BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jarak Pagar 2.1.1 Klasifikasi ...eprints.umm.ac.id/38991/3/BAB...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jarak Pagar 2.1.1 Klasifikasi ...eprints.umm.ac.id/38991/3/BAB...
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jarak Pagar
2.1.1 Klasifikasi Ilmiah
Kingdom : Plantae
Divisi : Embryophyta
Kelas : Spermatopsida
Ordo : Malpighiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Jatropha
Spesies : J. curcas
Nama binomial : Jatropha curcas
(Linnaeus dalam Anonim, 2017)
2.1.2 Tanaman Jarak Pagar
Jarak pagar (Jatropha curcas L., Euphorbiaceae) merupakan tumbuhan semak
berkayu yang banyak ditemukan di daerah tropik. Tumbuhan ini dikenal sangat tahan
kekeringan dan mudah diperbanyak dengan stek. Walaupun telah lama dikenal sebagai
bahan pengobatan dan racun, saat ini ia makin mendapat perhatian sebagai
sumber bahan bakar hayati untuk mesin diesel karena kandungan minyak bijinya. Peran
yang agak serupa sudah lama dimainkan oleh kerabatnya, jarak pohon (Ricinus
communis), yang bijinya menghasilkan minyak campuran untuk pelumas
(Anonim,2017).
7
Tanaman jarak pagar merupakan jenis tanaman dengan tinggi 1-7 m
bercabang tidak teratur. Tanaman ini memiliki batang berkayu, berbentuk silindris
dan tidak tergores mengeluarkan getah. Daun tanaman jarak pagar lebar dan
berbentuk malai dan berwarna kuning kehijauan. Buah tanaman ini berbentuk
telur dengan berdiameter 2-4 cm dan memiliki 3 ruang dengan masing-masing
ruang terdapat satu biji yang berbentuk bulat lonjong berwarna coklat kehitaman.
Biji ini mengandung minyak dengan rendemen 30-50% dan mengandung toksin
sehingga tidak dapat dikonsumsi oleh manusia (Said, Dkk. 2010). Komposisi
yang terdapat dalam biji jarak dapat dilihat pada table 2.1.
Tabel 2.1. Komponen kimia biji jarak
Komponen Jumlah (%)
Minyak
Karbohidrat
Serat
Abu
Protein
55
12
12,5
2,5
18
( Ketaren dalam Said, Dkk. 2010)
Tanaman jarak pagar atau Jatropha curcas L. atau physic nut, merupakan
tanaman semak atau pohon dengan ketinggian 2 – 5 meter, batang penuh tonjolan
bekas daun gugur, cabang pohon menyebar, ranting pendek, daun tunggal, getah putih
keruh. Bunga tanaman jarak pagar berwarna hijau kekuningan, buah bukat kecil
berwarna hijau berdiameter 3 -4 cm dan biji brwarna hitam 2 -4 buah dan termasuk
famili euphorbia. Kelompok Jatropha berasal dari jatrὁs (doctor), trophé (food), yang
digunakan untuk keperluan medis. Curcas adalah nama lain dari physic nut. Tanaman
jarak pagar dapat tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian 500 m suhu 20 - 28°C
dengan curah hujan 300 – 1000 mm per tahun. Jarak tanam adalah 2 x 2 m, 2.5 x 2.5 m,
8
atau 3 x3 m untuk kerapatan tanaman 2 500, 1 600 atau 1 111 per hektar. Tanaman
dipanen dengan hasil 2 – 3 ton biji per hektar (Henning dalam Nugrahani, 2008).
Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) sejak lama dikenal sebagai
tanaman konsevasi karena sifatnya yang sangat toleran terhadap jenis tanah dan
iklim. Tanaman ini sangat cepat tumbuh dan struktur akarnya mampu menahan
erosi, terutama apabila ditanam dengan jarak yang sangat rapat (0,25 – 0,30 m).
apabila ditanam dengan jarak tanam lebih lebar yaitu 2 x 3 m dapat digunakan
untuk produksi biji. Pada jarak yang lebih lebar lagi (4 – 5 m), akan dihasilkan
pohon dengan kayu yang baik untuk pembuatan pulp dan papan serat. Tanaman
ini terutama memberikan nilai ekonomis, karena bijinya menghasilkan minyak
sebagai bahan baku pembuatan biodiesel (Heyne dalam Sudrajat, Dkk. 2013).
Penampang gambar tanaman jarak dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Tanaman Jarak Pagar
Selain itu, hampir seluruh bagian tanaman dari tanaman jarak pagar dapat
dimanfaatkan : kayu dan dahan untuk bahan bakar, tempurung biji untuk arang aktif, getah
dan daun untuk biopestisida, kayu tua untuk pupl kertas, papan serat dan serat kulit buah
untuk kompos. Selain itu, dari limbah proses pembuatan biodiesel akan dihasilkan bungkil
untuk makanan ternak, biopestisida serta gliserin untuk bahan kimia kosmetika. Pada areal
tanaman luas, produksi nektarnya dapak di eksplorasi untuk produksi lebah madu.
Dampaknya pada industri hilir yaitu memicu tumbuhnya industri rakyat seperti sabun cuci,
pupuk, biopestisida, gliserin, pulp kertas, papan serat dan lain-lain (Sudrajat dkk. 2013).
9
2.1.3 Minyak Jarak Pagar
Minyak jarak pagar mengandung racun (ester forbol) yang membuat minyak
ini tidak dapat digunakan sebagai minyak makan (Sudrajat dalam Nugrahani, 2008).
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh minyak jarak pagar adalah
dengan ekstraksi biji jarak pagar (press). Untuk menghambat kerja enzim yang dapat
menghidrolisis minyak sehingga cara dioven atau dikukus terlebih dahulu. Ekstraksi
minyak jarak pagar dikeringkan dengan cara lain, seperti ekstraksi menggunakan
pelarut organik, pelarut air masing-masing dengan yield 98% dan 38%, cara lain
menggunakan enzim protease didapatkan yield sebesar 98% (Guibitz dalam Nugrahani,
2008).
Minyak jarak pagar hasil ekstraksi dianalisis sifat fisiko-kimianya, missal
kekentalan, kandungan asam lemak bebas, kadar air, komposisi asam lemak, bilangan
penyabunan dan bilangan iod. Hasil analisis sifat fisiko-kimia minyak jarak pagar
seperti ditunjukkan pada table 2.2.
Tabel 2.2 Jenis asam lemak dan sifat fisiko-kimiawi minyak jarak pagar
Jenis Asam Lemak Komposisi, %
Asam Oleat 35-64
Asam Linoleat 19-42
Asam Palmitat 12-17
Asam Stearat 5-10
Rendemen, % 40-50
Sifat Minyak Nilai
Bilangan Penyabunan (mg KOH/g) 183-191
Bilangan Iod (mg I/g minyak) 96-99
Kerapatan (densitas) (g/ml) 0.919-0.924
Indeks Bias pada 40°C 55-56
(Sudrajat dalam Nugrahani, 2008)
Sumber lain mengatakan dalam Tabel 2.3 dibawah ini :
10
Tabel 2.3. Sifat Fisika dan Kimia Minyak Jarak Pagar
Karakteristik Nilai
Wujud Cairan
Warna
Bening berwarna kuning dan tidak
menjadi keruh meski disimpan dalam
waktu yang lama.
Densitas (ρ ) 78°C 0,8783 kg/liter
μ 71 cp
Indeks Bias 1,477 - 1,478
Angka Iodium 102,8 - 103,1
Angka Penyabunan 176 – 181
% FFA (asam oleat) 5 - 80%
Bilangan Asam 0,4 - 4,0
Kelarutan dalam Alkohol (20°C) Jernih (tidak keruh)
Bilangan Asetil 145 - 154
Titik Nyala 230°C
Titik Api 322
Tegangan Permukaan pada 20°C 39,9 dyne/cm
( Ketaren dalam Said, Dkk. 2010)
2.1.4 Manfaat Minyak Jarak Pagar
Manfaat minyak jarak pagar mengandung minyak dalam jumlah tinggi.
Minyak jarak pagar dapat digunakan untuk menggatikan kerosene dan diesel dan
sebagai pengganti kayu bakar. Minyak ini dapat juga digunakan sebagai pelumas,
bahan baku sabun dan lilin. Jika dicampur sengan oksida besi dapat digunakan
sebagai varnish. Minyak semi drying ini dapat menggantikan bahan bakar diesel
(Augustus dalam Nugrahani, 2008).
2.2 Pelumas
2.2.1 Definisi Pelumas
Pelumas adalah zat kimia, yang umumnya cairan, yang diberikan di antara dua
benda bergerak untuk mengurangi gaya gesek. Zat ini merupakan fraksi hasil destilasi
minyak bumi yang memiliki suhu 105-135 derajat celcius. Pelumas berfungsi sebagai
lapisan pelindung yang memisahkan dua permukaan yang berhubungan (Anonim, 2017).
11
Pelumas atau Oli merupakan cairan yang menentukan kemampuan kerja mesin
dan kendaraan bermotor. Pelumas merupakan bahan yang mampu mengurangi gesekan
antara dua komponen. Pelumas dibagi dalam dua bagian, yaitu pelumas cair dan
pelumas pasta, yang disebut gemuk atau grease. Oli atau pelumas cenderung
dipergunakan pada bagian yang memerlukan fungsi lain selain pelumasan, sebagai
pendingin bagian-bagian yang dilumasi, atau sebagai pembawa kotoran bagian-bagian
mesin. Adapun gemuk dipergunakan untuk bagian-bagian yang memerlukan
pelumasan dengan kekentalan tinggi ( Nugrahani, 2008).
Pelumasan sendiri dapat diartikan sebagai proses menyisipkan bahan
tertentu (pelumas) diantara dua permukaan yang saling kontak dengan tujuan
untuk mengurangi gaya gesek. Kerugian yang disebabkan oleh gesekan adalah
terjadinya keausan dan kehilangan energy. Seiring dengan meningkatnya
perkembangan teknologi dan pemakaian mesin-mesin industry dan otomotif maka
dapat dipastikan pula bahwa kebutuhan pelumas akan semakin meningkat karena
pelumas merupakan salah satu komponen bahan penunjang untuk hampir semua
komponen mesin. Selain berfungsi mengurangi gaya gesek, pelumas juga
berfungsi mendinginkan dan mengendalikan contaminants atau kotoran guna
memastikan mesin bekerja dengan baik (Yanto dan Septiana, 2012). Berbagai
pelumas yang beredar dipasaran dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Pelumas-pelumas yang ada di Pasaran
12
Menurut Sukirno dalam Effendi dan Adawiyah (2014), Beberapa sifat penting
yang sangat dibutuhkan agar minyak lumas dapat berfungsi dengan baik adalah :
a. Low Volatility atau tidak mudah menguap, terutama pada kondisi operasi.
Volatilitas suatu minyak lumas penting sekali dalam pemilihan jenis pelumas
dasar sesuai pemakaian.
b. Fluiditas atau sifat mengalir dalam daerah suhu operasi.
c. Stabilitas selama periode pemakaian. Sebagian sifat ini ditentukan oleh aditif.
d. Kompatibilitas atau kecocokan dengan bahan lain dalam system.
2.2.2 Macam-macam pelumas
Dilihat dari bahan dasarnya pelumas dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Minyak Mineral
Merupakan satu jenis minyak yang banyak digunakan pada saat ini.
Pelumas dasar ini merupakan hidrokarbon yang mengalami serangkaian
proses pemurnian dan dapat digolongkan menjadi empat jenis, yaitu paraffin,
olefin, naftanik, dan aromatic. Kandungan lain di dalam minyak mineral
adalah sulfur, nitrogen, dan logam. Keunggulan penggunaan minyak mineral
sebagai pelumas dasar adalah :
a. Harga murah.
b. Daerah suhu operasi lebar, meliputi seluruh pemakaian dalam iindustri,
mesin-mesin transportasi, alat-alat berat lain.
c. Penambahan bahan aditif dapat meningkatkan mutu dan kinerja.
d. Tidak merusak bantalan.
e. Stabil selama penyimpanan.
13
Kebutuhan minyak mineral meningkat, sedangkan persediaan minyak
bumi di dunia menipis karena bersifat tidak terbarukan. Minyak bumi bersifat
tidak terdegradasi karena mengandung senyawa aromatik dan racun
(Nugrahani, 2008).
2. Minyak Nabati
Pelumas dasar yang berasal dari minyak nabati, misalnya minyak
kedelai, minyak sawit, minyak kelapa, minyak biji bunga matahari dan
minyak biji jarak. Jika minyak nabati dibandingkan dengan minyak mineral
sebagai minyak pelumas dasar, terdapat beberapa keunggulan, yaitu tingginya
kemampuan pelumasan, tingginya indeks viskositas, rendahnya kehilangan
minyak karena penguapan, tingginya kemampuan terdegradasi dan rendahnya
kandungan racun. Minyak nabati sebagai pelumas dasar mempunyai
keterbatasan, yaitu rendahnya stabilitas termal, hidrolitik, dan oksidatif,
karena mengandung asam lemak tidak jenuh. Kelemahan ini dapat diatasi
dengan memodifikasi minyak tersebut dengan menambahkan bahan aditif
(Nugrahani, 2008).
3. Minyak Sintesis
Pelumas sintesis adalah pelumas yang dibuat dengan proses kimiawi
dengan menggabungkan beberapa bahan aditif. Pada awalnya, pelumas yang
digunakan pada kendaraan tempo dulu adalah berasal dari minyak bumi,
pada perkembangannya tidak mampu melayani mesin-mesin dengan
teknologi tinggi maka dilakukan penambahan bahan aditif. Pelumas sintesis
dapat dikelompokkan dalam dua kelas, yaitu ester organic dan hidrokarbon yang
diolah secara sintesis, baik yang berasal dari petrokimia maupun oleokimia.
14
Beberapa pelumas dasar sintesis adalah polialfaolefin (PAO), ester sintesis,
seperti monoester, diester, esterphtalat, polyester (POE), dan ester kompleks dan
polialkilenglikol (PAG), yaitu polimer petrokimia hasil reaksi antara etilen
oksida dan propilen oksida (Askew dalam Nugrahani, 2008).
2.2.3 Pelumas Bio
Definisi pelumas bio atau biasa disebut biolubricant adalah pelumas yang
secara tepat dapat terdegradasi (biodegradable) dan tidak beracun (nontoxic) bagi
manusia dan lingkungan (IENECA dalam kuweir, 2010). Pelumas bio
dikembangkan dari bahan dasar berupa lemak hewan, minyak tumbuh-tumbuhan,
ataupun ester sintesis. Pelumas berbahan minyak tumbuhan bersifat
biodegradable dan nontoxic, juga bersifat dapat diperbaharui (renewable).
Selain tidak beracun dan mudah terurai, pelumas bio memiliki beberapa
keunggulan yang lain dibandingkan pelumas mineral dan pelumas sintetis, yaitu :
1. Memiliki sifat pelumasan yang lebih baik karena struktur molekulnya lebih
polar sehingga lebih menempel pada permukaan.
2. Melindungi permukaan dengan baik walaupun pada tekanan tinggi.
3. Memiliki flash point yang tinggi sehingga lebih aman digunakan.
4. Indeks viskositas yang tinggi : viskositasnya tidak terlalu berubah banyak
seperti pelumas mineral terhadap perbahan temperature.
5. Memiliki volatilitas yang rendah sehingga tidak mudah menguap (Honary
dalam kuweir, 2010).
15
Dewasa ini, terjadi peningkatan tuntutan pelumas yang cocok digunakan
sehingga tidak mencemari lingkungan apabila terjadi kontak dengan air, makanan
ataupun manusia. Pelumas bio memenuhi syarat-syarat tersebut karena pelumas bio
terurai di dalam tanah lebih dari 90% (biodegradable) sehingga tidak menyebabkan
polutan bagi lingkungan, tidak seperti pelumas mineral dan sistesis maksimal terurai
hanya 40% yang menyebabkan perlunya penanganan lebih lanjut, selain itu juga
pelumas bio tidak beracun (nontoxic) karena berasal dari minyak tumbuhan.
Pelumas bio dapat dihasilkan dari bermacam-macam jenis tumbuhan
seperti terlihat pada gambar 2.6.
Gambar 2.3 Raw material biolubricant atau pelumas bio
Pemilihan minyak jarak pagar dari biji jarak pagar adalah karena tanaman
jarak pagar mudah tumbuh serta terdapat kandungan racun dalam minyak tersebut.
Sehingga tidak bersaing dengan minyak foodgrade.
2.3 Sertifikasi Standar Minyak Pelumas
Standar pelumasan berdasarkan viskositas bermacam-macam antara lain
SAE (Society of Automotive Engineers), API (American Petroleum Institute),
ASTM (American Society for Testing and Material), ISO (International
Organization for Standardization) dan JASO (Japanese Automotive Standards
16
Organization). Pelumas di Indonesia biasanya menggunakan lebih dari satu
standar, dan yang paling sering digunakan adalah SAE (Darmanto, 2011).
SAE adalah singkatan dari Society of Automotive Engineers, suatu asosiasi
yang mengatur standarisasi di berbagai bidang seperti bidang rancang desain teknik,
manufaktur, dll. Tulisan seperti ini : SAE 10W-30, 10W-40 atau 20W-40, 20W-50 ,
adalah standarisasi yang dikeluarkan oleh pihak SAE untuk kualitas dari kekentalan
oli. Angka di sebelah kiri tanda W adalah nilai kekentalan oli ketika mesin dingin.
Kemudian angka di sebelah kanan W adalah nilai kekentalan oli ketika mesin
beroperasi pada suhu kerjanya. Semakin besar angkanya (baik kiri maupun kanan) itu
artinya adalah semakin kental pada kondisinya (Anonim, 2017).
Society of Automotive Engineers (SAE), yaitu klasifikasi pelumas mesin
menurut tingkat kekentalannya pada suhu 100°C dan beberapa suhu rendah,
tergantung dari tingkat kekentalannya (SAE). Viskositas pada suhu tinggi
berhubungan dengan tingkat konsumsi pelumas dan karakteristik keausan.
Kekentalan suhu rendah digunakan untuk memprediksi kemudahan start dan
kinerja pelumasan pada suhu rendah. Pelumasan dengan indeks viskositas tinggi
kurang sensitive terhadap perubahan suhu (Nugrahani, 2008).
2.4 Propertis Minyak Pelumas
2.4.1 Viskositas
Viskositas adalah kekentalan suatu minyak pelumas yang merupakan ukuran
kecepatan bergerak atau daya tolak suatu pelumas untuk mengalir (Arisandi.dkk,
2012). Viskositas adalah tegangan geser pada bidang fluida perunit perubahan
kecepatan terhadap bidang normal. Viskositas memiliki satuan mm/s2 atau centistoke
(cSt), semakin tinggi nilai viskositas pelumas akan semakin kental (Darmanto, 2011).
17
Dalam penelitian Sudrajat, dkk (2007) membahas mengenai sifat fisik
minyak jarak pagar sebagai pelumas dasar diharapkan sama atau mendekati sifat-
sifat dasar minyak mineral dalam tabel 2.4. jika dibandingkan dengan indeks
viskositas minimum beberapa pelumas dengan angka viskositas SAE rangkap
seperti yang terdapat pada tabel 2.5, maka indeks viskositas minyak jarak pagar
lebih tinggi daripada pelumas dengan SAE rangkap tersebut.
Tabel 2.4 Perbandingan sifat fisik pelumas dasar beberapa minyak nabati dan
mineral.
Jenis Minyak Viskositas
40°C cSt
Viskositas
100°C cSt
Indeks
Viskositas
Titik
tuang
(Pour
Point) °C
Titik nyala
(Flash
Point) °C
Minyak Nabati
Minyak Jarak
Pagar
34,1 7,95 217 0 270
Minyak Jarak 295,4 20,34 87 -10 307
Minyak Kelapa 27,7 6,1 175 - -
Minyak Bunga
Matahari
39,9 8,6 206 -12 252
Minyak Lobak 36,2 8,2 211 -18 346
Minyak Kedelai 28,9 7,6 246 -9 325
Minyak Kelapa
Sawit
39,7 8,2 188 18 -
Minyak Mineral
HVI-60 - 4,5-5,0 103 0 204
HVI-95 - 6,9-7,6 100 15 210
HVI-160S - 11,1-12,2 100 15 230
HVI-160B - 11,1-12,2 99 15 230
HVI-650 - 31,6-34,7 96 15 267
HVI-350 - 50-54 - 15 267
PAO
(Polyalphaolefin)
2-100 2-100 125-140 -50 -
POE
(Polyolester)
76,7 11,3 214 - 285
(La Puppung dalam Sudrajat, dkk. 2007)
18
Berdasarkan tabel 2..4 viskositas minyak jarak pagar pada 100°C sebesar 7,95
cSt terletak antara HVI-95 dan HVI 160S. Jika dibandingkan dengan tingkat viskositas
pelumas motor, maka viskositas minyak jarak pagar setingkat SAE 20. Tabel 2.5
Indeks Viskositas minimum beberapa pelumas dengan angka viskositas SAE
SAE viskositas rangkap
(Double SAE viscosity)
Indeks viskositas minimum
(Minimum viscosity index)
5W-20 127
5W-30 180
5W-50 230
10W-30 145
10W-40 169
10W-50 190
20W-40 113
20W-50 133
(La Puppung dalam Sudrajat, dkk. 2007)
Berdasarkan tabel 2.6 tentang klasifikasi pelumas industri menurut ISO (ASTM
2422), maka tingkat viskositas minyak jarak pagar setara dengan ISO VG 32. Nilai
viskositas minyak jarak pagar ini termasuk pada spesifikasi viskositas minyak mineral
yang saat ini digunakan sebagai formulasi pelumas otomotif maupun industri.
Tabel 2.6 Klasifikasi pelumas industri menurut ISO (ASTM 2422)
Identifikasi
kualifikasi system
viskositas
Titik tengah viskositas
pada 40°C
Limit kinematic viskositas pada
40°C
ISO VG 2 2,2 1,98 2,42
ISO VG 3 3,2 2,88 3,52
ISO VG 5 4,6 4,14 50,6
ISO VG 7 6,8 6,12 7,48
ISO VG 10 10 9,00 11,0
ISO VG 15 15 13,5 16,5
ISO VG 22 22 19,8 24,2
ISO VG 32 32 28,8 35,2
ISO VG 46 46 41,4 50,6
(La Puppung dalam Sudrajat, dkk. 2007)
19
2.4.2 Indeks Viskositas
Indeks viskositas merupakan kecepatan perubahan kekentalan suatu
pelumas dikarenakan adanya perubahan temperatur (Arisandi.dkk, 2012). Indeks
viskositas merupakan hubungan antara viskositas/kekentalan pelumas terhadap
perubahan temperature. Temperature kerja yang semakin tinggi akan menurunkan
viskositas pelumas, demikian juga sebaliknya semakin rendah temperature kerja
kekentalan pelumas akan naik (Darmanto, 2011).
Mengutip dari Sudrajat.Dkk,(2007), Indeks viskositas merupakan pengukuran
perubahan viskositas relative terhadap perubahan temperatur antara suhu 40°C dan
100°C. Nilai indeks viskositas pelumas terbagi menjadi 3 golongan, yaitu :
1. Indeks viskositas rendah atau Low Viscosity Index (LVI)
Adalah pelumas yang memiliki indeks viskositas lebih rendah dari 40.
2. Indeks viskositas sedang atau Medium Viscosity Index (MVI)
Adalah pelumas yang memiliki indeks viskositas antara 40 sampai dengan 80.
3. Indeks viskositas tinggi atau High Viscosity Index (HVI)
Adalah pelumas yang memiliki indeks viskositas lebih besar dari 80.
2.4.3 Titik Nyala (Flash Point)
Flash point atau titik nyala, menunjukkan pada titik temperatur dimana
pelumas akan dan terus menyala sekurang-kurangnya selama 5 detik
(Arisandi.dkk, 2012). Flash point atau titik nyala digunakan untuk mengetahui
saat awal pelumas akan terbakar atau timbul nyala api saat berada dalam mesin
(Sudrajat. Dkk, 2007).
20
Mentri energi dan sumber daya mineral republik Indonesia mengeluarkan
keputusan mengenai syarat dan mutu (spesifikasi) pelumas yang dipasarkan
didalam negri dengan nomor : 2808 k/20/mem/2006. Beberapa nilai flash point
dapat di lihat pada tabel 2.7 berikut:
Tebel 2.7 Spesifikasi Pelumas Yang Dipasarkan Didalam Negri
Keperluan Satuan / Metode
uji
Nilai flash point
Minyak lumas motor bensin empat langkah kendaraan
bermotor tingkat mutu unjuk kerja API (SE/SF/SG/SH/SJ
dan ILSAC GF-2/SL dan ILSAC GF-3/SM)
°C / ASTM D92 Min. 200
Minyak lumas motor bensin empat langkah kendaraan
sepeda motor tingkat mutu unjuk kerja API
SE/SF/SG/SH/SJ/SL)
°C / ASTM D92 Min. 200
Minyak lumas motor bensin empat langkah kendaraan
sepeda motor tingkat mutu unjuk kerja JASO MA dan
JASO MB
°C / ASTM D92 Min. 200
Minyak lumas motor bensin dua langkah berpendingin
udara tingkat mutu unjuk kerja API (TB/TC)
°C / ASTM D92 Min. 70
Minyak lumas motor bensin dua langkah berpendingin
udara tingkat mutu unjuk kerja JASO FB / ISO EGB,
JASO FC / ISO EGC, ISO EGD
°C / ASTM D92 Min. 70
Minyak lumas motor bensin dua langkah berpendingin air
tingkat mutu unjuk kerja NMMA / TC-W
°C / ASTM D92 Min. 75
Minyak lumas motor diesel putaran tinggi tingkat mutu
unjuk kerja API (CC/CD/CD-II/CE/CF/CF-2/CF-4/CG-
4/CH-4/CI-4)
°C / ASTM D92 Min. 200
Minyak lumas motor diesel putaran menengah untuk
industry dan kapal tingkat mutu unjuk kerja API CC
°C / ASTM D92 Min. 200
Minyak lumas silinder motor diesel putaran rendah untuk
industry dan kapal
°C / ASTM D92 Min. 200
Minyak lumas transmisi manual dan garden tingkat mutu
unjuk kerja API (GL-4/GL-5/MT-1)
°C / ASTM D92 Min. 200 (Monograde)
Min. 150 (SAE
75WXX)
Min. 165 (SAE
80WXX)
Min. 180 (SAE
85WXX)
Minyak lumas transmisi otomatis tingkat mutu unjuk kerja
Dexron II / IID, IIE
°C / ASTM D92 Min. 160
Minyak lumas transmisi otomatis tingkat mutu unjuk kerja
Dexron III
°C / ASTM D92 Min. 170
Minyak lumas transmisi otomatis tingkat mutu unjuk kerja
MERCON
°C / ASTM D92 Min. 177
Minyak lumas transmisi otomatis tingkat mutu unjuk kerja
MERCON V
°C / ASTM D92 Min. 180
Minyak lumas roda gigi industry tertutup °C / ASTM D92 Min. 200
Minyak lumas transformator °C / ASTM D92 Min. 95
2.5 Epoksidasi
2.5.1 Epoksida
Epoksida merupakan salah satu jenis dari eter (ROR). Eter memiliki ikatan
yang mirip dengan air dan bersifat polar. Eter dapat bersifat rantai terbuka maupun
21
siklik. Bila besar cincin (termasuk oksigaen) lima anggota atau lebih, maka sifat eter
itu mirip dengan eter rantai terbuka padanannya. Epoksida lebih reaktif daripada eter
lain karena ukuran cincin lebih kecil (Fessenden dalam Nugrahani, 2008).
Epoksida adalah senyawa ester siklik dengan cincin yang memiliki tiga
anggota. Struktur dasar dari sebuah epoksida berisi sebuah atom oksigen yang
diikat pada dua atom karbon berdekatan yang berasal dari hidrokarbon. Tegangan
dari cincin dengan tiga anggota ini membuat senyawa epoksida menjadi lebih
reaktif daripada eter asiklik. Senyawa eposida merupakan senyawa yang sangat
penting sama seperti produk kimia lainnya, misalnya resin. Proses produksinya
yang telah diketahui adalah oksidasi senyawa olefin dengan peracids, seperti asam
m-klorobenzoat, asam perasetat, dan peroksida organik seperti tert-butyl
hydroperoxide (Allundaru & Sitio, 2010).
2.5.2 Reaksi Epoksidasi
Epoksidasi adalah pembentukan tiga eter siklik (oksiran), karena reaksi
antara perasida (peroksida) dan hidrogen peroksida dengan olefinikdan ikatan
rangkap aromatik. Senyawa epoksi dikarakterisasi dengan kelompok oksiran yang
dibentuk oleh oksidasi suatu olefin atau ikatan rangkap aromatik. Reaksi
epoksidasi terhadap ikatan rangkap aromatic dapat dilihat pada gambar 2.7.
Gambar 2.4 Reaksi epoksidasi terhadap ikatan rangkap aromatik membentuk
oksiran (Kirk & Othmer dalam Nugrahani, 2008).
22
Reaksi yang terjadi melalui 2 tahap, yaitu reaksi oksidasi asam menjadi
asam peroksida alkena oleh asam peroksida (Kirk & Othmer dalam Nugrahani,
2008). Reaksi epoksidasi dapat dilakukan dengan pereaksi asam perasetat dan
asam performat.
1. Asam Perasetat dibuat dari oksidasi asetaldehid oleh hidrogen peroksida
2. Asam Performat dibuat dari oksidasi formaldehid.
Meskipun ada beberapa jalur untuk pembuatan perasida, tetapi yang penting
adalah :
1. Asam perasetat preformed (Oksidasi udata terhadap asetaldehid)
2. Asam performat insitu
Proses Epoksidasi dapat dibagi dalam 2 jenis dasar yaitu pembentukan
perasida in situ dan perasida preformed. Komposisi dan kinerja produk
dipengaruhi oleh kosolven, substrat olefin dan katalis yang dipilih, metode
penambahan komponen dan pengolahan setelah epoksidasi. Reaksi yang terjadi
pada asam perasetat preformed terlihat pada gambar 2.8 di bawah ini.
Gambar 2.5 Reaksi pembentukan gugus oksiran.
Proses in situ lebih aman dibandinkan dengan proses perasida preformed.
Hidrogen peroksida dan asam organik dengan adanya katalis asam membentuk
perasida terlihat pada gambar 2.9.
Gambar 2.6 Reaksi pembentukan perasida
23
Untuk mencegah reaksi eksotermik yang tidak terkontrol dan untuk
mengoptimalkan epoksidasi, larutan peroksida ditambahkan sedikit demi sedikit
dengan pengadukan. Epoksidasi bersifat reversible dan ada reaksi samping, maka
sebaiknya dilakukan pada suhu dan waktu yang mencapai tingkat oksidasi yang di
inginkan (Nugrahani, 2008).
Menurut Milchert & Smagowicz dalam Siswahyu & Hendrawati (2013),
reaksi epoksidasi merupakan reaksi yang paling cocok untuk penjenuhan minyak
nabati yang dapat memberikan efek peningkatan ketahanan terhadap oksidasi.
Peracid seperti asam perasetat dan asam performat adalah reagen yang paling
sering digunakan untuk direaksikan dengan minyak nabati membentuk oksiran
(eter) sebagai pengganti rantai rangkap. Reaksi ini biasanya berjalan pada
temperatur 40 - 80°C, lamanya waktu reaksi sangat bervariasi tergantung seberapa
banyak ikatan rangkap yang akan dijenuhkan dan katalis yang digunakan.
Dari beberapa percobaan yang dilakukan, pembentukan rantai oksiran dan
masuknya senyawa HX maka dihasilkan beberapa senyawa baru yang
memberikan sifat fisik baik pada minyak nabati. sebagai contoh epoksida minyak
nabati kemudian dilanjutkan dengan penambahan Boron triflouride etherate,
waktu reaksi 3 jam temperatur 50°C menghasilkan diester dengan tingkat pour
point dan kestabilan terhadap oksidasi yang meningkat dari minyak nabatinya
(Siswahyu & Hendrawati, 2013).
2.6 Penelitian-Penelitian Terdahulu Berkaitan dengan Penelitian
Ariatmi, Mangunwidjaja, Machfud & Sudrajat (2008) dalam penelitiannya
Optimasi Proses dan Kinetika Reaksi Epoksidasi Minyak Jarak Pagar (Jatropha
24
Curcas L.) dengan Hidrogen Peroksida. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
pengaruh peubah perbandingan mol pereaksi, jumlah katalis, suhu, optimasi
proses dan kinetika epoksidasi minyak jarak pagar dengan asam parasetat secara
insitu. Penelitian ini dilakukan dengan mereaksikan Jarak Pagar (Jatropha Curcas
L.) secara kimia dengan reaksi epoksidasi. Dengan variasi suhu 53-87°C dan
variasi rasio mol 1:5,4 – 1:6,2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin
besar rasio pereaksi maka waktu yang diperlakukan untuk memperoleh bilangan
oksiran yang tinggi juga lebih singkat, pada suhu melebihi suhu optimum
pembentukan epoksi mengalami penurunan yang cukup signifikan, karena pada
suhu tinggi memicu terbukanya cincin oksiran yang telah terbentuk menjadi
poliol, sehingga bilangan oksiran akan mengalami penurunan dan ditandai dengan
meningkatnya kekentalan, pada suhu 70°C nisbah mol pereaksi 1:5,9 dan
konsentrasi katalis 1% nilai bilangan oksiran minimum 5,1%.
Sudrajat, Ariatmi & Setiawan (2007) dalam penelitiannya Pengolahan Minyak
Jarak Pagar menjadi Epoksi sebagai Bahan Baku Minyak Pelumas. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui karakteristik minyak jarak pagar dihubungkan dengan penggunaannya
sebagai minyak pelumas, untuk mendapatkan kondisi optimum pada proses pembuatan
minyak epoksi sebagai produk antara pada pembuatan minyak pelumas dari minyak
jarak. Penelitian dilakukan dengan mereaksikan Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) secara
kimia dengan reaksi epoksidasi dengan suhu 70°C dan variasi waktu 0, 0,5, … , 5,5 jam,
rasio mol pereaksi 1:0,07, 1:0,15, 1:0,22, 1:0,30. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
semakin besar konsentrasi asam asetat, maka waktu yang diperlukan untuk memperoleh
bilangan oksiran tinggi lebih singkat, sehingga asam asetat tidak hanya sebagai pereaksi
namun juga sebagai semi katalis. Pada 30 menit pertama sampai 30 menit ke enam
25
bilangan oksiran meningkat mencapai 4,25%, namun pada 30 menit ketujuh bilangan
oksiran mengalami penurunan mencapai 3,9%. Hal ini terjadi karena epoksidasi memiliki
efek samping, sehingga harus dilakukan sesingkat mungkin. Kondisi terbaik dicapai pada
3 jam operasi dengan suhu 60°C rasio mol 1:0,07 dengan bilangan oksiran 4,26%, indeks
viskositas 217 dan pour point 0°C.
Debbie, Irdoni & Nirwana (2016) dalam penelitiannya Sintetis Bio-
Pelumas dari Minyak Biji Jarak : Pengaruh Rasio Mol dan Waktu Reaksi. Tujuan
penelitian ini utnuk mempelajari sintetis bio-pelumas dari minyak biji jarak :
pengaruh rasio mol dan waktu reaksi. Penelitian ini dilakukan dengan
mereaksikan minyak jarak pagar secara kimiawi dengan metode esterfikasi.
Dengan kondisi operasi : temperature reaksi 180°C, kecepatan pengadukan 200
rpm, variasi waktu reaksi 2, 4, 6 jam serta rasio mol terhadap etilon glikol 1:3,
1:4, 1:5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak jarak pagar dapat dijadikan
sebagai bahan baku pembuatan bio-pelumas dengan nilai oksiran sebesar 48,72%.
Dengan kondisi operasi : rasio mol 1:4, waktu 6 jam. Indeks viskositas 145,596,
pour point 302°C.
Siswahyu & Hendarwati (2013) dalam penelitiannya Studi Pustaka
Modifikasi Minyak Nabati sebagai Sumber Bahan Baku Bio Pelumas. Penelitian
ini bertujuan untuk (1) Mengumpulkan metode yang dapat dilakukan untuk
melakukan modifikasi minyak nabati sebagai sumber bahan baku bio pelumas. (2)
Mempetakan peningkatan sifat fisik dari minyak nabati melalui metode
penambahan additive, genetik, kimiawi. Modifikasi dengan rekayasa genetik
mampu mengubah gen dalam tanaman, sehingga mengubah komposisi minyak
yang dihasilkan. Modifikasi secara kimia dengan gugus karboksil melalui reaksi
26
transesterifikasi dan pembentukan fatty amina, serta dengan memodifikasi rantai
hidrokarbon dengan reaksi hidrogenasi, epoksidasi, ozonisasi, karboksilasi dan
olefin methatesis menjadi pilihan dalam rangka meningkatkan ketahanan oksidasi
dan kemampuan tuang pada suhu rendah untuk minyak nabati. Hasil modifikasi
dengan rekayasa gen mampu mengubah komposisi kandungan ikatan tak jenuh
menjadi ikatan jenuh sehingga mampu meningkatkan sifat minyak nabati yang
dihasilkan. Hasil modifikasi dengan cara kimia menghasilkan senyawa baru
dengan rantai hidrokarbon yang lebih pendek, jenuh dan memilki cabang sehingga
kualitasnya setara dengan bahan baku pelumas berbasis minyak bumi. Modifikasi
rantai hidrokarbon dengan metode epoksidasi merupakan metode yang paling baik
dalam meningkatkan kualitas minyak nabati sebagai bahan baku pelumas bio.