Bahaya ide islam nusantara

6
Bahaya Ide Islam Nusantara July 1st, 2015 by solihan Belakangan ini cukup ramai diperbincangkan tentang “Islam Nusantara”. Banyak intelektual, ulama, politisi, dan pejabat Pemerintah yang menggunakan istilah ini ketika membicarakan Islam. Pemantik awalnya adalah penggunaan langgam Jawa dalam tilawah alQuran pada saat Peringatan Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad saw. 17 Mei 2015 lalu di Istana Negara. Sejak saat itu perbincangan “Islam Nusantara” menghangat. Apalagi ketika hal tersebut dikaitkan dengan opini penegakan syariah. Kalangan yang selama ini menolak ide penegakan syariah menemukan momentum mengajak masyarakat untuk turut dalam barisannya. Mereka mempropagandakan “Islam Nusantara” sebagai wujud implementasi Islam terbaik, dibandingkan dengan “Islam Timur Tengah” yang saat ini diwarnai berbagai konflik. Bersikap Kritis Para pengusung dan pendukung ide Islam Nusantara ini menggunakan berbagai argumentasi untuk meyakinkan masyarakat. Banyak media massa memberikan ruang yang cukup luas bagi mereka untuk menyampaikan idenya tersebut. Karena itu perlu ada sikap kritis terhadap argumentasi yang mereka kemukakan. Pertama: konsep Islam Nusantara dianggap sebagai wujud kearifan lokal Indonesia. Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj menyatakan bahwa Islam Nusantara adalah gabungan nilai Islam teologis dengan nilainilai tradisi lokal, budaya, dan adatistiadat di Tanah Air. Menurut Said, Islam di Indonesia tidak harus seperti Islam di Arab atau Timur Tengah. Islam Nusantara, tegasnya, adalah Islam yang khas ala Indonesia (Republika.co.id, 10/03). Hal senada dikemukakan oleh Komaruddin Hidayat, Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Menurut dia, fikih atau paham keberagaman yang tumbuh dalam masyarakat padang pasir dan bangsa maritim serta pertanian yang hidup damai, jauh dari suasana konflik dan perang, memerlukan tafsir ulang. Karena itu menurut Komaruddin, beberapa daerah di Nusantara ini para wanitanya sudah biasa aktif bertani di sawah untuk membantu ekonomi keluarga. Mereka sulit disuruh mengganti pakaian adatnya dengan pakaian model wanita Arab. Di Amerika, dia menambahkan, telah terjadi Amerikanisasi Islam dan di Eropa terjadi Eropanisasi Islam (Koran Sindo, 10/04). Argumentasi seperti ini sangat lemah. Pasalnya, alQuran diturunkan oleh Allah SWT sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia, tidak ada kekhususan bagi orang Arab, Eropa, Asia, dan sebagainya. Tentu kesalahan sangat fatal jika Islam disejajarkan

Transcript of Bahaya ide islam nusantara

Page 1: Bahaya ide islam nusantara

1/7/2015 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Bahaya Ide Islam Nusantara

data:text/html;charset=utf­8,%3Ch1%20class%3D%22title­single%22%20style%3D%22margin%3A%200px%3B%20padding%3A%2015px%200px%2015… 1/6

Bahaya Ide Islam Nusantara

July 1st, 2015 by solihan

Belakangan ini cukup ramai diperbincangkan tentang “Islam Nusantara”. Banyakintelektual, ulama, politisi, dan pejabat Pemerintah yang menggunakan istilah ini ketikamembicarakan Islam. Pemantik awalnya adalah penggunaan langgam Jawa dalamtilawah al­Quran pada saat Peringatan Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad saw. 17 Mei2015 lalu di Istana Negara.

Sejak saat itu perbincangan “Islam Nusantara” menghangat. Apalagi ketika hal tersebutdikaitkan dengan opini penegakan syariah. Kalangan yang selama ini menolak idepenegakan syariah menemukan momentum mengajak masyarakat untuk turut dalambarisannya. Mereka mempropagandakan “Islam Nusantara” sebagai wujud implementasiIslam terbaik, dibandingkan dengan “Islam Timur Tengah” yang saat ini diwarnai berbagaikonflik.

Bersikap Kritis

Para pengusung dan pendukung ide Islam Nusantara ini menggunakan berbagaiargumentasi untuk meyakinkan masyarakat. Banyak media massa memberikan ruangyang cukup luas bagi mereka untuk menyampaikan idenya tersebut. Karena itu perlu adasikap kritis terhadap argumentasi yang mereka kemukakan.

Pertama: konsep Islam Nusantara dianggap sebagai wujud kearifan lokal Indonesia.Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj menyatakan bahwa Islam Nusantara adalahgabungan nilai Islam teologis dengan nilai­nilai tradisi lokal, budaya, dan adat­istiadat diTanah Air. Menurut Said, Islam di Indonesia tidak harus seperti Islam di Arab atau TimurTengah. Islam Nusantara, tegasnya, adalah Islam yang khas ala Indonesia(Republika.co.id, 10/03).

Hal senada dikemukakan oleh Komaruddin Hidayat, Guru Besar Universitas Islam NegeriSyarif Hidayatullah Jakarta. Menurut dia, fikih atau paham keberagaman yang tumbuhdalam masyarakat padang pasir dan bangsa maritim serta pertanian yang hidup damai,jauh dari suasana konflik dan perang, memerlukan tafsir ulang. Karena itu menurutKomaruddin, beberapa daerah di Nusantara ini para wanitanya sudah biasa aktif bertanidi sawah untuk membantu ekonomi keluarga. Mereka sulit disuruh mengganti pakaianadatnya dengan pakaian model wanita Arab. Di Amerika, dia menambahkan, telah terjadiAmerikanisasi Islam dan di Eropa terjadi Eropanisasi Islam (Koran Sindo, 10/04).

Argumentasi seperti ini sangat lemah. Pasalnya, al­Quran diturunkan oleh Allah SWTsebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia, tidak ada kekhususan bagi orang Arab,Eropa, Asia, dan sebagainya. Tentu kesalahan sangat fatal jika Islam disejajarkan

Page 2: Bahaya ide islam nusantara

1/7/2015 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Bahaya Ide Islam Nusantara

data:text/html;charset=utf­8,%3Ch1%20class%3D%22title­single%22%20style%3D%22margin%3A%200px%3B%20padding%3A%2015px%200px%2015… 2/6

dengan adat istiadat dan budaya sehingga menganggap ajaran Islam dapat disesuaikandengan budaya lokal. Untuk hal yang sifatnya mubah tentu saja Islam bisamengakomodasi budaya daerah selama tidak menyalahi syariah. Misalnya, memakaikopiah pada saat shalat dibolehkan sebagaimana sorban, karena hal tersebut hukumnyamubah. Namun, memakaijilbab (milhafah [baju kurung/abaya]) merupakan kewajiban bagisetiap Muslimah yang akil balig (lihat: QS al­Ahzab [33]: 59). Karena itu jilbabtidak bolehdiganti dengan sarung dan kebaya karena pertimbangan budaya lokal di daerah maritimdan agraris, seperti yang diargumentasikan oleh Komaruddin.

Perlu pula ditegaskan bahwa Islam bukan produk budaya Arab. Meskipun al­Quran danal­Hadits berbahasa Arab, isinya bukan budaya Arab, melainkan perintah Allah SWTuntuk seluruh umat manusia. Karena itu sistem peradilan Islam, sistem pendidikan Islam,hingga sistem pemerintahan Islam berupa Khilafah Islamiyah bukanlah produk budayaArab. Semua itu merupakan perintah Allah SWT yang termaktub dalam al­Quran dan al­Hadits.

Kedua: Islam Nusantara dianggap sebagai perwujudan Islam yang bersifat empirik. GuruBesar Filologi Islam UIN Jakarta, Oman Fathurrahman, menyatakan bahwa IslamNusantara itu adalah Islam yang empirik dan distingtif sebagai hasil interaksi,kontekstualisasi, indigenisasi, penerjemahan dan vernakularisasi Islam universal denganrealitas sosial, budaya, dan sastra di Indonesia (Nu.or.id, 22/04). Hal tersebut diakemukakan pada acara Pra­Muktamar ke­33 NU di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu(22/04) yang lalu.

Argumentasi Oman tersebut tidak sesuai dengan realita. Faktanya, di dalam Islam,sesuatu yang bersifat normatif tidak terpisah dengan empiriknya. Misalnya, secaranormatif setiap Muslim harus taat kepada Allah SWT secara totalitas. KemudianRasulullah saw. menjelaskan secara empirik supaya sifat normatif ini bisadiimplementasikan, yaitu melalui penegakan institusi Daulah Islamiyah di Madinah untukmenerapkan syariah Islam secara kaaffah.

Artinya, agar setiap Muslim bisa taat kepada Allah SWT secara totalitas maka syariahIslam harus diterapkan secara kaaffah. Untuk menerapkan syariahsecara kaaffah diperlukan institusi negara. Alasannya, banyak hukum syariah yang tidakbisa dilaksanakan secara sempurna tanpa adanya negara, misalnya sistem peradilanIslam, sistem pendidikan Islam, sistem ekonomi Islam, sistem politik luar negeri, dansebagainya. Karena itu sesuatu yang normatif dalam Islam (fikrah/konseptual) tidakterpisah dengan empiriknya yaitu metode (thariqah) untuk menerapkan fikrah/konseptersebut.

Ketiga: Islam Nusantara dianggap sebagai bentuk alternatif untuk menampilkan wajahIslam yang lebih “moderat” dan “toleran”. Hal ini sebagai reaksi terhadap kondisi TimurTengah yang saat ini diwarnai konflik berkepanjangan. Karena itu menurut mereka, TimurTengah tidak layak dijadikan acuan keberislaman kaum Muslim. Justru Indonesialah,menurut mereka, yang semestinya menjadi kiblat peradaban Islam karena Islam di

Page 3: Bahaya ide islam nusantara

1/7/2015 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Bahaya Ide Islam Nusantara

data:text/html;charset=utf­8,%3Ch1%20class%3D%22title­single%22%20style%3D%22margin%3A%200px%3B%20padding%3A%2015px%200px%2015… 3/6

Indonesia dianggap lebih moderat dan bisa diterima oleh banyak pihak. Wapres JusufKalla dalam sambutannya di Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) VI di PagelaranKeraton Yogyakarta pada Senin (09/02) lalu juga menyerukan agar Islam di Indonesiamampu menjadi teladan dan rujukan bagi peradaban dunia.

Argumentasi seperti itu tidak tepat. Pasalnya, kondisi Timur Tengah yang terus bergolaksesungguhnya bukan karena faktor Islam. Wilayah ini terus memanas karena strategipenjajah Barat. Timur Tengah selama ini telah menjadi arena pertarungan kepentinganantara Inggris, Amerika, Rusia dan Prancis. Sebagai contoh, konflik yang sedang terjadidi Yaman sekarang ini. Konflik tersebut sebenarnya bukanlah konflik Syiah­Sunni, tetapipertarungan Amerika dengan Inggris untuk merebut kue kekuasaan di Yaman. Karena itumengaitkan konflik Timur Tengah dengan sikap keberislaman kaum Muslim di sanamerupakan tindakan naif dan diskriminatif. Tindakan ini telah menutup mata terhadap apayang telah dilakukan negara­negara penjajah di wilayah tersebut.

Keempat: Islam Nusantara dianggap sebagai sebuah keniscayaan untuk membendungbahaya Islam Trans­Nasional. Argumentasi ini tidak ada realitanya dan a­historis. Merekaseakan lupa bahwa Islam sendiri berasal dari Timur Tengah, bukan ‘produk’ asliIndonesia. Kalau mereka konsisten mestinya shalat, shaum, zakat dan haji mereka sebutjuga sebagai produk Trans­Nasional. Sejarah juga mencatat, bahwa Islam masuk kenegeri ini dibawa oleh ‘orang luar’ yaitu Wali Songo. Jadi Islam itu memang sejak dulubersifat Trans­Nasional, mulai didakwahkan secara lintas negeri dari pusat DaulahIslamiyah di Madinah hingga akhirnya menembus wilayah Romawi, Persia, Afrika Utara,Eropa, Asia dan seterusnya hingga di Nusantara ini.

Faktanya, tidak ada yang salah dengan Islam Trans­Nasional sehingga harus dibendungdengan Islam Nusantara. Memang demikianlah semestinya karakteristik dakwah Islamyang harus diemban oleh kaum Muslim ke seluruh dunia, melintasi sekat­sekat wilayahgeografis. Justru ide Islam Nusantara yang bersifat kewilayahan terbatas itulah yangberbahaya karena pada akhirnya akan mengerdilkan Islam itu sendiri.

Bahaya Terselubung

Paling tidak ada tiga bahaya yang perlu dicermati. Pertama: ide Islam Nusantara padadasarnya adalah bagian dari rangkaian proses sekularisasi pemikiran Islam yang telahdigelorakan sejak tahun 80­an oleh Nurcholis Madjid. Ide Islam Nusantara itu tidak lebihdari sekularisasi yang diberi warna baru. Di dalam bukunya, “Islam, Kemodernan, danKeindonesiaan” (Mizan, 1987), Nurcholis Madjid menyerukan untuk membangun Islaminklusif yang bersifat terbuka dan toleran terhadap ajaran agama lain dan budayakeindonesiaan. Ini persis sama dengan argumentasi pengusung ide Islam Nusantarayang mempropagandakan keterbukaan dan toleransi terhadap agama dan budaya diNusantara.

Ini merupakan bukti bahwa upaya sekularisasi terhadap Islam tidak pernah berhenti, terusberlanjut hingga kini. Ide Islam Nusantara adalah salah satu bentuk upaya tersebut.

Page 4: Bahaya ide islam nusantara

1/7/2015 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Bahaya Ide Islam Nusantara

data:text/html;charset=utf­8,%3Ch1%20class%3D%22title­single%22%20style%3D%22margin%3A%200px%3B%20padding%3A%2015px%200px%2015… 4/6

Buku­buku yang mempropagandakan paham sekularisme, pluralisme dan liberalismejuga terus diterbitkan. Di antaranya adalah buku “Membela Kebebasan Beragama:Percakapan tentang Sekularisme, Liberalisme, dan Pluralisme” yang diterbitkan olehLSAF dan Paramadina, 2010. Pada buku tersebut dituliskan bahwa ketiga pahamtersebut, yakni sekularisme, pluralisme dan liberalisme wajib dikembangkan di Indonesiasebagai prasyarat mutlak tegaknya demokrasi di Indonesia. Padahal sekularisme,pluralisme dan liberalisme (sepilis) telah difatwakan haram oleh MUI.

Lebih dari itu, sekularisasi di Indonesia dan di negeri­negeri Muslim lainnya didukung olehnegara­negara Barat, khususnya AS. Ini karena mereka berkepentingan untukmelanggengkan ideologi Kapitalisme di negeri­negeri Muslim sekaligus menyingkirkanideologi Islam sebagai rival utamanya. Tentu kita masih ingat, Counter LegalDraft Kompilasi Hukum Islam (CLD KHI) yang dulu sempat kontroversial karena isinyamelanggar syariah itu. CLD KHI didanai oleh The Asia Foundation(TAF) sebesar Rp 6miliar.

Tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil Abshar Abdalla, saat diwawancaraiMajalah Hidayatullah Desember 2004, mengaku dapat kucuran dana sebesar 1.4 miliarrupiah pertahun dari TAF untuk tujuan mendorong politik sekular di Indonesia. TAF yangbermarkas di San Fransisco itu merupakan lembaga internasioanal yang menjadi payungdana bagi pengembangan ide pluralisme, liberalisme, sekularisme dan HAM.Sebagaimana dikutip situs resmi pemerintah AS (usinfo.state.gov), LSM ini memiliki 17kantor cabang di seluruh Asia.

Kedua: ide Islam Nusantara berpotensi besar untuk memecah­belah kesatuan kaumMuslim. Antar negeri Muslim akan dipecah­belah melalui isu kedaerahan, ada IslamNusantara, Islam Timur Tengah, Islam Turki, dan sebagainya. Ini merupakan politikbelah­bambu ataustick and carrot yang memang merupakan strategi penjajah untukmelemahkan kaum Muslim. Sebagaimana diketahui, mereka juga telah membuat kutubkaum Muslim melalui pelabelan modernis­tradisionalis, radikal­moderat, spiritual­politik,kultural­struktural, formalis/literalis­substansialis, termasuk Islam esoteris (Islam hakikat)dengan Islam eksoteris (Islam syariah).

Selanjutnya mereka memberikan dukungan baik opini maupun dana bagi kelompok­kelompok liberal, modernis, moderat, esoteris dan sebagainya, sekaligus menekankelompok­kelompok yang mereka beri predikat fundamentalis, radikal, eksoteris dansebagainya. Mereka juga memberikan ruang politik, publik dan ketokohan kepada merekayang pro Barat­AS sekaligus menyempitkan ruang politik dan publik bagi mereka yangpro syariah dan Khilafah. Mereka pun melakukan stigmatisasi terhadap ide syariah dankhilafah. Misalnya mengidentikkan gerakan syariah dan Khilafah sebagai sumberanarkisme dan berpotensi menyulut konflik horisontal di masyarakat yang tidak cocokdengan kultur di Nusantara.

Strategi ini termasuk salah satu yang direkomendasikan oleh Ariel Cohen kepada ASdalam menghadapi gerakan Islam yang mengusung syariah dan khilafah. Cohen pernah

Page 5: Bahaya ide islam nusantara

1/7/2015 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Bahaya Ide Islam Nusantara

data:text/html;charset=utf­8,%3Ch1%20class%3D%22title­single%22%20style%3D%22margin%3A%200px%3B%20padding%3A%2015px%200px%2015… 5/6

mempublikasikan hasil risetnya itu yang dibiayai oleh The Heritage Foundation denganjudul ‘Hizb ut­Tahrir: An Emerging Threat to U.S. Interests in Central Asia’(lihat: www.heritage.org). Menurut Cohen, salah satu cara melawan kelompok Islamradikal adalah dengan cara membenturkan kelompok tersebut dengan kelompok Islammoderat.

Ketiga: ide Islam Nusantara dapat pula digunakan untuk menghadang upaya penegakansyariah dan Khilafah. Potensi ideologi Islam melalui penegakan syariah dan Khilafah telahlama menjadi perhatian serius para peneliti politik di AS. Keseriusan ini digambarkan olehFawaz A Gergez, Guru Besar Sarah Lawrence College, dalam bukunya ‘America andPolitical Islam’ (1999). Prediksi NIC yang meramalkan Khilafah sebagai salah satufenomena utama dunia di tahun 2020 juga menunjukkan perhatian think tank AS terhadapkemungkinan munculnya kekuatan Islam pada masa mendatang. Tentu hal ini tidak akandibiarkan oleh Pemerintah AS sebagai informasi semata, tetapi akan dijadikan sebagaibasis kebijakan politik luar negeri AS dalam membendung segala arus yang membawapotensi kembalinya Khilafah.

Penutup

Sebagaimana diketahui, negara­negara kapitalis penjajah dan para pendukungnyaberupaya memberikan citra negatif terhadap syariah Islam dan Khilafah secarasistematis. Syariah dan Khilafah digambarkan sebagai sesuatu yang membahayakannegeri Muslim, termasuk Nusantara ini. Tentu sekecil apapun celah yang bisa digunakanuntuk menghadang tegaknya Khilafah akan mereka dukung, termasuk ide IslamNusantara yang bermuatan sekularisme itu. Penyebaran sekularisme tentu akan menjadijalan paling mulus bagi AS untuk melanggengkan hegemoninya di negeri­negeri Muslim,termasuk di Indonesia ini.

Kaum Muslim harus menyadari pula bahwa kelompok­kelompok liberal yang eksis saat initidak lebih dari mesin politik untuk kepentingan penjajah AS dan sekutunya. Berkedoksemboyan memajukan atau mencerahkan Islam, mereka berupaya menyeret generasiMuslim menjadi peluru penjajah. Isu utama yang mereka angkat selalu disesuaikandengan isu­isu yang yang diusung AS dan sekutunya. Kelompok liberal di negeri inibersama Asia Foundation, Heritage Foundation, dan Rand Corporation, gencarmenyerang ide syariah dan Khilafah dengan menganggap syariah dan Khilafah sebagaiancaman bagi Nusantara. Sebaliknya, perilaku moral yang rendah, seperti menjamurnyapornografi dan pornoaksi di area publik akibat liberalisme, juga kesengsaraan ekonomiyang diakibatkan oleh rusaknya sistem ekonomi kapitalis, tidak direspon sebagai isuutama oleh mereka. Kucuran dana besar dari penjajah memang cukup ampuh untukmenciptakan para komprador yang makin mengering akal dan nuraninya.

WalLahu a’lam bi ash­shawab. [Dr. M. Kusman Sadik]

Penulis adalah Ketua Lajnah Khusus Intelektual DPP HTI

Page 6: Bahaya ide islam nusantara

1/7/2015 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Bahaya Ide Islam Nusantara

data:text/html;charset=utf­8,%3Ch1%20class%3D%22title­single%22%20style%3D%22margin%3A%200px%3B%20padding%3A%2015px%200px%2015… 6/6

Baca juga :

1. [VIDEO] Muslimah Nusantara and Islamic Sharia Extended Teaser2. Jualan Jokowi: Islam Nusantara3. Buka Bersama HTI Jombang Bersama Tokoh dan Ulama Bahas Islam

Nusantara4. KH Mushtafa Ali Murtadlo: Istilah “Islam Nusantara” Salah­Kaprah5. Bahaya di Balik Ide “Islam Indonesia”