BAB III Metode_ G11saf

3
kombinasi linier peubah asli pengukuran (Miller & Miller 2000). Gambar 7 Bagan prinsip PCA. Teknik PCA berdasarkan pada dekomposisi matriks data X (N × K) menjadi dua matriks T (N × A) dan matriks P (K × A) yang saling tegak lurus (Gambar 7). Matriks T disebut dengan matriks skor yang menggambarkan variasi dalam objek, sedangkan matriks P yang disebut matriks loading menjelaskan pengaruh peubah terhadap komponen utama. Matriks P terdiri atas data asli dalam sistem koordinat baru. Galat dari model yang terbentuk dinyatakan dalam E (Lohninger 2004). Sedangkan nilai A adalah jumlah PC yang digunakan untuk membuat model (Brereton 2003). PLSDA Partial least square discriminant analysis (PLSDA) adalah salah satu metode klasifikasi yang sering diterapkan dalam bidang kemometrik dengan berlandaskan pendekatan partial least square (PLS), yaitu memprediksi peubah yang tidak bebas (Y) dari serangkaian peubah bebas (X) yang memiliki kolinieritas tinggi, jumlahnya yang banyak, dan memiliki struktur sistematik menggunakan regresi kuadrat terkecil (Brereton 2003). Peubah X dan Y tersebut didekomposisi menjadi dua matriks, yaitu matriks skor dan loading. Metode PLSDA digunakan untuk membangun suatu model regresi diantara nilai-nilai yang dibuat dari hasil perhitungan skor dari matriks X dan Y tersebut. Gambar 8 menunjukkan bahwa matriks X diuraikan menjadi matriks skor T, matriks loading P′, dan matriks galat E, sedangkan matriks Y diuraikan menjadi matriks skor U, matriks loading Q, dan galat F. Kedua persamaan ini disebut „hubungan luar‟. Hasil dari T dan Pmendekati data spektrum, sedangkan hasil U dan Qmendekati konsentrasi sebenarnya. Tujuan dari algoritma PLS adalah meminimumkan F dengan terus menjaga korelasi antara X dan Y dalam „hubungan dalam‟ U=BT (Lohninger 2004). Gambar 8 Bagan prinsip PLS Kebaikan suatu model klasifikasi dalam metode PLSDA dapat dilihat dari nilai determination coefficient (R 2 ), root mean square error of calibration (RMSEC), dan root mean square error of prediction (RMSEP). Kasus dua kelompok yang terjadi dalam PLSDA, misalnya peubah Y untuk kelompok pertama diberikan nilai 1 dan nilai 0 atau -1 untuk kelompok lainnya. METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah peralatan gelas, neraca analitik Precisa XT 220A, bejana KLT dengan ukuran 20×20 cm, Syringe, sistem KLT Camag (Camag, Swiss) yang terdiri atas sistem dokumentasi Reprostar 3 dan KLT aplikator semiautomatis linomat V dengan spesifikasi: Gas pembawa : Nitrogen Volume syringe : 100 μl Volume penotolan : 25 μl Kecepatan dosis : 30 μl/min Volume pradosis : 0.2 μl Ukuran pelat : 10×10 cm No. Track : 5 No. Sampel : 5 Panjang pita : 8.0 mm Posisi X pertama : 12.0 mm Jarak track : 15.0 mm Aplikasi posisi Y : 10.0 mm Peranti lunak yang digunakan adalah WinCATS 1.2.3, ImageJ 1.4.3.67, dan The Unscrambler X 10.0.1 (Trial). Bahan-bahan yang digunakan adalah standar kurkumin 70% (C1386-10G), pelat KLT silika gel Merck 60 F 254 , 10×10 cm + = T E P T A peubah N objek K komponen utama X

Transcript of BAB III Metode_ G11saf

Page 1: BAB III Metode_ G11saf

kombinasi linier peubah asli pengukuran

(Miller & Miller 2000).

Gambar 7 Bagan prinsip PCA.

Teknik PCA berdasarkan pada

dekomposisi matriks data X (N × K) menjadi

dua matriks T (N × A) dan matriks P (K × A)

yang saling tegak lurus (Gambar 7). Matriks T

disebut dengan matriks skor yang

menggambarkan variasi dalam objek,

sedangkan matriks P yang disebut matriks

loading menjelaskan pengaruh peubah

terhadap komponen utama. Matriks P terdiri

atas data asli dalam sistem koordinat baru.

Galat dari model yang terbentuk dinyatakan

dalam E (Lohninger 2004). Sedangkan nilai A

adalah jumlah PC yang digunakan untuk

membuat model (Brereton 2003).

PLSDA

Partial least square discriminant analysis

(PLSDA) adalah salah satu metode klasifikasi

yang sering diterapkan dalam bidang

kemometrik dengan berlandaskan pendekatan

partial least square (PLS), yaitu memprediksi

peubah yang tidak bebas (Y) dari serangkaian

peubah bebas (X) yang memiliki kolinieritas

tinggi, jumlahnya yang banyak, dan memiliki

struktur sistematik menggunakan regresi

kuadrat terkecil (Brereton 2003). Peubah X

dan Y tersebut didekomposisi menjadi dua

matriks, yaitu matriks skor dan loading.

Metode PLSDA digunakan untuk membangun

suatu model regresi diantara nilai-nilai yang

dibuat dari hasil perhitungan skor dari matriks

X dan Y tersebut.

Gambar 8 menunjukkan bahwa matriks X

diuraikan menjadi matriks skor T, matriks

loading P′, dan matriks galat E, sedangkan

matriks Y diuraikan menjadi matriks skor U,

matriks loading Q′, dan galat F. Kedua

persamaan ini disebut „hubungan luar‟. Hasil

dari T dan P′ mendekati data spektrum,

sedangkan hasil U dan Q′ mendekati

konsentrasi sebenarnya. Tujuan dari algoritma

PLS adalah meminimumkan F dengan terus

menjaga korelasi antara X dan Y dalam

„hubungan dalam‟ U=BT (Lohninger 2004).

Gambar 8 Bagan prinsip PLS

Kebaikan suatu model klasifikasi dalam

metode PLSDA dapat dilihat dari nilai

determination coefficient (R2), root mean

square error of calibration (RMSEC), dan

root mean square error of prediction

(RMSEP). Kasus dua kelompok yang terjadi

dalam PLSDA, misalnya peubah Y untuk

kelompok pertama diberikan nilai 1 dan nilai

0 atau -1 untuk kelompok lainnya.

METODE

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah peralatan

gelas, neraca analitik Precisa XT 220A,

bejana KLT dengan ukuran 20×20 cm,

Syringe, sistem KLT Camag (Camag, Swiss)

yang terdiri atas sistem dokumentasi

Reprostar 3 dan KLT aplikator semiautomatis

linomat V dengan spesifikasi:

Gas pembawa : Nitrogen

Volume syringe : 100 µl

Volume penotolan : 25 µl

Kecepatan dosis : 30 µl/min

Volume pradosis : 0.2 µl

Ukuran pelat : 10×10 cm

No. Track : 5

No. Sampel : 5

Panjang pita : 8.0 mm

Posisi X pertama : 12.0 mm

Jarak track : 15.0 mm

Aplikasi posisi Y : 10.0 mm

Peranti lunak yang digunakan adalah

WinCATS 1.2.3, ImageJ 1.4.3.67, dan The

Unscrambler X 10.0.1 (Trial).

Bahan-bahan yang digunakan adalah

standar kurkumin 70% (C1386-10G), pelat

KLT silika gel Merck 60 F254, 10×10 cm

+ = T E

PT

A peubah

N objek

K komponen

utama

X

Page 2: BAB III Metode_ G11saf

6

dengan tebal 0,2 mm (Damstadt, Jerman),

etanol 96%, diklorometana, kloroform, dan

gambar kromatogram KLT temulawak,

kunyit, dan bangle dari berbagai daerah

(Lampiran 3).

Lingkup kerja

Lampiran 1 menunjukkan bagan alir

penelitian secara umum. Penelitian yang

dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu

melakukan analisis kromatografi lapis tipis

terhadap larutan standar dengan konsentrasi

berbeda, penentuan prosedur terbaik ImageJ

terhadap gambar standar, aplikasi metode

yang telah ditentukan terhadap gambar pelat

KLT hasil pemisahan komponen pada

temulawak, kunyit, dan bangle, serta

diferensiasi ketiga tanaman tersebut melalui

analisis multivariat. Analisis multivariat yang

digunakan adalah principal components

analysis (PCA) dan partial least square

discriminant analysis (PLSDA).

Preparasi Larutan Standar

Standar kurkumin ditimbang sebanyak

0.0025 gram dan dilarutkan dalam etanol 96%

sehingga diperoleh konsentrasi standar

kurkumin sebesar 500 mg/L. Larutan tersebut

diencerkan dengan penambahan kembali

etanol sehingga diperoleh ragam konsentrasi,

yaitu 5 mg/L, 10 mg/L, 50 mg/L, 100 mg/L,

dan 125 mg/L.

Penotolan masing-masing larutan standar

kurkumin pada pelat KLT menggunakan KLT

aplikator semiautomatis, yaitu Camag linomat

V sebanyak 25 µl pada garis awal pelat

dengan panjang pita 8 mm. Pelat KLT yang

digunakan adalah pelat Aluminium dengan

silika gel 60 F254, 10×10 cm dan telah

dimasukkan ke dalam oven selama ±15 menit.

Eluen dibiarkan bermigrasi sampai 8 cm dari

garis awal. Eluen yang digunakan adalah

diklorometana:kloroform (0.52:0.48 v/v)

(Istiqomah 2010). Deteksi pelat KLT

dilakukan menggunakan sistem dokumentasi

di bawah sinar lampu tampak, sinar UV (λ

254 nm), dan UV (λ 366 nm). Penotolan

dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.

Penentuan Metode Terbaik pada

Pengolahan Gambar Menggunakan ImageJ

Gambar profil KLT standar kurkumin

hasil dokumentasi dengan Camag Reprostar 3

diolah dengan peranti lunak ImageJ. Gambar

mentah pita KLT ditandai dalam bentuk kotak

penanda yang disediakan oleh imageJ. Proses

penandaan pita komponen dilakukan pada

setiap deret pita yang terpisahkan secara

vertikal. Hal ini dilakukan sampai didapatkan

proses penandaan yang tepat sehingga

menghasilkan densitogram yang stabil untuk

setiap pengulangan. Setelah itu, dilakukan

proses smoothing sebanyak 0-15 kali pada

gambar kromatogram yang telah ditandai.

Setiap kali smoothing akan menghasilkan

bentuk densitogram yang berbeda untuk setiap

pita yang terdeteksi. Selanjutnya, penetapan

juga dilakukan saat pembentukan baseline

terhadap densitogram sampai nilai area under

curve (AUC) yang dihasilkan lebih stabil.

Nilai AUC yang dihasilkan dari standar

kurkumin dengan konsentrasi yang berbeda

diplotkan terhadap konsentrasi standar

kurkumin tersebut. Konsentrasi standar pada

sumbu X dan nilai area atau AUC pada sumbu

Y. Nilai AUC ini dihasilkan berdasarkan

intensitas warna yang ditimbulkan oleh

masing-masing gambar pita KLT. Metode

dikatakan baik apabila memiliki nilai korelasi

yang tinggi dan menghasilkan titik-titik yang

berdekatan sepanjang garis lurus dengan nilai

korelasi mendekati 1 serta stabil untuk setiap

ulangan.

Aplikasi Metode Terbaik pada Gambar

Sampel

Metode terbaik yang didapatkan kemudian

diaplikasikan terhadap gambar sampel yang

terdiri atas gambar hasil pemisahan

temulawak, kunyit, dan bangle dari 8 daerah

berbeda di pulau Jawa (Miftahuddin 2010).

Gambar tersebut dapat dilihat pada Lampiran

3. Dengan demikian, akan didapatkan AUC

untuk masing-masing pita pada hasil

pemisahan komponen dari ketiga sampel

tersebut. Nilai AUC yang didapatkan

berdasarkan pita yang terdeteksi pada setiap

hasil dokumentasi di bawah sinar tampak dan

UV, baik pada panjang gelombang 254 nm

maupun 366 nm serta terhadap tiga perlakuan

deteksi pelat KLT, yaitu adanya

penyemprotan dengan vanilina, anisaldehida,

dan tanpa penyemprotan larutan pendeteksi.

Diferensiasi Temulawak, Kunyit, dan

Bangle

Data AUC yang diperoleh dari hasil

pengolahan dengan ImageJ kemudian

dianalisis dengan teknik analisis data secara

kemometrik, yaitu PCA dan PLSDA. PCA

digunakan sebagai teknik pengenalan pola,

Page 3: BAB III Metode_ G11saf

sedangkan PLSDA untuk mengklasifikasikan

ketiga tanaman sampel ke dalam tiga

kelompok tanaman yang berbeda dalam

bentuk model prediksi. Model tersebut

selanjutnya digunakan untuk memprediksi

ketiga sampel tanaman, yaitu temulawak,

kunyit, dan bangle yang tidak digunakan

dalam pembuatan model. Analisis kemometrik

ini dilakukan menggunakan peranti lunak The

Unscrambler 10.0.1.

Prosedur Penggunaan Peranti Lunak

ImageJ

Hasil dokumentasi menggunakan Camag

Reprostar 3 yang memiliki format “.cna”

diubah terlebih dahulu menjadi format “.jpg”

sebelum pengolahan menggunakan ImageJ.

Gambar yang akan diolah dapat dibuka

dengan menekan “File”, “Open”, dan dipilih

gambar yang diinginkan.

Nilai AUC ditentukan dengan

menampilkan terlebih dahulu densitogram

dari masing-masing gambar pita KLT. Tahap-

tahap yang perlu dilakukan terlebih dahulu,

yaitu penandaan gambar pita KLT yang akan

diolah menggunakan icon berbentuk kotak

(rectangular). Setelah itu, dipilih menu

“analyze”, “gels”, dan “select first line” atau

dipilih “select next line” untuk pita berikutnya

jika pita yang akan diolah lebih dari satu.

Selanjutnya, dipilih kembali menu “analyze”,

“gels”, dan “plot lane”, yang akan

menampilkan densitogram dari masing-

masing gambar pita KLT sesuai intensitas

warna yang diberikan. Pada masing-masing

dasar puncak densitogram yang dihasilkan,

dibuat baseline menggunakan icon berbentuk

garis (straight) kemudian menekan icon

berbentuk tongkat (Wand tool) pada daerah

puncak tersebut, sehingga akan dihasilkan

nilai AUC yang diinginkan secara otomatis.

Proses smoothing dilakukan dengan memilih

menu “process-smooth” atau menekan “Ctrl-

Shift-S” pada gambar mentah pelat KLT

untuk memperhalus bentuk densitogram yang

terbentuk.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Komponen Standar Menggunakan

Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Analisis kuantitatif pada KLT dapat

dilakukan dengan dua cara. Pertama, bercak

pada pelat KLT diukur langsung pada

lempeng dengan menggunakan ukuran

luas atau teknik densitometri. Cara

kedua adalah mengerok bercak lalu

menetapkan kadar senyawa tersebut dengan

metode analisis yang lain, misalnya metode

spektrofotometri (Gandjar & Rohman 2007).

Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang

telah dipisahkan dengan KLT biasanya

dilakukan dengan densitometer langsung pada

lempeng KLT tersebut (atau secara in situ).

Akan tetapi, analisis kuantitatif yang

dilakukan pada penelitian ini menggunakan

metode pengukuran luas area tetapi secara

tidak langsung melalui hasil dokumentasi

pelat KLT yang berupa gambar.

Metode KLT yang digunakan dalam

penelitian ini hanya untuk menunjukkan

komponen yang terdapat dalam larutan

standar yang digunakan. Informasi ini

digunakan untuk memastikan bahwa

perbedaan konsentrasi komponen standar

tersebut dapat diinterpretasikan dalam bentuk

densitogram yang dihasilkan dari pengolahan

gambar menggunakan peranti lunak imageJ.

Gambar 9 Kromatogram KLT standar

kurkumin dengan berbagai

konsentrasi pada berbagai

visualisasi sinar: (a) sinar tampak,

(b) sinar UV (λ 254 nm), (c) sinar

UV (λ 366 nm).

Gambar 9 menunjukkan adanya tiga

komponen yang terdeteksi dalam larutan

standar kurkumin, yaitu kurkumin (Rf 0,24),

dimetoksikurkumin (Rf 0,08), dan

bisdimetoksikurkumin (Rf 0,02), baik

visualisasi dengan sinar tampak maupun sinar

UV pada panjang gelombang 366 nm dan 254

nm. Intensitas warna yang dihasilkan dari

gambar pita pada permukaan pelat KLT dapat

mempengaruhi hasil pembentukan

densitogram dan secara tidak langsung dapat

(a)