BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Lapisan Air Mata II.pdf · 0,2 µm dan merupakan lapisan yang terletak...

22
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Lapisan Air Mata dan Kelenjar Meibom 2.1.1 Lapisan Air Mata Permukaan bola mata dilindungi oleh lapisan air mata yang berfungsi mempertahankan kelembaban permukaan mata, sebagai media pembersih dari debris, melindungi permukaan mata, dan menyediakan oksigen dan nutrisi kepada epitel kornea. Lapisan air mata mengangkut zat-zat dan debris kemudian dikeluar melalui pungtum lakrimal. Sebagai tambahan lapisan air mata juga mengandung bahan-bahan antimikroba, sebagai lubrikasi antara kornea dan kelopak mata serta mencegah pengeringan permukaan mata. (American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012a) Air mata terdiri dari tiga lapisan, yaitu lipid, aqueous, dan musin. Lapisan air mata memiliki ketebalan sekitar 8-9 μm. Lapisan lipid memiliki ketebalan 0,1- 0,2 μm dan merupakan lapisan yang terletak paling luar yang berfungsi mencegah penguapan air mata dan mempertahankan stabilitas air mata. Lapisan aqueous di bagian tengah memiliki ketebalan 7-8 μm merupakan komponen utama lapisan air mata. Lapisan aqueous mengandung elektrolit, air, dan protein yang dihasilkan oleh kelenjar lakrimal utama yang terletak dalam orbita maupun oleh kelenjar lakrimal tambahan seperti kelenjar Krause dan Wolfring pada konjungtiva. Protein pada lapisan aqueous meliputi immunoglobulin A (IgA), IgG, IgD dan IgE yang berperan sebagai mekanisme pertahanan lokal di bagian permukaan mata. Lapisan aqueous

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Lapisan Air Mata II.pdf · 0,2 µm dan merupakan lapisan yang terletak...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Lapisan Air Mata II.pdf · 0,2 µm dan merupakan lapisan yang terletak paling luar yang berfungsi mencegah penguapan air ... mengacu pada hilangnya jaringan

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Lapisan Air Mata dan Kelenjar Meibom

2.1.1 Lapisan Air Mata

Permukaan bola mata dilindungi oleh lapisan air mata yang berfungsi

mempertahankan kelembaban permukaan mata, sebagai media pembersih dari

debris, melindungi permukaan mata, dan menyediakan oksigen dan nutrisi kepada

epitel kornea. Lapisan air mata mengangkut zat-zat dan debris kemudian dikeluar

melalui pungtum lakrimal. Sebagai tambahan lapisan air mata juga mengandung

bahan-bahan antimikroba, sebagai lubrikasi antara kornea dan kelopak mata serta

mencegah pengeringan permukaan mata. (American Academy of Ophthalmology

Staff, 2011-2012a)

Air mata terdiri dari tiga lapisan, yaitu lipid, aqueous, dan musin. Lapisan

air mata memiliki ketebalan sekitar 8-9 µm. Lapisan lipid memiliki ketebalan 0,1-

0,2 µm dan merupakan lapisan yang terletak paling luar yang berfungsi mencegah

penguapan air mata dan mempertahankan stabilitas air mata. Lapisan aqueous di

bagian tengah memiliki ketebalan 7-8 µm merupakan komponen utama lapisan air

mata. Lapisan aqueous mengandung elektrolit, air, dan protein yang dihasilkan oleh

kelenjar lakrimal utama yang terletak dalam orbita maupun oleh kelenjar lakrimal

tambahan seperti kelenjar Krause dan Wolfring pada konjungtiva. Protein pada

lapisan aqueous meliputi immunoglobulin A (IgA), IgG, IgD dan IgE yang berperan

sebagai mekanisme pertahanan lokal di bagian permukaan mata. Lapisan aqueous

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Lapisan Air Mata II.pdf · 0,2 µm dan merupakan lapisan yang terletak paling luar yang berfungsi mencegah penguapan air ... mengacu pada hilangnya jaringan

9

selain sebagai antibakteri dan antiviral, juga berfungsi sebagai pelarut nutrisi,

penyedia oksigen, dan menjaga regularitas kornea. Bagian posterior lapisan air

mata adalah lapisan musin dengan ketebalan 1µm mengandung glikoprotein.

Lapisan musin berperan sebagai barrier dari perlengketan maupun penetrasi partikel

asing atau bakteri ke permukaan bola mata. Lapisan musin ini diproduksi oleh

kelenjar goblet konjungtiva. (American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-

2012a; American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012b)

2.1.2 Kelenjar Meibom

Sebuah kelenjar meibom dibentuk oleh sekumpulan secretory acini yang tersusun

sirkular mengelilingi sebuah duktus yang panjang dan secretory acini ini terhubung

dengan duktulus yang lebih pendek. Orifisium dari duktus kelenjar berakhir di batas

posterior palpebra sebelah anterior dari MCJ di tepi palpebra, tempat lipid

disekresikan ke dalam meniscus air mata. (Knop et al., 2011). Kelenjar meibom

terletak di tarsus palpebra berjumlah 30-40 kelenjar di palpebra superior dan 20-30

kelenjar di palpebra inferior. Panjang satu kelenjar dilaporkan sekitar 5,5 mm di

bagian tengah palpebra superior dan 2 mm di palpebra inferior. Kelenjar di palpebra

inferior cederung lebih lebar dari pada di superior. Jumlah secretory acini pada

setiap kelenjar meibom diperkirakan sekitar 10-15 buah dan lebih banyak pada

palpebra superior dibandingkan inferior. (American Academy of Ophthalmology

Staff, 2011-2012a; Knop et al., 2011).

Lipid kelenjar meibom diproduksi di reticulum endoplasma sel meibocyte.

Lipid droplet hasil dari reticumlum endoplasma ini berintegrasi dengan protein dan

asam nukleat membentuk produk sekresi minyak yang disebut dengan meibum.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Lapisan Air Mata II.pdf · 0,2 µm dan merupakan lapisan yang terletak paling luar yang berfungsi mencegah penguapan air ... mengacu pada hilangnya jaringan

10

Meibum kemudian disekresikan dari acinus ke sistem duktus dan diteruskan ke tepi

palpebra. Mekanisme pengeluaran sekresi meibum melalui mekanisme tekanan

yaitu (1) melalui sekresi terus menerus oleh secretory acini yang menghasilkan

tekanan di acinus yang menekan meibum ke sistem duktus dan kemudian menuju

orifisium, (2) mekanisme penekanan oleh m. orbicularis oculi yang terletak di luar

tarsus dan m. riolan yang terletak melingkar di bagian terminal kelenjar meibom

pada saat mengedip. (Knop et al., 2011)

Gambar 2.1 Morfologi kelenjar meibom dan mekanisme pengeluaran

sekresi meibum ke tepi palpebra. (Knop et al., 2011)

2.1.3 Lapisan lipid air mata

Meibum normal memiliki karakteristik berwarna jernih dan cairan lemaknya

dengan mudah menyebar melapisi permukaan mata membentuk lapisan lipid air

mata. Lapisan lipid air mata memiliki ketebalan antara 20 sampai 160 nm yang

terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan luar berupa lapisan lipid non-polar dan lapisan

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Lapisan Air Mata II.pdf · 0,2 µm dan merupakan lapisan yang terletak paling luar yang berfungsi mencegah penguapan air ... mengacu pada hilangnya jaringan

11

dalam berupa lapisan lipid polar (Gambar 2.2). Lipid hasil sekresi kelejar meibom

merupakan campuran kompleks yang mengandung ester kolesterol, triasilgliserol,

kolesterol bebas, asam lemak bebas, fosfolipid, wax esters, dan diesters. Meibum

ini memiliki titik leleh antara suhu 19°C sampai 37°C sehingga pada suhu tubuh

normal 37°C akan dengan mudah untuk keluar ke tepi palpebra (Green-Church et

al., 2011; Macsai, 2008)

Gambar 2.2 Lapisan air mata manusia (Nichols et al., 2011)

Lapisan lipid air mata memiliki fungsi untuk menghambat penguapan,

berperan pada pembiasan cahaya karena posisi pada antarmuka udara-film air mata,

mempertahankan barier hidrofobik yang mencegah air mata mengalir berlebihan

dengan meningkatkan tegangan permukaan. (American Academy of

Ophthalmology Staff, 2011-2012a; Green-Church et al., 2011)

Lapisan lipid air mata berperan penting dalam stabilitas lapisan air mata.

Ketidakstbilan lapisan air mata merupakan salah satu dari mekanisme terjadinya

mata kering terjadi akibat tidak adekuatnya lapisan lipid air mata. Waktu pecah atau

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Lapisan Air Mata II.pdf · 0,2 µm dan merupakan lapisan yang terletak paling luar yang berfungsi mencegah penguapan air ... mengacu pada hilangnya jaringan

12

break up time air mata dianggap menunjukkan stabilitas air mata. Break up time

merupakan pemeriksaan untuk mengukur kekeringan kornea sesudah satu kedipan

pada waktu tertentu. Pemeriksaan fluoresceine break up time (FBUT) mengukur

waktu yang diperlukan untuk air mata pecah di dalam mata. Uji FBUT berperan

dalam menilai fungsi kelenjar meibom dan dianggap relevan dipakai pada diagnosis

DKM (Tomlinson et al., 2011).

2.2 Disfungsi Kelenjar Meibom

2.2.1 Definisi dan Klasifikasi

Disfungsi kelenjar meibom atau meibomian gland dysfunction (MGD) adalah suatu

abnormalitas kronis dan difus pada kelenjar meibom yang umumnya ditandai

dengan obstruksi duktus terminus dan atau perubahan kuantitatif / kualitatif pada

sekretnya sehingga dapat mengakibatkan perubahan film air mata, gejala-gejala

iritasi mata, inflamasi yang tampak secara klinis dan adanya penyakit permukaan

mata (Nelson et al., 2011).

Terminologi yang digunakan disini adalah disfungsi yang berarti terdapat

gangguan dari fungsi kelenjar meibom. Kelainan pada DKM bersifat difus oleh

karena mengenai sebagian besar kelenjar meibom dan menyebabkan terjadinya

abnormaitas film air mata atau epitel permukaan mata. Aspek yang paling menonjol

pada DKM ini adalah adanya perubahan secara kuantitatif maupun kualitatif dari

sekresi kelenjar meibom. Gejala subjektif berupa iritasi pada mata dimasukkan pada

definisi DKM karena gejala-gejala tersebut paling dirasakan oleh pasien dan

menjadi perhatian utama dokter (Nichols et al., 2011).

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Lapisan Air Mata II.pdf · 0,2 µm dan merupakan lapisan yang terletak paling luar yang berfungsi mencegah penguapan air ... mengacu pada hilangnya jaringan

13

Gambar 2.3 Klasifikasi DKM oleh International Workshop on MGD dibedakan

menjadi subgrup berdasarkan tingkat sekresi dan kemudian dibagi menjadi

manifestasinya. (Nelson et al., 2011)

Disfungsi kelenjar meibom diklasifikasikan menjadi dua kategori mayor

berdasarkan sekresi kelejar meibom yaitu DKM beraliran kecil (low delivery MGD)

dan DKM beraliran besar (High delivery MGD). DKM beraliran kecil terbagi

menjadi DKM hiposekresi dan DKM obstruktif. DKM obstruktif sendiri terdiri dari

dua subkategori yaitu DKM sikatrik dan non sikatrik. Secara histologi pada DKM

obstruksi terjadi hipertrofi sel epitel duktus dan hiperkeratinasi epitel orifisium.

Hiposekresi kelenjar meibom ditandai dengan penurunan sekresi lipid meibom

tanpa adanya obstruksi. Karakteristik DKM hiperekresi ditandai dengan pelepasan

lipid meibom dalam jumlah besar di tepi palpebra sebagai respon dari adanya

tekanan pada tarsus. Kelainan hipersekresi ini tidak berhubungan dengan adanya

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Lapisan Air Mata II.pdf · 0,2 µm dan merupakan lapisan yang terletak paling luar yang berfungsi mencegah penguapan air ... mengacu pada hilangnya jaringan

14

peradangan aktif dan tidak adanya perubahan pada struktur kelenjar. (Nelson et al.,

2011)

2.2.2 Epidemiologi dan Faktor Risiko

Prevalensi DKM berkisar antara 3,5 -70 %, angka lebih besar terutama di Asia.

(Schaumberg et al., 2011) Berdasarkan penelitian di Bangkok prevalensi DKM

dilaporkan sebesar 46,2% (Lekhanont et al., 2006), di Shihpai Eye study dilaporkan

sebesar 60,8% (Lin et al., 2003), di Jepang sebesar 61,9% (Uchino et al., 2006) dan

di Beijing sebesar 69,3% (Jie et al., 2009). Prevalensi di Asia ini sangat berbeda

dengan di populasi kaukasia yaitu 3,5% pada penelitian Salisbury dan 19,9% di

Australia. (Schaumberg et al., 2011) Disfungsi kelenjar meibom merupakan

gangguan yang umum ditemukan pada praktek dokter mata. Hom et al (1990)

melaporkan prevalensi DKM sebesar 38,9 % sedangkan Morniali dan Stanek

(2000) menemukan prevalensi sebesar 33% pada pasien berusia kurang dari 30

tahun dan 71,1% pada individu berusia 60 tahun atau lebih. (Matsumoto et al.,

2008; Hom et al., 1990; Morniali and Stanek, 2000)

Faktor lokal mata, sistemik dan pengobatan berperan pada perkembangan

DKM. Faktor lokal di mata yang berperan termasuk blefaritis, penggunaan lensa

kontak, dan penyakit mata kering. Kelainan sistemik yang berperan dalam DKM

antara lain defisiensi androgen, menopause, penuaan, sindrom Sjogren, kadar

kolesterol darah, psoriasis, rosacea, hipertensi, dan hiperplasia prostat jinak. Faktor

medikasi juga dihubungkan dengan patogenesis DKM yaitu antiandrogen,

pengobatan untuk mengobati BPH, terapi hormon pascamenoupause seperti

estrogen dan progestin, antihistamin, antidepresan dan pemakaian retinoid.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Lapisan Air Mata II.pdf · 0,2 µm dan merupakan lapisan yang terletak paling luar yang berfungsi mencegah penguapan air ... mengacu pada hilangnya jaringan

15

Sedangkan konsumsi asam lemak omega-3 merupakan faktor protektif. (Nichols et

al., 2011)

2.2.3 Patogenesis Disfungsi Kelenjar Meibom

Knop et al. (2011) menggambarkan faktor-faktor yang berperan dalam patogenesis

DKM. Faktor penyebab yang sudah diketahui yaitu proses penuaan, umur, jenis

kelamin, gangguan hormon, faktor lingkungan, lensa kontak, dan perubahan

kualitas atau kuantitas meibum saling berinteraksi menyebabkan terjadinya

hiperkeratinisasi sistem duktus kelenjar meibom, peningkatan viskositas meibum,

atrofi acinar kelenjar. (Knop et al., 2011)

Hiperkeratinisasi dan peningkatan viskositas meibum merupakan

mekanisme inti dalam terbentuknya obstruksi orifisium kelenjar meibom yang akan

menyebabkan pengeluaran meibum ke tepi palpebra sangat rendah. Obstruksi

orifisium ini juga menyebabkan stasisnya meibum di sistem duktus menyebabkan

peningkatan tekanan, dilatasi sistem duktus dilanjutkan terjadinya atrofi acinar

yang akhirnya menyebabkan sekresi meibum rendah. (Knop et al., 2011)

Perubahan pada kualitas dan kuantitas meibum mengakibatkan terjadinya

penurunan viskositas dan atau peningkatan volume sekresi meibum. Adanya

perubahan viskositas, volume sekresi dan stasisnya meibum oleh karena obstruksi

menyebabkan bakteri-bakteri permukaan mata semakin berkembang. Bakteri

komensal seperti stafilokokus koagulase negative, Staphylococcus aureus, dan

Propionibacterium acnes dihubungkan dan berkontribusi terhadap patogenesis

DKM. Bakteri yang tumbuh di permukaan mata tersebut melepaskan enzim lipase

yang memicu pelepaskan mediator-mediator toksik seperti asam lemak dan

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Lapisan Air Mata II.pdf · 0,2 µm dan merupakan lapisan yang terletak paling luar yang berfungsi mencegah penguapan air ... mengacu pada hilangnya jaringan

16

menginisiasi reaksi peradangan subklinis dengan dilepasakan sitokin peradangan.

Mediator-mediator toksik ini akhirnya akan memicu terjadinya penyakit mata

kering tipe evaporative. (Knop et al., 2011)

Gambar 2.4 Skema patogenesis DKM (Knop et al., 2011)

2.2.4 Diagnosis Disfungsi Kelenjar Meibom

Penegakan diagnosis DKM berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan

pemeriksaan penunjang. Keluhan yang timbul pada DKM meliputi rasa terbakar,

sensasi benda asing, hiperemia palpebra dan konjungtiva, dan kalazian rekuren.

Penggunaan kuisener Seperti Ocular Surface Disease Index (OSDI) dapat

digunakan untuk mengetahui secara lengkap keluhan-keluhan mata kering yang

muncul akibat DKM (American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012b,

Tomlinson et al., 2011).

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Lapisan Air Mata II.pdf · 0,2 µm dan merupakan lapisan yang terletak paling luar yang berfungsi mencegah penguapan air ... mengacu pada hilangnya jaringan

17

Tanda klinis DKM ditemukan adanya dropout kelenjar meibom, perubahan

sekresi kelenjar, dan perubahan morfologi palpebral. Dropout kelejar meibom

mengacu pada hilangnya jaringan acinar yang terditeksi melalui pemeriksaam

meibografi. Dropout kelenjar meibom meningkat seiring dengan bertambahnya usia

pada subjek normal. Jumlah kelenjar yang dropout dapat menunjukan keparahan

dari DKM. Kehilangan dapat terjadi di bagian proximal, centra, distal atau

keseluruhan kelenjar. Dropout kelenjar yang ekstensif dihubungkan dengan

peningkatan penguapan air dari mata. (Tomlinson et al., 2011)

Perubahan sekresi kelenjar meibom dinilai dari kualitas dan expresibilitas

meibum. Untuk mengetahui expresibilitas kelenjar meibom dilakukan penekanan

dengan jari tangan pada palpebra. Pada subjek normal penekanan yang ringan sudah

mampu mengeluarkan sekresi kelenjar meibom, sedangkan penekanan yang lebih

keras dilakukan pada derajat meibum yang lebih tebal. Ekspresibilitas kelenjar

meibom dinilai menggunakan skala 0 -3 dilihat pada 8 kelenjar meibom di palpebra

inferior atau superior. Berdasarkan jumlah kelenjar yang mengeluarkan sekresi /

ekspresibilitas : skor 0 (bila semua kelenjar); skor 1, (3 sampai 4 kelenjar); skor 2,

(1 sampai 2 kelenjar), dan nilai skor 3 (bila tidak ada kenjar sama sekali). Pada

DKM kualitas dari minyak yang terekspresi bervariasi antara cairan keruh, cairan

viscous yang mengandung partikulat dan berwarna keruh tebal, dan material seperti

pasta gigi. Skor yang digunakan menggunakan sistem 4 nilai yaitu skor 0 (jernih

/normal); skor 1 (keruh) ; skor 2 (keruh dengan partikel); skor 3 (seperti pasta gigi).

Kualitas sekresi ini dinilai pada 8 kelenjar di palpebral superior dan inferior. Skor

kelenjar meibom didapatkan dengan menjumlahkan skor ekspresibilitas dan skor

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Lapisan Air Mata II.pdf · 0,2 µm dan merupakan lapisan yang terletak paling luar yang berfungsi mencegah penguapan air ... mengacu pada hilangnya jaringan

18

0 1

2 3

kualitas sekresi. Menurut IWMGD bila umur <= 20 tahun nilai 1 pada skor

ekspresibiltas atau kualitas sekresi dianggap abnormal, bila umur <= 20 tahun nilai

skor 1 pada skor ekspresibiltas dan kualitas sekresi dianggap abnormal, atau nilai >

1 pada salah satu skor eksresibilitas atau kualitas sekresi meibom (American

Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012b; Tomlinson et al., 2011)

Gambar 2.5 Derajat Disfungsi Kelenjar Meibom (Abelson and Oberoi, 2006;

Tomlinson et al., 2011; Bron, Benjamin and Snibson, 1991)

Penelitian oleh Paiva et al. (2003) yang membandingkan normal subjek

dengan subjek yang mengeluh iritasi mata didapatkan perubahan mofologi palpebra

dapat dilihat adanya metaplasia di orifisium kelenjar, brush mark (tanda vascular

linear). Perubahan morfologi palpebral oleh Arita et al. (2009) dinilai dari ada atau

tidak abnormalitas palpbera seperti : irregularitas palpebra, engorgement pembuuh

darah palpebra, penyumbatan orifisium kelenjar meibom dan pergeseran anterior

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Lapisan Air Mata II.pdf · 0,2 µm dan merupakan lapisan yang terletak paling luar yang berfungsi mencegah penguapan air ... mengacu pada hilangnya jaringan

19

atau posterior dari pertautan mukokutaneous. (Tomlinson et al., 2011; Arita et al.,

2009; Paiva et al., 2003)

Pemeriksan penunjang lain dilakukan selain untuk diagnosis DKM itu

sendiri juga dilakukan terutama untuk mengetahui apakah ada penyakit yang

berhubungan dengan DKM. Pemeriksaan lain yang dilakukan yaitu pemerikaan

untuk mengetahui kualitas dan kuatitias lapisan air mata seperti pemeriksaan

lapisan lipid air mata, tes penguapan, osmolaritas, stabilitas, volume dan sekresi

serta pemeriksaan tanda peradangan pada pemukaan mata (Tomlinson et al., 2011).

Pemeriksaan FBUT adalah Pemeriksaan untuk mengetahui stabilitas lapisan air

mata. Tes ini dikerjakan dengan menggunakan floresin yang diteteskan di fornix

konjungtiva, kemudian subjek diperintahkan untuk berkedip beberapa kali.

Pemeriksaan dilakukan di slit lamp dengan filter biru, subjek diminta berkedip

secara alami dan setelah kedipan terakhir dimulai pengukuran waktu pecahnya film

air mata atau bintik hitam di kornea. Nilai FBUT normal adalah >10 detik.

Sensitifitas dan spesifitas pemeriksaan FBUT dilaporkan sebesar 72% dan 62%.

(Tomlinson, et al., 2011). Pemeriksaan Schirmer I adalah pemeriksaan untuk

mengetahui kualitas sekresi air mata. Tes ini dikerjakan dengan menggunakan

kertas filter Schirmer pada sepetiga lateral kelopak mata bawah selama 5 menit

dengan mata terpejam. Pemeriksaan dilakukan tanpa pemeberian anestesi topical.

Panjang kertas filter yang basah karena air mata dinyatakan dalam millimeter

(American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012b).

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Lapisan Air Mata II.pdf · 0,2 µm dan merupakan lapisan yang terletak paling luar yang berfungsi mencegah penguapan air ... mengacu pada hilangnya jaringan

20

2.2.5 Penatalaksanaan Disfungsi Kelenjar Meibom

Penatalaksanaa DKM disesuaikan dengan derajat keparahan DKM. IWMGD

merekomendasikan algoritma penatalaksanaan DKM berdasarkan pendekatan

berbasis bukti. (Nichols et al., 2011) Algoritma disusun berdasarkan keluhahan,

tanda klinis DKM yaitu kualitas sekresi meibum, ekspresibilitas, dan morfologi tepi

palpebra serta perwarnaan permukaan mata (Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Algoritma penalaksanaan DKM berdasarkan pendekatan bukti (Nichols

et al., 2011)

Derajat Tanda Klinis Penalaksanaan

1 Tidak ada keluhan mata tidak

nyaman, gatal atau silau

Tanda Klinis DKM berdasarkan

ekspresi kelenjar meibom

- Perubahan Sekresi minimal

: Gradasi ≥2-4

- Ekspresibilitas : 1

Tanpa pewarnaan permukaan mata

Informasi kepada pasien tentang

DKM, akibat potensial dari diet,

dan efek lingkungan rumah atau

tempat kerja terhadap air mata.

Pertimbangan higienitas

palpebra termasuk penghangatan

dan penekanan

2 Keluhan minimal sampai ringan

dari keluhan tidak nyaman mata,

gatal, atau silau

Tanda klinis DKM minimal sampai

ringan

- Fitur tepi palpebra yang

tersebar

- Perubahan sekresi ringan :

gradasi ≥4 - <8

- Ekspresibilitas : 1

Pewarnaan permukaan mata

terbatas

Saran pada meningkatkan

kelembaban, optimalisai tempat

kerja dan peningkatan konsumsi

asam lemak omega-3

Higienitas palpebra dengan

penghangatan ( minimal 4 menit,

1 – 2 kali sehari) diikuti dengan

pemijatan dan pengeluaran

sekresi kelenjar

Semua yang disebutkan diatas

dikombinasi :

- Air mata buatan

- Azitromicin topikal

- Spray liposomal

- Pertimbangkan derivat

tetrasiklin oral

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Lapisan Air Mata II.pdf · 0,2 µm dan merupakan lapisan yang terletak paling luar yang berfungsi mencegah penguapan air ... mengacu pada hilangnya jaringan

21

3 Keluhan sedang pada rasa tidak

nyaman, gatal, dan silau

Tanda klinis DKM sedang

- Fitur tepi palpebra :

penyumbatan, vaskularitas

- Perubahan sekresi sedang :

gradasi ≥8 - <13

- Ekspresibilitas : 2

Perwarnaan konjuntiva dan kornea

perifer, lebih sering di inferior

ringan sampai sedang

Terapi seperti yang disebutkan

pada stage 2 plus:

- Derivat tetrasiklin oral

- Salep lubrikasi saat tidur

- Terapi anti peradangan

untuk mata kering sesuai

indikasi

4 Keluhan yang jelas pada rasa tidak

nyaman pad amata , gatal dan silau

yang mengganggu aktivitas sehari-

hari

Tanda klinis DKM berat

- Fitur tepi palpebra :

droupout, displacement

- Perubahan sekresi sedang :

gradasi ≥13

- Ekspresibilitas : 3

Peningkatan perwarnaan

konjungtiva dan kornea termasuk

pewarnaan sentral

Peningktan tanda peradangan :

hiperemi konjungtiva

Terapi seperti yang disebutkan

pada stage 3 , plus

- Terapi anti peradangan

untuk mata kering

Suplementasi asam lemak omega-3 mendapatkan kenaikan popularitas

dalam beberapa tahun terakhir karena efek anti peradangan. Asam lemak omega-3

dan omega-6 menurunkan ekspresi tanda peradangan konjungtiva HLA-DR dan

mungkin membantu memperbaiki keluhan mata kering (Brignole-Baudouin et al.,

2011). Terdapat hubungan antara komsumsi asam lemak omega-3 per oral dengan

penurunan laju penguapan air mata, perbaikan pada keluhan mata kering dan

peningkatan sekresi air mata (Kangari et al., 2013). Hal yang sama juga ditemukan

oleh Bhargava et al. (2013) bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Lapisan Air Mata II.pdf · 0,2 µm dan merupakan lapisan yang terletak paling luar yang berfungsi mencegah penguapan air ... mengacu pada hilangnya jaringan

22

peningkatan nilai test Schirmer, FBUT dan penurunan keluhan pada kelompok

omega-3 dibandingkan kontrol. (Kangari et al., 2013; Bhagava et al., 2013;

Brignole-Baudouin et al., 2011)

Efikasi suplementasi asam lemak omega-3 pada DKM telah dilaporkan pada

berbagai penelitian. Pinna et al (2007) melaporkan superioritas suplementasi

omega-3 dibandingkan dengan placebo atau higienitas palpebra pada pasien dengan

DKM. Macsai (2008) melaporkan penelitian randomize clinical trial untuk menilai

efikasi omega-3 pada pasien dengan DKM obstruksi ringan dan blefaritis yang telah

mendapatkan terapi topical dan tetrasiklin oral. Pada penelitian tersebut didapatkan

perbaikan pada keluhan dan tanda objektif seperti stabilitas dan produksi air mata,

pewarnaan permukaan mata, asesmen kelenjar meibom, evaluasi meibum antara

baseline dengan setelah 1 tahun pengukuran. Untuk pengukuran FBUT, Meibum

skor, OSDI tidak ditemukan perbedaan antara kedua grup perlakuan dan placebo

karena kedua grup memberikan perbaikan. Penelitian lain oleh Olenik didapatkan

hasil yang sama yaitu terjadi perbaikan OSDI, FBUT, peradangan tepi kelopak

mata, dan sekresi kelenjar meibom setelah pemeberian kapsul omega-3 selama 3

bulan. (Macsai, 2008; Olenik et al., 2013; Pinna et al., 2007)

2.3 Dislipidemia

Dislipidemia adalah keadaan yang ditandai oleh abnormalitas kadar lipid darah

yaitu peningkatan kadar trigliserida, LDL, kolesterol total dan penurunan kolesterol

HDL. Dislipidemia menurut ATP III adalah Total kolesterol (TC) > 200 mg/dl, TG

> 150 mg/dl , LDL > 130 mg/dl, HDL <40 mg/dl. (Adult Treatment Panel III, 2002)

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Lapisan Air Mata II.pdf · 0,2 µm dan merupakan lapisan yang terletak paling luar yang berfungsi mencegah penguapan air ... mengacu pada hilangnya jaringan

23

Tabel 2.2 Kadar lipid serum normal menurut NCEP (National Cholesterol

Education Program) ATP III (Adult Treatment Panel III) (2000) (dalam mg/dl)

Total Kolesterol

<200

200-239

≥240

Optimal

Diinginkan

Tinggi

LDL

<100

100-129

130-159

160-189

≥190

Optimal

Mendekati optimal

Diinginkan

Tinggi

Sangat tinggi

Trigliserida

<150

150-199

200-499

≥500

Optimal

Diinginkan

Tinggi

Sangat tinggi

HDL

<40

≥60

Rendah

Tinggi

Penelitian-penelitian mengenai lipid yang sudah dilakukan sebagian besar

diutamakan pada risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular. Dislipidemia

merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner. Keadaan

hiperkolesterolemia menginduksi terjadinya proses atherogenesis yang memicu

pembentukan antherosklerosis pada pembuluh darah. Penelitian epidemiologi

menunjukkan bahwa peningkatan kadar LDL dan penurunan kadar HDL dengan

atau tanpa faktor risiko lain meningkatkan risiko kejadian kardiovaskular. (Wilson

et al., 1998)

Prevalensi disipidemia di Amerika serikat didapatkan kadar kolesterol total

lebih dari 200 mg/dl adalah sebesar 45,% dan kolesterol total lebih dari 240mg/dl

adalah sebesar 15,7%. Sedangkan prevanlensi LDL > 130 mg/dl 32,8%, HDL <40

mg/dl 15,5% dan trigliserida > 150 mg/dl adalah 33,1%. (Dao et al., 2010) Di

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Lapisan Air Mata II.pdf · 0,2 µm dan merupakan lapisan yang terletak paling luar yang berfungsi mencegah penguapan air ... mengacu pada hilangnya jaringan

24

Indonesia prevalensi dislipidemia semakin meningkat. Survei MONICA III tahun

2000 dengan responden sebanyak 1856 yang terdiri dari 60,3% wanita dan 39,7%

laki-laki didapatkan profil lipid plasma menunjukkan kadar kolesterol total rata-rata

209,96 ± 45,47 mg/dl, HDL rata-rata 42,89 ± 11,66 mg/dl, sedangan LDL 141,11

± 37,65 mg/dl, dan trigliserida 130,30 ± 81,89 mg/dl. Proporsinya ditemukan

hiperkolesterolemia > 250 mg/dl sebanyak 27.7%, 200mg/dl sebanyak 56.5%, HDL

< 40mg/dl sebanyak 47.3%, LDL > 160 sebanyak 28.8%, trigliserida > 160

sebanyak 22.0% dan rasio kolesterol total/HDL > 5 sebanyak 51.9%. (Supari, 2007)

Penatalaksaan dislipidemia terdiri atas nonfarmakologis dan penggunaan

obat penurun lipid. Penatalaksanaan nonfarmakologi disarankan untuk dilakukan

terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pemberian obat penurun lipid.

Perubahan gaya hidup merupakan penatalaksanaan non-farmakologi yang meliputi

terapi nutrisi medis dan aktivitas fisik. Omega-3 merupakan salah satu obat untuk

menurunkan kadar kolesterol darah. (Adam, 2009)

2.4 Disfungsi Kelenjar Meibom dan Dislipidemia

Hubungan antara kejadian dislipidemia dan DKM masih menjadi kontrovesi. Dao

et al (2010) menemukan bahwa pasien dengan DKM derajat sedang sampai berat

diketahui insiden dislipidemia lebih tinggi pada peningkatan kadar total kolesterol

> 200mg/dlibandingkan kontrol. Namun pada penelitian tersebut tidak terdapat

perbedaan yang signifikan pada kadar LDL, HDL dan trigliserida. (Dao et al., 2010)

Penelitian lain oleh Pinna et al., (2013) menemukan terdapat perbedaan

kadar kolesterol total, LDL dan HDL pada pasien DKM tanpa riwayat

hiperkolesterolemia sebelumnya dibandingkan dengan kontrol. Penelitian ini juga

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Lapisan Air Mata II.pdf · 0,2 µm dan merupakan lapisan yang terletak paling luar yang berfungsi mencegah penguapan air ... mengacu pada hilangnya jaringan

25

menemukan kejadian hiperkolesterolemia >200 mg/dl sebesar 58% pada pasien

DKM. (Pinna et al., 2013)

Hasil berbeda didapatkan oleh Bukhari et al. (2013) bahwa tidak ada

korelasi antara DKM dengan dislipidemia. Penelitian ini ternyata menemukan

bahwa prevalensi tingginya kadar triglierida dan LDL meningkat sesuai dengan

meningkatnya derajat DKM. Prevalensi meningkatnya kadar trigliserida pada DKM

derajat 1 5,7%, derajat 2 14,6%, 39,3% pada derajat 3. Kadar LDL tinggi

didapatkan pada derajat 1 sebesar 17,1%, derajat 2 29,3% dan derajat 3 35,7%. Hal

ini terjadi karena skresi kelenjar meibom yang mengandung trigliserida sebesar 1%-

2% pada sekresi meibum normal. Peningkatan kadar trigliserida dan LDL

kemungkinan memberi peran pada peningkatan titik leleh meibum dan penurunan

viskositasnya yang pada akhirnya menyebabkan buntunya orifisium kelenjar

meibom. (Bukhari, 2013)

2.5 Asam Lemak Omega-3

Terdapat 2 jenis Polyunsuturated Fatty Acid (PUFA) yaitu omega-3 dan omega-6.

Omega-3 dan omega-6 merupakan lemak esensial yang diperlukan pada proses

pertumbuhan dan perkembangan. Asam lemak omega-3 terdiri atas 2 subkelas pada

dalam diet manusia yang bersumber dari tumbuhan dan makanan laut. Subkelas

pertama yang lebih dahulu diketahui terdiri dari 1 asam lemak omega-3 yaitu α-

linolenic acid (ALA) dan subkelas kedua terdiri dari 3 asam lemak omega-3 yaitu

eicosapentaenoic acid (EPA), docosapentaenoic acid (DPA) dan docosahexaenoic

acid (DHA). (Macsai, 2008; Harris and Jacobson, 2009)

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Lapisan Air Mata II.pdf · 0,2 µm dan merupakan lapisan yang terletak paling luar yang berfungsi mencegah penguapan air ... mengacu pada hilangnya jaringan

26

Omega-3 dan omega-6 bersaing untuk enzim yang sama untuk akhirnya

akan dikonversi menjadi prostaglandin anti inflamasi (PGE3) dan leukotrin

inflamasi rendah pada omega-3 dan omega-6 dikonversi mejadi prostaglandin pro

inflamasi (PGE2) dan leukotrin dengan inflamasi lebih banyak. Calder (2003)

mendemontrasikan bahwa produksi berlebihan dari PGE2 dan produksi yang

rendah dari PGE1 dan PGE3 yang bersifat anti infalmasi terjadi pada perbandingan

omega-6 dan omega-3 yang tinggi. (Macsai, 2008; Calder, 2003)

Omega-3 memodulasi metabolism prostaglandin melalui sintesis PGE3

sebagai inhibitor kompetitif pada jalur asam arakidonat. Pada fase awal terjadinya

inflamasi, sejumlah besar interleukin dan mediator lipid dilepaskan. Eicosanoid

proinflamasi dari metabolism arakidonat dilepaskan dari membrane fosfolipid di

tempat inflamasi diaktifkan. Eicosapentaenoic acid berkompetisi dengan asam

arakidonat untuk sintesis prostaglansin dan leukotriene antiinflamasi oleh EPA dan

proinflamasi oleh asam arakidonat pada tingkat siklooksigenasi dan lipooksigenasi.

(Macsai, 2008)

Peningkatan jumlah EPA dan DHA sistemik menyebabkan : (1). Penurunan

produksi prostaglandin E2, (2). Penurunan thromboxane A2, platelet aggregator

dan vasokonstritor poten, (3). Penurunan pembentukan leukotriene B4, pemicu

inflamasi, kemotaksis leukosit dan aderen, (4). Peningktan thromboxane A3,

platelet aggregator dan vasokontriktor lemah, (5) peningkatan prostacyclin PGI3,

inhibitor agregasi platelet (6). Peningkatan leukotriene B5 , pemicu inflai dan agen

kemotaksis yang lemah. (Macsai, 2008)

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Lapisan Air Mata II.pdf · 0,2 µm dan merupakan lapisan yang terletak paling luar yang berfungsi mencegah penguapan air ... mengacu pada hilangnya jaringan

27

Gambar 2.6 Jalur metabolik omega-3 dan omega-6 (Macsai, 2008)

2.5.1 Mekanisme Kerja Omega-3 pada Disfungsi Kelenjar Meibom

Salah satu penyebab terjadinya DKM adalah adanya hiperkeratinasi dan

pathogenesis lain yang berhubungan seperti dilatasi duktus dan atrofi acinar.

Penyebab lain seperti atopi, pempigoid, acne rosasea, dan seboroic dihubungan

dengan DKM dan inflamasi kronis di permukaan mata. Salah satu mekanisme kerja

omega-3 pada penyakit mata kering dan DKM adalah efek dari pemecahan omega-

3 menghasilkan molekul yang mampu menekan inflamasi. Metabolime omega-3

menyebabkan penghambatan metabolism omega-6 yang bersifat proinflamasi yang

kemudian menurunkan status inflamasi di tepi palpebra dan daerah sekitar kelenjar

meibom. Pada pasien dengan DKM dan penyakit mata kering yang merupakan

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Lapisan Air Mata II.pdf · 0,2 µm dan merupakan lapisan yang terletak paling luar yang berfungsi mencegah penguapan air ... mengacu pada hilangnya jaringan

28

akibat dari inflamasi, penurunan status inflamasi sitemik juga meringankan keluhan

mata kering dan DKM (Brignole-Baudouin et al., 2011; Macsai, 2008)

Macsai (2008) melaporkan bahwa pemberian suplementasi omega-3 pada

DKM selain berperan sebagai antiinflamasi juga berperan pada perubahan jenis dan

komposisi asam lemak pada sekresi kelenjar meibom. Hal tersebut bermanfaat

kepada stabilitas lapisan air mata dan kemungkinan mencegah stagnasi dan

inflamasi di duktus kelenjar meibom. (Macsai, 2008)

2.5.2 Dosis Omega-3 Pada Disfungsi Kelenjar Meibom

Sampai saat ini belum terdapat rekomendasi mengenai dosis omega-3 yang

diberikan pada disfungsi kelenjar meibom. Beberapa penelitian yang sudah

dilakukan pemberian 2 gram sebanyak 3 kali sehari omega-3 dalam bentuk flaxeed

oil memberikan efek penurunan skor meibum secara signifikan (Macsai, 2008).

Dosis 6 gram flaxeed oil diberikan mengacu pada dosis maksimal per hari yang

boleh diberikan.

Penelitian lain oleh Olenik et. al. tahun 2013 didapatkan terjadi perbaikan

pada skor OSDI, FBUT, peradangan tepi kelopak mata, dan ekspresi kelenjar

meibom yang menggunakan kapsul omega-3 1,5 gram per hari selama 3 bulan,

dosis per kapsul mengandung 350 mg DHA, 42,5 mg EPA dan 30 mg DPA. (Olenik

et al., 2013)

2.5.3 Efek samping Omega-3

Efek samping yang bisa terjadi bila mengkonsumsi omega-3 adalah alergi terhadap

omega-3, rasa tida nyaman seperti mual, peningkatan terjadinya perdarahan dan

peningkatan risiko kangker prostat pada laki-laki. Perdarahan terjadi karena omega-

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Lapisan Air Mata II.pdf · 0,2 µm dan merupakan lapisan yang terletak paling luar yang berfungsi mencegah penguapan air ... mengacu pada hilangnya jaringan

29

3 menghambat fungsi platelet melalui mekanisme kompetisi dengan asam

arakidonat yang berperan pada pembentukan eicosanoid pada siklooksigenase.

(Harris dan Jacobson, 2009). Pasien yang mendapat dosis omega-3 dengan rentang

2-5 gram per hari tidak ditemukan bukti adanya peningkatan tendensi terjadinya

perdarahan. (Macsai, 2008)

Hubungan antara konsumsi omega-3 dengan kejadian kangker prostat masih

menjadi kontroversi. Peningkatan risiko terjadinya kangker prostat diketahui

berdasarkan peningkatan kadar serum prostat spesifik antigen (PSA) pada subjek

yang mendapatkan suplemen omega-3 (Brouwer et al., 2013). Kadar PSA pada

pasien yang mengkonsusi omega-3 didapatkan sebesar 0,52 ng/mL dibandingkan

dengan placebo sebesar 0,42 ng/mL namun secara statistik tidak bermakna

(Brouwer et al., 2013)