Definisi Karies & Ginggivitis - Usuhttprepository.usu.Ac.idbitstream123456789226444Chapter II.pdf
-
Upload
lulu-latifa-leonita -
Category
Documents
-
view
66 -
download
5
Transcript of Definisi Karies & Ginggivitis - Usuhttprepository.usu.Ac.idbitstream123456789226444Chapter II.pdf
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karies Gigi
Karies gigi merupakan penyakit kronis yang sering terjadi pada anak-anak.
Rasa sakit pada karies yang tidak dirawat akan mempengaruhi kehadiran di sekolah,
makan dan berbicara serta pertumbuhan dan perkembangan anak. Semua anak-anak
pernah mengalami karies yang merupakan penyebab patologis hilangnya gigi pada
anak-anak (Gambar 1). Walaupun demikian, karies gigi dapat dicegah dan dirawat. 8,9
Gambar 1. Karies gigi pada anak-anak.17
2.1.1 Defenisi dan Prevalensi Karies Gigi
Karies merupakan penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan
jaringan, mulai dari permukaan gigi hingga meluas ke arah pulpa. Karies gigi yang
disebut juga lubang gigi merupakan suatu penyakit dimana bakteri merusak struktur
Universitas Sumatera Utara
jaringan gigi (enamel, dentin dan sementum). Jaringan tersebut rusak dan
menyebabkan lubang pada gigi.9,10
Tingginya prevalensi karies pada anak dapat menyebabkan masalah pada
kedokteran gigi anak. Beberapa penelitian terakhir menunjukkan angka prevalensi
karies pada gigi sulung, 40% anak-anak berumur 5 tahun di Inggris memiliki karies
pada gigi sulung mereka (Pitts 2001), 30% hingga 50% anak-anak berumur 5 tahun di
Zimbabwe memiliki karies (Frencken 1999), 56 % hingga 96 % anak-anak berumur 5
hingga 6 tahun di Hungaria mengalami karies pada gigi sulung mereka (Szoke 2000),
81% anak-anak berumur 7 tahun di Pulau Karibia (Alonge 1999), sedangkan di
Oman, 69% hingga 96% anak-anak berumur 6 tahun mengalami karies gigi sulung
(Al-Ismaily 1997).10 Di Arab Saudi, prevalensi karies pada anak-anak usia sekolah
dasar (6-12 tahun) mencapai 94,4 %.23
2.1.2 Penyebab Dan Gejala Karies Gigi
Karies tidak dapat dilepaskan dari peran plak gigi dan peran organisme yang
dominan terdapt didalamnya yitu Streptococcus mutans yang dianggap sebagai
bakteri utama penyebab terjadinya karies. Karena terjadinya karies akibat adanya
interaksi dari pejamu (permukaan gigi, saliva, pelikel), diet dan plak gigi. Plak
merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kumpulan berbagai
macam mikroorganisme pada permukaan gigi yang berada pada suatu polimer
matriks bakteri dan saliva. Dari hasil pertemuan para pakar mikrobiologi ekologi
pada konferensi yang diadakan oleh The national Institute for Dental and Craniofacial
Research disepakati bahwa plak merupakan biofilm yang terbentuk didalam rongga
mulut. 11
Universitas Sumatera Utara
Biofilm merupakan suatu agregat kompleks dari mikroorganisme yang
menempel dan berkembangbiak pada suatu permukaan jaringan keras dan lunak
rongga mulut, berisikan satu atau beberapa spesies mikroorganisme yang melekat
dengan bantuan glikokaliks. Dengan demikian plak yang disebut juga biofilm gigi
dapat idefenisikan sebagai suatu deposit lunak yang mengandung berbagai macam
kumpulan mikroorganisme pada permukaan gigi sebagai biofilm. Proses
pembentukan plak pada permukaan gigi meliputi 3 tahap. Pertama, absorbsi protein
saliva dan glikoprotein membentuk suatu lapisan tipis pada permukaan gigi yang
disebut pelikel ( acquired pellicle). Kedua, kolonisasi bakteri di dalam pelikel yang
menempel pada email gigi. Ketiga, kolonisasi sekunder akibat interaksi antara bakteri
dalam pelikel dengan bakteri lain yang ada dalam rongga mulut, yang menyebabkan
meningkatnya diversitas spesies bakteri dimana pada akhirnya terjadi matrikulasi plak
pada gigi.11 Namun, secara umum ada empat faktor yang berperan menyebabkan
karies atau lubang gigi, yakni gigi (host), bakteri (plak/agent), karbohidrat atau
sukrosa (environment) dan waktu (time).9,15 (Gambar 2)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Faktor-faktor penyebab karies.20
Sebanyak 96 % enamel gigi terdiri dari mineral. Mineral tersebut, khususnya
hidroksiapatit, akan larut jika dalam lingkungan asam. Dentin dan sementum
merupakan bagian gigi yang mudah terkena karies daripada enamel. Hal ini
dikarenakan dentin dan sementum memiliki sedikit mineral. Hilangnya mineral pada
permukaan akar gigi 2,5 kali lebih cepat dibandingkan karies pada enamel. Selain itu,
anatomi gigi juga dapat mempengaruhi pembentukan karies. Groove gigi (pit dan
fisur) yang dalam mengakibatkan gigi mudah terkena karies. Makanan yang terjebak
atau menumpuk diantara gigi (proksimal) juga dapat mempermudah terbentuknya
karies gigi. Walaupun karies proksimal tidak terlihat secara kasat mata, namun
gambaran radiografi dapat membantu untuk mendeteksi karies proksimal 8,16 (Gambar
3).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. Karies pada proksimal gigi yang berlanjut hingga karies yang melibatkan pulpa.8
Mulut terdiri dari berbagai jenis bakteri, namun hanya beberapa bakteri yang
diyakini sebagai penyebab terjadinya karies. Bakteri-bakteri tersebut antara lain
Sterptococcus mutans, Lactobacillus sp, Veillonella sp. dan Actinomyces sp. Bakteri-
bakteri tersebut berkumpul di sekitar gigi dan gingiva, lalu membentuk sebuah
lapisan biofilm yang disebut plak gigi. Selain di sekitar gigi dan gingiva, lapisan
biofilm juga dapat terbentuk di tepi tambalan atau restorasi mahkota, pesawat
ortodonsia atapun gigitiruan.8 Plak gigi merupakan faktor penyebab karies yang
utama. Hal ini dikarenakan bakteri menghasilkan asam yang dapat melarutkan
mineral gigi dan akhirnya terbentuklah karies atau lubang gigi.14-17
Makanan yang mengandung gula sangat mempengaruhi prevalensi dan
perkembangan karies gigi. Intensitas karies pada anak-anak pra sekolah dipengaruhi
oleh frekuensi konsumsi makanan yang mengandung gula. Salah satu jenis gula,
Universitas Sumatera Utara
sukrosa merupakan sumber energi bakteri dan bersifat kariogenik. Asam yang
diproduksi bakteri yang disebut dengan asam laktat merupakan hasil perubahan dari
sukrosa atau glukosa melalui proses glikolitik yang disebut dengan fermentasi.8,10-16
Asam tersebut akan menyebabkan demineralisasi dan jika terus berlanjut maka akan
menimbulkan lubang. Proses demineralisasi tergantung pada pH rongga mulut.
Biasanya sekitar 5,2 hingga 5,5. Namun, proses remineralisasi juga dapat terjadi jika
pH di sekitar gigi meninggi. Hal ini mungkin disebabkan oleh (1) kurangnya substrat
untuk metabolisme bakteri, (2) persentase bakteri kariogenik yang rendah pada plak
gigi, (3) kecepatan sekresi saliva yang meningkat, (4) kemampuan buffer pada saliva
yang tinggi, (5) adanya ion inorganik pada saliva, (6) fluoride dan (7) proses
pembersihan rongga mulut yang teratur.18
Frekuensi gigi terkena bahan kariogenik (dalam lingkungan asam) akan
mempengaruhi perkembangan karies. Setelah makan, bakteri dalam rongga mulut
mengubah gula menjadi asam yang akan menurunkan pH rongga mulut. Kemudian
pH kembali normal akibat kemampuan buffer dari saliva. Setiap terkena asam,
mineral inorganik pada permukaan gigi akan larut dan kembali larut selama 2 jam.
Perkembangan karies gigi dipengaruhi oleh frekuensi gigi terkena lingkungan asam.
Sebagai contoh, ketika gula dimakan sepanjang hari, gigi lebih mudah terkena karies
dan karies berkembang dengan cepat. Hal ini dikarenakan pH tidak kembali normal,
sehingga permukaan gigi tidak dapat diremineralisasi dan mineral yang hilang
semakin banyak.8
Disamping keempat faktor penyebab karies di atas, saliva juga mempunyai
pengaruh terhadap perkembangan karies. Kemampuan buffer pada saliva
Universitas Sumatera Utara
dihubungkan dengan perkembangan karies. Karena kemampuan buffer saliva dapat
menetralkan kembali pH rongga mulut yang asam akibat metabolisme sukrosa yang
dilakukan oleh bakteri. Adanya penyakit sistemik yang membuat volume saliva
berkurang juga dapat meningkatkan insiden terjadinya karies. Contohnya sjögren's
syndrome, diabetes mellitus, diabetes insipidus, dan sarcoidosis. Obat-obatan seperti
antihistamin and antidepresan, juga dapat mengganggu aliran saliva di rongga mulut.
Di Amerika Serikat, sebanyak 63 % obat-obatan memiliki efek samping mulut kering.
Terapi radiasi pada perawatan kepala dan leher juga dapat menggangu produksi saliva
di rongga mulut. Konsumsi tembakau pada rokok juga dapat meningkatkan risiko
terjadinya karies. Beberapa rokok ternama memiliki kandungan gula yang tinggi yang
dapat menyebabkan gigi mudah terkena karies.8
Seseorang yang mengalami karies biasanya tidak sadar atau mengetahui.
Tanda awal dari karies adalah white spot pada permukaan gigi, menunjukkan daerah
yang mengalami demineralisasi enamel. Jika demineralisasi berlanjut, maka akan
berubah menjadi warna kecoklatan dan mulai berlubang. Sebuah brown spot
merupakan tanda karies aktif dan selanjutnya terjadi kerusakan pada enamel atau
dentin. Jika lubang terbentuk pada enamel dan tubulus dentin terpapar, maka akan
menyentuh saraf gigi dan menimbulkan rasa sakit. Rasa sakit akan bertambah parah
jika terkena panas, dingin atau makanan dan minuman manis. Karies juga dapat
menyebabkan infeksi di sekitar gigi yang terkena karies.8,21
Universitas Sumatera Utara
2.2 Gingivitis
Gingivitis merupakan salah satu penyakit periodontal yang terjadi akibat oral
higiene yang buruk. Selain gingivitis, penyakit pada jaringan periodontal adalah
periodontitis. Kedua penyakit tersebut dibedakan berdasarkan saku yang terbentuk.
Pada gingivitis, saku yang terbentuk saku gusi, sedangkan pada periodontal saku yang
terbentuk saku periodontal. Gingivitis jika tidak dirawat maka akan menjadi
periodontitis. Gingivitis diklasifikasikan menjadi tiga yakni gingivitis ringan, sedang
dan berat/parah. Tanda awal gingivitis ringan yakni edema pada tepi gingiva dengan
perubahan warna dari merah jambu ke merah atau merah kebiruan. Pada gingivitis
sedang gingiva berwarna merah, edematous dan berdarah jika disentuh. Sedangkan
pada gingiva berat, gingiva berwarna merah tua, membesar dan berdarah spontan.28
Kadang-kadang pada gingivitis dapat dijumpai adanya ulser. Kontur gingiva normal
yang stippling seperti kulit jeruk tidak dijumpai pada gingivitis, tetapi yang dijumpai
adalah kontur yang licin berkilat. Pembesaran gingiva yang terjadi pada gingivitis
membuat jarak antara tepi gingiva dan batas sementum enamel pada gigi semakin
dalam.29,30
2.2.1 Definisi dan Prevalensi Gingivitis
Gingivitis dapat diartikan sebagai respon inflamasi pada gingiva. Respon
inflamasi disebabkan adanya mikroba yang mengkoloni di sulkus gingiva atau
permukaan gigi. Jika mikroba dalam jumlah sedikit, masih dapat ditolerir oleh tubuh
melalui mekanisme pertahanan tubuh. Namun jika jumlah mikroba meningkat dan
pertahanan tubuh tidak mampu melawan invasi bakteri, maka akan menyebabkan
gingivitis.28,29
Universitas Sumatera Utara
Pada anak-anak, prevalensi gingivitis meningkat seiring dengan pertambahan
usia hingga mencapai puncak pubertas. Menurut Dhar dkk (2007), Prevalensi
gingivitis pada anak-anak usia 5-14 tahun di Rajasthan (India) sekitar 84,37 %.30 Di
Lithuania, prevalensi gingivitis pada anak-anak usia 6-14 tahun sekitar 56,4 %
(Pauraite dkk).31
2.2.2 Penyebab dan Gejala Gingivitis
Penyebab terjadinya gingivitis atau inflamasi gingiva adalah adanya invasi
bakteri. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Loe dkk dan
McCall 1933. Loe dkk meyimpulkan bahwa plak bakteri yang berkumpul di margin
gingiva dapat menyebabkan gingivitis. Bakteri-bakteri tersebut antara lain
Actinobacillus actinomycetemcomitans dan Porphyromonas gingivalis. Selain itu,
defisiensi vitamin C juga dihubungkan dengan faktor etiologi gingivitis (Bucker
1943). Tanda-tanda atau gejala klinis dari inflamasi gingiva meliputi perubahan
kontur, warna dan konsistensi. Pada gingivitis, kontur gingiva licin berkilat, berwarna
merah hingga merah kebiruan, edematous dan perdarahan. 28,29
2.3 Oral Hygiene Yang Buruk
Kesehatan rongga mulut memegang peranan yang penting untuk masalah satu
komponen hidup sehat yang penting. Jika oral higiene tidak dipelihara dengan baik,
maka akan menimbulkan penyakit di rongga mulut. Penyakit periodontal (seperti
gingivitis dan periodontitis) dan karies gigi merupakan akibat dari oral higiene yang
buruk. Penyakit periodontal dan karies gigi merupakan penyakit di rongga mulut yang
dapat menyebabkan hilangnya gigi secara patologis. Kedua penyakit tersebut
Universitas Sumatera Utara
dipengaruhi oleh tindakan kontrol plak oleh pasien dan perawatan dari dokter gigi.22
Kontrol plak yang dapat dilakukan oleh pasien di rumah antara lain menyikat gigi dan
flossing. Sedangkan di klinik dokter gigi, dapat dilakukan topikal aplikasi fluoride
dan skelling.23 Jika gigi bersih maka karies tidak akan terjadi. Hal ini sesuai dengan
pernyataan oleh J Leon Williams (1852-1931), presiden pertama American Dental
Association (ADA). Oral higiene yang baik akan mencegah timbulnya karies.20
Karies gigi, gingivitis dan status kesehatan rongga mulut sangat berhubungan
karena penyakit periodontal (seperti gingivitis dan periodontitis) dan karies gigi
merupakan akibat dari oral higiene yang buruk. Karies gigi merupakan penyakit yang
paling banyak dijumpai di rongga mulut bersama-sama dengan penyakit periodontal,
sehingga merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut. Karies gigi bersifat
kronis dan dalam perkembangannya membutuhkan waktu yang lama, sehingga
sebagian besar penderita mengalaminya seumur hidup. Namun demikian penyakit ini
sering tidak mendapat perhatian dari masyarakat dan tenaga kesehatan, karena jarang
membahayakan jiwa.23
Selain faktor gigi itu sendiri, faktor dari luar juga berhubungan dengan resiko
terjadinya karies, seperti budaya, status sosial ekonomi, gaya hidup dan pola makan.
Karies gigi lebih sering terjadi pada anak-anak yang berusia 11 – 14 tahun.23 Data
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, menunjukkan prevalensi
karies gigi 89,38% untuk usia 15 tahun; 83,50% untuk usia 18 tahun; 94,56% untuk
usia 35-44 tahun dan 98,57% untuk usia 65 tahun ke atas.18 Menurut Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan sebanyak 76,2 % anak
Indonesia pada kelompok usia 12 tahun atau hampir 8 dari 10 anak mengalami karies
Universitas Sumatera Utara
atau gigi berlubang. Dan berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun 2004 yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan, prevalensi karies gigi di
Indonesia adalah 90,05 %. Tingginya prevalensi karies gigi di Indonesia, membuat
masalah kesehatan gigi di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat.24-26
Karies gigi disebabkan oleh plak bakteri yang ada di sekitar gigi dalam jangka
waktu tertentu. Untuk terjadinya lubang atau karies pada permukaan licin gigi yang
dapat terlihat secara klinis dibutuhkan waktu kira-kira 18 bulan ± 6 bulan. Karies gigi
pada tahap awal tidak menimbulkan rasa sakit, namun pada tahap lanjut dapat
menimbulkan rasa sakit.27 Beberapa kondisi yang menyebabkan hal tersebut yakni
frekuensi konsumsi gula, mulut kering dan oral higiene yang buruk.14 Oral higiene
dapat dirawat secara pribadi di rumah dengan cara menyikat gigi secara tepat dan
teratur. Tujuannya yakni untuk meminimalkan bakteri penyebab penyakit di rongga
mulut dengan mencegah pembentukan plak bakteri dan menyingkirkannya. Jika plak
bakteri bertambah banyak, gigi akan mudah terkena karies. Karena sisa makanan
yang mengandung gula akan dipakai bakteri untuk memproduksi asam yang akan
mendemineralisasikan enamel. Selain di rumah, perawatan oral higiene dapat
dilakukan di klinik dokter gigi. Dokter gigi akan menyingkirkan plak dan kalkulus
yang sulit disingkirkan secara pribadi di rumah.8
Oral higiene yang buruk juga berhubungan dengan gingivitis. Gingivitis
merupakan inflamasi yang terjadi pada gingiva. Selain itu, defisiensi vitamin C juga
dihubungkan dengan faktor etiologi gingivitis (Bucker 1943). Prevalensi terjadinya
gingivitis pada anak-anak meningkat hingga mencapai umur pubertas (Parfitt 1957,
Universitas Sumatera Utara
Hugoson dkk 1981 dan Stamm 1986). Pada anak-anak, gingivitis tidak terjadi separah
dengan yang terjadi pada orang dewasa. Hal ini mungkin dikarenakan perbedaan
kuantitas dan kualitas plak bakteri, respon imun tubuh, ataupun perbedaan morfologi
jaringan periodontium antara anak-anak dan orang dewasa (Bimstein dan Matsson
1999). Plak bakteri pada anak-anak biasanya terdiri dari bakteri patogen yang
konsentrasinya rendah.28,29
2.4 Faktor Resiko Oral Hygiene
Oral higiene memegang peranan yang penting dalam menciptakan pola hidup
sehat. Jika oral higiene tidak terpelihara maka akan menimbulkan berbagai penyakit
di rongga mulut. Oral higiene dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya status
sosial ekonomi, tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin dan ras. Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Sogi GM dkk (2002) dan Peres MA dkk (2003), karies gigi dan
status kesehatan rongga mulut anak-anak usia 13 hingga 14 tahun sangat
berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi anak-anak tersebut. Namun, menurut
penelitian Mustahsen dkk tahun 2008, status kesehatan rongga mulut tidak
dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi. Pada penelitian Mustahsen dkk, keadaan
sosial ekonomi menengah memiliki kesehatan rongga mulut yang lebih buruk
daripada yang keadaan sosial ekonominya rendah atau tinggi.23 Disamping
berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi, kesehatan rongga mulut juga
berhubungan dengan tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin dan ras. Menurut
Tirthankar (2002), tingkat pendidikan merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor
sosial ekonomi yang mempengaruhi kesehatan rongga mulut. Tingkat pendidikan
sangat berpengaruh terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku hidup sehat. Seseorang
Universitas Sumatera Utara
dengan tingkat pendidikan tingi akan memiliki pengetahuan dan sikap yang baik
tentang kesehatan yang akan mempengaruhi perilakunya untuk hidup sehat.3
Sedangkan pada faktor usia dan jenis kelamin, anak-anak yang berusia diantara 11 -
14 tahun dan jenis kelamin perempuan memiliki kesehatan rongga mulut yang lebih
buruk (WHO). Jika dihubungkan dengan ras, orang Asia dan Afrika memiliki
kesehatan rongga mulut yang lebih buruk daripada orang Eropa dan Amerika.21
2.5 Kerangka teori
Karies Gingivitis
Karbohidrat (diet)
Host
Saliva Jenis
kelamin
Defisiensi Nutrisi/ Vit. C
Bakteri
Oral Hygiene
Universitas Sumatera Utara