BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...

26
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Mekanisme Koping Mekanisme penanggulangan (mekanisme koping) ialah merupakan suatu mekanisme yang dapat memodifikasi stres sedimikian rupa, sehingga kemungkinan proses adaptasi dapat dipermudah. Koping sebagai suatu cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan dan respon terhadap situsi yang mengancam (Kelliat, 1998). Bila mekanisme penanggulangan ini berhasil, maka individu dapat beradaptasi dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan, tetapi bila gagal dalam beradaptasi, maka akan timbul gangguan kesehatan yang dapat berupa gangguan fisik, psikologis maupun perilaku. Dewe (1989), mengidentifikasikan enam kategori penanggulangan stres strategi pemecahan masalah, mencoba untuk melepaskan dan meletakkan sesutu dalam perspektif sebenarnya, menjaga masalah pada diri sendiri, melibatkan diri sendiri dalam tugas dan bekerja keras dalam tugas, menerima pekerjaan dan tugas apa adanya serta mencoba agar yang dikerjakan tidak menjadi kegiatan yang menyedihkan, dan strategi pasif seperti distraksi. Pendekatan individu dalam menanggulangi stres secara umum menurut Abraham dan Shanley (1997), yaitu koping berfokus pada emosi dan koping berfokus pada masalah. Koping berfokus pada emosi memfokuskan perasaan yang berhubungan dengan stres digunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stres. Pengaturan ini

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-sriningsih... · Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sejauh mana individu menilai

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Mekanisme Koping

Mekanisme penanggulangan (mekanisme koping) ialah merupakan suatu mekanisme

yang dapat memodifikasi stres sedimikian rupa, sehingga kemungkinan proses adaptasi

dapat dipermudah. Koping sebagai suatu cara yang dilakukan individu dalam

menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan dan respon terhadap situsi

yang mengancam (Kelliat, 1998).

Bila mekanisme penanggulangan ini berhasil, maka individu dapat beradaptasi dan

tidak menimbulkan gangguan kesehatan, tetapi bila gagal dalam beradaptasi, maka akan

timbul gangguan kesehatan yang dapat berupa gangguan fisik, psikologis maupun

perilaku.

Dewe (1989), mengidentifikasikan enam kategori penanggulangan stres strategi

pemecahan masalah, mencoba untuk melepaskan dan meletakkan sesutu dalam perspektif

sebenarnya, menjaga masalah pada diri sendiri, melibatkan diri sendiri dalam tugas dan

bekerja keras dalam tugas, menerima pekerjaan dan tugas apa adanya serta mencoba agar

yang dikerjakan tidak menjadi kegiatan yang menyedihkan, dan strategi pasif seperti

distraksi.

Pendekatan individu dalam menanggulangi stres secara umum menurut

Abraham dan Shanley (1997), yaitu koping berfokus pada emosi dan koping berfokus

pada masalah. Koping berfokus pada emosi memfokuskan perasaan yang berhubungan

dengan stres digunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stres. Pengaturan ini

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-sriningsih... · Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sejauh mana individu menilai

9

melalui perilaku individu, seperti makan berlebihan. Bila individu tidak mampu

mengubah kondisi stres, individu akan cenderung untuk mengatur emosinya seperti

mengingkari masalah atau secara terus- menerus melihat pada suatu alternatif. Sedangkan

koping berfokus pada masalah adalah untuk mengurangi stresor individu akan mengatasi

dengan mempelajari cara- cara atau ketrampilan- ketrampilan yang baru. Individu akan

menggunakan strategi ini bila dirinya yakin akan dapat mengubah situasi. Dalam hal ini

untuk mengurangi tuntutan yang dirasakan untuk menimbulkan kemampuan ada empat

pendekatan utama yang digunakan yaitu menggunakan waktu yang lebih efektif,

berupaya untuk mengubah tuntutan- tuntutan tugas atau sumber- sumber yang tersedia,

mengubah persepsi seseorang mengenai apa yang dicapai, dan mengubah tugas dan

pekerjaan (Abraham dan Shanley, 1997).

Menurut Taylor (1991), contoh koping yang termasuk dalam pemecahan masalah

secara rinci adalah konfrontasi, mencari dukungan sosial. Sedangkan strategi koping

yang memfokuskan pada pengaturan emosi antara lain: kontrol diri, membuat jarak,

penilaian kembali secara positif (positive reappraisal), menerima tanggung jawab dan

menghindar (avoidence (Smet, 1994).

Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sejauh mana individu menilai situasi

sebagai penuh stres menurut Departemen tenaga kerja RI (1999), yaitu:

1. Kepribadian individu

Ada beberapa tipe kepribadian yang merupakan faktor predisposisi dalam

menentukan respon tubuh terhadap stres, yaitu:

a. Kepribadian tipe A, yang bercirikan agresif, tidak sabaran, rasa bersaing yang

tinggi diketahui mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya stres dibandingkan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-sriningsih... · Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sejauh mana individu menilai

10

dengan kepribadian tipe B yanng bercirikan lebih sabar dan menganggap orang

lain sebagai rekan kerja..

b. Kepribadian introvet, yaitu individu bereaksi lebih negative akan menderita stres

lebih besar dibandingkan mereka yang berkepribadian ekstrovert bila menghadapi

stres.

c. Kepribadian yang flexibel, orang yang lebih terbuka terhadap pengaruh orang

lain, sehingga mudah mendapatkan beban yang berlebihan akan mengalami

ketegangan lebih besar dibanding mereka yang berkepribadian rigid.

2. Kecakapan seseorang dalam menyelesaikan masalah.

3. Dukungan sosial, seperti teman atau anggota keluarga.

4. Usia, dengan bertambahnya usia pengalaman akan bertambah, pengetahuan lebih baik

dan rasa tanggung jawab yang lebih besar akan dapat menutupi kekurangan dalam

beradaptasi.

Berdasarkan faktor- faktor diatas seorang calon tenaga profesional seperti

mahasiswa profesi dalam mengatasi stres yang muncul setiap harinya, penting untuk

mengelola stres tersebut dengan diawali pengenalan dan kewaspadaan tentang stres

sehingga nantinya individu menganggap bahwa kondisi stres merupakan bagian dari

tantangan (Sunaryo, 2004).

B. Penggolongan Mekanisme Koping

Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya menurut Stuart dan Sunden

(1995) dibagi menjadi dua yaitu mekanisme koping adaptif dan mekanisme koping tidak

adaptif. Mekanisme koping adaptif adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-sriningsih... · Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sejauh mana individu menilai

11

integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara

dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan

seimbang dan aktivitas konstruktif. Sedangkan mekanisme koping maldatif adalah

mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan,

menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan.

Koping dapat dikaji melalui berbagai aspek, salah satunya adalah aspek psikososial

yang menurut Lazarus dan Folkman (1985); Stuart dan Sundeen (1995); Townsend

(1996); Herawati (1999); dan Keliat (1999) berupa:

1. Reaksi Orientasi Tugas

Berorientasi terhadap tindakan untuk memenuhi tuntutan dari situasi stress secara

realistis, dapat berupa konstruktif atau destruktif, misalnya perilaku menyerang

(agresif) biasanya untuk menghilangkan atau mengatasi rintangan untuk memuaskan

kebutuhan, perilaku menarik diri digunakan untuk menghilangkan sumber-sumber

ancaman baik secara fisik atau psikologis, dan perilaku kompromi digunakan untuk

merubah cara melakukan, merubah tujuan atau memuaskan aspek kebutuhan pribadi

seseorang.

2. Mekanisme pertahanan ego

Mekanisme pertahanan ego yang sering disebut sebagai mekanisme pertahanan

mental umumnya dilakukan melalui kegiatan kompensasi dimana seseorang

memperbaiki penurunan citra diri dengan secara tegas menonjolkan keistimewaan /

kelebihan yang dimilikinya; penyangkalan (denial) yaitu menyatakan

ketidaksetujuan terhadap realitas dengan mengingkari realitas tersebut. Mekanisme

pertahanan ini adalah paling sederhana dan primitive; pemindahan (displacement)

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-sriningsih... · Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sejauh mana individu menilai

12

yaitu pengalihan emosi yang semula ditujukan pada seseorang/benda lain yang

biasanya netral atau lebih sedikit mengancam dirinya. Mekanisme pertahanan ego

lainnya adalah disosiasi merupakan pemisahan suatu kelompok proses mental atau

perilaku dari kesadaran atau identitasnya; identifikasi (identification) proses dimana

seseorang untuk menjadi seseorang yang ia kagumi berupaya dengan

mengambil/menirukan pikiran-pikiran, perilaku dan selera orang tersebut (Lazarus dan

Folkman 1985; Stuart dan Sundeen, 1995; Townsend 1996; Herawati 1999; dan

Keliat, 1999).

Mekanisme pertahanan ego lainnya yang dapat dilakukan adalah

intelektualisasi (intelectualization) yaitu penggunaan logika dan alasan yang

berlebihan untuk menghindari pengalaman yang mengganggu perasaannya; introjeksi

(Introjection) adalah suatu jenis identifikasi yang kuat dimana seseorang mengambil

dan melebur nilai-nilai dan kualitas seseorang atau suatu kelompok ke dalam struktur

egonya sendiri, merupakan hati nurani; isolasi merupakan proses pemisahan unsur

emosional dari suatu pikiran yang mengganggu dapat bersifat sementara atau

berjangka lama. Sementara itu proyeksi adalah pengalihan buah pikiran atau impuls

pada diri sendiri kepada orang lain terutama keinginan, perasaan emosional dan

motivasi yang tidak dapat ditoleransi (Lazarus dan Folkman 1985; Stuart dan

Sundeen, 1995; Townsend 1996; Herawati 1999; dan Keliat, 1999).

Rasionalisasi sebagai bentuk mekanisme lain dalam pertahanan ego adalah

mengemukakan penjelasan yang tampak logis dan dapat diterima masyarakat untuk

menghalalkan/membenarkan impuls, perasaan, perilaku, dan motif yang tidak dapat

diterima; reaksi formasi merupakan pengembangan sikap dan pola perilaku yang ia

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-sriningsih... · Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sejauh mana individu menilai

13

sadari, yang bertentangan dengan apa yang sebenarnya dirasakan atau ingin dilakukan;

regresi adalah kemunduran akibat stres terhadap perilaku dan merupakan ciri khas

dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini (Lazarus dan Folkman 1985; Stuart dan

Sundeen, 1995; Townsend 1996; Herawati 1999; dan Keliat, 1999).

Represi merupakan pengesampingan secara tidak sadar tentang pikiran, impuls

atau ingatan yang menyakitkan atau bertentangan, dari kesadaran seseorang;

merupakan pertahanan ego yang primer yang cenderung diperkuat oleh mekanisme

lain; pemisahan (splitting) adalah sikap mengelompokkan orang / keadaan hanya

sebagai semuanya baik atau semuanya buruk; kegagalan untuk memadukan nilai-nilai

positif dan negatif di dalam diri sendiri; sublimasi merupakan penerimaan suatu

sasaran pengganti yang mulia artinya dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang

mengalami halangan dalam penyalurannya secara normal; supresi adalah suatu proses

yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi sebetulnya merupakan analog

represi yang disadari; pengesampingan yang disengaja tentang suatu bahan dari

kesadaran seseorang; kadang-kadang dapat mengarah pada represi; dan undoing

merupakan tindakan / perilaku atau komunikasi yang menghapuskan sebagian dari

tindakan/ perilaku atau komunikasi sebelumnya; merupakan mekanisme pertahanan

primitif (Lazarus dan Folkman 1985; Stuart dan Sundeen, 1995; Townsend 1996;

Herawati 1999; dan Keliat, 1999).

C. Adaptasi (Mekanisme Penyesuaian Diri)

Ada beberapa pengertian tentang mekanisme penyesuaian diri. Gerungan (1996)

menyebutkan bahwa ”Penyesuaian diri” adalah mengubah diri sesuai dengan keadaan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-sriningsih... · Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sejauh mana individu menilai

14

lingkungan tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan diri).

Sementara Hardjana (1987) mendifinisikan penyesuaian diri sebagai usaha atau perilaku

yang tujuannya mengatasi kesulitan dan hambatan. Definisi lain tentang adaptasi atau

penyesuaian diri adalah pertahanan yang didapat sejak lahir atau diperoleh karena belajar

dari pengalaman untuk mengatasi stress. Adaptasi adalah proses dimana dimensi

fisiologis dan psikososial berubah dalam berespon terhadap stress. Karena banyak

stressor tidak dapat dihindari, promosi kesehatan sering difokuskan pada adaptasi

individu, keluarga atau komunitas terhadap stress.

Ada beberapa bentuk adaptasi. Adaptasi fisiologis memungkinkan homeostasis

fisiologis. Namun demikian mungkin terjadi proses yang serupa dalam dimensi

psikososial dan dimensi lainnya. Suatu proses adaptif terjadi ketika stimulus dari

lingkungan internal dan eksternal menyebabkan penyimpangan keseimbangan organisme.

Adaptasi adalah suatu upaya untuk mempertahankan fungsi yang optimal. Adaptasi

melibatkan refleks, mekanisme otomatis untuk perlindungan, mekanisme koping dan

idealnya dapat mengarah pada penyesuaian atau penguasaan situasi (Selye, 1976;

Monsen, Floyd dan Brookman, 1992).

Adaptasi merupakan hasil akhir dari upaya koping seseorang. Beradaptasi berarti

mendapatkan persepsi, perilaku dan lingkungan yang berubah sehingga tercapai

keseimbangan. Kemampuan adaptasi berbeda pada setiap orang. Pengalaman akan

mempengaruhi individu dalam beradapyasi dengan stressor yang dihadapi.

Respon fisiologis terhadap stres menurut Selye (1956) yaitu :

a. Local Adaptation Syndrom (LAS), dimana tubuh menghasilkan banyak respons

setempat terhadap stress. Respon setempat ini termasuk pembekuan darah dan

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-sriningsih... · Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sejauh mana individu menilai

15

penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya, dan umumnya responnya

berjangka pendek.

b. General Adaptation Syndrom (GAS) melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan

dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor. Reaksi psikologis “fight or flight”

dan reaksi fisiologis. Tanda fisik : curah jantung meningkat, peredaran darah cepat,

darah di perifer dan gastrointestinal mengalir ke kepala dan ekstremitas. Banyak organ

tubuh terpengaruh, gejala stress memengaruhi denyut nadi, ketegangan otot dan daya

tahan tubuh menurun

c. Fase Resistance (Melawan), dimana individu mencoba berbagai macam mekanisme

penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh

berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis sebelumnya kepada keadaan normal dan

tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab stress. Bila teratasi à gejala stress

menurun àtau normal

d. Fase Exhaustion (Kelelahan), merupakan fase perpanjangan stress yang belum dapat

tertanggulangi pada fase sebelumnya. Energi penyesuaian terkuras. Timbul gejala

penyesuaian diri terhadap lingkungan seperti sakit kepala, gangguan mental, penyakit

arteri koroner, dll. Bila usaha melawan tidak dapat lagi diusahakan, maka kelelahan

dapat mengakibatkan kematian.

D. Stres

1. Pengertian

Stres adalah sebagai suatu hubungan yang khas antar individu dan lingkungan

yang dinilai oleh individu tersebut sebagai suatu hal yang mengancam atau

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-sriningsih... · Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sejauh mana individu menilai

16

melampaui kemampuannya untuk mengatasimya sehingga membahayakan

kesejahteraannya (Lazarus dan Folkman, 1984). Stres menurut Maramis (1999)

adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri, dan karena itu, stres dapat

mengganggu keseimbangan kita. Sementara itu menurut Kelliat (1998), stres adalah

realitas kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari,disebabkan oleh perubahan

yang memerlukan penyesuaian. Hardjana (1994) mengartikan stres sebagai keadaan

atau kondisi yang tercipta bila transaksi seseorang yang mengalami stres dan hal yang

dianggap mendatangkan stres membuat orang yanng bersangkutan melihat

ketidaksesuaian antara keadaan atau kondisi dan sistem sumberdaya biologis,

psikologis dan sosial yang ada padanya.

Stres tidak terlepas darimana datangnya dan apa saja sumbernya. Sumber stres

atau yang disebut stresor adalah suatu keadaan, situasi objek atau individu yang dapat

menimbulkan stres Stres yang berasal dari dalam diri disebut internal sources dan

yang berasal dari luar disebut eksternal sources (Potter dan Perry, 1999).

Menurut Spielberger (2001), bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal

yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu

stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai

tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar

diri seseorang.

Stress merupakan keadaan dimana seseorang merasa tidak mampu atau lambat

dalam berespon menghadapi stresor, yang akan mengakibatkan perubahan pada

dirinya baik secara fisik maupun psikologis.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-sriningsih... · Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sejauh mana individu menilai

17

2. Gejala stres

Cooper dan Straw (1995) mengemukakan gejala stres Fisik, perilaku, dan

dalam bentuk watak. Bentuk gejala fisik oleh Cooper dan Straw (1995) ditandai

dengan adanya kerongkongan kering, tangan lembab, merasa panas, otot-otot tegang,

pencemaan terganggu, sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat

dan gelisah. Sementara dalam bentuk perilaku umumnya ditandai dengan perasaan

bingung, cemas dan sedih, jengkel, salah paham, tidak berdaya, tidak mampu berbuat

apa-apa, gelisah, gagal, kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir jemih,

sulit membuat kcputusan, hilangnya kreatifitas, hilangnya gairah dalam penampilan

dan hilangnya minat terhadap orang lain. Dalam bentuk gejala watak dan kebribadian

biasanya tanda yang dapat dilihat adalah sikap hati-hati menjadi cermat yang

berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi rawan, dan

penjengkel menjadi meledak-ledak (Cooper dan Straw, 1995).

Tidak berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Cooper dan Straw (1995)

adalah pendapat Braham dalam Handoyo (2001:68), dimana gejala stres dapat

dibedakan atas gejala fisik, emosional, intelektual, dan gejala interpersonal. Gejala

fisik ditandai dengan adanya sulit tidur atau tidur lidak teratur, sakit kepala, sulit

buang air besar, adanya gangguan pencemaan, radang usus, kuiit gatal-gatal,

punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan !eher terasa tegang, keringat

berlebihan, berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, dan

kehilangan energi. Sementara gejala stres yang bersifat emosional ditandai dengan

marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati

mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-sriningsih... · Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sejauh mana individu menilai

18

orang lain dan mudah bermusuhan serta mudah menyerang, dan kelesuan mental.

Braham sebagaimana dikutip oleh Handoyo (2001) menambahkan bahwa gejala stres

yang bersifat intelektual umumnya ditandai dengan mudah lupa, kacau pikirannya,

daya ingat menurun, sulit untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, dan

pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja. Sedangkan tanda stres yang bersifat

interpersonal adalah acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada orang lain

menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang mencari kesalahan orang

lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup din secara berlebihan, dan mudah

menyalahkan orang lain (Braham dalam Handoyo, 2001).

3. Faktor-faktor Penyebab Stres

Terdapat dua faktor penyebab atau sumber munculnya stres atau stres kerja, yaitu

faktor lingkungan kerja dan faktor personal (Dwiyanti, 2001). Faktor lingkungan

kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial di

lingkungan pekerjaan. Sedang faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, perisliwa

/ pengalaman pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga di mana pribadi

berada dan mengembangkan diri, maka faktor pribadi ditempatkan sebagai sumber

atau penyebab munculnya stres.

Secara umum faktor yang menyebabkan terjadinya stres oleh Dwiyanti (2001)

adalah akibat tidak adanya dukungan sosial, tidak adanya kesempatan berpartisipasi

dalam pembuatan keputusan, kondisi lingkungan kerja, manajemen yang tidak sehat,

tipe kepribadian, dan pengalaman pribadi.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-sriningsih... · Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sejauh mana individu menilai

19

Penyebab stres yang pertama menurut Dwiyanti (2001) yaitu tidak adanya

dukungan sosial diartikan bahwa stres akan cenderung muncul pada para individu

yang tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka. Dukungan sosial bisa

berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga. Banyak

kasus menunjukkan bahwa, individu yang mengalami stres kerja adalah mereka yang

tidak mendapat dukungan (khususnya moril) dari keluarga, seperti orang tua, mertua,

anak, teman dan semacamnya. Begitu juga ketika seseorang tidak memperoleh

dukungan dari rekan sejawatnya akan cenderung lebih mudah terkena stres. Hal ini

disebabkan oleh tidak adanya dukungan social yang menyebabkan ketidaknyamanan

menjalankan pekerjaan dan tugasnya.

Tidak adanya kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan sebagai

penyebab stres yang kedua menurut Dwiyanti (2001) berkaitan dengan hak dan

kewenangan seseorang dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya. Banyak orang

mengalami stres kerja ketika mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi

tanggung jawab dan kewcnangannya. Stres juga bisa terjadi ketika seorang tidak

dilibatkan dalam pembuatan keputusan yang menyangkut dirinya. Kondisi

lingkungan kerja juga dapat memicu terjadinya stres. Kondisi fisik ini bisa berupa

suhu yang terlalu panas, terlalu dingin, terlalu sesak, kurang cahaya, dan

semacamnya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang

dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin (Margiati,

1999)

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-sriningsih... · Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sejauh mana individu menilai

20

Manajemen yang tidak sehat diidentifikasi juga dapat mengakibatkan seseorang

mengalami stres. Banyak orang yang stres dalam pekerjaan ketika gaya

kepemimpinan para manajernya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin yang

sangat sensitif, tidak percaya orang lain (khususnya bawahan), perfeksionis, terlalu

mendramatisir suasana hati atau peristiwa sehingga mempengaruhi pembuatan

keputusan di tempat kerja. Situasi kerja atasan selalu mencurigai bawahan,

membesarkan peristiwa/kejadian yang semestinya sepele dan semacamnya, seseorang

akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang pada akhirnya akan menimbulkan

stres (http://lensakomunika.com).

Tipe kepribadian seseorang dapat juga memicu terjadinya stres. Seseorang dengan

kepribadian tipe A cenderung mengalami sires dibanding kepribadian tipe B.

Beberapa ciri kepribadian tipe A ini adalah sering merasa diburu-buru dalam

menjalankan pekerjaannya, tidak sabaran, konsentrasi pada lebih dari satu pekerjaan

pada waktu yang sama, cenderung tidak puas terhadap hidup (apa yang diraihnya),

cenderung berkompetisi dengan orang lain meskipun dalam situasi atau peristiwa

yang non kompetitif. Dengan begitu, bagi pihak perusahaan akan selalu mengalami

dilema kctika mengambil pegawai dengan kepribadian tipe A. Sebab, di satu sisi akan

memperoleh hasil yang bagus dan pekerjaan mereka, namun di sisi lain perusahaan

akan mendapatkan pegawai yang mendapat resiko serangan/sakit jantung

(http://lensakomunika.com).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-sriningsih... · Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sejauh mana individu menilai

21

Peristiwa / pengalaman pribadi dianggap dapat juga memicu terjadinya stres.

Stres kerja sering disebabkan pengalaman pribadi yang menyakitkan, kematian

pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit atau gagal sekolah, kehamilan tidak

diinginkan, peristiwa traumatis atau menghadapi masalah (pelanggaran) hukum.

Banyak kasus menunjukkan bahwa tingkat stres paling tinggi terjadi pada seseorang

yang ditinggal mati pasangannya, sementara yang paling rendah disebabkan oleh

perpindahan tempat tinggal. Disamping itu, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan

sehari-hari, kesepian, perasaan tidak aman,juga termasuk kategori ini. (Baron &

Greenberg dalam Margiati, 1999).

Davis dan Newstrom dalam Margiati (1999) stres kerja disebabkan tugas yang

terlalu banyak, terbatasnya waktu, kurang mendapatkan tanggungjawab, ambiguitas

peran, perbedaan nilai, frustasi, perubahan tipe pekerjaan, dan perubahan atau

konflik peran. Adanya tugas yang terlalu banyak memang tidak selalu menjadi

penyebab stres, namun akan menjadi sumber stres bila banyaknya tugas tidak

sebanding dengan kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia

bagi individu. Sementara terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan mampu

memicu terjadinya stres karena bila seseorang yang biasanya mempunyai

kemampuan menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya. Kemampuan

bcrkaitan dengan keahlian, pcngalaman, dan waktu yang dimiliki. Dalam kondisi

tertentu, pihak atasan seringkali memberikan tugas dengan waktu yang lerbatas.

Akibatnya, individu dikejar waktu untuk menyelesaikan tugas sesuai waktu yang

ditetapkan atasan .Kurang mendapat tanggungjawab yang memadai dapat

menyebabkan terjadinya stres pada seseorang terutama jika hal ini menyangkut

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-sriningsih... · Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sejauh mana individu menilai

22

dengan hak dan kewajiban. Sementara itu ambiguitas peran menjadi penyebab stres

bila seseorang agar menghasilkan performan yang baik, perlu mengetahui tujuan dari

pekerjaan, apa yang diharapkan untuk dikerjakan dan tanggungjawab dari pekerjaan

mereka. Saat tidak ada kepastian tentang definisi kerja dan apa yang diharapkan dari

pekerjaannya akan timbul ambiguitas peran .

Perbedaan nilai sebagai penyebab stres karena umumnya situasi ini biasanya

terjadi pada individu yang mempunyai prinsip yang berkaitan dengan profesi yang

digeluti maupun prinsip kemanusiaan yang dijunjung tinggi (altruisme). Kondisi

frustasi seseorang juga mampu memunculkan stres, dalam arti bila dalam lingkungan

kerja, perasaan frustrasi memang bisa disebabkan banyak faktor. Faktor yang diduga

berkaitan dengan frustrasi adalah, ketidakjelasan tugas dan wewenang serta

penilaian/evaluasi staf.. Perubahan tipe pekerjaan, khususnya jika hal terscbul tidak

umum juga mampu memicu terjadinya stres terutama situasi ini bisa timbul akibat

tugas atau pekerjaan yang tidak sesuai dengan keahlian. Konflik peran juga mampu

menimbulkan stres pada seseorang. Terdapat dua tipe umum konflik peran yaitu (a)

konflik peran intersender, dimana individu berhadapan dengan harapan organisasi

terhadapnya yang tidak konsisten dan tidak sesuai; (b) konflik peran intrasender,

konflik peran ini kebanyakan terjadi pada yang menduduki jabatan di dua struktur.

Akibatnya, jika masing-masing struktur memprioritaskan pekerjaan yang tidak sama,

akan berdampak pada individu yang berada pada posisi dibawahnya, terutama jika

mereka harus memilih salah satu alternatif.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-sriningsih... · Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sejauh mana individu menilai

23

Sumber stres yang menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal atau

yang menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu macam

pemicu tetapi dari beberapa pemicu stres. Sebagian besar dari waktu

manusia ditempat mereka bekerja. Lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang

besar terhadap kesehatan seseorang yang bekerja. Pemicu stres dipekerjaan berperan

besar terhadap kurang berfungsinya atau jatuh sakitnya seseorang yang bekerja.

Menurut Munandar (2001) faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres dalam

pekerjaan adalah:

1. faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan seperti tuntutan fisik misalnya faktor

kebisingan, dan faktor tugas mencakup kerja malam, beban kerja, dan resiko dan

bahaya.

2. faktor struktur dan iklim kelompok adalah terpusat pada sejauh mana individu

dapat berperan serta pada support sosial. Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam

pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku negatif.

Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan peningkatan produktivitas,

dan peningkatan taraf dari kesehatan mental dan fisik.

3. Faktor ciri-ciri individu sebagai faktor lainnya yang dapat memicu terjadinya

stres artinya stres ditentukan pula oleh individunya sendiri, sejauh mana ia melihat

situasinya sebagai kondisi stres. Reaksi-reaksi psikologis, fisiologis, dan dalam

bentuk perilaku terhadap stres adalah hasil dari interaksi situasi dengan individunya,

mcncakup ciri-ciri kepribadian yang khusus dan pola-pola perilaku yang didasarkan

pada sikap, kebutuhan, nilai-nilai, pengalaman masa lalu, keadaan kehidupan dan

kecakapan (antara lain inteligensi, pendidikan, pelatihan, pembelajaran). Faktor-

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-sriningsih... · Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sejauh mana individu menilai

24

faktor dalam diri individu berfungsi sebagai faktor pengaruh antara rangsang dari

lingkungan yang merupakan pembangkit stres potensial dengan individu. Faktor

pengubah ini yang menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap pembangkit

stres potensial (Davis dan Newstrom dalam Margiati, 1999).

4. Tahapan Stres

Seseorang yang stres akan mengalami beberapa tahapan stres. Menurut Amberg

(1979), sebagaimana dikemukakan oleh Dadang Hawari (2001) bahwa tahapan stres

adalah sebagai berikut:

a. Stres tahap pertama (paling ringan), yaitu stres yang disertai perasaan nafsu bekerja

yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa

memperhitungkan tenaga yang dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam.

b. Stres tahap kedua, yaitu stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi tidak

segar atau letih, cepat lelah pada saat menjelang sore, mudah lelah sesudah

makan, tidak dapat rileks, lambung dan perut tidak nyaman (bowel discomfort),

jantung berdebar, otot tengkuk dan punggung tegang. Hal tersebut karena

cadangan tenaga tidak memadai.

c. Stres tahap ketiga, yaitu tahapan stres dengan keluhan seperti defekasi tidak

teratur, otot semakin tegang, emosional, insomnia, mudah terjaga dan susah

tertidur lagi (middle insomnia), bangun terlalu pagi dan sulit tidur lagi (late

insomnia), koordinasi tubuh terganggu, akan jatuh pingsan.

d. Stres tahap keempat,, yaitu tahapan stres dngan keluhan, seperti tidak mampu

bekerja sepanjang hari, aktivitas pekerjaan terasa sulit dan menjenuhkan, respon

tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan pola tidur, sering menolak

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-sriningsih... · Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sejauh mana individu menilai

25

ajakan, konsebtrasi dan daya ingat menurun, serta timbul ketakutan dan

kecemasan.

e. Stres tahap kelima, yaitu tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan fisik dan

mental (physical and psychological exhaustion), ketidakmampuan menyelesaikan

pekerjaan yang sederhana dan ringan, gangguan pencernaan berat, meningkatnya

rasa takut dan cemas, bingung dan panik.

f. Stres tahap keenam (paling berat), yaitu tahapan stres dengan tanda- tanda, seperti

jantung berdebar keras, sesak napas, badan gemetar, dingin dan banyak keluar

keringat, lemah, serta pingsan.

Sementara menurut Holmes & Rehe (1976) dan Wiebe & Williams

(1992), tahapan stres dibagi menjadi tiga yaitu:

a. Stres ringan

Adalah stresor yang dihadapi seseorang secara teratur, kemacetan lalu lintas,

kritikan dari orang lain. Situasi ini biasanya berlangsung beberapa menit atau jam.

b. Stres sedang

Berlangsung lebih lama dari beberapa jam sampai beberapa hari, seperti

perselisihan dengan teman.

c. Stres berat

Adalah situasi kronis yang dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa

tahun, seperti perselisihan perkawanan terus menerus, penyakit fisik jangka

panjang.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-sriningsih... · Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sejauh mana individu menilai

26

Berdasarkan tahapan stress diatas, maka harus dipahami pula tentang bagaimana

cara mengatasi stress.

5. Cara Mengatasi Stres

Menurut Agus Hardjana (1994) ada 2 cara mengatasi stres yaitu:

a. Mengatasi secara negatif, seperti lari ke tempat- tempat hiburan (bioskop,

diskotik), minum- minuman keras, makan banyak, minum obat penenang,gelisah,

kacau pikiran, menghisap rokok berlebihan dan acuh tak acuh, menyalahkan

peristiwa dan menyimpan dendam.

b. Mengatasi stres secara positif

2) Tindakan langsung (direct action), berbuat yang nyata secara khusus dan

langsung, seperti meminta nasehat, mempelajari ilmu atau kecakapan baru

3) Mencari informasi dengan pengetahuan yang membuat stres sehingga dapat

mengetahui dan memahami situasi stres yang dialami.

4) Berpaling pada orang lain. Misal orang tua, saudara, sahabat.

5) Menerima dengan pasrah, yaitu berusaha menerima peristiwa atau keadaan

apa adanya, karena dengan cara apapun kita tidak dapat mengubah sumber

penyebab stressnya, kita hanya bisa melepaskan emosi dan mengurangi

ketegangan seperti menangis, berteriak atau melucu, bisa juga melakukan

tindakan meloncat- loncat, memukul- mukul meja atau berjalan keluar rumah

untuk menghirup udara segar

6) Proses interpsikis yaitu dengan memanfaatkan strategi kognitif atau usaha

pemahaman untuk menilai kembali situasi stres yang dialami, berupa strategi

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-sriningsih... · Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sejauh mana individu menilai

27

merumuskan kembali secara kognitif bentuk lain dari proses intrapsikis adalah

apa yang disebut oleh Sigmund Frued yaitu mekanisme pertahanan (defence

mechanisme), denial (penyangkalan), penekanan (suppresi).

E. Program Pendidikan Ners

Hasil Lokakarya Nasional dalam bidang keperawatan tahun 1983 telah menghasilkan

kesepakatan nasional secara konseptul yang mengakui keperawatan di Indonesia sebagai

profesi, mencakup pengertian, pelayanan keperawatan sebagai profesional dan

pendidikan keperawatan sebagai pendidikan profesi (profesional education). Sesuai

dengan hakikatnya sebagai pendidikan profesi, maka kurikulum pendidikan tinggi

keperawatan disusun berdasarkan pada kerangka konsep pendidikan yang kokoh, yang

mencakup: penguasaan IPTEK keperawatan, menyelesaikan masalah secara ilmiah, sikap

tingkah laku dan kemampuan profesional, belajar mandiri serta belajar dimasyarakat.

AIPNI dan PPNI (2006) telah menyepakati Standar Kompetensi Ners dan penetapan

kurikulum inti. Kurikulum inti yang disepakati dan berlaku secara Nasional adalah 60%

(87 SKS) dari 144 SKS untuk program akademik dan 25 SKS untuk program profesi.

Program alih jenjang (dari D-III ke Ners) untuk akademik antara 60- 70 SKS dan profesi

25 SKS.

Program pendidikan Ners menghasilkan Sarjana keperawatan dan profesional (Ners=

First Professional Degree) dengan sikap, tingkah laku, dan kemampuan profesional, serta

akuntabel untuk melaksanakan asuhan / praktik keperawatan dasar secara mandiri.

Program pendidikan Ners memiliki landasan keilmuan yang kokoh dan landasan

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-sriningsih... · Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sejauh mana individu menilai

28

keprofesian yang mantap sesuai dengan sifatnya sebagai pendidikan profesi (Nursalam,

2008).

Program pendidikan tahap profesi di Indonesia dikenal dengan pengajaran klinik dan

lapangan, yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

menerapkan ilmu yang dipelajari di kelas (pada tahap akademik) ke praktik

klinik.Pengalaman belajar klinik (PBK) dan pengalaman belajar lapangan (PBK) adalah

suatu proses transformasi mahasiswa menjadi seorang perawat profesional yang memberi

kesempatan mahasiswa untuk beradaptasi dengan perannya sebagai perawat profesional

dalam melaksanakan praktik keperawatan profesional disituasi nyata pada pelayanan

kesehatan klinik atau komunitas dengan melaksanakan asuhan keperawatan dengan

benar, menerapkan pendekatan proses keperawatan, menampilkan sikap profesional dan

menerapkan ketrampilan profesional (Nursalam, 2008).

Metode pembelajaran klinik / lapangan menurut Nursalam (2008) yang digunakan

adalah eksprensial, konferensi, observasi, ronde keperawatn dan bed side teaching.

1. Metode Eksprensial

Kegunaan dari metode ini adalah:

a. Membantu menganalisis situasi klinik melalui proses identifikasi masalah.

b. Menentukan tindakan yang akan diambil.

c. Mengimplementasikan pengetahuan kedalam masalah klinik.

d. Menekankan hubungan antara pengalaman belajar yang lalu dengan pengalaman

terhadap masa lalu.

e. Berasal dari kognitif yang dipadukan dengan teori proses informasi dan teori

pengambilan keputusan.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-sriningsih... · Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sejauh mana individu menilai

29

f. Kegiatan pada metode ini meliputi: situasi penyelesaian masalah, membantu

peserta didik meningkatkan sikap profesional dan mampu menerapkan konseptual

keperawatan dalam kurikulum berdasarkan masalah aktual. Peserta didik

melakukan pengujian data, mengidentifikasi alternatif tindakan, penentuan

prioritas tindakan, pembuatan keputusan.

2. Konferensi

a. Dirancang melalui diskusi kelompok

b. Memberi kesempatan mengemukakan pendapat dalam menyelesaikan masalah.

c. Menerima umpan balik dari kelompok atau pengajar.

d. Memberi kesempatan terjadinya peer review, diskusi kepedulian, isu, dan

penyelesaian masalah oleh disiplin ilmu lain.

e. Berinteraksi dan menggunakan orang lain sebagai nara sumber

f. Meningkatkan kemampuan memformulasikan ide.

3. Observasi

Manfaat metode ini adalah mendapatkan pengalaman/ contoh nyata dan

mengembangkan perilaku baru untuk pembelajaran masa mendatang. Untuk kegiatannya

meliputi: observasi lapangan, demonstrasi dan ronde keperawatan.

4. Ronde keperawatan

Karakteristik metode ini adalah: klien dilibatkan langsung, klien merupakan fokus

kegiatan peserta didik, peserta didik dan pembimbing melakukan diskusi, pembimbing

memfasilitasi kreativitas peserta didik serta pembimbing klinik membantu

mengembangkan kemampuan peserta didik untuk meningkatkan kemampuan dalam

mengatasi masalah.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-sriningsih... · Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sejauh mana individu menilai

30

5. bed side teaching

Merupakan metode mengajar peserta didik yang dilakukan disamping tempat tidur

klien, meliputi kegiatan mempelajari kondisi klien dan asuhan keperawatan yang

dibutuhkan oleh klien.

Menurut Buku Panduan Praktek Profesi UNIMUS 2009 Program Studi SI

Keperawatan Program A, adalah Progran profesi ners reguler diikuti oleh mahasiswa

yang berasal dari SMA yang telah menyelesaikan program akademik dipendidikan

keperawatan. Program ners adalah program yang harus ditempuh setelah mahasiswa

menyelesaikan program akademik. Pada program profesi pembelajarannya lebih

ditekankan pada pelaksanaan praktek klinik baik di tatanan klinik maupun komunitas

Pembelajaran klinik merupakan wadah untuk mahasiswa dalam mengaplikasikan

asuhan keperawatan terhadap klien, sesuai dengan ilmu yang diperoleh dikelas dan

memodifikasi kondisi situasional dilapangan dan menganalisa kritis sehingga

mendapatkan perpaduan yang sempurna dalam memberikan asuhan keperawatan pada

klien di rumah sakit sesuai sumber daya sarana dan prasarana.

Tujuan dari pembelajaran profesi adalah mahasiswa mendapatkan pengalaman yang

nyata dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap klien sehat dan sakit sesuai

tujuan, mengaplikasikan bentuk asuhan keperawatan dengan critical thinking yang sesuai

dengan sumber daya, sarana dan prasarana yang ada dilahan praktek sesuai dengan tujuan

mata ajar, dan mengaplikasikan tampilan sosok dan sikap perawat profesional.

Mahasiswa yang diperkenankan mengikuti program profesi adalah mahasiswa

semester IX Program Studi Sarjana Keperawatan FIKKES UNIMUS yang telah

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-sriningsih... · Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sejauh mana individu menilai

31

menyelesaikan program sarjana (S.Kep) yang telah menempuh beban studi selama tiga

semester dan telah menyelesaikan SKS sarjana keperawatan.

Pelaksanaan program studi ditempuh selama 1 tahun dengan total SKS kelas regular

sebesar 27 SKS. Mahasiswa tetap dinas meskipun libur nasional dan melakukan praktek

selama 7- 8 jam setiap hari, serta pengaturan shif putaran dinas diatur oleh Clinical

Intructure atau pihak yang berwenang sesuai aturan yang berlaku dilahan praktek

Adapun mata ajar yang terpadu dalam wadah program profesi adalah Ketrampilan

Dasar Profesi dengan beban 2 SKS, Keperawatan Medical Bedah dengan beban 5 SKS,

Keperawatan Anak dengan beban 3 SKS, Keperawatan Maternitas dengan beban 3 SKS,

Keperawatan jiwa dengan beban 3 SKS, Keperawatan gerontik dengan beban 2 SKS,

Keperawatan gawat darurat dengan beban 3 SKS, Keperawatan keluarga dengan beban 2

SKS, Keperawatan Komunitas dengan beban 2 SKS, dan Management Keperawatan

dengan beban 2 SKS.

Proses evaluasi yang wajib dilalui oleh mahasiswa program profesi adalah melalui

penilaian Presensi (5%), PANUM (5%), Ujian Stage (50%), Laporan dan seminar

kelompok (20%), dan Laporan Individu (20%).

Ketentuan Umum bagi mahasiswa program profesi kelas regular adalah mahasiswa

wajib mengikuti Kepanitriaan Umum sesuai jadwal yang telah ditetapkan, mahasiswa

wajib mengikuti ujian kepanitriaan umum dengan metode ujian OSCA, presensi

mahasiswa wajib hadir 100%, dengan ketentuan bila absent tanpa keterangan wajib

mengganti 2x jam yang ditinggalkan. Bila ijin mengganti sesuai dengan hari yang

ditinggalkan, mahasiswa wajib mengikuti penugasan mata ajar profesi terkait, dengan

mendapatkan sanksi bila tidak menyelesaikan. Sanksi sesuai dengan mata ajar terkait,

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-sriningsih... · Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sejauh mana individu menilai

32

Seragam mahasiswa menggunakan seragam sesuai surat edaran resmi dari akademi,

yaitu: seragam klinik / RS putih-putih dengan sepatu putih, seragam

dikomunitas/lapangan atas putih bawah coklat sepatu hitam. Mengenakan atribut lengkap

nama dan kartu tanda praktikan yang dikeluarkan resmi sesuai lahan praktek

D. Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka teori penelitian

Sumber : Dwiyanti (2001); Departemen Tenaga Kerja RI (1999); Stuart dan Sunden (1995)

E. Kerangka Konsep

Mekanisme koping: 1. Mecari dukungan 2. Distraksi 3. Menerima 4. Menjaga masalah

sendiri

Faktor- factor yang mempengaruhi mekanisme koping:

1. Kepribadian individu 2. Kecakapan individu 3. Dukungan sosial 4. Umur

Adaftif Maladaftif

Factor penyebab stress: - Lingkungan kerja - Kondisi personal

Stres

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-sriningsih... · Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sejauh mana individu menilai

33

Berdasarkan uraian pada tinjauan teori maka dapatdisusun kerangka konsep sebagai

berikut:

Variabel independen Variabel dependen

Diagram 2. Kerangka konsep penelitian

F. Variabel Penelitian

Variabel bebas (independent variable) dalam penelitian ini adalah tingkat stres pada

mahasiswa program Ners, dan variabel terikat (dependent variable) adalah mekanisme

koping.

G. Hipotesis Penelitian

Ada hubungan antara tingkat stres dengan mekanisme koping mahasiswa progeam Ners

Regular FIKKES UNIMUS.

Tingkat Stres Mahasiswa Program

Ners

MEKANISME KOPIMG