BAB II TINJAUAN TEORI -...
Transcript of BAB II TINJAUAN TEORI -...
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. TINJAUAN TEORI 1. Tali Pusat
a. Pengertian Tali Pusat
Tali pusat dalam istilah medisnya umbilical cord. Merupakan
suatu tali yang menghubungkan janin dengan uri atau plasenta. Sebab
semasa dalam rahim, tali inilah yang menyalurkan oksigen dan makanan
dari plasenta ke janin yang berada di dalamnya. Begitu janin dilahirkan, ia
tidak lagi membutuhkan oksigen dari ibunya, karena sudah dapat bernapas
sendiri melalui hidungnya. Oleh karena itu sudah tidak diperlukan lagi,
maka saluran ini harus segera dipotong dan dijepit atau diikat (Baety,
2011, p.40).
b. Ciri Umum Tali Pusat
Pada tali pusat terdapat Funiculus umbilicalis yang terbentang
dari permukaan fetal plasenta sampai daerah umbilicus fetus dan berlanjut
sebagai kulit fetus pada perbatasan tersebut. Funiculus umbicalis secara
normal berinsersi di bagian tengah plasenta. Funiculus umbilicalis
berbentuk seperti tali yang memanjang dari tengah plasenta sampai ke
umbilicus fetus dan mempunyai sekitar 40 puntiran spiral. Pada saat
aterm, funiculus umbilicalis panjangnya 50-55 cm, diameternya 1-2,5 cm
dan berwarna putih kuning. (Baety, 2011, p.40).
Tali pusat menjadi lebih panjang jika jumlah air ketuban pada
kehamilan trimester pertama dan kedua relatif banyak, disertai dengan
mobilitas bayi yang sering. Sebaliknya, jika oligohidromnion dan janin
kurang gerak (pada kelainan motorik janin), maka umumnya tali pusat
lebih pendek. Kerugian apabila tali pusat terlalu panjang adalah dapat
terjadi lilitan di sekitar leher atau tubuh janin atau menjadi ikatan yang
dapat menyebabkan asfiksia karena oklusi pembuluh darah khususnya
pada saat persalinan (Baety, 2011, p.44).
b. Struktur Tali Pusat
Dalam stukturnya, tali pusat terdapat bagian yang menutupi
funiculus umbicalis dan permukaan fetal plasenta yang dinamakan
Amnion. Pada ujung fetal amnion melanjutkan diri dengan kulit yang
menutupi abdomen dan mendesak eksoselom yang akhirnya dinding ruang
amnion mendekati korion. Mesoblas antara ruang amnion dan embrio
menjadi padat merupakan body stalk yang merupakan hubungan antara
embrio dan dinding trofoblas. Body stalk ini akan menjadi tali pusat.
(Prawirohardjo, 2007, p.61)
Dalam tali pusat yang berasal dari body stalk terdapat
pembuluh darah yang dinamakan vascular atalk. Dari perkembangan
ruang amnion dapat dilihat bahwa bagian luar tali pusat berasal dari
lapisan amnion. Didalamnya terdapat jaringan lembek (Jelly Wharton)
yang berfungsi melindungi arteria umbilikallis yang berfungsi
mengembalikan produk sisa (limbah) dari fetus ke plasenta dimana produk
sisa tersebut diasimilasi ke dalam peredaran darah maternal untuk
diekskresikan dan 1 vena umbilikalis yang membawa oksigen dan
memberi nutrisi ke sistem peredaran darah fetus dari darah maternal yang
terletak di dalam spatium choriodeciduale berada di tali pusat. Kedua
arteri umbilikallis dan satu vena umbilikallis tersebut menghubungkan
satu sistem kardiovaskuler janin dengan plasenta (Prawirohardjo, 2007, p.
61-62).
Jeli Warthon banyak mengandung air, maka setelah bayi lahir,
tali pusat mudah kering dan lekas terlepas dari pusar bayi. Jelly ini dapat
membantu mencegah penekukan tali pusat, akan mengembang jika terkena
udara dan kadang-kadang terkumpul sebagai gumpalan kecil yang
membentuk simpul palsu di dalam funiculus umbilicalis. Sehingga
menyebabkan funiculus umbilicalis menjadi tebal atau tipis. Selain itu, tali
pusat juga mengandung sisa – sisa dari kandung kuning telur dan allantois
yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop (Sastrawinata, 1983,p.122).
c. Fungsi Tali Pusat
Tali pusat selain sebuah tali yang memanjang, ada dua fungsi
yang sangat berperan penting bagi kehidupan janin selama dalam
kandungan yaitu pertama sebagai saluran yang menghubungkan antara
plasenta dan bagian tubuh janin sehingga janin mendapat asupan oksigen,
makanan dan antibodi dari ibu yang sebelumnya diterima terlebih dahulu
oleh plasenta melalui vena umbilicalis. Sehingga janin mendapat asupan
yang cukup untuk tumbuh kembang di dalam rahim. Kedua, sebagai
saluran pertukaran bahan sisa seperti urea dan gas karbon dioksida yang
akan meresap keluar melalui pembuluh darah arteri umbilicalis (Baety,
2011, p. 41).
d. Sirkulasi Tali Pusat
Fetus yang sedang membesar di dalam uterus ibu mempunyai
dua keperluan yang sangat penting dan harus dipenuhi, yaitu bekalan
oksigen dan nutrien serta penyingkiran bahan sisa yang dihasilkan oleh
sel-selnya. Jika keperluan ini tidak dapat dipenuhi, fetus akan menghadapi
masalah dan mungkin mengakibatkan kematian. Struktur yang
bertanggung jawab untuk memenuhi keperluan fetus ialah plasenta.
Plasenta yang terdiri daripada tisu fetus dan tisu ibu terbentuk dengan
lengkapnya pada kehamilan 16 minggu atau 4 bulan (Prawirohardjo, 2007,
p.69-73).
Pada plasenta banyak terdapat unjuran seperti “Jonjot” atau
vilus tumbuh dari membran yang menyelimuti fetus dan menembusi
dinding uterus, yaitu endometrium. Endometrium pada uterus kaya dengan
aliran darah ibu. Didalarn vilus terdapat jaringan kapilari darah fetus.
Darah yang kaya dengan oksigen dan nutrien ini dibawa melalui vena
umbilicalis yang terdapat didalam tali pusat ke fetus. Sebaliknya, darah
yang sampai ke vilus dari fetus melalui arteri umbilicalis dalam tali pusat
mengandung bahan sisa seperti karbondioksida dan urea. Bahan sisa ini
akan meresap melalui membran dan memasuki darah ibu yang terdapat di
sekeliling vilus. Pertukaran oksigen, nutrien, dan bahan sisa lazimnya
berlaku melalui proses peresapan. Dengan cara ini, keperluan bayi dapat
dipenuhi (Prawirohardjo, 2007, p.59-61).
Walaupun darah ibu dan darah fetus dalam vilus adalah begitu
rapat, tetapi kedua darah tidak dapat bercampur karena dipisahkan oleh
suatu membran. Oksigen, air, glukosa, asam amino, lipid, garam mineral,
vitamin, hormon, dan antibodi dari darah ibu sehingga menembus
membran ini dan memasuki kapilari darah fetus yang terdapat dalam vilus.
Selain oksigen dan nutrien, antibodi dari darah ibu juga meresap kedalarn
darah fetus melalui plasenta. Antibodi ini melindungi fetus dan bayi yang
dilahirkan daripada jangkitan penyakit (Prawirohardjo, 2007, p.69-70).
e. Pemotongan Tali Pusat
Menurut standart Asuhan Persalinan Normal (APN) pada saat
segera bayi lahir akan dilakukan pemotongan tali pusat, sesuai JNPKR,
Depkes RI, 2008, bahwa segera bayi lahir harus dikeringkan dan
membungkus kepala serta badan kecuali tali pusat. Menjepit tali pusat
harus menggunakan klem disinfeksi tingkat tinggi atau steril dengan jarak
kira-kira 3cm dari umbilicus bayi. Setelah jepitan pertama dilakukan
pengurutan tali pusat bayi kearah ibu dengan memasang klem kedua
dengan jarak 2cm dari klem pertama. Dengan menggunakan tangan kiri di
antara sela jari tengah tali pusat dipotong diantara kedua klem (Depkes RI,
2008, p. 126).
Sisa potongan tali pusat pada bayi inilah yang harus dirawat,
karena jika tidak dirawat maka dapat menyebabkan terjadinya infeksi.
Pengenalan dan pengobatan secara dini infeksi tali pusat sangat penting
untuk mencegah sepsis. Tali pusat yang terinfeksi umumnya merah dan
bengkak mengeluarkan nanah, atau berbau busuk. Jika pembengkakan
terbatas pada daerah <1 cm disekitar pangkal tali pusat, obati sebagai
infeksi tali pusat lokal atau terbatas. Bila disekitar tali pusat merah dan
mengeras atau bayi mengalami distensi abdomen, obati sebagai infeksi tali
pusat berat atau meluas (Meiliya & Karyuni, 2007, p.165).
f. Fisiologi Lepasnya Tali Pusat
Pada saat tali pusat terpotong maka suplai darah dari ibu
terhenti. Tali pusat yang masih menempel pada pusat bayi lama kelamaan
akan kering dan terlepas. Pengeringan dan pemisahan tali pusat sangat
dipengaruhi oleh Jelly Wharton atau aliran udara yang mengenainya.
Jaringan pada sisa tali pusat dapat dijadikan tempat koloni oleh bakteri
terutama jika dibiarkan lembab dan kotor (Sastrawinata, 1983,p 122).
Pada sisa potongan tali pusat inilah yang menjadi sebab utama
terjadinya infeksi pada bayi baru lahir. Kondisi ini dapat dicegah dengan
membiarkan tali pusat kering dan bersih. Tali pusat dijadikan tempat
koloni bakteri yang berasal dari lingkungan sekitar. Penyakit tetanus ini
diderita oleh bayi baru lahir yang disebabkan basil clostridium tetani yang
dapat mengeluarkan toksin yang dapat menghancurkan sel darah merah,
merusak leukosit dan merupakan “Tetanospasmin” yang bersifat
neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot
(Jitowijoyo & Kristiyanasari, 2010, P.84-85).
g. Lama Pelepasan Tali Pusat
Tali pusat umumnya berwarna kebiru-biruan dan panjang
sekitar 2,5 – 5 cm segera setelah dipotong. Penjepit tali pusat digunakan
untuk menghentikan perdarahan. Penjepit tali pusat ini dibuang ketika tali
pusat sudah kering, biasanya sebelum ke luar dari rumah sakit atau dalam
waktu dua puluh empat jam hingga empat puluh delapan jam setelah lahir.
Sisa tali pusat yang masih menempel di perut bayi (umbilical stump), akan
mengering dan biasanya akan terlepas sendiri dalam satu minggu setelah
lahir dan luka akan sembuh dalam 15 hari (Meiliya & Karyuni, 2008,
p.165).
Tali pusat sebaiknya dibiarkan lepas dengan sendirinya. Jangan
memegang atau bahkan menariknya. Bila tali pusat belum juga puput
setelah 4 minggu bisa menyebabkan tetanus neonatorum. Untuk mencegah
terjadinya infeksi tetanus selain menjaga prinsip pencegahan infeksi, ibu
juga harus mendapatkan suntik TT selama hamil (Wahyono, 1998, p.8).
Pada bayi yang memliki tanda-tanda infeksi, seperti: pangkal
tali pusat dan daerah sekitarnya berwarna merah, keluar cairan yang
berbau, ada darah yang keluar terus- menerus, bayi demam tanpa sebab
yang jelas maka kondisi tersebut menandakan munculnya penyulit pada
neonatus yang disebabkan oleh tali pusat (Hidayat, 2008, p.68).
Gambaran klinis tetanus neonatorum biasanya 3-10 hari atau
sampai beberapa minggu jika infeksinya ringan. Dalam 48 jam penyakit
menjadi nyata jika adanya trismus. Gejalanya dapat terihat apabila:
1) Kejang-kejang sampai otot pernafasan
2) Leher kaku diikuti spasma umum
3) Dinding abdomen keras
4) Mulut mencucu seperti mulut ikan (Manuaba, 1998, p.325)
5) Suhu meningkat dan malas minum
6) Dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik kebawah dan
muka rhesus sardonikus
7) Tiba-tiba bayi sensitive terhadap rangsangan, gelisah dan kadang-
kadang menangis (Jitowijoyo & Kristiyanasari, 2010, p.85)
h. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Tali Pusat
1) Timbulnya infeksi pada tali pusat
Hal ini disebabkan karena tindakan atau perawatan yang
tidak memenuhi syarat kebersihan, misalnya pemotongan tali pusat
dengan bambu/ gunting yang tidak steril, atau setelah dipotong tali
pusat dibubuhi abu, tanah, minyak, daun-daunan, kopi dan sebagainya.
2) Cara perawatan tali pusat
Pada penelitian menunjukkan bahwa tali pusat yang
dibersihkan dengan air dan sabun cenderung lebih cepat puput (lepas)
daripada tali pusat yang dibersihkan dengan alkohol.
3) Kelembaban tali pusat
Tali pusat juga tidak boleh ditutup rapat dengan apapun,
karena akan membuatnya menjadi lembab. Selain memperlambat
puputnya tali pusat, juga menimbulkan resiko infeksi.
4) Kondisi sanitasi lingkungan
Daerah sekitar neonates, Spora C. tetani yang masuk
melalui luka tali pusat, karena tindakan atau perawatan yang tidak
memenuhi syarat kebersihan (Wawan, 2009).
2. Pencegahan Infeksi
a. Tujuan pencegahan infeksi
Tujuan pencegahan infeksi (PI) tidak terpisah dari komponen-
komponen lain dalam asuhan selama persalinan dan kelahiran bayi.
Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk
melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga
kesehatan lainnya dengan jalan menghindarkan transmisi penyakit yang
disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Juga upaya-upaya untuk
menurunkan risiko terjangkit atau terinfeksi mikroorganisme yang
menimbulkan penyakit-penyakit berbahaya yang hingga kini belum
ditemukan cara pengobatannya, seperti misalnya Hepatitis dan HIV/AIDS.
(JNPK-KR, 2002, p. 1-8).
b. Prinsip-prinsip pencegahan infeksi
Prinsip pencegahan infeksi yang efektif didasarkan pada
prinsip-prinsip berikut ini:
1) Setiap orang (ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan) harus
dianggap dapat menularkan penyakit karena infeksi yang terjadi
bersifat asimptomatik (tanpa gejala).
2) Setiap orang harus dianggap berisiko terkena infeksi.
3) Permukaan tempat pemeriksaan, peralatan dan benda-benda lain yang
akan dan telah bersentuhan dengan kulit tak utuh/selaput mukosa atau
darah, harus dianggap terkontaminasi sehingga setelah selesai
digunakan harus dilakukan proses pencegahan infeksi secara benar.
4) Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya
telah diproses dengan benar, harus dianggap telah terkontaminasi.
5) Risiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total, tapi dapat dikurangi
hingga sekecil mungkin dengan menerapkan tindakan-tindakan
pencegahan infeksi yang benar dan konsisten (JNPK-KR, 2002, p. 1-
9).
c. Tindakan-tindakan pencegahan infeksi
Ada berbagai praktek pencegahan infeksi yang membantu
mencegah mikroorganisme berpindah dari satu individu ke individu
lainnya (ibu, bayi baru lahir, dan para penolong persalinan) dan
menyebarkan infeksi. Tindakan pencegahan infeksi termasuk hal-hal
berikut dibawah ini:
1) Mencuci tangan dengan sabun dan air yang bersih.
2) Memakai sarung tangan.
3) Memakai perlengkapan pelindung (celemek/baju penutup, kacamata,
sepatu tertutup).
4) Menggunakan asepsis atau tekhnik aseptik.
5) Memproses alat bekas pakai.
6) Menangani peralatan tajam dengan aman.
7) Menjaga kebersihan dan kerapian lingkungan serta pembuangan
sampah secara benar (JNPK-KR, 2002, p. 1-10).
d. Infeksi tetanus
Infeksi tetanus disebabkan oleh sejenis bakteri (Clostridium
Tetani) yang menghasilkan toksin yang mematikan. Bakteri tersebut
tumbuh dalam keadaan kotor. Bakteri tetanus dapat terbawa oleh tangan
yang tidak dicuci bersih atau peralatan yang kotor. Bayi baru lahir dapat
mengalami infeksi tetanus jika tali pusat dipotong dengan peralatan yang
kotor seperti pisau, silet, gunting, kaca atau disentuh dengan tangan yang
kotor. Infeksi tetanus dapat menyebabkan demam, kejang yang berulang
dan kematian dalam beberapa hari saja (Depkes RI, 1996, p.3). Maka
perlu diterapkan prinsip umum pencegahan infeksi yaitu:
a. Memberikan perawatan bayi rutin kepada bayi baru lahir
b. Cuci tangan atau gunakan pembersih tangan beralkohol
c. Menggunakan tekhnik aseptik
d. Memegang instrument tajam dengan hati-hati dan bersihkan jika perlu
sterilkan atau desinfeksi instrument dan peralatan
e. Memisahkan bayi dengan yang sedang menderita infeksi untuk
mencegah infeksi nosokomial (Meiliya, 2008, p. 244)
3. Merawat Tali Pusat
a. Pengertian
Perawatan adalah proses perbuatan, cara merawat,
pemeliharaan, penyelenggaraan (Kamisa, 1997). Hal yang paling
terpenting dalam membersihkan tali pusat adalah memastikan tali pusat
dan area disekelilingnya selalu bersih dan kering, Selalu mencuci tangan
dengan menggunakan air bersih dan sabun sebelum membersihkan tali
pusat. Selama tali pusat belum puput, sebaiknya bayi tidak dimandikan
dengan cara dicelupkan ke dalam air. Cukup diusap saja dengan kain yang
direndam air hangat (Sinsin, 2008, p. 127).
a. Tujuan Perawatan Tali Pusat
Alasan daripada merawat tali pusat dengan baik dan benar
adalah untuk menjaga agar tali pusat tetap kering. Sedangkan, bagian yang
harus selalu dibersihkan adalah pangkal tali pusat, bukan atasnya. Untuk
membersihkan pangkal ini, harus sedikit diangkat (bukan menarik) tali
pusatnya. Jadi, tali pusat harus dibersihkan sedikitnya dua kali dalam
sehari. Tali pusat tidak boleh ditutup rapat dengan apapun, karena akan
menjadikannya lembab. Selain memperlambat puputnya tali pusat, juga
menimbulkan resiko infeksi. Kalaupun terpaksa ditutup, tutup atau ikat
dengan longgar pada bagian atas tali pusat dengan kain kasa steril.
Kemudian pastikan bagian pangkal tali pusat dapat terkena udara dengan
leluasa (Depkes RI, 2001, p.20).
Tujuan dari perawatan tali pusat adalah untuk mencegah
infeksi dan meningkatkan pemisahan tali pusat dari perut. Dalam upaya
untuk mencegah infeksi dan mempercepat pemisahan. Banyak zat yang
berbeda dan kebiasaan-kebiasaan yang digunakan untuk merawatan tali
pusat. Hanya dari beberapa penggunaannya yang telah dipelajari dengan
baik zat-zat seperti triple dye, alkohol dan larutan chlorhexidine dianggap
dapat mencegah terjadinya infeksi namun belum dapat bekerja dengan
baik (Hasselquist, 2006, p.53).
b. Macam-macam langkah perawatan tali pusat
Berikut ini langkah-langkah dalam melakukan perawatan tali
pusat bayi antara lain :
1). Perawatan Tali Pusat Kering
Perawatan tali pusat kering adalah merawat tali pusat
dengan dibersihkan dan dirawat serta dibalut dengan kassa steril , tali
pusat dijaga agar bersih dan kering agar tidak terjadi infeksi sampai
tali pusat kering dan lepas (Depkes RI, 1996). Apabila tali pusat
berbau bisa dibersihkan dengan gentian violet. Berikut cara melakukan
perawatan tali pusat :
a) Siapkan alat-alat
b) Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat tali pusat
c) Tali pusat dibersihkan dengan kain kasa.
d) Setelah bersih, tali pusat dibungkus dengan kain kasa steril kering.
e) Setelah tali pusat terlepas / puput, tali pusat tetap diberi kasa steril.
2). Perawatan Tali Pusat Basah
Cara perawatan tali pusat basah adalah:
a) Siapkan alat-alat
b) Selalu cuci tangan Anda sampai bersih sebelum mulai melakukan
perawatan tali pusat.
c) Kemudian, bersihkan tali pusat dengan alkohol.
d) Tutupi dengan kasa steril yang diberi alkohol dan menggantinya
setiap kali usai mandi, berkeringat, terkena kotor, dan basah.
e) Segera larikan ke dokter jika mencium bau tidak sedap dari tali
pusat bayi yang belum lepas.
Berikut ini langkah-langkah dalam melakukan perawatan tali
pusat bayi secara umum antara lain :
a) Ambil kasa pembungkus tali pusat yang telah dibasahi dengan
aquadest/NaCL/air matang
b) Membersihkan tali pusat dengan kapas alkohol mulai dari ujung sampai
pangkal
c) Olesi tali pusat dengan bethadin 10%
d) Membungkus tali pusat dengan kasa steril dan difiksasi dengan
menggunakan plester anti alergi (Jitowijoyo & Kristiyanasari, 2010,
p.68).
Anjuran perawatan tali pusat menurut Depkes RI tahun 2001
yaitu bersihkan dan keringkan tali pusat hingga pangkalnya setiap kali basah
atau kotor menggunakan obat antiseptik seperti povidon iodine, bila tidak
tersedia antiseptik dapat dibersihkan dengan sabun dan air hangat. Tali pusat
tidak boleh dibubuhi ramuan-ramuan tradisional karena bisa menyebabkan
infeksi atau tetanus neonatorum karena juga salah satu penyebab tersering
kematian bayi baru lahir (Depkes RI, 2001, p.20).
Di bawah ini langkah-langkah perawatan tali pusat sesuai Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2010:
1) Cuci tangan dengan air bersih dan sabun
2) Membersihkan tali pusat dengan kasa dan air disinfeksi tingkat tinggi
(DTT) dari ujung luka ke pangkal
3) Mengeringkan tali pusat dengan kasa kering
4) Mempertahankan sisa tali pusat dalam keadaan terbuka agar terkena
udara tanpa ditutupi dengan kasa
5) Melipat popok bayi dibawah sisa tali pusat
6) Membereskan alat-alat
7) Mencuci tangan dengan sabun (Dinkes Prov, 2010, p.46).
Pada saat bayi lahir dan tali pusat telah terpotong, hal terpenting
yang harus dilakukan setelah itu adalah merawat tali pusat tersebut secara
benar. Tali pusat dibersihan dengan air sabun atau alkohol dari ujung luka
hingga pangkal yaitu dengan sedikit mengangkat tali pusat tersebut
menggunakan kasa. hal ini dimaksud agar tali pusat benar-benar bersih dan
setelah dibersihkan, tali pusat harus dalam keadaan kering agar tidak terjadi
kelembaban yang dapat menimbulkan infeksi, lama lepasnya tali pusat
bahkan kematian pada bayi. Lama lepasnya tali pusat agar dapat terlepas
sendiri sangatlah dipengaruhi pada kebersihan tali pusat, lingkungan tempat
tinggal atau sekitar pangkal talipusat dan yang paling utama pada cara
perawatan tali pusatnya yang harus sesuai dengan standart perawatan tali
pusat. Dalam proses penyembuhannya, tali pusat dapat dikatakan cepat
lepas jika lama waktu lepasnya kurang dari 5 hari (<5 hari), normal jika
lepas antara 5-7 hari dan dikatakan lambat lepasnya jika lebih dari 7 hari (>7
hari) (Paisal, 2008).
B. KERANGKA TEORI
Di bawah ini merupakan kerangka teori yang menjelaskan mengenai
judul penelitian yaitu “Hubungan Cara Perawatan Tali Pusat dengan Lama Waktu
Pelepasan Tali Pusat Bayi Baru Lahir” sebagai berikut:
Gambar 1.1
(Sumber: Modifikasi antara Jitowijoyo & Kristiyanasari, 2010, p.68).
Timbulnya Infeksi atau Tidak
1. Higiene
peralatan
2. Sanitasi
lingkungan
Cara Perawatan :
1. Pemotongan tali pusat
2. Pembersihan 3. Penutupan
Pelepasan Tali Pusat (Lama Waktu)
C. KERANGKA KONSEP
Berdasarkan tinjauan pustaka, maka disusun kerangka konsep
penelitian, yaitu cara perawatan tali pusat (independent variable) dan lama waktu
pelepasan tali pusat (dependent variable), sebagai berikut:
Gambar 2.1
(Sumber: Iis Sinsin, 2008, p. 127)
D. HIPOTESIS
Hipotesis dalam penelitian adalah:
Ada hubungan antara cara perawatan tali pusat dengan lama waktu pelepasan tali
pusat bayi baru lahir.
Cara Perawatan Tali Pusat Lama Waktu Pelepasan Tali Pusat