Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

272
PETANI BUAH PANDAN (Pandanus yulianti martilli) DALAM HUTAN LINDUNG DESA EKAPAME, LANNY JAYA, PAPUA PROPOSAL DISERTASI Sebagai Ganti Nilai UAS Dua Mata Kuliah (Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan dan Perencanaan Pembangunan dan Pengembangan Wilayah) DARI Prof. Dr. Ir. SOEMARNO, MS OLEH BEEN KOGOYA NIM : 107040100111006

Transcript of Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Page 1: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

PETANI BUAH PANDAN (Pandanus yulianti martilli) DALAM HUTAN LINDUNG DESA EKAPAME,

LANNY JAYA, PAPUA

PROPOSAL DISERTASI

Sebagai Ganti Nilai UAS Dua Mata Kuliah (Ekonomi Sumberdaya Alamdan Lingkungan dan Perencanaan Pembangunan dan

Pengembangan Wilayah)

DARI

Prof. Dr. Ir. SOEMARNO, MS

OLEH

BEEN KOGOYANIM : 107040100111006

PROGRAM PASCASARJANAFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG

Page 2: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

2012KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa

atas karunia dan Rahmat-Nya penulis dapat menyusun tugas suatu evaluasi

akhir kuliah atau ujian Akhir semester (UAS), dari dua mata kuliah Ekonomi

sumberdaya alam dan lingkungan dan perencanaan pengembangan wilayah

yang diberikan dengan tujuan menyusun proposal Disertasi untuk sejauh mana

kemampuan mahasiswa menguasai materi yang diberikan dalam proses

belajar mengajar selama perkuliahan berlangsung.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Prof. Dr. Ir. SOEMARNO, SM. Selaku Direktur Program Pascasarjana,

Fakultas Pertanian, juga sebagai Guru Besar Universitas Brawijaya (UB)

Malang yang telah memberikan kuliah Ekonomi sumberdaya alam dan

lingkungan dan perencanaan pengembangan wilayah,

2. Semua teman-teman kuliah minat pengelolaan sumber daya alam dan

lingkungan angkatan tahun 2011 yang telah memberikan masukan dan

semangat dari teman-teman sehingga tugas ini bisa dapat dikerjakan 170

halaman dalam jangka waktu tiga bulan.

Tugas Proposal Disertasi ini masih jauh dari sempurna karena

terbatasnya kemampuan dan pengalaman penulis oleh karena itu penulis

secara terbuka menerima kritik dan saran dari pembaca untuk menuju

kesempurnaannya sebuah karya Tulis yang berkualis (Disertasi). Sebelumnya

penulis tak lupa ucapan terima kasih.

Malang 22 Januari 2012

Penulis

Page 3: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTARA ISI ...................................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1 1.2. Perumusan Masalah ..................................................................... 6 1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 12 1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................... 13

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 14 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Tanaman Pandanus ............ 14 2.1.1. Marfologi dan Genetika Tanaman Pandanus ..................... 14 2.1.2. Lingkungan Tumbuh tanaman Pandanus Panjang .............. 21 2.1.3. Budidaya Tanaman Pandanus ........................................... 26 2.1.4. Manfaat Tanaman Pandanus ............................................ 33 2.1.5. Strategi Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung .................. 45 2.1.5.1. Pengelolaan Tanaman Nasional Gunung Halimun ...

45 2.1.5.2. Strategi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

(DAS) manggar ....................................................... 532.2. Kajian Teori ..................................................................................... 55 2.2.1. Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi

Pertumbuhan Tanaman Hutan Tropis ..................................... 55 2.2.2. Ekologi Hutan ........................................................................ 72 2.2.3. Ekosistem Hutan ................................................................... 84 2.2.4. Hutan Lindung dan Fungsinya ............................................. 110 2.2.5. Hubungan Hutan dan Masyarakat Setempat ........................ 113 2.2.6. Kearifan Lokal ...................................................................... 120

BAB III. KERANGKA KONSEP PENELITIAN .................................................... 1293.1. Kerangka Pikir ............................................................................... 1293.2. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel ................ 145

BAB IV. METODE PENELITIAN ....................................................................... 1544.1. Objek dan Ruang Lingkup Penelitian .............................................. 1544.2. Metode Penentuan Daerah Penelitian dan Penarikan Contoh ........ 1554.3. Langkah-langkah Prosedur Penelitian ............................................ 1574.4. Metode Pengumpulan Data ............................................................ 1594.5. Metode Analisis Data ....................................................................... 160

4.5.1. Deskripsikan Lingkungan Tumbuh Tanaman Buah Pandan . . 160

4.5.2. Deskripsikan Dua Jenis Tanaman Buah Pandan ................... 160

Page 4: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

4.5.3. Deskripsikan sistem Budidaya Tanaman buah pandan ......... 1614.5.4. Analisis SWOT ....................................................................... 161

4.5.4.1. Analisis IFAS dan EFAS .......................................... 1614.5.4.2. Matrik SWOT ............................................................. 164

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 169DAFTAR TABEL

1. Perbedaan kondisi lingkungan tumbuh tanaman pandanus panjang ............

25

2. Suhu rata-rata bulanan ................................................................................. 57

3. Kecepatan angin dalam hutan tropis ............................................................. 60

4. Biomassa produktivitas bersih pada setiap kelompok komponen vegetasi

yang menyusun ekosistem hutan .................................................................. 107

5. Berbagai manfaat yang diperoleh oleh masyarakat lokal dari sumberdaya

hutan sekitarnya ........................................................................................... 120

6. Analisis strategi faktor internal (IFAS) .......................................................... 164

7. Analisis strategi faktor Eksternal (EFAS) ..................................................... 165

i

Page 5: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pikir penelitian hubungan antara manusia, buah pandan dan

hutan lindung ................................................................................................. 133

2. Prosedur penarikan contoh penentuan wilayah dan petani bertahap ...........

157

3. Skema langkah-langkah operasional penelitian ........................................... 158

4. Matrik SWOT ................................................................................................. 166

5. Diagram analisis SWOT ................................................................................ 168

ii

Page 6: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Buah Pandan (Pandanus yulianettii martelli) merupakan salah satu

tumbuhan buah tropik yang dapat tumbuh dalam hutan lindung di kawasan

pegunungan Jayawijaya yang memiliki lima jenis dari marga Pandanus adalah

anggota Pandanaceae yang paling luas penyebarannya dan kisaran habitat

yang ditempatinya di pegunungan tengah Jayawijaya Papua . Buah pandan

termasuk tanaman endemik, secara umum habitat asal tanaman ini adalah

hutan primer dengan kondisi tanah lembab, subur berhumus, kapur, hingga

tanah berpasir putih yang relatif kering dan miskin zat-zat hara. Tanaman ini

ditemukan tumbuh liar di wilayah Papua dan Papua New Guinea merupakan

suatu suku tumbuhan yang berbentuk semak, perdu atau dengan pohon

batang besar dan tumbuh tegak, bercabang-cabang atau liana. Di wilayah

Papua, tanaman buah pandan ditemukan tumbuh di daerah dengan ketinggian

antara 3.500-4000 meter di atas permukaan laut, sehingga tanaman buah

pandan tidak dapat tumbuh pada daerah dataran dibawah 3000 meter di atas

permukaan laut di Papua.

iii

Page 7: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Craven dan de Fretes (1987) menyatakan bahwa berbagai jenis

pandanus sudah sejak lama dimanfaatkan oleh masyarakat yang tinggal di

daerah dataran tinggi Irian Jaya dan Papua New Guinea. Masyarakat lokal

sudah dimanfaatkannya secara ekstensif. Buahnya digunakan sebagai bahan

pangan, sedangkan daunnya untuk membuat tikar dan atap rumah. Buah

pandan memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi untuk kebutuhan bagi umat

manusia, dibandingkan dengan pandanus lainnya. Dalam masyarakat di tanah

papua bagian pedalaman pegunungan tengah jayawijaya buah pandan lebih

dikenal dengan sebutan nama daerah adalah woromo, lim, gawan, terep dan

tawi, sebagai makanan fungsional. Sebutan nama buah pandan berdasarkan

ciri khas tanaman buah pandan seperti karakteristik daun, batang, biji, daging,

dan ketebalan kulit biji dan daging buah, sedangkan masyarakat umum

dengan sebutan kelapa hutan karena buah pandan hidup di dalam hutan. Buah

pandan yang terdiri dari beberapa kultivar yang belum dikenal oleh masyarakat

luas tetapi masyarakat pegunungan Jayawijaya secara tradisional sejak dahulu

telah mengkonsumsi sebagai makanan sehari-hari diambil dari bagian biji dan

daging buah, karena rasanya gurih enak dan aromanya seperti kelapa

karenanya orang menyebutnya kelapa hutan. Salain itu bagian daun dibuat

tikar dan atap rumah, batang sebagai papan untuk bangunan rumah dan akar

sebagai bahan dasar pembuat tas (noken) khas papua dan teknologi

budidaya, penanganan pascapanen yang sederhana merupakan warisan

secara ilmu turun-temurun dari nenek moyang.

Pada dasarnya terdapat lima jenis buah pandan di Papua. Namun,

secara garis besar diketahui ada 4 jenis terdiri dari 12 kultivar yang

1

2

Page 8: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

dikembangkan oleh masyarakat setempat, karena memiliki nilai ekonomis, dan

sesuai dengan agroekologi buah pandan masing-masing daerah pegunungan

tengah Jayawijaya mempunyai variasi iklim dari suatu daerah ke daerah lain

berbeda-beda menyebabkan munculnya banyak kultivar baru buah pandan.

Rose (1982), Klasifikasi tanaman buah pandan adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plant/tumbuhan

Divisi : Spermaophyta

Kelas : Angiospermae

Subkelas : Monocotyledonae

Ordo : Pandanales

Famili : Pandanaceae

Genus : Pandanus

Spesies : pandanus yulianti martelli

Buah pandan mempunyai prospek yang cerah untuk dikembangkan di

daerah pedalaman pegunungan Jayawijaya Papua, karena memiliki peluang

besar untuk eksplorasi pangan dari biji dan daging buah. Biji dapat

menghasilkan minyak goreng yang berkualitas baik dari segi kesehatan

dibandingkan dengan minyak goreng dari kelapa sawit dan daging buah dapat

menghasilkan tepung untuk pembuatan berbagai macam jenis makanan

olahan. Akar selain pembuatan tas (noken) juga akan dimanfaatkan sebagai

tali pengikat kapal, karena benang dari akar buah pandan memiliki karakter

halus dan kuat. Selain itu daun memiliki peluang besar untuk membuat berbagi

kegiatan lain terutama untuk pembuatan tikar, karena buah pandan memiliki

3

Page 9: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

karakter daun halus, kuat, panjang dan lebar dibandinggkan dengan daun

pandan lain yang memiliki daun kasar tebal dan pendek, namun telah lama

dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan tikar oleh masyarakat di Jawa Barat

dan hasilnya di ekspor (Siti dan Mulyati, 2010). Disamping itu untuk dalam

rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah pedalaman papua

melalui buah pandan ini lebih mudah dan tepat dibandingkan dengan komoditi

pertanian yang lainnya karena pengetahuan secara tradisional telah ada pada

mereka.

Selain dari nilai manfaat langsung dari buah pandan juga memiliki nilai

manfaat tidak langsung yaitu sebagai pengatur hidrologi air juga melindungi

tumbuhan dan hewan lain disekitarnya, karena buah pandan memiliki ciri khas

tumbuh dibawah tegakan lebih baik daripada tumbuh tanpa naungan, sehingga

petani memiliki pengetahuan unik dalam sistem budidaya buah pandan

dibawah naungan dari tegakan hutan lindung. Pengetahuan ini dari turun

temurun khususnya masyarakat pegunungan Jayawijaya pada umumnya.

Karena hutan mempunyai pengaruh untuk buah pandan tumbuh baik dan

menghasilkan buah yang tersedia pangan bagi masyarakat setempat.

Anonimous (1993) menyebutkan bahwa masyarakat yang tinggal di

daerah pedalaman papua merupakan suku terpencil yang tinggal di

pegunungan Jayawijaya yaitu suku Dani. Papua Selatan sejak akhir abad 14

suku ini hidup di bawah suatu sistem struktur sosial dan aturan adat yang

sangat ketat. Aturan adat suku Dani mencakup segala aspek kehidupan, dari

sistem kepercayaan, mata pencaharian, kehidupan sosial dan aturan-aturan

tentang kehidupan sehari-hari. Selain contoh-contoh di atas, aturan adat ini

4

Page 10: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

juga mencakup pengaturan sistem pertanian ladang berpindah. Wilayah

mereka dibagi ke dalam 2 zonasi berdasarkan struktur dan fungsinya yaitu

zonasi pertama yang berupa hutan kampung, zonasi kedua merupakan

daerah hutan lindung yang tidak boleh dibuka menjadi ladang berpindah.

Sistem pengelolaan yang memberikan banyak keuntungan ini belum banyak

dipahami oleh masyarakat di luar komunitas selain suku Dani.

Dalam sejarah perkembangan kelompok masyarakat tradisional di

seluruh dunia pada umumnya sistem pertanian lahan berpindah, sama halnya

dengan kelompok masyarakat di pegunungan tengah jayawijaya, namun agak

berbeda sejarahnya, mereka telah mempunyai suatu bentuk pengetahuan

lokal/tradisional tentang alokasi wilayah pengelolaan sumber daya alam

dengan sistem pertanian ladang tetap di dalam hutan lindung sebagai kebun

buah pandan dan hutan kampung sebagai budidaya pertanian lainnya .

Pengetahuan yang biasa disebut Pengetahuan Ekologi Tradisional (Traditional

Ecological Knowledge) ini didapat dari akumulasi hasil pengamatan pada kurun

waktu yang lama dan diwariskan secara turun-temurun. Kelompok masyarakat

pegunungan tengah jayawijaya mempunyai tradisional aturan tata guna lahan

tersendiri, namun umumnya sama dalam beberapa prinsip dasar. Sebagai

kelompok masyarakat yang telah hidup lama berdampingan dengan alam

sekitarnya, mereka menyadari pentingnya kelestarian alam. Perlindungan ini

ternyata mempunyai arti penting bagi ekosistem sekitarnya, karena hutan

berfungsi sebagai penyangga kekayaan sumber genetik (genepool), sebagai

habitat dari hewan liar, melindungi tanah dari erosi, menjaga hidrologi air ketika

hujan dan kemarau, untuk menjaga mikroklimat, pelindung dari angin, produksi

5

Page 11: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

sumber humus, penyedia pestisida alami, penyedia makanan, dan lain

sebagainya (Sunaryo dan Joshi, 2003).

Sistem pertanian ladang atau perladangan telah lama dikenal

masyarakat luas dan telah lama pula dipraktekkan di berbagai negara tropis di

Asia, Amerika dan Afrika, termasuk di negara Indonesia (Sutanto,2003) .

Sistem pertanian ladang di pegunungan tengah Jayawijaya memiliki karakter

khusus, yaitu menggarap lahan pertanian secara berpindah-pindah di lahan

hutan kampung. Para peladang, menebang hutan untuk ditanami tanaman

umbi-umbian dan tanaman lainnya secara terus menurus pada lahan

yang ,sama menyababkan tanah semakin menjadi miskin unsur hara bagi

tanaman. Pada saat lahan diberokan, berlangsung proses suksesi alami

menuju terbentuknya hutan sekunder. Hutan sekunder tersebut dapat dibuka

kembali sebagai ladang, dan dengan demikian daur pemanfaatan lahan untuk

pertanian dimulai kembali bahwa bila masa bero berlangsung cukup lama,

struktur dan komposisi hutan sekunder tersebut hampir mendekati struktur dan

komposisi hutan primer.

Sedangkan sistem ladang pertanian tetap di dalam hutan (kebun buah

pandan) dapat menunjukkan bahwa jumlah total biomasa dari hutan primer

telah menyediakan waktu puluhan sampai ratusan tahun sehingga hutan primer

setelah tersedia kadar nutrien bertambah secara signifikan bagi tanaman

pertanian dan siklus nutrisi serta mekanisme konservasi dijaga baik oleh siklus

berulang dari sistem perladangan tetap di dalam hutan primer, sehingga lahan

tetap di hutan primer merupakan lahan hidup yang menghasilkan berbagai jenis

makanan dan materi lainnya . Disamping itu hutan primer juga memiliki

6

Page 12: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

komponen abiotik dan komponen biotik yang mencakup produser, konsumen

dan pengurai secara alamiah sehingga hasil produk pertanian tidak memiliki

dampak yang negatif bagi umat manusia . Namun saat ini komoditi pangan

yang mempunyai nilai ekonomis tinggi belum ada yang mampu dapat tumbuh

dan berkembang dengan baik dibawah naungan tegakan hutan primer dengan

produksi dalam jumlah yang lebih besar tujuan untuk pasar, oleh karena itu

dirasa penting untuk melakukan penelitian ilmiah akademik komoditi pertanian

yang sesuai kearifan lokal berkenaan dengan meningkatkan pendapatan

masyarakat di sekitar hutan yang menentukan pengelolaan hutan yang

berkelanjutan.

1.2. Perumusan Masalah

Selama ini telah banyak terdapat indikasi bahwa kebutuhan

manusia terhadap sumberdaya hutan selalu meningkat, demikian juga

pada dekade mendatang. Diperkirakan pada tahun 2050 penduduk di

kawasan pegunungan Jayawijaya akan meningkat empat kali lipat, sehingga

permintaan dan konsumsi akan sumber-sumber biologi dan fisik akan

bertambah pesat pula, sekaligus juga meningkatkan dampak terhadap jasa

yang dapat diberikan oleh hutan. Hal ini bersamaan pula dengan meningkatnya

degradasi dalam hal kemampuan hutan untuk menyediakan jasa. Sekitar 40

persen dari lahan pertanian telah mengalami degradasi selama setengah

abad terakhir akibat erosi, salinisasi, pemampatan, penurunan zat-zat hara,

polusi dan urbanisasi (Anonymous, 2001). Dijelaskan lebih lanjut, bahwa

pengaruh lain yang diakibatkan oleh manusia terhadap hutan diantaranya ialah

7

Page 13: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

perubahan siklus nitrogen, fosfor, belerang dan karbon, sehingga

menyebabkan terjadinya hujan asam, peledakan populasi, serta matinya ikan

di sungai-sungai dan perairan pesisir. Selain itu secara bersamaan telah

terjadi pula perubahan iklim yang terpicu oleh perubahan tersebut di atas.

Degradasi jasa hutan ini menjadi lebih parah oleh hilangnya pengetahuan

tradisional suatu pengetahuan yang seringkali ternyata dapat membantu

pemanfaatan hutan yang lestari.

Kombinasi dari permintaan terhadap jasa hutan yang senantiasa

tinggi dan degradasi hutan yang bertambah parah ini telah memperkecil

peluang untuk menuju pembangunan berkelanjutan. Kesejahteraan manusia

dipengaruhi tidak hanya oleh kesenjangan antara ketersediaan dan permintaan

jasa hutan, namun juga oleh bertambahnya kerentanan individu, masyarakat

dan negara. Hutan yang produktif beserta segala jasanya dapat

menyediakan sumberdaya untuk manusia dan pilihan-pilihan yang ada dapat

dimanfaatkan untuk melawan bencana alam atau pergolakan sosial yang

mungkin terjadi. Hutan yang tertata dengan baik akan mengurangi resiko dan

kerentanan, sementara hutan yang tidak dikelola dengan baik akan

membahayakan manusia karena mempertinggi resiko terjadinya banjir,

kekeringan, kegagalan panen pertanian atau penyakit.

Degradasi jasa hutan dapat terjadi karena berbagai sebab, antara lain

permintaan yang tinggi terhadap jasa tersebut akibat pesatnya

pertumbuhan ekonomi, perubahan demografis dan pilihan-pilihan individu

(individual choice). Mekanisme pasar ternyata tidak selalu menjamin

keberlangsungan jasa konservasi hutan, mengingat bahwa mekanisme

8

Page 14: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

pasar untuk jasa hutan tertentu, seperti jasa kultural atau jasa pengaturan,

memang tidak tersedia. Kalaupun mekanisme pasar tersebut telah

dikembangkan, kebijakan dan institusi yang ada tidak memungkinkan

masyarakat yang hidup pada hutan tersebut untuk mengambil

keuntungan yang tersedia. Contohnya, saat ini mulai dikembangkan tatanan

institusi mengenai penjualan karbon dengan cara mempertahankan suatu

lahan berhutan agar tidak ditebang. Sementara itu, dipihak lain terdapat

dorongan kuat untuk menebang hutan guna mendapatkan insentif

ekonomi. Jadi, meskipun suatu mekanisme pasar untuk jasa hutan telah

dikembangkan, hasil yang diperoleh secara sosial atau ekologis mungkin

tidak sesuai dengan yang diharapkan. Perlu ditekankan pula bahwa pasar

seringkali tidak mampu memenuhi aspek keadilan inter dan atau antar generasi

yang terkait dengan pengelolaan hutan untuk generasi masa kini dan masa

mendatang, mengingat bahwa beberapa perubahan yang terjadi pada

hutan tidak akan dapat dikembalikan ke kondisi semula.

Sementara itu perencanaan pengelolaan hutan lestari dan

pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan, selama ini oleh

pemerintah selalu dilakukan secara sentralistik tanpa melibatkan peranserta

masyarakat. Sebagian elit birokrasi beranggapan bahwa untuk mencapai

efisiensi dalam pembangunan, masyarakat tidak mempunyai kemampuan

untuk menganalisis kondisi dan merumuskan permasalahan, apalagi mencari

solusi pemecahannya, sehingga masyarakat kurang terlibat dalam setiap

tahapan proses pemberdayaan. Akibatnya masyarakat kurang

memahami dan mengerti untuk apa dan bagaimana program tersebut

9

Page 15: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

dilakukan, sehingga mendorong masyarakat bersikap tidak peduli dan tidak

bertanggung jawab terhadap keberhasilan dan kegagalan program tersebut.

Kondisi seperti ini telah ditunjukkan dari hasil penelitian Mulyadi (2005)

dalam Rujehan (2010) bahwa pada masyarakat lokal di Hutan

Pendidikan dan Penelitian Bukit Soeharto (HPPBS), bahwa masyarakat

yang terlibat pada intensitas partisipasi relatif kecil yaitu sebesar 29,79 %

(sebanyak 56 responden dari total 188 responden). Keterlibatan mereka

pada intensitas partisipasi "informasi", "konsultasi" dan "pengambilan

keputusan", ini mengindikasi-kan bahwa kecil kemungkinan terjadi adanya

perubahan di masyarakat yang dapat mendorong keberhasilan program

konservasi di wilayah tersebut.

Mengingat kondisi yang terjadi seperti di atas maka perlu

dilakukan penelitian secara mendalam apa yang terjadi sesungguhnya pada

pengelolaan hutan. Konflik pemanfaatan hutan antar pihak yang

berkepentingan yang sering terjadi di mana-mana mengindikasikan

sistem pengelolaan hutan belum maksimal. Oleh karena itu perlu

dicari solusi yang tepat dalam upaya memperbaiki sistem pengelolaan

yang ada. Sistem pengelolaan yang ada selama ini masih mengandalkan

konsep konservasi tanpa pemanfaatan langsung oleh masyarakat setempat.

Meskipun melalui perambahan hutan dalam upaya memenuhi kebutuhan

ekonomi masyarakat setempat, ini mengindi-kasikan memang

masyarakat tersebut memerlukan keberadaan hutan untuk menunjang

kebutuhan hidupnya. Hutan dianggap sebagai lahan yang dapat memberikan

kontribusi ekonomi yang cukup berarti. Disisi lain kontribusi ekonomi yang

10

Page 16: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

diraih terkadang bertentangan dengan prinsip kelestarian ekosistem hutan.

Untuk itu, strategi pengelolaan hutan yang dapat mempertimbangkan prinsip

biologi dan prinsip ekologi menjadi pertanyaan yang perlu dijawab.

Pada era otonomi khusus di Papua ada tekanan terhadap hutan

disebabkan tidak hanya oleh pertumbuhan penduduk yang memerlukan ruang

dan lahan untuk hidup, tetapi juga oleh perubahan sistem sosial. Perubahan

sistem sosial masyarakat tadinya memandang hutan itu sebagai

sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat subsistem

sudah beralih menjadi komersial. Berubahnya sistem ini sebagai

konsekuensi dari meningkatnya akses infomasi di masyarakat sehingga

berdampak berubahnya sikap masyarakat yang cenderung menganggap

sumberdaya alam merupakan potensi untuk meningkatkan pendapatan.

Dalam prakteknya dari kecenderungan tersebut berdasarkan fakta yang ada di

lapangan, tidak hanya dilakukan secara legal tetapi secara ilegal atau

disebut dengan perambahan hutan ataupun dalam bentuk pemanfaatan

hutan yang tidak terkendali. Sebagai contoh di Kabupaten Jayawijaya

dimekarkan menjadi beberapa kabupaten baru, disamping itu untuk akses

barang bangunan masuk di wilayah pendalaman Papua ini melalui transpotasi

udara menyebabkan harga bahan bangunan lebih mahal, sehingga

pembangunan gedung perkantoran dan perumahan rata-rata dibangun dengan

bahan kayu ini memberikan peluang bagi pengusaha kayu masuk di dalam

hutan menebang pohon yang berumur ratusan sampai ribian tahun yang ada di

alam dengan cara permintaan langsung kepada masyarakat setempat diberi

11

Page 17: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

uang untuk perpohon, tanpa penduli dengan tanaman mereka yang ada di

dalam hutan.

Dari berbagai kondisi yang telah disampaikan di atas, maka disini

permasalahan secara umum dalam rencana penelitian ini ialah “bagaimana

untuk mempertahankan pengetahun lokal/tradisional tentang dudidaya

tanaman buah pandan papua di dalam hutan kawasan hutan lindung

pegunungan tengah Jayawijaya dapat menunjang upaya peningkatan

kesejahteraan masyarakat setempat dan perlindungan keberadaan hutan tetap

hijau berkelanjutan sebagai persembahan untuk anak cucu secara regenerasi

umat manusia” Dari rumusan permasalahan umum tersebut, maka selanjutnya

secara rinci permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik lingkungan tumbuh buah pandan di dalam

hutan lindung di desa Ekapame?

2. Bagaimana karakteristik dua jenis buah pandan yang telah budidayakan

oleh petani di dalam hutan lindung di desa Ekapame?

3. Bagaimana sistem penggunaan lahan dan budidaya buah pandan oleh

petani di dalam hutan lindung di desa Ekapame?

4. Bagaimana karakteristik lingkungan internal dan eksternal petani buah

pandan dalam pengelolaan hutan lindung di desa Ekapame?

5. Bagaimana strategi pelestarian buah pandan dalam hutan lindung di

desa Ekapame yang berkelanjutan ?

1.3. Tujuan Penelitian

12

Page 18: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan tersebut, maka

tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini agar dapat menjawab

permasalahan yang ada sebagai berikut :

1. Untuk memperoleh gambaran lengkap dan mendalam tentang

karakteristik lingkungan tumbuh buah pandan di dalam hutan lindung di

desa Ekapame.

2. Untuk memperoleh gambaran lengkap dan mendalam tentang

karakteristik dua jenis buah pandan yang dibudidayakan di dalam

hutan lindung oleh petani di desa Ekapame.

3. Untuk memperoleh gambaran lengkap dan mendalam tentang sistem

penggunaan lahan dan budidaya buah pandan di dalam hutan lindung

oleh petani di desa Ekapame.

4. Untuk memperoleh gambaran lengkap dan mendalam tentang

lingkungan internal dan eksternal petani buah pandan dalam

pengelolaan hutan lindung di desa Ekapame.

5. Untuk strategi pelestarian buah pandan dan hutan lindung yang

berkelanjutan di desa Ekapame.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik secara praktis

maupun secara akademis sebagai berikut :

1. Sebagai bahan masukan bagi penyusun rencana pengelolaan hutan lestari

kawasan pegunungan jayawijaya secara komprehensif dan partisipatif

dalam memperbaiki dan meningkatkan sistem pertanian yang ada.

2. Sebagai bahan referensi untuk pengembangan keilmuan yang berkaitan

dengan pelestarian hutan dalam rangka memperkaya dan

1313

Page 19: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

menyempurnakan materi, disamping itu juga dapat digunakan sebagai

acuan bagi para peneliti selanjutnya.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Tanaman Pandanus

2.1.1. Marpologi dan Genetika Tanaman Pandanus

Hasil kajian etnobotani pandan semak ( Pandanus odoratissimus L.f)

oleh Mulyati el. al (2008), Lokasi penelitian etnobotani pandan pantai di Ujung

Kulon, Banten dilakukan di 3 lokasi yaitu Ciundil (di luar kawasan taman

nasional), Legon Pakis dan Tanjung Lame (di dalam kawasan Taman Nasional

Ujung Kulon) tujuan penelitian adalah etnobotani tentang pemanfaatan dan

peranan ekonomi pandan samak (Pandanus odoratissimus) di kawasan Taman

Nasional Ujung Kulon dan sekitarnya. Metode penelitian observasi atau

pengamatan langsung di lapangan dan wawancara semi structural dan open

ended dengan subyek beberapa informan yang meliputi pengrajin pandan dan

tokoh adat. Data yang dicatat mencakup keberadaan dan kepemilikan tanaman

pandan samak (P. odoratissimus) di lapangan, proses pembuatan anyaman,

dan aspek sosial-ekonomi produk anyaman tersebut bagi masyarakat

setempat. Melaporkan bahwa perawakannya berupa pandan pohon berukuran

sedang hingga besar. Batang tingginya mencapai tinggi 15 m. Akar penopang

tampak jelas, mencapai tinggi 1 m atau lebih, berbintil tajam, kulit luar abu-abu

kecoklatan. Dedaunan tersusun dalam karangan rapat, di ujung atas batang,

tersusun melingkar dalam 3 lingkaran; helaian daun berukuran 50-300 cm x 5-

14

Page 20: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

16 cm, kaku, agak berlilin putih, ujung meruncing, tepinya berduri kaku-sangat

tajam, duri kuning pucat; permukaan atas hijau, halus, duri pada lipatan daun

bagian atas tidak jelas, pertulangan daun halus; permukaan bawah hijau pucat,

pertulangan daun lebih jelas, duri di sepanjang tulang daun utama, duri

membalik sangat jelas.

Perbungaan jantan di ujung, panjang ca. 1 m, tandan dengan ca. 10

cabang perbungaan, masing-masing cabang dengan daun pelindung, daun

pelindung kuning pucat hingga kuning pucat-krem, panjang mencapai 50 cm;

bunga jantan sangat banyak, tersusun kompak dan berjejalan dalam satu

cabang perbungaan, wangi, membuka hanya dalam 1 hari, dalam 3-4 hari

perbungaan jantan layu. Perbuahan tunggal, di ujung, bentuk gada, panjang

ca. 1 m atau lebih. Buah berupa buah majemuk dua tingkat (cephalium),

membulat hingga bulat melonjong, keras, berat mencapai 15 kg, panjang 8-30

cm, diameter 4-20 cm, hijau berubah menjadi oranye kemerahan bila masak,

tersusun atas jejalan 38-200 buah majemuk tingkat satu (phalange); antara

satu tingkatan dengan tingkatan lainnya dipisahkan oleh relung. Phalange bulat

melonjong hingga membulat telur, menyempit di bagian bawah, hijau hingga

oranye di bagian atas, kuning hingga oranye kemerahan di bagian bawah, 2.5-

11 cm x 1.5-6.5 cm, terdiri dari 4-15 daun buah; tiap phalange terdiri dari

jejalan 4-15 buah tunggal (drupa), tersusun kompak dan rapat. Drupa bulat

melonjong hingga membulat telur, bentuk-ukuran-warna sama dengan

phalange; pangkal putik pendek, coklat hingga coklat kehitaman, menghadap

ke dalam.

15

Page 21: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Karakter morfologi P. odoratissimus -terutama bentuk, warna dan ukuran

phalange- sangat bervariasi. Sedemikian bervariasinya sehingga banyak nama

jenis baru diterbitkan untuk tiap variasi tersebut (Jebb, 1992). Beberapa nama

jenis yang dipublikasi untuk takson dari Jawa saja antara lain P. littoralis

Junghuhn dan P. samak Hasskarl. Kedua nama tersebut sudah dinyatakan

sebagai sinonim untuk P. odoratissimus (Warburg, 1900a dan 1900b). Selain

itu keabsahan nama jenis P. odoratissimus sendiri masih merupakan

kontroversi hingga saat ini, terutama terkait dengan polemik di antara para ahli

akan mana nama yang lebih valid P. odoratissimus atau P. tectorius Parkinson

ex.Z.

Heyne (1927) mencatat banyak nama daerah untuk takson yang

diidentifikasi sebagai P. odoratissimus, antara lain pandan laut, pandan samak,

pandan tebu, pandan nipah, pandan bau-bau, pandan putih, pandan kapur,

pandan abu, pandan cucuk, pandan duri, dan masih banyak lagi. Pemberian

nama daerah merujuk kepada tiga hal penting, yaitu morfologi (termasuk

kemiripan dengan jenis tumbuhan lain yang lebih dikenal misalnya tebu, nipah),

tempat tumbuh, dan kegunaannya. Pemberian nama daerah merujuk kepada

ketiga hal tersebut merupakan praktek yang sangat umum dalam berbagai

kebudayaan (Berlin, 1992).

Hasil penelitian Sri Endarti dan Sri Handayani (2010), tentang

keragaman genetik pandan asal Jawa Barat melaporkan bahwa hasil

amplifikasi DNA dengan PCR menggunakan dua primer menunjukkan 10 jenis

Pandanus menghasilkan produk PCR yang dapat dibaca dan diberi nilai

sehingga hasilnya pola pita DNA setelah gel elektroforesis menunjukkan

16

Page 22: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

bahwa setiap jenis primer menghasilkan pita DNA yang berbeda. Jumlah pita

yang dihasilkan sangat bergantung pada bagaimana primer mengenal

homolognya pada cetakan DNA yang diinginkan 11. Semakin banyak situs

penempelan dari primer yang digunakan, semakin banyak jumlah pita DNA

yang dihasilkan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa diperoleh 19 fragmen

DNA yang berukuran dari 200 bp hingga 1.5 kb dimana 17 (91,5%) diantaranya

merupakan pita polimorfik. Tingkat polimorfisme yang relatif tinggi dengan

penanda ISSR menunjukkan indeks penanda yang tinggi. Rata-rata setiap

primer menghasilkan 9,5 pita yang dapat dideteksi dan diberi nilai. Jumlah pita

polimorfik tertinggi 11 terdapat pada primer ISSR2 dan jumlah pita polimorfik

terendah (2) terdapat pada primer ISSR7. Hasil ini sesuai dengan hasil seleksi

primer sebelumnya. Kedua primer ini merupakan primer yang menghasilkan

pola pita polimorfik untuk 10 jenis Pandanus. Hasil pengamatan menunjukkan

tidak adanya fragmen DNA unik yang dideteksi pada dua primer.

Analisis ketidaksamaan genetik. Data digunakan untuk 10 jenis

Pandanus berdasarkan produk amplifikasi DNA. Nilai ketidaksamaan genetik

untuk 10 jenis Pandanus berkisar antara 0,267-0,957 dengan yang tertinggi

(0,957) terdapat antara P. pseudolais dan P. spinistigmaticus, dan antara P.

kurzii dan P. pseudolais sedangkan nilai ketidaksamaan genetik terendah

0,267 terdapat antara P. scabrifolius dan P. bidur. Jenis yang memiliki nilai

ketidaksamaan genetik tertinggi menunjukkan kedua jenis ini sangat berbeda

secara genetik satu dengan yang lain sedangkan jenis yang memiliki

ketidaksamaan genetik terendah menunjukkan bahwa kedua jenis ini memiliki

properti genetika sangat mirip satu dengan yang lain.

17

Page 23: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Analisis klaster. Berdasarkan profil pita DNA setelah diinterpretasi dan

diterjemahkan ke data biner, dilakukan analisis klaster. Analisis klaster pada 10

jenis Pandanus menghasilkan. Pengelompokan terbentuk pada jarak genetik

0,46-0,96 (tingkat kemiripan 4-54%. Hal ini menunjukkan bahwa ke 10 jenis

Pandanus memiliki keragaman genetik yang tinggi. Pada jarak genetik 0,60

(tingkat kemiripan 40%) didapatkan tiga kelompok. Empat jenis Pandanus,

yaitu P. bidur, P. polycephalus, P. multifurcatus dan P. dubius menyebar pada

kelompok I, lima jenis lain Pandanus lainnya, yaitu P. spinistigmaticus, P.

pseudolais, P. kurzii, P. nitidus dan P. scabrifolius pada kelompok II, dan satu

jenis, yaitu P. amaryullifolius memencil sendiri pada kelompok III.

Nilai ketidaksamaan genetik ke 10 jenis Pandanus berkisar antara 0,267

hingga 0,957 menunjukkan keragaman genetik yang tinggi. Nilai

ketidaksamaan genetika tertinggi (0,957) tercatat antara P. pseudolais dan P.

spinistigmaticus, juga antara P. kurzii dan P. pseudolais, sedangkan

ketidaksamaan genetik terendah (0,267) tercatat antara P. scabrifolius dan P.

bidur. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa Pandanus memiliki variasi

genetik yang luas sehingga diduga semua jenis Pandanus yang ada di Jawa

Barat semuanya bervariasi secara genetik. Hal ini mendukung beberapa

pendapat bahwa tanaman pandan yang umumnya berumah dua termasuk

tanaman menyerbuk silang. Populasi tanaman menyerbuk silang umumnya

akan mempunyai variasi genetik yang luas Hasil penelitian Stone (1983)

tentang sistem polinasi pada tanaman pandan menyatakan bahwa tanaman

pandan mempunyai jumlah polen per bunga yang sangat banyak.

18

Page 24: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Darjanto dan Satifah (1990), bahwa tanaman yang memiliki polen yang

banyak merupakan ciri dari tumbuhan menyerbuk silang. Dengan adanya

variasi ini, untuk selanjutnya kegiatan seleksi dapat dilakukan. Baihaki

menyatakan bahwa seleksi akan berhasil apabila tanaman yang akan diseleksi

memiliki variasi. Informasi jarak genetik dapat dijadikan dasar untuk

menentukan aksesi yang akan dipilih sebagai materi persilangan untuk merakit

pandan hibrida. Semakin jauh jarak genetik antar aksesi, maka akan memiliki

efek heterosis yang tinggi apabila disilangkan. Walaupun demikian, dalam

seleksi materi untuk persilangan, tidak hanya faktor jarak genetik yang

diperhitungkan, tapi karakter-karakter lain yang menarik dan menonjol perlu

diikutsertakan untuk menghasilkan rekombinan yang baik. Untuk itu perlu

diketahui korelasi antara karakter vegetatif dan generatif, sehingga lebih

terarah dan efektif. Dan dapat disimpulkan bahwa keragaman genetik 10 jenis

Pandanus asal Jawa Barat dapat dideteksi menggunakan penanda ISSR. Hasil

ini memperkuat laporan sebelumnya bahwa penanda ISSR dapat digunakan

secara efektif untuk menduga keragaman genetik pada tingkat jenis. Dari dua

primer ISSR diperoleh 19 pita DNA, dan 17 pita (91,5%) diantaranya

merupakan pita polimorfik.

Hasil dendrogram menunjukkan pada jarak genetik 0,60 terdapat tiga

kelompok utama, kelompok pertama terdiri atas empat jenis Pandanus, yaitu P.

bidur, P. polycephalus, P. multifurcatus dan P. dubius, kelompok kedua terdiri

atas lima jenis, yaitu P. spinistigmaticus, P. pseudolais, P. kurzii, P. nitidus, dan

P. scabrifolius, dan kelompok ketiga terdiri atas satu jenis, yaitu P.

amaryllifolius. Untuk memperoleh gambaran yang lebih menyeluruh mengenai

19

Page 25: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

kondisi keragaman genetika Pandanus, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

dengan berbagai jenis yang ada di Jawa menggunakan lebih banyak primer

ISSR dan/atau menggunakan marka molekuler selain ISSR, seperti AFLP dan

SSR untuk mendeteksi keragaman genetik yang lebih akurat.

Siti dan Mulyati (2010), menyatakan bahwa Pengetahuan lokal

masyarakat setempat tentang keanekaragaman jenis pandan ini

menunjukkan bahwa masyarakat Sunda di Tasikmalaya mengenal 3 jenis

pandan, yakni:

1. Pandan wangi (P. amaiyllifolius Roxb.) daunnya dimanfaatkan untuk

pewangi makanan.

2. Pandan samak (Pandanus tectorius Sol.) daunnya

merupakan bahan baku kerajinan anyaman.

3. Cangkuang (P.fiircatus Roxb.), daunnya dimanfaatkan untuk pembungkus

gula kelapa dan garam.

4. Pandan wangi ditanam di pekarangan rumah, meskipun jarang dijumpai.

Pandan samak ditanam di pekarangan dan kebun. Hasil

pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa pertumbuhan dari pandan

samak di pekarangan kurang berkembang dengan baik (perawakannya kecil).

Di kebun jenis ini ditanam secara tumpangsari dengan tanaman lain seperti

pisang dan kelapa.

Cangkuang kurang dikenal oleh masyarakat lokal di Tasikmalaya dan

jenis ini dijumpai tumbuh liar menggerombol di tepi jalan meniju Cipatujah.

Pandanus tectorius dikenal dengan beberapa nama lokal, seperti pandan darat

atau pandan laut. Pemberian nama lokal tersebut disesuaikan dengan habitat

20

Page 26: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

hidupan liamya. Setelah dibudidayakan, jenis ini dikenal dengan beberapa

nama, daerah seperti "pandan temen", "pandan jaksi" atau "jaksi", dan "jaksi

jalu" atau jaksi jantan.

Pandan temen mempunyai ciri-ciri morfologi sebagai berikut: panjang

daun dapat mencapai 3 m, lebar 6 cm, warna hijau keabuan, tekstur agak

kasar; duri pada tepi daun agak rapat; daun muda tumbuh menjulai/jatuh;

sistem perakarannya tidak melebar. Menurut penuturan masyarakat kultivar ini

peka terhadap hama dan penyakit.

Pandan jaksi mempunyai ciri-ciri morfologi sebagai berikut: panjang daun

kurang dari 2 m, lebar kurang dari 6 cm, warna hijau muda, tekstur halus,

berduri jarang; daun muda tumbuh sedikit melengkung; sistem

perakarannya melebar. Masyarakat menuturkan bahwa kuttivar ini lebih

kuat terhadap serangan hama dan penyakit.

Pandan jaksi jalu memiliki ciri hampir sama dengan pandan jaksi hanya

panjang daun lebih pendek (kurang dari 1 m), warna daun lebih hijau; duriduri

pada tepi daun lebih rapat, lebih panjang, lebih tajam dan bentuknya agak

melengkung seperti taji ayam.

2.1.2. Lingkungan Tumbuh Tanaman Pandanus Panjang

Hasil penelitian Naingolan (2001) tentang aspek ekologi pandanus

panjang (Pandanus conodineus Lamk) di daerah dataran rendah Manokwari.

Tujuan penelitian adalah mengkaji aspek ekologis Pandanus panjang serta

keadaan pertumbuhannya pada dua daerah SP6 dan Nuni pada berbagai

ketinggian tempat di Manokwari. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif

21

Page 27: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

dengan teknik survey selama satu bulan. Variabel pengamatan aspek ekologis

meliputi analisa tanah (jenis, sifat fisik), iklim mikro (temperatur udara,

kelembaban udara, dan intensitas cahaya matahari), persentase naungan,

topografi ketinggian tempat serta asosiasi dengan tumbuhan lain. Hasilnya

melaporkan bahwa tanah di daerah tempat tumbuh pandanus kultivar panjang

terbagi dalam dua kelompok jenis tanah, yakni typic Tropofluvents yang setara

dengan Alluvial Gleik/Eutrik dan Regosol. Tanah Tropofluvents bisa terbentuk

dari bahan endapan alluvium yang terbawa arus sungai di saat banjir, akibat

morfologi profit tanah memperlihatkan enam lapisan lembaran yang pada

dasarnya bukan horizon karena bukan hasil perkembangan tanah. Sebaliknya

jenis tanah Quart/ipsamments terbentuk dari bahan utama pasir pantai. Bahan

yang ada di horizon A masih baru mengalami pelapukan. Tanah terebut

tersusun dalam tiga lapisan dimana pasir merupakan fraksi pembentuk utama.

Berdasarkan pembagian daerahnya, jenis tanah typic Tropofluvents dijumpai

pada semua unit pengamatan 100 % di daerah SP6, sedangkan jenis tanah

Quartzipsamments di daerah nuni.

Kelas tekstur tanah tempat pandanus panjang secara keseluruhan terdiri

atas tiga kelas yaitu lempung liat berdebu, liat berdebu dan lempung berpasir.

Tekstur tanah lempung liat berdebu di daerah SP6 dijumpai tiga unit

pengamatan 75 %. Satu unit yang lain termasuk dalam kelas tekstur tanah liat

berdebu, sedangkan kelas tekstur tanah lempung berpasir hanya dijumpai di

daerah Nuni.

Tanah tempat tumbuh pandanus panjang dapat dikelompokan ke dalam

tiga bentuk tekstur tanah yaitu sudut, sudut membulat dan butir lepas. Bentuk

22

Page 28: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

struktur tanah yang terakhir hanya dijumpai di daerah Nuni. Bentuk struktur

tanah seperti ini dikarenakan daerah tempat tumbuh pandanus panjang

tersebut berada pada zone pantai yang memiliki butiran tanah berupa

campuran humus hasil dekomposisi dan pasir. Meskipun sudut membulat

merupakan struktur tanah paling dominan dijumpai didaerah SP6, tetapi

dijumpai juga tanah struktur tanah yang lain yaitu sudut.

Warna tanah di daerah tempat tumbuh pandanus panjang dapat

dibedakan menjadi tiga yaitu coklat tua kekuningan, coklat kekuningan dan

hitam. Perbandingan jumlah unit pengamatan berdasarkan warna tanah dari

empat unit pengamatan yang dibuat untuk daerah SP6 adalah 1 : 1 dimana

sebanyak dua unit 50 % memiliki warna tanah coklat tua kekuningan dan dua

unit 50% yang lain berwarna coklat kekuningan warna kuning pada tanah

tersebut dikarenakan adanya kandungan liat yang banyak dijumpai, sedangkan

untuk warna coklat ada kemungkinan berasal dari bahan induk alluvium dan

penambahan humus hasil dekomposisi serasah. Warna hitam yang hanya

dijumpai pada tanah di daerah Nuni dimungkinkan oleh kandungan bahan

organic yang relatif tinggi sebagai dekomposisi serasah.

Variabel pengamatan terhadap iklim mikro meliputi kelembaban udara,

temperature udara, dan intensitas cahaya matahari. Intensitas cahaya matahari

diukur sekali pada siang hari selama satu minggu. Pengukuran temperature

dan kelembaban udara dilakukan selama satu minggu pada setiap plot

pengamatan yang dibuat. Frekwensi pengukuran setiap harinya berlangsung

tiga kali yaitu pagi, siang dan sore sehingga memperoleh rata-rata harian dan

rata-rata frekwensi pengukuran pada tabel berikut ini :

23

Page 29: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Tabel 1. Perbedaan kondisi lingkungan tumbuh pandanus panjang

Variabel Pengamatan SPA NuniTemperatur Udara (0C) 23,5-33,0 (27,8)* 24,8-31,4 (27,7)*

Kelembaban udara (%) 73,0-98,0 (87,8)* 76,0-96,0 (87,9)*

Intensitas Cahaya Matahari (LUX) 1628,6->3000 1000->3000

Pesentase naungan (%) 0-15 10

Topografi (%) 0-5 5

Ketinggian tempat (mdpl) 25-70 10

Sumber : Naingolan 2001. nilai rata-rata

Hasil pengukuran temperature dan kelembaban udara pada lingkungan

tempat tumbuh pandanus panjang tidak menunjukkan adanya perbedaan hasil

pengukuran yang besar atau relatif sama. Adanya perbedaan hasil

pengukuran yang relative kecil dapat dipengaruhi oleh letak, kondisi tempat

tumbuh, penutupan tajuk serta kondisi cuaca yang berawa pada saat

pengukuran di tiap-tiap lokasi. Tanaman pandanus panjang yang diamati di

daerah Nuni berbeda pada zone tepi pantai dengan kondisi penutupan tajuk

yang agak rapat dan pada kondisi tanah tempat tumbuh yang berair.

Kisaran temperatur udara untuk daerah tempat tumbuh pandanus

panjang adalah 23,5-28,0 0C di pagi hari 28,0-33,0 0C di siang hari dan 26,7-

24

Page 30: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

29,2 0C di sore hari. Kelembaban udara untuk kedua daerah tersebut

berkisaran antara 85,0-98,0 % pada pagi hari, siang hari antara 73,0-91,0 %

dan 86,0-98,0 pada sore hari. Berdasarkan hasil tersebut bahwa suhu

optimum bagi pertumbuhan tanaman pandanus panjang di daerah dataran

rendah manukwari berkisar antara 23,5-33,0 0C dengan kelembaban udara

optimum 73,0-98,0 %.

Pandanus panjang pada dasarnya membutuhkan intensitas cahaya

matahari yang relatif tinggi terutama untuk proses fotosintesis pada saat

pembentukan buah, meskipun pandanus panjang berasosiasi dengan

tetumbuhan lain, tetapi bagian tajuk yang ternaungi relatif sangat kecil bahwa

untuk kondisi tajuk yang jarang rata-rata intensitas cahaya matahari yang

diterima >3000 lux, dengan kisaran 2800 lux - >3000 lux nilai terendah kisaran

untuk daerah SP6 sebesar 2800 lux lebih banyak disebabkan oleh kondisi

cuaca yang berawan pada saat pengukuran.

Rata-rata intensitas cahaya matahari dibawah kondisi tajuk yang rapat

untuk kedua daerah tempat tumbuh pandanus panjang adalah 1692,85 lux,

dengan kisaran 1000-2107,1 lux. Pandanus panjang di daerah Nuni mencapai

penutupan tajuk hingga 80 %, sedangkan di daerah SP6 hanya berkisar antara

60-70 %. Penutupan tajuk pandanus panjang yang lebih rapat yang

dipengaruhi oleh jumlah individu perumpun yang lebih banyak mengakibatkan

hasil pengukuran intensitas cahaya matahari dibawah kondisi tajuk yang rapat

di daerah Nuni lebih rendah dibandingkan kondisi penutupan tajuk yang sama

untuk daerah SP6, sehingga dapat disimpulkan bahwa pandanus panjang

tergolong jenis yang membutuhkan banyak cahaya untuk proses

25

Page 31: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

pertumbuhannya.

Hasil pengamatan persentase naungan menunjukkan bahwa tajuk

rumpun pandanus panjang yang ternaungi vagetasi lain relatif kecil. Dari

empat unit pengamatan yang ada di daerah SP6, dua unit berbeda pada

naungan sebesar 10 % sementara dua unit yang lain berada pada naungan 15

% dan tanpa naungan. Persentase naungan yang diterima untuk unit

pengamatan di daerah Nuni sebesar 10 %. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa pandanus panjang dapat tumbuh dengan baik pada kondisi

tanpa naungan hingga naungan ringan sebesar 15 %.

Keadaan topografi lapangan kedua daerah tempat tumbuh pandanus

panjang tidak menunjukkan perbedaan yang besar. Pandanus panjang

dijumpai pada topografi datar hingga landai. Kondisi topografi tempat tumbuh

pandanus panjang untuk daerah Nuni tergolong landai 5%. Pandanus panjang

di daerah SP6 ditemukan pada lapangan dengan topografi datar 0 %

sebanyak dua unit pengamatan. Unit-unit pengamatan yang lain untuk daerah

SP6 berada pada kondisi topografi landai 5%. Dengan demikian pandanus

panjang untuk daerah dataran rendah di Manokwari cenderung ditanam dan

tumbuh dengan baik pada areal dengan topografi datar hingga landai.

Pengamatan ketinggian tempat secara keseluruhan pada kedua daerah

penelitian menunjukkan bahwa pandanus panjang tumbuh pada ketinggian 10

meter hingga 70 meter di atas permukaan laut. Empat unit pengamatan yang

dibuat untuk daerah SP6 dua unit 50% ditemukan ketinggian 30 meter di atas

permukaan laut. Kedua unit yang lain berada pada ketinggian 25 meter dan 70

meter di atas permukaan laut. Pandanus panjang di daerah Nuni hanya

26

Page 32: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

dijumpai pada ketinggian 10 meter di atas permukan laut.

2.1.3. Budidaya Tanaman Pandanus

Hasil penelitian Aditya dan Benyamin (2008) tentang teknik budidaya

tanaman pandan. bertujuan Penelitian untuk mengetahui teknik pembibitan

dan penanaman pandan tingkat persemaian sampai siap tanam. Metode

penelitian Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan perlakuan yang

diujicobakan polybag ukuran besar (11 cm x 18 cm), sedang (8 cm x 15 cm),

dan kecil (6 cm x 12 cm), serta jenis media sapih yaitu: tanah (M1) serta

campuran tanah dan pasir laut (M2). Kedua faktor perlakuan tesebut

dikombinasikan menjadi enam kombinasi perlakuan masing-masing 10 sampel

dan tiga ulangan sehingga total adalah 180 semai. Pertumbuhan tinggi dari

yang terbesar sampai terendah terlihat pada perlakuan sebagai berikut : U1M1

(37,70 cm), U1M2 (37,77 cm), U2M2 (33,57 cm), U2M1 (33,33 cm), U3M1

(33,27), dan U3M2 (22,13 cm). Benih pandan yang ditanam pada media tanah

dan pasir dalam polybag 11 cm x 18 cm menunjukkan pertumbuhan yang

terbaik sampai siap tanam. Hasilnya melaporkan bahwa ukuran polybag besar

dengan media campuran tanah dan pasir laut (U1M2) memberikan

pertumbuhan terbaik dari parameter tinggi, jumlah daun, berat basah akar, dan

rasio tucuk akar. Sedangkan pertumbuhan terendah ditunjukkan pada

perlakuan polybag ukuran kecil dengan media sapih campuran tanah dan pasir

laut (U3M2). Hal ini diduga disebabkan karena polybag ukuran besar

mempunyai volumen media tumbuh lebih besar sehingga mampu menyediakan

hara yang lebih banyak bagi semai sampai umur siap tanam (enam bulan),

27

Page 33: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

sedangkan polybag ukuran kecil dengan volume media yang kecil memberikan

ketersediaan unsur hara yang lebih rendah, sehingga kurang mencukupi

kebutuhan semai sampai umur enam bulan. Campuran tanah dan pasir laut

memberikan pertumbuhan terbaik diduga keberadaan pasir laut memberikan

tempat tumbuh seperti pada habitat alaminya, karena pandan wong merupakan

jenis yang banyak tumbuh di daerah pantai berpasir.

Berdasarkan nilai uji Duncan diketahui bahwa kombinasi perlakuan

terbaik dalam jumlah daun adalah kombinasi perlakuan ukuran polybag besar

dengan media sapih campuran tanah dan pasir (U1M2) dengan jumlah daun

sebanyak 13 helai. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah daun

berkorelasi positif dengan pertumbuhan tinggi semai. Hal ini terjadi karena

adanya hubungan antara daun dan proses fotosintesis. Daun dalam jumlah

yang banyak, maka proses fotosintesis menjadi lebih optimal, karena daun

berfungsi menangkap dan memanfaatkan cahaya matahari untuk selanjunya

proses menghasilkan bahan organik dari bahan anorganik yang sangat

diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan seluruh bagian tanaman.

Pasir laut memberikan kondisi media mempunyai drainase dan aerasi

yang lebih baik, menjaga media tetap remah dan gembur serta media menjadi

lebih ringan sehingga lebih memudahkan pada saat pengangkutan. Menurut

standar SNI (1999) mengenai pembuatan persemaian permanen hutan, media

sapih yang baik memiliki persyaratan yaitu: 1) Cukup kuat dan rapat untuk

menahan benih, kecambah atau stek selama proses perkecambahan atau

pengakaran; 2) Dapat menyerap air sehingga penyiraman tidak terlalu sering

dilakukan; 3) Cukup mudah untuk melewatkan air apabila terlalu sering

28

Page 34: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

dilakukan; 4) mengandung unsur hara yang memadai; 5) Tingkat keasaman

normal; 6) Bebas dari benih tanaman pengganggu; dan 7) Cukup ringan. Pasir

laut mengandung unsur Na dan Cl, sehingga keberadaannya pada media

tumbuh dapat memperkaya unsur hara mikro Cl yang berperan penting untuk

reaksi fotosintesis yang menghasilkan oksigen (Atmanto, 2000).

Biomassa akar semai sebagai hasil dari pertumbuhan akar tanaman

yang dipengaruhi oleh ukuran polybag sebagai ruang tumbuh dan media

tanaman sebagi penyedia unsur hara. Pada ukuran polybag yang besar

pertumbuhan akar tanaman menjadi lebih baik karena ruang tumbuh lebih luas.

Biomassa merupakan hasil dari proses metabolisme tanaman yang mengambil

zat-zat yang dibutuhkan dari lingkungan, baik dalam bentuk zat-zat anorganik

maupun organik (Atmanto, 2000). Ruang tumbuh yang lebih besar juga

memberikan kondisi yang optimal bagi pertumbuhan tanaman terutama

pertumbuhan akar yang berkorelasi positif dengan pertumbuhan bagian atas.

Kosasih dan Heryati (2006) mengatakan bahwa suatu media harus mempunyai

empat fungsi utama yaitu memberi unsur hara dan sebagai medium perakaran,

menyediakan air dan sebagai tempat penampungan air, menyediakan udara

untuk respirasi akar, dan sebagai tempat bertumbuhnya tanaman.

Mindawati dan Susilo (2005), bahwa anakan yang siap dipindahkan ke

lapangan harus mempunyai nisbah pucuk akar antara 2-5, untuk daerah

temperate akan lebih baik jika nisbah pucuk akar mendekati 5, sedangkan

untuk daerah tropika akan lebih baik jika nisbah pucuk akar mendekati 1.

Berdasarkan nilai uji Duncan nisbah pucuk akar terbaik ditunjukkan pada

kombinasi perlakuan ukuran polybag sedang dengan media campuran tanah

29

Page 35: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

dan pasir (U2M2) tetapi tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan

U2M1, U1M2, dan U2M1. Hal ini diduga karena pada ukuran polybag sedang

pertumbuhan akar seimbang antara pertumbuhan lateral dan pertumbuhan

memanjang, sedangkan polybag besar karena mempunyai ruang tumbuh akar

lebih lebar, mengakibatkan pertumbuhan akar tidak hanya memanjang ke

bawah tetapi juga ke samping/lateral. Bahwa ketesediaan unsur hara

dipengaruhi oleh kecepatan hara bergerak melalui tanah (media) ke

permukaan akar dan kecepatan pertumbuhan akar, serta jenis media yang

digunakan sangat berpengaruh pada pertumbuhan bibit. Pertumbuhan akar

pada pandan sangat penting karena di samping untuk pertumbuhan tanaman

juga fungsi akar pandan sangat diperlukan ketika ditumbuhkan di lapangan

yaitu di tepi pantai sebagai penahan abrasi pantai serta mempertahankan

tanaman supaya tidak mudah roboh karena di tepi laut pada umumnya

mempunyai tiupan angin yang kencang. Berdasarkan hasil penelitiannya dapat

disimpulkan bahwa :

1. Perlakuan ukuran polybag dan media sapih memberikan pengaruh yang

berbeda nyata dengan pertumbuhan tinggi dari yang terbesar sampai

terendah adalah sebagai berikut : U1M1 (37,70 cm), U1M2 (37,77 cm),

U2M2 (33,57 cm), U2M1 (33,33 cm), U3M1 (33,27), dan U3M2 (22,13 cm).

2. Penggunaan pasir laut sebagai campuran media sapih pandan wong dapat

memberikan kondisi draenase dan aerasi yang lebih baik serta menyiapkan

semai pada kondisi tempat tumbuh alaminya.

3. Bibit pandan wong siap untuk ditanam di lapangan setelah berumur enam

bulan di persemaian dengan tinggi rata-rata di atas 30 cm.

30

Page 36: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

4. Kombinasi perlakuan polybag ukuran sedang dengan media campuran

tanah dan pasir dapat diaplikasikan untuk kegiatan budidaya pandan wong

karena selain mempunyai nisbah pucuk akar terbaik, pertumbuhan tinggi

baik serta lebih ekonomis.

Mulyati et.al (2008), menyatakan bahwa budidaya pandan samak tidak

memerlukan persyaratan khusus. Anakan atau tunas-tunas yang keluar dari

batang dan dikenal dengan sebutan “sengket” dapat dijadikan bibit. Bibit

ditanam pada lahan yang agak basah dengan kedalaman 20-30 cm dengan

jarak tanam 80-100 cm Penyiangan atau pembersihan gulma tidak diperlukan

setelah 1 tahun masa tanam. Pengambilan daun pertama dapat dilakukan

setelah tanaman berumur 2 tahun atau setelah keluar daun 19-15 lembar.

Pemanenan dapat dilakukan setiap 2 bulan sekali selama lebih dari 20 tahun.

Siti susiarti dan Mulyati Rahayu (2010), menyatakan bahwa Pandan

merupakan salah satu komoditi perkebunan di Tasikmalaya dan dengan

area seluas 599 ha dengan produksi 282,33 ton per tahun, tak ayal lagi

pandan memiliki prospek pengembangan yang baik. Umumnya perkebunan

pandan dimiliki oleh rakyat. Bahan baku kerajinan pandan di Tasikmalaya

dirasakan tidak mencukupi kebutuhan sehingga diperlukan upaya

budidaya. Area perkebunan pandan terdapat di beberapa kecamatan seperti di

Cikalong (103 ha), Cipatujah (31 ha), Pager Ageung (302 ha), Parung ponteng

(130 ha), Rajapolah (24 ha), dan Sukaresik (121 ha). Di dua lokasi yang pertama

pandan ditanam di sekitar tepi pantai, sementara di lokasi-lokasi lainnya hingga

sekitar 500 m di atas permukaan laut. Area perkebunan di Cikalong dan

Cipatujah mengalami kerusakan akibat adanya tsunami pada tanggal 17 Juli

31

Page 37: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

2006. Saat ini kekurangan bahan baku pandan dipasok dari daerah luar seperti

Gombong dan Serang.

Usaha pembudidayaan pandan t idak memerlukan persyarat-an

khusus. "Sengke" (tunas-tunas) atau anakan yang keluar dari batang

dapat dijadikan bibit, ditanam pada lahan yang agak basah dengan jarak

tanam I x 2 m. Pengambilan sengke sebaiknya yang telah mempunyai akar

cukup panjang. Penyiangan dan pemupukan dilakukan pads awal penanaman

dan tidak diperlukan setelah 1 tahun inasa tanam. Pengambilan daun pertama

dapat dilakukan setelah berumur 2 tahun (pandan temen) dan 1 tahun (pandan

jaksi). Pemanenan dapat dilakukan setiap 2 minggu dan dengan pemeliharaan

optimal, pemanenan dapat mencapai lebih dari 20 tahun. Pembudidayaan

pandan dapat pula dilakukan dari bijinya (umumnya pandan laut), namun

prosesnya cukup lama sehingga jarang dilakukan.

Beberapa hams dan penyakit juga ditemukan menyerang perkebunan

pandan. Stone (1983), melaporkan sejenis jamur Alternaria alternate

menyerang perkebunan pandan di India, yang menyebabkan daun-

daun pandan berubah warna menjadi hitam, sedangkan Botryodiplodia

theobrornae mengakibatkan daun menjadi pucat. Hama yang menyerang

perkebunan pandan di Tasikmalaya adalah sejenis ulat Acara microce. Hama

ini menyerang pada bagian pangkal umbut batang sehingga menyebabkan

daun berlubang dan pucuk-pucuk daun mengering. Pada serangan ringan,

pemberantasannya dapat dilakukan dengan cara rnenyemprotkan pestisida,

sedangkan senangan yang cukup berat sebaiknya tanaman dihancurkan

dan diganti dengan tanaman baru. Menurut informasi petani pandan

32

Page 38: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

setempat, penyemprotan dengan jenis pestisida yang digunakan tidak efektif,

oleh karena itu perlu dilakukan alternative lain atau penelitian lebih lanjut untuk

menentukan jenis atau dosis pestisida tentang teknik-teknik menganyam perlu

ditingkatkan, sehingga produk hasil anyaman pandan dapat lebih bervariasi

dan dapat bersaing dengan produk kerajinan dari bahan baku lainnya. Dengan

demikian salah satu dari pengetahuan lokal, tradisi dan budaya bangsa

Indonesia tetap terpelihara. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian

antara lain penjualan langsung bahan baku setengah jadi (lontongan) ke

luar negri, yang dapat menyebabkan menurunnya kreatifitas pengrajin dan

hasil industri.

2.1.4 Manfaat Tanaman Pandanus

Hasil penelitian Ina dan Totok (2006), tentang peningkatan teknik

pengolaan pandan. Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh informasi

proses pengeringan dan pewarnaan untuk meningkatkan kualitas daun pandan

sebagai bahan baku barang kerajinan. pengeringan dan pewarnaan untuk

meningkatkan kualitas daun pandan sebagai bahan baku industri kerajinan.

Metode Pegujian yang dilakukan adalah pengujian sifat mekanik (kekuatan

tarik) dan analisa kimia yang terdiri dari analisa lignin dan selulosa. Selain itu

dilakukan pengujian hasil pewarnaan ketahanan terhadap sinar. (a). Analisis

komponen kimia Cara pengambilan/persiapan bahan untuk analisis dilakukan

berdasarkan standar dan prosedur yang berlaku di laboratorium Puslitbang

Hasil Hutan, Bogor. Setiap contoh digiling halus dan diayak sampai didapat

serbuk yang lolos saringan 40 mesh dan tertahan pada saringan 60 mesh.

33

Page 39: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Analisis sifat kimia yang terdiri dari kadar lignin dilakukan berdasarkan standar

D-1106-56 dan penetapan kadar holoselulosa dilakukan menurut metode

Norman dan Jenkin, (b). Analisis sifat mekanik Pengujian yang dilakukan

adalah kekuatan tarik pandan setelah diberi perlakuan dengan menggunakan

SNI 08-0276. Kekuatan tarik serat adalah beban maksimal yang dapat ditahan

oleh suatu contoh uji hingga putus. (c). Pengujian hasil pewarnaan daun

pandan Metode yang dilakukan berdasarkan pada SNI 08-0289-1989 (Tahan

luntur warna terhadap cahaya terang hari). Pengujian dilakukan di Balai Besar

Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan dan Batik di Yogyakarta.

Evaluasi hasil pewarnaan dilakukan terhadap kenampakan visualnya (skala

nilai 1-4). Makin tahan terhadap sinar, maka makin tinggi nilainya.

Data hasil pengujian sifat fisiko dan mekanik daun pandan dicermati

dengan rancangan percobaan acak lengkap berpola faktorial. Sebagai faktor

adalah kondisi daun pandan (A), terdiri dari dua taraf, yaitu segar (a1) dan

kering (a2); macam zat warna yang digunakan (B), yaitu zat warna sam (b1)

dan zat warna basa (b2); dan suhu pengovenan (C) terdiri dari 3 taraf yaitu 50

°C (c1), 60 °C (c2) dan 70 °C (c3). Ulangan masing-masing taraf kombinasi

perlakuan dilakukan sebanyak 2 kali. Sekurangnya pengaruh faktor dalam

bentuk tunggal (A, B, C) atau bentuk interaksi (AB, AC, BC, ABC) nyata, maka

pencermatan data dilanjutkan dengan uji beda jarak Duncan.

Hasilnya melaporkan bahwa komponen kimia pandan dari Banten,

Pandeglang banyaknya mengandung air di dalam struktur dinding sel suatu

pohon hidup pada dasarnya tetap konstan dari musim ke musim, meskipun

banyaknya air dalam rongga sel daun mungkin berubah-ubah. Air di dalam

34

Page 40: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

rongga sel pada daun digunakan sebagai bahan untuk fotosintesis. Kandungan

air daun pandan yang telah mengalami perlakuan berkisar antara 7,88-9,14%.

Selanjutnya menurut uji Duncan (Tabel 3) menunjukkan bahwa yang berasal

dari pandan segar, zat warna asam dengan suhu pengovenan 70°C (A1B1C3)

menghasilkan kadar air yang berbeda nyata dengan semua contoh perlakuan.

Kadar air tertinggi terdapat pada contoh pandan segar, zat warna asam dan

pengovenan selama 50°C (A1B1C1) yaitu 9,14% dan kadar air terendah

terdapat pada contoh pandan segar, zat warna asam dan suhu oven selama

70°C (A1B1C3) yaitu 7,36%. Dapat dilihat bahwa suhu oven 70°C

menghasilkan kadar air yang rendah bahkan bila dibandingkan dengan kontrol

(pandan masyarakat) meskipun tidak terlalu jauh berbedanya. Daun pandan

memiliki kadar air yang cukup tinggi (9%) disebabkan mempunyai epidermis

yang memiliki kutikula (lapisan berlilin), kutikula menghambat pertukaran gas

antara daun dan atmosfer sehingga mencegah kehilangan air yang berlebihan.

Selanjutnya dibandingkan dengan kontrol (tanpa perlakuan), ternyata kadar air

daun pandan yang mengalami perlakuan (A, B, dan C) lebih tinggi. Analisis

keragaman menunjukkan bahwa kondisi daun (A) berinteraksi dengan macam

zat warna (B) mempengaruhi kadar lignin. Sedangkan suhu oven (C) tidak

berpengaruh nyata. Demikian pula interaksinya dengan kondisi daun dan

macam zat warna (AC, BC dan ABC) tidak berpengaruh nyata terhadap kadar

lignin. Lignin adalah suatu polimer yang komplek dengan berat molekul yang

tinggi. Lignin terdapat di antara sel-sel dan di dalam dinding sel. Diantara sel-

sel, lignin berfungsi sebagai perekat untuk mengikat sel bersama-sama. Dalam

dinding sel, lignin sangat erat hubungannya dengan selulosa dan berfungsi

35

Page 41: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

memberikan ketegaran pada sel. Kandungan lignin daun pandan berkisar

antara 18-22%, Contoh pandan segar (A1) atau yang direbus terlebih dahulu

dan ditambah dengan soda kostik secara rata-rata memperlihatkan kadar lignin

yang lebih rendah dibandingkan dengan pandan yang tidak dimasak (pandan

kering) (A2). Hal ini disebabkan lignin dan mungkin lemak-lemak alam lainnya

larut bila dikerjakan dengan alkali (soda kostik). Pengerjaan dengan soda

kostik selain memberikan akibat yang menguntungkan yaitu menambah daya

serap, juga memberikan dampak yang merugikan dengan larutnya lignin dan

lemak alam yang ikut menopang kekuatan serat. Selanjutnya kadar lignin daun

pandan yang tidak mengalami perlakuan (kontrol) berada pada selang kisaran

kadar lignin daun pandan yang mengalami perlakuan berupa kondisi daun,

macam zat warna dan suhu oven. Kadar holoselulosa, ternyata macam zat

warna (B) berinteraksi dengan suhu oven (C) dan mempengaruhi kadar

holoselulosa tersebut (Tabel 2). Demikian pula interaksi antara kondisi daun

(A) dengan suhu oven (C) berpengaruh nyata terhadap kadar holoselulosa.

Selulosa adalah bentuk polisakarida sebagai hasil fotosintesis dalam

tumbuh-tumbuhan. Struktur selulosa terdiri dari unit-unit anhidro glukosa yang

terikat satu sama lain pada atom C ke satu dan atom C ke empat dengan beta

konfigurasi. Selulosa mempunyai fungsi untuk memberikan kekuatan tarik pada

suatu sel, karena adanya ikatan kovalen yang kuat pada cincin piranosa dan

antar unit gula penyusun selulosa, semakin tinggi kadar selulosa maka

kelenturan juga semakin tinggi. Selanjutnya berdasarkan hasil uji beda jarak

Duncan menunjukkan bahwa terdapat terdapatnya variasi kandungan selulosa

pada daun pandan. Kandungan selulosa pada daun pandan berkisar antara

36

Page 42: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

83-88 persen. Kandungan selulosa tertinggi terdapat pada contoh pandan

segar, zat warna basa dengan suhu oven 70°C (A1B2C3) dan contoh pandan

kering, zat warna asam dengan suhu oven 60°C (A1B1C2) dan terendah

terdapat pada contoh pandan segar zat warna asam dengan suhu oven 50 dan

60°C (A1B1C1 dan A1B1C2). Pandan dari masyarakat memiliki nilai selulosa

yang lebih kecil yaitu sebesar 76 persen. Apabila dilihat secara keseluruhan,

maka pandan yang menggunakan zat warna asam memiliki kadar selulosa

yang lebih kecil bila dibandingkan dengan yang menggunakan zat warna basa,

hal ini disebabkan karena zat warna asam, adalah zat warna yang pada

pencelupannya menggunakan asam sebagai bahan bantunya, dengan

demikian besar kecilnya dosis asam yang digunakan akan berpengaruh

terhadap serat selulosa, sebab umumnya serat selulosa tidak tahan terhadap

asam mineral, sehingga alternatif pemakaiannya harus diperhitungkan secara

benar. Di samping itu tidak semua golongan zat warna asam dapat mencelup

serat selulosa. Selanjutnya kadar holoselulosa daun pandan tanpa perlakuan

atau kontrol (76,37%) ternyata nilainya berada di bawah kadar untuk daun

pandan yang diberi perlakuan yaitu pada selang 83,27 – 88,72 %.

Selain menganalisis sifat kimia, daun pandan juga diuji sifat fisiknya

yaitu gaya tarik dan ketahanan pandan terhadap sinar. Sifat fisik dan

ketahanan pandan terhadap sinar. Kekuatan merupakan salah satu sifat serat

yang sangat penting supaya serat-serat tersebut tahan terhadap tarikan-tarikan

pada waktu pengolahan selanjutnya. Kekuatan dalam keadaan basah yang

diperlukan lebih rendah dari keadaan kering karena pengerjaan atau

pengolahan selanjutnya dilakukan pada keadaan kering. Kekuatan tarik serat

37

Page 43: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

adalah beban maksimal yang dapat ditahan oleh suatu contoh uji hingga putus.

Kekuatan tarik pandan berkisar antara 2,3 – 6,0 kg. Sedangkan pandan

masyarakat memiliki kekuatan tarik 5 kg. Analisis sidik ragam menunjukkan

bahwa kondisi daun (A) berinteraksi dengan suhu oven (C) mempengaruhi

kekuatan tarik. Demikian pula halnya dengan macam zat warna (B), tetapi

interaksinya (BC, ABC) tidak berpengaruh nyata terhadap kekuatan tarik.

Kekuatan tarik merupakan salah satu sifat serat yang sangat penting supaya

serat-serat tersebut tahan terhadap tarikan-tarikan pada waktu pengolahan

selanjutnya. Kekuatan dalam keadaan basah yang diperlukan lebih rendah dari

keadaan kering karena pengerjaan atau pengolahan selanjutnya dilakukan

pada keadaan kering. Dari data dapat dilihat bahwa kekuatan tarik atau gaya

tarik pandan sangat bervariasi. Tetapi dapat dilihat bahwa contoh pandan

segar yang direbus dan ditambah dengan soda kostik (A1) serta menggunakan

zat warna asam (B1) memiliki nilai gaya tarik yang lebih kecil bila dibandingkan

dengan contoh pandan kering (A2) dan menggunakan zat warna basa (B2).

Hal ini kemungkinan disebabkan larutnya kadar lignin dan lemak alam lainnya

yang berpengaruh pada kekuatan serat pada waktu dikerjakan dengan alkali

dan zat warna asam pada dosis tertentu berpengaruh pada serat selulosa,

sebab pada umumnya serat selulosa tidak tahan terhadap asam mineral

(Anonimous, 1985). Kekuatan tarik daun pandan tanpa perlakuan (kontrol)

yaitu 5,1 kg berada pada selang kekuatan tarik daun pandan yang diberi

perlakuan yaitu 2,3 – 6,0 kg.

Nilai ketahanan sinar hasil pencelupan pandan masyarakat

menunjukkan nilai yang sama dari pandan hasil pemutihan. Nilai ketahanan

38

Page 44: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

sinar berkisar antara 2-3. Meskipun nilai ketahanan sinar pandan yang

menggunakan zat warna asam lebih tinggi sedikit dari pandan yang

menggunakan zat warna basa, secara visual pandan yang menggunakan zat

warna basa menghasilkan warna yang lebih terang dan lebih meresap pada

serat pandan dibandingkan bila menggunakan zat warna asam. Hal ini

mungkin disebabkan sifat zat warna itu sendiri terhadap pandan, dimana zat

warna tersebut akan terserap dengan kondisi dan konsentrasi yang berbeda-

beda, sedangkan secara teoritis, zat warna basa tidak mempunyai afinitas

terhadap serat selulosa. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan

dapat disimpulkan bahwa :

1. Hasil analisa komponen kimia daun pandan adalah kadar air berkisar

antara 7-9 persen; kadar lignin 18-22 persen; kadar selulosa 83-88

persen. Sedangkan kekuatan tarik pandan berkisar antara 2-6 kg dan

ketahan pandan terhadap sinar berkisar antara 2 - 3. 2.

2. Pewarnaan daun pandan dengan menggunakan zat warna basa

menghasilkan warna yang lebih baik dan cerah serta rata-rata kadar lignin

dan kadar selulosa yang lebih besar daripada menggunakan zat warna

asam. Nilai ketahahan terhadap sinar untuk daun pandan yang

menggunakan zat warna basa adalah 2-3. 3.

3. Contoh daun pandan dengan perlakuan keadaan tidak segar,

menggunakan zat warna basa dengan suhu pengovenan 70°C rata-rata

menghasilkan kadar air, kadar ligin dan selulosa serta gaya tarik yang

baik.

39

Page 45: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Secara tradisional pandan digunakan oleh masyarakat di kawasan

Malesia dan Pasifik untuk berbagai macam keperluan sehari-hari.

Pemanfaatan padan di bagian barat Malesia (termasuk kawasan barat

Indonesia) tidak seluas di bagian timur Malesia (termasuk kawasan timur

Indonesia) dan Pasifik (Powel, 1976; Stone, 1982, 1984; Leigh, 2002). Di

bagian barat Indonesia umumnya hanya daun pandan yang digunakan, seperti

untuk bahan penyedap makanan (pandan wangi P. amaryllifolius Roxb.) dan

pemanfaatan lain hanya sebatas untuk peralatan rumah tangga seperti tikar,

topi, keranjang, dan upacara adat (pandan samak P. odoratissimus; pandan

bidur P. dubius Spreng. dan cangkuang P. furcatus Roxb.). Di Lombok (Nusa

Tenggara Barat), daun pandan digunakan dalam upacara adat perang-

perangan yang berkaitan dengan prosesi kesuburan tanah (Keim, 2007).

Hasil pengamatan dan wawancara diketahui bahwa pemanfaatan

pandan samak di lokasi penelitian hanya untuk kebutuhan bahan baku

anyaman seperti tikar dan keperluan rumah tangga lainnya dan tidak dijumpai

adanya tradisi penggunaan pandan samak untuk upacara adat. Selain pandan

samak, masyarakat di Jawa Barat khususnya di daerah Tasikmalaya, juga

mengenal takson lain yang dibudidayakan guna dimanfaatkan daunnya

sebagaimana layaknya pada pandan samak. Takson ini dikenal dengan nama

daerah jaksi atau pandan jaksi, jaksi jalu dan pandan temen (Susiarti dan

Rahayu, 2006).

Perbedaan ketiga takson tersebut didasarkan pada ukuran panjang

daun, warna, tektur dan duri pada daun serta sistem perakaran. Di antara

ketiga tanaman pandan budidaya ini, pandan jaksi adalah yang paling umum

40

Page 46: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

ditanam dan digunakan pengrajin pandan Tasikmalaya karena tektur daunnya

lebih halus sehingga lebih mudah untuk dianyam untuk berbagai keperluan.

Berbeda dengan pandan samak, pandan-pandan tersebut di atas ditemukan

dan dibudidayakan di daerah pegunungan. Lebih jauh lagi, pandan-pandan ini

ditemukan tidak pernah berbunga, ukuran daun lebih pendek, tekstur yang

lebih halus dan lunak sehingga lebih mudah untuk dianyam.

Keim et.al (2006) bahwa pandan jaksi kemungkinan besar adalah

cangkuang, jenis yang juga diketahui terdapat di Jawa Barat, tumbuh di

pedalaman (termasuk dataran agak tinggi), dan juga dibudidayakan serta

dimanfaatkan daunnya (Backer, 1925; Backer dan Bakhuizen v.d. Brink Jr.,

1968). Cangkuang diketahui ditanam oleh masyarakat Sunda pada tempat-

tempat suci Hindu-Sunda atau yang dikeramatkan seperti yang ditemukan di

Subang yang dikenal sebagai situs candi Cangkuang. Berbeda dengan

masyarakat di Tasikmalaya dan Subang, masyarakat di Ujung Kulon hanya

mengenal tanaman budidaya pandan laut (P. odoratissimus), mereka

menyebutnya dengan pandan samak dan pandan wangi (P. amaryllifolius

Roxb.) sebagai jenis-jenis pandan yang dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-

hari mereka. Meski di Ujung Kulon juga ditemukan P. furcatus dan bidur P.

dubius Spreng. Lebih lanjut Keim et al,. (2006), masyarakat setempat tidak

membudidayakan serta memanfaatkannya sebagaimana pandan samak.

Dalam kaitan dengan P. odoratissimus, masyarakat Ujung Kulon

mengenal dua entitas yang berbeda di mana mereka membedakan antara

takson yang dibudidayakan (disebut dengan pandan samak) dan yang liar

(disebut dengan pandan laut). Masyarakat Ujung Kulon memahami dengan

41

Page 47: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

baik meskipun menempatkan keduanya ke dalam dua entitas yang berbeda,

mereka menempatkan keduanya sebagai berkerebat sangat dekat, lebih dekat

daripada dengan cangkuang atau bidur. Pembubuhan kata “laut” dalam nama

daerah pandan “laut” dapat ditafsirkan bahwa masyarakat Ujung Kulon

memahamniya sebagai takson liar darimana pandan samak dahulu diambil

oleh leluhur mereka untuk dibudidaya.

Daun muda pandan yang masih lentur dengan panjang 1 m atau lebih

diambil untuk bahan anyaman. Bagian ujung dan pangkal daun dipotong

sehingga berukuran 80-100 cm. Duri di bagian tepi daun dihilangkan dengan

menggunakan alat yang disebut “panyucuk”, kemudian daun dibelah

memanjang dengan “panyoak” menjadi 4 bagian. Daun yang telah dibelah

menjadi 4 tersebut dikenal dengan sebutan “aray”. Lebar aray dapat diatur

dengan panyoak. Makin sempit lebar array, hasil anyaman semakin halus,

kemudian getah atau lendir yang terdapat pada aray dihilangkan dengan

menggunakan “pamaut” sehingga aray menjadi lentur dan mudah untuk

dianyam. Setelah aray terkumpul sebanyak 1 genggam (dihasilkan dari sekitar

20 lembar daun pandan), lalu diikat, dijemur atau dikering anginkan selama

sekitar 2-3 jam, kemudian dilipat menjadi 4 bagian, selanjutnya direbus selama

6 jam. Setelah itu didiamkan atau direndam dalam air selama 2 jam dengan

tujuan untuk menghilangkan sisasisa lendir yang masih menempel pada daun.

Aray yang telah dimasak, dijemur kembali di bawah sinar matahari selama 2

hari dan hasilnya disebut “aray putihan” atau “aray bodas” (bodas artinya

putih). Sebelum dianyam aray putihan ini dipukul-pukul perlahan-lahan atau

dipaut kembali agar menjadi lemas dan permukaannya halus.

42

Page 48: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Proses awal menganyam disebut ”ngelabang” karena bentuknya seperti

kaki kelabang- dan akhir menganyam disebut”ngaput” yaitu menutup bagian

tepi anyaman. Sebelum dipasarkan, hasil anyaman tikar dijemur kembali agar

terlihat tidak kusam. Lamanya perebusan dan ukuran aray merupakan

beberapa faktor yang mempengaruhi mutu hasil anyaman. Jika pada

penjemuran kurang sinar atau cuaca mendung maka hasil anyaman tampak

berwarna putih kusam, sedangkan jika perebusan aray kurang lama maka aray

mudah patah pada saat dianyam. Proses menganyam “samak” tikar atau

“kaneron” tas membutuhkan waktu selama 2 hari. Setiap 1 lembar tikar dengan

ukuran 1,20 x 2 m memerlukan 3 ikatan aray bodas, sementara untuk kaneron

sebanyak 2 ikatan. Menurut penuturan penduduk, selain pandan samak, daun

cangkuang dan bidur juga dapat dianyam, namun kurang umum dilakukan

karena hasil anyaman daun kedua jenis tersebut kurang halus dan kurang awet

(hanya bertahan sekitar 2 tahun saja), sementara hasil anyaman pandan

samak dapat bertahan hingga 4 tahun. Pandan “laut” (hidupan liar dari pandan

samak) tidak diminati sebagai bahan baku anyaman karena struktur daunnya

yang kaku dan getas (mudah patah) sehingga proses pemasakannya akan

memakan waktu yang jauh lebih lama.

Kebiasaan menganyam tampaknya merupakan tradisi yang telah

dilakukan sejak dahulu oleh masyarakat di Jawa (Backer 1925; Hofstede

1925), termasuk di Ujung Kulon. Menurut informasi masyarakat, saat ini

kegiatan menganyam pandan di Ujung Kulon hanya dijumpai di beberapa

daerah seperti Ciundil, Legon Pakis, Tanjung Lame dan Cegok. Hanya di

Ciundil bahan baku daun pandan untuk kerajinan anyaman dipanen dari

43

Page 49: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

tanaman yang dibudidaya, sementara di kedua lokasi lainnya diambil dari

tumbuhan liar. Menurut keterangan masyarakat, pandan samak pertama kali

dibudidayakan di Ciundil pada tahun 1950-an. Kegiatan budidaya tersebut

ditengarai sudah jauh lebih tua dari yang diketahui, karena Hofstede (1925)

dan Backer (1925) telah mencatat bahwa masyarakat di Jawa Barat, termasuk

Ujung Kulon, telah lama menanam pandan samak untuk kebutuhan seharihari.

Catatan di seputar tahun 1950-an lebih mengacu kepada penanaman secara

luas untuk kegiatan perekonomian. Kegiatan menganyam daun pandan di

Ciundil sebagian besar dilakukan oleh kaum wanita. Kaum pria umumnya

membantu dalam pengambilan daun dan memasarkan hasil anyaman. Sekitar

90% dari jumlah KK di Ciundil dapat menganyam daun pandan samak untuk

tikar (tikar samak). Pembuatan tikar selain untuk memenuhi kebutuhan sendiri,

juga untuk diperdagangkan. Dalam 1 bulan pengrajin dapat menghasilkan 10-

15 lembar tikar samak yang diperdagangkan dengan harga jual Rp. 10.000-

15.000 per lembarnya. Karena tidak semua penduduk mempunyai pohon

pandan samak, maka pembagian hasil penjualan antara pemilik pohon dan

pengrajin adalah 2 : 1.

Kendala yang dihadapi pengrajin pandan adalah pemasarannya.

Menurut mereka saat ini dalam 1 bulan hanya terjual 5-10 tikar. Berdasarkan

hasil pengamatan penyebab rendahnya daya jual tikar samak masyarakat

Ujung Kulon terutama disebabkan oleh masih sederhananya teknik

penganyaman serta tidak digunakannya pewarna sehingga tikar masih nampak

kusam dan kurang menarik. Penyuluhan tentang teknik penganyaman yang

lebih baik dengan ditunjang oleh pewarnaan yang lebih kaya dan variatif

44

Page 50: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

sangat dianjurkan dengan harapan dapat meningkatkan nilai jual tikar produksi

masyarakat Ujung Kulon tersebut.

Berbeda dengan Ciundil, di Legon Pakis dan Tanjung Lame kegiatan

menganyam tikar samak hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Kedua

lokasi tersebut terletak di dalam kawasan Taman Nasional Ujung Kulon,

sehingga pengambilan daun sangat dibatasi karena eksploitasi yang

berlebihan dikhawatirkan dapat mengganggu pelestarian ekosistem kawasan

Taman Nasional.

Lebih lanjut susiarti dan Rahayu (2010) bahwa masyarakat Ujung Kulon

memanfaatkan daun pandan pantai (Pandanus odoratissimus) untuk

pembuatan aneka kebutuhan rumah tangga, terutama tikar. Masyarakat

mengenal dua entitas yang berbeda untuk dua taksa yang diidentifikasi

sebagai P. odoratissimus, pandan samak dan pandan “laut”. Keduanya

dianggap berkerabat dekat dengan pandan “laut” yang merupakan hidupan liar

untuk pandan samak. Meskipun mengenal dengan baik cangkuang (P.

furcatus) dan bidur (P. dubius), keduanya tidak dipakai sebagai bahan baku

anyaman. Hanya di Ciundil pandan samak tercatat dibudidayakan masyarakat.

Perlu adanya penyuluhan tentang teknik menganyam dan penerapan model

(desain) dan tata warna yang lebih bervariasi guna meningkatkan nilai jual tikar

samak masyarakat Ujung Kulon. Peningkatan nilai jual diharapkan akan

meningkatkan volume penjualan dan pada akhirnya akan menarik lebih banyak

keterlibatan anggota masyarakat dalam industri kerajinan tersebut serta

akhirnya akan melestarikan tradisi kerajinan daun pandan Ujung Kulon.

45

Page 51: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

2.1.5. Strategi Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung

2.1.5.1. Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH)

Widada (2001), pernah melakukan penelitian pada kawasan lindung di

antaranya adalah Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH). Hasil yang

diperoleh dari penelitiannya menunjukkan bahwa dalam memantapkan fungsi

kawasan terdapat sejumlah kendala, baik kendala internal maupun kendala

eksternal yaitu :

1. Kendala Internal

a. Aksebilitas rendah, yaitu : kondisi fisik lingkungan berupa topografi yang

bergunung-gunung, jalan menuju kawasan sebagian besar jelek

(berbatu), sarana angkutan umum sangat terbatas.

b. Sarana dan prasana terbatas, yaitu : meliputi sarana dan prasarana

untuk kegiatan wisata alam, pengamanan kawasan, maupun untuk

kepentingan penelitian dan pengelolaan TNGH.

c. Sumber daya manusia (SDM) terbatas, terutama dari segi kualitas dan

distribusi di lapangan.

d. Publikasi dan promosi TNGH belum optimal, baik untuk skala lokal,

nasional maupun Internasional. Demikian juga data, informasi dan

materi promosi belum tersedia secara memadai.

e. Kondisi tata batas tidak jelas.

f. Peraturan yang bersifat teknis belum lengkap

2. Kendala Eksternal

46

Page 52: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

a. Tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat sekitar kawasan yang

relafif masih rendah menyebabkan persepsi mereka tentang peranan

TNGH sebagai kawasan pelestarian alam masih terbatas.

b. Terbatasnya keterampilan di bidang kewirausahaan menyebabkan

sebagian besar masyarakat sekitar kawasan tergantung pada

sumberdaya hutan sebagai sumber perekonomian mereka. Hal ini tidak

jarang mengakibatkan munculnya pengambilan hasil hutan kayu dan

non kayu secara illegal.

c. Adanya potensi tambang emas di sekitar dan di dalam kawasan TNGH

menarik minat masyarakat sekitar kawasan maupun pendatang untuk

melakukan kegiatan penambangan emas secara liar,

d. Secara tradisional, sebagian besar masyarakat di sekitar kawasan

melakukan perburuan satwa liar di dalam kawasan hutan dan juga

melakukan perambahan hutan.

e. Koordinasi belum dilakukan secara optimal, baik dengan instansi terkait

yaitu Pemerintah Daerah, Dinas Pariwisata, Pekerjaan umum,

Perindustrian, Pertanian dan Perkebunan, Koperasi, Lembaga Sosial

masyarakat (LSM), Perguruan Tinggi maupun pihak swasta dan pihak

terkait lainnya.

Perwujudan secara optimal pengelolaan kawasan

perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan dengan memperhatikan

potensi dan sejumlah kendala yang ada, maka landasan strategi

pengelolaan dan pengembangan TNGH di arahkan kepada 3 (tiga) aspek

sebagai berikut:

47

Page 53: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

1) Peningkatan Fungsi Ekologis; yaitu bagaimana pengelolaan

dan pengembangan TNGH tetap mempertahankan kelestarian

sistem penyangga kehidupan dan pengawetan keanekaragaman

hayati dan ekosistemnya.

2) Peningkatan Fungsi Pemanfaatan, yaitu bagaimana pengelolaan dan

pengembangan TNGH mampu mewujudkan kegiatan wisata alam atau

ekowisata, penelitian dan pendidikan konservasi, serta budidaya

dengan tetap mempertahankan kelestarian dan ekosistem hutan TNGH.

3) Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Sekitar; yaitu

bagaimana pengelolaan dan pengembangan TNGH mampu

meningkatkan peranserta dan kesejahteraan masyarakat sekitar TNGH.

Selanjutnya dalam upaya pemantapan kawasan pengelolaan

TNGH, dimana salah satu kendala yang cukup rumit ialah mengenai

tata batas kawasan yang masih belum jelas dan juga mengenai bentuk

kawasan yang menyerupai jari-jari tangan manusia. Karena bentuknya yang

tidak teratur serta tata batas yang belum jelas, mengakibatkan munculnya

kerumitan dalam upaya pengelolaan TNGH. Ketidakjelasan tata batas

sering menimbulkan konflik antara petugas TNGH dengan pihak lain,

baik dengan masyarakat maupun dengan instansi lain. Oleh karena itu,

dalam rangka pemantapan kawasan tersebut maka dilakukan upaya-

upaya, antara lain :

1) Rekonstruksi Tata Batas, adalah penataan batas ulang kawasan TNGH.

Untuk itu diupayakan melalui kerjasama kehutanan dengan Pemerintah

Daerah dan melibatkan pula persetujuan masyarakat setempat.

48

Page 54: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

2) Penataan Batas Zonasi, adalah penataan batas berdasarkan

fungsi kawasan yang mencakup zona inti, zona rimba dan zona

pemanfaatan intensif.

3) Survei Identifikasi Kawasan Hutan dalam rangka usulan perluasan

kawsan TNGH.

Sementara upaya pengelolaan sumberdaya alam mencakup aktivitas

penelitian, inventarisasi, monitoring dan evaluasi terhadap potensi flora,

fauna dan ekosistemnya termasuk sumberdaya air. Data potensi yang

diperoleh dari kegiatan penelitian atau inventarisasi tersebut dijadikan

database untuk mendukung perkembangan Sistem Informasi Manajemen

(SIM) dan sekaligus untuk kepentingan dalam penentuan rencana dan

kebijakan pengelolaan TNGH.

Dalam rangka optimalisasi pengelolaan sumberdaya alam, maka TNGH

berupaya melibatkan dan bekerja sama dengan instansi lain, seperti LIPI,

Litbang Kehutanan, Perguruan Tinggi, atau LSM yang terkait dalam kegiatan

penelitian, evaluasi dan monitoring. Di samping itu, TNGH juga

memberikan banyak kemudahan kepada pihak lain (mahasiswa atau peneliti)

yang ingin melakukan kegiatan di TNGH. Sarana dan prasarana untuk

mendukung program penelitian telah mulai dikembangkan, misainya

dengan membangun Pusat Penelitian Cikaniki yang dilengkapi

dengan berbagai peralatan laboratorium dan konservasi yang memadai.

Demikian juga untuk penelitian ekosistem tajuk hutan, telah tersedia fasilitas

Canopy Trail dengan panjang 100 meter dan tinggi 20-30 meter dari

permukaan tanah.

49

Page 55: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Sedangkan upaya perlindungan dan pengamanan untuk mencegah dan

membatasi kerusakan flora dan fauna beserta ekosistemnya akibat dari adanya

gangguan kawasan. Gangguan kawasan TNGH yang bersumber

dari perbuatan manusia antara lain perambahan kawasan, pencurian kayu,

perburuan ilegal, dan lain-lain. Di samping itu, gangguan kawasan bisa

disebabkan karena hama dan penyakit atau akibat bencana alam.

Upaya penanggulangan gangguan kawasan dilakukan

dengan pendekatan secara preventif dan represif. Preventif, yaitu tindakan

pencegahan yang dilakukan melalui kegiatan operasi gabungan, patroli rutin

secara intensif, mengembangkan pengamanan swakarsa masyarakat,

menjalin kemitraan dengan kader konservasi, dan lain-lain. Sedangkan

secara represif, yaitu penindakan sesuai dengan hukum yang berlaku, dan

dilakukan melalui upaya penindakan pelanggar secara langsung

berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.

TNGH dengan segala potensi keindahan, kekayaan alam, dan budaya

masayarakat setempat serta dengan jarak yang relatif dekat dari Jakarta (±

100 km) pada dasarnya memiliki nilai jual yang tinggi sebagai obyek

wisata. Dengan kata lain, upaya pengembangan wisata alam TNGH

menjanjikan dan berpeluang tumbuh dan berkembang dan mampu menjadi

pemicu pertumbuhan ekonomi dan sumber pendapatan bagi masyarakat di

sekitar kawasan TNGH.

Dalam rangka mewujudkan optimalisasi pengembangan wisata

alam TNGH dengan memperhatikan potensi dan kendala yang ada,

maka upayaupaya yang ditempuh antara lain sebagai berikut:

50

Page 56: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

1. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia TNGH, melalui

berbagai pelatihan di bidang wisata alam, baik di dlaam maupun di

luar negeri di samping kegiatan on the job training untuk

meningkatkan kemampuan SDM dalam perencanaan, pengembangan

dan pengelolaan wisata alam.

2. Pembangunan sarana dan prasarana serta fasilitas untuk

mendukung kegiatan wisata alam serta pengembangan potensi obyek

wisata untuk berbagai jenis kegiatan wisata di berbagai lokasi di TNGH.

3) Peningkatan sarana, media, dan kegiatan publikasi serta promosi TNGH

baik dalam skala nasional maupun internasional dengan media

elektronik dan cetak.

4) Pembangunan Pusat informasi Pengunjung di kantor pusat TNGH di

Kabandungan dan Cikaniki, serta membangun arboretum sebagai

miniatur kawasan TNGH.

3) Pembinaan dan pengembangan keterampilan dalam wirausaha di bidang

wisata alam kepada masyarakat di sekitar kawasan maupun dengan

lembaga bisnis professional dan juga melibatkan LSM serta perguruan

tinggi.

4) Pengembangan paket-paket wisata alam bernuansa

pendidikan lingkungan dan atau penelitian konservasi dengan

melibatkan LSM clan perguruan tinggi serta pishak-pihak terkait lainnya.

Selanjutnya dalam hal pembinaan daerah penyangga yang

dilakukan dengan memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Mengingat tingkat sosial ekonomi masyakarakt di sekitar kawasan TNGH

51

Page 57: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

(52 desa penyangga) kondisinya masih sangat rendah, maka salah

satu kunci keberhasilan pengelolaan adalah dengan melibatkan

partisipasi masyarakat melalui pendekatan pemberdayaan ekonomi

desa penyangga. Sejalan dengan upaya tersebut, maka program

pembinaan daerah dilakukan dengan tujuan utama, yaitu :

1) Memberikan dan meningkatkan wawasan/pengetahuan masyarakat

desa penyangga tentang pentingnya upaya konservasi sumberdaya

alam hayati dan ekosistemnya.

2) Meningkatkan keterampilan masyarakat desa dalam melakukan budidaya

sumberdaya alam yang berwawasan konservasi.

3) Meningkatkan keterampilan kewirausahaan sehingga mampu

meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa penyangga.

4) Menjalin kemitraan dengan harapan masyarakat mampu berperan

aktif dalam upaya menjaga dan melestarikan keanekaragaman

tumbuhan, satwa dan ekosistem kawasan TNGH.

Sedangkan program-program pembinaan daerah diwujudkan melalui kegiatan-

kegialan, antara lain:

1) Pelatihan partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan konservasi

(Participatory Rural Appraisal - PRA).

2) Pelatihan kewirausahaan dan koperasi bagi masyarakat desa penyangga.

3) Pengembangan ekonomi masyarakat desa penyangga melalui pemberian

bantuan Usaha Pedesaan yang sejalan dengan misi konservasi.

4) Pengembangan model atau pilot project pemberdayaan ekonomi

masyarakat berbasiskan konservasi sumberdaya alam. Pendidikan

52

Page 58: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

lingkungan atau pendidikan konservasi untuk tingkat anak-anak (sekolah

dasar), generasi muds dan tingkat dewasa (masyarakat).

Terakhir dari sisi pemantapan koordinasi dalam rangka optimalisasi

pengelolaan TNGH, maka dalam perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan

kawasan dilakukan koordinasi dengan pihak-pihak lain seperti

Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota, tokoh masyarakat, LSM,

perguruan tinggi, dan pihak-pihak lain yang terkait.

Hasil penelitian yang dilakukan Widada (2001) seperti yang

disampaikan di atas ternyata belum melakukan kajian analisis SWOT

((Stemgths, Weaknesses, Opportunities, Threats) secara komprehensif,

sehingga hasil analisis yang dicapai belum tentu berdasarkan kondisi

internal dan eksternal yang terjadi. Disamping itu hasil penelitian tersebut

belum spesifik, karena antara upaya pelestarian manfaat ekonomi dan

manfaat non ekonomi tidak jelas.

Sementara penelitian yang dilakukan di kawasan HLSW lebih terarah

dan mendalam. Sehingga dengan mengkombinasikan strategi pelestarian

manfaat ekonomi dengan manfaat non ekonomi HLSW diharapkan

dapat mencapai sasaran (goals) penelitian, yaitu peningkatan

kesejahteraan masyarakat setempat dan pelestarian lingkungan.

4.5.1.2. Strategi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Manggar

DAS Manggar terletak di wilayah administratif kota

Balikpapan. Fitriansyah (2006) dalam telah melakukan penelitian

berkenaan dengan strategi pengelolaannya menggunakan analisis SWOT

53

Page 59: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

(Sterngths, Weaknesses, Opportunities, Threats). Berdasarkan kajian faktor-

faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor-faktor eksternal

(peluang dan ancaman) yang ada, kemudian dilakukan analisis sehingga

telah menghasilkan beberapa formulasi strategi sebagai berikut:

1) Strategi SO; mengundang investor yang mau berinvestasi di

bidang pertanian, peternakan ataupun pariwisata dan membangun

sarana dan prasarana lainnya sesuai peluang yang ingin

dikembangkan, seperti perbaikan jalan atau penunjang lainnya.

Selain itu bekerjasama antara instansi terkait dan masyarakat dalam

kegiatan pelestarian DAS Manggar yang masih kurang.

2) Strategi ST; karena sering terjadinya kebakaran lahan khususnya

ketika musim kemarau tiba, maka dapat membentuk tim

penanggulangan kebakaran hutan yang melibatkan instansi

terkait dan masyarakat. Selanjutnya DAS atau waduk Manggar

sebagai sumber air baku Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)

untuk kota Balikpapan dapat terganggu debitnya pads musim

kemarau, maka dapat dilakukan kegiatan reboisasi di sekitar hutan

lindung clan waduk serta melakukan penghijauan. di sekitar sungai.

Adanya kegiatan peternakan yang mengganggu khususnya babi

dapat dilakukan dengan membatasi kegiatan tersebut atau memindahkan

ke lokasi yang jauh dari DAS Manggar karena limbah dari perternakan ini

dapat mencemari waduk.

3) Strategi WO; dibentuk tim yang tugasnya khusus mengelola DAS

Manggar dengan melibatkan beberapa instansi terkait (seperti BP-DAS,

54

Page 60: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Bapedalda, Kelurahan setempat) dan masyarakat sebagai mitra

dalam pengelolaan karena selama ini pengelolaan hanya berada di

tingkat propinsi (BP-DAS). Disamping itu dapat meningkatkan

koordinasi dan berbagi informasi antar instansi terkait dan masyarakat.

Banyak masyarakat yang berada di DAS Manggar perlu dilakukan

sosialisasi untuk pengembangan DAS tersebut, karena masih banyak

masyarakat yang tidak mengetahui tentang DAS Manggar terutama

obyek hutan lindung dan waduk. Memberikan pelatihan kerja yang

sesuai dengan kondisi daerah mereka serta mengganti dengan harga

yang layak atau tanah masyarakat yang terkena pengembangan

DAS Manggar (waduk).

4) Strategi WT; banyak kegiatan pertanian dan peternakan perlu dilakukan

penyuluhan tentang pertanian dan peternakan yang balk agar

tidak mengganggu lingkungan sekitar seperti pencemaran air, tanah

dan udara atau kerusakan lainnya. Mengendalikan hama binatang yang

menggangu pertanian masyarakat sebagai akibat adanya kawasan

hutan lindung. Kemudian membuat kebijakan atau peraturan untuk

pengelolaan DAS Manggar secara komprehensif demi terjaganya

keanekaragaman hayati yang masih ada.

Metoda analisis penelitian yang dilakukan di kawasan DAS

Manggar hanya terbatas pads penggunaan analisis SWOT saja.

Sementara metoda analisis penelitian yang dilakukan di kawasan HLSW tidak

hanya terbatas pada penggunaan analisis SWOT.

55

Page 61: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

2.2. Kajian Teori

2.2.1. Faktor-Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman Hutan

Arief (1994) menyatakan bahwa daerah tropis adalah wilayah yang

terletak di antara garis isoterm 180 C bulan terdingin. Daerah tropis secara

keseluruhan mencakup 30 % dari luas permukaan bumi. Hutan Tropis

merupakan hutan yang berada di daerah tropis. Di daerah tropis suhu udara

rata-rata tahunan umumnya tinggi (di atas 180°C dengan perubahan antara

suhu rata-rata pada bulan terpanas dan terdingin sangat rendah. Jadi dapat

dikatakan bahwa di daerah tropis ini suhu udara hampir sama sepanjang

tahun. Perubahan suhu harian, antara suhu minimum dan maksimum harian

cukup tinggi. Sebagai contoh disampaikan keadaan temperatur udara di Bogor

(300 m dpl) sebagai berikut :

Tabel 2. Suhu Rata-Rata Bulanan

Maksimum (juli) 25,3o C

Minimum (juni) 24,3°C

Perbedaan 1,0°C

Suhu rata-rata harian

Maksimum (Pkl 14.00) 32,4°C

Minimum (Pkl 06.00) 23,4°C

Perbedaan 9,0°C

Perbedaan suhu akan berkaitan pula dengan tinggi tempat di atas

permukaan laut (d.p.l). Semakin tinggi suatu tempat suhu akan semakin turun,

rata-rata setiap penambahan tinggi suatu sebesar 100 m suhu akan turun 0,4 –

0,7°C.

56

Page 62: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Curah hujan di daerah tropis umumnya tinggi. Di sekitar equator (Lintang

00) mempunyai curah hujan yang tertinggi dan semakin jauh dari equator curah

hujan akan semakin berkurang. Matahari akan berada tepat di atas equator

(zenit) dua kali dalam setahun, yaitu pada bulan Maret dan September. Pada

saat matahari berada tepat di atas equator akan terjadi pemanasan yang tinggi,

udara lembab akan bergerak naik dan menjadi dingin sehingga akan terbentuk

awan yang selanjutnya akan turun kembali sebagai hujan.

Pembentukan awan hujan juga dipengaruhi oleh angin, yaitu angin

Pasat Timur Laut dan angin Pasat Tenggara, dan untuk daerah Asia Tenggara

dipengaruhi pula oleh adanya angin Monsun (angin Musim), yaitu angin

Monsun Timur Laut dan angin Monsun Tenggara. Adanya angin tersebut akan

menimbulkan adanya periodisasi curah hujan, yaitu adanya musim penghujan

dan musim kemarau. Hal ini mempunyai arti penting baik bagi vegetasi secara

umum maupun dalam hal pemanfaatan lahan.

Besar kecilnya curah hujan di daerah tropis juga dipengaruhi oleh tinggi

tempat dan jarak tempat dari permukaan laut. Pada suatu wilayah pegunungan

curah hujan akan semakin besar dengan bertambahnya ketinggian tempat

namun pada tempat yang lebih tinggi lagi curah hujannya semakin berkurang

(Weidelt, 1995). Ciri lain curah hujan di wilayah tropis adalah tingginya

intensitas curah hujan. Sebagai contoh : tahun 1974 di daerah Honduras

terjadi curah hujan sebesar 1.000 mm dalam kurun waktu 48 jam, di Baguio

(Filiphina) tercatat curah hujan sebesar 1.130 mm dalam 24 jam dan di

Venezuela sebesar 1.200 mm hanya dalam jangka waktu 4 jam.

57

Page 63: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Daerah tropis mempunyai lama penyinaran matahari yang tinggi dan

merata sepanjang tahun dengan perbedaan yang sangat rendah. Radiasi sinar

matahari dengan intensitas yang tinggi akan berkurang dengan adanya awan

dan kelembaban udara yang tinggi. Di Hutan hanya pohon-pohon yang

tertinggi saja yang menerima cahaya secara penuh. Perlindungan terhadap

tingginya intensitas cahaya dilakukan antara lain : warna daun muda yang

merah kecoklatan, panphotometri dan adanya permukaan tajuk yang

mengkilat.

Pada lapisan tajuk bagian bawah intensitas cahaya akan semakin

berkurang dan intensitas cahaya yang dapat mencapai permukaan tanah

hanya sekitar 1%. Cahaya merupakan faktor yang sangat penting terutama

untuk ruangan di antara lapisan tajuk bagian tengah dan permukaan tanah,

dimana pada ruangan tersebut terdapat permudaan berbagai jenis pohon.

Angin dapat pula dimasukkan dalam faktor iklim. Efek Mekanis dan

fisiologis angin terhadap vegetasi seperti halnya yang terjadi pada wilayah iklim

campuran. Hal yang tidak dapat dibandingkan adalah seringnya terjadi badai di

daerah tropis atau siklon tropis. Adanya siklon ini sangat membahayakan

tegakan, tidak hanya merusak hutan alam yang ada, merusak suksesi yang

telah berlangsung dan bahkan lebih berbahaya untuk hutan tanaman.

Hutan dapat mengurangi kecepatan pergerakan angin. Weidelt (1995)

telah mengukur kecepatan angin di hutan hujan tropis di wilayah Brasilia

bagian Selatan. Hasil Pengukuran adalah sebagai berikut :

58

Page 64: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Tabel 3. Kecepatan Angin Dalam Hutan Tropis

LOKASI PENGUKURAN KECEPATAN ANGIN

Tempat Terbuka

(150 m dari tepi hutan)0,63 km/jam

100 m di dalam tegakan 0,13 km/jam

1100m di dalam tegakan 0 km / jam (tidak ada angin

Angin merupakan faktor lingkungan yang penting, yang berperan dalam

mengalirkan udara baru yang banyak mengandung karbondioksida. Apabila

tidak ada angin kandungan karbondioksida dalam hutan tidak tercukupi.

Fotosintesis atau fotosintesa merupakan proses pembuatan makanan

yang terjadi pada tumbuhan hijau dengan bantuan sinar matahari dan enzim-

enzim. Fotosintesis adalah suatu proses biokimia yang dilakukan tumbuhan,

alga, dan beberapa jenis bakteri untuk memproduksi energi terpakai (nutrisi)

dengan memanfaatkan energi cahaya.

Fotosintesis adalah fungsi utama dari daun. Proses fotosintesis sangat

penting bagi kehidupan di bumi karena hampir semua makhluk hidup

tergantung pada proses ini. Proses Fotosintesis juga berjasa menghasilkan

sebagian besar oksigen yang terdapat di atmosfer bumi.

59

Page 65: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Daun terdiri dari jaringan-jaringan yang masing-masing mempunyai

fungsi spesifik. Jaringan-jaringan tersebut adalah Epidermis Jaringan ini terbagi

menjadi epidermis atas dan epidermis bawah, berfungsi melindungi jaringan

yang terdapat di bawahnya. Jaringan Pagar atau Jaringan Tiang dikenal juga

dengan istilah jaringan palisade, merupakan jaringan yang berfungsi sebagai

tempat terjadinya proses fotosintesis.

Jaringan bunga karang disebut juga jaringan spons karena lebih

berongga bila dibandingkan dengan jaringan palisade, berfungsi sebagai

tempat menyimpan cadangan makanan. Berkas pembuluh angkut terdiri dari

xilem atau pembuluh kayu dan floem atau pembuluh tapis, pada tumbuhan

dikotil keduanya dipisahkan oleh kambium. Xilem berfungsi untuk mengangkut

air dan garam yang diserap akar dari dalam tanah ke daun (untuk digunakan

sebagai bahan fotosintesis). Floem berfungsi untuk mengangkut hasil

fotosintesis dari daun ke seluruh bagian tumbuhan, termasuk daun itu sendiri.

Stoma (jamak: stomata) berfungsi sebagai organ respirasi. Stoma

mengambil CO2 dari udara untuk dijadikan bahan fotosintesis, mengeluarkan

O2 sebagai hasil fotosintesis. Stoma ibarat hidung kita dimana stoma

mengambil CO2 dari udara dan mengeluarkan O2, sedangkan hidung

mengambil O2 dan mengeluarkan CO2. Stoma terletak di epidermis bawah.

Selain stoma, tumbuhan tingkat tinggi juga bernafas melalui lentisel yang

terletak pada batang.

Fungsi Daun adalah pembuat makanan yang utama bagian dari hampir

semua tumbuhan. bunga, rumput, semak belukar, dan pohon tergantung pada

daun-daunnya untuk membuat makanan untuk keperluan tumbuhan tersebut.

60

Page 66: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Demikian juga banyak tumbuhan yang lain, meliputi paku-pakuan, sayur-

sayuran, buah-buhan dan rumput-rumputan. Tiap daun merupakan suatu

pabrik makanan kecil. Daun menangkap energi dari cahaya matahari dan

digunakan untuk membuat gula merupakan hasil menyerap air dari tanah dan

karbondioksida dari udara. Gula ini diubah untuk banyakunsur kimia lain.

Unsur ini menjadi makanan yang menyediakan energi pada tumbuhan

untuk bertumbuh, untuk menghasilkan bunga dan benih, dan untuk

melanjutkan semua aktivitas lainnya. Cadangan makanan tumbuhan dibuat

oleh daun tersimpan dalam buah, akar, biji, batang, dan bahkan di dalam daun-

daunnya. Tanpa makanan ini, tumbuhan tidak bisa hidup. Sebagai tambahan,

semua bahan makanan yang manusia dan binatang makan dihasilkan juga dari

tumbuhan atau dari hewan yang memakan tumbuhan. Daun beragam ukuran

dan bentuknya antar tumbuh-tumbuhan. Banyak yang bujur telur, tetapi yang

lain berbentuk lancip, menjari, berbentuk hati, atau banyak lagi bentuk yang

lain. Kehidupan tumbuhan hijau sangat tergantung pada daun, karena daun

merupakan organ terpenting bagi tumbuhan autotrof obligat, tumbuhan harus

membuat kebutuhan energinya sendiri melalui konversi energi cahaya menjadi

energi kimia.

Bentuk daun sangat beragam, namun biasanya berupa helaian, bisa

tipis atau tebal. Gambaran dua dimensi daun digunakan sebagai pembeda bagi

bentuk-bentuk daun. Bentuk dasar daun membulat, dengan variasi cuping

menjari atau menjadi elips dan memanjang. Bentuk ekstremnya bisa

meruncing panjang. Daun juga bisa bermodifikasi menjadi duri (misalnya pada

kaktus), dan berakibat daun kehilangan fungsinya sebagai organ fotosintetik.

61

Page 67: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Daun tumbuhan sukulen atau xerofit juga dapat mengalami peralihan fungsi

menjadi organ penyimpan air. Daun segar (kiri) dan tua. Daun tua telah

kehilangan klorofil sebagai bagian dari penuaan. Warna hijau pada daun

berasal dari kandungan klorofil pada daun. Klorofil adalah senyawa pigmen

yang berperan dalam menyeleksi panjang gelombang cahaya yang energinya

diambil dalam fotosintesis. Sebenarnya daun juga memiliki pigmen lain,

misalnya karoten (berwarna jingga), xantofil (berwarna kuning), dan antosianin

(berwarna merah, biru, atau ungu, tergantung derajat keasaman). Daun tua

kehilangan klorofil sehingga warnanya berubah menjadi kuning atau merah

(dapat dilihat dengan jelas pada daun yang gugur).

Daun sebagai organ tumbuhan yang berwarna hijau mempunyai beberapa

fungsi :

1. Tempat terjadinya fotosintesis. pada tumbuhan dikotil, terjadinya fotosintesis

di jaringan parenkim palisade. sedangkan pada tumbuhan monokotil,

fotosintesis terjadi pada jaringan spons.

2. Sebagai organ pernapasan atau respirasi. Di daun terdapat stomata yang

befungsi sebagai organ respirasi (lihat keterangan di bawah pada Anatomi

Daun).

3. Tempat terjadinya transpirasi. Transpirasi merupakan proses menguapnya

air pada daun. Proses transpirasi terjadi pada daun lewat stomata atau

mulut daun yang terdapat pada permukaan daun, dan lebih banyak pada

permukaan daun bagian bawah.

4. Tempat terjadinya gutasi. Tempat keluarnya cairan dari dalam tumbuhan

62

Page 68: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

5. Alat reproduksi vegetatif. Daun dapat dijadikan bagian untuk memperbanyak

tanaman. contoh sederhana pada tanaman cocor bebek (tunas daun).

Sejumlah Angiospermae efisien dalam melakukan fotosintesis pada

intensitas cahaya rendah daripada intensitas cahaya tinggi, sedangkan banyak

Gymnospermae lebih efisien pada intensitas cahaya tinggi. Perbandingan antara

kedua kelompok tanarnan tersebut pada intensitas cahaya rendah dan tinggi seringkali

dapat memberikan tekanan-tekanan pada kapasitas fotosintesis terutama pada pe-

nimbunan makanan.

Simarangkir (2000) mengemukakan pertumbuhan diameter tanaman

berhubungan erat dengan laju fotosintesis akan sebanding dengan jumlah

intensitas cahaya matahari yang diterima dan respirasi. Akan tetapi pada titik

jenuh cahaya, tanaman tidak mampu menambah hasil fotosintesis walaupun

jumlah cahaya bertambah. Selain itu produk fotosintesis sebanding dengan

total luas daun aktif yang dapat melakukan fotosintesis.  Pernyataan Daniel, et

al. (1992) bahwa terhambatnya pertumbuhan diameter tanaman karena produk

fotosintesisnya serta spektrum cahaya matahari yang kurang merangsang

aktivitas hormon dalam proses pembentukan sel meristematik kearah diameter

batang, terutama pada intensitas cahaya yang rendah.

Parameter penting iklim untuk mengungkapkan kondisi iklim di hutan

adalah suhu dan curah hujan.  Banyak usaha telah dilakukan untuk membuat

korelasi antara zone-zone vegetasi dengan daerah-daerah

iklim tropis. Kadang-kadang suhu dipertimbangkan sebagai faktor yang paling

penting dan juga curah hujan sebagai faktor yang terberat.

6263

Page 69: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Pada umumnya pertumbuhan meningkat kalau temperatur naik dan

menurun apabila temperatur turun. Namun kecepatan pertumbuhan ini tidak

terus menerus bertambah dengan naiknya temperatur, oleh karena pada suatu

saat timbul efek-efek membahayakan dan kecepatan pertumbuhan menurun.

Kerusakan karena suhu yang tinggi disebabkan oleh kekeringan dan respirasi

yang amat tinggi, sehingga konsumsi bahan makanan akan melebihi produksi

fotosintesa. Suhu mempengaruhi pertumbuhan karena efeknya terhadap semua aktivitas

metabolisme seperti digesti, translokasi, respirasi dan pembangunan protoplasma baru.

Pertumbuhan biasanya bertambah dengan meningkatnya suhu sampai mencapai suatu

suhu tinggi yang kritis untuk suatu spesies dan kemudian pertumbuhan menurun

dengan cepat. Penurunan pertumbuhan mungkin disebabkan oleh respirasi yang

berlebihan dan mereduksi karbohidrat karena penurunan fotosintesis.

Pada daerah tropika hujan yang jumlahnya tinggi dan merata sepanjang

tahun terjadi di daerah sekitar equator tetapi semakin berkurang baik jumlah

maupun sebarannya pada daerah yang semakin jauh dari equator. Hal ini

menyebabkan terjadinya variasi iklim. Dengan adanya variasi iklim membawa

konsekuensi ekologis penting terhadap kehidupan vegetasi antara lain

berpengaruh pada proses pertumbuhan daun, bunga dan buah. Selain hujan

berpengaruh pada variasi iklim, hujan juga berpengaruh bagi tersedianya air

bagi pertumbuhan tanaman.

Lakitan (1993), iklim banyak diubah oleh ketinggian

tempat. Bagian-bagian yang lebih tinggi dari suat daerah umumnya lebih

6364

Page 70: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

banyak kena pasir daripada bagian-bagian yang lebih rendah. Pada elevasi-

elavasi yang lebih tinggi radiasi matahari selama cuaca terang adalah lebih

terik daripada elevasi-elevasi yang lebih rendah. Angin yang lebih keras

meniup pada elevasi-elevasi yang tinggi daripada elevasi-elevasi yang lebih

rendah. Temperatur tanah menurun dengan meningkatnya ketinggian.

Atmosfer kurang rapat pada elevasi-elevasi  yang lebih tinggi karena itu kurang

dapat mengabsorbsi dan memegang panas. Lembah-lembah dan jurang-jurang

dapat lebih banyak terkena bahaya hawa dingin dibandingkan lereng-lereng

didekatnya yang berada beberapa ratus meter lebih tinggi.

Lebih lanjut Lakitan (1993), menjelaskan bahwa ketinggian tempat

mempunyai efek-efek tidak langsung terhadap riap dan bentuk pohon-pohon

hutan. Efek tidak langsung dari bertambahnya ketinggian terhadap  pohon-

pohon sebagai individu adalah sebagai berikut :

1. Pertumbuhan tinggi menurun secara teratur,

2. Riap total lambat laun akan menurun,

3. Waktu pengembangan diperpanjang, yaitu pohon memerlukan waktu

lebih lama untuk menjadi dewasa.

4. Perkembangan tajuk lambat laun menjadi lebih rendah dan lebih

mendekati tanah

5. Proporsi cabang-cabang dan ranting-ranting meningkat

Efek dari bertambahnya elevasi terhadap keseluruhan tegakan, yaitu :

1. Banyak/jumlah batang per hektar bertambah, namun proporsi dari

batang yang mempunyai klas diameter lebih besar menurun

65

Page 71: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

2. Tinggi rata-rata dari tegakan menurun

3. Riap tahunan rata-rata dari seluruh tegakan dewasa menjadi sangat

kurang

4. Proporsi dari ranting-ranting dan kayu cabang meningkat.

Lereng dapat didefnisikan sebagai sudut yang dibentuk oleh permukaan

dengan horisontal, dan menunjukkan habungan dari permukaan tempat

tumbuh terhadap horisontal (Lakitan, 1993). Efek penting dari lereng adalah

terhadap pengaliran air di atas permukaan tanah dan drainase, dan melalui

faktor-faktor kandungan air tanah. Efek penting lainnya adalah melalui

pengeringan terhadap temperatur dan air dari permukaan tanah. Lereng

merubah intensitas pengeringan dengan cara merubah sudut jatuh sinar

matahari. Kedalaman tanah dan kandungan air berubah secara langsung

dengan besarnya lereng.  Besar kecilnya lereng dan pengaruhnya terhadap

keadaan tanah adalah sebagai berikut :

a. Lereng-lereng kecil, kedalaman tanahnya sedang, suplai air biasanya

banyak. Produksi dapat tinggi asalkan iklim baik.

b. Lereng-lereng sedang, kedalaman tanah sedang, suplai air sedang.

Tegakan-tegakan rapat dan produksi tinggi kalau iklim baik.

c. Lereng-lereng curam, tanah biasanya dangkal, pohon-pohon tertentu

tumbuh disini, terutama yang dangkal perakarannya.

d. Lereng-lereng Amat curam, tanahnya tipis dengan batu-batuan tersebar

dipermukaan. Biasanya ditumbuhi pohon-pohon dan kecil.

Lakitan (1993),  arah lereng juga berpengaruh terhadap pertumbuhan

pohon, karena arah lereng menentukan banyaknya sinar matahari yang

66

Page 72: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

diterima. Lereng yang mengarah ke kutub jauh lebih lembab dan lebih sejuk

daripada yang mengarah ke khatulistiwa/equator. Lereng yang menghadap ke

timur kena pengaruh matahari pagi, dan lebih terlindung dari pengaruh angin

barat daya dan angin barat selama bagian siang hari yang terpanas. Lereng

yang menghadap ke Timur bagus untuk pertumbuhan pohon dan seringkali

ditandai dengan oleh tegakan-tegakan yang rapat dan yang baik

pertumbuhannya. Begitu juga dengan lereng-lereng yang menghadap ke utara

terlindung dari efek matahari selama siang hari dan juga terlindung dari efek

angindan biasanya pertumbuhan pohon juga baik di sini. Lereng-lereng yang

menghadap ke selatan keadaannya panas dan relatif kering seperti halnya

dengan lereng-lereng yang menghadap ke barat. Keadaan kering di sini

menyebabkan api lebih cepat merusak, sehingga pertumbuhan pohon

umumnya terganggu.

Cahaya merupakan faktor penting terhadap berlangsungnya

fotosintesis, sementara fotosintesis merupakan proses yang menjadi kunci

dapat berlangsungnya proses metabolisme yang lain di dalam tanaman

(Kramer dan Kozlowski, 1979). Setiap tanaman atau jenis pohon mempunyai

toleransi yang berlainan terhadap cahaya matahari. Ada tanaman yang tumbuh

baik ditempat terbuka sebaliknya ada beberapa tanaman yang dapat tumbuh

dengan baik pada tempat teduh/bernaungan. Ada pula tanaman yang

memerlukan intensitas cahaya yang berbeda sepanjang periode hidupnya.

Pada waktu masih muda memerlukan cahaya dengan intensitas rendah dan

menjelang sapihan mulai memerlukan cahaya dengan intensitas tinggi

(Faridah, E. 1996).

67

Page 73: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Banyak spesies memerlukan naungan pada awal pertumbuhannya,

walaupun dengan bertambahnya umur naungan dapat dikurangi secara

bertahap. Beberapa spesies yang berbeda mungkin tidak memerlukan

naungan dan yang lain mungkin memerlukan naungan mulai awal

pertumbuhannya. Pengaturan naungan sangat penting untuk menghasilkan

semai-semai yang berkualitas. Naungan berhubungan erat dengan temperatur

dan evaporasi. Oleh karena adanya naungan, evaporasi dari semai dapat

dikurangi. Beberapa spesies lain menunjukkan perilaku yang berbeda.

Beberapa spesies dapat hidup dengan mudah dalam intensitas cahaya yang

tinggi tetapi beberapa spesies tidak. (Suhardi, 1995), Sebagian dari jenis-jenis

dipterocarpaceae terutama untuk jenis kayu yang mempunyai berat jenis tinggi

atau tenggelam dalam air atau sebagian lagi tergolong jenis semi toleran atau

gap appertunist yaitu jenis-jenis yang memiliki kayu terapung atau berat jenis

rendah.

Kebutuhan cahaya untuk pertumbuhannya di waktu muda (tingkat

anakan) berkisar antara 50 – 85 % dari cahaya total. Untuk jenis-jenis

semitoleran naungan untuk anakan diperlukan sampai umur 3 – 4 tahun atau

sampai tanaman mencapai tinggi 1 – 3 meter. Sedangkan untuk jenis-jenis

toleran lebih lama lagi yaitu 5 – 8 tahun. Sangat sedikit jenis yang tergolong

intoleran antara lain Shorea concorta (Rasyid H. A. dkk, 1991).

Suhardi (1995) mengemukakan Hopea gregaria yang termasuk dalam

jenis Dipterocarpaceae, di tempat penuh memberikan pertumbuhan yang jauh

lebih baik dibandingkan dengan tempat cahaya masuk sebahagian.

Dibandingkan dengan lama penyinaran dan jenis cahaya, intensitas cahaya

68

Page 74: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

merupakan faktor yang paling berperan terhadap kecepatan berjalannya

fotosintesis.

Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa sampai

intensitas 10.000 lux, grafik kecepatan fotosintesis bergerak linear positif. Data

penelitian tersebut adalah untuk tanaman dewasa, sedangkan untuk tanaman

muda (tingkat semai-sapihan) belum diperoleh data. Selain itu, penelitian

mengenai kekhususan sifat akan kebutuhan cahaya pada jenis-jenis tanaman

tertentu juga belum dikerjakan. Pengurangan intensitas sinar sampai 60%

berpengaruh positif nyata terhadap pertumbuhan awal tinggi dan diameter

semai kapur.

Rasyid H.A dkk (1991) lebih jauh menjelaskan bahwa penanaman jenis

Diperocarpaceae di lapangan terbuka harus mempergunakan peneduh. Jenis

tanaman peneduh yang dapat digunakan antara lain Albizia falcataria (Sengon)

atau jenis lain yang memiliki tajuk ringan dan memiliki persyaratan tempat

tumbuh yang sama dengan jenis Dipterocarpaceae yang akan ditanam

ditempat tersebut. Pada umumnya anakan meranti khususnya pada tingkat

seedling kurang tahan terhadap defisit air tanah, kecuali anakan Shorea

leprosula. Pada tempat terbuka kondisi permudaan semai umumnya berdaun

kecil dan lemah. Pada bagian hutan yang bercelah lebar umumnya banyak

dijumpai tumbuh pancang dan tiang. Permudaan tingkat semai dari jenis-jenis

meranti ringan umumnya kurang tahan terhadap naungan berat, kecuali

permudaan dari jenis-jenis meranti berat/tenggelam.

Marjenah (2001) yang mengadakan penelitian untuk jenis Shorea

pauciflora dan Shorea selanica mengemukakan, pertumbuhan tinggi dan

69

Page 75: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

diameter tanaman dipengaruhi oleh cahaya; pertumbuhan tinggi lebih cepat

pada tempat ternaung daripada tempat terbuka. Sebaliknya, pertumbuhan

diameter lebih cepat pada tempat terbuka dari pada tempat ternaung sehingga

tanaman yang ditanam pada tempat terbuka cendrung pendek dan kekar.

Sudut percabangan tanaman lebih besar di tempat ternaung daripada di

tempat terbuka.

Simarangkir (2000) lebih lanjut memperlihatkan perbandingan besar riap

diameter jenis Dipterocarpaceae Dryobalanops Lanceolata pada lebar jalur

tanaman sebesar 56,8% pada lebar jalur tanaman 4 m dan pada lebar jalur

tanam 2 m besarnya 43,2% sehinga nilai riap diameter pada jalur tanam 4 m

lebih tinggi 5.7 mm (13,6%) dari tiap diameter dilebar jalur tanam 2 m. Hal ini

menunjukkan bahwa ruang lingkup tumbuhnya lebih memadai untuk

pertambahan diameter tanaman, disebabkan besarnya intensitas cahaya yang

diterima telah cukup dan juga lebih bebas dari himpitan atau gangguan

tanaman dari bagian samping atau sekitarnya mengakibatkan pertumbuhan

tanaman kearah bagian samping terganggu/tertekan.  Lakitan (1993)

menyatakan bahwa pertumbuhan diameter batang tergantung pada

kelembaban nisbi, permukaan tajuk dan sistem perakaran juga dipengaruhi

iklim dan kondisi tanah. Tingginya suhu udara akan meningkatkan laju

transpirasi, hal ini antara lain dapat ditandai dengan turunnya kelembaban

udara relatif. Apabila hal seperti ini cukup lama berlangsung maka, dapat

menyebabkan keseimbangan air tanaman terganggu dan dapat menurunkan

pertumbuhan tanaman termasuk diameter tanaman.

Page 76: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Pengujian pengaruh naungan terhadap pertumbuhan diameter semai

Shorea pauciflora dan Shorea selanica secara keseluruhan menunjukkan

bahwa antara perlakuan tanpa naungan riap diameter lebih besar daripada

sarlon satu lapis dan sarlon dua lapis.  Hal ini membuktikan bahwa dalam

pertumbuhannya, tumbuhan sangat memerlukan cahaya (sinar), sehingga

pada kondisi dimana tumbuhan cukup mendapatkan cahaya untuk aktivitas

fisiologisnya, tumbuhan cenderung melakukan pertumbuhan ke samping

(pertumbuhan diameter).  Shorea pauciflora dan Shorea selanica yang ditanam

pada bedengan dengan naungan sarlon mempunyai luas daun yang lebih

besar daripada yang ditanam di pada tanaman sebagai akibat dari perbedaan

intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman. 

Marjenah (2001) lebih lanjut menyatakan bahwa morfologi jenis

memberikan respon terhadap intensitas cahaya juga terhadap naungan.

Naungan memberikan efek yang nyata terhadap luas daun. Daun mempunyai

permukaan yang lebih besar di dalam naungan daripada jika berada pada

tempat terbuka. mengemukakan bahwa jumlah luas daun menjadi penentu

utama kecepatan pertumbuhan.  Keadaan seperti ini dapat dilihat pada hasil

penelitian dimana daun-daun yang mempunyai jumlah luas daun yang lebih

besar mempunyai pertumbuhan yang besar pula.

Jumlah daun tanaman lebih banyak di tempat ternaung daripada di

tempat terbuka. Jenis yang diteliti memberikan respon terhadap perbedaan

intensitas cahaya. Daun mempunyai permukaan yang lebih besar di dalam

naungan daripada di tempat terbuka. Naungan memberikan efek yang nyata

70

71

Page 77: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

terhadap luas daun. Tanaman yang ditanam ditempat terbuka mempunyai

daun yang lebih tebal daripada di tempat ternaung.  Jumlah daun tanaman

lebih banyak di tempat ternaung daripada di tempat terbuka.  Ditempat terbuka

mempunyai kandungan klorofil lebih rendah dari pada tempat ternaung.

Naungan memberikan efek yang nyata terhadap luas daun. Daun mempunyai

permukaan yang lebih besar di dalam naungan daripada di tempat terbuka.

bahwa kandungan klorofil Shorea parvifolia pada tempat terbuka mempunyai

kandungan klorofil lebih rendah yaitu  34,80 satuan, sedangkan dengan

naungan sarlon satu lapis berjumlah 42,21 satuan dan naungan sarlon dua

lapis 48,05 satuan; sedangkan Shorea smithiana pada tempat terbuka

kandungan klorofilnya 32,91 satuan, naungan sarlon satu lapis 36,49 satuan

dan naungan sarlon dua lapis 40,01 satuan. Sebagaimana yang dikemukakan

oleh Daniel et al (1992) bahwa daun-daun yang berasal dari posisi terbuka dan

ternaung, atau dari tumbuhan toleran dan intoleran, mempunyai morfologi yang sangat

bervariasi. Daun yang terbuka, lebih kecil, lebih tebal dan lebih menyerupai kulit

daripada daun ternaung pada umur dan jenis yang sama

Simarangkir (2000) menyatakan bahwa tanaman yang tumbuh dengan

intensitas cahaya nol persen akan mengakibatkan pengaruh yang berlawanan,

yaitu suhu rendah, kelembaban tinggi, evaporasi dan transportasi yang rendah.

Tanaman cukup mengambil air, tetapi proses fotosintensis tidak dapat

berlangsung tanpa cahaya matahari. Sedangkan Lakitan (1993) berpendapat

bahwa pengaruh cahaya terhadap pembesaran sel dan diferensiasi sel

7172

Page 78: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi, ukuran daun serta batang. Pada

umumnya cahaya yang diperlukan oleh setiap jenis tanaman berbeda.

2.2.2. Ekologi Hutan

Istilah ekologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos yang berarti rumah

atau tempat tinggal atau tempat hidup atau habitat, dan logos yang berarti

ilmu, telaah, studi, atau kajian (Soemarwoto, 1983; Irwan, 1992; Resosoedarmo

dkk., 1986). Oleh karena itu, secara harfiah ekologi berarti ilmu tentang makhluk

hidup dalam rumahnya atau ilmu tentang tempat tinggal makhluk hidup.

Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara

makhluk hidup dengan lingkungannya (Soerianegara dan Indrawan, 1982;

Resosoedarmo dkk., 1986). Irwan (1992), ekologi adalah ilmu

pengetahuan mengenai hubungan antara organisme dengan

lingkungannya. Dapat juga didefinisikan bahwa ekologi adalah ilmu yang

mempelajari pengaruh faktor lingkungan terhadap makhluk hidup. bahwa

ekologi adalah ilmu yang mencoba mempelajari hubungan antara tumbuhan,

binatang, dan manusia dengan lingkungan tempat mereka hidup; bagaimana

kondisi kehidupannya, dan mengapa mereka ada atau hidup di lingkungan

tersebut.

Kendeigh (1980) mengemukakan bahwa ekologi adalah ilmu yang

mempelajari hubungan timbal balik antara organisme yang satu dengan

organisme yang lain serta lingkungannya. Hubungan timbal balik itu

merupakan kenyataan yang telah terbukti sebagai respon organisme dalam

cara-caranya berhubungan dengan organisme lain maupun dengan semua

73

Page 79: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

komponen lingkungannya. Hubungan timbal balik atau yang dikenal dalam

pengetahuan ekologi sebagai interaksi antara organisme dengan

lingkungannya, sesungguhnya merupakan hubungan yang sangat erat

dan kompleks, sehingga ekologi disebut juga sebagai biologi lingkungan

(Odum, 1993).

Lingkungan merupakan gabungan dari berbagai komponen fisik maupun

hayati yang berpengaruh terhadap kehidupan organisme yang ada di

dalamnya. Jadi, lingkungan di sini mempunyai arti luas mencakup

semua hal yang ada di luar organisme yang bersangkutan, misalnya radiasi

matahari, suhu, curah hujan, kelembapan, topografi, parasit, predator, dan

kompetitor (Kendeigh, 1980; Heddy, Soemitro, dan Soekartomo, 1986).

Odum (1993) menyatakan bahwa ekologi adalah suatu studi tentang

struktur dan fungsi ekosistem atau alam dan manusia sebagai

bagiannya. Struktur ekosistem menunjukkan suatu keadaan dari sistem ekologi

pada waktu dan tempat tertentu termasuk keadaan densitas organisme,

biomassa, penyebaran materi (unsur hara), energi, serta faktor-faktor fisik dan

kimia lainnya yang menciptakan keadaan sistem tersebut. Fungsi ekosistem

menunjukkan hubungan sebab akibat yang terjadi secara keseluruhan antar

komponen dalam sistem. Hal ini jelas membuktikan bahwa ekologi

merupakan cabang i lmu yang mempelajari seluruh pola hubungan timbal

balik antara makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup lainnya,

serta dengan semua komponen yang ada di sekitarnya.

Adapun ekologi hutan adalah cabang dari ekologi yang khusus

mempelajari ekosistem hutan. Hutan dipandang sebagai suatu

74

Page 80: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

ekosistem karena hubungan antara masyarakat tetumbuhan pembentuk hutan

dengan binatang liar dan alam lingkungannya sangat erat. Oleh karena itu,

hutan yang dipandang sebagai suatu ekosistem dapat dipelajari dari segi

autekologi maupun sinekologinya (Soerianegara dan Indrawan, 1982). Dari segi

autekologi, maka di hutan bisa dipelajari pengaruh suatu faktor lingkungan

terhadap hidup dan tumbuhnya suatu jenis pohon yang sifat kajiannya

mendekati fisiologi tumbuhan, dapat juga dipelajari pengaruh suatu faktor

lingkungan terhadap hidup dan tumbuhnya suatu jenis binatang liar atau

margasatwa. Bahkan dalam autekologi dapat dipelajari pola perilaku suatu

jenis binatang liar, sifat adaptasi suatu jenis binatang liar, maupun sifat

adaptasi suatu jenis pohon. Dari segi sinekologi, dapat dipelajari berbagai

kelompok jenis tumbuhan sebagai suatu komunitas, misalnya

mempelajari pengaruh keadaan tempat tumbuh terhadap komposisi dan

struktur vegetasi, atau terhadap produksi hutan. Dalam ekosistem hutan itu

bisa juga dipelajari pengaruh berbagai faktor ekologi terhadap kondisi populasi,

baik populasi tumbuhan maupun populasi binatang liar yang ada di dalamnya.

Akan tetapi pada prinsipnya dalam ekologi hutan, kajian dari kedua segi

(autekologi dan sinekologi) itu sangat penting karena pengetahuan tentang

hutan secara keseluruhan mencakup pengetahuan semua komponen

pembentuk hutan, sehingga kajian ini diperlukan dalam pengelolaan sumber

daya hutan.

Hutan dipandang sebagai suatu ekosistem adalah sangat tepat,

mengingat hutan itu dibentuk atau disusun oleh banyak komponen yang

masing-masing komponen tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa dipisah-

75

Page 81: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

pisahkan, bahkan saling memengaruhi dan saling bergantung. Berkaitan

dengan hal tersebut, perlu diperhatikan beberapa definisi tentang hutan

sebagai berikut.

(1) Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber

daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI

No. 41 Tahun 1999).

(1) Hutan adalah lapangan yang ditumbuhi pepohonan yang secara

keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam

lingkungannya atau ekosistem (Kadri dkk., 1992).

(2) Hutan adalah masyarakat tetumbuhan yang dikuasai atau

didominasi oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan

l ingkungan yang berbeda dengan keadaan di luar hutan

(Soerianegara dan Indrawan, 1982).

(3) Hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan binatang yang hidup dalam

lapisan dan di permukaan tanah dan terletak pada suatu kawasan, serta

membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan

dinamis (Arief, 1994).

Jika ditelaah lebih mendalam tentang beberapa pengertian atau definisi

tentang hutan tersebut, maka di dalam pengertian hutan itu terkandung dan

erat kaitannya dengan proses alam yang saling berhubungan. Di antara proses

alam yang dimaksudkan antara lain (Arief, 1994), sebagai berikut :

1. Proses yang berkenaan dengan siklus air dan pengawetan tanah, dan

disebut dengan proses hidrologi. Ini berarti bahwa hutan merupakan

76

Page 82: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

gudang penyimpanan air dan tempat penyerapan air hujan maupun

embun yang akhirnya akan mengalir air ke sungai-sungai di tengah

hutan yang memiliki mata air, dan proses ini berlangsung secara teratur

mengikuti irama alam. Selain itu, adanya komunitas tumbuhan yang

membentuk hutan bisa berperan untuk melindungi tanah dari kekuatan

erosi, serta melestarikan siklus unsur hara di dalamnya.

2. Proses pengendalian iklim maupun pengaruh iklim terhadap

eksistensi hutan. Vegetasi pembentuk hutan merupakan komponen alam

yang mampu mengendalikan iklim melalui pengendalian fluktuasi atau

perubahan unsur-unsur iklim yang ada di sekitarnya, misalnya

temperatur, kelembapan, angin, dan curah hujan, serta menentukan

kondisi iklim setempat dan iklim makro. Sebaliknya, unsur-unsur ikl im

tersebut adalah komponen alam yang memengaruhi kehidupan.

Sehingga curah hujan (air), radiasi matahari, temperatur,

kelembapan, dan angin semuanya sangat memengaruhi kehidupan

yang ada di permukaan bumi.

3. Proses yang berkaitan dengan kesuburan tanah. Tanah hutan

merupakan tempat pembentukan humus yang utama dan tempat

penyimpanan unsur-unsur mineral yang dibutuhkan oleh

tetumbuhan dan akan memengaruhi komposisi dan struktur

vegetasi hutan yang terbentuk. Kesuburan tanah sangat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis batuan induk yang

membentuknya, kondisi selama dalam proses pembentukan, tekstur

dan struktur tanah, kelembapan tanah, suhu tanah, air tanah,

77

Page 83: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

topografi wilayah, vegetasi, dan organisme hidup. Semua faktor tersebut

yang menyebabkan terbentuknya bermacam-macam formasi hutan dan

vegetasi hutan.

4. Keanekaragaman hayati. Hutan merupakan gudang plasma nutfah

(sumber genetik) dari berbagai jenis tumbuhan (flora) dan binatang

(fauna). Jika hutan rusak, dapat dipastikan akan terjadi erosi plasma

nutfah yang akan berakibat punahnya berbagai kehidupan yang tadinya

ada di hutan serta menurunnya keanekaragaman hayati. Perlu

diperhatikan bahwa keanekaragaman hayati merupakan sumber

daya alam yang sangat bermanfaat.

5. Kekayaan sumber daya alam. Hutan merupakan sumber daya alam

yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia karena

dapat memberikan sumbangan hasil alam yang cukup besar bagi

negara. Selain itu, hutan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar

hutan sebagai sumber pemenuhan kebutuhan hidupnya baik berupa

kayu, binatang liar, pangan, rumput, maupun obat-obatan.

6. Objek wisata alam. Hutan mempunyai potensi yang dapat

dimanfaatkan sebagai sumber inspirasi, sarana untuk mengenal dan

mengagumi keagungan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, dan sebagai

tempat rekreasi.

Berdasarkan atas komposisi jenis organisme yang dikaji, maka ekologi

digolongkan menjadi dua sebagai berikut.

1. Autekologi, yaitu ekologi yang mempelajari suatu spesies

organisme atau organisme secara individu yang berinteraksi

78

Page 84: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

dengan lingkungannya. Contoh autekologi misalnya mempelajari sejarah

hidup suatu spesies organisme (baik tumbuhan maupun binatang),

perilaku, dan adaptasinya terhadap lingkungan. Jadi, jika kita

mempelajari hubungan antara pohon Pinus merkusil dengan

lingkungannya, maka itu termasuk autekologi. Contoh lain adalah

mempelajari perilaku hidup siamang (Hylobates syndactylus) di

habitat aslinya, mempelajari kemampuan adaptasi badak jawa

(Rhinoceros sundaicus) di suatu taman nasional Pulau Sumatra,

mempelajari kemampuan adaptasi pohon merbau (Intsia

palembanica) di padang alang-alang, dan lain sebagainya.

2. Sinekologi, yaitu ekologi yang mempelajari kelompok organisme yang

tergabung dalam satu kesatuan dan Baling berinteraksi dalam daerah

tertentu. Misalnya mempelajari struktur dan komposisi spesies

tumbuhan di hutan rawa, hutan gambut, atau di hutan payau,

mempelajari pola distribusi binatang liar di hutan alam, hutan wisata,

suaka margasatwa, atau di taman nasional, dan lain sebagainya.

Berdasarkan atas habitat suatu spesies atau kelompok spesies organisme,

maka ekologi dapat digolongkan sebagai berikut.

1. Ekologi daratan (terestrial), yaitu mempelajari hubungan timbal balik

antara organisme dengan organisme lainnya serta dengan semua

komponen lingkungan yang ada di wilayah daratan. Contoh wilayah

daratan adalah tegalan, kebun, ladang, hutan lahan kering, padang

rumput, atau. gurun.

2. Ekologi air tawar (freshwater), yaitu mempelajari hubungan timbal balik

79

Page 85: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

antara organisme dengan organisme lainnya serta dengan semua

komponen lingkungan yang ada di wilayah perairan tawar. Contoh

wilayah perairan tawar adalah danau, sungai, kolam, sumur, rawa,

atau. sawah.

3. Ekologi bahari, yaitu mempelajari hubungan timbal balik antara

organisme dengan organisme lainnya serta dengan semua

komponen lingkungan yang ada di wilayah perairan asin atau

lautan.

4. Ekologi estuarin, yaitu mempelajari hubungan timbal balik antara

organisme dengan organisme lainnya serta dengan semua

komponen lingkungan yang ada di wilayah perairan payau. Contoh

wilayah perairan payau adalah muara sungai, daerah perairan

pantai dan teluk.

5. Ekologi hutan, yaitu mempelajari hubungan timbal batik antara

organisme dengan organisme lainnya serta dengan semua

komponen lingkungan yang ada di ekosistem hutan.

6. Ekologi padang rumput, yaitu mempelajari hubungan timbal balik antara

organisme dengan organisme lainnya serta dengan semua komponen

lingkungan yang ada di ekosistem padang rumput.

Mempelajari ekologi hutan merupakan kegiatan manusia secara

menyeluruh dengan tujuan mengarahkan atau memelihara ekosistem hutan

dalam keadaan yang memungkinkan untuk selalu bisa dijadikan sebagai

sumber pemenuhan kebutuhan manusia sepanjang masa. Mengingat hutan

merupakan suatu ekosistem, dan setiap ekosistem apapun dibentuk oleh

80

Page 86: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

banyak komponen baik komponen hayati maupun komponen non hayati, maka

semua informasi tentang masing-masing komponen sangat penting, dan

untuk itu diperlukan bidang ilmu yang relevan terhadap kajian komponen

ekosistem. Oleh karena itu, beberapa bidang ilmu yang relevan dengan ekologi

hutan diuraikan sebagai berikut (Arief, 1994; Soerianegara dan Indrawan,

1982).

Tanah adalah tubuh alam (bumi) yang berasal dari berbagai campuran

hasil pelapukan oleh iklim dan terdiri atas komposisi bahan organik dan

anorganik yang menyelimuti bumi, sehingga mampu menyediakan air, udara,

dan hara bagi tumbuhan, serta sebagai tempat berdiri tegaknya tumbuh-

tumbuhan. Ilmu tanah murni disebut pedologi, sedangkan ilmu yang mempelajari

tanah dari sudut pandang sebagai faktor tempat tumbuh disebut edafologi.

Kesuburan tanah memengaruhi keadaan tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di

atasnya. Kesuburan tanah akan berpengaruh terhadap tipe vegetasi yang

terbentuk serta berpengaruh terhadap keproduktifan hutan. Oleh karena itu,

tanah merupakan salah satu faktor pembatas alam yang memengaruhi

pertumbuhan semua spesies tumbuhan, struktur, dan komposisi vegetasi,

sehingga akan berpengaruh terhadap tipe hutannya.

Indriyanto (2005) menyatakan bahwa kajian dari segi autekologi

terhadap makhluk hidup yang ada di dalam hutan hampir sama dengan kajian

fisiologi (fisiologi tumbuhan maupun fisiologi hewan). Telah dikemukakan

bahwa fisiologi mempelajari proses kerja yang terjadi dalam tubuh

organisme. Salah satu proses yang terjadi di dalam tubuh organisme ada

proses yang bersifat kimia yang dinamakan proses biokimia. Sebagai contoh

81

Page 87: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

pengetahuan tentang proses pembentukan resin pada pohon anggota genus

Pinus, pembentukan damar pada pohon anggota famili Dipterocarpaceae,

pembentukan lateks pada pohon Hevea brassiliensis, Dyers costulata,

pembentukan kopal pada pohon anggota genus Agathis, pembentukan

kemenyan pada pohon Styrax benzoin, dan pengetahuan tentang proses

biokimia lainnya sangat diperlukan. Hal ini dimaksudkan agar dapat

diketahui unsur-unsur lingkungan apa yang berpengaruh terhadap

produksi resin, damar, lateks, kopal, atau kemenyan.

Sebuah ekosistem terdiri atas komponen hayati (makhluk hidup) dan

non hayati yang antara kedua komponen tersebut saling berinteraksi (Odum,

1993). Sehingga hubungan timbal balik (interaksi) antara tumbuhan,

binatang, manusia, dan unsur lingkungan lainnya di mana tumbuhan, binatang,

atau manusia itu hidup, bagaimana mereka hidup, dan mengapa mereka hidup

di suatu habitat.

Cagar alam dan suaka margasatwa, taman burung dan taman wisata,

taman laut, taman nasional, hutan lindung, dan hutan produksi, semuanya

merupakan suatu ekosistem. Manusia yang memanfaatkan atau mengelola

ekosistem tersebut harus mempunyai pengetahuan ekologi (ekologi hutan)

dan mau menerapkan dalam setiap kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan

hutan, sehingga hutan dapat dimanfaatkan secara maksimal dan

kelestariannya terjamin. Bahkan seharusnya pengetahuan ekologi hutan

menjadi prasyarat bagi profesi rimbawan, bagi para. petugas yang mengelola

ekosistem hutan, bagi para pecinta alam dan lingkungan, dan bagi siapa pun

yang ingin memanfaatkan atau mempunyai kepentingan dengan ekosistem

82

Page 88: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

hutan (Manan, 1978). Dengan demikian, kesalahan yang mungkin terjadi

dalam melakukan pengelolaan terhadap semua jenis ekosistem hutan dapat

dicegah dan dihindari.

Dalam bidang pembinaan hutan, dapat dikemukakan bahwa

silvikultur sesungguhnya sama dengan penerapan ekologi hutan untuk aspek

budi daya pohon hutan. Manan (1978) menyatakan bahwa pentingnya

menerapkan konsep ekologi dalam perhutanan, hal itu sebagai respons

terhadap adanya upaya penanaman secara monokultur yang dilakukan besar-

besaran. Sesungguhnya yang dinamakan silvikultur intensif (intensive

silviculture) itu hanya bisa bertahan jika dilakukan pemberian pupuk,

pemberantasan hama dan penyakit, Beserta perlindungan secara intensif

terhadap kebakaran. Gejala tersebut sudah mulai tampak dan terasa dalam

pengelolaan hutan jati dan hutan tusam di Indonesia, sehingga memang

lebih baik berhatihati dalam membangun hutan monokultur, tegakan murni,

ataupun hutan seumur dalam Skala besar.

Berdasarkan atas uraian di atas, maka logis (masuk akal) bahwa setiap

langkah dan tindakan manusia dalam mengelola sumber daya alam seperti air,

tanah, mineral, minyak bumi, energi, dan hutan akan selalu mengakibatkan

perubahan yang positif maupun negatif. Dalam hal demikian, pengetahuan

ekologi dapat membantu manusia untuk memanfaatkan dan melestarikan

sumber daya alam. Oleh karena itu, di bidang perhutanan, kesalahan

pengelolaan hutan dapat dihindari jika semua orang yang terkait dengan

ekosistem hutan itu memahami aturan main ekologi yang disebut sebagai

konsep ekologi.

83

Page 89: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Penebangan hutan atau penjarangan pohon yang dilakukan terlalu

keras, kesalahan memilih jenis pohon untuk reboisasi, pemasukan jenis asing

tanpa pengujian dan percobaan lapangan terlebih dahulu, konversi

hutan alam di pegunungan menjadi hutan tanaman monokultur,

penebangan hutan tanpa keahlian rimbawan, pembakaran hutan,

perladangan berpindah, dan kegiatan lain yang merusak ekosistem

hutan, semuanya akan berakibat parch dan mengancam kelestarian sumber

daya hutan di Indonesia. Dengan demikian, para rimbawan dan calon

rimbawan harus berpandangan jauh ke depan tentang kelestarian hutan,

dan perlu membekali diri dengan pengetahuan ekologi hutan. Menurut

saran yang dikemukakan oleh Manan (1978): "Lebih baik berhemat dalam

memanfaatkan kekayaan nasional berupa hutan daripada di kemudian hari

kita dan generasi kita mewarisi jutaan hektar padang alang-alang yang

gersang."

2.2.3. Ekosistem Hutan

Istilah ekosistem pertama kali diusulkan oleh seorang ahli ekologi

berkebangsaan Inggris bernama A.G. Tansley pada tahun 1935,

meskipun tentu saja konsep itu sama sekali bukan merupakan konsep yang

baru. Terbukti bahwa sebelum akhir tahun 1800-an, pernyataan resmi tentang

istilah dan konsep yang berkaitan dengan ekosistem mulai terbit cukup menarik

dalam literatur-literatur ekologi di Amerika, Eropa, dan Rusia (Odum, 1993).

Beberapa penulis lain telah menggunakan istilah yang berbeda, tetapi

maksudnya sama dengan ekosistem. Misalnya pada tahun 1877 seorang ahli

84

Page 90: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

ekologi bangsa Jerman bernama Karl Mobius telah menulis tentang komunitas

organisme dalam batu karang, dan menggunakan istilah yang mempunyai

makna sama dengan ekosistem yaitu biocoenosis (biokoenosis). Pada tahun

1887 seorang ahli ekologi berkebangsaan Amerika bernama S.A. Forbes telah

menulis karangan kuno tentang danau, dan menggunakan istilah yang

mempunyai makna sama dengan ekosistem, yaitu microcosm (mikrokosm).

Pada periode tahun 1846-1903 seorang ahli ekologi bangsa Rusia bernama V.V.

Dokuchaev dan seorang ahli ekologi hutan bangsa Rusia bernama G.F.

Morozov telah menaruh perhatian besar terhadap ekosistem dan menggunakan

istilah yang mempunyai makna sama dengan ekosistem yaitu

biokoenosis, sedangkan di kalangan ahli ekologi bangsa Rusia Bering

menggunakan istilah geobiokoenosis yang memiliki makna sama dengan

ekosistem. Demikian juga masih ada ahli-ahli ekologi lainnya yang telah

menggunakan istilah yang mempunyai makna sama dengan ekosistem antara

lain: Friederichs pada tahun 1930 menggunakan istilah holocoenl holokoen,

Thieneman pada tahun 1939 menggunakan istilah biosystem-biosistem,

Vernadsky pada tahun 1944 menggunakan istilah bioenert body (Odum, 1993).

Beberapa definisi tentang ekosistem dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Ekosistem, yaitu suatu unit ekologi yang di dalamnya terdapat struktur

dan fungsi (Setiadi, 1983). Struktur yang dimaksudkan dalam definisi

ekosistem tersebut adalah berhubungan dengan keanekaragaman

spesies (species diversity). Pada ekosistem yang strukturnya kompleks,

maka akan memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi. Adapun kata

fungsi yang dimaksudkan dalam definisi ekosistem menurut A.G. Tansley

85

Page 91: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

adalah berhubungan dengan siklus materi dan arus energi melalui

komponen-komponen ekosistem.

2. Ekosistem, yaitu tatanan kesatuan secara kompleks di dalamnya terdapat

habitat, tumbuhan, dan binatang yang dipertimbangkan sebagai unit

kesatuan secara utuh, sehingga semuanya akan menjadi bagian

mats rantai siklus materi dan aliran energi (Setiadi, 1983).

3. Ekosistem, yaitu unit fungsional dasar dalam ekologi yang di dalamnya

tercakup organisms dan lingkungannya (lingkungan biotik dan abiotik)

dan di antara keduanya saling memengaruhi (Odum, 1993). Ekosistem

dikatakan sebagai suatu unit fungsional dasar dalam ekologi karena

merupakan satuan terkecil yang memiliki komponen secara lengkap,

memiliki relung ekologi secara lengkap, serta terdapat proses ekologi secara

lengkap, sehingga di dalam unit ini siklus materi dan arus energi terjadi

sesuai dengan kondisi ekosistemnya.

4. Ekosistem, yaitu tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap

unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi (UU Lingkungan Hidup

Tahun 1999). Unsur-unsur lingkungan hidup baik unsur biotik maupun

abiotik, baik makhluk hidup maupun benda coati, semuanya tersusun

sebagai satu kesatuan dalam ekosistem yang masing-masing tidak bisa

berdiri sendiri, tidak bisa hidup sendiri, melainkan saling

berhubungan, saling mempengaruhi, saling berinteraksi, sehingga tidak

dapat dipisah-pisahkan.

5. Ekosistem, yaitu suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh

hubungan t imbal bal ik antara makhluk h idup dengan

86

Page 92: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

lingkungannya. Tingkatan organisasi ini dikatakan sebagai suatu sistem

karena memiliki komponen dengan fungsi berbeda yang terkoordinasi

secara baik sehingga masing-masing komponen terjadi hubungan timbal

balik. Hubungan timbal balik terwujudkan dalam rantai makanan yang pada

setiap proses ini terjadi aliran energi dan siklus materi.

Semua ekosistem, baik ekosistem terestrial (daratan) maupun

akuatik (perairan) terdiri atas komponen-komponen yang dapat dikelompokkan

berdasarkan segi trofik atau nutrisi dan segi struktur dasar ekosistem (Odum,

1993). Pengelompokan masing-masing komponen ekosistem dari tiap segi

tersebut berdasarkan atas segi struktur dasar ekosistem, maka komponen

ekosistem terdiri atas dua jenis sebagai berikut (Gopal dan Bhardwaj, 1979;

Setiadi, 1983) sebagai berikut :

1. Komponen biotik (komponen makhluk hidup), misalnya tetumbuhan dan

mikroba.

2. Komponen abiotik (komponen benda coati), misalnya air, udara, tanah, dan

energi.

Berdasarkan segi trofik atau nutrisi, maka komponen biotik dalam

ekosistem terdiri atas dua jenis sebagai berikut (Odum, 1993; Gopal dan

Bhardwaj, 1979; Resosoedarmo dkk., 1986; Irwin, 1992).

1. Komponen autotrofik (autotrophic). Kata autotrofik berasal dari kata autos

artinya sendiri, dan trophikos artinya menyediakan makanan. Komponen

autotrofik, yaitu organisme yang mampu menyediakan atau mensintesis

makanannya sendiri berupa bahan organik berasal dari bahan-bahan

anorganik dengan bantuan klorofil dan energi utama berupa radiasi

87

Page 93: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

matahari. Oleh karena itu, organisme yang mengandung klorofil termasuk

ke dalam golongan autotrof dan pada umumnya adalah golongan

tetumbuhan. Pada komponen autrofik terjadi pengikatan energi radiasi

matahari dan sintesis bahan anorganik menjadi bahan organik kompleks.

2. Komponen heterotrofik (heterotrofhic). Kata heterotrof berasal dari kata

hetero artinya berbeda atau lain, dan trophikos artinya menyediakan

makanan. Komponen heterotrofik, yaitu organisme yang hidupnya selalu

memanfaatkan bahan organik sebagai bahan makanannya, sedangkan

bahan organik yang dimanfaatkan itu disediakan oleh organisme lain. Jadi,

komponen heterotrofik memperoleh bahan makanan dari komponen

autotrofik, kemudian sebagian anggota komponen ini menguraikan

bahan organik kompleks ke dalam bentuk bahan anorganik yang

sederhana. Dengan demikian, binatang, jamur, jasad renik termasuk ke

dalam golongan komponen heterotrofik.

Odum (1993) mengemukakan bahwa semua ekosistem apabila ditinjau

dari segi struktur dasarnya terdiri atas empat komponen. Pernyataan yang

serupa juga dikemukakan oleh Resosoedarmo dkk. (1986) bahwa ekosistem

ditinjau dari segi penyusunnya terdiri atas empat komponen, yaitu komponen

abiotik, komponen biotik yang mencakup produsen, konsumen, dan pengurai.

Masing-masing dari empat komponen tersebut diuraikan sebagai berikut.

1. Komponen abiotik (benda coati atau nonhayati), yaitu komponen fisik dan

kimia yang terdiri etas tanah, air, udara, sinar matahari, dan lain sebagainya

yang berupa medium atau substrat untuk berlangsungnya kehidupan.

Setiadi (1983), komponen biotik dari suatu ekosistem dapat meliputi

88

Page 94: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

senyawa dari elemen inorganik misalnya tanah, air, kalsium, oksigen,

karbonat, fosfat, dan berbagai ikatan senyawa organik. Selain itu, juga ada

faktorfaktor fisik yang terlibat misalnya uap air, angin, dan radiasi matahari.

2. Komponen produsen, yaitu organisme autotrofik yang pada umumnya

berupa tumbuhan hijau. Produsen menggunakan energi radiasi matahari

dalam proses fotosintesis, sehingga mampu mengasimilasi CO2 dan H20

menghasilkan energi kimia yang tersimpan dalam karbohidrat. Energi kimia

inilah sebenarnya merupakan sumber energi yang kaya senyawa karbon.

Dalam proses fotosintesis tersebut, oksigen dikeluarkan oleh tumbuhan hijau

kemudian dimanfaatkan oleh semua makhluk hidup di dalam proses

pernapasan.

3. Komponen konsumen, yaitu organisme heterotrofik misalnya binatang dan

manusia yang makan organisme lain. Jadi, yang disebut sebagai konsumen

adalah semua organisme dalam ekosistem yang menggunakan hasil

sintesis (bahan organik) dari produsen atau dari organisme lainnya.

Berdasarkan kategori tersebut, make yang termasuk konsumen adalah

semua jenis binatang dan manusia yang terdapat dalam suatu ekosistem.

Konsumen dapat digolongkan ke dalam: konsumen pertama, konsumen

kedua, konsumen ketiga, clan mikrokonsumen (Resosoedarmo dkk., 1986;

Setiadi, 1983).

a. Konsumen pertama adalah golongan herbivora, yaitu binatang yang

makan tetumbuhan hijau. Contoh organisme yang termasuk herbivora

adalah serangga, rodensia, kelinci, kijang, sapi, kerbau, kambing,

zooplankton, crustaceae, dan mollusca.

89

Page 95: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

b. Konsumen kedua adalah golongan karnivora kecil clan omnivore.

Karnivora kecil, yaitu binatang yang berukuran tubuh lebih kecil dari

karnivora besar dan memakan binatang lain yang masih hidup, misalnya

anjing, kucing, rubah, anjing hutan, burung prenjak, burung jalak, dan

burung gagak.

c. Konsumen ketiga adalah golongan karnivora besar (karnivora tingkat

tinggi). Karnivora besar, yaitu binatang yang memakan atau memangsa

karnivora kecil, herbivore, maupun omnivore, misalnya singe, harimau,

serigala, dan burung rajawali.

d. Mikrokonsumen adalah tumbuhan atau binatang yang hidupnya

sebagai parasit, scavenger, dan saproba. Parasit tumbuhan maupun

binatang hidupnya bergantung kepada sumber makanan dari

inangnya. Sedangkan scavenger dan saproba hidup dengan makan

bangkai binatang dan tumbuhan yang telah mati.

4. Komponen pengurai, yaitu mikroorganisme yang hidupnya

bergantung kepada bahan organik dari organisme mati (binatang,

tumbuhan, dan manusia yang telah mati). Mikroorganisme pengurai

tersebut pada umumnya terdiri atas bakteri dan jamur. Berdasarkan atas

tahap dalam proses penguraian bahan organik dari organisme mati, make

organisme pengurai terbagi atas dekomposer dan transformer (Setiadi,

1983). Dekomposer, yaitu mikroorganisme yang menyerang bangkai

hewan dan sisa tumbuhan mati, kemudian memecah bahan organik

kompleks ke dalam ikatan yang lebih sederhana, dan proses dekomposisi

itu disebut humifikasi yang menghasilkan humus. Transformer, yaitu

90

Page 96: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

mikroorganisme yang meneruskan proses dekomposisi dengan mengubah

ikatan organik sederhana ke dalam benhik bahan anorganik yang

siap dimanfaatkan lagi oleh produsen (tetumbuhan), dan proses

dekomposisi itu disebut mineralisasi yang menghasilkan zat hara.

Pada semua ekosistem dengan tingkat organisasi yang berbeda-

beda, di dalamnya selalu terdapat empat komponen utama, selalu terjadi

interaksi antar komponen, dan terdapat proses ekologi yang secara umum

sama (Resosoedarmo dkk., 1986). Perbedaan antarekosistem yang

tingkat organisasinya berbeda itu hanya terletak pada beberapa hal antara lain:

1. jumlah spesies organisme produsen yang menjadi komponen ekosistem,

2. jumlah spesies organisme konsumen yang menjadi komponen

ekosistem,

3. jumlah spesies organisme pengurai yang menjadi komponen ekosistem,

4. jumlah dan jenis komponen abiotik yang terdapat dalam ekosistem,

5. kompleksitas atau kerumitan interaksi antarkomponen dalam ekosistem,

6. tiap-tiap proses ekologi yang berjalan dalam ekosistem.

Irwan (1992), bahwa ekosistem itu mempunyai keteraturan sebagai

perwujudan dari kemampuan ekosistem untuk memelihara diri sendiri,

mengatur diri sendiri, dan dengan sendirinya mengadakan keseimbangan

kembali. Keseimbangan yang terdapat dalam suatu ekosistem disebut

homeostatis, yaitu kemampuan ekosistem untuk menahan berbagai perubahan

dalam sistem secara keseluruhan (Resosoedarmo dkk., 1986).

Homeostatic berasal dari kata homeo yang artinya sama, dan static

yang artinya berdiri (Odum, 1993). Oleh karena itu, homeostatis itu

91

Page 97: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

sesungguhnya adalah kestabilan yang dinamis, karena perubahan-perubahan

yang terjadi pada ekosistem akan tetap mengarah kepada tercapainya

keseimbangan barn. Keseimbangan ekosistem itu diatur oleh berbagai faktor

yang sangat kompleks (rumit). Faktor-faktor yang terlibat dalam mekanisme

keseimbangan ekosistem antara lain mencakup mekanisme yang

mengatur penyimpanan bahan-bahan, pelepasan hara, pertumbuhan

organisme dan populasi, proses produksi, serta dekomposisi bahan-

bahan organik.

Berdasarkan uraian tersebut, maka kondisi ekosistem dalam

keseimbangan (homeostatis) mempunyai arti bahwa ekosistem itu telah

mantap atau telah mencapai klimaks, sehingga ekosistem mempunyai daya

tahan yang besar untuk menghadapi berbagai gangguan yang .

menimpannya. Daya tahan ekosistem dalam menghadapi gangguan

sangat bergantung kepada usia dari ekosistem tersebut. Ekosistem muda

tentu mempunyai daya tahan yang lebih rendah dibandingkan dengan

ekosistem dewasa (tua).

Daya tahan ekosistem yang besar menunjukkan bahwa ekosistem

mampu menghadapi gangguan, sehingga perubahan-perubahan yang terjadi

akibat gangguan itu masih ditolerir bahkan ekosistem mampu pulih kembali

dan menuju kepada kondisi keseimbangan. Berkaitan dengan daya tahan

ekosistem seperti tersebut, di dalam ekologi terdapat istilah yang dikenal

dengan daya lenting. Soemarwoto (1983), daya lenting (resilience)

menunjukkan kemampuan ekosistem untuk pulih setelah terkena

gangguan. Makin cepat kondisi ekosistem itu pulih berarti makin pendek

92

Page 98: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

masa pulih, makin banyak gangguan yang dapat ditanggulangi, sehingga

berarti juga makin besar atau makin tinggi daya lentingnya.

Suatu ekosistem yang ingin dipertahankan sifat-sifatnya seperti taman

nasional, cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata, taman burung, taman

hutan raga, serta jenis ekosistem lainnya, harus memiliki daya lenting yang

tinggi. Irwan (1992) mengemukakan bahwa setiap ekosistem akan

memberikan tanggapan (respons) terhadap suatu gangguan. Tanggapan

ekosistem terhadap gangguan dilakukan sesuai dengan daya lentingnya.

Daya lenting merupakan sifat suatu ekosistem yang memberikan

kemungkinan ekosistem tersebut pulih kembali ke keseimbangan semula

setelah mengalami gangguan. Oleh karena itu, suatu ekosistem yang

mendapat gangguan ada kemungkinan kembali kepada kondisi keseimbangan

seperti semula atau juga berkembang menuju kepada keseimbangan baru

yang berbeda dengan kondisi awal, hal demikian bergantung kepada

besar kecilnya gangguan yang dialami dan bergantung kepada besar kecilnya

daya lenting yang dimiliki ekosistem.

Gangguan yang jauh melebihi daya lenting suatu eksosistem, akan

menciptakan dinamika yang mengarah kepada terbentuknya kondisi

ekosistem yang menyimpang atau berbeda dengan ekosistem

sebelumnya. Bahkan Resosoedarmo dkk. (1986) mengemukakan bahwa suatu

ekosistem itu mempunyai daya lenting (daya tahan) yang besar, tetapi pada

umumnya batas mekanisme keseimbangan dinamis (homeostatic) masih dapat

diterobos oleh kegiatan manusia. Misalnya aktivitas penebangan/eksploitasi

hutan alam yang berlebihan, apalagi penebangan liar serta perambahan yang

93

Page 99: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

dilakukan terhadap kawasan pelestarian alam (taman nasional, hutan wisata,

suaka alam, dan lain sebagainya), dan hutan lindung merupakan suatu

kegiatan yang seringkah melampaui batas mekanisme homeostatic

dalam ekosistem hutan. Kegiatan inilah yang disebut dengan merusak hutan

karena ekosistem hutan dapat berubah secara permanen atau bahkan rusak

sama sekali.

Semua makhluk hidup mempunyai tempat hidup yang disebut habitat

(Soemarwoto, 1983; Resosoedarmo dkk., 1986; Irwan, 1992; Odum, 1993).

Kalau kita ingin mencari atau ingin berjumpa dengan suatu organisme tertentu,

maka harus tabu lebih dahulu tempat hidupnya (habitat), sehingga ke habitat

itulah kita pergi untuk mencari atau berjumpa dengan organisme

tersebut. Oleh sebab itu, habitat suatu organisme bisa juga disebut alamat

organisme itu (Resosoedarmo dkk., 1986; Irwan, 1992).

Semua organisme atau makhluk hidup mempunyai habitat atau tempat

hidup. Contohnya, habitat pans dan ikan hie adalah air laut, habitat ikan mas

adalah air tawar, habitat buaya muara adalah perairan payau, habitat monyet

dan harimau adalah hutan, habitat pohon bakau adalah daerah pasang curet,

habitat pohon butun dan ketapang adalah hutan pantai, habitat Cemara di

gunung adalah hutan dataran tinggi, habitat manggis adalah hutan dataran

rendah dan hutan rawa, habitat ramin adalah hutan gambut dan daerah

dataran rendah lainnya, pohon-pohon anggota famili pada umumnya hidup di

daerah dataran rendah, pohon aren habitatnya di tanah darat dataran

rendah hingga daerah pegunungan, dan pohon durian habitatnya di

tanah darat dataran rendah.

Page 100: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Istilah habitat dapat juga dipakai untuk menunjukkan tempat

tumbuh sekelompok organisme dari berbagai spesies yang membentuk suatu.

komunitas. untuk tempat hidup suatu padang rumput dapat menggunakan

habitat padang rumput, untuk hutan mangrove dapat menggunakan istilah

habitat hutan mangrove, untuk hutan pantai dapat menggunakan habitat

hutan pantai, untuk hutan rawa dapat menggunakan habitat hutan

rawa, dan lain sebagainya. Dalam hal seperti ini, maka habitat sekelompok

organisme mencakup organisme lain yang merupakan komponen lingkungan

(komponen lingkungan biotik) dan komponen lingkungan abiotik

(Resosoedarmo dkk., 1986). bahwa habitat suatu organisme itu pada

umumnya mengandung faktor ekologi yang sesuai dengan persyaratan hidup

organisme yang menghuninya. Persyaratan hidup setiap organisme

merupakan kisaran faktor-faktor ekologi yang ada dalam habitat dan diperlukan

oleh setiap organisme untuk mempertahankan hidupnya. Kisaran faktor-faktor

ekologi bagi setiap organisme memiliki perbedaan pada batas bawah disebut

titik minimum, batas atas disebut titik maksimum, di antara titik minimum dan

titik maksimum disebut titik optimum. Ketiga titik tersebut dinamakan titik

kardinal.

Oleh karena itu, setiap organisme mempunyai habitat yang sesuai

dengan kebutuhannya. Apabila ada gangguan yang menimpa pada habitat

akan menyebabkan terjadi perubahan pada komponen habitat, sehingga ada

kemungkinan habitat menjadi tidak cocok bagi organisme yang menghuninya.

Jadi, apabila kondisi habitat berubah hingga di luar titik minimum dan

maksimum (di luar kisaran faktor-faktor ekologi) yang diperlukan oleh

94

95

Page 101: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

setiap organisme di dalamnya, maka organisme itu dapat pindah (migrasi) ke

tempat lain. Jika perubahan yang terjadi dalam habitat berjalan lambat,

misalnya berjalan selama beberapa generasi, maka organisme yang

menghuninya pada umumnya bisa menyesuaikan diri dengan kondisi yang

baru meskipun di luar batas-batas semula. Melalui proses adaptasi

(penyesuaian diri) tersebut, lama-lama terbentuklah ras-ras baru yang

mempunyai sifat berbeda dengan sebelumnya.

Perlu diketahui bahwa habitat organisme bisa lebih dari satu

tempat. Misalnya burung pipit mempunyai habitat di sawah untuk aktivitas

mencari makan, juga mempunyai habitat di atas pepohonan untuk bertelur.

Habitat ikan salem ketika dewasa adalah di laut, waktu akan bertelur pindah

habitatnya di sungai, bahkan sampai ke hulu sungai. Ikan salem bertelur

di hulu sungai dan anak yang telah ditetaskan akan tinggal bertahun-tahun

di sungai, kemudian ketika memasuki fase dewasa ikan salem itu pindah

habitat lagi ke laut (Soemarwoto, 1983). Pohon matoa (Pometia pinnata)

mempunyai habitat di pinggir sungai, juga di daerah yang bertanah liat, tanah

pasir atau lempung di hutan daratan dataran rendah hingga di hutan

pegunungan (ketinggian tempat kurang dari 1.700 m dpl.). Pohon

kempas (Koompassia malaccensis) mempunyai habitat di hutan rawa, juga

di hutan daratan dengan tanah liat atau pasir yang ketinggian tempatnya

adalah 0-600 m dpl.

Relung (niche) menunjukkan peranan fungsional dan posisi suatu

organisme dalam ekosistem (Heddy dkk., 1986). Resosoedarmo dkk. (1986),

relung yaitu posisi atau status organisme dalam suatu komunitas atau

96

Page 102: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

ekosistem tertentu. Relung suatu organisme ditentukan oleh tempat

hidupnya (habitat) dan oleh berbagai fungsi yang dikerjakannya,

sehingga dikatakan sebagai profesi organisme dalam habitatnya. Profesi

organisme menunjukkan fungsi organisme dalam habitatnya. Berbagai

organisme dapat hidup bersama dalam satu habitat. Akan tetapi, jika dua

atau lebih organisme mempunyai relung yang sama dalam satu habitat, maka

akan terjadi persaingan. Makin besar kesamaan relung dari organisme-

organisme yang hidup bersama dalam satu habitat, maka makin intensif

persaingannya.

Energi didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan kerja (Odum,

1993). Manusia memerlukan energi untuk berjalan, untuk berpikir, dan untuk

aktivitas lainnya. Bentuk-bentuk energi yang nyata berguna bagi organisme

hidup dapat berupa energi mekanik, energi kimia, energi radiasi, dan energi

panas. Energi yang dimiliki oleh setiap organisme hidup adalah energi kimia

yang diperoleh dari makanannya dalam bentuk protein, karbohidrat,

lemak, dan sebagainya. Energi tersebut diciptakan pertama kali pada tingkatan

produsen, yaitu tumbuhan hijau dengan mengubah energi matahari ke dalam

bentuk energi potensial. Energi potensial adalah energi yang tersimpan dan

dapat digunakan untuk melakukan kerja, contohnya protein, karbohidrat,

dan lemak. Adapun energi kinetik merupakan energi yang terlepaskan

atau energi yang dibebaskan oleh organisme berupa energi gerak. bahwa

energi di alam bebas atau di dalam ekosistem ini tunduk pada hukum

termodinamika, yaitu hukum termodinamika I dan hukum termodinamika II

(Odum, 1993 dalam Indriyanto, 2005), sebagai kerikut :

Page 103: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

1. Hukum termodinamika I berbunyi: "energi dapat diubah dari satu bentuk

energi ke bentuk energi yang lain, tetapi tidak pernah dapat diciptakan atau

dimusnahkan". Misalnya, energi cahaya sebagai bentuk energi dapat

diubah menjadi energi kinetik, dapat diubah menjadi energi panas, dan

dapat diubah menjadi energi potensial dalam suatu makanan bergantung

kepada keadaan, tetapi tak satu pun dari energi tersebut dimusnahkan,

bahwa penyerapan radiasi matahari oleh daratan dan lautan akan

mengakibatkan adanya suatu daerah yang panas dan dingin, timbul

perbedaan tekanan udara antar daerah panas dan dingin, sehingga

timbullah gerakan udara dari daerah bertekanan udara tinggi ke daerah

bertekanan udara rendah. Gerakan udara itu yang disebut angin dan dapat

dimanfaatkan untuk menggerakkan kincir angin untuk berbagai keperluan.

Hal itu suatu bukti bahwa energi tidak dimusnahkan, tetapi diubah dari

bentuk energi yang satu ke bentuk energi lainnya. Memang hukum

tersebut menerangkan bahwa energi itu dapat diubah-ubah bentuknya,

dan semua energi yang memasuki organisme, populasi, atau

ekosistem dapat dianggap sebagai energi yang tersimpan atau

terlepaskan. Jadi, organisme dapat dianggap sebagai salah satu komponen

pengubah energi dalam sistem ekologi.

2. Hukum termodinamika II berbunyi: "setiap terjadi perubahan bentuk energi,

pasti terjadi degradasi energi dari bentuk energi yang terpusat menjadi

bentuk energi yang terpencar, dan di dalam proses transformasi energi

selalu melepaskan panas dalam bentuk energi yang tidak dapat digunakan".

Misalnya, benda yang panas pasti akan menyebarkan panas ke lingkungan

97

98

Page 104: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

yang suhunya lebih rendah. Dalam proses fotosintesis tidak semua energi

radiasi matahari yang diterima oleh tumbuhan hijau diubah menjadi energi

kimia (energi potensial) dalam bentuk pangan (karbohidrat, protein, dan

lemak), tetapi sebagian dari energi itu dilepaskan ke lingkungan sebagai

energi panas. Oleh karena itu, tidak ada sistem pengubahan energi yang

berjalan secara efisien (tidak ada. yang 100%). Hukum ini berguna untuk

menerangkan bahwa meskipun energi itu tidak pernah hilang (tidak pernah

musnah atau hancur) dari sistem alam, tetapi energi tersebut sebagian

akan berubah menjadi bentuk energi yang kurang bermanfaat. Misalnya,

suatu energi yang diambil binatang dari tumbuhan atau dari binatang lain

biasanya dalam bentuk makanan padat dan bermanfaat untuk keperluan

hidupnya. Akan tetapi, sebagian dari energi itu akan keluar dari tubuh

binatang berupa energi panas karena melakukan kegiatan. Energi panas

inilah merupakan energi yang terbuang tanpa guna.

Kedua proses tersebut (aliran energi dan siklus materi) berjalan melalui

rantai makanan. Adanya aliran energi dan siklus materi yang berjalan melalui

rantai makanan, menyebabkan rantai makanan menjadi salah satu proses ekologi

yang mewujudkan hubungan timbal balik antar organisme atau dengan

lingkungannya. Di samping itu, berdasarkan tingkat energi yang diperoleh

setiap komponen dalam rantai makanan (mencakup produsen dan konsumen),

maka komponen tersebut dapat digolongkan ke dalam beberapa golongan sesuai

dengan tingkat energi atau tingkat nutrisi yang disebut dengan tingkat trofik.

Rantai makanan, yaitu transfer atau pemindahan energi dari sumbernya

melalui serangkaian organisme yang dimakan dan yang memakan (Odum,

99

Page 105: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

1993). Mengingat energi makanan itu ada dalam bentuk energi kimia atau

energi potensial, dan di dalamnya mengandung energi dan materi, maka rantai

makanan dapat didefinisikan sebagai transfer atau pemindahan energi

dan materi melalui serangkaian organisme.

Di dalam suatu ekosistem hanya tumbuhan hijau yang mampu

menangkap energi radiasi matahari dan mengubahnya ke dalam bentuk energi

kimia dalam tubuh tumbuhan, misalnya karbohidrat, protein, dan lemak. Energi

makanan yang dibuat oleh tumbuhan hijau itu sebagian digunakan untuk dirinya

sendiri dan sebagian lagi merupakan sumber daya yang dimanfaatkan oleh

herbivore. Herbivore dimangsa oleh karnivora, dan karnivora dimangsa oleh

karnivora lainnya, demikian seterusnya terjadilah proses pemindahan energi

dan materi dari satu organisme ke organisme lain dan ke lingkungannya. Dari hal

tersebut dapat terlihat bahwa suatu kehidupan dapat menyokong kehidupan

lainnya. Dengan kata lain, dari satu organisme ke organisme yang lain akan

terbentuk suatu rantai yang disebut dengan rantai makanan. Semakin pendek

rantai makanan, maka semakin dekat jarak antara organisme pada permulaan

rantai dan organisme pada ujung rantai, sehingga semakin besar energi yang

dapat disimpan dalam tubuh organisme di ujung rantai makanan

(Resosoedarmo dkk., 1986).

Pada prinsipnya, rantai makanan dapat dibedakan ke dalam tiga

kelompok sebagai berikut.

1. Rantai pemangsa, yaitu pemindahan energi dan materi dari produsen

(tumbuhan) ke binatang kecil, kemudian ke binatang yang besar, dan

berakhir pada binatang paling besar termasuk manusia.

100

Page 106: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

2. Rantai parasit, yaitu pemindahan energi dan materi dari organisme besar ke

organisme kecil.

3. Rantai saprofit, yaitu pemindahan energi dan materi dari organisme coati

(bahan organik) ke mikroorganisme atau jasad renik.

Jaringan makanan, yaitu gabungan dari berbagai rantai makanan

(Odum, 1993). Semua rantai makanan dalam suatu ekosistem tidak berdiri

sendiri, melainkan saling berkaitan antar rantai makanan. Bahkan di dalam

ekosistem, ketiga kelompok rantai makanan yang telah disebutkan di etas (rantai

pemangsa, rantai parasit, dan rantai saprofit) saling berkaitan. Dengan kata lain,

jika tiap-tiap rantai makanan yang ada di dalam ekosistem disambung-

sambungkan dan membentuk gabungan rantai makanan yang lebih kompleks,

maka terbentuk jaringan makanan.

Jaringan makanan dalam suatu ekosistem dapat menggambarkan

kestabilan ekosistem tersebut. Makin banyak rantai makanan dan makin besar

kemungkinan terbentuknya gabungan dalam jaringan makanan, akan

menunjukkan kestabilan ekosistem makin tinggi. Oleh karena itu, untuk menjaga

kestabilan ekosistem, di dalam setiap kegiatan pengelolaan sumber daya alam

tidak diperkenankan memutuskan rantai makanan yang ada, apalagi

menghilangkan satu atau lebih rantai makanan yang ada dalam ekosistem.

Dalam ekosistem alam dikenal adanya tingkat trofik suatu kelompok

organisme. Heddy dkk. (1986), menyatakan bahwa tingkat trofik menunjukkan

urutan organisme dalam rantai makanan pada suatu ekosistem. Oleh karena

itu, berbagai organisme yang memperoleh sumber makanan melalui langkah

yang sama dianggap termasuk ke dalam tingkat trofik yang sama

101

Page 107: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

(Resosoedarmo dkk., 1986; Odum, 1993).

Berdasarkan atas pemahaman tingkat trofik, maka organisme dalam

ekosistem dikelompokkan sebagai berikut.

a. Tingkat trofik pertama, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai

produsen. Semua jenis tumbuhan hijau membentuk tingkat trofik pertama.

b. Tingkat trofik kedua, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai

herbivora. Semua herbivora (konsumen primer) membentuk tingkat

trofik kedua.

c. Tingkat trofik ketiga, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai

karnivora kecil (konsumen sekunder).

d. Tingkat trofik keempat, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai

karnivora besar (karnivora tingkat tinggi).

e. Tingkat trofik kelima, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai

perombak (dekomposer dan transformer) atau semua mikroorganisme.

Odum (1993), bahwa fenomena interaksi yang terjadi dalam rantai

makanan dan hubungan antara ukuran organisme dan metabolismenya

menghasilkan berbagai komunitas dengan struktur trofik tertentu. Oleh karena

itu, setiap tipe ekosistem, misalnya danau, hutan, terumbu karang, dan

padang rumput akan memiliki struktur trofik dengan sifat tertentu.

Struktur trofik dapat diukur dan dideskripsikan dengan istilah biomassa

(standing crop) per satuan luas atau dengan pemyataan jumlah energi yang

terikat per satuan luas per satuan waktu pada setiap tingkat trofik secara

berurutan. Jika diperhatikan dengan saksama bahwa pada setiap tahap dalam

102

Page 108: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

rantai makanan akan ada sejumlah energi yang hilang karena tidak

terasimilasi atau lepas sebagai panas, sehingga organisme yang berada pada

ujung tingkat trofik akan memperoleh energi lebih kecil. Dengan kata lain, jika

makin panjang rantai makanan, energi yang tersedia bagi kelompok organisme

yang terakhir semakin kecil (sedikit). Apabila energi yang tersedia dalam suatu

rantai makanan itu disusun secara berurutan berdasarkan urutan tingkat trofik,

maka membentuk sebuah kerucut yang dikenal dengan piramida ekologi.

Dengan demikian, sesungguhnya piramida ekologi itu merupakan

susunan tingkat trofik (tingkat nutrisi atau tingkat energi) secara

berurutan menurut rantai makanan atau jaringan makanan dalam

ekosistem.

Sumber daya energi yang utama untuk semua tingkat trofik adalah

radiasi matahari. Suatu permukaan di alam yang tidak terlindung dan

mendapat radiasi matahari secara langsung, maka permukaan itu akan

menerima energi dari radiasi matahari dengan kecepatan 1,94

g-kalori/cm2/menit, akan tetapi pada umumnya radiasi matahari yang dapat

mencapai permukaan bumi hanya 46%, hal itu disebabkan adanya penyerapan

dan pemantulan sebagian energi oleh atmosfer, asap, partikel-partikel debu,

dan awan (Kendeigh, 1980).

Manfaat utama dari energi matahari yang bisa sampai ke

permukaan bumi adalah untuk kepentingan tetumbuhan hijau yang dalam

proses kehidupan tumbuhan dikenal dengan fotosintesis dan respirasi. Dalam

proses fotosintesis, organisme-organisme yang berfotosintesis (autotrof)

hanya memanfaatkan 50% dari radiasi matahari yang diterima dan efisiensi

103

Page 109: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

pemanfaatan energi yang diserap oleh autotrof hingga mencapai produktivitas

primer bersih hanya lebih kurang 1% (Odum, 1993). Vickery (1984)

menyatakan bahwa energi radiasi matahari yang memasuki sebuah ekosistem

hanya sebagian kecil saja yang secara nyata diterima oleh organisme-

organisme autotrof dan diubah menjadi energi kimia. Tumbuh-tumbuhan hijau

berfotosintesis selama lebih kurang 10 jam per hari dalam waktu siang hari.

Jika intensitas radiasi matahari dalam kondisi maksimal, maka faktor yang

menjadi pembatas efektivitas proses fotosintesis adalah ketersediaan air,

CO2 dan unsur hara-unsur hara lainnya dari lingkungan. Pada ekosistem hutan

alam yang kondisi vegetasinya sempurna, jumlah klorofil per satuan luas

lebih banyak dibandingkan dengan ekosistem lainnya, hal itu disebabkan

karena keanekaragaman yang tinggi dari spesies tumbuhan penyusunnya dan

stratifikasi yang kompleks menempatkan daun-daun pada setiap strata tajuk,

sehingga jumlah energi radiasi matahari yang dapat diubah menjadi energi

kimia pada ekosistem hutan tersebut menjadi lebih banyak.

Di dalam setiap ekosistem baik daratan maupun perairan, terdapat

organisme hidup dan benda coati (lingkungan abiotik) yang menunjang proses

kehidupan. Proses kehidupan di alam tersebut merupakan kejadian yang

mengubah bentuk energi pada berbagai komponen ekosistem. Proses-proses

yang terlibat dalam pengubahan energi dalam ekosistem meliputi proses

metabolisme, aliran energi pada berbagai tingkat trofik, dan siklus biogeokimia

(Chapman dan. Reiss, 1997; Odum, 1993). Proses metabolisme merupakan

proses fisiologi yang terdapat pada tubuh organisme hidup dan proses ini

menjadi ciri yang membedakan antara organisme hidup dengan benda coati.

104

Page 110: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Metabolisms meliputi proses anabolisme dan katabolisme. Anabolisme yaitu

proses penyusunan (asimilasi) kimiawi yang dilakukan dalam proses foto-

sintesis dan menghasilkan zat-zat kimia seperti karbohidrat, protein, lemak, dan

lain sebagainya. Katabolisme, yaitu proses pembongkaran (disimilasi) energi

yang tersimpan dalam zat-zat kimia hasil anabolisme untuk

menyelenggarakan proses kehidupan, dan katabolisme ini dikenal juga

sebagai proses respirasi. Hasil dari kegiatan metabolisms adalah pertumbuhan

dan penambahan biomassa, dan penimbunan biomassa itu disebut produksi

(Odum, 1993; Kormondy, 1991). produksi selama periode waktu tertentu disebut

produktivitas. Baik produksi maupun produktivitas kedua-duanya secara

umum berhubungan dengan biomassa pada tingkat trofik tertentu (Kendeigh,

1980).

Resosoedarmo dkk. (1986) bahwa setiap ekosistem atau komunitas

atau bagian-bagian lain dalam organisme makhluk hidup memiliki produktivitas.

Kecepatan energi radiasi matahari yang diubah oleh tetumbuhan hijau

menjadi energi kimia dikenal sebagai produktivitas primer (Vickery, 1984;

Chapman dan Reiss, 1997). Odum (1993) menyatakan bahwa produktivitas

primer merupakan kecepatan energi radiasi matahari yang disimpan melalui

aktivitas fotosintesis oleh organisme produsen dalam bentuk bahan

organik yang dapat digunakan sebagai bahan pangan. Produktivitas primer

digolongkan menjadi dua, yaitu produktivitas primer kotor dan produktivitas

primer bersih.

1. Produktivitas primer kotor, yaitu kecepatan total fotosintesis, mencakup

banyaknya bahan organik yang digunakan dalam respirasi atau

105

Page 111: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

pernapasan selama periode pengukuran. Produktivitas primer

kotor disebut juga fotosintesis total atau asimilasi total.

2. Produktivitas primer bersih, yaitu kecepatan penyimpanan bahan organik

dalam jaringan tumbuhan sebagai kelebihan bahan organik yang sebagian

telah dipakai untuk respirasi tumbuhan selama proses pengukuran.

Produktivitas primer bersih disebut juga fotosintesis yang kelihatan atau

asimilasi bersih.

Di dalam suatu ekosistem hutan pada umumnya terjadi distribusi vertikal

dari produktivitas primer bersih, hal itu berhubungan dengan terjadinya

distribusi vertikal dari biomassanya. Data distribusi biomassa dan produktivitas

primer bersih pada setiap kelompok komponen vegetasi yang menyusun

ekosistem hutan disajikan pada tabel sebagai berikut.

Tabel 4. Biomassa dan Produktivitas Primer Bersih pada Setiap Kelompok Komponen Vegetasi yang Menyusun Ekosistem Hutan.

Kelompok Komponen VegetasiBiomassa

(g/m2)

Produktivitas

Primer Bersih

(g/m2/tahun)

Pohon (bagian batang dan tajuk) 6.403 796

Perdu (bagian batang dan tajuk) 158 61

Semak dan herba (bagian batang dan 2

Tajuk 2

Pohon (bagian akar) 3.325 260

Perdu (bagian akar) 305 73

106

Page 112: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Semak dan herba (bagian akar) 1 4

(Sumber: Odum, 1993)

Produktivitas primer bersih memiliki kegunaan yang sangat penting

untuk memahami sebuah ekosistem karena hal itu dapat menggambarkan

energi yang memiliki produktivitas primer bersih rendah, akan menyokong

organisme heterotrof yang jumlahnya sedikit dibandingkan dengan ekosistem

yang memiliki produktivitas primer bersih tinggi. Produktivitas primer bersih

pada hutan tropik, secara kasar dapat dikaitkan dengan banyaknya hujan di suatu

daerah. Pada hutan hujan yang selalu hijau (ever green) mempunyai

produktivitas primer bersih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan savana

(padang rumput yang sangat luas).

Produktivitas komunitas bersih, yaitu kecepatan penyimpanan bahan

organik yang tidak digunakan oleh pemakan (heterotrof) selama satu tahun atau

selama musim pertumbuhan. Dengan kata lain bahwa produktivitas komunitas

bersih, yaitu kecepatan penyimpanan bahan organik pada penghasil-penghasil

primer yang telah ditinggalkan oleh pemakai. Adapun produktivitas sekunder,

yaitu kecepatan penyimpanan energi pada organisme hidup tingkat konsumen.

Sudah tentu bahwa energi yang tersimpan pada tingkat trofik yang lebih tinggi

akan semakin kecil atau menurun. Total arus energi pada tingkatan heterotrof

sebaiknya disebut asimilasi dan bukan produksi karena organisme heterotrof

mengambil bahan organik dari organisme autotrof dan mengasimilasikannya ke

dalam jaringan tubuh mereka, maka konsep produktivitas kotor dan

produktivitas bersih pada tingkatan heterotrof tidak digunakan. Dengan

demikian, peningkatan biomassa pada, heterotrof merupakan laju asimilasi dan

Page 113: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

bukan produksi (Odum, 1993).

Vickery (1984), hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe vegetasi

hutan tertua yang telah menutupi banyak lahan yang terletak pada 10° LU

dan 10° LS. Ekosistem hutan hujan tropis terbentuk oleh vegetasi klimaks pada

daerah dengan curah hujan 2.000-4.000 mm per tahun, rata-rata temperatur

25°C dengan perbedaan temperatur yang kecil sepanjang tahun, dan rata-rata

kelembapan udara 80%. Arief (1994) mengemukakan bahwa hutan hujan tropis

adalah klimaks utama dari hutan-hutan di dataran rendah yang mempunyai tiga

stratum tajuk, yaitu stratum A, B, dan C, atau bahkan memiliki lebih dari tiga

stratum tajuk.

Santoso (1996) dan Direktorat Jenderal Kehutanan (1976)

mengemukakan bahwa tipe ekosistem hutan hujan tropis terdapat di wilayah

yang memiliki tipe iklim A dan B (menurut klasifikasi iklim Schmidt dan

Ferguson), atau dapat dikatakan bahwa tipe ekosistem tersebut berada pada

daerah yang selalu basah, pada daerah yang memiliki jenis tanah Podsol,

Latosol, Aluvial, dan Regosol dengan drainase yang baik, dan terletak jauh dari

pantai.

Tegakan hutan hujan tropis didominasi oleh pepohonan yang selalu.

hijau. Keanekaragaman spesies tumbuhan dan binatang yang ada di hutan

hujan tropis sangat tinggi. Vickery (1984) menyatakan bahwa jumlah spesies

pohon yang ditemukan dalam hutan hujan tropis lebih banyak dibandingkan

dengan yang ditemukan pada ekosistem yang lainnya. Misalnya, hutan hujan

tropis di Amazonia mengandung spesies pohon dan semak sebanyak 240

spesies.

107

108

Page 114: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Haeruman (1980) juga menyatakan bahwa hutan alam tropis yang

masih utuh mempunyai jumlah spesies tumbuhan yang sangat banyak. Hutan

di Kalimantan mempunyai lebih dari 40.000 spesies tumbuhan, dan merupakan

hutan yang paling kaya spesiesnya di dunia. Di antara 40.000 spesies

tumbuhan tersebut, terdapat lebih dari 4.000 spesies tumbuhan yang termasuk

golongan pepohonan besar dan penting. Di dalam setiap hektar hutan

tropis seperti tersebut mengandung sedikitnya 320 pohon yang berukuran

garis tengah lebih dari 10 cm. Di samping itu, di hutan hujan tropis Indonesia

telah banyak dikenali ratusan spesies rotan, spesies pohon tengkawang,

spesies anggrek hutan, dan beberapa spesies umbi-umbian sebagai

sumber makanan dan obat-obatan.

Tajuk pohon hutan hujan tropis sangat rapat, ditambah lagi adanya

tetumbuhan yang memanjat, menggantung, dan menempel pada dahan-dahan

pohon, misalnya rotan, anggrek, dan paku-pakuan. Hal ini menyebabkan

sinar matahari tidak dapat menembus tajuk hutan hingga ke lantai hutan,

sehingga tidak memungkinkan bagi semak untuk berkembang di bawah

naungan tajuk pohon kecuali spesies tumbuhan yang telah beradaptasi dengan

baik untuk tumbuh di bawah naungan (Arief, 1994). Itu semua merupakan ciri

umum bagi ekosistem hutan hujan tropis. Selain ciri umum yang telah

dikemukakan di atas, masih ada ciri yang dimiliki ekosistem hutan hujan

tropis, yaitu kecepatan daur ulang sangat tinggi, sehingga semua komponen

vegetasi hutan tidak mungkin kekurangan unsur hara (Vickery, 1984). Jadi,

faktor pembatas di hutan hujan tropis adalah cahaya, dan itu pun hanya berlaku

bagi tetumbuhan yang terletak di lapisan bawah. Dengan demikian, herba

Page 115: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

dan semak yang ada dalam hutan adalah spesies-spesies yang telah

beradaptasi secara baik untuk tumbuh di bawah naungan pohon.

Menurut ketinggian tempat dari permukaan laut, hutan hujan tropis

dibedakan menjadi tiga zona atau wilayah menurut (Santoso, 1996;

Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976).

1. Zona 1 dinamakan hutan hujan bawah karena terletak pada daerah dengan

ketinggian tempat 0-1.000 m dari permukaan laut.

2. Zona 2 dinamakan hutan hujan tengah karena terletak pada daerah dengan

ketinggian tempat 1.000-3.300 m dari permukaan laut.

3. Zona 3 dinamakan hutan hujan atas karena terletak pada daerah dengan

ketinggian tempat 3.300-4.100 m dari permukaan laut.

Ekosistem hutan musim merupakan ekosistem hutan campuran yang

berada di daerah beriklim meson (monsoon), yaitu daerah dengan perbedaan

antara musim kering dan basah yang jelas (Arief, 1994). Tipe ekosistem hutan

musim terdapat pada daerah-daerah yang memiliki tipe iklim C dan D (tipe

iklim menurut klasifikasi Schmid dan Ferguson) dengan rata-rata curah

hujan 1.000-2.000 mm per tahun dengan rata-rata suhu bulanan sebesar 21°-

32°C (Santoso, 1996; Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976; Arief, 1994).

Penyebaran lokasi ekosistem hutan musim meliputi wilayah negara-

negara yang beriklim musim (monsoon), misalnya di India, Myanmar, Indonesia,

Afrika Timur, dan Australia Utara (Vickery, 1984). Di Indonesia, tipe ekosistem

hutan musim berada di Jawa (terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur), di

kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, dan Irian. Vegetasi yang berada dalam

ekosistem hutan musim didominasi oleh spesies-spesies pohon yang

109

110

Page 116: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

menggugurkan daun di musim kering, sehingga tipe ekosistem hutan musim

disebut juga hutan gugur daun atau deciduous forest (Vickery, 1984). Pada

ekosistem hutan ini umumnya hanya memiliki satu lapisan tajuk atau satu

stratum dengan tajuk-tajuk pohon yang tidak saling tumpang-tindih, sehingga

masih banyak sinar matahari yang bisa masuk hutan sampai ke lantai hutan,

apalagi pada saat sedang gugur daun. Hal itu memungkinkan tumbuh

dan berkembangnya berbagai spesies semak dan herba yang menutup lantai

hutan secara rapat, sehingga menyulitkan bagi orang untuk masuk ke dalam

hutan.

2.2.4. Hutan Lindung dan Fungsinya

Undang-undang kehutanan No. 41 Tahun 1999 pada 1 dijelaskan

bahwa hutan ialah suatu kesatuan ekosistem berupa hambaran lahan berisi

sumberdaya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan

alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan,

sedangkan devinisi “kawasan hutan” yang dijelaskan dalam pasal yang sama

yaitu sebagai wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh

pemerintah untuk dipergunakan keberadaannya sebagai hutan tetap.

Berdasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990

tentang pengelolaan kawasan hutan lindung pada Bab IV pada 8 disebutkan

kriteria kawasan hutan lindung ialah :

1. Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah

hujan yang melebihi nilai skor 175 dan atau;

111

Page 117: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

2. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40 % atau lebih, dan

atau;

3. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2.000

meter atau lebih;

Areal hutan yang dijadikan hutan lindung secara ideal ialah hutan alam yang

masih utuh terdiri dari pohon-pohon yang besar dan tinggi sampai kepada

pohon-pohon yang perdu, serta tumbuhan yang merambat, yang semuanya

menyusun lapisan-lapisan tajuk (strata). Oleh karena itu dengan keutuhannya,

maka hutan lindung menjadi bagian terpenting dalam suatu DAS, karena

hutan dapat memperkecil perbedaan debit air sungai pada musim hujan dan

kemarau. Hutan mempunyai tempat atau kedudukan yang strategis pada suatu

daerah yang tinggi dengan kelerengan yang besar dan pada tanah berpasir

yang mudah tererosi dengan curah hujan besar dan intensitas hujan tinggi.

Mengingat hutan lindung pegunungan jayawijaya sangat strategis dengan

beberapa pemakaran Kabupaten baru, maka penelitian strategi pelestarian

menjadi bagian penting dipertimbangkan.

Selanjutnya fungsi hutan lindung yang tercantum dalam Undang-

Undang Kehutanan No. 41 Tahun 1999 ialah sebagai perlindungan sistem

penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah erosi,

mengendalikan erosi, mencegah intruksi air laut dan memelihara kesuburan

tanah. Dengan dasar ini, HLPJ merupakan bagian terpenting dalam

mengendalikan lingkungan yang terancam. Fakta di lapangan bahwa Hutan

Lindung Pegunungan Jayawijaya (HLPJ), sedang mengalami berbagai tekanan

dari program pembangunan wilayah oleh pemerintah pusat melalui pemerintah

112

Page 118: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

provinsi Papua melakukan pemekaran delapan Kabupaten baru di wilayah

pegunungan Jayawijaya menyebabkan kebutuhan kayu di pasar cukup tinggi,

sehingga kondisi yang alami HLPJ dapat terganggu fungsi ekosistem yang

dimilikinya.

Hutan dengan vegetasinya mempunyai kaitan yang erat dengan tanah

dan air. Apa yang terjadi dengan hutan akan berpengaruh kepada

kelangsungan hutan, oleh karena itu tindakan pengelolaan hutan dengan baik,

secara terpadu, juga merupakan upaya konservasi tanah dan air. Hutan

memiliki fungsi klimatologi yang penting, khususnya dengan penyerapan CO2

dalam proses fotosintesis sekaligus pelepasan O2 dalam proses yang sama

(Rujehan, 2010). Pemanfaatan hutan yang dilakukan pada blok perlindungan

berupa pemanfaatan yang diperuntukkan bagi peneliti dan kunjungan formal.

Pada blok kegiatan terbatas dapat dilakukan kegiatan pemanfaatan jasa

lingkungan yang dimaksud yaitu peneliti, kunjungan formal, kunjungan

pendidikan dan pelatihan, olahraga tantangan dan kunjungan ekowisata.

2.2.5. Hubungan Hutan dan Masyarakat Setempat

Menurut Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan bahwa

hutan ialah suatu kesatuan ekosistem berupa hampran lahan berisi

sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Sementara

Rahmawati (2004) bahwa hutan sebagai sumberdaya alam yang memberikan

manfaat bagi kesejahteraan manusia, baik baik manfaat tangible yang

113

Page 119: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

dirasakan secara langsung, maupun manfaat intangible yang dirasakan secara

tidak langsung. Manfaat langsung seperti penyediaan kayu, satwa dan hasil

tebang. Sedangkan manfaat tidak langsung seperti manfaat rekreasi,

perlindungan pengaturan tata air, serta pencegahan erosi. Sedangkan istilah

masyarakat setempat dijelaskan pula dalam Undang-Undang tersebut di atas

ialah kesatuan sosial yang terdiri dari warga negara Republik Indonesia yang

tinggal di dalam dan atau di sekitar hutan, yang membentuk komonitas yang

didasarkan pada mata pencaharian yang berkaitan dengan hutan,

kesejahteraan, keterikatan tempat tinggal, serta pengaturan tata tertib

kehidupan bersama. Teori ini sangat relevan dengan perilaku masyarakat

setempat sekitar pegunungan Jayawijaya, karena masyarakat yang ada disana

hidup berkelompok tinggal di sekitar/pinggiran hutan lindung yang memerlukan

lahan dan ruang untuk hidup.

Hubungan hutan dan masyarakat setempat tidak lepas dari konsep

ekosistem yaitu suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal

balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya (Soemarwoto, 2004).

Selanjutnya Soerjani, Ahmad dan Munir (1987) lebih jauh menyatakan bahwa

ekosistem dicirikan dengan berlangsungnya pertukaran materi dan

transformasi energi yang sepenuhnya berlangsung diantara berbagai

komponen dalam sistem itu sendiri atau dengan sistem lain di luarnya,

sehingga antara hutan dan masyarakat setempat bukan tidak mungkin memiliki

saling ketergantungan. Namun beberapa kebijakan pemerintah bahwa

sumberdaya alam hanya diperlakukan sebagai komoditi dan alat produksi,

tanpa memperhatikan subsistem sosio-kultural dan masyarakat yang

Page 120: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

sehurusnya merupakan bagian dari sistem alam dan kehidupan (Riyanto,

2006). Hal ini tentunya membutuhkan dukungan sumberdaya alam atau hutan

untuk mewujudkan hal tersebut.

Ketergantungan masyarakat setempat terhadap hutan sebenarnya

sudah berlangsung ratusan bahkan ribuan tahun. Tentu saja orientasi dan

motivasi ketergantungan tersebut tidak akan sama antar generasi atau antar

satu kelompok masyarakat di suatu wilayah dengan kelompok masyarakat di

wilayah lainnya. Kondisi ini bias saja dan senantiasa berubah sesuai dengan

perkembangan budaya dan perekonomian seiring dengan keterbukaan wilayah

sebagai dampak pembangunan. Perubahan motivasi yang umum di jumpai

ialah dari skala subsistem menuju ke semi-komersial atau bahkan komersial

(Sardjono, 2004). Soemarwoto (1983), menyatakan perubahan suatu sistem

(termasuk sistem sosial) pada dasarnya merupakan konsekuensi logis dari

suatu pembangunan. Sejalan dengan kondisi yang terjadi pada kawasan

pegunungan Jayawijaya yang sudah terdampak dari pembangunan wilayah

dan akses pemekaran Kabupaten baru ke wilayah masyarakat setempat,

sehingga sistem sosial di masyarakat sedang mengalami perubahan yang

menuju pada skala komersial, sementara luasan lahan pertanian semakin

terbatas.

Selanjutnya dijelaskan disini bahwa ketergantungan masyarakat lokal

terhadap hutan dalam tingkatan tertentu juga harus dilihat dari keuntungan

yang juga bias diperoleh sumberdaya itu sendiri dari masyarakat sekitarnya

yaitu terjaga kelestarian struktur dan fungsi yang dimilikinya. Dengan kata lain

terdapat saling ketergantungan (Interdependence) antara masyarakat dan

114

115

Page 121: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

sumberdaya hutan di sekitarnya. Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di

beberapa lokasi kegiatan kehutanan di Provinsi Kalimantan Timur (Sardjono, et

all. 1998) mengidentifikasikan berbagai bentuk interdependence hutan dan

masyarakat sesuai dengan perkembangan wilayahnya serta pengelompok-

kannya dalam empat pola. Dengan sedikit modifikasi ke empat pola tersebut

disajikan sebagai berikut :

1). Pola Ekstrasi

Pola ini dijumpai pada kelompok masyarakat tradisional yang lokasinya

tidak langsung berdekatan dengan industri. Pemanfaatan sumberdaya

terbatas kebutuhan yang dikendalikan etika dan norma yang berlaku.

Pandangan bahwa lingkungan sosial merupakan bagian dari ekosistem yang

lebih luas mendorong pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana.

Dengan demikian struktur sumberdaya walaupun ada perubahan tetapi dengan

resiliensi yang dimilikinya mampu memperbaiki diri dan mengembalikan

fungsinya kembali.

2). Pola Eksploitasi

Pola ini merupakan konsekuensi dari peningkatan populasi (termasuk

akibat migrasi) dan peningkatan kebutuhan hidup yang menyebabkan sistem

sosial terpisah dari sistem hutan guna meningkatkan aliran manfaatnya.

Kondisi ini dijumpai pada daerah-daerah terbuka yang berada di sekitar pusat

pembangunan ekonomi dengan tingkat migrasi dari luar yang relatif tinggi

(termasuk desa-desa baru yang dihuni masyarakat pendatang). Struktur dan

116

Page 122: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

fungsi hutan mengalami degradasi akibat aliran baik (dalam bentuk

pemeliharaan dan rehabilitasi) yang kurang diperhatikan.

3). Pola Konfrotasi

Pola ini ditujukan khusus pada wilayah-wilayah hutan yang dapat

dikonversi ataupun bahkan kawasan konservasi yang memiliki kekayaan

sumberdaya alam mineral. Adapun konflik kepentingan yang tinggi

mengakibatkan tidak adanya kejelasan akan keselarasan kepentingan

pembangunan ekonomi dan kebutuhan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan

yang dibutuhkan oleh masyarakat lokal. Struktur dan fungsi hutan alam

(dengan demikian juga manfaat yang diberikan pada masyarakat) akan sangat

tergantung dari input dan tujuan yang ingin dicapai, untuk itu sistem sosial tidak

integral dengan sistem alam atau hutan.

4). Pola Kooperasi

Pola ini pada dasarnya merupakan konsep pola ideal yang merupakan

alternatif pendayagunaan saling ketergantungan masyarakat lokal dengan

sumberdaya hutan disekitarnya. Pola ini adanya kepentingan paralel antara

upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (sistem sosial) dan

mempertahankan kesinambungan struktur dan fungsi sumberdaya hutan

(sistem alam) aliran fungsi dan manfaat dari sistem sosial dalam perspektif

kelestarian tidak cukup sama besarnya dengan pemanfaatan sistem alam,

tetapi bilamana mingkin justru lebih besar. Kondisi ini penting ditinjau dari : (1)

aspek demografi peningkatan penduduk beserta tuntutan kebutuhan hidup);

dan (2) aspek daya dukung lingkungan yang dapat menurun tanpa upaya

Page 123: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

memandai. Pola ini tampaknya yang menjadi paradigma baru pembangunan

kehutanan yaitu community based and ecosystem ariented.

Dari berbagai pola yang disebutkan di atas, kawasan HLPJ sudah

mengarah kepada pola konfrontasi mengingat banyak terjadi konflik

kepentingan baik secara vertikal maupun horizontal, sehingga hal ini menjadi

landasan untuk menemukan pelestarian yang tepat berdasarkan kondisi

internal dan eksternal wilayah untuk menyelamatkan ekosistem hutan dan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

Beberapa pola hubungan antara hutan dan masyarakat dengan pola

yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut sangat berkaitan dengan

perkembangan kondisi wilayah. Pada kondisi wilayah yang belum banyak

tersentuh pembangunan dan masyarakat masih menganggap sumberdaya

hutan pemenuhan kebutuhan yang bersifat subsistem, maka pola interaksinya

cenderung pada pola ekstrasi. Hutan pada wilayah yang lebih maju karena

sudah tersentuh pembangunan dan masyarakatnya sudah berpikir ke arah

komersialisasi akibat dari tuntutan hidup yang berkembang, maka pola

interaksinya cenderung pada pola eksploitasi dan konfrontasi. Sementara pola

kooperasi adalah pola yang paling ideal karena adanya keseimbangan

kepentingan antara tuntutan hidup masyarakat setempat dengan tuntuntan

pelestarian hutan.

Kawasan HLPJ yang sedang terdampak dari pembangunan wilayah

sehingga mengalami peningkatan jumlah kerusakan hutan, tentu masyarakat

tidak lagi menjadi komponen ekosistem hutan seperti pola ekstrasi, tetapi

sudah pola eksploitasi bahkan pola konfrontasi. Kondisi seperti ini sangat

117

118

Page 124: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

berdampak pada kelestarian HLPJ, sehingga diperlukan perencanaan yang

matang dalam pengeloaan kawasan, agar fungsi utama HLPJ terjaga. Oleh

karena itu dalam penetilian ini ingin mencari suatu komoditi unggul yang tepat

sesuai karakteristik wilayah kelola di hutan sebagai landasan pengelolaan

kawasan tersebut ke depan.

Sebenarnya amat mudah dipahami bilamana sebagian besar

masyarakat di wilayah-wilayah pedesaan atau pendalaman di luar Jawa

mengantungkan kehidupan dan penghidupannya dari sumberdaya hutan,

mengingat lebih dari 60 % dari luas wilayah datarannya berupa hutan.

Ketergantungan tersebut tidak sebatas pada aspek produksi hutan, tetapi juga

fungsi perlindungan tata klimat yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat lokal

secara langsung maupun tidak langsung dari ekosistem tersebut, dalam

mempertahankan hidup (axistence) dan peningkatan kesejahteraan mereka

(Welfare) (Sardjono, 2004). Secara jelas hal tersebut disajikan pada tabel 5

Tabel 5. Berbagai Manfaat yang Diperoleh oleh Masyarakat Lokal dari Sumberdaya Hutan di Sekitarnya.

HutanManfaat Bagi Masyarakat Lokal

Langsung Tidak LangsungProduksi Hasil hutan kayu dan turunannya

(konstruksi berat,atap/dinding, peralata, kayu bakar/arang);

Hasil hutan Nir-Kayu (a.l. buah-buahan, biji-bijian, sayur-mayur, rempah-rempah, binatang buruang, getah-getahan, rotan bambu, gaharu, sarang, burung, madu);

Penghasilan (semi komersial dan);

Pelestarian kegiatan budaya lokal yang berbasis produk hutan (a.l. upacara “beliant” masyarakat dayak);

Pelestarian dan perkembangan industri rumah tangga

119

Page 125: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Areal untuk bercocok tanam/berladang;

masyarakat;

Lindung

Tanah (kesuburan tanah, kelembaban, erosi air dan angin, bentang alam);

Tata air (air bersih, proteksi banjir, dan kekeringan);

Keaneka ragaman hayati (flora dan fauna, mikroorganisme);

Keterjaminan produktivitas pertanian dan kemandirian pangan;

Kesehatan dan kesejahteraan masyarakat;

Pelestarian pengetahuan dan teknologi tradisional (a.l. budidaya tanaman, berburu binatang, pembuatan zat pewarna dan racun, pemanenan madu);

Tata Klimat

Iklim mikro (kesejukan, dan curah hujan lokal);

Udara bersih (penghasilan oksigen dan menyerap karbondioksida);

Sinar matahari; Polusi udara (fitter debu dan

partikel padat lainnya, serta kebisingan);

Kenyamanan dan kedamaian kehidupan pedesaan;

Mendukung kehidupan yang sehat dan sejahtera;

Mengurangi dampak bencana alam (misalnya kemarau panjang dan kebakaran hutan);

Lain-Lain

Tabas tanah dan/atau tanda kepemilikan lahan;

Perlindungan tempat-tempat keramat/dihormati termasuk tanah atau hutan adat;

Mendukung pelestarian identitas kelembagaan lokal (a.l. gotong-royong, pewarisan, ganti rugi);

Melestarikan etika konservasi dan pergaulan hidup anggota masyarakat;

Sumber : Sardjono 2004

Tabel di atas menunjukkan berbagai manfaat dari hutan untuk

memenuhi kebutuhan hidup masyarakat setempat. Manfaat yang diperoleh

berupa manfaat langsung dan tidak laungsung sesuai dengan fungsi hutannya.

Manfaat tidak langsung sebagai manifestasi positif yang diterima masyarakat

setempat dari manfaat langsung, sehingga pada gilirannya kedua manfaat

yang diterima tersebut dapat disejahterakan masyarakat setempat.

2.2.6. Kearifan Lokal

Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua

kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John

120

Page 126: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom

(kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom

(kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local)

yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti

oleh anggota masyarakatnya.

“Berpijak pada Kearifan Lokal” Anonimous (2001), menyatakan bahwa

kearifan lokal (local genius) adalah kebenaran yang telah mentradisi dalam

suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman

Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai

keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti

luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara

terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai

yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal. bahwa secara

konseptual, kearifan lokal dan keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan

manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku

yang melembaga secara tradisional. Kearifan lokal adalah nilai yang dianggap

baik dan benar sehingga dapat bertahan dalam waktu yang lama dan bahkan

melembaga.

Lebih lanjut Anonimous (2001) menjelaskan bahwa tentang kearifan

berarti ada yang memiliki kearifan. Kearifan adat dipahami sebagai segala

sesuatu yang didasari pengetahuan dan diakui akal serta dianggap baik oleh

ketentuan agama. Adat kebiasaan pada dasarnya teruji secara alamiah dan

niscaya bernilai baik, karena kebiasaan tersebut merupakan tindakan sosial

yang berulang-ulang dan mengalami penguatan (reinforcement). Apabila suatu

121

Page 127: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

tindakan tidak dianggap baik oleh masyarakat maka ia tidak akan mengalami

penguatan secara terus-menerus. Pergerakan secara alamiah terjadi secara

sukarela karena dianggap baik atau mengandung kebaikan. Adat yang tidak

baik akan hanya terjadi apabila terjadi pemaksaan oleh penguasa. Bila

demikian maka ia tidak tumbuh secara alamiah tetapi dipaksakan. Bentuk-

bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa: nilai, norma, etika,

kepercayaan, adat-istiadat, hokum adat, dan aturan-aturan khusus. Oleh

karena bentuknya yang bermacam-macam dan ia hidup dalam aneka budaya

masyarakat maka fungsinya menjadi bermacam-macam.

Edy (2010) menyatakan bahwa ada beberapa kekayaan budaya,

kearifan lokal di Nusantara yang terkait dengan pemanfaatan alam yang pantas

digali lebih lanjut makna dan fungsinya serta kondisinya sekarang dan yang

akan datang. Kearifan lokal terdapat di beberapa daerah:

1. Papua, terdapat kepercayaan te aro neweak lako (alam adalah aku).

Gunung Erstberg dan Grasberg dipercaya sebagai kepala mama, tanah

dianggap sebagai bagian dari hidup manusia. Dengan demikian maka

pemanfaatan sumber daya alam secara hati-hati.

2. Serawai, Bengkulu, terdapat keyakinan celako kumali. Kelestarian

lingkungan terwujud dari kuatnya keyakinan ini yaitu tata nilai tabu dalam

berladang dan tradisi tanam tanjak.

3. Dayak Kenyah, Kalimantan Timur, terdapat tradisi tana‘ ulen. Kawasan hutan

dikuasai dan menjadi milik masyarakat adat. Pengelolaan tanah diatur dan

dilindungi oleh aturan adat.

122

Page 128: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

4. Masyarakat Undau Mau, Kalimantan Barat. Masyarakat ini mengembangkan

kearifan lingkungan dalam pola penataan ruang pemukiman, dengan

mengklasifikasi hutan dan memanfaatkannya. Perladangan dilakukan

dengan rotasi dengan menetapkan masa bera, dan mereka mengenal tabu

sehingga penggunaan teknologi dibatasi pada teknologi pertanian

sederhana dan ramah lingkungan.

5. Masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan, Kampung Dukuh Jawa Barat.

Mereka mengenal upacara tradisional, mitos, tabu, sehingga pemanfaatan

hutan hati-hati. Tidak diperbolehkan eksploitasi kecuali atas ijin sesepuh

adat.

6. Bali dan Lombok, masyarakat mempunyai awig-awig. Kerifan lokal

merupakan suatu gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat,

tumbuh dan berkembang secara terus-menerus dalam kesadaran

masyarakat, berfungsi dalam mengatur kehidupan masyarakat dari yang

sifatnya berkaitan dengan kehidupan yang sakral sampai yang profan.

Kebudayaan dipandang sebagai manifestasi kehidupan setiap orang atau

kelompok orang yang selalu mengubah alam. Kegiatan manusia

memperlakukan lingkungan alamiahnya, itulah kebudayaan. Kebudayaan

merupakan usaha manusia, perjuangan setiap orang atau kelompok dalam

menentukan hari depannya. Kebudayaan merupakan aktivitas yang dapat

diarahkan dan direncanakan . Oleh sebab itu dituntut adanya kemampuan,

kreativitas, dan penemuan-penemuan baru. Manusia tidak hanya membiarkan

diri dalam kehidupan lama melainkan dituntut mencari jalan baru dalam

mencapai kehidupan yang lebih manusiawi. Dasar dan arah yang dituju dalam

123

Page 129: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

perencanaan kebudayaan adalah manusia sendiri sehingga humanisasi

menjadi kerangka dasar dalam strategi kebudayaan (Hidayat, 2000). Dengan

melihat kearifan lokal sebagai bentuk kebudayaan maka ia akan mengalami

reinforcement secara terus-menerus menjadi yang lebih baik. Lebih lanjut

menjelaskan bahwa humanisasi merupakan ideal proses dan tujuan

kebudayaan. Oleh karena itu maka kearifan lokal sebagai manifestasi

kebudayaan yang terjadi dengan penguatan-penguatan dalam kehidupannya

menunjukkan sebagai salah satu bentuk humanisasi manusia dalam

berkebudayaan. Artinya sebagai manifestasi humanitas manusia, kearifan lokal

dianggap baik sehingga ia mengalami penguatan secara terus-menerus.

Tetapi, apakah ia akan tetap menjadi dirinya tanpa perubahan, benturan

kebudayaan akan menjawabnya.

Sunaryo dan Joshi (2003) menjelaskan bahwa ada beberapa alasan yang

menyebabkan teknologi dan informasi yang ditawarkan ditolak para petani,

antara lain: (1) Teknologi yang direkomendasikan seringkali tidak menjawab

masalah yang dihadapi petani sasaran. (2) Teknologi yang ditawarkan sulit

diterapkan petani dan mungkin tidak lebih baik dibandingkan teknologi lokal

yang sudah ada. (3) Inovasi teknologi justru menciptakan masalah baru bagi

petani karena kurang sesuai dengan kondisi sosial-ekonomi-budaya setempat.

(4) Penerapan teknologi membutuhkan biaya tinggi sementara imbalan yang

diperoleh kurang memadai. (5) Sistem dan strategi penyuluhan yang masih

lemah sehingga tidak mampu menyampaikan pesan dengan tepat. (6) Adanya

ketidakpedulian petani terhadap tawaran teknologi baru, seringkali akibat

Page 130: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

pengalaman kurang baik di masa lalu. (7) Adanya ketidak-pastian dalam

penguasaan sumber daya (lahan, dan sebagainya).

Para pemegang kebijakan, pakar atau peneliti kadang kala kurang dapat

memahami hambatan dan peluang yang berkembang di masyarakat sehingga

teknologi yang dianjurkan tidak menyentuh pada akar permasalahan yang ada.

Dengan demikian, diseminasi teknologi yang tidak tepat guna banyak yang

tidak diadopsi oleh masyarakat. Para pakar pertanian membantah bahwa

gagalnya masyarakat mengadopsi teknologi anjuran dikarenakan mereka

konservatif, irrasional, malas atau bodoh (Sunaryo dan Joshi, 2003), tetapi

lebih dikarenakan Manusia mempunyai kapasitas untuk apa yang terjadi di

sekelilingnya, selanjutnya menganlisis dan menafsirkan baik sebagai hasil

pengamatan maupun pengalaman, yang pada gilirannya dapat digunakan

untuk meramalkan ataupun sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan

keputusan. Jadi pengetahuan merupakan keluaran dari proses pembelajaran,

penjelasan berdasarkan pemikiran dan persepsi mereka. Namun demikian

dalam tataran falsafah ilmu, pengetahuan bukanlah merupakan kebenaran

yang bersifat mutlak atau hakiki. Pengetahuan sendiri tidak mengarah ke suatu

tindakan nyata. Di balik pengetahuan atau di sisi pengetahuan dalam

masyarakat ada norma budaya atau kewajiban yang dapat mempengaruhi arah

keputusan yang diambil baik kemudian bersifat positif maupun negatif.

Pilihan tindakan tidak lepas juga dari pertimbangan faktor-faktor

eksternal seperti kekuatan pasar, kebijakan pemerintah, termasuk kondisi

keuangan rumah tangga petani sendiri sehingga mungkin mendorong petani

untuk memilih tindakan pengelolaan yang sederhana (sub-optimal) baik secara

124

125

Page 131: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

teknis maupun ekologis. Namun petani dapat belajar akibat dari tindakan

mereka dan akan memperkaya serta mempertajam pengetahuannya.

Pengamatan dan tanggapan seksama terhadap hasil uji coba atau observasi,

bahkan kerugian akibat serangan hama dan penyakit serta kerusakan akibat

alam (musim, iklim) akan lebih memperkaya system pengetahuannya. Lebih

lanjut, tambahan pengetahuan petani juga mungkin diperoleh dari sumber

eksternal seperti radio, televisi, tetangga dan penyuluh. Ringkasnya, sistem

pengetahuan petani bersifat dinamis, karena terus berubah sesuai dengan

waktu dan interaksi dengan lingkungan yang berkembang.

Sunaryo dan Joshi (2003), lebih lanjut menjelaskan bahwa pengetahuan

indigenous adalah sekumpulan pengetahuan yang diciptakan oleh sekelompok

masyarakat dari generasi ke generasi yang hidup menyatu dan selaras dengan

alam. Pengetahuan seperti ini berkembang dalam lingkup lokal, menyesuaikan

dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat. Pengetahuan ini juga merupakan

hasil kreativitas dan inovasi atau uji coba secara terus-menerus dengan

melibatkan masukan internal dan pengaruh eksternal dalam usaha untuk

menyesuaikan dengan kondisi baru setempat. Oleh karena itu pengetahuan

indigenous ini tidak dapat diartikan sebagai pengetahuan kuno, terbelakang,

statis atau tak berubah. Pengetahuan indigenous ini berkembang melalui

tradisi lisan dari mulut ke mulut atau melalui pendidikan informal dan

sejenisnya dan selalu mendapatkan tambahan dari pengalaman baru, tetapi

pengetahuan ini juga dapat hilang atau tereduksi. Sudah tentu, pengetahuan-

pengetahuan yang tidak relevan dengan perubahan keadaan dan kebutuhan

akan hilang atau ditinggalkan. Kapasitas petani dalam mengelola perubahan

Page 132: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

juga merupakan bagian dari pengetahuan indigenous. Dengan demikian,

pengetahuan indigenous dapat dilihat sebagai sebuah akumulasi pengalaman

kolektif dari generasi ke generasi yang dinamis dan yang selalu berubah terus-

menerus mengikuti perkembangan jaman.

Indigenous berarti asli atau pribumi. Kata indigenous dalam

pengetahuan indigenous merujuk pada masyarakat indigenous. Yang

dimaksud dengan masyarakat indigenous di sini adalah penduduk asli yang

tinggal di lokasi geografis tertentu, yang mempunyai sistem budaya dan

kepercayaan yang berbeda dengan sistem pengetahuan dunia

intelektual/internasional. Kenyataan ini menyebabkan banyak pihak yang

berkeberatan dengan penggunaan istilah pengetahuan indigenous dan mereka

lebih menyukai penggunaan istilah pengetahuan lokal (Noor, et.all 2007).

Pengetahuan lokal merupakan konsep yang lebih luas yang merujuk

pada pengetahuan yang dimiliki oleh sekelompok orang yang hidup di wilayah

tertentu untuk jangka waktu yang lama. Pada pendekatan ini, kita tidak perlu

mengetahui apakah masyarakat tersebut penduduk asli atau tidak. Yang jauh

lebih penting adalah bagaimana suatu pandangan masyarakat dalam wilayah

tertentu dan bagaimana mereka berinteraksi dengan lingkungannya, bukan

apakah mereka itu penduduk asli atau tidak. Hal ini penting dalam usaha

memobilisasi pengetahuan mereka untuk merancang intervensi yang lebih

tepat-guna.

Dalam beberapa pustaka istilah pengetahuan indigenous sering kali

dirancukan dengan pengetahuan lokal. Perkembangan terakhir menunjukkan

bahwa kata indigenous dalam pengetahuan indigenous lebih merujuk pada

126

127

Page 133: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

sifat tempat, dimana pengetahuan tersebut berkembang secara ‘in situ’, bukan

pada asli atau tidaknya aktor yang mengembangan pengetahuan tersebut. Jika

kita berpedoman pada konsep terakhir ini, maka pengetahuan indigenous

sama dengan pengetahuan lokal dan dalam paparan selanjutnya kedua istilah

tersebut berarti sama. Pengetahuan lokal suatu masyarakat petani yang hidup

di lingkungan wilayah yang spesifik biasanya diperoleh berdasarkan

pengalaman yang diwariskan secara turun-temurun. Adakalanya suatu

teknologi yang dikembangkan di tempat lain dapat diselaraskan dengan kondisi

lingkungannya sehingga menjadi bagian integral sistem bertani mereka.

Karenanya teknologi eksternal ini akan menjadi bagian dari teknologi lokal

mereka sebagaimana layaknya teknologi yang mereka kembangkan sendiri.

Pengetahuan praktis petani tentang ekosistem lokal, sumber daya alam dan

bagaimana mereka saling berinteraksi, akan tercermin baik di dalam teknik

bertani maupun keterampilan mereka dalam mengelola sumber daya alam.

Jadi pengetahuan indigenous tidak hanya sebatas pada apa yang dicerminkan

dalam metode dan teknik bertaninya saja, tetapi juga mencakup tentang

pemahaman (insight), persepsi dan suara hati atau perasaan (intuition) yang

berkaitan dengan lingkungan yang seringkali melibatkan perhitungan

pergerakan bulan atau matahari, astrologi, kondisi geologis dan meteorologis.

Pengetahuan lokal yang sudah demikian menyatu dengan sistem kepercayaan,

norma dan budaya, dan diekspresikan di dalam tradisi dan mitos, yang dianut

dalam jangka waktu cukup lama inilah yang disebut ’kearifan budaya lokal’.

Dalam penelitian ini akan mempelajari tentang kearifan lokal penduduk di

kawasan pegunungan tengah Jayawijaya yang mempunyai pengetahuan

Page 134: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

tentang budidaya tanaman buah pandan di dalam hutan sebagai pengetahuan

warisan nenek moyang dari turun temurun.

BAB IIIKERANGKA KONSEP PENELITIAN

3.1.Kerangka Pikir

Tuhan menciptakan Pulau Papua dengan berbagai keunikan alamnya

mulai dari bentang laut sampai bentang pegunungan (Papua Natural

Landscape Unique). Di Pulau Papua inilah juga hidup Ciptaan Mulia

“Papuanees” sebanyak 250 suku dengan berbagai budaya yang juga unik.

Sejak kapan Pulau Papua terbentuk dan Sejak kapan 250 suku asli Papua

128

Page 135: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

mendiami Pulau Papua ini merupakan rahasia dan kuasa mutlak Tuhan

sebagai Pencipta Alam Semesta. Yang Pasti Tuhan menciptakan Papuanees

untuk mendiami, menguasai, mengelola dan memanfaatkan sumberdaya hutan

ciptaanNya dengan takut akan Tuhan agar tidak menjadi bencana bagi alam

semesta Pulau Papua. Pulau Papua dapat terbentuk melalui proses geologi

yang berlangsung jutaan tahun lampau membuat Pulau Papua sungguh sangat

kaya sehingga tidak berlebihan kalau dijuluki sebagai Heaven’s Land or Island.

Keunikan Landscape dan Ekosistem Hutannya (Unique’s Natural Landacape

and Forest Ecosystem of Papua Island) turut memposisikan Pulau Papua

sebagai pulau dengan kekayaan sumber daya alam hayati darat dan laut

tertinggi dengan tingkat species endemisme tertinggi (Highest Biodiversity with

highest endemic species) di Indonesia dan bahkan di Dunia.

Di Pulau Papua diperkirakan tumbuh 20.000-30.000 jenis tumbuhan

berkayu; hidup 330 jenis reptilia dan amfibi, 650 jenis burung, 164 jenis

mamalia dan 750 jenis kupu-kupu (anonymous, 2009). Pulau Papua dengan

jumlah penduduk kurang lebih 2.5 juta mendiami daratan seluas 42.224.840

hektar, lebih dari 80 % wilayah daratan Papua masih merupakan kawasan

hutan. Kawasan hutan Papua sungguh sangat kaya dengan flora dan fauna

serta berbagai jasa lingkungan “environmental services”. Selama lebih dari tiga

dekade yaitu sejak tahun 1970an, kekayaan sumberdaya hutan baik kayu dan

non kayu di hutan tropis Papua telah dieksploitasi dan bahkan dijadikan

regional and national economy wheel primary mover terutama dalam hal antara

lain perolehan devisa termasuk peningkatan pendapatan asli daerah,

penyediaan lapangan kerja, dan mendorong pengembangan wilayah serta

129

Page 136: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

pertumbuhan ekonomi namun tidak berbasis pendekatan masyarakat asli

papua terpinggirkan.

Salah satu keunikan flora di Papua adalah Bauh pandan. Buah Pandan

sebagai karunia Tuhan Yang Maha Kuasa yang dianugerahkan kepada

masyarakat Papua khususnya penduduk pegunungan Jayawijaya merupakan

kekayaan yang dikuasai oleh Masyarakat setempat yang memberikan manfaat

serbaguna yaitu buah sebagai pangan, daun pengerajin tikat, akar pengerajin

tas (noken), dan batang sebagai bahan bangunan rumah dibandingkan dengan

700 spesies tumbuahan pandan yang lain di dunia. Buah pandan juga

merupakan salah satu sumber daya alam yang berperan dalam menjaga,

mempertahankan dan meningkatkan ketersediaan air dan kesuburan tanah.

Ketersediaan air dan kesuburan tanah merupakan urat nadi kehidupan

manusia.

Buah pandan tumbuh dan berkembang biak dalam hutan secara bebas

merupakan salah satu tumbuhan endemik yang terdiri dari beberapa jenis yang

belum teridentifikasi baik keberadaannya di Papua terutama pedalaman

pegunungan tengah sepanjang dari New Gunea sampai tembagapura, dan

setiap daerah masing-masing memberi nama sesuai dengan fungsi dan

manfaat buah pandan. Rata-rata penduduk membudidayakan dengan cara

yang sama, karena menurut sejarah peradaban manusia mulai bergerak dari

timur arah ke barat melalui pegunungan tersebut, sehingga budaya yang sama

yaitu pola budidaya dalam hutan dengan cara penanganan pascapanen yang

unik dengan pertanian pada umumnya.

130

Page 137: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Keberadaan buah pandan dalam hutan merupakan pelindung bagi hutan

dari ancaman manusia dan sebaliknya tanpa hutan buah pandan tidak dapat

tumbuh dan berbuah dengan baik, hubungan dengan manusia akan

kekurangan pangan, sehingga antara satu dengan yang lain saling berkaitan,

antara manusia, buah pandan dan hutan tidak dapat dipisahkan dalam

kehidupan di alam pegunungan tengah Jayawijaya. Dengan demikian

tertekaitan hubungan antara manusia dengan alam dan lingkungan tidak

terpisahkan dari antara satu dengan yang lain, maka kita akan menjumpai

penduduk di kawasan pegunungan tengah Jayawijaya mempunyai

kepercayaan bahwa hutan adalah ibu (mama) yang artinya sumber kesediaan

makanan bagi manusia seperti sosok seorang ibu yang menyimpan makanan

dan memberi kepada anak-anaknya, memelihara, mendidik dan setelah

meninggal dunia rohnya akan kembali kepadanya atau ada yang menyebutkan

bahwa hutan adalah rumah penjimpanan makanan bagi manusia. Gambar

berikut menjelaskan kerangka pikir penelitian yang secara garis besar

menunjukkan hubungan antara manusia, hutan dan buah pandan dalam

rangka menjaga kesimbangan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat

setempat dan pelestarian Hutan yang berkelanjutan.

Hutan

Buah PandanPenduduk

Aktivitas Ekonomi

Prinsip Ekonomi : Pendapatan dan PertumbuhanPenyangga

Kehidupan Sosial Ekonomi

Penyangga Kehidupan Sosial

Budaya

Tujuan Sosial Budaya dan

Ekonomi

Peningkatan Ekonomi Masyarakat Setempata dan Pelestarian Hutan yang Berkelanjutan

Fungsi dan Manfaat Lahan

Nilai Ekonomis

131

132

Page 138: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Hubungan antara Manusia, Buah Pandan dan Hutan.

Prinsip ekonomi dari nilai-nilai buah pandan yang terkandung tersebut

menyangkut pendapatan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat.

Secara ekonomi tentunya buah pandan dapat memberikan kontribusi bagi

penghidupan masyarakat tersebut sebagai pendukung ekonomi keluarga,

terutama bagi mereka yang tinggal di sekitar hutan. Hasil penelitian Lestari

(2006), di wilayah Hutan Lindung Bontang (HLB), menyebutkan bahwa

masyarakat yang melakukan pemanfaatan lahan dalam bentuk usahatani pada

kawasan hutan lindung tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup

keluarga yang berpenghasilan terbatas. Dengan kata lain hal tersebut

termotivasi untuk memenuhi kekurangan penghasilan yang diperoleh dari

usaha selain bertani seperti pegawai negeri, berdagang dan jasa lainnya.

Prinsip Ekologi: Keseimbangan

Ekosistem (Konservasi)

Manfaat sosial budaya dan Ekonomi

Strategi Pelestaraian Buah Pandan

Page 139: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Prinsip ekologi menuntut adanya keseimbangan dan ketersediaan

ekosistem dalam hutan lindung pegunungan Jayawijaya (HLPJ), dimana

eksistensi dan esensi ekosistemnya belum banyak dapat dirubah oleh aktivitas

masyarakat setempat. Aktivitas masyarakat setempat sangat bersahabat

dengan lingkungan, tentu banyak kerangaman hayati yang belum punah dari

habitat aslinya dan tetap bertahan baik flora maupun Fauna di kawasan

pegunungan Jayawijaya. Keseimbangan tersebut diduga sebagai dampak

saling keterkaitan antara manusia, buah pandan dan hutan. Hubungan antara

keterkaitan memberikan peluang bagi kehadiran flora dan fauna yang lain

berinteraksi dalam kawasan hutan tersebut sebagai tempat tinggal mereka dan

berkembang biak menjadi suatu komonitas baru dalam hutan lindung. Hal ini

ditambah lagi dengan adanya sistem sosial budaya masyarakat setempat yang

mengambil seperlunya saja secara teratur pada lahan mereka masing-masing

untuk memenuhi kebutuhan mereka, dan belum memenuhi kebutuhan pasar.

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

lingkungan yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Sementara

Rahmawaty (2004) memahami bahwa hutan sebagai sumberdaya alam yang

memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible

yang dirasakan secara langsung, maupun intangible yang dirasakan secara

tidak langsung. Manfaat langsung seperti penyediaan kayu, satwa, dan hasil

tambang. Sedangkan manfaat tidak langsung seperti manfaat rekreasi,

perlindungan dan pengaturan tata air serta pencegahan erosi.

133

Page 140: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Tindakan di atas mengindikasikan keberadaan buah pandan di dalam

hutan lindung pegunungan Jayawijaya telah memberikan kontribusi ekonomi

bagi masyarakat setempat melalui aktivitasnya. Buah pandan arti penting

dalam kehidupan sosial budaya dan ekonomi bagi masyarakat pegunungan

jayawijaya. Setiap keluarga memiliki kebun rahasia dalam hutan sebagai

tempat penjimpanan pangan, karena buah pandan setiap tahun berbuah. Pada

musin panen setiap keluarga memanen hasil buah pandan dan hasil panen

tersebut disimpan di dalam rumah rahasia sebagai tempat penjimpanan hasil

panen sementara dan di tempat ini memiliki fungsi sebagai pengeringan

sekaligus pengemasan untuk di pasar atau konsumsi sendiri ataupun kegiatan

bakti sosial lainnya.

Hubungan hutan dan masyarakat setempat tidak lepas dari konsep

ekosistem yaitu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik

antara makhluk hidup dengan lingkungan (Suemarwoto, 2004). Selanjutnya

Soerjani, Ahmad dan Munir (1987) lebih jauh menyatakan bahwa ekosistem

dicirikan dengan berlangsungnya pertukaran materi dan transformasi energi

yang sepenuhnya berlangsung di antara berbagai komponen dalam sistem itu

sendiri atau dengan sistem lain di luarnya, sehingga antara hutan dan

masyarakat setempat bukan tidak mungkin memiliki saling ketergantungan.

Namun beberapa kebijakan pemerintah, bahwa sumberdaya alam hanya

diperlukan sebagai komoditi dan alat produksi, tanpa memperhatikan

subsistem susio-kultural masyarakat yang seharusnya merupakan bagian dari

sistem alam dan kehidupan (Kartodiharjo, 2006). Sementara itu masyarakat

sebagai sebuah kesatuan sosial memiliki kecenderungan untuk menuju

134

Page 141: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

keadaan yang stabil dan teratur (Riyanto, 2006). Hal ini tentunya membutuhkan

dukungan sumberdaya alam atau hutan untuk mewujudkan hal tersebut.

Ketergantungan masyarakat setempat terhadap hutan sebenarnya

sudah berlangsung ratusan bahkn ribuan tahun. Tentu saja orientasi dan

motivasi ketergantuangan tersebut tidak akan sama antar generasi atau antara

satu kelompok masyarakat di suatu wilayah dengan kelompok di wilayah

lainnya. Kondisi ini bisa saja dan senantiasa berubah sesuai dengan

perkembangan budaya dan perekonomian seiring dengan keterbukaan wilayah

sebagai dampak pembangunan. Perubahan motivasi yang umum dijumpai

ialah dari skala subsistensi menuju semi-komersial atau bahkan komersial

(Sarjono, 2004). Soemarwoto (2004), menyatakan bahwa perubahan suatu

sistem (termasuk sistem sosial), pada dasarnya merupakan konsekuensi logis

dari suatu pembangunan. Sejalan dengan kondisi yang terjadi pada kawasan

pegunungan tengah jayawijaya yang sedang berlangsung terdampak dari

pembangunan wilayah dan akses informasi yang terbuka ke wilayah

masyarakat sempat, sehingga sistem sosial dimasyarakat yang bersahabat

lingkungan sedang mengalami perubahan yang menuju pada pengolahan

kayu, sementara tanaman buah pandan sedang mengalami kerusakan yang

luas.

Karena dengan adanya pemakaran beberapa kabupaten baru di wilayah

pegunungan Jayawijaya mengakibatkan lahan buah pandan sedang dirusakan

bahkan dalam kebun buah pandan sedang dirusakan demi membangun kantor

pemerintahan. Disamping kayu-kayunya diambil untuk membangun kantor-

kantor pemerintahan dan lebih parah lagi beberapa taman nasional yang ada di

135

136

Page 142: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

kawasan tersebut saat ini dijadikan sebagai pusat kantor pemerintahan yaitu

Kabupaten Nguda merupakan dalam kawasan taman nasional Lorenzt,

Kabupaten Mamberamo Tengah dalam Cagar Alam Foja. Dan tidak dapat

mempertimbangkan keberadaan berbagai jenis hayati baik flora maupun fauna

yang ada di dalamnya yang tidak dimiliki dunia lain ini sebagai kekayaan alam

Indonesia yang seharusnya dipertahankan dan dipelihara tetapi hilang begitu

saja dalam kurung waktu singkat demi pemekaran Kabupaten baru di Papua.

Untuk menghilangkan sumberdaya alam lebih mudah dan cepat

daripada pemulihan kembali sumberdaya alam, oleh karena itu pentingnya

kesadaran untuk mengatur, memelihara dan mengelola sumberdaya alam yang

ada secara bijaksana, agar menikmati hasil sumberdaya alam saat ini yang

sama dengan generasi yang akan datang, karena dunia ini bukan milik

individual tetapi milik bersama artinya siapa saja hadir (lahir), di suatu wilayah

tertentu mempunyai hak untuk menikmati apa saja yang tersedia di alam

tersebut, tetapi ia mempunyai kewajiban untuk mengatur, memelihara dan

mengelola sumberdaya alam yang ada sebagai kekayaan yang dimiliki untuk

mempertahankan hidupnya di dunia. Dengan demikian sebagai tindakan

perlindungan, pengawetan, pemeliharaan dan pengumpulan barang-barang

yang ada. Ide untuk pengawetan sumberdaya lahan bagi pemakaian di masa

yang akan datang ialah ide yang paling banyak mendapat perhatian, sehingga

disini perlu dilihat pentingnya penggunaan sumberdaya alam yang efisien dan

teratur secara berkesinambungan.

Widada (2001), menyatakan bahwa suatu bentuk evolusi kultural dimana

pada saat dulu, pengelolaan sumberdaya alam yang menjamin pemanfaatan

137

Page 143: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

secara bijaksana dan bagi sumberdaya terbaharui menjamin keseimbangan

persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan

keanekaragamannya. Jadi sumberdaya alam bukalah memelihara persediaan

secara permanen tanpa pengurangan dan pengrusakan, karena jika demikian

penggunaan sama dengan nol (Suparmoko, 1997). Lebih lanjut di kemukakan

oleh Suparmoko (1997), bahwa pengurangan atau peniadaan penggunaan,

karena lebih mementikan bentuk penggunaan yang lain dalam hal sumberdaya

itu memiliki penggunaan yang bermacam-macam (multiple use resource).

Pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaataan dilakukan secara

bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaan dengan tetap

memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.

Dikaitkan dengan kebun buah pandan di dalam hutan lindung adalah suatu

kegiatan penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan

dan satwa, pemanfaatan sumberdaya lestari, pencegahan dan

penanggulangan ancaman dan gangguan kerusakan kawasan hutan, hasil

hutan dan kelestarian hutan yang berkelanjutan.

Hutan dan penghidupan masyarakat Adat di Tanah Papua merupakan

dua hal yang saling berhubungan erat dan tidak dapat terpisahkan, bagi

masyarakat setempat di Tanah Papua yang masih hidup bergantung

sepenuhnya pada pemanfaatan sumberdaya hutan sebagai sumber

penghidupannya. Secara turun-temurun. Masyarakat setempat penghidupan-

nya bergantung dari kekayaan alam, termasuk kekayaan hutan. Pengelolaan

hutan dan pemanfaatanya dilakukan dengan cara yang sederhana

berdasarkan pengetahuan setempat. Kebutuhan air bersih, protein hewani,

138

Page 144: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

bahan pangan lokal dan obat-obatan, bahan bangunan diambil dari kawasan

hutan mereka.

Rujehan (2010) menyatakan bahwa sistem sosial dan sekosistemnya

selalu menunjukka interaksi dinamik dan terjadi perubahan pada sistem yang

disebabkan oleh sistem yang lain, sehingga menimbulkan perubahan baru

pada sistem tersebut. Interaksi ini adalah sebuah gaya yang tidak terputus.

Interaksi antara dua sistem dapat di analisis melalui perpindahan (aliran),

energi, materi dan informasi antara dua sistem tersebut dengan komponen

individualnya. Dalam interaksi lingkungan alam (ekosistem) dan manusia,

manusia merupakan pelaku pembangunan. Masyarakat di sekitar hutan

dengan kehidupan yang bersentuhan langsung dengan hutan merasakan

dampak keberadaan hutan secara langsung, baik dalam arti positif maupun

negatif. Maka sangat berasalan menempatkan masyarakat disekitar hutan

sebagai mitra utama pengelolaan hutan menuju hutan lestari. Hal ini sejalan

dengan konsep pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM), sebagai

paradigm baru pengelolaan hutan.

Pengelolaan hutan secara lestari ialah proses pengelolaan hutan

permanen untuk mencapai satu atau lebih tujuan yang telah ditentukan dengan

berdasarkan komoditas produksi dan manfaat lain yang diinginkan, tanpa

mengakibatkan kemuduran nilai dan produktivitas dimasa yang akan datang

dan tanpa mengakibatkan timbulnya akibat yang tidak diharapkan pada

komponen fisik dan lingkungan sosial (Soedirma, 1995 dalam Rujehan, 2010).

Berdasarkan pemahaman ini, maka hutan buah pandan dimanfaatkan untuk

tujuan ekonomi. Sementara Anonimous (2002), menyebutkan bahwa

139

Page 145: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

pengelolaan hutan secara lestari mengintegrasikan pengelolaan lingkungan,

ekonomi dan sosial. Pengelolaan hutan lestari (sustainable forest

managemeng) sebagai suatu sistem pengelolaan hutan yang menjamin

keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dengan memperhatikan

fungsi ekonomi, sosial dan lingkungan secara seimbang. Sosial disini

dimaksudkan dampak positif pada kesejahteraan sosial dan ekonomi jangka

panjang untuk masyarakat lokal. Selanjutnya lingkungan dimaksudkan

menjaga fungsi lingkungan hidup yang meliputi stabilis daerah aliran sungai,

konservasi sumberdaya biologi dan perlindungan habitan kehidupan liar.

Sedangkan ekonomi dimaksudkan konsep kelestarian hasil (Anonimous 2008).

Perlu digaris bawahi, bahwa prinsip kelestarian hutan cukup hanya

ditinjau dari sisi mempertahankan dan jika memungkinkan meningkatkan daya

dukung dan fungsi lingkungan (environmental sustainability) atau dari sisi

produktivitas dan keuntungan ekonomi antar generasi (economic sustainability)

sama. Akan tetapi juga tidak bisa diabaikan kelestarian ditinjau dari segi aspek

sosial (social sustainability), yaitu kesesuaian dengan pengelolaan sumberdaya

hutan dengan norma-norma sosial masyarakat setempat (Sarjono, 2004).

Lebih jauh dijelaskan lagi, bahwa hal tersebut dapat diartikan sebagai

pengelolaan sumberdaya yang mampu merefleksikan kepentingan (interests)

dan kependulian (concerns) dari individu, kelompok dan institusi sosial.

Sementara Upton dan Bass (1995), menyetakan prinsip-prinsip umum

kelestarian yang diharapkan dalam pengelolaan hutan ialah :

1. Kelestarian lingkungan (environmental sustainability), menunjukkan

bahwa ekosistem mampu mendukung kehidupan organisme secara

140

Page 146: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

sehat, disamping pada waktu yang bersamaan mampu memelihara

produktivitas, adaptabilitas, serta kapabilitas untuk memperbaharui diri

(renewable), dimana hal ini mensyaratkan pengelolaan hutan yang

menghormati dan dibangun atas dasar proses-proses alami;

2. Kelestarian sosial (social sustainability), merefleksikan hubungan antara

pembangunan dan norma-norma sosial, dimana hal ini suatu kegiatan

secara sosial lestari bilamana memiliki kesesuaian dengan norma-norma

sosial atau tidak melebihi kapasitas masyarakat untuk suatu perubahan;

3. Kelestarian ekonomi (economic sustainability), menuntut bahwa

keuntungan bagi suatu (beberapa) kelompok tidak melebihi biaya yang

diperlukan dan capital yang setara dapat diwariskan dari suatu generasi

ke generasi berikutnya;

Sementara Sagaroa (2006), menyatakan bahwa konflik penguasaan

sumberdaya alam terjadi manakala struktur dan tatanan hukum lokal (adat)

dihancurkan. Adanya pengintegrasian dan penyeragaman ketentuan yang

mengatur pola penguasaan dan pengelolaan didominasi oleh pemerintah

sebagai refresentasi negara, untuk kepentingan mengejar pertumbuhan

ekonomi negara. Akan tetapi pola penguasaan dan pengelolaan tersebut

seringkali tanpa memperhatikan kehidupan masyarakat yang bergantung

hidupnya dari daya dukung lingkungan dan hutan. Oleh karena itu, penelitian

yang dilakukan di kawasan hutan pegunungan jayawijaya untuk menemukan

strategi yang adil dan pengelolaan hutan tanpa merusakan mendapat

keuntungan dari hutan melalui budidaya tanaman buah pandan sesuai kondisi

lingkungan dan sosial budaya masyarakat setempat.

Page 147: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Hutan merupaka kekayaan alam yang harus dipelihara dan

dimanfaatkan untuk kehidupan umat manusia, dimana dalam pemanfaatannya

harus memperhatikan azas kelestarian yang berkelanjuatan, sehingga generasi

mendatang masih dapat merasakan manfaatnya. Dengan menjaga kelestarian

hutan, maka secara tidak langsung membantu dalam memperlambat terjadinya

pengaruh yang sangat ditakuti oleh seluruh dunia yaitu dengan menipisnya

lapisan ozon, yang diduga dipengaruhi oleh rusaknya hutan-hutan tropis akibat

dari penebangan liar (Ilegal Loging), yang oleh sebagian orang dijadikan mata

pencarian kehidupan dan pengambilan sumberdaya alam yang berlebihan oleh

pemerintah. Dengan prinsip pengelolaan hutan lestari, generasi mendatang

masih dapat melihat hutan dalam cara pandang yang sepaham, yaitu hutan

yang sehat secara ekologi serta produktif bagi ekonomi (Soemarno, Affandi

dan priyono, 2011).

Lebih lanjut , Soemarno, Affandi dan priyono (2011), mejelaskan lebih

jauh bahwa pengelolaan hutan dapat dikatakan lestari bila memenuhi 3 (tiga)

kriteria yaitu : (1) kelestarian produksi, adalah terjadinya keberlangsungan

pemanfaatan hasil hutan dan usahanya; (2) kelestarian ekologi/lingkungan,

adalah salah satu dimensi hasil pengelolaan hutan lestari yang dapat menjamin

terpeliharanya fungsi ekosistem beserta komponennya (biotik dan abiotik)

dalam jangka panjang dan ; (3) kelestarian sosial dan budaya, adalah salah

satu dimensi hasil pengelolaan hutan lestari yang menjamin kesejahteraan dan

integrasi sosial melalui pelaksanaan jaminan akses dan control komuniti

terhadap sumberdaya hutan, pengendalian dampak pengusahaan hutan

141

Page 148: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

terhadap komuniti, dan hubungan ketenagakerjaan yang harmonis antara unit

manajemen dan pekerja.

Raharjo dan Pradhan (2000), pengelolaan sumberdaya hutan berbasis

masyarakat (PSHBM) ialah salah satu alternatif atau pilihan dalam pengelolaan

sumberdaya hutan yang saat ini mengalami keterpurukan, sebagai akibat

akumulasi dari kesalahan-kesalahan pengurusan dimasa lalu. Kesalahan dari

pengelolaan dimasa yang lalu pada intinya adalah pada pengurusan sektoral

dan sentralistik dan tidak patuh pada prinsip pengelolaan berkelanjutan yang

secara jelas menekankan pada aspek ekonomi, ekologi dan equity (keadilan).

Ketidakpatuhan tersebut juga memperlihatkan pada pengurusan yang mangkir

terhadap amanah Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 mengamanatkan

bahwa hutan sebagai sumberdaya alam harus dimanfaatkan untuk sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat.

Dijelaskan lebih lanjut, bahwa pada banyak tempat selain Indonesia,

alasan memilih metode pengelolaan berbasis masyarakat adalah : (1)

kurangnya “keampuhan” dan tidak berkelanjutan secara ekonomi daripada

metode “konservasi yang mengesampingkan” masyarakat yang diwariskan dari

masa kolonial; (2) pentingnya melindungi sumberdaya alam dimana populasi

masyarakat yang tinggal disekitarnya berada dalam proporsi besar; (3)

kebutuhan untuk menyediakan insentif ekonomi kepada masyarakat lokal

sehingga mereka dapat menggunakan sumberdaya dengan berkelanjutan; (4)

kelangsungan pengelolaan hak milik bersama; (5) adanya bukti-bukti

kemanjuran pendekatan “bottom up” terhadap pembangunan daerah pedesaan

142

Page 149: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

dan; (6) pentingnya menyediakan ganti rugi terhadap ketidakadilan akibat

pemindahan secara paksa saat dibentuknya wilayah yang dilindungi.

Untuk menuju hutan lestari yang dimaksud, perlu dipertahankan kualitas

manfaat biologi, ekologi dan ekonomi yang diberikan oleh ekosistem hutan

sehingga pada gilirannya lingkungan ekosistem dapat terjaga dengan baik.

Akan tetapi berdasarkan laporan dari kementerian Kehutanan Republik

Indonesia menyebutkan bahwa ekosistem hutan di Indonesia sudah

mengalami banyak gangguan yang dapat menurunkan nilai manfaatnya. Dari

laporan tersebut menjelaskan bahwa gangguan-gangguan ekosistem ini

menyebabkan degradasi ekosistem hutan yang sudah mencapai 59,17 juta

hektar dari luas total Indonesia sebesar 120,3 juta hekar atau dengan laju

degradasi reta-rata pertahun mencapai 2, 8 juta hektar (Tuheteru, 2008).

Degradasi ekosistem tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu

diantaranya perambahan hutan atau illegal loging, tumpang tidih pemanfaatan

lahan dan kebakaran hutan. Khusus yang berkaitan dengan aktivitas

perambahan hutan biasanya disebabkan oleh beberapa faktor yaitu seperti

faktor-faktor ekonomi dan sosial budaya masyarakat.

Untuk menghindari hal tersebut, pengembangan komoditi unggulan dan

sistem pengelolaan karifan lokal berorientasi pada penguatan ekonomi

masyarakat setempat. Sistem pengelolaan partisipatif dapat menjamin

kelestarian manfaat ekonomi (tangible dan intangible), sebagai penyangga

penghidupan dan kehidupan untuk menuju kesejahteraan manusia dan

mahkluk lainnya. Manfaat tersebut, bagi hutan yang sudah terlajur degradasi

dapat ditingkatkan lagi melalui konservasi kawasan baik melalui kegiatan

143

144

Page 150: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

perlindungan, pemeliharaan atau pengawetan maupun pemanfaatan yang

terbatas.

Konservasi diartikan sebagai suatu usaha pengelolaan yang dilakukan

oleh manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam sehingga dapat

menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya secara berkelanjutan untuk

generasi manusia saat ini, serta tetap memelihara potensinya untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi generasi yang akan datang

(Irwanto, 2006). Dari kenyataan ini jelaslah bahwa kegiatan konservasi berarti

keberlangsungan fungsi ekologi dan manfaat ekonomi, sehingga

keberlangsungan fungsi dan manfaat tersebut menjadi indikator keberhasilan

suatu konservasi.

Rujehan (2010), menjelaskan bahwa tujuan utama konservasi, menurut

“Strategi Konservasi Sedunia” (World Consevation Strategy) ada tiga yaitu : (1)

memelihara proses ekologi yang esensial dan sistem pendukung kehidupan;

(2) mempertahankan keanekaan genesis dan; (3) menjamin manfaat jenis

(spesies) serta ekosistem secara berkelanjutan. Dari tujuan tersebut, maka ada

peluang bagi masyarakat pegunungan Jayawijaya untuk memanfaatkan buah

pandan dan ekosistem yang ada di sekitarnya. Disisi lain bila dilihat dari

sejarah perkembangan peradaban manusia di muka bumi, sesungguhnya

manusia tidak pernah lepas dari aspek pemanfaatan dan pengelolaan aneka

ragam jenis dan ekosistem di lingkungan sekitarnya.

3.2. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel

145

Page 151: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Untuk mendapatkan kesamaan pikir dan pemahaman yang sama pada

penelitian ini dalam berbagai istilah, maka diperlukan batasan operasional

dengan beberapa penjelasan dan cara pengukurannya adalah tanaman buah

pandan memiliki struktur botani lengkap yaitu akar, batang, dan daun.

Tanaman ini tumbuh pada suatu daerah tertentu mempunyai kondisi iklim yang

berdeda dengan daerah lainnya, sehingga pola usahatani tanaman buah

pandan pun berbeda dengan tanaman pertanian lainnya, maka cara

pengukurannya sebagai berikut :

1. Gambaran lengkap adalah pengambilan data atau informasi secara fisik

maupun non fisik secara luas pada suatu wilayah/daerah tertentu tentang

aktivitas masyarakat terhadap objek tertentu yang sedang atau akan

diamati untuk mampu mendeskriptifkan untuk memberikan informasi

kepada pengguna jasa objek tersebut lebih luas.

2. Gambaran mendalam adalah pengambilan data atau informasi secara

khusus pada objek tertentu melalui pendekatan partisipan (ikut terlibat)

dalam aktivitas masyarakat pada suatu daerah tertentu untuk memaknai

dari objek yang diamati sebagai suatu nilai budaya, sosial, ekonomi,

politik, hukum dan pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat sebagai aset

milik suatu bangsa.

3. Ketinggian tempat adalah pengukuran ketinggian dari kawasan

pegunungan jayawijaya terdapat suatu titik pada daerah yang lebih jauh

dari permukaan di atas laut (DPL), memiliki ciri khas iklim yang berbeda

dengan keberadaan flora dan fauna yang unik di dunia. Salah satu hasil

flora yang unik adalah buah pandan yang dapat tumbuh di daerah

146

Page 152: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

pegunungan jayawijaya memiliki cirri khas buah pandan sebagai pangan

dibandingkan dengan jenis pandan yang lain, karena membedakan antara

jenis pandan satu dengan yang lain indikasinya adalah ketinggian tempat.

4. Topografi adalah kawasan pegunungan jayawijaya memiliki garis kontur

benteng alam yang berbeda dengan wilayah lain dan terdapat benda-

benda alam yang unik membandingkan dengan wilayah lain di dunia.

Karakteristik unik yang membedakan peta topografi dari jenis peta lainnya

adalah peta ini menunjukkan kontur topografi atau bentuk tanah di

samping fitur lainnya seperti jalan, sungai, danau, dan lain-lain. Karena

peta topografi menunjukkan kontur bentuk tanah, maka peta jenis ini

merupakan jenis peta yang paling cocok untuk kegiatan outdoor dari peta

kebanyakan.

5. Buah adalah pertumbuhan sempurna dari bakal buah (ovarium). Setiap

bakal buah berisi satu atau lebih bakal biji (ovulum), yang masing-masing

mengandung sel telur. Bakal biji itu dibuahi melalui suatu proses yang

diawali oleh peristiwa penyerbukan, yakni berpindahnya serbuk sari dari

kepala sari ke kepala putik. Setelah serbuk sari melekat di kepala putik,

serbuk sari berkecambah dan isinya tumbuh menjadi buluh serbuk sari

yang berisi sperma. Buluh ini terus tumbuh menembus tangkai putik

menuju bakal biji di mana terjadi persatuan antara sperma yang berasal

dari serbuk sari dengan sel telur yang berdiam dalam bakal biji,

membentuk zigot yang bersifat diploid. Pembuahan pada tumbuhan

berbunga ini melibatkan baik plasmogami, yakni persatuan protoplasma

sel telur dan sperma, dan kariogami, yakni persatuan inti sel keduanya.

Page 153: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Setelah itu, zigot yang terbentuk mulai bertumbuh menjadi embrio

(lembaga), bakal biji tumbuh menjadi biji, dan dinding bakal buah, yang

disebut perikarp, tumbuh menjadi berdaging (pada buah batu atau drupa)

atau membentuk lapisan pelindung yang kering dan keras (pada buah

geluk atau nux). Sementara itu, kelopak bunga (sepal), mahkota (petal),

benangsari (stamen) dan putik (pistil) akan gugur atau bisa jadi bertahan

sebagian hingga buah menjadi pembentukan buah ini terus berlangsung

hingga biji menjadi masak. Pada sebagian buah berbiji banyak,

pertumbuhan daging buahnya sebanding dengan jumlah bakal biji yang

terbuahi.

6. Daging buah adalah dinding buah pandan yang berasal dari

perkembangan dinding bakal buah pada bunga, dikenal sebagai perikarp

(pericarpium). Perikarp ini sering berkembang lebih jauh, sehingga dapat

dibedakan atas dua lapisan atau lebih. Yang di bagian luar disebut dinding

luar, eksokarp (exocarpium), atau epikarp (epicarpium); yang di dalam

disebut dinding dalam atau endokarp (endocarpium); serta lapisan tengah

(bisa beberapa lapis) yang disebut dinding tengah atau mesokarp

(mesocarpium). Pada sebagian buah, khususnya buah tunggal yang

berasal dari bakal buah tenggelam, kadang-kadang bagian-bagian bunga

yang lain (umpamanya tabung perhiasan bunga, kelopak, mahkota, atau

benangsari) bersatu dengan bakal buah dan turut berkembang

membentuk buah. Jika bagian-bagian itu merupakan bagian utama dari

buah, maka buah itu lalu disebut buah semu.

147

Page 154: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

7. Temperatur adalah sebuah keadaan standar yang digunakan dalam

pengukuran tekanan udara. Standar ini digunakan agar setiap data dalam

percobaan yang berbeda-beda dapat dibandingkan. Standar yang paling

umum digunakan adalah standar IUPAC dan NIST. Terdapat juga variasi

standar lainnya yang ditetapkan oleh organisasi-organisasi lainnya.

Standar IUPAC sekarang ini adalah temperatur 0 °C (273,15 K, 32 °F) dan

tekanan absolut 100 kPa (14,504 psi), sedangkan standar NIST adalah

20 °C (293,15 K, 68 °F) dan tekanan absolut 101,325 kPa (14,696 psi).

Pengembunan akan terjadi bila kelembaban nisbi mencapai 100 %. Pada

daerah lembab seperti di daerah tropis, ρ v akan lebih tinggi daripada

daerah temperate yang relatif kering terutama pada musim dingin (winter).

Pada musim dingin kapasitas udara untuk menampung uap air menjadi

kecil.

8. Suhu udara adalah ukuran energi kinetik rata - rata dari pergerakan

molekul- molekul. Jadi suatu keadaan yang menentukan kemampuan

untuk memindahkan (transfer) panas ke benda - benda lain atau menerima

panas dari benda - benda lain tersebut. Selama 24 jam, suhu udara selalu

mengalami perubahan – perubahan. Di atas lautan perubahan suhu

berlangsung lebih banyak perlahan – lahan daripada di atas daratan.

Variasi suhu pada permukaan laut kurang dari 1°C, dan dalam keadaan

tenang variasi suhu udara dekat laut hampir sama. Sebaliknya diatas

daerah pedalaman continental dan padang gurun perubahan suhu udara

permukaan antara siang dan malam mencapai 20°C. Sedangkan pada

148

Page 155: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

daerah pantai variasinya tergantung dari arah angin yang bertiup.

Variasinya besar bila angin bertiup dari atas daratan dan sebaliknya.

9. Daun adalah salah satu organ tanaman buah pandan tumbuh dari batang,

umumnya berwarna hijau (mengandung klorofil) dan terutama berfungsi

sebagai penangkap energi dari cahaya matahari melalui fotosintesis. Daun

merupakan organ terpenting bagi buah pandan dalam melangsungkan

hidupnya karena buah pandan adalah organisme autotrof obligat, ia harus

memasok kebutuhan energinya sendiri melalui konversi energi cahaya

menjadi energi kimia. Bentuk daun makhota menempel pada batang pokok

sebelum membentuk cabang. Bentuk ekstremnya bisa meruncing panjang.

Warna hijau pada daun berasal dari kandungan klorofil pada daun. Klorofil

adalah senyawa pigmen yang berperan dalam menyeleksi panjang

gelombang cahaya yang energinya diambil dalam fotosintesis, daun juga

memiliki pigmen lain, misalnya karoten (berwarna jingga), xantofil

(berwarna kuning), dan antosianin (berwarna merah, biru, atau ungu,

tergantung derajat keasaman). Daun tua kehilangan klorofil sehingga

warnanya berubah menjadi kuning atau merah sampai coklat. Stoma

berfungsi sebagai organ respirasi. Stoma mengambil CO2 dari udara untuk

dijadikan bahan fotosintesis, mengeluarkan O2 sebagai hasil fotosintesis.

Stoma ibarat hidung kita dimana stoma mengambil CO2 dari udara dan

mengeluarkan O2, sedangkan hidung mengambil O2 dan mengeluarkan

CO2. Stoma terletak di epidermis bawah.

149

Page 156: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

10. Batang adalah salah satu bagian organ dari tanaman buah pandan

setelah akar. Batang bersatu dengan akar melanjutkan sari makanan yang

dibawa oleh akar melalui jaringan pengangkut ke daun dan sebaliknya dari

daun ke akar. Batang berfungsi sebagai tempat menyimpan cadangan

makanan juga sebagai jalur transfer air melalui jaringan xylem dari akar ke

daun untuk mempercepat proses fotosintesis kemudian pengangkutan

hasil proses fotosintesis berupa gula untuk disimpan pada organ tubuh

bagian bawah melalui jaringan pholoem dari daun. Dan juga ada yang

melepaskan dari hasil proses fotosintesis melalui stomata daun sebagai

gas yang tidak penting bagi kebutuhan tanaman dalam bentuk respirasi

sebagai hasil buangan dari sisa tubuh tanaman.

11. Kelembaban udara adalah menggambarkan kandungan uap air di

udara yang dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak,

kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit tekanan uap air.

Kelembaban nisbi membandingkan antara kandungan/tekanan uap air

aktual dengan keadaan jenuhnya atau pada kapasitas udara

untuk menampung uap air. Kapasitas udara untuk menampung uap

air tergantung pada suhu udara selisih antara tekanan uap air jenuh

dengan tekanan uap aktual.

12. Biji adalah bagian yang berasal dari bakal biji dan di dalamnya

mengandung calon individu baru, yaitu lembaga. Lembaga akan terjadi

setelah terjadi penyerbukan atau persarian yang diikuti oleh pembuahan.

Habitus atau perawakan buah pandan biji sangat bervariasi, tergantung

150

151

Page 157: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

pada jenisnya, misalnya Woromo, gawan, lim dan terep. Pengelompokan

klasik menjadi Monocotyledoneae (tumbuhan berkeping biji tunggal)

13. Benih adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk

memperbanyak dan atau mengembangbiakkan tanaman. Dalam

perkembangbiakkan secara generatif, bibit diperoleh dari benih yang

disemaikan. Sementara perkembangbiakkan secara vegetatif bibit dapat

diartikan sebagai bagian tanaman yang berfungsi sebagai alat reproduksi.

Kecilnya embrio tanaman tertutup dalam penutup yang disebut kulit biji,

biasanya dengan beberapa makanan yang disimpan . Pembentukan benih

melengkapi proses reproduksi pada tumbuhan biji (dimulai dengan

perkembangan bunga dan polinasi ), dengan embrio yang dikembangkan

dari zigot dan kulit biji dari integumen dari ovula. Benih telah menjadi

perkembangan penting dalam reproduksi dan penyebaran tanaman

berbunga. Hal ini dapat dilihat oleh keberhasilan tanaman bibit

(angiosperma) dalam mendominasi biologi relung di darat, dari hutan ke

padang rumput baik dalam panas dan dingin iklim .

14. penanganan pascapanen adalah tahap tanaman produksi segera setelah

panen , termasuk pembersihan, sortasi dan pengepakan. Tanaman

dipisahkan dari pohon tanamannya. Penanganan pascapanen sangat

menentukan kualitas akhir, apakah tanaman ini dijual seharga segar

konsumsi, atau digunakan sebagai bahan dalam makanan olahan produk .

Tujuan yang paling penting dari penanganan pasca panen adalah menjaga

produk, untuk menghindari hilangnya kelembaban dan memperlambat

perubahan kimia, dan menghindari kerusakan fisik untuk menunda

Page 158: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

pembusukan. Setelah lapangan, pascapanen dilanjutkan di rumah

kemasan. Dalam pemanenan mekanis, pengolahan juga mungkin mulai

sebagai bagian dari proses panen yang sebenarnya, dengan awal

pembersihan dan penyortiran yang dilakukan oleh petani. Pascapanen

awal kondisi penyimpanan sangat penting untuk menjaga kualitas.

Tanaman buah pandan memiliki kisaran optimum untuk suhu penyimpanan

dan kelembaban. Berbagai metode berkecepatan tinggi pemanas, dapat

dikontrol untuk memperpanjang masa simpan.

15. Sistem budidaya adalah budidaya tanaman buah pandan pertanian

berkelanjutan seperti pertanian organik atau pertanian ekstensif , yang

melibatkan masukan lebih tinggi dari tenaga kerja, dan energi relatif luas

tanah bertani, tetapi fokus pada menjaga kesehatan jangka panjang

ekologi lahan pertanian, hasil produk yang tinggi tanpa menggunakan

bahan kimia.

16. Akar adalah organ tanaman yang terletak di bawah permukaan tanah. Hal

ini tidak selalu terjadi, namun karena root juga dapat udara (tumbuh di atas

tanah udara ) atau mengaerasi (tumbuh di atas tanah atau terutama di atas

air). Selanjutnya, batang biasanya terjadi di bawah tanah tidak luar biasa

baik (lihat rimpang ). Jadi, lebih baik untuk mendefinisikan root sebagai

bagian dari tubuh tanaman yang beruang tidak ada daun, dan karena itu

juga tidak memiliki node . Ada juga perbedaan penting antara struktur

internal batang dan akar. Akar pertama yang berasal dari tumbuhan

disebut radikula . Empat fungsi utama dari akar adalah 1) penyerapan air

dan nutrisi anorganik, 2) penahan dari tubuh tanaman untuk tanah dan 3)

152

Page 159: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

penyimpanan makanan dan nutrisi dan 4) untuk mencegah erosi tanah.

Menanggapi konsentrasi nutrisi, akar juga mensintesis sitokinin , yang

bertindak sebagai sinyal untuk seberapa cepat tunas dapat tumbuh. Akar

sering berfungsi dalam penyimpanan makanan dan nutrisi..

17. Naungan adalah tanaman kemampuan untuk mentolerir rendah cahaya

tingkat. Istilah ini juga digunakan dalam hortikultura dan lansekap ,

meskipun dalam konteks ini penggunaannya kadang-kadang ceroboh,

terutama berkenaan dengan pelabelan tanaman untuk dijual di pembibitan

. Naungan toleransi adalah istilah relatif, dan penggunaannya dan makna

tergantung pada konteks. Satu dapat membandingkan besar pohon satu

sama lain, tetapi ketika membandingkan understory pohon-pohon dan

semak , atau non-kayu tanaman, istilah mengambil makna yang berbeda.

Bahkan dalam konteks tertentu, toleransi naungan bukanlah variabel

tunggal atau kontinum sederhana, melainkan, kompleks multi-faceted

milik tanaman, karena tanaman yang berbeda menunjukkan berbeda

adaptasi untuk teduh . Bahkan, tanaman yang sama dapat menunjukkan

berbagai tingkat toleransi naungan atau bahkan

kebutuhan untuk cahaya, tergantung pada sejarah masa

lalu atau tahap perkembangan.

BAB IVMETODE PENELITIAN

4.1. Objek dan Ruang Lingkup Metode Penelitian

153

Page 160: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

sesuai dengan konsep petani buah pandan dalam hutan lindung, maka

penelitian ini metode yang akan digunakan adalah metode kualitatif untuk

mempelajari fenomena kesesuaian lingkungan tumbuh tamanan buah pandan,

jenis buah pandan yang dapat dibudidayakan oleh petani di Pegunungan

Jayawijaya. Jadi objek utama atau unit analisis penelitian adalah lingkungan

tumbuh yaitu : ketinggian tempat, suhu, kelembapan, cahaya, temperature,

intensitas cahaya matahari,dan jenis buah pandan terdiri dari dua yaitu

Woromo dan Gawang yang menjadi objek pengamatan adalah masing-masing,

karakteristik daun, akar, batang, biji, daging buah dan karakteristik pohon.

Dan pola budidaya yaitu karakteristik perbenihan, pesemaian, pemindahan

bibit, cara penanaman, pemeliharaan tanaman dan penanganan pascapanen.

Dan objek pelengkan adalah individu atau petani buah pandan dalam aktivitas

usahatani di dalam hutan lindung pada umumnya bertemu langsung dengan

petani atau anggota rumah tangganya. Berdasarkan semua aspek kajian di

atas akan membuat strategi pelestarian hutan lindung di kawasan pegunungan

Jayawijaya. Oleh karena itu, lingkup kajian tidah hanya pada teknis budidaya,

tetapi juga kajian strategi pengembangan tanaman buah pandan, agar hutan

tetap terpelihara sepanjang masa yang berkelanjutan.

4.2. Metode Penentuan Daerah Penelitian dan Penarikan Contoh

Desa sentra produksi buah pandan yang dipilih sebagai daerah atau

lokasi penelitian terletak di Kabupaten Lanny Jaya sebagai pemekaran dari

154

155

Page 161: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Kabupaten Jayawijaya merupakan Kabupaten induk di kawasan pegunungan

jayawijaya provinsi Papua.

Untuk penentuan daerah dan penarikan contoh digunakan teknik

penarikan beberapa tahap (Multistage Sampling), Tarigan dan Suparmoko

(1995). Tahap-tahap penentuan daerah dan penarikan contoh populasi adalah

sebagai berikut : tahap pertama memilih salah satu Kabupaten pemekaran

baru sentra produksi buah pandan secara radom. Tahap kedua memilih salah

satu kecamatan sentra produksi buah pandan dari beberapa kecamatan dalam

wilayah kabupaten sentra produksi yang terpilih pada tahap pertama secara

radom. Tahap ketiga, memilih satu desa sentra produksi buah pandan dari lima

besar desa sentra produksi dalam wilayah kecamatan yang terpilih pada tahap

kebua secara radom. Tahap keempat menarik petani contoh di desa terpilih

pada tahap ketiga. Tahap kelima menerapkan teknis wawantara yakni petani

pemilik kebun buah pandan. Untuk membantu memahami, mekanisme

penarikan contoh secara bertahap tersebut dalam bentuk alur di gambar 2

berikut.

8 Kabupaten Baru Pegunungan Jayawijaya

7 Kabupaten yang tidak masuk dalam wilayah penelitian

Kabupaten Lanny Jaya yang terpilih sebagai

daerah penelitian

Kecamatan Gamilea terpilih sebagai

daerah penelitian

Desa Ekapame yang terpilih sebagai

daerah penelitian

Desa Ekapame mempunyai jumlah penduduk 1.300 jiwa

10 orang dipilih sebagai contoh petani

sampel

156

Page 162: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Gambar 2. Prosedur Penarikan Contoh penentuan wilayah penelitian dan petani bertahap (Multistage Sampling)

4.3. Langkah-Langkah Prosedur Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan melalui 4 (empat), tahap. Tahap pertama

melakukan studi pendahuluan dengan tujuan untuk melihat dan memahami

dari dekat tentang situasi dan kondisi wilayah penelitian. Hal ini dilakukan untuk

Kabupaten Lanny Jaya memiliki10

Distrik

9 Distrik tidak masuk dalam daerah

Penelitian

Distrik Gamilea mempunyai 42 Desa

41 Desa yang tidak masuk dalam daerah

Penelitian

Individu (kepala suku, tokoh adat, tokoh Agama) di Desa Ekapame merupakan sampel tidak termasuk jumlah petani sampel di atas

Studi Pendahuluan

157

Page 163: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

mengetahui permasalahan yang ada dalam kawasan pegunungan jayawijaya

terutama permasalahan dari kondisi biofisik kawasan hutan. Dari sini akan

dapat diketahui bagaimana hubungan kondisi boifisik kawasan hutan dengan

perilaku masyarakat yang bermukim disekitarnya, sehingga atas dasar studi

pendahuluan dan kerangka pikir akan menjadi landasan dalam menentukan

penelitian bagaimana diskemakan dalam langkah-langkah operasional sebagai

berikut (Gamber 3)

t

Gambar 3. Skema langkah-langkah Operasional Penelitian Berdasarkan skema pada gambar 3, di atas selanjutnya tahap kedua

adalah identifikasi ekolagi jenis buah pandan yang sesuai dengan kondisi

lingkungan tumbuh di kawasan pegunungan Jayawijaya sebagai komoditi

unggulan daerah tersebut. Pada tahap ini menyerap beberapa data dan

Identifikasi Lingkungan

Tumbuh Buah pandan

Identifikasi dua jenis Buah

pandan

Identifikasi sistem Bududaya Buah

pandan masyarakat setempat

Identifikasi Kondisi Internal dan Eksternal Budidaya dalam hutan

berdasarkan isu-isu pengelolaan hutan

berkelanjutan

Analisis Deskriptif

Analisis SWOT

Ekosistem terpelihara

Strategi Pelestarian buah pandan dan Hutan yang

berkelanjutan

Survei

158

Page 164: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

informasi dari masyarakat setempat mengenai tujuan pemanfaat kawasan dan

cara-cara pemanfaatan lahan hutan lindung. Data dan informasi yang diperoleh

selanjutnya dijadikan sebagai bahan analisis dalam memahami perilaku

masyarakat setempat dalam pemanfaatan lahan hutan dan kemungkinan

dampak ekosistem yang ditimbulkan.

Selanjutnya untuk mengetahui manfaat buah pandan bagi masyarakat

setempat, tahap ketiga melakukan analisis mengenai dampak sosial budaya

dan ekonomi dalam masyarakat setempat yang dianggap nilai-nilai penting dari

leluhur mereka tentang pemanfaatan lahan hutan dan cara-cara pengaturan

untuk memberikan nilai ekonomi dalam keluarga masyarakat setempat.

Selanjutnya tahap keempat melakukan indentifikasi kondisi internal dan

eksternal petani buah pandan berdasarkan isi-isu manfaat ekonomi,biologi dan

ekologi hutan lidung tersebut. Dalam identifikasi kondisi internal, data dan

informasi yang dibutuhkan yang berkaitan dengan faktor-faktor kekuatan dan

kelemahan upaya mempertahankan hutan lindung, sementara identifikasi

kondisi eksternal berkaitan dengan faktor-faktor peluang dan ancaman upaya

menpertahankan hutan lindung. Data dan informasi ini selanjutnya dianalisis

untuk menentukan strategi tetap mempertahankan hutan lindung. Analisis

strategi tersebut dilakukan secara terpisah menjadi 2 (dua) bagian yaitu

strategi mempertahankan manfaat ekonomi dan strategi mempertahankan

manfaat non ekonomi (biologi dan ekologi) hutan lindung.

4.4. Metode Pengumpulan data

159

Page 165: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan

data sekunder. Data primer atau data utama dapat dikumpulkan dari para

responden terpilih dari masyarakat setempat melalui teknik wawancara

langsung yang akan dipandu kuesioner yang dirancang dengan format

terstruktur dan semi-struktur (structured interview and semi-structured

interview). Mulyana (2001), menyatakan bahwa dalam merancang kuesioner

tersebut ada 2 (dua) hal yang perlu dijawab yaitu : 1) bagaimana responden

dijangkau dan; 2) spesifikasi data yang ingin diperoleh. Cara lain dalam

pengumpulan data disini adalah melalui diskusi kelompok terfokus (focus group

discussion-FGD), melibatkan para pihak terkait seperti kepala suku, tokoh

Adat, tokoh Agama masyarakat setempat.

Disamping itu data utama juga akan dikumpulkan melalui observasi

langsung ke lapangan (field observation), dengan cara dokumentasi atau

mencatat kondisi lingkungan melalui atat pengukuran thermohigrometer untuk

temperature udara, kelembapan udara, Lux meter untuk intensitas cahaya

matahari, klinometer untuk topografi dan ketinggian tempat di atas permukaan

laut (DPL), dan alat pengaris dan meter untuk menggukur luas daun, panjang

daun, diameter batang, rata-rata panjang akar udara, ukuran biji yaitu : besar,

sedang, kecil dan karakteristik buah pandan sesuai dengan tujuan penelitian.

Sedangkan data sekunder atau data penunjang akan dikumpulkan dari Dinas

kehutanan dan perkebunan Kabupaten maupun Provinsi Papua. Untuk

melengkapi data penunjang yang dimaksud juga akan dikumpulkan melalui

studi kepustakaan, informasi yang bersumber dari majalah, buletin dan

jurnal/laporan penelitian (media cetak dan elektronik/internet).

Page 166: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

4.5. Metode Analisis Data

Untuk memudahkan penyajian analisis, maka sistimatika uraian sesuai dengan

tata urutan penyajian tujuan penelitian.

4.5.1. Deskripsi Lingkungan Tumbuh Tanaman Buah Pandan

Deskripsi tersebut pada dasarnya diarahkan untuk memahami :

1. Temperatur Udara rata-rata harian di daerah asal tumbuh tanaman buah

pandan.

2. Kelembapan Udara rata-rata harian di daerah asal tumbuh tanaman buah

pandan.

3. Intensitas Cahaya matahari rata-rata harian di daerah asal tumbuh

tanaman buah pandan;

4. Persentase naungan tajuk tegakan lain terhadapa tanaman buah pandan

5. Topografi, rata-rata kemiringan daerah asal tumbuh tanaman buah

pandan;

6. Ketinggian tempat, rata-rata ketinggian tempat asal tumbuh tanaman

buah pandan;

7. Kondisi tanah yaitu, warna, struktur, tekstur dan kandungan bahan

organik serta pH tanah.

4.5.2. Deskripsi dua Jenis Tanaman Buah Pandan

Deskripsi 2 (dua) jenis buah pandan tersebut pada dasarnya diarahkan untuk

memahami :

1. Daun yaitu : rata-rata jumlah, bentuk, ukuran dan warna daun

160

161

Page 167: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

2. Buah yaitu : rata-rata berat buah, warna buah, ukuran biji , warna daging

dan manfaat buah pandan;

3. Pohon yaitu : rata-rata bentuk pohon, banyaknya jumlah anakan, cabang,

warna pohon, banyaknya akar udara dan penampilan pohan buah

pandan;

4.5.3. Deskrisi Sistem Budidaya Tanaman Buah Pandan

Deskripsi tersebut pada dasarnya diarahkan untuk memahami :

1. Aspek Pembibitan yaitu : pemilihan benih, cara pesemaian, pemeliharaan

bibit dan cara pemindahan pada lahan penanaman (tempat tetap)

2. Aspek Penanaman yaitu : persiapan lahan, pemindahan bibit, pengaturan

jarak tanam, pemeliharaan tanaman;

3. Aspek penanganan pascapanen yaitu : cara panen, pengeringan hasil

panen, pengemasan hasil panen dan cara memasarkanya.

4.5.3. Analisis SWOT

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah identifikasi

faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal dengan menggunakan SWOT,

pembuatan matrik SWOT.

4.5.4.1. Analisis IFAS dan EFAS

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

analisis faktor-faktor strategi internal dan disusun dalam suatu tabel IFAS

(Internal strategy factor analysis summary), yang merumuskan faktor-faktor

162

Page 168: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

strategi disebut dalam kerangka strength (kekuatan) dan weakness

(kelemahan) Petani. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

a. Analisis Strategi Faktor Internal (IFAS)

Untuk membuat matrik faktor strategi internal (IFAS), dengan cara

sebagai berikut :

1. Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan

petani dalam kolom 1(satu).

2. Membuat bobot masing-masing faktor dalam kolom 2 (dua) mulai dari

1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting), berdasarkan

pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategi petani. Jumlah

bobot tidak boleh lebih dari 1,00

3. Menghitung ranting (dalam kolom 3) untuk setiap faktor dengan memberi

skala mulai dari 4 (outstanding), sampai dengan 1,00 (poor).

4. Mengalikan bobot pada kolom 2 (dua) dengan rating pada kolom 3 (tiga)

untuk mendapatkan pembobotan dalam kolom 4 (empat). Hasil berupa

skor pembobotan untuk setiap faktor yang nilainya bervariasi mulai dari

4 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor).

5. Menggunakan kolom 5 (lima), untuk memberi komentar atau catatan

mengenai alasan dipilihnya faktor-faktor tertentu dan bagaimana

perhitungannya skor pembobotannya.

6. Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4) untuk mendapatkan

total skor pembobotan bagi petani yang bersangkutan. Nilai total

menunjukkan bagaimana petani tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor

strategi internalnya.

163

Page 169: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Tabel 6. Analisis Strategi Faktor Internal (IFAS)

Faktor internal Bobot Ranting Bobot x Ranting Komentar1 2 3 4 5

KekuatanKelemahanTotal

b. Analisis Strategi Faktor Eksternal (EFAS)

Menggunakan analisis faktor-faktor Strategi Eksternal yang disusun dalam

suatu tabel EFAS (Eksternal Strategi factor Analysis Summary), dalam rangka

opportunities (peluang) dan Threats (Ancaman) petani. Langkah-langkahnya

sebagai berikut :

1. Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan

petani dalam kolom 1(satu).

2. Membuat bobot masing-masing faktor dalam kolom 2 (dua) mulai dari

1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting), berdasarkan

pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategi petani. Jumlah

bobot tidak boleh lebih dari 1,00

3. Menghitung ranting (dalam kolom 3) untuk setiap faktor dengan memberi

skala mulai dari 4 (outstanding), sampai dengan 1,00 (poor).

4. Mengalikan bobot pada kolom 2 (dua) dengan rating pada kolom 3 (tiga)

untuk mendapatkan pembobotan dalam kolom 4 (empat). Hasil berupa

skor pembobotan untuk setiap faktor yang nilainya bervariasi mulai dari

4 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor).

5. Menggunakan kolom 5 (lima), untuk memberi komentar atau catatan

mengenai alasan dipilihnya faktor-faktor tertentu dan bagaimana

perhitungannya skor pembobotannya.

164

Page 170: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

6. Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4) untuk mendapatkan

total skor pembobotan bagi petani yang bersangkutan. Nilai total

menunjukkan bagaimana petani tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor

strategi internalnya.

Tabel 7. Analisis Strategi Faktor Eksternal (EFAS)

Faktor Eksternal Bobot Ranting Bobot x Ranting Komentar1 2 3 4 5

Peluang Ancaman Total

4.5.4.2. Matrik SWOT

Menggunakan analisis SWOT untuk menentukan strategi yang dipilih,

semua informasi yang didapat dari analisis strategi factor internal dan eksternal

dimasukkan dalam model kuantitatif perumusan strategi. Alat yang dipakai

adalah matrik SWOT. Matrik SWOT dapat mengambarkan secara jelas

bilamana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi petani dapat

disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matrik ini dapat

menghasilkan 4 (empat) set kemungkinan alternative strategi dapat lihat pada

gambar berikut ini :

IFAS

EFASSTRENGTH

WEAKNESS

OPPORTUNITIES STRATEGI SO

Strategi yang menggunakan

kekuatan untuk menangkap

kesempatan/peluang

STRATEGI WO

Strategi untuk

mengatasi kelemahan

dengan mengambil

165

Page 171: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

kesempatan yang ada

THRETS

STRATEGI ST

Strategi yang menggunakan

kekuatan untuk menghindari

ancaman

STRATEGI WT

Strategi untuk

mengatasi kelemahan

dan menghindari

ancaman

Gambar 4. Matrik SWOT

David (2004), menyatakan bahwa matrik SWOT merupakan alat

pencocokan yang penting untuk membantu manajer mengembangkan 4

(empat) tipe strategi yaitu : SO, Strategi WO, Strategi ST dan Strategi WT.

strategi SO adalah strategi kekuatan peluang yang mana menggunakan

kekuatan internal organisasi untuk memanfaatkan peluang eksternal, strategi

WO atau strategi kelemahan peluang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan

dengan memanfaatkan peluang eksternal, strategi ST atau strategi kekuatan

ancaman menggunakan kekuatan ornganisasi untuk menghindari dan

mengurangi dampak ancaman eksternal, dan WT atau strategi kelemahan

ancaman diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari

ancaman lingkungan.

Tujuan dari penggunaan matrik SWOT tersebut adalah untuk

menghasilkan strategi alternatif yang layak, bukan untuk memilih atau

menetapkan strategi mana yang terbaik. Langkah-langkah dalam membuat

matrik adalah :

1. Membuat daftar peluang eksternal Petani Buah Pandan

2. Membuat daftar ancaman eksternal Petani Buah Pandan

166

Page 172: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

3. Membuat daftar kekuatan internal Petani Buah Pandan

4. Membuat daftar kelemahan internal Petani Buah pandan

5. Mencocokan kekuatan-kekuatan internal dan peluang-peluang eksternal

dan mencatat hasilnya dalam sel strategi SO.

6. Mencocokan kelemahan-kelemahan internal dan peluang-peluang

eksternal dan mencatat hasilnya dalam sel strategi WO.

7. Mencocokan kekuatan-kekuatan internal dan ancaman eksternal dan

mencatat hasilnya dalam sel strategi ST

8. Mencocokan kelemahan-kelemahan internal dan ancaman eksternal

dan mencatat hasilnya dalam sel strategi WT.

Untuk mengetahui kinerja petani dan arah pengembangan selanjutnya

dapat ditentukan oleh kombinansi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor

tersebut harus dipertimbangkan antara faktor eksternal peluang (opportunities)

dan ancaman (threts) dengan faktor internal kekuatan (strength) dan dengan

kelemahan (weaknesses) (Rangkuti, 1996) dapat lihat pada gamabr 5, berikut

ini :

3 1

(WO) (SO)

Mendukung Strategi Mendukung Strategi Konservatif Agresif

BERBAGAI PELUANG

167

Page 173: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

4 2

(WT) (ST)

Mendukung Strategi Mendukung Strategi Defensif Deversifikasi/Bersaing

Gambar 5. Diagram Analisis SWOT

Keterangan :

Kuadran 1. Merupakan situasi yang menguntungkan Petani karena Petani

dapat menggunakan kekuatan internalnya untuk memanfaatkan

peluang eksternal, mengatasi kelemahan internal dan

menghindari ancaman eksternal. Strategi yang harus diterapkan

dalam kondisi inia adalah mendukung budidaya kearifan lokal

yang agresif.

Kuadran 2. Meskipun menghadapi berbagai ancaman, Petani masih memiliki

kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah

menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka

panjang dengan strategi diversifikasi (produk/pasar).

Kuadran 3. Petani menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi dilain

pihak Petani menghadapi beberapa kendala atau kelemahan

internal. Fokus strategi ini adalah meminimalkan masalah-

BERBAGAI ANCAMAN

KEKUATAN INTERNAL YANG

BERSAR

KELEMAHAN INTERNAL YANG

KRITIS

168

Page 174: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

masalah internal Petani sehingga dapat merebut peluang pasar

yang lebih baik dengan strategi konservatif.

Kuadran 4. Situasi ini sangat tidak menguntungkan karena petani dihadapi

pada berbagai ancaman dan kelemahan internal.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 1985. Cara uji Ketahanan luntur warna terhadap cahaya terang hari. Departemen Perindustrian, Jakarta. SNI 08-0289. Browning. B. L. The Chemistry of Wood. John Willey and Sons Inc. New York.

169

Page 175: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

,1990. Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan Hutan Lindung, Jakarta.

,1993. Etnografi Irian Jaya. Panduan sosial budaya. Buku satu kelompok penelitian Etnografi Irian Jaya. UNCEN Jayapura.

,1999. Undang-undang nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, Jakarta.

,1990. Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan Hutan Lindung, Jakarta.

,2001. Ekosistem dan kesejahteraan manusia. Suatu kerangka piker untuk penelitian. Laporan kelompok kerja “ conceptual framework millennium ecosystem assessment”. pp.42http://www.kehati.or.id/pdf/summaryMA Indonesia.pdf.

,2002. Buku I pengelolaan hutan lestari di tingkat unit manajemen hak perusahaan hutan. Prosiding lokakarya dan pameran. Berau forest management project, Jakarta.pp.129

, 2008. Hasil hutan bukan kayu (sebuah potensi bagi peningkatan kesejahteraanmasyarakat). http://www.bpdasjeneberang.net/index2.php?option =com content&do pdf=1&id=22

, 2009. Peluang investasi di Papua. Badan koordinasi

penanaman modal (BKPM) of Papua Province. http://www.Papua.go.id.

Aditya Hani dan Benyamin Dendang, 2008. Teknik pembibitan pandan (pandanus tectorius parlinson EX.Z). Balai penelitian Kehutanan Ciamis. Info Hutan Vol. V No. 3 : 255-260, Hal

Atmanto, W.D. 2000. Fisiologi Pohon. Diktat Kuliah. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 1999. Pembuatan Persemaian Permanen Tanaman Hutan. Jakarta.

Berlin, B. 1973. Folk systematics in relation to biological classification and nomenclature. Annual Review of Ecology & Systematic 4: 250-271.

170

Page 176: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

,1992. Ethnobiological Classification: Principles of Categorization of Plants and Animals in Traditional Societies. Princeton: Princeton University Press.

Backer, C.A. 1925. Handboek voor de Flora van Java. vol. 1. Batavia: Drukkerijen Ruygrok.

Backer, C.A. and R.C. Bakhuizen van den Brink Jr. 1968. Flora of Java (Spermatophytes only). vol. 3. Groningen: NV. P. Noordhoff.

Chapman, J. L. dan M. J. Reiss. 1997. Ecology: Principles and Applications. Cambridge University Press. Fifth Edition.

Craven,I. and Y. de Fretes, 1987. Arfak mountains nature conservation area Irian jaya. A world wildlife fund roport for the direetorate general of forest protection and nature conservation Bogor, Indonesia.

Daniel T. W,  J.A. Helms and F.S. Baker, 1992.  Prinsip-Prinsip Silvikultur (Terjemahan). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

David R. fred, 2004. Konsep-konsep manajemen strategi. Edisi Sembilan. PT. Intan sejati klaten.

Darjanto, S. Satifah, 1990. Biologi Bunga dan Teknik Penyerbukan Silang Buatan, PT Gramedia, Jakarta, p.143. hal

Direktorat Jenderal Kehutanan. 1976. Vademecum Kehutanan Indonesia. Jakarta: Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Kehutanan.

Edy Suryadi, 2010. Kearifan lokal dan perilaku edukatif, ilmiah, religious. Proceedings of The 4th International Conference on Teacher Education; Join Conference UPI & UPSI Bandung, Indonesia, 8-10 November. pengaruh kearifan lokal Sunda terhadap akumulasi perilaku edukatif, ilmiah, dan religious sivitas Akademik Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.pp.601-617 hal

Faridah E, 1996. Pengaruh Intensitas Cahaya, Mikoriza Dan Serbuk Arang Pada Pertumbuhan Alam Drybalanops Sp Buletin Penelitian Nomor 29. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 

Fitriansyah, M. 2006. Pelaksanaan dan strategi pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) manggar wilayah kota Balipapan. Skripsi program sarjana pada jurusan manajemen hutan fakultas kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda. http://www.rimbawa.com/sosial/MODEL%20FOREST%20PPROACH.pdf.

171

Page 177: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Gopal, B. dan N. Bhardwaj. 1979. Elements of Ecology. Department of Botany. Rajasthan University Jaipur, India.

Haeruman Js, H. 1980. Hutan sebagai Lingkungan Hidup. Jakarta: Kantor Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup.

Heddy S., S.B. Soemitro, dan S. Soekartomo. 1986. Pengantar Ekologi. Jakarta: Rajawali.

Heyne, K. 1927. De Nuttige Planten van Nederlandsch Indië. 2nd ed. vol. 1. Batavia: Department van Landbouw, Nijverheid en Handel in Nederlandsch Indië.

Hidayat, T. 2000. Studi kearifan budaya petani Banjar dalam pengelolaan lahan rawa pasang surut. Jurnal Kalimantan Agrikultura 7(3), Desember 2000. Hlm. 105-111. Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.

Hofstede, H.W. 1925. Het Pandanblad: Als Grondstof voor de Pandanhoedenindustrie op Java. Eibergen: H. Heinen.

Ina Winarni dan Totok K. Waluyo, 2006. Peningkatan teknik pengolahan daun pandan dalam pewarnaan dan pengeringan. Makara sains, Volume 12, No.7, mei 118-136. Hal

Indriyanto, 2005. Ekologi hutan. PT. Bumi Aksra. Jakarta.

Irwan, Z.D. 1992. Prinsip-Prinsip Ekologi dan Organisasi: Ekosistem, Komunitas, dan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

Jebb, M. 1992. A Field Guide to Pandanus in New Guinea, the Bismarck Archipelago & the Solomon Islands. Madang: Christensen Research Institute.

Kadri, W. dkk. 1992. Manual Kehutanan. Jakarta: Departemen Kehutanan Republik Indonesia.

Kartodiharjo, H., dan Supriono, A. 2000. Dampak pembangunan sektoral terhadap konversi dan degradasi hutan alam : kasus pembanguna HTI dan perkebunan di Indonesia. Occasional paper No. 26 (1). Center for International forestry research, Bogor. Pp. 17 http://www.cofi.cqiar.or/publications/pdf file/occpapers/op-26i.pdf

172

Page 178: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Kramer P. J. and T. T. Kozlowski, 1979. Physiology of Woody Plants. Academic Press, Inc. Florida.

Keim, A.P., Rugayah, S. Prawiroatmodjo, M. Rahayu, F.I. Windadri, S. Sunarti, K. Kramadibrata, Y. Santika, Dewi, Sunardi, dan Hamzah. 2006. Keanekaragaman suku pandan (Pandanaceae) di beberapa wilayah terpilih dalam lingkup Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. Laporan Perjalanan Eksplorasi dan Pengungkapan Pemanfaatan Flora untuk Revisi Suku-suku Terpilih, Taman Nasional Ujung Kulon-Banten. Herbarium Bogoriense, Bogor. Bogor: Puslit Biologi LIPI.

Keim, A.P. 2007. 300 tahun Linnaeus: Pandanaceae, Linnaeus dan Koneksi Swedia.”Memperingati 300 tahun Carolus Linnaeus”. Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Bogor, 24 Mei 2007.

Kendeigh, S.C. 1980. Ecology with Special Reference to Animal and Man. Department of Zoology University of Illinois at Urbana-Champaign. New Delhi: Prentice-Hall of India Private Limited.

Kormondy, E.J. 1991. Concepts of Ecology. Third Edition. New Delhi: Prentice-Hall of India Private Limited.

Kosasih, A. S. dan Y. Heryati. 2006. Pengaruh Medium Sapih Terhadap Pertumbuhan Bibit Shorea selanica Bl. di Persemaian. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam III (2) : 147-155. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Lakitan, B. 1993. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Leigh, C. 2002. Baining Dances and Bark Cloth Masks, East Britain Province-Papua New Guinea. Tucson: Art-Pacific.

Lestari, W. 2006. Kajian pratek-praktek pemanfaatan lahan oleh masyarakat di sekitar hutan lindung Bontang (HLB). Skripsi program Sarjana pada jurusan manajemen hutan Fakultas kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda.pp.83

Manan, S. 1978. Masalah Pembinaan Kelestarian Ekosistem Hutan. Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Marjenah, 2001. Pengaruh Perbedaan Naungan di Persemaian Terhadap Pertumbuhan dan Respon Morfologi Dua Jenis Semai Meranti. Jurnal Ilmiah Kehutanan ”Rimba Kalimantan” Vol. 6. Nomor. 2. Samarinda. Kalimantan Timur.

173

Page 179: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Mindawati, Nina dan E. Y. Susilo. 2005. Pengaruh Macam Media terhadap Pertumbuhan Semai Acacia mangium Willd. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam II (1) : 53-59. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Mulyana Deddy. 2001. Metodologi penelitian kualitatif pradigma baru ilmu komunikasi dan ilmu sosia lainnya. PT. Remaja Rosdakya Bandung.

Mulyadi,F. 2005. Partisipasi masyarakat lokal dalam upaya konservasi di hutan penelitian dan pendidikan di bukit Soeharto. Tesis program master pada program studi kehutanan program pasca sarjana Universitas Mulawarman, Samarinda. pp. 128

Mulyati Rahayu, Siti Sunarti, Ary Prihaedhyanto Keim, 2008. Kajian Etnobotani pandan Semak (Pandanus odoratissimus L.f) : pemanfaatan dan peranannya dalam usaha menunjang penghasilan keluarga di Ujung kulon Banten. “Herbarium bogoriense” Bidang Botani, pusat penelitian biologi-LIPI. Biodiversitas volume 9, nomor 4 oktober 310-314 Hal.

Naingolan, 2001. Aspek ekologi kultivar buah merah panjang (pandanus conoideus Lamk) di daerah dataran rendah Manokwari. Jurusan kehutanan, Fakultas Pertanian. Universitas Cenderawasih manokwari. Manokwari.

Noor, H.Dj., S.S. Antarlina dan I. Noor. 2007; Kearifan lokal dalam budidaya jeruk di lahan rawa. Dalam Kearifan Budaya Lokal Lahan Rawa. Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian. Banjarbaru/Bogor.

Odum, E. HLM. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan oleh Tjahjono Samingan dari buku Fundamentals of Ecology. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Powell, J.M. 1976b. Some useful wild and domesticated plants of the Huli of Papua. Science in New Guinea 4: 173-201.

Raharjo, D.Y. dan Pradhan U, 2000. Pengelolaan sumberdaya hutan berbasis masyarakat : wahana atau pilihan. 11 Hal.http://www.damarnet.org/download/makalah%20seminar%20PSHBM-Damar.pdf.

Rahmawaty, 2004. Tijauan Aspek pengembangan hutan rakyat. Fakultas pertanian jurusan Kehutanan Universitas Sumatera Utara. Medan.pp. 9. http://www.library.usu.ac.id/downlond/pdf/hutan-rahmawaty9.

174

Page 180: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Rasyid. H.A, Marfuah, Wijayakusumah. H, Hendarsyah. D. 1991, Vademikum Dipterocarpaceae. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Riyanto, G. 2006. Orde politik dan kebijakan pengelolaan Hutan di Indonesia. Masyarakat (jurnal sosiologi), Edisi: XIII. No. 2. Des-2006. Tema Pembangunan sosial dan lingkungan. Lab sosio-pusat kajian sosiologi fisip UI, Jakarta. pp. 216.

Rose, C.J. 1982 Preliminary observations on the Pandanus (Pandanus julianettii Martelli). Proceedings of the Second Papua New Guinea Food Crops Conference. Port Moresby: Department of Primary Industry, PNG. Rumphius, G.E. 1743. Herbarium Amboinense. Vol. 4. Amsterdam: Franciscus Changuion.

Resosoedarmo, S., K. Kartawinata, dan A. Soegiarto. 1986. Pengantar Ekologi. Bandung: Remadja Rosda Karya.

Rujehan, 2010. Pengelolaan kawasan Hutan lindung sungai wain (HLSW) Kalimantan Timur. Disertasi Program Doktor Ilmu pertanian. Program pascasarjana Universitas Brawijaya Malang.

Sagaroa, Y. 2006. Kebijakan dan kelembagaan CBFM di tingkat Nasional dan kolaborasi mulpihak. Paper untuk workshop kelembagaan CBFM . UGM dan JAVLEC. Yogyakarta. pp.9

http://www.infojawa.org/pekanraya/downlond/h3cbfmmaterilohsagaroa.doc

Santoso, Y. 1996. Diversitas dan Tipologi Ekosistem Hutan yang Perlu Dilestarikan. Proseding Simposium Penerapan Ekolabel di Hutan Produksi pada Tanggal 10-12 Agustus 1995. Kerja Sama Fakultas Kehutanan IPB dengan Yayasan Gunung Menghijau dan Yayasan Pendidikan Ambarwati. Bogor.

Setiadi, Y. 1983. Pengertian Dasar tentang Konsep Ekosistem. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Simarangkir B.D.A.S, 2000. Analisis Riap Dryobalanopslanceolata Burck pada Lebar Jalur yang Berbeda di Hutan Koleksi Universitas Mulawarman Lempake. Frontir Nomor 32. Kalimantan Timur.

Sri Endarti Rahayu dan Sri Handayani, 2010. Keragaman genetik panda nasal Jawa barat berdasarkan penanda inter simple sequence repeat. Jurusan biologi, fakultas biologi, Universitas Nasional. Makara sains, Volume 14, No.2, November 158-162 Hal

Soerianegara, I. dan A. Indrawan. 1982. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor:

175

Page 181: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor

soemarno, Affandi, M.R.; dan Sugeng Priyono, 2011. Green Teknologi pengelolaan lahan Agroforestry. Program pascasarjana, Fakultas pertanian Universitas Brawijaya malang. Malang.

Soedirman, S. 1995. Manajemen perusahaan hutan (diklat kuliah), Fakultas kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda. pp. 34

Soerjani, M.; R. Ahmad dan R. Munir, 1987. Lingkungan (Sumberdaya alam dan kependudukan dan pembangunan). Penerbit Unversitas Indonesia Jakarta. pp.283

Soemarwoto, O. 1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Penerbit Djambatan.pp.381

Suhardi, 1995. Effect Of Shading, Mycorrhiza Inoculated And Organic Matter On The Growth Of Hopea Gregaria Seedling Buletin Penelitian Nomor 28. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 

Susiarti, S. dan M. Rahayu. 2006. Kajian Etnobotani Pandanaceae di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Laporan Perjalanan Eksplorasi dan Pengungkapan Pemanfaatan Flora untuk Refisi Suku-suku Terpilih. Bogor: Puslit Biologi LIPI.

, 2010. Kajian etnobotani pandan semak (Pandanus tectorius Sol) di kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Berita biologi 10 April Laboratorium etnobotani. Pusat penelitian biologi-LIPI. Bogor.

Sunaryo dan L. Joshi. 2003. Peranan pengetahuan ekologi lokal dalam sistem agroforestri. World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Office. Bogor, Indonesia.

Suparmoko, 1997. Ekonomi sumberdaya alam (suatu pendekatan teori) Edisi ketiga. BPFE. Universitas Gajah Mada Yogyakarta.pp,568

Stone, B.C. 1982. New Guinea Pandanaceae: First approach to ecology and biogeography. In: Gressitt, J.L. (ed.). Biogeography and Ecology of New Guinea. Vol. 1. Monographiae Biologicae 42. The Hague: Dr. W. Junk Publ.

,1983. A guide to collecting Pandanaceae (Pandanus, Freycinetia and Sararanga). Annals of the Missouri Botanical Garden 70: 137-145.

176

Page 182: Been Kogoya Proposal Disertasi 2012

,1984. Pandanus from Ok Tedi Region, Papua New Guinea, collected by Debra Donoghue. Economic Botany 38: 304-313.

Tuheteru, F.D. 2008. Deforestasi dan pemanasan Global. Mahasiswa pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor.

http://www.hotinfile.com/files/877235dqz/ASIDANPEMANASANGLOBAL-051207.DOC.

Upton, C. and Bass, S. 1995. The forest certification handbook. Earthscan publications Ltd. London.

Vickery, M.L. 1984. Ecology of Tropical Plants. John Wiley and Sons. New York. HLM. 56-76. Penerbit Yayasan Obor Indonesia.

Warburg, O. 1900b. (21 Dec.). Pandanaceae. In: Engler, A. (ed.). Pflanzenreich 4, 9 (3): 1-100. Berlin: Engelmann.

Weidelt, H. J, 1995, Silvikultur Hutan Alam Tropika (Diterjemahkan oleh : Nunuk Supriyanto), Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta.

Widada, 2001. Konservasi sumberdaya alam hayati dan upaya pengelolaan taman Nasional Gunung Halimun. Program pascasarjana/ S3 Institut Pertanian Bogor. http://www.dephut.go.id/INFORMASI/PHP/TFGD. htm.