BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - sinta.unud.ac.id II.pdf · 2.1.1 Pengertian Hipertensi ... efektifitas...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - sinta.unud.ac.id II.pdf · 2.1.1 Pengertian Hipertensi ... efektifitas...
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
2.1.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan
pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World
Health Organization) memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90
mmHg. Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin (Marliani,
2007). Menurut American Society of Hypertension (ASH), pengertian hipertensi
adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif, sebagai
akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan. (Sigalingging,
2011).
Definisi hipertensi tidak berubah sesuai dengan umur: tekanan darah
sistolik (TDS) > 140 mmHg dan/ atau tekanan darah diastolik (TDD) > 90 mmHg.
The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
treatment of High Bloodpressure (JNC VI) dan WHO/lnternational Society of
Hypertension guidelines subcommittees setuju bahwa TDS & keduanya digunakan
untuk klasifikasi hipertensi (Kuswardhani, 2006).
2.1.2 Penyebab Hipertensi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan – perubahan pada organ tubuh, yaitu elastisitas dinding aorta menurun,
katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah
11
menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kemampuan jantung
memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya,
kehilangan elastisitas pembuluh darah yang disebabkan karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi serta meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer. Usia diketahui merupakan salah satu faktor penyebab
hipertensi. Sejalan dengan bertambahnya umur, hampir setiap orang mengalami
kenaikan tekanan darah, tekanan sistolik terus meningkat sampai umur 80 tahun
dan tekanan diastolik terus meningkat sampai umur 55-60 tahun. Perubahan-
perubahan normal pada jantung (kekuatan otot jantung berkurang), pembuluh
darah (arterioklerosis), dan kemampuan memompa dari jantung harus bekerja
lebih keras sehingga terjadi hipertensi. Semua hal tersebut ini berhubungan
dengan proses menua di mana dapat mengubah fungsi dan menempatkan para
lansia pada resiko terhadap penyakit (Nosaria, 2012).
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dikelompokkan menjadi dua.
Yang pertama hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya. Yang kedua
hipertensi sekunder, disebabkan kelainan ginjal dan kelainan kelenjar tiroid. Yang
banyak terjadi adalah hipertensi primer, sekitar 92-94% dari kasus hipertensi.
Dengan kata lain, sebagian besar hipertensi tidak dapat dipastikan penyebabnya
(Marliani, 2007).
2.1.3 Klasifikasi Tekanan Darah
The Seventh Report Of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and treatment of High Blood pressure (JNC VII)
mengklasifikasikan tekanan darah pada orang dewasa berusia 18 tahun ke atas
12
menjadi 4 kelompok, yaitu normal, prehipertensi, hipertensi derajat satu, dan
hipertensi derajat dua.
Tabel 1. Klasifiikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII
JNC 7 Kategori
Tekanan
Tekanan
Darah
Sistolik
Dan/atau Tekanan Darah
Diastolic (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi
Derajat 1 140-159 Atau 90-99
Derajat 2 >/=160 Atau >/=100
Sumber : JNC VII, 2003
Sedangkan WHO/lnternational Society of Hypertension guidelines
subcommittees mengklasifikasikan tingkat tekanan darah menjadi beberapa
kategori,yaitu optimal, normal, normal-tinggi, hipertensi derajat satu, hipertensi
derajat dua, hipertensi derajat tiga dan hipertensi sistolik terisolasi.
Tabel 2. Klasifiikasi Tekanan Darah Menurut WHO
Kategori Sistolik
(mmHg)
Diastolic (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Normal-Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi Derajat 1 (ringan) 140-159 90-99
Subkelompok :boderline 140-149 90-94
Hipertensi Derajat 2 (sedang) 160-179 100-109
Hipertensi Derajat 3 (berat) ≥180 ≥110
Hipertensi sistolik terisolasi ≥140 <90
Subkelompok :boderline 140-149 <90
Sumber : WHO, 1999
2.1.4 Manifestasi Klinis Hipertensi
Menurut Guyton & Hall (2008) sebagian besar manifestasi klinis timbul
setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun, dan berupa :
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat
peningkatan tekanan darah intrakranium.
13
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina.
c. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
d. Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus
e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.
Tanda dan gejala hipertensi menurut Kowalak dkk (2011) sering tanpa
gejala atau asimptomatik namun tanda klinis yang ditimbulkan dapat berupa :
a. Nyeri kepala oksipital yang bisa semakin parah pada saat bangun di pagi hari
karena terjadi peningkatan tekanan intracranial, nausea dan vomitus.
b. Perasaan pening, bingung, dan keletihan yang disebabkan oleh penurunan
perfusi darah yang disebabkan karena vasokonstriksi pembuluh darah
c. penglihatan kabur akibat kerusakan retina dan penurunan perfusi darah perifer
d. Nokturia akibat peningkatan aliran darah menuju ginjal dan peningkatan
tekanan pembuluh darah kapiler
e. Edema ekstremitas yang disebabkan karena peningkatan tekanan pembuluh
darah kapiler
2.1.5 Faktor Resiko Hipertensi
Faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat dan tidak dapat
dikontrol, antara lain:
a. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dikontrol:
1) Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun
wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita
14
yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang
berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar
kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah
terjadinya proses aterosklerosis. Proses ini terus berlanjut dimana hormon
estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara
alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. Dari hasil
penelitian didapatkan hasil lebih dari setengah penderita hipertensi berjenis
kelamin wanita sekitar 56,5% (Anggraini dkk, 2009).
2) Umur
Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar
sehingga prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 %
dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan
elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Peningkatan kasus hipertensi akan berkembang pada umur
lima puluhan dan enam puluhan.
3) Keturunan (Genetik)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Selain itu didapatkan 70-
80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga
(Anggraini dkk, 2009). Jika seorang dari orang tua kita mempunyai hipertensi,
sepanjang hidup kita mempunyai 25% kemungkinan terkena pula. Jika kedua
orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkinan terkena penyakit tersebut
60% (Sugiharto, 2008).
15
b. Faktor Resiko Yang Dapat Dikontrol:
1) Obesitas
Semakin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan
untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume
darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga
memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga
meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah.
Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air. Pada
penelitian dibuktikan bahwa curah jantung dan volume darah sirkulasi pasien
obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang
mempunyai berat badan normal dengan tekanan darah yang setara (Sugiharto,
2008).
2) Kurang olahraga
Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada
orang yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai
frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot
jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras usaha otot
jantung dalam memompa darah, makin besar pula tekanan yang dibebankan
pada dinding arteri sehingga meningkatkan tahanan perifer yang menyebabkan
kenaikkan tekanan darah. Studi epidemiologi membuktikan bahwa olahraga
secara teratur memiliki efek antihipertensi dengan menurunkan tekanan darah
sekitar 6-15 mmHg pada penderita hipertensi (Kartikasari, 2012).
16
3) Kebiasaan Merokok
Kebiasaan merokok bisa meningkatkan resiko hipertensi karena
kandungan nikotin yang terdapat dalam rokok bisa mengakibatkan pengapuran
pada dinding pembuluh darah. (Sudarmoko, 2010 dalam Sigalingging,
2011). Nikotin juga mengakibatkan pelepasan epinefrin atau adrenalin dengan
mengirim sinyal pada kelenjar adrenal yang akan menyempitkan pembuluh
darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan darah
yang lebih tinggi. Kandungan karbon monoksida dalam asap rokok akan
menggantikan ikatan oksigen dalam darah. Hal tersebut mengakibatkan
tekanan darah meningkat karena jantung dipaksa memompa untuk
memasukkan oksigen yang cukup ke dalam organ dan jaringan tubuh lainnya
(Kartikasari, 2012).
4) Mengkonsumsi garam berlebih
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko
terjadinya hipertensi. Garam menyebabkan cairan dalam tubuh menumpuk,
karena menarik cairan di luar sel agar tidak keluar, sehingga meningkatkan
volume dan tekanan darah. Mengkonsumsi garam kurang dari 3 gram per hari
ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7–
8 gram per hari, tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi (Sugiharto, 2008).
5) Minum alkohol
Mengonsumsi minuman beralkohol bisa meningkatkan sintetis
katekholamin dalam tubuh. Kadar katekholamin dalam jumlah besar bisa
17
memicu kenaikan tekanan darah (Sigalingging, 2011).Banyak penelitian
membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan organ-organ lain,
termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk
salah satu faktor resiko hipertensi (Marliani, 2007).
6) Stress
Stres adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara
individu dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan
yang berasal dari situasi dengan sumber-sumber daya sistem biologis,
psiikologis dan sosial dari seseorang. Dimana stress sangat berhubungan
dengan hipertensi, hal ini diduga melalui saraf simpatis yang meningkatkan
tekanan darah intermintent. Apabila stress berlangsung lama dapat
mengakibatkan tingginya tekanan darah yang menetap (Muahmmadum, 2010
dalam Sigalingging, 2011). Menurut Anggraini dkk, (2009) mengatakan Stress
akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung
sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stress ini dapat
berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik
personal
2.1.6 Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme pengaturan konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di
pusat vasomotor pada medula otak. Dari pusat vasomotor, bermula pada saraf
simpatis yang berlanjut ke bawah menuju korda spinalis dan keluar dari kolumna
medulla spinalis ke ganglia simpatis yang berada di toraks dan abdomen.
Rangsangan dari pusat vasomotor bergerak ke bawah ganglia simpatis dalam
18
bentuk impuls yang bergerak melalui saraf simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dengan dilepaskannya norepinefrin bermanifestasi
pada berkonstriksinya pembuluh darah. Respon pembuluh darah terhadap
rangsangan vasokonstriktor dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti
kecemasan dan rasa takut. Pada waktu yang bersamaan, respon rangsangan emosi
menstimulasi sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah dan kelenjar
adrenal yang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal
mensekresi epinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah, begitu
juga dengan korteks adrenal yang mensekresi kortisol dan steroid yang
memperkuat efek vasokonstriksi pada pembuluh darah. Vasokonstriksi pembuluh
darah menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal yang menyebabkan
pelepasan rennin. Renin kemudian merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II merupakan
vasokonstriktor kuat yang dapat merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal yang
menyebabkan peningkatan volume intravaskular. Keadaan diatas cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Jika ditinjau dari pertimbangan gerontologis, hipertensi dihubungkan
dengan perubahan struktur dan fungsional system pembuluh darah perifer yang
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah pada lanjut usia. Perubahan
tekanan darah pada lanjut usia dapat disebabkan karena aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat, dan penurunan relaksasi otot polos pada pembuluh darah,
19
keadaan tersebut menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh
darah. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya kemampuan arteri dan aorta
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa jantung, mengakibatkan
terjadinya penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer &
Bare, 2002)
2.1.7 Penatalaksanaan Hipertensi
Penatalaksanaan untuk menurunkan tekanan darah pada penderita
hipertensi dapat dilakukan dengan dua jenis yaitu penataksanaan farmakologis
atau penatalaksanaan dengan menggunakan obat-obatan kimiawi dan
penatalaksanaan non farmakologis atau penatalaksanaan tanpa menggunakan
obat-obatan kimiawi.
a. Penatalaksanaan farmakologi
Umur dan adanya penyakit merupakan faktor yang akan mempengaruhi
metabolisme dan distribusi obat, karenanya harus dipertimbangkan dalam
memberikan obat antihipertensi. Hendaknya pemberian obat dimulai dengan
dosis kecil dan kemudian ditingkatkan secara perlahan. Menurut JNC VII pilihan
pertama untuk pengobatan pada penderita hipertensi lanjut usia adalah diuretic
atau penyekat beta. Pada HST, direkomendasikan penggunaan diuretic dan
antagonis kalsium. Antagonis kalsium nikardipin dan diuretic tiazid sama dalam
menurunkan angka kejadian kardiovaskuler. Pada penderita hipertensi dengan
gangguan fungsi jantung dan gagal jantung kongestif, diuretik, penghambat ACE
20
(angiotensin convening enzyme) atau kombinasi keduanya merupakan ptlihan
terbaik (Kuswardhani, 2006).
b. Penatalaksanaan non farmakologi
Penatalaksanaan non farmakologis dengan modifikasi gaya hidup sangat
penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang tidak
dapat dipisahkan dalam mengobati tekanan darah tinggi (Ridwanamiruddin,
2007). Penatalaksanaan hipertensi dengan nonfarmakologis terdiri dari berbagai
macam cara modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah yaitu :
1) Mempertahankan berat badan ideal
Mengurangi berat badan dapat menurunkan risiko hipertensi, diabetes, dan
penyakit kardiovaskular. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental, pengurangan
sekitar 10 kg berat badan menurunkan tekanan darah rata-rata 2-3 mmHg per kg
berat badan. Diet rendah kalori dianjurkan bagi orang dengan kelebihan berat
badan atau obesitas yang berisiko menderita hipertensi, terutama pada orang
berusia sekitar 40 tahun yang mudah terkena hipertensi (Kartikasari, 2012).
2) Kurangi asupan natrium (sodium)
Batas konsumsi garam yang dianjurkan American Heart Association tidak
lebih dari 2.300 gr (1 sendok teh) perhari (sebagai perbandingan, satu sendok teh
mengandung sekitar 2.400 gr garam) (ClevelandClinic, 2006 dalam Pusat Jantung
Nasional, 2011). Dalam banyak penelitian diketahui, pengurangan konsumsi
garam menjadi setengah sendok teh per hari, dapat menurunkan tekanan sistolik
sebanyak 5 mmHg dan tekanan darah diastolik sekitar 2,5 mmHg. Pengaruh ini
kebanyakan terjadi pada para lansia (Pusat Jantung Nasional, 2011).
21
3) Batasi konsumsi alkohol
Mengkonsumsi alkohol terlalu sering atau terlalu banyak memiliki resiko
terkena hipertensi lebih tinggi daripada individu yang tidak mengkonsumsi. Hal
ini disebabkan karena mengkonsumsi alkohol menyebabkan peningkatan kadar
kortisol, peningkatan volume sel darah merah dan meningkatkan kekentalan darah
yang menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan darah (Anggara, 2013). Penelitian
oleh Anggara (2013) menyebutkan sebanyak 71,4% responden yang
mengkonsumsi alkohol mengalami hipertensi. Beberapa studi juga melaporkan
kebiasaan mengkonsumsi alkohol 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya dapat
berpengaruh terhadap tekanan darah (Anggara, 2013).
4) Makan K dan Ca yang cukup dari diet
Banyak penelitian menemukan bahwa mengonsumsi cukup kalium secara
rutin dapat membantu mengurangi dan mempertahankan tekanan darah tetap
normal. Kalsium dibutuhkan tubuh untuk mengatur kontraksi dan relaksasi otot-
otot jantung, sehingga cukup konsumsi kalsium akan membantu menurunkan
risiko hipertensi. Dinyatakan bahwa bila konsumsi kalsium ditingkatkan, maka
insiden timbulnya penyakit hipertensi menurun, karena kalsium berperan dalam
pengontrolan kekuatan pemompaan darah oleh jantung serta untuk
mempertahankan aliran darah di dalam vena dan kapiler (Muchtadi, 2005).
5) Menghindari merokok
Merokok sangat besar perananya dalam meningkatkan tekanan darah, hal
tersebut disebabkan oleh nikotin yang terdapat didalam rokok yang memicu
hormon adrenalin yang menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan darah
22
akan turun secara perlahan dengan berhenti merokok. Selain itu merokok dapat
menyebabkan obat yang dikonsumsi tidak bekerja secara optimal (Kartikasari,
2012).
6) Penurunan stress
Stres emosional dan mental berkontribusi besar terhadap tekanan darah
tinggi, karena stres menyebabkan peningkatan yang berkelanjutan dalam aktivitas
sistem saraf simpatik yang merupakan bagian dari sistem saraf yang berhubungan
dengan respon fight-or-flight. Ketika sistem saraf simpatik diaktifkan oleh stres,
memicu pelepasan kortisol dan adrenalin yang mempercepat detak jantung,
konstriksi pembuluh darah, dan meningkatkan tekanan darah. Menurunkan
tekanan darah dapat dilakukan dengan mengurangi stress yaitu dengan
memanipulasi aktivitas sistem saraf simpatik dengan menenangkan diri,
meredakan kecemasan emosional, dan mencapai keseimbangan fisik dan mental
yang optimal. Metode mind-body sangat ideal untuk menurunkan darah tinggi
contohnya meditasi, yoga, relaksasi otot, latihan pernafasan, dan terapi musik
(Scott, 2012).
7) Terapi Komplementer
Beberapa terapi komplementer yang sudah sering digunakan untuk
menurunkan tekanan darah, antara lain terapi tertawa, terapi musik, relaksasi
progresif, yoga, hipnoterapi, guided imagery (Arthini, 2012). Selain itu, salah satu
terapi komplementer lain yang mampu menurunkan tekanan darah adalah terapi
massage. Menurut Dalimartha (2008) dalam Herliawati (2011), pada prinsipnya
massage yang dilakukan pada penderita hipertensi adalah untuk memperlancar
23
aliran energi dalam tubuh sehingga gangguan hipertensi dan komplikasinya dapat
diminimalisir, ketika semua jalur energi terbuka dan aliran energi tidak lagi
terhalang oleh ketegangan otot dan hambatan lain maka risiko hipertensi dapat
ditekan. Massage mampu mengurangi hipertensi. Ketika dipijat tubuh akan
dirangsang agar mempengaruhi reseptor tekanan di bagian otak yang mengatur
tekanan darah. Massage di daerah punggung dan kaki mampu menurunkan denyut
jantung hingga 10 denyut tiap menitnya dan tekanan darah bisa menurun hingga
delapan persen (Herliawati, 2011).
2.1.8 Pengukuran Tekanan Darah
Menurut Guyton & Hall (2008), tekanan darah berarti daya yang
dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh. Menurut
Potter & Perry (2005), tekanan darah merupakan kekuatan lateral pada dinding
arteri oleh darah yang didorong dengan tekanan dari jantung.
Menurut Potter & Perry (2005), tekanan darah timbul ketika bersikulasi di
dalam pembuluh darah. Organ jantung dan pembuluh darah berperan penting
dalam proses ini dimana jantung sebagai pompa muskular yang menyuplai
tekanan untuk menggerakkan darah, dan pembuluh darah yang memiliki dinding
yang elastis dan ketahanan yang kuat.
Metode pengukuran tekanan darah secara umum menggunakan
sfigmomanometer. Sfigmomanometer tersusun atas manset yang dapat
dikembangkan dan alat pengukur tekanan yang brhubungan dengan rongga dalam
manset. Alat ini dikalibrasi sedemikian rupa sehingga tekanan yang terbaca pada
manometer sesuai dengan tekanan dalam millimeter air raksa yang dihantarkan
24
oleh arteri brakialis. Manset dibalutkan dengan kencang dan lembut pada lengan
atas dan dikembangkan dengan pompa. Tekanan dalam manset dinaikkan sampai
denyut radial atau brakial menghilang. Hilangnya denyutan menunjukkan bahwa
tekanan sistolik darah dilampaui dan arteri brakialis telah tertutup manset
kemudian dikempiskan perlahan dan dilakukan pembacaan secara auskultasi
maupun palpasi (Smeltzer & Bare, 2002).
Ada tiga jenis sfigmomanometer, yaitu aneroid, merkuri/air raksa dan
digital. Dalam penelitian ini, sifgmomanometer yang digunakan adalah
sfigmomanometer digital. Sfigmomanometer digital tidak memerlukan stetoskop
untuk mendengarkan tekanan darah sistolik dan diastolic klien (Kozier & Erb,
2009). Dengan tensimeter digital, pemeriksa cukup menyalakan alat tersebut
kemudian memompa manset untuk mengetahui tekanan darahnya. Tekanan darah
akan terukur dengan sendirinya oleh alat dan ditampilkan dalam bentuk angka
pada layar LCD (Panduan Peringatan Hari Kesehatan Sedunia, 2013).
2.2 Slow-Stroke Back Massage
2.2.1 Pengertian Slow-Stroke Back Massage
Slow-stroke back massage adalah tindakan pijat punggung dengan usapan
yang perlahan selama 3-10 menit (Potter & Perry, 2005). SSBM adalah teknik
pijat yang ditandai dengan pijatan yang memanjang, perlahan, gerakan meluncur
dan gerakan stroking menggunakan dua tangan secara bersamaan dan berulang
dari daerah sacral ke daerah cervical pada tulang belakang. Teknik untuk
melakukan SSBM dilakukan dengan beberapa pendekatan, salah satunya metode
25
yang dilakukan ialah dengan mengusap kulit klien secara perlahan dan berirama
dengan tangan, dengan kecepatan 60 kali per menit. Kedua tangan menutup suatu
area yang lebarnya 5 cm pada kedua sisi tonjolan tulang belakang. Tindakan pijat
punggung dengan usapan perlahan (Slow-stroke back massage) pada klien dengan
penyakt terminal terbukti menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolic (Potter
& Perry, 2005). Slow-stroke back massage diberikan selama lima hari pada waktu
siang hingga sore hari kisaran pukul 15.00-19.00 WITA. Penelitian yang
dilakukan oleh Yeganehkhah (2008) tentang pengaruh slow-stroke back massage
pada lansia dengan hipertensi menunjukkan pemberian slow-stroke back massage
selama lima hari secara signifikan efektif dapat menurunkan tekanan darah lansia.
Ketika tidur tekanan darah berada pada titik terendah di malam hari. Sesaat
setelah terbangun, tekanan darah mulai meningkat. Peningkatan terus terjadi
hingga mencapai puncaknya antara tengah hari dan sore hari (Paisal, 2012). Oleh
karena itu terapi diberikan pada kisaran waktu siang sampai sore hari agar terapi
yang diberikan lebih efektif.
2.2.2 Manfaat Slow-Stroke Back Massage
Slow-stroke back massage juga memiliki beberapa macam manfaat bagi
kesehatan, di antaranya :
a. Membantu memperbaiki sirkulasi dan menurunkan tekanan darah. Karena
sirkulasinya membaik, maka pada gilirannya organ-organ yang ada di dalam
tubuh akan berfungsi dan bekerja lebih baik.
b. Mempengaruhi jaringan tubuh untuk memperluas kapiler dan kapiler
cadangan, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan aliran darah ke jaringan
26
dan organ, meningkatkan proses reduksi oksidasi, memfasilitasi jantung dan
berkontribusi terhadap redistribusi darah dalam tubuh.
c. Mempengaruhi sistem saraf perifer, meningkatkan rangsangan dan konduksi
impuls saraf, melemahkan dan menghentikan rasa sakit dengan mempercepat
proses pemulihan saraf yang cedera.
d. Mempercepat aliran getah bening yang meningkatkan gizi jaringan,
mengurangi stasis pada sendi serta organ dan jaringan lain.
e. Memiliki efek fisiologis yang beragam terhadap kulit dan fungsinya, seperti
membersihkan saluran keringat, kelenjar sebaceous, meningkatkan fungsi
sekresi, ekskresi dan pernapasan kulit.
f. Membuat otot menjadi fleksibel, meningkatkan fungsi kontraktil yang
mempercepat keluarnya metabolit yang merupakan hasil dari metabolisme.
Sementara pada lansia, massage secara berkala dapat menekan laju tekanan
darah, meningkatkan sirkulasi darah, mengendurkan otot, sekaligus merangsang
otot yang lemah untuk bekerja (Trisnowiyanto, 2012).
2.2.3 Tahap Pelaksanaan Slow-Stroke Back Massage
Potter & Perry (2005) menyatakan prosedur pelaksanaan slow stroke back
massage dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Identifikasi faktor-faktor atau kondisi seperti fraktur tulang rusuk atau
vertebrata, luka bakar, daerah kemerahan pada kulit, atau luka terbuka yang
menjadi kontra indikasi untuk usapan punggung. Pada klien yang mempunyai
riwayat hipertensi atau disritmia, kaji denyut nadi dan tekanan darah.
b. Jelaskan prosedur dan posisi yang diinginkan klien.
27
c. Persiapan bahan dan instrumen meliputi olive oil dan minyak esensial ylang-
ylang yang sudah dicampur sesuai aturan pakai, handuk, selimut dan jam.
d. Responden dipersilahkan untuk memilih posisi yang diinginkan selama
intervensi, bisa telungkup atau duduk.
e. Buka punggung, bahu, dan lengan atas responden lalu tutup sisanya dengan
selimut mandi.
f. Pemberi intervensi mencuci tangan terlebih dahulu dengan menggunaka
antiseptik atau air mengalir. Tuang sedikit minyak di tangan. Jelaskan pada
responden bahwa prosedur massage akan dilakukan. Gunakan minyak sesuai
kebutuhan.
g. Letakkan tangan pertama-tama pada daerah sacrum, massase dalam gerakkan
melingkar. Usapkan ke atas dari daerah sacrum ke bahu. Massase di atas
scapula dengan gerakan lembut dan tegas. Lanjutkan dalam satu usapan
lembut ke lengan atas dan secara lateral sepanjang sisi punggung dan kembali
ke bawah ke puncak iliaca. Jangan sampai tangan anda terangkat dari kulit
klien. Lanjutkan pola di atas selama 5 menit.
h. Remas kulit dengan mengambil jaringan di antara ibu jari dan ari tangan anda.
Remas ke atas sepanjang satu sisi spina dari daerah sacrum ke bahu dan
sekitar bawah leher. Remas atau usap ke bawah ke arah sacrum. Ulangi
sepanjang sisi punggung yang lain.
i. Akhiri usapan dengan gerakan memanjang dan beritahu klien bahwa pemberi
intervensi mengakhiri usapan.
28
j. Bersihkan kelebihan lubrikan dari punggung klien dengan handuk mandi.
Bantu lansia memakai bajunya kembali.
k. Bantu klien kembali pada posisi yang nyaman.
l. Letakkan handuk yang kotor pada tempatnya dan cuci tangan.
m. Kaji kembali denyut nadi dan tekanan darah.
n. Catat respon terhadap massase dan kondisi kulit
2.3 Pengaruh Slow-Stroke Back Massage Terhadap Tekanan Darah
Slow-Stroke Back Massage merupakan gerakan sentuhan dan penekanan
pada kulit area punggung yang memberikan efek rileksasi pada otot, tendon dan
ligament sehingga meningkatkan aktivitas saraf parasimpatis untuk merangsang
pengeluaran neurotransmitter asitelkolin. Neurotransmitter asetikolin selanjutnya
menghambat aktivitas saraf simpatis sehingga terjadi vasodilatasi sistemik dan
penurunan kontraktilitas otot jantung yang bermanifestasi pada penurunan
kecepatan denyut jantung, curah jantung serta volume sekuncup yang pada
akhirnya menyebabkan penurunan tekanan darah (Retno, 2012). Efek penurunan
tekanan darah dari slow-stroke back massage didapatkan melalui peningkatan
vasodilatasi pembuluh darah dan getah bening, meningkatkan level serotonin,
mengurangi sekresi hormon katekolamin dan dapat mengurangi rasa nyeri kepala
akibat hipertensi, sehingga komplikasi lebih lanjut dapat dicegah (Arifin, 2012).
Penelitian Meek didapatkan hasil bahwa implikasi keperawatan slow-stroke back
massage dapat menurunkan tekanan darah, frekuensi jantung dan suhu tubuh
(Smeltzer, 2004 dalam Retno, 2012). Mekanisme slow-stroke back massage (pijat
lembut pada punggung) yaitu meningkatkan relaksasi dengan menurunkan
29
aktivitas saraf simpatis dan meningkatkan aktivitas saraf parasimpatis sehingga
terjadi vasodilatasi diameter arteriol (Cassar, 2004 dalam Retno, 2012). Sistem
saraf parasimpatis melepaskan neurotransmiter asetilkolin untuk menghambat
aktifitas saraf simpatis dengan menurunkan kontraktilitas otot jantung, volume
sekuncup, vasodilatasi arteriol dan vena kemudian menurunkan tekanan darah
(Retno, 2012).
Sebuah studi dari University of Miami dan Nova Southeastern University
di Amerika yang mengikut sertakan 30 orang responden dengan hipertensi,
ternyata telah diketahui bahwa Back Massage memiliki efek relaksasi dimana efek
relaksasi ini akan menurunkan sekresi hormon stres seperti hormon katekolamin
dan kortisol, yang diukur melalui saliva responden sehingga tekanan darah klien
menurun (Hernandez, 2000 dalam Arifin, 2012). Massage mempunyai efek
relaksasi yang dapat menurunkan skresi noreepinefrin dan ADH, serta
meningkatkan sekresi endorphin. Kesemua efek ini akan memiliki manfaat dalam
penurunan tekanan darah pada lansia.Temuan dari penelitian ini menunjukkan
bahwa terapi pijat adalah intervensi yang aman, efektif, aplikatif dan irit biaya
dalam mengendalikan tekanan darah dari pasien hipertensi dan dapat digunakan di
pusat-pusat perawatan kesehatan dan bahkan di rumah.
2.4 Minyak Esensial Ylang-Ylang (Cananga odorata)
2.4.1 Pengertian Minyak Esensial Ylang-Ylang (Cananga odorata)
Aromaterapi merupakan bagian dari pengobatan herbal yang
menggunakan wangi-wangian yang berasal dari senyawa-senyawa aromatik,
biasanya berasal dari bahan cairan tanaman (minyak esensial). Manfaat dari
30
aromaterapi ini umumnya berkaitan dengan kondisi fisik, mental, emosional, dan
spiritual (Damayanti, 2012).
Minyak esensial yang digunakan dalam aromaterapi dapat diekstraksi dari
tumbuhan aromatik yang memiliki kandungan minyak atsiri di dalamnya. Minyak
atsiri adalah zat yang memberikan aroma pada tumbuhan. Minyak tersebut
merupakan hasil sisa dari proses metabolisme tanaman yang terbentuk karena
reaksi persenyawaan kimia. Selain memiliki aroma yang menenangkan, minyak
atsiri juga memiliki manfaat untuk kesehatan, seperti antiradang, antiserangga,
antiflogistik, antiviral, antifungal, sedatif, antispasmodik, stimulan, relaksan,
diuretik, dan afrodisiaka (Agusta 2000; Skaria et al. 2007 dalam Damayanti,
2012).
Minyak ylang-ylang adalah minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan
bunga tanaman kenanga (Cananga odorata) (Ketaren, 1985 dalam Rasmaini,
2011). Sharma (2009) dalam Majidi dkk (2013) menyebutkan minyak kenanga
merupakan salah satu jenis aromaterapi yang memiliki efek relaksasi, meredakan
ketegangan, mereduksi stres, mengontrol denyut nadi yang cepat dan pernapasan
yang cepat dan bermafaat dalam penurunan tekanan darah. Minyak ylang-ylang
mengandung banyak ester, sehingga mempunyai aroma lebih tajam dan halus
serta memiliki efek menenangkan (Rasmaini, 2011).
2.4.2 Kandungan Minyak Esensial Ylang-Ylang (Cananga odorata)
Senyawa terkandung dalam bunga kenanga antara lain saponin, flavonoid,
serta komponen minyak atsiri dimana mengandung senyawa linalol, eugenol,
methyl benzoate, benzil salysilat, benzil benzoat dan terpineol (Adrianta, 2013).
31
Kandungan terbesar minyak atsiri bunga kenanga terdiri atas flavonoid, linalool,
geraniol, dan eugenol. Di bawah ini adalah penjelasan masing-masing senyawa
kandungan dari minyak ylang-ylang.
a. Flavonoid
Aktivitas farmakologis dari flavonoid adalah sebagai anti depresan, anti
inflamasi, analgesi dan antioksidan. Flavonoid mampu bekerja langsung pada
otot polos pembuluh darah arteri dengan mengaktivasi Endothelium Derived
Relaxing Factor (EDRF) sehingga menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah
arteri. Flavonoid juga berperan sebagai senyawa yang dapat mereduksi
trigliserida dan meningkatkan HDL (Adrianta, 2013).
b. Linalool
Linalool menyebabkan minyak ylang-ylang berbau jeruk segar. Linalool
adalah kandungan aktif utama yang berperan pada efek anti cemas (relaksasi)
(Dewi, 2013).
c. Eugenol
Komponen eugenol dalam jumlah besar (70-80%) yang mempunyai sifat
sebagai stimulan, anestetik lokal, karminatif, antiemetik, antiseptik, dan
antispasmodik. Selain rasanya hangat, juga bersifat antiseptik (Rasmaini, 2011).
d. Geraniol
Geraniol merupakan suatu jenis monoterpenoid alkohol yang menjadi
salah satu penyusun utama pada minyak atsiri. Senyawa ini memiliki ciri khas
yang beraroma bunga sebagai parfum dan sebagai senyawa kimia yang
menghambat aktivitas bakteri terutama pada kulit sehingga mencegah terjadinya
32
gangguan pada kulit. Geraniol adalah antioksidan alami dan mempunyai daya
tolak terhadap nyamuk Aedes Aegypti jika dioleskan pada kulit (Dewi, 2013).
2.4.3 Metode Penggunaan Minyak Esensial Ylang-Ylang (Cananga odorata)
a. Pijat
Untuk tujuan pemijatan, minyak esensial harus dilarutkan atau diencerkan
dengan minyak pembawa atau minyak dasar sebelum dioleskan ke kulit.
Fungsinya adalah untuk mencegah agar minyak esensial tidak mudah menguap.
Setetes minyak esensial murni akan lenyap dalam waktu beberapa detik jika
terkena udara, selain itu minyak pembawa dapat membuat kulit menjadi kenyal
dan tidak kesat sehingga mempermudah proses pemijatan. Minyak pembawa yang
digunakan biasanya adalah minyak kelapa, minyak kedelai atau minyak zaitun.
b. Kompres
Perawatan kulit menjadi lebih efektif bila dikombinasikan dengan beberapa
tetes sari minyak atsiri murni pada kompres hangat. Jika dilakukan setiap hari,
maka kulit akan kelihatan sehat dan cerah, memberikan kenyamanan,
mencerahkan kulit kusam dan lelah serta melemaskan otot yang kaku dan salah
urut.
c. Penguapan
Tuangkan beberapa tetes minyak atsiri murni pada baskom berisi air panas,
tutup rapat kepala dengan handuk dan hirup uapnya. Cara ini sangat berkhasiat
untuk membersihkan dan member kenyamanan pada pikiran, perasaan dan
mempercepat penyembuhan pilek, batuk, bronchitis, dan sebagainya.
33
d. Penggunaan langsung di kulit
Campurkan beberapa tetes sari minyak atsiri murni pilihan dengan
beberapa mililiter minyak dasar, misalnya Sweet Almond. Campuran ini akan
berfungsi sebagai pengharum tubuh sekaligus penyembuhan bagi masalah emosi,
pikiran atau fisik. Aromaterapi juga digunakan untuk merawat infeksi atau
memperbaiki kulit, misalnya jerawat, bekas luka, digigit serangga, dan
sebagainya. Minyak atsiri murni tidak boleh digunakan secara langsung di atas
kulit, harus dicampur dengan minyak dasar, kecuali Lavender dan Tea Tree
(Ideawati, 2010).
2.4.4 Manfaat Minyak Esensial Ylang-Ylang (Cananga odorata)
Manfaat minyak esensial ylang-ylang adalah sebagai berikut :
a. Memiliki efek santai dan rileks : Sistem tradisional penyembuhan
menggunakan aromatik menyarankan penggunaan minyak esensial ylang-
ylang untuk mengurangi dan mengatur denyut jantung yang cepat , tekanan
darah tinggi dan nafas cepat.
Berdasarkan penelitian Evidence-Based Complementary and Alternative
Medicine yang berjudul Essential Oil Inhalation on Blood Pressure and
Salivary Cortisol Levels in Prehypertensive and Hypertensive Subjects
membuktikan bahwa menghirup campuran minyak esensial ylang ylang,
neroli, lavender dan marjoram terbukti efektif dalam mengontrol tekanan
darah dan sangat dianjurkan untuk mencegah hipertensi. Penelitian ini juga
membuktikan bahwa "minyak esensial Ylang –ylang efektif menurunkan
34
tekanan darah, meredakan jantung berdebar dan sistem eksitasi saraf, dan
menciptakan relaksasi emosional " (In-hee, 2012).
b. Efektif untuk menghilangkan stress, depresi dan gangguan mental lainnya :
minyak esensial ylang ylang efektif dalam mengatasi depresi mental, stres,
kecemasan, insomnia, ketegangan saraf , fluktuasi suasana hati , kemarahan
dan beberapa gangguan mental lainnya. Minyak esensial ylang-ylang
membantu menyeimbangkan hormon dan efektif membantu dalam perubahan
suasana hati yang terkait dengan menopause dan PMS (Sindrom Pra -
menstruasi ) .
Sebuah studi yang diterbitkan di PubMed yang berjudul Relaxing effect of
Ylang Ylang oil on humans after transdermal absorption membuktikan
bahwa minyak esensial ylang ylang memiliki efek menenangkan, mendorong
tidur nyenyak, menghilangkan stress, dan depresi pada manusia. Minyak
esensial ylang-ylang dapat digunakan sebagai minyak pijat dicampur dengan
minyak pembawa seperti minyak jojoba , minyak kelapa atau minyak zaitun
(Hongratanaworakit, 2006).
c. Minyak yang sangat baik untuk perawatan kulit : minyak esensial ylang-ylang
sangat efektif dan serbaguna dalam mengencangkan dan merangsang sel-sel
kulit terutama karena kekuatannya untuk menyeimbangkan produksi sebum ,
sehingga cocok untuk semua jenis kulit. Minyak esensial ylang-ylang
memiliki sifat menyejukkan, sifat anti-seboroik dan antiseptik minyak ini
mendukung dalam mengobati peradangan kulit, keriput, kulit kering dan
beberapa tanda-tanda penuaan.
35
2.4.5 Cara Penggunaan Minyak Esensial
Hampir semua minyak esensial tidak dapat diberikan langsung pada kulit
dan harus diencerkan terlebih dahulu dengan minyak pembawa. Pengenceran
normal adalah 2.5% dari minyak esensial murni, misalnya untuk 15 tetes (± 1 ml)
minyak esensial perlu diencerkan dengan 1 ounce (± 30 ml) minyak pembawa.
Sedikit adalah lebih baik, karena khasiat minyak esensial murni sangat kuat.
Untuk penggunaan pada wajah, kadar yang aman dan efektif adalah 1-2% larutan
minyak esensial dalam larutan standar. Untuk penggunaan pada tubuh dapat
mencapai 3% larutan minyak esensial dalam larutan standar. Untuk pemakaian
pada waja di dekat daerah sensitif, seperti mata dan bibir atau pada alat genital
dimana lapisan kulitnya lebih tipis, maka minyak pembawa perlu ditambahkan
lebih banyak (Buckle, 2003 dalam Isabella, 2011).
Tabel 3. Bagan pengenceran minyak esensial murni untuk dilarutkan dalam ± 30 ml minyak
pembawa (Isabella, 2011).
1% dari 600 tetes = 6 tetes
2% dari 600 tetes = 12 tetes
2.5% dari 600 tetes = 15 tetes
5% dari 600 tetes = 30 tetes atau 1,5 ml
10% dari 600 tetes = 60 tetes atau 3 ml
Sumber : Isabella, 2011
2.5 Pengaruh Minyak Esensial Ylang-Ylang (Cananga odorata) Terhadap
Tekanan Darah
Mekanisme kerja minyak esensial/aromaterapi dalam tubuh manusia
berlangsung melalui dua sistem fisiologis, yaitu sistem sirkulasi tubuh dan sistem
penciuman. Berdasarkan sifat kulit, senyawa yang lipofilik (larut dalam lemak,
misal minyak atsiri) mudah terabsorbsi. Kebanyakan minyak atsiri yang
36
digunakan dalam aromaterapi dapat menembus kulit. Begitu menembus lapisan
epidermis, molekul minyak atsiri dapat dengan mudah menyebar ke bagian tubuh
yang lain, misalnya saluran limfa dan pembuluh darah, saraf, kolagen, fibroblast,
mast cells, dan lain-lain. Molekul-molekul itu akan ikut bersirkulasi dan dibawa
oleh sistem sirkulasi baik sirkulasi darah maupun sirkulasi limfatik melalui
pembuluh-pembuluh kapiler. Selanjutnya, pembuluh-pembuluh kapiler
mengantarnya ke susunan saraf pusat dan oleh otak akan dikirim berupa pesan ke
organ tubuh yang mengalami gangguan atau ketidakseimbangan. Molekul yang
mencapai setiap sel otak dikonversikan menjadi suatu aksi dengan pelepasan
substansi neurokimia berupa perasaan senang, rileks, dan tenang. Minyak esensial
yang dioleskan disertai pemijatan akan lebih merangsang sistem sirkulasi untuk
bekerja lebih aktif (Annisa, 2011).
Bila minyak esensial dihirup molekul yang menguap akan membawa unsur
aromatik yang terdapat dalam kandungan minyak ke sistem penciuman. Respon
bau yang dihasilkan akan merangsang kerja sel neurokimia otak. Sebagai contoh,
bau yang menyenangkan akan menstimulasi talamus untuk mengeluarkan
enkefalin yang berfungsi sebagai penghilang rasa sakit alami dan menghasilkan
perasaan tenang. Bau seperti ylang-ylang dapat merangsang kerja endorfin pada
kelenjar pituitari dan menghasilkan efek afrodisiak. Beta endorphin memiliki efek
positif pada tubuh dan pikiran, dimana saat beta endorphin dilepaskan, tekanan
darah akan menurun (Sholikha, 2011). Beta endorphin merupakan hormone anti
stress yang dapat menimbulkan efek relaksasi. Aktivitas beta endorphin menekan
aktivitas saraf simpatis yang dapat menurunkan kadar kortisol dan hormone
37
adrenalin sehingga tekanan darah menurun (Psychother, 2005 dalam Arthini,
2012).
Kelenjar pituitari juga melepaskan agen kimia ke dalam sirkulasi darah
untuk mengatur fungsi kelenjar lain seperti tiroid dan adrenal. Bau yang
menimbulkan rasa tenang akan merangsang daerah di otak yang disebut raphe
nucleus untuk mengeluarkan sekresi serotonin (Sholikha, 2011). Serotonin
memiliki efek dalam menurunkan tekanan darah dengan menekan aktivitas saraf
simpatis. Serotonin memiliki peran penting pada regulasi pembuluh darah, dimana
serotonin memiliki efek vasodilatasi melalui aktivitas reseptor S1. Serotonin juga
berfungsi menekan aktivitas ACTH dan menurunkan kadar kotisol, dimana
kortisol berefek dalam vasokontriksi pembuluh darah (Psychother, 2005 dalam
Arthini, 2012).
Berdasarkan penelitian In-Hee et al (2012), yang mengukur perubahan
home BP, 24-hour ambulatory BP dan salivary cortisol levels setelah
mendapatkan intervensi minyak esensial secara inhalasi, ditemukan bahwa
menghirup campuran minyak esensial terbukti efektif dalam menurunkan tekanan
darah dan didapatkan hasil bahwa menghirup minyak esensial efektif dalam
penurunan kadar kortisol saliva. Intervensi ini sangat dianjurkan untuk mencegah
hipertensi. Terapi minyak esensial juga diyakini berfungsi sebagai intervensi
keperawatan yang menjanjikan.
38
2.6 Lanjut Usia
2.6.1 Pengertian Lanjut Usia
Usia lanjut merupakan tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Nugroho (2008) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan lanjut usia
adalah suatu keadaan yang terjadi di setiap kehidupan manusia yang berarti bahwa
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua.
Ketiga tahap kehidupan ini memiliki perbedaan secara biologis dan psikologis.
UU No. 13 tahun 1998 Pasal 1 Ayat 2 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60
tahun ke atas (Maryam dkk, 2012). Penuaan merupakan proses alami yang tidak
dapat dihindari, berjalan secara terus-menerus yang menyebabkan perubahan
anatomi, fisiologis dan biokimia yang mempengaruhi fungsi dan kemampuan
tubuh secara keseluruhan. Usia lanjut menurut organisasi kesehatan dunia (WHO)
, meliputi : usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45 sampai 59
tahun, usia lanjut (erderly) antara 60 sampai 74 tahun, usia tua (old) antata 75
sampai 90 tahun dan usia sangat tua (veryold) di atas 90 tahun (Saragih, 2012).
Dari beberapa penjelasan di atas maka yang dimaksud dengan lanjut usia
adalah suatu proses alamiah yang terjadi pada kehidupan manusia yang
menyebabkan perubahan anatomi, fisiologis dan biokimia yang mempengaruhi
fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan dimana seseorang dikatakan
lanjut usia ketika berusia 60 tahun ke atas.
39
2.6.2 Perubahan Fisik yang Terjadi pada Lanjut Usia
Beberapa perubahan fisik yang terjadi pada lanjut usia adalah sebagai
berikut :
a. Sel
Jumlah sel otak menurun, mekanisme perbaikan sel terganggu, otak
mengalami atrofi, beratnya berkurang 5-10%, dan lekukan otak akan menjadi
lebih dangkal dan melebar (Mubarak dkk, 2012).
b. Sistem persarafan
Saraf pancaindera mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat
dalam merespons dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stres.
Berkurang atau hilangnya lapisan myelin akson, sehingga menyebabkan
berkurangnya respon motorik dan stress (Maryam dkk, 2012).
c. Sistem pendengaran
Gangguan pendengaran terjadi karena membran timpani menjadi atrofi.
Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan (Maryam dkk, 2012).
d. Sistem penglihatan
Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun,
akomodasi menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun dan katarak
(Maryam dkk, 2012).
e. Sistem kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun,
elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh
40
darah perifer sehingga tekanan darah meningkat (Mubarak dkk, 2012; Maryam
dkk, 2012).
Perubahan kardiovaskular pada proses menua menurut Sudoyo dkk (2006)
dalam buku ajar ilmu penyakit dalam yaitu berkurangnya pengisian ventrikel kiri,
hipertrofi atrium kiri, kontraksi dan relaksasi ventrikel kiri bertambah lama,
menurunnya respon inortropik, kronoropik, lusitropik terhadap stimulasi beta
adernegik, menurunnya curah jantung maksimal, peningkatan atrial natriuretic
peptide (ANP), lapisan subendotel menebal dengan jaringan ikat, dan fragmentasi
elastin pada lapisan media dinding arteri. Sedangkan perubahan pada tekanan
darah pada proses menua yaitu terjadi peningkatan tekanan darah sistolik
sedangkan tekanan darah diastolik tidak mengalami perubahan, dan berkurangnya
vasodilatasi yang dimediasi alfa adrenergik tidak berubah.
f. Sistem respirasi
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, , kapasitas
residu meningkat sehingga menarik nafas lebih berat, dan kemampuan batuk
menurun, serta terjadi penyempitan bronkus (Mubarak dkk, 2012; Maryam dkk,
2012).
g. Sistem gastrointestinal
Kehilangan gigi, penurunan fungsi indra pengecap, esofagus melebar,
asam lambung menurun, rasa lapar menurun, dan peristaltik menurun sehingga
terjadi konstipasi dan penurunan daya absorpsi (Mubarak dkk, 2012; Maryam dkk,
2012).
41
h. Sistem Endokrin
Produksi hormone mengalami penurunan (Maryam dkk, 2012). Akibat
menurunnya aktivitas tiroid mengakibatkan basal metabolisme menurun, produksi
aldosteron menurun, menurunnya sekresi hormone gonand, bertambahnya insulin,
norefinefrin, parathormon, vasopressin, berkurangnya tridotironin, dan
psikomotor menjadi lambat (Mubarak dkk, 2012).
i. Sistem genitourinaria
Pada lansia wanita sering mengalami inkontinensia stres dan urgensi akibat
penurunan tonus otot perineal. Pada lansia pria terjadi peningkatan frekuensi
berkemih dan retensi urine akibat pembesaran prostat (Potter & Perry, 2005).
j. Sistem kulit
Elastisitas menurun, vaskularisasi menurun, rambut memutih, kelenjar
keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlebihan
seperti tanduk (Maryam dkk, 2012).
k. Sistem muskuloskletal
Cairan tulang menurun sehingga mudah (osteoporosis), bungkuk (kifosis),
persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot), kram, dan tremor, tendon
mengerut (Maryam dkk, 2011).