Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak...

44
i Si Badut, Orang Gila Dan Bapak Presiden Ditulis oleh Fajar Nugros Kumpulan Cerita Pendek Untuk Mereka Yang Tidak Termasuk Kategori Diatas.

Transcript of Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak...

Page 1: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

i

Si Badut, Orang Gila Dan Bapak Presiden Ditulis oleh Fajar Nugros Kumpulan Cerita Pendek Untuk Mereka Yang Tidak Termasuk Kategori Diatas.

Page 2: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

ii

Page 3: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

iii

Si Badut, Orang Gila Dan Bapak Presiden

©Fajar Nugros 2010

Page 4: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

iv

Kata Pengantar dari Penulis Ini adalah kumpulan cerita pendek berkisah panjang tentang sebuah negeri yang makmur sentosa. Tentang badut-badut yang tak kenal lelah menghibur rakyatnya. Tentang orang-orang gila yang tertawa-tawa dan tentu saja tentang pemimpin negerinya. Fajar Nugros menuliskannya sebagai saksi kemakmuran negeri itu dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'.

Page 5: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

1

1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya saya pernah mengaku-ngaku punya pacar. Pacar, kekasih, artinya sangat sederhana buat saya. Dialah yang memberi saya genggaman yang menenangkan hati dan pelukan yang menghangatkan. Dan tentu saja pangkuannya adalah tempat paling aman di dunia. Begitu rasa saya, itu pengakuan saya. Getar-getar itu dimulai ketika saya melihatnya pertama kali. Lalu semakin bergetar ketika saya melewati rumahnya. Begitulah, kemanapun saya pergi, semua jalan yang saya lewati selalu melewati rumahnya. Setiap merindukan wajahnya saya selalu mendongak keatas dan menatap bintang, dan itu cukup buat saya. Saat menghirup bau tanah yang baru saja tersiram hujan, saya selalu mengenang harum dirinya. Begitulah dulu. Sesederhana itu. Lalu kami berkenalan. Saya menyodorkan tangan saya dan untuk pertamakali saya bisa menggenggam tangannya. Ingin rasanya menggenggam selama mungkin, tapi tentu saja tak bisa. Ingin selalu memandang wajahnya, tapi tak bisa. Kemudian kami pergi bermalam Minggu bersama. Saya sudah mempersiapkan diri sejak sore. Mencuci motor. Membeli minyak rambut juga parfum di warung terdekat. Ibu memberi saya uang saku, untuk bensin dan juga membeli tiket bioskop dan mentraktir makan. Cinta waktu itu sungguh sederhana. Saat bunga mawar merah hanya setangkai masih sungguh bermakna. Kami hanya melihat mata, aku menggenggam tangannya. Lalu dia menyandarkan kepalanya di bahuku. Lalu kenapa sekarang semuanya berubah? Dunia kah yang berputar sedemikian cepat? Hingga malam ini saya duduk sendiri dan mengenang itu semua? Setiap saat saya berjalan mengelilingi kota ini, melewati rumah-rumah mewah dan besar yang selalu membuat saya bertanya, siapa yang menyapu rumah itu setiap hari? Tapi rumah-rumah itu tak lagi membuat hati saya bergetar. Itu bukan rumah sederhana yang melihat pagarnya saja membuat hati saya bergetar, bukan rumah yang membuat saya menebak-nebak dimana gadis pujaan saya memejamkan matanya kala malam. Harum bau hujan telah tergantikan wewangian mahal yang berganti setiap musim. Dan hidung saya yang sederhana tak mampu lagi mengidentifikasikan keindahannya. Saya hanya ingin menggenggam tangannya. Itu saja. Tapi rupanya sekarang kita terlalu banyak bertanya pada cinta. Kenapa saya, kenapa kamu, kenapa hujan, kenapa terang, kenapa malam? Cinta tak bisa lagi seperti rumah makan Padang itu, sederhana. Dan kerumitan cintalah yang membuat saya sekarang gila. ***

Page 6: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

2

2. Orang-Orang Yang Membuat Saya Menjadi Gila Aku tak tahu dari mana mereka datang. Tahu-tahu mereka sudah berdiri mengelilingi ranjang tempatku berbaring. Sebelum aku benar-benar sadar, orang-orang itu sudah tersenyum gembira melihatku akhirnya terbangun dari tidurku. Dan sebelum aku bertanya dimana diriku berada, dimana aku berbaring, mereka sudah bertepuk tangan kegirangan. Serta sebelum aku bertanya apa yang sesungguhnya terjadi, mereka sudah melontarkan berbagai pertanyaan kepadaku. “Apakah kau orang yang kami cari?” tanya salah seorang diantara mereka. Laki-laki. Hey, aku tak tahu orang seperti apa yang kalian cari. Bisikku dalam hati. “Apakah kau orang terkenal itu?” tanya yang lain lagi. Hey, aku tak pernah merasa terkenal. Lalu terdengar suara sahut-menyahut, iya benar dia, dia yang terbaring itu, maksudnya aku, adalah sosok yang mereka cari, orang yang berkata itu mengatakan aku pernah datang ke rumahnya, saat anaknya merayakan ulang tahun. “Jadi benar kamu yang kami cari?” sebuah pertanyaan terlontar lagi. Kali ini aku menyerah, dan mengangguk saja. “Baiklah, kami membutuhkanmu. Benar-benar membutuhkanmu!” kata laki-laki lain. Beberapa laki-laki lalu membangunkanku, tubuhku masih lemah, tapi mereka membuatku duduk. Lalu salah seorang dari mereka mulai mengusap wajahku dengan bedak cair berwarna putih. Terus merata hingga wajahku begitu putih. Mereka memasangkan rambut palsu berwarna kuning dan mulai membersihkan baju gombrongku yang kotor penuh debu. “Untunglah kau selamat, sekarang kami membutuhkanmu.” Kata laki-laki lain. “Karena sepertinya, dari seluruh keluargamu dan rekan-rekan seprofesimu hanya kau yang selamat, jadi orang-orang sekarang bergantung padamu.” Kata laki-laki itu lagi. Aku? Hanya aku yang selamat? Istriku? Anakku? Saudara-saudaraku? Rekan-rekan seprofesiku? “Tak ada yang selamat, semua yang kau sebut itu meninggal karena gempa.” Jawab laki-laki itu, “Sekarang ayo berdiri, biar ranjangnya bisa dipakai korban yang lain, jangan lupa pakai hidung palsu merahmu itu dan segera hiburlah para korban gempa yang tengah termangu itu. Buat mereka lupa akan kesedihan dan penderitaannya.” ***

Page 7: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

3

3. Seorang Badut Datang Ke Rumah Aku bahagia hari ini. Walau pun seharian tadi aku berkeringat, tapi semuanya terbayar dengan lunas. Tamu-tamu undangan yang aku harap berkenan datang, hadir seluruhnya. Pita-pita warna-warni memenuhi ruang tengah rumah mungilku. Balon-balon juga memenuhi ruangan, warna-warnanya pun menambah setiap mata yang melihat menjadi tersenyum bahagia. Hari ini, buah cintaku merayakan ulang tahun pertamanya. Ya, tentu saja anakku itu belum mengerti apa yang terjadi, dia pulas tertidur dipelukan baby sitter-nya, tapi hari ini adalah hari besar baginya, genap setahun anak laki-lakiku itu lahir ke dunia. Selesai ashar, tak berapa lama, tamu undangan bermunculan. Tentu saja mereka semua adalah kolegaku dan anak-anaknya, tetangga-tetangga yang mempunya anak kecil aku undang semua. Selagi aku berbincang dengan orang-orang dewasa, aku sudah mempersiapkan hiburan untuk anak-anak yang menjadi tamu di hari ulang tahun pertama anakku. Badut itu datang tepat waktu. Ia langsung disambut anak-anak yang memenuhi ruang tamu, berlarian memeluk dan menarik-narik baju sang badut. Ah, aku suka sekali badut, sejak kecil aku selalu berharap ulang tahunku dimeriahkan oleh kedatangan seorang badut. Berpakaian warna-warni dan berhidung merah. Jika tak ingat umurku yang hampir mencapai kepala tiga dan beranak satu, aku sudah berlari dan memeluk badut itu. Serta menarik hidung merahnya. Jadi aku hanya memandang badut ulang tahun anakku dari kejauhan seraya tersenyum. Oh, hari ini akan lebih lengkap, seandainya suamiku turut serta hadir disini. Sayang ayah anakku itu pergi terlalu cepat. Tanpa sadar, tanganku bergerak ke sudut mata, menepis bulir air yang menetes. Aku memandang wajah suamiku yang tersenyum penuh wibawa pada foto besar di dinding ruang pesta. Aku yakin suamiku melihat semuanya, bahwa buah hatinya kini telah berumur satu tahun. Ah sudahlah, untuk apa bersedih di hari yang bahagia ini? Aku segera mengalihkan pandanganku dari foto suamiku almarhum dan kembali memandangi sosok badut yang tengah menari-nari menghibur anak-anak itu. Dan tanpa sadar, sudut bibirku kembali tersenyum. Aku yang telah tua, ibu beranak satu, turut terhibur dengan tingkah polah sang badut yang kini bermain-main dengan anakku yang tengah digendong oleh baby-sitternya itu. Anakku tertawa-tawa nyaring melihat wajah sang badut. Dan kau tahu. Badut memakai rambut palsu. Badut memakai hidung palsu. Badut memakai make up tebal. Badut memakai baju rapat dari pergelangan tangan hingga mata kaki. Badut memakai sarung tangan warna kuning dan sepatu besar. Tapi ada yang tak bisa disembunyikan oleh seorang badut. Ia tak bisa menutupi

Page 8: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

4

matanya dengan riasan apapun. Senyumku hilang karena tiba-tiba hatiku bergetar. Dia yang sedang bermain dengan anakku, di hari yang berbahagia ini. Bukanlah seorang badut. Siapa sosok yang tengah bercanda dengan anakku itu. Kau boleh menebaknya kalau berani. Karena aku pun hanya bisa terduduk dan diam. ***

Page 9: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

5

4. Hidung Merah Bapak Presiden Hari ini sungguh panas. Dan aku hampir yakin jika Jakarta diciptakan Tuhan di depan pintu neraka. Panasnya luar biasa. Apalagi jika tepat pukul 12 siang seperti ini, hari Minggu, dan kamu melaju di dalam Kereta Rel Listrik tanpa pendingin, rasanya seperti ikan asin yang dijemur di atas nampan bambu yang berderet di Muara Karang. Tapi bagaimana pun, aku menghadapi panas hari Minggu siang ini dengan tersenyum. Seraya duduk bergoyang-goyang dalam kereta, tanganku menggenggam kertas berisi alamat sebuah rumah. “Anda Ketuanya?” Aku mengangguk. Lalu laki-laki itu meraih handphone-nya dan berbicara dengan seseorang di seberang. Kemudian, laki-laki berkemeja batik mahal itu menyerahkan secarik kertas berisi alamat kepadaku. “Anda saya tunggu besok siang pukul 2 di alamat yang tertera dikertas ini.” Kata laki-laki kemudian, seraya pergi berlalu. Sebuah pesta kah? Pesta apa? Perkawinan? Reunian? Ulang Tahun? Tak ada penjelasan lebih lanjut. Dan rasa penasaran itu masih menggantung dibenakku, sejak semalam hingga aku berada di dalam gerbong kereta ini. * Sepertinya acara yang aku datangi sungguh istimewa. Mobil-mobil parkir memenuhi jalanan menuju rumah itu. Polisi tampak dimana-mana, mungkin tamu tuan rumah orang-orang penting. Juga ini; wartawan dengan kamera-kamera televisi yang besar-besar dan banyak! Gila! Acara apa ini?! Mulanya kamera-kamera itu tak mengarah padaku, tapi ketika lelaki yang semalam datang kerumahku tampak menghampiriku, kamera-kamera itu buru-buru berebut mendekat ke wajahku. Aku pun mengikuti laki-laki berbatik mahal yang melangkah dengan cepat masuk ke dalam rumah. * Sesaat kemudian, aku telah duduk di sebuah sofa cokelat tua dari kulit yang aku pikir-pikir pasti sangat mahal. Laki-laki berbatik itu memberiku segelas air putih. “Anda membawa perlengkapan kan?” tanya laki-laki batik mahal itu. Tentu saja, dan aku mengangguk. “Bagus, bisa lihat hidung palsu berwarna merah itu?” Aku segera mengeluarkan hidung karet berwarna merah itu dari dalam tas dan menyerahkan pada laki-laki itu, ia tersenyum sebentar, menimang-nimang lalu pergi berlalu setelah memintaku berganti baju dengan baju badut. * “Kita semua tahu Negara kita penuh dengan bencana, gempa, tanah longsor, banjir bisa terjadi kapan saja di negeri ini.” terdengar sebuah suara yang sangat berwibawa, telingaku menangkapnya dengan baik seraya berganti baju dan memakai riasan wajah. “Karena itu, saya beberapa hari ini berpikir membentuk

Page 10: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

6

kementrian khusus untuk menangani bencana-bencana itu, guna meringankan beban rakyat kita yang setelah merdeka, masih saja menderita.” Suara itu terus terdengar. Tanpa sadar aku menyimak. “Jadi saya akhirnya memutuskan untuk membentuk Kementrian Penghibur Rakyat.” Lanjut suara yang terdengar dari pendopo rumah itu. “Dan yang saya pilih untuk duduk sebagai Menteri adalah seorang Badut.” * “Heh! Ayo bangun!” “Apakah aku bermimpi?” “Tidak, kau tidak bermimpi, kau seorang menteri sekarang. Selamat!” “Menteri?” “Ya, kau Menteri Penghibur Rakyat.” “Menteri Penghibur apa? Lalu apa tugasku?” “Tetap saja seperti sekarang, menjadi badut, mendatangi tempat-tempat bencana, menghibur rakyat yang menderita, hingga mereka lupa akan penderitaan mereka, lupa jika bantuan belum tiba.” “Oh.” “Dan jangan lupa besok mula bekerja!” “Besok?” “Ya, besok bapak Presiden akan menaikkan tarif listrik, gas dan bahan bakar minyak! Well. tentu saja akan semakin banyak rakyat yang menderita.” ujar lelaki berbatik mahal itu seraya berlalu pergi. * “Ada pertanyaan tentang kementrian baru ini?” tanya lelaki dengan suara berwibawa itu pada puluhan wartawan yang berdiri dihadapannya. “Sebelum saya memperkenalkan Menterinya?” “Maaf Bapak Presiden..” terdengar sebuah suara dari kumpulan wartawan itu. “Ya, silahkan bertanya.” Pinta si lelaki berwibawa. “Ada hidung badut menempel di hidung bapak.” ***

Page 11: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

7

5. Aku Adalah Senyum Kekasihku Saya suka gadis itu. Buat saya, kesan pertama sangat menentukan. Kalian tahu, saya tidak bisa menjelaskan bagaimana hati saya bekerja, bagaimana perasaan saya bekerja, tapi begini, ketika saya berjumpa dengan seseorang, saya bisa merasakan baik dan buruknya. Sekilas, saya akan melihat sesuatu tentangnya, tentang saya dan dia tentu saja. Kemudian mata kami berpapasan, pada satu dua detik yang menentukan. Dan kalian tahu, saya kemudian bisa membaca hatinya. Merasakan kebahagiaan dan penderitaannya. Hingga satu kesimpulan yang menentukan ini; “Apakah kau sendiri, eh, maksud saya, apakah kau sedang tidak menjalani hubungan dengan lelaki lain saat ini?” tanya saya. Dan gadis itu mengangguk. Kepalanya bergerak turun naik dengan perlahan, lalu segaris senyum mengarah padaku. Pasti kalian paham, itu adalah awal yang bagus untuk langkah selanjutnya bukan? Maka keesokan harinya masa depan semakin terlihat jelas, maksud saya tentu saja masa depan diri saya dan dirinya. Saya mengajaknya pergi menonton film, kemudian makan lalu menghabis waktu semalaman untuk bertukar cerita. Well, saya tak berbakat dalam seni, tak pandai memetik gitar apalagi menulis lirik lagu yang membuat gadis itu terpikat setengah mati. Saya pun tak pandai merangkai kata-kata menjadi puisi sederhana yang bisa membuatnya terbuai. Suara saya pun tak merdu menusuk kalbu. Tapi yang namanya jodoh, benar-benar sukar dimengerti. Dan kalian harus sangat mengerti kalimat saya selanjutnya ini; bahwa setelah melewati beberapa kali malam Minggu bersama-sama. Menonton beberapa film Hollywood bersama-sama pula. Menemani hari-harinya yang sepi. Gadis itu sepertinya membutuhkan saya. Dan kalian harus mengerti, ternyata tak semua cewek terpingsan-pingsan dengan petikan gitar. Tak semua gadis mulutnya menganga melihat ketampanan. Tak semua perempuan terpesona dengan liukan otot lengan. Tidak, saya bukan tipe laki-laki idaman. Tapi saya berhasil mengalahkan saingan-saingan saya, cowok-cowok bergitar. Laki-laki pengendara mobil Eropa. Pria-pria maskulin. Pejantan-pejantan berotot. Semua tipe makhluk Adam ideal itu kandas oleh saya. Intinya, yang kalian harus tangkap disini adalah, gadis cantik impian hampir semua makhluk dari Mars untuk menghias ranjang itu sekarang resmi menjadi pacar saya. Tapi kemenangan saya dari semua laki-laki itulah yang membuat saya bertanya-tanya dalam hati. “Sayang, kenapa sih kamu memilihku menjadi kekasihmu?” Dan seperti biasa, gadis cantik kekasih saya itu tersenyum, “Sayang,” katanya memakai kata awalan paling mesra sedunia itu, “Kamu kan tahu hidupku sudah berat, syuting-syuting-syuting, gosip-gosip-gosip dan gosip, belum lagi masalah A dan masalah B yang ruwet, satu jerawat kecil di pipiku aja bisa jadi masalah Nasional,” jawab gadis cantik kekasihku itu. “Jadi?” tanyaku.

Page 12: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

8

“Ya aku membutuhkanmu untuk selalu menghiburku. Apa kamu nggak senang melihat pacarmu ini selalu tersenyum karena tingkahmu yang lucu itu?” Lanjut kekasih saya, “Sudah ah jangan banyak tanya, mending kamu pasang lagi hidung palsu itu.” Pintanya lagi. Saya tak kuasa menolak permintaannya dan segera memasang hidung karet palsu berwarna merah itu, dihidung saya. Pacar saya pun tersenyum. ***

Page 13: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

9

6. Hanya Badut Yang Tertawa Rokok saya Djarum Super. Semua orang mungkin sudah tahu karena dari dulu saya tak pernah menghisap rokok lain. Selain cocok, awal mula saya menghisap Djarum sebenarnya sederhana, saya jarang punya duit untuk bisa membeli rokok sebungkus, dan Djarum bisa dibeli sebatang dua batang, atau jika ada uang lebih, saya beli lima batang. Penjualnya akan memasukkan lima batang itu dalam plastik kecil mengikatnya dengan karet dan menyerahkannya pada saya. Atau jika saya membeli dua batang, satu akan saya nyalakan saat itu juga, dan satu batang lagi menyelip diatas telinga saya. Dan baru saja saya tengah meyusuri trotoar jalanan Jakarta yang senyap dan dingin setelah mencari warung yang menjual Djarum batangan ketika saya melihat seorang laki-laki duduk sendiri di halte. “Ada korek?” tanya saya pada laki-laki yang tampak kuyu itu. “Ada rokok?” tanyanya balik. Ini barter yang setimpal. Rokok dan korek. Tidak berlaku idiom tak ada korek rokok pun jadi, pun sebaliknya dalam hubungan antara rokok dan korek ini. Maka saya mengeluarkan plastik bening dengan ikatan karet diujungnya itu, lalu menyerahkan sebatang pada laki-laki itu, ia segera menyerahkan korek gas pada saya. “Menunggu bus?” tanya saya basa-basi. Laki-laki itu menggeleng. “Wajah Anda kayak orang baru dipecat. Pucat dan tanpa harap.” Kata saya dengan berani. Tapi laki-laki itu memandang saya dengan hangat, asap rokok menghembus dari mulutnya. “Saya laki-laki gagal.” Begitu katanya. “Oh ya?” jawab saya. “Setiap kali bekerja, saya tak pernah bisa seperti apa yang diharapkan oleh klien saya.” Ujar laki-laki itu lagi. “Begitukah?” balas saya. Kemudian saya menjadi tertarik dengan ceritanya dan mulai duduk di halte yang sepi itu. “Hari ini tadi saya mendatangi klien saya dirumahnya, menjumpai tamu-tamunya, semestinya saya bisa membuat mereka semua tertawa, klien saya dan tamu-tamunya tertawa, itu tugas saya, tapi ketika saya melangkah masuk ke ruang pesta, menari-nari, membuat gerakan yang semestinya lucu, semua hanya menatap saya dengan dingin.” Kata-katanya saya dengar dengan jelas. “Semestinya mereka tertawa bahagia. Tapi ruang pesta itu sunyi, mereka hanya memandang saya dengan dingin.” “Benarkah?” tanyaku seraya menatap lekat-lekat sosok disebelahku, wajahnya ternyata bukan pucat, tapi make up putih yang tebal, hidung palsu merahnya tampak seperti hendak lepas, baju warna-warninya kusam. “Ya, bahkan ketika aku berjoget-joget, mereka tetap diam tak bergerak. Kamu nggak percaya kan?” ucapnya, “Aku gagal, aku tak bisa membuat orang tertawa.” “Serius?” tegasku. “Iya!” jawab laki-laki itu, “Lalu mereka melempariku dengan potongan-potongan kue hingga aku berlari keluar rumah dan pergi dari tempat pesta itu.” “HAHAHAHA!” aku tak kuasa menahan tawa, “HAHAHAHA!” dan masih terus

Page 14: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

10

tertawa, “HAHAHA.” ***

Page 15: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

11

7. Makhluk Paling Kesepian Di Dunia Saya punya handphone yang kini bernama blackberry. Saya ingat, handphone pertama saya dan terakhir yang dibelikan oleh bapak adalah Ericcson T-10 berwarna hijau toska. Blackberry yang saya pakai kini, telah berusia setahun lebih. Itu saya dapat dari kontrak film pertama saya, Queen Bee. Kini hampir setiap hari, blackberry dengan keypad yang telah berantakan dan trackball menghitam itulah yang menemani saya. Saya nggak akan ngomongin tentang alat bantu komunikasi itu, saya hanya mau bilang, bahwa setiap kali blackberry itu berbunyi, saya selalu ketakutan. Saya selalu takut jika telepon yang masuk, sms yang datang dari Jogja. Kota tempat saya dilahirkan, kota tempat bapak dan ibu saya tinggal. Saya takut kabar yang datang adalah kabar yang buruk. Jadi setiap kali blackberry saya berdering, saya berdoa semoga itu bukan telepon dari Jogja. Dan jika itu telepon dari Jogja, saya berharap itu adalah telpon dengan kabar baik. Kalian tahu, perasaan ketakutan itu hampir sama dengan perasaan senang ketika kau mendapat telepon dari orang yang kau harapkan untuk menelpon. Untuk memberimu kabar, hanya saja moodnya terbalik. Saya mungkin orang paling menyedihkan dalam hidup ini. Saya orang yang selalu ketakutan. Saya takut pada perjumpaan karena akhirannya adalah perpisahaan. Setiap pulang ke Jogja dan pergi ke Jakarta lagi, saya tak pernah berlama-lama mencium tangan bapak ibu saya, saya langsung berbalik dan pergi. Dan ketika saya jauh di Jakarta, saya tak pernah berharap ada telepon dari Jogja karena dering pertamanya sungguh menakutkan. Baru saja seorang teman, yang mengaku selalu membaca kisah pendek saya bertanya; “Gue pengen tahu, kejadian apa, atau siapa yang membuatmu menjadi seperti sekarang ini, bisa menulis dengan hati?” Kau tahu, kali pertama seseorang merasa bersyukur memiliki hati adalah ketika ia merasakan patah hati untuk kali pertama. Cinta yang kandas akibat pengkhianatan, atau hal lain yang mengakibatkan luka. Tapi tidak buat saya, yang paling menyakitkan buat saya bukan sebuah pengkhianatan, penolakan, atau hal-hal yang tajam yang membuat terluka. Tapi sebuah perpisahan karena sama-sama mengejar impian. Gadis itu berdiri didepanku. Waktu itu saya menatapnya lekat-lekat. “Aku tak ingin kau pergi.” Kataku. Dan gadis itu tersenyum, lalu berkata “Tapi aku punya keinginan, aku punya impian dan aku ingin mengejarnya.” Jadi begitulah kami berpisah. Jadi begitulah mengapa aku mengejar impianku. Tak peduli hujan, tak apalah sendirian. Jadi begitulah, luka pertama itu terjadi bahkan tanpa pengkhianatan atau tetek bengek yang gak penting dalam cinta.

Page 16: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

12

Dan karena itulah saya tidak suka perpisahan, apapun bentuknya. Bahkan ketika bapak menelpon dan pembicaran berakhir, tak pernah ada kata penutup diantara kami. Sedang ibu tak pernah menelpon saya sama sekali. Karena itu pula, saya memilih dengan sangat sebuah perjumpaan. Bahkan ketika cerita pendek-cerita pendek yang saya tulis mempertemukan banyak orang, saya tetap tak berkeinginan untuk sering-sering bertemu dengan mereka. Saya tak mau bertemu dengan seseorang walau saya merindukannya dengan sangat, hanya karena jika saya melihatnya lagi, saya takut kehilangan lagi. Tulisan ini terjadi karena baru saja saya ingat meeting yang terjadi sepekan lalu. Kamis sepekan lalu, dan saya berujar; "Ya Tuhan, sudah seminggu ya?" kata saya, "Sebentar saya duduk dulu." lanjut saya seraya mendudukkan diri di sofa ruangan produser saya. "Waktu berlalu tanpa terasa." lanjut saya lagi seraya menarik nafas. Beruntunglah kalian yang tak dilahirkan sebagai seorang (badut) yang merasa ketakutan dan kesepian di dunia ini. ***

Page 17: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

13

8. Tawa Pertama Di Dunia “Maaf-maaf, saya harus pergi!” ujarku seraya mengambil langkah seribu, keluar dari ruang tamu yang penuh dengan anak-anak kecil, mata mereka menatapku dengan mulut terbuka dan sesaat kemudian aku telah jauh meninggalkan rumah besar dan megah yang tengah menggelar pesta itu dibelakang. Aku harus ke rumah sakit. Saat ini juga. Sebuah sms masuk dan mengabarkan bahwa proses melahirkan telah berjalan lancar. Satu bayi mungil telah lahir kedunia. Dan aku ingin berada ditempat dimana kehidupan baru itu dimulai saat sang bayi menangis untuk kali pertama. Maka begitulah, aku mencari sebuah ojek dan memintanya ngebut setengah mati menuju rumah sakit di daerah Kemang. Ojek itu terus melaju, dari Pondok Indah harus melewati kemacetan yang terjadi di Haji Nawi. Jika kecepatan ojek melambat, aku menepuk-nepuk pundak tukang ojeknya, dan motor itu melaju kencang lagi. Begitu tiba dirumah sakit, aku segera melompat turun dari motor butut si tukang ojek seraya melemparkan selembar uang dua puluh ribuan, lalu melesat masuk ke dalam rumah sakit. “Suster-suster, dimana tempat bayi melahirkan?!” tanyaku dengan napas tersengal, suster itu, dengan mimik kaku, mengarahkan telunjuk kirinya ke sebuah ruangan. Aku segera berlari menuju pintu yang ditunjuk, berhenti seketika di depan pintu dan membukanya perlahan, terdengar suara seorang laki-laki. “Selamat, bayi Anda seorang laki-laki!” ujar laki-laki berjubah putih yang membelakangiku. Tubuh sang ibu tampak terbaring diatas ranjang dengan seorang laki-laki lain berkemeja plus dasi, tentu saja suaminya, berdiri menggenggam tangannya. Aku berdiri dalam diam didekat pintu, melihat adegan itu. Lelaki berjubah putih, pasti dokter yang tadi membantu persalinan, mulai membuka selimut pembungkus bayi untuk memperlihatkan anak yang baru lahir itu. Selimut dibuka dan terdengarlah suara tawa kecil seorang bayi. Dan bukan tangisan. Sang ibu yang terbaring tiba-tiba menutup mulutnya dengan kedua tangan dan sang laki-laki yang berkemeja plus dasi tadi tampak terkejut setengah mati. Wajah sang suami merah padam. Tiba-tiba aku berdehem. Mata sang ibu segera menangkap kehadiranku, begitu pula suaminya yang berdiri disamping ranjang, langsung menangkap kehadiranku, wajah merah padamnya kini berubah menjadi amarah. Sang dokter yang masih menggendong bayi pun membalikkan badan. Kya-kya-kya.. Terdengar lagi suara tawa kecil seorang bayi. Mataku segera tertuju pada bayi kecil mungil dipelukan sang dokter.

Page 18: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

14

Tangannya menggapai-gapai udara dengan lucunya. Bibirnya terbuka tertawa-tawa. Bayi yang sangat lucu, tak sabar aku ingin segera memeluknya, menciuminya. Bayi yang sempurna. Tangan mungil, pipi tembem dan… hidungnya tampak mancung. Eh apa itu? Aku memperhatikan dengan seksama. Maju satu langkah dan akhirnya aku bisa mendapati sesuatu diujung hidung bayi itu. Ada bulatan merah menempel disana. Tanpa sadar aku segera mengarahkan tangan kananku pada hidungku sendiri. Hidung palsu berwarna merah yang sama. ***

Page 19: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

15

9. Kita Pernah Berciuman Dan Tak Tertangkap Kamera Gadis cantik itu tak pernah ketauan siapa pacarnya. Semua laki-laki bertanya-tanya siapa lelaki yang beruntung menjadi pendampingnya, semua perempuan penasaran laki-laki seperti apa yang dimilikinya, yang kaya? Vokalis band sukses? Aktor terkenal? Pengusaha muda? Anak pejabat? Apa dan bagaimana tak pernah orang tahu. Gadis cantik itu punya rahasia pribadi dibalik senyumnya. Dia cantik tentu saja, kan sudah saya tulis sejak kalimat pertama. Dia baik ada buktinya, supir pribadi, satpam apartemen hingga tukang ojek yang biasa mangkal juga merasakan aura kebaikan hatinya. Dan semakin cantik bunga, semakin berduyun-duyun lelaki ingin memetiknya. Semakin banyak duri ditangkai mawar, semakin banyak laki-laki yang terluka. Bukankah begitu saudara? Dan satu orang yang beruntung di dunia ini, tentu saja saya. Saya laki-laki dan saya tentu saja berani mengambil resiko untuk memetik bunga mawar itu. Terluka? Itu biasa. Tergores? Saya punya obat merah dan kapas untuk membasuhnya. Jadi saya maju dan saya petik tangkainya. Gadis cantik itu milik saya. Kalian tak percaya? Tentu saja, ini bagian dari komitmen saya dan dia sejak hari pertama kami berjumpa. Dilarang berkata-kata, tak boleh mengumumkan pada dunia, diharamkan memesan spanduk dan menuliskan nama gadis itu dan saya sebagai kekasihnya lalu memasangnya ditengah jalanan Ibukota. Itu tidak bisa dilakukan. Maka saya hanya bisa mengangguk menuruti apa maunya. Kalian jangan lupa pesan ibu saya. Gadis cantik dengan otak pintar adalah makhluk paling berbahaya. Bapak saya saja berantem dengan perwira Polisi sampai hampir terenggut nyawanya sebelum bisa menikahi ibu saya. Jadi pesan ibu saya, ada benarnya. Jadi, jika bapak saya hari itu kalah berkelahi dengan si Polisi, saya tak akan lahir kedunia, saya tak akan jadi milik si gadis cantik itu dan tentu saja kalian tak bisa membaca kisah saya. Jadi kalian semua harus berterimakasih pada bapak saya, atau mendoakannya panjang umur, eh sekarang juga, ayo berdoa! Dan karena semuanya serba rahasia. Tak boleh ada yang tahu, maka saya harus pandai-pandai menjaga rahasia kala berjumpa dengan si gadis cantik. Saya bisa berada dimana saja untuk menjumpainya, tentu saja ditengah jadwalnya yang padat, disela-sela acara yang dihadirinya. Saya bisa menjadi petugas Valet parkir, bisa menjadi pelayan restoran, bisa menjadi supir pribadinya, bisa menjadi pengawal pribadinya, bisa menjadi wartawan yang mewawancarainya, juga menjadi satpam apartemennya. Tentu saja yang tidak bisa saya lakukan adalah menjadi pot bunga. “Ada satu pertanyaan yang selalu ingin diketahui jawabannya oleh hampir seluruh penduduk negeri ini,” kata seorang wartawan yang meliput jumpa pers hari anak nasional yang dihadiri si gadis cantik itu. “Siapakah kekasih Anda sebenarnya?”

Page 20: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

16

“Hahaha,” sang gadis tergelak, tawanya membahana, namun bagaimana pun juga, dia tetap cantik, semua orang yang menatap kearahnya terpana. Entah dengan cara apa Tuhan menciptakan makhluknya ini, hingga apapun yang dibuatnya, cantik dan cantik dan cantik dan cantik yang ditangkap mata. Dan saya selalu penasaran setiap ada pertanyaan seperti itu dilontarkan kepadanya, menunggu kapankah dia akan mengaku bahwa sayalah lelaki yang selalu ada kearah manapun gadis itu memandang. Selalu disisinya dengan berbagai penyamaran. “Saya..” kata gadis itu kemudian, setelah tawanya mereda. “Masih senang sendirian!” lanjutnya dengan tegas. Semua terpana dengan jawaban itu, aku pun berdiri dalam diam. “Ada pertanyaan lain?” tanya si gadis cantik ke arah wartawan. “Pipi Anda,” kata si wartawan kemudian, “Dibawah hidung Anda..” “Ya?” “Ada noda putihnya.” Gadis cantik itu buru-buru meraba seluruh wajahnya dengan telapak tangannya sendiri. “Laki-laki sialan, sudah dibilang boleh menyamar jadi apa aja asal jangan badut!” gerutu si gadis cantik dengan cepat. Namun tiba-tiba ia menyadari apa yang dikatakannya. Dan tentu saja terlambat. Banyak mata segera beralih kearah saya berdiri. Juga kamera-kamera. Lampu blitz pun menyala dengan cepat serta menyilaukan. Besok, begini headline-nya: Sang gadis cantik berciuman dengan badut walau tak tertangkap kamera. Sepertinya gadis cantik itu lupa, badut bukan bagian dari penyamaran. Saya memang badut dan mungkin karena itu dia tak mau mengakui saya, sebagai kekasihnya. ***

Page 21: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

17

10. Pesta Ketawa Akhirnya tiba juga saya di kantor. Ini hari Sabtu dan tentu saja malam Minggu, tapi saya perlu ke kantor, pastinya karena hari Sabtu kantor sepi dan saya membutuhkan sambungan teleponnya untuk menelpon tanpa merasa sungkan dengan bos. Seharian tadi saya keliling jalanan Jakarta. Mengawasi tiap tiang listrik dan pepohonan hijau yang mulai jarang. Hanya untuk mengumpulkan beberapa nomer telpon. Baiklah, setelah mengeluarkan blackberry serta notes tempat tadi saya mencatat di meja, persis disamping telepon kabel yang hendak saya gunakan, saya mulai mengambil posisi duduk dan menekan beberapa nomer telpon yang sudah saya catat. 087870076007. Tak ada semenit, nada tunggu terdengar. Tentunya sebuah lagu, eh saya ingat lagu yang menjadi nada tunggu ini. Sebentar, saya nyanyikan dulu; “Malam ini kusendiri, tak ada yang menemani. Seperti malam-malam yang sudah-sudah.” Sial! Lagunya saya banget! Dan ketika saya tengah menikmati lagunya, sampai pada lirik; “Hati ini selalu sepi…” terdengar sebuah suara diseberang sana. “Halo?” dari seberang, suara laki-laki. “Hai, saya memerlukan…” “Oh, saya sudah berganti profesi.” Begitu jawab laki-laki dari seberang, “Buka salon. Lebih prospektif.” “Oh, terimakasih.” Sahut saya seraya mematikan telepon. * 08563598910 “Ayahku selalu berkata padaku, laki-laki tak boleh nangis, harus selalu kuat, harus selalu tangguh, harus bisa jadi tahan banting…” Woalah, yang ini nada tunggunya terdengar lebih getir. Baiklah, saya berusaha menikmati lagu yang terdengar. “Kita berjanji tuk tidak lagi menangis karena cinta.” Lagunya masih terdengar dan saya mengangguk-angguk sendiri. “Ya?” tiba-tiba terdengar sebuah suara. “Eh, halo…” sahut saya, “Begini, langsung saja, saya membutuhkan…” lanjut saya, tapi tiba-tiba terhenti karena disela. “Wahahaha, maaf-maaf, saya sudah tidak bekerja sambilan lagi, kemaren saya mendaftar menjadi pegawai negeri dan diterima. Silahkan cari yang lain!” Tuuuut… * Bah! Kenapa susah sekali? Padahal tempat sudah dipesan. Katering sudah ditentukan. Harinya juga telah

Page 22: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

18

dipastikan dan undangan tengah naik cetak. Masak mencari pengisi acara saja susah? Sekarang saya mulai putus asa dan buru-buru melihat notes, ah syukurlah masih tersisa beberapa nomor telepon. Saya kembali bersemangat menakan tuts-tuts lagi. 08170901986 Seperti biasa, nada tunggunya sebuah lagu… “Kemarin kau datang menemuiku aku…” Bah! Lagu siapa nih? “Lelah hati ini mencari dirimu, lelah kaki ini untuk melangkah…” Hmmm… “Kamu dimana dengan siapa? Semalam berbuat apa? Disini aku menunggumu dan bertanya…” Oalah, si Yolanda… “Yo!” Eh, Yolanda sudah mengangkat teleponnya. “Hai mas, eh mbak, Yolanda itu mas atau mbak?” “Saya om-om, ada perlu apa?” “Begini, saya dapat nomor telpon ini di pohon waru di pinggir jalanan…” “Bah! Saya sudah ganti profesi.” Jawab suara dari seberang itu. “Aduh mas, eh mbak, duh om, tolonglah saya, saya sudah menelpon beberapa nomor dan semuanya sudah ganti profesi, saya bisa dipecat kalau begini caranya, masak saya nggak bisa mencari pengisi acara.” Kata saya mencoba merayunya. “Tidak bisa kisanak, saya sudah menjual semua perlengkapan saya, semuanya laku dalam sekejap, sekarang saya sudah tak punya lagi.” Kilah suara dari seberang. “Waduuuuh. Ya sudah ya om, terimakasih banyak.” Kata saya kemudian. “Yo, sama-sama.” Tut. * Sekarang wajah saya mulai pucat. Terbayang wajah marah bos saya gara-gara saya tak becus bekerja. Segera saya melihat catatan nomor-nomor telpon di notes lagi dan mulai menekan angka-angka di pesawat telepon. 081314703540 “Kau temukan aku, ketika kurapuh, terdampar membisu seperti debu..” Hmm, nada sela yang bagus. Ini baru lagu, saya suka lagu ini. Semoga pemilik handphonenya tak buru-buru mengangkat, saya tengah menikmati lagu ini. “Beri aku cinta, beri aku rasa, agar aku bisa seperti dirimu. Beri aku sentuhmu, beri aku rindumu, agar aku bisa seperti hidup kembali…” Perlahan saya mulai ikut bersenandung. “Kau nyalakan cahaya hati yang telah mati, kau terangi gelap dihati, bangkitkan jiwaku, dari mimpi burukku. Beri aku cinta…”

Page 23: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

19

Ah benar-benar lagu yang bagus. Nada sela yang sangat berkelas. Tapi kok lama ya ngangkatnya? “Halo?” Halo? “Eh, maaf mengganggu, saya perlu seorang pengisi acara untuk sebuah pesta.” Eh, maaf mengganggu, saya perlu seorang pengisi acara untuk sebuah pesta. “Halo?” Halo? “Maaf, Anda mengulang kata-kata saya ya?” Maaf, Anda mengulang kata-kata saya ya? Saya terdiam. Mencoba mencerna. Lalu mencoba bicara lagi. “Halo?” Halo. “Saya perlu seorang badut.” Saya perlu seorang badut. Ya Tuhan, sepertinya saya menelpon nomor handphone saya sendiri. ***

Page 24: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

20

11. Bertemu Calon Mertua Sudah hampir setengah jam saya duduk di ruang tamu itu. Sofa kulitnya yang berwarna hitam sedikit membuat kulit-kulit saya gatal, jujur saja ya, saya lebih suka sofa beludru atau sofa dengan permukaan benang dan kain daripada sofa terbungkus kain begini. Dan menunggu membuat saya mulai memperhatikan seluruh isi ruang tamu itu. Sofa kulit mahal sudah saya komentari, sekarang piano klasik di sudut ruangan, piring-piring porselen di dalam lemari jati, oh ada koleksi sendok perak dari berbagai penjuru dunia, kemudian lukisan gerombolan kuda berlarian di dinding utama. Dan guci-guci peninggalan Kaisar Ming di sudut ruangan, yah Anda benar, itu guci buatan Cina, tapi soal Kaisar Ming saya asal-asalan mengatakannya. Hmm, tak salah saya memilih calon istri, dia anak keluarga kaya. Dan ini kali pertama saya akan bertemu dengan calon mertua saya. Akhirnya seorang laki-laki tua muncul. Tapi saya tak melihat wajah pacar saya, ah mungkin dia tengah menyeduh minuman hangat. Saya buru-buru berdiri dan mengulurkan tangan untuk meraih tangan laki-laki tua itu kemudian menciumnya, tapi laki-laki itu tak menyambut, ia langsung melempar pantatnya di kursi kulit berwarna hitam dengan cepat. “Siapa nama kamu?” tanya laki-laki tua itu pada saya. Eh, saya pikir pacar saya sudah memperkenalkan nama saya, lha kami berpacaran sudah lebih tiga bulan, kenapa laki-laki tua itu masih bertanya? “Dari mana asalmu?” tanya calon mertua saya itu kemudian, matanya sangat tajam, mengamati ujung kaki hingga rambut saya, tentu saja saya tak mau ketinggalan pertanyaan kedua ini, saya pun buru-buru hendak menjawabnya. Tapi tetap saja kalah cepat. “Dari tampangmu, saya bisa menebak apa pekerjaan kamu.” Katanya dengan ketus, kali ini bukan pertanyaan, tapi sangkaan. Yah, namanya juga orang tua, pasti banyak sangkaan terhadap anak muda. Saya ingin segera menyahut, tapi laki-laki tua itu terus melanjutkan kata-katanya, “Apakah pekerjaanmu cukup menghasilkan untuk mencukupi kebutuhan anak saya nantinya?” ujar laki-laki tua itu seraya menyeringai. “Untuk membahagiakannya? Kau tahu anak muda, cinta tak lagi cukup untuk dijadikan modal hidup bahagia!” Wah, jujur saja, kalau pacar saya sejak semula tidak memperingatkan tentang perangai ayahnya ini, bahwa ayahnya pasti akan banyak bertanya, dan pertanyaannya menyinggung seperti ini, saya pasti sudah melempar guci Kaisar Ming kewajahnya. Refleks saya segera menoleh kearah pacar saya. Entah sejak kapan dia duduk di sebelah saya. Loh, pacar saya menundukkan kepalanya. “Sayang kamu kenapa?” tanya saya. Pacar saya perlahan melepas kedua tangannya yang sedari tadi menutupi wajahnya. “Ayah.” Kata pacar saya lirih.

Page 25: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

21

“Ayah?” kata saya mengulang kata yang keluar dari bibir mungilnya, saya segera menoleh kearah kursi berkulit hitam tempat ayah pacar saya duduk, tapi sosok itu tak ada disana. “Loh! Ayah kemana?” tanya saya kemudian. “Ayah terkena serangan jantung.” Kata pacar saya pelan. “Hah?! Bukannya tadi dia sudah duduk disitu?” kata saya terheran-heran. “Tidak, dia terkena serangan jantung tepat ketika melihatmu pertamakali duduk tadi.” Kata pacar saya. “Dia melihatmu dari ruang tengah. Dia tak bergerak, mulutnya terbuka dan matanya terbelalak.” “Hah?!” seruku. “Apa yang terjadi?” “Ayah tadi bertanya padaku, katanya hari ini kau hendak memperkenalkan pacarmu kepada Ayah, tapi kenapa kau malah mengundang badut ke rumah, siapa yang ulang tahun?” kata pacar saya. Saya terdiam. Lalu pacar saya menjawab pertanyaan ayahnya itu. “Badut itu pacarku, Ayah.” Dan matilah ayah pacar saya itu. Saya, menantu yang cerdas. Langsung mendapatkan anak dan warisan dalam satu paket. ***

Page 26: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

22

12. Makhluk Terkutuk Di Dunia Diluar hujan. Suaranya derasnya begitu mendebarkan. Belum lagi sesekali petir menyambar-nyambar. Tapi untunglah, sebelum hujan benar-benar menghujam, satu pasien telah berbaring di ranjang periksa. “Saya tidak boleh sakit dok, saya tidak boleh sakit dok.” Kata si pasien, suaranya seperti orang mengigau. Saya hanya diam saja seraya mengeluarkan stetoskop dan mulai memasangnya pada kedua telinga. “Kalau tidak mau sakit, kenapa hujan-hujanan?” tanya saya pada si pasien. Saya perhatikan, bajunya basah kuyup, rambutnya juga demikian, wajahnya berantakan tersiram air hujan. “Mereka mengusir saya.” Jawab si pasien. “Mereka mengusir Anda, dari mana?” tanya saya seraya mulai menempelkan stetoskop pada bagian-bagian tubuhnya sambil mendengarkan denyut nadinya dengan seksama. “Saya mulanya berteduh di halte bus itu.” Kisah si pasien, “Lalu hujan semakin deras dan petir mulai menyambar-nyambar.” Lanjutnya, “Halte itu kemudian penuh dengan orang-orang yang juga berteduh, pegawai-pegawai kantor yang berbaju necis dan mahasiswa-mahasiswa berpakain klimis.” “Oh ya?” sahut saya menanggapi kisahnya, masih dengan memeriksa kondisi tubuhnya yang menggigil. “Lalu kenapa mereka mengusir Anda?” “Petir mulai terdengar dimana-mana, hingga kemudian sebuah pohon di dekat halte itu tumbang tersambar.” Si pasien melanjutkan kisahnya, “Orang-orang mulai menjerit khawatir, dan merapatkan tubuh mereka.” Katanya lagi, “Lalu entah dari mana asalnya, terdengar suara orang berkata, ‘sepertinya kita dikutuk oleh Tuhan karena ada badut yang berteduh bersama kita!’ begitu suara itu berkata.” “Astagfirullah, Anda serius?” tanya saya, kali ini aktifitas saya memeriksa berhenti seketika. “Ya, kemudian orang-orang mulai menatap saya, lalu beberapa dari mereka mendorong-dorong saya dan akhirnya saya tertendang oleh sebuah kaki hingga keluar halte.” Ujar si pasien, masih menggigil nada suaranya. “Lalu Anda pergi dari halte itu?” “Iya, apa boleh buat, akhirnya saya berlari dibawah siraman hujan dan petir yang terdengar semakin kencang!” jawab si pasien. Saya memandang wajahnya, make-up putihnya berantakan. Kulit tubuhnya mengkerut karena kedinginan. Benarkah dia dikutuk? “Tapi engkau hanya menggigil kedinginan saja, petir tidak menyambarmu kan?” kata saya berusaha menghibur si pasien, “Artinya Tuhan tidak mengutukmu.”

Page 27: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

23

“Petir tetap menyambar dok.” Kata si pasien pelan. “Hah? Tubuh Anda bagian mana yang tersambar petir?” tanya saya. “Bukan, petir bukan menyambar saya,” kata si pasien, “Ketika saya berlari, petir menyambar kencang sekali, dan ketika saya menoleh kebelakang, halte itu telah hangus terbakar, karena itu saya menggigil sekarang.” ***

Page 28: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

24

13. Kisah Nenek Mencari Kodok Nenek meninggal hari ini. Dan tentu saja aku menangis. Tidak-tidak, sepertinya akan menjadi kisah drama kelam jika aku mengawalinya dengan kata-kata diatas. Kakek meninggal hari itu. Tapi aku tak menangis. Oh, sama saja. Sial! Jangan. Aku sedang tak ingin membicarakan kematian. Baru satu paragraph, aku sudah membunuh dua orang. Kakek meninggal disusul Nenek. Maaf ya Nek, maaf ya Kek. Tapi ambil sisi positifnya saja, nenek tak sanggup hidup sendiri tanpa kakek. Keduanya telah hidup bersama sekian lama. Kakek berhasil membuat nenek selalu bahagia. Dan at the end of the day, keduanya kembali bertemu di alam baka. Kita ulang lagi. Ini bukan cerita kematian. Tapi kisah tentang bagaimana nenek mendapatkan lelaki yang kemudian mengisi hari-harinya hingga akhir hayat itu tadi. Aku akan menceritakan sebuah kisah tentang nenek disaat muda dulu. Hampir semua perempuan, termasuk juga nenekku, mengharapkan seorang laki-laki tampan, jago basket, dan menjadi pujaan seluruh siswi. Intinya, semua siswi memimpikan seorang pangeran tampan dari kerajaan bernama sekolahan! Maka nenekku yang masih muda itu pun menunggu kedatangan sang pangeran. Tapi tiga tahun di sekolah berseragam putih biru terlalui. Dan yang datang hanya pekerjaan rumah yang menumpuk. Kemudian tiga tahun lagi di sekolah berseragam putih abu-abu juga terlampaui. Kali ini yang rajin berkunjung tugas-tugas sekolah. Sang pangeran idaman tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Lalu di tahun-tahun kuliahnya, nenek mulai sering keluar malam. Klabing kah? Tentu saja tidak. Jaman nenek muda, klabing belum menjamur. Bahkan belum ada diskotik yang buka. Jadi mungkin nonton wayang? Tapi itu dugaan paling absurd, nenek tak mungkin menghabiskan masa muda dengan menonton wayang semalam suntuk. Nenek selalu tiba dirumah pukul dua dini hari atau menjelang subuh. Dengan alas kaki berlumuran Lumpur. Lain waktu bajunya sangat kotor penuh tanah. Siku-sikunya yang putih bersih mendadak coklat terkena tanah, atau bentol-bentol merah digigit nyamuk nakal. Kemana perginya nenek? Itulah yang menjadi misteri besar dan sebuah rahasia yang tak terungkap. Tapi menjelang kematiannya, nenek menceritakan padaku apa yang dilakukannya hampir setiap malam itu.

Page 29: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

25

“Sewaktu nenek muda dulu, nenek keluar di malam hari, terkadang baru pulang pagi hari hanya untuk mencari kodok.” Kata nenek dengan lirih. “Kodok nek?” tanyaku seraya menatap wajahnya yang berkeriput. Nenek mengangguk. “Ya, nenek mencari kodok setiap malam.” Jawab nenek. “Untuk apa nek?” tanyaku penasaran. “Kodok-kodok itu nenek ciumi satu persatu.” Jawab nenek dengan nada serius. “Hah?!” seruku. “Nenek serius?” tanyaku lagi semakin penasaran, kali ini dengan wajah sedikit jijik karena membayangkan mencium kodok. “Kau tahu, ada sebuah dongeng yang mengatakan, jika kau mencium seekor kodok, maka jika kau beruntung, kodok itu akan berubah menjadi seorang pangeran tampan.” Jawab nenek dengan nada yakin dan mata berbinar. Tanpa sadar mulutku membuka, istilahnya terperangah. “Nenek serius?” tanyaku lagi. Nenek menoleh kearahku. Lalu tersenyum. “Jadi akhirnya nenek beruntung menemukan kodok yang jika dicium bisa berubah menjadi seorang pangeran tampan itu?” “Ya.” Jawab nenek seraya tersenyum. “Setelah sekian malam pencarian, nenek menemukan kodok itu.” “Wah!” seruku bergairah. “Lalu nenek mencium kodok itu dan kodoknya berubah menjadi pangeran?” “Ya, nenek menciumnya.” jawab nenekku, “Tapi kodok itu tidak berubah menjadi seorang pangeran tampan yang sempurna.” “Hah?! Lalu?!” tanyaku penasaran. “Kodok itu berubah menjadi seorang badut yang lucu.” * Kakek meninggal hari itu. Tapi aku tak menangis karena melihat nenek tersenyum disebelahku. Mata tua nenek memandangi nisan kakek yang baru saja dipasang. Ada sebaris kalimat yang ditulis nenek dan berbunyi; “Disini terbaring laki-laki yang telah membuatku tertawa bahagia setiap hari.” ***

Page 30: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

26

14. Tersenyum Di Antara Kalian Kali ini aku akan menceritakan pada kalian, tentang kenapa belakangan ini aku seringkali mengigau tentang badut-badut itu. Sejak kecil, ayahku selalu mengajakku berjalan-jalan keliling kota. Biasanya aku duduk di bagian depan sepeda motor tuanya, Honda bebek berwarna merah keluaran tahun 1970. Pada pagi hari jalan-jalan itu, aku dan ayah selalu bangun beberapa saat sebelum matahari menampakkan sinarnya. Biasanya aku terbangun ketika mendengar suara mesin motor ayah sedang dipanaskan. Suara mesin motor Honda yang terawat baik itu menembus masuk kedalam kamarku. Aku membuka mata, tersenyum dan melompat kegirangan menuju kamar mandi. “Kemana kita hari ini yah?” Tanyaku seraya memegangi kedua setang motor yang tengah melaju pelan itu. “Kamu lihat saja nanti,” jawab ayahku, seraya tersenyum, tangan kanannya memutar gas dan tangan kirinya mengusap rambutku yang dibelai angin. “Kau lihat patung itu?” tanya ayah padaku. Dari jalur lambat, aku melihat ke sebuah patung yang berdiri menghormat ditengah jalan itu. Lalu mengangguk. Ayah melanjutkan kata-katanya, “Itu Patung Jenderal Badut!” terang ayah penuh semangat. “Dulu Jenderal Badut berjuang mengusir penjajah dari negeri kita.” “Wow!” seruku bergairah. “Jenderal Badut sangat hebat!” Lalu ayah membawaku ke sebuah patung lagi. “Itu Patung Badut Membangun,” kata ayah seraya menunjuk kearah patung tinggi besar mengangkat wajan. “Artinya jika kamu sudah besar nanti, kamu juga harus menjadi seorang badut yang bermanfaat bagi Negara.” Lanjut ayah. “Patung itu didirikan pertamakali oleh Penguasa Orde Badut.” Kata ayah lagi. “Orde Badut telah berkuasa selama tiga puluh tahun, Nak.” Tambah ayahku. “Dan sebentar lagi mungkin akan berakhir.” Aku mendengarkan kata-kata ayah dengan seksama. Dan, saudara-saudara, sejak hari itulah aku sadar bahwa diriku adalah seorang badut. Bukan, bukan seorang, tak ada kata orang. Aku badut. “Tapi ayah,” kataku tiba-tiba, “Aku hampir masuk sekolah, umurku akan tujuh tahun dan hidungku belum juga memerah seperti ayah, kenapa?” tanyaku. Ayah menoleh kearahku dengan mimik beku. Aku tahu dia tak punya jawabannya. Dia sadar, anaknya ini lahir tak seperti dirinya. Dan ayah memang tak memberikan penjelasan apa-apa pada hari itu. Kami pun pulang. Dan benar kata ayah, beberapa saat setelah hari itu, Orde Badut tumbang. Tumbangnya sebuah orde pun menelan banyak korban. Badut-badut dikejar dan dibinasakan. Beberapa badut yang tersisa menyelamatkan dirinya dengan menyamar menjadi manusia biasa. Mulai jarang memakai make-up putih. Berpakaian ala manusia kebanyakan. Sejak tumbangnya Orde Badut, patung-patung yang dulu aku datangi bersama ayah dirobohkan lalu diganti dengan patung-patung berwajah manusia. Aku yakin, generasi sekarang tak ada yang tahu jika dulu patung-patung yang ada dikota ini semua berbentuk badut.

Page 31: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

27

Ayah pun bersyukur aku tumbuh seperti manusia biasa. Orde yang baru, masyarakat yang mengaku lebih berbudaya dari badut pun kemudian tak lagi mengejar-ngejar badut dan membinasakannya. Mereka cukup puas dengan mendatangkan badut ke sebuah pesta dan mentertawakan sepuasnya. Rasanya lebih membunuh dari pembunuhan itu sendiri karena yang mentertawakan adalah anak-anak kecil yang tak tahu apa-apa. Kalian boleh tak percaya kisahku ini. Tapi aku beri tahu sebuah rahasia. Kalian bisa pergi ke sebuah restoran cepat saji franchise dari Amerika, dan jika kalian melihat ada badut duduk dipintu masuknya, itulah sisa-sisa kejayaan Orde Badut di dunia. Diam-diam dengan memberi makanan yang tak sehat, mereka membunuh manusia perlahan-lahan dan kejayaan Orde Badut di dunia akan kembali suatu saat nanti, itu yang aku yakini. Karena kami kaum badut, tersenyum diantara kalian yang tertawa. Bagaimana pun budaya badut masih tersisa, manusia berlomba-lomba memoles wajah dengan kosmetik mahal. Dan seraya menyantap burger aku selalu mengingat kata Ayahku, “Walau manusia-manusia itu tak memakai make-up putih tebal dan berhidung merah, namun terkadang tingkah polahnya lebih lucu daripada Badut.” ***

Page 32: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

28

15. Mati Setelah 199 Hari Negara sedang berkabung. Bendera dinaikkan setengah tiang. Sekolah-sekolah diliburkan. Instansi pemerintah berhenti beroperasi. Perusahaan Swasta menghentikan aktivitas. Mal-mal tutup. Bursa saham berhenti. Keadaan darurat diumumkan. Tujuh hari penuh kedepan. Negara berkabung sekaligus berada dalam situasi darurat. Presiden terkena serangan jantung dan.. MATI. Negeri ini sudah sering tertimpa bencana. Ada gempa dan rumah-rumah langsung rata dengan tanah. Ada banjir tahunan dan rumah-rumah terendam setinggi pohon kelapa. Ada angin ribut dan atap-atap rumah terbang lebih tinggi dari CN 235 keluaran PT Dirgantara. Ada hama tikus menyerang dan uang-uang yang disimpan dalam brankas-brankas berpintu baja dengan ketebalan puluhan inchi ludes digerogoti. Ada musim teroris menjamur, hingga hotel-hotel mewah, pom bensin, mobil-mobil barang bisa meledak kapan saja. Dan terakhir, musim kering, dimana harga air mineral bisa lebih mahal dari hari bensin eceran. Tapi itu dulu. Sebelum presiden baru yang kemudian terkena serangan jantung itu mati mendadak. Presiden yang terkena serangan jantung itu menang pemilu karena dalam kampanyenya menjanjikan banyak hal. Jika ada gempa, akan cepat ditangani. Jika ada banjir akan segera ditanggulangi. Jika ada angin ribut akan segera peduli. Hama tikus akan dibasmi. Teroris yang menjamur akan dihabisi. Dan air bersih akan bisa dinikmati seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali. Tentu saja semua janji akan dibuktikan dalam seratus hari Pemerintahan barunya nanti. Maka, rakyat yang terbiasa ditipu sejak jaman penjajah seperti janji mereka akan hidup makmur bila mampu membangun jalan lurus dari Anyer hingga Panarukan. Atau dibuai rayuan bahwa saudara tua mereka bernama Nippon akan membebaskan mereka dari penderitaan tiga setengah abad pun terbuai. Buaian janji kemakmuran seratus hari itu menghipnotis setiap tangan para pemilih di dalam bilik suara untuk menusuk wajah sang calon Presiden tepat dihidungnya. Hingga sang calon presiden itu menang dimana-mana. Maka ia pun menjadi Presiden. Tapi seratus hari berlalu dan janji tinggal janji. Namun rakyat masih bersabar. Seratus hari lebih sepekan dan rakyat masih diam. Seratus hari lewat sebulan dan rakyat mulai gelisah. Tapi keadaan berubah ketika memasuki hitungan seratus hari lewat sebulan dan satu hari, mendadak jalanan penuh demonstran yang menuntut janji-janji Presiden diwujudkan. Hingga tepat seratus sembilan puluh sembilan hari, ketika Presiden dijadwalkan membuka turnamen golf tingkat dunia yang diliput ratusan kamera televisi, saat Presiden hendak melakukan pukulan pertamanya sebagai penanda dimulainya turnamen, mendadak orang nomor satu itu terjerembab ke atas rumput hijau. Semua orang yang bersiap bertepuk tangan mati angin seketika. Paspampresnya berlarian

Page 33: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

29

panik. Kamera sibuk mengambil gambar. Dan satu jam kemudian, Negara mengumumkan kematiannya akibat serangan jantung. Rakyat pun bersedih. Air mata membanjir dimana-mana, dari rumah-rumah petak dibawah jembatan, hingga rumah-rumah megah di Pondok Indah. Semua orang mengenang tekad dan keberaniannya untuk meningkatkan kemakmuran negerinya yang menderita ini. Televisi pun menyiarkan berulang-ulang janji-janjinya selama kampanye, video pelantikannya. Hingga dalam hati setiap manusia yang hidup di negeri ini muncul rasa penyesalan, sang Presiden sebenarnya pantas diberi kesempatan lebih dari seratus hari. Maka tiba-tiba televisi penuh dengan ucapan terimakasih dari masyarakat pada sang Presiden. Billboard-billboard yang biasanya penuh berisi iklan produk sabun dan diisi wajah-wajah artis ibukota pun berganti dengan wajah close-up sang Presiden serta tambahan kata ‘terimakasih’. Pengamat-pengamat politik yang semula berada dipihak demonstran dan bersama-sama mencaci-maki janji Presiden yang tak kunjung terwujud, kini berbalik haluan. Semua berbalik menyuarakan suara hati nurani rakyat yang kehilangan sosok yang begitu mereka cintai. “Bapak Presiden memang telah berpulang,” kata-kata Menteri Sekretaris Negara yang memimpin acara doa bersama di depan jenazah Presiden yang disemayamkan di Istana terdengar penuh kesedihan. “Beliau adalah sosok yang hebat, punya keberanian dan impian besar untuk membawa bangsa ini keluar dari jurang kehancuran.” Lanjut Mensesneg. “Sudah semestinya kita kehilangan, benar-benar kehilangan.” Tambah sang menteri. “Sudah semestinya rakyat berduka sangat dalam,” ujarnya sang menteri. “Andai saja, kita semua yang ada disini dan seluruh rakyat berdoa pada Tuhan agar sosok Presiden kita kembali diberi kesempatan.” Kata sang menteri lagi, suaranya diselingi isakan. Ruangan itu pun semakin hening, suara isak terdengar dimana-mana. Kini waktunya peti mati bapak Presiden ditutup untuk selama-lamanya. Sang menteri bergerak menuju peti kayu berukir kiriman dari Jepara itu. Suara isak berubah menjadi tangis. Sang Presiden akan pergi untuk selamanya. Tapi langkah sang menteri berhenti tiba-tiba, wajahnya mendadak pucat. “Beliau masih hidup!” teriak sang menteri. Semua orang terkejut setengah mati, hampir sama terkejutnya ketika presiden terkena serangan jantung tempo hari. Dan benar saja, dari dalam peti mati, sosok sang Presiden melompat keluar, lalu berdiri begitu saja dengan gagahnya, tak kurang suatu apa. Para hadirin tersenyum gembira, orang-orang mulai sujud syukur. Presiden mereka yang pemberani telah kembali! Televisi Nasional segera menyiarkan kembalinya presiden dari kematian dan para ulama menghimbau rakyat untuk melakukan sujud syukur Nasional. “Benar kata bapak, rakyat masih membutuhkan bapak.” Kata sang menteri setengah berbisik kepada Presiden yang berdiri disampingnya seraya melambaikan tangan pada hadirin. “Rakyat kita benar-benar suka cerita drama, pantas sinetron-sinetron di

Page 34: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

30

televisi digilai sampai mati.” “Ya, saya belajar banyak dari artis sinetron kita yang disiksa Malaysia itu,” ujar bapak Presiden, “Dan dengan begini, kita terbebas dari janji seratus hari,” tambah bapak Presiden, juga berbisik, “Oiya, pidato yang bagus pak menteri.” Katanya kemudian memuji, sang menteri menganggukkan kepalanya. “Siapkan pesta, gelar syukuran, kita undang badut-badut.” ***

Page 35: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

31

16. Lampu Merah Kedua Belok Kanan Jakarta terasa romantis sekali hari ini. Semua hanya karena perasaan saya, atau memang hari ini Jakarta menjelma menjadi halaman depan surga? Orang-orang mengganti dagangannya, biasa menjual peta-peta jalur jalanan Jakarta berganti dengan kuntum-kuntum bunga mawar terbungkus plastik seharga sepuluh ribu. Saya merogoh saku celana, mengeluarkan dua lembar lima ribuan yang ada dan membeli sekuntum. Buat keberuntungan, kata saya, sang penjual pun tersenyum, senyum bermakna; semoga sukses. Tentu saja saya akan sukses. Sejak dilahirkan, bidan mengatakan, ibu saya sukses melahirkan saya tanpa kurang suatu apa pun juga. Tangannya dua, jemarinya sepuluh, begitu juga dengan kakinya, sepasang dengan sepuluh jari. Rahang dagu yang sempurna, mata cokelat yang tajam, dan telinga yang bisa mendengarkan. Jantung dan paru-paru yang sehat, juga hati yang bekerja dengan baik untuk merasa. Dan hari ini, saya baru saja diangkat menjadi pegawai negeri. Menteri yang menjabat di kantor saya baru saja dilantik, dia masih muda dan rupanya punya pendapat untuk memberi kesempatan pada yang lebih muda, seperti saya tentu saja. Maka, sejak pulang kantor tadi, saya langsung mandi di tempat kerja, mengganti baju-baju formal dengan jins dan kaos sederhana dan menghambur menuju halte busway terdekat. Tujuan saya hanya satu, menuju rumah pacar saya. Untuk merayakan kesuksesan saya, tentu saja. Saya ingat pacar saya ini, awal pertama hendak berkunjung rumahnya diawali dengan rayuan-rayuan sederhana dari saya, sampai kemudian dia mengijinkan saya datang kerumahnya. Dia bilang, ‘pokoknya, setelah lampu merah kedua, belok kanan.’ Begitu katanya menjelaskan dimana posisi peraduannya berada. Saya akhirnya sampai dirumahnya dan kami melakukan kencan pertama, saya bilang padanya waktu itu, ‘sayang, saya hanya punya selembar lima puluh ribu, tidak-tidak, bukan selembar lima puluh ribu, tapi dua lembar sepuluh ribu, empat lembar lima ribu dan sepuluh lembar seribu, totalnya ya itu tadi, lima puluh ribu!’ kata saya dengan wajah flat. Pacar saya itu tersenyum, matanya berbinar. “Aku suka lelaki pekerja keras, suatu hari kamu pasti sukses, sejak lahir kamu sudah sukses kan?” katanya pada saya. Tentu saja hati saya berbunga waktu itu. Dan saya berjanji dalam hati saya sendiri saya akan membahagiakannya selalu. Maka datanglah malam ini. Dua lampu merah lagi, belok kanan dan saya akan tiba dirumahnya. Sampai di lampu merah pertama saya berhenti sejenak, itulah lampu merah tempat dimana saya menyatakan cinta saya padanya dulu, kejadiannya di dalam bajaj berwarna merah yang tengah membawa kami ke bioskop. Saya mengungkapkan isi hati saya diiringi suara knalpot bajaj yang meraung-raung. Ia menerima cinta saya, saya kemudian menggenggam tangannya dan si supir bajaj menjadi orang pertama yang memberi kami ucapan selamat.

Page 36: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

32

Dan di lampu merah kedua, saya membelikan sekuntum mawar untuknya malam ini, seharga sepuluh ribu dan saya membayarnya dengan dua lembar lima ribuan, menaruh kuntum mawar itu dengan hati-hati di saku belakang jins dan kemudian saya berlari menuju rumahnya yang sudah tinggal berbelok di depan sana. Hanya sekali ketuk, pintu rumah besar itu terbuka. Ibu pacar saya yang membukakan pintu dan menyuruh saya duduk, saya menaruh kuntum mawar itu diatas meja. Lima menit kemudian, sang ibu pacar saya datang kembali seraya membawa cangkir berisi minuman hangat. Saya bisa menebak, tentu saja pacar saya masih sibuk berdandan, begitulah kebiasaan perempuan. “Diminum dulu nak,” kata ibu pacar saya yang mengambil duduk didepan saya. Saya segera meraih cangkir itu dan meneguk teh manis hangat yang segera membuat lelah di tubuh saya hilang. “Kamu masih belum bisa melupakan ya?” tanya sang ibu pacar saya tiba-tiba, nada suaranya sangat lirih. Saya segera menatapnya, seraya menaruh kembali cangkir keatas meja. “Maksud ibu?” “Pacarmu kan sudah tidak tinggal disini.” Jawab ibu pacarku. “Maksud ibu?” “Dia kan sudah tinggal di surga.” Ujar ibu pacarku. “Maksud ibu?” “Sebuah bajaj menabraknya ketika hendak menyebrang jalan di lampu merah kedua sebelum belokan menuju rumah ini.” Urai ibu pacarku. “Maksud ibu?” Tanyaku lagi, berkali-kali. Ibu pacarku mulai menitikkan air mata. “Maksud ibu?” tanyaku sekali lagi, “Pacarku mati di lampu merah kedua sebelum belokan kerumah ini?” “Kamu seperti badut ya, lucu sekali,” jawab sang ibu pacarku almarhum, “Ya, pacarmu telah tiada dan kejadian itu sudah terjadi setahun yang lalu.” ***

Page 37: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

33

17. Hanya Orang Gila, Pantai Dan Perempuan Cantik Hangat matahari membangunkan saya. Perlahan-lahan akhirnya saya membuka mata. Semua berwarna putih, lalu kuning muda, lalu kebiru-biruan, itulah langit. Matahari telah terbit seperempat rupanya. Akhirnya mata saya yang minus membuka dua-duanya. Nyawa saya pun kembali dengan sempurna. Langit biru, suara debur ombak, dan cicit burung camar dikejauhan. Benar-benar terasa seperti di surga. Saudara-saudara, perlu kalian semua ketahui, inilah impian termanis dalam hidup saya. Tertidur di pantai, dan dibangunkan oleh matahari terbit keesokan harinya. Saya memimpikan momen ini setiap hari, jika saya lelah berlari, saya akan mengingat-ingat impian saya ini hingga membuat kaki saya terus berlari, tak peduli jahitan sepatunya mulai membuka satu demi satu. Matahari yang cerah. Langit biru muda. Debur ombak dan sepoi anginnya tak akan lengkap tanpa sesuatu yang kemudian ditangkap oleh mata saya. Punggung indah seorang wanita. Dia berdiri membelakangi saya, sosoknya menatap kearah pantai dengan punggung yang terbuka. Ya! Saya segera menggerakkan sedikit tubuh saya kedepan untuk menatap pemandangan yang melengkapi kesempurnaan surga itu. Girl where did you come from? You got me so undone. Gazin in your eyes got me sayin’; What a beautiful lady. No ifs ands or maybes. Im releasin my heart. And its feelin’ amazing! Saya tersenyum sendiri karena sangat tidak percaya dengan apa yang saya lihat. Terimakasih Tuhan, impian saya terwujud. Hanya saya, pantai dan perempuan cantik. Terimakasih sudah dikabulkan ya Han. Kata saya dalam hati dengan pandangan mata jauh menembus angkasa, tempat dimana kata Pak Ustad, Tuhan itu berada. Tiba-tiba punggung indah gadis itu berbalik, berganti dengan sebuah wajah indah menatap kearah saya, lalu well, tentu saja sebuah senyuman terpasang dibibirnya. “Sayang sudah bangun?” kata perempuan itu. Saya membalasnya dengan senyuman. Perempuan itu melangkah mendekati saya. Kaki-kaki indahnya menjejak pasir dengan sempurna. Itulah gadis impian dalam hidup saya. Rasanya saya sudah menunggu sangat lama untuk merasakan momen seperti ini. Dan gadis itu terus melangkah. “Sayang udah bangun?” tanyanya sekali lagi, dan saya menjawabnya dengan senyuman. Kaki gadis itu masih menjejak pasir, melangkah melewati tempat saya berbaring diatas ranjang kayu lengkap dengan payung pelindung sengatan matahari. “Maaf aku bangun duluan, tadi rencananya mau berjemur,” terdengar suara gadis itu dibelakang saya, “Tapi kau lihat sendiri, tempat berjemurnya ditidurin orang gila. Bisa kau usir dia sayang?” ***

Page 38: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

34

18. Kugenggam Tangannya Saat Bulan Purnama Kali ini, saya tidak akan bohong. Baca pelan-pelan, sekali lagi saya bilang saya tidak akan bohong. Kemaren bolehlah kalian mentertawakan saya, tapi kali ini, kalian harus percaya kisah saya ini. Baiklah, biar kalian percaya, lihatlah ke atas, sorry, keluar dulu dari kamar, dari rumah atau dari toilet atau dari tempurung. Ya, keluarlah, lihatlah ke angkasa raya. Bulan bersinar penuh dengan indahnya. Dan salah satu momen paling indah tengah saya alami. Menatap bulan purnama, di tepian pantai dengan suara debur ombak yang terdengar sayup-sayup, serta hembusan angin. Anda pikir saya sendirian? Oh no, tentu saja tidak, buang jauh-jauh pikiran merendahkan itu. Saudara-saudara sekalian, angin laut menghembuskan bau samudera disertai wangi parfum perempuan yang menambah malam menjadi sangat nyaman. Dan tentu saja perempuan itu ada disamping saya. Kalian tak percaya kan? Tentu saja. Saya akan buktikan, sekarang saya dengan perlahan menggerakkan tangan kanan saya untuk meraih jemarinya yang lentik itu. Kulit pualamnya tampak bersinar memantulkan cahaya bulan. Allahu akbar bukan? Kebesaran Tuhan dalam menciptakan cahaya abadi bernama matahari benar-benar saya rasakan, matahari bersinar, sinarnya dipantulkan bulan, dan masih dipantulkan lagi oleh tangan pualam perempuan disamping saya. Sekarang saya sudah menggenggam tangannya. Percayalah, malam ini adalah salah satu malam paling sempurna dalam hidup saya. Bagaimana tidak, angkasa berhias bulan sempurna, pada tepian pantai yang indah, bersama seorang kekasih pujaan hati yang menghangatkan jiwa. Tuhan, kata saya dalam hati, bolehkah waktu kau hentikan sejenak? Sebentar, sebelum Tuhan menjawab, saya merasa kalian semua masih tak mempercayai saya. Bah! Manusia memang susah untuk diyakinkan, untuk dibuat percaya satu sama lain, kalian hanya mudah untuk menyelidik dan curiga mencurigai. Kalian tak ubahnya satpam perumahan! Baiklah, saya mengerti dan paham kalian belum percaya sepenuhnya. Bahwa saya sedang menggenggam tangan seorang perempuan, di pantai dengan sinar bulan purnama. Lihat, sekarang saya kan membuat perempuan di sebelah saya bicara. “Sayang?” saya bertanya pada perempuan disebelah saya. Tak ada jawaban, yang terdengar hanya debur ombak. Ah, kalian pasti semakin curiga pada saya. Baiklah, saya tanya sekali lagi, oke? “Sayang?” kata saya pelan, kali ini seraya mempererat genggaman agar ia merasakan jika saya memanggilnya. “Sayang?” “Ya?” Nah! Saudara-saudara sekalian! Baik yang dirumah, di dalam angkot, di warnet. Itu

Page 39: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

35

suara sang perempuan! Sekarang kalian sudah percaya kan pada saya? Saya tidak sedang berkhayal dan mengigau! “Kenapa lama sekali sih menjawabnya?” tanya saya kemudian. Ini pertanyaan khusus untuk kalian, jadi kalian tahu kenapa perempuan disamping saya ini begitu lama menjawab pertanyaan saya. “Oh, aku sedang menikmati malam yang indah ini.” Jawabnya, wajahnya jauh mengarah ke samudera. Sinar bulan yang dipantulkan bulan dari matahari membuat wajahnya sangat syahdu. Hati saya langsung berbunga-bunga. Ya, ini malam yang telah lama saya impikan. Sekali lagi, dan saya mengulang ini bukan untuk membuat kalian semua iri, malam yang indah dengan sinar bulan yang sempurna, saya di bibir pantai bersama seorang perempuan dan menggenggam tangannya! “Aku juga tak ingin waktu segera berlalu.” Kata saya seraya mempererat genggaman tangan saya. Dan sekali lagi, ini bukan kalimat untuk membuat kalian iri, saya semakin menggenggam tangannya yang lembut itu. “Aku juga tak ingin malam ini berlalu dengan cepat,” kata suara yang terdengar sangat lembut dan hangat dari samping saya. Oh syukurlah, betapa bahagianya, dia memiliki keinginan yang sama dengan saya. Mungkin sebentar lagi saya akan mencium bibirnya yang merekah itu. Berciuman dibawah sinar bulan adalah salah satu keinginan saya. “Tapi, kau tak memakai jaket atau sweater seperti aku,” kata gadis itu lagi, “Nanti kamu masuk angin sayang,” kata perempuan disebelah saya itu tiba-tiba, nada suaranya penuh rasa khawatir. Oh betapa bahagianya diri saya, anda bisa rasakan juga kan perhatiannya? Dan saya menoleh padanya dengan tersenyum, semua akan baik-baik saja, bahkan jika saya sakit, saya rela sakit demi dirinya. “Oh tapi tenang, saya selalu membawakan vitamin buat kamu, karena aku tahu kamu menderita darah rendah, iya kan?” Saya menatap wajahnya yang sekarang risau, satu tangannya segera masuk kedalam saku sweater biru mudanya, mengambil sebuah kapsul berwarna merah beserta satu kemasan gelas air mineral. “Minum sekarang, biar tubuh kamu kuat,” pinta perempuan itu, “Jadi kita bisa semalaman berada di pantai ini.” Semalaman di pantai? Wow! Seru saya dalam hati, buru-buru saya menelan kapsul itu dan mengirimnya ke lambung dengan air mineral cepat-cepat. Tentu saja saya tak mau sakit saat momen berciuman datang kan? Tapi sial! Kenapa kepala saya sekarang pusing? Aduh, obat itu terlambat saya minum. Mata saya menjadi berat dan berkunang-kunang. Bulan purnama menjadi samar. Dan sepertinya, tubuh saya menjadi bertambah berat dan merosot jatuh ke pasir. Saya genggam tangan perempuan itu kuat-kuat, dan sepertinya ia berteriak memanggil orang-orang, mungkin minta pertolongan. Antara sadar dan tidak, saya masih mendengar suara perempuan itu berteriak.

Page 40: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

36

“Ayo sini!” kata perempuan itu, “Buruan, bawa tandunya kemari!” perintahnya. Tandu? Ya, saya merasa tubuh saya kemudian diangkat dan dibaringkan ke atas tandu yang dibawa dua laki-laki tinggi besar. “Kalian memarkir ambulannya di mana sih?” suara perempuan itu lagi. “Lain kali, parkir ambulannya jangan jauh-jauh dong, jadi pasien bisa segera dikembalikan ke rumah sakit jiwa.” ***

Page 41: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

37

19. Orang Gila Mengucap Selamat Malam Sudah sehari semalam saya menahan diri untuk tidak menceritakan kisah saya ini. Tentu saja saya tak mau bercerita dengan sia-sia, karena jika saya bercerita lagi, kalian semua pasti sudah tidak mempercayai saya lagi. Sampai di sini saja, kalian pasti sudah berpikir bahwa saya orang gila. Sampai di sini saja, kalian pasti sudah berpikir bahwa kalian semua adalah orang-orang normal dan saya yang gila. Sampai di sini saja, kalian pasti sudah berpikir saya akan menceritakan kisah yang tak sesungguhnya. Jadi, jika sampai kalian membaca ini dan berpikir seperti apa yang saya katakan tadi di atas, maka ada baiknya kalian berhenti saja, tak perlu meneruskan apa yang kalian lakukan. Percayalah pada saya, waktu akan lebih bermanfaat bila hidup kalian sejahtera, toh kalian sudah menghakimi bahwa cerita saya tidak benar, bahwa saya gila. Baiklah, saya akan membiarkan kalian semua untuk berpikir dan menentukan mana yang lebih baik, terus mendengarkan kisah saya atau berhenti disini saja. Butuh waktu berapa lama? Nah, itulah kalian, orang-orang yang mengaku normal. Kalian berpikir terlalu lama. Sudah putuskan saja. Lanjutkan atau tidak? Karena saya saja yang kalian anggap gila. Sudah memutuskan bahwa saya tidak akan bercerita apa-apa malam ini. Sampai disini saja. Selamat malam. ***

Page 42: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

38

20. Badut Dan Anda Sekarang saya mempertemukan dua tokoh yang sangat kalian kenal. Tokoh pertama sangat kalian cintai karena bisa membuat kalian tertawa terpingkal-pingkal dan merasakan bahagia seharian. Tokoh kedua adalah sosok yang kalian sayangi karena membuat kalian menjadi manusia normal. Yeah, saudara-saudara sekalian. Waktunya kita sambut Si Badut dan Orang Gila! Kita panggil mereka satu persatu, biar nggak rebutan munculnya. Nanti saya yang susah menggambarkannya kalau muncul berbarengan. Baiklah. Sudah siap? Kita sambut tokoh kesayangan kita semua. Si Orang Gilaaaa!!! Yeah! Ayo tepuk tangan semua!! Loh. Mana? Kok nggak muncul? Sabar saudara-saudara. Tenang dulu, jangan khawatir dan harap maklum, namanya juga orang gila. Jadi kita panggil sekali lagi. Kita sambut tokoh kesayangan kita semua… Si Orang Gilaaa!! Yeah, tetap nggak muncul juga. Dasar orang gila! Tapi nggak apa-apa, karena saya orang normal, saya akan panggil sekali lagi untuk kalian semua. Toh, sunnah mengatakan, ada tiga kesempatan bukan? Di acara-acara pengumuman juara juga demikian, selalu dipanggil tiga kali sebelum dinyatakan gagal atau diskualifikasi. Jadi masih ada satu kesempatan. Dan inilah kesempatan ketiga untuk si orang gila. Saya akan memanggilnya, siap? Kita sambut tokoh kesayangan saya… Si Orang Gilaaaaa!!! Hmmm… Masih nggak muncul juga. Kenapa sih diajak serius nggak bisa? Kamu kan gila, bukan tuli. Konsentrasi dong, saya sudah manggil kamu tiga kali. Masih aja asyik membaca? ***

Page 43: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

39

21. Presiden Hanya Diam Mematung Akhirnya patung itu siap untuk diresmikan. Pada hari itu, jalanan ditutup sementara. Polisi dan aparat keamanan gabungan sudah berjaga-jaga sejak pagi. Begitu mendekati jadwal peresmian, serombongan Pasukan Pengamanan Presiden tiba, maka penjagaan makin diperketat. Tahulah kita, bahwa patung itu akan diresmikan langsung oleh yang terhormat Bapak Presiden. Menjelang siang, orang-orang makin ramai. Kepala Kepolisian Negara buru-buru memerintahkan anak buahnya yang tengah menganggur atau duduk-duduk di kantor, atau yang tengah mengetik surat kehilangan dan berharap komisi dua puluh ribu, atau yang tengah menilang motor dipinggir jalan dan berharap uang titipan pengadilan lima puluh ribu segera meluncur ke lokasi peresmian untuk menjadi pengamanan bantuan. Tentu saja aparat bantuan itu mengeluh, tak ada uang tambahan jika menjadi tenaga bantuan pengamanan, paling banter nasi kotak berlauk ayam alot. Tapi perintah komandan adalah masa depan, mau suram atau cerah tergantung penyikapan anak buah. Maka pengamanan semakin ketat. Sedang orang-orang yang berkerumun mendekati ribuan. “Ada acara apa sih?” tanya seseorang pada seseorang diantara kerumunan. “Ada peresmian patung.” Jawab seseorang itu pada seseorang yang bertanya. “Patung?” tanya seseorang itu lagi pada seseorang yang menjawab. “Ya, presiden akan datang untuk meresmikan patung yang tertutup kain hitam itu.” Jawab seseorang pada seseorang yang terus bertanya itu. “Kamu dari kampung ya?” seseorang yang tadi menjawab balik bertanya pada seseorang yang tadi bertanya kepadanya. “Masak kamu nggak tahu hari ini ada peresmian patung yang menghebohkan itu?” tanya seseorang yang semula menjawab pertanyaan seseorang itu lagi. Seseorang yang semula bertanya hanya menjawab dengan gelengan kepala. “Saya nggak ngerti,” jawab seseorang yang semula bertanya pada seseorang yang semula menjawab. “Tolong jelaskan pada saya.” “Sebulan lalu, Presiden mengumumkan bahwa dirinya akan mendirikan patung yang sama persis dengan dirinya, baik wajah, postur tubuh untuk kemudian ditaruh disini.” Seseorang yang semula menjawab akhirnya rela menerangkan, dibawah terik matahari yang semakin panas, diantara bau keringat kerumunan orang yang berdesak-desakan. “Buat apa Presiden melakukan itu, apa dia sudah tidak ada pekerjaan lain, bukankah Negara ini masih carut-marut?” ujar seseorang yang semula bertanya, ia mengutarakan pendapatnya. “Nah, karena masih carut-marut itu,” jawab seseorang yang semula menjawab, menimpali pendapat seseorang yang semula bertanya, “Dan banyaknya kekecewaan pemilihnya pada janji-janjinya yang belum terwujud, Presiden membuat patung itu.” “Maksudnya?” “Siapa saja, rakyat dari lapisan apa saja, yang merasakan kekecewaan pada diri bapak Presiden, boleh melemparkan apa saja, batu, tomat, tai kucing, tai kambing, tai sapi, pokoknya apa saja kepada patung itu.” Jawab seseorang yang semula

Page 44: Ditulis oleh Fajar Nugros - sim.smpn1lamongan.sch.id · dalam kisah 'Badut, Orang Gila dan Bapak Presiden'. 1 1. Cinta Di Rumah Makan Padang Saya pernah punya pacar. Atau well, setidaknya

40

menjawab itu, menjelaskan dengan detail. “Wah!” seru seseorang yang semula bertanya, “Benarkah?!” “Ya!” “Saya tidak membawa apa-apa!” “Tenang bung, nanti saya beri sedikit dari apa yang saya bawa.” “Anda bawa apa memangnya?” “Saya bawa seember tai sapi!” “Wah!” “Ribuan orang yang berkumpul disini juga demikian.” “Wah!” * Patung itu akan diresmikan tepat pukul dua belas siang ini. Rombongan Presiden pun tampak sudah mendekat. Sirene mobil pengawalnya mulai bersahut-sahutan. Polisi-polisi dan aparat keamanan serta Paspampres mulai terlihat sibuk merapihkan kerumunan. Sebuah sedan Mercedes Benz hitam dengan kaca anti peluru berhenti. Presiden kemudian turun, ia memakai batik warna biru cerah dan bercelana kain hitam. Rambutnya disisir dengan rapi. Sebuah jam berwarna keemasan tampak mengkilat tersiram cahaya matahari. Dengan tangan yang dilingkari jam itu, ia kemudian melambai pada rakyatnya. Kerumunan ribuan orang berteriak serempak; “Huuuuuuuu!” Dan Paspampres buru-buru mengamankan bapak Presiden masuk ke dalam tenda khusus VVIP yang berpendingin sebelum keadaan semakin kacau. Tepat pukul 12 siang. Kerumunan semakin tak sabar dan gelisah. Orang-orang mulai berteriak histeris meminta kain hitam penutup patung dibuka. “Buka! Buka! Buka! Buka!” Akhirnya, tanpa ada seremonial apapun. Kepala Kepolisian Negara berjalan mendekat kearah tombol khusus yang berada tak jauh diluar tenda. “Demi alasan keamanan, Bapak Presiden akan menyaksikan proses peresmian pembukaan tirai patung ini dari monitor televisi di dalam tenda VVIP. Dan saya yang akan menekan tombol ini.” Kata Kepala Kepolisian Negara. Ia pun melihat jam tangannya, mengucap basmalah, lalu menekan tombol. Tirai yang semula menutupi patung pun jatuh kebawah. Semua orang ternganga melihat karya sang pematung. Patung Presiden yang berdiri dihadapan mereka itu sungguh mirip dengan aslinya. Patung itu memakai batik warna biru, celana kain hitam, rambutnya disisir rapi dengan jam tangan berwarna emas melingkar di pergelangan tangan kanannya. “Sepertinya, kau boleh mengambil semua tai sapi yang aku bawa.” Kata seseorang yang semula menjawab pada sosok yang tadinya bertanya. “Tidak perlu kisanak,” jawab seseorang yang semula bertanya. “ Saya intelijen Negara. Nah, Anda tidak mungkin melempari atasan Anda sendiri kan?” lanjutnya, "Tapi menangkapi orang-orang yang melemparinya." ***