Draft Makalah Seminar

28
I. PENDAHULUAN Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit degeneratif yang berhubungan dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein serta ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah dan urin. Apabila dibiarkan tak terkendali, penyakit ini akan menimbulkan penyakit-penyakit yang dapat berakibat fatal, termasuk penyakit jantung, ginjal, kebutaan dan lain-lain. Dalam Diabetes Atlas 2000 ( Internasional Diabetes Federation ) tercantum perkiraan penduduk Indonesia di atas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan asumsi prevelensi DM sebesar 4,6%. Di perkirakan pada tahun 2000 pasien DM akan berjumlah 5,6 juta. Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti yang telah disebutkan diatas, diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta pasien diabetes. Diabetes Mellitus tipe II (DM tipe II) merupakan penyakit metabolik yang prevalensinya meningkat dari tahun ketahun. Indonesia dengan jumlah penduduk yang melebihi 200.000.000 jiwa, sejak awal abad ini telah menjadi negara dengan jumlah penderita DM nomor 4 terbanyak didunia. Terapi nutrisi medis merupakan komponen integral dalam manjemen diabetes. Dalam proses merancang diet individual, setelah memperkirakan kebutuhan energi, langkah berikutnya yaitu menentukan distribusi makanan makronutrien (persen karbohidrat, lemak dan protein dari 1

description

makalah

Transcript of Draft Makalah Seminar

Page 1: Draft Makalah Seminar

I. PENDAHULUAN

Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit degeneratif yang berhubungan

dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein serta ditandai dengan

tingginya kadar glukosa darah dan urin. Apabila dibiarkan tak terkendali, penyakit ini

akan menimbulkan penyakit-penyakit yang dapat berakibat fatal, termasuk penyakit

jantung, ginjal, kebutaan dan lain-lain. Dalam Diabetes Atlas 2000 ( Internasional

Diabetes Federation ) tercantum perkiraan penduduk Indonesia di atas 20 tahun

sebesar 125 juta dan dengan asumsi prevelensi DM sebesar 4,6%. Di perkirakan pada

tahun 2000 pasien DM akan berjumlah 5,6 juta. Berdasarkan pola pertambahan

penduduk seperti yang telah disebutkan diatas, diperkirakan pada tahun 2020 nanti

akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi

prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta pasien diabetes.

Diabetes Mellitus tipe II (DM tipe II) merupakan penyakit metabolik yang

prevalensinya meningkat dari tahun ketahun. Indonesia dengan jumlah penduduk

yang melebihi 200.000.000 jiwa, sejak awal abad ini telah menjadi negara dengan

jumlah penderita DM nomor 4 terbanyak didunia.

Terapi nutrisi medis merupakan komponen integral dalam manjemen diabetes.

Dalam proses merancang diet individual, setelah memperkirakan kebutuhan energi,

langkah berikutnya yaitu menentukan distribusi makanan makronutrien (persen

karbohidrat, lemak dan protein dari total kalori). American Diabetes Association

(ADA) merekomendasikan berbagai asupan karbohidrat antara 45% dan 65% dari

total kalori, protein 10-20%, lemak total ≤ 30%, asam lemak jenuh <7%, mono-asam

lemak tak jenuh sampai dengan 20% dan poli asam lemak tak jenuh hingga 10% dari

total kalori.

Dalam manajemen diabetes, modifikasi karbohidrat adalah rekomendasi

pertama yang lebih ditekankan, tetapi masing-masing makronutrien dapat terlibat

dalam metabolisme karbohidrat melalui jalur biokimia yang berbeda. Karena diet

asam lemak memainkan peran kunci dalam sensitivitas membran sel dan insulin,

beberapa asam lemak dapat menyebabkan terjadinya resistensi insulin dan akibatnya

berpengaruh terhadap kontrol metabolik diabetes. Studi observasional berupa

komposisi asam lemak serum atau jaringan menemukan bahwa resistensi insulin

dikaitkan dengan asupan lemak jenuh yang relatif tinggi (misalnya asam palmitat) dan

1

Page 2: Draft Makalah Seminar

asupan rendah polyunsaturated fat (misalnya asam linoleat), temuan tersebut

didukung oleh data klinis terbaru.

Telah diketahui bahwa kemampuan dari diet rendah karbohidrat dalam

memperbaiki kontrol glikemik, hemoglobin A1C (HbA1c) dan untuk mengurangi

obat. Dalam sebuah studi lanjutan selama dua tahun, tingkat HbA1c meningkat secara

signifikan dalam diet tanpa karbohidrat. Sejumlah percobaan berdurasi pendek

menunjukkan perbaikan resistensi insulin pada diet dengan lemak total tinggi yang

sebagian besar merupakan asam lemak tak jenuh tunggal, sedangkan beberapa yang

lainnya menunjukkan bahwa diet tinggi karbohidrat berhubungan dengan kontrol

glikemik yang lebih baik. Dalam sebuah penelitian, besarnya penurunan glukosa

darah serupa dengan temuan diatas setelah mengkonsumsi dua macam makanan

rendah kalori (diet dengan indeks glikemik tinggi dan diet dengan tinggi

lemak/rendah karbohidrat). Selain itu, beberapa studi telah meneliti efek dari diet

makronutrien pada hemoglobin yang tidak terglikasi glukosa postprandial sebagai

indikator kontrol diabetes.

Dalam beberapa studi lainnya yang telah dilakukan, hubungan antara

makronutrien makanan dan asupan kalori dengan resiko diabetes telah dipelajari.

Sebagai contoh yaitu diet tinggi kalori berhubungan dengan peningkatan resiko

diabetes tipe II. Dalam beberapa kasus diet tinggi karbohidrat berhubungan dengan

peningkatan resiko diabetes tipe II, tetapi dalam kasus lainnya menurunkan. Diet

dengan indeks glikemik tinggi berhubungan dengan peningkatan resiko diabetes tipe

II.

Jadi pertanyaannya adalah apakah kelompok makanan yang hanya

mengandung karbohidrat yang dikonsumsi dalam program manajemen diabetes atau

jumlah dan jenis makanan berlemak dan minyak juga perlu dipertimbangkan. Selain

itu, mengingat variasi perbedaan genetik, pola makan, kebiasaan makan dan lain-lain

antara populasi, proporsi makronutrien dalam asupan kalori dapat menyebabkan

beberapa efek pada metabolisme glukosa.

Sejauh ini tidak ada penelitian yang mengevaluasi peran diet makronutrien

pada kontrol glikemik pada pasien diabetes di Iran.Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui hubungan antara komposisi makronutrien makanan terhadap HbA1c dan

glukosa darah pada pasien diabetes tipe II.

2

Page 3: Draft Makalah Seminar

II. Hubungan Komposisi Makronutrien Makanan terhadap HbA1C pada Pasien

Diabetes tipe II

A. Diabetes Mellitus (DM) tipe II

Diabetes Mellitus (DM) Tipe II merupakan penyakit hiperglikemia akibat

insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau

berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap di hasilkan oleh sel-sel beta

pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin Dependent

Diabetes Mellitus (NIDDM) (Corwin, 2001).

Gambar 1. Gambaran secara umum diabetes melitus tipe 2

Menurut Smeltzer & Bare (2002) DM tipe II disebabkan kegagalan relatif sel

β dan resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk

merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat

produksi glukosa oleh hati. Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini

sepenuhnya, artinya terjadi defensiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini

terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada

rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel β

pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.

Secara patofisiologi, DM tipe II ini bisa disebabkan karena dua hal yaitu (1)

penurunan respon jaringan perifer terhadap insulin. Peristiwa tersebut dinamakan

resistensi insulin, dan (2) Penurunan kemampuan sel β pankreas

untuk mensekresi insulin sebagai respon terhadap beban glukosa. Sebagian besar

DM tipe II diawali dengan kegemukan. Sebagai kompensasi, sel β pankreas

3

Page 4: Draft Makalah Seminar

merespon dengan mensekresi insulin lebih banyak sehingga kadar insulin

meningkat (hiperinsulinemia). Konsentrasi insulin yang tinggi mengakibatkan

reseptor insulin berupaya melakukan pengaturan sendiri ( self regulation) dengan

menurunkan jumlah reseptor atau down regulation.

Hal ini membawa dampak  pada penurunan respon reseptornya dan lebih lanjut

mengakibatkan terjadinya resistensi insulin.

Gambar 2. Resistensi Insulin pada Diabetes Mellitus tipe II

Dilain pihak, kondisi hiperinsulinemia juga dapat mengakibatkan desensitisasi

reseptor insulin pada tahap postreseptor, yaitu penurunan aktivasi kinase reseptor,

translokasi pengangkut glukosa dn aktivasi glikogen sintase. Kejadian ini

mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Dua kejadian tersebut terjadi pada

permulaan proses terjadinya DM tipe II.

Beberapa faktor yang diketahui dapat mempengaruhi DM tipe II (Smeltzer &

Bare, 2002) antara lain:

a. Kelainan genetik

Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap

diabetes, karena gen yang mengakibatkan tubuh tak dapat menghasilkan

insulin dengan baik.

b. Usia

Umumnya penderita DM tipe II mengalami perubahan fisiologi yang

secara drastis, DM tipe II sering muncul setelah usia 30 tahun ke atas dan pada

mereka yang berat badannya berlebihan sehingga tubuhnya tidak peka

terhadap insulin.

c. Gaya hidup stress

Stres kronis cenderung membuat seseorang makan makanan yang manis-

manis untuk meningkatkan kadar lemak seretonin otak. Seretonin ini

4

Page 5: Draft Makalah Seminar

mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi gula

dan lemak berbahaya bagj mereka yang beresiko mengidap penyakit Diabetes

mellitus tipe II.

d. Pola makan yang salah

Pada penderita DM tipe II terjadi obesitas (gemuk berlebihan) yang dapat

mengakibatkan gangguan kerja insulin (resistensi insulin).Obesitas bukan

karena makanan yang manis atau kaya lemak, tetapi lebih disebabkan jumlah

konsumsi yang terlalu banyak, sehingga cadangan gula darah yang disimpan

didalam tubuh sangat berlebihan. Sekitar 80% pasien DM tipe II adalah

mereka yang tergolong gemuk.

Beberapa perubahan yang terjadi pada penderita DM tipe II

a. Perubahan Fisiologi

Setiap penderita DM tipe II yang mengalami perubahan fisik terdiri dari

sering buang air, merasa lapar,mersa haus, berkeringat dingin, luka lama

sembuh, gemetaran dan pusing, sehingga menimbulkan ketakutan atau stress

(Nadesul,2002).

b. Perubahan Psikologi

Hidup dengan DM tipe II dapat memberikan beban psikologi bagi

penderita maupun anggota keluarganya. Respon emosional negatif terhadap

diagnosa bahwa seseorang mengidap penyakit DM tipe II dapat berupa

penolakan atau tidak mau mengakui kenyataan, cemas, marah, merasa berdosa

dan depresi (Darmono, 2007).

B. Sumber Makanan yang Berkalori

Kalori merupakan satuan yang digunakan untuk menyatakan jumlah energi.

Pada umumnya kalori digunakan untuk menunjukkan jumlah energi yang

terkandung dalam makanan. Kalori dapat diperoleh dari asupan nutrisi yang

mengandung nutrisi, seperti karbohidrat, lemak, protein, dan alkohol.

Jumlah kalori dalam makanan diperlukan untuk memperhitungkan

keseimbangan energi. Apabila jumlah kalori yang dikonsumsi lebih kecil dari

kalori yang digunakan, berat badan akan berkurang karena cadangan energi

dari lemak akan digunakan. Sebaliknya, apabila jumlah kalori yang masuk

lebih besar dari kalori yang digunakan, berat badan akan meningkat.

Kelebihan energi pun akan disimpan sebagai lemak. Adapun penumpukan

5

Page 6: Draft Makalah Seminar

lemak yang berlebihan dapat meningkatkan resiko terjadinya hipertensi,

obesitas, penyakit jantung, stroke, dan diabetes. Karena itu, asupan kalori

perlu dikontrol untuk menjaga berat badan dan mencegah terjadinya penyakit

metabolik.

Ada tiga sumber energi utama yang dapat diperoleh dari makanan, antara

lain karbohidrat, lemak, dan protein.

a. Karbohidrat

Karbohidrat utama dalam tubuh manusia adalah zat tepung, sukrosa,

laktosa fruktosa, glukosa dan serat-serat yang tidak dapat dicerna misalnya

selulosa. sukrosa (gula pasir) dan laktosa (gula susu) adalah disakarida, dan

fruktosa serta glukosa adalah monosakarida. Proses pencernaan mengubah

karbohidrat besar menjadi monosakarida yang dapat diserap ke dalam aliran

darah. Glukosa yang merupakan suatu monosakarida adalah gula yang paling

banyak dijumpai dalam darah manusia.

Gambar 3. Struktur Glukosa

Gambar 4. Struktur glikogen

Oksidasi karbohidrat menjadi CO2 dan H2O didalam tubuh menghasilkan

energi sekitar 4kkal/kg. Dengan kata lain, setiap gram karbohidrat yang kita

makan menghasilkan energi sekitar 4kkal. Molekul karbohidrat mengandung

oksigen dalam jumlah yang bermakna.

6

Page 7: Draft Makalah Seminar

b. Lemak

Lemak dalam makanan kita terutama adalah triasilgliserol (juga disebut

trigliserida). Sebuah molekul triasilgliserol terdiri dari tiga asam lemak yang

megalami esterifikasi ke sebuah gugus gliserol.

Gambar 5. Struktur triasilgliserol (trigliserida)

Dibandingkan karbohidrat atau protein, lemak mengandung jauh lebih

sedikit oksigen. Dengan demikian, lemak mengalami reduksi lebih besar dan

menghasilkan energi lebih banyak sewaktu dioksidasi. Oksidasi sempurna

triasilgliserol menjadi CO2 dan H2O dalam tubuh menghasilkan energi sekitar

9kkal/g, lebih dari dua kali energi yang dihasilkan karbohidrat atau protein

dalam jumlah yang setara.

Ada dua jenis sumber lemak, yaitu sumber lemak “baik” dan lemak

“jahat”. Dianjurkan untuk banyak mengkonsumsi sumber lemak baik dan

kurangi konsumsi lemak jahat karena lemak jahat dapat memicu resiko

penyakit yang lebih fatal. Sumber lemak “baik” seperti ikan, sumber nabati

seperti kacang-kacangan, kedelai, zaitun. Sumber lemak “jahat” seperti jeroan,

gorengan, mentega, trans-fat pada margarin, lemak di daging.

c. Protein

Protein tersusun dari asam-asam amino yang digabung membentuk rantai

linear.

Gambar 6. Struktur asam amino

7

Page 8: Draft Makalah Seminar

Gambar 7. Struktur protein

Selain karbon, hidrogen, dan oksigen, protein mengandung nitrogen

sekitar 16% dari beratnya. Proses pencernaan memecah protein menjadi asam-

asam amino konstituennya yang kemudian masuk kedalam aliran darah.

Oksidasi sempurna protein menjadi CO2 dan H2O oleh tubuh menghasilkan

energi sekitar 4kkal/g.

Protein memiliki peranan penting dalam metabolisme dan pembentukan

tubuh manusia. Protein merupakan zat pembangun sel dan berperan dalam

memperbaiki bagian tubuh yang rusak. Protein juga merupakan nutrisi untuk

mendukung pembentukan otot serta berperan dalam metabolisme tubuh serta

sistem imun selain berperan sebagai sumber energi. Sumber protein dibagi

menjadi dua, yaitu sumber hewani dan nabati. Hewani contohnya seperti

daging sapi, ayam, ikan, telur, dan susu. Nabati contohnya seperti kacang-

kacangan, tempe, tahu.

C. Hubungan antara Diet tinggi Karbohidrat dibandingkan Diet tinggi Lemak

terhadap HbA1C

1. Metabolisme Karbohidrat pada Diabetes Mellitus Tipe II

Metabolisme karbohidrat dan diabetes mellitus adalah dua mata rantai

yang tidak dapat dipisahkan. Keterkaitan antara metabolisme karbohidrat dan

diabetes mellitus dijelaskan oleh keberadaan hormon insulin. Penderita

diabetes mellitus tipe II insulin tidak dapat berfungsi dengan baik, sedangkan

insulin sangat dibutuhkan dalam melakukan regulasi metabolisme karbohidrat.

Akibatnya, penderita diabetes mellitus tipe II akan mengalami gangguan pada

metabolisme karbohidrat.

Insulin berupa polipeptida yang dihasilkan oleh sel-sel β pankreas.

Insulin terdiri atas dua rantai polipeptida. Struktur insulin manusia dan

8

Page 9: Draft Makalah Seminar

beberapa spesies mamalia kini telah diketahui. Insulin manusia terdiri atas 21

residu asam amino pada rantai A dan 30 residu pada rantai B. Kedua rantai ini

dihubungkan oleh adanya dua buah rantai disulfida (Granner, 2003).

Gambar 1.1 Struktur insulin pada manusia

Pada orang dengan metabolisme normal, insulin dilepaskan dari sel-

sel  beta (ß) pulau Langerhans pankreas setelah makan (postprandial) dan

mengirim sinyal ke jaringan sensitif terhadap insulin dalam tubuh (misalnya

otot dan adiposa ) untuk menyerap glukosa. Hal ini akan menurunkan kadar

glukosa darah. Sel-sel beta mengurangi output insulin saat kadar glukosa

darah turun, akibatnya glukosa darah harus dijaga pada sekitar 5 mmol/L

(mM) (90 mg/dL). Pada orang dengan resistensi insulin, kadar  normal insulin

tidak memiliki efek yang sama pada sel-sel otot dan adiposa sehingga hasil 

kadar glukosa tetap lebih tinggi dari biasanya. Jenis yang paling umum dari

resistensi insulin dikaitkan dengan kumpulan gejala yang dikenal sebagai

sindrom metabolik. Resistensi insulin dapat berkembang menjadi diabetes

melitus tipe 2 (NIDDM).

Hal ini sering terlihat sebagai  hiperglikemia postprandial, ketika ß-sel

pankreas tidak mampu memproduksi cukup insulin untuk menjaga kadar gula

darah normal (euglikemia). Ketidakmampuan sel-ß untuk menghasilkan

insulin yang cukup dalam kondisi hiperglikemia menjadi ciri khas transisi dari

resistensi insulin untuk diabetes melitus tipe II.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah gangguan

metabolisme glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin

9

Page 10: Draft Makalah Seminar

yang disekresikan. Keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan

dan keadaan glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau

sedikit meningkat. Namun, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi

peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan

terjadi Diabetes tipe II.

Gambar 1.2 Keterkaitan glukagon dan insulin dengan glukosa darah

Monosakarida yang merupakan hasil pencernaan karbohidrat di dalam

usus, dimana 80% merupakan glukosa, sedangkan galaktosa dan fruktosa

mewakili masing masing 10%. Glukosa langsung bisa masuk ke aliran

sirkulasi darah. Di dalam darah terdapat hormon insulin yang jumlahnya

normal akan tetapi sel reseptor tidak bisa menangkap insulin secara baik,

sehingga glukosa di darah tidak bisa dibawa ke sel-sel tubuh dengan baik.

Reseptor sel yang menerima insulin mengalami kerusakan, sehingga glukosa

yang dibawa insulin untuk diubah menjadi glikogen juga  rendah atau sedikit.

Proses glikogenesis juga menurun dan sel-sel tubuh mengalami kelaparan. Hal

ini menyebabkan gejala polifagia pada DM.

Lalu proses selanjutnya, adalah terjadi peningkatan glikogenolisis

dimana pemecahan glikogen menjadi glukosa dalam sel meningkat karena

tubuh kita membutuhkan energi, sehingga berapapun glikogen yang ada di sel

akan dipecah terus menerus untuk mencukupi energi. Akibat jumlah glikogen

yang minimal didalam sel tubuh, maka glukosa yang dihasilkan juga rendah,

asam piruvat yang dihasilkan juga rendah, ATP yang diproduksi juga sedikit

10

Page 11: Draft Makalah Seminar

akibatnya menjadi lemas. Glukoneogenesis meningkat, karena persediaan

glukosa rendah maka akan merangsang zat-zat seperti lemak dan vitamin

untuk dipecah dalam menghasikan energi. 

 

Gambar 1.3 Proses Glikogenesis

Gambar 1.4 Proses Glikogenolisis

11

Page 12: Draft Makalah Seminar

Gambar 1.5 Proses Glukoneogenesis

2. Metabolisme Lemak pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II

Kelainan utama metabolisme lemak pada diabetes mellitus tipe II

adalah percepatan katabolisme lemak, disertai peningkatan pembentukan

benda-benda keton, dan penurunan sintesis asam lemak dan trigliserida.

Kelainan ini terjadi akibat efek insulin terhadap metabolisme lemak. Insulin

mengaktivasi lipoprotein lipase di dalam kapiler darah, yang berfungsi untuk

menghidrolisis trigliserida. Insulin juga meningkatkan pengangkutan glukosa

kedalam sel hati, kemudian glukosa akan masuk jalur glikolisis diubah

menjadi piruvat dan hasil akhir berupa asetil-KoA yang merupakan substrat

awal sintesis asam lemak. Apabila kadar insulin berkurang, maka sintesis

asam lemak dan trigliserida akan berkurang. Pelepasan asam lemak dari

jaringan adiposa ke dalam sirkulasi darah juga terhambat. (Guyton AC, 2006)

Pada diabetes mellitus tipe II, perubahan glukosa menjadi asam lemak

di depot menurun karena defisiensi glukosa intrasel. Insulin menghambat

lipase peka-hormon di jaringan adiposa sehingga dengan tidak adanya hormon

ini kadar asam lemak bebas (FFA, NEFA, UFA) dalam plasma menjadi lebih

dari dua kali lipat. Peningkatan glukagon juga berperan dalam mobilisasi FFA.

Selain peningkatan glukoneogenesis dan meningkatnya glukosa dalam

sirkulasi, terjadi gangguan dalam perubahan asetil-KoA menjadi malonil-

12

Page 13: Draft Makalah Seminar

KoAyang kemudian diubah menjadi asam lemak. Hal ini disebabkan defisiensi

asetil-KoA karboksilase, enzim yang mengatalisis perubahan. Kelebihan

asetil-KoA diubah menjadi benda-benda keton. (Prince SA, 2006) ;

(Mogensen CE, 2002)

Pada diabetes mellitus tipe II yang tidak terkontrol, kadar trigliserida

dan kilomikron serta FFA plasma meningkat. Peningkatan konstituen-

konstituen ini terutama disebabkan oleh penurunan pengangkutan trigliserida

kedalam depot lemak. Penurunan aktivitas lipoprotein lipase juga berperan

dalam penurunan pengangkutan ini. (Newoehner MD, 1998)

3. HbA1C pada Diabetes Mellitus Tipe II

HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik

antara glukosa dengan N terminal valin rantai b HbA dengan ikatan almidin.

HbA1C terbentuk dari ikatan glukosa dengan gugus amida pada asam amino

valin di ujung rantai beta dari globulin Hb dewasa normal yang terjadi pada 2

tahap. Tahap pertama terjadi ikatan kovalen aldimin berupa basa Schiff yang

bersifat stabil dan tahap kedua terjadi penyusunan kembali menjadi bentuk

ketamin yang stabil. Pada keadaan hiperglikemik akan meningkatkan

pembentukan basa Schiff antara gugus aldehid glukosa dengan residu lisin,

arginin, dan histidin. 

Gambar 3.1 Pembentukan ikatan glukosa dengan hemoglobin

Pembentukan HbA1c terjadi dengan lambat yaitu selama 120 hari,

yang merupakan rentang hidup sel darah merah. HbA1 terdiri atas tiga

molekul, HbA1a, HbA1b dan HbA1c sebesar 70 %, HbA1c dalam bentuk 70%

terglikosilasi (mengabsorbsi glukosa). Jumlah hemoglobin yang terglikolisasi

13

Page 14: Draft Makalah Seminar

bergantung pada jumlah glukosa yang tersedia. Jika kadar glukosa darah

meningkat selama waktu yang lama, sel darah merah akan tersaturasi dengan

glukosa menghasilkan glikohemoglobin (Kee JL, 2003)

Kadar HbA1c merupakan kontrol glukosa jangka panjang,

menggambarkan kondisi 8-12 minggu sebelumnya, karena paruh waktu

eritrosit 120 hari (Kee JL, 2003), karena mencerminkan keadaan glikemik

selama 2-3 bulan maka pemeriksaan HbA1c dianjurkan dilakukan setiap 3

bulan (Darwis Y, 2005, Soegondo S, 2004). Peningkatan kadar HbA1c>8%

mengindikasikan DM yang tidak terkendali dan beresiko tinggi untuk

menjadikan komplikasi jangka panjang seperti nefropati, retinopati, atau

kardiopati, Penurunan 1% dari HbA1c akan menurunkan komplikasi sebesar

35% (Soewondo P, 2004).

Pemeriksaan HbA1c dianjurkan untuk dilakukan secara rutin pada

pasien DM. Pemeriksaan pertama untuk mengetahui keadaan glikemik pada

tahap awal penanganan, pemeriksaan selanjutnya merupakan pemantauan

terhadap keberhasilan pengendalian (Kee JL, 2003).

Nilai normal glikat hemoglobin bergantung pada metode pengukuran

yang digunakan, namun berkisar antara 3,5%-5,5% (Tabel 3.1). Pemeriksaan

HbA1c sebagai pemeriksaan tunggal yang sangat akurat untuk menilai status

glikemik jangka panjang (Waspadji, 1996).

Tabel 3.1 Kadar glikat hemoglobin pada penderita DM

14

Page 15: Draft Makalah Seminar

4. Hubungan antara Diet Tinggi Karbohidrat dengan diet tinggi Lemak

terhadap HbA1C pada Penderita Diabetes tipe II

Dalam jurnal penelitian (Shadman et al. Journal of Diabetes &

Metabolic Disorder) menunjukkan beberapa hasil bahwa adanya keterkaitan

antara diet tinggi karbohidrat dan diet tinggi lemak terhadap konsentrasi

HbA1C.

Usia, jenis kelamin dan durasi diabetes disesuaikan untuk

memperkirakan konsentrasi rata-rata dari HbA1C dalam variabel kuintil (stres,

tingkat aktivitas fisik dan diet). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

karbohidrat dan diet asupan serat yang berbanding terbalik (P <0,0001 dan

0,003 masing-masing) dan jumlah makanan dan jenis lemak yang positif (P:

<0,0001, 0,03, 0,01 dan 0,01 untuk persentase lemak total, SAFA, MUFA dan

PUFA dari kalori masing-masing) berkaitan dengan konsentrasi HbA1C

(Tabel 3).

15

Page 16: Draft Makalah Seminar

Model kerapatan regresi linier multivariat makronutrien, yang mengontrol

umur, jenis kelamin, DD, dan asupan kalori menunjukkan karbohidrat yang

berbanding terbalik dikaitkan terhadap HbA1C (P<0,0001, R2 = 15%).

Hasilnya juga sama dalam tiga model lainnya disesuaikan dengan tingkat stres

dan latihan dalam model 2, lingkar pinggang dan jumlah makanan dalam

16

Page 17: Draft Makalah Seminar

model 3 dan trigliserida serum dan 25 - hidroksi vitamin D dalam model 4

(P<.0001, <.0001 serta masing 0,0003) (Tabel 4).

Analisis regresi disesuaikan dengan usia, jenis kelamin dan DD, menunjukkan

tidak ada hubungan antara sumber karbohidrat (misalnya tepung terigu, padi,

kacang-kacangan, dan buah-buahan) dengan HbA1c.

Korelasi Pearson menunjukkan bahwa diet karbohidrat adalah positif

(r=0,78, p <0,0001) dan protein (r = -0.07, p = 0,13) dan lemak dikaitkan

secara negatif (r = -0,23, p <0,0001) untuk serat makanan. Mengontrol serat

dalam makronutrien model kerapatan regresi menunjukkan penurunan

koefisien regresi karbohidrat (P = 0,001, β -0,087). Di antara semua lemak

yang mengandung makanan, lemak hewan, minyak terhidrogenasi, produk

susu tinggi lemak, mentega, krim, dan daging berhubungan positif dengan

variasi HbA1C (data tidak ditampilkan).

Kemudian peneliti membandingkan koefisien regresi makronutrien

dengan HbA1c antara 2 kelompok berdasarkan klasifikasi asupan kalori

karena diasumsikan bahwa efek makronutrien pada glukosa darah dapat

dipengaruhi oleh cut of point asupan kalori. Tabel 6 menunjukkan bahwa efek

yang dari karbohidrat terhadap HbA1c pada tingkat asupan kalori lebih rendah

dari 25 kkal/berat badan, secara signifikan lebih kuat daripada asupan kalori

yang lebih tinggi (P = 0,04). Selain itu, asupan kalori 30 kkal/berat badan yang

telah diidentifikasi memiliki efek positif cut of point dari total lemak makanan

terhadap HbA1c (P = 0,03). Dan sebaliknya, hubungan diet SAFA terhadap

17

Page 18: Draft Makalah Seminar

HbA1c lebih kuat pada level cut of point yang lebih tinggi dari dari 27 kkal/Kg

(P = 0,04). Dalam hal makanan MUFA, PUFA dan serat ada perbedaan

signifikan yang diidentifikasi pada setiap tingkat asupan kalori (Tabel 6).

Model regresi multivariat menunjukkan bahwa proporsi karbohidrat adalah

positif (β = 0,08, P = 0,01) dan protein (β = 0.04, P <0,0001), SAFA (β = -

0.04, P <0,0001) dan proporsi MUFA (β = 0.02, 0,07) yang negatif terkait

dengan peningkatan asupan kalori (Tabel 7).

Penelitian ini menunjukkan bahwa pasien diabetes tipe 2 dalam diet

tinggi karbohidrat dan rendah lemak jenuh memiliki kontrol glukosa darah

yang lebih baik. Hasil ini adalah menurut kesimpulan dari dua meta-analisis

bukti yang menunjukkan bahwa diet tinggi karbohidrat, diet tinggi serat

dibandingkan dengan karbohidrat sedang, diet rendah serat berhubungan

dengan nilai-nilai yang lebih rendah untuk orang yang berpuasa, rata-rata

18

Page 19: Draft Makalah Seminar

postprandial glukosa plasma, dan hemoglobin A1c. Efek ini mungkin sebagian

disebabkan oleh jalur metabolisme karbohidrat dan lipid. Efek karbohidrat

dalam merangsang sekresi insulin menyebabkan peningkatan dalam

karbohidrat, tetapi terjadi penurunan oksidasi lemak. Jadi, dapat dinyatakan

bahwa oksidasi lemak ditentukan oleh jumlah energi total yang dikeluarkan

dan jumlah energi yang dikonsumsi dalam bentuk karbohidrat dan protein,

bukan oleh jumlah lemak yang dikonsumsi. Tampaknya bahwa pengaruh

komposisi diet makronutrien pada beberapa aspek kontrol metabolik mungkin

yang paling penting dalam diet berkalori tinggi dibandingkan dengan rendah

kalori atau iso-kalori, karena diet rendah kalori atau iso-kalori semuanya

dimakan dan makronutrien yang diserap harus dioksidasi untuk memenuhi

kebutuhan tubuh. Namun, jika asupan kalori lebih besar dari energi yang

dikeluarkan, maka makanan yang mengandung lemak dapat tersisa dan

menurunkan berat badan, merubah membran sel asam lemak dan

meningkatkan resistensi insulin. Selain itu, laju oksidasi asam lemak jenuh

lebih lambat daripada tak jenuh. Dengan kata lain, diet lemak jenuh memiliki

lebih banyak kesempatan untuk memasuki membran sel, yang mempengaruhi

fluiditas membran, dan meningkatkan resistensi insulin.

Dalam penelitian disebutkan bahwa ada alasan hubungan yang

signifikan antara asupan energi dan HbA1c yang mungkin disebabkan karena

peningkatan proporsi karbohidrat dalam diet yang diikuti dengan peningkatan

asupan kalori, karbohidrat yang tinggi dapat melemahkan efek dari asupan

kalori yang tinggi pada kontrol gula darah. Selain itu, analisis data

menunjukkan bahwa asupan kalori 25 dan 30 kkal/kg berat badan masing-

masing adalah cut off poin dari dampak karbohidrat dan total lemak pada

HbA1c, maka koefisien hubungan antara diet karbohidrat atau lemak dengan

HbA1c secara signifikan lebih tinggi dalam nilai yang lebih rendah.

Sehubungan dengan lemak jenuh makanan, hubungan ini akan lebih parah

pada tingkat asupan kalori lebih tinggi dengan cut off point dari 27 kkal/kg

berat badan.

Ketika asupan kalori melebihi 27 kkal/kg berat badan, makanan yang

mengandung asam lemak jenuh mungkin akan menggantikan dalam membran

sel, mengubah reseptor insulin dan sekresi insulin, sehingga mencegah

resistensi insulin.

19

Page 20: Draft Makalah Seminar

Berdasarkan penelitian, efek menguntungkan lainnya dari diet tinggi

karbohidrat mungkin berhubungan dengan tinggi serat, Frukto oligosakarida,

resisten pati dan karbohidrat yang dicerna yang dapat meningkatkan

sensitivitas insulin perifer dan sekresi insulin dan penurunan glukosa yang

dilepaskan oleh hati .

III. KESIMPULAN

Metabolime karbohidrat dengan metabolisme lipid berkaitan dengan mekanisme

terjadinya penyakit diabetes. Keduanya mempengaruhi kontrol glukosa dalam darah.

Tes HbA1C merupakan salah satu tes kadar glukosa darah yang digunakan sebagai

indikator seseorang mengalami diabetes. Dalam penelitian disebutkan bahwa BMI dan

asupan kalori dianggap pengaruh. Selain itu, total konsumsi lemak jenuh yang

berlebih bertanggung jawab atas kegagalan mengontrol glukosa darah. Juga diet bagi

penderita diabetes mellitus tipe II yang mengkonsumsi diet tinggi kalori harus tinggi

karbohidrat untuk memfasilitasi perbaikan kontrol glikemik. Penelitian menunjukkan

bahwa penggantian lemak untuk karbohidrat yang dikonsumsi pada kalori tinggi

berhubungan dengan rendahnya konsentrasi HbA1C pada penderita diabetes mellitus

tipe II.

20