri yang merenung, mencipta, dan memecahkan masalah.
24
Berikut ini adalah bagan tingkat kesuksesan dalam belajar menurut Wyatt
Looper :
Gambar 2.1. Kerucut Sukses Belajar menurut Wyatt Looper
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Looper, dapat disimpulkan
bahwa belajar dengan berbuat atau pengalaman langsung akan membuat belajar
semakin bermakna. Materi yang dipelajaripun akan bertahan lama di otak.
Karakteristik model pembelajaran SAVI telah mewakili semua aktivitas siswa
dalam kegiatan pembelajaran, siswa tidak hanya dituntut untuk mendengarkan
guru dan semata-mata hanya duduk mendapatkan pengetahuan namun siswa juga
terlibat langsung di dalam pembelajaran. Dalam hal ini, guru juga berperan
penting karena harus kreatif dalam menciptakan alat peraga, kegiatan dalam
proses pembelajaran sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan
menyenangkan, menarik.
2.1.4.3.3 Kelebihan Model Pembelajaran SAVI
Model pembelajaran SAVI memiliki banyak kelebihan sehingga sangat
berpengaruh di dalam proses pembelajaran. Berikut ini kelebihan dari model
pembelajaran SAVI:
a. Memunculkan suasana belajar yang lebih menarik, menyenangkan dan
efektif.
25
b. Terciptanya kerjasama diantara siswa.
c. Proses berfikir siswa dari konkret ke abstrak.
d. Pembelajaran bersifat aktif bukan pasif.
e. Guru hanya sebagai fasilitator dan pendamping dalam pembelajaran.
Siswa membangun sendiri materi atau pelajaran yang dihadapi
2.1.5 Sintaks Model Pembelajaran SAVI
Sintak model pembelajaran adalah suatu perencanaan yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model
pembelajaran mengacu pada pendekatan yang digunakan, termasuk di dalamnya
mencakup tujuan pembelajaran, tahap-tahap kegiatan, lingkungan pembelajaran
dan pengelolaan kelas.
Sintak pembelajaran SAVI melalui beberapa fase:
1. Tahap persiapan (kegiatan pendahuluan) adalah sebagai bentuk penerapan
belajar Auditory (A)
Pada tahap ini guru membangkitkan minat siswa, memberikan perasaan
positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkan
mereka dalam situasi optimal untuk belajar. Untuk membangkitkan minat
belajar siswa, guru memberikan tepuk tangan bagi yang bisa menjawab
agar tercipta suasana kelas yang menyenangkan. Kemudian guru
menjelaskan materi akan disampaikan dengan cara ceramah bervariasi.
2. Tahap Penyampaian (kegiatan inti) adalah sebagai bentuk penerapan
Visual (V)
Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa menemukan materi
belajar yang baru dengan cara menari, menyenangkan, relevan, melibatkan
pancaindera, dan cocok untuk semua gaya belajar. Guru menggunakan
benda konkret yang dekat dengam lingkungan siswa . pada materi ini guru
menyampaikan gambaran percobaan yang berkaitan dengan materi
26
pembelajaran, sehingga dapat menciptakan nilai-nilai positif bagi siswa.
Kemudian siswa diajak secara langsung dengan mengamatinya.
3. Tahap Pelatihan (kegiatan inti) adalah bentuk penerapan Somatic (S)
Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa mengintegrasikan dan
menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara. Pada
tahap ini guru memberikan lembar pengamatan untuk dikerjakan bersama
teman kolompoknya (@ 6 orang siswa) kemudian dipresentasikan di depan
kelas dengan bimbingan guru dibahas bersama-sama dan
dikumpulkan.Kemudian melakukan kegiatan-kegiatan lain yang
berhubungan dengan materi pembelajaran.
4. Tahap penampilan hasil (kegiatan penutup) adalah sebagai bentuk belajar
Intellectual (I).
Pada tahap ini guru memberikan soal pelatihan/ pertanyaan umpan balik
secara individu dan memberikan pemantapan berupa mengaitkan
pembelajaran yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
2.2 Penelitian Relevan
Berdasarkan telaah pustakan yang dilakukan, berikut ini dikemukakan
penelitian yang ada kaitannya dengan variabel penelitian yang dilakukan. Menurut
Toni Agus Ardie (2008) dalam skripsi yang berjudul “Peningkatan Motivasi dan
Hasil Belajar IPA Menggunakan Model Pembelajaran SAVI Pada Siswa Kelas V
SDN Salatiga 01 Sidorejo Kota Salatiga Tahun 2011/2012” kesimpulan yang
dapat ditarik bahwa penerapan model SAVI meningkatkan motivasi dan hasil
belajar IPA. Hasil analisis siklus pertama menunjukan peningkatan hasil belajar
IPA yaitu 33 siswa mencapai KKM dan 15 siswa belum mencapai ketuntasan.
Motivasi belajar siswa mencapai 85,47%. Pada siklus kedua siswa yang tuntas
adalah 44 siswa dan 4 siswa belum tuntas dengan motivasi mencapai 87,46%.
Penelitian yang dilakukan oleh Ella Fitriana (2009). Penerapan model
pembelajaran SAVI dalam pembelajaran IPA untuk meningkatkan aktivitas dan
27
hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 SDN Blotongan 03 Kecamatan Sidorejo Kota
Salatiga Tahun pelajaran 2012/2013. Dari hasil penelitian dan pengolahan data
didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata pada aktivitas dan hasil
belajar antara siswa kelas eksperimen yaitu kelas V B SD N Blotongan 03 dan
siswa kelas kontrol yaitu kelas V A SDN Blotongan 03. Dari hasil uji hipotesis
pada aktivitas siswa diperoleh nilai Nilai sig. (2-tailed) adalah 0,000. Jadi
berdasarkan signifikansi t-test for Equality of Means yaitu 0,000 < 0,05 maka H0
ditolak dan H1 diterima yang berarti bahwa penggunaan model pembelajaran
SAVI berpengaruh positif dan signifikan terhadap aktivitas siswa materi sifat-sifat
cahaya pada siswa kelas 5 SD N Blotongan 03 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga
tahun pelajaran 2012/2013. Hasil penelitian menunjukan terjadi peningkatan yang
signifikan terhadap aktivitas dan hasil belajar pada materi cahaya pada siswa kelas
5 SDN Blotongan 03 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga.
Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Puryanto (2013), Upaya
Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Ipa Melalui Model Pembelajaran Savi
pada Siswa Kelas 5 SD N 1 Ringinharjo Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan
Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013 hasil yang diperoleh dalam penelitian ini
adalah terjadi peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa terhadap pemahaman
dengan kompetensi dasar tanah dan struktur bumi. Peningkatan keaktifan belajar
siswa pada pra siklus hingga siklus 2 yaitu, pada pra siklus keaktifan belajar siswa
ada 3 (11%) siswa kategori aktif, pada siklus 1 ada 21 (77%) siswa kategori aktif
dan pada siklus 2 ada 16 (59%) siswa kategori aktif dan ada 11 (41%) siswa
kategori sangat aktif. Sedangkan untuk peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa
tersebut terjadi secara bertahap. Pada kondisi awal terdapat 5 (19%) siswa yang
tuntas, pada siklus 1 terdapat 23 (85%) siswa yang tuntas, dan siklus 2 terdapat 27
(100%) siswa yang tuntas.
Berdasarkan beberapa hasil kajian yang relevan diatas bahwa dengan
penggunaan model SAVI dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa.
Model pembelajaran SAVI efektif untuk diterapkan di SD khususnya pada mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam karena pembelajaran IPA di SD/MI pada
28
hakikatnya mencari tahu dan berbuat untuk memperoleh pemahaman yang
mendalam tentang diri sendiri dan alam sekitar, sehingga IPA bukan hanya
sekedar penguasaan fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip namun juga
merupakan proses penemuan langsung untuk mengembangkan kompetensi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah.
2.3 Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir dalam penelitian yang berjudul Upaya Peningkatan
Minat dan Hasil Belajar IPA Menggunakan Model Pembelajaran SAVI pada
siswa kelas V Semester 2 SD Pasekan 02 tahun 2013/2014 adalah sebagai berikut:
penggunaan model pembelajaran di kelas V SD Pasekan 02 belum efektif karena
belum dapat meningkatkan minat belajar siswa sehingga berdampak terhadap
hasil belajar siswa yang belum maksimal.
Penelitian ini menerapkan model pembelajaran SAVI karena dapat
memotivasi dan menumbuhkan minat belajar siswa, siswa tidak hanya
mendengarkan ceramah dari guru namun juga terlibat langsung di dalam kegiatan
pembelajaran. Siswa dapat menggunakan seluruh indra, kemampuan yang mereka
miliki untuk mengikuti pelajaran sehingga pembelajaran akan semakin menarik
dan hasilnya hasil belajar siswa akan meningkat menjadi lebih baik.
Adapun kerangka berfikir model pembelajaran SAVI dapat dilihat pada bagan di
bawah ini :
29
Gambar 2.2. Kerangka Berfikir Model Pembelajaran SAVI
2.4 Hipotesis
Dari kerangka berfikir yang telah dikemukakan dapat dirumuskan
hipotesis tindakan sebagai berikut:
Diduga penerapan model pembelajaran SAVI (Somatic, auditori, visual dan
intelektual) pada pembelajaran IPA dapat meningkatkan minat dan hasil
belajar ipa kelas V Semester 2 SD Pasekan 02 Kecamatan Ambarawa tahun
2013/2014.
Kondisi
Awal
Tindakan
Kondisi
Akhir
Guru masih
menggunakan
metode lama yaitu
metode ceramah,
siswa pasif
Penerapan model
pembelajaran SAVI
(Somatic, Auditory,
Visual, Intellectual)
Pembelajaran
menjadi menarik,
lebih efektif dan
siswa menjadi aktif
Minat dan hasil
belajar rendah
Minat dan hasil
belajar tinggi
Siklus I
Siklus II