BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI...

26
34 BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI DAN PROF. DR. H. HAMKA TERHADAP THAGHUT A. Penafsiran Ahmad Musthofa al–Maraghi 1. Biografi Ahmad Musthofa al– Maraghi Al–Maraghi adalah seorang ahli tafsir terkemuka dari kebangsaan Mesir, ia murid dari syekh Muhammad Abduh. Nama lengkap al–Maraghi adalah Ibnu Mustofa Ibnu Muhammad Ibnu Abdul Mun’im al–Maraghi. Dia dilahirkan pada tahun 1881 M ( 1298 H ) di sebuah kampung di negara Mesir yang disebut dengan nama Maragah dan kepada dusun tempat kelahirannya itulah dia dihubungkan ( al–Maraghi ). Setelah mulai dewasa, al-Maraghi pindah ke negara Kairo untuk mendalami berbagai cabang ilmu keislaman dan dia juga sempat berguru kepada Syekh Muhammad Abduh, seorang ulama yang tidak asing lagi bagi kaum muslimin. Setelah menguasai dan mendalami cabang– cabang ilmu keislaman, dia mulai dipercaya oleh pemerintahnya untuk memegang jabatan yang penting dalam pemerintahan. 1 Pada tahun 1908 sampai dengan tahun 1919, al–Maraghi diangkat menjadi seorang hakim di Sudan. Sewaktu dia menjadi hakim negeri tersebut dia sempatkan dirinya untuk mempelajari dan mendalami bahasa–bahasa asing antara lain yang ditekuninya adalah bahasa Inggris. Dari bahasa Inggris 1 . Dewan Redaksi IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, ( Jakarta : Djambatan, 1992 ), hlm. 617

Transcript of BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI...

Page 1: BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · sakaratul maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk menghadapi

34

BAB III

PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI DAN

PROF. DR. H. HAMKA TERHADAP THAGHUT

A. Penafsiran Ahmad Musthofa al–Maraghi

1. Biografi Ahmad Musthofa al– Maraghi

Al–Maraghi adalah seorang ahli tafsir terkemuka dari kebangsaan

Mesir, ia murid dari syekh Muhammad Abduh. Nama lengkap al–Maraghi

adalah Ibnu Mustofa Ibnu Muhammad Ibnu Abdul Mun’im al–Maraghi. Dia

dilahirkan pada tahun 1881 M ( 1298 H ) di sebuah kampung di negara Mesir

yang disebut dengan nama Maragah dan kepada dusun tempat kelahirannya

itulah dia dihubungkan ( al–Maraghi ).

Setelah mulai dewasa, al-Maraghi pindah ke negara Kairo untuk

mendalami berbagai cabang ilmu keislaman dan dia juga sempat berguru

kepada Syekh Muhammad Abduh, seorang ulama yang tidak asing lagi bagi

kaum muslimin. Setelah menguasai dan mendalami cabang– cabang ilmu

keislaman, dia mulai dipercaya oleh pemerintahnya untuk memegang jabatan

yang penting dalam pemerintahan.1

Pada tahun 1908 sampai dengan tahun 1919, al–Maraghi diangkat

menjadi seorang hakim di Sudan. Sewaktu dia menjadi hakim negeri tersebut

dia sempatkan dirinya untuk mempelajari dan mendalami bahasa–bahasa

asing antara lain yang ditekuninya adalah bahasa Inggris. Dari bahasa Inggris

1. Dewan Redaksi IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, ( Jakarta :

Djambatan, 1992 ), hlm. 617

Page 2: BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · sakaratul maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk menghadapi

35

dia banyak membaca literatur–literatur bahasa Inggris.2 Al–Maraghi adalah

seorang ulama yang sangat produktif dalam menyampaikan pemikirannya

lewat tulisan–tulisannya yang terbilang sangat banyak. Karya al-Maraghi di

antaranya adalah :

- Ulum al –Balagah

- Hidayah at-Talib

- Tahzib at-Taudih

- Tarikh’Ulum al-Balagah wa Ta’rif bi Rijaliha

- Buhus wa Ara’

- Mursyid at-Tullab

- Al-Mujaz fi al-Adab al-‘Arabi

- Mujaz fi’Ulum al-Usul

- Ad-Diyat wa al-Akhlaq

- Al-Hisbah fi’al-Islam

- Ar-Rifq bi al-Hayawan fi al-Islam

- Syarh Salasih Hadisan

- Tafsir Juz Innama

- Tafsir al-Maraghi

Tafsir al–Maraghi terkenal sebagai sebuah kitab tafsir yang mudah

dipahami dan enak dibaca. Hal ini sesuai dengan tujuan pengarangnya, seperti

yang diceritakan dalam muqaddimahnya yaitu untuk menyajikan sebuah buku

tafsir yang mudah dipahami oleh masyarakat muslim secara umum. Musthofa

al–Maraghi meninggal dunia pada tahun 1952 M (1317 H ).3

2. Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam di Indonesia,( Jakarta : Proyek Peningkatan

Sarana dan Prasarana, 1993 ), hlm. 696 3. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, ( Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve,

1993 ), cetakan. I, hlm.165

Page 3: BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · sakaratul maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk menghadapi

36

2. Metode dan Corak Tafsir Al –Maraghi

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa metode penafsiran ayat–ayat al-

Qur’an telah dibagi menjadi empat macam yaitu : metode tahlili ( analisis ),

metode ijmali ( global ), metode muqarin ( komparatif ), dan metode

maudhu’I ( tematik ).

Sedangkan metode yang digunakan dalam penulisan Tafsir al–

Maraghi adalah metode tahlili ( analisis ), sebab pada mulanya, dia

menempatkan ayat – ayat yang dianggap satu kelompok dan sistematikanya

sebagai berikut :

a. Menempatkan ayat – ayat diawal pembahasan.

Pada setiap pembahasan ini, dia mulai dengan satu, dua atau lebih ayat-

ayat al-Qur’an, yang kemudian disusun sedemikian rupa sehingga

memberikan pengertian yang menyatu.

b. Penjelasan kata-kata tafsir mufradat

Kemudian dia juga menyertakan penjelasan-penjelasan kata-kata secara

bahasa jika memang terdapat kata-kata yang dianggap sulit untuk

dipahami oleh para pembaca.

c. Pengertian ayat secara ijmali ( global )

Kemudian dia juga menyebutkan makna ayat-ayat secara ijmali ( global )

dengan maksud memberikan pengertian ayat-ayat di atas secara global,

sehingga sebelum memasuki pengertian tafsir yang menjadi topik utama

para pembaca terlebih dahulu mengetahui ayat-ayatnya secara global.

d. Asababun Nuzul ( Sebab – sebab turunya ayat )

Selanjutnya, dia juga menyertakan bahasan asbabun nuzul jika terdapat

riwayat sahih dari hadist yang menjadi pegangan dalam menafsirkan ayat–

ayat al–Qur’an

e. Mengesampingkan istilah–istilah yang bertentangan dengan ilmu

pengetahuan.

Page 4: BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · sakaratul maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk menghadapi

37

Di dalam tafsir ini sehingga al–Maraghi mengesampingkan istilah–istilah

yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan misalnya, ilmu sharaf, ilmu

nahwu, ilmu balagah dan sebagainya, walaupun masuknya ilmu–ilmu

tersebut dalam tafsir sudah terbiasa di kalangan mufasirrin terdahulu.

Menurutnya, masuknya ilmu–ilmu tersebut justru merupakan suatu

penghambat bagi para pembaca di dalam mempelajari ilmu–ilmu tafsir.4

Corak yang dipakai dalam Tafsir al–Maraghi adalah corak adab al–

Ijtima’i, sebagai berikut: diuraikan dengan bahasa yang indah dan menarik

dengan berorentasi sastra kehidupan budaya dan kemasyarakatan. Sebagai

suatu pelajaran bahwa al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk dalam

kehidupan individu maupun masyarakat.

Penafsiran dengan corak adab al-Ijtima’I berusaha mengemukakan

segi keindahan bahasa dan kemukjizatan al-Qur’an berusaha menjelaskan

makna atau maksud dituju oleh al-Qur’an, berupaya mengungkapkan betapa

al-Qur’an itu mengandung hukum-hukum alam dan atauran-aturan

kemasyarakatan, serta berupaya mempertemukan antara ajaran al-Qur’an,

teori-teori ilmiah yang benar.5 Dan dalam Tafsir al-Maraghi ini juga

menggunakan bentuk bil ra’yi. Di sini dijelaskan bahwa suatu ayat itu

urainnya bersifat analisis dengan mengemukakan berbagai pendapat dan di

dukung oleh fakta-fakta dan argumen-argumen yang berasal dari al-Qur’an.

3. Penafsiran Musthofa al– Maraghi terhadap kata Thaghut

Al–Maraghi berpandangan bahwa makna thaghut adalah syetan,

karena syetan itu merupakan pembujuk dan perayu bagi umat manusia untuk

mengingkari dan tidak menyembah pada Allah, melainkan syetan menyuruh

4. Ahmad Mustofa al- Maraghi, Tafsir al-Maraghi, ( Muqadimah ), ( Beirut : Dar al-Fikr,

1974 ), juz, I, hlm. 17-18 5. Dewan Redaksi, op.cit, hlm. 164

Page 5: BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · sakaratul maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk menghadapi

38

manusia untuk menyembah kepada selain Allah yaitu menyembah kepada

patung– patung yang dibuatnya sendiri untuk dimintai suatu keberkahan.6

Sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah dalam surat Az – Zumar ayat

17 dan 18 yang berbunyi sebagai berikut :

)17( والذين اجتنبوا الطاغوت أن يعبدوها وأنابوا إلى الله لهم البشرى فبشر عباد الذين يستمعون القول فيتبعون أحسنه أولئك الذين هداهم الله وأولئك هم أولو

) 18( الألباب Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku. ( 17 ) yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal. ( 18 ).7

Maksud dari ayat ini adalah bahwa Allah memberikan suatu ancaman

terhadap penyembah patung–patung dan Allah memberikan suatu kabar

gembira yang di bawa oleh para Rasul–rasulNya untuk disampaikan kepada

umat manusia yang menghindari penyembahan terhadap patung–patung atau

memalingkan diri dari selain Allah, maka mereka akan memperoleh

pengampunan dan pahala yang besar dari Allah, ketika mereka menghadapi

sakaratul maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk menghadapi

hisab. Kemudian Allah memberikan taufik kepada umat manusia ke jalan

yang benar dan tepat sasaran, bagi mereka yang berpaling diri dari selain

Allah, dan memberikan akal yang sehat dan fitrah yang lurus, yang tidak taat

kepada hawa nafsu.8

6. Ahmad Musthofa Al- Maraghi, op.cit, juz. XXIII, hlm. 286 7. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, ( Semarang : Toha Putra,2000 ), hlm. 748

8. Ahmad Mustofa Al- Maraghi, op.cit, juz. XXIII, hlm. 288

Page 6: BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · sakaratul maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk menghadapi

39

Al–Maraghi punya pandangan lainnya tentang thaghut, bahwa makna

thaghut adalah melampui batas. Maksud dari melampui batas di sini adalah

melampui batas dalam hal–hal kebaikan menuju pada suatu hal–hal kebatilan,

kesesatan yang menyimpang dari ketentuan syari’at yang telah digariskan oleh

Allah untuk manusia di muka bumi ini. Seperti dijelaskan oleh Allah SWT,

dalam firmannya surat an–Nisa ayat 60 sebagai berikut :

ألم تر إلى الذين يزعمون أنهم ءامنوا بما أنزل إليك وما أنزل من قبلك يريدون أن يتحاآموا إلى الطاغوت وقد أمروا أن يكفروا به

ويريد الشيطان أن يضلهم ضلالا بعيدا Apakah kamu tidak memperhatikan orang – orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan kepada sebelum kamu ? mereka hendak berhakim kepada thaghut. Padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syetan bermaksud menyesatkan mereka ( dengan ) penyesatan yang sejauh – jauhnya.9

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah mewajibkan bagi kaum muslimin

untuk supaya taat dan tunduk hanya terhadap Allah semata dan RasulNya,

serta tidak melakukan hal–hal yang telah menyimpang dari ketentuan syari’at

dan ajaran agama Islam. Sebab syari’at dan ajaran agama Islam itu telah

membawa manusia pada jalan yang lurus dan terang yang mendapatkan ridha

dari Allah SWT. Dan Allah memerintahkan kepada seluruh umat manusia

untuk mengadakan pengingkaran terhadap thaghut, karena thaghut itu dapat

menjerumuskan manusia ke dalam lembah yang hitam dan menyesatkan

manusia sejauh–jauhnya dari ketentuan syari’at Allah.10

Ada suarat lain yang menerangkan tentang kata thaghut yaitu dalam

surat An–Nahl ayat 36 sebagai berikut :

9. Depag RI, op.cit, hlm. 128

10. Musthofa al-Maraghi, op.cit, juz V, hlm. 122

Page 7: BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · sakaratul maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk menghadapi

40

بعثنا في آل أمة رسولا أن اعبدوا الله واجتنبوا الطاغوت فمنهم من هدى الله ومنهم من حقت عليه الضلالة فسيروا في الأرض فانظروا

يف آان عاقبة المكذبينآDan sesungguhnya kami telah mengutus Rasul pada tiap–tiap umat (untuk menyerukan ) , “ Sembahlah Allah ( saja ) , dan jauhilah Thaghut itu”. Maka diantara umat itu ada orang – orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula diantaranya orang – orang yang telah pasti kesesatan baginya, maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang–orang yang mendustakan ( Rasul – rasul )11.

Maksud dari ayat ini adalah bahwa Allah telah mengutus para Rasul–

rasulNya untuk menyerukan kepada umat manusia agar mereka hanya

menyembah kepada Allah saja, dan supaya menjaga diri dari ajakan, bujuk,

rayuan dari syetan untuk ingkar pada Allah, menuju pada hal– hal

kemaksiatan ( kesesatan ). Allah juga mengutus para Rasul– rasulNya untuk

mengajak umat manusia supaya mau ingkar dan menjauhi terhadap thaghut,

karena thaghut atau syetan itu dapat membinasakan manusia dan Allah bisa

menurunkan siksaan dan adzabnya yang keras dan pedih kepada manusia yang

ingkar dari diriNya atau menyembah kepada selain Allah.12

Dalam surat al–Maidah ayat 60 juga diteerangkan kata Thaghut sebagai berikut :

قل هل أنبئكم بشر من ذلك مثوبة عند الله من لعنه الله وغضب عليه وجعل منهم القردة والخنازير وعبد الطاغوت أولئك شر مكانا

وأضل عن سواء السبيل

Katakanlah,” Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang–orang yang lebih buruk pembalasannya dari ( orang–orang fasik ) itu disisi Allah, yaitu orang– orang yang dikutuki dan dimurkai oleh Allah, diantara mereka ( ada ) yang dijadikan monyet–monyet dan

11. Depag RI, op. cit, hlm. 407

12. Musthofa Al-Maraghi, op.cit, juz. XIV, hlm. 142-149

Page 8: BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · sakaratul maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk menghadapi

41

babi - babi dan ( orang yang hina ) menyembah thaghut ? mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.13

Dalam ayat ini diterangkan bahwa Allah memberikan balasan atau

kutukan dan murka terhadap orang–orang yang melakukan pengingkaran

terhadap Allah dan mereka malah melakukan penyembahan terhadap thaghut.

Mereka semua dikutuk oleh Allah SWT menjadi monyet–monyet dan babi–

babi yang begitu jelek dan hina di mata makhluk Allah yang lain, dan mereka

semua ditempatkan di tempat yang sangat buruk yang hina, dan mereka telah

tersesat dari jaln yang lurus menuju jalan yang menyimpang dan tidak

mendapat ridha dari Allah.14

Pada surat al–Baqarah ayat 256 dan ayat 257 diterangkan sebagai

berikut dibawah ini:

لا إآراه في الدین قد تبين الرشد من الغي فمن یكفر بالطاغوت ویؤمن بالله فقد استمسك بالعروة الوثقى لا انفصام لها والله سميع

هم من الظلمات إلى النور الله ولي الذین ءامنوا یخرج )256(عليموالذین آفروا أولياؤهم الطاغوت یخرجونهم من النور إلى الظلمات

)257(أولئك أصحاب النار هم فيها خالدون Tidak ada paksaan untuk ( memasuki ) agama ( islam ) , sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah , karena itu barang siapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang teguh kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui.” ( 256 ), “Allah Pelindung orang– orang yang beriman, Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan ( kekafiran ) kepada cahaya ( iman ). Dan orang –orang yang kafir, pelindung – pelindungnya adalah Syetan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan ( Kekafiran ), mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamanya. ( 257 ).15

13. Depag RI, op. cit, hl.m. 170

14. Musthofa Al-Maraghi, op.cit, juz. VI, hlm. 257-267 15. Depag RI, op. cit, hlm. 63

Page 9: BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · sakaratul maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk menghadapi

42

Allah menjelaskan bahwa dalam ajaran agama Islam tidak ada suatu

paksaan dalam menganut ajaran agama Islam, karena dalam agama Islam

banyak sekali mengandung hidayah (tuntunan ) dan kebahagiaan, sedangkan

dalam ajaran agama lain paksaan dalam penganut ajaran agama itu ada, karena

dalam agama lain terdapat suatu penyesatan atau penyelewengan dari

ketentuan syari’at yang telah ditentukan dalam ajaran agama Islam.

Ayat ini juga menjelaskan tentang pengingkaran dari syari’at Allah

yaitu mengikuti jejak syetan atau thaghut untuk melakukan suatu

penyelewengan dan melakukan perbuatan yang melampaui batas dari hal–hal

yang baik menuju pada hal–hal yang batil atau kesesatan.

Sedangkan ayat 257 menerangkan bahwa seseorang yang benar–benar

beriman, di dalam hati mereka terdapat satu keyakinan, bahwa tidak ada

seorang pun yang berkuasa atas dirinya kecuali Allah semata. Hanya Allah–

lah yang memberi petunjuk untuk menggunakan hidayah dan taufik yang telah

Allah anugerahkan pada kita ( yakni alat–alat indra, akal dan agama ) dengan

cara yang baik dan benar. Jika ia berhadapan dengan masalah yang syubhat,

maka karena sarana tadi, tampaklah nur ( cahaya ) kebenaran yang mengusir

kegelapan di dalam hati manusia, hingga dirinya selamat dari bahaya tersebut.

Sedangkan kaum kafir, maka tidak ada satu kekuasaan pun yang bisa

menguasai jiwa mereka, melainkan hanya tunduk terhadap berbagai kebatilan

yang mengantarkannya pada kezaliman kepada Allah. Jika yang ditaatinya itu

adalah makhluk hidup yang bisa bicara, kemudian ia melihat bahwa yang

mentaatinya itu telah diterangi dengan sinar kebenaran yang memberi

peringatan akan kerusakan keyakinan mereka selama ini, maka dengan segera

ia akan memadamkan pengaruh dan memalingkan mereka dengan

menciptakan tabir kepada kebenaran tersebut. Dan apabila yang disembah itu

bukan makhluk hidup, maka kalangan juru kunci dan pemimpinnya tidak

segan–segan memperdalam masalah syubhat, dengan menjelaskan berbagai

Page 10: BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · sakaratul maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk menghadapi

43

hal yang harus mereka yakini dan lakukan terhadap kekuasaan yang mereka

sembah. Hal ini tidak bisa diragukan lagi merupakan suatu bentuk “ ibadah “.

Meski mereka mengistilahkan sebagai tawassul, meminta syafa’at dan lain

sebagainnya.16

B. Penafsiran Prof. Dr.H. Hamka Terhadap Kata Thaghut

1. Biografi Prof. Dr. H. Hamka

Nama lengkap dari Prof. Dr. H. Hamka adalah Haji Abdul Malik bin

Abdul Karim Amrullah bin Abdullah bin Soleh, atau yang dikenal dengan

panggilan Buya Hamka. Buya Hamka dilahirkan di sebuah perkampungan

yang bernama Sungai Batang dekat Danau Maninjau Sumatra Barat. Dia

dilahirkan pada tanggal 17 Februari 1908 yang bertepatan dengan tanggal 14

Muharam 1326 H. Buya Hamka adalah anak seorang ulama yang terkemuka

dan terkenal yaitu Dr. Haji Karim alias Haji Rosul, pembawa faham

pembaharu Islam di daerah Minangkabau.17

Buya Hamka adalah seorang pujangga, ulama, pengarang, dan

politikus. Dia banyak mengubah syair dan sajak, menulis karya sastra,

mengarang buku-buku bernafaskan keagamaan. Dia menjadi tempat bertanya

dan rujukan berbagai masalah keagamaan. Ia pernah menjadi anggota Dewan

Konstituante ( dari partai Masyumi ) setelah pemilu tahun 1955. Buya Hamka

belajar didesanya selama tiga tahun, ia lalu melanjutkan pendidikannya kira-

kira tiga tahun pula di sekolah agama di Padang Panjang dan Parabek. Karena

bakat dan otodidaknya yang kuat, ia dapat mencapai ketenaran dalam berbagai

bidang. Bakatnya dalam bidang bahasa menyebabakan ia dengan cepat dapat

menguasai bahasa Arab sehingga ia mampu membaca secara luas termasuk

berbagai terjemahan dari tulisa-tulisan Barat. Bakat tulis-menulis tampaknya

16. Musthofa al-Maraghi, op. cit,Juz. III, hlm. 25-34 17. Drs. M. Abdul al-Manar, Pemikiran Hamka, Kajian Filsafat dan Tasawuf, ( Jakarta :

Prima Aksara, 1993 ), hlm. 32

Page 11: BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · sakaratul maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk menghadapi

44

memang telah dibawanya sejak kecil, yang diwarisinya dari ayahnya, yang

selain takoh ulama juga penulis, terutama dalam majalah al-Munir.

Pada usia tujuh belas tahun, sekitar tahun 1925. Dia telah menerbitkan

bukunya yang pertama Khatibul Ummah, yang berarti Khatib dan Umat.

Kisah perjalanan naik haji ke tanah suci ditulisnya dalam surat kabar Pelita

Andalas. Tahun 1928, ia menerbitkan majalah Kemajuan Zaman dan pada

tahun 1932 ia terbitkan pula majalah al-Mahdi. Kedua majalah tersebut

bercorak kesusastraan dan keagamaan.18

Pada tahun 1936-1943 Hamka menjadi ketua redaksi majalah

Pedoman Masyarakat di Medan, sebuah majalah yang pernah mencapai oplag

tertinggi sebelum perang dunia kedua. Pada tahun 1959, ia menerbitkan

majalah Panji Masyarakat. Pada tahun 1960 dilarang terbit karena menentang

politik Soekarno. Bahkan ia sendiri ditangkap dan semua buku-bukunya pun

dilarang beredar.

Selama meringkuk dalam tahanan berbagai macam siksaan yang

ditimpakan kepadanya, lebih–lebih siksaan yang bersifat mental. Berkat

pertolongan dan perlindungan dari Allah Swt semua siksaan dan penderitaan

selama berada dalam tahanan itu juga ada hikmahnya bagi dia. Dimana dia

dapat mengarang sebuah kitab Tafsir al–Qur’an yang beliau beri nama “ Kitab

Tafsir al – Azhar “ dan sekaligus merupakan sumbangannya yang terbesar

bagi umat manusia. Dimana dia berkata : “ Sebaiknya saya lah yang

mengucapkan terima kasih kepada yang menahan saya, karena selama dua

tahun dalam tahan dan di rumah sakit persahabatan, saya telah berhasil

mengarang Tafsir al–Qur’an yang tidak dapat saya selesaikan dalam tempo 20

tahun diluar tahanan “. Setelah keluar dari tahanan dia lebih banyak

mencurahkan dan menyisihkan waktu dalam soal agama saja, seperti memberi

18. Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam Di Indonesia, ( Jakarta : Proyek Peningkatan

Sarana dan Prasarana, 1993 ), hlm. 344

Page 12: BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · sakaratul maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk menghadapi

45

kuliah subuh, ceramah melalui RRI, TVRI dan membina Masjid Agung al–

Azhar dengan sebagai imam besar.

Pada tahun 1967 dia direabiliter oleh presiden Suharto dan larangan

menyebarkan buku–buku karangannnya dicabut kembali sedangkan dalam

organisasi Muhammadiyah sejak tahun 1971. dia ditetapkan menjadi

penasehat pimpinan pusat Muhammadiyah sampai akhir hayat. Berkat ilmu

pengetahuan yang di dapati dengan cara belajar sendiri, maka pada tanggal 8

Juni 1974 Buya Hamka mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari

Universitas Kebangsaan Melaysia Kuala Lumpur.19

Pada bulan Juni 1975 berdirilah MUI dan Buya Hamka terpilih

menjadi ketua pertama, MUI berdiri dengan dasar–dasar organisasi yang

terarah kepada :

1. Memberi nasehat kepada pemerintah dan umat tentang masalah

keagamaan di minta atau tidak di minta

2. Meningkatkan Ukhuwah Islamiyyah ( Persatuan )

3. Membina kerja sama antara umat beragama di Indomesia

4. Meningkatkan kerja sama antara ulama dan umara

5. Masalah kemasyarakatan lainnya.

Kemudian dalam masyarakat Nasional MUI akhir Mei 1980, dia

terpilih kembali menjadi ketua umum . Namun pada tahun 1981 dia

meletakkan jabatan setelah heboh soal fatwa mengenai kehadiran umat Islam

dalam perayaan Natal, ketegasan pendirian dia tentang hal itu dilukiskan oleh

M. Natsir sebagai berikut :

Buya Hamka adalah ulama besar yang mempunyai karakter

tindakannya yang terakhir merupakan salah satu karakter yang perlu

19. Ibid, hlm. 345

Page 13: BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · sakaratul maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk menghadapi

46

diingat–ingat dia tidak ragu–ragu melepaskan kedudukannya demi

suatu yang diyakininya, dia juga seorang pembela kebenaran.

Tidak beberapa lama setelah pengunduran dirinya dari MUI dia pun

pulang ke Rahmatullah pada tanggal 24 Juli 1981 M atau 22 Ramadhan 1401

H . Dengan meninggalkan 10 orang putra dan 22 orang cucu. Sewaktu berita

meninggalnya tersiar ke seluruh lapisan masyarakat mulai dari presiden

hingga sampai pada rakyat jelata, semuanya mengiringi dengan do’a dan

cucuran air mata, disinilah terlihat akan kebenaran bahwa Buya Hamka itu

menjadi sosok manusia yang sangat disegani dan dihormati oleh masyarakat

Indonesia.

Disamping terkenal sebagai ulama besar, dia juga terkenal sebagai

pengarang yang sangat produkif hampir seluruh waktunya dicurahkan pada

dunia tulis–menulis. Di dunia tulis–menulis ia rintis pada usia yang relatif

muda yaitu pada usia 17 tahun. Dia sudah berhasil mengarang sebuah buku,

satu keistimewaan dia dalam menulis, dimana hasil karya–karyanya enak

dibaca karena didalamnya disertai bahasa yang indah dan menawan setiap

pembaca. Disamping itu juga mudah pula dipahami maksud isinya. Inilah

salah satu faktor yang menyebabakan pembaca buku– buku Buya Hamka

tidak bosan, banyak sekali buku–buku yang dia karang meliputi berbagai ilmu

antara lain: sejarah, filsafat, tasawuf , fiqih, roman dan lainnya. Buya Hamka

telah mengarang buku kurang lebih sebanyak 150 buah buku sebagaimana

yang tertera didalam buku perjalan terakhirnya disebutkan : “ Dari semenjak

menciptakan buku “ Khatibul Ummah “ yang merupakan buku agama pertama

dibuatnya dengan menggunakan bahasa arab sampai pada buku yang paling

besar dan terakhir ialah : “ Tafsir al–Qur’anul Karim al–Azhar “ tidak kurang

113 buku sedangkan buku–buku lainnya dari sejak “ Tengelamnya Kapal Van

Der Wijcknya dan Dibawah Lindungan Ka’bah “ roman yang bernafaskan

Page 14: BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · sakaratul maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk menghadapi

47

agama Islam sampai pada politik, filsafat, yang telah dimuatnya mencapai 150

buku.

Buku–buku karangan dia telah dicetak berulang kali dan tersebar di

seluruh Nusantara bahkan sampai ke Semenanjung Malaysia. Di Malaysia

buku–buku dia telah menjadi literatur bagi sekolah–sekolah. Sejak sekolah

dasar hingga sampai perguruan tinggi, begitulah kebesarannya dalam dunia

tulis–menulis.20

2. Metode dan Corak Tafsir Al – Azhar

Tiap–tiap tafsir pasti memberikan suatu corak atau haluan dari

penafsirnya, seperti halnya dalam Tafsir al–Azhar ini. Dalam penafsirannya

Buya Hamka memelihara sebaik mungkin antara naql dan akal, dirayah

dengan riwayah dan tidak semata–mata mengutip atau menukil pendapat

orang terdahulu, tetapi mempergunakan pula tujuan dan pengamalannya. Oleh

sebab itu, Tafsir al-Azhar ini ditulis dalam suasana baru di negara yang

penduduk muslimnya lebih besar jumlahnya daripada penduduk muslim di

negara lain. Maka pertikaian madzhab tidaklah dibawa, juga tidak ta’asub (

fanatik ) kepada suatu faham, melainkan mencoba segala upaya mendekati

maksud ayat, menguraikan makna lafadz bahasa Arab ke dalam bahasa

Indonesia serta memberi kesempatan orang buat berfikir.

Tafsir al–Azhar adalah tafsir yang berkombinasi antara bil ma’tsur dan

bil ra’yi, sebagaimana ia katakan bahwa dalam menafsirkan al–Qur’an ia

menganut madzhab salaf yaitu madzhab Rasulullah dan para sahabat serta

ulama–ulama yang mengikuti jejaknya. Dalam hal ibadah dan aqidah dia

memakai pendekatan taslim, artinya menyerahkan dengan tidak banyak

20. Drs. M. Abdul al-Manar, Pemikiran Hamka, Kajian Filsafat dan Tasawuf, ( Jakarta :

Prima Aksara, 1993 ), hlm. 32

Page 15: BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · sakaratul maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk menghadapi

48

bertanya, melainkan meninjau mana yang lebih baik dan lebih dekat kepada

kebenaran untuk diikuti dan meninggalkan yang jauh menyimpang.

Ada satu hal yang perlu digarisbawahi, bahwa pemikiran theologis

yang dinyatakan oleh Buya Hamka, yakni mengikuti jejak Rasul ( madzhab

salaf ) tidak selamanya konsisten. Hal ini terlihat ketika Buya Hamka

menyatakan sifat–sifat Tuhan yang tercantum dalam ayat–ayat mutasyabihat,

ia menafsirkan apa adanya tanpa memberi komentar sedikitpun, dan pada ayat

lain diartikan dengan ta’wil. Contoh dalam menafsirkan kata ain, ( Q.S Thoha

: 39 ) dan kata istawa (Q.S. Thoha : 5 ), diartikan dengan dua pengetian, yakni

arti harfiyah dan arti ta’wil. Kata ain diartikan dengan pandangan dan mata

sedang kata istawa diartikan bersemayam dan dengan arti menguasai.21

3. Penafsiran Prof. Dr. H. Hamka Terhadap Kata Thaghut

Ayat yang digunakan sebagai landasan atau dasar dalam pembahasan

kata thaghut oleh Prof. Dr. H. Hamka adalah surat an- Nahl ayat 36 sebagai

berikut:

ولقد بعثنا في آل أمة رسولا أن اعبدوا الله واجتنبوا الطاغوت فمنهم الضلالة فسيروا في الأرض من هدى الله ومنهم من حقت عليه

)36(فانظروا آيف آان عاقبة المكذبين

Dan sesungguhnya telah kami utus pada tiap–tiap umat seorang Rasul, agar supaya mereka menyembah kepada Allah, orang yang diberi petunjuk oleh Allah, dan di antara mereka ada orang yang diberi petunjuk oleh Allah, dan di antara mereka ada yang tetap atasnya kesesatan, maka berjalanlah di bumi dan pandanglah, bagaimana kesudahannya orang – orang yang mendustakan.22

Ayat ini menegaskan bahwa Allah mengutus para Rasul untuk

menyuruh manusia supaya menyembah hanya kepada Allah semata dan

21. Prof. Dr. H. Hamka, Tafsir al-Azhar,( Jakarta : Pembimbing Masa, 1973 ), juz. I, hlm. 36

22. Depag RI, op.cit, hlm.407

Page 16: BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · sakaratul maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk menghadapi

49

menjauhi thaghut. Sejak terjadinya manusia mempersekutukan yang lain

dengan Allah pada kaum nabi Nuh As, yang diutus kepada mereka adalah

nabi Nuh, maka nabi Nuh adalah Rasul Allah yang pertama diutus ke muka

bumi ini, dan ditutup dengan nabi Muhammad SAW, yang da’wahnya

melingkupi manusia, jin di timur dan barat, menurut satu pokok firman Allah

yaitu membawa wahyu bahwa tidak ada Tuhan melainkan hanya Allah dan

hendaklah kepada Allah kita beribadah.

Allah SWT tidak menghendaki bahwa mereka menyembah kepada

selain Dia, bahkan Dia telah melarang mereka berbuat maksiat dan ingkar

pada ketentuan Allah. Adapun kehendak Allah dalam mewujudkan sesuatu

yang mereka ambil alasan mengatakan takdir, tidaklah hanya dapat dijadikan

hujjah, karena Allah memang menciptakan neraka dan penduduknya adalah

syetan dan orang kafir. Tetapi tidak–lah Allah rindhoi hambaNya yang

menjadi kafir. Dalam hal ini Allah mempunyai alasan yang cukup bijaksana

dan sempurna.

Di dalam ayat ini juga diterangkan, Allah menunjuk perbandingan

diantara orang yang mendapat petunjuk Allah dan orang–orang yang sesat.

Manusia diperintah memandang dan merenungkan perbedaan di antara hidup

kedua orang tersebut. Kita diperintah berjalan di muka bumi dan

memperhatikan bagaimana akibat dari orang–orang yang mendustakan Allah,

orang yang tidak menerima kebenaran. Di sini Allah telah menjelaskan bahwa

akibat dari orang yang mendustakan ajaran Allah, mereka tidak akan selamat

dari azab yang diberikan oleh Allah. Demikian kita lihat pada tiap–tiap

zaman, terjadi pada orang kecil dan orang besar, bahkan tidaklah dapat

disisihkan dan diperbedakan di antara kuburan seorang diktator dan seorang

Page 17: BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · sakaratul maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk menghadapi

50

pengusaha yang sewenang–wenang dengan kuburan dari seorang penggosok

sepatu.23

Dalam surat al–Baqarah ayat 256–257 Prof. Dr. Hamka menjelasakan

sebagai berikut :

Bahwa di antara jalan yang benar, itu adalah jalan yang cerdik

bijaksana sudah jelas berbeda dengan jalan yang sesat, sehingga tidak perlu

dipaksakan lagi. Asal orang satu kali sudah melemparkan pengaruh thaghut

dari dirinya, dan terus beriman kepada Allah, kebenaran itu pasti diterimanya

dengan tidak usah dipaksakan. Yang memaksa orang menganut suatu paham

walaupun itu tidak benar, tidak lain hanyalah thaghut.24

Menurut riwayat Ibnu Abbas, Nabi SAW memanggil kedua anak yang

memeluk agama berbeda dengan ayahnya, agama yang dipeluk ayahnya

adalah Islam sedangkan kedua anak tersebut memeluk agama Yahudi, lalu

Nabi menyuruh kepada kedua anak tersebut untuk memilih antara agama

ayahnya dan agama yang mereka peluk sendiri. Di antara kedua anak tersebut

ternyata ada yang memilih agama yang dipeluk oleh ayahnya yaitu agama

Islam dan yang satunya tetap memilih agama Yahudi, maka di sini sudah jelas

bahwa di dalam Islam itu tidak ada satupun paksaan dalam memeluk agama.

Sebagaimana diterangkan dalam ayat dibawah ini.

لا إآراه في الدین قد تبين الرشد من الغي فمن یكفر بالطاغوت لعروة الوثقى لا انفصام لها والله سميع ویؤمن بالله فقد استمسك با

)256(عليم Tidak ada paksaan untuk ( memasuki ) agama ( Islam ), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah, karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang teguh kepada bahul tali yang

23. Prof. Dr. H. Hamka, op.cit, juz. 13-14, hlm. 237- 241 24. Ibid, juz. III, hlm. 32

Page 18: BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · sakaratul maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk menghadapi

51

amat kuat tidak akan putus. Dan Allah maha mendengar dan maha mengetahui. ( Al – Baqorah : 256 )

Dan dalam ayat 257:

خرجهم من الظلمات إلى النور والذین آفروا الله ولي الذین ءامنوا یأولياؤهم الطاغوت یخرجونهم من النور إلى الظلمات أولئك أصحاب

)257(النار هم فيها خالدون

Allah pelindung bagi orang – orang yang beiman, Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan ( Kekafiran ) kepada cahaya ( Iman ). Dan orang – orang yang kafir, pelindungnya adalah Syetan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya ( Iman ) menuju pada kegelapan ( kekafiran ), mereka itu adalah penghuni nereka dan kekal didalamnya.25

Maksudnya adalah barang siapa yang telah berwalikan kepada Allah,

maka mereka semua akan dikeluarkan dari kegelapan menuju pada cahaya

yang terang, dan hati mereka akan selalu disinari oleh Allah dengan keimanan

dan selalu mendapatkan keberkahan serta ketenangan jiwa, sedangkan bagi

mereka yang telah berwalikan kepada syetan, maka jiwa mereka akan menjadi

gelap dan kehilangan pedoman, akibatnya mereka akan berbuat sesuka hati

menuruti hawa nafsu, tanpa memikirkan akibat yang terjadi di belakang nanti

dan akhirnya mereka akan menjadi penghuni neraka dan mendapat azab yang

sangat pedih dari Allah.26

Surat al–Maidah Ayat 60 menjelaskan thaghut sebagai berikut :

Bahwa orang – orang yang mendapat laknat atau azab dari Allah menjadi

25. Depag RI, op.cit, hlm.63

26. Ibid, hlm. 39

Page 19: BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · sakaratul maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk menghadapi

52

kera–kera atau babi–babi yang jelek rupa adalah orang yang suka mencemooh

, mencibir, mengejek satu sama lain, serta mereka melakukan penyembahan

terhadap thaghut ( berhala–berhala ). Maka dari itu Allah memerintahkan

kepada kita semua untuk memerangi orang–orang yang melakukan perbuatan

yang hina tersebut, karena orang yang melakukan perbuatan hina tersebut

akan mendapatkan suatu tempat yang amat kotor dan menjijikan dan mereka

tidak mendapatkan perhatian sedikitpun dari Allah SWT.27 Sebagaimana ayat

di bawah ini :

قل هل أنبئكم بشر من ذلك مثوبة عند الله من لعنه الله وغضب عليه وجعل منهم القردة والخنازير وعبد الطاغوت أولئك شر مكانا

وأضل عن سواء السبيل Katakanlah : maukah aku beritakan kepada kamu apa yang lebih jahat balasannya disisi Allah dari yang demikian itu ? ialah orang – orang yang telah dilaknat oleh Allah dan Dia jadikan mereka kera – kera dan babi – babi dan penyembah Thaghut , mereka inilah orang – orang yang jahat tempatnya dan yang telah terlalu sesat dari kelurusan jalan.28

Surat az–Zumar ayat 17 dan 18 menjelaskan Thaghut sebagai berikut :

والذين اجتنبوا الطاغوت أن يعبدوها وأنابوا إلى الله لهم البشرى فبشر عباد

“ Dan orang–orang yang menjauhi Thaghut bahwa akan menyembah kepadannya dan kembali kepada Allah, bagi mereka adalah berita gembira, maka gembiralah hamba–hambaKu.” ( 17 )

أولئكو الله ماهده الذين أولئك هنسون أحبعتل فيون القومعتسي الذين

هم أولو الألباب

27. Prof. Dr. H. Hamka, op.cit, juz. VI, hlm. 301-302 28. Depag RI, op.cit, hlm. 170

Page 20: BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · sakaratul maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk menghadapi

53

Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti mana yang sebaik–baiknya, itulah orang–orang yang diberi petunjuk oleh Allah, dan itulah orang–orang yang mempunyai akal budi.( 18 ).29

Maksud ayat ini menurut Hamka adalah bahwasanya orang–orang

yang berkuasa yang sudah tidak memperdulikan lagi peraturan dari Allah dan

membuat undang–undang sendiri, serta mengikuti kehendaknya guna

mengikuti kekuasaanya maka mereka adalah thaghut, dan mereka yang

menjadi kepala negara dengan mendapatkan gelar–gelar mentereng yang

menyerupai dengan gelar Tuhan mereka tersebut adalah pethaghut belaka.

Maka dari itu ayat ini menganjurkan kepada semua umat muslim (

kaum yang beriman ) untuk mengingkari atau menjauhi thaghut, karena

thaghut membawa manusia pada suatu jalan kesesatan dan pengingkaran pada

Allah. Dalam ayat 17 juga memberikan satu kabar gembira pada umat muslim

yang ingkar terhadap thaghut, bahwa Allah akan menyediakan kegembiraan

dalam mencapai jiwa yang sejati.

Sedangkan dalam ayat 18 kita dididik untuk kritis dalam hal

beragama, dapat memilih di antara yang baik dengan yang lebih baik, yang

utama dengan yang lebih utama, serta kita dianjurkan untuk sekali–kali tidak

hanya taqlid ( Menurut saja pada segala keputusan hendaknya

dipertimbangkan dulu dengan akal sendiri ). Allah telah memberikan pujian

kepada orang–orang yang telah melakukan penyaringan atau memilih hal

yang baik kepada satu hal yang lebih baik dengan menggunakan akal cerdas.

Dengan akal yang cerdas manusia dapat mempertimbangkan di antara yang

baik dengan yang buruk, serta dapat memilihnya. Oleh sebab itu, maka orang

yang berakal cerdas ( budi ) tidak akan merasakan satu kecemasan dan bisa

mendengarkan pendapat orang lain yang berbeda dengan dirinya, seorang 29. Prof. Dr. H. Hamka, op. cit, hlm. 748

Page 21: BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · sakaratul maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk menghadapi

54

yang berakal cerdas akan teguh pendiriannya dalam beriman dan bertaqwa

terhadap Allah SWT.30

Dalam surat an-Nisa ayat 51, 60, 76 Prof. Dr. H. Hamka menjelaskan

thaghut sebagai berikut:

Pada ayat 51 sebagai berikut:

ألم تر إلى الذين أوتوا نصيبا من الكتاب يؤمنون بالجبت والطاغوت ) 51(ويقولون للذين آفروا هؤلاء أهدى من الذين ءامنوا سبيلا

Tidaklah engkau lihat kepada orang-orang yang telah diberi seabgian dari kitab ? mereka mempercayai kesesatan dan kesewenang-wenagan, dan mereka berkata dari hal orang-orang yang kafir, mereka itu lebih betul jalannya daripada orang-orang yang beriman itu.31

Dalam ayat ini diterangkan betapa sesatnya orang-orang yang diberi

sebagian dari kitab itu. Kepercayaan tauhid yang asli telah hilang di dalam

lipatan jibti ( kesesatan ) dan thaghut (menuhankan makhluk ), kalau

ditanyakan, engkau pertuhankan si anu ? niscaya mereka akan menjawab juga

“ Tuhan kami adalah Allah!” tetapi kalau ditanya lagi, mengapa perkataan si

anu. Fatwa si anu, tafsir si anu kamu terima saja dengan tidak

mempergunakan akal, padahal kadang-kadang kejauhan sangat dengan firman

Allah yang disampaikan nabi kamu ? mereka tidak dapat memberikan

jawaban yang tepat.32

Sedangkan ayat 60 menjelaskan sebagai berikut:

30. Prof. Dr. H. Hamka, op. cit, juz. XXIV, hlm. 24-32

31. Departemen Agama RI. op.cit, hlm. 127 32. Prof. Dr. H. Hamka, op.cit, juz V. hlm.105-107

Page 22: BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · sakaratul maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk menghadapi

55

ألم تر إلى الذين يزعمون أنهم ءامنوا بما أنزل إليك وما أنزل من قبلك يريدون أن يتحاآموا إلى الطاغوت وقد أمروا أن يكفروا به

ويريد الشيطان أن يضلهم ضلالا بعيدا Tidaklah engkau lihat kepada orang-orang yang berkata bahwa mereka telah beriman dengan apa yang telah diturunkan kepada engkau dan apa yang diturunkan sebelum engkau, padahal mereka meminta hukum kepada thaghut, sedang mereka sudah diperintah supaya jangan percaya kepadanya. Dan inginlah syaitan hendak menyesatkan mereka, sesat yang sejauh-jauhnya.33

Ayat di atas menjelaskan tentang orang yang beriman separuh-

separuh, mereka mengaku beriman kepada Allah, percaya kepada diturunkan

kepada Muhammad yaitu al-Qur’an dan percaya pula kepada yang diturunkan

sebelum Muhammad, yaitu Taurat, Injil dan al-Qur’an telah mengakui

percaya kepada kitab-kitab, Taurat, Zabur, Injil dan al-Qur’an artinya ialah

orang yang telah mengaku dirinya Islam, tetapi ganjil sekali sikap orang itu.

Dia mengakui percaya kepada undang-undang Tuhan, yang diturunkan kepada

Nabi-nabi, tetapi mereka meminta hukum. Mereka datang kepada thaghut,

tegasnya mereka tinggalkan peraturan Allah dan mereka pakai peraturan atau

undang-undang buatan manusia yang berlaku sewenang-wenang. Padahal

sudah nyata bahwa Tuhan memerintahkan bahwa peraturan thaghut itu tidak

boleh diikuti. Keinginan syetan adalah menyesatkan manusia, yakni dengan

cara mengatakan bahwa hukum-hukum buatan manusia itu sumbernya bukan

dari Allah tapi dari manusia sendiri. Maka dari itu syetan mengajak manusia

untuk mengingkari peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh Allah.34

Pada ayat 76 menjelaskan thaghut sebagai berikut :

33. Departemen Agama RI, op. cit, hlm. 128 34. Prof. Dr. H. Hamka, op.cit, hlm. 139-141

Page 23: BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · sakaratul maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk menghadapi

56

الذين ءامنوا يقاتلون في سبيل الله والذين آفروا يقاتلون في سبيل

الطاغوت فقاتلوا أولياء الشيطان إن آيد الشيطان آان ضعيفا

Orang-orang yang beriman, berperanglah mereka pada jalan Allah, tetapi orang-orang yang kafir, berperang mereka pada jalan thaghut. Maka perangilah olehmu pengikut-pengikut syetan itu, sesungguhnya tipu daya syetan adalah lemah.35

Ayat ini menegaskan tentang perbedaan antara orang mu’min dan

orang kafir dalam berperang. Kalau orang mu’min berperang dalam

mempertahanlan sabilillah yang berdasarkan iman, sedangkan peperangan

pengikut syetan berdasarkan hawa nafsu angkara murka, Auliaur-Rahman

berhadap-hadapan dengan Auliaus-Syaitan yang selalu membisikkan dan

memberi advis kepada pengikut-pengikutnya itu memujikan kezaliman dan

kejahatan, syaitanlah yang senang sekali kalau negeri kacau bangunan hancur

dan manusia musnah. “ Tidak apa “ kata syetan sebab dendam hatinya akan

lepas. Tetapi dasarnya lemah, sebab itu tidak juga akan menang.36

Klasifikasi penafsiran Ahmad Musthofa Al Maraghi dan Prof. Dr. H.

Hamka

Surat dan ayat Musthofa Al Maraghi Prof. Dr. H. Hamka

Al Baqarah 256

asal kata يكفر بالطاغوتthaghyan, yang artinya melampaui batas dalam satu hal. Kata ini bisa dimudzakkarkan atau dimu’anatskan. Bisa pula dipakai untuk tunggal atau jamak, sesuai dengan pengertiannya.

artinya segala يكفر بالطاغوتpelanggaran batas atau keluar dari kebenaran.

35. Departemen Agama RI. Op.cit, hlm. 131

36. Prof. Dr. H. Hamka, op.cit, hlm. 162-163

Page 24: BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · sakaratul maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk menghadapi

57

Al Baqarah 257

An Nisa 50

An nisa 60

An nisa 76

Al maidah 60

آفروالطا غو ت ولي الذ ين : penolong orang-orang kafir .

الطا غو تبا لجبت و sesuatu yang jika diibadati dan diimani akan menyebabkan seseorang berbuat aniaya dan keluar dari kebenaran. artinya الطا غو ت الحا آم melakukan hal-hal yang bertentangan dengan tuntunan keimanan. berasal dari سبيل الطا غو ت kata thughyan, yaitu melanggar yang haq, keadilan dan kebaikan untuk melakukan kebatilan, kezaliman dan kejahatan. terambil dari عبد الطاغوتkata ath-thughyan, yang artinya melampaui batas yang tidak di izinkan syara. Kata thaghut mencakup pula orang-orang yang mentaatinya dalam b k i t k d All h

: الطا غو ت ولي الذ ين آفرو pelanggaran batas maksudnya segala pemimpin yang bukan berdasar atas iman pada Allah baik raja, pemimpin, dukun, setan, berhala atau orang yang diberhalakan, didewa-dewakan. berumpun با لجبت و الطا غو ت

dari kalimat thaagiyah diartikan kesewenang-wenangan, terkhusus kepada manusia yang telah lupa atau sengaja keluar dari batasnya sebagai insan, lalu mengambil hak tuhan. segala الطا غو ت الحا آم peraturan atau hukum-hukum buatn manusia dan tidak bersumber dari peraturan Allah. Membawa kesesatan bagi yang mengikutinya. artinya سبيل الطا غو ت peminpin-pemimpin kepala pemerintahan yang sangat besar hawa nafsunya berkuasa, tamak dan berkehendak melakukan penyerbuan ke negeri lain untuk melebarkan kuasa lalu mereka perkuda ulama-ulama penjual iman untuk mengeluarkan fatwa bahwa perang beliau adalah sabilillah. artinya adalah عبد الطاغوت segala tingkah laku yang melampaui batas.

Page 25: BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · sakaratul maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk menghadapi

58

An nahl 36

Az Zumar 17-18

bermaksiat kepada Allah SWT. selain اجتنبوا الطاغوتsesembahan selain Allah , termasuk setan, tukang tenung, berhala dan setiap orang yang menyeru kepada kesesatan.

بوا الطاغوتاجتن artinya syetan. Kata-kata ini disebutkan dalam arti mufrad dan jamak, maksudnya adalah penyembahan kepada patung-patung disebut ibadah kepada setan, apabila setan itu menyuruh menyembah patung-patung dan membuat penyembahan kepada patung-patung sebagai sesuatu yang baik.

orang yang اجتنبوا الطاغوتsesat atau orang yang telah mendustakan ajaran Allah. artinya اجتنبوا الطاغوتmelanggar aturan. Kata ini masdar dari kata thughyaanan. Maksud melanggar aturan disini adalah orang-orang berkuasa yang sudah tidak memperdulikan lagi peraturan Allah dan membuat undang-undang sendiri menurut kehendaknya guna memelihara kekuasaannya.

Dari uraian klasifikasi penafsiran Ahmad Musthofa al-Maraghi dan

Prof. Dr. H. Hamka di atas, maka penulis dapat mengambil suatu kesimpulan

mengenai perbedaan pandangan kedua mufasir tersebut dalam menafsirkan

ayat-ayat yang membicarakan masalah thaghut. Bahwa kata thaghut dalam

pandangan Ahmad Musthofa al-Maraghi adalah syetan. Kata ini disebutkan

dalam arti mufrad dan jamak yang maksudnya adalah penyembahan kepada

patung-patung disebut ibadah kepada syetan, apabila syetan itu menyuruh

menyembah patung-patung sebagai sesuatu yang baik, syetan merupakan

pembujuk, perayu manusia supaya tidak mau taat dan tunduk terhadap segala

apa yang telah ditetapkan oleh Allah, syetan mengajak manusia untuk

Page 26: BAB III PENAFSIRAN AHMAD MUSTHOFA AL MARAGHI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · sakaratul maut dan ketika mereka dihimpun dari kubur untuk menghadapi

59

mengingkarinya, syetan merupakan makhluk Allah yang paling ingkar dan

pembangkang terhadap segala perintah dari Allah, syetan merupakan makhluk

yang sangat di murka oleh Allah.37

Sedangkan thaghut menurut pandangan prof. Dr. H. Hamka adalah

melanggar aturan. Kata ini masdar dari kata thaghyaanan, maksudnya dari

melanggar aturan di sini adalah orang-orang yang berkuasa yang sudah tidak

lagi memperdulikan lagi peraturan-peraturan dari Allah dan membuat undang-

undang sendiri menurut kehendaknya guna untuk memelihara kekuasaannya

atau kesewenang-wenangan dalam menyisihkan semua hukum-hukum yang

disyari’atkan oleh Allah dari muka bumi ini.38

Pernyataan tersebut diatas didukung oleh surat Az Zumar ayat 17 dan

18 yang berbunyi sebagai berikut:

والذين اجتنبوا الطاغوت أن يعبدوها وأنابوا إلى الله لهم البشرى فبشر

ئك الذين هداهم الذين يستمعون القول فيتبعون أحسنه أول ) 17(عباد

)18(الله وأولئك هم أولو الألباب

Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku,(17) yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.(18)22

37. Umar Hasyim, Syetan, ( Surabaya : Bina Ilmu, 1975 ) , hlm. 45 38. Prof. Dr. H. Hamka, op.cit, jilid XXIV, hlm. 29

22 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, ( Bandung: CV. Diponegoro, 2000), hlm. 335