Bab ii sementara
-
Upload
teguh6034 -
Category
Health & Medicine
-
view
42 -
download
0
Transcript of Bab ii sementara
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. KONSEP DASAR ANATOMI DAN FISIOLOGI PARU
Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan (Images.google.com)
2.1.1. Anatomi Paru
Pengertian atau pemahaman dari anatomi paru diperlukan untuk
lebih memahami penyakit-penyakit paru khsusnya penyakit paru akibat
rokok. Dalam saluran paru dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Zona penghantar.
Pada zona ini hanya berfungsi sebagai sarana penghantar
aliran udara masuk ke paru untuk sampai kebagian pertukaran gas.
Saluran pernapasan paru bermula dari trachea. Dari trakea bercabang
menjadi dua yang panjang dan penampangnya tidak sama. Cabang ini
disebut bronchus utama yang terdiri dari bagian kanan dan kiri.
Tempat percabangan trakea disebut karina. Selanjutnya bronchus
bercabang secara dikotomis sampai 23 generasi. Semakin kearah
distal, volume dan luas permukaan maupun luas penampang total
6
semakin meningkat. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang
lagi menjadi segmen lobus kemudian menjadi segmen bronchus.
Percabangan ini terus menerus sampai pada cabang terkecil yang
dinamakan bronchiolus terminalis yang merupakan cabang saluran
udara terkecil yang tidak mengandung alveolus. Dua sampai tiga
generasi terakhir bronchiolus mengandung alveolus pada dindingnya
dan disebut broncheolus respiratorius. Dengan demikian yang disebut
sebagai zona penghantar dimulai dari trakea sampai broncheolus
terminalis. Sedangkan zona pernapasan dimulai dari broncheolus
respiratorius sampai alveolus.
Alveolus merupakan satu ruangan berdinding tipis dan terdiri
dari gelembung - gelembung yang disebut sakkus alveolaris yang
semuanya bermuara pada suatu saluran yang disebut ductus alveolaris.
Permukaan dinding saluran pernapasan sampai dengan bronchiolus
terminalis dilapisi oleh sel epitel yang berbentuk epitel tiang berlapis
semu dan epitel yang bersilia. Diantara sel-sel tersebut terdapat sel
goblet. Sel goblet lebih banyak didapatkan di daerah proksimal dari
pada di distal. Sel ini mempunyai saluran kecil ke permukaan guna
menyalurkan mukus yang diproduksinya ke lumen saluran pernapasan.
Kelenjar mukus hanya ditemukan di bronkus dan berada
diantara epitel dan tulang rawan. Volume keseluruhan kelenjar mukus
lebih besar dari sel goblet sehingga produksi mukusnya lebih besar
pula. Apabila kelenjar mukus membesar berarti aktivitasnya juga
meningkat sehingga produksinya juga meningkat. Hal ini dapat terjadi
7
pada pasien perokok yang mengalami bronchitis kronis. Mukus yang
berada disaluran pernapasan akan dibawah oleh bulu getar secara
ritmis ke larings kemudian dengan reflek batuk akan didorong keluar.
Produksi mukus yang berlebihan ini menjadi masalah pernapasan yang
serius pada pasien yang di lakukan anestesi.
2. Zona pernapasan
Zona pernapasan, Seperti dijelaskan diatas zona ini dimulai
dari bronchiolus respiratorius. Bagian paling akhir dari bronchiolus
respiratorius berhubungan dengan alveolus dengan udara yang berada
didalamnya berhubungan dengan kapiler melalui suatu lapisan tipis
yang disebut sebagai membran alveolo-kapilaris.
Diameter rata-rata alveolus ialah 0,15 mm, jumlah alveolus
sekitar 300 juta dengan luas permukaan sekitar 143 m2. Dinding
alveolus mengandung beberapa macam sel dengan berbagai fungsi
antara lain menghalau benda asing dan berperan pada proses
imunologis.
Matrik ekstrasel, Sebagian besar sel-sel pada organisme
multisel berhubungan dengan makromolekul diluarsel yang
membentuk apa yang disebut matriks ekstrasel. (MES). Protein dan
polisakarida disekresi sel ditempat tersebut dan membentuk suatu
matriks diruang ekstrasel. MES terutama mengandung serat-serat
protein yang terbenam dalam gel polisakarida. Makromolekul
penyusunan MES yang terbanyak adalah kollagen dan proteoglikan.
Bahan penyusun yang lain adalah elastin, fibronektin dan laminin.
8
2.1.2. Fisiologi Paru
Fungsi utama paru adalah sebagai tempat pertukaran gas, dalam
konteks ini maka fisiologi sistem pernapasan dapat dibagi menjadi 3
bagian yaitu fungsi ventilasi, perfusi dan fungsi pertukaran gas.
1. Ventilasi Paru
Yaitu keluar masuknya udara selama pernapasan berlangsung.
Laju aliran udara dalam percabangan saluran pernapasan paru tidak
sama, bagian proksimal akan lebih cepat dibandingkan bagian distal
hal ini tergantung luas penampang total. Percabangan saluran
pernapasan menyebabkan luas penampang total meningkat dengan
cepat dari generasi ke generasi. Apabila keliling percabangan generasi
ke -16 dijumlah maka panjangnya kurang lebih 2000 kali panjang
keliling trakea.
Udara masuk dan keluar dari paru karena selisih tekanan yang
terdapat antara atmosfer dan alveolus oleh kerja mekanik otot-otot.
Dalam hal ini dinding torak berfungsi sebagai hembusan. Selama
inspirasi volume torak bertambah besar karena diafrakma turun dan iga
terangkat akibat kontraksi beberapa otot, seperti otot
sternokleidomastoideus yang mengangkat sternum ke atas serta otot
seratus, otot scalenus dan otot intercostalis eksternus berperan
mengangkat iga. Torak dapat membesar tiga arah, yakni ke arah
anteroposterior, lateral dan vertikal.
Peningkatan volume ini menyebabkan penurunan tekanan
intrapleura dari sekitar -4 mmHg menjadi -8 mmHg bila paru-paru
9
mengembang pada saat inspirasi. (Sylvia, 2013). Pada saat yang sama
tekanan intra pulmonal atau tekanan saluran udara menurun sampai
sekitar -2 mmHg dari 0 mmHg pada waktu mulai inspirasi. Selisih
tekanan udara ini akan menyebabkan udara mengalir kedalam paru
sampai tekanan pada akhir inspirasi sama lagi dengan tekanan
atmosfer. Sedangkan ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru.
2. Perfusi paru
Dibanding dengan tekanan sistemik, tekanan intrapulmonal
lebih rendah. Pada sirkulasi pulmonal sistole/diastole = 25 /8 m mmHg
atau kurang lebih 6 kali lebih kecil dari pada siskulasi sistemik. Karena
tekanan yang rendah ini maka efek hidrostatiknya menjadi penting.
selain itu ada perbedaan yang nyata antara apek dan basal paru pada
keadaan berdiri. Pertukaran gas paru selain dipengaruhi oleh ventilasi
juga dipengaruhi oleh perfusi paru itu sendiri. Ketidakseimbangan
antara ventilasi dan perfusi akan mempengaruhi pertukaran gas. Dalam
hubungan antara ventilasi dan perfusi kebanyakan penyakit respirasi
mengalami ketidak seimbangan.
3. Pertukaran gas
Pertukaran Gas atau yang sering disebut difusi. Pada tahap ini
proses respirasi mencakup proses gas-gas melintasi membran antara
alveolus - kapiler yang tipis, yakni kurang dari 0,5 um. Kekuatan
pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara
10
darah dan fase gas. Pertukaran gas yang paling penting adalah
masuknya oksigen dan dikeluarkannya carbondioksida.
Tekanan parsial oksigen dalam atmosfer pada permukaan laut
besarnya sekitar 149 mmHg (21 % dari 760 mmHg). Pada waktu
oksigen diinspirasi dan sampai alveolus maka tekanan pasial ini
mengalami penurunan sampai sekitar 103 mmHg. Penurunan ini
disebabkan tercampurnya udara dalam ruang rugi anatomis saluran
napas. Ruang rugi ini volumenya sekitar 1 ml udara per pound atau
sekitar 150 ml untuk dewasa normal. Tekanan parsial oksigen dalam
kapiler paru-paru sebesar 40 mmHg. karena perbedaan tekanan parsial
ini maka oksigen dengan mudah berdifusi kedalam aliran darah.
Demikian sebaliknya dengan keluarnya CO2. Selisih tekanan CO2
antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah (6 mmHg)
menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus.
Dari fisiologi sistem pernapasan ini maka dapat disimpulkan bahwa ketiga
faktor tersebut diatas sangat menentukan keefektifan sistem jalan napas
pernapasan. (Sumarno, 2010).
11
2.2. KONSEP DASAR ANESTESI UMUM INHALASI
2.2.1. Pengertian Anestesi
Anestesi adalah hilangnya sensasi sakit. Pada anestesi umum
hilangnya rasa sakit terjadi pada seluruh tubuh disertai hilangnya
kesadaran yang bersifat reversibel. Anestesi dibagi menjadi dua golongan
besar, yaitu anestesi umum dan anestesi lokal. Pada anestesi lokal
hilangnya rasa sakit hanya pada sebagian tubuh dan tidak disertai
hilangnya kesadaran. (Modul Anestesiologi, 2008).
2.2.2. Klasifikasi Anestesi
Keadaan teranestesi dapat dihasilkan secara kimia dengan obat-
obatan dan secara fisik melalui penekanan sensori pada syaraf. Obat-
obatan anestetika umumnya diklasifikasikan berdasarkan rute
penggunaannya, yaitu:
1. Topikal misalnya melalui kutaneus atau membrana mukosa.
2. Injeksi seperti intravena, subkutan, intramuskular, dan intraperitoneal.
3. Gastrointestinal secara oral atau rektal.
4. Respirasi atau inhalasi melalui saluran napas. (Tranquilli et al. 2007).
Anestetetikum juga dapat diklasifikasikan berdasarkan daerah atau
luasan pada tubuh yang dipengaruhinya, yaitu :
1. Anestesi lokal, terbatas pada tempat penggunaan dengan pemberian
secara topikal, spray, salep atau tetes, dan infiltrasi.
2. Anestesi regional, mempengaruhi pada daerah atau regio tertentu
dengan pemberian secara perineural, epidural, dan intratekal atau
subarkhanoid.
12
3. Anestesi umum, mempengaruhi seluruh sistem tubuh secara umum
dengan pemberian secara injeksi, inhalasi, atau gabungan (balanced
anaesthesia). (Adams 2001; McKelvey dan Hollingshead 2003).
2.2.3. Pengertian Anestesi Umum
Anestesi umum adalah keadaan hilangnya nyeri di seluruh tubuh
dan hilangnya kesadaran yang bersifat sementara yang dihasilkan melalui
penekanan sistem syaraf pusat karena adanya induksi secara farmakologi
atau penekanan sensori pada syaraf. Agen anestesi umum bekerja dengan
cara menekan sistem syaraf pusat (SSP) secara reversibel (Adams 2001).
Anestesi umum merupakan kondisi yang dikendalikan dengan
ketidaksadaran reversibel dan diperoleh melalui penggunaan obat-obatan
secara injeksi dan atau inhalasi yang ditandai dengan hilangnya respon
rasa nyeri (analgesia), hilangnya ingatan (amnesia), hilangnya respon
terhadap rangsangan atau refleks dan hilangnya gerak spontan
(immobility), serta hilangnya kesadaran (unconsciousness). (McKelvey
dan Hollingshead 2003).
Anestesi umum dapat didefinisikan lebih jauh sebagai suatu
keadaan yang mana sistem fisiologi tertentu dari tubuh dibawah kendali
pengaturan luar oleh obat-obat anestesi. Urut-urutan Susunan Saraf Pusat
yang terdepresi selama anestesi umum adalah corteks dan pusat psikis,
basal ganglia dan serebelum, medulla spinalis dan terakhir medula
oblongata. (Modul Anestesiologi, 2008).
Anestesi umum dapat diberikan secara inhalasi, intravena, intra
muskuler, per oral dan per rektal. Yang paling sering dipakai adalah
13
pemberian secara inhalasi dan intravena. Agak jarang yang diberikan
secara intramuskuler dan lebih jarang lagi yang diberikan secara per rektal
atau per oral.
2.2.4. Mekanisme Kerja Anestesi Umum
Mekanisme kerja anestesi umum pada tingkat seluler belum
diketahui secara pasti, tetapi dapat dihipotetiskan mempengaruhi sistem
otak karena hilangnya kesadaran, mempengaruhi batang otak karena
hilangnya kemampuan bergerak, dan mempengaruhi kortek serebral
karena terjadi perubahan listrik pada otak. Anestesi umum akan melewati
beberapa tahapan dan tahapan tersebut tergantung pada dosis yang
digunakan.
Tahapan teranestesi umum secara ideal dimulai dari keadaan
terjaga atau sadar kemudian terjadi kelemahan dan mengantuk (sedasi),
hilangnya respon nyeri (analgesia), tidak bergerak dan relaksasi
(immobility), tidak sadar (unconsciousness), koma, dan kematian atau
dosis berlebih (Tranquilli et al. 2007; Miller 2010).
Anestesi umum yang baik dan ideal harus memenuhi kriteria : tiga
komponen anestesi atau trias anestesi (sedasi, analgesi, dan relaksasi),
penekanan refleks, ketidaksadaran, aman untuk sistem vital (sirkulasi dan
respirasi), mudah diaplikasikan dan ekonomis.
Agen anestesi umum dapat digunakan melalui injeksi, inhalasi, atau
melalui gabungan secara injeksi dan inhalasi. Anestetikum dapat
digabungkan atau dikombinasikan antara beberapa anestetikum atau
dengan zat lain sebagai preanestetikum dalam sebuah teknik yang disebut
14
balanced anesthesia untuk mendapatkan efek anestesi yang diinginkan
dengan efek samping minimal. (McKelvey dan Hollingshead 2003; Garcia
et al. 2010).
2.2.5. Tujuan Anestesi Umum
Tujuan utama dilakukan anestesi umum adalah upaya untuk
menciptakan kondisi sedasi, analgesi, relaksasi, dan penekanan refleks
yang optimal dan adekuat untuk dilakukan tindakan dan prosedur
diagnostik atau pembedahan tanpa menimbulkan gangguan hemodinamik,
respiratorik, dan metabolik yang dapat mengancam. (Wolfensohn dan
Lloyd 2000; Adams 2001; Tranquilli et al. 2007; Miller 2010).
2.2.6. Anestesi Umum Inhalasi
Anestesi umum inhalasi merupakan salah satu metode anestesi
umum yang dilakukan dengan cara memberikan agen anestesi yang berupa
gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat anestesi langsung
ke udara inspirasi.
Obat anestesi yang diberikan secara inhalasi adalah eter, halotan,
enfluran, isofluran, sevofluran dan desfluran. Yang dapat diberikan secara
intravena adalah pentotal, ketamin, propofol, etomidat, diazepam,
midazolam. Yang diberikan secara intramuskuler adalah ketamin. Contoh
yang dapat diberikan per rektal adalah diazepam, eter oil. Yang dapat
diberikan secara oral adalah ketamin dan midazolam.
15
2.2.7. Penatalaksanaan Jalan Napas Pada Anestesi Umum Inhalasi
1. Pre Anestesi
Harus dipahami, bahwa setiap kelainan paru yang tergantung
dari berat ringannya penyakit, mengalami gangguan fungsi paru
berupa transportasi gas, campuran gas dan distribusi gas.
Pertukaran gas dalam paru merupakan hal yang esensial dalam
penatalaksanaan anestesi. Penderita dengan kelainan paru kronik
seperti bronchitis kronis, empisema paru, walaupun masih dapat
melakukan kegiatan sehari-hari tetapi mempunyai fungsi paru yang
terbatas. Untuk menghindari terjadi komplikasi durante dan pasca
anestesi umum inhalasi, penangulangan harus dilakukan dengan cara
intensif.
Pada kelainan paru diatas, tahanan jalan napas meninggi
terutama sekali pada waktu ekspirasi, hal ini disebabkan oleh
penyempitan bronchioli, edema mukosa dan ventilasi yang tidak
adekuat. Selain itu elastisitas paru juga berkurang. Pada penderita ini
umumnya sudah terbiasa dengan PaCO2 yang tinggi sehingga pusat
pernapasan kurang sensitif terhadap perubahan kadar CO2. Pasien
lebih bereaksi terhadap perobahan kadar O2 . Karena itu pemberian O2
yang tinggi waktu anesthesia menyebabkan bertambahnya keadaan
hiperkapnia.
Persiapan pada pra anestesi ini bertujuan untuk memperbaiki
faal paru, menghilangkan bronchospasme dan memberantas infeksi.
Hal-hal ini dapat dilakukan dengan:
16
1) Sekret harus dikeluarkan dan lakukan latihan perhapasan.
2) Terapi inhalasi harus dilakukan yaitu dengan
memberikan IPPB (Intermittent Positive Pressure Breathing)
dengan memberikan tekanan positif 5 - 15 cm H2O selama
inspirasi dengan tujuan memperbaiki ventilasi alveolar,
melebarkan bronchus, memperbaiki distribusi udara, mengurangi
retensi jalan napas serta mengurangi tenaga untuk bernapas.
3) Premedikasi golongan parasimpatolitik seperti atropin dapat
diberikan untuk mengurangi sekresi jalan napas, naumun ada
pendapat lain yang mengatakan dengan pemberian atropin dapat
mengentalkan mukus yang diskresi sehingga sulit dikeluarkan.
Obat golongan narkotik seperti pethidin dapat diberikan dengan
dosis yang kecil agar tidak terjadi depresi napas. Obat dari
golongan antihistamin seperti fenergan juga dapat dipakai karena
mempunyai efek yang menguntungkan berupa sedatif dan
mencegah terjadi bronkospasme.
2. Durante Anestesi
Bila anestesi umum terpaksa harus digunakan, maka hendaknya
dipilih jenis obat anesthesi yang tidak terlalu merangsang hipersekresi
jalan napas seperti ether. Teknik yang bertendensi terjadinya
bronchospasme seperti neurolep anagesia sebaiknya dihindari. Selain
itu obat anestesi yang dapat menurunkan resistensi jalan napas juga
tidak dianjurkan seperti katamin, karena dianggap menambah
pelepasan katekolamin.
17
Beberapa obat anesthesi umum inhalasi yang direkomendasikan
dengan minimal kompilkasi yang dapat timbul seperti Halotan, Etrane
dan Isoflurane. Namun demikian hal ini juga sangat tergantung teknik
anestesi yang digunakan. Teknik anesthesi bervariasi antara "Minimal
Interverence Techique" dan "Maximal Support Technique".
Pada "Minimal Interverence Technique" penderita bernapas
spontan dengan anestesi umum inhalasi yang ringan tanpa intubasi
endotrakeal. Sedangkan "Maximal Support technique" menggunakan
teknik intubasi endotrakeal, pernapasan dikontrol dan sekret jalan
napas dihisap secara aktif. Ventilasi yang adekuat dapat dimonitoring
dengan monitor PaCO2 dan PaO2.
3. Pasca Anestesi
Pasca anestesi merupakan suatu tahap yang tidak jarang
menimbulkan masalah yang serius yang bila tidak ditangani dengan
baik dapat menimbulkan kematian. Komplikasi yang terjadi pasca
anestesi juga sangat kompleks, dengan teknik anestesi modern saat ini
komplikasi pasca anestesi memang dapat dikurangi, namum sangat
tidak bijaksana bila kita menganggap bahwa komplikasi itu tidak akan
terjadi. Komplikasi pasca anestesi yang dapat terjadi adalah muntah,
komplikasi paru, tromboemboli, retensi kabondioksida, trauma
mekanis,efek toksik lambat dari anestetik.
Mencegah kemungkinan komplikasi yang seperti yang
disebutkan diatas memang harus dilakukan. Pemantauan tanda-tanda
18
vital merupakan suatu keharusan untuk mengetahui adanya ancaman
kegawatan akibat komplikasi tersebut.
Pengangulangan ventilasi pernapasan merupakan prioritas
utama pasca anestesi umum inhalasi. Sering kali pasien pasca anestesi
di pindahkan ke recorvery room (RR) dengan endotrakea tube masih
terpasang. Namun sebagian besar biasanya sudah dilepas di ruang
operasi. Penilaian keefektifan jalan napas dapat dilakukan dengan
menilai apakah ada tanda-tanda obstuksi jalan napas.
1) Tanda-tanda obstruksi jalan napas.
(1) Stridor atau bunyi suara napas seperti ngorok.
(2) Adanya retraksi supraklavikular, suprasternal, intercostal dan
epigastrium selama inspirasi.
(3) Napas paradoksal yaitu ketika inspirasi dinding dada menjadi
cekung / mendatar.
(4) Napas makin berat dan sulit dengan adanya kerja otot-
otot napas tambahan.
(5) Sianosis, merupakan tanda hipoksemia.
2) Sebab sebab obstruksi jalan napas diatas yang paling sering
disebabkan oleh lidah jatuh ke hipofaring, Lendir jalan napas yang
berlebihan, muntahan, perdarahan, benda asing, gigi palsu serta
spasme bronkus atau laring. (Sumarno, 2010).
19
2.3. KONSEP DASAR ROKOK
2.3.1. Pengertian Rokok
Rokok adalah salah satu zat adiktif yang bila digunakan
mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat.
Kemudian ada juga yang menyebutkan bahwa rokok adalah hasil olahan
tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bahan lainya yang dihasilkan
dari tanamam Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya
atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa
bahan tambahan. (Hans Tendra, 2003).
Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu
atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum,
Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung
nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. (Pasal 1:1 PerPem RI
No. 19 Tahun 2003).
2.3.2. Bahan Baku Rokok
Rokok terbuat dari tembakau yang diperoleh dari tanaman
Nicotiana Tabacum L. Tembakau dipergunakan sebagai bahan untuk
sigaret, cerutu, tembakau untuk pipa serta pemakaian oral. Di Indonesia,
tembakau ditambah cengkih dan bahan-bahan lain dicampur untuk dibuat
rokok kretek. Selain kretek, tembakau juga dapat digunakan sebagai rokok
linting, rokok putih, cerutu, rokok pipa, dan tembakau tanpa asap (chewing
tobacco atau tembako kunyah).
20
2.3.3. Bahan-Bahan Kimia Yang Terkandung Dalam Rokok
Gambar 2.2. Kandungan Rokok (sites.google.com)
Pada saat rokok dihisap komposisi rokok yang dipecah menjadi
komponen lainnya, misalnya komponen yang cepat menguap akan
menjadi asap bersama-sama dengan komponen lainnya terkondensasi.
Dengan demikian komponen asap rokok yang dihisap oleh perokok terdiri
dari bagian gas (85%) dan bagian partikel (15%).
Rokok mengandung kurang lebih 4.000 jenis bahan kimia, dengan
40 jenis di antaranya bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker),
dan setidaknya 200 diantaranya berbahaya bagi kesehatan. Racun utama
pada rokok adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida (CO). Selain itu,
dalam sebatang rokok juga mengandung bahan-bahan kimia lain yang tak
kalah beracunnya (David E, 2003).
Zat-zat beracun yang terdapat dalam rokok antara lain adalah
sebagai berikut :
1. Nikotin
Nikotin adalah bahan alkaloid toksik yang merupakan senyawa
amin tersier, bersifat basa lemah dengan pH 8,0 Nikotin yang
21
terkandung di dalam asap rokok antara 0.5-3 ng, dan semuanya
diserap, sehingga di dalam cairan darah atau plasma antara 40-50
mg/ml. Nikotin merupakan alkaloid yang bersifat stimulan dan pada
dosis tinggi bersifat racun. Zat ini hanya ada dalam tembakau, sangat
aktif dan mempengaruhi otak atau susunan saraf pusat. Nikotin juga
memiliki karakteristik efek adiktif dan psikoaktif. Dalam jangka
panjang, nikotin akan menekan kemampuan otak untuk mengalami
kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar
nikotin yang semakin tinggi untuk mencapai tingkat kepuasan dan
ketagihannya. Sifat nikotin yang adiktif ini dibuktikan dengan adanya
jurang antara jumlah perokok yang ingin berhenti merokok dan
jumlah yang berhasil berhenti (Pdpersi dalam Sumarno, 2010).
2. Karbon Monoksida
Karbon monoksida (CO) adalah gas beracun yang mempunyai
afinitas kuat terhadap hemoglobin pada sel darah merah, ikatan CO
dengan haemoglobin akan membuat haemoglobin tidak bisa
melepascan ikatan CO dan sebagai akibatnya fungsi haemoglobin
sebagai pengangkut oksigen berkurang, sehingga membentuk karboksi
hemoglobin mencapai tingkat tertentu akan dapat menyebabkan
kematian.
3. Tar
Tar merupakan bagian partikel rokok sesudah kandungan
nikotin dan uap air diasingkan. Tar adalah senyawa polinuklin
hidrokarbon aromatika yang bersifat karsinogenik. Dengan adanya
22
kandungan tar yang beracun ini, sebagian dapat merusak sel paru
karena dapat lengket dan menempel pada jalan napas dan paru-paru
sehingga mengakibatkan terjadinya kanker. Pada saat rokok dihisap,
tar masuk kedalam rongga mulut sebagai uap padat asap rokok.
Setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna
coklat pada permukaan gigi, saluran pernapasan dan paru-paru.
4. Timah hitam
Timah hitam (Pb) yang dihasilkan oleh sebatang rokok sebanyak
0,5 ug. Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis dihisap dalam satu
hari akan menghasilkan 10 ug. Sementara ambang batas bahaya timah
hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20 ug per hari. Bisa
dibayangkan, bila seorang perokok berat menghisap rata-rata 2
bungkus rokok per hari, berapa banyak zat berbahaya ini masuk ke
dalam tubuh. (Sugeng D Triswanto, 2007).
5. Amoniak
Amoniak merupakan gas yang tidak berwarna yang terdiri dari
Nitrogen dan Hidrogen. Zat ini tajam baunya dan sangat merangsang.
Begitu kerasnya racun yang ada pada ammonia sehingga jika masuk
sedikit pun ke dalam peredaran darah akan mengakibatkan seseorang
pingsan atau koma.
6. Hidrogen Sianida (HCN)
Hidrogen sianida merupakan sejenis gas yang tidak berwarna,
tidak berbau dan tidak memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang
paling ringan, mudah terbakar dan sangat efisien untuk menghalangi
23
pernapasan dan merusak saluran pernapasan. Sianida adalah salah satu
zat yang mengandung racun yang sangat berbahaya. Sedikit saja
sianida dimasukkan langsung ke dalam tubuh dapat mengakibatkan
kematian.
7. Nitrous Oxide
Nitrous oxide merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, dan
bila terhisap dapat menyebabkan hilangnya pertimbangan dan
menyebabkan rasa sakit.
8. Fenol
Fenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi
beberapa zat organic seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar
arang. Zat ini beracun dan membahayakan karena fenol ini terikat ke
protein dan menghalangi aktivitas enzim.
9. Hidrogen sulfida
Hidrogen sulfida adalah sejenis gas yang beracun yang gampang
terbakar dengan bau yang keras. Zat ini menghalangi oksidasi enzim
(zat besi yang berisi pigmen). (Sitoepo dalam Anang, 2008 ).
2.3.4. Dampak Rokok Bagi Organ Respirasi
Merokok dapat menimbulkan berbagai dampak pada kesehatan
manusia, baik dampak langsung maupun efek menahun. Dampak ini bisa
terkena pada perokok aktif maupun pasif.
1. Dampak langsung merokok:
1) Air mata keluar banyak.
2) Rambut, baju, badan berbau.
24
3) Denyut nadi dan tekanan darah meningkat.
4) Peristaltik usus meningkat, nafsu makan menurun.
2. Dampak jangka pendek (segera) :
1) Sirkulasi darah kurang baik.
2) Suhu ujung-ujung jari (tangan/kaki) menurun.
3) Rasa mengecap dan membau hilang.
4) Gigi dan jari menjadi coklat atau hitam.
3. Dampak jangka panjang :
1) Kerja otak menurun.
2) Adrenalin meningkat.
3) Tekanan darah dan denyut nadi meningkat.
4) Rongga pembuluh darah menciut.
5) Muncul efek ketagihan dan ketergantungan. (Agus Syamsul, 2013)
2.3.5. Kategori Perokok
1. Perokok Pasif
Perokok pasif adalah asap rokok yang dihirup oleh seseorang yang
tidak merokok (pasif smoker). Asap rokok tersebut bisa menjadi
polutan bagi manusia dan lingkungan sekitar. Asap rokok yang
terhirup oleh orang-orang bukan perokok karena berada disekitar
perokok bisa menimbulkan second handsmoke.
2. Perokok aktif
Perokok aktif adalah orang yang suka merokok (Hasan Alwi, 2003).
Dari perokok aktif ini dapat digolongkan menjadi tiga bagian:
25
1) Perokok ringan
Perokok ringan yaitu perokok yang merokok kurang dari sepuluh
batang per hari.
2) Perokok sedang
Perokok sedang adalah orang yang menghisap rokok sepuluh
sampai dua puluh batang perhari.
3) Perokok berat
Perokok berat adalah orang yang merokok lebih dari duapuluh
batang perhari.
2.4. KONSEP DASAR KETIDAKEFEKTIFAN JALAN NAPAS
2.4.1. Pengertian
Ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah suatu keadaan
ketidakmampuan dalam membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran
pernapasan untuk menjaga bersihan jalan napas. (Nanda, 2005). Batasan
karakteristiknya adalah dispneu, penurunan suara napas, terdapat suara
napas tambahan, batuk tidak efektif, produksi sputum, kesulitan bicara,
dan perubahan ritme atau frekuensi pernapasan.
2.4.2. Faktor - Faktor Yang Berhubungan Ketidakefektifan Jalan Napas
1. Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, dan perokok pasif.
2. Obstruksi jalan napas : spasme jalan napas, pengumpulan sekresi,
mukus yang berlebihan, adanya jalan napas buatan, terdapat benda
asing pada jalan napas, sekresi pada bronki, dan eksudat pada alveoli.
26
3. Fisiologi : disfungsi neuromuscular, hiperplasi dinding bronkial,
PPOK (penyakit Paru Obstruksi Kronis), infeksi, asma, alergi jalan
napas, dan trauma jalan napas.
4. Ansietas
5. Posisi tubuh
6. Deformitas tulang dan dinding dada
7. Penurunan energi/kelelahan
8. Hiperventilasi
9. Kerusakan muskulus skeletal
10. Imaturitas neurologist
11. Nyeri
2.4.3. Tanda dan Gejala
1. Dispneu, adalah suatu perasaan subjektif tentang kesulitan,
ketidaknyamanan atau kesakitan dalam bernapas, menjadikan petunjuk
adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan ventilasi dan kemampuan
memenuhi kebutuhan tersebut.
2. Batuk, adalah merupakan suatu reflek untuk membantu pengeluaran
sekresi dan benda-benda asing dari batang tracheobroncheal dan paru-
paru. Batuk terjadi bila ada stimulasi dari reseptor batuk yang terletak
di pharinx, larynx, bronchus dan paru-paru. Mekanisme fisiologi yang
berperan untuk terjadinya batuk adalah inspirasi yang dalam diikuti
oleh penutupan glotis yang sesaat, diikuti ekspirasi keras dan tiba-tiba.
Mekanisme ini dibantu oleh kontraksi maksimal otot-otot ekspirasi.
Tujuan batuk adalah untuk menimbulkan aliran udara yang keras
27
melalui jalan napas serta mendorong mucus atau benda asing keluar
dari sistem pernapasan.
3. Bunyi napas tambahan (mengi), adalah bunyi yang mempunyai puncak
yang tinggi, berirama terutama terdengar pada saat ekspirasi. Biasanya
terjadi pada pasien bronkokontriksi.
4. Cyanosis, adalah kebiru-biruan kulit dan selaput lendir yang terjadi
apabila kadar haemoglobin dalam darah berkurang. Kadar
haemoglobin bergantung pada faktor-faktor seperti konsentrasi
haemoglobin dan saturasi oksigen, tekanan parsial oksigen, pada darah
vena dan arteri, serta cardiac output. Dalam cyanosis perlu mengamati
bagian kulit yang tipis seperti ujung lidah, selaput lendir pipi bagian
dalam, ujung jari, permukaan kuku, telinga, dan ujung hidung.
5. Sputum, adalah suatu sekresi yang lekat berasal dari batang
tracheobranchial, mulut pharynx (saliva) hidung, dan sinus pada
reaksi paru-paru terhadap setiap iritan yang kambuh secara kontan.
6. Frekuensi pernapasan
1) Bradipneu, berkaitan dengan penurunan tekanan intrakranial,
cedera otak dan takar obat.
2) Takipneu, umumnya tampak pada pasien pneumonia, edema
pulmonal, asidosis metabolik, nyeri hebat, dan fraktur iga.
2.4.4. Karakteristik
Subjektif :
1) Dispneu
2) Napas pendek
28
Objektif:
1) Perubahan gerakan dada
2) Mengambil posisi tiga titik
3) Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi
4) Penurunan ventilasi semenit
5) Kapasitas vital
6) Peningkatan diameter anterior dan posterior
7) Napas cuping hidung
8) Fase ekspirasi yang lama
(palmcomrafi.cu.cc, 2011)