BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Peneliti Terdahulu
1. Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Nova Srawaili, Program
Studi Kimia Institut Teknologi Bandung Tahun 2008, Jurnal
mengenai “Efektifitas Biji Kelor (Moringa oleifera) Dalam
Menurunkan Kekeruhan, Kadar Ion Besi, dan Mangan Dalam Air”
menyimpulkan bahwa konsentrasi optimum biokoagulan kelor
(Moringa oleifera) untuk menurunkan kekeruhan sebesar 99,868 %
adalah 1150 ppm pada pH optimum 4. Efektifitas biokoagulan
kelor (Moringa oleifera) menurun dengan penambahan koagulan
melebihi 1150 ppm. Konsentrasi optimum untuk menurunkan
konsentrasi ion besi sebesar 99,529 % adalah sebesar 1250 ppm
pada pH optimum 5. Efektifitas biokoagulan kelor (Moringa
oleifera) menurun dengan penambahan koagulan melebihi 1250
ppm. Konsentrasi optimum untuk menurunkan konsentrasi ion
mangan sebesar 99,355 % adalah sebesar 1100 ppm pada pH
optimum 6. Efektifitas biokoagulan kelor (Moringa oleifera)
menurun dengan penambahan koagulan melebihi 1100 ppm.
2. Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Dwi Santy Damayanti, Andi
Susilawaty, dan Hastuti Indriani program studi Kesehatan
Lingkungan FKIK UIN Alaudin Makasar Tahun 2016 mengenai
“Peningkatan Kualitas Air Sumur Gali Pada Parameter Mangan
(Mn), Besi (Fe) dan Coliform Dengan Pemanfaatan Biji Asam
(Tamarindus indica) dan Biji Kelor (Moringa oleifera) di
Pesantren Tahfizul Qur’an Al-Imam Ashim” diperoleh hasil tingkat
kadar mangan (Mn) pada air sumur gali sebelum mendapat
perlakuan adalah 0.42 ppm, besi (Fe) 8.15 ppm dan total coliform
490 APM/100 ml. Kemudian terjadi penurunan tingkat kadar
mangan sesudah mendapat perlakuan dan didapatkan nilai tertinggi
7
pada perlakuan A:K 250:750 mg/L sebanyak 0.23 ppm atau
45.23%. Pada parameter besi (Fe) terjadi penurunan setelah
mendapat perlakuan dan didapatkan nilai tertinggi pada perlakuan
A:K 250:750 mg/L sebanyak 4.3 ppm atau 47.23%.
3. Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Hendrawati, Delsy
Syamsumarsih dan Nurhasni Program Studi Kimia Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
mengenai “Penggunaan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L)
dan Biji Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.) Sebagai
Koagulan Alami Dalam Perbaikan Kualitsa Air Tanah” diperoleh
hasil Jartest dosis optimum 0,009% (penurunan turbiditas 99,72%)
untuk biji asam jawa dan 0,03% (penurunan turbiditas 92,03%)
untuk ekstrak biji kecipir. Nilai pH optimum diperoleh pada pH 3
untuk kedua jenis biokoagulan. Penggunaan biji asam jawa tidak
menurunkan angka BOD. Ekstrak biji asam jawa mampu
menurunkan angka total koliform sedangkan ekstrak biji kecipir
tidak efektif dalam menurunkan angka koliform.
Perbedaan peneliti terdahulu dengan peneliti sekarang yaitu peneliti
sekarang menggunakan Biji Kelor dan Biji Kecipir dengan
konsentrasi 250 mg kelor, 250 mg kecipir, dan variasi
perbandingan 500 mg kelor : 500 mg kecipir, 750 mg kelor : 250
mg kecipir, 250 mg kelor : 750 mg kecipir menggunakan proses
koagulasi dan flokulasi dengan pengadukan cepat 200 rpm selama
2 menit dan pengadukan lambat 60 rpm selama 5 menit dengan
waktu pengendapan selama 60 menit.
B. Dasar Teori
1. Air
a. Definisi
Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk
hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup.
8
Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar tetap
dapat dimanfaatkan dengan baik. Saat ini, masalah utama yang
dihadapi meliputi jumlah air yang sudah tidak mampu
memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan mutu air untuk
keperluan domestik yang makin menurun. Kegiatan industri,
domestik, dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap
sumber daya air, antara lain menurunkan mutunya. Kondisi ini
dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi
semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air.
Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan dan perlindungan
sumber daya air secara saksama (Environmental et al. 2007)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 2017, air untuk keperluan higiene sanitasi
adalah air dengan kualitas tertentu yang digunakan untuk
keperluan sehari-hari yang kualitasnya berbeda dengan kualitas
air minum. Air untuk keperluan higiene sanitasi digunakan
untuk pemeliharaan kebersihan perorangan seperti mandi dan
sikat gigi, serta keperluan cuci bahan pangan, peralatan makan,
dan pakaian. Selain itu air untuk keperluan higiene sanitasi
dapat digunakan sebagai air baku air minum.
Klasifikasi mutu air menurut Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kuaitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
ditetapkan menjadi empat kelas, antara lain :
1) Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang
memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
2) Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
prasarana / sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan
9
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
3) Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
4) Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
b. Sumber-Sumber Air
Sumber-sumber air menurut Sutrisno (2004), terdiri dari air
laut, air atmosfir, air meteriologik, air permukaan, dan air
tanah :
1) Air laut
Mempunyai sifat asin, kerena mengandung garam NaCl.
Kadar garam NaCl dalam air laut 3%. Dengan keadaan ini
maka air laut tak memenuhi syarat untuk air minum.
2) Air atmosfir, air meteriologik
Dalam keadaan murni, sangat bersih, karena dengan
adanya pengotoran udara yang disebabkan oleh kotoran-
kotoran industri / debu dan lain sebagainya. Maka untuk
menjadikan air hujan sebagai sumber air minum
hendaknya pada waktu menampung air hujan jangan
dimulai pada saat hujan mulai turun, karena masih
mengandung banyak kotoran.
Air hujan mempunyai sifat agresif terutama terhadap pipa-
pipa penyalur maupun bak-bak reservoir, sehingga hal ini
akan mempercepat terjadinya korosi (karatan). Air hujan
10
juga mempunyai sifat lunak, sehingga akan boros terhadap
pemakaian sabun.
3) Air permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di
permukaan bumi. Air permukaan umumnya akan
mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya
oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran
industri kota, dan sebagainya. Air permukaan terdiri dari
air sungai, rawa, danau, telaga, waduk, dan sebagainya.
Air permukaan secara alami cenderung mengandung
padatan tanah tersuspensi, bakteri, dan bahan organik hasil
pembusukan tanaman dan hewan (Suprihatin dan Ono
Suparno, 2013).
4) Air tanah
Menurut Chandra (2006), air tanah merupakan sebagian air
hujan yang mencapai permukaan bumi dan menyerap ke
dalam lapisan tanah dan menjadi air tanah. Sebelum
mencapai lapisan tempat air tanah, air hujan akan
menembus beberapa lapisan tanah dan meyebabkan
terjadinya kesadahan pada air. Kesadahan pada air
menyebabkan air mengandung zat-zat mineral seperti
kalsium, magnesium, dan logam berat seperti Fe dan Mn.
Akibatnya, apabila kita menggunakan air sadah untuk
mencuci, sabun yang kita gunakan tidak akan berbusa dan
bila diendapkan akan terbentuk endapan semacam kerak.
Air tanah merupakan air yang berada di permukaan tanah.
Menurut Darmono (2001), air tanah dapat terkontaminasi
dari beberapa sumber pencemar, baik local maupun
regional. Dua sumber utama kontaminasi air tanah ialah
terjadinya kebocoran bahan kimia organik dari
penyimpanan bahan kimia dalam bunker yang disimpan
11
dalam tanah, dan penampungan limbah industri yang
ditampung dalam suatu kolam besar yang terletak di atas
atau di dekat sumber air tanah.
Kualitas pada air tanah ada dua, yakni kualitas fisik dan
kualitas kimia.
a) Kualitas Fisik
Kualitas fisik air tanah akibat penyaringan secara
alamiah akan tergantung pada:
(1) Porositas tanah, yaitu semakin besar porositas
tanah semakin besar kemampuan lapisan tanah
untuk menyimpan air dan semakin besar pori-pori
tanah semakin mudah dilalui air tanah.
(2) Permeabilitas tanah, semakin besar permeabilitas
tanah semakin mudah lapisan tanah itu dilalui air
tanah, sehingga bahan-bahan kimia yang terlarut
ataupun tersusupensi dalam air tanah lolos melalui
pori-pori tanah.
(3) Jenis batuan dalam tanah, karena batuan tersebut
dapat mengandung berbagai bahan kimia,
diantaranya ada yang mudah larut dalam air.
Larutan zat kimia tersebut dalam air tanah dapat
mempengaruhi kualitas air tanah. Misalnya lapisan
tanah yang mengandung zat besi yang berlebihan
sehingga air tanah dapat berbau, berwarna dan
berasa (Sutrisno T, 2006).
b) Kualitas Kimia
Menurut Sutrisno T (2006) susunan unsur-unsur kimia
air tanah tergantung pada lapis-lapis tanah yang dilalui.
Jika melalui tanah kapur, maka air itu akan menjadi
sadah karena mengandung Ca(HCO3)2 dan
Mg(HCO3)2. Jika melalui batuan granit maka air itu
12
lunak dan agresif karena mengandung gas CO2 dan
Mn(HCO)3. Pada semua air tanah mengandung kadar
Fe yang bervariasi tergantung pada jenis lapisan tanah.
Berdasarkan lokasinya, air tanah dapat dibedakan atas
air tanah dangkal, air tanah dalam, dan mata air.
a) Air tanah dangkal
Air tanah dangkal terdapat pada kedalaman sekitar
15 m dibawah permukaan tanah. Jumlah air yang
terkandung pada kedalaman ini hanya cukup untuk
keperluan rumah tangga. Penggunaan air tanah
dangkal dapat diperoleh dengan cara membuat
sumur berdinding semen atau sumur bor. Secara
fisik, air tanah dangkal terlihat jernih dan tidak
berwarna (bening), karena telah mengalami proses
filtrasi oleh lapisan tanah. Kualitas air tanah dangkal
cukup baik dan layak digunakan sebagai air minum.
Namum, kualitas air tanah dangkal ini dipengaruhi
oleh musim. Pada saat musim penghujan, jumlah air
tanah dangkal sangat melimpah. Pada saat musim
kemarau, jumlah air tanah dangkal sangat terbatas,
bahkan kering (Sutrisno, 2008).
b) Air tanah dalam
Air tanah dalam terdapat pada kedalaman 100-300 m
di bawah permukaan tanah. Air tanah dalam sangat
jernih dan sangat baik digunakan sebagai air minum
karena telah mengalami proses penyaringan berulang-
ulang oleh lapisan tanah. Air tanah dalam memiliki
kualitas yang lebih baik daripada air tanah dangkal.
Hal ini disebabkan karena proses filtrasi air tanah
dalam lebih panjang, lama, dan lebih sempurna
dibandingkan dengan air tanah dangkal. Secara
13
kuantitas, air tanah dalam cukup besar dan tidak
terlalu dipengaruhi oleh musim, sehingga air tanah
dalam cocok digunakan untuk kepentingan industry
dan bisa digunakan dalam jangka waktu yang lama
(Sutrisno, 2008).
c) Mata air
Mata air adalah air tanah yang keluar dari permukaan
tanah. Mata air biasanya terdapat pada lereng gunung
berupa rembesan. Mata air jenis ini sering disebut
sebagai mata air ‘rembesan’. Ada juga mata air yang
keluar di daerah dataran rendah yang biasa disebut
mata air ‘umbul’. Mata air memiliki kualitas yang
hampir sama dengan kualitas air tanah dalam dan
sangat baik untuk dikonsumsi. Selain untuk itu, mata
air dapat digunakam untuk keperluan lainnya, seperti
mandi dan mencuci. Kuantitas air yang dihasilkan
oleh mata air cukup banyak dan tidak dipengaruhi
oleh musim sehingga dapat digunakan untuk
kepentingan umum dalam jangka waktu lama
(Sutrisno, 2008).
c. Persyaratan Penyediaan Air
1) Kualitas Air
Persyaratan kualitas air tertuang dalam Peraturan
Menteri Kesehatan No. 32 tahun 2017 tentang standart
baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan
kesehatan air untuk keperluan hygiene sanitasi, kolam
renang, solus per aqua dan pemandian umum.
Syarat-syarat dan pengawasan kualitas air.
14
a) Parameter Fisik
Parameter fisik yang harus dipenuhi pada air yaitu
harus jernih, tidak berbau, tidak berasa dan tidak
berwarna. Temperaturnya sejuk, tidak panas.
Penyimpangan terhadap hal ini menunjukkan air
tersebut telah terkontaminasi bahan lain yang bisa
berbahaya bagi kesehatan manusia.
b) Parameter Kimia
Air harus bebas dari beberapa logam berat yang
berbahaya seperti besi (Fe), seng (Zn), air raksa
(Hg), dan mangan (Mn). Air dengan kualitas yang
baik memiliki pH 6-8 dan tidak mengandung zat-zat
kimia yang kadarnya melebihi ambang batas yang
diizinkan.
c) Parameter Mikrobiologis
Dalam parameter mikrobiologis hanya dicantumkan
Coli tinja dan total koliform. Bila mengandung coli
tinja dapat mengakibatkan penyakit seperti tifus.
Beberapa petunjuk yang digunakan untuk
menjelaskan adanya pencemaran dan parameter
kualitas air adalah:
(1) Temperatur
Temperatur sangat penting bagi kondisi
lingkungan air. Peningkatan temperature dapat
mengakibatkan viskositas menurun.
Peningkatan temperature dapat meningkatkan
kecepatan metabolisme dan respirasi organisme
air yang mengakibatkan peningkatan konsumsi
oksigen.
15
(2) Dissolved Oxygen (DO)
Pada temperature kamar, jumlah oksigen
terlarut dalam air adalah sekitar 8 mg/L. Pada
air yang terkena pencemaran, produksi oksigen
melalui fotosintesis dan oksigen terlarut dari
udara dapat menjenuhkan air dengan oksigen.
Untuk kualitas air yang baik oksigen (O2) yang
terlarut 13,5-15 mg/L.
(3) Kekeruhan dan warna
Kekeruhan disebabkan oleh parktikel terlarut di
dalam air yang ukurannya berkisar antara 0.01-
10mm. Partikel yang sangat kecil dengan
ukuran kurang dari 5 mm disebut dengan
partikel koloid dan sangat sulit mengendap.
Kekeruhan adalah ukuran yang menggunakan
efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur
keadaan air baku dengan skala Nephelometric
Turbidity Unit (NTU). Penentuan tercemar atau
tidaknya air dipengaruhi oleh sifat fisik yang
mudah dilihat. Salah satu faktor yang
mempengaruhi sifat fisik tersebut adalah
turbiditas atau kekeruhan.
(4) Derajat keasaman (pH)
Merupakan suatu konsentrasi ion hidrogen (H+)
dalam pelarut air yang biasa digunakan untuk
menyatakan tingkat keasaman. Nilai pH
berkisar dari 0 hingga 14. Suatu larutan
dikatakan memiliki pH netral apabila memiliki
pH=7, sedangkan nilai pH>7 menunjukkan
larutan memiliki sifat basa, sedangkan pH<7
menunjukkan sifat asam.
16
(5) Konduktifitas Daya Hantar Listrik
Penentuan daya hantar listrik pada dasarnya
adalah pengukuran kemampuan sampel air
untuk menghantarkan arus listrik yang
berhubungan dengan konsentrasi total zat
terionisasi dalam air. Pengukuran daya hantar
listrik dapat digunakan untuk :
(a) Menentukan derajat mineralisasi untuk
menilai konsentrasi total ion dalam
keseimbangan kimia.
(b) Menilai derajat air suling dan air bebas ion.
(c) Mengevaluasi variasi mineral terlarut dalam
air baku, air permukaan. Air yang layak
konsumsi bagi manusia bukan air murni
tanpa ion terlarut, tapi murni dengan sifat
konduktifitas pada taraf wajar . Karena sifat
konduktifitas wajar ini diperlukan bagi
metabolisme tubuh kita. Pengukuran daya
hantar listrik sampel air dapat diukur
dengan menggunakan conductometer. Daya
hantar listrik (DHL) untuk air konsumsi
berkisar antara 88,7-111,8 µS/cm (Industri
2014).
2) Kuantitas Air
Setelah persyaratan kualitas terpenuhi maka air bersih juga
harus mampu melayani daerah pelayanan. Banyaknya
penduduk yang ada dalam suatu wilayah harus mampu
terpenuhi secara kuantitasnya. Persyaratan kuantitatif ini
sangat dipengaruhi sekali dengan jumlah air baku yanng
tersedia, serta kapasitas produksi dari instalasi pengolahan
air. Pada umumnya debit air dari tiap sumber air akan
17
mengalami perubahan-perubahan dari suatu waktu ke
waktu yang lain (Tri Joko, 2010)
d. Jenis Sampel Air
Dalam pengambilan sampel terdapat 3 jenis sampel,
diantaranya:
1) Sampel sesaat (grab sample), yaitu sampel yang diambil
secara langsung dari badan air yang sedang dipantau.
Sampel ini hanya menggambarkan karakteristik air pada
saat pengambilan sample. Pengambilan sampel dengan
metode ini dilakukan satu kali setiap titik dan langsung
diperiksa.
2) Sampel gabungan tempat (integrated sampel), yaitu smpel
gabungan yang diambil secara terpisah dari beberapa
tempat, dengan volume yang sama.
3) Sampel komposit (composite sample), yaitu sampel
campuran dari beberapa waktu pengamatan. Pengambilan
sampel campuran dari beberapa waktu pengamatan.
Pengambilan sampel komposit dapat dilakukan secara
manual ataupun secara otomatis dengan menggunakan
peralatan yang dapat mengambil air pada waktu-waktu
tertentu dan sekaligus dapat mengukur debit air.
Pengambilan sampel secara otomatis hanya dilakukan jika
ingin mengetahui gambaran tentang kareakteristik kualitas
air secara terus-menerus.
2. Besi
a. Definisi
Menurut Joko T (2010), Besi (Fe) adalah salah satu elemen
kimia yang dapat ditemui pada hampir setiap tempat di bumi,
pada semua lapisan geologis dan badan air. Pada umumnya,
Besi (Fe) yang ada di dalam air dapat bersifat:
18
1) Terlarut sebagai Fe2+
(fero) atau Fe3+
(feri).
2) Tersuspensi sebagai butir koloidal (diameter < 1 µm) atau
lebih besar, seperti Fe2O
3, FeO, FeOOH, Fe(OH)
3 dan
sebagainya.
3) Tergabung dengan zat organis atau zat padat yang
inorganis (seperti tanah liat).
b. Sifat Fisik dan Kimia Besi
Lambang : Fe Nomor Atom : 26 Golongan, Periode : 8,4 Penampilan : Metalik Mengkilap Keabu-abuan Massa Atom : 55,854 (2) g/mol Konfigurasi Elektron : [ Ar ] 3d64s2 Fase : Padatan Massa Jenis : 7,86 g/cm3 Titik Lebur : 1811 ºK (1538 ºC, 2800 ºF) Titik Didih : 3134 ºK (2861 ºC, 5182 ºF) Kapasitas Aklor : (25 ºC) 25,10 J/ (mol.K)
c. Keberadaan Besi Dalam Air
Menurut Joko T (2010) keberadaan besi dalam air
bersamaan dengan mineral mangan, tetapi besi didapatkan
lebih sering daripada mangan. Pada dasarnya besi dalam air
bentuk Ferro (Fe2+ ) atau Ferri (Fe3+ ), hal ini tergantung dari
kondisi pH dan oksigen terlarut dalam air. Pada pH netral dan
adanya oksigen terlarut yang cukup, maka ion ferro yang
terlarut dapat teroksidasi menjadi ion ferri dan selanjutnya
membentuk endapan. Ferrihidroksida yang sukar larut, berupa
hablur (presipitat) yang biasanya berwarna kuning kecoklatan,
oleh karena pada kondisi asam dan aerobik bentuk ferrolah
yang larut dalam air. Pada pH di atas 12 ferri hidroksida dapat
terlarut kembali membentuk Fe(OH)4.
Prinsip penurunan kadar besi adalah proses oksidasi dan
pengendapan. Adapun prosesnya adalah besi dalam bentuk
ferro dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk ferri, kemudian
19
pengendapan dengan membentuk endapan ferrihidroksida.
Proses ini mudah terjadi pada kondisi pH+7 dimana
kelarutannya minimum.
Jadi penurunan kadar Besi (Fe) dalam air pada hakikatnya
mengubah bentuk yang larut dalam air menjadi yang tidak
larut dalam air. Oleh karena itu, hasil dari oksidasi ini selalu
menghasilkan endapan. Mengingat hal ini, dalam penerapannya
biasanya mengenai penyaringan.
d. Hal-Hal yang Mempengaruhi Kelarutan Besi Dalam Air
1) Kedalaman
Air hujan yang turun jatuh ke tanah dan mengalami
infiltrasi masuk ke dalam tanah yang mengandung FeO
akan bereaksi dengan H2O dan CO2 dalam tanah dan
membentuk Fe(HCO3)2 dimana semakin dalam air yang
meresap ke dalam tanah semakin tinggi juga kelarutan besi
karbonat dalam air tersebut.
2) Derajat Keasaman (pH)
pH air akan terpengaruh terhadap kesadahan kadar besi
dalam air, apabila pH air rendah akan berakibat terjadinya
proses korosif sehingga menyebabkan larutnya besi dan
logam lainnya dalam air, pH yang rendah kurang dari 7
dapat melarutkan logam. Dalam keadaan pH rendah, besi
yang ada dalam air berbentuk ferro dan ferri, dimana bentuk
ferri akan mengendap dan tidak larut dalam air serta tidak
dapat dilihat dengan mata dan berakibat terjadinya warna
pada air, air berbau dan adanya rasa karat pada air.
3) Temperatur Air (Suhu)
Temperatur air yang baik menurut Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 adalah
sama dengan temperatur udara. Temperatur yang tinggi
akan menyebabkan menurunnya kadar O2 dalam air,
20
kenaikan temperatur air juga akan menguraikan derajat
kelarutan mineral sehingga kelarutan Fe pada air tinggi.
4) Bakteri Besi
Bakteri besi (Crenothrix dan Lepothrix) adalah bakteri yang
dapat mengambil unsur besi dari sekeliling lingkungan
hidupnya sehingga mengakibatkan turunnya kandungan besi
dalam air. Dalam aktivitas bakteri besi memerlukan oksigen
dan besi sehingga bahan makanan dari bakteri besi tersebut.
Hasil aktivitas bakteri besi tersebut menghasilkan presipitat
(oksida besi) yang akan menyebabkan warna pada pakaian
dan bangunan. Bakteri besi merupakan bakteri yang hidup
dalam keadaan anaerob dan banyak terdapat dalam air yang
mengandung mineral. Pertumbuhan bakteri akan menjadi
lebih sempurna apabila air banyak mengandung CO2
dengan kadar yang cukup tinggi.
5) Karbondioksida ( CO2 ) Agresif
Karbondioksida (CO2) merupakan salah satu gas yang
terdapat dalam air. Berdasarkan bentuk dari gas
Karbondioksida (CO2) di dalam air, CO2 dibedakan
menjadi, CO2 bebas yaitu CO2 yang larut dalam air, CO2
dalam kesetimbangan dan CO2 agresif. Dari ketiga bentuk
Karbondioksida (CO2) yang terdapat dalam air, CO2
agresif-lah yang paling berbahaya karena kadar CO2 agresif
lebih tinggi dan dapat menyebabkan terjadinya korosi
sehingga berakibat kerusakan pada logam-logam dan beton.
Menurut Powell CO2 bebas yang asam akan merusak logam
apabila CO2 tersebut bereaksi dengan air. Reaksi ini dikenal
sebagai teori asam, dengan reaksi sebagai berikut:
2 Fe + H2CO3 FeCO3 + 2 H+
2 FeCO3 + 5 H2O +1/2 O2 2 Fe(OH)2 + 2 H2CO3
21
Dalam reaksi di atas dapat dilihat bahwa asam karbonat
tersebut secara terusmenerus akan merusak logam, selain
membentuk FeCO3 sebagai hasil reaksi antara Fe dan
H2CO3, selanjutnya FeCO3 bereaksi dengan air dan gas
oksigen (O2) menghasilkan zat 2FeOH dan 2H2CO3 dimana
H2CO3 tersebut akan menyerang logam kembali sehingga
proses perusakan logam akan berjalan secara terus-menerus
mengakibatkan kerusakan yang semakin lama semakin
besar pada logam tersebut (Tri Joko, 2010)
e. Masalah yang Ditimbulkan karena Adanya Besi dalam Air
Adapun besi terlarut yang berasal dari pipa atau tangki-tangki
besi adalah akibat dari beberapa kondisi, di antaranya adalah :
1) Akibat pengaruh pH yang rendah (bersifat asam), dapat
melarutkan logam besi.
2) Pengaruh akibat adanya CO2 agresif yang menyebabkan
larutnya logam besi.
3) Pengaruh tingginya temperature air akan melarutkan besi-
besi dalam air.
4) Kuatnya daya hantar listrik akan melarutkan besi.
5) Adanya bakteri besi dalam air akan memakan besi.
Menurut Yuliana (2009), apabila kosentrasi besi terlarut dalam
air melebihi 1,0 mg/l akan menyebabkan berbagai masalah,
diantaranya :
1) Gangguan Teknis
Endapan Fe(OH) bersifat korosif terhadap pipa dan akan
mengendap pada saluran pipa, sehingga mengakibatkan
efek-efek yang dapat merugikan seperti mengotori bak
yang terbuat dari seng, mengotori washtafel dan kloset.
2) Gangguan Fisik
Gangguan fisik yang ditimbulkan oleh adanya besi terlarut
dalam air adalah timbulnya warna, bau, rasa. Air akan
22
terasa tidak enak bila konsentrasi besi terlarutnya > 1,0
mg/l.
3) Gangguan Kesehatan
Senyawa besi dalam jumlah kecil di dalam tubuh manusia
berfungsi sebagai pembentuk sel-sel darah merah, dimana
tubuh memerlukan 7-35 mg/hari yang sebagian diperoleh
dari air. Tetapi zat Fe yang melebihi dosis yang diperlukan
oleh tubuh dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini
dikarenakan tubuh manusia tidak dapat mensekresi Fe,
sehingga bagi mereka yang sering mendapat tranfusi darah
warna kulitnya menjadi hitam karena akumulasi Fe. Air
minum yang mengandung besi cenderung menimbulkan
rasa mual apabila dikonsumsi. Selain itu dalam dosis besar
dapat merusak dinding usus. Kematian sering kali
disebabkan oleh rusaknya dinding usus ini. Kadar Fe yang
lebih dari 1 mg/l akan menyebabkan terjadinya iritasi pada
mata dan kulit. Apabila kelarutan besi dalam air melebihi
10 mg/l akan menyebabkan air berbau seperti telur busuk.
4) Gangguan ekonomis
Gangguan ekonomis yang ditimbulkan adalah tidak secara
langsung melainkan karena akibat yang ditimbulkan oleh
kerusakan peralatan sehingga diperlukan biaya untuk
penggantian. (Joko T, 2010)
f. Cara Menghilangkan Besi dalam Air
Pada umumnya metode yang digunakan untuk
menghilangkan besi adalah metode fisika, kimia, biologi
maupun kombinasi dari masing – masing metode tersebut.
Metode fisika dapat dilakukan dengan cara filtrasi, aerasi,
presipitasi, elektrolitik, pertukaran ion (ion exchange), adsorpsi
dan sebagainya. Metode kimia dapat dilakukan dengan
pembubuhan senyawa khlor, kapur – soda, ozon, polyphosphat,
23
koagulan, flokulan, dan sebagainya. Metode biologi dapat
dilakukan dengan cara menggunakan mikroorganisme
autotropis tertentu seperti bakteri besi yang mampu
mengoksidasi senyawa besi.
Pemilihan proses tersebut dipilih berdasarkan besarnya
konsentrasi zat besi serta kondisi air baku yang digunakan.
Untuk menghilangkan zat besi di dalam air yang paling sering
digunakan adalah dengan cara proses oksidasi secara kimiawi
kemudian dilanjutkan dengan pemisahan endapan / suspensi /
dispersi atau (suspended solid) yang terbentuk menggunakan
proses sedimentasi dan atau filtrasi. Untuk meningkatkan
efisiensi pemisahan endapan tersebut maka dapat digunakan
proses koagulasi-flokulasi yang dilanjutkan dengan sedimentasi
dan filtrasi.
Berikut ini beberapa proses penghilangan besi dalam air:
1) Proses Oksidasi
Proses penghilangan besi dan mangan dengan cara oksidasi
dapat dilakukan dengan tiga macam cara yaitu :
a) Oksidasi dengan aerasi
Aerasi adalah proses pengambilan oksigen dengan
cara mengkontakkan air yang tercemar Fe dengan
udara sehingga kandungan oksigen dalam air
bertambah.
Adanya kandungan alkalinity, (HCO3)- yang cukup
besar dalam air, akan menyebabkan senyawa besi
berada dalam bentuk senyawa ferro bikarbonat,
Fe(HCO3)2. Oleh karena bentuk CO2 bebas lebih
stabil daripada (HCO3)-, maka senyawa bikarbonat
cenderung berubah menjadi senyawa karbonat.
Fe(HCO3)2 ===> FeCO3 + CO2 + H2O
24
Dari reakasi tersebut dapat dilihat, jika CO2
berkurang, maka kesetimbangan reaksi akan bergeser
ke kanan dan selanjutnya reaksi akan menjadi sebagai
berikut :
FeCO3 + CO2 ===> Fe(OH)2 + CO2
hidroksida besi (II) masih mempunyai kelarutan yang
cukup besar, sehingga jika terus dilakukan oksidasi
dengan udara atau aerasi akan terjadi reaksi (ion)
sebagai berikut:
4 Fe2+ + O2 + 10 H2O ===> 4 Fe(OH)3 + 8 H+
Sesuai dengan reaksi tersebut, maka untuk
mengoksidasi setiap 1 mg/l zat besi dibutuhkan 0,14
mg/l oksigen. Pada pH rendah, kecepatan reaksi
oksidasi besi dengan oksigen (udara) relatif lambat,
sehingga pada prakteknya untuk mempercepat reaksi
dilakukan dengan cara menaikkan pH air yang akan
diolah.
b) Oksidasi dengan klorinasi
Khlorine, Cl2 dan ion hipokhlorit, (OCl)- adalah
merupakan bahan oksidator yang kuat sehingga
meskipun pada kondisi pH rendah dan oksigen
terlarut sedikit, dapat mengoksidasi dengan cepat.
Reaksi oksidasi antara besi dengan khlorine adalah
sebagai berikut:
2 Fe2+ + Cl2 + 6 H2O ==> 2 Fe(OH)3 + 2 Cl- + 6 H+
Berdasarkan reaksi tersebut di atas, maka untuk
mengoksidasi setiap 1 mg/l zat besi dibutuhkan 0,64
mg/l khlorine. Tetapi pada prakteknya, pemakaian
khlorine ini lebih besar dari kebutuhan teoritis karena
adanya reaksi-reaksi samping yang mengikutinya.
Disamping itu apabila kandungan besi dalam air baku
25
jumlahnya besar, maka jumlah khlorine yang
diperlukan dan endapan yang terjadi juga besar
sehingga beban flokulator, bak pengendap dan filter
menjadi besar pula. Berdasarkan sifatnya, pada
tekanan atmosfir khlorine adalah berupa gas. Oleh
karena itu, untuk mengefisienkannya, khlorine
disimpan dalam bentuk cair dalam suatu tabung
silinder bertekanan 5 sampai 10 atmosfir. Untuk
melakukan khlorinasi, khlorine dilarutkan dalam air
kemudian dimasukkan ke dalam air yang jumlahnya
diatur melalui orifice flowmeter atau dosimeter yang
disebut khlorinator. Pemakaian kaporit atau kalsium
hipokhlorit untuk mengoksidasi atau menghilangkan
besi relatif sangat mudah karena kaporit berupa
serbuk atau tablet yang mudah larut dalam air.
c) Oksidasi dengan permanganat
Untuk menghilangkan besi dalam air, dapat pula dilakukan
dengan mengoksidasinya dengan memakai oksidator
kalium permanganat dengan persamaan reaksi sebagai
berikut :
3 Fe2+ + KMnO4 + 7 H2O ==> 3 Fe(OH)3 + MnO2 + K+ +
5 H+
Secara stokhiometri, untuk mengoksidasi 1 mg/l besi
diperlukan 0,94 mg/l kalium permanganat. Dalam
prakteknya, kebutuhan kalium permanganat ternyata lebih
sedikit dari kebutuhan yang dihitung berdasarkan
stokhiometri. Hal ini disebabkan karena terbentuknya
mangan dioksida yang berlebihan yang dapat berfungsi
sebagai oksidator dan reaksi berlanjut sebagai berikut :
2 Fe2+ + 2 MnO2 + 5 H2O ==> 2 Fe(OH)3 + Mn2O3 + 4 H+
26
2) Proses Koagulasi-flokulasi
Pada proses ini terdapat 2 cara, yakni :
a) Proses Koagulasi dengan penambahan bahan koagulan
Sebagaimana diketahui bahwa zat besi banyak terdapat
dalam air tanah dan pada umumnya berada dalam
bentuk senyawa valensi 2 atau dalam bentuk ion Fe2+ .
Lain halnya jika besi tersebut berada dalam air dalam
bentuk senyawa organik dan koloid, misalnya
bersenyawa dengan zat warna organik atau asam humus
(humic acid), maka keadaan yang demikian susah
dihilangkan baik dengan cara aerasi, penambahan
khlorine maupun dengan penambahan kalium
permangganat. Adanya partikel-partikel halus
Fe(OH)3.n H2O air juga sukar mengendap dan
menyebabkan air menjadi keruh.
Untuk menghilangkan zat besi seperti pada kasus
tersebut di atas, perlu dilakukan koagulasi dengan
membubuhkan bahan koagulan, misalnya aluminium
sulfat, Al2(SO4).nH2O dalam air yang mengandung
kolloid. Dengan pembubuhan koagulan tersebut, koloid
dalam air menjadi bergabung dan membentuk
gumpalan (flock) kemudian mengendap. Setelah koloid
senyawa besi mengendap, kemudian air disaring
dengan saringan pasir cepat.
b) Proses Koagulasi dengan Cara Elektrolitik
Ke dalam air baku dimasukkan elektroda dari
lempengan logam aluminium (Al) yang dialiri dengan
listrik arus searah. Dengan adanya arus listrik tersebut,
maka elektroda logam Al tersebut sedikit demi sedikit
akan larut ke dalam air membentuk ion Al3+, yang oleh
reaksi hidrolisa air akan membentuk Al(OH)3
27
merupakan koagulan yang sangat efektif. Dengan
terbentuknya Al(OH)3.nH2O dan besi organik serta
partikel-pertikel kolloid lain yang bermuatan negatif
akan tertarik oleh ion Al3+ sehingga menggumpal
menjadi partikel yang besar, mengendap dan dapat
dipisahkan. Cara ini sangat efektif, tetapi makin besar
skalanya maka kebutuhan listriknya makin besar pula.
3) Proses Filtrasi Kontak
Ada dua cara yang banyak dipakai yaitu :
a) Filtrasi dengan media filter yang mengandung MnO2
Air baku yang mengandung Fe dialirkan ke suatu filter
yang medianya mengandung MnO2.nH2O. Selama
mengalir melalui media tersebut Fe yang terdapat dalam
air baku akan teroksidasi menjadi bentuk Fe(OH)3
oksigen terlarut dalam air, dengan oksigen sebagai
oksidator. Reaksinya adalah sebagai berikut :
4 Fe2+ + O2 + 10 H2O ===> 4 Fe(OH)3 + 8 H+
Untuk reaksi penghilangan besi tersebut diatas adalah
merupakan reaksi katalitik dengan MnO2 sebagai
katalis sehingga kemampuan penghilangan Fe nya
makin lama makin berkurang.
b) Dengan Mangan Zeolite
Air baku yamg mengandung besi dialirkan melalui
suatu filter bed yang media filternya terdiri dari
mangan-zeolite (K2Z.MnO.Mn2O7). Mangan Zeolit
berfungsi sebagai katalis dan pada waktu yang
bersamaan besi yang ada dalam air teroksidasi menjadi
bentuk ferri-oksida yang tak larut dalam air. Reaksinya
adalah sebagai berikut :
K2Z.MnO.Mn2O7+4 Fe(HCO3)2 ==> K2Z + 3 MnO2 +
2 Fe2O3 + 8 CO2 + 4 H2O
28
Reaksi penghilangan besi dengan mangan zeoite tidak
sama dengan proses pertukaran ion, tetapi merupakan
reaksi dari Fe2+ dengan oksida mangan tinggi (higher
mangan oxide).
Filtrat yang terjadi mengandung mengandung ferri-
oksida yang tak larut dalam air dan dapat dipisahkan
dengan pengendapan dan penyaringan. Selama proses
berlangsung kemampunan reaksinya makin lama makin
berkurang dan akhirnya menjadi jenuh. Untuk
regenerasinya dapat dilakukan dengan menambahkan
larutan Kaliumpermanganat kedalam zeolite yang telah
jenuh tersebut sehingga akan terbentuk lagi mangan
zeolite (K2Z.MnO.Mn2O7). (Ihsan,2014)
3. Koagulasi dan Flokulasi
a. Definisi
Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid
karena penambahan sintetik tertentu sehingga partikel partikel
tersebut bersifat netral dan membentuk endapan karena adanya
gaya grafitasi. Proses pengikatan partikel koloid dengan cara
pengadukan cepat (flash mixing), yang merupakan bagian
integral dari proses koagulasi. Pemisahan koloid dapat
dilakukan dengan penambahan koagulan sintetik ataupun
koagulan alami yang diikuti. Tujuan dari pengadukan cepat
adalah untuk mempercepat atau menyeragamkan penyebaran
zat kimia melalui air. Pengadukan cepat akan membuat
partikel-partikel padat dalam air saling berbenturan dan
bertemu sehingga terbentuk flok-flok yang halus. Koagulan
yang umum dipakai adalah aluminium sulfat (tawas), ferri
sulfat, ferro sulfat, dan PAC (Poly Aluminium Chloride).
Umumnya partikel-partikel tersuspensi atau koloid dalam air
29
buangan melibatkan efek browmian. Permukaan partikel-
partikel tersebut bermuatan listrik negatif. Partikel-partikel itu
menarik ion-ion positif yang terdapat dalam air dan menolak
ion-ion negatif. Ion-ion positif tersebut lalu menyelubungi
partikel-partikel koloid dan membentuk lapisan rapat
bermuatan didekat permukaannya. Lapisan yang terdiri ddari
ion-ion positif itu disebut dengan lapisan kokoh. Adanya
muatan-muatan pada permukaan partikel koloid tersebut
menyebabkan pembentukan medan elektrostatik di sekitar
partikel itu sehingga menimbulkan gaya tolak-menolak antar
partikel. Disamping gaya tolak-menolak akibat muatan negatif
pada partikel-partikel koloid, ada gaya tarik menarik antara 2
partikel yang dikenal dengan gaya Van der walls. Selama tidak
ada hal yang mempengaruhi kesetimbangan-kesetimbangan
muatan-muatan listrik partikel koloid, gaya tolak-menolak
yang selalu lebih besar dari pada gaya Van Der Walls dan
akibatnya partikel koloid tetap dalam keadaan stabil.
Flokulasi secara umum disebut juga pengadukan lambat,
dimana dalam flokulasi ini berlangsung proses terbentuknya
penggumpalan flok-flok yang lebih besar dan akibat adanya
perbedaan berat jenis terhadap air, maka flok-flok tersebut
dapat dengan mudah mengendap di bak sedimentasi (Joko T,
2010).
Proses Koagulasi Flokulasi dengan Berbagai Bahan
Koagulan.
1) Tawas
Persenyawaan A12 (SO4 )3 disebut juga tawas. merupakan
bahan koagulan ; yang banyak digunakan karena bahan ini
paling murah (ekonomis), mudah didapatkan / dibeli
dipasaran, serta menurunkan kadar karbonat.
30
Dengan banyak dosis tawas yang ditambahkan kedakam
air olahan maka pH dalam airpun akan makin turun,
karena dihasilkan senyawa asam sulfat sehingga perlu
dicari dosis yang effektif antara pH 5,8 sampai dengan
7,4. Untuk menaikkan pH biasanya dapat dilakukan
penambahan larutan kapur Ca(OH)2 atau soda abu (Na2
CO3).
2) Feri Sulfat dan Feri Chlorida
Bahan ini bersifat korosif, serta tidak tahan penyimpanan
lama . Endapan Fe(OH)3 dalam air efektif terbentuk pada
pH 5,5. Untuk pengaturan pH biasannya kita dapat
menambahkan larutan kapur kedalam air. Garam Feri
Sulfat dan Feri Chlorida biasanya dipakai untuk proses
koagulasi pada air buangan industri, tetapi setelah itu
harus diolah lagi untuk menghilangkan kandungan Fe
yang masih ada dalam air.
3) Fero Sulfat dan Fero Chlorida
Flokulasi dengan fero ini biasanya akan lebih baik dengan
penambahan larutan kapur Ca (OH)2 ataupun NaOH
dengan perbandingan 1 : 2 Fe sebagai pengaturan kondisi
flokulasi.
4) Natrium Aluminat
Bahan ini masih kurang popular penggunaannya.
5) Kapur
Pengaruh penambahan kapur Ca(OH)2 atau menaikan pH
dan bereaksi dengan bikarbonat membentuk endapan
Mg(OH). Kelebihan ion Ca pada pH tinggi dapat
diendapkan dengan melakukan penambahan soda abu
kedalam air.
31
b. Faktor Yang Mempengaruhi Koagulasi dan Flokulasi
Dalam pengolahan air, untuk mencapai proses koagulasi-
flokulasi yang optimum diperlukan pengaturan semua kondisi
yang saling berkaitan dan mempengaruhi proses tersebut.
Kondisi-kondisi yang mempengaruhi antara lain pH,suhu,
konsentrasi koagulan dan pengadukan.
1) pH
Suatu proses koagulasi dapat berlangsung secara sempurna
jika pH yang digunakan berada pada jarak tertentu sesuai
dengan pH optimum koagulan dan flokulan yang
digunakan.
2) Suhu
Proses koagulasi dapat berkurang pada suhu rendah karena
peningkatan viskositas dan perubahan struktur agregat
menjadi lebih kecil sehingga dapat lolos dari saringan,
sedangkan pada suhu tinggi yang mempunyai kerapatan
lebih kecil akan mengalir ke dasar kolam dan merusak
timbunan lumpur yang sudah terendap dari proses
sedimentasi.
3) Konsentrasi Koagulan
Konsentrasi koagulan sangat berpengaruh terhadap
tumbukan partikel sehingga penambahan koagulan harus
sesuai dengan kebutuhan untuk membentuk flok-flok. Jika
konsentrasi koagulan kurang mengakibatkan tumbukan
antar partikel berkurang sehingga mempersulit
pembentukan flok.
4) Pengadukan
Pengadukan yang baik diperlukan untuk untuk
memperoleh koagulasi dan flokulasi yang optimum.
Pengadukan terlalu lamban mengakibatkan waktu
pertumbuhan flok menjadi lama, sedangkan jika terlalu
32
cepat mengakibatkan flok-flok yang terbentuk akan pecah
kembali (Pararaja,2008 dalam Putra et al. 2013).
4. Jartes
Jartest adalah alat yang dipergunakan untuk percobaan menentukan
dosis optimum koagulan yang dilengkapi dengan alat-alat gelas
dan pengandukan yang sempurna, atau dapat dilakukan dengan alat
pengaduk yang lebih sederhana yaitu dengan batang bambu.
Jartest menyimulasikan proses koagulasi dan flokulasi dalam
proses pengolahan limbah sehingga membantu operator
pengolahan limbah untuk menentukan jumlah bahan kimia yang
tepat. Prinsip Jartest Suatu larutan koloid yang mengandung
partikel-partikel kecil dan koloid dapat dianggap stabil bila :
1) Partikel-partiel kecil ini terlalu ringan untuk mengendap dalam
waktu yang pendek (beberapa jam).
2) Partikel-partikel tersebut tidak dapat menyatu, bergabung dan
menjadi partikel yang lebih besar dan berat, karena muatan
elektris pada permukaan elektrostatis antara partikel
satudengan yang lainnya. Dengan pembubuhan koagulan
tersebut, maka stabilitas akan terganggu karena :
a) Sebagian kecil tawas tinggal terlarut dalam air, molekul-
molekul ini dapat menempelpada permukaan koloid dan
mengubah muatan elektrisnya karena sebagian molekul
Albermuatan positif sedangkan koloid bisanya bermuatan
negatif (pada pH 5 – 8).
b) Sebagian besar tawas tidak terlarut dan akan mengendap
sebagai flok Al(OH)3 yang dapat mengurung koloid dan
membawanya kebawah. Bahan koagulan lain yang dapat
digunakan selain tawas adalah PAC (Poly Alumunium
Chloride). PAC adalah suatu persenyawaan anorganik
komplek, ion hidroksil serta ion alumunium bertarap
33
klorinasi yang berlainan sebagai pembentuk polynuclear
(Putra et al. 2013)
5. Biji Kelor (Moringa oleifera)
a. Definisi
Kelor awalnya banyak tumbuh di India. Namun, kini kelor
banyak ditemukan di daerah beriklim tropis (Grubben 2004).
Kelor tumbuh di daerah panas dan sedikit gersang dengan
curah hujan 250–1500 mm. Berikut ini adalah klasifikasi
tanaman kelor.
Kingdom : Plantae ( Tumbuhan ) Subkingdom : Trachebionta ( Tumbuhan berpembuluh ) Super Divisi : Spermatophyta ( Menghasilkan biji ) Divisi : Magnoliophyta ( Tumbuhan berbunga ) Kelas : Magnoliopsida ( berkeping dua / dikotil ) Sub kelas : Dileniidae Ordo : Capparales Ordo : Moringaceae Genus : Moringa Spesies : Moringa oleifera. Lam
Tanaman tersebut juga dikenal sebagai tanaman “stik-drum”
karena bentuk polong buahnya yang memanjang meskipun ada
juga yang menyebutnya sebagai ”horseradish” karena rasa
akarnya menyerupai lobak. Kelor termasuk jenis tumbuhan
perdu yang dapat memiliki ketinggian batang 7–11m. Pohon
kelor umumnya tumbuh 3–4 m pada tahun pertama. Batang
kayunya getas (mudah patah), cabangnya jarang, tetapi berakar
kuat. Batangnya berwarna kelabu, daun berbentuk bulat telur
dengan ukuran kecil, tersusun majemuk dalam satu tangkai.
Pohon kelor mulai berbuah setelah 2 tahun. Bunganya
berwarna hijau, keluar sepanjang tahun, dengan aroma
semerbak. Pengembang biakan pohon kelor bisa menggunakan
biji ataupun menggunakan setek batang. Biji kelor berbentuk
segi tiga memanjang yang disebut kelantang (Jawa) dan berbau
minyak “behen” atau “ben”. Buahnya berbentuk memanjang,
34
berwarna hijau, keras, dengan panjang 30-50 cm (Jonni et al.
2008 dalam Environmental et al. 2007)
b. Biji Kelor Sebagai Koagulan
Biji kelor mengandung suatu zat aktif 4α- 4r- rhamnosyloxy-
benzylisothiocyanate yang berfungsi sebagai protein kationik.
Zat aktif ini dapat membantu menurunkan gaya tolak menolak
antara partikel koloid dalam air. Prinsip utama mekanismenya
adalah adsorbs dan netralisasi tegangan protein tersebut. Ionion
logam yang terlarut akan diadsorbsi oleh biji kelor sedangkan
koloid yang terbentuk akan terjadi netralisasi muatan oleh
protein yang terkandung dalam kelor tersebut (Damayati et al.
2012).
Selain itu kulit dari biji Moringa oleifera mengandung molekul
protein larut air dengan berat molekul yang rendah. Protein ini
akan bermuatan positif jika dilarutkan dalam air. Fungsi protein
akan bekerja seperti bahan sintetik yang bermuatan positif dan
dapat digunakan sebagai koagulan polimer sintetik. Ketika
Moringa oleifera yang sudah diolah (serbuk) dimasukkan
kedalam air kotor, protein yang terdapat dalam Moringa
oleifera akan mengikat partikulat-partikulat yang bermuatan
negatif, partikulat ini menyebabkan kekeruhan. Pada kondisi
kecepatan pengadukan yang tepat, partikulat-partikulat
bermuatan negatif yang sudah terikat, ukurannya akan
membesar dan membentuk flok. Flok ini bisa diendapkan
dengan gravitasi atau dihilangkan dengan filtrasi (Industri,
2014).
Menurut Mukaromah & Semarang (2015) tentang biji kelor
sebagai koagulan pada kekeruhan dan penurunan kadar unsur
logam berat (Fe, Mn, Cu, Cr) dalam air telah dilakukan
sebelumnya. Hasil penelitian Enos Tangke Arung, MP, dosen
35
dari Fakultas Kehutanan (Fahutan) Universitas Mulawarman
(Samarinda) menemukan biji kelor yang diadopsi dari Negara
Sudan, dan menyulapnya menjadi ''serbuk ajaib'' yang dapat
mengubah air keruh dengan partikel tanah maupun unsur logam
menjadi air bersih layak konsumsi, dan memenuhi standar baku
mutu yang ditetapkan.
6. Biji Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus)
a. Definisi
Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus) adalah tumbuhan
merambat anggota suku Fabaceae (Leguminosae). Pucuk dan
polong mudanya dimanfaatkan sebagai sayuran. Di Sumatera
dikenal sebagai kacang botol atau kacang belingbing (pantai
barat Sumatera), dan kacang embing (Palembang). Nama–
nama lainnya adalah jaat, cipir, cicipir, kelongkang, kacang
botor, kacang kumbotor, serta biraro (Manado Ternate). Dalam
bahasa Inggris disebut sebagai Winged bean, Winged pea,
Four–angled bean (mengacu pada bentuk buahnya), namun
juga dinamai Goa bean dan Asparagus pea.(Anon 2013).
Berikut klasifikasi tanaman kecipir.
Divisio :Spermatophyta Sub division :Angiospermae Classis :Dicotyledoneae Ordo :Leguminales Famili :Papilionaceae Genus :Psophocarpus Spesies :Psophocarpus tetragonolobus L Kecipir termasuk dalam ordo Leguminales yang mempunyai
ciri khas, yaitu terdapat buah yang disebut buah polong, yaitu
buah yang berasal dari 1 daun dengan atau tanpa sekat semu.
Bila dimasak, kering akan pecah, sehingga biji terlontar keluar
atau buah terputus–putus menjadi beberapa bagian menurut
sekat–sekat semunya. Diantara anggota–anggotanya yang lain
termasuk kecipir ini banyak mengandung nilai gizi yang tinggi
36
karena kandungannya akan protein, lemak vitamin dalam
bijinya (Gembong, 1988 dalam Anon 2013)
b. Biji Kecipir Sebagai Koagulan
Menurut (Jhonny,1993 dalam Anon 2013) daun dan biji kecipir
mengandung saponin, flavonoida dan tanin Protein yang
terkandung dalam biji kecipir inilah yang diharapkan dapat
berperan sebagai polielektrolit alami yang kegunaannya mirip
dengan koagulan sintetik. Kecipir diharapkan dapat menjadi
alternatif biokoagulan (koagulan alami) karena tanaman ini
mudah dibudidayakan, pertumbuhannya cepat, dan dapat
diremajakan. Selain itu protein yang terlarut dari biji kecipir
mengandung gugus -NH3+ yang dapat mengikat partikel-
partikel yang bermuatan negatif sehingga partikel-partikel
tersebut terdestabilisasi membentuk ukuran partikel yang lebih
besar yang akhirnya dapat terendapkan oleh adanya gaya
gravitasi sehingga mampu menguangi kadar kekeruhan pada
air. (Hendrawati, Nurhasni dan Syamsumarsih 2013)
37
C. Kerangka Teori
Gambar II.1 Kerangka Teori
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
Kandungan Kimia Lain
Fisik
Koagulasi dan Flokulasi
Kualitas Air Kuantitas Air
Kebutuhan Air
Kimia Bakteriologis
Besi (Fe) Tinggi
Hal yang Mempengaruhi Besi
(Fe) Tinggi dalam Air Tanah :
Lapisan tanah yang dilalui
Metode Jartest
Serbuk Kelor dan Serbuk Kecipir
Penurunan Kadar Besi (Fe)
Kontinuitas Air
38
D. Kerangka Konsep
Gambar II.2 Kerangka Konsep
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
Diperiksa Kembali
Sampel Air
Bakteriologis Kimia Kandungan Besi
(Fe)
Fisika
Metode Jartest
Pemeriksaan Besi (Fe)
Penurunan Besi (Fe) Memenuhi Syarat
Penurunan Besi (Fe) Tidak Memenuhi
Syarat
Serbuk Kelor dan Serbuk
Kecipir