Bab II Tinjauan Pustaka 2.1.. Terminologi...

14

Click here to load reader

Transcript of Bab II Tinjauan Pustaka 2.1.. Terminologi...

Page 1: Bab II Tinjauan Pustaka 2.1.. Terminologi Mangrovedigilib.itb.ac.id/files/disk1/595/jbptitbpp-gdl-azisrifain-29746-3... · baik di perairan tawar (payau) ... Ekosistem Mangrove dan

5

Bab II Tinjauan Pustaka 2.1.. Terminologi Mangrove

Istilah mangrove tidak mengacu kepada jenis spesies tertentu di dalam taksonomi

tumbuhan. Mangrove adalah istilah untuk menyebutkan semua spesies tanaman

tropis dan juga semak yang memiliki sifat halophytic (toleransi terhadap

salinitas).

Mangrove merupakan jenis vegetasi yang meliputi pohon, semak, bunga dan

nipah (Darmawan dan Dirhansyah. 1999). Tidak semua vegetasi mangrove

tersebut memiliki kaitan (dalam sistem taksonomi), namun semuanya memiliki

kesamaan yaitu hidup dalam lingkungan yang relatif basah, lingkungan yang

memiliki kadar garam (saline habitat), dan mendapat pengaruh dari pasang surut.

Selain itu mangrove pada dasarnya adalah spesies tropis yang tidak akan

berkembang baik pada lingkungan dengan temperatur kurang dari 190 C dan lebih

dari 420 C. Dalam kondisi normal, mangrove tidak dapat bertoleransi dengan baik

pada lingkungan yang memiliki fluktuasi temperatur lebih dari 100 C.

Vegetasi mangrove terdiri dari 12 famili dan lebih dari 50 spesies. Dapat dijumpai

di daerah tropis dan daerah sub tropis, terutama di estuaria dan sepanjang garis

pantai,. Vegetasi mangrove mendominasi hampir 75% vegetasi di sepanjang

pantai tropis, terutama antara 25 derajat lintang utara dan 25 derajat lintang

selatan (http://www.nhmi.org/mangroves/index.htm (mangroves))

Vegetasi mangrove umumnya mampu beradaptasi terhadap kondisi anaerobik,

baik di perairan tawar (payau) maupun di perairan asin. Selain itu vegetasi

mangrove juga memiliki kemampuan beradaptasi secara fisiologis terhadap

lumpur dan garam, yaitu dengan membentuk akar gantung yang berada di atas

permukaan air atau lumpur. Sehingga memungkinkan bagi vegetasi mangrove

untuk tetap dapat mengabsorbsi oksigen.

Page 2: Bab II Tinjauan Pustaka 2.1.. Terminologi Mangrovedigilib.itb.ac.id/files/disk1/595/jbptitbpp-gdl-azisrifain-29746-3... · baik di perairan tawar (payau) ... Ekosistem Mangrove dan

6

Vegetasi mangrove umumnya hidup secara berkelompok (komunitas) dan

berperan penting dalam menjaga lingkungan estuaria dan pantai. Komunitas

mangrove ini menjadi habitat bagi beberapa jenis fauna yang hidup di daerah

estuaria dan daerah pantai.Oleh karena itu mangrove menjadi komponen utama

dalam ekosistem pantai dan estuaria, baik di daerah tropis maupun daerah sub

tropis.

Dalam komunitas mangrove terdapat sejumlah flora dan fauna yang hidup

bersama. Diantara organisme tersebut ada yang berada dalam komunitas

mangrove untuk sepanjang hidupnya, dan ada pula yang hidup dalam komunitas

mangrove hanya pada sebagian dari siklus hidupnya. Namun demikian

keberadaan bermacam-macam organisme tersebut telah menjadikan komunitas

mangrove sebagai sumberdaya yang penting, terutama bagi manusia.

Komunitas mangrove lebih dikenal masyarakat sebagai hutan mangrove. Ada 2

konsep yang berbeda dalam mengklasifikasikan hutan mangrove (McGill. 1958

dalam Darmawan dan Dirhansyah 1999), yaitu :

1. Hutan mangrove merupakan suatu komunitas vegetasi yang terdiri dari

beberapa famili namun masih memiliki kesamaan sifat dan struktur fisiologi

untuk beradaptasi pada habitat yang sama.

2. Hutan mangrove merupakan suatu komunitas vegetasi yang kompleks yang

umumnya terdapat di wilayah pantai daerah tropis. Komunitas ini pada

umumnya memiliki zona-zona yang ditandai dengan jenis vegetasi tertentu.

Spesies utama yang dominan dalam komunitas ini adalah dari famili

Rhizoporaceae yang tumbuh di zona intertidal.

2.2. Ekosistem Mangrove dan Faktor Abiotik Lingkungan

Ekosistem mangrove adalah suatu ekosistem yang kompleks dan dinamik. Namun

demikian ekosistem mangrove juga sangat rawan terhadap kerusakan. Keberadaan

dan kelestarian ekosistem mangrove sangat berkaitan dengan faktor lingkungan,

baik faktor biotik maupun faktor abiotik lingkungan. Beberapa faktor abiotik

lingkungan yang mempengaruhi ekosistem mangrove diantaranya :

Page 3: Bab II Tinjauan Pustaka 2.1.. Terminologi Mangrovedigilib.itb.ac.id/files/disk1/595/jbptitbpp-gdl-azisrifain-29746-3... · baik di perairan tawar (payau) ... Ekosistem Mangrove dan

7

1. Faktor Iklim

Faktor iklim adalah faktor yang sangat penting bagi pertumbuhan alami serta

suksesi mangrove. Termasuk dalam faktor iklim yang utama adalah : temperatur

udara, curah hujan dan angin.

Temperatur udara menentukan distribusi geografis spesies mangrove. Perbedaan

spesies mangrove antara satu tempat dan tempat lainnya, diantaranya dipengaruhi

oleh temperatur udara. Secara umum, temperatur udara optimum bagi ekosistem

mangrove adalah antara 200 C sampai 350 C.

Kondisi curah hujan menentukan distribusi mangrove pada tidal zone. Air hujan

mampu melepaskan partikel garam dari tanah secara efektif. Pada saat terjadi

pasang, air asin akan menggenangi permukaan tanah. Selanjutnya air akan

mengalami evaporasi dan meninggalkan partikel-partikel garam di permukaan

tanah, membentuk lapisan garam yang tipis di permukaan tanah. Lapisan garam

ini akan mengurangi proses regenerasi dan pertumbuhan mangrove. Semakin

sering air hujan menyiram lapisan garam ini, maka partikel-partikel garam akan

terlepas dari permukaan tanah sehingga menjadi lebih cocok untuk pertumbuhan

mangrove.

Angin dapat menyebabkan kerusakan ekosistem mangrove. Angin yang bertiup

membawa udara kering dan dingin dapat menyebabkan kematian pada tumbuhan

mangrove. Selain itu angin yang kencang (badai) dapat bersifat destruktif bagi

ekosistem mangrove.

2. Faktor Tanah

Faktor tanah juga dapat mempengaruhi distribusi mangrove. Struktur dan sifat-

sifat tanah sangat berperan dalam hal ini. Umumnya mangrove dapat tumbuh pada

daerah berlumpur yang mengandung campuran silt, clay dan pasir. Selain itu

keasaman dan salinitas tanah juga mempengaruhi pertumbuhan mangrove.

Page 4: Bab II Tinjauan Pustaka 2.1.. Terminologi Mangrovedigilib.itb.ac.id/files/disk1/595/jbptitbpp-gdl-azisrifain-29746-3... · baik di perairan tawar (payau) ... Ekosistem Mangrove dan

8

3. Pasang Surut

Fluktuasi pasang surut merupakan faktor yang menentukan bagi ekosistem

mangrove. Sebagian besar mangrove akan tumbuh dengan baik pada zona antara

Mean High Water Spring Tide (MHWST) dan Mean Sea Level (MSL).

Sedangkan Walsh (1974) dalam Darmawan dan Dirhansyah (1999) menyatakan

bahwa terdapat 5 faktor penting yang dapat menunjang perkembangan ekosistem

mangrove, yaitu :

- temperatur tropis

- sedimen alluvial yang berbutir halus

- pantai yang bebas dari pengaruh gelombang besar

- perairan asin

- fluktuasi pasang surut yang relatif tinggi

Kelima faktor tersebut dapat mempengaruhi keberadaan populasi tumbuhan

mangrove, komposisi dan zonasi spesies mangrove, serta struktur dan

karakteristik ekosistem mangrove.

2.3. Mangrove Delta Mahakam

2.3.1. Vegetasi Mangrove di Delta Mahakam

Delta Mahakam adalah sebuah delta yang terbentuk dari hasil sedimentasi sungai

Mahakam, sungai terpanjang di propinsi Kalimantan Timur. Sungai Mahakam ini

bermuara di tepi barat Selat Makassar. Proses sedimentasi Sungai Mahakam ini

telah berlangsung selama ribuan tahun dan membentuk delta yang luas

keseluruhannya sekitar 5000 km2 (Darmawan dan Dirhansyah 1999). Delta

Mahakam merupakan tipikal delta dunia yang dikenal dengan istilah delta kaki

burung. Tipe delta ini terbentuk karena adanya endapan sedimen dalam jumlah

besar yang dibawa oleh Sungai Mahakam dan juga dipengaruhi oleh pasang surut

yang berasal dari Selat Makassar (Ambarwulan dkk. 2003). Gambar 2.1 berikut ini

menunjukkan foto sebagian wilayah Delta Mahkam yang diambil dari pesawat

udara.

Page 5: Bab II Tinjauan Pustaka 2.1.. Terminologi Mangrovedigilib.itb.ac.id/files/disk1/595/jbptitbpp-gdl-azisrifain-29746-3... · baik di perairan tawar (payau) ... Ekosistem Mangrove dan

9

Gambar 2.1. Foto udara wilayah Delta Mahakam. (a). Ekosistem hutan

mangrove yang menutupi daratan delta. (b). Sebagian hutan

mangrove di mulut Sungai Mahakam yang telah berubah menjadi

tempat hunian dan areal tambak.

(Sumber : TOTAL E&P Indonesie The Oil Industry)

Di bagian inland Delta Mahakam terdapat berbagai jenis vegetasi. Husein (2006)

membagi vegetasi yang ada di Delta Mahakam ke dalam 4 zona vegetasi, yaitu:

vegetasi hutan tanaman keras tropis dataran rendah, vegetasi hutan campuran

tanaman keras dan palma dataran rendah, vegetasi hutan rawa nipah, dan vegetasi

hutan bakau. Vegetasi hutan rawa nipah dan vegetasi hutan bakau ini karena

penyebarannya sangat dipengaruhi oleh keberadaan air laut maka disebut juga

sebagai hutan mangrove. Luas hutan mangrove ini mencakup sekitar 60% dari

luas dataran delta (Husein, 2006). Sedangkan menurut Darmawan dan Dirhansyah

(1999), vegetasi yang ada di delta Mahakam didominasi oleh Nypa fruticans

(nipah) di bagian tengah (mid land), serta di bagian luar (outer) terdapat

Avicennia sp dan Sonneratia sp. Zona vegetasi di Delta Mahakam ini dapat dilihat

seperti dalam Gambar 2.2.

Seperti halnya vegetasi alami daerah Kalimantan, pada dataran rendah delta juga

dijumpai adanya vegetasi hutan hujan tropis dataran rendah. Namun demikian

vegetasi pada daerah delta tetap didominasi oleh vegetasi mangrove. Pada daerah

transisi antara pesisir dan dataran rendah, dijumpai daerah pertanian, semak

belukar dan hutan sekunder (Bremen et al., 1990 dalam Ambarwulan dkk.,2003).

a b

Page 6: Bab II Tinjauan Pustaka 2.1.. Terminologi Mangrovedigilib.itb.ac.id/files/disk1/595/jbptitbpp-gdl-azisrifain-29746-3... · baik di perairan tawar (payau) ... Ekosistem Mangrove dan

10

Gambar 2.2. Zona vegetasi di Delta Mahakam

(Sumber : Husein, 2006)

2.3.2. Manfaat Hutan Mangrove di Delta Mahakam

Sistem perakaran tumbuhan mangrove yang kuat sebenarnya mampu menahan

hempasan ombak dan mencegah terjadinya abrasi pantai. Oleh karena itu

ekosistem mangrove juga biasa disebut sebagai zona penyangga (buffer zone).

Selain itu sistem perakaran mangrove juga dapat berfungsi sebagai sediment trap

yang akan menahan dan mengendapkan sedimen terutama pada zona intertidal,

sehingga kondisi sedimen akan lebih stabil. Mangrove jenis Avicennia dan

Sonneratia adalah jenis mangrove yang sangat baik sebagai sediment trap karena

memiliki sistem perakaran pneumatophore yang mudah tumbuh serta sistem

perakaran bawah tanah yang sangat kuat dan memiliki kemampuan menahan

sedimen secara kuat pula.

Hutan tropis dataran rendah

Hutan campuran tanaman keras dan palma

Hutan rawa Nipah

Hutan Bakau

Page 7: Bab II Tinjauan Pustaka 2.1.. Terminologi Mangrovedigilib.itb.ac.id/files/disk1/595/jbptitbpp-gdl-azisrifain-29746-3... · baik di perairan tawar (payau) ... Ekosistem Mangrove dan

11

Ekosistem mangrove Delta Mahakam juga merupakan habitat bagi bermacam-

macam biota laut. Biota laut tersebut bernilai ekonomis dan dapat dimanfaatkan

oleh masyarakat setempat. Masyarakat sudah lama memanfaatkan ekosistem

mangrove sebagai areal tangkapan ikan, kepiting dan juga udang. Kekayaan

ekosistem mangrove Delta Mahakam sebenarnya sangat didukung oleh lokasi

delta tersebut yang berhadapan langsung dengan Selat Makassar. Arus laut dari

Selat Makassar ini kaya akan nutrien dan akan terbawa hingga ke Delta

Mahakam. Hal ini menjadikan perairan di Delta Mahakam sebagai perairan yang

subur dan banyak biota laut yang berkumpul. Selain itu keberadaan ekosistem

mangrove yang berfungsi sebagai spawning ground (tempat memijah), feeding

ground (tempat mencari makan) dan nursery ground (tempat pengasuhan),

menjadikan perairan Delta Mahakam semakin kaya akan biota laut.

2.3.3. Kerusakan Mangrove di Delta Mahakam

Ekosistem mangrove yang berada di Delta Mahakam saat ini telah mengalami

degradasi. Luas hutan mangrove di Delta Mahakam yang semula diperkirakan

mencapai 1000 km2 saat ini hanya tersisa kurang lebih 20% (Creocean, 2004).

Sekitar 80% lainnya telah musnah dibabat. Kawasan yang memiliki arti penting

tersebut telah digantikan oleh ribuan hektar tambak udang, terutama semenjak

terjadinya krisis moneter pada tahun 1997.

Dutriex (2001) dalam Budhiman (2004) juga menyatakan bahwa sejak awal tahun

1990-an mulai berkembang tambak udang di kawasan Delta Mahakam. Pada

mulanya hanya di sekitar pemukiman penduduk namun akhirnya menyebar ke

seluruh daratan delta. Akibatnya potensi area hutan mangrove yang telah

mengalami pembabatan (deforested) diperkirakan seluas 85000 hektar, atau

mencakup 80% dari daratan delta.

Pembukaan tambak udang tersebut dipicu oleh harga udang yang melejit pada

waktu itu. Namun hal tersebut hanya berlangsung sekitar 5 tahun. Sebagian besar

keuntungan dari tambak udang tersebut hanya dinikmati oleh investor. Saat ini

penduduk setempat menghadapi lingkungan yang telah mengalami degradasi.

Page 8: Bab II Tinjauan Pustaka 2.1.. Terminologi Mangrovedigilib.itb.ac.id/files/disk1/595/jbptitbpp-gdl-azisrifain-29746-3... · baik di perairan tawar (payau) ... Ekosistem Mangrove dan

12

Tambak udang tidak lagi memberikan hasil memuaskan karena banyak udang

yang mati akibat penyakit serta kualitas air yang sudah sangat menurun. Selain itu

banyak terjadi erosi pantai dan sungai, serta potensi perikanan di kawasan

mangrove Delta Mahakam yang sudah sangat merosot.

Gambar 2.3 berikut ini menunjukkan tingkat pembukaan tambak tradisional di

Delta Mahakam sejak tahun 1992 sampai tahun 1998.

Gambar 2.3. Citra satelit SPOT sebagian wilayah Delta Mahakam. Warna merah

mengindikasikan tutupan vegetasi, termasuk vegetasi hutan

mangrove. (a). Tahun 1992, tambak udang hanya meliputi sekitar

4% dari luas vegetasi hutan mangrove. (b). Tahun 1998, pembukaan

tambak udang telah merusak sekitar 41% dari luas vegetasi hutan

mangrove. (c). Inset dari daerah dalam kotak putih dari gambar (b),

menunjukkan pola pembukaan tambak udang di wilayah delta

Mahakam.

(Sumber : Husein, 2006)

Sedangkan Gambar 2.4 menunjukkan grafik persentase perubahan tutupan lahan

yang terjadi di Delta Mahakam sejak tahun 1990 sampai tahun 2000.

Page 9: Bab II Tinjauan Pustaka 2.1.. Terminologi Mangrovedigilib.itb.ac.id/files/disk1/595/jbptitbpp-gdl-azisrifain-29746-3... · baik di perairan tawar (payau) ... Ekosistem Mangrove dan

13

Gambar 2.4. Perubahan lahan di wilayah Delta Mahakam sebagai dampak krisis

moneter. Perubahan paling besar terjadi pada hutan Nipah yang

berubah menjadi areal pertambakan.

(Sumber : Husein, 2006)

Hussin et al (1999) menyatakan bahwa penyebab berkurangnya hutan mangrove

di Delta Mahakam adalah:

1. Penebangan hutan mangrove untuk lahan pertanian dan perkebunan

(agriculture and orchards)

2. Penebangan hutan mangrove untuk jalur jaringan pipa minyak (pipeline

networks)

3. Penebangan hutan mangrove untuk lahan tambak udang (shrimp ponds)

Husein (2006) menyatakan bahwa pembabatan hutan mangrove di Delta

Mahakam membawa pengaruh terhadap penurunan daya dukung lingkungan

pesisir. Ada tiga dampak negatif yaitu: peningkatan laju abrasi pantai, intrusi air

laut serta penurunan potensi perikanan.

Page 10: Bab II Tinjauan Pustaka 2.1.. Terminologi Mangrovedigilib.itb.ac.id/files/disk1/595/jbptitbpp-gdl-azisrifain-29746-3... · baik di perairan tawar (payau) ... Ekosistem Mangrove dan

14

Semenjak tahun 1996, laju abrasi pantai di Delta Mahakam diperkirakan

mencapai 1,4 km2 per tahun. Sedangkan pada tahun-tahun sebelumnya abrasi

pantai hanya 0,13 km2 per tahun (Levang, 2002). Hal ini menunjukkan bahwa

akibat kerusakan hutan mangrove, laju abrasi pantai di Delta Mahakam meningkat

sekitar 10 kali lipat.

Husein (2006) juga menyatakan bahwa intrusi air laut telah masuk hingga puluhan

kilometer ke dalam daerah aliran sungai (DAS) Mahakam, terutama pada musim

kemarau. Mengakibatkan air sumur penduduk di bagian hilir terasa payau, serta

diduga menjadi penyebab berkurangnya beberapa jenis ikan air tawar di DAS

Mahakam.

Rusaknya hutan mangrove juga mengakibatkan hilangnya spawning ground,

feeding ground dan nursery ground bagi beberapa jenis biota laut, terutama ikan.

Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan produksi perikanan di perairan Delta

Mahakam dan sekitarnya (Husein, 2006).

Selain akibat aktifitas manusia, kerusakan hutan mangrove di Delta Mahakam

juga disebabkan oleh proses alami. Menurut Husein (2006), secara alamiah delta

Mahakam menghadapi naiknya muka air laut (mean sea level), yang

menyebabkan pengaruh energi dari laut semakin kuat. Hal ini dapat

mengakibatkan laju abrasi pantai yang semakin meningkat. Kenaikan muka air

laut ini disebabkan oleh dua faktor yaitu :

1. Akibat pengaruh pemanasan global

2. Akibat penurunan muka tanah.

Semenjak awal abad ke 20 diperkirakan akan terjadi kenaikan muka air laut di

kawasan Delta Mahakam sebesar 3 mm per tahun akibat pemanasan global,

sedangkan pada tahun –tahun sebelumnya kenaikan muka air laut di kawasan

tersebut hanya sebesar 0,8 mm per tahun (Tjia, 1996). Sedangkan Sutrisno dkk

(2004) menyatakan bahwa dari hasil pemodelan, kenaikan muka air laut di

kawasan Delta Mahakam adalah antara 1,5 mm – 7,5 mm per tahun dan

Page 11: Bab II Tinjauan Pustaka 2.1.. Terminologi Mangrovedigilib.itb.ac.id/files/disk1/595/jbptitbpp-gdl-azisrifain-29746-3... · baik di perairan tawar (payau) ... Ekosistem Mangrove dan

15

normalnya adalah 4,5 mm per tahun. Sehingga sampai tahun 2014 diperkirakan

akan terjadi pengurangan garis pantai rata-rata antara 0,18 m – 4,16 m per tahun.

Secara geologis, kawasan Delta Mahakam juga secara terus-menerus mengalami

penurunan permukaan daratan (land subsidence) dengan kecepatan sekitar 0,5 mm

per tahun (Roberts and Sydow, 2003). Hal ini antara lain disebabkan oleh struktur

tanah di kawasan Delta Mahakam yang sekitar 80 % volumenya adalah berupa

lumpur yang mudah terpadatkan. Roberts and Sydow (2003) juga menyatakan

bahwa kawasan Delta Mahakam terletak pada kawasan tektonik aktif dimana

kerak bumi masih mengalami pergerakan secara vertikal. Dari hasil analisa

geomorfologi dan sedimentologi menunjukkan bahwa proses penurunan muka

tanah tersebut diperkirakan sekitar 2,7 mm per tahun (Husein, 2000)

2.4. Pengamatan Hutan Mangrove dengan Remote Sensing

Pengamatan terhadap hutan mangrove yang telah mengalami degradasi, seperti di

wilayah Delta Mahakam, memerlukan informasi yang memadai tentang hutan

mangrove itu sendiri. Informasi tersebut haruslah cukup lengkap sehingga dapat

digunakan dalam penentuan tingkat kerusakan hutan mangrove. Selain itu

informasi tersebut juga dapat mendukung dalam melakukan monitoring terhadap

keadaan hutan mangrove yang masih tersisa, serta menentukan kebijakan untuk

menjamin kelestarian hutan mangrove.

Dalam hal ini informasi spasial tentang hutan mangrove menjadi sangat penting.

Diperlukan survey lapangan untuk mendapatkan data-data yang cukup memadai.

Namun di kawasan hutan mangrove, usaha untuk mendapatkan data dengan cara

tersebut sangat sulit dilakukan, membutuhkan banyak waktu serta biaya yang

mahal. Oleh karena itu remote sensing dapat menjadi alternatif untuk

mendapatkan data-data spasial hutan mangrove. Dalam hal ini citra satelit mampu

memberikan informasi spasial yang lebih rinci baik dari segi kekayaan informasi

obyeknya maupun dari segi kerincian geometris setiap obyek yang diukur

(Subagio, 2004).

Page 12: Bab II Tinjauan Pustaka 2.1.. Terminologi Mangrovedigilib.itb.ac.id/files/disk1/595/jbptitbpp-gdl-azisrifain-29746-3... · baik di perairan tawar (payau) ... Ekosistem Mangrove dan

16

Teknologi remote sensing ini biasanya memberikan kontribusi dalam bentuk

interpretasi citra dari suatu daerah. Dari interpretasi citra tersebut dapat ditentukan

karakter permukaan baik di daratan maupun perairan. Karakteristik permukaan

daratan biasanya berbentuk tutupan lahan. Menurut Wilson (2004) dalam

Mulyana dan Subagio (2005), tutupan lahan merupakan parameter biofisik yang

menentukan fungsi dari suatu ekosistem. Dengan mengetahui tutupan lahan ini

maka analisa dan evaluasi lebih lanjut dapat dilakukan.

Pada saat ini, aplikasi remote sensing dalam monitoring ekosistem mangrove

sudah banyak dilakukan. Banyak sekali data satelit yang tersedia yang dapat

digunakan untuk mengkaji ekosistem mangrove, terutama untuk pemetaan dan

klasifikasi mangrove. Bahkan pada saat ini teknologi remote sensing sudah

berkembang hingga resolusi sangat tinggi (hyperspectral), yang dapat

diaplikasikan untuk klasifikasi mangrove hingga tingkat spesies.

Untuk mengetahui total area mangrove dengan remote sensing diperlukan suatu

klasifikasi obyek yang terdapat dalam citra satelit. Proses ekstraksi data citra

satelit untuk klasifikasi obyek ini pada dasarnya hampir sama antara citra satelit

resolusi menengah (misal: Landsat, SPOT, ASTER) dengan citra satelit resolusi

tinggi (misal: IKONOS dan Quickbird). Dalam klasifikasi obyek dengan

pendekatan statistik ini terdapat beberapa algoritma. Algoritma yang biasa

digunakan dalam klasifikasi obyek dengan remote sensing misalnya adalah

minimun distance, box classifier, linear likelihood, maximum likelihood.

Tingkat akurasi dari hasil klasifikasi ini sangat penting. Akurasi hasil klasifikasi

ini biasanya ditentukan oleh ketepatan training area, sehingga pengalaman

seseorang dalam training area ini akan sangat mempengaruhi hasil klasifikasi.

Selain itu pemilihan algoritma dalam klasifikasi serta pengalaman analisa dengan

algoritma tersebut juga dapat berpengaruh terhadap akurasi hasil klasifikasi citra.

Page 13: Bab II Tinjauan Pustaka 2.1.. Terminologi Mangrovedigilib.itb.ac.id/files/disk1/595/jbptitbpp-gdl-azisrifain-29746-3... · baik di perairan tawar (payau) ... Ekosistem Mangrove dan

17

2.5. Total Suspended Matter dan Remote Sensing

Secara umum, total suspended matter (TSM) didefinisikan sebagai semua partikel

anorganik, phytoplankton dan detritus yang memiliki ukuran 0,45 μm-150 μm

yang terdapat dalam kolom perairan (Abu Daya. 2004). Partikel melayang

(suspended matter) tersebut dapat digolongkan sebagai bahan pencemar

(pollutant) yang terdapat pada suatu perairan. Kandungan TSM dalam perairan

dapat menentukan tingkat kualitas air pada perairan tersebut

Kandungan TSM dalam suatu perairan dapat diukur secara baik dengan

menggunakan metode optik. Namun demikian tidak mudah untuk mengkonversi

secara akurat hasil pengukuran tersebut kedalam satuan berat atau volume.

Beberapa peneliti telah menjelaskan kaitan antara suspended matter dengan nilai

reflektansi. Ritchie et al (1996) dalam Abu Daya (2004) menyatakan bahwa

suspended matter telah meningkatkan nilai radiansi dari suatu permukaan air,

terutama dalam kisaran gelombang elektromagnet visible sampai near infrared.

Selanjutnya dari hasil pengukuran laboratorium menunjukkan bahwa nilai radiansi

permukaan air dipengaruhi oleh tipe sedimen, tekstur sedimen, warna sedimen,

sudut sensor dan sudut datang matahari, serta kedalaman air (Ritchie and

Schiebe,1998 dalam Abu Daya, 2004)

Pemetaan TSM suatu perairan dengan remote sensing dapat dilakukan dengan

pendekatan statistik yang sederhana. Cara ini telah banyak dilakukan oleh banyak

peneliti. Konsep dalam pendekatan statistik ini adalah menentukan hubungan

antara konsentrasi TSM hasil pengukuran lapangan dengan digital number (DN)

tiap band dari citra satelit. Hasilnya dibandingkan dengan menggunakan linear

regression. Untuk menghasilkan statistik algoritma yang sesuai, konsentrasi TSM

harus berasal dari pengukuran lapangan yang diambil pada waktu yang sama

dengan tanggal akuisisi citra.

Setiap perairan memerlukan algoritma yang spesifik untuk memetakan TSM,

karena perbedaan lokasi dan waktu akan berdampak pada perbedaan kondisi

perairan dan sifat-sifat optik. Perbedaan tersebut bisa disebabkan oleh beberapa

Page 14: Bab II Tinjauan Pustaka 2.1.. Terminologi Mangrovedigilib.itb.ac.id/files/disk1/595/jbptitbpp-gdl-azisrifain-29746-3... · baik di perairan tawar (payau) ... Ekosistem Mangrove dan

18

faktor seperti fluktuasi pasang surut, gelombang, angin, aliran sungai, kandungan

sedimen dan jenis phytoplankton (Abu Daya. 2004). Algoritma yang dibangun

untuk suatu daerah tertentu tidak akan akurat bila diaplikasikan untuk daerah yang

lain.

Masalah utama berkaitan dengan penentuan konsentrasi TSM berdasarkan citra

satelit adalah kesulitan dalam menentukan ground check yang benar-benar sesuai.

Sangat sulit untuk menyesuaikan antara waktu pengukuran lapangan dengan

waktu pada saat satelit melintas. Selain itu faktor manusia dan faktor fisik juga

berpengaruh terhadap hasil pemetaan konsentrasi TSM berdasarkan citra satelit.

Faktor yang disebabkan manusia misal: pengukuran lapangan pada waktu dan

tempat yang tidak sesuai, peralatan yang tidak dikalibrasi, serta kesalahan dalam

analisa sampel air. Sedangkan faktor fisik misal: variasi dari dinamika perairan

dalam ruang dan waktu, serta kondisi meteorologi yang berbeda.