DELINEASI SUB-CEKUNGAN SERAM UNTUK MENGETAHUI …digilib.unila.ac.id/27549/2/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of DELINEASI SUB-CEKUNGAN SERAM UNTUK MENGETAHUI …digilib.unila.ac.id/27549/2/SKRIPSI TANPA BAB...
DELINEASI SUB-CEKUNGAN SERAM UNTUK
MENGETAHUI POTENSI HIDROKARBON BERDASARKAN
DATA GAYABERAT
(Skripsi)
Oleh
AHMAD AL IMBRON
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
2017
i
ABSTRACT
DELINEATION OF SERAM SUB-BASIN TO KNOW THE
HYDROCARBON POTENTIAL BASED ON GRAVITY DATA
By
AHMAD AL IMBRON
The importance of further exploration of natural resources in the Seram Basin area
to meet the demand for energy in Indonesia. This research was conducted using
gravity method. The gravity method measures the variation of the gravitational
acceleration caused by differences in density between subsurface rocks. The
gravity study was conducted in the Seram Island area in order to: (1) map the
Regional and Residual Bouguer anomaly patterns in the Seram Islands area (2)
Mapping the structure and height patterns based on the residual filtered residual
anomaly map using SVD and depth estimation (3) identifying patterns Sub-basins
of residual anomalies as well as obtaining subsurface models. Data processing
conducted in the study include: spectral analysis, SVD analysis, 2D modeling and
3D inversion modeling to determine the subsurface structure of the research area
and the sub-basin model or pattern. The results showed that (1) map of Bouguer
anomaly of Seram Island area showing Bouguer anomaly with -46 to 90,6 mGal
(2) high anomaly value in southern area while low anomaly in general in northern
and central region (3) A residual anomaly of approximately 1.9 km (4) two-
dimensional modeling results indicates that the average thickness of Pre-Tertiary
sedimentary rocks in the area is about 2.7 km with a dense contrast value of the
sedimentary rock mass of 2.3 gr/cc, Whereas the base rock has a 2.7 g/cc mass
density contrast value which is interpreted as metamorphic rock (5) sediment sub-
basin of five locations (6) Three-dimensional modeling of Seram Island area
shows a density value of 2,261-2,667 gr/cc. Three-dimensional modeling can be
known sub-basin A, B and D to be the best sub-basin or potential.
Keywords : Gravity, Sub-Basin, 2D Modeling, Bouguer Anomaly, Seram Basin
ii
ABSTRAK
DELINEASI SUB-CEKUNGAN SERAM UNTUK MENGETAHUI
POTENSI HIDROKARBON BERDASARKAN DATA GAYABERAT
Oleh
AHMAD AL IMBRON
Pentingnya melakukan eksplorasi lanjut sumber daya alam di daerah Cekungan
Seram untuk dapat memenuhi kebutuhan akan energi di Indonesia. Penelitian ini
dilakukan menggunakan metode gayaberat. Metode gayaberat mengukur variasi
percepatan gravitasi yang ditimbulkan dari perbedaan densitas antar batuan bawah
permukaan. Penelitian gayaberat dilakukan di daerah Kepulauan Seram dengan
tujuan untuk : (1) Memetakan pola anomali Bouguer Regional dan Residual di
daerah Kepulauan Seram (2) Memetakan pola struktur dan tinggian di berdasarkan
peta anomali residual yang telah di filter menggunakan SVD dan estimasi
kedalaman (3) Mengidentifikasi pola sub-cekungan dari anomali residual serta
mendapatkan model bawah permukaan. Pengolahan data yang dilakukan dalam
penelitian meliputi : analisis spektal, analisis SVD, pemodelan 2D dan pemodelan
inversi 3D untuk mengetahui struktur bawah permukaan daerah penelitian dan
model atau pola sub-cekungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) peta
anomali Bouguer daerah Kepulauan Seram yang memperlihatkan anomali Bouguer
dengan nilai -46 hingga 90,6 mGal (2) anomali tinggi di daerah bagian selatan
sedangkan anomali rendah pada umumnya daerah bagian utara dan tengah (3)
Kedalaman rata-rata anomali residual sekitar 1,9 km (4) Hasil pemodelan dua
dimensi menunjukkan bahwa ketebalan rata-rata batuan sedimen Pra-Tersier di
daerah tersebut adalah sekitar 2,7 km dengan nilai kontras rapat massa batuan
sedimennya adalah 2,3 gr/cc, sedangkan batuan alas mempunya nilai kontras rapat
massa 2,7 gr/cc yang diinterpretasikan sebagai batuan metamorf (5) sub-cekungan
sedimen sebanyak lima dearah lokasi (6) Pemodelan tiga dimensi daerah Kepulaun
Seram menunjukan nilai densitas sebesar 2,261 – 2,667 gr/cc. Pemodelan tiga
dimensi dapat diketahui sub-cekungan A, B dan D menjadi sub-cekungan yang
paling baik atau berpotensi.
Kata Kunci : Gayaberat, Anomali Bouguer, Sub-Cekungan, Pemodelan 2D,
Cekungan Seram
DELINEASI SUB-CEKUNGAN SERAM UNTUK
MENGETAHUI POTENSI HIDROKARBON BERDASARKAN
DATA GAYABERAT
Oleh
AHMAD AL IMBRON
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Geofisika
Fakultas Teknik Universitas Lampung
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
2017
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Suka Banjar pada tanggal 20
Agustus 1994. Penulis merupakan anak kelima dari
pasangan bapak Astawik (Alm.) dan Ibu Suaibah. Penulis
mengawali pendidikan Sekolah Dasar di SDN 2 Babatan,
Kec. Katibung, Lampung Selatan dari tahun 2001 hingga
2007. Kemudian Pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Katibung,
Lampung Selatan dari tahun 2007 hingga 2010. Selanjutnya Pendidikan Sekolah
Menengah Atas di SMKN 2 Kalianda, Lampung Selatan dari tahun 2010 hingga
2013.
Pada bidang kemahasiswaan penulis terdaftar sebagai Young Member di
Society Exploration Geophysicist (SEG SC Unila) pada tahun 2013 hingga 2014.
Lalu menjadi anggota muda di Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEM U
Unila) pada tahun 2013 hingga 2014. Kemudian menjadi Anggota Muda FOSSI
(AMF) di FOSSI FT Universitas Lampung , lalu menjadi Young Member di
American Association of Petroleum Geologists (AAPG SC Unila) pada tahun
2013 hingga 2014. Selanjutnya menjadi Anggota Aktif di Society Exploration
Geophysicist (SEG SC Unila) pada tahun 2014 hingga 2015. Kemudian menjadi
anggota aktif di American Association of Petroleum Geologists (AAPG SC Unila)
pada tahun 2014 hingga 2015. Lalu menjadi anggota aktif di Himpunan
Mahasiswa Teknik Geofisika (HIMA TG Bhuwana Unila) pada tahun 2014
viii
hingga 2015. Kemudian menjadi Ketua Komisi 3 bidang Keuangan di Dewan
Permusyawaratan Mahasiswa (DPM FT Unila) pada tahun 2014 hingga 2015.
Selanjutnya menjadi Ketua Departement Bidang Kaderisasi Kesatuan Aksi
Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI Komisariat Unila) pada tahun 2015
hingga 2016. Lalu menjadi Ketua Department Kajian Syiar Islam (KSI FOSSI FT
Unila) pada tahun 2015 hingga 2016. Selanjutnya menjadi Ketua Divisi
Kerohanian HIMA TG Bhuwana Unila pada tahun 2015 hingga 2016. Lalu yang
menjadi Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI
Komisariat Universitas Lampung) pada tahun 2016 hingga 2017.
Penulis pernah melakukan Fieldtrip basic Geology dan basic Geothermal
di PT. Pertamina Geothermal Energy Ulu Belu, Lampung pada tahun 2016 dan
penulis menjadi peserta Indonesia International Geothermal Convention and
Exhibiton (IIGCE) bidang Poster Kontes pada tahun 2016.
Pada tahun 2016 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa
Dipasena Jaya, Kecamatan Rawajitu Timur, Kabupaten Tulang Bawang,
Lampung. Lalu pada tahun 2016 penulis melakukan Kerja Praktik (KP) di Pusat
Sumber Daya Mineral Batubara dan Panasbumi(PSDMBP) Badan Geologi,
Kementerian ESDM dengan dilakukan pengukuran secara langsung di daerah
Sulawesi Tengah. Lalu pada tahun 2017, penulis melakukan Tugas Akhir (TA)
untuk penulisan skripsi di Pusat Survei Geologi (PSG) Badan Geologi,
Kementerian ESDM dan Pada akhirnya penulis berhasil menyelesaikan
pendidikan Sarjana Strata 1 di Jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung
tepatnya pada Rabu, 19 Juli 2017 bertepatan dengan 25 Syawal 1438H.
x
Al Baqarah : 156
Muhammad : 7
“Kebesaran jiwa, yang lahir dari rasionalitas, relaisme dan sangkaan baik kepada Allah, adalah keajaiban yang menciptakan keajaiban. Ketika kehidupan tidak cukup bermurah hati mewujudkan mimpi mereka, mereka menambatkan
harapan kepada sumber segala harapan yakni Allah!” Anis Matta
“Kekuatan jiwa terekspresikan dalam tekad membaja yang tak pernah
melemah, kesetiaan teguh yang tidak tersusupi penghianatan,
pengorbanan yang tidak terbatasi oleh keserakahan dan kekikiran,
pengetahuan dan keyakinan, serta penghormatan yang tinggi terhadap
ideologi yang diperjuangkan”
Hasan Al Banna
Ahmad Al Imbron
xi
SANWACANA
Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat
Allah S.W.T atas segala nikmat sehat, nikmat iman, dan islam sehingga Penulis
dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “DELINEASI SUB-CEKUNGAN
SERAM UNTUK MENGETAHUI POTENSI HIDROKARBON
BERDASARKAN DATA GAYABERAT”. Shalawat dan salam senantiasa
tercurahkan kepada nabi agung Muhammad S.A.W dan para sahabat serta tabi’in
yang selalu mengajarkan agam Allah.
Banyak pihak yang terlibat dalam dan memberikan kontribusi ilmiah, spiritual,
dam informasi baik secara langsung maupun tidak langsung hingga terbentuk
Laporan Praktek Kerja Lapangan ini. Pada kesempatan kali ini penulis ingin
menyampaikan terimakasih kepada :
1. Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa dan Rasullullah Muhammad SAW
2. Ibu ku tercinta Ibunda Suaibah dan Adik tercinta Nur Hasanah yang tiada
henti membimbing dan menyayangi saya
3. Kakak tercinta, Teh Yana, Teh Mega, Ka Dayat, Bang Irul dan Ka Mamat
yang telah banyak sekali memberikan banyak sekali support sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
xii
4. Pusat Survei Geologi, Badan Geologi, Kementerian ESDM sebagai
institusi yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan Tugas
Akhir (TA)
5. Bapak. Noor Muhammad Indragiri., S.T.,M.T. selaku pembimbing Tugas
Akhir di Pusat Survei Geologi, Badan Geologi Kementrian ESDM.
6. Bapak. Dr. Nandi Haerudin, S.Si., M.Si selaku pembimbing 1 dalam
Skripsi saya di Jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung dan atas
kesediaannya memberikan bimbingan dan persetujuan sehingga skripsi
ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
7. Bapak. Karyanto, S.Si., M.T. selaku selaku pembimbing 2 dalam Skripsi
saya di Jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung serta kesediaannya
memberikan bimbingan serta motivasi yang sangat dibutuhkan selama
proses penyempurnaan skripsi ini.
8. Bapak Dr. Muh. Sarkowi, S.Si., M.Si., selaku penguji atas kesediaannya
memberikan saran dan kritiknya untuk membangun isi dari pada skripsi
ini.
9. Bapak Prof. Drs. Suharno, M.Sc., Ph.D. selaku Pembimbing Akademik
yang telah banyak memberi saran dalam memilih mata kuliah yang sesuai.
10. Dosen-Dosen Jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung yang saya
hormati
11. Teman-teman Teknik Geofisika 2013 yang selama ini mendukung dan
menjadi tempat berbagi suka dan duka pada masa perkuliahan.
xiii
12. Sahabat-sahabat tercinta Aji, Farkhan, Kurnia, Suryadi, Ravide, Ryan,
Aloysius, Edy yang selama ini telah memberi semangat dan tempat
berbagi senyuman sehingga skrispi ini dapat terselesaikan
13. Sahabat yang berjuang Bersama melakukan Tugas Akhir di PSG, Azhary,
Ririn dan Shiska yang telah banyak membantu dalam Tugas Akhir saya.
14. Sahabat seperjuangan KAMMI Universitas Lampung, Lina, Titin, Fatkhul,
Ridwan, Joko, Yanuar, Mada, Aje, Inayah, Renna, Wanda, Lailia, Bahrul,
Faudzul, Riyadi, Ida, Diana, Tina, mba Devi dan Mba Utha dan Ka Egi
Wiragala yang selalu mendukung dan memberi senyuman hangat yang tak
terbatas sehingga Skripsi saya dapat selesai.
15. Adek tingkat yang blak-blakan dalam hal nasehat Nurmala.
16. Kakak serta adik tingkat Teknik Geofisika yang saya banggakan.
17. Kalian semua yang membuat saya kuat dalam menghadapi hidup .
18. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya Skripsi saya ini.
19. Sahabat – sahabat saya di Mushola Teknik Tercinta, Mbah Nur Sai’in,
Kak Anggi Arif, Mas Heru, Mas Izen, Mas Afipudin, Mas Heru dan Edi
sarjono , semoga semakin jaya dan terus menghidupkan Masjid Teknik.
Dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan, terimasih atas bantuan dan
dukungannya, Tiada kata yang lebih tepat untuk diungkapkan selain
terimakasih yang sebanyak-banyaknya. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat
bagi pembaca umumnya dan untuk penulis pada khususnya dan semoga Allah
S.W.T memberikan kemudahan dan kesuksesan pada kita semua. Aamiin.
Bandar Lampung, 27 Juli 2017
Penulis,
Ahmad Al Imbron
xiv
KATA PENGANTAR
Asalamualaikum Wr. Wb
Alhamdullilah, puji syukur saya panjatkan kepada Allah Swt, Tuhan Yang
Maha Esa atas segala nikmat dan rahmatnya sehingga saya dapat menyelesaikan
Skripsi ini sesuai pada waktunya. Tak lupa shalawat serta salam mari kita haturkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah mengantarkan kita melewati masa
jahiliyah sampai ke masa sekarang ini.
Skripsi ini mengangkat judul “Delineasi Sub-Cekungan Seram Untuk
Mengetahui Potensi Hidrokarbon Berdasarkan Data Gayaberat”. Skripsi ini
merupakan hasil dari Tugas Akhir yang penulis laksanakan di Pusat Survei
Geologi, Badan Geologi, Kementrian ESDM RI.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan
bermanfaat guna untuk pembaruan ilmu di masa yang akan datang. Penulis sadar
pada skripsi ini masih banyak kesalahan dan jauh dari kata sempurna, untuk itu jika
ditemukan kesalahan pada penulisan skripsi ini, kiranya dapat memberikan saran
maupun kritik pada penulis. Demikianlah kata pengantar yang dapat penulis
sampaikan, apabila ada salah kata saya mohon maaf dan kepada Allah SWT saya
mohon ampun. Demikianlah kata pengantar yang dapat disampaikan, apabila ada
salah kata saya mohon maaf dan kepada Allah SWT saya mohon ampun.
Terimakasih
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Bandar Lampung, 27 Juli 2017
Penulis,
Ahmad Al Imbron
xv
DAFTAR ISI
Halamana
ABSTRACT ......................................................................................................... i
ABSTRAK ........................................................................................................... ii
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. v
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................. vi
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... ix
MOTTO ............................................................................................................. ix
SANWACANA ................................................................................................ xi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... xiv
DAFTAR ISI .................................................................................................... xv
xvi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xxi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ................................................................................ 3
C. Batasan Masalah ................................................................................. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Lokasi Penelitian ................................................................................. 5
B. Struktur Geologi ................................................................................. 5
C. Fisiografi Regional Pulau Seram ....................................................... 8
D. Struktur Tektonik Pulau Seram ........................................................ 9
E. Stratigrafi Regional ............................................................................ 10
F. Geologi Regional Kepulauan Seram ................................................. 15
G. Petroleum Sistem Kepulauan Seram ................................................ 22
III. TEORI DASAR
A. Metode Gayaberat .............................................................................. 25
B. Konsep Dasar Metode Gayaberat ..................................................... 26
C. Koreksi- koreksi Pada Metode Gayaberat ....................................... 32
D. Anomali Bouguer ................................................................................ 35
E. Analisis Spektrum ............................................................................... 36
F. Pemisahan Anomali Regional Dan Residual Dengan Meotde Moving
Average Dan Second Vertical Derivative (SVD) ................................ 40
G. Forward Modeling (Pemodelan Kedepan) ........................................ 43
H. Inverse Modeling (Pemodelan Kebelakang)...................................... 45
IV. METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi, Waktu dan Tema Penelitian ................................................. 46
B. Diagram Alir Proses Data .................................................................. 46
C. Alat dan Bahan .................................................................................... 47
D. Prosedur Pengolahan Data................................................................. 48
xvii
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Anomali Bouguer dan Titik Pengukuran ......................................... 52
B. Analisis Spektral ................................................................................. 53
C. Filter Moving Average ........................................................................ 63
D. Anomali Regional Kepulauan Seram ................................................ 63
E. Anomali Residual Kepulauan Seram ................................................ 65
F. Interpretasi Kualitatif ........................................................................ 66
G. Interpretasi Kuantitatif ...................................................................... 71
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .......................................................................................... 84
B. Saran .................................................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 86
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Peta Lokasi Penelitian .................................................................................. 5
2. Kenampakan Peta Bawah Pemukaan Pulau Seram...................................... 6
3. Perpotongan KemenerusanNS- NW Kepulauan Seram, ditunjukan N-yang
langsung sebagai folding dan thrusting pada komplek granit metamorfik serta
folding pada Sedimen Mesozoic (mainly Triassic) ....................................... 7
4. Elemen-elemen Tektonik Indonesia Timur ................................................. 9
5. Kolom Stratigrafi Seram .............................................................................. 11
6. Peta Geologi Regional Pulau Seram ............................................................ 16
7. Gaya tarik menarik antara dua benda ........................................................... 26
8. Potensial massa tiga dimensi ....................................................................... 29
9. Titik Amat P Pada Ketinggian H Terhadap Permukaan Acuan ................. 34
10. Kurva Ln A terhadap k ................................................................................. 39
11. Input Pengolahan Inverse Modeling ............................................................ 45
12. Digram Alir Penelitian ................................................................................. 47
13. Peta Anomali Bouguer Dan Titik Pengukuran ............................................ 53
14. Slicing Pada Peta Anomali Bouguer ............................................................ 54
15. Grafik Ln A vs k Lintasan 1 ........................................................................ 55
16. Grafik Ln A vs k Lintasan 2 ........................................................................ 56
17. Grafik Ln A vs k Lintasan 3 ........................................................................ 58
18. Grafik Ln A vs k Lintasan 4 ........................................................................ 59
19. Grafik Ln A vs k Lintasan 5 ........................................................................ 60
20. Grafik Ln A vs k Lintasan 6 ........................................................................ 61
21. Peta Anomali Regional ................................................................................ 64
22. Peta Anomali Residual ................................................................................. 65
23. Pola SVD Anomali Bouguer ....................................................................... 68
24. Pola SVD Anomali Residual ...................................................................... 69
25. Pola Basement High dan Sub-Cekungan Pulau Seram ................................ 70
26. Lintasan Anomali Residual Forward Modelling ......................................... 72
27. Model Bawah Permukaan Anomali Residual 2,5D Lintasan A-A’ ............. 73
28. Model Bawah Permukaan Anomali Residual 2,5D Lintasan B-B’ ............. 75
29. Model Bawah Permukaan Anomali Residual 2,5D Lintasan C-C ............... 77
30. Hasil Dari Pemodelan Inversi 3D ................................................................ 79
31. Model Inversi 3D Dengan Cutlane Arah Baratdaya –Timurlaut ................. 80
32. Model Inversi 3D Sub-Cekungan Pulau Seram ........................................... 80
33. Slicing yang Terlihat pada Model 3D Residual Lintasan A hingga C ......... 81
xix
34. Slicing Yang Terlihat Pada Model 3D Residual Lintasan A ....................... 82
35. Slicing Yang Terlihat Pada Model 3D Residual Lintasan B ....................... 82
36. Slicing Yang Terlihat Pada Model 3D Residual Lintasan C ....................... 83
xx
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Jadwal Kegiatan Penelitian .......................................................................... 46
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pentingnya melakukan eksplorasi lanjut sumber daya alam di daerah
Cekungan Seram untuk menemukan Sub-Cekungan baru untuk dapat
memenuhi kebutuhan akan energi di Indonesia. Permintaan energi di Indonesia
semakin meningkat tetapi tidak disertai dengan produksi sumber daya minyak
dan gas yang mengalami penurunan sekitar 2, 4% per tahun (Suliantoro dan
Trimujo, 2013). Banyak daerah di Indonesia yang memiliki potensi sumber
daya alam seperti minyak dan gas, namun belum dieksploitasi secara
maksimal.
Kawasan Indonesia Timur telah terbukti memiliki beberapa cekungan seperti
cekungan Natuna, Cekungan Salawati, Cekungan Halmahera, Cekungan
Seram, Cekungan Tanimbar, Cekungan Timur dan Cekungan Nusa Tenggara.
Cekungan Seram yang telah memiliki blok di kabupaten Seram Bagian Timur
(SBT) yakni pada blok seram yang telah dieksploitasi sejak 1969 oleh dua
perusahaan yakni Kufpec dan Kalrez dengan Kontrak Karya (KK) selama 30
tahun hingga 1999 dan kemudian diperpanjang 30 tahun lagi hingga 2030.
2
Kufpec pun kini telah menyerahkan manajemen pengelolaannya untuk
perusahaan asal China yakni Citic Seram Energy Limited (CSEL) untuk
menangani pemboran sumur dengan kedalaman diatas 1.000 meter, sedangkan
Calrez menangani pemboran dengan kedalaman dibawah 500 meter.
Berdasarkan sumber yang didapat maka produksi minyak dan gasbumi harus
terus dilakukan, tidak hanya itu karena minyak dan gasbumi adalah sumber
daya yang tidak terbarukan sehingga akan habis maka perlu dilakukan kegiatan
eksplorasi lebih lanjut untuk menemukan cekungan - cekungan baru yang
berpotensi dapat menyokong kegiatan produksi di Indonesia.
Metode gayaberat merupakan salah satu metode geofisika yang dapat
digunakan dengan baik di beberapa bidang, antara lain bidang hidrokarbon,
panasbumi, maupun mineral. Metode ini juga digunakan untuk survei
pendahuluan maupun monitoring (Sarkowi, 2009). Metode gayaberat ini
dilakukan berdasarkan pada anomali gayaberat yang muncul karena adanya
variasi rapat massa batuan. Metode gayaberat digunakan karena
kemampuannya dalam membedakan densitas lingkungan sekitarnya. Variasi
densitas yang dapat diketahui bentuk struktur bawah permukaan suatu daerah.
Distribusi densitas yang tidak seragam di bawah permukaan bumi dapat
disebabkan oleh struktur geologi yang ada di dalamnya. Penemuan yang paling
signifikan dari dua dekade terakhir di Indonesia Timur adalah Sistem Jurassic-
Permian di Indonesia Timur (Tangguh, Oseil dan Abadi). Penemuan ini
ditemukan dominan di pada umur Tersier sehingga memproduksi cekungan
3
yang telah dieksplorasi sejak awal abad ke-19. Sistem Jurassic ditemukan
memproduksi Hidrokarbon berupa senyawa kimia organik karbon dan hidrogen
serta mungkin dalam gas, fasa cair atau padat (Walidah, 2011).
Beberapa penelitian menggunakan metode gayaberat telah terbukti dapat
menggambarkan informasi bawah permukaan seperti Setyanta, dkk (2010)
meneliti Cekungan Bula, Tatang Patmwidjaja dan Subagyo (2009) menelitian
Cekungan Wokam, Karit dkk (2009) meneliti Cekungan Jawa Timur Utara
Segmen Lamongan, Dadan, dkk (2016) meneliti Cekungan Majalengka,
Setiadi, dkk (2010) meneliti Cekungan Sumatera Selatan dan Santi, dkk (2010)
meneliti Cekungan Busur Muka Simeulue.
Untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang diduga cekungan, metode
gayaberat sangat baik digunakan karena dapat mengetahui zona yang memiliki
respon densitas rendah yang mengidentifikasikan adanya batuan sedimen.
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Memetakan/ memodelkan pola anomali Bouguer, Regional dan Residual di
daerah Kepulauan Seram.
2. Memetakan/ memodelkan pola struktur dan tinggian di daerah Kepulauan
Seram berdasarkan peta anomali residual yang telah di filter menggunakan
Second Vertical Derivative (SVD) dan estimasi kedalaman.
3. Mengidentifikasi pola sub-cekungan dari anomali residual.
4
4. Mendapatkan model bawah permukaan daerah Kepulauan Seram.
C. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Data yang digunakan berupa data sekunder yaitu anomali Bouguer
lengkap.
2. Analisis sub-cekungan berdasarkan pola anomali residual yang telah di
filter menggunakan Second Vertical Derivative (SVD) untuk melihat batas
cekungan pada daerah penelitian.
II. TINJAUN PUSTAKA
A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dilakukan yaitu pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
B. Struktur Geologi
Struktur bawah permukaan dari Pulau Seram memperlihatkan semua elemen
khas dari sesar naik dan adanya perlipatan (Gambar 2). Pada umumnya, sesar
naik dan sumbu antiklin yang berarah baratlaut – tenggara mengindikasikan
bahwa deformasi pada daerah ini dipengaruhi oleh kompresi yang berarah
6
timurlaut – baratdaya. Kenampakan singkapan yang memperlihatkan sesar naik
ini didominasi di bagian tengah dan bagian timur dari Pulau Seram. Sesar
utama dan pengangkatan di Pulau Seram diawali pada Miosen Akhir – Pliosen
Awal. Kemudian sejak terjadinya proses tersebut, Pulau Seram secara tektonik
selalu aktif. Ini diindikasikan dengan adanya pengangkatan dan erosi dari
sedimen Plio-Pleistosen dari bagian tengah pulau serta adanya proses sesar
mendatar mengiri yang sangat kuat (Sumardi, dkk., 2011).
Gambar 2. Kenampakan Bawah Pemukaan Pulau Seram (Williams, dkk., 1995)
Bukti di lapangan dari keberadaan sesar mendatar ini adalah adanya perubahan
arah aliran sungai yang dikendalikan oleh sesar mendatar dan
adanya offset dari batuan yang ada. Trias tersebut ditutupi oleh sedikitnya
bagian batugamping Awal-Tengah Jurassic (Wanner dan Knipscheer,.1951)
atau mungkin akan hilang sepenuhnya, dan Akhir Jurassic Kola Shale dapat
mewakili perpisahan benua dan awal terjadinya spreading. Sekuen formas Nief
7
Batugamping pelagis akhir Jurassic (calpionellids), Kapur (Globotruncana)
dan Paleo-Eosen merupakan pergerakan samudera atau tahap passive margin
lempeng kecil Buru-Seram yang sangat terpencil.
Meluasnya lipatan dan sesar naik Eosen dan batuan tua, dengan pembentukan
'Salas Blok Clay’ olistostome atau melange, menunjukkan peristiwa tumbukan
besar, tetapi secara pasti umur ini masih belum pasti. Hal ini mungkin terkait
dengan ofiolit obduction di S / SW sisi Seram, yang memiliki permulaan
Miosen Akhir (Gambar 3).
Gambar 3. Perpotongan Kemenerusan NS- NW Kepulauan Seram, ditunjukan N
yang langsung sebagai folding dan thrusting pada komplek granit
metamorfik serta folding pada Sedimen Mesozoic (mainly Triassic)
(Schiefelbein dan Haven, 1995)
Karakteristik geologi Kepualauan Seram adalah terdiri dari batuan sedimen,
batuan metamorfik dan batuan beku dengan penyebaran yang hampir merata di
setiap gugus pulau. Hal ini dipengaruhi oleh klasifikasi umur pulau/kepulauan
yang terbentuk pada 50-70 juta tahun yang lalu, pada periode Neogeon sampai
s
8
Paleoceen. Karakteristik tersebut juga dipengaruhi oleh letak Maluku diantara
lempeng bumi Indo-Australia, Pasifik, Laut Filipina dan Laut Banda, sehingga
memberikan sebaran beberapa gunung api baik yang masih maupun sudah
tidak aktif lagi.
C. Fisiografi Regional Pulau Seram
Cekungan Seram terletak di sebelah utara pulau Seram. Di sebelah utara
berbatasan dengan palung yang merupakan penunjaman, dan disebelah selatan
berbatasan dengan tinggian yang merupakan basement expose pada pulau
Seram. Terletak antara tektonik passive margin berarah barat – utara Australia
dan margin tektonik aktif Nugini. Cekungan Seram merupakan Cekungan
Palung Depan (Foredeep Basin) yang termasuk ke dalam Central Tectonic
Region (Koesoemadinata, 1985). Pulau Seram termasuk ke dalam mandala
kepulauan Maluku. Bentuk fisiografi daerah ini merupakan perbukitan
bergelombang kuat yang terbentuk oleh aktivitas tektonik yang terjadi di
daerah ini. Gaya tektonik tersebut dengan arah utama hampir utara – selatan
mengakibatkan terjadinya proses pengangkatan yang membentuk perbukitan
yang memanjang timur – barat, perlipatan yang diiringi dengan proses
pembentukan sesar naik dan sesar geser. Perbukitan yang berada di bagian
tengah pulau yang diapit oleh daerah dataran di bagian utara dan selatan.
Puncak tertinggi adalah Gunung Binaya dengan ketinggian ± 3.027 meter di
atas permukaan laut (mdpl). Sungai-sungai yang mengalir dari bagan tengah ke
arah selatan di antaranya Sungai Kawa, Sungai Nusulahu, Sungai Salame,
Sungai Nua, Sungai Jage, Sungai Walalia, Sungai Wolu, Sungai Fuwa, Sungai
9
Kaba, dan Sungai Taluarang. Selain itu terdapat Sungai Mual, Sungai Isal,
Sungai Sariputih, Sungai Samal, dan Sungai Kobi mengalir dari bagian tengah
ke arah utara. Pulau ini dibatasi oleh Laut Seram di bagian Utara dan Laut
Banda di bagian Selatan (Sjahbuddin, dkk., 1994).
D. Struktur Tektonik Pulau Seram
Daerah penelitian Pulau Seram terletak sepanjang utara busur Banda, Indonesia
bagian timur. Pulau Seram berada pada zona tektonik kompleks, karena Pulau
Seram merupakan pertemuan tiga lempeng tektonik, yaitu: Lempeng Australia,
Lempeng Pasifik-Filipina, dan Lempeng Eurasia (Gambar 4).
Gambar 4. Elemen-elemen Tektonik Indonesia Timur (Barber, dkk., 2003)
10
Pulau Seram merupakan suatu kompleks mobile belt di bagian barat Busur
Banda dan merupakan wilayah pertemuan antara kerak benua Australia, Kerak
samudera Pasifik serta kerak benua Eurasia. Pulau Seram dibatasi oleh 2 sistem
sesar mendatar mengkiri, yaitu system sesar di bagian utara Sorong dan sesar
Tarera – Aiduna di bagian selatan . Konfigurasi pulau Seram dibentuk mulai
dari sesar-sesar naik bersudut lancip hingga sesar mendatar. Seram memiliki
tatanan tektonik yang kompleks, pada umumnya sesar naik dan sumbu antiklin
yang berarah barat laut – tenggara mengindikasikan bahwa deformasi pada
daerah ini dipengaruhi oleh kompresi yang berarah timur laut – barat daya.
Lipatan dan sesar singkapan di Seram bersambung ke selatan Seram hingga
100 km lepas pantai (Schiefelbein dan Haven, 1995) dimana terlihat seperti
kelanjutan ekresi kompleks dari Banda Arc .
E. Straigrafi Regional
Pulau Seram dan Ambon adalah bagian dari Busur Banda. Data stratigrafi
(Gambar 5) menunjukkan bahwa perkembangan tektonik kedua pulau itu, dari
Paleozoik sampai Miosen, sangat erat dengan perkembangan tektonik tepi
benua Australia. Interaksi konvergen antara lempeng Eurasia, Indo-Australia
dan Pasifik pada Miosen Akhir yang diikuti oleh rotasi Kepala Burung
berlawanan arah jarum jam pada Mio-Pliosen telah menyebabkan
perkembangan tektonik kedua kawasan itu berbeda, sehingga unit litologi dari
Pulau Seram dan Ambon dapat dibedakan menjadi Seri Australia dan Seri
Seram. Data stratigrafi menunjukkan bahwa paling kurang terjadi dua kali
kompresi tektonik dan dua kali continental break up berkait dengan
11
pembentukan Pulau Seram dan Ambon. Continental break up pertama diikuti
oleh kompresi tektonik yang pertama terjadi pada Palezoikum. Kontraksi kerak
bumi yang terjadi setelahnya meletakkan batuan-batuan metamorfik tngkat
tinggi, seperti granulit, ke dekat permukaan, dan mantel atas tertransport ke
atas membentuk batuan-batuan ultra basa, sehingga pada Pulau Seram banyak
ditemukan mineral nikel.
Gambar 5. Kolom Stratigrafi Seram (Zillman dan Paten, 1976)
12
Setelah itu, terjadi erosi yang menyingkap batuan-batuan metamorfik dan
disusul dengan thermal subsidence yang membentuk deposenter bagi
pengendapan Seri Australia. Continental break up yang ke dua terjadi pada
Jura Tengah, dan diikuti oleh pemekaran lantai samudera. Peristiwa ini
berkaitan dengan selang waktu tanpa sedimentasi dalam Seri Australia pada
Jaman Jura. Kompresi terakhir terjadi pada Miosen Akhir. Kejadian ini sangat
kritis bagi evolusi geologi Pulau Seram dan Ambon. Interaksi konvergen yang
terjadi menyebabkan Seri Australia mengalami thrusting, pengangkatan
orogenik, dan perlipatan sehingga berubah menjadi batuan sumber bagi Seri
Seram. Stratigrafi Pulau Seram dibagi menjadi dua bagian, yakni Seri
Australia, (bagian utara dari Australia Continental Margin) dan Seri Seram
(Norvick dan Tjokrosapoetro, 1979).
1. Seri Australia
Pre-Rift Sequence
Seri Australia terdiri dari sedimen berumur Trias – Miosen Akhir yang secara
tidak selaras berada di atas batuan metamorfik dan diendapkan di margin
bagian utara Australia Continental Margin.
Basement dari Pulau Seram terdiri dari batuan metamorfik derajat tinggi –
rendah dari Kompleks Kobipoto, Taunusa, Tehoru, dan Formasi Saku. Ketiga
kompleks metamorfik tersebut tersingkap di permukaan karena adanya sesar
naik selama Miosen Akhir dan Pliosen dan kemudian mengalami sesar
mendatar.
13
Seri dari batuan ultrabasa juga ditemukan di bagian timur, tengah dan barat
dari Pulau Seram. Batuan ultrabasa tersebut merupakan bagian dari kerak
samudera yang terbentuk pada saat continental breakup dan pemekaran lantai
samudera pada Jura Akhir dan mengalami pengangkatan pada Miosen Akhir.
Intra-Cratonic Rifting Sequence
Batuan sedimen tertua di Pulau Seram adalah Formasi Kanikeh yang
diendapkan di neritik luar, berupa batupasir dan mudstones dan secara tidak
selaras terdapat di atas batuan beku dan batuan metamorfik (basement). Umur
dari Formasi Kanikeh adalah Trias Tengah – Trias Akhir (Gambar 5).
Di atas Formasi Kanikeh secara gradasi terdapat Formasi Saman-Saman yang
berupa batu gamping (Gambar 5). Kemudian secara menjari di atas Formasi
Saman-Saman terdapat Formasi Manusela yang berupa batugamping dan
diendapkan pada lingkungan neritik – batial.
Continental Breakup Sequence
Sedimentasi pada Jura Akhir ditandai oleh continental breakup dan pemekaran
lantai samudera. Sekuen ini terdiri dari batulempung dan serpih yang
diendapkan di neritik luar. Di sekuen ini, Formasi Manusela secara tidak
selaras ditutupi oleh serpih dan batulempung (Satuan Serpih Kola).
Ketidakselarasan ini disebabkan oleh continental breakup dan pemekaran
lantai samudera di utara Australian continental margin.
14
Passive Margin Sequence
Satuan Serpih Kola ditutupi secara tidak selaras oleh batuan mudstones,
kalsilutit, napal, rijang, batugamping merah, serpih pasiran, dan betugamping
terumbu yang dinamakan Perlapisan Nief (Gambar 5). Satuan ini diendapkan
pada Awal Kapur – Akhir Miosen. Perlapisan Nied memperlihatkan
perkembangan suatu cekungan pada saat berakhirnya masa continental breakup
atau disebut sebagai fase post-rift. Transgresi secara regional terjadi di Pulau
Seram pada saat itu. Margin terluar dari Lempeng Australia bergerak secara
cepat dari zona neritik dalam, outer-shelf, shelf slope, dan lingkungan batial.
2. Seri Seram
Miosen Akhir merupakan fase kritis dari evolusi geologi dan tektonik dari
Pulau Seram. Pada saat itu terjadi kolisi besar antara Lempeng Australia yang
bergerak ke utara, Lempeng Eurasia yang bergerak ke timur, dan Lempeng
Pasifik yang bergerak ke barat, kemudian menghasilkan sesar naik yang besar
di Pulau Seram.
Pada awal sesar naik dan pengangkatan orogenesa yang cepat, terjadi gravity
slide/slump unit yang menghasilkan diendapkannya Kompleks Salas secara
tidak selaras di atas Seri Australia. Kompleks Salas diendapkan di outer shelf –
bathyal, yang terdiri dari batulempung, mudstones, dan mengandung klastik,
bongkah, dan blok dari batuan sebelum mengalami pengangkatan. Selain
Kompleks Salas, erosi dari pengangkatan batuan di Pulau Seram ini juga
menyebabkan diendapkannya Formasi Wahai yang berupa endapan klastik di
outer shelf – bathyal pada Pliosen – Awal Pleistosen. Di atas Formasi Wahai,
15
terdapat Formasi Fufa yang merupakan endapan laut dangkal (zona neritik)
dari erosi ketika proses pengangkatan masih berlangsung pada Awal
Pleistosen. Formasi Wahai terdiri dari mudstones, batulempung, batupasir,
batulanau, konglomerat, dan batugamping.
F. Geologi Regional Kepulauan Seram
Geologi Buru dan Seram telah dipaparkan oleh van Bemmelan (1949), Audley-
Charles, dkk., (1979), Tjokrosapoetro dan Budhitrisna (1982). Peneliti
terdahulu telah melihat bahwa komplek Wahlua dari Buru dan Komplek
Tehoru dari Seram termetamorfosis selama pre-triassic (Akhir Paleozoik) dan
dominan tersusun atas graphilitic metapelites dan arkosic quartzites berasal
dari sedimen immature yang mengindikasikan asal benua (Tjorosapoetro dan
Budhitrisna 1982, Audley-Charles, dkk., 1979).
Haile (1979) menyusun sejarah metamorfisme dari sayatan Komplek Wahlua
di tenggara Buru sepanjang sungai Luhira dan sayatan Komplek Tehoru di
Seram bagian Tengah. Buru dan Seram bagian Tengah masing-masing
menunjukan zoning progadasi menuju utara. Dengan tidak adanya
metamorfisme regional pada sedimen Trias Buru dan Seram, Komplek Wahlua
dan Tehoru yang diperkirakan berasal dari sabuk metamorfik Pra-Trias yang
sama. Dari sudut pandang ini dan sesuai dengan rotasi 980 berlawanan dari
seram sejak Akhir Trias (Haile, 1981). Daerah di timur dari semenanjung York,
bekas perpanjangan dari orogenesa Paleozoik Timur-Selatan Australia
merupakan asal dari mikroplate Buru-Seram. Lokasi pengukuran gayaberat
16
melewati beberapa jenis batuan dan patahan. Untuk lebih jelas terlihat pada
Gambar 6.
Gambar 6. Peta Geologi Regional Pulau Seram
Berikut penjelasan dari batuan yang terlewati pada pengukuran gayaberat.
1. JKu
Batuan beku Ultramafik, seperti batuan serpentinit, piroksenit dan dunit
berwarna kelabu tua, kehijauan sampai kehitaman. Batuan ini tersingkap di
sebelaha tenggara dan selatan Pulau Seram, Pulau Tibor, Pulau Watubela
dan Pulau Gorong. Terdapat pula bongkahan asing di dalam Komplek Salas
(Tmps) (Audley-Charles, 1975).
2. KTn
Komplek Nif yang memiliki batuan kalsilutit, serpih dan napal yang tidak
dapat dipisahkan. Audley-Charles (1975) meneliti himpunan batuan yang
17
terdiri dari kalsilutit, serpih dan napal tersebut di Nif dan menyatukan
ketiganya menjadi satu satuan stratigrafi yang telah mengalami
penggerusan setempat. Sehingga satuan ini diberi nama satuan Nif Beds.
Berusia kapus Akhir- Miosen Akhir.
3. Ks
Formasi Sawai, memliki batuan kalsilutit berwarna putih sampai
kekuningan. Pada lembar Bula-Wakutibela formasi ini tersingkap di
Gunung Teri (ujung tenggara lembar) dan sebagian berupa bongkahan
asing dalam komplek Salas (Tmps). Hubungan satuan ini dengan batuan
berumur Trias-Jura tidak jelas, namun menurut Van der Sluis (1950) tidak
selaras. Lokasi tipe formasi ini terdapat di Teluk Sawai di Lembar Masohi
(Tjokrosapoetro, dkk., 1993).
4. PTRt
Kompleks Tehoru meliputi batuan filit, batusabak, sekis, psamitmeta dan
batugamping. Komplek Tehoru berasal dari batuan klasitika tipe flis dan
sebagian kecil berasal dari batuan beku dan gunung api berkomposisi basa.
Komplek ini berhubungan secara tektonik dengan batuan basa serta ditutupi
secara tak selaras oleh formasi Kanikeh. Dengan Kompleks Saku, Komplek
Tehoru terhubung secara tidak selaras maupun tektonik.
5. Pzta
Kompelk Taunusa meliputi batuan sekis, gneiss, ampiholit, kuarsit, filit.
Umur kompleks ini tidak dapat ditentukan karena tidak ada fosil yang
18
ditemukan. Paling tidak berumur Paleozoikum. Kompleks ini berhubungan
secara bertahap maupun tektonik dengan Komplek Tehoru dan secara
tektonik batuan ultramafik (Audley-Charles, dkk., 1975).
6. Qa
Batuan ini merupakan batuan endapan permukaan berupa batuan lanau,
lumpur, kerikil dan kerakal. Sebaran di daerah pantai dan sekitar muara
sungai-sungai besar. Seperti Teluk Elpaputih, dataran rendah bagian utara
sebelah timur Teluk Saleman. Endapan Aluvium sering bercampur dengan
humus dan gambut, terutama di daerah berawa.
7. Ql
Batugamping Koral memiliki batuan batugamping terumbu. Secara
penelitian ditemukan fosil Tridakna dan molusaka lainnya. Bagian bawah
sebagian konglomerat menutupi satuan-satuan yang lebih tua. Berdasarkan
kandungan fosil tersebut di atas umur satuan ini diduga Plitosen Akhir-
Holosen. Sebaran batuan ini meliputi pantai sekitar Lisabata, sebelah barat
teluk Soleman, dekat Wahai, sebelah selatan Masohi, Pulau Tujuh, Pulau
Haruku, Pulau Saparua dan Pulau Nusalaut.
8. Qpf
Formasi Fufa meliputi batupasir halus, batulanaum batugamping dan lensa
konglomerat serta gambut. Satuan ini tersingkap di sekitar Sungai
Masiwang dan sungai Semos dibagain timur Lambar Bula-Watubela dan
sekitar Fufa. Tebalnya melebihi 300m. lokasi tipe Formasi Fufa di sungai
19
Fufa, 10 km sebelah barat Bula, nama lain dari formasi ini adalah Fufa
Beds namun di dalamnya termasuk napal atau batuan yang berumur
Plistosen.
9. QPfl
Anggota batugamping Formasi Fufa terdiri dari batugamping berwarna
putih, padat, berlapis mengandung banyak kepingan koral dan ganggang.
Anggota batugamping ini dapat disetarakan dengan fasies karbonat
Formasi Fufa di daerah Bula (Zilman dan Paten, 1976).
10. TQf
Formasi Fufa yang memiliki batuan batupasir, napal, lanau, lempung,
konglomerat, batugamping dan gambut. Dalam formasi ini banyak
ditemukan fosil, terutama dalam batugamping dan napal antara lain,
Gunung Tumida, Gunung Tosaensis . Kumpulan fosil tersebut menunjukan
umur Plio-Plistosen dalam Tjokrosapoetro, dkk (1993). Lingkungan
pengendapan dari formasi terbut adalah laut dangkal sampai daratan, tebal
diperkirakan 350 m.
11. TRJm
Formasi Manusela yang meliputi batuan batugamping,rijang, kalsilutit,
sisipan napal dan batugamping oolit. Fosil yang terkandung berupa fosil
foraminifera dan ganggang yang berumur Tris Atas – Awal Jura (Audley-
Charles,dkk, 1979), di endapkan dalam lingkungan laut yang relatif
dangkal sampai dalam. Formasi Manusela selain berhubungan dengan
20
Formasi Kanikeh (TRJk) menindih secara selaras di atas Formasi Saku.
Tebal diperkirakan mencapai 1000 m. Lokasi pada tipe formasi ini adalah
di Pegunungan Manusela dan nama lainnya adalah Saman-saman
Limestone (Audley-Charles, dkk., 1979).
12. TRJk
Formasi Kanikeh meliputi batuan perulangan antara batupasir, batulanau,
serpih, rijang dan konglomerat yang merupakan sedimen tipe flysch.
Formasi ini telah mengalami perlipatan dan pensesaran yang kuat. Fosil
yang dijumpai antara lain Halobia Kwaluana, Halobia Krumbeck.
Berdasarkan fosil tersebut diduga memiliki umur Trias. Formasi ini
berhubungan dengan Formasi Manusela (TRJm) dan menindih secara tidak
selaras dengan Formasi Saku (TRs).
13. TRs
Kompleks Saku memiliki batuan meliputi batusabak, grewakemalih,
arkosah malih, batugamping dan konglomeratmalih.
14. Teh
Formasi Hatuolo memiliki batuan serpih pasiran berwarna merah bata-
kecoklatan, berlapis baik. Pada formasi ini memiliki umur Paleosen-Eosen
dan diduga terdapat endapan laut dangkal. Formasi ini tersingkap sedikit
dibagian selatan dan tengah Lembar Bula-Watubela.
21
15. Tmps
Kompleks Salas merupakan komplek tektonit yang terdiri dari massa dasar
lempung bersisik (sclayclay) dan bongkah-bongkah asing. Komplek ini
diklasifikasikan sebagai tektonik mélange dan sebagian kecil berupa
olistostrome (Tjokrosapoetrom dan Budhitrisna, 1982). Memilik umur yang
diperkirakan sekirat Miosen.
16. Toml
Formasi Lisabata memiliki batugamping, batugamping pasiran, batupasir,
napal dan serpih. Dari kandunga fosilnya memiliki umur Oligosen-Miosen
Tengah. Lingkungan pengendapan laut dalam atau mungkin sampai neritik.
Formasi ini tersingkap di pantai Teluk Saleman dan sebelah selatan
kampong Lisabata.
17. Toms
Formasi Selangor memiliki batuan meliputi batugamping di beberapa
tempat kalsilutit, napal dan bersisipan serpih. Formasi ini memiliki umur
Miosen Awal- Tengah. Lingkungan pengendapannya adalah laut dalam
bahkan mungkin neritik.
18. Tpav
Batuan Gunung Api Ambon yang meliputi batuan lava breksi vulkanik,
breksi tuf dan tuf. Riolit yang berwarna kelabu ditemukan di Pulau Haruku,
Pulau Ambon. Diduga batuan dasit dari Pulau Ambon menunjukan umur
4,35 juta tahun dan andesit 3,40-3,50 juta tahun.
22
19. Tpeh
Formasi Hatuolo meliputi batuan serpih, napal, batugamping dan lensa
rijang. Formasi ini memiliki umur Paleosen-Eosen. Lingkungan
pengendapan laut. Formasi ini selaras menindih Formasi Sawai (Ks). Tebal
pada formasi ini diperkirakan mencapai 500 m (Audley-Charles, dkk.,
1979).
20. Tpw
Formasi Wahai memiliki batuan napal, napal tufan, sisipan batugamping.
Umur pada formasi ini diperkirakan Pliosen Awal-Pliosen Akhir. Formasi
ini diendapkan di lingkungan relatif dalam makin ke atas lingkungan
pengendapan semakin dangkal.
G. Petroleum Sistem Kepulauan Seram
Menurut Norvick dan Tjokorsapoetro, 1979 petroleum sistem dari Kepulaua
Seram adalah sebagai berikut.
1. Source Rock
Potensi untuk hidrokarbon terutama dikendalikan oleh adanya batuan
induk (source rock). Tanpa pengisian sistem dari batuan induk ke reservoir
dalam perangkap, sistem petroleum tidak akan bekerja dengan baik,
kecuali ada sistem pengisian lainnya dari cekungan lain di dekatnya.
Batuan induk pra-Tersier tersebar luas di Timur Indonesia namun
akumulasi batuan sumber signifikan terutama terbatas pada tiga periode,
yaitu, Permian, Trias Akhir dan periode Jurassic Awal-Tengah. Terbukti
batuan induk Tersier diidentifikasi di daerah terlarang di Indonesia Timur,
23
namun telah terbukti menjadi produsen hidrokarbon produktif. Batuan
sumber Paleozoic-Mesozoikum sebagian besar berasal dari infra-
keretakan, sedangkan batuan Tersier sumber terkait dengan sedimen syn-
orogeny.
2. Reservoir rock
Batuan Reservoir berumur Mesozoikum dan Tersier. Mesozoikum
Reservoir tersusun atas batu pasir dan batuan karbonat, sedangkan batu
Tersier terdiri dari batugamping dan batupasir Miosen serta batupasir
Pliosen. Geometri batugamping terutama adalah berupa platform dan
pengangkatan. Porositas adalah tipe sekunder karena adanya dissolution
dan cracking .
3. Trap dan Seal
Perangkap di Seram Basin dikontrol terutama oleh struktural yang meliputi
sesar naik dan normal, sedangkan adanya minoritas perangkap stratigrafi
berupa pengangkatan karbonat. Untuk seal rock, sistem petroleum di
Indonesia Timur sebagian besar dipengaruhi oleh margin shale pasif dan
syn-orogensis. Jenis batu ini biasanya disimpan dalam lingkungan
pengendapan yang luas dan karena itu dapat bertindak sebagai seal rock.
4. Migration
Ladang minyak Oseil dan Bula, dan merembes hingga sepanjang Nief
Gorge, dengan trend 040 °, menunjukkan akhir Triassic ke sistem sumber
Jurassic awal. Model struktural menunjukkan burial Pleistosen cepat dan
24
pemanasan dengan overthrusting, sehingga sistem aktif saat ini. Dalam hal
hidrokarbon, bisa dimungkinan lebih dari adanya sistem Manusela
Carbonate sendiri tetapi ada juga dari Upper Nief duplexes dan perangkap
struktural stratigrafi berada di batupasir reservoir Jurassic Tengah. Pola
migrasi minyak dan gas di daerah telitian, mengikuti jalur migrasi lateral
melewati media batuan porous yang dikontrol oleh slope lapisan ke arah
tinggian serta jalur patahan (Audley – Charles, dkk., 1979).
1
III. TEORI DASAR
A. Metode Gayaberat
Gayaberat adalah salah satu metode dalam geofisika yang dipilih dalam
penelitian ini karena aplikasi metode ini adalah studi geologi regional bawah
permukaan sehingga dapat menggambarkan struktur geologi bawah permukaan
yang lebih baik dibandingkan metode geofisika lainnya. Prinsip metode ini
berdasarkan anomali gayaberat yang muncul karena adanya variasi rapat masa
batuan yang menggambarkan adanya struktur geologi di bawah permukaan
bumi. Adanya variasi rapat masa batuan di suatu tempat dengan tempat lain,
akan menimbulkan medan gayaberat yang tidak merata dan perbedaan inilah
yang terukur di permukaan bumi. Perbedaan medan gayaberat yang relatif kecil
inilah maka digunakan alat ukur yang mempunyai ketelitian yang cukup tinggi.
Alat ukur yang sering digunakan adalah Gravimeter.
Di setiap tempat di permukaan bumi, nilai percepatan gayaberat bumi
dipengaruhi oleh 5 faktor seperti lintang, ketinggian, topografi di setiap titik
pengukuran, interaksi bumi dengan matahari dan bulan (pasang-surut), serta
perbedaan (variasi) rapat massa batuan di bawah permukaan bumi. Perbedaan
(variasi) rapat massa batuan di bawah permukaan bumi merupakan satu-
26
satunya faktor yang signifikan dalam eksplorasi gayaberat dan pada umumnya
memiliki yang sangat kecil dibandingkan kombinasi keempat faktor lainnya.
Dasar teori yang digunakan dalam metode gayaberat ini adalah Hukum Newton
tentang gayaberat bumi.
B. Konsep Dasar Metode Gayaberat
1. Gayaberat
Teori yang paling mendasar dalam metode gayaberat adalah hukum Newton
tentang gaya tarik menarik antara benda dengan masa tertentu yang dapat
dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Gaya tarik menarik antara dua benda.
Kedua benda tertentu yang dipisahkan oleh jarak tertentu akan memiliki gaya
tarik menarik yang besarnya dinyatakan oleh persamaan berikut
(Grandis,2009):
�⃑⃑� (𝒓) = 𝑮𝒎𝟏𝒎𝟐
𝑹𝟐 �̂� (1)
dimana :
𝐹 (𝑟) : gaya tarik menarik (N)
𝐺 : konstanta Gayaberat Universal (6,67 x 10-11 m3 kg s-2)
27
m1 , m2 : massa benda 1 dan massa benda 2 (kg)
R : jarak antara dua buah benda (m)
�̂� : vector satuan (m)
2. Percepatan gayaberat
Newton juga mendefinisikan hubungan antara gaya dan percepatan. Hukum II
Newton tentang gerak menyatakan gaya sebanding dengan perkalian massa
benda dengan percepatan yang dialami benda tersebut.
𝑭 = 𝒎𝒂 (2)
Dimana 𝑎 adalah percepatan yang indentik dengan percepatan gayaberat g,
sehingga persamaan (1) dapat ditulis :
�⃑⃑� (𝒓) = 𝑮𝒎𝟏𝒎𝟐
𝑹𝟐 �̂� = 𝒎𝟐 g (𝒓) (3)
Besarnya medan gayaberat di titik m2 akibat massa titik m1 yang berjarak r
adalah:
g (𝒓) = 𝑮𝒎𝟏
𝑹𝟐�̂� (4)
Terlihat bahwa besarnya gayaberat g berbanding lurus dengan massa m, yaitu
perkalian antara densitas 𝜌 dengan volume benda, sehingga besarnya gayaberat
terukur merupakan pencerminan dari densitas dan volume massa tersebut.
Dalam kenyataannya, bentuk bumi tidak bulat, tetapi berbentuk elipsoid ( agak
pepat pada kutubnya). Dengan demikian, variasi gayaberat di setiap titik
permukaan bumi dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu:
28
1. Lintang
2. Topografi
3. Pasang surut
4. Variasi rapat massa bawah permukaan
a. Potensial gayaberat distribusi massa
Potensial gayaberat adalah energi yang diperlukan untuk memindahkan suatu
massa dari suatu titik ke titik tertentu. Suatu benda dengan massa tertentu
dalam sistem ruang akan menimbulkan medan potensial di sekitarnya.
Dimana medan potensial bersifat konservatif, artinya usaha yang dilakukan
dalam suatu medan gayaberat tidak tergantung pada lintasan yang
ditempuhnya tetapi hanya tergantung pada posisi awal dan akhir (Rosid,
2005). Gayaberat merupakan sebuah vektor yang arahnya sepanjang garis
yang menghubungkan pusat dari dua buah massa. Gaya ini menimbulkan
suatu medan yang konservatif yang dapat diturunkan dari suatu potensial
skalar dengan hubungan sebagai berikut.
𝒈 = 𝛁𝑼(�⃑� ) (5)
Persamaan diatas mengikuti konvensi oleh Kellog tahun 1953, yang
menyatakan potensial gayaberat ialah usaha yang dilakukan oleh medan
gayaberat pada partikel uji dan negatif dari energi potensial partikel.
Beberapa buku menetapkan potensial gayaberat sebagai usaha yang
dilakukan partikel uji, sehingga dalam persamaan (5) ditulis:
29
𝒈 = −𝛁𝑼(�⃑� ) (6)
Fungsi U pada persamaan di atas disebut potensial gayaberat, sedangkan
percepatan gayaberat g merupakan medan potensial. Tanda minus menandakan
bahwa arah gayaberat menuju ke titik yang dituju.
Dengan mengasumsikan bumi dengan massa M bersifat homogen dan
berbentuk bola dengan jari-jari R, potensial gayaberat di permukaan dapat
didefinisikan dengan persamaan:
𝜵𝑼(�⃑� ) = − 𝑭(�̅�)
𝒎𝟐= −𝒈(�⃑� ) (7)
𝑼(�⃑� ) = ∫ (𝛁𝑼) ∙ 𝒅𝒓 = −∫ 𝒈 ∙ 𝒅𝒓𝒓
∞
𝒓
∞ (8)
𝑼(𝒓) = −𝑮𝒎∫𝒅𝒓
𝒓𝟐 = 𝑮𝒎
𝒓
𝒓
∞ (9)
Potensial total gayaberat bersifat penjumlahan sedangkan potensial gayaberat
distribusi massa yang kontinu atau benda yang berdimensi yaitu dalam ruang
bervolume V dengan rapat massa dengan rapat massa yang konstan
ditunjukkan pada Gambar 8.
Gambar 8. Potensial Massa Tiga Dimensi (Telford dkk.,1990)
30
Berdasarkan Persamaan (9), potensial yang disebabkan oleh elemen massa dm
pada titik (x, y, z) dengan jarak r dari P(0, 0, 0) adalah:
𝒅𝑼 = 𝑮𝒅𝒎
𝒓= 𝑮𝝆
𝒅𝒙𝒅𝒚𝒅𝒛
𝒓 (10)
dimana:
𝜌 (x,y,z) adalah densitas
r2 = x2 + y2 + z2.
Potensial total dari massa adalah:
𝑼 = 𝑮∫ ∫ ∫𝝆
𝒓𝒛𝒚𝒙𝒅𝒙𝒅𝒚𝒅𝒛 (11)
karena g adalah percepatan gayaberat pada sumbu z (arah vertikal) dan dengan
asumsi 𝜌 konstan, maka:
𝒈 = −(𝝏𝑼
𝝏𝒛) = 𝑮𝝆∫ ∫ ∫
𝒛
𝒓𝟑𝒛𝒚𝒙𝒅𝒙𝒅𝒚𝒅𝒛 (12)
b. Satuan Gayaberat
Satuan gayaberat g yang menyatakan percepatan gayaberat dalam sistem
MKS adalah m/s2 dan dalam sistem CGS adalah cm/s2.. Pengukuran
percepatan gayaberat pertama kali dilakukan oleh Galileo.
Untuk menghormati Galileo, kemudian didefinisikan :
1 Gall = 1 cm/s2 = 10-2 m/s2 (dalam CGS)
31
Satuan anomali gayaberat dalam kegiatan eksplorasi diberikan dalam orde
miligall (mGal):
1 mGall = 10-3 Gall
1 μGall = 10-3 mGall = 10-6 Gall = 10-8 m/s2
Dalam satuan MKS, gayaberat diukur dalam g.u. (gravity unit) atau μm/s2
(Octonovrilna, 2009):
1 mGall = 10 g.u. = 10-5 m/s2
Pengukuran Gayaberat
a. Pengukuran absolut
Pengukuran absolut biasanya dilakukan di laboratorium-laboratorium.
Pengukuran ini jarang sekali dilakukan karena banyak kendala-kendala yang
sangat mempengaruhi hasil pengukuran dan juga melibatkan banyak faktor
maupun alat. Cara mengukur menggunakan pengukuran absolut : pendulum,
jatuh bebas, gravimeter.
b. Pengukuran relatif
Pada penelitian gayaberat, pengukuran relatif merupakan pengukuran yang
lebih umum dan mudah dilakukan. Pengukuran ini dilakukan dengan
membandingkan hasil pengukuran titik yang tidak diketahui nilai gayaberatnya
dengan titik yang sudah diketahui yang telah diikat pada titik-titik referensi
32
C. Koreksi-Koreksi Pada Metode Gayaberat
Dalam memproses data metode gayaberat, terdapat beberapa koreksi-koreksi
yang harus dilakukan untuk mereduksi noise-noise yang ditimbulkan. Adapun
koreksi-koreksi tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Koreksi apungan (drift correction)
Koreksi ini dilakukan akibat adanya perbedaan pembacaan nilai gayaberat di
stasiun yang sama pada waktu yang berbeda karena adanya guncangan pegas
alat gravimeter selama proses transportasi dari suatu stasiun ke stasiun lainnya.
Dn = 𝒈𝒔𝒕 (𝒏)−𝒈𝒔𝒕 (𝟏)
𝑻𝑵−𝑻𝟏 (𝑻𝒏 − 𝑻𝟏) (13)
dimana :
Dn = drift pada stasiun ke – n
gst(n) = gayaberatterkoreksi tidal pada stasiun ke – n
gst(1) = gayeberat terkoreksi tidal pada stasiun ke – 1
TN = waktu pengukuran stasiun akhir loop
T1 = waktu pengukuran stasiun awal
Tn = waktu pengukuran stasiun ke - n
b. Koreksi bacaan alat
Koreksi bacaan alat adalah koreksi yang dilakukan apabila terjadi kesalahan
dalam pembacaaan alat gayaberat yang digunakan. Rumus umum dalam
pembacaan alat dapat ditulis:
Read (mGal) = ((Read (scale)-Interval) x Counter Reading) + Value in mGal
33
c. Koreksi Pasang Surut (tide correction)
Koreksi ini dilakukan untuk menghilangkan pengaruh gayaberat benda-benda
di luar bumi seperti bulan dan matahari yang berubah terhadap lintang dan
waktu. Untuk mendapatkan nilai pasang surut ini maka dilihatlah perbedaan
nilai gayaberat stasiun dari waktu ke waktu terhadap base. Gayaberat
terkoreksi tidal dapat ditulis:
gst = gs± t (14)
Dimana :
gst = gayaberat terkoreksi pasang surut (tidal)
gs = gayaberat pada pembacaan alat
t = nilai koreksi pasang surut (tidal)
d. Koreksi lintang (G.normal)
Koreksi ini dilakukan karena bentuk bumi yang tidak sepenuhnya bulat
sempurna, tetapi pepat pada daerah ekuator dan juga karena rotasi bumi. Hal
tersebut membuat adanya perbedaan nilai gayaberat karena pengaruh lintang
yang ada di bumi. Secara umum gayaberat terkoreksi lintang dapat ditulis:
g(ø) = 978031,846 (1+0,0053024sin2ø + 0,0000058sin22ø) (15)
e. Koreksi Udara Bebas (free air correction)
Koreksi ini dilakukan untuk mengkompensasi ketinggian antara titik
pengamatan dan datum (mean sea level). Koreksi ini dapat ditulis:
FAC = -0,3086 x h (16)
dimana :
FAC = koreksi udara bebas
34
h = ketinggian permukaan dari datum (msl) satuan meter
Titik amat P pada ketinggian h terhadap permukaan acuan dapat dilihat pada
Gambar 9.
P
h
Geoid
Po
Gambar 9. Titik Amat P Pada Ketinggian H Terhadap Permukaan
Acuan (Telford, dkk., 1990)
i. Koreksi Bouguer
Koreksi ini dilakukan untuk menghilangkan pengaruh adanya massa dari
datum sampai ketinggian titik pengukuran. Koreksi ini dapat ditulis dengan
rumus :
BC = 0,04193 x ρ x h (17)
dimana :
BC = koreksi Bouguer
ρ = densitas batuan (gr/cc)
h = ketinggian dari atas permukaan laut (meter)
j. Koreksi medan (terrain correction)
Koreksi medan mengakomodir ketidakteraturan pada topografi sekitar titik
pengukuran. Pada saat pengukuran, elevasi topografi di sekitar titik
35
pengukuran, biasanya dalam radius dalam dan luar diukur elevasinya.
Sehingga koreksi ini (Telford dkk., 1990) dapat ditulis :
TC = Gρø[(r2 – r1) + √𝒓𝟏𝟐 + 𝑯𝟐 − √𝒓𝟐𝟐 + 𝑯𝟐] (18)
dimana :
TC = gayaberat terkoreksi medan
G = konstanta gayaberat umum
ρ = densitas batuan
ø = sudut sektor (radian)
r1 = jari-jari radius dalam
r2 = jari-jari radius luar
H = beda tinggi titik amat dengan tinggi rata-rata sektor
D. Anomali Bouguer
Anomali Bouguer (dinamai oleh Pierre Bouguer ) pada metode gayaberat
disebabkan oleh benda anomali baik yang berada dekat dengan permukaan
maupun yang jauh dari permukaan bumi. Karena tujuan eksplorasi geofisika
pada umumnya untuk mempelajari struktur yang dekat permukaan (cekungan
hidrokarbon, reservoir panas bumi, sumber daya alam, struktur geologi), maka
berbagai usaha telah dilakukan untuk memisahkan efek residual dari efek
regional.
Anomali Bouguer merupakan selisih antara harga gayaberat pengamatan
(𝒈𝒐𝒃𝒔) dengan harga gayaberat teoritis (𝒈𝒏) yang didefinisikan pada titik
36
pengamatan bukan pada bidang referensi, baik elipsoid maupun muka laut rata-
rata. Selisih tersebut merefleksikan variasi rapat massa yang terdapat pada
suatu daerah dengan daerah sekelilingnya ke arah lateral maupun ke arah
vertikal.
Anomali Bouguer dapat bernilai positif ataupun negatif. Nilai anomali positif
mengindikasikan adanya kontras densitas yang besar pada lapisan bawah
permukaan biasanya ditemukan pada survey di dasar samudera. Anomali
negatif menggambarkan perbedaan densitas yang kecil dan pada umumnya
didapat pada saat survei gayaberat di darat.
Setelah dilakukan koreksi terhadap data percepatan gayaberat hasil pengukuran
maka akan diperoleh persamaan anomali percepatan gayaberat (Blakely, 1996)
yaitu:
1. Anomali Bouguer Sederhana (ABS)
𝑨𝑩𝑺 = 𝒈𝒐𝒃 − 𝒈𝒏 + 𝟎. 𝟑𝟎𝟖𝟔𝒉 − 𝟎. 𝟎𝟒𝟏𝟗𝟑𝝆𝒉 (19)
2. Anomali Bouguer Lengkap (ABL)
𝑨𝑩𝑳 = 𝒈𝒐𝒃 − 𝒈𝒏 + 𝟎. 𝟑𝟎𝟖𝟔𝒉 − 𝟎. 𝟎𝟒𝟏𝟗𝟑𝝆𝒉 + 𝑻𝑪 (20)
E. Analisis Spektrum
Analisis spektrum dilakukan untuk mengestimasi lebar jendela (digunakan
pada moving average) serta estimasi kedalaman anomali gayaberat. Analisis
37
spektrum dilakukan dengan cara mentransformasi Fourier lintasan yang
telah ditentukan pada peta kontur Anomali Bouguer Lengkap. Secara umum,
suatu transformasi Fourier adalah menyusun kembali/mengurai suatu bentuk
gelombang sembarang ke dalam gelombang sinus dengan frekuensi bervariasi
dimana hasil penjumlahan gelombang-gelombang sinus tersebut adalah
bentuk gelombang aslinya. Untuk analisis lebih lanjut, gelombang-
gelombang sinus tersebut didisplay sebagai fungsi dari frekuensinya. Secara
otomatis, hubungan antara gelombang s(t) yang akan diidentifikasi gelombang
sinusnya atau input dan S(f) sebagai hasil transformasi Fourier diberikan oleh
persamaan berikut :
S ( f ) ∫ 𝒔(𝒕)𝒆−𝒋𝟐𝝅𝒇𝒕𝑨=𝝅𝒓𝟐𝒅𝒕
∞
−∞
(21)
dimana j = √−-1
Pada metode gayaberat, spektrum diturunkan dari potensial gayaberat yang
teramati pada suatu bidang horizontal dimana tranformasi Fouriernya sebagai
berikut (Blakely, 1996) :
𝑭(𝑼) = 𝜸 𝝁 𝑭 (𝟏
𝒓) dan 𝑭 (
𝟏
𝑹) = 𝟐𝝅
𝒆|𝒌|(𝒛
𝟎−𝒛𝟏)
|𝑲| (22)
Dimana, U = potensial gayaberat
= konstanta gayaberat
= anomali gayaberat
r = jarak
sehingga persamaannya menjadi :
38
𝑭(𝑼) = 𝟐𝝅 𝜸 𝝁 𝒆|𝒌|(𝒛𝟎−𝒛𝟏)
|𝒌| (23)
Berdasarkan persamaan 20, transformasi Fourier anomali gayaberat yang
diamati pada bidang horizontal diberikan oleh:
𝑭(𝒈𝒁) = 𝜸 𝝁 𝑭 (𝝏
𝝏𝒛
𝟏
𝒓)
= 𝜸 𝝁 𝝏
𝝏𝒛 𝑭 (
𝟏
𝒓)
𝑭(𝒈𝒛 ) = 𝟐𝝅 𝜸 𝝁 𝒆|𝒌|(𝒛𝟎−𝒛𝟏) (24)
dimana, gz = anomali gayaberat
z0 = ketinggian titik amat
k = bilangan gelombang
z = kedalaman benda anomali
Jika distribusi rapat massa bersifat random dan tidak ada korelasi antara masing-
masing nilai gayaberat, maka μ = 1, sehingga hasil transformasi Fourier
anomali gayaberat menjadi :
𝑨 = 𝑪 𝒆|𝒌|(𝒛𝟎−𝒛𝟏) (25)
dimana, A = amplitudo
C = konstanta
39
Estimasi lebar jendela dilakukan untuk menentukan lebar jendela yang akan
digunakan untuk memisahkan data regional dan residual. Untuk mendapatkan
estimasi lebar jendela yang optimal dilakukan dengan cara menghitung
logaritma spektrum amplitudo yang dihasilkan dari transformasi Fourier pada
persamaan 14 sehingga memberikan hasil persamaan garis lurus. Komponen k
berbanding lurus dengan spektrum amplitudo.
𝒍𝒏𝑨 = (𝒛𝟎 − 𝒛𝟏)|𝒌| (26)
Dari persamaan garis lurus di atas, melalui regresi linier diperoleh batas antara
orde 1 (regional) dengan orde 2 (residual) Gambar 10, sehingga nilai k pada
batas tersebut digunakan sebagai batas penentu lebar jendela. Hubungan
panjang gelombang λ dengan k diperoleh dari persamaan (Blakely, 1996) :
𝒌 = 𝒂𝝅
𝝀
𝒌 = (𝑵 − 𝟏)∆𝒙 (27)
dimana, N = lebar jendela, maka didapatkan nilai estimasi lebar jendela.
Gambar 10. Kurva Ln A terhadap k (Blakely, 1996)
40
Untuk estimasi kedalaman didapatkan dari nilai gradien persamaan garis lurus
dari masing-masing zona.
F. Pemisahan Anomali Regional Dan Residual Dengan Metode Moving
Average dan Second Vertical Derivative (SVD)
Anomali gayaberat yang terukur dipermukaan merupakan penjumlahan dari
semua kemungkinan sumber anomali yang ada di bawah permukaan dimana
salah satu nya merupakan target ‘event’ dari eksplorasi. Sehingga untuk
kepentingan interpretasi, target ‘event’ harus dipisahkan dari target lain nya.
Jika target ‘event’ adalah anomali resiudal, maka target lainnya adalah anomali
regional dan noise nya. Secara sederhana, dari segi lebar anomali, noise akan
memiliki lebar anomali lebih kecil dari target (residual), sedangkan regional
lebih besar dari residual berdasarkan kedalaman, noise akan lebih dangkal dari
residual, sedangkan regional lebih dalam.
Anomali regional berasosiasi dengan kondisi geologi umum yang dominan
pada daerah penelitian, biasanya dicirikan oleh anomali berfrekuensi rendah.
Anomali local/residual yang umumnya berfrekuensi tinggi mengandung
informasi mengenai sumber anomali dangkal. Penelitian ini mengaplikasikan
kontinuasi ke atas (upward continuation) dan filter panjang gelombang pada
data geomagnetik sintetik.
Untuk memisahkan anomali regional dan residual dari anomali Bouguer
lengkap, dilakukan beberapa metode yang akan dijelaskan yakni metode
moving average dan metode second vertical derivative.
41
1. Moving Average
Penurunan dengan metode ini adalah secara tidak langsung karena keluaran
dari moving average adalah regionalnya. Sehingga residual didapat dengan
mengurangkan regionalnya terhadap anomali hasil pengukurannya (data ini
sebagai input dalam prosesnya). Jika dianalisa dari spektrum nya, karakter dari
teknik moving average sama dengan ‘low pass filter’, sehingga output dari
proses ini adalah frekuensi rendah dari anomali Bouguer yang
memperlihatkan anomali regionalnya. Selanjutnya anomali residual dihasilkan
dengan mengurangkan anomali regional terhadap anomali Bouguer nya.
Secara matematis persamaan moving average untuk 1 dimensi adalah sebagai
berikut :
∆𝒈𝒓𝒆𝒈(𝒊) = ∆𝒈(𝒊−𝒏)+⋯+∆𝒈(𝒊)+⋯+∆𝒈(𝒊+𝒏)
𝑵 (28)
dimana,
i = nomor stasiun
N = lebar jendela
∆𝑔𝑟𝑒𝑔 = besarnya anomali regional
Setelah didapatkan Δgreg , maka harga ΔTresidual dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut :
Δgresidual = Δg - Δgreg (29)
dimana,
Δgresidual = besarnya anomali residual
Δg = besarnya anomali Bouguer
42
Δgreg = besarnya anomali regional.
Persamaan tersebut merupakan dasar dari metode ini, dari persamaan
tersebut akan dapat dihitung nilai anomali regional pada sebuah titik
penelitian. Dimana nilai anomali regional pada sebuah titik penelitian, sangat
tergantung pada nilai anomali yang terdapat di sekitar titik penelitian. Sehingga
nilai anomali regional pada sebuah titik merupakan hasil rata-rata dari nilai
anomali-anomali di sekitar daerah penelitian (Purnomo, 2013).
2. Metode Second Vertical Derivative (SVD)
Metode ini digunakan untuk memunculkan sumber-sumber anomali yang
bersifat dangkal/lokal. Metode ini sangat bagus untuk mengetahui
diskontinuitas dari suatu struktur bawah permukaan, khususnya adanya patahan
pada suatu daerah survey. Secara teoritis metode ini diturunkan dari Persamaan
Laplace untuk anomali gayaberat di permukaan yang persamaannya dapat
ditulis :
𝛁𝟐. ∆𝒈 = 𝟎 (30)
Atau :
𝝏𝟐∆𝒈
𝝏𝒙𝟐+
𝝏𝟐∆𝒈
𝝏𝒚𝟐+
𝝏𝟐∆𝒈
𝝏𝒛𝟐
Sehingga second vertical derivativenya diberikan oleh :
𝝏𝟐∆𝒈
𝝏𝒛𝟐= −(
𝝏𝟐∆𝒈
𝝏𝒚𝟐+
𝝏𝟐∆𝒈
𝝏𝒙𝟐) (31)
Untuk data 1-D (data penampang) persamaan nya diberikan oleh :
43
𝝏𝟐∆𝒈
𝝏𝒛𝟐 =𝝏𝟐∆𝒈
𝝏𝒙𝟐 (32)
Persamaan SVD dan 1-D diatas menunjukkan bahwa second vertical derivative
dari suatu anomali gayaberat permukaan adalah sama dengan negatif dan
derivatif orde dua horizon. Artinya bahwa anomali second vertical derivative
dapat melalui derivatif horizontal yang secara praktis lebih mudah dikerjakan.
Beberapa filter second vertical derivative mempunyai respon amplitudo
(Elkins, 1951) seperti contoh dibawah ini :
1. SVD tipe Henderson & Zietz (1949)
0.00 0.00 -0.0838 0.00 0.00
0.00 1.00 -2.6667 1.00 0.00
-0.0838 -2.6667 17.00 -2.6667 -0.0838
0.00 1.00 -2.6667 1.00 0.00
0.00 0.00 -0.0838 0.00 0.00
2. SVD tipe Elkins (1951)
0.00 -0.0833 0.00 -0.0833 0.00
-0.0833 -0.0667 -0.0334 -0.0667 -0.0833
0.00 -0.0334 1.0668 -0.0334 0.00
-0.0833 -0.0667 -0.0334 -0.0667 -0.0833
0.00 -0.0833 0.00 -0.0833 0.00
3. SVD tipe Rosenbach (1953)
0.00 -0.0416 0.00 -0.0416 0.00
-0.0416 -0.3332 -0.75 -0.3332 -0.0416
0.00 -0.75 4.00 -0.75 0.00
-0.0416 -0.3332 -0.75 -0.3332 -0.0416
0.0 - 0.0416 0.00 -0.0416 0.00
G. Forward Modeling (Pemodelan Kedepan)
Forward modeling (pemodelan kedepan) adalah suatu metode interpretasi yang
memperkirakan densitas bawah permukaan dengan membuat terlebih dahulu
benda geologi bawah permukaan. Kalkulasi anomali dari model yang dibuat
44
kemudian dibandingkan dengan anomali Bouger yang telah diperoleh dari
survey gayaberat. Prinsip umum pemodelan ini adalah meminimumkan selisih
anomali pengamatan untuk mengurangi ambiguitas. Yang dimaksud benda dua
dimensi di sini adalah benda tiga dimensi yang mempunyai penampang yang
sama dimana saja sepanjang tak berhinggga pada satu koordinatnya. Pada
beberapa kasus, pola kontur anomali bouger adalah bentuk berjajar yang
mengidentifikasi bahwa penyebab anomali tersebut adalah benda yang
memanjang. Pemodelan dinyatakan dalam bentuk dua dimensi karena efek
gayaberat dua dimensi dapat ditampilkan dalam bentuk profil tunggal.
Pemodelan kedepan untuk menghitung efek gayaberat model benda bawah
permukaan dengan penampang berbentuk sembarang yang dapat diwakili oleh
suatu polygon berisi n dinyatakan sebagai integral garis sepanjang sisi-sisi
poligon (Talwani, dkk.,1959).
Forward Modelling merupakan proses perhitungan data dari hasil teori yang
akan teramati di permukaan bumi jika parameter model diketahui. Pada saat
melakukan interpretasi, dicari model yang menghasilkan respon yang cocok
dan fit dengan data pengamatan atau data lapangan. Sehingga diharapkan
kondisi model itu bisa mewakili atau mendekati keadaan sebenarnya.
Seringkali istilah forward modelling digunakan untuk proses trial and error.
Trial and error adalah proses coba-coba atau tebakan untuk memperoleh
kesesuaian antara data teoritis dengan data lapangan. Diharapkan dari proses
45
trial and error ini diperoleh model yang cocok responnya dengan data
(Grandis, 2009).
H. Inverse Modeling (Pemodelan ke Belakang)
Inverse Modelling adalah pemodelan berkebalikan dengan pemodelan ke
depan. Pemodelan inversi berjalan dengan cara suatu model dihasilkan
langsung dari data. Pemodelan jenis ini sering disebut data fitting atau
pencocokan data karena proses di dalamnya dicari parameter model yang
menghasilkan respon yang cocok dengan data pengamatan. Diharapkan
untuk respon model dan data pengamatan memiliki keseuaian yang tinggi,
dan ini akan menghasilkan model yang optimum
Gambar 10. Input Pengolahan Inverse Modeling (Supriyanto, 2007).
44
IV. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu Dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Pusat Survei Geologi, Badan Geologi, Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral, Bandung dan Laboratorium Teknik
Geofisika Universitas Lampung. Berikut jadwal kegiatan penelitian pada
tabel 1.
Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian
No Bentuk
Kegiatan Februari Maret April Mei Juni Juli
1 Studi Literatur
2
Pembuatan
Proposal Usul
Skripsi 3 Usul Skripsi
4 Prosesing Data
Gayaberat
5 Pembahasan
dan Analisis
6 Penyusunan
Hasil Skripsi
7 Seminar Hasil
Skripsi 8 Komprehensif
B. Diagram Alir Proses Data
Adapun diagram alir Penelitian Tugas Akhir adalah pada Gambar 11.
47
Gambar 11. Diagram Alir Penelitian
C. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam Penelitian Tugas Akhir adalah
sebagai berikut.
1. Laptop
2. Lembar Peta Geologi daerah Masohi dan Bula-Watubela
48
3. Software Surfer v13
4. Software Geosoft Oasis Montaj
5. Software Global Mapper v17
6. Software Matlab
7. Software Arc GIS v10.4
8. Software Microsoft Excel
D. Prosedur Pengolahan Data
1. Anomali Bouguer
Data yang diolah pada penelitian ini adalah data sekunder yang terlebih
dahulu telah dilakukan pengukuran di daerah Muna-Buton. Karena data yang
dipakai adalah data sekunder maka tidak perlu dilakukan koreksi lagi
sehingga data yang kita dapat adalah data anomali bouguer lengkap.
Selanjutnya data yang didapat dilakukan gridding di software geosoft oasis
montaj untuk menampilkan peta anomali bouguer yang kita inginkan. Besar
nilai grid yang dimasukan adalah berdasarkan grid space ketika pengukuran
di lapangan atau berdasarkan kedalaman atau keberadaan objek yang kita
cari.
2. Analisis Spektrum
Analisis spektrum bertujuan untuk memperkirakan kedalaman suatu benda
anomali gayaberat di bawah permukaan. Metode analisis spektrum
menggunakan Transformasi Fourier yang berguna untuk mengubah suatu
49
fungsi dalam jarak atau waktu menjadi suatu fungsi dalam bilangan
gelombang atau frekuensi. Dengan analisis spektrum dapat diketahui
kandungan frekuensi dari data, sehingga kedalaman dari anomali
gayaberat dapat diestimasi. Frekuensi rendah yang berasosiasi dengan
panjang gelombang panjang mengindikasikan daerah regional yang
mewakili struktur dalam dan luas. Sedangkan sebaliknya, frekuensi tinggi
yang berasosiasi dengan panjang gelombang pendek mengindikasikan
daerah residual (lokal) yang mewakili struktur dangkal dan umumnya
frekuensi sangat tinggi menunjukkan noise yang diakibatkan kesalahan
pengukuran, kesalahan digitasi, dan lain-lain. Dalam penelitian kali ini data
yang diambil sebanyak 6 lintasan untuk mewakili daerah yang kita inginkan.
Semua data yang didapat dari lintasan tersebut selanjutnya diolah di
Microsoft excel untuk mencari nilai ln A dan K yang nantinya digunakan
untuk mengetahui estimasi kedalaman yang kita cari. Setelah diinput ke
Microsoft excel data yang didapat dicari nilai FFT nya di software Matlab.
3. Pemisahan Anomali Regional dan Residual Pada Analisis Spektral
Anomali bouguer adalah nilai anomali gayaberat yang dihasilkan dari adanya
perbedaan densitas batuan atau hal lain pada daerah dangkal dan dalam di
bawah permukaan bumi. Efek yang berasal dari batuan dangkal dari
permukaan disebut anomali sisa atau anomali residual sementara anomali
dalam disebut anomali regional. Karena hal tersebut maka kita harus
melakukan pemisahan supaya objek yang kita cari dapat diidentifikasi lebih
baik lagi. Proses pemisahan dilakukan dengan metode moving average. Pada
50
proses pemisahan ini kita melakukannya dengan menggunakan lebar jendela
sebesar 9x9, lebar jendela tersebut didapat dari proses analisis spektrum yang
telah dilakukan sebelumnya.
4. Analisis Derivative
Anomali residual dan regional dari filtering moving average, maka akan
diketahui nilai anomali rendah memperlihatkan adanya batuan dengan kontras
rapat massa batuan yang lebih rendah (batuan sedimen) yang kemungkinan
sebagai cekungan sedimen pada daerah penelitian, sedangkan anomali tinggi
mencerminkan adanya batuan dengan kontras rapat massa lebih tinggi
(basement high) hal ini kemungkinan adalah tinggian yang membatasi sub-
cekungan satu dengan lainnya, untuk lebih menguatkan kedua hal tersebut
penulis melakukan analisis derivative untuk sebaran patahan pada daerah
penelitian, analisis derivative juga dilakukan untuk membantu dalam
pembuatan model 2D, analisis derivative yang digunakan pada penelitian ini
adalah turunan kedua anomali Bouguer atau Second Vertical Derivative
(SVD). Pada peta kontur SVD dibuat berdasarkan prinsip dasar dan teknik
perhitungan yang telah dijelaskan oleh Henderson & Zietz (1949), Elkins
(1951), dan Rosenbach (1953).
5. Pemodelan Bawah Permukaan
Pemodelan bawah permukaan dalam penelitian ini penulis menggunakan dua
metode, yaitu dengan metode forward modeling (2D) atau pemodelan ke
depan yang dibantu dengan perangkat lunak Geosoft dan inverse modeling
51
(3D) pemodelan ke belakang yang dibantu dengan perangkat lunak Geosoft
Oasis Montaj.
Forward modeling dilakukan dengan cara menginput data jarak dan data
anomali residual berdasarkan lintasan atau slice yang telah di tentukan pada
perangkat lunak Geosoft. Penentuan lintasan dalam penelitian ini penulis
menarik lintasan dengan melewati setiap deposenter dan tinggian
subcekungan yang telah ditentukan pada proses sebelumnya. Dimulai dengan
membuat poligon terlebih dahulu kemudian dibandingkan dengan anomali
hasil pengukuran, densitas yang sesuai dengan informasi geologi dijadikan
input untuk poligon dan rata-rata kedalaman bidang diskontinuitas dangkal
(residual) dan dalam (regional) yang telah diperoleh dari proses analisis
spektral digunakan sebagai acuan atau input pada saat menentukan batas
batuan dasar pada saat pemodelan, dari hasil pemodelan.
Inversi modeling merupakan pemodelan yang berkebalikan dengan
pemodelan ke depan. Pemodelan ini dilakukan dengan menginput data
anomali Bouguer lalu dilakukan inverse menggunakan Oasis Montaj.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian yang telah dilakukan
adalah:
1. Hasil interpretasi peta anomali Bouguer daerah Kepulauan Seram yang
memperlihatkan anomali tinggi pada umumnya menempati daerah bagian
selatan yang di interpretasikan sebagai batuan alas (basement) yang
muncul di permukaan atau dangkal, dan mempunyai nilai kontras rapat
massa tinggi, sedangkan anomali rendah pada umumnya menempati
daerah bagian utara dan tengah yang diinterpretasikan sebagai cekungan
sedimen.
2. Kedalaman rata-rata anomali sisa di daerah Kepuluan Seram berdasarkan
analisis spektrum adalah sekitar 1,9 km, yang menunjukkan kedalaman
rata-rata batuan alas (basement).
3. Hasil pemodelan dua dimensi penampang lintasan di daerah Kepuluan
Seram menunjukkan bahwa ketebalan rata-rata batuan sedimen Pra-Tersier
di daerah tersebut adalah sekitar 2,7 km dengan nilai kontras rapat massa
batuan sedimennya adalah 2,3 gr/cc, sedangkan batuan alas mempunya
85
nilai kontras rapat massa 2,7 gr/cc yang diinterpretasikan sebagai batuan
metamorf. Jumlah subcekungan sedimen yang dapat diduga dari analisis
anomali sisa data gayaberat adalah sebanyak lima.
4. Hasil pemodelan tiga dimensi daerah Kepulaun Seram menunjukan nilai
densitas sebesar 2,261 – 2,667 gr/cc.
5. Dari model tiga dimensi sub-cekungan dan analisis anomali Bouguer dapat
diketahui sub-cekungan A, B dan D menjadi sub-cekungan yang paling
baik atau potensial dilihat dari letak, ketebalan dan dimensi ukuran sebaran
denstitas rendah dari sub-cekungan Kepulauan Seram.
B. Saran
Adapun saran yang diberikan penulis pada penelitian ini adalah.
1. Agar dilakukan survei geofisika dan geologi lanjutan pada lokasi-lokasi
cekungan yang belum dikembangkan untuk kepentingan eksplorasi
hidrokarbon.
2. Supaya dilakukan pengukuran gayaberat lebih detail dengan ditunjang
oleh data geofisika lain, seperti Seismik dan data bor.
DAFTAR PUSTAKA
Audley-Charles, M.G, Carter, D.J dan Barber, A.J., 1975. Stratigraphic basis for the
interpretations of the Outer Banda Arc, Eastern Indonesia, Proc. Indon.
Petrol. Assoc., 3rd Ann. Conv., Jakarta, pp. 25-44
Audley-Charles, M.G, Carter, D.J dan Norvick, M.S., 1979. Reinterpretation of The
Geology of Seram : Report to British Petroleum Development Ltd dan
A.A.R, Ltd., Unpublished
Bammelen, V. R.W., 1949. The Geology of Indonesia. Vol. I A. The Hague,
Netherlands.
Barber, P., Carter, P., Fraser, T. Baillie, P dan Myers K., 2003. Paleozoic and
Mesozoic Petroleum System in Timor and Arafura Seas, Eastern Indonesia,
IPA Proceeding of 29th Annual Convention and Exhibition, Jakarta, Oct 14 –
16.
Blakely, R.J., 1996. Potential Theory in Gravity and Magnetic Applications.
Cambridge University Press. Cambridge
Dadan D. Wardhana, Kamtono danKarit L. G., 2016. Struktur Tinggian Di Sub
Cekungan Majalengka Berdasarkan Metode Gayaberat. Ris.Geo.Tam Vol.
26, No.2, Desember 2016 h. 85-99
Elkins, T.A., 1951. The Second Derivative Method of Gravity Interpretation,
Geophysics, v.23, h.97-127.
87
Grandis, H., 2009. Pengantar Pemodelan Inversi Geofisika. HAGI. Jakarta
Haile N.S., 1979. Paleomagnetic evidence for the rotation of Seram, Indonesia. In :
S. UYEDA, R.W. MURPHY & K. KOBAYASHI, Eds., Geodynamic of the
western Pacific. – Advance in Earth and Planet. Scie., 6, 191-198.
Haile ,N.S., 1981. Paleomagnetic evidence and the geotectonic history and
paleogeography of eastern Indonesia. In : A.J. BARDER & S.
WIRYUSUJONO, Eds., The geology and tectonics of eastern Indonesia. –
Indon. Geol. Res. Dev. Centre, Spe. Publ., 2, 81-87.
Karit L. G., Dadan D. Wardhana, Praptisih, Yayat. dan Kamtono. 2009. Aplikasi
Pendekatan Metode Gayaberat Dalam EksplorasiHidrokarbon: Studi Geologi
Bawah Permukaan Daerah Cekungan Jawa TimurUtara Segmen Lamongan.
Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Puslit Geoteknologi – Lipi 2009.
ISBN: 978‐ 979‐ 8636‐ 16‐ 5
Koesoemadinata, R. P., 1985. Prinsip-prinsip Sedimentasi, Catatan Kuliah, Jurusan
Teknik Geologi ITB
Norvick,M.S dan Tjokorsapoetro, S., 1979. Reinterpretation of Geology of Seram :
Implication for The Banda Arcs and Northern Australia, In Barber, A. J,
Wiryosujono, The Geology and Tectonis of Eastern Indonesia, Special
Publication. Pg, 217-238.
Octonovrilna, L., 2009. Analisa Perbandingan Anomaly Gravitasi dengan persebaran
intrusi air asin (Studi kasus Jakarta 2006-2007). Jurnal Meteorologi dan
Geofisika Vol.10 No.1 : AMG
Purnomo, J., 2013. Pemisahan Anomali Regional-Residual pada Metode Gravitasi
Menggunakan Metode Moving Average, Polynomial dan Inversion. ISSN
:2089-0133. Indonesian Journal of Applied Physics (2013) Vol.3 No.1.
Rosid, S., 2005. Gravity Method in Exploration Geophysics. Universitas Indonesia,
Depok.
88
Santi, L.D , Imam, S., dan Panggabean, H., 2010. Delineasi Cekungan Busur Muka
Simeulue Berdasarkan Data Anomali Gayaberat. Jurna Sumber Daya
Mineral. Vol. 20 No.3 Juni 2010
Sarkowi, M., 2009. Modul Praktikum Metode Gaya Berat. Bandar Lampung : FMIPA
Universitas Lampung
Schiefelbein, C. dan Ten Haven, H. L., 1995. The Petroleum System of Indonesia,
IPA 24th Annual Convention Proceeding
Setiadi, I., Setyanta , B., dan Widijiono. B. S., 2010. Delineasi Cekungan Sedimen
Sumatera Selatan Berdasarkan Data Anomali Gayaberat. Jurna Sumber
Daya Mineral. Vol 20. No. 2 April 2010
Setyanta. B dan Setiadi. I., Pola Struktur Dan Geodinamika Cekungan Bula,
Berdasarkan Anomali Gaya Berat. Jurna Sumber Daya Mineral. Vol. 20 No.
1 Februari 2010
Sumardi, E., Bakrun, S., dan Liliek R., 2011. Survei Geofisika Terpadu Banda Baru,
Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Prosiding Hasil Kegiatan Pusat Sumber
Daya Geologi Tahun 2011. PSDG
Supriyanto. 2007. Analisis Data Geofisika : Memahami teori Inversi. Department
Fisika FMIPA UI : Depok.
Sjahbuddin, E., dan Sumantri, Y. R., 1994. Exploration Success In The Eastern Part
Of Indonesia and Its Challenges in The Future, IPA 23th Annual Convention
Proceeding
Talwani, M. Worzel, J.L. dan Ladisman, M., 1959. Rapid Gravity Computation for
Two Dimensional Bodies with Application to The Medicino Submarine
Fractures Zone. Journal of Geophysics Research. Vol. 64 No.1.
Telford, W.M., Goldrat, L.P., dan Sheriff, R.P., 1990. Applied Geophysics 2nd ed,
Cambridge University Pres, Cambridge.
89
Tjokrosapoetro, S., dan Budhitrisna, T., 1982. Geology and tectonics of Northern
Banda Arc. Bulletin Geological Research and Development Centre,
Bandung, 6, 1–17.
Tjokrosapoetro, S. Achdan, A, Rusmana dan Abidin, H., 1993. Geologi Lembar
Masohi. Puslitbang Geologi.
Vander der Sluis,J. P., 1950. Geology of East Seram. University of Utrecht.
Walidah, I.F., 2011. Penentuan Struktur Bawah Permukaan Berdasarkan Analisa dan
Pemodelan Gayaberat untuk Melihat Potensi Hidrokarbon pada Daerah
FW1807 Cekungan Jawa Timur Utara. Depok: FMIPA Universitas
Indonesia
Williams, H.H., Fowler, M., dan Eubank, R.T., 1995. Characteristics of selected
Paleogene and Cretaceus lacustrine source basins of South east Asia, in
Lambiase, J. J., ed., Hydrocarbon Habitat in Rift Basin. Geological Society
Special Publication No. 80: 241-282.
Zillman, N.J. dan Paten, R.J., 1976. Exploration and Petroleum Prospect Bula Basin,
Seram, Indonesia. Prosseding Indonesia Petroleum Association 4th. Annual
Convention. Jakarta, p 129-149