BAB IVnbvhvh

46
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, tiap individu pernah merasakan takut dan dalam batas-batas tertentu pernah pula merasakan ketakutan dan kecemasan (anxiety). Stres dan kecemasan merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari- hari dan merupakan gejala yang normal pada manusia. Bagi orang yang penyesuaiannya baik, maka stres dan kecemasan dapat cepat diatasi dan ditanggulanginya. Sebaliknya, bagi orang yang penyesuaiannya kurang baik, maka stres dan kecemasan merupakan bagian terbesar dalam kehidupannya. Untuk yang terakhir ini, penyesuaian yang dilakukan tidak tepat, sehingga stres dan kecemasan dapat menghambat kegiatan dan aktivitas sehari-hari (Prawitasari, 1988). Stres dapat menimbulkan kecemasan, dan kecemasan dapat dipicu oleh berbagai faktor, baik faktor psikologis maupun faktor fisik atau kombinasi dari kedua faktor tersebut. Respon tiap-tiap individu terhadap suatu stres tidaklah sama. Stres bagi seseorang belum tentu merupakan stres bagi yang lain. Hal ini bergantung pada somato- psiko-sosial orang tersebut. Seseorang yang mengalami stres dapat terwujud dalam berbagai bentuk penyakit atau 1

description

vvbvgv

Transcript of BAB IVnbvhvh

Page 1: BAB IVnbvhvh

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, tiap individu pernah merasakan takut dan

dalam batas-batas tertentu pernah pula merasakan ketakutan dan

kecemasan (anxiety). Stres dan kecemasan merupakan bagian dari

kehidupan manusia sehari-hari dan merupakan gejala yang normal pada

manusia. Bagi orang yang penyesuaiannya baik, maka stres dan kecemasan

dapat cepat diatasi dan ditanggulanginya. Sebaliknya, bagi orang yang

penyesuaiannya kurang baik, maka stres dan kecemasan merupakan bagian

terbesar dalam kehidupannya. Untuk yang terakhir ini, penyesuaian yang

dilakukan tidak tepat, sehingga stres dan kecemasan dapat menghambat

kegiatan dan aktivitas sehari-hari (Prawitasari, 1988).

Stres dapat menimbulkan kecemasan, dan kecemasan dapat dipicu

oleh berbagai faktor, baik faktor psikologis maupun faktor fisik atau kombinasi

dari kedua faktor tersebut. Respon tiap-tiap individu terhadap suatu stres

tidaklah sama. Stres bagi seseorang belum tentu merupakan stres bagi yang

lain. Hal ini bergantung pada somato-psiko-sosial orang tersebut. Seseorang

yang mengalami stres dapat terwujud dalam berbagai bentuk penyakit atau

dapat terungkap melalui ketidakmampuannya untuk melakukan penyesuaian

diri dengan lingkungannya. Pendertiaan fisik dan psikis yang dialami oleh

seseorang dapat menyebabkan orang tersebut tidak berfungsi secara wajar,

tidak mampu untuk berprestasi tinggi dan sering merupakan masalah bagi

lingkungan sosial dimana orang tersebut berada (Maramis, 1990).

Kecemasan pada umumnya berhubungan dengan adanya situasi yang

membahayakan atau situasi yang mengancam. Dengan berjalannya waktu,

keadaan cemas tersebut biasanya akan dapat teratasi dengan sendirinya.

Namun, ada keadaan dimana seseorang merasakan cemas yang

berkepanjangan, bahkan perasaan cemas tersebut tidak jelas lagi kaitannya

1

Page 2: BAB IVnbvhvh

dengan faktor penyebab atau pencetus tertentu. Hal merupakan pertanda

adanya gangguan kejiwaan yang dapat menyebabkan hambatan dalam

berbagai segi kemampuan dan fungsi sosial bagi penderitanya (Mulyadi,

2003). Selain komponen motorik dan viseral, kecemasan dapat memeberikan

pengaruh terhadap proses pikir, konsentrasi, proses belajar, dan persepsi.

Hal ini penting untuk diperhatikan dalam melakukan penilaian klinis karena

hal tersebut dapat menimbulkan kendala dalam kehidupan individu.

Kehidupan mahasiswa dihadapkan oleh berbagai jenis stressor, seperti

tekanan akademik dan tuntutan untuk sukses, masa depan yang tidak pasti

serta kesulitan terhadap sistem perkuliahan. Mahasiswa menghadapi

permasalahan sosial, emosional dan permasalahan keluarga yang dapat

memberikan pengaruh bagi cara belajar dan prestasi akademik (Rogers,

2003).

Mahasiswa kedokteran memiliki faktor pendukung kecemasan yang

tinggi. Mereka dapat menderita gangguan kecemasan selama mereka

menjalani masa perkuliahan yang dapat dipengaruhi oleh peristiwa hidup dan

tuntutan akademik, termasuk tekanan waktu, tekanan pada saat menghadapi

ujian, masalah ekonomi, waktu yang terbatas untuk rekreasi dan liburan,

kesendirian serta ketergantungan terhadap orang tua (Darlene et al). Telah

dilakukan sebuah penelitian di Surakarta, dimana penelitian tersebut

membandingkan tingkat kecemasan dari Mahasiswa Fakultas Kedokteran

dan Mahasiswa Fakultas Ekonomi. Hasil penelitian tersebut menunjukan

bahwa tingkat kecemasan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Lebih Tinggi dari

Mahasiswa Fakultas Ekonomi (Sudianto, 2009)

Kurikulum Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia

berpedoman pada misi Universitas Islam Indonesia yaitu, “Terwujudnya UII

sebagai rahmatan lil’alamin memiliki komitmen pada kesempurnaan

(keunggulan), risalah islamiyah dibidang pendidikan, penelitian, pengabdian

masyarakat dan dakwah setingkat universitas yang berkualitas di negara-

negara maju”. Kurikulum Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia juga

2

Page 3: BAB IVnbvhvh

berpedoman pada misi Universitas Islam Indonesia yaitu : menegakan wahyu

illahi dan sunnah nabi sebagai sumber kebenaran abadi yang membawa

rahmat bagi alam semesta melalui pengembangan dan penyebaran ilmu,

pengetahuan, teknologi, budaya, sastra dan seni yang berjiwa Islam dalam

rangka membentuk cendekiawan muslim dan pemimpin bangsa yang

bertakwa, berakhlak mulia, berilmu alamiah dan beramal ilmiah yang memiliki

keunggulan dalam keislaman, keilmuan, kepemimpinan, keahlian,

kemandirian dan profesionalisme.

Diasumsikan bagi sebagian mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Indonesia merasa bahwa beban studi yang ditempuh cukup

berat sehingga untuk dapat menyelesaikan studi tersebut secara tepat waktu

diperlukan ketekunan dan perjuangan yang tinggi. Keterlambatan dalam

menempuh studi dapat berlaku sebagai stressor yang dapat menimbulkan

kecemasan bagi mahasiswa. Timbulnya kecemasan dapat mengganggu

konsentrasi dan kemampuan berpikir sehingga akan berpengaruh terhadap

prestasi yang akan dicapai dan akan semakin memperlama waktu

keterlambatan studi. Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas,

disusunlah rumusan masalah yaitu mengetahui hubungan tingkat kecemasan

dengan keterlambatan studi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

1.2. Perumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara keterlambatan studi dengan tingkat

kecemasan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam

Indonesia

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui hubungan

antara lama keterlambatan studi dengan tingkat kecemasan mahasiswa

Fakultas kedokteran Universitas Islam Indonesia

3

Page 4: BAB IVnbvhvh

1.4. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang tingkat kecemasan yang dihubungkan dengan

variable lain telah banyak dilakukan.

1. Studi di Universitas Gadjah Mada mengenai tingkat kecemasan

pada mahasiswa yang terlambat studi di fakultas kedokteran UGM

Yogyakarta. Penelitian menunjukan bahwa 34,43% responden

memiliki tingkat kecemasan yang tinggi.

2. Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Kecemasan pada siswa

SMU, Analisis komparasi antara siswa SMU Negeri 3 Yogyakarta

dengan siswa SMU Taruna Nusantara. Dilakukan oleh

Sukardiansyah di bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Universitas Gadjah

Mada, pada Tahun 2004.

3. Studi di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mengenai tingkat

kecemasan di tahun pertama mahasiswa angkatan 1995 dan 1996

yang menunjukan tingkat kecemasan mencapai 62,3% setelah

periode orientasi.

4. Penelitian di Surakarta yang membandingkan tingkat kecemasan

pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan mahasiswa Fakultas

Ekonomi. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat kecemasan

pada mahasiswa Fakultas Kedokteran lebih tinggi dibandingkan

mahasiswa Fakultas Ekonomi (Sudianto, 2009).

1.5. Manfaat Penelitian

1. Manfaat penelitian bagi ilmu pengetahuan adalah menambah informasi

tentang hubungan antara kecemasan dengan keterlambatan studi pada

mahasiswa Fakultas kedokteran Universitas Islam Indonesia.

2. Aplikasi setelah didapatkan hasil dari penelitian ini adalah permasalahan

ini perlu diketahui agar para mahasiswa lebih rajin belajar, menyelesaikan

studi secara tepat waktu, serta mempersiapkan fisik dan mental secara

keseluruhan agar kecemasan yang muncul jika mahasiswa mengalami

4

Page 5: BAB IVnbvhvh

keterlambatan studi dapat diantisipasi dan dengan segera dapat diatasi

dengan baik. Dengan demikian diharapkan bahwa ketika mahasiswa

mengalami keterlambatan studi maka hal ini tidak menjadikan mahasiswa

tersebut mengalami gangguan kejiwaan yang lebih mendalam sehingga

hanya akan memperlambat studi melainkan mahasiswa yang

bersangkutan dapat lebih terpacu untuk menyelesaikan studinya.

5

Page 6: BAB IVnbvhvh

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kecemasan

Hidup tenang dan bahagia selalu diimpikan oleh setiap orang dan

setiap orang akan berusaha untuk mencapai hal tersebut meskipun tidak

selamanya dapat dicapai. Apabila hal ini terjadi secara terus menerus maka

akan timbul rasa gelisah dan ketidakpuasan serta kekhawatiran. Timbulnya

rasa kecewa, gelisah, prihatin, dan rasa takut pada sesuatu yang akan

menimpa dirinya tanpa ada sebab-sebab yang pasti merupakan pertanda

adanya kecemasan. Perasaan semacam ini adalah hal yang wajar terjadi

ketika orang tersebut merasa tidak yakin akan dirinya, merasa tidak mampu

menghadapi masalah, frustasi, merasa terancam dan gelisah (Suriyasa,

1999).

Gangguan cemas adalah keadaan tegang yang berlebihan atau tidak

pada tempatnya yang ditandai oleh perasaan khawatir, tidak menentu, atau

takut. Kata Anxietas berasal dari bahasa latin, angere, yang berarti tercekik

atau tercekat. Respon anxietas seringkali tidak berkaitan dengan ancaman

yang nyata, namun tetap dapat membuat seseorang tidak mampu bertindak

atau bahkan menarik diri dari lingkungan (Maramis, 2009).

Pengertian cemas mencakup berbagai kondisi yang sangat luas, mulai

dari reaksi emosi yang sangat wajar (normal anxiety) sampai sindroma klinis

yang patologis (pathological anxiety), dan dapat menyertai atau merupakan

bagian dari berbagai kondisi psikologis maupun fisik dalam kehidupan sehari-

hari. Dalam menentukan normal atau tidak, cemas dari kaca mata dokter

umum dapat berbeda dari apa yang digambarkan oleh seorang psikiater

(Wibisono, 1990). Kaplan mengemukakan bahwa kecemasan adalah

campuran perasaan yang sangat tidak enak, khawatir, cemas, gelisah, yang

disertai satu atau kebih keluhan fisik.

6

Page 7: BAB IVnbvhvh

Tidak mudah untuk membedakan cemas yang wajar dan cemas yang

sakit karena keduanya merupakan respon yang umum dan normal dalam

kehidupan sehari-hari. Keadaan cemas yang wajar merupakan respon ketika

terdapat adanya ancaman atau bahaya luar yang nyata, jelas, dan tidak

bersumber pada adanya konflik. Sedangkan cemas yang sakit merupakan

respon terhadap adanya bahaya yang lebih kompleks, tidak jelas sumber

penyebabnya, dan lebih banyak melibatkan konflik jiwa yang ada dalam diri

sendiri (Mulyadi, 2003).

Menurut Solomon dan Patch (1974), kecemasan adalah istilah yang

digunakan untuk menggambarkan pengalaman subyektif dari perasaan

tegang yang tidak menyenangkan, rasa khawatir atau gelisah, keadaan yang

menakutkan yang menyertai ancaman psikis atau konflik. Prawiro Husodo

(1988) mengemukakan bahwa kecemasan adalah pengalaman emosi yang

tidak menyenangkan yang datang dari dalam diri, yang bersifat meningkat,

menggelisahkan dan menakutkan yang dihubungkan dengan suatu ancaman

bahaya yang tidak diketahui oleh individu, perasaan ini disertai oleh

komponen somatik, fisiologik, otonomik, biokimiawi, hormonal dan perilaku.

Prawitasari (1998) mengemukakan bahwa pengertian kecemasan

sering dikacaukan dengan takut meskipun antara rasa cemas dan rasa takut

mempunyai perbedaan yang mendasar. Perbedaan itu terletak pada sebab

timbulnya perasaan tersebut. Rasa takut timbul karena suatu ancaman atau

bahaya yang datang dari luar yang dapat membahayakan kehidupan, serta

obyek yang menimbulkan rasa takut ini bersifat nyata dan sepadan.

Sedangkan kecemasan yang disebabkan oleh bahaya dari dalam diri

manusia, disebut juga sebagai stimulus internal, dapat pula disebabkan oleh

ancaman dari luar yang ditafsirkan lain dikarenakan distorsi persepsi realitas

lingkungan, atau subyek yang dihadapi tidak jelas dan tidak sepadan.

Stres dan kecemasan dahulu dipandang sebagai dua hal yang

berbeda, walaupun seringkali tidak jelas atau tidak dapat ditegaskan dalam

hal apa keduanya berbeda. Namun sekarang terdapat banyak pendapat yang

7

Page 8: BAB IVnbvhvh

memandang bahwa keduanya sesungguhnya mengacu pada satu kualitas

afektif (yaitu anxiety atau ketegangan, kecemasan) yang sama, dengan

keterlibatan sistem saraf otonomik yang sama pula. Perbedaannya hanyalah

pada penekanannya saja : istilah stress merupakan pandangan sosial yang

bersifat non-medik, sedangkan anxiety merupakan pandangan klinik yang

bersifat psikiatrik (Bahar, 1995).

Menurut freud, cemas dibagi dalam dua golongan yaitu:

1. Cemas nyata (real anxiety) : ancaman bahaya akibat hal-hal yang

nyata dari luar individu.

2. Cemas neurotik (neurotic anxiety) : ancaman bahaya dicetuskan dari

dalam diri sendiri (bawah sadar, repressed danger).

2.2Kecemasan Normal

Setiap orang pernah mengalami rasa cemas. Hal ini ditandai dengan

adanya perasaan yang tidak enak, rasa takut yang samar-samar, dan sering

disertai dengan gejala otonom seperti sakit kepala, berkeringat, rasa tertekan

di dada, tidak enak perut, dan tidak dapat beristirahat, yang ditunjukan

dengan orang tersebut tidak dapat mempertahankan posisi duduk atau

berdiri dalam jangka waktu relatif lama (Kaplan et al., 2007). Terdapat banyak

hal dalam hidup manusia yang bisa menyebabkan rasa cemas yang normal.

Banyak pengalaman hidup yang dapat memicu rasa cemas seperti ketika

seseorang baru pertama kali masuk sekolah, pertama kali meninggalkan

rumah dengan jarak yang jauh, atau ketika seseorang baru pertama kali naik

pesawat terbang. Selama seseorang menjalani kehidupan, akan terdapat

banyak hal-hal penting dalam kehidupannya, baik hal-hal yang

menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan yang dapat

menyebabkan variasi kecemasan. Hal-hal ini termasuk menjalani ujian

sekolah, menikah, memiliki keturunan, bercerai, mendapatkan pekerjaan

baru, dan lain-lain (Kaplan et al., 1990).

8

Page 9: BAB IVnbvhvh

2.3Cemas Patologis

Cemas patologis dapat timbul sebagai gejala cemas yang terdapat

pada berbagai gangguan atau penyakit. Cemas dapat pula digunakan

sebagai kategori diagnostik tersendiri. Akan sulit membedakan gejala cemas

yang sekunder terhadap gangguan psikopatologis lain dengan gangguan

cemas yang normal, kecuali bahwa hal tersebut berlangsung berkepanjangan

dan dapat diatasi bila psikopatologis primernya teratasi (Wibisono, 1990).

Kecemasan juga merupakan salah satu gejala adanya gangguan

mental. Gejala gangguan mental yang sering terjadi akibat adanya stressor

antara lain adalah timbulnya : kecemasan (anxiety), ketegangan (tension),

ketakutan, depresi, insomnia, nightmare, night terror, somnamulisme,

hipoaktif, tilikan diri (insight) yang jelek, nihilistik dan anhedonia (Soewadi,

1999). Dalam PPDGJ III, kecemasan merupakan gangguan jiwa yang

termasuk dalam gangguan jiwa neurotik, yaitu suatu kesalahan penyesuaian

diri secara emosional karena tidak dapat diselesaikan suatu konflik yang tidak

dasar. Kecemasan yang timbul dirasakan secara langsung dan diubah oleh

mekanisme pembelaan psikologis dan pada akhirnya munculah gejala-gejala

subyektif yang mengganggu.

2.4Epidemiologi Kecemasan

Kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih sering pada usia

dewasa dan lebih banyak pada wanita (Wibisono, 1990). Prevalensi (angka

kesakitan) gangguan anxietas berkisar pada angka 6-7% dari populasi

umum. Penelitian yang dilakukan pada sejumlah karyawan pada tingkat

eksekutif di beberapa instansi pemerintah maupun swasta di Jakarta,

menunjukan prevalensi phobia sosial (satu diantara gangguan anxietas),

sebesar 10-16%. Penelitian yang dilakukan pada kelompok laki-laki dan

kelompok perempuan pada siswa SLTA di dua kawasan Jakarta yaitu Jakarta

Selatan dan Jakarta Utara, prevalensi gangguan anxietas sebesar 8-12%.

Prevalensi keadaan cemas di Amerika berkisar 10 – 15% dari populasi umum

9

Page 10: BAB IVnbvhvh

(Horowitz,1994). Angka prevalensi di negara berkembang belum ada, namun

diperkirakan tidak jauh berbeda dibandingkan dengan negara maju. Kesulitan

menentukan angka ini di negara berkembang diperbesar oleh kondisi budaya

setempat yang umumnya memandang neurosis bukan sebagai penyakit, dan

bila diobati maka pertolongan yang dicari adalah penyembuhan tradisional

(Bahar, 1987).

Angka prevalensi kecemasan memang sulit ditentukan karena sering

muncul bersamaan dengan penyakit lain, dan biasanya dimasukkan kedalam

gangguan jiwa neurosa/psikoneurosa (Roan, 1979). Wanita umumnya

banyak terkena ganggguan cemas, dengan rasio 2,4 : 1. Gangguan cemas

biasanya muncul pada kehidupan biasa, dengan onset pada usia 15 – 35

tahun dengan rata-rata usia 25 tahun. Usia setengah tua merupakan masa

yang relatif bebas dari cemas dan mendekati masa klimakterium akan terjadi

peningkatan kembali. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia

(1984) berdasarkan survey kesehatan rumah tangga pada tahun 1972, dapat

diketahui bahwa di Indonesia terdapat penderita psikosis 1-3% dan neurosis

(termasuk kecemasan, obsesi, histeri, psikosomatik sebagai akibat tekanan

jiwa sebesar 20 – 60%. Soewadi pada tahun 1987 mengemukakan bahwa

penederita anxietas merupakan 30% dari pasien yang mencari pengobatan

ke dokter ahli.

2.5Etiologi Kecemasan

Kesehatan mental dan penyakit penyakit kesehatan mental dipengaruhi

oleh interaksi faktor sosial, psikologis, dan biologis, sama seperti kesehatan

dan penyakit secara umum. (WHO, 2007).

1. Biologis

Setiap kecemasan selalu melibatkan komponen kejiwaan maupun

organobiologik walaupun pada tiap individu bentuknya tidak sama. Sebagian

dari gejala tersebut merupakan penampakan dari terangsangnya sistem saraf

otonom maupun viseral (Mulyadi, 2003). Menurut Maslim (1991), pada

10

Page 11: BAB IVnbvhvh

dasarnya hidup manusia selalu berhubungan dengan lingkungan hidupnya,

baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial budaya. Suatu kejadian

dalam lingkungan dipersepsikan oleh panca indera, diberi arti dan

dikoordinasi respon terhadap kejadian tersebut oleh sistem saraf pusat,

prosesnya melibatkan jalur : korteks serebri – sistem limbik – sistem aktivasi

retikular – hipotalamus, yang memberikan impuls kepada kelenjar hipofisis

untuk mengekskresi mediator hormonal yang lain (katekolamin). Selanjutnya

akan timbul gejala pada tubuh sebagai reaksi dari perubahan hormonal

tersebut. Gejala tersebut disebut dengan gangguan kecemasan.

Cemas dapat timbul akibat adanya respons terhadap kondisi stres atau

konflik. Rangsangan berupa konflik, baik baik yang datang dari luar maupun

yang datang dari dalam diri sendiri, akan menimbulkan respon dari sistem

saraf yang mengatur pelepasan hormon tertentu. Akibat rangsangan dari

hormon tersebut, maka muncul perangsangan pada organ-organ seperti

jantung, lambung, pembuluh darah maupun alat-alat gerak tubuh, karena

bentuk respon yang demikian, penderita biasanya tidak menyadari hal itu

sebagai hubungan sebab akibat (Mulyadi, 2003).

2. Psikologis

Cemas pada umumnya berhubungan dengan adanya situasi yang

mengancam atau membahayakan. Biasanya dengan berjalannya waktu,

keadaan seperti ini akan bisa teratasi dengan sendirinya. Namun, ada pula

keadaan cemas yang berkepanjangan, bahkan tidak jelas lagi kaitannya

dengan faktor pencetus tertentu. Hal seperti ini dapat menimbulkan

gangguan kejiwaan yang dapat menyebabkan kendala dalam berbagai segi

kehidupan dan fungsi sosial. Pengalaman masa kecil yang bernilai emosi,

namun pada masa berikutnya ditekan dapat menyebabkan kecemasan yang

tinggi. Faktor cara hidup, pola makan serta kebiasaan hidup yang salah dapat

menimbulkan kecemasan. Ketidak stabilan menghadapi ketidakpastian atau

kesulitan hidup secara klinis dapat menimbulkan kecemasan. Faktor sosial

11

Page 12: BAB IVnbvhvh

ekonomi juga berpengaruh terhadap timbulnya rasa cemas. Seseorang

dengan dukungan sosial yang kurang atau memiliki tingkat ekonomi yang

rendah akan cenderung lebih mudah mengalami kecemasan (Wibisono,

1990).

3. Sosial

Cemas merupakan perwujudan langsung tekanan hidup dan sangat

erat kaitannya dengan pola hidup. Kemajuan pesat di bidang teknologi dan

komunikasi telah mendorong pola hidup sosial yang semakin kompleks,

pergeseran nilai serta pembauran sosial dalam segala aspek kehidupan.

Perkembangan dan perubahan yang demikian cepat, menimbulkan berbagai

konflik dan rasa waswas yan menuntut kemampuan penyesuaian diri yang

luar biasa dari setiap individu. Dampak yang jelas terlihat adalah

meningkatnya kejadian gangguan jiwa (termasuk kelompok gangguan

cemas) dan gangguan lain yang dilandasi atau dipengaruhi aspek kejiwaan

(Wibisono, 1990).

2.6Timbulnya Kecemasan

Berbagai faktor dapat berpengaruh terhadap timbulnya kecemasan,

seperti faktor psikologik, biologik, dan stress psikososial. Termasuk stressor

kronik adalah kemelaratan, hubungan suami istri yang tidak harmoni, tidak

punya pekerjaan, dikucilkan atau tidak mendapat dukungan dari masyarakat

sekitar, dianggap rendah dan tidak disukai keluarga dan lingkungan. Apabila

stressor yang ada tidak bisa diatasi oleh kemampuan individu, maka akan

timbul konflik, yang seterusnya dipahami sebagai kecemasan

(Prawirohusodo, 1998). Menurut konsep psikodinamika yang dikemukakan

oleh Freud pada abad ke-14, kecemasan dapat diterangkan sebagai berikut :

kecemasan manusia pertama kali timbul pada saat lahir dan selanjutnya

merasakan lapar yang pertama kali. Pada kondisi tersebut manusia masih

lemah dan belum mampu memberikan respon terhadap kedinginan dan

12

Page 13: BAB IVnbvhvh

kelaparan, maka lahirlah kecemasan yang pertama. Kecemasan berikutnya

muncul apabila terdapat suatu keinginan (umumnya datang dari id) menuntut

pelepasan melalui Ego, tetapi tidak mendapat persetujuan dari Super Ego

(Super Ego mengancam dengan sangsi dosa), maka terjadilah konflik dalam

ego, antara keinginan Id yang ingin dilepaskan dan sangsi dosa dari Super

Ego, maka lahirlah kecemasan yang kedua. Konflik-konflik tersebut biasanya

ditekan dalam dunia bawah sadar, dengan potensi yang tetap tidak

terpengaruh oleh waktu, sering tidak realistik dan dibesar-besarkan. Tekanan

konflik ini akan muncul dipermukaan kesadaran melalui tiga peristiwa :

1. Sensor Super Ego menurun

2. Desakan Id meningkat

3. Adanya stress psikoseksual

maka lahirlah kecemasan-kecemasan berikutnya (Prawirohusodo, 1988).

Kecemasan seperti ini sangat perlu dihadapi dengan mekanisme

pembelaan dikarenakan kecemasan ini merupakan tanda dari adanya

adanya gangguan atau ancaman pada keseimbangan psikologik. Bentuk

mekanisme pembelaan yang dipakai tergantung pada lingkungan sosial, tipe

kepribadian dan kebudayaan individu. Apabila kecemasan berhasil diatasi,

maka kecemasan akan dapat dihadapi atau dikontrol, apabila kecemasan

tetap ada, maka kecemasan ini akan berkembang menjadi kecemasan yang

mengambang bebas (free floating anxiety) atau gejala neurotik yang lain

tergantung dari bentuk mekanisme pembelaan yang dipakai (Halim, 1989).

Menurut Maramis (1990), kecemasan bersifat sangat mengganggu

homeostasis dan fungsi individu. Oleh karena itu, perlu dihilangkan segera

dengan berbagai macam cara penyesuaian diri.

2.7Gambaran Klinis Kecemasan

Menurut Maramis (2009), ciri utama sindrom anxietas terdiri atas

meningkatnya keterjagaan, meningkatnya aktivitas simpatetik dan perasaan

subjektif ketakutan serta kecemasan. Gejala-gejala anxietas terdiri atas dua

13

Page 14: BAB IVnbvhvh

komponen, yaitu komponen psikis dan komponen fisik. Gejala psikis berupa

anxietas atau kecemasan itu sendiri, yang sering digunakan dalam berbagai

istilah seperti misalnya khawatir atau was-was. Komponen fisik merupakan

manifestasi dari keterjagaan yang berlebihan (hyperarousal syndrome) yang

terdiri dari gejala jantung berdebar, peningkatan frekuensi nafas

(hiperventilasi yang sering dirasakan sebagai sesak), mulut kering, keluhan

lambung (maag), tangan dan kaki terasa dingin dan ketegangan otot

(biasanya di pelipis, tengkuk, atau punggung). Hiperventilasi sering tidak

disadari oleh penderita anxietas, gejala yang sering dikeluhkan adalah gejala-

gejala akibat berubahnya keseimbangan asam basa di darah yaitu

hipokapnea, perasaan pusing seperti melayang, rasa kesemutan di tangan

dan kaki, dan jika parah dapat terjadi spasme otot tangan dan kaki (spasme

karpopedal).

Sindrom kecemasan bervariasi tergantung dari tingkat kecemasan

yang dialami oleh seseorang yang gejalanya terdiri atas kategori fisiologis,

emosi, dan kognitif (Carpenito, 1998).

a. Gejala fisiologis

Terjadi peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi,

peningkatan frekuensi nafas, diaphoresis, suara getar, gemetar, palpitasi,

mual, muntah, sering berkemih, diare, insomnia, kelelahan, kelemahan, pucat

pada wajah, mulut kering, sakit badan dan nyeri (khususnya dada, punggung

dan leher), gelisah, pusing, parastesia, rasa panas dan dingin.

b. Gejala emosional

Individu merasa tidak berdaya, ketakutan, gugup, kehilangan percaya

diri, kehilangan kontrol, tegang dan merasa “terkunci”, tidak dapat rileks.

Individu juga memperlihatkan keadaan yang peka terhadap rangsang, tidak

sabar, marah meledak-ledak, menangis, cenderung menyalahkan orang lain,

reaksi terkejut, mengkritik diri sendiri dan oran glain, menarik diri, kurang

inisiatif dan mengutuk diri sendiri.

14

Page 15: BAB IVnbvhvh

c. Gejala Kognitif

Tidak mampu berkonsentrasi, kurangnya orientasi lingkungan, pelupa,

termenung, memblok pikiran, berorientasi pada masa lalu dan perhatian yang

berlebihan.

2.8Pengertian Mahasiswa

Mahasiswa secara sederhana dapat didefinisikan sebagai kelompok

masyarakat yang dapat mengenyam pendidikan formal tingkat tinggi. Yahya

Ganda (1987), mengatakan bahwa mahasiswa diartikan sebagai pelajar yang

menimba ilmu di pengetahuan tinggi, dimana pada tingkat ini mereka

dianggap memiliki kematangan fisik dan perkembangan pemikiran yang luas,

sehingga dengan nilai lebih tersebut mereka dapat memiliki kesadaran untuk

menentukan sikap dirinya serta mampu bertanggung jawab terhadap sikap

dan tingkah lakunya dalam wacana ilmiah. Menurut Syaifullah (2005),

mahasiswa merupakan kelompok generasi muda yang mempunyai peran

strategis dalam kancah pembangunan bangsa, karena mahasiswa

merupakan sumber kekuatan moral (moral force) bagi bangsa Indonesia.

Artinya bahwa mahasiswa merupakan bagian integral dari masyarakat yang

dengan seleksi tertentu sehingga dapat mengenyam pendidikan formal

tingkat tinggi. Menurut Soe Hok Gie (2005), mahasiswa merupakan bagian

integral dari masyarakat yang merupakan perwujudan fase dari kehidupan

manusia yang telah mencapai kesadaran akan tugas sejarah dan

kemanusiaannya. Secara historis bahwa mahasiswa merupakan sumber

kepemimpinan, dan secara sosiologis bahwa mahasiswa merupakan usia

muda, idealis serta ilmiah. Mahasiswa merupakan “the happy selected few”

yang dapat kuliah dan karena itulah mereka harus juga menyadari dan

melibatkan diri dalam perjuangan bangsanya.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 Tentang

Perguruan Tinggi disebutkan bahwa mahasiswa adalah peserta didik yang

terdaftar pada perguruan tinggi. Sedangkan dalam Statuta Universitas

15

Page 16: BAB IVnbvhvh

Pendidikan Indonesia dikatakan bahwa mahasiswa adalah seorang yang

telah memenuhi persyaratan masuk dan memenuhi kewajiban administrasi.

Mahasiswa berhak untuk mengikuti kegiatan kurikuler dan ekstrakulikuler

serta memanfaatkan fasilitas pendidikan sesuai dengan ketentuan dan

perundang-undangan yang berlaku.

2.9Pengertian Keterlambatan Studi

Dalam kurikulum pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Universitas

Islam Indonesia, lama studi Program Pendidikan Sarjana Kedokteran adalah

3,5 (tiga setengah) tahun yang terbagi dalam 7 semester dengan beban studi

155 SKS. Pada Tahap Pendidikan Umum dan Pendidikan Terintegrasi,

mahasiswa dinyatakan lulus dan ditetapkan sebagai sarjana kedokteran

(S.Ked), apabila :

1. Tidak ada nilai E

2. Untuk nilai blok, D tidak lebih dari 25%

3. Untuk nilai mata kuliah non blok, nilai minimal C

4. Indeks Prestasi Minimal 2,50

5. Memiliki sertifikat lulus Kuliah Kerja Nyata (KKN)

6. Telah menyelesaikan Kaya Tulis Imiah

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata terlambat berarti lewat

dari waktu yang telah ditentukan. Jadi, pengertian terlambat studi di Fakultas

Kedokteran Universitas Islam Indonesia adalah tidak dapat menyelesaikan

program pendidikan Sarjana Kedokteran dalam kurun waktu tujuh semester.

2.10 Landasan Teori

Secara umum kecemasan merupakan situasi yang memiliki

karakteristik adanya tuntutan lingkungan yang melebihi kemampuan individu

untuk merespon lingkungan. Pengertian ini tidak hanya menyangkut

lingkungan fisik saja, tetapi juga lingkungan sosial. Bagi yang

16

Page 17: BAB IVnbvhvh

penyesuaiaanya buruk, maka stres dan kecemasan akan menghambat

kegiatan sehari-hari (Prawitasari, 1988).

Seorang mahasiswa dituntut dan selalu berharap dapat menyelesaikan

studinya secara tepat waktu. Hal ini merupakan suatu kebanggaan dan

pencapaian dalam kehidupan seorang mahasiswa. Apabila seorang

mahasiswa mengalami keterlambatan studi, maka akan terdapat perubahan

sosial, dan psikologik yang mungkin terjadi pada mahasiswa tersebut, yang

dapat menjadi stressor sehingga dapat menimbulkan kecemasan pada

mahasiswa yang bersangkutan.

17

Page 18: BAB IVnbvhvh

2.11 Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka teori

18

Stressor

Individu

Adaptasi

Baik Kurang Baik

Cemas

Page 19: BAB IVnbvhvh

2.12 Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep

2.13 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah terdapat hubungan

antara tingkat kecemasan dengan lama keterlambatan studi pada mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia

19

Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas

Islam Indonesia

Mengalami Keterlambatan Studi

Tingkat Kecemasan

Page 20: BAB IVnbvhvh

BAB III.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik jenis cross sectional.

Data diambil dari data primer yang diperoleh dari pengisian kuisioner

langsung oleh subyek.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Indonesia. Kriteria yang telah ditetapkan sebagai berikut :

1. Kriteria Inklusi

a. Tidak dapat menyelesaikan Program Pendidikan Sarjana

Kedokteran tepat waktu sesuai kurikulum Pendidikan sarjana

kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia.

b. Bersedia menjadi responden dalam penelitian.

2. Kriteria eksklusi

a. Tidak mengisi kuesioner secara benar dan lengkap.

Rumus Besar sampel :

n =

Keterangan :

N : jumlah sampel yang akan diteliti

z£2 : koefisien keterandalan (sesuai tingkat kepercayaan yang

diinginkan = 1,96 (untuk tingkat kepercayaan 95%)

P : proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari

Q : variasi pada populasi (1-P). (0,50) karena proporsi

sebelumya belum diketahui)

d : tingkat ketetapan absolut yang dikehendaki (0,2)

20

z £2 PQd2

Page 21: BAB IVnbvhvh

Dari rumus diatas dapat dihitung jumlah sampel yang diteliti sebagai berikut:

n=1 ,96 . 0 .50 .(1−0 .50)

0,22

=0 ,96040 ,04

= 24,01

Dari hasil penghitungan diperoleh bahwa jumlah sampel minimal yang

diambil peneliti adalah 24 orang.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel yang ingin diidentifikasi dalam penelitian ini adalah variabel

bebas dan variabel bergantung. Variabel bebas disini adalah mahasiswa

yang mengalami keterlambatan studi. Sedangkan variabel bergantungnya

adalah tingkat kecemasan.

3.4 Definisi Operasional

a. Kecemasan

Kecemasan adalah suatu keaadan jiwa yang menurut TMAS (Taylor

Manifest Anxiety Scale) dibagi menjadi dua golongan yaitu :

1. Nilai ≤ 21 : kecemasan ringan

2. Nilai ≥ 22 : kecemasan tinggi

b. Keterlambatan studi

Keterlambatan studi adalah tidak dapat menyelesaikan program

pendidikan Sarjana Kedokteran dalam kurun waktu tujuh semester.

c. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Uiversitas Islam Indonesia

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Uiversitas Islam Indonesia adalah

Mahasiswa yang menjalani program pendidikan dokter di Fakultas

Kedokteran Universitas Islam Indonesia

21

Page 22: BAB IVnbvhvh

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur tingkat

kecemasan pada penelitian ini adalah menggunakan alat ukur berupa

kuesioner TMAS (Taylor Mantifest Anxiety Scale). Kuesioner ini berisi 50 butir

pertanyaan yang nantinya akan dimintai jawaban. Responden diminta untuk

menjawab dengan hanya dua pilihan, “Ya” atau “Tidak”. Jika sesuai dengan

kunci jawaban akan diberi nilai 1, dan jika tidak sesuai akan diberi nilai 0.

Nilai maksimum adalah 50 dan nilai minimum adalah 0. Makin tinggi skor

yang didapat, maka makin tinggi tingkat kecemasannya. Nilai yang nantinya

diperoleh kemudian akan digolongkan menjadi dua kategori yaitu :

1. Nilai ≤ 21 : kecemasan ringan

2. Nilai ≥ 22 : kecemasan berat

Ketentuan TMAS dibuat oleh Spielberger pada tahun 1971 (Widodo,

2004). Instrumen TMAS terdiri dari lembaran untuk mengisi identitas subyek

penelitian, serta lembaran penjelasan/petunjuk yang terdiri dari 50

pertanyaan. Instrumen TMAS valid dan reliabel sebagai alat bantu diagnosis

keadaan gangguan cemas menyeluruh. Instrumen TMAS telah dipakai di

Yogyakarta dan mempunyai validitas dan reabilitas yang cukup tinggi.

Validitas TMAS adalah sebgai berikut : sensitivitas 90%, spesifisitas 90,4%,

nilai ramal positif 94,7%, nilai ramal negatif 90,4%, efektifitas 92,5%. Uji

reliabilitasnya terhadap Gangguan Cemas Menyeluruh menurut DSM III-R

dengan metode analisis KR 20, didapatkan hasil r = 0,86 (Wicaksono,

1991).

22

Page 23: BAB IVnbvhvh

3.6 Tahapan Penelitian

Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Islam

Indonesia. Subjek diambil dari keseluruhan Mahasiswa yang mengalami

keterlambatan studi.

Tahap-tahap penelitian meliputi:

1. Tahap persiapan

Pada tahapan ini meliputi pembuatan proposal penelitian, konsultasi

pada Dosen Pembimbing, seminar proposal serta penyelesaian

administrasi dan pengurusan izin penelitian.

2. Tahap pelaksanaan

Tahap ini dimulai dengan menyampaikan izin ke Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Indonesia yang menjadi tempat penelitian, kemudian

pengumpulan data secara langsung di lokasi dengan sebelumnya

subyek mengisi kuesioner TMAS.

3. Tahap akhir

Pada tahap ini setelah semua data terkumpul dilakukan pengolahan

data dan penyusunan laporan hasil penelitian.

3.7 Rencana Analisis Data

Tahap analisis data dimulai dengan menghitung nilai tingkat

kecemasan lalu dimasukkan kedalam kategori tingkat kecemasan ringan atau

berat. Pengolahan data dimulai dengan pemberian kode yaitu

mengelompokan data berdasarkan kategori. Setelah itu data dimasukkan.

Kemudian dilakukan tabulasi data yaitu data dikelompokan berdasarkan

variabel yang diteliti, untuk mendapatkan distribusi frekuensi dari masing-

masing kategori. Untuk mendapatkan kekuatan hubungan antara variabel,

data dianalisis statistik dengan uji Chi-Square. Sedangkan untuk

23

Page 24: BAB IVnbvhvh

mendapatkan pengaruh dari variabel, maka digunakan uji Logistic

Regression.

3.8 Etika Penelitian

Dalam mengadakan penelitian ini, peneliti akan berusaha

memperhatikan hak-hak responden sebagai subyek penelitian yang meliputi :

1. Memberi informasi tentang mekanisme penelitian sebagai calon

responden sehingga responden mampu memahami dan diharapkan

dapat berpartisipasi dalam penelitian ini.

2. Segala informasi yang didapat akan dijaga kerahasiaannya dan hanya

akan digunakan untuk kepentingan penelitian.

3. Meminta izin terlebih dahulu kepada Fakultas Kedokteran Universitas

Islam Indonesia.

24

Page 25: BAB IVnbvhvh

3.9 Jadwal Penelitian

Tahap

Penelitian

2012

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Penyusunan

ProposalV V

Pengajuan dan

seminar

proposal

V

Pegambilan

dataV

Pengolahan

data dan

penyusunan

laporan

penelitian

V V

Seminar hasil

penelitianV

25

Page 26: BAB IVnbvhvh

BAB IV.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL

4.1.1. Karateristik Kelompok Penelitian

Subjek penelitian ini adalah Mahasiswa angkatan 2006, 2007, dan

2008 Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia yang belum

menyelesaikan Program Pendidikan Sarjana. Dari 45 responden yang

diberikan kuesioner, 2 responden tidak mengembalikan kuesioner,

sedangkan 3 responden tidak mengisi identitas kuesioner secara lengkap.

Oleh karena itu, subjek yang dapat diikutkan dalam penelitian ini adalah

berjumlah 40 responden.

Dari 40 responden yang dimasukkan dalam kriteria penelitian, 5

responden adalah angkatan 2006, 10 responden angkatan 2007, dan 25

responden berasal dari angkatan 2008. Dari 40 responden, responden yang

berjenis kelamin wanita adalah sejumlah 11 responden, dan responden yang

berjenis kelamin pria adalah sejumlah 29 responden.Dengan menggunakan

nilai batas TMAS 22, maka dari 40 responden terdapat 19 responden yang

memiliki tingkat kecemasan berat, dan 21 responden yang memiliki tingkat

kecemasan ringan. Data mengenai jumlah responden mahasiswa yang

terlambat studi berdasarkan kelompok kecemasannya disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Frekuensi kecemasan pada mahasiswa yang terlambat studi di

Fakultas kedokteran Universitas Islam Indonesia

Kecemasan F %

Berat

Ringan

19

21

47,5

52,5

26

Page 27: BAB IVnbvhvh

TOTAL 40 100

4.1.2. Tingkat Kecemasan Mahasiswa berdasarkan Angkatan (lama studi)

Dari 40 responden seluruh angkatan, 20 responden (50%) menderita

kecemasan ringan, dan 20 (50%) responden menderita kecemasan berat.

Dari 5 responden (100%) angkatan 2006, semua memiliki skor TMAS ≥ 22

yang berarti seluruh responden memiliki tingkat kecemasan berat.

Sedangkan dari 10 responden angkatan 2007, terdapat 6 responden (60%)

yang memiliki tingkat kecemasan berat dan 4 responden (40%) yang memiliki

tingkat kecemasan ringan. Dari 25 responden angkatan 2008, 9 responden

(36 %) memiliki tingkat kecemasan berat, sedangkan 16 responden (64%)

memiliki tingkat kecemasan ringan. Data mengenai frekuensi tingkat

kecemasan pada mahasiswa yang terlambat studi berdasarkan lama

keterlambatan studi disajikan pada tabel 2 dan diagram 1.

Tabel 2. Tingkat kecemasan mahasiswa yang terlambat studi berdasarkan

angkatan (lama keterlambatan studi)

KECEMASANANGKATAN

TOTAL2006 2007 2008

Berat

%

5

100%

6

60%

9

36%

20

Ringan

%

0

0%

4

40%

16

64%

20

TOTAL5

100%

10

100%

25

100%40

27

Page 28: BAB IVnbvhvh

Diagram 1. Tingkat kecemasan dan jumlah mahasiswa berdasarkan

angkatan (lama keterlambatan studi)

KECEMASAN

RinganBerat

Co

un

t

18

16

14

12

10

8

6

4

2

ANGKATAN

2006

2007

2008

28

Page 29: BAB IVnbvhvh

4.1.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui

hubungan antara variabel bebas yaitu mahasiswa yang mengalami

keterlambatan studi dengan variabel terikat yaitu tingkat kecemasan.

Subjeknya adalah Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam

Indonesia yang mengalami keterlambatan studi. Analisis data menggunakan

uji chi-square X2 pada tingkat kemaknaan p < 0,05.

Tabel 3. Hubungan antara lama keterlambatan studi dengan tingkat

kecemasan

KECEMASANANGKATAN

p-value2006 2007 2008

Berat

%

5

100%

6

60%

9

36%0,025

Ringan

%

0

0%

4

40%

16

64%

Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa dari 5 responden (100%)

angkatan 2006, semua memiliki skor TMAS ≥ 22 yang berarti seluruh

responden memiliki tingkat kecemasan berat. Sedangkan dari 10 responden

angkatan 2007, terdapat 6 responden (60%) yang memiliki tingkat

kecemasan berat dan 4 responden (40%) yang memiliki tingkat kecemasan

ringan. Dari 25 responden angkatan 2008, 9 responden (36 %) memiliki

tingkat kecemasan berat, sedangkan 16 responden (64%) memiliki tingkat

kecemasan ringan.

Setelah diuiji statistik dengan menggunakan Chi-Square, didapatkan

perbedaan yang bermakna antara lama keterlambatan studi dengan tingkat

29

Page 30: BAB IVnbvhvh

kecemasan pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dengan nilai p=0,025.

Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara lama keterlambatan

studi dengan tingkat kecemasan pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran.

4.1.4 Pembahasan

Besar frekuensi kecemasan pada mahasiswa yang terlambat studi di

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia adalah 50%. Besar

frekuensi kecemasan ini lebih besar dari frekuensi gangguan cemaspada

populasi umumyaitu sekitar 8% menurut DSM III (Noyes, Jr. 1986). Menurut

Disketwa (1983), diperkirakan 2% sampai 4% diantara populasi umum

mengalami kecemasan. Sedangkan menurut Setyonugroho (1980),

prevalensi kecemasan hanya berkisar 2% sampai 5% dari populasi, dan 6%

sampai 7% dari semua penderita gangguan jiwa.

Besarnya frekuensi kecemasan pada mahasiswa yang terlambat studi

di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia yang cukup tinggi ini

dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Perasaan khawatir, gelisah,

dan merasa tidak mampu bersaing untuk dapat menyelesaikan studi tepat

waktu seperti mahasiswa lainnya merupakan beban tersendiri dan dapat

menjadi suatu stressor yang dapat menimbulkan kecemasan apabila

mahasiswa tidak mampu untuk mengatasinya.

Selain itu, karena stres bersifat kumulatif, maka terjadinya kecemasan

pada mahasiswa yang terlambat studi tidak bisa dilepaskan sama sekali dari

pengaruh kecemasan diluar keterlambatan studi seperti kepribadian, sikap

orang tua, dan ketaatan beragama.

Pada mahasiswa angkatan 2006 yang mengalami keterlambatan studi,

ditemukan bahwa 100% mengalami kecemasan berat. Sedangkan pada

mahasiswa angkatan 2007, 60% mengalami kecemasan berat dan 40%

mengalami kecemasan ringan. Pada mahasiswa angkatan 2008, 36%

mengalami kecemasan berat, sedangkan 64% mengalami kecemasan

ringan. Besar frekuensi kecemasan berat pada mahasiswa yang terlambat

studi tertinggi pada angkatan 2006, dan terendah pada angkatan 2008. Hal

30

Page 31: BAB IVnbvhvh

ini menunjukan bahwa semakin lama masa keterlambatan studi, maka

semakin berat tingkat kecemasan yang dialami oleh mahasiswa. Hal ini

kemungkinan disebabkan karena pada angkatan 2006 tuntutan untuk

menyelesaikan studi lebih besar jika dibandingkan dengan angkatan 2007

dan 2008. Hal ini bisa menjadi stresor yang kuat dan membutuhkan adaptasi

yang cukup baik, sehingga ketika seseorang tidak dapat melakukan adaptasi

dengan baik, maka dapat menimbulkan kecemasan yang berat bagi

mahasiswa. Keadaan ini sesuai dengan pendapat Prawirohusodo (1988)

yang menyatakan bahwa bila stresor tidak dapat diatasi oleh kemampuan

adaptasi individu, maka akan timbul konflik dan seterusnya dihayati sebagai

kecemasan. Daradjat (1982) juga menyatakan bahwa kecemasan timbul

karena individu tidak mampu menyesuaikan diri terhadap dirinya sendiri,

orang lain, dan lingkungannya. Frekuensi kecemasan berat pada angkatan

2007 dan 2008 menurun kemungkinan disebabkan karena tuntutan dan

tekanan tidak begitu berat dibandingkan dengan angkatan 2006.

31

Page 32: BAB IVnbvhvh

BAB V.

KESIMPULAN DAN SARAN

V.I KESIMPULAN

1. Frekuensi mahasiswa yang terlambat studi di Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Indonesia angkatan 2006, 2007, 2008 yang mempunyai

tingkat kecemasan berat adalah sebesar 50%. 100% dari angkatan 2006,

60% dari angkatan 2007, dan 36% dari angkatan 2008.

2. Terdapat hubungan antara tingkat kecemasan dengan lama

keterlambatan studi pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas

Islam Indonesia (p=0,025).

V. II SARAN

1. Perlu diberikan bimbingan dan konseling pada mahasiswa yang terlambat

studi untuk mengatasi kecemasan yang terjadi, serta perlu diberikannya

dukungan dan motivasi dari berbagai kalangan agar mahasiswa yang

bersangkutan cepat menyelesaikan studinya.

2. Perlu dilakukan penelitian serupa dengan sampel yang lebih banyak dan

tekhnik penelitian yang lebih handal.

3. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor – faktor dan sebab

mahasiswa mengalami keterlambatan studi.

32