BAB II TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1 ...eprints.umm.ac.id/66033/3/BAB II.pdf8 BAB II...
Transcript of BAB II TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1 ...eprints.umm.ac.id/66033/3/BAB II.pdf8 BAB II...
8
BAB II
TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Agency Theory (Teori Agensi)
Jensen dan Meckling (1976) dalam Purnama (2017) menjelaskan
hubungan keagenan di dalam teori agensi (Agency Theory) bahwa
perusahaan merupakan kumpulan kontrak (nexus of contract) antara
pemilik sumber daya ekonomis (principal) dan manajer (agent) yang
pengurus penggunaan dan pengendalian sumber daya tersebut. Dalam
konsep teori akuntansi, manajemen sebagai agen seharusnya melakukan
tindakan yang selaras dengan kepentiangan prinsipal, namun manajemen
dapat melakukan tindakan-tindakan yang hanya memaksimalkan
kepentiangan sendiri. Dalam praktiknya manajer sebagai pengelola
perusahaan tentunya mengetahui lebih banyak informasi internal dan
prospek perusahaan di waktu mendatang dibandingkan dengan pemilik
modal atau pemegang saham. Sehingga sebagai pengelola, manajer
memiliki kewajiban memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan
kepada pemilik. Akan tetapi pada hal ini informasi yang disampaikan
oleh manajer terkadang tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang
sebenarnya. Informasi yang dapat diberikan oleh manajer dapat berupa
pengungkapan informasi akuntansi yang berupa laporan keuangan,
laporan keuangan tersebut penting bagi pengguna eksternal. Adanya
9
ketidakseimbangan penguasaan informasi ini akan menimbulkan kondisi
yang disebut sebagai asimetri informasi (information asymmetri), dengan
adanya asimetri informasi para manajer berkesempatan untuk melakukan
manajemen laba sehingga hal tersebut akan menjerumuskan pemilik
(pemegang saham) mengenai kinerja ekomoni perusahaan.
2. Manajemen Laba
Manajemen laba merupakan suatu tindakan manajer untuk memilih
kebijakan akuntansi untuk mencapai beberapa tujuan yang spesifik dan
kebijakan akuntansi yang dimaksud adalah penggunaan accrual dalam
menyusun laporan keuangan menurut Scott (2011) dalam (Agustia,
2013a). Manajemen laba didefinisikan sebagai upaya manajer perusahaan
untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi-informasi dalam
laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin
mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan.
Manajer melakukan manajemen laba dengan memilih metode atau
kebijakan akuntansi terlebih dahulu, untuk menaikkan laba atau
menurunkan laba. Manajer dapat menaikkan laba dengan menggeser laba
periode-periode yang akan datang ke periode kini dan manajer dapat
menurunkan laba dengan menggeser laba periode kini ke periode-periode
berikutnya. Manajemen laba biasanya terjadi ketika manajer menggunakan
kebijakan dalam laporan keuangan dan juga ketika menstruktur transaksi
dalam laporan keuangan untuk mengabulkan sebagian stakeholder tentang
kinerja ekonomis perusahaan atau untuk mempengaruhi kontrak yang
10
bergantung atas angka akuntansi yang dilaporkan (Primanita & Setiono,
2006).
Secara umum ada tiga pendekatan yang telah dihasilkan para peneliti
untuk mendeteksi manajemen laba, yaitu model yang berbasis aggregate
acrrual, spesific acrruals, dan distribution of earnings after managemen.
Dalam penelitian ini, lebih memfokuskan pada penggunaan model
pendekatan berbasis agregate acrrual, yaitu model yang digunakan untuk
mendeteksi aktiva rekayasa dengan menggunakan discretionary accruals
sebagai proksi manajemen laba. S. Sulistyanto (2008) menjelaskan bahwa
secara empiris nilai discretionary accruals bisa nol, positif, atau negatif.
Nilai nol menunjukan manajemen laba dilakukan dengan pola perataan
laba (income smooting), sedangkan nilai positif menunjukkan bahwa
manajemen laba dilakukan dengan pola penaikkan laba (income
inccreasing), dan nilai negatif menunjukkan manajemen laba dengan pola
penurunan laba.
Ada beberapa faktor yang memicu manajemen untuk melakukan
manajemen laba diantaranya sebagai berikut :
a. Motivasi bonus
Dalam sebuah perjanjian bisnis, pemegang saham akan
memberikan sejumlah insetif dan bonus sebagai feedback atas kinerja
manajer dalam menjalankan perusahaan, manajer biasanya akan
menerima bonus yang ditetapkan pemegang saham. Salah satu kinerja
manajemen diukur dari pencapaian laba perusahaan, pemberian bonus
11
atas pencapaian laba perusahaan tersebut membuat manajer
termotivasi untuk memberikan performa terbaiknya sehingga tidak
menutup kemungkinan manajer malakukan manajemen laba agar
dapat menampilkan kinerja yang baik agar mendapatkan bonus yang
dijanjikan oleh pemegang saham.
b. Motivasi hutang
Selain melakukan kontrak bisnis dengan pemegang saham, untuk
kepentingan ekspansi perusahaan, manajer seringkali melakukan
kontrak bisnis dengan pihak ketiga yaitu kreditor. Agar kreditor mau
menginvestasikan dananya ke perusahaan, tentunya manajer akan
berusaha menampilkan kinerja perusahaan yang maksimal, dengan
begitu manajer berinisiatif untuk melakukan manajemen laba agar
lebih mudah menarik minat kreditor.
c. Motivasi politik
Motivasi politik biasanya terjadi pada perusahaan besar yang
bidang usahanya banyak menyentuh masyarakat luas, seperti
perusahaan perminyakan, gas, listrik, dan air. Demi menjaga tetap
mendapat subsidi dari pemerintah perusahaan tersebut cenderung
menjaga posisi keuangannya dalam keadaan tertentu sehingga
kinerjanya tidak terlalu baik, hal ini dikarena jika kinerja perusahaan
baik maka subsidi dari pemerintah tidak dapat diberikan kepada
perusahaan, ketika peristiwa itu terjadi manajer cenderung akan
melakukan manajemen laba dengan menyajikan laporan keuangan
dengan laba yang lebih rendah dari nilai sebenarnya.
12
Dalam mendeteksi terjadinya manajemen laba, banyak model yang
dapat digunakan untuk mengukurnya, salah satu model yang digunakan
untuk mengukur manajemen laba kuantitatif adalah modified jones
model, dimana mengasumsikan bahwa akrual nondiskreosioner bersifat
tetap dari satu periode ke periode lainnya sehingga perubahan akrual
yang terjadi karena perubahan akrual dikresioner. Hal ini terjadi karena
manajemen memiliki motivasi untuk melakukan permainan terhadap
kebijakan akuntansi, dengan begitu apabila ada suatu perubahan disuatu
pos tertentu maka manajemen semakin termotivasi untuk melakukan
perubahan pada pos lainnya (Sulistiawan & Januarsi, 2011).
3. Dewan Komisaris Independen
Dewan komisaris independen merupakan organ perusahaan yang
memiliki tanggung jawab dan kewenangan penuh atas pengurusan
perusahaan, fungsi dewan komisaris yaitu memastikan bahwa perusahaan
telah melakukan tanggung jawab sosial dan mempertimbangkan
kepentingan berbagai stakeholder perusahaan sebagai memonitor
efektifitas pelaksanaan good corporate governance. Dewan komisaris
merupakan inti dari good corporate governance yang ditugaskan untuk
menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen
dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya
akuntabilitas.
13
4. Komite Audit
Komite audit adalah suatu komite yang berpandangan tentang
masalah akuntansi, laporan keuangan dan penjelasannya, sistem
pengawasan internal serta auditor independen, komite audit memiliki
peran dalam upaya untuk menjamin kualitas dari pelaporan keuangan
perusahaan. Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan
komisaris dengan tujuan untuk melakukan pemeriksaan atau penelitian
yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam
melaksanakan pengelolaan perusahaan serta melaksanakan tugas penting
yang berkaitan dengan sistem pelaporan keuangan. Anggota komite audit
harus mepunyai keahlian yang memadai karena komite audit dituntut
untuk dapat bekerja secara independen. Komite audit adalah suatu komite
yang beranggotakan satu atau lebih anggota dewan komisaris.
5. Profitabilitas
Tingkat profitabilitas yang tinggi menjukkan bahwa kinerja
perusahaan baik dan pengawasan berjalan dengan baik, sedangkan jika
tingkat profitabilitas yang rendah menunjukkan bahwa kinerja
perusahaan kurang baik, dan kinerja manajemen pun juga nampak buruk.
Secara garis besar, laba yang dihasilkan perusahaan berasal dari
penjualan dan investasi yang dilakukan oleh perusahaan, dengan kata lain
semakin tinggi rasio profitabilitas maka semakin baik produktifitas aset
dalam memperoleh keuntungan bersih. Hal ini akan meningkatkan daya
tarik perusahaan kepada investor, peningkatan daya tarik perusahaan
14
menjadikan perusahaan tersebut makin diminati investor karena tingkat
pengembalian akan semakin besar. Semakin tinggi rasio yang diperoleh
maka semakin efisien manajemen aset perusahaan. Profitabilitas
merupakan suatu indikator kinerja yang dilakukan manajemen dalam
mengelola kekayaan perusahaan yang ditujukkan oleh laba yang
dihasilkan (Murdoko Sudarmadji & Sularto, 2007).
6. Leverage
Rasio leverage menggambarkan sumber dana operasi yang digunakan
oleh perusahaan. Rasio ini menunjukkan risiko yang dihadapi oleh
perusahaan, maka ketidakpastian untuk menghasilkan laba di masa depan
juga akan makin meningkat. Foster (1986) mengungkapkan bahwa
terdapat hubungan antara rasio leverage dengan return perusahaan yang
artinya hutang dapat digunakan untuk memprediksi keuntungan yang
kemungkinan bisa diperoleh bagi investor jika berinvestasi pada suatu
perusahaan. Leverage dapat diukur menggunakan analisa rasio leverage
yang mengukur seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh hutang.
Penggunaan leverage mengandung beberapa implikasi, pertama para
kreditur akan melihat modal perusahaan atau dana yang disediakan
penanam modal untuk menentukan besarnya batas marjin yang aman. Jika
penanam modal hanya menyediakan sebagian kecil dari seluruh
pembiayaan, maka resiko perusahaan ditanggung oleh para kreditur.
Kedua, mencari dana dari hutang para memilik modal memperoleh
manfaat mempertahankan kendali perusahaan dengan investasi terbatas.
15
Perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi diduga melakukan
earnings management. Earnings management dilakukan untuk dapat
memberikan posisi bargaining yang lebih baik yang berkaitan dengan
sumber dana eksternal atau pada saat terjadi negoisasi ulang apabila
perusahaan benar-benar tidak melunasi kewajibannya. Kosasih and
Widayati (2013) menyatakan bahwa leverage yang semakin tinggi
memiliki arti, bahwa perusahaan memiliki hutang yang lebih besar dari
pada asetnya, sehingga pada pihak eksternal lainnya yaitu kreditor yang
turut mengawasi pelaporan keuangan perusahaan dengan begitu membuat
pengawasan semakin ketat sehingga fleksibilitas manajemen untuk
melakukan manajemen laba semakin berkurang karena bertambahnya
pihak-pihak eksternal yang turut ikut mengawasi. Manajemen perusahaan
melakukan earnings management untuk meningkatkan laba bersih
sebelum ditemukannya pelanggaran persyaratan hutang, karena semakin
tinggi hutang yang dimiliki perusahaan maka semakin ketat pengawasan
yang dilakukan oleh kreditor, sehingga fleksibilitas manajemen untuk
melakukan earnings management semakin berkurang. Perusahaan yang
mempunyai rasio leverage tinggi diduga melakukan earnings management
karena perusahaan terancam default yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban
pembayaran utang pada waktunya (Widyaningdyah, 2001).
7. Free Cash Flow
Arus kas bebas (Free Cash Flow) adalah arus kas aktual yang di
distribusikan kepada investor sesudah perusahaan melakukan semua
investasi dan modal kerja yang diperlukan untuk menjaga kelangsungan
16
operasionalnya (Sawir, 2004). Mardiyanto (2009) menjelaskan bahwa
perusahaan yang sanggup membagikan deviden lebih tinggi akan naik
harga sahamnya karena dipandang investor sebagai perusahaan yang
mempunyai kelebihan kas (Free Cash Flow). Perusahaan yang menahan
kelebihan kasnya (tidak membagikan sebagai deviden) justru harga
sahamnya cenderung turun karena investor menganggap kelebihan dana
tersebut akan digunakan untuk membiayai investasi yang kurang
menguntungkan. Free Cash Flow merupakan determinan penting dalam
penentuan nilai perusahaan, sehingga manajer perusahaan lebih berfokus
pada usaha untuk meningkatjan Free Cash Flow. Perusahaan dengan aliran
kas bebas yang tinggi tanpa adanya pengawasan yang memadai bisa terjadi
karena pihak manajer tidak memanfaatkan secara optimal kas yang
tersedia secara tepat, atau menggunakannya untuk investasi yang
menguntungkan dirinya sendiri. Perusahaan dengan aliran kas bebas yang
tinggi bisa diduga lebih mampu bertahan dalam situasi yang buruk,
sedangkan aliran kas bebas negatif berarti sumber dana internal tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan investasi perusahaan sehingga
memerlukan tambahan dana eksternal baik dalam bentuk hutang maupun
penerbitan saham baru (WININGSIH, 2017). Penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa perusahaan dengan surplus arus kas bebas yang
tinggi juga cenderung melakukan praktik manajemen laba dengan
meningkatkan laba yang dilaporkan untuk menutupi tindakan pihak
manajer yang tidak optimal dalam memanfaatkan kekayaan perusahaan.
17
B. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdaahulu
No Peneliti (tahun) Variabel penelitian Hasil
1 Febriarti (2017) Independen : Ukuran
Perusahaan, Financial
Leverage, Profitabilitas,
Arus Kas Bebas, Struktur
Kepemilikan
Institusional, dan
Struktur Kepemilikan
Manajerial
Dependen : Manajemen
laba
Ukuran perusahaan, struktur
kepemilikan institusional dan
struktur kepemilikan manajerial
tidak berpengaruh terhadap
manajemen laba, sedangkan
financial leverage dan
profitabilitas berpengaruh positif
terhadap manajemen laba. Namun
arus kas bebas berpengaruh
negatif terhadap manajemen laba
yang berarti semakin rendah arus
kas bebas perusahaan maka akan
meningkatkan manajemen laba.
Selain itu ukuran perusahaan,
financial leverage, profitabilitas,
arus kas bebas, struktur
kepemilikan institusional, dan
struktur kepemilikan manajerial
berpengaruh secara simultan
18
terhadap manajemen laba.
2 (Perdana &
MAHFUD, 2012)
Independen : Firm size,
Leverage, Good
Covernance, dan
profitabilitas
Dependen : earnings
management
kualitas audit dan leverage
berpengaruh negatif signifikan
terhadap manajemen laba, dan
profitabilitas berpengaruh positif
signifikan terhadap manajemen
laba, serta firm size dan proporsi
komisaris independen tidak
berpengaruh signifikan terhadap
manajemen laba.
3
(Basir & Muslih,
2019)
Independen : free cash
flow, leverage,
profitabilitas, dan sales
growth
Dependen : manajemen
laba
Secara simultan memperoleh hasil
bahwa variabel free cash flow,
leverage, profitabilitas dan sales
growth berpengaruh terhadap
manajemen laba dan secara parsial
variabel free cash flow, sales
growth dan leverage tidak
berpengaruh signifikan dengan
arah negatif terhadap manajemen
laba sedangkan profitabilitas
berpengaruh signifikan dengan
arah positif terhadap manajemen
laba.
19
4
(Agustia, 2013a) Independen : good
corporate governance,
free cash flow, dan
leverage
Dependen : manajemen
laba
hasil bahwa variabel-variabel good
corporate governance (GCG)
tidak berpengaruh terhadap
praktek manajemen laba. variabel
free cash flow berpengaruh negatif
signifikan terhadap manajemen
laba, dan variabel yang terakhir
leverage berpengaruh terhadap
earnings management.
5 (Purnama, 2017)
Independen :
profitabilitas, leverage,
ukuran perusahaan,
kepemilikan institusional
dan kepemilikan
manajerial
Dependen : manajemen
laba
variabel profitabilitas berpengaruh
positif terhadap manajemen laba,
variabel Leverage tidak
berpengaruh tehadap manajemen
laba, variabel ukuran perusahaan
berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba, dan kepemilikan
institusional tidak berpengaruh
terhadap manajemen laba, serta
kepemilikan manajerial
berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba.
6
(Agustia, 2013b) Independen : free cash
flow dan kualitas audit
Independen : manajemen
free cash flow berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba, arus kas
bebas yang tinggi cenderung tidak
20
laba
akan melakukan manajemen laba
karena meskipun tanpa adanya
manajemen laba perusahaan sudah
bisa meningkatkan harga
sahamnya, dan Kulaitas audit
sebuah kantor akuntan publik yang
digunakansebuah perusahaan,
tidak menjamin berkurangnya
perusahaan melakukan praktik
manajemen laba.
7
(Arifin & Destriana,
2016)
Independen: firm size,
corporate governance,
dan karakteristik
perusahaan
Dependen: manajemen
laba.
Dewan board of independence,
institutional ownership
berpengaruh terhadap manajemen
laba, dan firm size, board of
director, audit quality, dan
managerial ownership tidak
berpengaruh terhadap manajemen
laba.
21
8 (Abdillah,
Susilawati, &
Purwanto, 2016)
Independen : good
corporate governance
Dependen : manajemen
laba
Good corporate governance
dengan proksi komite audit,
komisaris independen,
kepemilikan institusional
berpengaruh positif terhadap
manajemen laba, kepemilikan
manajerial berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba
sedangkan variabel komite audit
berpengaruh sangat besar terhadap
manajemen laba.
9
(Gunawan,
Darmawan, SE, &
Purnamawati, 2015)
Independen : ukuran
perusahaan,
profitabilitas, dan
leverage
Dependen : manajemen
laba
Ukuran perusahaan tidak
berpengaruh terhadap manajemen
laba, profitabilitas tidak
berpengaruh terhadap manajemen
laba, dan leverage juga tidak
berpengaruh terhadap manajemen
laba.
10
(Yogi &
Damayanthi, 2016)
Independen : arus kas
bebas, capital adequacy
ratio, dan good
corporate governance
Dependen : manajemen
Variabel arus kas bebas
berpengaruh negatif pada
manajemen laba, capital adequacy
ratio berpengaruh positif terhadap
manajemen laba, dan good
22
laba corporate governance yang di
proksi dengan dewan komisaris
independen, komite audit,
kepemilikan manajerial, dan
kepemilikan institusional tidak
berpengaruh pada manajemen
laba.
Tabel diatas merupakan beberapa penelitian terdahulu mengenai manajemen
laba. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada periode
waktu yang digunakan, penelitian ini menggunakan periode waktu 2019.
Kemudian variabel-variabel independen yang digunakanpun juga berbeda beda.
C. Perumusan Hipotesis
Perumusan hipotesis dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel
independen (X) berupa pengaruh dewan komisaris independen, komite audit,
profitabilitas, leverage, dan free cash flow terhadap variabel dependen (Y)
yaitu manajemen laba pada perusahaan manufaktur yag terdaftar di BEI.
1. Pengaruh dewan komisaris independen terhadap manajemen laba
Dewan komisaris independen bertugas dan bertanggung jawab untuk
memastikan bahwa perusahaan memiliki strategi bisnis yang efektif
(memantau jadwal, anggran, dan efektifitas strategi), mematuhi hukum
dan perundangan yang berlaku serta menjamin bahwa prinsip-prinsip
23
good corporate governance telah dipatuhi dan diterapkan dengan baik (S.
Sulistyanto, 2008). Dapat disimpulkan bahwa proporsi dewan komisaris
independen berbanding terbalik dengan manajemen laba, bahwa jika
penambahan proporsi dewan komisaris independen setiap tahunnya dapat
mendorong penurunan praktik manajemen laba. Hal ini didukung oleh
penelitian Dewanto (2012) dalam Agustia (2013a) memperoleh hasil
bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negarif
terhadap praktik manajemen laba. Dari hasil tersebut perusahaan yang
mempunyai jumlah komisaris independen yang lebih besar akan dapat
meminimalisir terjadinya praktik manajemen laba dalam melaporkan laba
perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini adalah :
H1 : Dewan komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen
laba.
2. Pengaruh Komite audit terhadap manajemen laba
Komite audit merupakan pihak yang bertanggung jawab
melakukan pengawasan dan pengendalian untuk menciptakan keadilan,
transparansi, akuntabilitas, dan responsibilitas. Keempat faktor tersebut
yang membuat laporan keuangan menjadi lebih berkualitas. Komite audit
mempunyai peran yang penting dan strategis dalam hal memelihara
kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan, menjaga terciptanya
suatu sistem pengawasan perusahaan yang memadai serta dilaksanakan
good corporate governance. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa
peran anngota komite audit yang banyak diharapkan bisa mengurangi
24
praktik manajemen laba. Hal ini didukung oleh penelitian Lin, Li, and
Yang (2006) dan Alves (2011) mengungkapkan bahwa keberadaan
komite audit diperusahaan terbukti berpengaruh negatif terhadap praktik
manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang diajukan
adalah :
H2 : Komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba.
3. Pengaruh profitabilitas terhadap manajemen laba
Profitabilitas merupakan suatu indikator kinerja manajemen dalam
mengelola kekayaan perusahaan yang ditunjukkan oleh laba yang
dihasilkan perusahaan (Murdoko Sudarmadji & Sularto, 2007). Salah
satu tujuan perusahaan beroperasi adalah untuk memperoleh laba. Jika
profitabilitas yang didapat perusahaan rendah, maka bonus yang diterima
oleh manajemen perusahaan pun ikut rendah. Oleh karena itu umumnya
pihak manajemen cenderung akan melakukan tindakan manajemen laba
agar pihak manajemen perusahaan mendapatkan bonus atau kompensasi.
Dalam Bonus Plan Hypothesis menyatakan bahwa apabila pada tahun
tertentu kinerja sesungguhnya berada dibawah syarat untuk memperoleh
bonus, maka manajer akan melakukan manajemen laba agar labanya
dapat mencapai minimal untuk memperoleh bonus. Sebaliknya, jika pada
tahun itu kinerja yang diperoleh manajer jauh diatas jumlah yang
diisyaratkan untuk memperoleh bonus, manajer akan mengelola dan
mengatur agar laba yang dilaporkan menjadi tidak terlalu tinggi,
sehingga jika profitabilitas tinggi maka investor akan percaya bahwa
kinerja perusahaan tersebut baik. Widyastuti (2009) menyatakan semakin
25
besar tingkat profitabilitas maka semakin besar terjadinya manajemen
laba. Guna and Herawaty (2010) menyatakan bahwa profitabilitas
berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Berdasarkan tinjauan
teoritis tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
H3 : Profitabilitas berpengaruh terhadap manajemen laba
4. Pengaruh leverage terhadap manajemen laba
Leverage merupakan perbandingan antara total kewajiban dengan
total asset perusahaan. semakin tinggi rasio leverage maka semakin
tinggi resiko perusahaan dalam membayar kewajibannya sehingga hal ini
akan berdampak pada kepercayaan kreditur. Nilai rasio leverage yang
tinggi dianggap mempunyai banyak utang kepada pihak eksternal,
akibatnya kondisi tersebut mendorong manajemen perusahaan untuk
melakukan praktik income smoothing (Tampubolon, 2005). Penelitian
yang dilakukan Widyastuti (2009) menyatakan bahwa leverage yang
tinggi mendorong manajemen perusahaan untuk melakukan pengelolaan
laba. Dalam teori keagenan, semakin dekat perusahaan dengan
pelanggaran perjanjian utang yang berbasis akuntansi, lebih
memungkinkan manajer perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi
yang memindahkan laba yang dilaporkan dari periode masa datang ke
periode saat ini. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang
diajukan sebagai berikut :
H4 : Leverage berpengaruh terhadap manajemen laba
26
5. Pengaruh free cash flow terhadap manajemen laba
Arus kas bebas (FCF) perusahaan yang tinggi tanpa adanya
pengawasan yang memadai bisa terjadi karena pihak manajer tidak
memanfaatkan secara optimal kas yang tersedia secara tepat, atau
menggunakannya untuk investasi yang menguntungkan dirinya sendiri.
Hal ini berdampak pada peningkatan praktik manajemen laba untuk
meningkatkan pelaporan laba, sehingga adanya ketidak efesienan dalam
penggunaan arus kas tersebut bisa tertutupi (Bukit & Iskandar, 2009).
Perusahaan dengan nilai free cash flow yang tinggi cenderung tidak akan
melakukan manipulasi laba karena dalam hal ini sebagian besar investor
merupakan pemilik sementara perusahaan yang lebih berfokus pada
informasi arus kas bebas perusahaan yang menunjukkan bagaimana
kamampuan perusahaan dalam membagikan deviden sehingga dengan
arus kas bebas yang tinggi, tanpa adanya manajemen laba perusahaan
bisa meningkatkan harga sahamnya karena, investor melihat bahwa
perusahaan tersebut mempunyai kelebihan kas untuk pembagian deviden
(Agustia, 2013b). Hasil penelitian Agustia (2013b) yang menyatakan
bahwa FCF berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, sedangkan
Kangarluei, Motavassel, and Abdollahi (2011) memberikan bukti lain
bahwa besar kecilnya FCF suatu perusahaan tidak mempunyai pengaruh
secara signifikan terhadap kemungkinan terjadinya manajemen laba.
Berdasarkan uarian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai
berikut :
H5 : Free cash flow berpengaruh terhadap manajemen laba.
27
D. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian teoritis dan hasil-hasil penelitian maka kerangka
pemikiran dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 1
Kerangka Pemikiran
Profitabilitas
(X3)
Leverage
(X4)
Free cash flow
(X5)
Manajemen Laba
(Y)
Dewan Komisaris
Independen
(X1)
Komite Audit
(X2)
28