BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENANAMAN MODAL … Bab II...proses globalisasi dan khususnya...

34
20 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENANAMAN MODAL ASING DAN KONSEP ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI ARBITRASE 2.1 Penanaman Modal Asing Penanaman modal merupakan sektor utama yang sangat mempengaruhi negara-negara di dunia untuk menggerakkan roda perekonomian negara. Penanaman modal asing dapat berperan dalam pembangunan ekonomi, meningkatkan produksi, memberi perluasan kesempatan kerja, mengolah sumber-sumber potensi ekonomi di dalam negeri. Penanaman modal asing diharapkan dapat pula ikut berperan dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat dan pembangunan ekonomi pada umumnya. Penanaman modal asing juga dipandang sebagai bidang yang sangat menguntungkan bagi negara tuan rumah (host state), karena dengan adanya penanaman modal asing ini, negara penerima modal asing dapat menjamin dan mengalihkan modal dalam negeri yang tersedia untuk digunakan bagi kepentingan publik. 1 Penanaman modal asing ke negara sedang berkembang pada prinsipnya bersangkutan dengan tiga hal pokok yaitu ekonomi, politis dan hukum. Tiga faktor tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap masuknya modal asing ke suatu negara. Dalam praktik masuknya penanaman modal asing ke suatu negara dengan 1 M. Somarajah, 1994, The International Law on Foreign Investment, Cambridge U.P, Cambridge, hlm. 5.

Transcript of BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENANAMAN MODAL … Bab II...proses globalisasi dan khususnya...

20

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI PENANAMAN MODAL ASING DAN

KONSEP ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI

ARBITRASE

2.1 Penanaman Modal Asing

Penanaman modal merupakan sektor utama yang sangat mempengaruhi

negara-negara di dunia untuk menggerakkan roda perekonomian negara. Penanaman

modal asing dapat berperan dalam pembangunan ekonomi, meningkatkan produksi,

memberi perluasan kesempatan kerja, mengolah sumber-sumber potensi ekonomi di

dalam negeri. Penanaman modal asing diharapkan dapat pula ikut berperan dalam

meningkatkan taraf hidup masyarakat dan pembangunan ekonomi pada umumnya.

Penanaman modal asing juga dipandang sebagai bidang yang sangat menguntungkan

bagi negara tuan rumah (host state), karena dengan adanya penanaman modal asing

ini, negara penerima modal asing dapat menjamin dan mengalihkan modal dalam

negeri yang tersedia untuk digunakan bagi kepentingan publik.1

Penanaman modal asing ke negara sedang berkembang pada prinsipnya

bersangkutan dengan tiga hal pokok yaitu ekonomi, politis dan hukum. Tiga faktor

tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap masuknya modal asing ke suatu negara.

Dalam praktik masuknya penanaman modal asing ke suatu negara dengan

1 M. Somarajah, 1994, The International Law on Foreign Investment, Cambridge U.P, Cambridge,

hlm. 5.

21

perhitungan ekonomis saja kadang dapat mudah dilakukan, tetapi aspek politik dan

hukum sebenarnya yang memegang peranan penting dalam efektivitas operasi modal

asing tersebut. Bagi negara sedang berkembang, hal ini disebabkan usaha menarik

modal asing ke negaranya termasuk dalam bagian dari pada rencana pembangunan

ekonomi negara tersebut.2

Kegiatan penanaman modal asing dari negara maju ke negara berkembang

sebagian besar dilakukan oleh perusahaan multinasional (multinational

Corporations). Dalam melakukan kegiatannya, perusahaan multinasional

menanamkan modalnya melalui pendirian cabang perusahaan, anak perusahaan,

usaha patungan (mayoritas atau minoritas), dan mempunyai afiliasi terbesar di

berbagai negara. Penanaman modal asing langsung dari perusahaan multinasional

dianggap sebagai strategi yang paling tepat untuk meningkatkan pembangunan

ekonomi daripada pinjaman luar negeri atau pembelian lisensi, kontrak manajemen

dan sebagainya yang harus dicari sendiri oleh perusahaan dalam negeri3

Perusahaan multinasional merupakan pendorong atau pencetus utama di balik

globalisasi. Melalui kegiatan produksinya, perdagangan dan penanaman modal,

perusahaan multinasional menyatukan negara-negara ke dalam suatu pasar global.

Perusahaan multinasional menguasai dan mengontrol serta mengawasi bahan-bahan,

akses pasar dan perkembangan teknologi baru serta perusahaan multinasional ini juga

2 Sumantoro, 1984, Bunga Rampai Permasalahan Penanaman Modal dan Pasar Modal,

Binacipta, Bandung, hlm. 29.

3 Albert Widjaya, 1982, Impak Kegiatan Perusahaan Multinasional Terhadap Keadaan Sosial dan

Politk di Indonesia, Binacipta, Bandung, hlm. 221.

22

mempunyai kemampuan untuk menghasilkan keuntungan yang sangat besar bagi

pengurangan kemiskinan di dunia.

Kebanyakan pemerintah dan institusi keuangan internasional menyatakan

bahwa penanaman modal yang dilakukan oleh perusahaan multinasional dipandang

sebagai salah satu kunci suksesnya integrasi menuju ekonomi global. Upaya-upaya

yang dilakukan pemerintah negara berkembang untuk menarik penanaman modal

asing dari perusahaan multinasional melalui liberalisasi, kelonggaran pajak,

menguatkan hak-hak penanam modal (investor) telah menjadi salah satu

kebijaksanaan pembangunan di negara-negara berkembang. Pemerintah negara

berkembang termasuk Indonesia berusaha menarik perusahaan multinasional untuk

menanamkan modalnya karena aset-aset yang dipunyai oleh perusahaan

multinasional seperti modal, teknologi dan skill.4

Perusahaan multinasional merupakan perusahaan yang sangat penting secara

ekonomi, politik dan sosial yang mempengaruhi ekonomi dunia dalam beberapa

dekade hingga sekarang. Perusahaan multinasional secara historis juga mempunyai

peranan yang penting dalam perkembangan kebijakan internasional bagi penanaman

modal asing, khususnya penanaman modal asing langsung, misalnya dalam

pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan dalam perundingan-

4 Oxfam, 2002, Make Trade Fair, Riggeds Rules and Double Standards, Novid Oxfarm

Netherlands, Den Haag, hlm. 175.

23

perundingan pada perjanjian-perjanjian tambahan dalam WTO mengenai ketentuan

yang berkenaan dengan penanaman modal asing secara langsung.

Perdagangan, penanaman modal, perusahaan multinasional dan kebijakan

rezim internasional merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam

proses globalisasi dan khususnya liberalisasi di bidang perdagangan dan penanaman

modal. Aktor utama dalam ekonomi global adalah perusahaan multinasional yang ada

di seluruh negara, yang merupakan perwujudan tertinggi dari kebebasan pasar yang

memperlihatkan kemampuan superiornya untuk menghasilkan paduan yang paling

efisien antara lain lahan, pekerja, modal dan teknologi.

2.1.1 Pengertian Penanaman Modal Asing

Penanaman modal asing merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh

pihak asing dalam rangka menanamkan modalnya disuatu negara dengan tujuan

untuk mendapatkan laba melalui penciptaan suatu produksi atau jasa. Undang-

undang nomor 11 tahun 1970 tentang Penanaman Modal Asing menyebutkan

bahwa, pengertian penanaman modal dalam undang-undang ini hanyalah meliputi

penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau

berdasarkan ketentuan-ketentuan undang-undang ini dan yang digunakan untuk

menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam artian bahwa pemilik modal secara

24

langsung menanggung resiko dari penanaman modal tersebut. Sedangkan

pengertian modal asing dalam undang-undang tersebut adalah:5

a) Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan

devisa Indonesia, yang dengan persetujuan pemerintah digunakan untuk

pembiayaan perusahaan di Indonesia.

b) Alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan baru milik

orang asing dan bahan-bahan, yang dimasukkan dari luar ke dalam

wilayah Indonesia, selama alat-alat tersebut tidak dibiayai dari kekayaan

devisa Indonesia.

c) Bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan undang-undang ini

keuntungan yang diperkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan untuk

membiayai perusahaan di Indonesia.

Aliran modal dari suatu negara ke negara lainnya bertujuan untuk

memperoleh pendapatan yang lebih tinggi, yang lebih produktif dan juga sebagai

diversifikasi usaha. Hasil yang diharapkan dari aliran modal internasional adalah

meningkatnya output dan kesejahteraan dunia. Disamping peningkatan income

dan output, keuntungan bagi negara tujuan dari aliran modal asing adalah:6

5 Angelinasinaga, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri, 13 Mei 2013,

URL: https://angelinasinaga.wordpress.com/2013/05/31/penanaman-modal-asing-dan-penanaman-

modal-dalam-negeri/, diakses pada tanggal 20 Maret 2015.

6 Ibid.

25

a) Investasi asing membawa teknologi yang lebih mutakhir. Besar kecilnya

keuntungan bagi negara tujuan tergantung pada kemungkinan penyebaran

teknologi yang bebas bagi perusahaan.

b) Investasi asing meningkatkan kompetisi di negara tujuan. Masuknya

perusahaan baru dalam sektor yang tidak diperdagangkan (non tradable

sector) meningkatkan output industri dan menurunkan harga domestik,

sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan.

c) Investasi asing dapat berperan dalam mengatasi kesenjangan nilai

tukar dengan negara tujuan (investment gap).

Investasi asing di Indonesia dapat dilakukan dalam dua bentuk investasi, yaitu

1. Investasi Portofolio

Investasi portofolio dilakukan melalui pasar modal dengan

instrumen surat berharga seperti saham dan obligasi. Dalam investasi

portofolio, dana yang masuk ke perusahaan yang menerbitkan surat

berharga (emiten), belum tentu membuka lapangan kerja baru. Sekalipun

ada emiten yang setelah mendapat dana dari pasar modal untuk

memperluas usahanya atau membuka usaha baru, hal ini berarti pula

membuka lapangan kerja. Tidak sedikit pula dana yang masuk ke emiten

hanya untuk memperkuat struktur modal atau mungkin malah untuk

26

membayar hutang bank. Selain itu, dalam proses ini tidak terjadi alih

teknologi atau alih keterampilan manajemen

2. Investasi Langsung

Investasi langsung atau disebut juga dengan penanaman modal

asing (PMA) merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun,

membeli total atau mengakuisisi perusahaan. Penanaman modal asing

(PMA) atau Foreign direct investment (FDI) lebih banyak mempunyai

kelebihan. Selain sifatnya yang permanen/ jangka panjang, penanaman

modal asing memberi andil dalam alih teknologi, alih keterampilan

manajemen dan membuka lapangan kerja baru. Lapangan kerja ini penting

diperhatikan, mengingat bahwa masalah menyediakan lapangan kerja

merupakan masalah yang cukup memusingkan pemerintah.

Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman

Modal memberikan pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan

penanaman modal dalam negeri, penanaman modal asing dan modal asing.

Pengertian-pengertian ini terdapat dalam Bab 1 Pasal 1 ayat (1) yang

menyatakan bahwa penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan

penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk

melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia. sedangkan yang

dimaksud dengan penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam

27

modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang

dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal

dalam negeri.7

Sedangkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007

memberi pengertian penanaman modal asing sebagai kegiatan menanam

modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang

dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing

sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanaman modal dalam

negeri.

Penanaman modal asing ini dapat dilakukan baik oleh perorangan

warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang

melakukan penanaman modal di wilayah Negara Republik Indonesia.8 adapun

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 memberikan pengertian apa yang

dimaksud dengan modal yaitu asset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang

bukan uang yang dimiliki oleh penanaman modal yang mempunyai nilai

ekonomis.9 Sedangkan modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara

asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum

7 Lihat Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

8 Lihat Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

9 Lihat Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

28

asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya

dimiliki oleh pihak asing.10

Batasan penanaman modal asing adalah perseorangan negara asing,

badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman

modal di wilayah Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 25

tahun 2007 tidak memperinci bidang apa yang diperbolehkan bagi penanaman

modal asing langsung. Pasal 2 menyatakan bahwa ketentuan dalam undang-

undang ini berlaku bagi penanaman modal di semua sektor di wilayah Negara

Republik Indonesia. dalam penjelasan Pasal 2 tersebut dikatakan bahwa yang

dimaksud dengan penanaman modal di semua sektor di wilayah Negara

Republik Indonesia adalah penanaman modal langsung dan tidak termasuk

penanaman modal tidak langsung atau portofolio.

Dari hal tersebut di atas, terlihat bahwa Undang-undang ini hanya

mengatur penanaman modal asing yang dilakukan secara langsung.

Sedangkan mengenai bidang-bidang usaha tidak terdapat dalam Undang-

undang ini, tetapi terdapat dalam peraturan pelaksanaan yang berupa

Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang kriteria dan persyaratan

penyusunan bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka

dengan persyaratan di bidang penanaman modal dan Peraturan Presiden RI

10 Lihat Pasal 1 ayat (8) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

29

Nomor 77 tahun 2007 tentang Daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang

usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal serta

Peraturan Presiden RI Nomor 111 tahun 2007 tentang perubahan terhadap

Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007.

Mengenai penanaman modal asing langsung, terdapat 3 komponen

yang berbeda, yaitu:11

1. Kepemilikan modal (equity capital) yaitu pembelian sejumlah saham dari

suatu perusahaan oleh penanaman modal asing di suatu negara selain di

negaranya;

2. Penanaman modal kembali di negara tempat modal ditanam yang berasal

dari keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan penanam modal asing

yang seharusnya modal tersebut dikembalikan ke negara asal modal

(reinvested earning). Hal ini biasanya dilakukan oleh anak perusahaan

yang berada di negara tersebut;

3. Pinjaman antar perusahaan (intracompany loans) yaitu peminjaman

sejumlah modal baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang yang

dilakukan di lingkungan intern dari perusahaan tersebut antara induk

perusahaan dan anak perusahaan.

11 Peter Malanczuk, 2008, International Law Provisions for the Protection of Foreign Investment,

Public Lecture on Public International Law, State University of Padjajaran, Bandung, hlm. 4. Dalam

An An Chandrawulan, 2011, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum Perdagangan

Internasional dan Hukum Penanaman Modal, P.T. Alumni, Bandung, hlm. 41.

30

2.1.2 Teori Penanaman Modal Asing

Hal yang penting dalam perkembangan penanaman modal asing

adalah perkembangan dari banyaknya teori-teori yag mencoba menjelaskan

mengapa perusahaan penanaman modal menjadi isu utama dalam penanaman

modal asing, mengapa perusahaan multinasional atau penanaman modal

memilih satu dari beberapa negara yang dijadikan lokasi bagi aktivitas bisnis

dan penanaman modal dan mengapa mereka menggunakan satu model khusus

untuk masuk ke suatu negara penerima modal.

Teori-teori ini juga menjelaskan mengapa beberapa negara lebih

berhasil dibandingkan negara lain dalam menarik penanaman modal asing

masuk ke negaranya. Teori-teori ini telah berperan penting dalam

pembentukan rezim hukum penanaman modal asing baik secara nasional

maupun internasional.

Sornarajah mengembangkan The Middle Path Theory atau teori jalan

tengah. Teori ini berupaya mendamaikan adanya poliniasi dua teori yang

saling bersilang, yaitu teori klasik yang berpendapat bahwa semua penanaman

modal asing baik sifatnya dan teori yang kedua yaitu teori ketergantungan

31

yang beranggapan bahwa semua penanaman modal asing bersifat

membahayakan.12

Muchammad Zaidun dalam orasi ilmiahnya, mengemukakan teori-

teori yang berkaitan dengan kepentingan negara dalam bidang investasi,

tinjauannya adalah dari sudut pandang kepentingan pembangunan ekonomi,

yaitu melihat segi kepentingan ekonomi yang menjadi dasar pertimbangan

perumusan kebijakan, lazimnya meminjam teori-teori ekonomi pembangunan

sebagai dasar pijakan kebijakan hukum investasi yang cukup populer, antara

lain:13

1. Teori Klasik dan Neo Klasik (The Classical and Neo Classical Theory

on Foreign Investment)

Teori ekonomi klasik dalam penanaman modal asing

menyatakan bahwa penanaman modal asing secara keseluruhan

menguntungkan ekonomi negara penerima modal. Terdapat beberapa

faktor yang mendukung pandangan teori klasik dan neo klasik, yaitu:

Pertama, merupakan fakta bahwa modal asing yang dibawa ke

negara pemilik modal menjamin bahwa modal nasional/domestic yang

12 M. Sornarajah, 2010, The International Law on Foreign Investment, Cambridge University

Press, Cambridge USA, hlm. 45.

13 Ardiansyah, Teori-Teori Hukum Investasi dan Penanaman Modal, 26 Juni 2014, URL:

https://customslawyer.wordpress.com/2014/06/26/teori-teori-hukum-investasi-dan-penanaman-modal/,

diakses pada tanggal 20 Maret 2015.

32

tersedia dapat digunakan untuk kepentingan pembangunan dan

kepentingan masyarakat. Masuknya modal dan penanaman modal

asing kembali oleh penanaman modal asing yang berasal dari

keuntungan yang tidak dikembalikan ke negaranya, akan

meningkatkan tabungan dari negara penerima modal. Penghasilan

pemerintah melalui pajak meningkat dan pembayaran-pembayaran lain

juga akan meningkat. Lebih jauh lagi, modal asing yang masuk ke

negara penerima modal mengurangi pembatasan neraca pembayaran

dari negara penerima modal. Secara umum, penanaman modal

meningkatkan aktivitas ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.14

Kedua, Penanaman modal asing biasanya membawa serta

teknologi yang terdapat di negara pemilik modal dan menyebarkan

teknologi tersebut di dalam negara penerima modal.

Ketiga, dengan masuknya modal asing berarti terciptanya

lapangan baru. Tanpa penanaman modal asing kesempatan untuk

bekerja tidak akan didapat.

Keempat, pekerja-pekerja yang dipekerjakan pada perusahaan

penanaman modal asing akan mendapatkan keahlian sehubungan

dengan teknologi yang dibawa dan diperkenalkan oleh penanam modal

14 Ibid, hlm. 51.

33

asing. Keahlian dalam bidang manajemen dari proyek-proyek besar

akan beralih kepada tenaga ahli lokal.

Kelima, fasilitas-fasilitas infrastruktur akan dibangun baik oleh

pemerintah maupun perusahaan penanaman modal asing dan semua

fasilitas seperti transportasi, kesehatan, pendidikan yang

diperuntukkan bagi penanaman modal asing akan juga bermanfaat

bagi masyarakat secara keseluruhan.

Pendapat yang sangat mendasar dari teori neo-klasik adalah

bahwa penanaman modal asing khsusnya negara berkembang,

memainkan peran sebagai tutor. Penanaman modal asing

menggantikan fungsi produksi yang lebih rendah di negara industri

yang masuk melalui alih teknologi, keahlian manajemen dan

pemasaran, informasi pasar, pengalaman organisasi, penemuan-

penemuan produk baru dan teknik produksi, serta pelatihan-pelatihan

pekerja, khusunya perusahaan multinasional yang dianggap sebagai

agen yang berguna bagi pengalihan teknologi dan ilmu pengetahuan.15

Pendukung dari teori neo-klasik ini lebih jauh lagi berpendapat

bahwa penanaman modal asing meningkatkan persaingan di bidang

industri dengan pengembangan produktivitas. Penanaman modal asing

15 An An Chandrawulan, 2011, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum

Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal, P.T. Alumni, Bandung, hlm. 58.

34

juga memperluas pasar bagi produsen negara penerima modal untuk

memasarkan barang-barangnya ke pasaran dunia, membawa pada

persaingan yang lebih besar dan kesempatan untuk pengalihan

teknologi.16

Teori neo-klasik telah memainkan peranan yang sangat penting

dalam mempengaruhi prinsip dasar dari hukum internasional dalam

bidang penanaman modal asing. Kebanyakan perjanjian bilateral di

bidang penanaman modal di antara negara-negara percaya bahwa

masuknya penanaman modal asing akan mendorong pembangunan

ekonomi dan membawa kemakmuran ekonomi negara mereka.17

2. Teori Kebergantungan (The Dependency Theory)

Teori ini didasari oleh banyaknya penanaman modal asing

yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional yang

berkantor pusat di negara maju dan beroperasi melalui anak-anak

perusahaannya di negara berkembang. Teori ini menyatakan bahwa

perusahaan multinasional dalam menanamkan modalnya di negara

berkembang dengan kebijakan global hanyalah untuk kepentingan

induk perusahaan dan pemilik saham dari perusahaan multinasional

tersebut yang berada di negara penanam modal. Negara pemilik modal

16 Ibid.

17 Ibid, hlm 58-59.

35

menjadi sentral ekonomi di dunia, sedangkan negara-negara

berkembang melayani kepentingan dari negara pemilik modal.

Pembangunan menjadi tidak mungkin dalam suatu negara berkembang

sebagai pelaku ekonomi yang tidak penting kecuali dapat mengubah

situasi dengan negara berkembang menjadi pusat ekonomi melalui

penanaman modal asing.18

Menurut teori kebergantungan, penanaman modal asing di

negara berkembang tidak menghasilkan pembangunan ekonomi yang

berarti. Penanaman modal asing menahan pertumbuhan ekonomi dan

kenaikan pemasukan di negara penerima modal. 19 Perkembangan

ekonomi negara berkembang dirasakan lamban karena berbagai

alasan.

Pertama, penanaman modal asing langsung yang banyak

dilakukan oleh perusahaan multinasional biasanya menegakkan

kebijakan global bagi kepentingan negara-negara maju yang kantor

pusat dan pemilik sahamnya berada di negara pemilik modal. Negara

pemilik modal dari penanaman modal asing menjadi pusat ekonomi

negara penerima modal hanya sebagai pelayan ekonomi yang tidak

penting bagi pusat ekonomi

18 M. Sornarajah, Op.cit., hlm. 57.

19 Ibid, hlm. 43.

36

Kedua, masuknya atau mengalirnya modal ke negara

berkembang, terdapat ketentuan bahwa modal yang ditanam dan

keuntungan yang diperoleh di negara penerima modal asing dapat

dikembalikan ke negaranya. Berdasarkan ketentuan ini, dalam praktik

penanaman modal asing mengembalikan baik modal asal maupun

keuntungan dua kali lipat dari modal yang mereka bawa.

Ketiga, penanaman modal asing menggunakan kekayaan alam

tanpa memerhatikan kepentingan dan kebutuhan setempat, sebagai

akibatnya mereka kehilangan pekerjaan dan mengalami kebangkrutan.

Penanaman modal asing berdasarkan teori kebergantungan

hanya menguntungkan perusahaan multinasional dan membuat

kebergantungan negara berkembang dalam membangun ekonominya

bergantung kepada penanaman modal asing dan tidak bermanfaat bagi

negara penerima modal. Pada kenyataannya, di dunia saat ini dengan

dikuranginya bantuan dana resmi terhadap negara-negara berkembang,

penanaman modal menjadi sumber pendanaan yang penting bagi

pembangunan proyek-proyek besar. Lebih jauh lagi, keberadaan teori

kebergantungan dalam penanaman modal asing langsung tetap

dipertahankan di era globalisasi.20

20 An An Chandrawulan, Op.cit., hlm. 63.

37

3. Teori Penengah (The Middle Path Theory)

Teori ini muncul sebagai reaksi dari negara-negara

berkembang dalam mengubah pandangannya terhadap perusahaan

multinasional. Negara-negara berkembang mulai percaya diri dalam

menghadapi perusahaan multinasional dan perusahaan multinasional

pun meninggalkan perannya sebagai alat dari kebijakan luar negeri

negara pemilik modal.

Teori penengah dikenal juga sebagai teori yang

mengedepankan peran pemerintah atau negara dalam melakukan

strategi pembangunan ekonomi khususnya di negara-negara

berkembang. Menurut teori ini, negara-negara harus merumuskan dan

menyusun serta mengikuti tujuan-tujuan yang tidak mudah

dilakukannya sebagai permintaan atau kepentingan dari kelompok-

kelompok sosial, kelas-kelas atau masyarakat dalam wilayahnya.21

2.1.3 Asas dan Tujuan Penanaman Modal Asing

Menurut Pasal 3 ayat (1) Undang-Undnag Nomor 25 Tahun 2007

tentang Penanaman Modal, penanaman modal di Indonesia diselenggarakan

berdasarkan asas-asas sebagai berikut:

1. Kepastian hukum

21 Ibid, hlm. 65.

38

Asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan

peraturan perundnag-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan

tindakan dalam penanaman modal.

2. Keterbukaan

Keterbukaan berarti atas hak masyarakat untuk memperoleh

informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan

penanaman modal.

3. Akuntabilitas

Asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir

penyelenggaraan penanaman modal harus dipertanggungjawabkan kepada

masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara

sesuai dengan ketentuan peraturan peundang-undangan.

4. Perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara.

Asas perlakuan pelayanan non diskriminasi berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan, baik antara penanaman modal dalam

negeri dan penananm modal dari suatu negara asing dan penanaman

modal dari negara asing lainnya.

5. Kebersamaan

Asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara

bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan

rakyat.

6. Efisiensi Berkeadilan

39

Asas yang mendasari penanaman modal dengan mengedepankan

efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang

adil, kondusif dan berdaya guna.

7. Berkelanjutan

Asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses

pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan

dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan baik masa kini maupun masa

yang akan datang.

8. Berwawasan lingkungan

Asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap

memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan

lingkungan hidup.

9. Kemandirian

Asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap

mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri

pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi.

10. Keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional

Asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi

wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional.

40

Tujuan dari penanaman modal asing antara lain menurut Pasal 3 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebagai

berikut:

1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;

2. Menciptakan lapangan kerja;

3. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;

4. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional;

5. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional;

6. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;

7. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan

menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari

luar negeri;

8. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2.2 Arbitrase

Setiap subjek hukum baik orang maupun badan hukum memiliki suatu

kebiasaan untuk menyelesaikan suatu masalah-masalah dan sengketa-sengketa yang

timbul diantara mereka dengan cara litigasi maupun non litigasi dimana cara ini

seperti ini dirasa lebih arif dan bijaksana demi menjunjung suatu keadilan dan

kebenaran daripada mereka bertindak dengan cara main hakim sendiri dimana cara

semacam ini tidaklah mencerminkan sikap yang baik. Secara umum penyelesaian

41

sengketa yang dilakukan oleh subjek hukum lebih kental dengan cara litigasi

(Peradilan), dimana cara seperti ini dianggap lebih baik karena mempunyai kekuatan

hukum pasti yang bersifat final dengan posisi para pihak akan timbullah pihak yang

menang dan yang kalah (win lost posisition).22

Tetapi para subjek hukum seperti orang dan badan hukum yang bergerak di

bidang bisnis atau perdagangan biasanya lebih memilih untuk menyelesaikan

sengketa melalui suatu lembaga non litigasi seperti Lembaga Arbitrase. Dimana

menyelesaikan suatu sengketa dengan cara ini dirasa lebih baik untuk menjamin dan

melindungi kredibilitas dari suatu usaha yang dijalankan dimana dalam penyelesaian

sengketa melalui arbitrase ini akan menghasilkan win-win solution diantara para

pihak yang bersengketa. Dari pada menggunakan penyelesaian melalui peradilan

dimana tidak selalu menguntungkan secara adil bagi kepentingan para pihak yang

bersengketa, bahkan lembaga peradilan yang secara konkret ketika mengemban tugas

untuk menegakkan hukum dan keadilan ketika menerima, memeriksa, mengadili serta

menyelesaikan setiap sengketa yang diajukan dianggap sebagai tempat

menyelesaikan sengketa yang tidak efektif dan efisien.23

Peranan badan arbitrase komersial di dalam menyelesaikan sengketa-sengketa

bisnis dibidang perdagangan nasional maupun internasional dewasa ini menjadi

22 Huala Adolf, 2002, Arbitrase Komersial Internasional, PR RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm.

12.

23 Eman Suparman, 2004, Pilihan Forum Arbitrase dalam Sengketa Komersial untuk Penegaakan

Keadilan, PT. Tatanusa, Jakarta, hlm. 3.

42

semakin penting. Banyak kontrak nasional dan internasional menyelipkan klausula

arbitrase, dan memang bagi kalangan bisnis, cara penyelesaian sengketa melalui

badan ini memberi keuntungan sendiri daripada melalui badan peradilan nasional.24

2.2.1 Pengertian Arbitrase

Kata arbitrase berasal dari bahasa latin yaitu arbitrare yang artinya

kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan. Dikaitkannya

istilah arbitrase dengan kebijaksanaan seolah-olah memberi petunjuk bahwa

majelis arbitrase tidak perlu memperhatikan hukum dalam menyelesaikan

sengketa para pihak, tetapi cukup mendasarkan pada kebijaksanaan. Tetapi hal ini

sangat bertolak belakang dimana arbiter juga menerapkan hukum seperti apa yang

dilakukan oleh pengadilan yang mana dapat mengambil suatu keputusan dalam

hal ini.

Sementara menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 30 Tahun 1999

tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan, Arbitrase

adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang

didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak

yang bersengketa.

Subekti menyatakan bahwa arbitrase adalah penyelesaian atau pemutusan

sengketa oleh seorang hakim atau para hakim berdasarkan persetujuan bahwa

24 Huala Adolf, Op.cit., hlm. 1.

43

para pihak akan tunduk pada atau mentaati keputusan yang diberikan oleh hakim

yang mereka pilih. 25 Sedangkan Priyatna Abdurrasyid menyatakan bahwa

arbitrase adalah suatu proses pemeriksaan suatu sengketa yang dilakukan secara

yudisial seperti oleh para pihak yang bersengketa, dan pemecahannya akan

didasarkan kepada bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak.26 Selanjutnya Gatot

Semartono, mengemukan arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa di luar

pengadilan, berdasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat oleh para pihak,

dan dilakukan oleh arbiter yang dipilih dan diberi kewenangan mengambil

keputusan.27

Sudikno Mertokusumo menjelaskan arbitrase adalah suatu prosedur

penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan persetujuan para pihak yang

berkepentingan untuk menyerahkan sengketa kepada seorang wasit atau arbiter.28

Definisi lainnya tentang arbitrase adalah suatu tindakan hukum di mana

ada pihak yang menyerahkan sengketa atau selisih pendapat antara dua orang atau

lebih ataupun dua kelompok atau lebih kepada seseorang atau beberapa ahli yang

25 Dodik Setiawan, Definisi Arbitrase, URL:

https://dodiksetiawan.wordpress.com/2009/04/14/definisi-arbitrase/, diakses pada tanggal 19 Maret

2015.

26 Ibid.

27 Gatot Soemartono, 2006, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta, hlm. 2.

28 Sudikno Mertokusumo, 1999, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta: Liberty,

hlm. 144.

44

disepakati bersama dengan tujuan memperoleh suatu keputusan final yang

mengikat. 29 Black’s Law Dictionary juga memberikan definisi arbitrase

sebagai berikut a method of dispute resolution involving one or more neutral third

parties who are usually agreed to by the disputing parties and whose decision is

binding.30

Dilihat dari pengertian-pengertian arbitrase di atas maka, dapat diketahui

bahwa yang dimaksud dengan arbitrase adalah upaya menyelesaikan sengketa di

luar pengadilan yang di dasarkan atas perjanjian yang telah di sepakati oleh para

pihak dalam hal ini melalui arbiter, dimana penyelesaian melalui arbitrase ini

dilakukan secara tertutup atau rahasia.

Dalam menyelesaikan suatu sengketa, arbitrase memiliki suatu lembaga

yang berwenang untuk menangani dan menyelesaikan suatu persengketaan yang

telah terjadi diantara pihak dimana para pihak telah menyepakatinya dengan

dituangkan dalam suatu perjanjian.

Menurut Pasal 1 angka 8 Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan, lembaga arbitrase

adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan

putusan mengenai sengketa tertentu; lembaga tersebut juga dapat memberikan

29 Gatot Soemartono, Op.cit., hlm. 23.

30 Dodik Setiawan, Loc.cit.

45

pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal

belum timbul sengketa. Sehingga lembaga arbitrase ini hampir mirip dengan

lembaga peradilan dimana lembaga ini dapat pula memutuskan suatu sengketa

tidak hanya itu saja keputusan yang dikeluarkan oleh lembaga ini memiliki

kekuatan yang sama pula seperti lembaga peradilan dimana keputusan tersebut

bersifat final dan mengikat (final and binding).

Dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan dengan

memilih lembaga arbitrase yang dikehendaki oleh para pihak dari berbagai badan

arbitrase yang ada saat ini baik nasional maupun internasional. Sehingga dalam

hal ini penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional pun diakui dan

dianggap sah. Syarat dapat dikatakan sebagai arbitrase Internasional jika sudah

memenuhi salah satu atau lebih syarat sebagai berikut:31

1. keorganisasiannya, yaitu suatu organisasi yang para anggotanya adalah

negara-negara, sehingga bersifat internasional.

2. proses beracaranya, yaitu tata cara atau prosedur persidangannya

dilaksanakan menurut ketentuan atau peraturan, yang bebas dari sistem

hukum negara di tempat keberadaan arbitrase tersebut.

31 Gatot Soemartono, Op.cit., hlm. 29.

46

3. tempatnya, yaitu dalam kenyataannya apakah tempat arbitrase tersebut

berhubungan dengan lebih satu yurisdiksi atau apakah terdapat unsur

yurisdiksi atau apakah terdapat unsur yurisdiksi asing di dalamnya.

2.2.2 Ruang Lingkup Arbitrase

Arbitrase yang merupakan salah satu penyelesaian sengketa di luar

pengadilan yang di dasarkan oleh perjanjian arbitrase yang telah di sepakati oleh

para pihak bila mengalami suatu sengketa, sehingga perkara yang di tangani

dengan menggunakan penyelesaian arbitrase ini lebih cenderung bersifat privat

maupun publik tetapi dalam hal permasalahan yang berkaitan dengan pidana

penyelesaian melalui arbitrase tidak dapat dilakukan karena hal ini merupakan

kewenangan absolut dari lembaga peradilan. Menurut Komar Kantaatmadja,

arbitrase secara umum dapat dilakukan dalam menyelesaikan sengketa publik

maupun perdata, namun dalam perkembangannya arbitrase lebih banyak dipilih

untuk menyelesaikan sengketa kontraktual (perdata). 32 Sementara sengketa

perdata dapat digolongkan menjadi:33

1. Ouality arbitration, yang menyangkut permasalahan faktual (question of

fact) yang dengan sendirinya memerlukan para arbiter dengan kualitikasi

teknis yang tinggi;

32 Priyatna Abdurrasyid, dkk., 2001, Prospek Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia, Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti, Hal. 141.

33 Ibid.

47

2. Technical arbitration, yang tidak menyangkut permasalahan faktual,

sebagaimana halnya dengan masalah yang timbul dalam

dokumen (construction of document) atau aplikasi ketentuan-ketentuan

kontrak;

3. Mixed arbitration, sengketa mengenai permasalahan faktual dan

hukum (question of fact and law).

Dengan demikian penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini meliputi

beda pendapat dan sengketa di bidang perdaganganan, industri, keuangan,

korporasi, asuransi, lembaga keuangan, hak kekayaan intelektual, lisensi dan

hak yang dikuasai sepenuhnya oleh para pihak, sehingga penyelesaian ini

lebih cenderung di minati oleh kalangan pengusaha pada khususnya karena

cara ini lebih serasi dengan kebutuhan dunia bisnis yang cenderung bergerak

pada bidang perdata.34

Dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase ada beberapa

persyaratan yang harus dipenuhi oleh para pihak dalam hal ini, dimana syarat

ini merupakan hal yang paling penting yang mana persetujuan di antara pihak

di buat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak. Setiap

lembaga arbitrase, baik domestik maupun internasional dalam menyelesaikan

sengketa harus memiliki klausul yang telah disepakati dengan bentuk klausul

34 Ibid.

48

arbitrase. Di Indonesia sendiri menurut Undang-undang No. 30 Tahun 1999

tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa untuk menuangkan

klausul arbitrase dalam bentuk tertulis. Penyelesaian sengketa secara arbitrase

harus diperjanjikan (clausula arbitrase):35

1. Factum de compromitendo, merupakan suatu ketentuan yang

tercantum di dalam perjanjian atau kontrak yang menyebutkan bahwa

setiap perselisihan yang timbul di kemudian hari sehubungan dengan

perjanjian atau kontrak tersebut akan diserahkan pada arbitrase untuk

diputuskan.

2. Acta compromis, adalah suatu kesepakatan di antara para pihak yang

telah terlibat dalam suatu sengketa, untuk mengajukan sengketa

mereka agar diputuskan oleh arbitrase (pada umumnya arbitrase ad-

hoc).

Sedangkan dalam lembaga arbitrase Indonesia seperti Badan Arbitrase

Nasional Indonesia (BANI) menyarankan kepada para pihak yang ingin

menyelesaikan sengketa melalui arbitrase perlu membuat suatu perjanjian

yang isi perjanjiannya bahwa semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini,

akan diselesaikan dan diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia

(BANI) menurut peraturan-peraturan administrasi dan peraturan-peraturan

35 Gatot Soemartono, Op.Cit, Hal. 32.

49

prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya mengikat kedua belah pihak

yang bersengketa sebagai keputusan tingkat pertama dan terakhir.36

Sementara Perjanjian/klausula arbitrase bersifat accessoir, tetapi tidak

menjadi batal karena batalnya perjanjian pokok. Tetapi tidak hanya itu saja

penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak dalam bentuk tertulis untuk

suatu perjanjian, sehingga klausul arbitrase pun dapat dilakukan secara lisan

apabila perjanjian pokoknya sudah diadakan secara lisan oleh para pihak

dalam hal ini. Perjanjian tertulis harus memuat sebagai berikut:37

1. masalah yang dipersengketakan,

2. nama lengkap dan tempat tinggal para pihak,

3. nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau mejelis arbitrase,

4. tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan,

5. nama lengkap sekretaris,

6. jangka waktu penyelesaian sengketa,

7. pernyataan kesediaan dari arbiter, dan

8. pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk menanggung

segala biaya yang diperlukan bagi penyelesaian sengketa melalui

arbitrase.

36 Badan Arbitrase Nasional Indonesia, Pendapat Yang Mengikat dan Klausula Arbitrase, URL:

http://www.bani-arb.org/bani_pendapat_ind.html, diaksea pada tanggal 20 Maret 2015.

37 Ibid, hlm. 31.

50

Perjanjian tertulis yang tidak memuat hal-hal tersebut di atas batal

demi hukum. Perjanjian untuk berarbitrase harus jelas dan tegas (unequivocal)

serta tertulis. Sementara klausula arbitrase mempunyai empat fungsi yang

esensial, yakni:

1. menghasilkan konsekuensi yang diperintahkan (mandatory

consequences) bagi para pihak;

2. mencegah intervensi dari Pengadilan dalam menyelesaikan sengketa

para pihak (sekurang-kurangnya sebelum putusan dijatuhkan);

3. memberdayakan arbiter dalam penyelesaian sengketa; dan

4. menetapkan prosedur dalam menyelesaikan sengketa.

2.2.3 Kelebihan dan Kelemahan Arbitrase

Proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase memiliki beberapa

unsur positif, yaitu:38

1. Para pihak memiliki kebebasan dalam melilih hakimnya (arbitrator)

baik secara langsung maupun tidak secara langsung (dalam hal ini

dengan bantuan pihak ke-3 misalnya pengadilan internasional) yang

menunjuk arbitrator untuk salah satu atau kedua belah pihak. Hal ini

penting, karena apabila suatu negara menyerahkan sengketanya

kepada pihak ketiga (dalam hal ini arbitrase) maka negara tersebut

38 Huala Adolf, 2012, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.

41.

51

harus mempercayakan sengketanya diputus oleh pihak ketiga tersebut,

yang sedikitnya menurut negara tersebut bisa diandalkan, dipercaya

dan memiliki kredibilitas.

2. Para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan hukum acara atau

persyaratan bagaimana suatu putusan akan didasarkan misalnya dalam

menentukan hukum acara dan hukum yang akan diterapkan pada

pokok sengketa, dan lain-lain.

3. Sifat dan putusan arbitrase pada prinsipnya adalah final dan mengikat.

4. Persidangan arbitrase dimungkinkan untuk dilaksanakan secara

rahasia, apabila para pihak menginginkannya.

5. Para pihak sendiri yang menentukan tujuan atau tugas dalam arbitrase.

6. Kecepatan dalam proses karena suatu persetujuan arbitrase harus

menetapkan jangka waktu, yaitu beberapa lama perselisihan atau

sengketa yang diajukan pada arbitrase harus diputuskan. Apabila para

pihak tidak menentukan jangka waktu tertentu, jangka waktu

penyelesaian ditentukan oleh aturan-aturan arbitrase setempat yang

dipilih.

7. Untuk memeriksa dan memutus perkara melalui arbitrase, para pihak

diberi kesempatan untuk memilih ahli yang memiliki pengetahuan

yang mendalam dan sangat menguasai hal-hal yang disengketakan.

Dengan demikian, pertimbangan-pertimbangan yang diberikan dan

putusan yang dijatuhkan dapat dipertanggungjawabkan kualitasnya.

52

Hal itu dimungkinkan karena selain ahli hukum, di dalam badan

arbitrase juga terdapat ahli-ahli lain dalam berbagai bidang, misalnya

ahli perbankan, ahli leasing, ahli pemborongan, ahli pengangkutan

udara, laut, dan lain-lain.

Di samping unsur-unsur positif, badan arbitrase internasional publik

memiliki kekurangan sebagai berikut:

1. Pada umumnya negara masih enggan memberikan komitmennya untuk

menyerahkan sengketanya kepada badan-badan pengadilan

internasional, termasuk badan arbitrase internasional.39

2. Proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak menjamin bahwa

putusannya akan mengikat. Hukum internasional tidak menjamin

bahwa pihak yang kalah atau tidak puas dengan putusan yang

dikeluarkan akan melaksanakan putusan tersebut.40

3. Terkait dengan bonafidas para pihak, pelaksanaan keputusan arbitrase

membutuhkan jaminan bonafidas dalam bentuk kerelaan para pihak

untuk mentaati keputusan tersebut. Suatu keputusan arbitrase dapat

dama sekali kehilangan kekuatannya jika salah satu pihak atau pihak-

pihak yang terlibat dalam sengketa tidak memenuhi syarat bonafidas.

Jika hal demikian tidak ada, suatu forum arbitrase dapat menjadi

39 Ibid.

40 Ibid.

53

forum yang sangat lemah. Seperti berubahnya forum arbitrase menjadi

forum yang sangat mahal, forum itu digunakan untuk menghindari

kewajiban, dan forum itu digunakan untuk melakukan penyelundupan

hukum.