Bab ii sementara

37
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KONSEP DASAR ANATOMI DAN FISIOLOGI PARU Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan (Images.google.com) 2.1.1. Anatomi Paru Pengertian atau pemahaman dari anatomi paru diperlukan untuk lebih memahami penyakit-penyakit paru khsusnya penyakit paru akibat rokok. Dalam saluran paru dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu: 1. Zona penghantar. Pada zona ini hanya berfungsi sebagai sarana penghantar aliran udara masuk ke paru untuk sampai kebagian pertukaran gas. Saluran

Transcript of Bab ii sementara

Page 1: Bab ii sementara

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KONSEP DASAR ANATOMI DAN FISIOLOGI PARU

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan (Images.google.com)

2.1.1. Anatomi Paru

Pengertian atau pemahaman dari anatomi paru diperlukan untuk

lebih memahami penyakit-penyakit paru khsusnya penyakit paru akibat

rokok. Dalam saluran paru dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:

1. Zona penghantar.

Pada zona ini hanya berfungsi sebagai sarana penghantar

aliran udara masuk ke paru untuk sampai kebagian pertukaran gas.

Saluran pernapasan paru bermula dari trachea. Dari trakea bercabang

menjadi dua yang panjang dan penampangnya tidak sama. Cabang ini

disebut bronchus utama yang terdiri dari bagian kanan dan kiri.

Tempat percabangan trakea disebut karina. Selanjutnya bronchus

bercabang secara dikotomis sampai 23 generasi. Semakin kearah

distal, volume dan luas permukaan maupun luas penampang total

Page 2: Bab ii sementara

6

semakin meningkat. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang

lagi menjadi segmen lobus kemudian menjadi segmen bronchus.

Percabangan ini terus menerus sampai pada cabang terkecil yang

dinamakan bronchiolus terminalis yang merupakan cabang saluran

udara terkecil yang tidak mengandung alveolus. Dua sampai tiga

generasi terakhir bronchiolus mengandung alveolus pada dindingnya

dan disebut broncheolus respiratorius. Dengan demikian yang disebut

sebagai zona penghantar dimulai dari trakea sampai broncheolus

terminalis. Sedangkan zona pernapasan dimulai dari broncheolus

respiratorius sampai alveolus.

Alveolus merupakan satu ruangan berdinding tipis dan terdiri

dari gelembung - gelembung yang disebut sakkus alveolaris yang

semuanya bermuara pada suatu saluran yang disebut ductus alveolaris.

Permukaan dinding saluran pernapasan sampai dengan bronchiolus

terminalis dilapisi oleh sel epitel yang berbentuk epitel tiang berlapis

semu dan epitel yang bersilia. Diantara sel-sel tersebut terdapat sel

goblet. Sel goblet lebih banyak didapatkan di daerah proksimal dari

pada di distal. Sel ini mempunyai saluran kecil ke permukaan guna

menyalurkan mukus yang diproduksinya ke lumen saluran pernapasan.

Kelenjar mukus hanya ditemukan di bronkus dan berada

diantara epitel dan tulang rawan. Volume keseluruhan kelenjar mukus

lebih besar dari sel goblet sehingga produksi mukusnya lebih besar

pula. Apabila kelenjar mukus membesar berarti aktivitasnya juga

meningkat sehingga produksinya juga meningkat. Hal ini dapat terjadi

Page 3: Bab ii sementara

7

pada pasien perokok yang mengalami bronchitis kronis. Mukus yang

berada disaluran pernapasan akan dibawah oleh bulu getar secara

ritmis ke larings kemudian dengan reflek batuk akan didorong keluar.

Produksi mukus yang berlebihan ini menjadi masalah pernapasan yang

serius pada pasien yang di lakukan anestesi.

2. Zona pernapasan

Zona pernapasan, Seperti dijelaskan diatas zona ini dimulai

dari bronchiolus respiratorius. Bagian paling akhir dari bronchiolus

respiratorius berhubungan dengan alveolus dengan udara yang berada

didalamnya berhubungan dengan kapiler melalui suatu lapisan tipis

yang disebut sebagai membran alveolo-kapilaris.

Diameter rata-rata alveolus ialah 0,15 mm, jumlah alveolus

sekitar 300 juta dengan luas permukaan sekitar 143 m2. Dinding

alveolus mengandung beberapa macam sel dengan berbagai fungsi

antara lain menghalau benda asing dan berperan pada proses

imunologis.

Matrik ekstrasel, Sebagian besar sel-sel pada organisme

multisel berhubungan dengan makromolekul diluarsel yang

membentuk apa yang disebut matriks ekstrasel. (MES). Protein dan

polisakarida disekresi sel ditempat tersebut dan membentuk suatu

matriks diruang ekstrasel. MES terutama mengandung serat-serat

protein yang terbenam dalam gel polisakarida. Makromolekul

penyusunan MES yang terbanyak adalah kollagen dan proteoglikan.

Bahan penyusun yang lain adalah elastin, fibronektin dan laminin.

Page 4: Bab ii sementara

8

2.1.2. Fisiologi Paru

Fungsi utama paru adalah sebagai tempat pertukaran gas, dalam

konteks ini maka fisiologi sistem pernapasan dapat dibagi menjadi 3

bagian yaitu fungsi ventilasi, perfusi dan fungsi pertukaran gas.

1. Ventilasi Paru

Yaitu keluar masuknya udara selama pernapasan berlangsung.

Laju aliran udara dalam percabangan saluran pernapasan paru tidak

sama, bagian proksimal akan lebih cepat dibandingkan bagian distal

hal ini tergantung luas penampang total. Percabangan saluran

pernapasan menyebabkan luas penampang total meningkat dengan

cepat dari generasi ke generasi. Apabila keliling percabangan generasi

ke -16 dijumlah maka panjangnya kurang lebih 2000 kali panjang

keliling trakea.

Udara masuk dan keluar dari paru karena selisih tekanan yang

terdapat antara atmosfer dan alveolus oleh kerja mekanik otot-otot.

Dalam hal ini dinding torak berfungsi sebagai hembusan. Selama

inspirasi volume torak bertambah besar karena diafrakma turun dan iga

terangkat akibat kontraksi beberapa otot, seperti otot

sternokleidomastoideus yang mengangkat sternum ke atas serta otot

seratus, otot scalenus dan otot intercostalis eksternus berperan

mengangkat iga. Torak dapat membesar tiga arah, yakni ke arah

anteroposterior, lateral dan vertikal.

Peningkatan volume ini menyebabkan penurunan tekanan

intrapleura dari sekitar -4 mmHg menjadi -8 mmHg bila paru-paru

Page 5: Bab ii sementara

9

mengembang pada saat inspirasi. (Sylvia, 2013). Pada saat yang sama

tekanan intra pulmonal atau tekanan saluran udara menurun sampai

sekitar -2 mmHg dari 0 mmHg pada waktu mulai inspirasi. Selisih

tekanan udara ini akan menyebabkan udara mengalir kedalam paru

sampai tekanan pada akhir inspirasi sama lagi dengan tekanan

atmosfer. Sedangkan ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat

elastisitas dinding dada dan paru-paru.

2. Perfusi paru

Dibanding dengan tekanan sistemik, tekanan intrapulmonal

lebih rendah. Pada sirkulasi pulmonal sistole/diastole = 25 /8 m mmHg

atau kurang lebih 6 kali lebih kecil dari pada siskulasi sistemik. Karena

tekanan yang rendah ini maka efek hidrostatiknya menjadi penting.

selain itu ada perbedaan yang nyata antara apek dan basal paru pada

keadaan berdiri. Pertukaran gas paru selain dipengaruhi oleh ventilasi

juga dipengaruhi oleh perfusi paru itu sendiri. Ketidakseimbangan

antara ventilasi dan perfusi akan mempengaruhi pertukaran gas. Dalam

hubungan antara ventilasi dan perfusi kebanyakan penyakit respirasi

mengalami ketidak seimbangan.

3. Pertukaran gas

Pertukaran Gas atau yang sering disebut difusi. Pada tahap ini

proses respirasi mencakup proses gas-gas melintasi membran antara

alveolus - kapiler yang tipis, yakni kurang dari 0,5 um. Kekuatan

pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara

Page 6: Bab ii sementara

10

darah dan fase gas. Pertukaran gas yang paling penting adalah

masuknya oksigen dan dikeluarkannya carbondioksida.

Tekanan parsial oksigen dalam atmosfer pada permukaan laut

besarnya sekitar 149 mmHg (21 % dari 760 mmHg). Pada waktu

oksigen diinspirasi dan sampai alveolus maka tekanan pasial ini

mengalami penurunan sampai sekitar 103 mmHg. Penurunan ini

disebabkan tercampurnya udara dalam ruang rugi anatomis saluran

napas. Ruang rugi ini volumenya sekitar 1 ml udara per pound atau

sekitar 150 ml untuk dewasa normal. Tekanan parsial oksigen dalam

kapiler paru-paru sebesar 40 mmHg. karena perbedaan tekanan parsial

ini maka oksigen dengan mudah berdifusi kedalam aliran darah.

Demikian sebaliknya dengan keluarnya CO2. Selisih tekanan CO2

antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah (6 mmHg)

menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus.

Dari fisiologi sistem pernapasan ini maka dapat disimpulkan bahwa ketiga

faktor tersebut diatas sangat menentukan keefektifan sistem jalan napas

pernapasan. (Sumarno, 2010).

Page 7: Bab ii sementara

11

2.2. KONSEP DASAR ANESTESI UMUM INHALASI

2.2.1. Pengertian Anestesi

Anestesi adalah hilangnya sensasi sakit. Pada anestesi umum

hilangnya rasa sakit terjadi pada seluruh tubuh disertai hilangnya

kesadaran yang bersifat reversibel. Anestesi dibagi menjadi dua golongan

besar, yaitu anestesi umum dan anestesi lokal. Pada anestesi lokal

hilangnya rasa sakit hanya pada sebagian tubuh dan tidak disertai

hilangnya kesadaran. (Modul Anestesiologi, 2008).

2.2.2. Klasifikasi Anestesi

Keadaan teranestesi dapat dihasilkan secara kimia dengan obat-

obatan dan secara fisik melalui penekanan sensori pada syaraf. Obat-

obatan anestetika umumnya diklasifikasikan berdasarkan rute

penggunaannya, yaitu:

1. Topikal misalnya melalui kutaneus atau membrana mukosa.

2. Injeksi seperti intravena, subkutan, intramuskular, dan intraperitoneal.

3. Gastrointestinal secara oral atau rektal.

4. Respirasi atau inhalasi melalui saluran napas. (Tranquilli et al. 2007).

Anestetetikum juga dapat diklasifikasikan berdasarkan daerah atau

luasan pada tubuh yang dipengaruhinya, yaitu :

1. Anestesi lokal, terbatas pada tempat penggunaan dengan pemberian

secara topikal, spray, salep atau tetes, dan infiltrasi.

2. Anestesi regional, mempengaruhi pada daerah atau regio tertentu

dengan pemberian secara perineural, epidural, dan intratekal atau

subarkhanoid.

Page 8: Bab ii sementara

12

3. Anestesi umum, mempengaruhi seluruh sistem tubuh secara umum

dengan pemberian secara injeksi, inhalasi, atau gabungan (balanced

anaesthesia). (Adams 2001; McKelvey dan Hollingshead 2003).

2.2.3. Pengertian Anestesi Umum

Anestesi umum adalah keadaan hilangnya nyeri di seluruh tubuh

dan hilangnya kesadaran yang bersifat sementara yang dihasilkan melalui

penekanan sistem syaraf pusat karena adanya induksi secara farmakologi

atau penekanan sensori pada syaraf. Agen anestesi umum bekerja dengan

cara menekan sistem syaraf pusat (SSP) secara reversibel (Adams 2001).

Anestesi umum merupakan kondisi yang dikendalikan dengan

ketidaksadaran reversibel dan diperoleh melalui penggunaan obat-obatan

secara injeksi dan atau inhalasi yang ditandai dengan hilangnya respon

rasa nyeri (analgesia), hilangnya ingatan (amnesia), hilangnya respon

terhadap rangsangan atau refleks dan hilangnya gerak spontan

(immobility), serta hilangnya kesadaran (unconsciousness). (McKelvey

dan Hollingshead 2003).

Anestesi umum dapat didefinisikan lebih jauh sebagai suatu

keadaan yang mana sistem fisiologi tertentu dari tubuh dibawah kendali

pengaturan luar oleh obat-obat anestesi. Urut-urutan Susunan Saraf Pusat

yang terdepresi selama anestesi umum adalah corteks dan pusat psikis,

basal ganglia dan serebelum, medulla spinalis dan terakhir medula

oblongata. (Modul Anestesiologi, 2008).

Anestesi umum dapat diberikan secara inhalasi, intravena, intra

muskuler, per oral dan per rektal. Yang paling sering dipakai adalah

Page 9: Bab ii sementara

13

pemberian secara inhalasi dan intravena. Agak jarang yang diberikan

secara intramuskuler dan lebih jarang lagi yang diberikan secara per rektal

atau per oral.

2.2.4. Mekanisme Kerja Anestesi Umum

Mekanisme kerja anestesi umum pada tingkat seluler belum

diketahui secara pasti, tetapi dapat dihipotetiskan mempengaruhi sistem

otak karena hilangnya kesadaran, mempengaruhi batang otak karena

hilangnya kemampuan bergerak, dan mempengaruhi kortek serebral

karena terjadi perubahan listrik pada otak. Anestesi umum akan melewati

beberapa tahapan dan tahapan tersebut tergantung pada dosis yang

digunakan.

Tahapan teranestesi umum secara ideal dimulai dari keadaan

terjaga atau sadar kemudian terjadi kelemahan dan mengantuk (sedasi),

hilangnya respon nyeri (analgesia), tidak bergerak dan relaksasi

(immobility), tidak sadar (unconsciousness), koma, dan kematian atau

dosis berlebih (Tranquilli et al. 2007; Miller 2010).

Anestesi umum yang baik dan ideal harus memenuhi kriteria : tiga

komponen anestesi atau trias anestesi (sedasi, analgesi, dan relaksasi),

penekanan refleks, ketidaksadaran, aman untuk sistem vital (sirkulasi dan

respirasi), mudah diaplikasikan dan ekonomis.

Agen anestesi umum dapat digunakan melalui injeksi, inhalasi, atau

melalui gabungan secara injeksi dan inhalasi. Anestetikum dapat

digabungkan atau dikombinasikan antara beberapa anestetikum atau

dengan zat lain sebagai preanestetikum dalam sebuah teknik yang disebut

Page 10: Bab ii sementara

14

balanced anesthesia untuk mendapatkan efek anestesi yang diinginkan

dengan efek samping minimal. (McKelvey dan Hollingshead 2003; Garcia

et al. 2010).

2.2.5. Tujuan Anestesi Umum

Tujuan utama dilakukan anestesi umum adalah upaya untuk

menciptakan kondisi sedasi, analgesi, relaksasi, dan penekanan refleks

yang optimal dan adekuat untuk dilakukan tindakan dan prosedur

diagnostik atau pembedahan tanpa menimbulkan gangguan hemodinamik,

respiratorik, dan metabolik yang dapat mengancam. (Wolfensohn dan

Lloyd 2000; Adams 2001; Tranquilli et al. 2007; Miller 2010).

2.2.6. Anestesi Umum Inhalasi

Anestesi umum inhalasi merupakan salah satu metode anestesi

umum yang dilakukan dengan cara memberikan agen anestesi yang berupa

gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat anestesi langsung

ke udara inspirasi.

Obat anestesi yang diberikan secara inhalasi adalah eter, halotan,

enfluran, isofluran, sevofluran dan desfluran. Yang dapat diberikan secara

intravena adalah pentotal, ketamin, propofol, etomidat, diazepam,

midazolam. Yang diberikan secara intramuskuler adalah ketamin. Contoh

yang dapat diberikan per rektal adalah diazepam, eter oil. Yang dapat

diberikan secara oral adalah ketamin dan midazolam.

Page 11: Bab ii sementara

15

2.2.7. Penatalaksanaan Jalan Napas Pada Anestesi Umum Inhalasi

1. Pre Anestesi

Harus dipahami, bahwa setiap kelainan paru yang tergantung

dari berat ringannya penyakit, mengalami gangguan fungsi paru

berupa transportasi gas, campuran gas dan distribusi gas.

Pertukaran gas dalam paru merupakan hal yang esensial dalam

penatalaksanaan anestesi. Penderita dengan kelainan paru kronik

seperti bronchitis kronis, empisema paru, walaupun masih dapat

melakukan kegiatan sehari-hari tetapi mempunyai fungsi paru yang

terbatas. Untuk menghindari terjadi komplikasi durante dan pasca

anestesi umum inhalasi, penangulangan harus dilakukan dengan cara

intensif.

Pada kelainan paru diatas, tahanan jalan napas meninggi

terutama sekali pada waktu ekspirasi, hal ini disebabkan oleh

penyempitan bronchioli, edema mukosa dan ventilasi yang tidak

adekuat. Selain itu elastisitas paru juga berkurang. Pada penderita ini

umumnya sudah terbiasa dengan PaCO2 yang tinggi sehingga pusat

pernapasan kurang sensitif terhadap perubahan kadar CO2. Pasien

lebih bereaksi terhadap perobahan kadar O2 . Karena itu pemberian O2

yang tinggi waktu anesthesia menyebabkan bertambahnya keadaan

hiperkapnia.

Persiapan pada pra anestesi ini bertujuan untuk memperbaiki

faal paru, menghilangkan bronchospasme dan memberantas infeksi.

Hal-hal ini dapat dilakukan dengan:

Page 12: Bab ii sementara

16

1) Sekret harus dikeluarkan dan lakukan latihan perhapasan.

2) Terapi inhalasi harus dilakukan yaitu dengan

memberikan IPPB (Intermittent Positive Pressure Breathing)

dengan memberikan tekanan positif 5 - 15 cm H2O selama

inspirasi dengan tujuan memperbaiki ventilasi alveolar,

melebarkan bronchus, memperbaiki distribusi udara, mengurangi

retensi jalan napas serta mengurangi tenaga untuk bernapas.

3) Premedikasi golongan parasimpatolitik seperti atropin dapat

diberikan untuk mengurangi sekresi jalan napas, naumun ada

pendapat lain yang mengatakan dengan pemberian atropin dapat

mengentalkan mukus yang diskresi sehingga sulit dikeluarkan.

Obat golongan narkotik seperti pethidin dapat diberikan dengan

dosis yang kecil agar tidak terjadi depresi napas. Obat dari

golongan antihistamin seperti fenergan juga dapat dipakai karena

mempunyai efek yang menguntungkan berupa sedatif dan

mencegah terjadi bronkospasme.

2. Durante Anestesi

Bila anestesi umum terpaksa harus digunakan, maka hendaknya

dipilih jenis obat anesthesi yang tidak terlalu merangsang hipersekresi

jalan napas seperti ether. Teknik yang bertendensi terjadinya

bronchospasme seperti neurolep anagesia sebaiknya dihindari. Selain

itu obat anestesi yang dapat menurunkan resistensi jalan napas juga

tidak dianjurkan seperti katamin, karena dianggap menambah

pelepasan katekolamin.

Page 13: Bab ii sementara

17

Beberapa obat anesthesi umum inhalasi yang direkomendasikan

dengan minimal kompilkasi yang dapat timbul seperti Halotan, Etrane

dan Isoflurane. Namun demikian hal ini juga sangat tergantung teknik

anestesi yang digunakan. Teknik anesthesi bervariasi antara "Minimal

Interverence Techique" dan "Maximal Support Technique".

Pada "Minimal Interverence Technique" penderita bernapas

spontan dengan anestesi umum inhalasi yang ringan tanpa intubasi

endotrakeal. Sedangkan "Maximal Support technique" menggunakan

teknik intubasi endotrakeal, pernapasan dikontrol dan sekret jalan

napas dihisap secara aktif. Ventilasi yang adekuat dapat dimonitoring

dengan monitor PaCO2 dan PaO2.

3. Pasca Anestesi

Pasca anestesi merupakan suatu tahap yang tidak jarang

menimbulkan masalah yang serius yang bila tidak ditangani dengan

baik dapat menimbulkan kematian. Komplikasi yang terjadi pasca

anestesi juga sangat kompleks, dengan teknik anestesi modern saat ini

komplikasi pasca anestesi memang dapat dikurangi, namum sangat

tidak bijaksana bila kita menganggap bahwa komplikasi itu tidak akan

terjadi. Komplikasi pasca anestesi yang dapat terjadi adalah muntah,

komplikasi paru, tromboemboli, retensi kabondioksida, trauma

mekanis,efek toksik lambat dari anestetik.

Mencegah kemungkinan komplikasi yang seperti yang

disebutkan diatas memang harus dilakukan. Pemantauan tanda-tanda

Page 14: Bab ii sementara

18

vital merupakan suatu keharusan untuk mengetahui adanya ancaman

kegawatan akibat komplikasi tersebut.

Pengangulangan ventilasi pernapasan merupakan prioritas

utama pasca anestesi umum inhalasi. Sering kali pasien pasca anestesi

di pindahkan ke recorvery room (RR) dengan endotrakea tube masih

terpasang. Namun sebagian besar biasanya sudah dilepas di ruang

operasi. Penilaian keefektifan jalan napas dapat dilakukan dengan

menilai apakah ada tanda-tanda obstuksi jalan napas.

1) Tanda-tanda obstruksi jalan napas.

(1) Stridor atau bunyi suara napas seperti ngorok.

(2) Adanya retraksi supraklavikular, suprasternal, intercostal dan

epigastrium selama inspirasi.

(3) Napas paradoksal yaitu ketika inspirasi dinding dada menjadi

cekung / mendatar.

(4) Napas makin berat dan sulit dengan adanya kerja otot-

otot napas tambahan.

(5) Sianosis, merupakan tanda hipoksemia.

2) Sebab sebab obstruksi jalan napas diatas yang paling sering

disebabkan oleh lidah jatuh ke hipofaring, Lendir jalan napas yang

berlebihan, muntahan, perdarahan, benda asing, gigi palsu serta

spasme bronkus atau laring. (Sumarno, 2010).

Page 15: Bab ii sementara

19

2.3. KONSEP DASAR ROKOK

2.3.1. Pengertian Rokok

Rokok adalah salah satu zat adiktif yang bila digunakan

mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat.

Kemudian ada juga yang menyebutkan bahwa rokok adalah hasil olahan

tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bahan lainya yang dihasilkan

dari tanamam Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya

atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa

bahan tambahan. (Hans Tendra, 2003).

Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu

atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum,

Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung

nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. (Pasal 1:1 PerPem RI

No. 19 Tahun 2003).

2.3.2. Bahan Baku Rokok

Rokok terbuat dari tembakau yang diperoleh dari tanaman

Nicotiana Tabacum L. Tembakau dipergunakan sebagai bahan untuk

sigaret, cerutu, tembakau untuk pipa serta pemakaian oral. Di Indonesia,

tembakau ditambah cengkih dan bahan-bahan lain dicampur untuk dibuat

rokok kretek. Selain kretek, tembakau juga dapat digunakan sebagai rokok

linting, rokok putih, cerutu, rokok pipa, dan tembakau tanpa asap (chewing

tobacco atau tembako kunyah).

Page 16: Bab ii sementara

20

2.3.3. Bahan-Bahan Kimia Yang Terkandung Dalam Rokok

Gambar 2.2. Kandungan Rokok (sites.google.com)

Pada saat rokok dihisap komposisi rokok yang dipecah menjadi

komponen lainnya, misalnya komponen yang cepat menguap akan

menjadi asap bersama-sama dengan komponen lainnya terkondensasi.

Dengan demikian komponen asap rokok yang dihisap oleh perokok terdiri

dari bagian gas (85%) dan bagian partikel (15%).

Rokok mengandung kurang lebih 4.000 jenis bahan kimia, dengan

40 jenis di antaranya bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker),

dan setidaknya 200 diantaranya berbahaya bagi kesehatan. Racun utama

pada rokok adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida (CO). Selain itu,

dalam sebatang rokok juga mengandung bahan-bahan kimia lain yang tak

kalah beracunnya (David E, 2003).

Zat-zat beracun yang terdapat dalam rokok antara lain adalah

sebagai berikut :

1. Nikotin

Nikotin adalah bahan alkaloid toksik yang merupakan senyawa

amin tersier, bersifat basa lemah dengan pH 8,0 Nikotin yang

Page 17: Bab ii sementara

21

terkandung di dalam asap rokok antara 0.5-3 ng, dan semuanya

diserap, sehingga di dalam cairan darah atau plasma antara 40-50

mg/ml. Nikotin merupakan alkaloid yang bersifat stimulan dan pada

dosis tinggi bersifat racun. Zat ini hanya ada dalam tembakau, sangat

aktif dan mempengaruhi otak atau susunan saraf pusat. Nikotin juga

memiliki karakteristik efek adiktif dan psikoaktif. Dalam jangka

panjang, nikotin akan menekan kemampuan otak untuk mengalami

kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar

nikotin yang semakin tinggi untuk mencapai tingkat kepuasan dan

ketagihannya. Sifat nikotin yang adiktif ini dibuktikan dengan adanya

jurang antara jumlah perokok yang ingin berhenti merokok dan

jumlah yang berhasil berhenti (Pdpersi dalam Sumarno, 2010).

2. Karbon Monoksida

Karbon monoksida (CO) adalah gas beracun yang mempunyai

afinitas kuat terhadap hemoglobin pada sel darah merah, ikatan CO

dengan haemoglobin akan membuat haemoglobin tidak bisa

melepascan ikatan CO dan sebagai akibatnya fungsi haemoglobin

sebagai pengangkut oksigen berkurang, sehingga membentuk karboksi

hemoglobin mencapai tingkat tertentu akan dapat menyebabkan

kematian.

3. Tar

Tar merupakan bagian partikel rokok sesudah kandungan

nikotin dan uap air diasingkan. Tar adalah senyawa polinuklin

hidrokarbon aromatika yang bersifat karsinogenik. Dengan adanya

Page 18: Bab ii sementara

22

kandungan tar yang beracun ini, sebagian dapat merusak sel paru

karena dapat lengket dan menempel pada jalan napas dan paru-paru

sehingga mengakibatkan terjadinya kanker. Pada saat rokok dihisap,

tar masuk kedalam rongga mulut sebagai uap padat asap rokok.

Setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna

coklat pada permukaan gigi, saluran pernapasan dan paru-paru.

4. Timah hitam

Timah hitam (Pb) yang dihasilkan oleh sebatang rokok sebanyak

0,5 ug. Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis dihisap dalam satu

hari akan menghasilkan 10 ug. Sementara ambang batas bahaya timah

hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20 ug per hari. Bisa

dibayangkan, bila seorang perokok berat menghisap rata-rata 2

bungkus rokok per hari, berapa banyak zat berbahaya ini masuk ke

dalam tubuh. (Sugeng D Triswanto, 2007).

5. Amoniak

Amoniak merupakan gas yang tidak berwarna yang terdiri dari

Nitrogen dan Hidrogen. Zat ini tajam baunya dan sangat merangsang.

Begitu kerasnya racun yang ada pada ammonia sehingga jika masuk

sedikit pun ke dalam peredaran darah akan mengakibatkan seseorang

pingsan atau koma.

6. Hidrogen Sianida (HCN)

Hidrogen sianida merupakan sejenis gas yang tidak berwarna,

tidak berbau dan tidak memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang

paling ringan, mudah terbakar dan sangat efisien untuk menghalangi

Page 19: Bab ii sementara

23

pernapasan dan merusak saluran pernapasan. Sianida adalah salah satu

zat yang mengandung racun yang sangat berbahaya. Sedikit saja

sianida dimasukkan langsung ke dalam tubuh dapat mengakibatkan

kematian.

7. Nitrous Oxide

Nitrous oxide merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, dan

bila terhisap dapat menyebabkan hilangnya pertimbangan dan

menyebabkan rasa sakit.

8. Fenol

Fenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi

beberapa zat organic seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar

arang. Zat ini beracun dan membahayakan karena fenol ini terikat ke

protein dan menghalangi aktivitas enzim.

9. Hidrogen sulfida

Hidrogen sulfida adalah sejenis gas yang beracun yang gampang

terbakar dengan bau yang keras. Zat ini menghalangi oksidasi enzim

(zat besi yang berisi pigmen). (Sitoepo dalam Anang, 2008 ).

2.3.4. Dampak Rokok Bagi Organ Respirasi

Merokok dapat menimbulkan berbagai dampak pada kesehatan

manusia, baik dampak langsung maupun efek menahun. Dampak ini bisa

terkena pada perokok aktif maupun pasif.

1. Dampak langsung merokok:

1) Air mata keluar banyak.

2) Rambut, baju, badan berbau.

Page 20: Bab ii sementara

24

3) Denyut nadi dan tekanan darah meningkat.

4) Peristaltik usus meningkat, nafsu makan menurun.

2. Dampak jangka pendek (segera) :

1) Sirkulasi darah kurang baik.

2) Suhu ujung-ujung jari (tangan/kaki) menurun.

3) Rasa mengecap dan membau hilang.

4) Gigi dan jari menjadi coklat atau hitam.

3. Dampak jangka panjang :

1) Kerja otak menurun.

2) Adrenalin meningkat.

3) Tekanan darah dan denyut nadi meningkat.

4) Rongga pembuluh darah menciut.

5) Muncul efek ketagihan dan ketergantungan. (Agus Syamsul, 2013)

2.3.5. Kategori Perokok

1. Perokok Pasif

Perokok pasif adalah asap rokok yang dihirup oleh seseorang yang

tidak merokok (pasif smoker). Asap rokok tersebut bisa menjadi

polutan bagi manusia dan lingkungan sekitar. Asap rokok yang

terhirup oleh orang-orang bukan perokok karena berada disekitar

perokok bisa menimbulkan second handsmoke.

2. Perokok aktif

Perokok aktif adalah orang yang suka merokok (Hasan Alwi, 2003).

Dari perokok aktif ini dapat digolongkan menjadi tiga bagian:

Page 21: Bab ii sementara

25

1) Perokok ringan

Perokok ringan yaitu perokok yang merokok kurang dari sepuluh

batang per hari.

2) Perokok sedang

Perokok sedang adalah orang yang menghisap rokok sepuluh

sampai dua puluh batang perhari.

3) Perokok berat

Perokok berat adalah orang yang merokok lebih dari duapuluh

batang perhari.

2.4. KONSEP DASAR KETIDAKEFEKTIFAN JALAN NAPAS

2.4.1. Pengertian

Ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah suatu keadaan

ketidakmampuan dalam membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran

pernapasan untuk menjaga bersihan jalan napas. (Nanda, 2005). Batasan

karakteristiknya adalah dispneu, penurunan suara napas, terdapat suara

napas tambahan, batuk tidak efektif, produksi sputum, kesulitan bicara,

dan perubahan ritme atau frekuensi pernapasan.

2.4.2. Faktor - Faktor Yang Berhubungan Ketidakefektifan Jalan Napas

1. Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, dan perokok pasif.

2. Obstruksi jalan napas : spasme jalan napas, pengumpulan sekresi,

mukus yang berlebihan, adanya jalan napas buatan, terdapat benda

asing pada jalan napas, sekresi pada bronki, dan eksudat pada alveoli.

Page 22: Bab ii sementara

26

3. Fisiologi : disfungsi neuromuscular, hiperplasi dinding bronkial,

PPOK (penyakit Paru Obstruksi Kronis), infeksi, asma, alergi jalan

napas, dan trauma jalan napas.

4. Ansietas

5. Posisi tubuh

6. Deformitas tulang dan dinding dada

7. Penurunan energi/kelelahan

8. Hiperventilasi

9. Kerusakan muskulus skeletal

10. Imaturitas neurologist

11. Nyeri

2.4.3. Tanda dan Gejala

1. Dispneu, adalah suatu perasaan subjektif tentang kesulitan,

ketidaknyamanan atau kesakitan dalam bernapas, menjadikan petunjuk

adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan ventilasi dan kemampuan

memenuhi kebutuhan tersebut.

2. Batuk, adalah merupakan suatu reflek untuk membantu pengeluaran

sekresi dan benda-benda asing dari batang tracheobroncheal dan paru-

paru. Batuk terjadi bila ada stimulasi dari reseptor batuk yang terletak

di pharinx, larynx, bronchus dan paru-paru. Mekanisme fisiologi yang

berperan untuk terjadinya batuk adalah inspirasi yang dalam diikuti

oleh penutupan glotis yang sesaat, diikuti ekspirasi keras dan tiba-tiba.

Mekanisme ini dibantu oleh kontraksi maksimal otot-otot ekspirasi.

Tujuan batuk adalah untuk menimbulkan aliran udara yang keras

Page 23: Bab ii sementara

27

melalui jalan napas serta mendorong mucus atau benda asing keluar

dari sistem pernapasan.

3. Bunyi napas tambahan (mengi), adalah bunyi yang mempunyai puncak

yang tinggi, berirama terutama terdengar pada saat ekspirasi. Biasanya

terjadi pada pasien bronkokontriksi.

4. Cyanosis, adalah kebiru-biruan kulit dan selaput lendir yang terjadi

apabila kadar haemoglobin dalam darah berkurang. Kadar

haemoglobin bergantung pada faktor-faktor seperti konsentrasi

haemoglobin dan saturasi oksigen, tekanan parsial oksigen, pada darah

vena dan arteri, serta cardiac output. Dalam cyanosis perlu mengamati

bagian kulit yang tipis seperti ujung lidah, selaput lendir pipi bagian

dalam, ujung jari, permukaan kuku, telinga, dan ujung hidung.

5. Sputum, adalah suatu sekresi yang lekat berasal dari batang

tracheobranchial, mulut pharynx (saliva) hidung, dan sinus pada

reaksi paru-paru terhadap setiap iritan yang kambuh secara kontan.

6. Frekuensi pernapasan

1) Bradipneu, berkaitan dengan penurunan tekanan intrakranial,

cedera otak dan takar obat.

2) Takipneu, umumnya tampak pada pasien pneumonia, edema

pulmonal, asidosis metabolik, nyeri hebat, dan fraktur iga.

2.4.4. Karakteristik

Subjektif :

1) Dispneu

2) Napas pendek

Page 24: Bab ii sementara

28

Objektif:

1) Perubahan gerakan dada

2) Mengambil posisi tiga titik

3) Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi

4) Penurunan ventilasi semenit

5) Kapasitas vital

6) Peningkatan diameter anterior dan posterior

7) Napas cuping hidung

8) Fase ekspirasi yang lama

(palmcomrafi.cu.cc, 2011)