Bab II (Tipus)

download Bab II (Tipus)

of 26

description

tipusssssss

Transcript of Bab II (Tipus)

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. PREEKLAMPSIA 1. DefinisiPreeklampsia dan eklampsia merupakan kumpulan-kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias: proteinuri, hipertensi,dan edema, yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma. Ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan-kelainan vaskular atau hipertensi sebelumnya (Mochtar, 2007). Dulu, preeklampsia didefinisikan sebagai penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini terjadi pada triwulan ke 3 kehamilan tetapi dapat juga terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa (Prawirohardjo, 2014).Pada kasus preeklampsia berat dapat terjadi impending eklampsia. Impending eklampsia ditandai dengan adanya hiperrefleksi. Gejala subyektif dari pasien yaitu jika pasien merasa kepalanya pusing, muntah, atau adanya nyeri epigastrik.Pada kasus yang diabaikan atau yang lebih jarang terjadi, pada kasus hipertensi karena kehamilan yang fulminan dapat terjadi eklampsia. Bentuk serangan kejang pada eklampsia adalah kejang grand mal dan dapat timbul pertama kali sebelum, selama, atau setelah persalinan. Kejang yang timbul lebih dari 48 jam setelah persalinan lebih besar kemungkinannya disebabkan oleh lesi lain yang bukan terdapat pada susunan saraf pusat (Cunningham et al., 2005).Eklampsia yang terjadi dalam kehamilan menyebabkan kelainan pada susunan saraf. Penyebab eklampsia adalah kurangnya cairan darah ke otak, hipoksik otak atau edema otak (Mochtar, 2007).

2. Etiologi dan PatofisiologiPenyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah sebagi berikut:a. Teori Kelainan Vaskularisasi PlasentaTidak terjadinya invasi trofoblas pada arteri spiralis dan jaringan matriks di sekitarnya, menyebabkan lumen arteri spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi sehingga terjadi kegagalan remodelling arteri spiralis. Hal ini menyebabkan aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadi hipoksia dan iskemia plasenta.b. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi EndotelIskemia plasenta akan menyebabkan terbentuknya radikal bebas atau oksidan yang beredar dalam sirkulasi sehingga disebut toxaemia. Radikal bebas akan mengikat asam lemak tak jenuh menjadi peroksida lemak yang akan merusak endotel pembuluh darah.Kerusakan endotel pembuluh darah menyebabkan disfungsi endotel dan berakibat sebagai berikut:1) Gangguan metabolisme prostaglandin sehingga protasiklin sebagai vasodilator kuat menurun2) Agregasi trombosit pada endotel yang rusak dan produksi tromboksan sebagai vasokonstriktor kuat3) Perubahan endotel glomerolus ginjal4) Peningkatan permeabilitas kapiler5) Peningkatan bahan vasopresor endotelin dan penurunan nitrit oxide (NO)6) Peningkatan faktor koagulasic. Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan JaninHasil konsepsi pada kehamilan normal tidak terjadi penolakan karena adanya HLA-G pada plasenta sehingga melindungi trofoblas dari lisis oleh sel NK ibu. HLA-G juga akan membantu invasi trofoblas pada jaringan desidua ibu. Pada penurunan HLA-G, invasi trofoblas terhambat sehingga tidak terjadi dilatasi arteri spiralis.d. Teori Adaptasi Kardiovaskulatori GenetikPada wanita hamil normal, terjadi refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor sehingga membutuhkan kadar yang tinggi untuk menyebabkan vasokonstriksi, hal tersebut terjadi karena adanya perlindungan protasiklin. Pada keadaan menurunnya protasiklin maka kepekaan terhadap vasokonstriktor meningkat sehingga mudah terjadi vasokonstriksi.e. Teori GenetikAdanya faktor keturunan dan familial dengan gen tunggal. Ibu dengan pre eklamspia memungkinkan 26% anak perempuannya juga mengalami preeklampsia.f. Teori Defisiensi GiziDiet yang dianjurkan untuk mengurangi resiko terjadinya preeklampsia adalah makanan kaya asam lemak tak jenuh yang akan menghambat terbentuknya tromboksan, aktivasi trombosit dan vasokonstriksi pembuluh darah. Konsumsi kalsium menurut penelitian juga menurunkan insidensi preeklampsia.g. Teori InflamasiLepasnya debris trofoblas sebagai sisa proses apoptosis dan nekrotik akibat stres oksidatif dalam peredaran darah akan mencetuskan terjadinya reaksi inflamasi. Pada kehamilan normal jumlahnya dalam batas wajar. Sedangkan pada kehamilan dengan plasenta yang besar, kehamilan ganda, dan mola maka debrisnya juga semakin banyak dan terjadi reaksi sistemik inflamasi pada ibu (Prawirohardjo, 2014).

3. FrekuensiAda yang melaporkan angka kejadian preeklampsia sebanyak 6% dari seluruh kehamilan, dan 12% pada kehamilan primigravida. Menurut beberapa penulis lain frekuensi dilaporkan sekitar 3-10%. Lebih banyak dijumpai pada primigravida daripada multigravida, terutama primigravida usia muda. Faktor-faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia adalah molahidatidosa, diabetes melitus, kehamilan ganda, hidrops fetalis, obesitas, dan umur yang lebih dari 35 tahun (Mochtar, 2007).

4. KlasifikasiPreeklampsia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:a. Preeklampsia RinganDefinisi: Suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.Kriteria diagnostik: Hipertensi dan proteinuria dengan atau tanpa edema setelah usia kehamilan 20 minggu.1) Tekanan darah 140/90 mmHg yang diukur pada posisi terlentang; kenaikan sistolik 30 mmHg; atau kenaikan tekanan diastolik 15 mmHg tidak dipakai sebagai kriteria preeclampsia.Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada dua kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 4 jam.2) Proteinuria kuantitatif 300 mg/24 jam ataui +1 dipstik; pada urin kateter atau mid stream.3) Edema: lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik kecuali anasarka

b. Preeklampsia BeratDefinisi: Preeklampsia dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria lebih dari 5 gram/24 jam.Klasifikasi:1) Preeklampsia berat dengan impending eklampsia2) Preeklampsia berat tanpa impending eklampsiaMenurut Organization Gestosis, impending eklampsia adalah gejala-gejala edema, protenuria, hipertensi disertai gejala subyektif dan obyektif. Gejala subyektif antara lain: nyeri kepala, gangguan visual dan nyeri epigastrium. Sedangkan gejala obyektif antara lain hiperreflexia, eksitasi motorik dan sianosis (Angsar, 2005).Preeklampsia digolongkan berat bila terdapat satu atau lebih gejala:1) Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih dan tidak turun walaupun sudah menjalani perawatan di RS dan tirah baring2) Proteinuria 5 gr atau lebih per jumlah urin selama 24 jam atau +4 dipstik3) Oliguria, air kencing kurang dari 500 cc dalam 24 jam 4) Kenaikan kreatinin serum5) Gangguan visus dan serebral; penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan pandangan kabur6) Nyeri di daerah epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen karena teregangnya kapsula Glisson7) Terjadi edema paru-paru dan sianosis8) Hemolisis mikroangiopatik9) Terjadi gangguan fungsi hepar : peningkatan SGOT dan SGPT10) Pertumbuhan janin terhambat11) Trombositopenia berat ( 25 tahunRas kulit putihRiwayat keluaran kehamilan yang jelekNulliparaUsia ibu < 20 tahun atau > 40 tahunRiwayat keluarga eklampsiaANC yang burukDiabetes mellitusHipertensi kronisKehamilan multipel

(Cermin Dunia Kedokteran, 2010)

4. Patogenesis Sindrom Hellp seringkali terjadi mendadak pada usia kehamilan antara 28-36 minggu. Etiologi dan pathogenesis dari penyakit ini masih belum dipahami secara pasti. Secara umum, kelainan ini dihubungkan dengan pendesakan plasenta (placenta-instigated), kondisi inflamasi akut pada hepar, dengan kelainan proses imunologi. Seperti pada preeklamsia, sindroma ini berasal dari kegagalan pembentukan dan fungsi, serta iskemia dari plasenta. Iskemia ini kemudian memicu pelepasan faktor-faktor yang merusak endotel melalui hilangnya relaksasi vascular, pelepasan vasokonstriktor, dan aktivasi platelet. Hemolysis yang merupakan karakterisasi dari sindrom ini berasal dari kelainan mikroangiopati. Sel darah merah menjadi terfragmentasi saat mereka melewati pembuluh darah kecil yang mempunyai kelainan deposit fibrin dan endothelium yang rusak. Obstruksi aliran darah hepar oleh deposit fibrin pada sinusoid hepar berdampak pada naiknya enzim hepar (elevated liver enzymes), dan nekrosis periportal. Pada kasus yang berat, dapat timbul perdarahan intrahepatik, subkapsular hematoma, bahkan rupture hepar. Trombositopenia, yang merupakan manifestasi ketiga dari trias Sindrom HELLP berasal dari peningkatan konsumsi dan destruksi platelet (Hemant et al., 2009).

5. Tanda dan Gejalaa. Anamnesis dan Pemeriksaan FisikPasien dengan sindrom HELLP mempunyai gejala klinis yang bervariasi. Gejalanya mirip dengan gejala pasien preeklampsia tanpa sindrom HELLP. Pasien biasanya mengeluh nyeri perut di bagian epigastrik atau di kuadran kanan atas (90%), kadang-kadang disertai mual dan muntah (45 86%), pasien lain bisa mempunyai gejala klinis yang menyerupai gejala infeksi virus yang tidak spesifik. Kebanyakan pasien (90%) mempunyai riwayat badan lemah beberapa hari sebelum serangan. gejala nyeri perut bagian epigastrik atau di kuadran kanan atas disebabkan adanya obstruksi aliran darah di sinusoid hepar yang disebabkan deposit fibrin intravaskuler (Cunningham et al., 2005).Karena diagnosis awal sangat diperlukan untuk penatalaksanaan pada Sindrom HELLP, wanita hamil yang memiliki gejala seperti malaise pada separuh masa kehamilan mereka harus segera dievaluasi dengan cek darah lengkap. Gejala umum lain yang perlu diperhatikan antara lain nyeri epigastrium atau perut kanan atas, mual, muntah, sakit kepala dan gangguan penglihatan. Pada beberapa kasus dapat terjadi nyeri alih dari hepar yang terdapat pada leher dan bahu (Hemant et al., 2009).

b. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan laboratorium pada sindrom HELLP sangat diperlukan, karena diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium (Hemant et al., 2009).1) Hemolisisa) Kelainan apusan darah tepi, yaitu ditemukannya sel burr, sel helmet, schistocyte dan atau fragmentosit.b) Total bilirubin > 1,2 mg/dLc) Penurunan level serum haptoglobind) Penurunan level hemoglobin2) Peningkatan enzim hepara) Serum AST > 70 U/Lb) LDH > 600 U/L3) Trombositopenia Hitung trombosit < 100.000/mm3.

6. Penegakan Diagnosis dan KlasifikasiTiga kelainan utama pada sindrom HELLP adalah hemolisis, peningkatan kadar enzim hepar, dan jumlah trombosit yang rendah. Dua sistem klasifikasi digunakan pada sindrom HELLP. Klasifikasi pertama adalah klasifikasi menurut Tennessee yang membagi menjadi sindrom HELLP parsial (mempunyai satu atau dua kelainan) atau sindrom HELLP total (ketiga kelainan ada). Wanita dengan ketiga kelainan lebih berisiko menderita komplikasi seperti DIC, dibandingkan dengan wanita dengan sindrom HELLP parsial. Konsekuensinya pasien sindrom HELLP total seharusnya dipertimbangkan untuk bersalin dalam 48 jam, sebaliknya yang parsial diterapi konservatif (Pokharel et al., 2008; Rambulangi, 2006; Hemant et al., 2009).Klasifikasi kedua adalah menurut Mississippi, yang membagi sindrom HELLP menjadi tiga kelas berdasarkan jumlah trombositnya. Sindrom HELLP kelas I jika jumlah trombosit < 50.000/mm3. Jumlah trombosit 50.000-100.000/mm3 dimasukkan kelas II. Kelas III jika jumlah trombosit antara 100.000-150.000/mm3. Klasifikasi ini telah digunakan dalam memprediksi kecepatan pemulihan penyakit pada post partum, keluaran maternal dan perinatal, dan perlu tidaknya plasmaferesis. Sindrom HELLP kelas I berisiko morbiditas dan mortalitas lebih tinggi dibandingkan kelas II dan kelas III (Pokharel et al., 2008; Rambulangi, 2006).Tabel 2. Kriteria Diagnostik Sindrom HELLPKlasifikasiKlasifikasi TennesseeKlasifikasi Mississippi

Kelas 1Trombosit 100.109 /LAST 70 U/LLDH 600 U/LTrombosit 50.109/LAST atau ALT 70 U/LLDH 600 U/L

Kelas 2Trombosit 50.109/L sampai 100.109/LAST atau ALT 70 U/LLDH 600 U/L

Kelas 3Trombosit 100.109/L sampai 150.109/LAST atau ALT 40 U/LLDH 600 U/L

(BMC Pregnancy and Chilbirth, 2013)

7. Diagnosis BandingPasien sindrom HELLP dapat menunjukkan tanda dan gejala yang sangat bervariasi, yang tidak bernilai diagnostik pada preeklampsia berat. Akibatnya sering terjadi salah diagnosis, diikuti dengan kesalahan pemberian obat dan pembedahan (Rambulangi, 2006).Diagnosis banding pasien sindrom HELLP meliputi:a. Perlemakan hati akut dalam kehamilanb. Apendisitisc. Gastroenteritisd. Kolesistitise. Batu ginjalf. Pielonefritisg. Ulkus peptikumh. Glomerulonefritis trombositopeni idiopatiki. Trombositopeni purpura trombotikj. Sindrom hemolitik uremiak. Ensefalopati dengan berbagai etiologil. Sistemik lupus eritematosus.(Pokharel et al., 2008; Rambulangi, 2006; Hemant et al., 2009)

8. Tatalaksana a. Tatalaksana AwalPasien sindrom HELLP harus dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan tersier dan pada penanganan awal harus diterapi sama seperti pasien preeklampsia. Prioritas pertama adalah menilai dan menstabilkan kondisi ibu, khususnya kelainan pembukuan darah (Rambulangi, 2006).

Tabel 3. Penatalaksanaan Awal Sindrom HELLP1) Menilai dan menstabilkan kondisi ibua) Jika ada DIC, atasi koagulopatib) Profilaksis anti kejang dengan MgSO4c) Terapi hipertensi beratd) Periksa CT scan atau USG abdomen bila diduga hematoma subkapsular hati

2) Evaluasi kesejahteraan janina) Non stress test (NST)b) Profil biofisikc) USG untuk memeriksa ada tidaknya IUGR

3) Evaluasi usia kehamilana) Jika usia kehamilan 34 minggu, lahirkanb) Jika < 34 minggu, berikan terapi glukokortikoid, kemudian lahirkan dalam waktu 48 jam

(Cermin Dunia Kedokteran; Clinics in Perinatology, 2014)

Pasien sindrom HELLP harus diterapi MgSO4, untuk mencegah kejang, baik dengan atau tanpa hipertensi. Bolus 4-6 gram MgSO4 20% sebagai dosis awal, diikuti dengan infus 2 gram/jam. Pemberiannya harus diawasi dengan memeriksa secara rutin produksi urin dan tanda serta gejala keracunan MgSO4. Jika terjadi keracunan, segera berikan 10-20 ml kalsium glukonat 10% IV (Rambulangi, 2006; Hemant et al., 2009).Tekanan darah pasien dipertahankan dibawah 160 mmHg untuk sistolik, dan di bawah 105 mmHg untuk diastolik. Obat anti hipertensi yang bisa diberikan adalah hidralazin bolus 5 mg, bisa diulang 15-20 menit hingga dosis maksimum 20 mg/jam. Obat lain yang bisa diberikan adalah labetolol IV 20-40 mg setiap 10-15 menit hingga dosis maksimum 220 mg dalam 1 jam, atau nifedipin oral 10-20 mg, dapat diulang dalam 30 menit hingga dosis maksimum 40 mg dalam 1 jam. Selama periode observasi, kondisi ibu dan janin diperiksa dan diawasi (Hemant et al., 2009; Yenicesu et al., 2009).Langkah selanjutnya adalah mengevaluasi kesejahteraan janin dengan NST, profil biofisik atau pemeriksaan USG. Pemeriksaan tersebut berguna untuk menentukan apakah perlu segara mengakhiri kehamilan atau tidak (Rambulangi, 2006; Hemant et al., 2009).Jika sindrom ini timbul pada saat atau lebih dari umur kehamilan 34 minggu, atau jika sudah ada bukti bahwa paru janin sudah matur, atau janin dan ibu dalam kondisi berbahaya, maka terapi definitif adalah mengakhiri kehamilan. Jika tanpa bukti laboratorium adanya DIC dan paru janin belum matur, dapat diberikan kortikosteroid untuk akselerasi pematangan paru janin. Regimen yang direkomendasikan adalah betametason (12 mg IM per 24 jam, dua dosis) atau deksametason (6 mg IM per 12 jam, 4 dosis). Regimen tersebut bermanfaat untuk mempercepat pematangan baru, dan cepat melewati sawar plasenta dengan risiko kompliksi mineralkortikoid terhadap janin yang minimal (Rambulangi, 2006; Hemant et al., 2009).

b. Tatalaksana KonservatifBeberapa penelitian memberikan sugesti untuk melakukan tatalaksana konservatif pada pasien sindrom HELLP dengan tujuan untuk memperpanjang kehamilan pada kasus janin yang masih immatur (