filepengeringan dan penggilingan gabah di Indonesia. Semoga publikasi Konversi Gabah ke Beras Tahun...
-
Upload
truongdien -
Category
Documents
-
view
232 -
download
0
Transcript of filepengeringan dan penggilingan gabah di Indonesia. Semoga publikasi Konversi Gabah ke Beras Tahun...
ii | Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
: 17,6 x 25 cm
Jumlah Halaman : xvi + 94 halaman
Tim Penyusun :
Pengarah : Hermanto, S.Si, MM
Penyunting : Dr. Kadarmanto, MA
Dena Drajat, SST, SE., M.Si.
Widyo Pura Buana, S.Si., MMG, MT
Hariyanto, SST., M.Si.
Penulis : Ratna Rizki Amalia, SST
Octavia Rizky Prasetyo, SST
Mega Hartini, S.Si.
Retno Poerwaningsih, SST
Ni Gusti Putu Ayu Sri Lestari, SST
Rizkiyo Gunawan, SST
Mazaya Alifah Syadzwina, S.Tr.Stat.
Malik Faisal Aziz, S.Tr.Stat.
Ahmad Kosasih, S.Tr.Stat.
Hilmi Sifa’ Iftitah, S.Tr.Stat.
Tommy Setiawan, S.Tr.Stat.
Diah Mekita Sari, S.Tr.Stat.
Denny Rizky Firmansyah, S.Tr.Stat.
Gambar Kulit : Simon Halomoan Siagian, SE.
Diterbitkan Oleh :
PT Citra Mawana Patamaro
Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya
KONVERSI GABAH KE BERAS TAHUN 2018
ISSN : 978-602-438-250-6Nomor Publikasi : 05110.1810Katalog BPS : 5202015Ukuran Buku
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|iii
KATA PENGANTAR
Buku ini merupakan hasil Survei Konversi Gabah ke Beras 2018
yang diselenggarakan di seluruh provinsi di Indonesia. Survei Konversi
Gabah ke Beras (SKGB) 2018 merupakan kegiatan BPS yang termasuk
dalam proyek nasional untuk mendukung pencapaian prioritas nasional
ketahanan pangan.
Publikasi Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018 menyajikan
informasi besaran angka konversi dari Gabah Kering Panen (GKP) ke
Gabah Kering Giling (GKG) dan angka konversi dari GKG ke beras serta
menyajikan informasi pendukung tentang gambaran pelaksanaan kegiatan
pengeringan dan penggilingan gabah di Indonesia.
Semoga publikasi Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018 ini dapat
menambah informasi bagi konsumen data, khususnya pemerintah dalam
rangka menyusun kebijakan perberasan nasional.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi disampaikan
kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dan kerjasamanya.
Dengan telah selesainya publikasi SKGB 2018 ini, kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan guna perbaikan di masa yang akan datang.
Jakarta, November 2018
Kepala Badan Pusat Statistik
Suhariyanto
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|v
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................. v
DAFTAR TABEL .......................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………….. xiii
I. PENDAHULUAN……………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................. 4
1.3 Cakupan .............................................................................. 4
II. METODOLOGI ……………………………………………… 5
2.1 Konversi Pengeringan ......................................................... 5
2.1.1 Cakupan Wilayah Konversi Pengeringan .................. 5
2.1.2 Alokasi Sampel Rumah Tangga Konversi Pengeringan 9
2.1.3 Kerangka Sampel Konversi Pengeringan .................. 13
2.1.4 Metode Pengambilan Sampel Konversi Pengeringan . 14
2.1.5 Prosedur Pengambilan Sampel Rumah Tangga
Konversi Pengeringan ............................................... 16
2.1.6 Prosedur Estimasi Konversi Pengeringan ................. 20
2.1.7 Penghitungan Angka Konversi Pengeringan ............. 21
https:
//www.b
ps.go.id
vi | Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
2.1.8 Metode Pengumpulan Data Konversi Pengeringan ... 21
2.2 Rendemen Penggilingan ..................................................... 22
2.2.1 Cakupan Wilayah Rendemen Penggilingan ............... 22
2.2.2 Alokasi Sampel Usaha Penggilingan Padi ................. 25
2.2.3 Kerangka Sampel Rendemen Penggilingan ............... 26
2.2.4 Metode Pengambilan Sampel Rendemen Penggilingan 27
2.2.5 Prosedur Estimasi Rendemen Penggilingan ............... 29
2.2.6 Penghitungan Angka Konversi GKG ke Beras .......... 29
2.2.7 Metode Pengumpulan Data Rendemen Penggilingan... 30
III. GAMBARAN UMUM ............................................................ 31
3.1 Konversi Pengeringan ......................................................... 31
3.2 Rendemen Penggilingan ...................................................... 44
IV. ANGKA KONVERSI ............................................................. 61
4.1 Konversi Gabah Kering Panen (GKP) ke Gabah Kering
Giling (GKG) ....................................................................... 61
4.2 Konversi Gabah Kering Giling (GKG) ke Beras ................ 66
V. CATATAN ANALISIS DATA.............................................. 71
5.1 Konversi Gabah Kering Panen (GKP) ke Gabah Kering
Giling (GKG) ........................................................................ 71
5.2 Konversi GKG ke Beras ....................................................... 72
LAMPIRAN .................................................................................... 73
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|vii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Ilustrasi Penentuan Kabupaten/Kota Potensi Cakupan
Konversi Pengeringan 2018 .................................................
7
2. Contoh Penentuan Kabupaten Cakupan Konversi
Pengeringan di Provinsi Banten Tahun 2018 ...................... 8
3. Skema Penarikan Sampel Konversi Pengeringan ............... 15
4. Ilustrasi Penentuan Kabupaten/Kota Potensi Cakupan
Rendemen Penggilingan 2018 ............................................. 24
5. Contoh Penentuan Kabupaten Cakupan Rendemen
Penggilingan di Provinsi Banten Tahun 2018 ..................... 25
6. Prosedur Penghitungan Penimbang Rendemen
Penggilingan ........................................................................ 27
7. Persentase Responden menurut Kadar Air GKP ................. 42
8. Persentase Responden menurut Kadar Air GKG ................. 43
9. Persentase Responden menurut Lama Melakukan
Penggilingann ...................................................................... 51
10. Persentase Responden dan Angka Konversi GKP ke
GKG menurut Cara Pengeringan, Lokasi Pengeringan
Utama, dan Penggunaan Alas .............................................
64
11. Angka Konversi GKG ke Beras menurut Bentuk Gabah
yang Digiling ....................................................................... 67
12. Persentase Responden dan Besarnya Angka Konversi
GKG ke Beras (Rendemen Penggilingan) menurut
Umur Mesin Penggilingan ..................................................
67
https:
//www.b
ps.go.id
viii | Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
13. Persentase Rendemen Penggilingan menurut Jumlah
Fase Penggilingan ............................................................... 68
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Perbaikan Data Statistik Pangan sebagai Bagian
Kegiatan Prioritas Nasional 2018 ........................................
2
2. Alur Penghitungan Gabah ke Beras Tahun 2007 ................
3
3. Persentase Responden menurut Lokasi Pengeringan .........
32
4. Persentase Responden menurut Penggunaan Alas .............
33
5. Persentase Responden menurut Rata-Rata Tebal Gabah
Dalam Hamparan (Cm) ......................................................
34
6. Persentase Responden menurut Frekuensi Pembalikan
Gabah dari Awal sampai Akhir (kali) .................................
35
7. Persentase Responden menurut Lama Proses
Pengeringan Gabah dari Awal sampai Akhir (jam) ............
35
8. Persentase Responden menurut Lama Proses
Pengeringan Gabah dari Awal sampai Akhir (hari) ........... 36
9. Persentase Responden menurut Kondisi Cuaca saat
Melakukan Pengeringan dengan Sinar Matahari ................ 37
10. Persentase Responden menurut Kondisi Musim saat
Melakukan Pemanenan ....................................................... 37
11. Persentase Responden menurut Kesadaran Terjadinya
Kehilangan Hasil Selama Proses Pengeringan ................... 38
https:
//www.b
ps.go.id
x | Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
12. Persentase Responden menurut Penyebab Utama
Kehilangan Hasil ................................................................. 39
13. Persentase Responden menurut Cara Menentukan
Tingkat Kekeringan Gabah................................................... 40
14. Persentase Responden menurut Waktu Perontokan dan
Pemanenan ........................................................................... 41
15. Persentase Responden menurut Perbedaan Waktu
(Hari) Perontokan dan Pemanenan ...................................... 42
16. Persentase Responden menurut Bentuk Badan Hukum
Usaha/Perusahaan Penggilingan .......................................... 44
17. Persentase Responden menurut Skala
Usaha/Perusahaan Penggilingan .......................................... 45
18. Persentase Responden menurut Kelengkapan Mesin
Penggilingan ......................................................................... 46
19. Persentase Responden menurut Tipe Penyosoh Mesin
Penggilingan ........................................................................ 47
20. Persentase Responden menurut Umur Mesin
Penggilingan ........................................................................ 48
21. Persentase Responden menurut Tahun Pengoperasian
Mesin Penggilingan ............................................................. 49
22. Persentase Responden menurut Kapasitas Terpasang
Mesin Penggilingan ............................................................. 50
23. Persentase Responden menurut Keterangan
Penggantian Roll Karet Pemecah Kulit ............................... 52
24. Persentase Responden menurut Keterangan
Penggantian Besi Penyosoh ................................................. 53
25. Persentase Responden menurut Rata-Rata Nilai
Rendemen berdasarkan Pengakuan Pengelola .................... 54
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|xi
26. Persentase Responden menurut Keterangan
Kepemilikan Gabah ............................................................ 55
27. Persentase Responden menurut Keterangan Bentuk
Gabah .................................................................................. 56
28. Persentase Responden menurut Keterangan
Pembersihan Gabah Sebelum Digiling ................................ 56
29. Persentase Responden menurut Phase Proses
Penggilingan ....................................................................... 57
30. Persentase Responden menurut Kadar Air Gabah
Sebelum Penggilingan ........................................................ 58
31. Persentase Responden menurut Keterangan Derajat
Sosoh .................................................................................. 59
32. Perkembangan Angka Konversi GKP ke GKG
(Persen), 2005-2007, 2012, dan 2018 ................................. 61
33. Angka Konversi GKP ke GKG menurut Provinsi
(Persen) ............................................................................... 63
34. Perkembangan Angka Konversi GKG ke Beras
Berdasarkan Hasil Survei Tahun 2005-2007, 2012, dan
2018 ....................................................................................
66
35. Angka Konversi GKG ke Beras menurut Provinsi
(Persen) ............................................................................... 69
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Angka Konversi, Standard Error, Relative Standard
Error, dan Design Effect GKP ke GKG menurut
Provinsi, 2018 ...................................................................... 75
2. Persentase Responden menurut Lokasi Pengeringan,
2018 ..................................................................................... 76
3. Persentase Responden menurut Penggunaan Alas
Selama Proses Pengeringan, 2018 ....................................... 77
4. Persentase Responden menurut Provinsi dan Kadar Air
Gabah Sebelum Pengeringan, 2018 .................................... 78
5. Persentase Responden menurut Provinsi dan Kadar Air
Gabah Setelah Pengeringan, 2018 ........................................
79
6. Contoh Kuesioner Survei Konversi GKP ke GKG Tahun
2018 .....................................................................................
80
7. Angka Konversi, Standard Error, Relative Standard
Error, dan Design Effect GKG ke Beras menurut
Provinsi, 2018 ......................................................................
84
8. Persentase Usaha Penggilingan menurut Provinsi dan
Skala Usaha Penggilingan, 2018 ......................................... 85
9. Persentase Usaha Penggilingan menurut Provinsi dan
Status Badan Hukum, 2018 ................................................. 86
10. Persentase Usaha Penggilingan menurut Provinsi dan
Tipe Penyosoh Mesin Penggilingan yang Digunakan,
2018 ..................................................................................... 88
11. Persentase Usaha Penggilingan menurut Provinsi dan
Kadar Air Gabah Sebelum Penggilingan, 2018 .................. 89
https:
//www.b
ps.go.id
xiv | Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
12. Realisasi Pengolahan Dokumen Survei Konversi GKG
ke Beras ............................................................................... 90
13. Contoh Kuesioner Survei Konversi GKG ke Beras
Tahun 2018 ......................................................................... 91
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018 |1
1.1 Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, oleh karenanya
penyediaan pangan yang memadai merupakan kewajiban negara.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (UU Pangan)
menegaskan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar itu merupakan bagian
dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945 sebagai komponen dasar untuk
mewujudkan manusia yang berkualitas.
Terkait dengan pemenuhan kebutuhan pangan, pemerintah
Indonesia dalam Rencana Kerja Pemerintah tahun 2018 mencantumkan
bahwa ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas nasional yang
harus dilaksanakan. Selanjutnya, prioritas nasional ketahanan pangan
tersebut diuraikan menjadi program prioritas peningkatan produksi
pangan, serta program prioritas pembangunan sarana dan prasarana
pertanian. Salah satu kegiatan dalam program prioritas pembangunan
sarana dan prasarana pertanian adalah kegiatan perbaikan data statistik
pangan.
Ketersediaan data statistik pangan yang berkualitas sebagai
rujukan dalam perencanaan, pemantauan, dan evaluasi menjadi sangat
menentukan karena akan berdampak kepada efektivitas pengambilan
keputusan yang dilakukan. Statistik produksi padi, salah satu statistik
pangan paling strategis dan penting, diperoleh dari data luas panen dikali
dengan data produktivitas dikalikan dengan angka konversi Gabah
Kering Panen (GKP) ke Gabah Kering Giling (GKG).
BAB
1 PENDAHULUAN
https:
//www.b
ps.go.id
2| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
Gambar 1. Perbaikan Data Statistik Pangan sebagai Bagian
Kegiatan Prioritas Nasional 2018
Selain data produksi padi, data yang diperlukan pemerintah dalam
perumusan kebijakan pangan adalah produksi dalam bentuk beras.
Penghitungan produksi beras dilakukan dengan menggunakan angka
konversi GKG ke beras. Angka konversi GKP ke GKG dan konversi
GKG ke beras saat ini masih menggunakan hasil survei tahun 2005-2007.
Sebagai catatan, pada tahun 2012 telah dilaksanakan kegiatan survei
konversi gabah ke beras tetapi belum ada kesepakatan nasional untuk
menggunakan angka hasil kegiatan tersebut.
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018 |3
Gambar 2. Alur Penghitungan Gabah ke Beras Tahun 2007
Seiring kemajuan teknologi pertanian selama 11 tahun terakhir
(dalam periode tahun 2007 sampai dengan 2018), khususnya teknologi
pengeringan dan penggilingan padi, diduga saat ini telah terjadi
perubahan pada angka konversi GKP ke GKG dan konversi GKG ke
beras dibandingkan dengan kondisi tahun 2005-2007. Selain itu, Survei
Konversi Gabah ke Beras tahun 2005-2007 masih mengandung
kelemahan karena hanya dilakukan pada musim kemarau. Padahal, faktor
musim (musim hujan dan kemarau) diyakini memengaruhi besaran angka
konversi GKP ke GKG dan GKG ke beras karena berkaitan dengan kadar
air/kualitas gabah. Cakupan survei pada tahun 2005-2007 juga hanya
terbatas pada 15 provinsi dengan tingkat penyajian hanya sampai
nasional. Karena itu, perlu dilakukan pemutakhiran data dan
penyempurnaan pelaksanaan survei untuk mendapatkan angka konversi
GKP ke GKG dan GKG ke beras yang lebih akurat dan terkini sebagai
bahan penghitungan produksi beras nasional.
https:
//www.b
ps.go.id
4| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
1.2 Tujuan
Kegiatan Survei Konversi Gabah ke Beras tahun 2018 ini
bertujuan untuk memperoleh data/informasi:
1. Angka konversi pengeringan dari Gabah Kering Panen (GKP) ke
Gabah Kering Giling (GKG).
2. Angka rendemen penggilingan untuk bahan penghitungan
produksi beras dari padi kualitas GKG.
3. Faktor-faktor yang memengaruhi besaran (variasi) angka konversi
pengeringan dan rendemen penggilingan.
Sasaran dari kegiatan Survei Konversi Gabah ke Beras ini adalah
tersedianya data besaran angka konversi GKP ke GKG dan dari GKG ke
beras yang akurat dan terkini untuk bahan penghitungan produksi beras
nasional.
1.3 Cakupan
Survei Konversi Gabah ke Beras dilakukan di 34 provinsi. Survei
dilakukan dalam 2 tahap, yaitu bulan Maret – April mewakili musim
hujan dan pada Mei – Agustus 2018 mewakili musim kemarau. Angka
rendemen yang dihasilkan merupakan gabungan dari hasil pelaksanaan
survei tahap I dan tahap II.
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|5
2.1 Konversi Pengeringan
Sampel Survei Konversi Pengeringan GKP ke GKG, selanjutnya
disebut Konversi Pengeringan, dirancang untuk estimasi tingkat provinsi.
Sampel blok sensus terpilih merupakan subsampel Survei Ubinan 2018
Subround (SR) 1 dan SR 2. Rumah tangga eligible konversi pengeringan adalah
rumah tangga yang menguasai/mengusahakan tanaman padi (mencakup padi
sawah dan padi ladang) dan panen pada Bulan Maret–April 2018 (perwakilan
musim hujan SR I) dan Bulan Juni-Agustus 2018 (perwakilan musim kemarau
SR II).
2.1.1 Cakupan Wilayah Konversi Pengeringan
Kabupaten/kota yang dicakup dalam konversi pengeringan adalah
kabupaten/kota potensi padi. Pemilihan kabupaten/kota potensi ditentukan
berdasarkan share kumulatif jumlah luas panen padi hasil Pengumpulan
Data Statistik Pertanian (SP-Padi) 2017 - pada sejumlah kabupaten/kota
potensi sebesar 90 persen total luas panen padi di provinsi. Cakupan
kabupaten/kota ini cukup dapat mewakili provinsi dalam penyajian hasil
survei pada tingkat provinsi. Penentuan kabupaten/kota cakupan survei
dilakukan di BPS dengan prosedur sebagai berikut:
a. Urutkan kabupaten/kota menurut data luas panen tanaman padi (total
padi sawah dan padi ladang) satu tahun setiap kabupaten secara
descending.
b. Hitung kumulatif luas panen padi setiap kabupaten/kota, sehingga
kumulatif luas panen pada kabupaten/kota urutan terakhir sama
BAB 2
METODOLOGI
https:
//www.b
ps.go.id
6| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
dengan total luas panen setahun dalam provinsi.
c. Hitung share kumulatif luas panen tanaman padi sawah SP-Padi 2017
seperti pada Tabel 1 Kolom 4.
d. Tentukan cut off point (CoP) kabupaten/kota terpilih, yaitu
kabupaten/kota dengan share kumulatif luas panen tanaman padi
mendekati dan tidak kurang dari 90 persen.
e. Selanjutnya sekelompok kabupaten/kota yang memiliki nilai share
kumulatif luas panen tanaman padi di bawah nilai CoP (yaitu
kabupaten-kabupaten yang memiliki luas panen besar) dikategorikan
sebagai kabupaten/kota potensi dan dipastikan tercakup dalam survei.
Sebaliknya sekelompok kabupaten/kota yang memiliki nilai share
kumulatif luas panen tanaman padi sawah lebih dari nilai CoP (yaitu
kabupaten/kota yang memiliki luas panen kecil) dikategorikan
sebagai kabupaten/kota tidak potensi. Kabupaten/kota tidak potensi
luas panen tidak dicakup dalam survei.
Berdasarkan prosedur di atas, sejumlah kabupaten/kota dengan
share 90 persen dapat mewakili provinsinya masing-masing. Jumlah
kabupaten/kota yang dicakup dalam pelaksanaan survei ini sebanyak 251
kabupaten. Ilustrasi proses penentuan kabupaten/kota cakupan survei
sesuai prosedur di atas digambarkan seperti pada Tabel 2.
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|7
Tabel 1. Ilustrasi Penentuan Kabupaten/Kota Potensi
Cakupan Konversi Pengeringan 2018
Provinsi :………….
Subround :
Kabupaten/Kota
(Diurutkan Menurut
Luas Panen)
Luas
Panen
Tanaman
Padi
SP-Padi
2017
Kumulatif
Luas
Panen
Tanaman
Padi
SP-Padi
2017
Share
Kumulatif
Luas Panen
Tanaman
Padi
SP-Padi
2017
Penanda
Kabupaten
Cakupan
Survei
1: Tercakup
0: Tidak Kode Nama
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1
1jP 1jP 100
1
1
K
k
jk
j
P
P
2
2jP
2
1k
jkP 100
1
2
K
k
jk
j
P
P
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
K
jkP
K
k
jkP
1
100
1
K
k
jk
jk
P
P
Jumlah
K
k
jkP
1
https:
//www.b
ps.go.id
8| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
Di bawah ini contoh penentuan kabupaten cakupan konversi
pengeringan 2018 di Provinsi Banten.
Tabel 2. Contoh Penentuan Kabupaten Cakupan Konversi
Pengeringan di Provinsi Banten Tahun 2018
Kabupaten/Kota
Luas
Panen
Tanaman
Padi SP-
Padi 2017
(Ha)
Kumulatif
Luas
Panen
Tanaman
Padi SP-
Padi 2017
(Ha)
Share
Kumulatif
Luas Panen
Tanaman
Padi
SP-Padi
2017
(%)
Penanda
Kabupaten/
Kota Cakupan
Survei
1: terpilih
0: Tidak
Kode Nama
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
01 Pandeglang 119 484,3 119 484,3 34,97 1
02 Lebak 85 767,8 205 252,1 60,08 1
04 Serang 66 893,2 272 145,3 79,68 1
03 Tangerang 52 788,0 324 933,3 95,11 1
73 Serang 13 995,5 338 928,8 99,20 0
72 Cilegon 2203,7 341 132,5 99,85 0
71 Tangerang 457,4 341 589,9 99,98 0
74 Tang. Selatan 56,7 341 646,6 100,00 0
Pada tabel di atas, kabupaten/kota terpilih adalah kabupaten/kota
yang diberi penanda kode 1 pada Kolom (6), yaitu Kabupaten
Pandeglang, Lebak, Serang dan Tangerang. Berarti hasil survei pada
keempat kabupaten tersebut mewakili 95,1 persen populasi di Provinsi
Banten menurut data luas panen tanaman padi sawah hasil SP-Padi 2017.
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|9
2.1.2 Alokasi Sampel Rumah Tangga Konversi Pengeringan
a. Alokasi Sampel Rumah Tangga Konversi Pengeringan
menurut Subround
Jumlah sampel rumah tangga terpilih konversi pengeringan
dirancang untuk penyajian hasil survei di level provinsi. Agar sebaran
sampel rumah tangga suatu kabupaten dapat mewakili populasi rumah
tangga padi sawah pada musim hujan dan kemarau, target sampel rumah
tangga di tingkat provinsi perlu dialokasikan untuk survei pada SR 1 dan
SR 2. Alokasi sampel ini dilakukan berdasarkan data luas panen hasil SP-
Padi 2017 pada masing-masing kabupaten/kota. Metode yang digunakan
adalah power allocation. Metode ini menerapkan proporsi akar kuadrat
variabel yang digunakan terhadap jumlah akar kuadrat variabel tersebut
pada kabupaten/kota cakupan. Dengan metode ini, variasi jumlah sampel
antar-kabupaten/kota yang sangat tinggi, khususnya pada kabupaten/kota
yang sangat potensi dan yang cukup potensi, dapat diatasi. Rumus yang
digunakan adalah:
m
P
Pm
s
s
ss
2
1
dengan:
sm : Jumlah sampel rumah tangga terpilih konversi pengeringan pada
subround s,
sP : Luas panen padi hasil SP-Padi 2017 pada subround s,
: Konstanta power allocation, α =0,5.
https:
//www.b
ps.go.id
10| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
b. Alokasi Sampel Rumah Tangga Konversi Pengeringan menurut
Kabupaten/Kota
Keterwakilan sampel pada setiap kabupaten/kota cakupan survei
diperoleh dengan mengalokasikan target sampel pada tingkat provinsi ke
setiap kabupaten/kota pada masing-masing SR 1 dan SR 2. Alokasi ini
dilakukan dengan metode power allocation berdasarkan luas panen padi
sawah 2017. Sehingga jumlah sampel rumah tangga setiap kabupaten/kota
sebanding dengan proporsi akar jumlah luas panen padi subround tertentu
suatu kabupaten terhadap total akar jumlah luas panen padi seluruh
kabupaten/kota dalam provinsi pada subround tersebut.
sK
k
sk
sksk m
P
Pm
1
dengan:
skP : Luas panen tanaman padi (hibrida, indrida, dan ladang) subround s
pada kabupaten/kota k.
skm : Jumlah sampel rumah tangga terpilih konversi pengeringan
subround s di kabupaten/kota k.
Hasil alokasi sampel ini disesuaikan dengan alokasi sampel plot
Survei Ubinan 2018 untuk pelaksanaan SR 1 dan 2.
c. Alokasi Sampel Rumah Tangga Konversi Pengeringan menurut
Blok Sensus
Target sampel rumah tangga setiap kabupaten dialokasikan ke
setiap blok sensus eligible secara proporsional berdasarkan jumlah rumah
tangga padi (gabungan padi sawah hibrida, inbrida, dan padi ladang) di
setiap blok sensus. Alokasi sampel rumah tangga masing-masing
subround di setiap kabupaten/kota dilakukan secara terpisah. Rumus yang
digunakan adalah:
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|11
skH
h
n
i
hi
hihi m
M
Mm
h
1 1
dengan:
k
H
h
n
i
hi MMh
1 1
, merupakan populasi rumah tangga yang menguasai
tanaman padi (hibrida, indrida, dan ladang) dari seluruh blok sensus
eligible pada masing-masing subround s suatu kabupaten/kota k.
hiM : populasi rumah tangga yang menguasai tanaman padi (hibrida,
indrida, dan ladang) hasil pemutakhiran rumah tangga pada blok
sensus i.
him : jumlah sampel rumah tangga terpilih konversi pengeringan pada
blok sensus i strata h.
Alokasi sampel ini disiapkan pada program aplikasi pengambilan sampel.
Manual tahapan alokasi sampel dijelaskan sebagai berikut:
1. Siapkan rekapitulasi populasi rumah tangga padi setiap blok sensus
berdasarkan data entri hasil pemutakhiran pada seluruh blok sensus
terpilih Survei Ubinan 2018 Subround 1. Satu rumah tangga padi
yang mengusahakan beberapa jenis tanaman padi dianggap sebagai
satu rumah tangga.
Provinsi : p
Kabupaten : k
Subround : s
Blok Sensus ke- Populasi Rumah Tangga Padi
(1) (2)
1 1hM
2 2hM
..
i hiM
Jumlah M
https:
//www.b
ps.go.id
12| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
Contoh: Rekapitulasi populasi rumah tangga yang mengusahakan
padi dan panen Bulan Maret-April 2018 hasil pemutakhiran rumah
tangga pada blok sensus.
Provinsi : p
Kabupaten : k
Subround :s
Blok Sensus ke- Populasi Rumah Tangga Padi
(1) (2)
1 7
2 5
3 2
4 4
Jumlah 18
2. Hitung jumlah sampel rumah tangga per blok sensus berdasarkan
target sampel rumah tangga suatu kabupaten dan populasi rumah
tangga yang mengusahakan padi sesuai rumus di atas.
Contoh: penghitungan alokasi sampel.
Blok Sensus
ke-
Penghitungan
Jumlah Sampel
Blok Sensus
Jumlah Sampel
Blok Sensus
(Pembulatan Kolom (3))
(1) (2) (3)
1 94,1518
7
2
2 39,1518
5
1
3 56,0518
2
1
4 11,1518
4
1
Target Sampel 5 5
3. Cek kesesuaian antara jumlah sampel hasil alokasi dengan target
sampel per kabupaten. Apabila tidak sesuai, lakukan penyesuaian
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|13
alokasi sampel pada blok sensus yang memiliki populasi banyak.
4. Apabila populasi rumah tangga padi hasil pemutahiran pada seluruh
blok sensus kurang dari target sampel dalam kabupaten, seluruh
rumah tangga tersebut diambil sebagai sampel (take all).
2.1.3 Kerangka Sampel Konversi Pengeringan
Kerangka sampel yang digunakan untuk pengambilan sampel
konversi pengeringan terdiri dari kerangka sampel untuk pengambilan
sampel blok sensus dan kerangka sampel untuk pemilihan rumah tangga.
Kerangka sampel untuk pemilihan blok sensus adalah daftar blok sensus
biasa dan blok sensus persiapan bermuatan yang tercakup dalam ST 2013
dan dilengkapi dengan informasi jumlah rumah tangga eligible tanaman
pangan per subround hasil ST2013-L, serta luas tanam menurut jenis
tanaman pangan selama setahun. Kerangka sampel ini juga merupakan
kerangka sampel yang digunakan pada Survei Ubinan 2018. Blok sensus
eligible cakupan SKGB 2018 adalah blok sensus terpilih Survei Ubinan
SR 1 dan SR 2 Tahun 2018 yang terdapat sejumlah rumah tangga yang
menguasai/mengusahakan tanaman padi hasil pemutakhiran rumah
tangga.
Kerangka sampel untuk pemilihan rumah tangga adalah daftar
kepala rumah tangga yang menguasai/mengusahakan tanaman padi Survei
Ubinan 2018, serta panen pada Bulan Maret-April 2018 (untuk
pelaksanaan SR 1) atau panen pada Bulan Juni-Agustus 2018 (untuk
pelaksanaan SR 2). Kerangka sampel ini diperoleh dari hasil
permutakhiran rumah tangga pada blok sensus menjelang periode
pencacahan Survei Ubinan 2018. Kerangka sampel rumah tangga kondisi
Bulan Maret-April 2018 diperoleh dari hasil listing Bulan Desember
2017, sedangkan kerangka sampel rumah tangga kondisi bulan Juni-
Agustus 2018 diperoleh dari hasil listing Bulan April 2018.
https:
//www.b
ps.go.id
14| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
2.1.4 Metode Pengambilan Sampel Konversi Pengeringan
Rancangan pengambilan sampel rumah tangga konversi
pengeringan yang diterapkan adalah stratified multi-stage sampling
design. Blok sensus terpilih survei ini merupakan blok sensus terpilih
Survei Ubinan 2018 yang terdapat rumah tangga padi sawah yang panen
pada SR 1 dan/atau SR 2. Pengambilan sampel BS tersebut dilakukan
secara probability proportional to size di setiap strata dalam kabupaten
pada saat persiapan Survei Ubinan 2018. Peluang terpilih setiap blok
sensus berdasarkan jumlah rumah tangga eligible tanaman pangan
menurut subround. Agar blok sensus potensi tanaman padi pasti terpilih,
maka blok sensus yang memiliki muatan (size) lebih dari interval
pengambilan sampel dipastikan terpilih (certainty selected). Pengambilan
sampel blok sensus dilakukan pada saat persiapan pelaksanaan Survei
Ubinan 2018 masing-masing subround.
Sampel rumah tangga konversi pengeringan dipilih dari kerangka
sampel rumah tangga secara systematic sampling. Pengambilan sampel
rumah tangga setiap blok sensus dilakukan secara terpisah berdasarkan
hasil alokasi sampel rumah tangga per blok sensus. Secara ringkas skema
sampling di atas dijelaskan sebagai berikut:
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|15
Tabel 3. Skema Penarikan Sampel Konversi Pengeringan
Tahap Unit Jumlah unit
Metode Peluang Fraksi Populasi Sampel
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Blok
sensus Nh nh
PPS sistematik,
size (Mhi) rumah
tangga eligible
tanaman pangan
per BS
0h
hi
M
M
0h
hih
M
Mn
2
Rumah
tangga
padi
hiM mhi
Sistematik di
setiap blok
sensus,
(diurutkan
menurut bulan
panen)
hiM
1
hi
hi
M
m
dengan:
hN : Populasi blok sensus pada strata h.
hn : Jumlah sampel blok sensus pada strata h suatu subround.
hiM : Populasi rumah tangga yang menguasai/mengusahakan tanaman
pangan hasil ST2013 pada blok sensus i strata h.
0hM : Populasi rumah tangga yang menguasai/mengusahakan tanaman
pangan hasil ST2013 dari seluruh blok sensus eligible
pengambilan sampel pada strata h.
hiM : Populasi rumah tangga yang menguasai/mengusahakan tanaman
padi (padi sawah dan padi ladang) hasil pemutakhiran rumah
tangga (pada kegiatan Survei Ubinan 2018 masing-masing
subround) pada blok sensus i strata h.
him : Jumlah sampel rumah tangga padi terpilih konversi pengeringan
yang mengusahakan padi (baik padi sawah hibrida, padi sawah
inbrida, dan padi ladang). Satu rumah tangga yang terpilih
https:
//www.b
ps.go.id
16| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
beberapa jenis tanaman padi dianggap sebagai satu rumah tangga
padi.
Design weight dibangun dari fraksi sampling (overall sampling
fraction) seluruh tahap pengambilan sampel. Overall sampling fraction
dari seluruh tahap pengambilan sampel adalah:
hi
hi
h
hihs
M
m
M
Mnffff
031
Sehingga design weight untuk rumah tangga ke-j dalam blok sensus ke-i
adalah:
hi
hi
hih
hhij
m
M
Mn
Mw
0
2.1.5 Prosedur Pengambilan Sampel Rumah Tangga Konversi
Pengeringan
Pengambilan sampel rumah tangga konversi pengeringan dilakukan
secara sistematik dari kerangka sampel rumah tangga setiap blok sensus
eligible. Pengambilan sampel ini dilakukan pada setiap blok sensus secara
terpisah berdasarkan hasil alokasi sampel. Pengambilan sampel rumah
tangga dilakukan dengan program aplikasi yang disiapkan BPS. Manual
tahapan pengambilan sampel yang disiapkan pada program aplikasi
sebagai berikut:
a. Siapkan data hasil entri rumah tangga yang mengusahakan padi hasil
pemutakhiran rumah tangga pada blok sensus Survei Ubinan 2018
(data SUB-DS terisi). Data ini dilengkapi dengan perkiraan bulan
panen. Rumah tangga yang dicakup sebagai populasi pada kerangka
sampel rumah tangga subround 1 adalah rumah tangga yang panen
Bulan Maret-April 2018, sedangkan yang dicakup pada kerangka
sampel rumah tangga subround 2 adalah rumah tangga yang panen
bulan Juni-Agustus 2018. Satu rumah tangga padi yang terpilih
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|17
sebagai sampel beberapa jenis tanaman padi dianggap sebagai satu
rumah tangga.
b. Urutkan seluruh rumah tangga yang menguasai/mengusahakan padi
pada blok sensus berdasarkan urutan bulan panen. Beri nomor urut
rumah tangga padi berdasarkan urutan tersebut.
Contoh:
Daftar rumah tangga hasil pemutakhiran sebagai berikut:
Hasil urutan menurut bulan panen sebagai berikut:
NKS: 11100223
Nomor Urut
Rumah Tangga
Hasil Pemutakhiran
Jenis Tanaman Padi
yang Diusahakan
Perkiraan
bulan
panen
Nomor Urut Baru
Rumah Tangga Padi
Berdasarkan Urutan
Bulan Panen
6 Padi sawah inbrida Maret 1
24 Padi sawah hibrida Maret 2
15 Padi sawah hibrida,
Padi sawah inbrida April
3
23 Padi ladang April 4
27 Padi sawah hibrida April 5
NKS: 11100223
Nomor Urut Rumah
Tangga
Hasil Pemutakhiran
Jenis Tanaman Padi
yang Diusahakan
Perkiraan
bulan
panen
6 Padi sawah inbrida Maret
15 Padi sawah hibrida,
Padi sawah inbrida April
23 Padi ladang April
24 Padi sawah hibrida Maret
27 Padi sawah hibrida April
https:
//www.b
ps.go.id
18| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
c. Beri nomor urut baru berdasarkan hasil urutan rumah tangga menurut
perkiraan bulan panen.
d. Hitung jumlah rumah tangga padi eligible subround berjalan. Nomor
urut baru terbesar menggambarkan populasi rumah tangga padi
eligible.
e. Hitung interval pengambilan sampel rumah tangga padi di masing-
masing blok sensus dengan rumus:
i
i
im
MI
dengan iM adalah populasi rumah tangga padi yang panen Maret-
April 2018, dan im adalah target sampel rumah tangga padi subround
tertentu pada suatu blok sensus.
Interval pengambilan sampel ini dihitung untuk masing-masing blok
sensus dengan pembulatan ke atas.
f. Tentukan angka random (AR) berdasarkan distribusi Uniform yang
bernilai antara 0 sampai dengan 1.
g. Hitung random pemilihan rumah tangga padi pertama dengan cara:
iIARR 1 .
h. Hitung random pemilihan rumah tangga padi ke-2, 3, …dst dengan
cara:
IRR 12 ,
IRR 213 ,
.
.
.
IjRR j 11 ,
dengan j = 2, 3, …, ( adalah target sampel rumah tangga padi
subround tertentu pada suatu blok sensus).
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|19
i. Beri penanda untuk rumah tangga padi sawah yang memiliki nomor
urut baru sesuai nilai Rj sebagai rumah tangga terpilih konversi
pengeringan.
Contoh manual pengambilan sampel rumah tangga:
Misal target sampel rumah tangga padi suatu blok sensus sebanyak tiga
rumah tangga. Populasi rumah tangga yang akan panen pada Maret-April
2018 sebanyak 5 rumah tangga. Pengambilan sampel rumah tangga
dilakukan sebagai berikut:
1. Interval pemilihan sampel rumah tangga dalam blok sensus adalah:
666666667,13
5I
2. Angka random yang dibangkitkan diperoleh sebesar = 0,23.
3. Random pemilihan sampel rumah tangga pertama sampai ke-3
dilakukan sebagai berikut:
Rumah
tangga
terpilih
ke-i
Penghitungan random pemilihan sampel
rumah tangga ke-i (Ri)
Pembulatan
Hasil
Penghitungan
(Ri)
(pembulatan
ke atas)
1 383333333,0666666667,123,01 R 1
2 050,2666666667,1)12(383333333,02 R 3
3 717,3666666667,1)13(383333333,03 R 4
4. Pemberian tanda rumah tangga terpilih (yaitu rumah tangga yang
memiliki nomor urut baru (sesuai urutan bulan panen) yang sama
dengan random pemilihan sampel dilakukan sebagai berikut:
https:
//www.b
ps.go.id
20| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
2.1.6 Prosedur Estimasi Konversi Pengeringan
Estimasi rata-rata karakteristik y di tingkat nasional berdasarkan
data hasil survei dihitung sebagai berikut:
M
YY
ˆ
ˆˆ
dengan:
H
h
n
i
m
j
hijhij
h
ywY
1 1
*
1
.ˆ dan
H
h
n
i
m
j
hij
h
wM
1 1
*
1
ˆ
Varians estimasi rata-rata
)YV(ˆ adalah:
, n
Y - Y 1 -n
n
M = )YV(
h
hhi
2n
1=ih
hL
=h
h
ˆˆ
ˆ
1ˆ
dengan: yw = Y hijhij
m
1=j
hi .ˆ*
dan Y = Y hi
n
1=i
h
h
ˆˆ
NKS: 11100223
Nomor Urut
Rumah
Tangga
Hasil
Pemutakhiran
Jenis
Tanaman
Padi yang
Diusahakan
Perkiraan
Bulan
Panen
Nomor Urut
Baru
Rumah
Tangga Padi
berdasarkan
Urutan Bulan
Panen
Penanda
Rumah
Tangga Padi
Terpilih
Sesuai
Random
Pengambilan
Sampel (Rj)
6 Padi sawah
inbrida Maret 1
24 Padi sawah
hibrida Maret 2
15
Padi sawah
hibrida, Padi
sawah inbrida
April
3
23 Padi ladang April 4
27 Padi sawah
hibrida April 5
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|21
2.1.7 Penghitungan Angka Konversi Pengeringan
Pengeringan dilakukan sesuai dengan kebiasaan petani baik cara
pengeringan, tempat pengeringan, dan perlakuan selama pengeringan.
Selama proses pengeringan dilakukan akan terjadi penurunan berat gabah
karena pengurangan kadar air dalam gabah dan juga terjadinya
kehilangan gabah secara fisik (susut pengeringan) seperti tercecer
dan/atau dimakan ternak/unggas. Konversi GKP ke GKG dihitung
berdasarkan besarnya susut pengeringan dan penurunan kadar air. Rumus
yang digunakan untuk konversi GKP ke GKG adalah sebagai berikut:
Keterangan:
BG1 = Berat gabah sebelum pengeringan (GKP).
BG2 = Berat gabah setelah pengeringan (GKG).
2.1.8 Metode Pengumpulan Data Konversi Pengeringan
Pada Survei Konversi GKP ke GKG, petugas yang telah dilatih
mengenai materi survei mengunjungi lokasi responden/rumah tangga
untuk melakukan pengukuran kadar air dan penimbangan berat gabah
yang dijadikan sampel. Sampel gabah yang akan diukur kadar air dan
ditimbang beratnya ditetapkan minimal sebanyak 200 kg. Pengukuran
kadar air dan penimbangan berat gabah dilakukan sebanyak dua kali.
Pertama, pengukuran kadar air dan penimbangan berat dilakukan di
sawah (petak di mana sampel plot ubinan dipilih), sesaat setelah padi
dipanen, dirontokkan, dan dibersihkan. Dari pengukuran pertama ini
diperoleh informasi mengenai kadar air dan berat gabah dalam kualitas
GKP. Kedua, pengukuran kadar air dan penimbangan berat dilakukan di
lokasi pengeringan (masih pada sampel gabah yang sama) setelah gabah
dikeringkan dan siap untuk digiling (menurut kebiasaan petani). Dari
https:
//www.b
ps.go.id
22| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
pengukuran kedua ini diperoleh informasi mengenai kadar air dan berat
gabah dalam kualitas GKG.
Dalam prakteknya, pelaksanaan survei di lapangan kerap
dihadapkan pada sejumlah kendala sehingga prosedur di atas tidak dapat
diaplikasikan dengan baik. Pengukuran kadar air, misalnya, banyak yang
tidak dilakukan di lokasi responden, baik di sawah maupun lokasi
pengeringan, karena keterbatasan alat pengukur kadar air (moisture
tester). Begitu pula dengan syarat kecukupan sampel, seringkali juga sulit
dipenuhi di lapangan. Penjelasan lebih rinci mengenai berbagai kendala
yang dihadapi dalam pelaksanaan survei disajikan pada Bab V yang
berisi catatan terkait analisis data.
2.2. Rendemen Penggilingan
Jumlah sampel survei gabah kering giling (GKG) ke beras, yang
selanjutnya disebut rendemen penggilingan dirancang untuk estimasi
tingkat provinsi. Unit observasi survei ini adalah perusahaan/usaha
penggilingan padi (dengan kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha
Indonesia/KBLI 10631) skala besar, menengah, kecil, dan mikro hasil
Sensus Ekonomi 2016 (SE2016).
2.2.1 Cakupan Wilayah Rendemen Penggilingan
Kabupaten/kota yang dicakup dalam rendemen penggilingan
adalah sejumlah kabupaten/kota yang terdapat perusahaan/usaha
penggilingan dan memberikan share kumulatif jumlah perusahaan/usaha
penggilingan padi hasil Sensus Ekonomi 2016 minimal sebesar 90 persen
total perusahaan/usaha penggilingan di provinsi. Perusahaan/usaha
penggilingan yang dicakup dalam penentuan kabupaten/kota hanya
didasarkan pada jumlah perusahaan/usaha skala besar, menengah, dan
kecil. Penentuan kabupaten/kota cakupan survei telah dilakukan di BPS
dengan prosedur sebagai berikut:
a. Urutkan kabupaten/kota menurut data jumlah perusahaan/usaha
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|23
penggilingan skala besar, menengah, dan kecil secara descending.
b. Hitung kumulatif jumlah perusahaan/usaha penggilingan setiap
kabupaten, sehingga kumulatif jumlah perusahaan/usaha penggilingan
pada kabupaten urutan terakhir sama dengan total luas panen setahun
dalam provinsi.
c. Hitung share kumulatif jumlah perusahaan/usaha penggilingan seperti
pada Tabel 4 Kolom 5.
d. Tentukan cut off point (CoP) kabupaten terpilih, yaitu kabupaten
dengan share kumulatif jumlah perusahaan/usaha penggilingan padi
mendekati dan tidak kurang dari 90 persen.
e. Selanjutnya sekelompok kabupaten yang memiliki nilai share
kumulatif jumlah perusahaan/usaha penggilingan padi di bawah nilai
CoP (yaitu kabupaten/kota yang memiliki jumlah perusahaan/usaha
banyak) dikategorikan sebagai kabupaten/kota potensi dan dipastikan
tercakup dalam survei. Sebaliknya sekelompok kabupaten/kota yang
memiliki nilai share kumulatif jumlah usaha penggilingan padi lebih
dari nilai CoP (yaitu kabupaten/kota yang memiliki jumlah
perusahaan/usaha sedikit) dikategorikan sebagai kabupaten/kota tidak
potensi. Kabupaten/kota tidak potensi perusahaan/usaha penggilingan
tidak dicakup dalam survei.
Ilustrasi proses penentuan kabupaten/kota cakupan survei
sesuai prosedur di atas digambarkan seperti pada Tabel 4.
https:
//www.b
ps.go.id
24| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
Tabel 4. Ilustrasi Penentuan Kabupaten/Kota Potensi
Cakupan Rendemen Penggilingan 2018
Provinsi:………….
Subround: j
Kabupaten
(Diurutkan Menurut
Jumlah
Perusahaan/Usaha
Penggilingan)
Jumlah
Perusahaan/
Usaha
Penggilingan
Padi Hasil
SE2016
Kumulatif
Jumlah
Perusahaan/
Usaha
Penggilingan
Padi
Share
Kumulatif
Jumlah
Perusahaan/Us
aha
Penggilingan
Padi
Penanda
Kabupaten/
Kota
Cakupan
Survei Kode Nama
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1
1jU 1jU 100
1
1
K
k
jk
j
U
U
2
2jU
2
1k
jkU 100
1
2
K
k
jk
j
U
U
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
k
jkU
K
k
jkU
1
100
1
K
k
jk
jk
U
U
Jumlah
K
k
jkU
1
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|25
Contoh penentuan kabupaten cakupan rendemen penggilingan
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Contoh Penentuan Kabupaten Cakupan Rendemen
Penggilingan di Provinsi Banten Tahun 2018
Kabupaten/Kota Jumlah
Usaha
Penggilingan
Padi Skala
Kecil,
Menengah,
Besar Hasil
SE2016
Kumulatif
Jumlah
Usaha
Penggilingan
Padi
Share
Kumulatif
Jumlah
Usaha
Penggilingan
Padi
(%)
Penanda
Kabupaten
Cakupan
Survei
1: terpilih
0: Tidak
Kode Nama
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
04 Serang 43 43 25,44 1
03 Tangerang 40 83 49,11 1
01 Pandeglang 36 119 70,41 1
73 Serang 32 151 89,35 1
02 Lebak 15 166 98,22 1
72 Cilegon 2 168 99,41 0
71 Tangerang 1 169 100,00 0
74 Tangerang
Selatan 0 169 100,00 0
Berdasarkan hasil penentuan kabupaten/kota yang dicakup dalam
survei di atas, kabupaten terpilih adalah Kabupaten Serang, Tangerang,
Pandeglang, Kota Serang, dan Lebak. Berarti hasil survei pada keempat
kabupaten tersebut mewakili 98,22 persen populasi usaha penggilingan
padi di Provinsi Banten menurut data luas panen tanaman padi sawah
hasil SE2016.
2.2.2 Alokasi Sampel Usaha Penggilingan Padi
Jumlah sampel dirancang untuk penyajian hasil survei di level
provinsi. Alokasi sampel rumah tangga menurut kabupaten dilakukan
secara power allocation berdasarkan akar jumlah usaha penggilingan padi
https:
//www.b
ps.go.id
26| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
skala kecil, menengah, dan besar.
Jumlah sampel usaha penggilingan padi setiap kabupaten
sebanding dengan proporsi akar populasi usaha penggilingan terhadap
total akar jumlah usaha penggilingan padi di seluruh kabupaten dalam
provinsi, atau dapat ditulis sebagai berikut:
u
U
Uu
K
k
k
kk
1
dengan:
kU : populasi usaha penggilingan padi pada kabupaten k.
ku : jumlah sampel usaha penggilingan padi di kabupaten k.
u : target sampel usaha penggilingan padi di suatu provinsi.
: konstanta power allocation, ditentukan = 0,5.
2.2.3 Kerangka Sampel Rendemen Penggilingan
Kerangka sampel yang digunakan adalah kerangka sampel usaha
industri penggilingan. Kerangka sampel usaha penggilingan padi adalah
daftar usaha penggilingan padi yang dilengkapi dengan informasi skala
usaha (besar, menengah, kecil, atau mikro) hasil Sensus Ekonomi 2016
(SE2016). Skala usaha penggilingan padi ditentukan berdasarkan kriteria
jumlah tenaga kerja dan omset usaha. Karena SE2016 dilakukan secara
sampel pada wilayah kabupaten-perdesaan, kerangka sampel ini juga
dilengkapi dengan penimbang SE2016 untuk keperluan.
Populasi usaha industri penggilingan hasil SE2016 pada
Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tidak memenuhi
target sampel usaha. Oleh karena itu, kerangka sampel usaha industri
penggilingan yang digunakan diperoleh dari pendataan PIPA 2012
(berdasarkan kuesioner PIPA12-L). Kerangka sampel ini dilengkapi
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|27
dengan informasi skala usaha (Blok II.2 Rincian 5a) yang ditentukan
berdasarkan volume beras yang digiling per jam.
2.2.4 Metode Pengambilan Sampel Rendemen Penggilingan
Metode pengambilan sampel yang diterapkan pada rendemen
penggilingan adalah systematic sampling. Metode ini menggunakan angka
random dan interval pengambilan sampel untuk menentukan random
sampel perusahaan/usaha terpilih. Manual pengambilan sampel secara
systematic analogi dengan penjelasan pengambilan sampel rumah tangga
padi di atas. Pengambilan sampel perusahaan/usaha industri penggilingan
dilakukan di tingkat kabupaten/kota dan dilakukan terpisah untuk masing-
masing skala usaha.
Penimbang yang dibangun sesuai rancangan pengambilan sampel
melibatkan penimbang SE2016 yang melekat pada setiap
perusahaan/usaha pada kerangka sampel. Prosedur penghitungan
penimbang dijelaskan pada Tabel 6.
Tabel 6. Prosedur Penghitungan Penimbang Rendemen Penggilingan
Skala
Perusahaan/
usaha
Penimbang
SE2016
Jumlah Unit Metode
Pemilihan
Sampel
Fraksi
Sampling
(f)
Penimbang
Awal kiw . Populasi Sampel
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Besar 1
kBU . kBU . Take all 1 1
Menengah 1 kMU .
kMU .
Jika
kBkkM UuU ..
Take all 1 1
kMu .
Jika
kBkkM UuU ..
Systematic kM
kM
U
u
.
.
kM
kM
u
U
. .
.
Kecil Kw kKU . kKu . Systematic kK
kK
U
u
.
.
kK
kKK
u
Uw
.
.
https:
//www.b
ps.go.id
28| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
Skala
Perusahaan/
usaha
Penimbang
SE2016
Jumlah Unit Metode
Pemilihan
Sampel
Fraksi
Sampling
(f)
Penimbang
Awal kiw . Populasi Sampel
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Mikro mw kmU . kmu . Systematic km
km
U
u
.
. km
kmm
u
Uw
.
.
dengan:
kBU . : populasi usaha industri penggilingan skala besar pada
kabupaten k,
kMU . : populasi usaha industri penggilingan skala menengah pada
kabupaten k,
kMu . : jumlah sampel usaha industri penggilingan skala menengah
pada kabupaten k,
kKU . : populasi usaha industri penggilingan skala kecil pada
kabupaten k,
kKu . : jumlah sampel usaha industri penggilingan skala kecil pada
kabupaten k,
kmU . : populasi usaha industri penggilingan skala mikro pada
kabupaten k,
kmu . : jumlah sampel usaha industri penggilingan skala mikro pada
kabupaten k,
Kw : penimbang SE2016 untuk perusahaan skala kecil,
mw : penimbang SE2016 perusahaan skala mikro.
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|29
2.2.5 Prosedur Estimasi Rendemen Penggilingan
Estimasi rata-rata karakteristik y
Yˆ
di tingkat nasional
berdasarkan data hasil survei dihitung sebagai berikut:
U
YY
ˆ
ˆˆ
dengan:
1 1
. .ˆ
k i
iki ywY merupakan total karakteristik y, dan
1 1
.ˆ
k i
kiwU merupakan estimasi jumlah usaha.
2.2.6 Penghitungan Angka Konversi GKG ke Beras
Angka konversi GKG ke beras merupakan suatu besaran yang
digunakan untuk menyatakan persentase berat beras hasil penggilingan
terhadap berat gabah yang digiling (GKG). Dengan kata lain, besaran
rendemen penggilingan diperoleh dari hasil bagi antara kuantitas beras
hasil penggilingan dengan kuantitas bahan baku, yaitu gabah (GKG) yang
digiling dalam satuan persen.
Dalam laporan ini yang dimaksud dengan angka konversi GKG ke
beras atau rendemen penggilingan adalah rendemen penggilingan lapang,
yaitu penggilingan yang diusahakan oleh masyarakat baik perorangan
maupun badan hukum pada lokasi survei. Penggilingan gabah dilakukan
dalam salah satu derajat sosoh, yaitu 80, 90 atau 100 persen. Penggilingan
dilakukan sekurang-kurangnya terhadap 100 kg gabah untuk setiap
kualitas/derajat sosoh.
Rumus yang digunakan untuk penghitungan angka konversi GKG
ke beras atau rendemen penggilingan adalah sebagai berikut:
https:
//www.b
ps.go.id
30| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
Keterangan:
B1 : Berat gabah (GKG) yang digiling.
B2 : Berat beras hasil penggilingan.
2.2.7 Metode Pengumpulan Data Rendemen Penggilingan
Dalam Survei Konversi GKG ke Beras, petugas yang telah dilatih
tentang materi survei mengunjungi lokasi responden/usaha penggilingan
untuk melakukan penimbangan wadah, penimbangan berat sampel gabah
yang akan digiling, pengukuran kadar air sampel gabah yang akan
digiling. Jumlah sampel gabah yang akan digiling bervariasi untuk setiap
responden sesuai dengan skala usaha penggilingan. Untuk Perusahaan
Penggilingan Besar (PPB), jumlah sampel gabah yang akan digiling
ditetapkan minimal sebesar 150 kg, untuk Perusahaan Penggilingan
Menengah (PPM) jumlah sampel gabah yang akan digiling ditetapkan
minimal sebesar 100 kg, dan untuk Perusahaan Penggilingan Kecil (PPK)
jumlah sampel gabah yang akan digiling ditetapkan minimal sebesar 50
kg. Setelah sampel gabah digiling, petugas kemudian melakukan kembali
penimbangan wadah, penimbangan berat sampel beras hasil gabah yang
sudah digiling dan pengukuran kadar air berat sampel beras hasil gabah
yang sudah digiling.
Dalam prakteknya, pelaksanaan survei di lapangan kerap
dihadapkan pada sejumlah kendala sehingga prosedur di atas tidak dapat
diaplikasikan dengan baik. Pengukuran kadar air, misalnya, banyak yang
tidak dilakukan di lokasi responden karena keterbatasan alat pengukur
kadar air (moisture tester). Syarat kecukupan sampel sesuai skala usaha
penggilingan, seringkali juga sulit dipenuhi di lapangan. Penjelasan lebih
rinci mengenai berbagai kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan survei
disajikan pada Bab V yang berisi catatan terkait analisis data.
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|31
3.1 Konversi Pengeringan
Pengeringan gabah merupakan salah satu kegiatan pascapanen
yang penting. Proses ini merupakan proses penurunan kadar air gabah
hasil panen atau disebut Gabah Kering Panen (GKP) menjadi kualitas
Gabah Kering Giling (GKG). Di samping itu, proses pengeringan juga
dilakukan untuk mengurangi kadar hampa dan kotoran yang terdapat
dalam gabah hasil panen (GKP). Umumnya, standar kadar air kualitas
GKP adalah sekitar 25 persen, dan kadar air kualitas GKG sekitar 14
persen (Inpres RI Nomor 5 Tahun 2015). Pengurangan kadar air dalam
bijian seperti gabah dilakukan dengan cara penguapan air dari dalam
gabah. Proses ini meliputi penguapan air dari permukaan biji dan
perpindahan massa air dari dalam gabah ke permukaan secara difusi.
Pengeringan gabah hasil panen diperlukan untuk mengurangi
kadar air sehingga memenuhi standar baik untuk disimpan ataupun
untuk digiling menjadi beras. Selama proses pengeringan dilakukan
akan terjadi penurunan berat gabah karena pengurangan kadar air dalam
gabah dan juga kemungkinan terjadinya kehilangan gabah secara fisik
(susut pengeringan) seperti tercecer atau dimakan ternak/unggas.
BAB
3 GAMBARAN UMUM
https:
//www.b
ps.go.id
32| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
Gambar 3. Persentase Responden menurut Lokasi Pengeringan
Di Indonesia, mayoritas gabah dikeringkan dengan cara
tradisional, yaitu dengan sinar matahari dan angin. Gabah dijemur di
tempat yang bebas menerima sinar matahari, bebas banjir, dan bebas dari
gangguan binatang, seperti lahan sekitar sawah, lahan sekitar rumah, atau
pinggir jalan. Penjemuran gabah di atas lantai jemur/lamporan adalah cara
yang umum digunakan. Lamporan pada umumnya dibuat dari semen,
permukaannya agak miring dan bergelombang agar air tidak menggenang,
mudah dibersihkan, tidak basah, dan tidak berlubang. Jika proses
pengeringan gabah di lahan yang bukan berupa lantai/lamporan biasanya
dilakukan dengan menggunakan alas baik berupa anyaman bambu
ataupun terpal. Kehilangan gabah secara fisik selama proses pengeringan
sangat dipengaruhi oleh lokasi/tempat pengeringan dan penggunaan alas
selama proses pengeringan. Gambar 3 menunjukkan bahwa sebagian
besar proses pengeringan dilakukan di lahan sekitar rumah (64,74 persen)
sedangkan Gambar 4 menunjukkan bahwa mayoritas proses pengeringan
dilakukan dengan menggunakan alas (87,41 persen).
12,89%
64,74%
13,13%
0,37%
7,37%
1,50%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Lahan sekitar sawah
Lahan sekitar rumah
Lamporan semen
Lamporan bata
Pinggir jalan umum
Lainnya
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|33
Gambar 4. Persentase Responden menurut Penggunaan Alas
Dalam penanganan pascapanen, pengeringan merupakan salah
satu hal yang sangat penting karena akan memengaruhi penanganan
pasca panen selanjutnya. Jika gabah hasil pengeringan belum mencapai
kadar air standar kualitas GKG, maka gabah tidak dapat disimpan dalam
waktu relatif lama dan dapat menurunkan kualitas beras hasil
penggilingan. Secara umum tingkat ketebalan gabah, frekuensi
pembalikan gabah, dan lama waktu pengeringan dapat berpengaruh pada
berat Gabah Kering Giling (GKG) yang dihasilkan. Semakin tebal gabah,
semakin rendah frekuensi pembalikan, dan semakin singkat waktu
pengeringan akan menyebabkan semakin sedikit air yang menguap dari
gabah saat proses pengeringan. Hal inilah yang akan berpengaruh pada
kadar air GKG. Semakin tinggi kadar air yang terkandung pada GKG
maka semakin berat pula GKG yang dihasilkan. Diperlukan proses
pengeringan yang memperhatikan tingkat ketebalan, frekuensi
pembalikan, dan waktu pengeringan yang optimal agar mendapatkan
GKG yang memenuhi kualitas standar setempat. Sebagaimana tersaji
pada Gambar 5, sebagian besar (97,87 persen) petani menjemur gabah
dengan ketebalan maksimal 5 cm. Sisanya melakukan penjemuran
Menggunakan
Alas
87,41%
Tidak
Menggunakan
Alas
12,59%
https:
//www.b
ps.go.id
34| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
dengan tingkat ketebalan yang bervariasi yaitu 6-10 cm (1,85 persen),
11-15 cm (0,08 persen), dan di atas 15 cm (0,20 persen).
Gambar 5. Persentase Responden menurut Rata-Rata Tebal Gabah
Dalam Hamparan (Cm)
Selanjutnya, pada Gambar 6 dapat terlihat bahwa mayoritas petani
(62,89 persen) melakukan pembalikan gabah antara 5-15 kali. Sementara
itu, sekitar 10,35 persen petani melakukan pembalikan gabah kurang dari
5 kali, sisanya yaitu sebesar 26,76 persen petani melakukan pembalikan
gabah lebih dari 15 kali sejak awal pengeringan hingga proses
pengeringan berakhir.
97,87%
1,85%
0,08%
0,20%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
<= 5
6-10
11-15
> 15
Cm
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|35
Gambar 6. Persentase Responden menurut Frekuensi Pembalikan Gabah
dari Awal sampai Akhir (kali)
Dilihat dari sisi waktu pengeringan sebagaimana tersaji pada
Gambar 7, sebagian besar petani (53,51 persen) melakukan pengeringan
gabah selama 5-15 jam hingga gabah kering. Sementara itu, 45,23 persen
petani melakukan pengeringan gabah lebih dari 15 jam dan hanya 1,26
persen petani yang melakukan pengeringan gabah kurang dari 5 jam dari
awal penjemuran hingga gabah kering.
Gambar 7. Persentase Responden menurut Lama Proses Pengeringan
Gabah dari Awal sampai Akhir (jam)
10,35%
62,89%
26,76%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
< 5
5-15
> 15
Fre
ku
ensi
Pem
ba
lik
an
< 5 jam; 1,26%
5-15 jam;
53,51%
> 15 jam;
45,23%
https:
//www.b
ps.go.id
36| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
Jika dirinci berdasarkan lama hari pengeringan, maka
sebagaimana terlihat pada Gambar 8, sebagian besar petani (58,13
persen) melakukan pengeringan gabah selama maksimal 2 hari.
Meskipun ada pula sekitar 41,15 persen petani yang melakukan
pengeringan gabah selama 3 sampai 5 hari. Hanya 0,62 persen petani
yang melakukan pengeringan gabah selama 6-10 hari, sisanya sebesar
0,10 persen petani melakukan pengeringan gabah selama lebih dari 10
hari.
Gambar 8. Persentase Responden menurut Lama Proses Pengeringan
Gabah dari Awal sampai Akhir (hari)
Faktor cuaca juga akan berpengaruh terhadap proses pengeringan.
Intensitas sinar matahari yang tinggi dapat membantu mempercepat
proses pengeringan. Sebagaimana tersaji pada Gambar 9, meskipun
pencacahan dilakukan pada 2 tahap yaitu tahap I (Maret-April)
digunakan untuk merepresentasikan kondisi saat musim hujan dan tahap
II (Mei-Agustus) untuk merepresentasikan musim kemarau, tetapi hasil
survei menunjukkan bahwa mayoritas petani (85,38 persen) mengaku
bahwa selama melakukan pengeringan dengan sinar matahari kondisi
cuaca setempat cerah. Sementara itu, hanya sekitar 14,62 persen petani
yang mengaku bahwa kondisi cuaca setempat saat dilakukan pengeringan
gabah dengan sinar matahari adalah mendung.
58,13%
41,15%
0,62%
0,10%
<= 2
3-5
6-10
> 10
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Ha
ri
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|37
Gambar 9. Persentase Responden menurut Kondisi Cuaca saat Melakukan
Pengeringan dengan Sinar Matahari
Gambar 10. Persentase Responden menurut Kondisi Musim saat
Melakukan Pemanenan
Berbeda dengan hasil pada Gambar 9, pada Gambar 10 terlihat
bahwa saat melakukan pemanenan, sebagian besar (57,52 persen) petani
Mendung;
14,62%
Cerah; 85,38%
Musim
Kemarau;
57,52%
Musim Hujan;
42,48%
https:
//www.b
ps.go.id
38| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
melakukan pemanenan pada musim kemarau. Hanya sekitar 42,48 persen
petani yang memanen saat musim hujan.
Selama proses pengeringan akan terjadi kehilangan gabah yang
dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti tercecer, dimakan
ternak/unggas, atau penyebab lainnya. Sebagaimana tersaji pada Gambar
11, sebagian besar petani (74,93 presen) mengaku menyadari kehilangan
hasil selama proses pengeringan dilakukan. Hanya sebagian kecil petani
yang tidak menyadari kehilangan hasil selama proses pengeringan (25,07
persen).
Gambar 11. Persentase Responden menurut Kesadaran Terjadinya
Kehilangan Hasil Selama Proses Pengeringan
Selanjutnya pada Gambar 12, terlihat bahwa sebagian besar petani
(50,88 persen) mengaku bahwa faktor utama yang menjadi penyebab
kehilangan gabah karena tercecer. Sementara itu, sebesar 41,77 persen
petani mengaku bahwa penyebab utama hilangnya hasil adalah karena
dimakan ternak/unggas, sedangkan sebesar 6,14 persen mengaku ada
faktor lain yang menjadi penyebab hilangnya gabah.
Menyadari
terjadi
kehilangan
hasil; 74,93%
Tidak
menyadari
terjadi
kehilangan
hasil; 25,07%
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|39
Gambar 12. Persentase Responden menurut Penyebab Utama Kehilangan
Hasil
Proses pengeringan akan dihentikan jika gabah yang dikeringkan
telah mencapai kualitas GKG. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan
untuk mengetahui apakah gabah telah mencapai kualitas GKG, antara
lain dengan menggunakan alat pengukur kadar air, digigit, dan
digenggam dengan tangan. Gambar 13 menunjukkan bahwa hanya
sebagian kecil petani (8,21 persen) yang menggunakan alat pengukur
kadar air dalam menentukan gabah yang dikeringkan telah mencapai
kualitas GKG. Sebagian besar petani masih menggunakan cara-cara
konvensional, yakni dengan cara digigit (76,92 persen), digenggam
dengan tangan (13,21 persen), dan cara-cara konvensional lainnya (1,66
persen).
50,88%
41,77%
6,14%
1,21%
Tercecer
Dimakan ternak/unggas
Lainnya
Tidak tahu
0% 20% 40% 60% 80% 100%
https:
//www.b
ps.go.id
40| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
Gambar 13. Persentase Responden menurut Cara Menentukan Tingkat
Kekeringan Gabah
Salah satu tujuan dari Survei Konversi Gabah ke Beras tahun
2018 adalah untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi besaran
variasi angka konversi baik angka konversi pengeringan maupun
rendemen penggilingan. Khusus untuk pengeringan, dilakukan
pengukuran kadar air gabah kering panen (GKP). Berdasarkan Gambar
14, terlihat bahwa petani umumnya melakukan perontokan dan
pemanenan pada hari yang sama. Hasil survei menunjukkan bahwa 87,64
persen petani melakukan perontokan dan pengeringan pada hari yang
sama sedangkan sisanya sebesar 12,36 persen petani melakukan
perontokan dan pengeringan pada hari yang berbeda.
Diukur dengan
alat/tester;
8,21%
Digigit;
76,92%
Dengan tangan;
13,21% Lainnya; 1,66%
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|41
Gambar 14. Persentase Responden menurut Waktu Perontokan dan
Pemanenan
Jika dirinci lebih lanjut sebagaimana tersaji pada Gambar 15,
mayoritas petani (76,74 persen) melakukan perontokan antara 1-2 hari
setelah pemanenan. Sementara itu, sekitar 15,30 persen petani melakukan
perontokan antara 3-4 hari setelah pemanenan. Selain itu, ada pula sekitar
4,96 persen petani yang merontokkan gabah antara 5-6 hari setelah panen
dan sisanya sebesar 3,00 persen petani melakukan perontokan gabah
diatas 6 hari setelah panen.
Sama; 87,64%
Berbeda;
12,36%
https:
//www.b
ps.go.id
42| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
Gambar 15. Persentase Responden menurut Perbedaan Waktu (Hari)
Perontokan dan Pemanenan
Selama proses pengeringan berlangsung tentunya terjadi
penyusutan kadar air pada gabah. Tabel 7, menyajikan persentase
responden menurut kadar air GKP sebelum pengeringan. Kadar air GKP
sebelum pengeringan dibedakan menjadi 2 yaitu kondisi kadar air saat
perontokan dan pemanenan dilakukan pada hari yang sama dan kondisi
kadar air saat perontokan dan pemanenan dilakukan pada hari yang
berbeda.
Tabel 7. Persentase Responden menurut Kadar Air GKP
Kadar Air (%)
Persentase Responden (GKP) (%)
Pemanenan dan
Perontokan pada
Hari yang Sama
Pemanenan dan
Perontokan pada
Hari yang Berbeda
< 14 0,35 2,33
14-20 18,38 47,98
21-25 45,25 33,93
26-30 28,24 12,42
>30 7,78 3,34
Jumlah 100,00 100,00
76,74%
15,30%
4,96%
3,00%
1-2
3-4
5-6
> 6
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Ha
ri
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|43
Berdasarkan Tabel 7, terlihat bahwa pada umumnya petani yang
melakukan kegiatan pemanenan dan perontokan pada hari yang sama
memiliki GKP dengan kadar air yang berkisar antara 21-25 persen dan
berkisar antara 26-30 persen dengan persentase masing-masing sebesar
45,25 persen dan 28,24 persen. Sementara itu, sebagian besar petani yang
melakukan kegiatan pemanenan dan perontokan pada hari yang berbeda
memiliki GKP dengan kadar air yang lebih rendah yaitu berkisar antara
14-20 persen dengan persentase responden sebesar 47,98 persen dan GKP
dengan kadar air berkisar antara 21-25 persen dengan persentase sebesar
33,93 persen.
Tabel 8. Persentase Responden menurut Kadar Air GKG
Kadar Air (%) Persentase Responden (GKG)
(%)
< 12 33,46
12-14 45,16
>14 21,38
Jumlah 100,00
Setelah mengalamai proses pengeringan, kadar air gabah pun akan
mengalami penyusutan. Tabel 8 menunjukkan variasi kadar air GKG
setelah pengeringan. Mayoritas petani (45,16 persen) memiliki GKG
dengan kadar 12-14 persen. Sementara itu, sebanyak 33,46 persen petani
memiliki kadar air GKG kurang dari 12 persen, dan sebanyak 21,38
persen sisanya memiiliki GKG dengan kadar air lebih dari 14 persen.
https:
//www.b
ps.go.id
44| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
3.2 Rendemen Penggilingan
Penggilingan adalah proses pengolahan Gabah Kering Giling
(GKG) menjadi beras. Angka konversi GKG ke beras merupakan
persentase berat beras hasil penggilingan terhadap berat gabah (GKG)
yang digiling. Pengukuran angka konversi GKG ke beras dilakukan di
penggilingan padi yang dikelola oleh masyarakat, baik perorangan
maupun badan hukum pada lokasi survei.
Sebagaimana yang tersaji pada Gambar 16, mayoritas (92,58
persen) usaha penggilingan di Indonesia adalah milik perorangan. Sisanya
sebesar kurang dari 10 persen kepemilikan usaha penggilingan bervariasi
yakni merupakan usaha yang berbentuk koperasi (0,64 persen), firma
(0,25 persen), CV (0,55 persen), PT (0,11 persen), PT
(Persero)/PN/BUMN/BUMD (0,81 persen), dan lainnya (5,06 persen).
Gambar 16. Persentase Responden menurut Bentuk Badan Hukum
Usaha/Perusahaan Penggilingan
Sementara itu, Gambar 17 menunjukkan bahwa sebagian besar
usaha penggilingan di Indonesia didominasi oleh usaha penggilingan
berskala kecil. Usaha penggilingan berskala kecil memang kian marak
terutama yang berbentuk penggilingan keliling. Usaha penggilingan
0,81%
0,11%
0,55%
0,25%
0,64%
92,58% 5,06%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
PT (Persero)/PN/BUMN/BUMD
PT
CV
Firma
Koperasi
Perorangan
Lainnya
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|45
keliling lebih diminati oleh masyarakat karena modal yang diperlukan
lebih sedikit. Selain itu, dengan bentuk yang mobile dapat memperluas
jangkauan mereka untuk menjajakan jasa menggiling sehingga untung
yang didapat lebih besar. Berdasarkan hasil survei, 91,44 persen usaha
penggilingan di Indonesia adalah berbentuk usaha penggilingan berskala
kecil. Selain itu, terdapat pula sekitar 7,80 persen usaha penggilingan
yang berskala menengah dan sisanya sebesar 0,76 persen adalah usaha
penggilingan berskala besar.
Gambar 17. Persentase Responden menurut Skala Usaha/Perusahaan
Penggilingan
Untuk menjalankan usaha penggilingan diperlukan perlengkapan
berupa mesin penggilingan yang lengkap. Umumnya, di setiap usaha
penggilingan perlengkapan mesin penggilingan yang minimal harus
dimiliki adalah husker dan polisher. Husker adalah mesin
pengupas/pemecah kulit gabah yang digunakan untuk membersihkan kulit
gabah/sekam yang tercampur dalam beras pecah kulit. Sementara itu,
polisher adalah mesin penyosoh/pemoles/pemutih yang digunakan untuk
membuang lapisan bekatul dari butiran beras. Pada usaha penggilingan
PPK/
Penggilingan
Padi Kecil;
91,44%
PPM/
Penggilingan
Padi Menengah;
7,80%
PPB/
Penggilingan
Padi Besar;
0,76%
https:
//www.b
ps.go.id
46| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
yang lebih canggih dan modern dapat pula ditemukan jenis mesin
penggilingan lainnya seperti mesin pemisah gabah (separator), mesin
pemisah beras kepala, beras patah dan menir (shifter), dan mesin
pengkristal/ pencuci beras (shinning).
Dalam Survei Konversi Gabah ke Beras tahun 2018, kelengkapan
mesin penggilingan ditinjau dari keberadaan mesin husker, polisher, dan
ayakan. Berdasarkan pada Gambar 18, terlihat bahwa hanya 31,05 persen
usaha penggilingan di Indonesia memiliki kelengkapan ketiga mesin
tersebut sedangkan sisanya sebesar 68,95 persen usaha penggilingan tidak
memiliki mesin yang lengkap.
Gambar 18. Persentase Responden menurut Kelengkapan
Mesin Penggilingan
Tipe penyosoh akan memengaruhi hasil penyosohan, terdapat
dua tipe penyosoh mesin penggilingan, yaitu tipe abrasif dan tipe friksi.
Tipe abrasif adalah tipe mesin penyosoh yang menggunakan batu gerinda
untuk membersihkan butiran beras sedangkan tipe friksi adalah tipe mesin
penyosoh yang menggunakan gesekan antar butiran beras untuk
membersihkan butiran beras. Penggunaan mesin tipe friksi akan membuat
tampilan beras cenderung transparan dan kurang berwarna putih serta
Lengkap;
31,05%
Tidak
Lengkap;
68,95%
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|47
teksturnya lebih halus sedangkan penggunaan tipe penyosoh abrasif akan
membuat tampilan beras menjadi lebih putih. Selain itu, rendemen yang
dihasilkan dengan menggunakan penyosoh tipe friksi juga akan lebih
tinggi dibandingkan tipe abrasif. Sebagaimana tersaji pada Gambar 19,
hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar mesin penggilingan di
Indonesia, yaitu sebesar 71,94 persen yang digunakan memiliki tipe
penyosoh friksi. Sisanya sebesar 28,06 persen mesin penggilingan
memiliki tipe penyosoh abrasif.
Gambar 19. Persentase Responden menurut Tipe Penyosoh Mesin
Penggilingan
Umur mesin penggilingan yang digunakan dapat berpengaruh
terhadap efektivitas dan efisiensi mesin saat menggiling. Semakin tua
umur mesin maka tingkat efektivitas dan efisiensi mesin dalam
menggiling juga akan berkurang. Seperti yang terlihat pada Gambar 20,
mayoritas mesin penggilingan di Indonesia sudah berusia tua. Pada
Gambar 20 terlihat mesin penggilingan yang berumur di atas 10 tahun
sebesar 48,16 persen, yang berumur 6-10 tahun sebesar 29,31 persen, dan
Abrasif;
28,06%
Friksi; 71,94%
https:
//www.b
ps.go.id
48| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
yang berumur antara 3-5 tahun sebesar 17,21 persen. Sementara itu,
mesin penggilingan yang berumur antara 1-2 tahun sebesar 5,31 persen.
Gambar 20. Persentase Responden menurut Umur Mesin Penggilingan
Sejalan dengan hasil pada Gambar 20, pada Gambar 21 juga dapat
terlihat bahwa mayoritas usaha penggilingan di Indonesia sudah
beroperasi sejak sebelum tahun 2015. Sekitar 93,26 persen usaha
penggilingan di Indonesia sudah mulai beoperasi sebelum tahun 2015. Di
samping itu, pertambahan usaha penggilingan di Indonesia setelah tahun
2015 juga semakin sedikit setiap tahunnya. Hal tersebut terlihat dari
Gambar 21, bahwa pada tahun 2015 hanya terdapat 4,12 persen
pembukaan usaha penggilingan, angka ini terus menurun hingga tahun
2018 hanya terdapat sekitar 0,22 persen usaha penggilingan baru yang
mulai beroperasi.
1-2 Tahun;
5,31% 3-5 Tahun;
17,21%
6-10 Tahun;
29,31%
> 10 Tahun;
48,16%
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|49
Gambar 21. Persentase Responden menurut Tahun Pengoperasian Mesin
Penggilingan
Gambar 22, menunjukkan bahwa mayoritas (80,12 persen)
kapasitas terpasang mesin penggilingan adalah kurang dari 1,5 ton
GKG/jam. Hal ini sejalan dengan hasil survei yang menemukan bahwa
mayoritas usaha penggilingan di Indonesia memiliki usaha penggilingan
berskala kecil yaitu usaha penggilingan yang mampu menggiling gabah
kurang dari 1,5 ton GKG/jam. Selanjutnya, terdapat sekitar 15,26 persen
usaha penggilingan di Indonesia yang memiliki kapasitas penggilingan
antara 1,5 ton GKG/jam sampai 3 ton GKG/jam (usaha penggilingan
berskala menengah). Sementara itu, sisanya sebesar 4,62 persen adalah
usaha penggilingan berskala besar yang mampu menggiling gabah di atas
3 ton GKG/jam.
0,22% 0,49% 1,91% 4,12%
93,26%
2018 2017 2016 2015 < 2015
https:
//www.b
ps.go.id
50| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
Gambar 22. Persentase Responden menurut Kapasitas Terpasang
Mesin Penggilingan
Berdasarkan Tabel 9, terlihat bahwa mayoritas (72,83 persen)
usaha penggilingan melakukan penggilingan kurang dari 15 kuintal GKG
pada bulan lalu. Hal tersebut salah satunya disebabkan karena bentuk
usaha penggilingan di Indonesia yang sebagian besar adalah usaha
penggilingan berskala kecil. Selain itu, dari Tabel 9 juga dapat diketahui
bahwa usaha penggilingan cenderung memaksimalkan waktu bekerja. Hal
ini terlihat dari kondisi bahwa mayoritas usaha penggilingan beroperasi
selama 11-12 bulan (72,69 persen) dengan jumlah hari giling minimal 26
hari pada bulan yang lalu (25,88 persen). Kondisi sebaliknya, pada jam
giling terlihat bahwa rata-rata usaha penggilingan hanya menggiling
antara 3-4 jam pada hari yang lalu 27,21 persen). Rendahnya jam giling
salah satunya disebabkan oleh ketersediaan gabah yang akan digiling.
Semakin banyak gabah yang digiling maka semakin banyak pula waktu
yang diperlukan untuk menggiling. Selain itu, mengingat bahwa kondisi
penggilingan di Indonesia yang mayoritas adalah berskala kecil tentunya
kapasitas mesin untuk menggiling juga terbatas.
< 1,5 Ton;
80,12%
1,5 - 3 Ton;
15,26%
> 3 Ton
4,62%
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|51
Tabel 9. Persentase Responden menurut Lama Melakukan Penggilingan
Rata-Rata Giling Perhari Bulan Lalu
(kuintal GKG) Persentase Responden
< 15 72,83
15-30 10,80
> 30 16,37
Jumlah Bulan Giling Tahun Lalu Persentase Responden
0 0,10
1-2 1,53
3-4 4,95
5-6 6,51
7-8 6,14
9-10 8,08
11-12 72,69
Jumlah Hari Giling pada Bulan Lalu Persentase Responden
0 0,42
1-5 5,74
6-10 12,34
11-15 13,88
16-20 18,78
21-25 22,96
>= 26 25,88
Jumlah Jam Giling pada Hari Lalu Persentase Responden
0 0,92
1-2 25,13
3-4 27,21
5-6 23,33
7-8 19,50
9-10 3,05
11-12 0,48
> 12 0,36
Penggantian roll karet pemecah kulit berkaitan dengan
kemampuan mesin penggilingan dalam memecah kulit gabah.
Berdasarkan Gambar 23 terlihat bahwa sebagian besar (20,65 persen)
penggantian roll karet pemecah kulit dilakukan setelah melakukan
penggilingan terhadap lebih dari 60 ton GKG. Akan tetapi, penggantian
roll karet juga cukup banyak dilakukan walaupun gabah yang digiling
belum mencapai 10 ton GKG (17,98 persen). Selain itu, penggantian roll
karet mesin yang dilakukan bervariasi itu setelah menggiling 10-19 ton
https:
//www.b
ps.go.id
52| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
GKG sebesar 16,24 persen; 20 -29 ton GKG sebesar 17,42 persen; 30-39
ton GKG sebesar 14,34 persen; 40-49 ton GKG sebesar 8,10 persen; dan
50-59 ton GKG sebesar 5,27 persen.
Gambar 23. Persentase Responden menurut Keterangan Penggantian
Roll Karet Pemecah Kulit
Selain roll karet pemecah kulit, besi penyosoh juga merupakan
salah satu bagian mesin penggilingan yang sering mengalami
penggantian. Sebagaimana tersaji pada Gambar 24, sebagian besar besi
penyosoh (49,81 persen) diganti setelah menggiling setidaknya 60 ton
GKG. Sementara itu, sisanya diganti secara bervariasi antara lain: setelah
digunakan untuk menggiling kurang dari 10 ton GKG (13,03 persen); 10-
19 ton GKG (9,74 persen); 20-29 ton GKG (8,28 persen); 30-39 ton GKG
(8,49 persen); 40-49 ton GKG (5,59 persen);dan 50-59 ton GKG (5,06
persen).
<10 ton;
17,98%
10-19 ton;
16,24%
20-29 ton;
17,42%
30-39 ton;
14,34%
40-49 ton;
8,10%
50-59 ton;
5,27%
>= 60 ton;
20,65%
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|53
Gambar 24. Persentase Responden menurut Keterangan Penggantian Besi
Penyosoh
Nilai rendemen merupakan angka konversi dari GKG ke beras.
Semakin tinggi nilai rendemen menunjukkan bahwa semakin sedikit GKG
yang mengalami penyusutan. Pada umumnya, pengelola usaha
penggilingan dapat memperkirakan ataupun menghitung rendemen dari
usaha penggilingannya.
< 10 ton ;
13,03%
10 - 19 ton ;
9,74%
20-29 ton ;
8,28%
30-39 ton;
8,49%
40-49
ton ;
5,59%
50-59 ton ;
5,06%
>= 60 ton ;
49,81%
https:
//www.b
ps.go.id
54| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
Gambar 25. Persentase Responden menurut Rata-Rata Nilai Rendemen
berdasarkan Pengakuan Pengelola
Berdasarkan Gambar 25, menurut pengakuan responden terlihat
bahwa mayoritas (35,15 persen) rata-rata nilai rendemen berkisar antara
60-64 persen. Sementara itu, hanya sebesar 4,29 persen usaha
penggilingan yang memiliki rendemen lebih dari sama dengan 75 persen
dan 3,27 persen penggilingan yang memiliki rendemen di bawah 50
persen.
Pada umumnya, gabah yang digiling oleh usaha penggilingan
berasal dari petani setempat. Meskipun ada juga beberapa usaha
penggilingan yang melakukan membeli gabah dari petani lalu kemudian
menggiling gabah yang sudah dibeli untuk untuk tujuan dijual kembali.
Hasil survei juga menunjukkan hal tersebut, berdasarkan Gambar 26
terlihat bahwa mayoritas usaha penggilingan (76,81 persen) melakukan
penggilingan gabah atas permintaan petani. Sementara itu, sekitar 18,69
persen usaha penggilingan melakukan penggilingan gabah milik usaha
penggilingan tersebut sedangkan sisanya sekitar 4,50 persen melakukan
penggilingan gabah milik pedagang.
< 50 persen
3,27%
50 - 54 persen
5,93%
55 - 59 persen
10,42%
60 - 64 persen
35,15%
65 - 69 persen
32,41%
70 - 74 persen
8,53%
>= 75 persen
4,29%
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|55
Gambar 26. Persentase Responden menurut Keterangan Kepemilikan
Gabah
Banyak faktor yang memengaruhi proses penggilingan gabah
menjadi beras. Beberapa diantaranya adalah bentuk, ukuran, berat, dan
keseragaman butiran gabah. Bentuk gabah yang berbeda memerlukan
mesin penggilingan yang berbeda pula. Sebagaimana yang terlihat pada
Gambar 27, sebesar 64,33 persen gabah yang digiling memiliki bentuk
panjang. Sementara itu, sekitar 7,71 persen gabah yang digiling memiliki
bentuk bulat, dan sisanya sekitar 27,96 persen adalah campuran.
Penggilingan;
18,69%
Petani; 76,81%
Pedagang;
4,50%
https:
//www.b
ps.go.id
56| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
Gambar 27. Persentase Responden menurut Keterangan Bentuk Gabah
Pengelolaan pascapanen yang baik juga dapat meningkatkan
kualitas gabah yang akan digiling dan pada akhirnya akan meningkatkan
besaran rendemen dan memperkecil susut yang terjadi. Salah satu proses
pasca panen yang seringkali luput untuk dilakukan adalah pembersihan
gabah sebelum digiling.
Gambar 28. Persentase Responden menurut Keterangan Pembersihan
Gabah Sebelum Digiling
Bulat ; 7,71%
Panjang;
64,33%
Campuran;
27,96%
Tidak
Dilakukan
Pembersihan;
69,05%
Dilakukan
Pembersihan;
30,95%
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|57
Pembersihan gabah sebelum digiling yang bertujuan untuk
menghilangkan bulir kosong dan benda asingnya dapat membantu
meningkatkan besaran rendemen. Namun, hal tersebut nampaknya
seringkali terlupakan untuk dilakukan. Hal tersebut dapat terlihat dari
Gambar 28, sebagaimana terlihat pada gambar tersebut nampak bahwa
sekitar 69,05 persen usaha penggilingan tidak melakukan pembersihan
pada gabah yang akan digiling. Hanya sekitar 30,95 persen usaha
penggilingan yang melakukan pembersihan gabah sebelum digiling.
Selain pembersihan gabah sebelum digiling, banyaknya fase yang
harus dilalui gabah saat digiling juga dapat memengaruhi besaran
rendemen yang dihasilkan. Dalam survei ini, jumlah fase dihitung dengan
melihat berapa kali gabah masuk ke dalam polisher. Melalui Gambar 29,
terlihat bahwa sebanyak 60,05 persen usaha penggilingan melakukan
proses penggilingan gabah dengan dua phase, sedangkan sisanya sebesar
39,95 persen usaha penggilingan menerapkan sistem satu phase saat
menggiling gabah.
Gambar 29. Persentase Responden menurut Phase Proses Penggilingan
Variabel lain yang memengaruhi besaran rendemen penggilingan
antara lain adalah kadar air gabah yang akan digiling. Secara umum,
Satu Phase;
39,95% Dua Phase;
60,05%
https:
//www.b
ps.go.id
58| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
kadar air gabah yang terlalu tinggi (lebih dari 14 persen) atau pun terlalu
rendah (kurang dari 12 persen) mengakibatkan rendemen yang diperoleh
rendah. Hal ini dikarenakan gabah dengan tingkat kekeringan yang
terlalu tinggi atau terlalu rendah akan mudah patah selama proses
penggilingan sehingga jumlah menir atau beras patahan (broken rice)
yang dihasilkan semakin tinggi.
Gambar 30. Persentase Responden menurut Kadar Air Gabah Sebelum
Penggilingan
Sebagaimana terlihat pada Gambar 30, kadar air gabah sebelum
penggilingan mayoritas (46,40 persen) berkisar antara 12-14 persen. Hal
ini menunjukkan kualitas gabah yang akan digiling cukup baik.
Sementara itu, kadar air gabah yang kurang dari 12 persen dan lebih dari
14 persen masing-masing sebesar 30,32 persen dan 23,28 persen.
< 12 Persen;
30,32%
12 - 14 Persen;
46,40%
> 14 Persen;
23,28%
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|59
Gambar 31. Persentase Responden menurut Keterangan Derajat Sosoh
Derajat sosoh adalah persentase terlepasnya lapisan bekatul dari
butiran beras. Jika persentase derajat sosoh makin tinggi, maka kualitas
beras yang dihasilkan akan semakin baik. Namun, besaran rendemennya
akan menjadi lebih rendah. Pada Gambar 31 terlihat bahwa mayoritas
(28,93 persen) mesin penggilingan memiliki derajat sosoh yang berkisar
antara 80-84 persen. Sementara itu, sebesar 26,98 persen mesin
penggilingan yang digunakan memiliki derajat sosoh di bawah 80 persen
dan 22,41 persen responden usaha penggilingan yang menggunakan
mesin dengan derajat sosoh 90-94 persen.
< 80 persen;
26,98%
80 - 84 persen;
28,93%
85-89 persen;
13,77%
90-94 persen;
22,41%
95-99 persen;
7,70% 100 persen;
0,21%
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|61
4.1 Konversi Gabah Kering Panen (GKP) ke Gabah Kering
Giling (GKG)
Angka konversi dari GKP ke GKG dinyatakan dalam satuan
persen. Angka ini menunjukkan persentase banyaknya GKG (Gabah
Kering Giling) yang diperoleh setelah melalui proses pengeringan GKP
(Gabah Kering Panen). Angka konversi pengeringan gabah dari GKP ke
GKG hasil Survei Konversi Gabah ke Beras tahun 2018 secara nasional
sebesar 83,38 persen. Jika dibandingkan dengan tahun 2005-2007 (86,02
persen), terjadi penurunan sebesar 2,64 poin.
Gambar 32. Perkembangan Angka Konversi GKP ke GKG (Persen), 2005-
2007, 2012, dan 2018
86,02% 83,12% 83,38%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Survei Tahun 2005-2007 Survei Tahun 2012 Survei Tahun 2018
BAB 4 ANGKA KONVERSI
https:
//www.b
ps.go.id
62| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
Hasil Survei Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018 juga
menunjukkan bahwa variasi angka konversi GKP ke GKG antarprovinsi
cukup tinggi. Pada Gambar 33, Provinsi Nusa Tenggara Timur tercatat
memiliki angka konversi GKP ke GKG paling tinggi, yakni sebesar 89,39
persen sedangkan angka konversi GKP ke GKG terendah terjadi di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yakni sebesar 74,12 persen. Hampir
sebagian besar provinsi-provinsi di Indonesia memiliki angka konversi
GKP ke GKG di atas rata-rata nasional yakni sebanyak 21 provinsi.
Sementara itu, 13 provinsi lainnya memiliki angka konversi GKP ke
GKG di bawah rata-rata nasional.
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|63
Gambar 33. Angka Konversi GKP ke GKG Menurut Provinsi
(Persen)
Kep. Bangka Belitung
Maluku Utara
DI Yogyakarta
Kalimantan Utara
Jawa Barat
Maluku
Jawa Tengah
Kep. Riau
Lampung
Nusa Tenggara Barat
Banten
Jawa Timur
Sulawesi Tenggara
Nasional
Sulawesi Selatan
Sulawesi Barat
DKI Jakarta
Papua
Gorontalo
Bali
Jambi
Bengkulu
Kalimantan Barat
Papua Barat
Sumatera Utara
Kalimantan Tengah
Sulawesi Tengah
Sumatera Selatan
Sulawesi Utara
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sumatera Barat
Aceh
Riau
Nusa Tenggara Timur
74,12%
80,46%
80,87%
81,63%
81,99%
82,19%
82,60%
82,73%
82,92%
83,00%
83,04%
83,17%
83,37%
83,38%
83,81%
83,98%
84,12%
84,21%
84,25%
84,56%
84,76%
85,47%
85,54%
85,68%
85,74%
85,76%
85,79%
85,86%
86,04%
86,28%
86,67%
86,86%
87,86%
88,76%
89,39%
https:
//www.b
ps.go.id
64| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
Lokasi pengeringan dan penggunaan alas selama proses
pengeringan akan memengaruhi besaran angka konversi GKP ke GKG
dan kualitas GKG. Gabah yang dikeringkan di lokasi khusus seperti
lamporan bata atau semen dan menggunakan alas umumnya akan
menghasilkan angka konversi GKP ke GKG yang lebih tinggi dan
kualitas GKG yang lebih baik dibanding gabah yang dikeringkan bukan
pada lokasi khusus dan tidak menggunakan alas. Hal ini disebabkan
proses pengeringan berlangsung lebih merata dan kehilangan gabah
selama proses pengeringan akibat tercecer atau dimakan ternak/unggas
dapat dikurangi.
Tabel 10. Persentase Responden dan Angka Konversi GKP ke GKG
menurut Cara Pengeringan, Lokasi Pengeringan Utama, dan Penggunaan
Alas
Cara Pengeringan Responden (%) Konversi GKP ke GKG (%)
Sinar Matahari 99,95 83,38
Mesin Pengering 0,05 80,25
Lokasi Pengeringan Utama Responden (%) Konversi GKP ke GKG (%)
Lahan Sekitar Sawah 12,89 82,74
Lahan Sekitar Rumah 64,74 83,29
Lamporan Semen 13,13 84,25
Lamporan Bata 0,37 84,66
Pinggir Jalan Umum 7,37 83,75
Lainnya 1,50 83,32
Penggunaan Alas Responden (%) Konversi GKP ke GKG (%)
Menggunakan Alas 87,41 83,31
Tidak Menggunakan Alas 12,59 83,89
Sebagaimana tersaji pada Tabel 10, angka konversi GKP ke GKG
yang paling tinggi terjadi pada rumah tangga pertanian yang
mengeringkan gabah dengan memanfaatkan mesin pengering yaitu
sebesar 84,30 persen. Pengeringan gabah dengan memanfaatkan mesin
pengering ternyata memberikan penyusutan kadar air yang lebih rendah
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|65
dibanding pengeringan gabah dengan sinar matahari. Hal ini terkait
dengan intensitas mesin pengering, ketebalan gabah, dan frekuensi
pembalikannya. Semakin tebal gabah dan semakin rendah frekuensi
pembalikan dapat berakibat pada semakin rendah susutnya air pada
gabah dan semakin tinggi pula angka konversi GKP ke GKG.
Selanjutnya, pengeringan gabah di lamporan bata menghasilkan
konversi GKP ke GKG yang tertinggi menurut lokasi pengeringan utama
yakni sebesar 84,29 persen. Umumnya, masyarakat di Indonesia
memanfaatkan sela-sela jalan umum sebagai lokasi pengeringan gabah.
Permukaan yang rata dan lokasi yang dilapisi semen atau aspal dapat
menyerap panas dengan baik sehingga cocok digunakan sebagai lokasi
pengeringan gabah. Hanya saja, lokasi yang berdekatan dengan jalan
umum juga dapat berakibat pada kurang efektifnya pengeringan sehingga
berdampak pada angka konversi GKP ke GKG. Berdasarkan tabel
tersebut juga terlihat bahwa dengan menggunakan alas dapat
meminimalisir hilangnya kadar susut air pada gabah. Konversi GKP ke
GKG pada gabah yang dikeringkan dengan menggunakan alas (83,31
persen) dibanding gabah yang dikeringkan tanpa alas (83,84 persen).
Data yang disajikan pada Tabel 10 sekaligus memperlihatkan
karakteristik rumah tangga pertanian yang melakukan pengeringan gabah
di Indonesia. Mayoritas rumah tangga di Indonesia melakukan
pengeringan gabah dengan memanfaatkan sinar matahari (99,95 persen),
lokasi utama pengeringan gabah adalah di sekitar rumah (64,74 persen)
dan umumnya menggunakan alas untuk wadah gabah (87,41 persen).
https:
//www.b
ps.go.id
66| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
4.2 Konversi Gabah Kering Giling (GKG) ke Beras
Secara nasional, angka konversi GKG ke beras berdasarkan hasil
Survei Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018 adalah sebesar 64,02
persen. Angka ini meningkat sebesar 1,17 persen dibanding hasil survei
tahun 2012, dan meningkat sebesar 1,28 persen dibanding hasil survei
tahun 2005-2007.
Gambar 34. Perkembangan Angka Konversi GKG ke Beras berdasarkan
Hasil Survei Tahun 2005-2007, 2012, dan 2018
Pada laporan ini, angka konversi GKG ke beras dibedakan
menurut bentuk gabah yang digiling, umur mesin, dan jumlah fase
penggilingan (polising) yang dilakukan. Dilihat dari bentuk gabah yang
digiling, pada Tabel 11 terlihat bahwa angka konversi GKG ke beras
(rendemen) gabah ke beras berkisar di angka 63 persen untuk semua jenis
bentuk gabah. Nilai rendemen tertinggi terjadi pada gabah yang digiling
dengan bentuk bulat yaitu sebesar 64,22 persen. Sementara itu, nilai
rendemen terendah terjadi pada gabah campuran yaitu sebesar 63,97
persen.
62,74% 62,85% 64,02%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Survei Tahun 2005-2007 Survei Tahun 2012 Survei Tahun 2018
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|67
Tabel 11. Angka Konversi GKG ke Beras menurut Bentuk Gabah
yang Digiling
Bentuk Gabah yang Digiling Rendemen Penggilingan (%)
Bulat 64,22
Panjang 64,02
Campuran 63,97
Sementara itu, Tabel 12 menunjukkan bahwa angka konversi
GKG ke beras berbanding terbalik dengan umur mesin penggilingan yang
dioperasikan. Semakin tua umur mesin penggilingan yang digunakan,
maka tingkat efektivitas/efisiensi mesin juga akan semakin rendah
sehingga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap angka konversi GKG
ke beras yang juga semakin rendah. Berdasarkan survei diperoleh hasil
bahwa persentase rendeman penggilingan terendah sebesar 63,82 persen
terjadi pada usaha penggilingan yang menggunakan mesin dengan umur
antara 1-2 tahun. Selain itu, mayoritas usaha penggilingan di Indonesia
ternyata menggunakan mesin penggilingan yang sudah berumur tua yaitu
diatas 10 tahun.
Tabel 12. Persentase Responden dan Besarnya Angka Konversi GKG ke
Beras (Rendemen Penggilingan) menurut Umur Mesin
Penggilingan
Umur Mesin
(Tahun)
Persentase
Responden
(%)
Rendemen
Penggilingan
(%)
1-2 5,31 63,82
3-5 17,21 64,15 6-10 29,31 63,97 > 10 48,16 64,03
Selanjutnya, Tabel 13 memperlihatkan bahwa dengan semakin
banyaknya fase penggilingan (polishing) yang dilalui gabah maka tingkat
rendemen gabah ke beras juga akan semakin rendah. Pada umumnya
dengan melalui lebih banyak tahapan polishing maka warna beras yang
dihasilkan akan semakin putih bersih. Dengan tampilan yang semakin
menarik tentu saja dapat meningkatkan minat konsumen membeli beras.
https:
//www.b
ps.go.id
68| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
Namun dibalik itu, kualitas beras yang dihasilkan melalui tahapan
polishing berkali-kali justru lebih rendah dan dapat merugikan usaha
penggilingan karena rendemen yang dihasilkan dari gabah ke beras
menjadi lebih rendah. Hal tersebut dapat terlihat dari survei yang
menunjukkan hasil bahwa dengan melalui 2 fase penggilingan, rendemen
yang diperoleh lebih rendah sebesar 0,14 persen yaitu sebesar 63,97
persen dibanding gabah yang hanya mengalami 1 fase penggilingan.
Tabel 13. Persentase Rendemen Penggilingan menurut Jumlah Fase
Penggilingan
Fase Penggilingan Rendemen Penggilingan
(%)
1 Phase 64,11
2 Phase 63,97
Hasil Survei Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018 juga
menunjukkan bahwa variasi angka konversi GKG ke beras antar provinsi
cukup tinggi. Gambar 35 menunjukkan bahwa Provinsi Papua Barat
memiliki angka konversi tertinggi, yakni sebesar 66,70 persen.
Sebaliknya, provinsi dengan angka konversi terendah sebesar 61,99
persen terjadi di Provinsi Gorontalo. Selisih angka konversi yang terjadi
antara Provinsi Gorontalo dengan Provinsi DKI Jakarta mencapai 3,45
persen. Selain itu, hasil survei juga menunjukkan bahwa mayoritas
provinsi di Indonesia memiliki angka konversi GKG ke beras di bawah
rata-rata nasional. Gambar 35 menunjukkan bahwa terdapat 20 provinsi
dari 34 provinsi di Indonesia yang memiliki angka konversi GKG ke
beras di bawah rata-rata nasional atau dibawah 64 persen.
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|69
Gambar 35. Angka Konversi GKG ke Beras menurut Provinsi (Persen)
61,99%
62,13%
62,17%
62,38%
62,61%
63,06%
63,23%
63,23%
63,39%
63,53%
63,68%
63,71%
63,71%
63,75%
63,75%
63,76%
63,82%
63,84%
63,94%
63,95%
64,02%
64,10%
64,11%
64,22%
64,28%
64,57%
65,03%
65,44%
65,53%
65,68%
65,69%
65,80%
65,81%
65,94%
66,70%
58% 60% 62% 64% 66% 68%
Gorontalo
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Utara
Bali
DI Yogyakarta
Banten
Nusa Tenggara Barat
Papua
Kep. Riau
Sumatera Utara
Sulawesi Selatan
Riau
Sumatera Selatan
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Barat
Lampung
Jawa Tengah
Bengkulu
Aceh
Indonesia
Jawa Timur
Jawa Barat
Jambi
Sumatera Barat
Kalimantan Timur
Nusa Tenggara Timur
DKI Jakarta
Sulawesi Tengah
Kalimantan Barat
Kalimantan Selatan
Kep. Bangka Belitung
Kalimantan Utara
Kalimantan Tengah
Papua Barat
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|71
Survei Konversi Gabah ke Beras 2018 didesain untuk menghasilkan
sampel yang memenuhi kaidah pemilihan sampel berpeluang (probability
sampling) sehingga estimasi parameter populasi (inferensia) dapat
dilakukan. Alokasi sampel kabupaten dan sampel rumah tangga
ditentukan dengan dasar alokasi yang sesuai dengan teori statistik.
Namun, selama pelaksanaannya ditemui beberapa kendala yang menuntut
ditetapkannya beberapa keputusan sebagai berikut:
5.1 Konversi Gabah Kering Panen (GKP) ke Gabah Kering Giling
(GKG)
Kendala yang dihadapi pada survei konversi GKP ke GKG antara
lain:
1. Keterbatasan alat pengukur kadar air (moisture tester).
Dengan adanya keterbatasan alat, sehingga salah satu solusi yang
diambil adalah dengan memanfaatkan alat pengukur kadar air lain
seperti milik Seksi Distribusi dan Jasa atau milik Dinas Pertanian.
Salah satu resiko dari penggunaan alat yang beragam adalah
ketidakseragaman skala pengukuran maupun kalibrasi alat yang
digunakan.
2. Perbedaan perlakuan hasil panen sebelum dirontokkan.
Pengukuran konversi idealnya dilakukan segera pada padi yang
dirontokkan setelah pemanenan. Hal ini sesuai dengan perlakuan
pada pengukuran produktivitas Survei Ubinan, yaitu menimbang
padi/gabah yang dipanen dalam bentuk GKP yang hasilnya dalam
bentuk data produksi Gabah Kering Giling (GKG). Kenyataannya,
kebiasaan panen di beberapa wilayah berbeda-beda. Misalnya, di
beberapa provinsi ditemukan bahwa padi hasil panen tidak segera
dirontok, tetapi dibiarkan terjemur sambil menunggu proses panen
selesai. Akibatnya, padi yang dirontok sudah lebih kering yang
BAB 5 CATATAN ANALISIS DATA
https:
//www.b
ps.go.id
72| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
mengakibatkan angka konversi GKP ke GKG lebih tinggi
dibanding provinsi lain.
5.2 Konversi GKG ke Beras
Kendala yang dihadapi pada survei konversi GKG ke Beras antara
lain:
1. Pengukuran rendemen penggilingan dirancang dengan
menggunakan sampel minimal 100 kg. Dalam pelaksanaannya,
jumlah sampel tersebut sulit dicapai mengingat sebagian besar
usaha penggilingan tergolong usaha Penggilingan Padi Kecil
(PPK) yang menggiling gabah yang berasal dari rumah tangga
dengan berat kurang dari 100 kg. Validasi dalam pengolahan
menetapkan data digunakan dalam penghitungan jika beras yang
dihasilkan dari hasil penggilingan minimal 25 kg.
2. Alat penimbang yang digunakan berskala kecil sehingga untuk
sampel besar penimbangan dilakukan beberapa kali.
3. Keterbatasan alat pengukur kadar air sehingga penggunaannya
harus secara bergilir.
4. Penghitungan angka konversi GKG ke Beras hanya
mengikutsertakan data dari 14.154 sampel usaha penggilingan,
atau sekitar 83,04 persen dari total target sampel usaha
penggilingan. Realisasi pengolahan yang kurang dari 100 persen
dikarenakan usaha penggilingan yang terpilih sebagai sampel
sudah tidak beroperasi lagi (tutup) atau sementara tidak beroperasi
ketika pencacahan dilakukan. Realisasi pengolahan yang kurang
dari 100 persen juga disebabkan isian kuesioner yang tidak
memenuhi syarat untuk dilakukan penghitungan angka konversi
GKG ke Beras (khususnya keterangan mengenai hasil pengukuran
kadar dan penimbangan berat gabah/beras) meskipun sampel
usaha penggilingan berhasil dicacah.
5. Sampel SKGB belum mencakup proses pengeringan dan
penggilingan yang dilakukan langsung dengan mesin/robot.
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|75
Lampiran 1. Angka Konversi, Standard Error, Relative Standard Error, dan
Design Effect GKP ke GKG menurut Provinsi, 2018
Provinsi
Angka
Konversi
GKP ke GKG
(%)
Standard
Error
Relative
Standard
Error
Design
Effect
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Aceh 87,83 0,53 0,60 8,99
2. Sumatera Utara 85,74 0,31 0,37 4,63
3. Sumatera Barat 86,86 0,42 0,48 6,99
4. Riau 88,76 0,79 0,89 10,05
5 Jambi 85,11 1,23 1,45 17,30
6. Sumatera Selatan 85,86 0,40 0,46 5,46
7. Bengkulu 85,47 0,49 0,58 4,68
8. Lampung 82,92 0,38 0,46 5,87
9. Kep. Bangka Belitung 74,12 2,39 3,22 9,37
10. Kep. Riau 82,73 4,90 5,93 4,63
11. DKI Jakarta 84,12 0,57 0,68 0,39
12. Jawa Barat 81,96 0,22 0,27 4,65
13. Jawa Tengah 82,60 0,23 0,28 3,06
14. DI Yogyakarta 80,87 0,48 0,59 6,07
15. Jawa Timur 83,17 0,18 0,22 2,90
16. Banten 83,04 0,34 0,41 4,25
17. Bali 84,45 0,82 0,97 8,41
18. Nusa Tenggara Barat 83,00 0,42 0,50 5,74
19. Nusa Tenggara Timur 89,39 0,34 0,39 4,35
20. Kalimantan Barat 85,54 0,69 0,80 11,42
21. Kalimantan Tengah 85,76 0,94 1,10 11,89
22. Kalimantan Selatan 86,28 0,61 0,71 4,92
23. Kalimantan Timur 86,67 0,47 0,54 4,08
24. Kalimantan Utara 81,63 2,72 3,33 7,77
25. Sulawesi Utara 86,04 1,06 1,23 4,76
26. Sulawesi Tengah 85,79 0,66 0,76 7,13
27. Sulawesi Selatan 83,81 0,34 0,40 4,89
28. Sulawesi Tenggara 83,37 0,67 0,81 8,98
29. Gorontalo 84,25 0,81 0,96 7,72
30. Sulawesi Barat 83,98 0,71 0,85 7,62
31. Maluku 82,19 0,54 0,65 1,80
32. Maluku Utara 80,46 1,66 2,06 11,87
33. Papua Barat 85,68 1,37 1,60 5,14
34. Papua 84,21 2,83 3,36 23,67
INDONESIA 83,38
https:
//www.b
ps.go.id
76| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
Lampiran 2. Persentase Responden menurut Lokasi Pengeringan, 2018
Provinsi
Lokasi Pengeringan
Lahan
sekitar
sawah
(%)
Lahan
sekitar
rumah
(%)
Lamporan
semen
(%)
Lamporan
bata (%)
Pinggir
jalan
umum (%)
Lainnya
(%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. Aceh 7,91 80,44 3,40 0,39 6,70 1,16
2. Sumatera Utara 1,23 84,98 3,96 0,02 9,05 0,77
3. Sumatera Barat 5,77 62,89 19,24 0,33 10,82 0,96
4. Riau 3,57 87,27 4,92 0,41 3,69 0,15
5. Jambi 10,47 80,14 - - 8,55 0,84
6. Sumatera Selatan 3,11 35,74 53,74 - 4,22 3,19
7. Bengkulu 10,35 77,27 5,19 - 3,69 3,50
8. Lampung 2,06 68,94 28,37 - 0,52 0,12
9. Kep. Bangka Belitung 47,80 51,13 - - - 1,07
10. Kep. Riau 30,75 50,78 5,67 - 12,79 -
11. DKI Jakarta 11,23 75,09 - - - 13,68
12. Jawa Barat 23,64 62,21 6,68 0,86 5,55 1,06
13. Jawa Tengah 13,55 61,93 13,48 0,32 8,52 2,20
14. DI Yogyakarta 9,29 67,74 8,86 0,22 12,06 1,82
15. Jawa Timur 3,39 63,78 22,23 0,43 9,23 0,94
16. Banten 24,22 66,77 2,77 0,04 4,32 1,89
17. Bali 20,99 43,62 26,46 0,35 7,31 1,27
18. NTB 17,95 65,38 7,45 0,03 7,25 1,94
19. NTT 16,34 80,23 0,14 - 0,70 2,60
20. Kalimantan Barat 10,42 83,86 0,18 - 2,41 3,13
21. Kalimantan Tengah 17,71 75,00 - - 6,70 0,59
22. Kalimantan Selatan 15,30 70,64 0,08 - 11,60 2,37
23. Kalimantan Timur 18,84 62,32 1,53 - 9,09 8,22
24. Kalimantan Utara 28,43 50,38 1,15 - 20,05 -
25. Sulawesi Utara 5,03 20,22 67,14 0,42 7,19 -
26. Sulawesi Tengah 10,32 30,20 51,92 - 3,91 3,65
27. Sulawesi Selatan 13,67 68,64 3,56 0,06 12,44 1,64
28. Sulawesi Tenggara 7,57 62,97 11,61 0,02 17,84 -
29. Gorontalo 0,19 3,75 95,83 0,23 - -
30. Sulawesi Barat 11,04 48,16 36,54 - 4,08 0,17
31. Maluku 39,09 57,60 2,25 - 1,07 -
32. Maluku Utara 32,40 34,79 16,85 0,59 14,72 0,65
33. Papua 5,45 89,38 1,89 - 3,28 -
34. Papua Barat 9,31 90,33 - - 0,36 -
INDONESIA 12,89 64,74 13,13 0,37 7,37 1,50
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|77
Lampiran 3. Persentase Responden menurut Penggunaan Alas Selama
Proses Pengeringan, 2018
Provinsi
Penggunaan Alas
Menggunakan
Alas (%)
Tidak
Menggunakan
Alas (%)
(1) (2) (3)
1. Aceh 97,40 2,60 2. Sumatera Utara 94,37 5,63 3. Sumatera Barat 78,35 21,65 4. Riau 98,64 1,36 5. Jambi 98,49 1,51 6. Sumatera Selatan 46,39 53,61 7. Bengkulu 96,56 3,44 8. Lampung 74,01 25,99 9. Kep. Bangka Belitung 100,00 - 10. Kep. Riau 100,00 - 11. DKI Jakarta 97,07 2,93 12. Jawa Barat 95,09 4,91 13. Jawa Tengah 87,14 12,86 14. DI Yogyakarta 90,86 9,14 15. Jawa Timur 78,02 21,98 16. Banten 96,39 3,61 17. Bali 73,95 26,05 18. NTT 94,22 5,78 19. Kalimantan Barat 99,97 0,03 20. Kalimantan Tengah 97,15 2,85 21. Kalimantan Selatan 99,59 0,41 22. Kalimantan Timur 99,02 0,79 23. Kalimantan Utara 95,43 4,57 24. Sulawesi Utara 99,45 0,55 25. Sulawesi Utara 37,58 62,42 26. Sulawesi Tengah 48,82 51,18 27. Sulawesi Selatan 96,83 3,17 28. Sulawesi Tenggara 87,61 12,39 29. Gorontalo 3,73 96,27 30. Sulawesi Barat 64,27 35,73 31. Maluku 98,04 1,96 32. Maluku Utara 71,77 28,23 33. Papua Barat 98,84 1,16 34. Papua 100,00 - INDONESIA 87,41 12,59
https:
//www.b
ps.go.id
78| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
Lampiran 4. Persentase Responden menurut Provinsi dan Kadar Air
Gabah Sebelum Pengeringan, 2018
Provinsi
Kadar Air Gabah Sebelum Pengeringan
< 14
(%)
15 – 20
(%)
21-25
(%)
26-30
(%)
> 30
(%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Aceh 1,88 63,00 29,29 5,21 0,62
2. Sumatera Utara 0,68 23,35 45,61 23,49 6,87
3. Sumatera Barat 4,33 40,68 42,44 10,34 2,21
4. Riau 3,09 77,64 16,60 2,62 0,05
5. Jambi 1,18 44,28 39,88 14,00 0,66
6. Sumatera Selatan 1,01 39,38 45,11 13,06 1,43
7. Bengkulu 1,62 66,07 28,25 3,99 0,06
8. Lampung 0,03 15,39 53,68 25,72 5,18
9. Kapulauan Babel 0,54 30,07 20,56 37,36 11,47
10. Kep Riau 2,95 40,75 38,02 12,60 5,67
11. DKI Jakarta - - 8,39 91,61 -
12. Jawa Barat - 15,23 37,21 34,06 13,50
13. Jawa Tengah 0,31 18,81 49,82 26,05 5,01
14. DI Yogyakarta - 6,19 43,69 39,24 10,88
15. Jawa Timur - 11,53 46,23 33,34 8,89
16. Banten 0,12 17,51 48,47 32,19 1,71
17. Bali 0,04 20,00 62,79 12,18 4,99
18. NTB 0,14 21,06 46,49 19,84 12,48
19. NTT 6,48 61,83 28,94 2,75 -
20. Kalimantan Barat 5,53 75,57 18,44 0,47 -
21. Kalimantan Tengah 1,04 69,77 26,98 2,09 0,12
22. Kalimantan Selatan 5,70 67,24 25,91 0,69 0,45
23. Kalimantan Timur 0,97 37,89 50,57 9,76 0,81
24. Kalimantan Utara 14,67 57,78 20,11 2,12 5,31
25. Sulawesi Utara - 39,56 31,37 27,29 1,79
26. Sulawesi Tengah 0,89 35,41 55,62 7,16 0,92
27. Sulawesi Selatan 0,27 16,81 59,39 22,75 0,79
28. Sulawesi Tenggara - 19,21 64,92 12,57 3,30
29. Gorontalo 0,08 25,77 59,78 13,09 1,28
30. Sulawesi Barat 0,79 12,31 50,97 29,69 6,23
31. Maluku 0,50 15,51 62,51 17,91 3,58
32. Maluku Utara - 10,14 44,76 36,29 8,82
33. Papua Barat - 29,21 34,59 27,95 8,26
34. Papua - 43,18 41,90 11,56 3,36
INDONESIA 0,60 22,04 43,85 26,29 7,23
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|79
Lampiran 5. Persentase Responden menurut Provinsi dan Kadar Air
Gabah Setelah Pengeringan, 2018
Provinsi
Kadar Air Gabah Setelah Pengeringan
< 12
(%)
12 – 14
(%)
> 14
(%)
(1) (2) (3) (4)
1. Aceh 37,38 45,12 17,50 2. Sumatera Utara 37,32 44,92 17,75 3. Sumatera Barat 54,54 29,32 16,15 4. Riau 41,19 17,29 41,53 5. Jambi 38,31 44,56 17,12 6. Sumatera Selatan 57,30 34,56 8,14 7. Bengkulu 65,62 28,73 5,65 8. Lampung 30,02 53,62 16,36 9. Kapulauan Babel 62,90 31,18 5,92 10. Kep Riau 73,34 26,66 - 11. DKI Jakarta - 83,91 16,09 12. Jawa Barat 11,28 52,60 36,12 13. Jawa Tengah 32,33 46,73 20,95 14. DI Yogyakarta 71,05 24,39 4,56 15. Jawa Timur 44,56 42,98 12,46 16. Banten 15,39 46,67 37,94 17. Bali 45,25 39,24 15,51 18. NTB 36,33 47,99 15,68 19. NTT 31,06 43,93 25,01 20. Kalimantan Barat 54,36 32,42 13,21 21. Kalimantan Tengah 48,58 39,16 12,26 22. Kalimantan Selatan 35,16 39,32 25,52 23. Kalimantan Timur 30,34 46,94 22,72 24. Kalimantan Utara 52,95 31,06 15,99 25. Sulawesi Utara 86,01 13,53 0,46 26. Sulawesi Tengah 59,38 36,98 3,64 27. Sulawesi Selatan 42,98 41,67 15,35 28. Sulawesi Tenggara 71,04 27,60 1,36 29. Gorontalo 73,84 23,77 2,39 30. Sulawesi Barat 53,10 34,86 12,04 31. Maluku 38,96 37,37 23,67 32. Maluku Utara 74,71 18,94 6,34 33. Papua Barat 84,21 14,08 1,70 34. Papua 27,81 61,60 10,58 INDONESIA 33,46 45,16 21,38
https:
//www.b
ps.go.id
80| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
Lampiran 6. Contoh Kuesioner Survei Konversi GKP ke GKG Tahun
2018
https:
//www.b
ps.go.id
84| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
Lampiran 7. Angka Konversi, Standard Error, Relative Standard Error, dan
Design Effect GKG ke Beras menurut Provinsi, 2018
Provinsi
Angka
Konversi
GKG ke
Beras (%)
Standard
Error
Relative
Standard
Error
Design
Effect
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Aceh 63,95 0,27 0,43 1,06
2. Sumatera Utara 63,68 0,26 0,40 1,31
3. Sumatera Barat 64,28 0,32 0,50 1,53
4. Riau 63,71 0,32 0,51 1,11
5 Jambi 64,22 0,28 0,44 1,15
6. Sumatera Selatan 63,75 0,19 0,30 1,07
7. Bengkulu 63,94 0,25 0,39 0,82
8. Lampung 63,82 0,18 0,28 1,12
9. Kep. Bangka Belitung 65,80 0,84 1,27 4,61
10. Kep. Riau 63,53 1,63 2,57 0,55
11. DKI Jakarta 65,44 1,50 2,29 1,08
12. Jawa Barat 64,11 0,22 0,34 4,38
13. Jawa Tengah 63,84 0,17 0,27 2,10
14. DI Yogyakarta 63,06 0,31 0,49 1,03
15. Jawa Timur 64,10 0,26 0,41 4,37
16. Banten 63,23 0,17 0,27 1,23
17. Bali 62,61 0,32 0,50 1,58
18. Nusa Tenggara Barat 63,23 0,33 0,52 1,62
19. Nusa Tenggara Timur 65,03 0,29 0,44 1,05
20. Kalimantan Barat 65,68 0,23 0,36 1,61
21. Kalimantan Tengah 65,94 0,29 0,44 1,44
22. Kalimantan Selatan 65,69 0,25 0,38 1,13
23. Kalimantan Timur 64,57 0,36 0,55 1,42
24. Kalimantan Utara 65,81 2,27 3,46 8,26
25. Sulawesi Utara 62,38 0,38 0,61 1,89
26. Sulawesi Tengah 65,53 0,26 0,39 0,93
27. Sulawesi Selatan 63,71 0,18 0,29 1,40
28. Sulawesi Tenggara 63,75 0,33 0,52 1,32
29. Gorontalo 61,99 0,50 0,81 2,47
30. Sulawesi Barat 63,76 0,26 0,41 1,26
31. Maluku 62,17 0,50 0,81 1,61
32. Maluku Utara 62,13 1,11 1,78 2,20
33. Papua Barat 66,70 0,55 0,82 0,25
34. Papua 63,39 2,31 3,65 15,81
INDONESIA 64,02
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|85
Lampiran 8. Persentase Usaha Penggilingan menurut Provinsi dan Skala
Usaha Penggilingan, 2018
Provinsi Skala Penggilingan
PPK (%) PPM (%) PPB(%)
(1) (2) (3) (4)
1. Aceh 82,53 15,39 2,08
2. Sumatera Utara 89,59 8,92 1,49
3. Sumatera Barat 89,77 8,63 1,60
4. Riau 99,19 0,81 -
5 Jambi 91,00 9,00 -
6. Sumatera Selatan 91,40 8,36 0,24
7. Bengkulu 99,43 0,57 -
8. Lampung 91,18 8,30 0,52
9. Kep. Bangka Belitung 91,23 8,77 -
10. Kep. Riau 75,00 25,00 -
11. DKI Jakarta 100,00 - -
12. Jawa Barat 89,98 9,47 0,55
13. Jawa Tengah 89,90 9,52 0,58
14. DI Yogyakarta 97,87 1,49 0,65
15. Jawa Timur 94,89 4,58 0,53
16. Banten 94,55 5,45 -
17. Bali 95,82 3,88 0,30
18. Nusa Tenggara Barat 95,15 4,14 0,72
19. Nusa Tenggara Timur 96,36 3,64 -
20. Kalimantan Barat 94,61 5,09 0,30
21. Kalimantan Tengah 100,00 - -
22. Kalimantan Selatan 94,27 5,17 0,56
23. Kalimantan Timur 95,82 3,95 0,23
24. Kalimantan Utara 98,15 1,85 -
25. Sulawesi Utara 90,11 9,59 0,30
26. Sulawesi Tengah 87,42 11,59 0,99
27. Sulawesi Selatan 84,98 12,15 2,87
28. Sulawesi Tenggara 85,72 13,12 1,16
29. Gorontalo 99,44 0,56 -
30. Sulawesi Barat 89,14 10,51 0,35
31. Maluku 100,00 - -
32. Maluku Utara 98,91 1,09 -
33. Papua Barat 98,72 1,28 -
34. Papua 89,52 10,20 0,28
INDONESIA 91,44 7,80 0,76
https:
//www.b
ps.go.id
86| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
Lampiran 9. Persentase Usaha Penggilingan menurut Provinsi dan Status
Badan Hukum, 2018
Provinsi
Bentuk Badan Hukum
PT (Persero)/
PN/ BUMN/
BUMD (%)
PT (%) CV (%) Firma (%)
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Aceh 1,42 0,07 2,79 0,32
2. Sumatera Utara 1,86 0,02 0,37 0,13
3. Sumatera Barat 0,58 0,34 0,24 0,07
4. Riau 1,85 0,47 0,11 -
5 Jambi 0,51 - - -
6. Sumatera Selatan 1,16 - 0,13 -
7. Bengkulu 0,70 - 0,62 -
8. Lampung 1,64 0,05 0,19 0,22
9. Kep. Bangka Belitung - - - -
10. Kep. Riau - - - -
11. DKI Jakarta - - - -
12. Jawa Barat 0,43 0,05 0,93 -
13. Jawa Tengah 0,77 0,03 0,28 -
14. DI Yogyakarta 0,84 0,28 - -
15. Jawa Timur 0,63 0,05 0,37 1,29
16. Banten 1,33 0,26 0,06 0,15
17. Bali 1,11 - 0,30 -
18. Nusa Tenggara Barat 0,41 - 1,16 -
19. Nusa Tenggara Timur 0,67 0,03 2,09 -
20. Kalimantan Barat 0,51 0,03 0,79 -
21. Kalimantan Tengah - - - -
22. Kalimantan Selatan 1,10 - 0,22 -
23. Kalimantan Timur 0,94 0,65 - -
24. Kalimantan Utara 1,06 - 0,26 -
25. Sulawesi Utara 1,18 0,96 - -
26. Sulawesi Tengah 0,68 0,45 0,90 -
27. Sulawesi Selatan 1,38 0,44 0,17 -
28. Sulawesi Tenggara - 0,24 2,21 -
29. Gorontalo 0,26 - - -
30. Sulawesi Barat - - 0,23 -
31. Maluku - - - -
32. Maluku Utara - - - -
33. Papua Barat - - 1,28 -
34. Papua - - - -
INDONESIA 0,81 0,11 0,55 0,25
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|87
Lampiran 9. Persentase Usaha Penggilingan menurut Provinsi dan Status
Badan Hukum, 2018 (lanjutan)
Provinsi Bentuk Badan Hukum
Koperasi (%) Perorangan (%) Lainnya (%)
(1) (2) (3) (4)
1. Aceh 1,09 91,83 2,48
2. Sumatera Utara 0,32 94,58 2,71
3. Sumatera Barat 1,13 97,57 0,07
4. Riau 2,61 89,77 5,20
5 Jambi - 97,21 2,28
6. Sumatera Selatan 0,52 94,22 3,97
7. Bengkulu 0,09 85,18 13,41
8. Lampung 0,20 95,67 2,04
9. Kep. Bangka Belitung - 90,79 9,21
10. Kep. Riau - 50,00 50,00
11. DKI Jakarta - 100,00 -
12. Jawa Barat 0,25 96,14 2,20
13. Jawa Tengah 1,09 84,37 13,46
14. DI Yogyakarta 0,63 94,28 3,97
15. Jawa Timur 0,47 90,19 7,00
16. Banten 0,50 94,40 3,31
17. Bali 2,17 87,35 9,07
18. Nusa Tenggara Barat 1,01 94,06 3,35
19. Nusa Tenggara Timur 0,89 95,31 1,01
20. Kalimantan Barat 0,01 98,22 0,44
21. Kalimantan Tengah 0,04 98,41 1,55
22. Kalimantan Selatan 1,36 91,66 5,66
23. Kalimantan Timur 1,24 92,64 4,53
24. Kalimantan Utara 0,26 89,15 9,26
25. Sulawesi Utara 0,22 96,58 1,06
26. Sulawesi Tengah 2,26 92,17 3,55
27. Sulawesi Selatan 0,93 95,74 1,35
28. Sulawesi Tenggara 0,48 77,52 19,55
29. Gorontalo 0,83 97,15 1,77
30. Sulawesi Barat - 99,77 -
31. Maluku - 100,00 -
32. Maluku Utara - 80,85 19,15
33. Papua Barat 5,11 79,27 14,34
34. Papua - 26,91 73,09
INDONESIA 0,64 92,58 5,07
https:
//www.b
ps.go.id
88| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
Lampiran 10. Persentase Usaha Penggilingan menurut Provinsi dan Tipe
Penyosoh Mesin Penggilingan yang Digunakan, 2018
Provinsi Tipe Penyosoh
Abrasif (%) Friksi (%)
(1) (2) (3)
1. Aceh 38,32 61,68
2. Sumatera Utara 37,08 62,92
3. Sumatera Barat 40,67 59,33
4. Riau 33,02 66,98
5 Jambi 35,05 64,95
6. Sumatera Selatan 18,06 81,94
7. Bengkulu 20,85 79,15
8. Lampung 23,71 76,29
9. Kep. Bangka Belitung 1,19 98,81
10. Kep. Riau - 100,00
11. DKI Jakarta 77,78 22,22
12. Jawa Barat 43,62 56,38
13. Jawa Tengah 24,41 75,59
14. DI Yogyakarta 10,63 89,37
15. Jawa Timur 20,06 79,94
16. Banten 5,36 94,64
17. Bali 38,67 61,33
18. Nusa Tenggara Barat 13,97 86,03
19. Nusa Tenggara Timur 19,80 80,20
20. Kalimantan Barat 17,08 82,92
21. Kalimantan Tengah 12,53 87,47
22. Kalimantan Selatan 12,86 87,14
23. Kalimantan Timur 17,62 82,38
24. Kalimantan Utara 37,95 62,05
25. Sulawesi Utara 34,07 65,93
26. Sulawesi Tengah 32,75 67,25
27. Sulawesi Selatan 31,62 68,38
28. Sulawesi Tenggara 47,04 52,96
29. Gorontalo 29,96 70,04
30. Sulawesi Barat 59,04 40,96
31. Maluku - 100,00
32. Maluku Utara 51,42 48,58
33. Papua Barat 8,95 91,05
34. Papua - 100,00
INDONESIA 28,06 71,94
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|89
Lampiran 11. Persentase Usaha Penggilingan menurut Provinsi dan Kadar
Air Gabah Sebelum Penggilingan, 2018
Provinsi
Kadar Air Gabah Sebelum Penggilingan
< 12
(%)
12-14
(%)
> 14
(%)
(1) (2) (3) (4)
1. Aceh 42,43 39,15 18,42
2. Sumatera Utara 39,66 50,01 10,33
3. Sumatera Barat 53,07 40,47 6,46
4. Riau 44,24 21,14 34,62
5 Jambi 48,61 36,81 14,58
6. Sumatera Selatan 36,72 48,75 14,53
7. Bengkulu 71,45 25,92 2,63
8. Lampung 26,50 51,80 21,70
9. Kep. Bangka Belitung 57,06 22,59 20,36
10. Kep. Riau 25,00 37,50 37,50
11. DKI Jakarta - 44,44 55,56
12. Jawa Barat 9,68 45,13 45,19
13. Jawa Tengah 24,13 52,27 23,60
14. DI Yogyakarta 35,90 49,23 14,87
15. Jawa Timur 34,62 50,81 14,57
16. Banten 10,80 39,64 49,56
17. Bali 51,43 40,53 8,04
18. Nusa Tenggara Barat 39,35 49,85 10,80
19. Nusa Tenggara Timur 37,74 38,28 23,98
20. Kalimantan Barat 43,95 36,45 19,61
21. Kalimantan Tengah 45,58 39,90 14,52
22. Kalimantan Selatan 28,69 45,92 25,39
23. Kalimantan Timur 40,01 47,40 12,58
24. Kalimantan Utara 57,94 32,07 9,98
25. Sulawesi Utara 73,23 26,69 0,07
26. Sulawesi Tengah 56,16 40,04 3,80
27. Sulawesi Selatan 40,08 48,62 11,31
28. Sulawesi Tenggara 57,14 32,59 10,27
29. Gorontalo 81,23 17,06 1,71
30. Sulawesi Barat 48,30 43,27 8,43
31. Maluku 16,15 77,89 5,96
32. Maluku Utara 68,73 27,45 3,82
33. Papua Barat 19,17 79,55 1,28
34. Papua 19,17 56,00 24,83
INDONESIA 30,32 46,40 23,28
https:
//www.b
ps.go.id
90| Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018
Lampiran 12. Realisasi Pengolahan Dokumen Survei Konversi GKG ke
Beras
Provinsi
Target Sampel
Usaha
Penggilingan
Jumlah
Dokumen
yang Diolah
Realisasi Pengolahan
Dokumen
(%)
(1) (2) (3) (4)
1. Aceh 480 524 109,17
2. Sumatera Utara 687 686 99,85
3. Sumatera Barat 655 660 100,76
4. Riau 339 313 92,33
5 Jambi 371 369 99,46
6. Sumatera Selatan 874 880 100,69
7. Bengkulu 350 350 100,00
8. Lampung 789 790 100,13
9. Kep. Bangka Belitung 105 95 90,48
10. Kep. Riau 33 8 24,24
11. DKI Jakarta 37 12 32,43
12. Jawa Barat 1720 1775 103,20
13. Jawa Tengah 1384 1348 97,40
14. DI Yogyakarta 323 323 100,00
15. Jawa Timur 1227 1206 98,29
16. Banten 806 806 100,00
17. Bali 388 401 103,35
18. Nusa Tenggara Barat 469 469 100,00
19. Nusa Tenggara Timur 595 596 100,17
20. Kalimantan Barat 973 925 95,07
21. Kalimantan Tengah 442 442 100,00
22. Kalimantan Selatan 451 451 100,00
23. Kalimantan Timur 356 306 85,96
24. Kalimantan Utara 219 172 78,54
25. Sulawesi Utara 292 279 95,55
26. Sulawesi Tengah 427 360 84,31
27. Sulawesi Selatan 1200 1196 99,67
28. Sulawesi Tenggara 349 287 82,23
29. Gorontalo 242 254 104,96
30. Sulawesi Barat 347 347 100,00
31. Maluku 94 91 96,81
32. Maluku Utara 84 74 88,10
33. Papua Barat 67 43 64,18
34. Papua 125 120 96,00
INDONESIA 17300 16958 98,22
https:
//www.b
ps.go.id
Konversi Gabah ke Beras Tahun 2018|91
Lampiran 13. Contoh Kuesioner Survei Konversi GKG ke Beras Tahun
2018
https:
//www.b
ps.go.id