Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

30
Dilema Pendidikan Islam dan Guru Agama Oleh Abdul Munlr Mulkhan*) Pengantar Dilema guru seperti terlukis dalam slogan "Guru, Pahiawan Tanpa Tanda Jasa". Masyarakat meletakkan guru sebagai sosok manusia ideal pelahir generasi, tap! masyarakat pula yang kurang menghargal profesi guru. Guru dituntut memiliki. kemampuan profesional, pengetahuan aktual- terbarukan, tap! dengan gajLtidak memadal sang guru harus bekerja ekstra dl luar wilayah profesionalnya seperti jadl tukang ojek bahkan hingga ngonthel becak. Dilema guru dalam lembaga pendidikan Islam, juga guru agama Islam; menjadi lebiti lengkap ketika lembaga ini menghadapl problem dilematik,yang serupa. Pendidikan Islam berada antara dua wilayah yang selama ini dipahami tidak mungkin disinergikan atau dlintegrasikan, yaitu wilayah agama tentang kematian yang sakral dan yang duniawi tentang kehidupan yang sekuler. Padahal seharusnyalah tidak ada dikotomi ilmu agama dan ilmu umum sehingga memang tidak perlu disinergikan atau dlintegrasikan. Keduanya adalah ilmu dengan obyek kajian berbeda. Sementara itu, wilayah pertama dipandang serba suci dan yang wilayah kedua dipandang serba rendah yang ^ktanya berbeda di lapangan empiris. Kenyataan empiris dalam praktik kehidupan keseharian meriunjukkan manusia iebih tertarik kepada dunia yang menghidupi daripada yang suci walaupun selalu takut masuk neraka sesudah mati. Di satu sisi, ilmu keagamaan (Islamic Studies) dipelajari sebagai ilmu (sains) dan dikembangkan, sehingga diletakkan sebagai bidang yang berubah dan berkembang. Disisi lain ia dipandang sudah finaldan tidak bisa dirubah dan dikritik, ketika dikritik sebagai awal dari pengembangan, tiba-tiba ilmu keagamaan itu berubah berganti menjadi ajaran yang final. Pendidikan (Islam) dirancang untuk mempersiapkan generasi yang rhemiliki kemampuan profesional rhengelola dunia, tapi di saat yang sama kehiduf^n duniawi itudipandang sekuler. Prof. Dr. H. Abdul Munir Mulkhan, SU., Guru Besar Fakultas Tarbiyah danPasca Saijana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan beberapa Pergnnian Tinggi Negeri/Swasta lainnya. Sejak Agustus 2007, menjadi Anggota Komisi Nasional HakAzasi Manusia (Komnas HAM). JPIFIAIJuhj^n Tarbiyah Volume XIII Tahun VIITD'eserhber2005 61

Transcript of Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

Page 1: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

Dilema Pendidikan Islam dan Guru Agama

Oleh Abdul Munlr Mulkhan*)

PengantarDilema guru seperti terlukis dalam

slogan "Guru, Pahiawan Tanpa TandaJasa". Masyarakat meletakkan gurusebagai sosok manusia ideal pelahirgenerasi, tap! masyarakat pula yangkurang menghargal profesi guru. Gurudituntut memiliki. kemampuanprofesional, pengetahuan aktual-terbarukan, tap! dengan gajLtidakmemadal sang guru harus bekerjaekstra dl luar wilayah profesionalnyaseperti jadl tukang ojek bahkan hinggangonthel becak.

Dilema guru dalam lembagapendidikan Islam, juga guru agamaIslam; menjadi lebiti lengkap ketikalembaga ini menghadapl problemdilematik,yang serupa. PendidikanIslam berada antara dua wilayah yangselama ini dipahami tidak mungkindisinergikan atau dlintegrasikan, yaituwilayah agama tentang kematian yangsakral dan yang duniawi tentangkehidupan yang sekuler. Padahalseharusnyalah tidak ada dikotomi ilmuagama dan ilmu umum sehinggamemang tidak perlu disinergikan atau

dlintegrasikan. Keduanya adalah ilmudengan obyek kajian berbeda.

Sementara itu, wilayah pertamadipandang serba suci dan yang wilayahkedua dipandang serba rendah yang^ktanya berbeda di lapangan empiris.Kenyataan empiris dalam praktikkehidupan keseharian meriunjukkanmanusia iebih tertarik kepada duniayang menghidupi daripada yang suciwalaupun selalu takut masuk nerakasesudah mati.

Di satu sisi, ilmu keagamaan(Islamic Studies) dipelajari sebagaiilmu (sains) dan dikembangkan,sehingga diletakkan sebagai bidangyang berubah dan berkembang. Disisilain ia dipandang sudah finaldan tidakbisa dirubah dan dikritik, ketika dikritiksebagai awal dari pengembangan,tiba-tiba ilmu keagamaan itu berubahberganti menjadi ajaran yang final.Pendidikan (Islam) dirancang untukmempersiapkan generasi yangrhemiliki kemampuan profesionalrhengelola dunia, tapi di saat yangsama kehiduf^n duniawi itudipandangsekuler.

Prof. Dr. H.Abdul Munir Mulkhan, SU., Guru Besar Fakultas Tarbiyah danPasca Saijana UINSunan Kalijaga Yogyakarta danbeberapa Pergnnian Tinggi Negeri/Swasta lainnya. SejakAgustus2007, menjadi Anggota Komisi Nasional HakAzasi Manusia (Komnas HAM).

JPIFIAIJuhj^n Tarbiyah Volume XIII Tahun VIITD'eserhber2005 61

Page 2: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

AbdulMunirMuIkhan,Dllema Pendidlkan islam dan GumAgama

Problem dilematik pendidikanIslam lainnya iaiah tumpang tindihantara ilmu dan ajaran dalam praktikpendidikan Islam. Di satu sisi Islamdipelajari dalam bentuk ilmu (flkih,kalam, akhlak, dan Iain-Iain). Disis! lainhasil pemlkiran ulama yangdikonstruksikan dalam bentuk ilmu ke-

Islam-an (Islamic Studies) Itu,diletakkan sebagai ajaran Islam yangtaken for granted.

Selain problem yang dikemukakandi atas, dunia kehidupan empirikdipandang bernilai rendah, kotor,penuh maksiat dan dikuasi setan. Disatu sisi muncul galrah untukmenguasai ilmu-ilmu yang selama inidiberi label sekuler. Disaatyang samailmu-ilmu sekuler itu dipandangsebagai biang kemerosotankehidupan, bahkan merendahkankesalehan. Anak-anak saleh sepertiharam menguasai ilmu-ilmusekuler, disaat yang sama anak-anak saleh ituharus memainkan peran kedunlaan.

Demikianlah, dunia pesantrenpunmengalami nasib dan dllema serupaketika cenderung di"paksa''menyesualkan diri terhadap. ke-modern-an yang berakibat tradisipesantren yang kaya kearifan iokal itusemakin hllang dari kehidupan praktis.Semestinya tradisi pesantrendikembangkan menjadi lebih berfungsidan diletakkan sebagai model altematifkegiatan pendidikan. Fungsionaldalam arti bahwa pesantren memangdirancang mampu menjawabpersoalan atau memenuhl kebutuhandan kepentlngan zaman dan umatyang terns berubah dan berkembangseperti telah pemah dilakukandi masalalu.

Dilema itu memunculkan sejumlahproblematik yang dihadapi guru (guruagama Islam) dan pendidikan Islampada umumnya. , Dilema danproblematik demikian itu bisa diiihatdari perubahan status beberapa IAIN/STAIN menjadi UIN (Universitas IslamNegeri) atau peguman tinggi agamaIslam (PTAlatau PTI)selaln pemberianlabel madrasah sebagai sekolahmenengah umum berciri Islam.

Bisa diduga, tanpa pendasaranbasis keilmuan baru (epistemoiogi)yang mapan, nasib ilmu-ilmukelslaman klaslk yang selama Inlmenjadi konsentrasi IAIN/DIN danSTAIN/PTAI, akan hllang atauterbonsai. Pengalaman menunjukkanilmu-ilmu tersebut yang tercermindalam fakultas keagamaan akansemakin kehilangan peminatdan padaakhirhya akan terpinggirkan menjadisatu fakultas seperti terjadi di berbagaiperguruah tinggi swasta Islam.

Sekurangnya tulisan ini mencobamenjemihkan problems dilematik yangdihadapi dunia pendidikan Islamsebagai dasar pengajuan beberapagagasan jaian pemecahannya. Suatuide yang mungkin patut diperhatikanlalah pengembangan pendidikanberbasis spiritual yang dikenal dalamtradisi Sufi (Islam) dan kewaskithaan(Jawa) melalui proyek spiritualisasiIptek.

Ilmu Sekuler dalam Sistem

Pengetahuan IslamPerdebatan tentang ilrhu umum

dan Ilmu agama dalam praktikpendidikan Islam, masih terusberlangsung yang menempatkan ilmuumum pada posisi lebih rendah

62 JPI FIAIJurusan Tarbiyah VolunieXIII Tahun VIII Desember2005

Page 3: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

KUAUHKAS!, KOMPETENSI, DANSERJIRKASIGURU

daripada ilmuagama (IslamicStudies).Namun demikian faktanyamenunjukkah bahwa ilmu umum terusmenunjukkan peran dominan dalampraktik kehidupan dan dalam sistempendidikan terutama di Indonesia.Salah satu penunjuk yang barangkalipenting mengenal hal In! iaiahberubahnya status IAIN dan STAINmenjadi universitas yang kini menjaditrend umum yang agaknya akanmengubah selumh sistem pendidikantinggi Islam negeri atau swasta itu kebentuk bam.

Dalam bentuk universitas itu, posisiilrriu agama atau Islamic Studiessemakin terpinggir lebihkarena pasarlebihtertarik pada ilmuumum daripadaIslamic Studies yang tercermin dalamfakultas agama dengan segalaragamnya. Terlepas dari ilmu manayang lebih benar dan lebih balk,kecenderungan tersebut berkaitandengan fungsi sosial dan ekonomiserta fungsi-fungsi praktis lainnya dariilmu-ilmu tersebut. Bagaimanapunjuga, pada akhimya ilmu pengetahuandlpelajari dan dikembangkan dengansalah satu tujuan iaIah kegunaannyabagi manusia dalam menjalani hidupdi dunia Ini.

Di satu sisi nasib ilmu-ilmu

keagamaan memang penting bagipenuntun kehidupan yang lebihbemilai. Di sisi lain soalnya ilmu-ilmukeagamaan itu hams dapat member!solusi berbagai permasalahan yangdihadapi manusia dalam kehidupanpraktis. Karena pada akhimya ajaranagama yang diwahyukan Allah itudengan maksud agar hidup manusiadi dunia dan sesudah mati akan

selamat, nyaman dan sejahtera,

terpenuhi apa yang menjadi kebutuhandan kepentingahnya: Tentusaja hal Itujuga berkaitan dengan keyakinan akankenyataan hidup sesudah kematianduniawi setlap manusia nanti.

'Dalam hubungan' Itulahpembeiajaran ilmu keagamaan diperguruan tinggi atau di lembagapendidikan serta pengembangnya,mesti terfokus pada bagaimanamemecahkan permasalahan hiduppraktis setlap manusia. Fakta empirikseperti pengalaman lembagapendidikan keagamaan (IAIN, STAINatau swasta lainnya) menunjukkansemakin tidak tertarikhya masyarakatterhadap ilmu-ilmu keagamaan akil:>atkurangnya ilmu-ilmu in! berfungsi bagikehidupan praktis. Hal itu ditunjukkansemakin kurangnya peminat untukmasuk mendaftar di lembagapendidikan keagamaan tersebut

Fakta-fakta semakin kurangnyaatau bahkan hilangnya peminatlembaga pendidikan keagamaan diatas, bukan karena warga masyarakatsemakin tidak peduli pada agama ataukepada Allah. Soalnya lalahbagaimana praktik keagamaan itumenjadi bagian integral daripemenuhan. kebutuhan hidupnya danpemecahan permasalahan yangmereka hadapi.

Dalam banyak kasus. hal itu bisadilihatdari membludaknya peminat darimasyarakat terhadap lembagapendidikan keagamaan sepanjanglembaga itu juga menjanjikan peluangbagi pserta untukmengembangkan diribagi perannya dalam dinamikakehidupan empiris. Bukanlah agamatidak hanya t}erurusan dengan doktrin-doktrin ritual hubungan manusia

JPI FIAIJurusan Tafbiyah Volume XIU Tahun VIII Desember2005 63

Page 4: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

Abdul MunlrMulkhan, Dilema Pendldikan Islamdan Guru Agama

dengan Tuhan?. Bukankah kegiatanritual itu sekaligus juga berkaitandengan praktik hidup duniawi?.

Muncul pertanyaan mendasaryang selalu perludiajukan saat hendakmenjadi orang saleh tap) juga suksesdalam kehidupan praktis. Pertanyaanin! kemudian sampai padaperbincangan tentang posisi ilmuumum dan ilmu agama dalam sistempendldikan Islam. "Apakah benarhanya ilmu yang termasuk ke dalamgugus Islamic Studies saja yangIslami?". Pertanyaan demikian pentingdiajukan untuk menumbuhkankesadaran tentang adanya probleminternal dalam dunia pendldikan.Problem itulah yang sebaglan diantaranya menimbulkan dllema-dilemadalam pengalaman empirikpengembangah dan praktik pendldikanIslam, terutama di Tanah Air.

Ilmu-ilmu yang tergolong IslamicStudies dan problem di atas tercermindalam sistem pendidikan tinggi Islamdi Indonesia, baik negeri maupunswasta. Hal ini bisa dilihat dari modelpembelajaran dan kurikulum seperti diIAIN (UlN)danSTAIN, Ull (UniversitasIslam Indonesia), berbagai perguruantinggi Muhammadiyah dan NU yanglebih popular disebut dengan IslamicStudies.

Di satu sisi ilmu-ilmu yangtergolong ke dalam Islamic Studies,seperti: fikih atau syariah, adab,usuluddin, dakwah dan tarbiyahdengan segala bagiannya yangtercermin dalam fakultas agama Islamselama ini sering dipandang lebih sucidan lebih saleh. Sementara ilmu-ilmunon-Islamic Studies seperti ilmufisika,ekonomi, hukum, psikologi,

kedokteran, biologi, teknik, politik,sosiologi, kehutanan, elektro,petemakan dan lainnya yang tercermindi berbagai fakultas dipandang lebihrendah tingkat kesuciannya atausekuler. Namun faktanya, ilmu-ilmuyang kurang suci itu lebih diminatidaripada ilmu yang lebih saleh.

Pertanyaan berikutnya iaiah"apakah benar bahwa sistempendidikan yang Islami iaIahpendidikan model pesantren,madrasah dan sekolah semua

tingkatan yang dikelolaMuhammadiyah dan NU atauDeparteman Agama?" Integrasi ilmu(Islamic Studies dan non IslamicStudies) dalam hubungan denganpersoalan di atas patutlahdipertanyakan, "apa ladasan danpertimbangan epistemologisnya"?.

Semua ilmuiaIah pemahaman danhasil penelitian, konseptualisasi atauteorisasi atas pengetahuan tentangseluruh alam fisis dan non fisis yangseluruhnya merupakan ciptaan Tuhan.Oleh karena itu, upaya integrasi ilmusudah kurang tepat sejak awal danmengandung pemikiran keterpisahanberbagai ragam ilmu itu sendlri.

Di masa lalu, sebelum lahirgerakan pembaharuan pemikiranIslam, tidakada klasifikasi ilmuislamicstudies dan non islamic studies.Klasifikasi pelembagaan pendidikan dinegari ini juga mengundang sejumlahpersoalan epistemologis ketika kitaselama ini mengenal madrasah,pesantren dan sekolah sebagallembaga pendidikan Islam.

Kesan yang muncul, pendirianIAIN, Madrasah dan sekolah-sekolahIslam juga perguruan tinggi swasta

64 JPIFIAIJurusan Tarbiyah VolumeXIII Tahun VIIIDesember2005

Page 5: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

KUAUHKASf, KOMPETENSI, DANSERJinKAS!GURU

Islam lebih sebagai suatu kebutuhanpolitik daripada suatu lembagaberbasis epistemologi atau kebutuhanilmlah. Perubahan IAIN menjadi DINatau juga perguruan tinggi agamaislam (PTAI/PTI) lebih sebagaikebutuhan pasar daripada kebutuhanilmlah. In! tentu tidak salah tetapisoalnya iaiah apa yang bisa menjadila'ndasan epistemologis untuk bisamengatakan bahwa perkembanganlembaga pendidikan Islam itu menjadisemakin islam! dan yang di masa itulalu kurang islami.

Atas dasar pemikiran itulah dalamkesempatan ini dikemukakan selintasmengenai pengalaman kegiatankeilmuan dl masa lalusekedar menjadisebuah imajinasi tentang sejarahkeilmuan dalam dunia Islam masa lalu

tersebut. Salah satu ilmuwan klasik

yang selama in! dikenal menolak ilmu-ilmu non-islamic studies ialah Imam al-

Ghazali.

Al-Ghazali merekomendasikan

pendidikan ilmu-ilmu itudengan tujuanuntuk mendekatkan diri kepada Allahdan mencapai makrifat. al-Ghazalimenolak ilmu-ilmu ini jika hanyasebatas sebagai wacana tanpa buahamal dan sama halnya ia mengecamfukoha, mutakallimin dan ahli tasaufjika tidak membuat mereka semakinmentaati ajaran Allah.

Dalam sebuah buku karya Imamal-Ghazali ben'udul MizanulAmalyangmudah didapat di negeri ini dalambentuk terjemahan dengan judulTimbangan Amal"terbitan Toha Putra,Semarang tahun 1982. Dalam buku ituia menyatakan:

ilmu inilah yangsebenamya menjadi tujuan akhirdari selumh ilmu. Ilmu Ini adalah

ilmu yang mengenai Allah Swtmenurut sebenamya atau ilmuma'rifatullah. Semua ilmu

pengetahuan selainnya (yaituselain ilmu ma'rifatullah/Pen.)adalah menjadi pembantu bagiilmu ini, sedangkan ilmu inilahyang bebas tidak terikat denganlainnya dan tidak menjadipembantu bagi ilmu pengetahuanlainnya." (1982:181).

Di bagian lain dalam buku yangsama, ia (al-Ghazali) menyatakan :"Ulama ahli tasawuf dan filsafat yangberiman kepada Allah dan hari akhir... secara garis besar merekaseluruhnya sepakat bahwakebahagiaan adalah dalam ilmu danibadah ... Tidak menyetujuikesepakatan tersebut adalahmerupakan kebodohan." (1982:30).Apabila manusia itu dapatmematahkan syahwat danmemaksanya serta akalpun dapatselamat dari belenggunya, iasenantiasa bertafakkur dan

memperhatikan tanda-tandakebesaran Allahyang ada di langitdandi bumi, bahkan ia juga maumemperhatikan dirinya dan keajaiban-keajalban yang ada padanya, makasungguh ia dapat mencapaikesempurnaannya yang istimewa."(1982:31).

Lebih lanjut Imam Al-Ghazalimengatakan : "Saya (al-Ghazali)pemah mendengarseorang tokoh daripemimpin ahli tasawuf menjelaskanbahwasanya seorang yang sedang

JPIFIAIJumsan Tarbiyah VolumeXIII Tahun VIIIDesember2005 65

Page 6: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

Abdul MunirMulkhan, Dilema Pendidikan islamdan GumAgama

menempuh jalan menuju Allah Swtdapat mellhatsyurga padahal ia masihberada dl dunia." (1982:31). "... ilmupengetahuan dan amal shaleh,keduanya adalah mempakan saranauntuk mencapai kebahagiaan.Sesungguhnya amal shaleh itutidaklah dapat terwujud kecuali denganadanya ilmu pengetahuan tentangtatacara beramal. Segala ilmu, ...seperti, ilmu untuk mengetahui sifat-sifat Allah dan malaikat-malaikatnyaadalah merupakan ilmu yangdimaksudkan, karena ilmu tersebutmerupakan ilmu yang pokbk....Adapun mengajarkanl:rilmupengetahuan adalah merupakanpekerjaan yang paling muMadibandingkan dengan yang lain."(1982:156).

Sementara pekerjaanketerampilan berupa : pekerjaanyang pokok, yang menjadikantegaknya kehidupan di mayapada ini... iaiah: pertanian, pertenunan,pembangunan, politlk..." (1982:156).... Adapun pokok-pokok pekerjaanyang lebih mulai iaIah siasat(polltik=tata pemerintahan), karenadunia ini tidak dapat tegak denganpenuh perdamaian tanpa adanya tatapemerintahan." (1982:157).

Dalam karyanya yang lainberjudulAl-Munqidz minAll-Dlalaal, penjelasantentang kegunaan ilmu alam dan ilmusejenis lainya bisa diperoleh. Buku inijuga mudah diperoleh karena beredardi negeri jni dalam bentuk terjemahandengan judul "Pembebas dariKesesatan" terbitan Bintang Pelajar,Gresiktahun 1986.

Dalam bukunya di atas Imam al-Ghazali menyatakan : "... manusia

menurut asal fitrahnya memangdiciptakan dalam keadaan kosong(lugu) artinya dia sama sekali tidakmemiliki pengetahuan tentangbeberapa alamnya Allah ta'ala....Untuk mengetahui alam diperlukanperantara dan perangkat inteligensidan setiap inteligensi diciptakan untukmanusia guna mengetahui alam yangterpampang di depan kita... dan padaakhirnya Allah menciptakan bagimanusia itu sebuah akal. Dengan akalinilah manusia bisa mengetahuiberbagai perkara wajib, beberapaperkara jaiz dan perkara-perkara yangmustahil serta langkah-langkah yangbelum pemah dia temui pada periode-peripde sebelumnya. Di belakang akalini terdapat lagi periode lain yang didalamnya tersingkap mata(penglihatan) lain yang dapat melihatperkara yang ghaib dan apa saja yangaten terjadi mendatang..." (1986:58-59)

"Di antara hukum ilmu bintangterdapat sesuatu yang tidak bakalterjadi kecuali sesudah setiap seributahun sekali, lantas bagaimanacaranya hal itu bisa diraih dan dicapaihanya sekedar dengan eksperimen(percobaan?). Demikian pula dengankhasiyat-khasiyatnya obat-obatan."(1986:61)

"Dengan bukti ini menjadi jelaslahbahwa di dalam "kemungkinankenabian", terdapat cara untukmengetahui perkara-perkara ini yangtidak bisa ditangkap oleh akal, daninilah yang dimaksudkan dengannubuwwah (kenabian) kerenanubuwwah merupakan suatu ibaratdaripada perkara-perkara tersebutsaja, bahkan mengetahui jenis yang

66 JPIFIAIJurusan Tarbiyah VolumeXIII Tahun VIIIDesember2005

Page 7: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

KUAURKASI, KOMPEIENSI, DANSERUnKAS!GURU.

keluardari penemuan akal meaipakansalah satu khasiat kenabian,disamping itu masih banyak khasiatlainnya.... Adapun khasiat-khasiatkenabian lainnya.hanyabisa diketahuidengan dzauq (cita rasa) dari salah.satu ajaran kaum Sufi yakni "suluk",sebab in! hanya bisa anda fahamidengan suatu contoh yang telahdikaruniakan kepada anda yaitutidur..." (1986:61)

"Adapun faedah akal dan.manfaatnya lalah supaya kita tahuakan hal-hal yang disebutkan tadi danbisa menyaksikan kenabian denganmengakul kebenarannya sertamengerti kelemahan dirinya untukmengetahui sesuatu.yang dapatdiketahui; dengan mata kenabian danmengambil dengan tangan kita lalu kitamehyerahkannya seperti penyerahanorang buta kepada penuntunnyaseperti penyerahan orang sakit yangbingung kepada para dokter yangmengaslhaninya." (1986:67).

Dari berbagai kutipan tadi menjadi-jeias bahwa ilmu non-islamic studiesditolak jika dipelajari dengan tujuanmenjauhkan dirtdan AiiahSwt. Tap!jika.sebaliknya, dllakukan untuk tujuanmempercepat pencapaian .makrifat,.sangatlah dianjurkan. Oleh karena Itu,hukum mempelajari ilmu ditentukanoleh tujuan dan hasil dari kegiatantersebut. Seperti pendapat Imam al-Ghazali, seluruh ilmu pengetahuanharusiah menambah kedekatan

seseorang dengan Allah dan dipelajaridengan tujuan mencapai ma'rifatuilahtersebut.

Diiihat dari ketentuari siapa yangharus merripeiajari ilmu yang terpuji(rnahmud), Imam al-Ghazaii membagi

ilmu.dalam kategori Wmufardhu 'aindanfardhu kifyyah. Fardhu.'ain karenailmu ituwajib dipelajari semua pemelukIslam dan kifayah karena jika adasebagian orang yang mempelajari ilmuin! maka gugurlah kewajiban setiaporang dalam sebuab komunitas.Pembaglan demikian didasarkan padabesar-kecilnya. manfaat bagi individudan masyarakat dari ilmu tersebut. .

Imam alTGhazali juga membagiilmu ke dalam dua kategori yaitu ilmureligius dan ilmu intelektual. Bisadikatakan bahwa ilmu religius ituhukum mempelajarinya tergolongfardhu kifayah.^Sedangkan ilmuintelektual bisa dikatakan tergolongiimu-ilmu yang sekarang dikenalsebagai ilmuumum (ilmusekuler) atauilmu non islamic studies. Termasuk

dalam ilmu jenis ini iaiah matematika,logika, astronomi, musik, fisika, ilmualam,^ kedokteran, kimia danmetafisika. Ilmu-ilmu jenis ini bisadikatakan tergolong fardhu kifayah(lihat Osman Bakar, Hierarki Ilmu.Membangun Rangka-Pikir IslamlsasiIlmu Menurut Al-Farabi, AI-Ghazali, •Quthb Al-Din Al-Syirazi, lA'izan,1997:234-237).

Pemoalan menjadi lain ketika ilmuintelektual'tersebut diberi label ilmu

umum, ilnriu sekuler dan non-islamicstudies. Kategori fardhu kifayah bukanberarti tidak boleh dipelajari bahkandalam arti terteritu yakni ketika tidakada orang yang rnerripelajri bagikepentingan umurh, maka ilmu sepertikedqkterari, hukum merripelajarinyamenjadi wajib atau fyrdhu. Akibat letiihjaiih dari-labelisasi sebagai Ilmusekuler Jalah | ketidiakpedulianmasyarakat muslim terhadap ilmu

JRIplAIJurusan Tarbiyah VofumeXlll.Tahun VIIIPesember2005 67

Page 8: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

Abdul MunlrMulldian,Dilema Peiididlkan islarndan GuruAgama

yang diperlukan oleh pubilk yangdikategorisasi atau diberi label llmuyang tertolak atau llmu yang tidakpanting.

Kajiandalam bab-bab berikut akanmembahas berbagai persoalan dalampraktik pendidikan lislam dl tanah airdalam berbagai sudut pandang. Dldalamnya juga dikaji mengenaiproblem epistemologi disertal gagasanyang mungkln bisa dipertimbangkandalam pengembangan sistempendidikan Islam dl masa depan.Demlklan pula berbagai pengalamanbangsa-bangsa dl dunia darl Tlmurhingga Barat. Dengan mengacakepada' pengalaman masa lalu kitabisa menjangkau masa depan denganpenuh percaya diri.

Sains dan Wahyu^Selaiu muncul perdebatan dl

kalangan intelektual muslim; apakahwahyu Allahyang mutlaksempuma Ituidentik dengan ajaran Islam sebagalhasll , pemikiran ulama dancendekiawan muslim geherasi awal(salafi). Perdebatan demlklanmenyebabkan sulltnya dibedakanantara kemutlakan wahyu danrelatlvltas pemikiran yang nrienjadikanwahyu (dan sunnah Rasul) sebagaldata. Terjadi tumpang-tlndih dl antaraajaran jslam yang mutlak benar danajaran Islam yang relatlf. Hasilpemikiran ulama salaf sepertl yangdipelajari dl lembaga pendidikan Islamhingga . perguruan tinggi dandikhutbahkan dalam komunitas

pemeluk Islam sulit dibedakan dariajaran Islam sebagalmana firmanAllahdan sunnah Rasul. • ' .

Kecenderungan tersebut dapatdijelaskan dalam uraiah ringkaspemikiran Islam dl dalam perspektifsejarah berikut Inl. Islam yang lahlrpada awal abad ke 7 M di jazlrahArabia. Dua abad kemudlan didugasudah masuk ke kawasan Nusantara

dl Samudra Pasai daerah Aceh.

Namun, kekuasaan Islarri pertama dlkawasan ini mulal berdlti sekitar abad

ke-13 dl saat pusat kekuasaan Islamdl Baghdad telah runtuh. Tiga abadkemudlan kekuasan Islam meluas ke

Jawa dan terus merembes ke kawasan

Indonesia timur.

Pada abad pertama kelahirannya,Islam sudah meluas ke Eropa ketlkaUmar Ibn Khatlab memegang jabatankhallfah. Dl masa Inl pula berlangsungkodifikasi Alquran atas pertimbangansoslal-politik banyaknya penghafalwahyu yang menlnggal dunia akibatperang atau usia dan kekhawatlranperpecahan akibat perbedaanpembacaan teks wahyu tersebut. Dlakhir pemerintahan Khulafaurrasyidinmuncul perpecahan dl antara sahabatNabI dengan lahlmya kaum Khawarij.

Sejarah Islam sesudah itu sepertldipenuhi konfllk dan peperanganantara berbagai faksl komunitaspemeluk Islam. Ahli Sunnah WalJamaah (SunnI)dan Syl'ah adalah duafaksl besar, selain Qodarlah danJabarlyah, di antara puluhan allranyang tidak pemah akur dl sepanjang

'Abdul Munir Mulkhan, Pararelitas Sains dan Wahyu Antara Kemutlakan dan RelativitasPemikiran Islam, Disusun dan disampaikan dalamacara Pelatihan History of Thought USCSatunama tanggal 14-19 Nopember 2005 di Balai Pelatihan USC Satunama Sambisari DuwetSendangsari Sleman.

68 JPI FlAIJunisan Tartiyah VolumeXUI Tahun VIIIDesember2005

Page 9: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

KUAUHKASI, KOMPEIENSl DANSERmKAS!GURU.

sejarah Isiam. Tldak jarang di antarakedua faksi tersebut terlibat

pertempuran seperti di kawasan Iraksekarang. Konflik tersebut semakinrumit ketika satu faksi menyatakanfaksi lain telah keluar dari Islam dan

kafir.

Klaim-klaim kebenaran sepihaktersebut di atas sebenarnya sudahmulai muncul sejak generasi kenabian(sahabat dan tabiin). Uniknya, gejalakonflik demikian justru mendorongmunculnya berbagai pemikiran kreatifsekitar abad ke-O M. Pada masa ini

diduga mulai muncul usahapenerjemahan pemikiran Yunani,tenjtama karya-karya Plato, Aristotelesdan Plotinos:

Salah satu usaha penerjemahanitu dllakukan al-Farabi atas karyaAristoteles(Organon)yang di kalanganIslam dikenal sebagai Mantiq. Di sisilain Imam Syafil yang hidup satu abadsebelum al-Farabi mengembangkanilmu ushul fiqhyang mewamai hampirseluruh pemikiran Islam di bidangkalam (teologi),fiqh, tasauf, dan sains.Masa ini bisa disebut sebagai erakonstruksi ajaran Islam yang kelakmenjadi referensi utama berbagaidakwah atau sosialisasi ajaran Islam.

Sesudah itu, komunitas muslimhampir tidak mengenal Islam kecualisebagaimana hasil pemikiran ulamasekitar abad ke-9 M tersebut. Dari sini

mulai muncul perdebatan tentangperan akal di satu pihak dan tekswahyu dari sunnah di pihak lain danantara kemutlakan wahyu dankerelatifitasan ajaran Islam. Sulitdisikapi dengan jemih antara ajaranIslam sebagai hasil pemikiran ulamayang relatif dan ajaran Islam sebagai

wahyu yang mutlak dan serba benarsempuma..

> Karya besar ulama pada masa-masa awal sejarah itu kemudian-memunculkan keyakinan mengenalkesempumaan ajaran Islam sebagaiidentik dengan karya ulama tersebut.Pada tahap lanjut sikap tersebutmenyebabkan kemandegan pemikiranyang pada puncaknya mendoronggerakan pemikiran kembali ajaranIslam dengan membuka pintu ijtihad.Nama Jamaluddin al-Afghani,Muhammad Abduh, Rasyid Ridha. lbnTaimiyah, dan Muhammad ibn AbdulWahab selalu dikaitkan dengangerakan pembaharuan pemikiranIslam (membuka kembali pintu ijtihad)tersebut.

Muncul dua aliran dari gerakanijtihad kembali ini antara revivalismekonsen/atif dan reformisme liberal atauantara teks dan konteks yang hinggakini sulitdipertemukan. Persoalan yangselalu muncul kembali iaiah

bagaimana membuktikankesempumaan Islam dalam sejarah.Persoalan lain yang tak kalah pentingiaIah bagaimana peran fungsionalajaran Islam itu bag! pemecahanmasalah yang dihadapi dunia Islamdalam sejarah kehidupan yang terusberubah dan berkembang.

Dalam suasana perdebatanmetodologi pemikiran Islam tersebutmuncul persoalan politik yang tidakkalah rumit mengenai reposisi duniaIsiam dalam situasi global pascakemntuhan Baghdad abad ke-13 dankekuasaan terakhir sistem khilafahTurki Usmani. Di sinilah perdebatanmuncul di kalangan ulama dancendekiawan. Muslim mengenai

JPIFIAIJumsan Taitiyah VolumeXfU Tahun VIIIDesember2005 69

Page 10: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

AbdulMunirMulkhati, DilemaPendldikanIslamdan GumAgama

apakah dunia global berada dalamsiatusi damai (daarussalaam) atausituasi perang (daarulharbi). Secaralebih khusus perdebatan itu berkaitandengan pertanyaan, apakah perangsalib sudah usal atau terus

berlangsung.Posisi Dr. Azahari dan Nur Din M

Topbisa dikatakan berada pada situasikedua yaltu daarulharbi (perang) atauPerang Salib terus berlangsung.Sementara itu pemikir seperti IbnRusydi, IbnTaimiyah atau belakanganini Hassan Hanafi dan Syahrur, bisadisebut mewakili pandangansebaliknya mengenai pararelitas sains(filsafat) dengan wahyu tekstual(Alquran).

Reposisi kedua model pandangantersebut di kemudlan hari mengerucutmenjadi persoalan hubungan duniaIslam di satu pihak dengan dunia Baratdi pihak lain. Pada tahap lanjut ajaranIslam di satu pihak kemudiandiletakkan pada posisi berlawanandengan dan sains modem di pihak lain,teks di satu pihak dan akal sertapengalaman empiris di pihak lain,konservatif di satu sisi dan pemikiranliberal dalam arti pararelitas akal (bacasains) dengan wahyu (baca Alquran)di sisi yang lain.

Secara keseluruhan dan dalam

garis besar, persoalan diatas berkaitandengan pertanyaan apakah filsafat(sains) dipelajari untuk mempertahan-kan kesucian dan kemutlakan ajaranIslam atau ia sebagai bagian integralajaran Islam itu sendiri. Namun, padaumumriya pemikiran Islam dapatdisebut belum pemah keluar dari eraatau paham skolastisisme. Di sinilahperkembangan UniversitasAI-Azhardi

Mesir,pada sekitar abad ke-19 atauperubahan IAIN menjadi Universtitaslebih merupakan tahap lanjut daridoktrin skolastik. Akibatnya, filsafat dansains hanya penting dipelajarisepanjang mendukung konstruksiajaran Islam sebagaimana hasilpemikiran ulama pada sekitar abad ke-9 hingga abad-abad ke-13 M.

Oleh karena Itu, masa-masamendatang pemikiran Islam masihakan didominasi konservatisme

tekstual atas pararelitas filsafat dansains dengan wahyu dan sunnah.Persoalan demikian akan terus

mewarnai perdebatan dalampemikiran Islam terutama sepanjangbisa dicari referensi politik mengenaisikap tidak adil dunia Barat terhadapdunia Islam. Memori kolektif tentangperang salib hampir-hampir tidakpernah kehilangan fungsi sebagaimotor utama pemikiran Islam danbahkan menjadi ruh gerakan Islam(pembaharuan) di berbagal belahandunia.

Ketidakberdayaan dunia Islam(muslim) yang seperti terpaksa harusmemllih jalan modern denganmempelajari filsafat dan sains modemdengan segala sistem hidup modem,menimbulkan perasaan bersalah danberdoasa. Rasa berdosa menjadimodem (baca; menjadi Barat) denganmempelajari filsafat dan sains modernItu kemudian pada tahap lanjutmemunculkan sikap radikal penolakanterhadap seitiua yang berbau Barat.Sikap dan pilihan hidup dengan jelasdan secara jujur dan terbukadiperlihatkan pada teologi mati syahidmodel Azahari.

70 JPIFIAIJurusan Tarbiyah VolumeXlliTahun VIHDesember2005

Page 11: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

KUAUFIKASI, KOMPEIENSI, DANSERUHKASIGURU

Perubahan status di atas

merupakan konsekuensiperkembangan ilmu pengetahuan danteknologi (iptek), perubahan sosial, danhajat publik. Sejak tahun 1970-an.lembaga pendidikan Islam padatlngkatmadrasah dan pesantren, terusberubah, seperti lembaga pendidikanpada umumnya. Untuk itu diperlukankurikulum dan pembelajaran berbedaseperti konsep kurikulum berbasiskompetensi (KBK).

. Persoalan yang muncul lalahbagaimana posisi ilmu agama Islamdalam struktur iptek dan KBK di atas.Keberadaan dan fungsi Institusipendidikan Islam (tinggi) ditentukanjawaban pertanyaan tersebut. Di sinikita perlu secara objektif meletakkanilmuagama Islam sebagai ilmusepertiilmu umum. Keduanya dit>edakan dariobjek, data, dan metode yang dipakai.

Selama inikita mengenal tiga sub-struktur iptek: ilmu alam, ilmu sosial,dan ilmu humaniora. Dalam

kedudukannya sebagai ilmu, ilmuagama Islam terietak di dalam gugussub-struktur ilmu humaniora sepertiilmu filsafat, bahasa, dan antropologi.Jika kita konsisten pada posisi ilmu ini,maka integrasi atau islamisasi ilmubukanlah tuntutan ilmiah tetapi lebihmerupakan kebutuhan politik.

Secara de facto, reposisi llmuagama Islam di atas bisa dilihat daristruktur kelembagaan universltassebagai perubahan status IAIN danSTAIN. Walaupun demikian, bukanlah

Tuhan dan agama-Nya seringkaiimenjadi topeng hasrat kuasa dari paraelite ahll agama. Sebaliknya, merekacenderung melupakan fungsi otentikagama bag! promosi martabatkemanusiaan yang semakin balk.Warga kebanyakan, rakyat jelata yangmiskin dan tertlndas, seolah bisadikorbankan bagi kegembiraan apayang disebut dan diyakini sebagaiTuhan dengan janji-janji surgawlsesudah kematian.

Alas nama Tuhan, yang hanya bisadilakukan oleh elite ahli agama,seseorang boleh menghancurkanorang lain secara sepihak atas tuduhansebagai "kaum kafir. Apakah kritikNietczhe atau Karl Mark benar adanya,akan sangat tergantung kepada parapihak yang mengaku atau mengklaimdirinya sebagai pemimpin gerakankeagamaan itu sendiri.

Reposisi llmu dan Ajaran^Di masa depan, perubahan status

dua IAIN (Jakarta dan Yogyakarta)dansatu STAIN (Malang) menjadiuniversltas, tampak akan segeramenjadi model kelembagaanperguruan tinggi Islam. Selama ini,IAIN dan STAIN menyelenggarakanprogram pendidikan tinggi bidang llmuagama Islam (islamicstudies). Sebagaiuniversltas, lembaga itu juga bertugasmenyelenggarakan programpendidikan tinggi bidang ilmu umum(Kepres No. 50 Th 2004, pasal 3 ayat1 dan 2).

^Abdul Munir Mulkhan, Reposisi Ilmu dan Ajaran, disusiin dan disampaikan dalam acaraTraining of Trainers^ (TOT) Sistem Manajemen Efektifdan Pembelajaran Aktif^z^ Instruktur/Trainers Calon Dosen PTAIse IndonesiaAngkatan II dan III dalam topik "Principle Structure ofScienceandKnowledge in IHE"tel 13Agustuss/d 8 September2004dan Septembers/dOktober2004 di Hotel Sriwedari Yogyakarta.

JPI FIAI Jurusan Tarbiyah Volume XIII Tahun VIII Desember2005 71

Page 12: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

AbdulMunirMulkiian, Dllema Pendldikan islam dan GumAgama

barang mustahil jlka suatu saat kitamengembangkan stfuktur bam yangmenempatkan ilmu agama Islam'dalam sub-strnkturtersendiri atau akar

dari ketiga sub-stmktur ilmu. Syaratutamanya iaiah pengakuan publikilmuan baikdl tingkat naslonal ataupunglobal..

Dengan demikian, menjadi pentingmembedakan antara Islam sebagaiagama atau ajaran dan sebagai ilmu.Sebagai agama, Islam diyakinipemeluknya bersumber dari wahyuTuhan yang benar secara mutlak danberlaku abadi. Sementara Islam

sebagai ilmu adalah hasil karyapemikiran ulama atau para atili denganmempergunakan wahyu dan atausunnah Rasul sebagai data, islamsebagai ilmu dikenai hukum-hukumilmu yang bersifat historis dansosiologis dari kehidupan para ulamadan ahli sebagai manusia sepertiumumnya ilmuan. -

Sementara konstruksi Islam

sebagai ajaranpun bisa berbeda diantara pemeluknya sesuai kontekssosio-historis masing-masing. Dari sinimulai terjadi tumpang-tindih Islamsebagai ajaran dan ilmudari pemikiranulama yang dalam beberapa persoalanbisa saling berbeda dan bertentangan.Kesamaan sumber atau data dari

Alquran atau sunnah Rasul tidakmengurangi peluang perbedaanpemahaman dan kesimpulan atasnya.

Ilmu agama Islam seperti si^t ilmulainya, bersifat terbuka dan rasionaldalam arti sebagai hasil pemahamanapa yang ditempatkan sebagai dataatau sumber ajaran. Sifat terbukakarena setiap orang bisa menggu-nakan data yang sama (baca : ayat

tertentu atau hadits) untuk dikajidengan hasil berbeda ataubertentangan. Kebenaran ilmukemudian dikatakan bersifat relatif,berubah, dan berkembang.

Sebagian ahli berpendapat bahwasuatu hasil pemikiran disebut ilmiahjika bisa mengundang kritik danpertanyaan baru selain harus bisa diujiulang. Teori dan pendapat baru yangberbeda dari yang ada sudahmerupakan keniscayaan sejarah.Namun demikian, akibat tumpang-tindih ilmu dan ajaran, ilmu agamaIslam seperti tidak pernah berubahsejak disusun abad ke-9. Sementarailmu umum (iptek) berkembangsemakin cepat sehingga tidak bisadiakomodasi pendidikan, munculrekomendasi UNESCO ' yangmengubah orientasi pembelajaran darimateri iptek ke metodologi dari isi kekonstruksi sebagai basis KBK.

KBK adalah solusi problempendidikan akibat percepatan temuaniptek yang sebenamya tidak dihadapiilmu agama islam. Namun KBKmenjadi penting bagi pembelajaran diperguruan tinggi Islam justru bagipengembangan ilmu agama Islam itusendiri. Persoalannya iaiah bagaimanakita meletakkan ilmu agama islam itusebagai ilmu, bukan sebagai agama.Jika iman seseorang kita yakinisebagai hidayah atau takdir,penguasaannya atas ilmu agamaislam adalah hasil belajar.

Berdasar konsep di atas kita barubisa meletakkan KBK secara

proporsional. Darisini learning to know(LtK) bisa disebut sebagai inti 4 pilarilmudan.KBK. Pemahaman yang tepattentang bagaimana suatu teori dan

72 JPIFIAIJunjsan Tarbiyah VolumeXIII Tahun VIIIDesember2005

Page 13: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

' kUAUFIKASI;KOMPEJENSI, DANS^mKAS!GURU

pendapat disusun, logika dan argumenyang dipakai serta' data yangdikumpulkan para ahli, bisa diciptakansuasana belajar aktif bag! seseorang.Hal ini dirancang guna memanipulasikegiatan belajar sebagal pengalamaniangsung-aktual, di mana peserta didikseperti sedang menapaki tahap-tahapperolehan llmu dari sang ahli. .

Pada tahap lanjut, konstruksipengalaman berilmu tersebut akanmenjadi wadah atau wahana sejumlahmater! yang' dengan cepat bisadiperkaya dengan membaca buku ataubekerja di laboratorium. Inilah inti darikonsep KBK yang beriaku bagi ilmuumum atau agama Islam.

Perubahan status kelembagaanIAIN dan STAIN di atas, sekaligusmenjadi bukti pengakuan de factokesetaraan struktural antara ilmu

agama Islam dan Ilmu umum, sepertipengernbangan KBK. Jika sajapemahaman dan operasionalisasi in!dilakukan secara lebih tepat, KBKsebenarnya bisa menjadi jembatanbagi pengernbangan struktur baruilmu.

Tapi sayangnya, pengernbanganKBK cenderung dilakukanberdasarkan pemahaman yang tidaktepat dan salah tempat (lihatartikelSdrWaras Kamdi dalam harian Kompas).Kesalahletakkan in! bisa dilihat dari

silabi Mata Kuliah Inti Umum IAIN

Sunan Kalijaga Yogyakarta, khususnyamata kuliah Filsafat Umum dan

Bahasa Indonesia. Soal ini mungkinmenarik jikadijadikan bahan praktikumpenyusunan silabi. .

Pilar pembelajaran (baca;pengetahuan) rekomendasi UNESCO;(a) learning to know, (b) learning to do,

{c)learning to life together^ (d) learningto be/'perlu dipahami secara jemih.Tujuannya iaiah agar tidakterperangkap sirriplifikasi dalampenerapan KBK (Kepmendiknas No.045/U/2002). Kompetensi selada initerkesan diartikan sebagaikemampuan praktis (terampll)mengerjakan sesuatu. Akar filosofisKBK bisa dipahami dari pepatah "berikail agar orang bisa menangkap ikansesuai kebutuhannya sendiri".: •

Berdasar basis filosofis dan latar

sosiologis kelahiran KBKdi atas, makakegiatan belajar dirancang bukan bagipengayaan materi ilmu atau cakapkerja, tapi pengayaan pengalaman(langsung-aktual) berilmu dan menjadidiri sendiri. Pembelajaran dirancanguntuk memecahkan soal, bukanmengerjakan sesuatu. mengendalikan -diribukan cakap sosial, belajarmenjadidirisendiri bukan meninj suatu pribadiideal. Dari sini peserta didikmengembangkan daya kreasi dankediriannya di masa depan yangberbeda dari situasi saat belajarberlangsung.

Kegiatan belajar mengajar dariseluruh ilmu didasari keempat pilartersebut sebagai suatu kesatuanintegral. Masalah terpentingpembelajaran bukanlah isi atau materiIlmuatau cara hidup, tetapi konstruksidan wahana ilmu dan hidup tersebut.Kegiatan belajar mengajar terfokusfasilitasi peserta didik untuk belajardalam empat pilar jlmu. Inti keempatpilar itu iaIah learning to know yangsekaligus merupakan inti KBK.

Pilar pertama Ini bisa dipahamisebagai wahana parilsipasi aktifsetiappeserta didik dalam setiap' proses

JPI FIAUurusan Tarbiyah Volume Xlll Tahun VIII Desember2005 73

Page 14: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

Abdul Munir Mulkhan, Dilema Pendidikan Islamdan Guru Agama

konstruksi ilmu (metodologi) yangtengah dipeiajarl. Dari sini reallsasiKBK amat ditentukan olehketersediaan fasllltas yang cukupseperti laboratorlum, perpustakaan,dan media belajar lainnya. Namunadalah tugas seorang dosen untukmemanipulasi setlap situasi agarpeserta didik menjalani sebanyakmungkin pengaiaman langsung-aktualberilmu. Dari sin! peserta didikmemilikikemampuan kreatif menyelesaikanpersoalan yang dihadapi yang berbedadari situasi saat keglatan belajarberlangsung.

Dalam pelatlhan TOT seperti inilebih strategis jika. setlap pesertamencoba mengembangkan modelpembelajaran dari sub-bldang ilmuagama Islamsesual prinsip dasar Ilmudan KBK. Namun penting bisadibedakan antara fikih, kalam, akhlaksebagai ilmu dan ajaran. Orang bisameyakini kebenaran suatu Ilmu, tapitidak langsung berhubungao dengankehidupannya sehari-hari tidaksepertiajaran yang dlyakini. Perbedaanpandangan dalam beragam ilmu Ituniscaya tidak mungkin diikuti dimanaajaran. leblh sebagai pilihan (baca;learning to be).

Pembelajaran berbagal bidangIlmu agama Islam seperti ilmulain lebihpada posisi Ilmu dan bukan sebagaiajaran. Soalnya, bagaimanamemenuhi pilar learning to do dan tobe serta life together. Persoalan ini

lebih tepat diletakkan sebagai pilihanbebas dan kreatif peserta didiksendlri.

Jika kita bisa bersikap objektifseperti demlkian, pembelajaran fikihdan ilmu lainnya bisa dikembangkanberdasar model KBK. Fikih misalnyalebih ditekankan pada prosespenetapan kaifiat6ar\ etika{maqa-sid),bukan pada keterampilan melakukanberagam Ibadah dan bukan padapeneguhan keyakinan iman (dalamilmu kalam/ tauhid).

Kesalehan Pengembangan Iptek^Selain fungsi Ibadah, ilmu-ilmu

berfungsi bagi pencapaian tujuan-tujuan ideal kehidupan manusia hinggabisa memenuhi tugasnya sebagaikhallfah Allah dan kemakmuran dunia.Nllal Ikhlas dari setlap tindakan iaiahketika la berguna bagi kepentinganpubllkyang memenuhi prinsip keadilandari proses hingga hasll tindakan.Soalnya lalah bagaimana nilai-nilaidasar ajaran Islam tersebut patutdipertlmbangkan oleh para ahliberbagal bidang ilmu sekaligusmenawarkan pemecahan persoalanyang timbul dari kehidupan umatmanusia.

Kehidupan masyarakat sebagaiprodukInteraksi manusia yang didasarimotif kepentingan pragmatis ataurealitas ketiga mempunyaikepentingan tersendirl, masihmerupakan bahan perdebatan hinggakini. Sosialisme atau kapitallsme danjalan ketiga,^ tetap mengagedakan

^Abdul Munir Mulkhan, Pengembangan Fungsi Kesalehan dalam IlmuRekayasa Sosial,disusun dan disampaikan dalam acara Seminar & Lokakarya "Reintegrasi EpistemologiPengembangan Keilmuan DiIAIN" dengan topik "Epistemologi dan Paradigma Ilmu-Ilmu SosialdalamPerspektifPemikiran Islam" 18-19 September2002 di Yogyakarta.

' Anthony Giddens, The TJxird Way; JalanKetiga Pembaharuan DemokrasiSosial, Gramedia,Jakarta, 2000.

74 JPIFIAIJunisan Taitiyah VolumeXIII Tahun VIII Desember2005

Page 15: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

KUAUHKASI, KOMPETENS!, DANSERTinKAS!GURU

pemecahan persoalan keadilan yanghingga kini gagal dipenuhi teori sosialmodem selain berbagai masalah moralyang tidak terpecahkan. Wacanatentang berbagai persoalan sosialmodem tersebut seperti berada dl luarpemlkiran Islam yang belum denganbalk menyajikan gagasan teoritissehingga patut untuk dipertimbangkanpara ahll ilmu sosial.

Dalam hubungan di atas, akartransedental kesadaran Islam tentangfungsi amar makruf nahi munkarsetlap tlndakan manusia juga belumkompatibel terhadap upayapenyelesalan berbagai masalah yangmuncul dl dalam kehidupan sosial. Disinilah kesalehan (sosial) yang menjadiarahan setlap tlndakan personal dankolektif ajaran Islam perludipertimbangkan sebagai nilai dasarIlmu sosial yang mendorongtransformasi kehidupan sosial bag!tujuan-tujuan yang semakintransenden. Namun diperlukansistematlsasi metodologis yangmemungkinkan bag! setlap orangmenjadlkannya referensi dan panduantlndakan yang proses dan hasilnyamerupakan tesis pemenuhan keadilansosial yang bukan hanya berkaltandengan soal distribusi dan konsumsimelalnkan meliputi proses produksisendlri.

Selama ini masalah keadilan yangmasih terns perdebatan para ahll ilmu-ilmu sosial diletakkan hanya sebagaipersoalan tentang pembaglan hasiltlndakan sosial tanpa keterkaltanproses, prosedur dan sistem produksitlndakan. Sementara setlap orangmempunyai kemampuan produktifberbeda secara kultural atau struktural,

keadilan hanyalah mimpi mereka yangmiskin dan tertindas yang tidak pemahada dalam realitas kehidupan. Kitatidak pernah bisa membayangkanseseorang atau pun masyarakatmembayar zakat, infak, dan sadaqohjabatan atau kerja bag! mereka yangselalu kalah bersaing berebut peluangkerja, pendldikan, dan ekonomi sertapolltlk. Sistem sosial, ekonomi danpolitik lebih memberl peluang bagimereka yang sudah kaya dengansejumlah jaringan sosial warisannenek-moyangnya.

Tanpa kerja keras, bahkan tanpakecerda'sanpun, mereka yang kayamendapat keuntungan ekonomi yangbisa dipakai memenuhl kebutuhanhidup sepanjang hidup hanya dengansebuah kartu deposito. PosisI sosialyang diterlma sebagai warisan,membuat seseorang memilikisejumlah jabatan dengan keuntungansosial, ekonomi dan polltlk beiiimpah.Sementara orang lain harus bersaingsengit hanya untuk memperebutkansebuah pekerjaan dengan gaji yangtidak. memadal. Orang-orang kotadengan kecukupan fasilitas belajar,leblh mudah memperebutkan peluangpendldikan berkualitas dibandingwarga pedesaan. Kesenjangan sosial,ekonomi dan politik merupakankonsekuensi logis struktur feodalprofesionalisme modem.

Sementara itu pemlkiran sosialislam belum berhasll dengan baikmenyusun sistem sosial, ekonomi danpolitikyang didasaii amar maknifnahimunkarkeWkaprinsip inilebihdipahamikehendak Tuhan yang hanya bisaditunggu atau sebagai dasar mereaksikemunkaran yang diproduksl sistem

JPI FfAlJurusan Tarbiyah VolumeXIII Tahun VIII Desember2005 75

Page 16: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

Abdul MunirMulkhan, Dilema Pendidikan islamdan Guru Agama

sosial modern.^ Doktrin sosial Islam

amar makruf nahi munkar merupakanetos kritik cacat bawaan modemisme

dan rekonstruksi sistem sosial

berkeadllan di semua proses sosial.Makruf dan munkar bukan hanyaberkaitan dengan moralitas melainl^nsistem produksi di bidang sosial,ekonomi dan politik.

Cacat bawaan llmu pengetahuandan teknologi (Iptek) modem, teimasukdi bidang sosial (sistem ekonomi,politik, pendidikan) paling mendasariaiah ketika meletakkan kehldupansosial sebagai produk mekanismefisik-materiel. Jiwa (ruh) dan akalpikiran manusia bukan dijetakkansebagai reailtas unik, tapi kepanjangandari mekanisme fisis yang materiil.Kepentingan dan kebutuhan hidupmanusia terbatas hanya pada dimensifisik-materiel berkaitan dengankebutuhan makan, sandang danpapan atau kebutuhan untuk berkuasa.Manusia seolah hidup dalam sebuahruang kosong tanpa arti ketika hanyabergelimang dengan dirinya sendindan alam sekitar tempat ia hidup danmati.®

Wilayah dan tugas ilmu hanyaterbatas pada fungsi penjelasan,penganalisaan dan pemaknaan atasfakta-fakta empirik yang bersifatindividual tanpa keterkaitan denganfakta-fakta meta-empirik dan fakta-fakta universal. Kebenaran ilmiah

hanya berhenti pada ke-relativitas-an

dan ke-probabelitas-an dalam dirinyasendiri tanpa keterkaitan terhadapstruktur kerucut piramlda kebenaranyang bersumber pada dimensimetafisik (gaib). dimana Tuhan beradadi puncak piramlda reaiitas kegaibansebagai Yang Maha Gaib.

Namun demikian, kebenaranilmiah inibukan tanpa arti bagi langkah-langkah pencarian kebenaran relatifdan probabel di dalam struktur lebihtinggi. Masalahnya iaIah bagaimanadaya rasionalitas empirik relatif danprobabel itu tidak dihentikan sebagaimekanisme materil yang tuntas danselesai, melainkan ditempatkansebagai awal dan rasionalitas tanpaakhir yang berenang di dalam lautanmetafisika atau kegaiban tersebut.

Pandangan ilmiah atas fakta-faktaempirik yang saling terpisah-pisahsecara individual tanpa kaitan dengankebenaran universum di atas,merupakan akibat dan konsekuensilogis dari penolakan filsafat modernterhadap metafisika.^ Fakta-faktaempirik individual menjadi sebuahruang kosong tanpa makna karenatanpa kaitan dengan struktur reaiitaslebih tinggi, transenden dan metafisis.

Dengan demikian, kehidupansosial, ekonomi, politik dankemanusiaan lain yang sekedardipahami dari manusia sebagai entitasmateriel dan alam fisik itu, perludidekonstruksi. Di sinilah letak

keberartian pandangan Islam tentang

^ Murtadha Mutahhari, Masyarakat dan Sejarah; Kritik Islam atas Marxisme dan TeoriLainnya, Mizan, Bandung, 1985.

®Alan Ryan, The Philosophy of The Social Sciences, The Macmillan Press Ltd, London,1977.

' Frithjof Schuon, Transfigurasi Manusia; RefJeksi Antrosophia Perennialis, Qalam,Yogyakarta, 2002. Lihat juga Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur'an, Pustaka, Bandung, 1983.

76 JPl FIAIJunjsan Taitiyah Volume Xlll Tahun VltlDesember 2005

Page 17: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

KUAUnKASh KOMPETENSI, DANSER71FIKASIGURU

rantai realltas dan spiritual, ruh ataujlwa sebagai bagian integral eksistensimanusia yang berasai dari Tuhan ®

Paradigma kesalehan ilmu sosiai,berfungsi bagi jalinan rantai reaiitaskemanusiaan dan kealaman yangteleologis. Pertama, tujuan universalkehendak Tuhan tentang rahmatan HIalamin dan tujuan kedua iaiah jalinanrantai reaiitas metafisik. Ukuran

kebenaran tidak semata diiihat dari

jumlah fakta dan pembawa berita{mutawatir) dan rantai tidak terputus{sanad), tetapi kualitas pribadi darisetiap mata-rantai yang konsensualatau ijmai.

Kebenaran rejatif dan probabelistikyang tidak pemah selesai diietakkanpada struktur metasisik. Sedangkanrasionalitas empirik diietakkan sebagaiawal rasionalitas metafisik yangberhubungan dengan firman dan ayat-ayat qauiiah dan kauniah. Inilahmaknaakhirat (masa depan teieogis) leblhbaik dari yang dekat ataukesementaraan duniawl.

Walaupun bisa mengundangperdebatan, gagasan tentangkehidupan soslal yang bukan sekedarreaiitas sebagai jumlah. tindakanindividu atau impersonaiitas, melain-kan berkait dengan jiwa (mh) sosiai,tampak periu dipertimbangkan. MehdiHa'iriYazdi menyebut unsur inlsebagaihudhuri, di mana setiap orang bisaterlibat pada ruh personal dan ruhmetafisik yang universal.®

amanah dalam kehidupan sosiai,ekonomi dan politik, bisa difungsikanbagi tujuan-tujuan terjauh dl luar danyang bebas dari kepentingan personal.Tujuan progresif ini,tidak hanya diiihatdari pola interaksl manusia dalamwaktu aktual yang dijalani oieh suatugenerasi dan suatu kesatuan koiektifbangsa atau negera, meiainkan bagitujuan-tujuan dalam waktu potenslal dimasa depan di luar batasan satuankoiektif bangsa dan negara.

Pandangan materil atau immateril(impersonal) tentang kehidupan sosiaidi atas, menjadi dasar mengapa hasiiproduksi ditempatkan sebagai hakmilikmutlak pribadi tanpa dimensi hak-hak sosiai dan transendental.

Kekuasaan politik hanya bertumpupada Jegalitas pubiik sepanjangmemperoieh dukungan pubiik tersebutdengan resiko paling bumk hanyaiahiengserdari kekuasaannya. Kehidupansosiai hanyaiah hasil interaksi antarmanusia dengan tujuan untukkepentingan setiap warga sepanjangrumusan mereka sendiri. Sementara

ilmu-ilmu soslal (ekonomi dan politik)hanya bertugas menemukan fakta-fakta sosiai, ekonomi dan politik,menjelaskan atau memberi maknafakta-fakta tersebut.

Pandangan dunia modem tentangkehidupan sosiai, ekonomi dan politikserta ilmu tentang kehidupan tersebut,bersumber dari gagasan tentangmanusia sebagai puncak reaiitas yanghanya berurusan dengan dirinya

®Fazlur Rahman, 7e/na-7ema/'oA:oA:i4/-0Mr'a/j, Pustaka, Bandung, 1980.' Abdul Munir Mulkhan, "Moral Kenabian; Paradigma Intelektual Dalam Pembangunan",

Ulumul Qur 'an, Jakarta, Nomor, AN\V\991, him 43-49.

JPIFIAI Jurusan Tarbiyah Volume XIII Tahun VIII Desember200S 77

Page 18: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

Abdul MuiiirMuikhan, Dllema Pendldlkanislamdan Gum Agama

sendlri.^® Sementara Islam meman-

dang kehidupan soslal, ekonomi danpolitik sekurangnya selain merupakanhasil atau bentuk interaksi antar

manusia, sekallgus mengandung nilaldan fungsi transendental yaltu Ibadah.Kehidupan soslal bukan hanyahubungan satu garis horisontal atausegitiga piramida, tap! segi limapiramida atau kerucut dengan unsurtransendental berada di puncakpiramid atau bangun kerucut soslaltersebut.

Pada puncak piramid atau kerucutsoslal ituiah fungsi dan nilaitansendental berupa tanggung jawabsetiap orang bagi kebaikan publiksebagai tujuan profef/7c." Bukansekedar-mendorong transformasi, taplbagi tata soslal berkeadilan danberkemakmuran yang makruf. Darisinilah doktrin sosial tentang amanahbisa difungslkan bagi tujuan kolektif(sosial) dan vertikal (tauhid) yangbebas dari kepentingan personal danfaktual. Disini terletak fungsi rahmatanHI alamin yakni bagaimana setiaptindakan sosial seseorang bisamenyumbangkan kerahmatan bagiorang lain sezaman atau pada zamansesudah masa hidupnya yang disebutamaljariyah atau amal saleh.

Teleologi profetik mengharuskanrekonstruksi kesatuan ilmu berdasar

prinsip kesadaran transendental. Ilmu-ilmu yang selama ini disebut umumditempatkan ke dalam ilmu agama{Islamic Studies) atau sebaliknya Ilmuagama {Islamic ladies) ke dalam ilmu

umum. Jika Islamic Studies tetap kitapakal, maka matematika, fisika, biologi,kimla {natural sciences) dan sosiologi,politik, psikokologi, ekonomi, filsafat{social and cultural sciences)diletakkan di dalam satu kotak

bersama kalam, tafsir, flkih, atausebaliknya. Lebih lanjut bisadikembangkan sebuah bangunkerucut piramida di mana akar etikatransendental dari Ilmu kalam, tafsirdan flkih diletakkan di puncak strukturatau dasar kerucut piramida tersebut.

Fungsi iptek bukanlah sekedarsebuah kerja eksplorasi, deskripsi,eksplanasi dan interpretasi fakta-faktasosial empirik, tetapi sebuahmetodologi pemahaman atas rantalrealitas untuk mengungkap metafsisikatauhid tentang tata hubungan ayatqauliah dan kauniah. Kerja iptekmerupakan langkah awal rekayasasosial bagi tujuan-tujuan transendenkemakmuran dan rahmat seluruh umat

manusia yang di dalam pemikiranIslam bemilai ibadah. Dalam hubunganinilah amanah bagi setiap tindakansosial mungkin berfungsi efektif didalam sebuah sistem dan mekanlsme

tanggung jawab sosial yang bisadievaluasi secara empirik berdasarukuran-ukuran obyektif yangbersumber dari kerahmatan universal

tersebut.

Soalnya iaiah apakah kitamenerima semua pengalamanintelektual sebagai hasil kerja kreatifmanusia yang universal ataumerupakan bagian dari pemberian

E. F. Schumacher, Keluar dari Kemelut; Sebuah Peta Pemikiran Baru, LP3ES, Jakarta.Lihat juga penulis yang sama dalam Kecil Itu Indah; Ilmu Ekonomiyang Mementingkan RakyatKecil, LP3ES, Jakarta.

" Yi\xuiovi\]yo, Paradigma Islam; Intepretasi UntukAksi,Mi2an, Bandung, 1991.

78 JPVFIAI Jurusan Tarbiyah VolumeXIII Tahun VIIIDesember2005

Page 19: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

KUAUHKASI, KOMPEfENSI, DANSERJIRKASIGURU

pengembangan fungsi sosial berbagaidoktrin ibadah sosial tersebut.

Sekedar contoh, zakat, infak dansodaqoh atau qurban atau ibadahsosial lainnya. perlu dilakukan untukmemberi peluang kerja dan pendidikanbagi mereka yang secara sosial selalukalah bersaing. Suatu kekalahan yangbukan akibat mereka tidak profesionaldan kreatif. tetapi karena tidakmempunyai peluang menjadiprofesional dan kreatif akibatketerbatasan informasi yang bisamereka akses.

Makrifat Spiritual Iptek"Abad ke-21 seperti menandai

perubahan pendidikan tinggi Islam diIndonesia yang mencerminkanpandangan bam tentang hubunganIslam dan iptek modem yang selamaini disebut sekuler. Perubahan

demikian bisa dilihat dari alih status

IAIN menjadi DIN (Universitas IslamNegeri) yang dimulai dari IAIN SyarifHidayatullah Jakarta, kemudiandisusun IAIN Sunan KalijagaYogjakarta dan STAIN Malang.Perubahan status demikian yangsudah terlebih dahulu dialami

pendidikan tinggi Islam swasta.tampaknya akan terus berlangsungbagi semua pendidikan tiggi Islamnegeri baik IAIN ataupun STAIN diselumh Indonesia. Seolah mengikutimodel PTAI yang sudah ada sepertiUll, UM-UM (UniversitasMuhammadiyah) dan " Unisma(Universitas Islam Malang).

Tuhan melalui takdir dan petunjuk-Nya?. Masalah in! peiiu dijawab ketikakita hendak menyusun prosedurilmiahilmusosial yang saleh. Sementara jikakita menerima kesalehan sebagai akardari setiap kerja ilmu dan tindakansosial persoalan yang perlu dijelaskaniaiah bagalmana menetapkan ukurankesalehan itu dari seluruh prosespenyusunan teori dan penelltian?

Persoalan yang lebih rumit akanmuncul ketika ikhlas harus

dimasukkan ke dalam setiap tindakansosial dan ilmiah. Konsep obyektivitasdi mana si peneliti tidak memasukkankepentingannya sendiri secarasubyektif bisa dipertimbangkansebagai tafsir ikhlas bagi tindakan danpenelitian ilmiah. Jika demikian, makaseluruh prosedur ilmiah adalah Islamisepanjang nilai obyektif terbukti.

Persoalan terakhir, bahwa tujuanilmu sosial bagi kemakmuran publikbisa dipertimbangkan sebagai tafsirdari prinsip rahmatan IH alamin.Keberartian kesalehan (profetik) ilmusosial teiietak pada pencapaian tujuankemakmuran publik yang merupakanbentuk dari keadilan seluruh proseshubungan sosial. ekonomi dan politik.

Dalam hubungan di atas,kewajiban zakat, ajaran moral infak,sadaqoh atau ibadah berdimensi sosiallainnya perlu dikaitkan dengan prosestindakan bukan hanya diambildari hasiltindakan. Teori harapan rasionalpemikiran ekonomi Robert Lucas,"mungkinbisa dipakai sebagai referensi

Abdul Munir Mulkhan, "Moral Kenabian; Paradigma Intelektual Dalam Pembangunan",Ulumul Qur 'an, Jakarta, Nomor, 4/VU/1997, him 43-49.

Abdul Munir Mulkhan, Kurikulum Berbasis EtikaIlmu, disusun dan disampaikan dalamRoundtable Discussion Pengembangan Kurikulum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Juni 2004.

JPl FIAIJurusan Tarbiyah VolumeXIII Tahun VIII Desember2005 79

Page 20: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

Abdul Munirl^ulkhan, Dllema PendldikanIslamdan Guru Agama

Berbeda dari universitas

umumnya, tugas utama UIN/PTI lalahmenyelenggarakan pendldikan tinggibidang ilmu (agama) Islam dan tugaskelembagaan menyelenggarakanpendldikan tInggI bidang Ilmu umum.Dalam prakteknya, pembidangantugas demikian sullt dibedakan.-selainmekanlsme hukum pasar yang akanmenentukan perkembangan kellmuanUIN/PTI tidak berbeda dari

pengalaman perguruan tInggI Islamswasta seperti yang selama inlberkembang dl tanah air. Tanpa visldan basis kellmuan yang jelas, makahukum pasar akan memaksa berbagalbidang Ilmu keagamaan yangteiiembaga dalam fakultas dan jurusansegera menghadapl kenyataanrendahnya partlslpasi publik akibat dariketersediaan lapangan kerja.

VIsi kellmuan bagi status baruperguruan tInggI Islam tersebut bisadibangun dari bahan sejarah awalperkembangan Islam. Namun untukbIsa membaca bahan sejarah tersebutsecara jemlh, diperlukan sikap kritissebagai jalan pembebasan ilmukeagamaan dari sentlmen politik,sakralisasi dan Ideologisasi. Dari sinibisa dijemlhkan sumber.bahan dasarilmu keagamaan dari teks suciAlqurandan Sunnah yang dipandang sakraldan sumber bahan dasar Ilmu umum

disusun dari sumber bahan dasar

realitas alam, fakta sosial, danpengalaman sejarah yang profan.

Perlu disadari, bahwa bangunankedua Ilmu Itu tIdak dibedakan hanyakarena nllal dan kualitas bahan

dasamya berbeda. Keyakinan bahwabahan dasar pertama bemllal sakraldengan kebenaran, tetap dan mutlak,

sedang bahan dasar kedua berslfatprofan terus berubah dan menjadidengan kebenaran relatlf, tIdakmengubah status Ilmu yang dibangundari keduanya sebagai ilmu raslonaldan historis.

Persoalan berikutnya iaiah fungsisosial UIN/PTI sebagai lembagapendldikan (negeri) dan partlslpasimasyarakat terhadapnya. Dari sinimuncul persoalan mengenal kelompokmasyarakat yang menjadi sasarandidlk dan sasaran pemanfaatan ilmu.Problem inl bIsa disederhanakan

dalam sebuah pertanyaan tentang"apakah sasaran tugaspenyelenggaraan pendldikan UIN/PTIhanya untuk calon didlk danmasyarakat muslim atau seluruhmasyarakat tanpa membedakankepemelukan agama dan apahubungannya dengan kebutuhanmasyarakat?" Memperhatlkan legalitaskeberadaan UIN/PTI dan fungsipenurunan wahyu dan pengutusanrasul, sudah semestinya jika seluruhmasyarakat tanpa membedakankepemelukan agamanya yang menjadisasaran didlk dan sasaran penerapanilmu.

Pemecahan persoalan dl atas, bIsaditunda dalam arti dllakukan bertahapsesual proses penjbahan status, balkpada tingkat kelembagaan, akademlk,dan tradisi intelektual UIN/PTI itu

sendiri. Namun peiiu disadari bahwaketerbukaan UIN/PTI kepada seluruhkelompok masyarakat tanpamembedakan kepemelukan agama,sudah merupakan tuntutan sosial,ekonomi, dan sejarah. Kesadaran ataspluraltas sosial dan keagamaan yangberkembang selring perkembangan'

80 JPIFIAI Jurusan Tarbiyah Volume XIIITahun VillDesember2005

Page 21: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

. KUAUFIKASI,KOMPE!ENSI,DANSERnnKASIGURU

peradaban global mengharuskanlembaga in! segera membangunidentitas diri sebagal jangkar dariketerbukaan plural tersebut.

Persoalan visi keilmuan btsa

dijelaskan dengan mengurai berbagaikemungklnan bagi perjumpaan duasistem ilmu yang secara teologis bisabertentangan tersebut. Perjumpaandua sistem ilmu yang lebih dikenaldengan integrasi.ilmu bisa disusundalam tiga pilihan strategi:1.Penegasan Islamic Studies sebagal

ilmuyang sama dengan ilmuumum.Perbedaan bahan dasar

ditempatkan sebagai perbedaankualitas dan jenis tanpa membenpengaruh berarti pada konstrukslnilai dari kedua ilmu itu sendiri.

2.Penetapan fuhgsi kemanusiaanbahan dasar kedua ilmu dan basis

aksioiogis kedua ilmu tersebutS.Pendekatan sosiologis meletakkan

integrasi kedua iimu secara naturaimeialui dialog antar pengembang

' kedua iimu yang bentuknya akanditentukan oleh hasil akhir dialogkeduanya tanpa batas waktu.

Dari ketiga strategi tersebut, pilihanpertama dan kedua bisa diletakkandaiam satu kerangka dasar yangdisebut integrasi berbasis etika iimu.Dari sini bisa dirancang suatu modelkurikuiurn dengan sejumiah pilihan.Sekurangnya terdapat tiga pilihandalam rancangan kurikulum UINberbasis etika ilmu. (1) Menyusunsendiri struktur tubuh- ilmu; (2)mengikuti struktur tubuh Iimu yangsudah ada; (3) mereposisi IslamicStudies daiaiti struktur tubuh iimu.

Pilihan pertama merupakan pitihanideal. Namun keberiakuan piiihari

memeriukan pengakuan komunitasiimuan di dunia yang membutuhkanwaktu cukup panjang. Selain usahademikian tidak mudah meyakinkanIimuan, Juga harus disusun denganteriebih dahuiu meiakukan analisis

kritis terhadap bangunan. ilmu yangsudah mapan. Paling tidak dipertukanpengakuan dari "penguasa" Iimu dinegeri int yaitu Diknas dan LIPI.

Pilihan kedua memang reiatif lebihmudah. Namun pilihan kedua itu akanmembuat Islamic Studies terpinggirdan menyebabkan fakuitas induk(yang sudah ada) akan hiiang dariperedaran berikut dosen-dosen difakuitas tersebut seperti Usuiuddin,Dakwah, Syariah, Adab, dan Tarbiyah.Kecendemngan demikian bisa dilihatdari pengalaman berbagai peruguruantinggi Islam dalam bentuk universitas(swasta) di tanah air

Pilihan ketiga lebih menarik jikapilihan tersebut ditempatkan sebagailangkah awal bagi pemenuhan pilihanideal (pertama). Hanya saja pilihanketiga Ini memertukan sedikit usahayang serius untuk meiakukan tafsiruiang atas ilmu-ilmu yang seiama in!t)erada dalam wadah Islamic Studies.

Langkah Ini bisa dilakukan denganmenemukan pesan etika keilmuan dariiimu-ilmu Islamic Studies bersamaan

langkah serupa terhadap iimu-iimunon-Islamic Studies tersebut yangseiama ini biasa disebut iimu umum

atau ilmu.sekuler.

Pilihanterakhir (ketiga)tampaknyalebihmudah dibandingpilihan pertamayang akan niembuka diskusikonstruktlf pengernbangan iimu-iimuIslamic Studies sekaligus pencerahanteologisbag!ilmu-ilmu sekuier (umum).

JPiFIAI Jurusan Tarbiyah, Volume XIII TahunVIII Desember2005 81

Page 22: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

AbdulMunirMulldian, DilemaPendidikanislam dan GuruAgama

Di masa depan, pilihan ketiga bukanhanya akan mendorong etos dan kerjapenelitian yang kaya, tap! jugamembuka berbagai kemungkinan bagimodel pengembangan kesatuanstruktur tubuh ilmu yang selama Inidisebut sebagai integrasi ilmu atauIslamisasi Ilmu.

Kesatuan stmktur ilmu tersebut

sebenamya bukanlah sesuatu yangsama sekali baru. Ketlka kita bisa

membaca sejatah intelektual muslimdi masa awal perkembangannyasebelum kejatuhan Baghdad atausekurangnya sebelum gempuranbesar Imam al-Ghazali.

Namun demikian, yang segeraperlu disadari iaiah perlunyapengembangan model bam kurikulumkhususnya bagi ilmu-ilmu IslamicStudies sekaligus sebagai proyekpengembangan mutu akademik bagitenaga pengajar UIN/PTIyang selamainl berbasis Islamic Studies. Proyek inibukan sesuatu yang mewah atau sulitdilakukan sepanjang kita bersediamembaca ulang seluruh ilmu-ilmuIslamic Studies dalam perspektif etikailmu tersebut.

Dalam hubungan itulah penataankurikulum UIN/PTI perlu dilakukandengan dua catatan penting. Duacatatan ini perlu disadari sehubungandengan fungsi utamapenyelenggaraan pendidikan tinggidalam pengembangan ilmu, teknologi,dan sen!, selain fungsi-fungsisosialnya. Catatan tersebut berkaitandengan dua langkah yang perludilakukan oleh UIN/PTI

Langkah pertama, UIN/PTAI hamskonsisten dengan stmktur Ilmu yangsudah baku, yaitu: ilmualam (natural),

ilmu sosial, dan ilmu humaniora.Sekurangnya terdapat dua pilihanuntuk konsisten dengan stmktur ilmuyang baku tersebut. Pilihan pertamadilakukan dengan menempatkan ilmu-ilmu ke-lslaman {Islamic Studies) kesalah satu atau ke ketiga sub-stmkturilmu. Pilihan kedua, menempatkanilmu kelslaman sebagai sub-stmkturtersendiri (keempat) atau membuatstmkturyang benar-benarbam. Pilihanini memerlukan teori bam yang bukanmustahll dilakukan, namunmemerlukan diskusi panjang selainhams meyakinan komunitas ilmuan didunia.

Langkah kedua, UIN/PTAI secarakonsisten menempatkan IslamicStudies sebagai disiplin utama danpengembangan ilmu-ilmu lain sebagaitugastambahan. Langkah iniberkaitandengan posisi tiga sub-struktur ilmu(alam, sosial, humaniora) dalampengembangan ilmu ke-lslaman.Dibanding langkah pertama, langkahkedua ini lebih praktis dan mudahditerima komunitas UIN/PTAI,walaupun tidak gampang dilakukan,kecuali ilmu kelslaman bisa dibedakan

dalam dua konsentrasi, yaitu; ilmumurni dan ilmu terapan.

Oleh karena itu, di luar kedualangkah di atas, persoalan pentingyang perlu dijernihkan lebih dahulukedudukan Islamic Studies sebagaiIlmu yang benar-benar diletakkansebagai ilmu, bukan ilmu serrii agama.Melalui penjernihan demikianperdebatan tentang hubungan agamadan ilmu sudah tidak perlu, karenatidak produkif. Perdebatan tentangposisi dan hubungan tiga sub-strukturilmu (alam, sosial, dan humaniora) dan

82 JPIFIAIJumsan Tarbiyah VolumeXIII Tahun VIIIDesember2005

Page 23: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

KUAURKAS!, KOMPEIENSI, DANSERTIRKASIGURU

Islamic Studies adalah persoalankebenaran ilmlah (epistemologi danmetodologi) yang selanjutnya bisaberkaitan dengan problem ontoiogi(metafislka) dan aksioicgi.

Berdasarstruktur ilmu baku dl atas,persoalan hadarah al-nash, hadarahal'ilm, dan hadarah al-falsafah, leblhjemih jlka dlletakkan dl dan ke daiamtiga sub-struktur ilmu, yaltu: ilmu alam,sosial, dan humaniora, sepertipenjelasan di atas. Demikian puladiskusi tentang metodologi(epistemologi) bayani, burhani, dan//fan/daiam pembelajaran di UIN/PTAI.Di sinilah letak pentingnya bagi DIN/PTAI untuk konsisten padapembidangan ilmu yang sudah mapan,yaltu; ilmu alam, ilmu sosial, dan ilmuhumaniora.

Dalam perkembangannya bisadikaji lebih lanjut tentang strukturpembidangan ilmu berdasar konsephierarkhl ilmu yang bersumber darihierarkhi realitas. Melalui konsephierarkhl ilmu demikian itu, makabeberapa bidang kajian dalam IslamicStudies seperti kajian tentang realitasgaib (metafisis) bisa ditempatkan padahierarhi lebih tinggi. Sementara banyakbidang lain diletakkan pada posisisetara dengan semua bidang ilmutersebut dengan objek dan metodologiberbeda.

Jika kita berpikir non-hierarkhis danmencoba menempatkan ilmukelslaman sebagai bidang tersendiri,yang dipeiiukan iaiah argumen bahwabasis epistemologi, metodologi, danobjek dari Islamic Studies memangberbeda dari ilmu alam, ilmu sosial,dan ilmu humaniora. Namun argumenini membutuhkan pengakuan dari

komunitas ilmuan di dunia yang tidakmudah diperoleh walaupun mungkln.

Daiam hubungan itulah, persoalanbayani, burhani, dan irfani, ifierupakanpersoalan yang panting dibahas sesu-dah struktur ilmu dijemihkan. Usahadan langkah demikian bisa dilakukansesudah menjawab pertanyaan,"apakah Islamic Studies sebagaibidang ilmu yang berdiri sendlri,menjadi nilai inti semua ilmu, ataumenyebar ke dalam tiga sub-strukturilmu (alam, sosial, dan humaniora)?'.

Keyakinan atas kesempurnaanajaran islam tidak menjadi gugurdengan menempatkan islamic Studiessebagai ilmu. Bukan karena isiamicStudies bersumber dari teks wahyu iaidentik kesempumaan Islam sebagaiagama wahyu. Penempatan IslamicStudies sebagai agama yangkarenanya bersifat sempurna,bedentangan dengan tradisi ilmu danfakta sejarah tentang peran ilmuanmuslim (ulama) dalam penyusunanilmu,selain bertentangan dengan faktasoslologis perbedaan pandangan diantara ulama tersebut.

Sesuai struktur ilmu di atas, ilmualam, ilmu sosial, dan ilmu humaniora,yang selama ini dituduh sekuler, bisadicerahi kesadaran dan kesalehan

religius (makrifat) dengan meletakkanilmu mumi ke-lslaman sebagai ilmu intidari semua cabang ilmu. Selanjutnya,ilmuterapan ke-lsIaman (fikih, tarbiyah,dakwah, adab) ditempatkan ke dalamtiga sub-strukturilmu (alam, sosial, danhumaniora). Pembelajaran ilmuterapan ke-lslaman ini bisa dikem-bangkan melalui konsep "pendidikanberbasis kompetensi" (lihat skemateratai ilmu).

JPIFIAIJurusan Tarbiyah VolumeXIII Tahun VlllDesemt)er2005 83

Page 24: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

AbdulMunirMulkhan, DllemaPetididikanIslamdan GumAgama

, Dalam stmktur kurikulum (baru),ilmu murni ke-islaman disajikansebagai kurikulum IntI semua programstud! bersama ilmu murni dari ilmu

alam (sepertifisika murni, matematika),ilmu murni dari ilmu sosial (filsafat(etika), dan ilmu murrii humaniora.Terapan ilmu ke-lslaman (fikih,pendidikan a\au dakwah keimanan,bukan kalam, dan akhlak),ditempatkan sebagai kompetensisemua program studi yangdisesuaikan dengan konsentrasikeilmuan dari masing-masing programstudi tersebut. Hal ini bisa dilakukan

dengan melihat dimensi ilmu terapan(teknologi) semua bidang ilmu, danseni.

Melalui struktur baru di atas

persoalan metodologi bayani, burhani,dan irfani, dlletakkan dalam kajianepistemologi ilmu-ilmu : alam, sosial,dan humaniora yang berkaitan denganteqri kebenaran (antara lain;korespondensi, koherensi, danpragmatis) dengan model kerja;eksperimentasi, eksperientasi, danpragmatisasi. Disisi lain, sumberteks,akal, dan tradisi {bayani, burhani, irfani)diletakkan ke dalam, satu kajianbersama empirisme, rasionalisme,fenomenalisme, intuisionisme, danpragmatisme dalam filsafat modem,serta paradigma lainnya dari ilmu-ilmu:alam, sosial, dan humaniora.

Oleh karena model pembelajaransesuai stmktur bam kurikulum sepertidikemukakan di atas belum ada dalam

sistem pendidikan pada urnumnya,dipeiiukan model pembelajaran baru.Model ini bisa dikembangkanberdasarkan tujuan pembelajaranyang liberatif-kritis, penyadaran

transformatif,. dan vokasional(pemberdayaan kompetensi).Pengembangan model ini bisadikembangkan dari model pendidikanPaulo Freire, pendidikan kritis,pendidikan afektif John P. Miller,bersama tiga model kecerdasan(intelektual, emosional, spiritual) yangsudah ada.

Untuk kepentingan penylapantenaga pengajar yang kompatibeldengan . model pembelajaran,pengembangan ilmu. dan kurikulumUIN/PTI perlu disiapkan tenaga didikmelalui crossing Studies. Strategi iniditempuh untuk mengembangkankemampuan akademik tenaga didiksecara sosiologis melalui studi lanjutyang terstmktur. Melalui strategi inidiharapkan tenaga akademik yangselarria ini menekuni berbagai sub-bidang ilmu jslam memilikipenguasaan hingga tingkat ahli dalamberbagai sub-bidang ilmu umum, dansebaliknya.

Bagi tenaga pengajar yang berasaldari lAIN/PTAI perlu didorong untukmelanjutkan studi di berbagai sub-bidang ilmu umum kealaman, sosialdan humaniora, dan sebaliknya.Demikian pula dengan kegiatan ilmlahdan penelitian tenaga akademik darikedua bidang ilmu tersebut, harusdidorong untuk melakukan kegiatanilmiah tambahan di berbagaj bidangilmu yang berbeda. Untuk itu perludisediakan fasilitas pelatihan danpenulisan karya ilrriiah berdasarstrategi crossing Studies tersebut.

Selanjutnya dibentuk lembagayang bertugas mengembangkankegiatan crossing Studies di bidangpenelitian, karya ilmiah dan studi lanjut

84 JPl FlAiJunjsan Tarbiyah VolumeXIII Tahun VIII Desember2005

Page 25: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

KUAUFIKASI, KOMPEIENS!, DANSERTlFfKAS!GURU

bagitenaga didikdi UIN/PTI. Lembagaini berkedudukan setingkat pembanturektoryang bertanggungawab kepadarektor sehingga lebih otonom danmandiri. Selain itu lembaga ini jugabertugas mengembangkan kerjasamalintas studi dan lintas lembaga intemaldan ekstemal dengan berbagai plhakdan masyarakat luas.

Pada akhimya peiiu disusun suatumodel kurikulum baru yahg jikadikehendaki bisa dilakukan secara

bertahap. Tahap pertama merupakantahap transisi, dan selanjutnya bisadisebut sebagal tahap rekonstruksi,dan tahap akhir disebut sebagai tahappemantapan. Tahap berikut yangdiperlukan iaiah menyusun pamdigmabaru dengan mematahkan lebih.dahulu semua paradigma ilmu-ilmuyang sudah mapan sebagaimana telahdikemukakan di atas.

.Pengembangan peradlgma barutersebut di atas bisa memakan waktu

cukup lama, mungkin bisa mencapaihitungan abad. walaupun lebih baikdimulai sekarang jika kita memangmemiliki tesis-tesis baru yangmeyakinkan kita sendiri. Soalnya iaiahapakah kita secara sungguh-sungguhmemang memiliki tesis-tesis tersebutatau sikap kitaterhadap ilmu-ilmu yangsudah mapan itu lebih didasarisentimen ideologis sebagai reaksikebangkrutan peradaban- Islam ditengah kemajuan peradaban Barat.Mungkin lebihbijakjikapendapat Iqbaldicermati yang menempatkan peradaban Barat sebagai kelanjutan tradisiIslam yang sayangnya mengalamikemandegan sejak lama. Kita bisabelajar dari ilmuan musllm generasipertama seperti Ibn Sinai al-Farabi; al-Kindi, dan seterusnya.

Hanya setelah masyarakat muslimmeiigalami kekalahan politik, ilmu-ilmuyang kemudian dikembangkan duniaBarat ditempatkaii sebagai ilmu yangtertolak. Pengalarnan intelektual duniaBarat itu sendiri memang kemudianmenolak menempatkan bidangketuhanan sebagaL objek kajian.Namun, melalui restrukturisasi. ilmu-ilmu yang selama ini disebut sekuler,proses pen-saleh-an (pe-makrifat-an)atau spiritualiassi ilmu-ilmu inimungkinbisa dilakukan. Inilahwajah baru tradisiintelektual Islam sekaligus paradigmailmu-ilmu di lembaga pendidikan tinggiIslam seperti UIN atau PTAI.'

Pada setlap titiksilang Ilmu dalamskema di atas, etika ilmu bisa sebagaibasis kesatuan ilmu-ilrnu Islamic

Studies dan ilmu-ilmu sekuler.

Pengenalan terhadap etika ilmutersebut antara lain bisa diiakukan

dengan cara membagi ilmu ke dalamdua tahapan, yartu; ilmumumi dan imuterapan. Jika pada tahap terapansetiap ilmu bisa meriunjukkan segiperbedaan yang semakin tajam, makapada tahap murni yang lebihmenonjolkan basis etiknya akanmemperlihatkan kepaduannya.

. Inti dari apa yang dalam skema diatas disebut ilmu mumi itulah yangdisebut etika ilmu sebagai titik-masukihtegrasi ilmu, karena di tahap etikinilah sebenamya semua ilmu bisadipadukan atau tidak mengalamjpertentangan berarti. Bukankah semuailmumerupakan konstruksi pikiranataupehgalaman yang ujungnya diaMikanbagi kepentingan kemanusiaan?Tujiian kemanusiaan itu puiasebenarriya yang terbaca dari risalahkenabian jika ditelusuii basis etik daririsalah kenabian tersebut.

JPIFIAI Jurusan'Tarbiyah Volume XIII Tahun Vlll Desember2005 85

Page 26: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

AbdulMunirMulkhan,DilemaPendidikan islamdan GumAgama

Kerja berikutnya yang perludilakukan iaiah menyusun ulang ilmu-Wmu Islamic Studies terapan yangdilakukan bersama dengan menyusunulang ilmu-ilmu sekuler terapan.Melalui kerjasama interdisiplin daripara ahli yang tersedia di berbagaipergunjan tinggi terkemuka di tanahair, pekerjaan in! bukan sesuatu yangmustahil dilakukan. Daya tank proyekin! terbuka ketlka berbagai ilmu sekulermulai berada pada situasi kejenuhanseperti halnya ilmu-ilmu Islamic Studiesyang tampak mengalami kehilanganfungsi profetik kenablannya di tengahperubahan masyarakat dan perkem-bangan iptek yang cepat dan luas._

Langkah Strategis PengembanganPendidikan Islam

(Spiritualisasi atau SufistisasiPeradaban Globat)^^

Peradaban modern berpangkalpengucilan objek metafisika digantikanparadigma ontologi, berkembang lebihcepat dari capalan lebih 2000 tahunsebeliimnya. Namun, kemakmuranekonomi dari jasa iptek (ilmupengetahuan dan teknblogi), lebihdinikmati bangsa-bangsa di kawasanutara dan ketertindasan bangsa dikawasan selatan. Muncul praktikketidakadilan, pemisklnan, dandehumanisasi dalam peradabanmodem.

Masyarakat muslim di kawasanselatan yang konsisten menempatkanmetafisika sebagai objek kajian,cenderung mengabaikan dimensiontologis fakta-fakta empirik. Bangsa-

bangsa di kawasan ini sepertiterperangkap pada keasyikan spiritualtanpa batas..Selain berpendidikanrendah, miskin, dan diperiakukan tidakadil, mereka juga disibukkan olehberbagai konflik internal. ^

Konflik epistemologis menjadisentimen ideologis. Ontologismememandang ilmu dari objek metafislkdan penyimpuian metafisika sebagaimitos. Sementara sakralisasi Islamic

Studies menempatkan iptek modemsebagai pengingkaran terselubungkehadiran Tuhan. Bersamaan itu,dunia seperti tanpa pilihan kecualisebagai pengguna setia jasa iptekmodem.

Dalam situasi demikian, cukup. menarik spekulasi teoritis fisika dansains modern mutakhir yangmengindikasikan kerinduan objekmetafisika dan spiritualitas (StephenHawking dan Danah Johar). Namunperadaban modem tidak cukup beranimelakukan re-renaisance (revolusiperadaban) yang lebih mungkirimuncul dari bangsa-bangsa tertlndas.Syarat utamanya iaIah meletakkanIlmu sebagai Ilmu dan wahyu sebagaiwahyu serta rasionalitas ontologissebagai tahap-awal spiritualitasmetafisik.

Perubahan status IAIN menjadiDIN bermakna sejarah jika tradisiintelektual sebelum kelahiranontologisme (abad modern) bisaditransformasikan ke dalam tradisi

modem. Dari sini UIN dan perguruantinggi Islam lainnya (PTI atau PTAI),bisa menawarkan strategi pemecahan

"). AbdulMiuiirMplldian, Revolusi Peradaban'dalam SpiritualisasiIptekdan PragmatisasiRitual disusundan disampaikan dalam acara pemilihanRektorUIN SunanKalijagaYogyakartaperiode2005-2009 tanggal 20 September2005

86 JPIFIAIJurusan Tarbiyah Volume XIII Tahun VIII Desember2005

Page 27: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

KUAUFIKASt,K0MPE7ENSI, DANSERUHKASIGURU

problem konfllk, praktik ketidakadllan,pemisklnan dan pembodohan. Namununtuk Itu diperlukan dukungan danacukup besar yang tidak cukupdibebankan pada mahasiswa, bukanhanya bag! penyiapan ruang kuliah danperkantoran, tapi bag! peningkatanmutu dan rekrutmen dosen serta staf,penyiapan kurikulum, penelitlan danlaboratorium.

Dengan begitu, maka perludibangun suatu basis epistemologidalam pengembangan konseppendidikan, pembelajaran, danpelembagaan dalam pendidikan Islam.Untuk itu perlu dikaji pengalamanintelektual dan pendidikan masyarakatIslam sebelum peristiwa perang salibdan sebelum lahimya gerakan Pan-Isjamisme.

Basis epistemologi pendidikan(Islam) harus diletakkan bukansekedar berbeda darl peradabanmodern Barat, tetapi harus bisamelampaui raslo modemitas sepertitelah dikemukakan di atas. Kesadaran

liahlyah tentang keseluruhan realltasyang tunggal dan sistematis sebagaibasis ontologis pendidikan diletakkansebagai titik awal dan akhirpengembangan dan penerapan iptek.Tujuan dasar pengembangan danpenerapan Iptek iaiah pengembangankesejahteraan hidup bangsa dalamperadaban global. Fungsi pendidikankemudian iaIah sebagai mediapembelajaran hidup duniawi danpengabdian kepada Allah (sabilillah).

•Pengembangan dan penerapaniptek hanya • berguna bagikesejahteraan manusia sepanjangtidak berhenti pada rasionalltas materil.Kritik rasionalitas iptek merupakan

media spiritualisasi objek ontplogiempiiik yang memungkinkan manusiamenyadari kehadlran Tuhan. Ontologisebagai dasar filosofis peradabanmodern perlu diletakkan dalamkesatuan sistematis metafisika.

Oleh karena itu, praktikpembelajaran perlu dibangun sebagailangkah strategis berikut;1. Penempatan tradisi iptek (termasuk

seni) yang rasional sebagai tahapsistematis pengembangankesadaran ilahiah yang spiritual..

2. Menghidupkan kembali tradisiintelektual klasik yang tidakmembedakan secara hierarkhis ilmu

kealaman.-sosial dan humaniora;termasuk Islamic studies.

3. Menggali dan mengembangkantradisi lokal (Indonesia dan Jawa,terutania Sunan Kalijaga) sebagaipengayaan spin'tualitas iptek danperadaban global.

4. Pengembangan dan penerapaniptek sebagai strategi pemt)elajarankehidupan bermasyarakat danberbangsa dalam tata pergaulandunia global.

5. Pengembangan sistem kehidupankampus yang memungkinkanseluruh warga kampus danmasyarakat berperan aktif bagitujuan UIN atau PTI sesuaikemampuan intelektual danprofesionalnya masing-masing.

6. Pengembangan kehidupan kampussebagai wujud kesalehan sosialyang secara pragmatis berguna bagipenyelesaian berbagai problemkemanusiaan dalam kehidupanbangsa dan peradaban global.Srategi pengembangan

pendidikan (Islam) meliputi : (a)

JPIFIAI Junjsan Tarbiyah VolumeXIIITahun VIII Desember2005 87

Page 28: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

AbdulMunirMulkhan, DilemaPendidikanislamdan GuruAgama

pengembagan tradisi intelektual, (b)penjaminan mutu akademik,pembelajaran, dan profesibnalitas staf,(c) partisipasi publik(stakeholder), dan(d) peneguhan keunggulan spiritual.

Praktik pendidikan kemudianmerupakan sinergi semua kekuatandan elemen masyarakat ketika padaakhimya pendidikan dirancang untuksebuah tata kehidupan sosial -yangideal. Pendidikan adalah baglan darikehidupan masyarakat, bahkankehidupan masyarakat itu sendiriadalah merupakan laboratoriumpendidikan.

Tradisi intelektual. Menumbuhkan

tradisi intelektual dua sayap;rasionalitas dan spiritualitas mengatasiperadaban global materialistik danperadaban Islam transenden.Ontologisme diietakkan sebagai tahapsistematis bersentuhan denganmetafisika ketika Islamic studies tidak

terbatas ilmuyang selama ini IAIN danPTI atau PTAI.Kita bisa menyebut IbnSina yang ahii kimia,biologi dan medissekaligus Islamic studies. Tanpa basisepistemologis dan tardisi intelektualdemikian. Islamic studies akankehilangan peminat'

Soalnya iaiah bagaimanamentransformasikan tradisi intelektual

muslim klasik ke konstruksi bam yangkompatibei dengan problemperadaban global. Jawabannya antaralain dengan penelitian substansi etik(nilai kemanusiaan), konstruksiepistemologi klasikdan berbagai teoriiptek daiam perkembangan mutakhir.Disaat yang sama juga perlu dilakukanpemahaman terhadap pengalamanintelektual dan keagamaan iokalJawa,Sumatera, dan Indonesia Timur. Dari

sini bisa ditemukan kearifan spiritualyang kaya guna memperkaya kearifanspiritual Islam dan peradaban modemsekaligus.

Mutu akademik dosen, staf, danpembelajaran. Pendidikan lanjut.danpenelitian dosen diarahkan gunamenumbuhkan tradisi intelektual

otentik didukung kemampuanprofesionai staf yang terusdikembangkan. Pembelajaran disusunbagi pengayaan pengalaman rasional,spiritual, dan ritual, tidak terbatas dikelas, tapi selumh keglatan kampus,organlsasi intra dan ekstra hingga tatahubungan dosen-staf-mahasiswa.

Sumber dana dan managemenkehidupan kampus. DIN atau PTAIdikelola sebagai media kesejahteraanbersama warga dari tukang sapuhingga gum besardan rektor,sengsoroIan nyuargo bareng. Kesenjangankesejahteraan yang terlalu tajamantara staf terbawah dengan pimplnantertinggikampus, dapat diatasi denganmanagemen keuangan yang terbukaguna membangkitkan partispasi(handarbeni) selumh warga kampus.

Kerja berjamaah adalah modaldasar penumbuhan tradisi intelektualDIN atau PTAI sebagai dasarpengembangan Iptek bervisi ilahi dankemanusiaan. Selanjutnyadikembangkan praktik ritual dan ipteksebagai Jawaban langsung problemkehidupan warga kampus danmasyarakat sekltar. Melalui kerjasistematis dan terprogram sertamelibatkan tiap potensi warga kampusdan masyarakat luas, maka agendabesar itu bisa direalisasi. Keijasamadengan pengusaha dan penggunajasa pendidikan perludipertimbangkan

88 JPIFIAIJumsan Tarbiyah VolumeXIII Tahun VIIIDesember2005

Page 29: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

KUAUnKASI, KOMPEfENSI, DANSERnRKAStGURU

sehingga lulusan UIN atau PTAI^benar-benar. bisa diserap pasar sekaligusdiperoleh dukungan dana bagipengembangan UlN/PTI.

Selanjutnya perlu disusun suatutata kehidupan kampus yangmemungkinkan beragam tradisi Islamdan iokal berfungsi agar tiap wargamasyarakat bisa memenuhi kebutuhanhidupnya. Kin! waktunya kehidupankampus dibebaskan darl sentimenideologis tradisi gerakan yang justrumelumpuhkan semua potensi dankekuatan kaya - yang dimilikimahaslswa, dosen, dan karyawan.

Keunggulan spiritual. Melalulkeijasama semua pihak; dosen yangahli dalam pemikiran klasik hinggasains mutakhir, staf dengan beragamkemampuan profesional, pencapaiantujuan besar UlN/PTI;spritualisasi iptekatau sufistisasi Iptek dan pragmatlsasiritual, bukan mustahil utnuk dapatdicapai. Tapi, hanya mengandalkankemampuan finansial vyarga kampusdan dana pemerintah. sullt UlN/PTIuntuk maju walaupun didasari ide-idebesar yang belum teriaiu jejas.

Selanjutnya, dan sinilah kemudianbaru bisa dikembangkan keunggulanspiritual atau sufi sekaligus keunikanUlN/PTI yang tidak dimiliki perguruantinggi lain. Inl sekaligus sebagai dayatarik untuk membangkitkan partisipasimasyarakat dalam negeri dan wargabangsa^bangsa di dunia. Sudahwaktunya pemikiran ahli-ahli sufi dikajidan ditampilkan dalam format dankonteks baru iptek dalam arasglobal.*"

Kepustakaan

[•Abdul Munir Mujkhan, Pararelitas

Sains dart Wahyu AntaraKemutlakan dan _Reiativitas•Pemikiran Isiam, Makalah untukPelatihan History of Thought USC

.Satunama tanggal 14-19Nopember 2005 di BalaiPelatihan- USC S'atupamaSambisari Duwet SendangsariSleman.

—, Reposisi llmu dan Ajaran,Makalah dalam Training ofTrainers (TOT)- SistemManajemen Efektif danPembelajaran Aktif BagiInstniktur/ Trainers Galon Dosen

PTAI se Indonesia Angkatan IIdan III dalam topik "PrincipleStructure of Science and

Knowledoe in IHE"tgl .13Agustuss/d 8 September 2004 danSeptember s/d Oktober 2004 diHotel Sriwedari Yogyakarta.

—, Pengembangan FungsiKesalehan dalam llmu RekayasaSosial, Makalah Seminar &Lokakarya "ReintegrasiEpistemologi PengembanganKeilmuan Di IAIN" dengan topik"Epistemologi dan Paradigmallmu-IlmuSosial dalam PerspektifPemikiran Islam" 18-19

September 2002 di Yogyakarta.

—, "Moral Kenabian; ParadigmaIntelektual dalam

Pernbangunan", Ulumul Qur'an,Jakarta. Nortior; 4/VII/1997.

Kurikufum Beibasis Epkallmu,Makalah' untuk Roundtable

Discussion Pengembangan

JPIFIAiJurpsanfTajplyahyqlumeXllfTah 89

Page 30: Dilema Pendidikan Islam dan GuruAgama

Abdul MunirMulkhan, Dilema Pendidikan islam danGuru Agama

Kurikuium DIN Sunan KalijagaYogyakarta, Juni 2004.

, Revolusi Peradaban dalamSpiritualisasi Iptek danPragmatisasi Ritual, Makalahyang disampaikan pada acarapemilihan Rektor UIN SunanKalijaga Yogyakarta pfei-iode2005-2009 tanggal 20 September2005

Alan Ryan, 1977, The Philosophy ofThe Social Sciences, London :The Macmillan Press Ltd.

al-Ghazali, 1982, MizanulAmal, dalamedisi terjemahan berjudul"Timbangan AmaT, Semarang :Toha Putra

al-Ghazali, 1986, Al-Munqidz mlnAII-Dlalaal, dalam edisi terjemahanberjudul "Pembebas dariKesesatan". Gresik : BintangPelajar

Anthony Giddens, 2000, The ThirdWay; Jalan Ketiga PembaharuanDemokrasi Sosial, Jakarta :Gramedia.

E. F.Schumacher, Keluardari Kemelut;Sebuah Peta Pemikiran Baru,Jakarta: LP3ES.

, Kecil Itu Indah; llmuEkonomiyang Mementingkan RakyatKecil, Jakarta: LP3ES.

Fazlur Rahman. 1983, TemaPokokAI-Qur'an, Bandung: Pustaka

Frithjof Schuon, 2002, TransfigurasiManusia; Refleksi AntrosophiaPerennialis, Yogyakarta: Qalam.

Kuntowijyo, 1991, Paradigma Islam;Intepretasi UntukAksi, Bandung: Mizan

Murtadha Mutahhari, 1985,Masyarakat dan Sejarah; KritikIslam atas Marxisms dan TeoriLainnya, Bandung : Mizan

90 JPIFIAIJurusan Tarbiyah VolumeXIII Tahun VIIIDesember2005