bahan dk 7

16
HAK ASASI MANUSIA “HUMAN RIGHTS” Pengertian Hak Asasi Manusia Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM). Hak asasi manusia dalam bahasa Prancis disebut “Droit L’Homme”, yang artinya hak-hak manusia dan dalam bahsa Inggris disebut “Human Rights”. Seiring dengan perkembangan ajaran Negara Hukum, di mana manusia atau warga negara mempunyai hak- hak utama dan mendasar yang wajib dilindungi oleh Pemerintah, maka muncul istilah “Basic Rights” atau “Fundamental Rights”. Bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah merupakan hak-hak dasar manusiaatau lebih dikenal dengan istilah “Hak asasi manusia”.(Ramdlon Naning; 1982 : 97). Meriam Budiardjo, mengemukakan bahwa : “Hak asasi manusia adalah hak yang dimilikimanusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya di dalamkehidupan masyarakat. Dianggap bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama, kelamin dank arena itu bersifat universal. Dasar dari semua hak asasi ialah bahwa manusia memperoleh kesempatan berkembang sesuai dengan harkat dan cita-citanya. Secara umum Hak Asasi Manusia adalah hak dasar yang secara kodrat melekat pada diri manusia, bersifat universal dan harus dilindungi secara hukum. Oleh karena itu tidak dapat dikurangi, dirampas dan karenanya harus dipertahankan. Di Indonesia dalam Bab XA Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 ditentukan mengenai Hak Asasi Manusia, Namun kaitannya dengan hak-hak di bidang ekonomi, sosial dan budaya, identifikasinya belum rinci dan jelas. Oleh karena hak-hak yang berkaitan dengan hak di bidang ekonomi, sosial dan budaya, masih tersebar dalam Pasal-Pasal Perubahan UUD 1945. Di dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia, dalam menimbang huruf b ditentukan bahwa : Hak asasi

description

iug

Transcript of bahan dk 7

HAK ASASI MANUSIA HUMAN RIGHTSPengertian Hak Asasi ManusiaHak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).Hak asasi manusia dalam bahasa Prancis disebut Droit LHomme, yang artinya hak-hak manusia dan dalam bahsa Inggris disebut Human Rights. Seiring dengan perkembangan ajaran Negara Hukum, di mana manusia atau warga negara mempunyai hak-hak utama dan mendasar yang wajib dilindungi oleh Pemerintah, maka muncul istilah Basic Rights atau Fundamental Rights. Bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah merupakan hak-hak dasar manusiaatau lebih dikenal dengan istilah Hak asasi manusia.(Ramdlon Naning; 1982 : 97).Meriam Budiardjo, mengemukakan bahwa : Hak asasi manusia adalah hak yang dimilikimanusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya di dalamkehidupan masyarakat. Dianggap bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama, kelamin dank arena itu bersifat universal. Dasar dari semua hak asasi ialah bahwa manusia memperoleh kesempatan berkembang sesuai dengan harkat dan cita-citanya.Secara umum Hak Asasi Manusia adalah hak dasar yang secara kodrat melekat pada diri manusia, bersifat universal dan harus dilindungi secara hukum. Oleh karena itu tidak dapat dikurangi, dirampas dan karenanya harus dipertahankan.Di Indonesia dalam Bab XA Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 ditentukan mengenai Hak Asasi Manusia, Namun kaitannya dengan hak-hak di bidang ekonomi, sosial dan budaya, identifikasinya belum rinci dan jelas. Oleh karena hak-hak yang berkaitan dengan hak di bidang ekonomi, sosial dan budaya, masih tersebar dalam Pasal-Pasal Perubahan UUD 1945.Di dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia, dalam menimbang huruf b ditentukan bahwa : Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun. Pengertian hak asasi dikemukakan oleh para sarjana di atas maupun dalam Undang-undang No. 3 tahun 1999 adalah hak-hak alamiah dari manusia.Leach Levin seorang aktivis Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengemukakan bahwa konsep Hak Asasi Manusia ada dua pengertian dasar, yaitu :Pertama, ialah bahwa hak asasi manusia tidak bias dipisahkan dan dicabut adalah hak manusia karena ia seorang manusia. Hak adalah hak-hak moral yang berasal dari kemanusiaan setiap insan dan hak-hak itu bertujuan untuk menjamin matabat setiap manusia (Natural Rights).Kedua, hak asasi manusia adalah hak-hak menurut hukum, yang dibuat melalui proses pembentukan hukum dari masyarakat itu sendiri, baik secara nasional maupun secara internasional. Dasar dari hak-hak ini adalah persetujuan dari yang diperintah, yaitu persetujuan dari para warga negara, yang tunduk kepada hak-hak itu dan tidak hanya tata tertib alamiah yang merupakan dasar dari arti yang pertama.(Levin, Leach; terjemahan Ny.Nartomo;1987 :3)Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).Jakaroni. 2011. Hak Asasi Manusia Human Rights. http://jakaroni.wordpress.com/2011/03/16/hak-asasi-manusia-human-right/ (diakses 30 Oktober 2012)

Revitalisasi Program KBPROYEKSI pemerintah mengenai perkiraan jumlah penduduk Indonesia pada sensus penduduk 2010 lalu dipastikan meleset dari semula direncanakan hanya berkisar mencapai 237,6 juta jiwa menjadi 234 juta jiwa. Hal itu dikarenakan jumlah penduduk Indonesia mengalami pertumbuhan dari 0,6 % pada sensus penduduk tahun 2000 menjadi 1,49 pada 2010 tahun kemarin. Adapun kenaikan penduduk yang begitu signifikan tersebut tentunya menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai keberadaan progam keluarga berencana di daerah.Dalam realitanya, progam KB sendiri bukanlah issu menarik dalam pembuatan kebijakan pasca otonomi daerah sekarang ini. Hal itu terjadi lantaran program KB yang bersifat pemaksaan, koersif, dan mengabaikan hak-hak masyarakat pada masa Orde Baru akhirnya menjadi paradoks bagi program itu sendiri. Program KB menjadi selalu dicurigai menjadi bagian dari kelanjutan kebijakan rezim Orde Baru di daerah pasca otonomi daerah ini. Selama puluhan tahun, program KB lebih pada pendekatan fisik biologis dan esensialis sehingga rahim perempuan dianggap sebagai masalah. Sasaran KB lebih pada "pemaksaan" pencegahan kehamilan dengan target penurunan fertilitas (Sugiri, 2010). Akhirnya, terjadi pengabaian hak reproduksi perempuan, selain itu pelaksanaan KB ini juga masih bernuansa diskriminasi gender karena lebih dari 95 persen peserta KB adalah perempuan sementara pria hanya 1 persen sehingga dimensi patriarki KB ini begitu kental dikarenakan objek kebijakan KB ini berkutat di permasalahan pengaturan kehamilan terbatas hanya sebagai upaya untuk membantu pasangan suami-istri untuk melahirkan pada usia ideal, memiliki jumlah anak, dan mengatur jarak kelahiran anak ideal dengan menggunakan alat, obat, dan alat kontrasepsi juga dipandang diskriminatif.Oleh karena banyak bermunculan praktik pelanggaran hak asasi manusia dari pelaksanaan KB ini karena intervensi negara mengasumsikan bahwa rahim perempuan merupakan milik negara, sehingga mayoritas kabupaten / kota kini merasa enggan melanjutkan progam tersebut lantaran kekhawatiran munculnya resistensi dan perasaan traumatik dari masyarakat luas sehingga progam KB di daerah menjadi terbengkalai dan tidak jelas instansi mana yang mengurusnya. Selain itu keengganan kepala daerah lainnya tentang progam KB ini juga muncul karena adanya penyimpangan pelaksanaan UU 52/2009 yang mengharuskan prinsip pembangunan kependudukan yang berkeadilan dan kesetaraan jender dalam pelaksanaan KB. Namun dalam praktiknya, masih ada pembatasan seperti dalam hal setiap penduduk untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah sehingga hal tersebut bertentangan dengan kehidupan perkawinan di masyarakat. Oleh karena itulah, sekarang ini mayoritas kabupaten / kota memandang remeh program KB dari BKKBN sehingga menempatkannya di dinas yang tidak terkait dengan program tersebut seperti halnya dinas peternakan atau perikanan.Implikasi Negatif Berhentinya KBPadahal bilamana program Keluarga Berencana (KB) gagal atau tidak mengalami peningkatan, maka jumlah penduduk Indonesia diprediksi akan membludak menjadi dua kali lipat dalam 40 sampai 50 tahun lagi. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2050-2060 diprediksi mencapai 450 sampai 480 juta sehingga akan semakin menambah beban bagi pemerintah daerah maupun pusat untuk memberikan lapangan kerja dan pelayanan publik lainnya.Masalah lain yang muncul adalah berkurangnya lahan pertanian akibat semakin tak terkendalinya jumlah penduduk oleh progam KB. Sebagai gambaran, dalam rentang satu dasarwarsa terakhir, pertumbuhan perumahan penduduk telah memakan lahan produktif seluas 1.926.636 hektare. Tahun 2010 lalu, 189.773 hektare dari 577.046 hektare padi gagal panen karena semakin menyempitnya area tangkapan air karena alih fungsi lahan menjadi permukiman penduduk.Adanya alih fungsi lahan tersebut juga berimplikasi pada produksi tanaman pangan nasional. Pada tahun 2011 ini saja terjadi penyusutan seluas 12,63 ribu hektar atau 0,1% total luas lahan. Secara keseluruhan, lahan pertanian di Indonesia berkurang 27 ribu hektar pertahun. Hal ini tidak hanya terjadi pada komoditi padi, namun juga pada tanaman pangan lainnya seperti halnya kedelai, jagung, maupun bahan pangan lainnya yang kini mulai tergerus produktivitas panennya.Implikasi lain yang timbul dari tidak terkendalinya penambahan penduduk adalah bertambanha kemiskinan yang terjadi seluruh desa di Indonesia dimana jumlah rakyat miskin di Indonesia semakin luas dari 37,17 juta orang atau 16,58 persen dari total penduduk. Sebanyak 23,61 juta penduduk miskin itu berada di daerah perdesaan sebanyak 72 persen angka nasional.Revitalisasi KBMengingat berbagai implikasi dari ledakan penduduk yang terkendali oleh progam KB, maka revitalisasi progam KB ini sangatlah urgen dan signifikan dengan cara meningkatkan kesadaran komitmen para kepala daerah kabupaten dan kota yang menggalakan kembali program KB, baik melalui jalur program PKK, eleman masyarakat, dan perorangan. Selain itu, pendekatan KB juga perlu diubah dengan cara mengedepankan keluarga berencana sebagai hak warga negara menjadi sangat penting saat ini. Terlebih lagi penyelenggaraan program KB pada masa Orde Baru pernah meninggalkan trauma di sebagian masyarakat sehingga dimensi patriarki maupun gender akan tereduksi mengingat program KB semakin penting karena berperan dalam peningkatan sumber daya manusia dan pemutusan lingkaran kemiskinan. Keluarga berencana memberikan kesempatan kepada keluarga untuk menikmati kesehatan, pendidikan, dan ekonomi lebih baik.Jati, Wasisto Raharjo. 2011. Revitalisasi Program KB. Media Indonesia. http://www.mediaindonesia.com/citizen_read/1507 (diakses 31 Oktober 2012)

Fokus Edisi 36 : Membincang Ulang Soal Keluarga Berencana Banyak anak banyak rejeki, ana dina ana upa (ada hari, ada nasi), setiap anak yang lahir membawa rejekinya sendiri-sendiri, sebuah ungkapan yang dulu amat popular di kalangan masyarakat kita. Oleh karena itu, sekitar tiga hingga lima dasawarsa yang lalu, rata-rata jumlah anak yang dimiliki oleh setiap keluarga amatlah banyak. Seorang perempuan bisa melahirkan antara lima hingga lima belas anak.Namun, situasi itu tak hanya terjadi dulu. Saat ini, situasi itu masih terjadi. Salah seorang mantan anggota DPR (Hj.Yoyoh Yusroh almarhumah) berputra sebanyak 13 orang. Bu Yoyoh sempat melontarkan pendapat bahwa program Keluarga Berencana (KB) yang dicanangkan oleh pemerintah merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM.Sementara, Ibu Eros, seorang perempuan berprofesi sebagai pedagang kue dari Purwakarta yang merupakan istri dari bapak Asep, seorang tukang becak telah melahirkan anak sebanyak 25 kali. Ibu Eros bukannya tak pernah mencoba ber-KB. Ia pernah menjalani program KB ini namun selalu mengalami kegagalan. Bahkan setiap tahun, ia bisa melahirkan 2 kali.Kedua fenomena di atas merupakan sebuah refleksi tentang bagaimana program Keluarga Berencana (KB) ini dipahami oleh berbagai kalangan masyarakat dan bagaimana implementasinya di lapangan. Program KB sempat booming ketika Orde Baru, walaupun ditanggapi dari dua sisi; dipuji dan dibenci. Namun, ketika pemerintahan berubah pada era yang disebut dengan reformasi ini, isu tentang KB jarang terdengar kabarnya lagi. Oleh karenanya, penting bagi kita untuk kembali melihat apa dan bagaimana KB selama ini dan apa kaitannya dengan persoalan kesehatan reproduksi.

Refleksi Sejarah Keluarga Berencana: Ide Pembatasan Kelahiran Dua anak cukup! Itulah slogan yang sempat berkembang cukup luas pada masa Orde Baru. Dengan mudah kita dapat menemukannya di balik koin pecahan Rp 5,- yang diterbitkan oleh Bank Indonesia pada tahun 1974, atau di gapura-gapura desa, dan lain-lainnya. Program KB memang sangat populer pada masa orde baru. Pada 1987, Pemerintah Indonesia pernah mendapatkan penghargaan dari PBB atas keberhasilannya di bidang kependudukan dan KB. Ketika itu Presiden Soeharto diundang ke New York, AS untuk menerima penghargaan tersebut.Padahal upaya untuk memperoleh penghargaan tersebut juga dilakukan dengan cara-cara paksa melalui sterilisasi maupun penggunaan suntikan Depo Provera secara diam-diam yang dilakukan di Timor. Depo-Provera adalah suatu jenis obat yang diberikan dengan cara injeksi yang berfungsi sebagai pencegah kehamilan untuk jangka waktu 3 bulan dan diberikan suntikan kembali tiap 3 bulan. Selain itu, pendekatan Keluarga Berencana yang dilakukan memang mentargetkan perempuan sebagai pemilik rahim untuk menjadi akseptor KB. Namun, terlepas bagaimana cara perempuan dilibatkan untuk menjadi akseptor, sejatinya melalui kontrol atas alat-alat dan peran reproduksi mereka itulah, negara berhasil mengatasi persoalan peledakan jumlah penduduk.KB sendiri dalam makna pembatasan jumlah kelahiran telah dikenal cukup lama. Pembicaraan soal ini terkait erat dengan aspek-aspek kependudukan yang amat penting. Antara lain : 1) jumlah besarnya penduduk; 2) jumlah pertumbuhan penduduk; 3)jumlah kematian penduduk; 4) jumlah kelahiran penduduk; dan 5) jumlah perpindahan penduduk. Dan orang yang pertama mengemukakan teori mengenai penduduk adalah Thomas Robert Malthus yang hidup pada tahun 1776 1824. Dalam edisi pertamanya Essay on Population tahun 1798 Malthus mengemukakan dua pokok pendapatnya yaitu; a) Bahan makanan adalah penting untuk kehidupan manusia; dan b) Nafsu manusia tak dapat ditahan.Malthus juga mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dari bahan makanan. Akibatnya pada suatu saat akan terjadi perbedaan yang besar antara penduduk dan kebutuhan hidup. Dalil yang dikemukakan Malthus yaitu bahwa jumlah penduduk cenderung untuk meningkat secara geometris (deret ukur), sedangkan kebutuhan hidup riil dapat meningkat secara aritmatik (deret hitung). Artinya, suatu hari akan terjadi ledakan jumlah penduduk yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara banyaknya jumlah manusia dan terbatasnya pangan yang tersedia akibat semakin menyempitnya lahan.Menurut Malthus ada faktor-faktor pencegah yang dapat mengurangi kegoncangan dan kepincangan terhadap perbandingan antara penduduk dan manusia yaitu dengan jalan preventive checks seperti upaya menghambat jumlah kelahiran melalui moral restraint dengan cara : 1) Penundaan masa perkawinan; 2) Mengendalikan hawa nafsu; dan 3) Pantangan kawin. Serta positive checks yaitu faktor-faktor yang menyebabkan bertambahnya kematian seperti karena : 1) Bencana Alam; 2) Wabah penyakit; 3) Kejahatan; 4) Peperangan.Sejatinya, upaya untuk mengurangi jumlah penduduk telah dilakukan oleh manusia sejak zaman dahulu kala. Pertama, dengan berbagai cara untuk menolak kelahiran anak yang tidak diinginkan. Seperti membunuh bayi yang baru lahir (yang terjadi di berbagai negara pada masa lalu seperti Yunani purba, Arab jahiliyah, Tiongkok kuno dan Mesir kuno); atau melakukan aborsi (pengguguran kandungan); yang bila dilakukan secara tidak aman misalnya menggunakan jamu-jamuan atau dipijat oleh dukun, nyawa si Ibu juga ikut terancam. Selain itu juga dilakukan melalui cara mencegah atau mengatur kehamilan dengan penggunaan alat kontrasepsi ataupun tanpa menggunakan alat kontrasepsi seperti memakai metode pantang berkala maupun senggama terputus (azal).Dari berbagai penuturan di atas, isu KB pada awalnya memang dipicu oleh pandangan Robert Maltus untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk dunia melalui pengendalian kelahiran. Pada awalnya, konsep KB memanglah pengendalian kelahiran (birth control). Namun, seiring dengan perkembangan wacana tentang hak asasi manusia; termasuk di dalamnya tentang hak-hak reproduksi; konsep ini akhirnya berkembang menjadi perencanaan keluarga (Family Planning).Di lapangan, konsep KB ini sendiri memang terbagi menjadi 2, yaitu: a. Birth controlMetode ini dilaksanakan dengan penekanan jumlah anak atau menjarangkan kelahiran sesuai dengan situasi dan kondisi suami istri. Dalam bahasa Arab metode ini identik dengan Tahdiid al-Nasl (membatasi keturunan). b. Planning parenthoodPelaksanaan metode ini menitikberatkan kepada tanggung jawab orang tua untuk membentuk kehidupan rumah tangga yang aman, dan tenteram meskipun tidak dengan jalan membatasi anggota keluarga. Dalam bahasa Arab metode ini diterjemahkan sebagai Tandzim al-Nasl (mengatur keturunan).

Memahami Praktik KB di Indonesia: Perkembangan dari Masa ke Masa Tujuan ideal gerakan KB tidak lain adalah menciptakan keluarga yang bahagia dan sejahtera. Tujuan ini hendak dicapai melalui sosialisasi dan institusionalisasi norma-norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera (NKKBS). Rumusan rinci tentang keluarga yang bahagia dan sejahtera telah tertuang dengan baik dalam UU no. 10/1992, yang menyatakan bahwa "keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya" (BKON, 1994:7).Oleh karenanya, pelaksanaan program KB di Indonesia diawali dengan melibatkan berbagai tokoh agama. Karena mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam, maka otomatis proses itu juga melibatkan individu atau tokoh yang beragama Islam. Bahkan, sebagian besar perintis gerakan KB sendiri adalah orang-orang yang beragama Islam. Dan pada awal tahun I970-an adalah Dr. KH. Idham Chalid, tokoh NU yang ketika itu adalah Menteri Negara Kesejahteraan Rakyat, dan KH. SM Nazaruddin Latief yang menjadi pendukung utama program Keluarga Berencana (BKKBN, 1993:45-46).Meskipun telah melibatkan sejumlah tokoh Islam, sebagaimana telah diungkapkan di atas, kendala-kendala yang bersifat keagamaan masih tetap ada. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, periu diketahui bahwa pada dasarnya pelibatan tokoh-tokoh tersebut di atas memang bukan untuk meredam adanya resistensi sosial-keagamaan, tetapi- seperti dalam hal Ny. Syamsuridjal, Ny. Moch. Roem dan Dr. Idham Chalid - lebih bersifat struktural-fungsional. Dengan kata lain, mereka semata-mata adalah sebagai pemikir, aktivis, atau pendukung gerakan KB.Mengingat keluarga merupakan kata kunci bagi kesuksesan pelaksanaan KB di Indonesia, maka beberapa ormas besar memiliki berbagai program terkait dengan KB ini. Seperti pernyataan Masruchah, bahwa NU memiliki Program Keluarga Maslahah yang dijalankan oleh badan-badan otonomnya seperti LKPSM, Yayasan Kesejahteraan Fatayat (YKF), dan Muhammadiyah memiliki program Keluarga Sakinah yang dilaksanakan oleh Aisyiah. Konsep KB di sini sebenarnya lebih menekankan pada merencanakan keluarga dibandingkan kontrol kelahiran semata-mata.Oleh karena itu, seyogyanya pelaksanaan KB bukan sekedar berhenti pada persoalan memperkenalkan alat-alat kontrasepsi dan mengejar target jumlah akseptor. Namun, jauh lebih penting dari itu adalah menekankan pada pemenuhan hak-hak reproduksi lelaki maupun perempuan; suami maupun istri. Mengingat, sebagaimana pengertian di atas yang terpenting adalah merencanakan keluarga secara bersama-sama.Untuk mengelola program KB, pada tahun 1968, pemerintah membentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN). Lembaga ini tidak berlangsung lama, hingga pemerintah kemudian membentuk sebuah institusi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 1970, sebagai institusi pemerintah non departemen yang bertugas mengoordinasikan program KB secara nasional. Sejak itu, KB di Indonesia mulai dirancang sebagai salah satu program pemerintah. Dari sinilah pemerintah mulai mencurahkan perhatian pada persoalan kependudukan.Awalnya, tujuan utama program KB memang untuk menekan laju pertumbuhan penduduk; sehingga memang program ini terkesan target oriented. Tentu tanpa mengesampingkan penyampaian informasi mengenai pentingnya ber-KB serta manfaatnya memiliki keluarga kecil. Beberapa capaian yang bisa dilihat dari kesuskesan program KB ini di antaranya adalah jumlah akseptor (pada tahun 1997) sebanyak 23 juta orang; dimana 98%-nya adalah kaum perempuan. Selain itu angka kesuburan total (total fertility rate) menurun cukup drastis dari lebih dari 5 pada sebelum tahun 1970 menjadi kurang dari 3 pada tahun 1990-an.Berbagai penelitian menunjukkan bahwa perempuan yang tubuhnya sering menjadi sasaran alat kontrasepsi acapkali kurang didengar hak-haknya sebagai akseptor KB. Sebagai contoh, selama ini akseptor KB sebagai konsumen kurang memperoleh informasi yang lebih lengkap mengenai kelebihan dan kekurangan dari alat-alat KB seperti spiral, cooper-T, suntikan, norplant, implant, kondom, tablet (pil), dan lain sebagainya. Di samping itu mereka juga tidak mendapatkan kejelasan yang lebih lengkap mengenai bagaimana karakteristik alat kontrasepsi tersebut, apa resiko, dan efek sampingnya. Belum lagi ketika berhadapan dengan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) yang melakukan praktik tertentu untuk memperoleh angka kredit sehingga mengabaikan pilihan konsumen. Sebagai contoh: a) pengharusan penggunaan kontrasepsi tertentu di wilayah kekuasaannya atau b) pengarahan secara massal kaum perempuan untuk mendapatkan kontrasepsi tertentu tanpa suatu pemeriksaan awal yang memadai untuk mengetahui apakah mereka cocok untuk mengikuti kontrasepsi tersebut, atau apakah mereka tepat mengikuti KB saat itu.Padahal seharusnya akseptor sebagai konsumen pelayanan KB perlu diberi penjelasan mengenai hak-haknya. Seperti :1) Hak atas keamanan dan keselamatan.2) Hak memperoleh informasi.3) Hak didengar.4) Hak memilih.5) Hak memperoleh ganti rugi6) Hak untuk kerahasiaan pribadi.Nampaknya, berbagai fenomena tersebut memang merupakan praktik yang jamak terjadi sehingga menjadi keprihatinan bersama. Oleh karenanya, International Conference on Population and Development (ICPD) atau Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan tahun 1994 di Cairo telah mengubah paradigma pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan pengendalian pertambahan penduduk dan penurunan fertilitas menjadi pendekatan yang terfokus pada kesehatan reproduksi dan hak reproduksi. Masalah kesehatan reproduksi seperti yang disepakati dalam ICPD tersebut didefinisikan sebagai "keadaan kesehatan fisik, mental dan sosial yang menyeluruh dan tidak semata karena tidak adanya penyakit atau keadaan yang lemah". Definisi ini menyebutkan bahwa kesehatan bukan cuma menyangkut fisik, tetapi juga mental dan sosial.Kesehatan reproduksi menyangkut perkembangan berbagai organ reproduksi mulai dari sejak dalam kandungan hingga mati. Kesehatan seorang ibu saat hamil yang berpengaruhi pada keadaan bayi yang dilahirkannya, termasuk kesehatan organ-organ reproduksi bayinya. Pergeseran paradigma ini juga mengubah pendekatan dalam hal KB, dari melihat sosok perempuan sebagai mesin produksi anak; ke pendekatan yang melihat perempuan sebagai sosok manusia yang harus dihargai kedudukannya secara setara serta memenuhi hak-hak yang melekat dari dirinya termasuk dalam hal reproduksi maupun seksualitasnya.

Islam dan Keluarga Berencana : Pandangan Yang Beragam Ada beragam argumentasi tentang pelaksanaan KB di dalam Islam. Pendapat yang menyetujui pelaksanaan KB bersandar pada sebuah ayat di dalam Alquran yang artinya, Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.(QS. An-Nisa (4); 9 ).Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa kelemahan ekonomi, kurang stabilnya kondisi kesehatan fisik dan kelemahan intelegensi anak akibat kekurangan gizi merupakan tanggung jawab kedua orang tua. Maka disinilah peranan KB sangat diperlukan untuk membantu mereka keluar dari masalah tersebut.Pelaksanaan KB diperdebatkan oleh kalangan ulama, diantaranya ada yang membolehkan dan ada yang melarang. Diantara ulama yang membolehkan adalah Imam Ghazali, Syekh al-Hariri (mufti besar Mesir), syekh Mahmud Syaltut, dan Sayyid Sabiq. Imam Ghazali tidak melarang dengan pertimbangan kesukaran yang dialami seorang ibu disebabkan sering melahirkan dengan motif menjaga kesehatan, menghindari kesulitan hidup, dan menjaga kecantikan si ibu.Syekh al-Hariri memberikan memberikan ketentuan bagi individu dalam pelaksanaan KB, diantaranya : a) Untuk menjarangkan anak., b) Untuk menghindari penyakit, bila ia mengandung. Untuk menghindari kemudharatan, bila ia mengandung dan melahirkan dapat membawa kematiannya (secara medis), c) Untuk menjaga kesehatan si ibu, karena setiap hamil selalu menderita suatu penyakit (penyakit kandungan), dan d) Untuk menghindari anak dari cacat fisik bila suami atau istri mengidap penyakit menular seksual.Syaikh Mahmud Syaltut membedakan konsep pembatasan keluarga (tahdiid al-nasl) dan pengaturan atau perencanaan berketurunan (tandzhim al-nasl). Tandzim an-Nasl diumpamakan dengan menjarangkan kelahiran karena situasi dan kondisi khusus, baik yang ada hubungannya dengan keluarga yang bersangkutan maupun dengan masyarakat dan negara.Sayyid Sabiq dalam Fiqh As-Sunnah juga membolehkan seseorang untuk melaksanakan KB dengan alasan sang ayah adalah seorang faqir, tidak mampu memberikan pendidikan pada anak-anaknya, dan sang ibu adalah orang yang dhaif (lemah) jika terus menerus melahirkan.Sementara itu, salah satu ulama yang melarang pelaksanaan KB adalah Abu Ala al-Madudi (Pakistan), menurutnya pembatasan kelahiran adalah bertentangan dengan ajaran Islam. Islam adalah suatu agama yang berjalan sesuai dengan fitrah manusia, dan barangsiapa yang merubah atau menyalahi fitrah maka ia telah menuruti perintah setan. Di samping pendapat tersebut, para ulama yang menolak KB menggunakan dalil:Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rejeki kepadamu dan kepada mereka.(QS. Al-Isra (17):31). Pendapat tersebut menyatakan bahwa program KB melalui pembatasan kelahiran merupakan hal yang tidak dibenarkan dalam agama Islam. Karena hal tersebut telah menyalahi fitrah manusia apalagi hanya kerena takut akan kemiskinan dan melupakan bahwa Allah Yang Maha Memberi Rejeki.Dalam konteks Indonesia, memang terdapat pandangan yang beragam di kalangan umat Islam. Namun, 2 (dua) ormas besar yang ada di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah memiliki pandangan yang tegas dalam mendukung program KB. Dukungan itu disampaikan dalam bentuk Keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah 1968 dan Syuriah NU 1969 yang membolehkan ber-KB untuk menjaga kesehatan ibu dan anak, atas persetujuan suami istri, dan agar anak-anak yang dilahirkan tidak menjadi beban orang lain.Dalam kepemimpinan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Syukri Ghozali, dan Ketua Komisi Fatwa, Prof KH Ibrahim Hosen, MUI dalam Musyawarah Nasional Ulama 12-15 Oktober 1983, tentang tentang Kependudukan, Kesehatan dan Pembangunan, memutuskan untuk mendukung program pembangunan kependudukan dan KB. Masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia, membuat MUI berpendapat: Pertambahan penduduk yang tidak terkendali dapat menimbulkan berbagai masalah di masyarakat, antara lain terjadinya konflik ekonomi dan konflik sosial. MUI juga mencermati, Tingkat kematian yang masih tinggi, terutama kematian anak balita, dan tingkat kelahiran yang masih tinggi memerlukan peningkatan pelayanan kesehatan dan pemeliharaan kesehatan lingkungan (MUI, 1984).

Ikhtiar Menuju Kemaslahatan Umat Bagaimana konsep dasar Islam tentang KB juga dapat dilihat dari konsep dasar hak- hak asasi manusia dalam Islam. Pemenuhan hak dasar juga senada dengan apa yang dikemukakan oleh al-Ghazali tentang al-Ushuliyyat al-Khamsah yang diperkenalkan oleh Imam al-Ghazali (w. 1111 M) dalam kitabnya yang terkenal, al-Mustasyfa. Menurutnya, Islam hadir untuk melindungi lima hal dasar (al-kulliyyat al-khams) berikut: a) Hifdz al-Nafs (perlindungan jiwa, hak hidup); b) Hifdz al-Din (perlindungan keberagamaan, hak beragama); c) Hifdz al-Nasl (perlindungan keturunan, hak melanjutkan generasi); d) Hifdz al-Aqli (perlindungan akal, hak berpikir, berpendapat); dan e) Hifdz al-Maal (perlindungan kepemilikan, properti, hak milik). Dan konsep KB, bila dilihat dari upaya perencanaan keluarga merupakan salah satu manifestasi dari perlindungan keturunan dan hak untuk melanjutkan generasi (Hifdz al-Nasl).Oleh karena KB merupakan suatu hak; semestinya ia harus berjalan tanpa paksaan dan harus disertai dengan informasi-informasi yang cukup kepada pasangan yang akan menjalani program KB. Semestinya, KB juga merupakan pilihan sukarela bukan merupakan bentuk pelanggaran HAM sebagimana yang dikemukakan oleh Hj. Yoyoh Yusroh di awal tulisan ini. Setiap informasi dan penjelasan tentang cara kerja, dampak maupun berbagai resikonya perlu dijelaskan sejak dini. Baik kepada perempuan bila ia memberikan persetujuan bahwa alat kontrasepsi yang digunakan adalah alat kontrasepsi yang memiliki kemungkinan resiko pada diri dan tubuhnya; Maupun kepada laki-laki, apabila ia menggunakan kondom ataupun melakukan vasektomi sehingga ke depan menghalangi kesempatannya untuk mendapatkan berketurunan.Ke depan, diharapkan tak ada lagi perempuan-perempuan yang harus mengalami penderitaan karena persoalan kesehatan reproduksi. Seperti unwanted pregnancy (kehamilan tak dikehendaki) karena dilarang ber-KB oleh suami, karena gagal KB, ataupun karena terus menerus melahirkan akibat ketakutan terhadap ancaman laknat malaikat yang senantiasa didengungkan ke telinganya. Istri adalah pasangan bagi suami, dan dia juga memiliki hak untuk menikmati hubungan seksual tanpa paksaan. Sebagaimana firman Allah swt berfiman dalam QS. Al Baqarah ayat 187: Mereka (istri-istri) adalah pakaian bagi suami dan kalian (suami) adalah pakaian bagi mereka Syarat agar masing-masing pihak dapat menikmati hubungan seks, maka keduanya harus sama-sama dalam situasi dan kondisi sehat, baik itu secara fisik, mental maupun sosial.Sebagai penutup, mengingat konsep Keluarga Berencana lebih memiliki makna perencanaan keluarga dibandingkan pembatasan jumlah kelahiran, maka jauh lebih penting untuk mempersiapkan calon-calon pasangan suami istri untuk dapat berelasi setara setara dan adil dalam kehidupan berkeluarga. Misalnya, melalui penekanan bahwa keluarga sakinah hanya dapat dicapai dengan kesukarelaan dan partisipasi dari semua pihak; yaitu lelaki dan perempuan baik sebagai pasangan suami istri, orang tua, maupun anak-anak, mencegah praktik pernikahan dini maupun kehamilan dini, perencanaan bersama tentang kapan dan berapa jumlah anak yang ingin dimiliki, dan bagaimana merencanakan bersama peran pengasuhan dan pendidikan yang akan mereka lakukan kepada anak-anak mereka. {} AD.KusumaningtyasKusumaningtyas, AD. 2011. Fokus Edisi 36 : Membincang Ulang Soal Keluarga Berencana. Rahima. http://www.rahima.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=824:fokus-edisi-36-membincang-ulang-soal-keluarga-berencana&catid=32:fokus-suara-rahima&Itemid=47 (diakses 30 Oktober 2012)