Cr seri 001 penetapan fatwa

41
PENETAPAN FATWA PENETAPAN FATWA

Transcript of Cr seri 001 penetapan fatwa

Page 1: Cr seri 001 penetapan fatwa

PENETAPAN FATWAPENETAPAN FATWA

Page 2: Cr seri 001 penetapan fatwa

Segala puja dan puji hanyalah bagi ALLAH, Tuhan semesta alam. Salawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan ALLAH kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, beserta para istri dan keluarga beliau.

Agama Islam mempunyai hukum - hukum atau peraturan atau perundang - undangan yang mengatur perikehidupan manusia.

Hukum dalam Islam adalah kepunyaan ALLAH Subhanahu Wa Ta’ala yang disampaikan melalui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, baik itu berupa perintah suruhan, larangan atau pembolehan atas sesuatu, syarat atau yang lainnya.

Hukum Islam akan berlaku terhadap setiap manusia yang memenuhi syarat : [1] Memasuki usia akil baligh (sudah cukup umur), atau sudah menerima perintah agama Islam sejak berusia 9 tahun, dan [2] Berakal sehat.

Artikel ini memiliki 2 bagian, yaitu Edisi Sumber Hukum Islam dan Edisi Silsilah Ilmu Fiqih. Kita sajikan berbeda dan tidak disatukan, karena metode penulisannya berdasarkan pendapat jumhur ulama yang tidak semua mereka memiliki sudut pandang yang sama.

Dan hanya ALLAH saja yang Maha Mengetahui.

[email protected]

Page 3: Cr seri 001 penetapan fatwa

Pembagian Hukum IslamPembagian Hukum Islam

Secara garis besar, ulama berpendapat bahwa pembagian hukum Islam dibagi menjadi 9 macam yaitu :

1. Fardhu atau Wajib2. Sunat atau Mandud atau Mustahab atau Tathawwu3. Haram4. Makruh5. Mubah atau Halal atau Jaiz6. Sah atau Shahih7. Batal8. Rukhsah9. Bid’ah

Page 4: Cr seri 001 penetapan fatwa

FARDHU atau WAJIBFARDHU atau WAJIB

Page 5: Cr seri 001 penetapan fatwa

Pengertian FardhuPengertian Fardhu

Fardhu atau Wajib, yaitu suatu perbuatan yang harus dilakukan oleh semua orang Islam, apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala, dan apabila ditinggalkan akan mendapatkan dosa yang diancamkan dengan siksa neraka.

Hukum Fardhu atau Wajib terbagi menjadi 4 macam :1. Wajib berdasarkan perbuatan yang ditentukan, terbagi 2 :

1) Fardhu Mu’ayyan2) Fardhu Mukhayyar

2. Wajib berdasarkan waktu pelaksanaan, terbagi 2 :1) Fardhu Mudayyaq atau Fardhu Mi’yar (dipersempit)2) Fardhu Muwassa’ (diperluas)

3. Wajib berdasarkan individu pelaksana, terbagi 2 :1) Fardhu ‘Ain2) Fardhu Kifayah

4. Wajib berdasarkan qadar jumlah (kwantitas), terbagi 2 :1) Fardhu Muhaddad2) Fardhu Ghairu Muhaddad

Page 6: Cr seri 001 penetapan fatwa

Pembagian Fardhu:Pembagian Fardhu:

1. Wajib berdasarkan perbuatan yang ditentukan, terbagi 2:1) Fardhu Mu’ayyan, yaitu suatu perkara wajib yang sudah ditentukan dan tidak

boleh diganti. [misal : membaca Fatihah dalam setiap rakaat shalat]

2) Fardhu Mukhayyar, yaitu suatu perkara wajib yang memiliki alternatif lain, sehingga boleh memilih salah satu. [misal : hukuman denda atas suami isteri yang bersetubuh disiang hari Ramadhan, boleh memilih salah satu; memerdekakan budak atau memberi makan fakir miskin]

2. Wajib berdasarkan waktu pelaksanaan, terbagi 2:1) Fardhu Mudayyaq atau Fardhu Mi’yar (dipersempit), yaitu suatu perkara

wajib yang waktu pelaksanaannya harus sesuai dengan waktu yang diperintahkan. [misal : puasa Ramadhan harus genap 30 hari dan harus pada bulan Ramadhan]

2) Fardhu Muwassa’ (diperluas), yaitu suatu perkara wajib yang waktu pelaksanaannya lebih banyak daripada waktu yang diperintahkan. [misal : shalat Fardhu Isya’ dapat dikerjakan sejak jam 07:30 malam hingga jam 01:00 tengah malam]

Page 7: Cr seri 001 penetapan fatwa

Pembagian Fardhu :Pembagian Fardhu :

3. Wajib berdasarkan individu pelaksana, terbagi 2 :1) Fardhu ‘Ain, yaitu suatu perkara wajib yang harus dilakukan oleh setiap

individu manusia, lelaki maupun perempuan. [misal : semua orang Islam wajib shalat, puasa Ramadhan dan berzakat]

2) Fardhu Kifayah, yaitu suatu perkara wajib yang harus dilakukan oleh sekelompok orang (masyarakat umum), apabila perbuatan itu dilaksanakan oleh sebagian orang dari kelompok manusia itu maka gugurlah kewajiban atas masyarakat lain disekitarnya. [misal : pelaksanaan shalat jenazah]

4. Wajib berdasarkan qadar jumlah (kwantitas), terbagi 2 :1) Fardhu Muhaddad, yaitu kewajiban yang jumlahnya ditentukan dan tidak

boleh dikurangi atau ditambahi. [misal : shalat Fardhu Subuh berjumlah 2 rakaat, tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih ; harta yang wajib dizakati adalah harta yang mencapai nisab]

2) Fardhu Ghairu Muhaddad, yaitu kewajiban yang tidak ditentukan batasnya, boleh sedikit, boleh banyak. [misal : perintah memberi makan fakir miskin dan menyantuni anak yatim]

Page 8: Cr seri 001 penetapan fatwa

SUNAT atau MANDUDSUNAT atau MANDUD

Page 9: Cr seri 001 penetapan fatwa

Pengertian SunatPengertian Sunat

Sunat atau Mandud atau Mustahab atau Tathawwu, yaitu suatu perbuatan yang dianjurkan untuk dilakukan oleh semua orang Islam, apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala, dan boleh ditinggalkan.

Hukum sunat terbagi atas 3 macam yaitu :1. Sunat Muakkad, yaitu amalan sunat yang sering dikerjakan oleh Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wa sallam secara kontinyu (terus menerus). [misal : shalat Hari Raya]

2. Sunat Ghairu Muakkad, yaitu perbuatan sunat yang tidak sering dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. [misal : shalat sunat 4 rakaat sebelum Zuhur]

3. Sunat Sunnah, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan kebiasaan pribadi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak berhubungan dengan ibadah, seperti memakai gamis dan sorban, memelihara janggut, mencukur kumis, naik onta dan berkuda, serta lain sebagainya.

Page 10: Cr seri 001 penetapan fatwa

HARAMHARAM

Page 11: Cr seri 001 penetapan fatwa

Pengertian HaramPengertian Haram

Haram, yaitu suatu perbuatan yang harus ditinggalkan dan dijauhi, apabila dikerjakan akan menghasilkan dosa dan diancam masuk neraka, dan apabila ditinggalkan akan mendapat pahala.

Hukum Haram dibagi berdasarkan tingkatan (derajat), terbagi 2 :1. Haram Lidzatihi , yaitu perbuatan terlarang yang tingkat larangannya dengan

terang dinyatakan oleh agama. [misal : makan bangkai, mabuk, berzina dan lain-lain]

2. Haram Lighair ihi , yaitu perbuatan yang dilarang disebabkan faktor lain, karena dapat mengakibatkan timbulnya perbuatan yang mencapai derajat Haram Lidzatihi. [misal : larangan menonton film porno karena dapat mendorong orang untuk berzina atau memperkosa]

Page 12: Cr seri 001 penetapan fatwa

MAKRUHMAKRUH

Page 13: Cr seri 001 penetapan fatwa

Pengertian MakruhPengertian Makruh

Makruh, yaitu suatu perbuatan yang ditinggalkan akan mendapat pahala, sedangkan apabila dikerjakan tidak berdosa, tetapi lebih baik untuk menjauhi perbuatan itu.

Berdasarkan kepastian hukum, terbagi 2 :1. Makruh Tahrim, yaitu perbuatan yang dianjurkan untuk ditinggalkan karena

adanya dalil yang menganjurkannya. [misal : menjawab salam ketika sedang buang air ; larangan makan jengkol / petai / bawang mentah]

2. Makruh Tanzih, yaitu perbuatan yang dianjurkan untuk ditinggalkan meskipun tidak adanya sumber hukum pasti yang mengaturnya. [misal : melihat gambar manusia dalam keadaan bugil (telanjang), dianjurkan untuk dijauhi karena dapat membangkitkan syahwat, meski oleh sebagian orang dijadikan sebagai bahan pelajaran biologi]

Page 14: Cr seri 001 penetapan fatwa

MUBAHMUBAH

Page 15: Cr seri 001 penetapan fatwa

Pengertian MubahPengertian Mubah

Mubah atau Halal atau Jaiz , yaitu suatu perbuatan yang apabila dikerjakan tidak mendapat pahala dan apabila ditinggalkan juga tidak berdosa.

Berdasarkan sumber dalil, terbagi 2 :1. Halal yang dinyatakan dengan nash (dalil) dari firman ALLAH maupun sabda

Rasulullah.

2. Halal yang tidak dinyatakan dengan nash. [misal : memakan umbi gadung, meski apabila salah dalam memasaknya dapat berakibat keracunan]

Page 16: Cr seri 001 penetapan fatwa

SAH dan BATALSAH dan BATAL

Page 17: Cr seri 001 penetapan fatwa

Pengertian Sah dan BatalPengertian Sah dan Batal

• Sah atau Shahih, yaitu suatu perbuatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh agama Islam.

• Batal, yaitu suatu perbuatan yang tidak memenuhi syarat sesuai tuntunan Islam.

Kedua hukum itu saling bersebelahan satu dengan yang lainnya.Suatu perbuatan dinyatakan SAH (benar) apabila memenuhi persyaratan yang ditetapkan agama.

Dan suatu perbuatan dinyatakan BATAL (salah) apabila tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan agama.

Page 18: Cr seri 001 penetapan fatwa

RUKHSAH dan BID’AHRUKHSAH dan BID’AH

Page 19: Cr seri 001 penetapan fatwa

Pengertian Rukhsah dan Bid’ahPengertian Rukhsah dan Bid’ah

Rukhsah, yaitu suatu perbuatan untuk merobah status hukum Islam selama hukum itu tidak merobah hukum asalnya.

Bid’ah, yaitu suatu perbuatan membuat suatu ritual ibadah baru, maupun mengubah, menambah atau mengurangi suatu perkara ibadah yang hukumnya sudah dinyatakan fardhu atau sunat dan sudah ditentukan syarat sahnya.

Kedua hukum ini memiliki persamaan, namun mencakupi bidang yang berbeda.Rukhsah adalah merubah perkara hukum, dengan maksud mencari kemudahan karena faktor tertentu, selama hukum asalnya tidak dirubah. Misal: apabila berada ditengah hutan yang tidak ada makanan, maka boleh memakan daging babi, agar dapat bertahan hidup. Dan hukum rukhsah pada saat darurat seperti itu adalah halal. Sedangkan apabila berada ditengah hutan yang banyak makanan atau binatang yang halal seperti ikan, maka haram hukumnya memakan babi.

Sedangkan Bid’ah adalah membuat ibadah baru atau merubah ritual ibadah yang tidak dicontohkan Rasulullah. Misal : menyelenggarakan kenduri arwah, perbuatan ini tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah hingga akhir zaman generasi salaf, tetapi kemudian diajarkan dan dijadikan ritual yang harus dilakukan oleh setiap orang yang mendapati kematian.

Page 20: Cr seri 001 penetapan fatwa

SUMBER HUKUM ISLAMSUMBER HUKUM ISLAM

Page 21: Cr seri 001 penetapan fatwa

SUMBER HUKUM ISLAMSUMBER HUKUM ISLAM

Dalam menentukan hukum - hukum Islam, seluruh umat ini berpegang kepada :

1. Al-Qur’an, yaitu sumber hukum yang berasal dari ALLAH subhanahu wa ta’ala.

2. Sunnah atau Hadis, yaitu sumber hukum yang berasal dari perkataan, perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

3. I jma’, yaitu sumber hukum yang berasal dari ijtihad - ijtihad para ulama yang kemudian disepakati bersama dalam masa waktu yang sama pula.

4. Qiyas, yaitu sumber hukum yang berasal dari membandingkan dengan hukum terhadap perbuatan yang lain, kemudian dianggap sama.

Page 22: Cr seri 001 penetapan fatwa

SUNNAH atau HADISTSUNNAH atau HADIST

Page 23: Cr seri 001 penetapan fatwa

Pengertian SunnahPengertian Sunnah

Sunnah atau Hadist, yaitu sumber hukum yang berasal dari perkataan, perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sunnah dibagi menjadi 2 macam yaitu :1. Sunnah berdasarkan perikehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

terbagi 4 :1) Sunnah Qauliyah2) Sunnah Fi’liyah3) Sunnah Taqririyah4) Sunnah Hammiyah

2. Sunnah berdasarkan periwayatannya atau kabar (dalam bahasa Arab = khabar), terbagi 2 :1) Khabar Mutawwatir2) Khabar Ahad

Page 24: Cr seri 001 penetapan fatwa

SUNNAHSUNNAH

1. Sunnah berdasarkan perikehidupan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, terbagi 4 :

1. Sunnah Qauliyah, yaitu perkataan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang dengan jelas menerangkan hukum - hukum agama, penjelasan Al-Qur’an, dan lain - lain.

2. Sunnah Fi’ l iyah, yaitu perbuatan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang menerangkan cara beribadah dan lain sebagainya.

3. Sunnah Taqrir iyah, yaitu apabila Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mendengar sahabat beliau mengatakan atau mengerjakan sesuatu, kemudian perbuatan sahabat itu dibiarkan oleh Rasulullah (tidak ditegur dan tidak pula dilarang).

4. Sunnah Hammiyah, yaitu perbuatan yang tidak jadi dikerjakan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Atau perbuatan yang direncanakan oleh Rasulullah, tetapi ternyata tidak jadi dikerjakan.

Page 25: Cr seri 001 penetapan fatwa

1. Sunnah berdasarkan periwayatannya (kabar, dalam bahasa Arab = khabar), terbagi 2 :1. Khabar Mutawwatir , yaitu kabar berita yang diriwayatkan oleh banyak

orang, sehingga tidak mungkin berita itu dusta. Status hukum khabar mutawatir ini berada dibawah Al-Qur’an.1) Mutawatir Lafdhi (sama lafaz)2) Mutawatir Ma’nawi (sama makna)

2. Khabar Ahad, yaitu kabar berita yang diriwayatkan oleh beberapa orang, atau dari beberapa jalan sanad (isnad), dan tidak sampai mencapai derajat mutawatir.1) Dari segi kualitas (mutu) isnad, terbagi 3 :

1. Hadist Shahih2. Hadist Hasan3. Hadist Dha’if

1) Dari segi kuantitas (jumlah) isnad, terbagi 3 :1. Hadist Masyhur2. Hadist ‘Aziz3. Hadist Gharib

Page 26: Cr seri 001 penetapan fatwa

1. Khabar Mutawwatir1. Khabar Mutawwatir

1. Mutawatir Lafdhi , yaitu hadist - hadist yang memiliki lafadh yang sama atau hampir sama susunan kalimatnya.

2. Mutawatir Ma’nawi, yaitu hadist - hadist yang memiliki lafadh (susunan kalimat) yang berbeda - beda, tetapi secara keseluruhan memiliki kesamaan makna (pengertian).

Page 27: Cr seri 001 penetapan fatwa

2. Khabar Ahad2. Khabar Ahad

1. Dari segi kualitas isnad, terbagi 3 :1. Hadist Shahih, yaitu hadist yang diriwayatkan secara bersambung oleh orang -

orang (rijalul hadist) yang memenuhi syarat :• Jalur sanadnya tidak terputus.• Orang yang meriwayatkannya bersifat cerdas, adil, sempurna ingatannya dan

teliti catatan penulisannya (dlabith).• Tidak cacat orangnya baik fisik maupun bathiniahnya, terpercaya tidak pernah

berdusta dan tidak terdapat keganjilan (syudzudz).2. Hadist Hasan, yaitu hadist yang diriwayatkan secara bersambung, kepribadian

para rijal itu dianggap adil dan baik, tetapi karena kurang cerdas atau kurang kuat hafalannya, sehingga riwayat orang - orang itu tidak mencukupi syarat hadist Shahih.

3. Hadist Dha’i f , yaitu hadist lemah yang tidak memenuhi persyaratan hadist Shahih dan hadist Hasan.

2. Dari segi kuantitas (jumlah perawi), terbagi 3 :1. Hadis Masyhur, yaitu hadist yang diriwayatkan oleh 3 orang atau lebih, tetapi

tidak mencapai derajat mutawatir.2. Hadis Aziz, yaitu hadist yang diriwayatkan oleh 2 hingga 3 orang.3. Hadis Gharib, yaitu hadist yang diriwayatkan oleh 1 orang.

Page 28: Cr seri 001 penetapan fatwa

IJMA’IJMA’

Page 29: Cr seri 001 penetapan fatwa

PENGERTIAN IJMA’PENGERTIAN IJMA’

Ijma adalah kesepakatan ulama para mustahid pada masa yang sama dalam menentukan hukum sesudah wafat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, dimana hukum itu tidak terdapat penjelasannya di dalam Al-Qur’an dan Sunnah.

Syarat Ijma’ adalah kesepakatan bersama dan pada waktu yang sama pula.

Jadi apabila dalam menentukan suatu hukum tidak disepekati bersama, melainkan oleh orang perorangan saja, maka itu bukanlah Ijma’ melainkan ijtihad (pendapat). Dan apabila zaman berubah sedangkan hukum itu tidak dapat dipertahankan lagi, maka dengan sendirinya ijma’ ulama terdahulu diabaikan.

Ijma’dibagi 2 macam yaitu :1. I jma Qauli atau Bayani atau Qath’i , yaitu kesepakatan hukum yang

dikeluarkan dengan terang dan nyata melalui lisan maupun tulisan oleh para ulama ahli ijtihad pada masa waktu yang sama.

2. I jma Sukuti , yaitu kesepakatan hukum yang dikeluarkan oleh seorang ahli ijtihad yang faqih (ahli fiqih) dan didiamkan oleh para ulama lainnya (tidak disetujui dan tidak pula ditolak). Bersikap diam dianggap menyetujui, meski sikap diamnya para ulama ini bukan berarti malu atau takut, melainkan karena mereka tidak memiliki pendapat lain.

Page 30: Cr seri 001 penetapan fatwa

QIYASQIYAS

Page 31: Cr seri 001 penetapan fatwa

PENGERTIAN QIYASPENGERTIAN QIYAS

Qiyas yaitu mengukur sesuatu hukum dengan cara membandingkan atau mempersamakannya.

Qiyas dapat pula berarti menetapkan suatu hukum yang tidak disebut dalam lafadh, kemudian disamakan dengan lafadh itu karena ada illat (sebab) yang mengumpulkan keduanya.

Page 32: Cr seri 001 penetapan fatwa

PENGERTIAN “SALAF”PENGERTIAN “SALAF”PERIODE PENETAPAN HUKUM ISLAM

Page 33: Cr seri 001 penetapan fatwa

PERIODE PERKEMBANGAN PEMBENTUKAN HUKUM PERIODE PERKEMBANGAN PEMBENTUKAN HUKUM ISLAMISLAM

1. Periode Ke-rasul-an Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, yaitu selama 22 tahun lebih.

2. Periode Salaf (generasi penerus sesudah Rasulullah), terbagi 3 :1. Periode Sahabat / zaman para sahabat, kurang lebih selama 90 tahun

lebih.2. Periode Tadwin / zaman para tabi’in, kurang lebih selama 250 tahun.3. Periode Taqlid / zaman para tabi’ut tabi’in, yaitu sejak Mazhab - mazhab

sudah inqiradl (habis masa berlakunya) tertinggal 4 Mazhab besar.

3. Periode Ahlus Sunnah Wal Jamaah, yaitu zaman dimana kitab - kitab hadist sudah dianggap sempurna ditulis dan dibukukan. Dimulai sejak para ulama muhaddits wafat dan berakhir hingga akhir zaman yang hanya ALLAH saja yang mengetahuinya.

Page 34: Cr seri 001 penetapan fatwa

1. Periode Rasulullah 1. Periode Rasulullah

Periode ini dihitung sejak Muhammad diangkat sebagai Nabi dan Rasul terakhir yaitu pada wahyu pertama tanggal 17 Ramadhan (hari Kamis, tanggal 6 Agustus 610 Masehi) dan berakhir ketika wafat beliau pada hari Senin, tanggal 12 Rabiul Awal 11 Hijriah (8 Juni 632 Masehi).

Pada masa ini hanya baginda Nabi yang menentukan seluruh hukum. Semua permasalahan kehidupan dikembalikan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Sehingga pada zaman ini tidak ada perselisihan tentang perkara hukum Islam.

Page 35: Cr seri 001 penetapan fatwa

2. Periode Sahabat (Shahabi)2. Periode Sahabat (Shahabi)

Generasi I sesudah wafatnya Rasulullah adalah generasi para sahabat. Yang dimaksud sahabat adalah orang - orang yang semasa hidupnya bergaul dan bersahabat dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Artinya orang - orang ini melihat Rasulullah dengan langsung baik lama maupun hanya sesaat. Pada zaman ini Al-Qur’an mulai dibukukan, sedangkan hadist masih berupa ajaran - ajaran yang disebarkan dan belum dibukukan.

Para mufti terkenal dari kalangan shahabi ini antara lain :Abu Bakar Ash Shidiq (wafat 13 H), Umar bin Khattab (wafat 23 H), Utsman bin Affan (wafat 35 H), Ali bin Abi Thalib (wafat 40 H), Zaid bin Tsabit (wafat 45 H), Ubay bin Ka’ab (wafat 21 H), Abdullah bin Umar bin Khattab (Ibnu Umar) wafat 73 H, Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib (Ibnu Abbas) wafat 68 H, Abdullah bin Mas’ud (Ibnu Mas’ud) wafat 32 H, Aisyah binti Abu Bakar Ash Shiddiq (isteri Rasulullah), Abu Musa Al-Asy’ari (wafat 44 H), Muadz bin Jabal (wafat 18 H), Ubadah bin Shamut (wafat 34 H), Abdullah bin Amr bin Ash (wafat 65 H), Anas bin Malik (wafat 93 H).

Periode sahabat ini diakhiri dengan wafatnya Anas bin Malik pada tahun 93 Hijriah. Dengan wafatnya berarti berakhir generasi Shahabi digantikan dengan generasi anak cucu para sahabat, atau yang lebih kita kenal dengan nama generasi Tabi’in.

Page 36: Cr seri 001 penetapan fatwa

3. Periode Tadwin3. Periode Tadwin

Yang dimaksud Tabi’in adalah orang - orang yang semasa hidupnya bertemu, bersahabat atau belajar kepada para sahabat Rasulullah.

Pada Periode ini sudah dimulai usaha pembukuan Sunnah (hadist). Riwayat -riwayat tentang sunnah Rasulullah yang diambil dari para sahabat kemudian dijadikan kitab dan menjadi perundang - undangan di zaman tabi’in.

Ulama - ulama mujtahid yang berpengaruh di periode tadwin ini antara lain : Imam Abu Hanifah Imam Maliki Imam Syafi’i Imam Ahmad bin Hanbal Imam Sufyan Ats Tsaury Imam Sufyan bin Uyainah Imam Ishaq bin Rahawih Imam Ibnu Jarir Imam Dawud Adh Dhahiry Imam Al Auza’i

Page 37: Cr seri 001 penetapan fatwa

4. Periode Taqlid4. Periode Taqlid

Yang dimaksud Tabi’ut Tabi’in adalah orang - orang yang semasa hidupnya bergaul, bersahabat atau belajar dengan orang - orang Tabi’in.

Pada periode ini yang dimulai pada pertengahan abad ke IV (sekitar 351 H) terjadi kebekuan ijtihad dari para ulama. Dan manusia pada saat itu cenderung untuk bertaqlid (fanatik) kepada ajaran - ajaran mujtahid terdahulu dari generasi tabi’in, terutama kepada Mazhab 4. Kemunduran ijtihad ini berakibat sunnah Rasulullah menjadi bercabang - cabang dan terjadinya banyak perpecahan hukum - hukum Islam. Dan juga terjadinya perpecahan umat.

Kemudian muncullah generasi - generasi tabi’ut tabi’in yang membukukan kembali hadist - hadist yang berserakan itu dan merapikannya dengan membatasi hadist -hadist dengan persyaratan yang mereka tentukan. Oleh karena itu kemudian dalam menentukan hukum dalam Islam kita hanya menemui hadist yang terbagi dalam kategori SHAHIH, HASAN dan DHA’IF.

Page 38: Cr seri 001 penetapan fatwa

4. Periode Taqlid4. Periode Taqlid

Sederet nama - nama ini menjadi populer dan hasil karya mereka diakui sebagai sumber hukum Islam dalam penetapan fatwa satu tingkat dibawah Al-Qur’an, antara lain :1. Imam Bukhari2. Imam Muslim3. Imam Turmuzi4. Imam Abu Dawud5. Imam Nasa’i6. Imam Ibnu Majah

Enam orang imam ini kemudian kita kenal dengan istilah KUTUBUSH SHITTAH.

Ditambah dengan puluhan nama - nama ahli hadist lainnya seperti Tabrani, Al-Hakim, Daruqquthni dan lain sebagainya.

Page 39: Cr seri 001 penetapan fatwa

5. Periode Sunny5. Periode Sunny

Sesudah wafatnya semua ulama ahli hadist terutama para imam Kutubush Shittah itu, kemudian orang - orang beranggapan bahwa generasi sesudah mereka adalah generasi yang menamakan diri sebagai generasi Ahlus Sunnah Wal-Jamaah. Yaitu generasi dimana kita berada dan termasuk di dalamnya. Saat ini kita berada di tahun 2006 dan periode ini akan terus berlanjut hingga akhir zaman nanti (menjelang kiamat).

Ahlus Sunnah Wal Jamaah diartikan sebagai generasi pengikut sunnah Rasulullah dan jamaah (orang banyak). Jamaah disini berarti perbuatan para sahabat, para tabi’in dan para tabi’ut tabi’in.

Pada generasi Sunny ini kita sudah mengetahui kitab suci Al-Qur’an yang sudah dibukukan, dan juga kitab - kitab hadist yang sudah dibukukan. Oleh karena itu, maka dianggap bahwa sumber hukum Islam dalam penetapan fatwa pada generasi kita adalah Al-Qur’an dan kitab hadist yang derajatnya diakui seperti Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.

Seandainya ada yang bertanya apakah kita di tahun 2006 ini masih boleh mengikuti fatwa Imam Syafi’i dari generasi salaf tabi’in ?Maka jawabnya adalah TIDAK PERLU, apabila fatwa Imam Syafi’i itu tidak sesuai dengan hadist Shahih. Fatwa Imam Syafi’i dianggap benar hanya pada zaman beliau saja.

Page 40: Cr seri 001 penetapan fatwa

5. Periode Sunny5. Periode Sunny

Jika pengertian Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah generasi pengikut sunnah Rasulullah dan jamaah (orang banyak) perbuatan para sahabat, para tabi’in dan para tabi’ut tabi’in. Sedangkan 3 generasi itu kita sebut dengan istilah generasi salaf. Maka sesungguhnya kita semua umat Islam di seluruh dunia ini adalah pengikut salaf.

Para sahabat mungkin terbatas jumlahnya, tetapi para tabi’in dan tabi’ut tabi’in berjumlah ribuan orang.Tidak semua ulama tabi’in dan tabi’ut tabi’in itu membuat kitab. Kebanyakan mereka menyebarkan ajaran agama dari mulut ke mulut melalui pengajian atau majelis.

Sehingga apabila dimasa sekarang ini kita saling bertentangan pendapat satu sama lain, kemudian saling mencemooh dan menjelekkan orang lain, maka sesungguhnya perkara itu tidak sepantasnya kita lakukan. Mungkin saja nenek moyang Islam bangsa kita belajar kepada salah satu dari ribuan ulama salaf yang tidak menulis satu kitabpun. Dari ribuan ulama salaf itu tidaklah dapat kita mengetahui apa yang mereka kerjakan dan amalkan sehari - hari. Pendapat antar ulama salaf sendiri banyak yang saling bersebelahan dan berbantah (bertentangan satu sama lain).

Boleh saja bertentangan pendapat, selama perbedaan itu memiliki sumber dalil yang dapat dipertanggungjawabkan dan bukan mengajak kepada bid’ah.